Tidak Bertuhannya Agama Buddha

First topic message reminder :

Mayoritas agama Buddha tidak mengakui adanya Tuhan Yang Maha Esa. Namun secara formal seluruh organisasi agama Buddha "terpaksa" mengakui Ketuhanan Yang Maha Esa karena harus tunduk pada pancasila. Namun setelah Pancasila sudang kurang kesaktiannya setelah lengsernya Suharto, umat Buddha tidak perlu terlalu khawatir lagi untuk berterus terang bahwa mereka memang tidak percaya adanya Tuhan.

Itulah sebabnya negara mayoritas Buddha seperti Laos, Vietnam, Myanmar, dlsb malah membiarkan rezim komunis tumbuh subur disana untuk mendapatkan simpati dari penduduk setempat yang mayoritasnya adalah beragama Buddha.

Dharma:
karena dlm buddhisme konsep tuhan adl yg tak terceritakan baik itu dengan pikiran dan kata2, maka dah jelas gak ada perannya

Wen Yang :
Tuhan dalam agama buddha adalah mutlak. Mutlak dalam arti tidak bisa dilihat, tidak terlahir, tidak terkondisi. Semua yang terjadi di dunia semuanya adalah proses. Tidak di ciptakan.

Dari statemen dua Buddhis tsb, bisakah saya menyimpulkan, bhw itu artinya tidak ada yg dapat dikatakan tentang apapun yg bersangkut paut dg Tuhan selain meyakini bhw Tuhan ada ?.

Nampaknya Tuhan dlm Buddhisme cenderung dianggap tidak ada, karena tidak ada yg dapat dikatakan tentangnya, bahkan sekalipun hanya perannya. Jadi meskipun diakui ada, tapi hanya sebatas meyakini keberadaannya. Selebihnya tidak ada yg dapat dikatakan.

OK-lah. Terimakasih penjelasannya.

kalau firasatku, semua agama Budha selamanya tidak akan pernah mengakui TUHAN secara explisit, karena ajaran Sang Budha lebih condong pada ketulusan tingkat tinggi

@Azed & @njlajahweb
jd kl menurut sy, agama buddha adl NON-THEIS artinya yg bukan ber-tuhan

ketika manusia dalam ego yang mendominasi pada saat itu manusia sedang bermimpi/berkayal, mengapa? karena pada saat itu manusia berlagak jadi TUHAN, karena manusia itu bukan TUHAN yang sebenarnya

dharma_senapati wrote:@Azed & @njlajahweb
jd kl menurut sy, agama buddha adl NON-THEIS artinya yg bukan ber-tuhan

Ya, saya mengerti

Azed wrote:

Dharma:
karena dlm buddhisme konsep tuhan adl yg tak terceritakan baik itu dengan pikiran dan kata2, maka dah jelas gak ada perannya

Wen Yang :
Tuhan dalam agama buddha adalah mutlak. Mutlak dalam arti tidak bisa dilihat, tidak terlahir, tidak terkondisi. Semua yang terjadi di dunia semuanya adalah proses. Tidak di ciptakan.

Dari statemen dua Buddhis tsb, bisakah saya menyimpulkan, bhw itu artinya tidak ada yg dapat dikatakan tentang apapun yg bersangkut paut dg Tuhan selain meyakini bhw Tuhan ada ?.

Nampaknya Tuhan dlm Buddhisme cenderung dianggap tidak ada, karena tidak ada yg dapat dikatakan tentangnya, bahkan sekalipun hanya perannya. Jadi meskipun diakui ada, tapi hanya sebatas meyakini keberadaannya. Selebihnya tidak ada yg dapat dikatakan.

OK-lah. Terimakasih penjelasannya.

merah : setuju ... dan memang begitulah agama Buddha

biru : sebetulnya yang underline tidak juga kalau disebut begitu ... karena toh nyatanya saya juga baca banyak refrensi umat Buddha yang menjelaskan tentang eksistensi Tuhan >>> tapi intinya memang Tuhan tidak terlibat dalam kehidupan dan semua hukum2 alam semesta

inti dari perbedaan samawi vs Buddha sebetulnya bukan pada eksis vs tidak eksis-nya Tuhan .... tapi lebih kepada penting vs tidak penting keterlibatan Tuhan dalam hidup kita (dan alam semesta ini)

>>> bila samawi bilang bahwa Tuhan BENAR2 terlibat dalam kehidupan manusia (dan alam semesta) ... artinya Tuhan itu penting ... maka Buddha akan bilang bahwa Tuhan TIDAK PERNAH terlibat dalam kehidupan manusia (dan alam semesta) ... artinya Tuhan itu tidak penting

yang ungu ini kurang ajar ?? >>> ya kurang ajar memang .... terlihat sombong ?? ... ya memang terlihat sombong >>> dan yang seperti ini sudah sejak jaman kuliah saya 'ngeh'  

dan mau bagaimana bila memang sudah seperti itu keyakinan, kepercayaan, dan iman mereka

tapi kemudian (buat saya pribadi) ... yang menjadi inti masalahnya adalah ... PEMBUKTIAN >>> bagaimana saya (misalnya sebagai muslim atau seorang samawi) bisa membuktikan bahwa Tuhan benar2 terlibat dalam hidup saya

>>> dan yang underline ini ... apa yang bisa saya katakan pada umat Buddha ... ujung2nya jadi hampir sama dengan kata2 Buddha itu sendiri ... yaitu "rasakan dan alami sendiri"



------------------------------------------------------

OOT sedikit ... kadang2 saya pikir keberadaan agama Buddha ini "bagus juga" untuk refleksi (cerminan) saya sebagai samawi >>> mereka bukan untuk diajak berdebat seperti debat antara Islam vs Kristen terkait penuhanan Yesus (misalnya)

kasarnya ... percuma saya berdebat dengan Buddha .... meyakinkan mereka bahwa Tuhan itu penting (balik ke uraian ungu diatas) ... bila nyatanya saya sendiri pun belum/tidak sepenuhnya mampu melibatkan Tuhan dalam hidup saya

karena yang perlu dibuktikan pada mereka adalah "rohani/spritual" kita ... bukan segala tulisan, teori, dan kata2 kita

gitu2lah kasarnya ....

njlajahweb wrote:ketika manusia dalam ego yang mendominasi pada saat itu manusia sedang bermimpi/berkayal, mengapa? karena pada saat itu manusia berlagak jadi TUHAN, karena manusia itu bukan TUHAN yang sebenarnya

Wadooh, gaya bahasa anda begitu rumit saya pahami.

Ketika manusia menanyakan tentang Tuhan, dlm pengertian : ingin mengenal Tuhan seperti mengenal antara manusia yg satu dg lainnya (wujudnya, posisinya, dsb). Tuhan tdk pernah membuka diri samasekali.

Di riwayatkan bhw umat jaman nabi Muhammad terus menerus menanyakan tentang Tuhan kurang lebih dlm pengertian tsb diatas, tetapi jawaban wahyu yg diterima : “Sesungguhnya Aku dekat”. (Qs. 2:186).

Bahkan menurut versi Bible, nabi Musa ketika menanyakan HANYA nama Tuhan saja, dijawab : "AKU ADALAH AKU." (Exo 3:14). Sehingga dlm waktu yg sangat lama, konon bani Israel bahkan untuk nama Tuhannya saja tidak tahu (versi Qur’an, sejak Adam-pun Tuhan sudah menyebutkan call name-Nya : Allah).

Di Buddhisme bahkan Tuhan jauh lebih misteri, sang Buddha Gautama konon samasekali tidak mengajarkan soal itu. Bahkan saya yakin agama yg lainpun situasinya sama.

Artinya, manusia hanya diijinkan mengenali keberadaan Tuhan melalui karya-Nya, bukan melalui jati diri-Nya. Pasti ada alasan mengapa Tuhan berbuat begitu, tapi kita jangan menilai alasan Tuhan.

Di abad pertengahan, beberapa tokoh filsuf besar ketiga agama (Yahudi, Kristen, Islam) mengkhususkan diri untuk membuktikan keberadaan Tuhan dg cara seperti membuktikan keberadaan materi. Singkatnya, setelah melalui pergulatan rohani dlm pencarian yg cukup berat, melelahkan dan berbilang tahun, usaha itu gagal total. Dlm keputus-asaan, mereka menghentikan usahanya dg kesimpulan masing-masing yg esensinya sama, hanya cara mendeskripsikannya yg berbeda.

Ada satu kesimpulan dari salah seorang diantaranya yg cukup menggemparkan dimasanya : “Tuhan tidak ada, Tuhan ada karena aku ada”. Belakangan, sang filsuf memberi penjelasan yg esensinya begini :

Tuhan tidak ada : Jika yg aku cari Tuhan dlm arti materi, dg wujud apapun yg mampu aku bayangkan, maka aku tidak pernah menemukannya. Tuhan (dlm wujud materi) tidak kutemukan, (maka) Tuhan (dlm wujud yg kumaksud) tidak ada.

Tuhan ada karena aku ada : bukti bhw Tuhan itu ada (walaupun secara materi aku tidak menemukannya), adalah keberadaanku. Aku ada karena aku percaya ada yg menciptakan aku, meskipun aku tidak bisa membuktikan wujud penciptaku.

Ilustrasi sederhananya begini : aku tidak harus melihat siapa yg membuat cawan, cukuplah aku tahu bahwa cawan itu pasti ada yg membuatnya.

+++

Paham yg beraliran pragmatisme (yg jejaknya masih ada sampai sekarang), membalik logika "Tuhan ada karena aku ada", menjadi :"kalau aku tidak ada, berarti Tuhan juga tidak ada". Yg maknanya : “Tuhan ada karena aku memikirkannya, kalau aku tidak memikirkannya maka Tuhan juga tidak ada”. Maksudnya, Tuhan itu hanya ada dipikiranku, hanya ilusiku.

+++

Menurut sejarah agama, beberapa suku bangsa yg tidak puas karena menyembah “sesuatu yg tidak jelas”. Mereka kemudian membuat atau menciptakan apa yg dianggap dapat mewakili eksistensi Tuhan (patung atau bentuk-bentuk fisik lainnya yg dikeramatkan). Yg dlm anggapan mereka awalnya hanya sebagai sarana atau perantara untuk menuju ke Tuhan yg tak nampak dan tak terdefinisikan. Tapi belakangan justru sering menjadi fokus utamanya.

Kesimpulannya : Tuhan ada karena alam semesta ini ada.
OK ?

quote kutipan
Kesimpulannya : Tuhan ada karena alam semesta ini ada.
OK ?
tanggapan
tidak salah jika mempercayai TUHAN karena merasakan ataupun melihat bukti tapi bisa menjadi salah kalau kita hanya percaya TUHAN hanya pada saat merasakan ataupun melihat bukti

Pembuktian bahwa Tuhan terlibat dalam hidup kita ... tentu bukan dengan memberikan bukti fisik (yang ada wujud-nya)

tapi bisa dibuktikan dari sikap, perilaku, dan spiritual kita yang memang mencerminkan kita melibatkan Tuhan dalam kehidupan kita

mungkin hampir sama dengan makna ayat yang disampaikan sebelumnya >>> Sesungguhnya Aku dekat”.(Qs. 2:186)

maka bagi seorang muslim (karena itu ayat Quran) >>> apa yang dimaksud dengan ayat diatas ??

ada benarnya sayang...

ketika DIA berFIRMAN: AKU dekat
maka hal ini tidak boleh dipahami dengan dominasi keegoan kita

artinya AKU dekat karena AKU Maha mendengar suara hati, tapi bukan berarti AKU harus selalu mengabulkan keinginanmu, kecuali jika AKU mengizinkan itu terjadi

dee-nee wrote:yang ungu ini kurang ajar ?? >>> ya kurang ajar memang .... terlihat sombong ?? ... ya memang terlihat sombong >>> dan yang seperti ini sudah sejak jaman kuliah saya 'ngeh'  

dan mau bagaimana bila memang sudah seperti itu keyakinan, kepercayaan, dan iman mereka

Ya. Kita harus menghormati keyakinannya.

Selama ini interaksi saya hanya dg Nasrani. Baru dua tiga minggu ini saya mulai memperhatikan Buddhisme, itu juga krn termotivasi adanya bbrp teman Buddhis yg aktip disini. Makanya saya belum begitu paham tentang Buddhisme.

Sejarah besarnya memang pernah saya baca sekilas, konon Buddha Gautama adalah monotheis. Bahkan oleh beberapa sejarawan Islam digolongkan sebagai salah seorang nabiullah. Tapi detil ajarannya saya tdk memperhatikan, apalagi yg dipahami di tinggat individu pemeluknya.

dee-nee wrote:tapi kemudian (buat saya pribadi) ... yang menjadi inti masalahnya adalah ... PEMBUKTIAN >>> bagaimana saya (misalnya sebagai muslim atau seorang samawi) bisa membuktikan bahwa Tuhan benar2 terlibat dalam hidup saya

>>> dan yang underline ini ... apa yang bisa saya katakan pada umat Buddha ... ujung2nya jadi hampir sama dengan kata2 Buddha itu sendiri ... yaitu "rasakan dan alami sendiri"

Dlm logika saya, hukum karma itu kan doktrin filosofinya adalah hukum sebab akibat. Tetapi (lagi-lagi menurut saya), itu menjadi tdk konsisten ketika bicara masalah penciptaan. Sebagai konsekuensi dari hukum sebab akibat, jika ada ciptaan, pasti ada penciptanya.

Masalahnya, Buddhisme tdk meyakini bhw (misalnya) manusia adalah ciptaan. Dlm pandangan Buddhis, konon pemeluk agama samawi sudah terlanjur tertanam dlm keyakinannya bhw alam semesta ini adalah ciptaan Tuhan, ada awal-ada akhir. Sehingga sulit memahami ajaran “ada karena memang tdk pernah tidk ada” .

Ya sudah....
Setidaknya saya termotivasi untuk lebih meningkatkan kualitas diri.

dee-nee wrote:OOT sedikit ... kadang2 saya pikir keberadaan agama Buddha ini "bagus juga" untuk refleksi (cerminan) saya sebagai samawi >>> mereka bukan untuk diajak berdebat seperti debat antara Islam vs Kristen terkait penuhanan Yesus (misalnya)

kasarnya ... percuma saya berdebat dengan Buddha .... meyakinkan mereka bahwa Tuhan itu penting (balik ke uraian ungu diatas) ... bila nyatanya saya sendiri pun belum/tidak sepenuhnya mampu melibatkan Tuhan dalam hidup saya

karena yang perlu dibuktikan pada mereka adalah "rohani/spritual" kita ... bukan segala tulisan, teori, dan kata2 kita

gitu2lah kasarnya ....

Ya, filosofi ajaran Buddha ini menurut saya sangat bagus dlm hal moralitas.

Meskipun Buddhis "tidak tahu apa-apa tentang Tuhan", tapi celetukannya sering menggelitik jika memaksakan diri bicara soal ajaran ketuhanan agama lain. Saya ngeliatnya ibarat vaksin, "racun" yg disuntikkan kedalam tubuh bukan untuk membunuhnya, tapi justru meningkatkan daya tahan .... ha...ha...ha...

Maaf kawan's Buddhis, kita berdua "bicara-bicara manis" tentang anda .....

ketika TUHAN menawarkan makanan dan minuman, maka orang yang berhati hamba, tidak akan mau bertanya dalam hatinya "TUHAN apakah ada racun dalam makanan dan minuman itu"? tapi orang itu tetap melakukan usaha yang terbaik terhadap sesama juga terhadap TUHAN, dan hatinya tidak mau menyalahkan TUHAN, karena orang ini tulus mencintai TUHAN.

njlajahweb wrote:ada benarnya sayang...

ketika DIA berFIRMAN: AKU dekat
maka hal ini tidak boleh dipahami dengan dominasi keegoan kita

artinya AKU dekat karena AKU Maha mendengar suara hati, tapi bukan berarti AKU harus selalu mengabulkan keinginanmu, kecuali jika AKU mengizinkan itu terjadi

hihihihihi .... iya say



sebetulnya apapun dan bagaimanapun manusia menjelaskan tentang Tuhan Yang Dekat ... buat saya tidak ada masalah

karena yang terpenting adalah >>> kedekatan kita dengan Tuhan hanya bisa dilihat dari sikap, perilaku, dan spiritual kita yang memang mencerminkan kita melibatkan Tuhan dalam kehidupan kita

agama artinya Way of Life ... bagaimanapun masing2 agama mengajarkan tentang Way of Life -nya ... setiap orang awam tetap bisa melihat sampai sejauh mana masing2 umat menjalankan agama-nya ... sejauh mana masing2 umat dekat dengan Tuhan-nya (sesuai konsep masing2)

karena kalau kita bicara secara umum buanget ...

pada dasarnya orang awam (orang diluar dari agama tersebut) tidak butuh konsep keimanan apapun tentang agama tersebut  ... tapi yang mereka minta adalah pembuktikan dari masing2 Way of Life yang diajarkan

seorang koruptor (misalnya) ... sampai seperti apapun dia membawa2 Tuhan dan agama-nya ... bahkan orang awam-pun bisa melihat bahwa koruptor tsbt tidak bisa menjalankan agamanya ... tidak dekat dengan Tuhannya

yang biru ini saya bicara secara umum ya ...

-------------------------------------

Azed wrote:Ya, filosofi ajaran Buddha ini menurut saya sangat bagus dlm hal moralitas.

Meskipun Buddhis "tidak tahu apa-apa tentang Tuhan", tapi celetukannya sering menggelitik jika memaksakan diri bicara soal ajaran ketuhanan agama lain. Saya ngeliatnya ibarat vaksin, "racun" yg disuntikkan kedalam tubuh bukan untuk membunuhnya, tapi justru meningkatkan daya tahan .... ha...ha...ha...

yang merah menarik : karena yang disebut "daya tahan" ini berhubungan dengan kesabaran dan kesadaran umat samawi itu sendiri ... artinya samawi yang tidak sabar dan tidak sadar (tidak mengerti) apa yang dimaksud umat Buddha ... justru akan terbunuh dengan "vaksin" tersebut ... (padahal maksudnya vaksin itu bukan untuk membunuh)

sebaliknya ... bila samawi benar2 mengerti apa alasan umat Buddha untuk "menihilkan" Tuhan dalam alam semesta ... dan bisa menjelaskan sesuai ajaran samawi itu sendiri... sebetulnya secara otomatis "keimanan" dan keyakinan-nya (samawi) tentang SANG KHALIQ juga semakin baik

karena apa yang biasanya ditanyakan oleh Buddha adalah "critical thinking" yang membuang semua teori tentang Tuhan >>> artinya ... mampukah kita berpikir secara kritis tentang eksistensi Tuhan .. benarkah kita mengerti eksistensi Tuhan (Allah) ... atau kita sebenarnya hanya tau menurut apa yang diajarkan pada kita

misalnya (menurut saya loh ya) : ketika Buddha mengatakan "Tuhan tidak terlibat apa2 dalam kehidupan dan penciptaan"

>>> bila kemudian "ego" dan "kemarahan" saya yang keluar demi membela Tuhan ... apalagi dengan balasan "Kalian saja yang tidak ber-Tuhan" (ditambah caci maki dst) ... maka ego dan kemarahan saya ini justru semakin menunjukkan bahwa saya memang tidak mengenal (melibatkan) Tuhan dan kehidupan saya

begitulah kira2

-----------------------------

dan apa yang saya urai diatas juga sebetulnya cuma teori yang saya tulis di forum ... wakakakakakakaka

Semoga dengan ilustrasi cerita di bawah ini, mindset kita tidak seperti ikan mas.

Buddha dan Seekor Kodok

Ini sebuah kisah Zen. Alkisahnya, ada seekor kodok yang baru saja pergi dari berjalan-jalan di daratan. Ketika kembali berenang di kolam, dia bertemu dengan seekor ikan mas yang telah mengenalnya.

“Halo Tuan Kodok, Anda dari mana saja?”,
“Oh, saya baru saja datang dari berjalan-jalan di daratan”,jawab Sang Kodok.

“Daratan? Apa itu daratan? Saya belum pernah mendengar ada tempat yang bernama daratan”.

“Daratan ialah tempat di mana Anda dapat berjalan-jalan diatasnya”, Sang Kodok mencoba menerangkan tentang daratan pada Si Ikan Mas.

“Oh ya, dapat berjalan-jalan diatasnya? Saya tidak percaya bahwa Anda baru saja dari daratan. Menurut saya, tidak ada tempat yang disebut daratan”, Si Ikan Mas membantah dengan sengit.

“Baiklah jika Anda tidak percaya, yang pasti saya tadi memang datang dari daratan”, balas Sang Kodok dengan sabar.

“Tetapi, Tuan Kodok, coba katakan pada saya, apakah daratan itu dapat dibuat gelembung, jika saya bernafas didalamnya?”
“Tidak”.

“Apakah saya dapat menggerakkan sirip-sirip saya didalamnya?”
“Tidak”.

“Apakah tembus cahaya?”
“Tidak”.

“Apakah saya dapat bergerak mengikuti gelombang?”
“Tidak, tentu saja”, jawab Sang Kodok dengan sabar.

“Nah, Tuan Kodok, saya sudah menanyakan Anda tentang daratan, dan semua jawaban Anda adalah “Tidak”, dan itu berarti daratan itu tidak ada”, Si Ikan Mas menjawab dengan perasaan puas.

“Baiklah, jika Anda berkesimpulan seperti itu. Yang jelas, saya tadi memang datang dari daratan dan daratan itu nyata adanya”,Sang Kodok menjawab sambil berlalu.

Si Ikan Mas, karena dia adalah seekor ikan yang hidupnya di air, maka dia tidak pernah mengetahui bahwa ada dunia lain selain dunia airnya. Kareena dia hanya mengenal dunia air, maka semua pertanyaan yang diajukan tentang daratan, tetap berkaitan dengan dunia air. Sebaliknya Sang Kodok, dia dapat hidup di dua dunia, dunia air dan daratan.

Karenanya, Sang Kodok mengerti bahwa ada dunia lain selain dunia air tempat para ikan hidup. Dia mengerti sepenuhnya dunia air, dia juga mengerti sepenuhnya daratan, karena dia sudah mengalami pengalaman empiris di dua dunia itu.

Demikian pula dengan Buddha. Buddha mengerti sepenuhnya alam duniawi beserta segala fenomenanya dan Nibbana sebagai pembebasan dari segala fenomena. Karena Beliau telah mengalami pengalaman empiris kehidupan duniawi dan pencapaian Nibbana.

Kita adalah si ikan mas yang keras kepala. Sepanjang kita belum pernah mengalami pencapaian Nibbana, seberapa hebatnya Buddha menerangi tentang Nibbana, kita tak kan mengerti. Bukan berarti Buddha gagal mencerahi kita. Kebodohan kita sendirilah yang menghalangi pencerahan yang mestinya terjadi.

Mutiara pencerahan itu ada dalam diri kita. Buddha telah menunjukkan jalannya. Kini yang perlu kita lakukan hanyalah meneguhkan hati untuk menjalani jalan yang telah ditunjukkan tersebut. Mengalami sendiri pencapaian Nibbana dan mengerti apakah Nibbana itu dengan sepenuhnya. Dan menjadi orang yang menmenangi pertarungan yang sejati.

sumber :
https://dhammacitta.org/artikel/buddha-dan-seekor-kodok/

dharma wrote:Semoga dengan ilustrasi cerita di bawah ini, mindset kita tidak seperti ikan mas.

kita disini artinya kita berdua toh ya ... saya dan begitu juga anda

karena antara anda, saya, bung Azed, njlajahweb, dan semuanya ... pada dasarnya memang perlu membuktikan apa yang masing2 yakini

quote
ketika manusia dalam ego yang mendominasi pada saat itu manusia sedang bermimpi/berkayal, mengapa? karena pada saat itu manusia berlagak jadi TUHAN, karena manusia itu bukan TUHAN yang sebenarnya
tanggapan
karena kebanyakan manusia itu hanya mau menerima kebahagiaan yang diizinkan TUHAN, sedangkan terhadap penderitaan yang diizinkan TUHAN, hati mereka mulai menyalahkan TUHAN

padahal juga ketika hati bisa bersyukur dalam dalam penderitaan yang diizinkan TUHAN, maka racun bisa menjadi vaksin

@dee-nee
sudah tentu sy termasuk didlmnya dan memang sy sdg dlm pembuktian ajaran buddha.

@njlajahweb
terkadang racun digunakan utk melumpuhkan racun lainnya.

quote
terkadang racun digunakan utk melumpuhkan racun lainnya.
tanggapan
apabila seseorang bisa mengkonvert racun itu

ok jika demikian racun secara nyata, tp ada racun yg tidak nyata yaitu racun kehidupan (akar kejahatan) yg akan membuat manusia terperosok kedlm kokotoran batin.

racun/akar kejahatan itu adl
lobha : ketamakan / keserakahan
dhosa : kebencian
moha : kegelapan / kebodohan batin

vaksinnya adl:
alobha : tidak tamak / tidak serakah (dgn kerelaan)
adhosa : tidak membenci (dgn kasih sayang)
amoha : tidak gelap/ bodoh batin (dgn konsentrasi/meditasi)

dee-nee wrote:yang merah menarik : karena yang disebut "daya tahan" ini berhubungan dengan kesabaran dan kesadaran umat samawi itu sendiri ... artinya samawi yang tidak sabar dan tidak sadar (tidak mengerti) apa yang dimaksud umat Buddha ... justru akan terbunuh dengan "vaksin" tersebut ... (padahal maksudnya vaksin itu bukan untuk membunuh)

Fordis, betapapun postingannya kadang "brengsek" dan "urakan", saya anggap sebagai vaksin. Saya justru mendapatkan pelajaran sangat berharga yg tdk saya temukan di dunia nyata. Di dunia nyata, mustahil mendengar pertanyaan dan pernyataan yg terus terang, menohok dan kadang menyulitkan. Mau nggak mau kita termotivasi untuk mengaduk-aduk semua isi otak untuk mencari jawabnya, kemudian mengujinya secara terbuka. Kalau kita bisa memanfatkannya secara positip, maka pengetahuan bisa bertambah, kesalahan keyakinan yg selama ini dikantongi bisa dikoreksi, dsb.

Memang tidak mudah untuk merubah vaksin dari "memperberat penyakit" menjadi "kebal penyakit".Perlu jam terbang yg cukup untuk berlatih menghadapi badai dan petir. Kadang saya masih terkaget-kaget dan reaktip ketika tiba-tiba ada angin menggoyang perjalanan ....he...he...ngaku....

@dharma

Analogi kodok dan ikan masnya bagus juga.

Harusnya kodok mengajar sesama kodok, karena kalau mengajar ikan mas, maka si kodok hanya bisa memberi tahu tapi tidak bisa memberi contoh...he..he...

mungkin Sang Budha akan berkata:
seharusnya contoh tidak dijadikan satu-satunya batu loncatan, karena engkau sendiri bisa menjadi kenyataan sebagai contoh, sehingga menjadi contoh bagi orang lain, (ketika hatimu mau mengambil pelajaran dari mutiara itu)

Tôi có thể tham gia thảo luận không?

can you speak english? or indonesian language?