FORUM LASKAR ISLAM
welcome
Saat ini anda mengakses forum Laskar Islam sebagai tamu dimana anda tidak mempunyai akses penuh turut berdiskusi yang hanya diperuntukkan bagi member LI. Silahkan REGISTER dan langsung LOG IN untuk dapat mengakses forum ini sepenuhnya sebagai member.

bentuk pemerintahan islam Follow_me
@laskarislamcom

Terima Kasih
Salam Admin LI


Join the forum, it's quick and easy

FORUM LASKAR ISLAM
welcome
Saat ini anda mengakses forum Laskar Islam sebagai tamu dimana anda tidak mempunyai akses penuh turut berdiskusi yang hanya diperuntukkan bagi member LI. Silahkan REGISTER dan langsung LOG IN untuk dapat mengakses forum ini sepenuhnya sebagai member.

bentuk pemerintahan islam Follow_me
@laskarislamcom

Terima Kasih
Salam Admin LI
FORUM LASKAR ISLAM
Would you like to react to this message? Create an account in a few clicks or log in to continue.

bentuk pemerintahan islam

Topik sebelumnya Topik selanjutnya Go down

bentuk pemerintahan islam Empty bentuk pemerintahan islam

Post by keroncong Thu Nov 10, 2011 5:15 pm

Sistem pemerintahan Islam adalah sebuah sistem yang lain sama sekali dengan sistem-sistem pemerintahan yang ada di dunia. Baik dari aspek asas yang menjadi landasan berdirinya, pemikiran, pemahaman, standar serta hukum-hukum yang dipergunakan untuk melayani kepentingan umat, maupun dari aspek undang-undang dasar serta undang-undang yang diberlakukannya, ataupun dari aspek bentuk yang menggambarkan wujud negara tadi, maupun hal-hal yang menjadikannya beda sama sekali dari seluruh bentuk pemerintahan yang ada di dunia.

A. Pemerintahan Islam Bukan Monarchi
Sistem pemerintahan Islam tidak berbentuk monarchi. Bahkan, Islam tidak mengakui sistem monarchi, maupun yang sejenis dengan sistem monarchi.
Kalau sistem monarchi, pemerintahannya menerapkan sistem waris (putra mahkota), dimana singgasana kerajaan akan diwarisi oleh seorang putra mahkota dari orang tuanya, seperti kalau mereka mewariskan harta warisan. Sedangkan sistem pemerintahan Islam tidak mengenal sistem waris. Namun, pemerintahan akan dipegang oleh orang yang dibai'at oleh umat dengan penuh ridla dan bebas memilih.
Sistem monarchi telah memberikan hak tertentu serta hak-hak istimewa khusus untuk raja saja, yang tidak akan bisa dimiliki oleh yang lain. Sistem ini juga telah menjadikan raja di atas undang-undang, dimana secara pribadi memiliki kekebalan hukum. Dan kadangkala raja hanya simbol bagi umat, dan tidak memiliki kekuasaan apa-apa, sebagaimana raja-raja di Eropa. Atau kadangkala menjadi raja dan sekaligus berkuasa penuh, bahkan menjadi sumber hukum. Dimana raja bebas mengendalikan negeri dan rakyatnya dengan sesuka hatinya, sebagaimana raja di Saudi, Maroko, dan Yordania.
Lain halnya dengan sistem Islam, sistem Islam tidak pernah memberikan kekhususan kepada khalifah atau imam dalam bentuk hak-hak istimewa atau hak-hak khusus. Khalifah tidak memiliki hak, selain hak yang sama dengan hak rakyat biasa. Khalifah juga bukan hanya sebuah simbol bagi umat yang menjadi khalifah namun tidak memiliki kekuasaan apa-apa. Disamping khalifah juga bukan sebuah simbol yang berkuasa dan bisa memerintah serta mengendalikan negara beserta rakyatnya dengan sesuka hatinya. Namun, khalifah adalah wakil umat dalam masalah pemerintahan dan kekuasaan, yang mereka pilih dan mereka bai'at dengan penuh ridla agar menerapkan syari'at Allah atas diri mereka. Sehingga khalifah juga tetap harus terikat dengan hukum-hukum Islam dalam semua tindakan, hukum serta pelayanannya terhadap kepentingan umat.
Disamping itu, dalam pemerintahan Islam tidak mengenal wilayatul ahdi (putra mahkota). Justru Islam menolak adanya putra mahkota, bahkan Islam juga menolak mengambil pemerintahan dengan cara waris. Islam telah menentukan cara mengambil pemerintahan yaitu dengan bai'at dari umat kepada khalifah atau imam, dengan penuh ridla dan bebas memilih.

B. Pemerintahan Islam Bukan Republik
Sistem pemerintahan Islam juga bukan sistem republik. Dimana sistem republik berdiri di atas pilar sistem demokrasi, yang kedaulatannya jelas di tangan rakyat. Rakyatlah yang memiliki hak untuk memerintah serta membuat aturan, termasuk rakyatlah yang kemudian memiliki hak untuk menentukan seseorang untuk menjadi penguasa, dan sekaligus hak untuk memecatnya. Rakyat juga berhak membuat aturan berupa undang-undang dasar serta perundang-undangan, termasuk berhak menghapus, mengganti serta merubahnya.
Sementara sistem pemerintahan Islam berdiri di atas pilar akidah Islam, serta hukum-hukum syara'. Dimana kedaulatannya di tangan syara', bukan di tangan umat. Dalam hal ini, baik umat maupun khalifah tidak berhak membuat aturan sendiri. Karena yang berhak membuat aturan adalah Allah SWT. semata. Sedangkan khalifah hanya memiliki hak untuk mengadopsi hukum-hukum untuk dijadikan sebagai undang-undang dasar serta perundang-undangan dari kitabullah dan sunah Rasul-Nya. Begitu pula umat tidak berhak untuk memecat khalifah. Karena yang berhak memecat khalifah adalah syara' semata. Akan tetapi, umat tetap berhak untuk mengangkatnya. Sebab Islam telah menjadikan kekuasaan di tangan umat. Sehingga umat berhak mengangkat orang yang mereka pilih dan mereka bai'at untuk menjadi wakil mereka.
Dalam sistem republik dengan bentuk presidensilnya, seorang presiden memiliki wewenang sebagai seorang kepala negara serta wewenang sebagai seorang perdana menteri, sekaligus. Karena tidak ada perdana menteri dan yang ada hanya para menteri, semisal presiden Amerika. Sedangkan dalam sistem republik dengan bentuk parlementer, terdapat seorang presiden sekaligus dengan perdana menterinya. Dimana wewenang pemerintahan dipegang oleh perdana menteri, bukan presiden. Seperti republik Prancis dan Jerman Barat.
Sedangkan di dalam sistem khilafah tidak ada menteri, maupun kementerian bersama seorang khalifah seperti halnya dalam konsep demokrasi, yang memiliki spesialisasi serta departemen-departemen tertentu. Yang ada dalam sistem khilafah Islam hanyalah para mu'awin yang senantiasa dimintai bantuan oleh khalifah. Tugas mereka adalah membantu khalifah dalam tugas-tugas pemerintahan. Mereka adalah para pembantu dan sekaligus pelaksana. Ketika khalifah memimpin mereka, maka khalifah memimpin mereka bukan dalam kapasitasnya sebagai perdana menteri atau kepala lembaga eksekutif, melainkan hanya sebagai kepala negara. Sebab dalam Islam tidak ada kabinet menteri yang bertugas membantu khalifah dengan memiliki wewenang tertentu. Sehingga mu'awin tetap hanyalah pembantu khalifah untuk melaksanakan wewenang-wewenangnya.
Selain dua bentuk tersebut --baik presidensil maupun parlementer-- dalam sistem republik, presiden bertanggungjawab di depan rakyat atau yang mewakili suara rakyat. Dimana rakyat beserta wakilnya berhak untuk memberhentikan presiden, karena kedaulatan di tangan rakyat.
Kenyataan ini berbeda dengan sistem kekhilafahan. Karena seorang amirul mukminin (khalifah), sekalipun bertanggungjawab di hadapan umat dan wakil-wakil mereka, termasuk menerima kritik dan koreksi dari umat serta wakil-wakilnya, namun umat termasuk para wakilnya tidak berhak untuk memberhentikannya. Amirul mukminin juga tidak akan diberhentikan kecuali apabila menyimpang dari hukum syara' dengan penyimpangan yang menyebabkan harus diberhentikan. Adapun yang menentukan pemberhentiannya adalah hanya mahkamah madhalim.
Kepemimpinan dalam sistem republik, baik yang menganut presidensil maupun parlementer, selalu dibatasi dengan masa jabatan tertentu, yang tidak mungkin bisa melebihi dari masa jabatan tersebut. Sementara di dalam sistem khilafah, tidak terdapat masa jabatan tertentu. Namun, batasannya hanyalah apakah masih menerapkan hukum syara' atau tidak. Karena itu, selama khalifah melaksanakan hukum syara', dengan cara menerapkan hukum-hukum Islam kepada seluruh manusia di dalam pemerintahannya, yang diambil dari kitabullah serta sunah Rasul-Nya maka dia tetap menjadi khalifah, sekalipun masa jabatannya amat panjang. Dan apabila dia telah meninggalkan hukum syara' serta menjauhkan penerapan hukum-hukum tersebut, maka berakhirlah masa jabatannya, sekalipun baru sehari semalam. Sehingga tetap wajib diberhentikan.
Dari pemaparan di atas, maka nampak jelas perbedaan yang sedemikian jauh antara sistem kekhilafahan dengan sistem republik, antara presiden dalam sistem republik dengan khalifah dalam sistem Islam. Karena itu, sama sekali tidak diperbolehkan untuk mengatakan bahwa sistem pemerintahan Islam adalah sistem republik, atau mengeluarkan statemen: "Republik Islam". Sebab, terdapat perbedaan yang sedemikian besar antara kedua sistem tersebut pada aspek asas yang menjadi dasar tegaknya kedua sistem tersebut, serta adanya perbedaan di antara keduanya baik dari segi bentuk maupun substansi-substansi masalah berikutnya.

C. Pemerintahan Islam Bukan Kekaisaran
Sistem pemerintahan Islam juga bukan sistem kekaisaran, bahkan sistem kekaisaran jauh sekali dari ajaran Islam. Sebab wilayah yang diperintah dengan sistem Islam --sekalipun ras dan sukunya berbeda serta sentralisasi pada pemerintah pusat, dalam masalah pemerintahan-- tidak sama dengan wilayah yang diperintah dengan sistem kekaisaran. Bahkan, berbeda jauh dengan sistem kekaisaran, sebab sistem ini tidak menganggap sama antara ras satu dengan yang lain dalam hal pemberlakuan hukum di dalam wilayah kekaisaran. Dimana sistem ini telah memberikan keistimewaan dalam bidang pemerintahan, keuangan dan ekonomi di wilayah pusat.
Sedangkan tuntunan Islam dalam bidang pemerintahan adalah menganggap sama antara rakyat yang satu dengan rakyat yang lain dalam wilayah-wilayah negara. Islam juga telah menolak ikatan-ikatan kesukuan (ras). Bahkan, Islam memberikan semua hak-hak rakyat dan kewajiban mereka kepada orang non Islam yang memiliki kewarganegaraan. Dimana mereka memperoleh hak dan kewajiban sebagaimana yang menjadi hak dan kewajiban umat Islam. Lebih dari itu, Islam senantiasa memberikan hak-hak tersebut kepada masing-masing rakyat --apapun madzhabnya-- yang tidak diberikan kepada rakyat negara lain, meskipun muslim. Dengan adanya pemerataan ini, jelas bahwa sistem Islam berbeda jauh dengan sistem kekaisaran. Dalam sistem Islam, tidak ada wilayah-wilayah yang menjadi daerah kolonial, maupun lahan ekploitasi serta lahan subur yang senantiasa dikeruk untuk wilayah pusat. Dimana wilayah-wilayah tersebut tetap menjadi satu kesatuan, sekalipun sedemikian jauh jaraknya antara wilayah tersebut dengan ibu kota negara Islam. Begitu pula masalah keragaman ras warganya. Sebab, setiap wilayah dianggap sebagai satu bagian dari tubuh negara. Rakyat yang lainnya juga sama-sama memiliki hak sebagaimana hak rakyat yang hidup di wilayah pusat, atau wilayah-wilayah lainnya. Dimana otoritas pejabatnya, sistem serta perundang-undangannya sama semua dengan wilayah-wilayah yang lain.

D. Pemerintahan Islam Bukan Federasi
Sistem pemerintahan Islam juga bukan sistem federasi, yang membagi wilayah-wilayahnya dalam otonominya sendiri-sendiri, dan bersatu dalam pemerintahan secara umum. Tetapi sistem pemerintahan Islam adalah sistem kesatuan. Yang mecakup seluruh negeri seperti Marakis di bagian barat dan Khurasan di bagian timur. Seperti halnya yang dinamakan dengan mudiriyatul fuyum ketika ibu kota Islam berada di Kaero. Harta kekayaan seluruh wilayah negera Islam dianggap satu. Begitu pula anggaran belanjanya akan diberikan secara sama untuk kepentingan seluruh rakyat, tanpa melihat daerahnya. Kalau seandainya ada wilayah telah mengumpulkan pajak, sementara kebutuhannya kecil, maka wilayah tersebut akan diberi sesuai dengan tingkat kebutuhannya, bukan berdasarkan hasil pengumpulan hartanya. Kalau seandainya ada wilayah, yang pendapatan daerahnya tidak bisa mencukupi kebutuhannya, maka negara Islam tidak akan mempertimbangkannya. Tetapi, wilayah tersebut tetap akan diberi anggaran belanja dari anggaran belanja secara umum, sesuai dengan tingkat kebutuhannya. Baik pajaknya cukup untuk memenuhi kebutuhannya atau tidak.
Sistem pemerintahan Islam juga tidak berbentuk federasi, melainkan berbentuk kesatuan. Karena itu, sistem pemerintahan Islam adalah sistem yang berbeda sama sekali dengan sistem-sistem yang telah populer lainnya saat ini. Baik dari aspek landasannya maupun substansi-substansinya. Sekalipun dalam beberapa prakteknya hampir ada yang menyerupai dengan praktek dalam sistem yang lain.
Disamping hal-hal yang telah dipaparkan sebelumnya, sistem pemerintahan Islam adalah sistem pemerintahan sentralisasi, dimana penguasa tertinggi cukup di pusat. Pemerintahan pusat mempunyai otoritas yang penuh terhadap seluruh wilayah negara, baik dalam masalah-masalah yang kecil maupun yang besar. Negara Islam juga tidak akan sekali-kali mentolelir terjadinya pemisahan salah satu wilayahnya, sehingga wilayah-wilayah tersebut tidak akan lepas begitu saja. Negaralah yang akan mengangkat para panglima, wali dan amil, para pejabat dan penanggung jawab dalam urusan harta dan ekonomi. Negara juga yang akan mengangkat para qadli di setiap wilayahnya. Negara juga yang mengangkat orang yang bertugas menjadi pejabat (hakim). Disamping negara yang akan mengurusi secara langsung seluruh urusan yang berhubungan dengan pemerintahan di seluruh negeri.
Pendek kata, sistem pemerintahan di dalam Islam adalah sistem khilafah. Dan ijma' sahabat telah sepakat terhadap kesatuan khilafah dan kesatuan negara serta ketidakbolehan berbai'at selain kepada satu khalifah. Sistem ini telah disepakati oleh para imam mujtahid serta jumhur fuqaha'. Yaitu apabila ada seorang khalifah dibai'at, padahal sudah ada khalifah yang lain atau sudah ada bai'at kepada seorang khalifah, maka khalifah yang kedua harus diperangi, sehingga khalifah yang pertama terbai'at. Sebab secara syar'i, bai'at telah ditetapkan untuk orang yang pertama kali dibai'at dengan bai'at yang sah.
keroncong
keroncong
KAPTEN
KAPTEN

Male
Age : 70
Posts : 4535
Kepercayaan : Islam
Location : di rumah saya
Join date : 09.11.11
Reputation : 67

Kembali Ke Atas Go down

bentuk pemerintahan islam Empty Re: bentuk pemerintahan islam

Post by keroncong Fri Nov 11, 2011 9:32 am

Menurut makna bahasa, kata al hukmu bermakna al qadla' (keputusan). Sedangkan kata al haakim bermakna munaffidzul hukmi (pelaksana keputusan atau pemerintahan). Adapun menurut istilah, kata al hukmu maknanya adalah sama dengan kata al mulku dan as sulthan. Yaitu, kekuasaan yang melaksanakan hukum dan aturan. Juga bisa disebut dengan aktifitas kepemimpinan yang telah diwajibkan oleh syara' atas kaum muslimin. Aktifitas kepemimpinan ini merupakan kekuasaan yang dipergunakan untuk menjaga terjadinya tindak kedzaliman serta memutuskan masalah-masalah yang dipersengketakan. Atau dengan ungkapan lain, kata al hukmu juga bisa disebut wilayatul amri. Sebagaimana dalam firman Allah:

"Taatilah Allah, dan taatilah rasulullah, serta ulil amri (para pemimpin) di antara kalian." (Q.S. An Nisa': 89)

"Dan kalau seandaianya mereka mengembalikan masalah itu kepada Rasulullah serta kepada ulil amri (para pemimpin) di antara mereka." (Q.S. An Nisa': 47)
Jadi, para pemimpin itulah yang esensinya melaksanakan pelayanan terhadap urusan-urusan umat secara langsung.
Sebagai sebuah ideologi bagi negara, masyarakat serta kehidupan, Islam telah menjadikan negara beserta kekuasaannya sebagai satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan dari dirinya. Dimana Islam juga telah memerintahkan kaum muslimin agar mendirikan negara dan pemerintahan, serta memerintah dengan hukum-hukum Islam. Berpuluh-puluh ayat Al Qur'an yang menyangkut masalah pemerintahan dan kekuasaan telah diturunkan. Dimana ayat-ayat tersebut memerintahkan kaum muslimin agar menerapkan pemerintahan dengan berdasarkan apa yang diturunkan oleh Allah SWT. Allah berfirman:

"Maka putuskanlah perkara mereka menurut apa yang Allah turunkan, dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka dengan meninggalkan kebenaran yang telah datang kepadamu." (Q.S. Al Maidah: 48)

"Dan hendaklah kamu memutuskan perkara di antara mereka menurut apa yang diturunkan oleh Allah SWT. dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka. Dan berhati-hatilah kamu terhadap mereka supaya mereka tidak memalingkan kamu dari sebagian apa yang telah diturunkan Allah kepadamu." (Q.S. Al Maidah: 49)

"Dan barangsiapa yang tidak memutuskan perkara menurut apa yang diturunkan oleh Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang kafir." (Q.S. Al Maidah: 44)

"Dan barangsiapa yang tidak memutuskan perkara menurut apa yang diturunkan oleh Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang dzalim." (Q.S. Al Maidah: 45)

"Dan barangsiapa yang tidak memutuskan perkara menurut apa yang diturunkan oleh Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang fasik." (Q.S. Al Maidah: 47)

"Maka demi Tuhanmu, mereka (pada hakekatnya) tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu dalam perkara yang mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak merasa keberatan dalam hati mereka terhadap keputusan yang kamu berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya." (Q.S. An Nisa': 65)

"Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah rasul-Nya serta ulil amri (para pemimpin) di antara kamu." (Q.S. An Nisa': 59)

"Dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan cara yang adil." (Q.S. An Nisa': 48)Dan masih berpuluh-puluh ayat yang lain, yang menyangkut masalah pemerintahan dari segi pemerintahan dan kekuasaan itu sendiri. Disamping itu, banyak lagi ayat-ayat lain yang menunjukkan pembahasan pemerintahan secara detail. Bahkan, ada ayat-ayat yang membahas tentang hukum perang, politik, pidana, kemasyarakatan, hukum perdata dan lain-lain. Allah SWT. berfirman:

"Hai orang-orang yang beriman, perangilah orang-orang kafir yang ada di sekitar kalian itu, dan hendaklah mereka menemui kekerasan itu ada padamu." (Q.S. At Taubah: 123)

"Jika kamu menemukan mereka dalam peperangan, maka cerai-beraikanlah orang-orang yang ada di belakang mereka dengan (menumpas) mereka, supaya mereka mengambil pelajaran. Dan jika kamu khawatir akan terjadinya penghianatan dari suatu golongan, maka kembalikanlah perjanjian itu kepada mereka dengan cara yang jujur." (Q.S. Al Anfal: 57-58)

"Dan jika mereka condong kepada perdamaian, maka condonglah kepadanya dengan bertawakkal kepada Allah." (Q.S. Al Anfal: 61)

"Hai orang-orang yang beriman, penuhilah akad-akad itu." (Q.S. Al Maidah: 1)

"Dan janganlah sebagian kamu memakan harta sebagian yang lain di antara kamu dengan cara yang batil dan (janganlah) kamu membawa urusan harta itu kepada hakim, supaya kamu dapat memakan sebagian dari harta benda orang lain itu dengan (cara berbuat) dosa, padahal kamu mengetahui." (Q.S. Al Baqarah: 188)

"Dan dalam qishas itu ada jaminan kelangsungan hidup bagimu, hai orang-orang yang berakal." (Q.S. Al Baqarah: 179)

"Laki-laki dan perempuan yang mencuri. potonglah tangan keduanya (sebagai) pembalasan bagi apa yang telah mereka kerjakan dan sebagai siksaan dari Allah." (Q.S. Al Maidah: 38)

"Dan jika mereka menyusui (anak-anak)-mu untukmu, maka berikanlah kepada mereka upahnya." (Q.S. At Thalaq: 6)

"Hendaklah orang yang mampu memberikan nafkah menurut kemampuannya. Dan orang yang disempitkan rizkinya hendaklah memberikan nafkah dari harta yang diberikan oleh Allah kepadanya." (Q.S. At Thalaq: 7)

"Ambilah zakat dari sebagian harta mereka dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan." (Q.S. At Taubah: 103)
Dan demikianlah, kita senantiasa akan menemukan garis-garis besar undang-undang perdata, kemiliteran, pidana, perpolitikan, serta mu'amalah dengan jelas di dalam beratus-ratus ayat Al Qur'an. Disamping banyak hadits shahih --yang menjelaskan hal-hal yang serupa-- bertebaran. Dimana kesemuanya itu diturunkan berkaitan dengan suatu keharusan untuk menjalankan serta menerapkan kekuasaan berdasarkan garis-garis besar tersebut. Bahkan, semuanya itu telah berhasil diterapkan dalam kehidupan yang sesungguhnya pada masa Rasulullah, Khulafaur Rasyidin, serta penguasa-penguasa Islam sepeninggal beliau. Kenyataan ini menunjukkan dengan jelas, bahwa Islam memiliki sistem pemerintahan dan kenegaraan, serta sistem yang bisa menjamin keberlangsungan masyarakat, kehidupan, umat serta individu-individunya. Sebagaimana Islam telah menunjukkan bahwa negara tidak akan begitu saja memerintah sebuah pemerintahan, melainkan dengan sistem Islam. Dimana Islam tidak akan pernah terlihat kecuali kalau Islam hidup dalam sebuah negara yang menerapkan hukum-hukumnya.
Maka, Islam adalah agama dan ideologi, dimana pemerintahan dan negara adalah bagian yang tidak dapat dipisahkan dari dirinya. Negara adalah thariqah (tuntunan operasional) satu-satunya yang secara syar'i dijadikan oleh Islam untuk menerapkan dan memberlakukan hukum-hukumnya dalam kehidupan secara menyeluruh. Dimana Islam tidak akan tampak hidup, kalau tidak ada sebuah negara yang menerapkannya dalam segala hal. Inilah negara dengan sistem perpolitikan yang sangat manusiawi, bukan negara ketuhanan (otokrasi) dengan sistem pendewaannya. Juga bukan negara yang memiliki sifat takdis apapun, begitu pula kepala negaranya tidak memiliki kema'suman --sebagaimana layaknya seorang Nabi dan Rasul.
Dan sistem pemerintahan Islam adalah sistem yang menjelaskan bentuk, sifat, dasar, pilar, struktur, asas yang menjadi landasan, pemikiran, pemahaman, serta standar-standar yang dipergunakan untuk melayani kepentingan umat, serta undang-undang dasar dan perundang-undangan yang diberlakukan.
Dialah sistem yang khas dan sama sekali lain bagi sebuah negara yang unik, yang berbeda dengan semua sistem pemerintahan manapun yang ada di dunia dengan perbedaan yang mendasar. Baik dari segi asas yang dipergunakan sebagai landasan sistem tersebut, atau dari segi pemikiran, pemahaman serta standar yang dipergunakan untuk melayani kepentingan umat, atau dari segi bentuk yang terlukis dari sana, maupun undang-undang dasar serta perundang-undangan yang diberlakukannya.


keroncong
keroncong
KAPTEN
KAPTEN

Male
Age : 70
Posts : 4535
Kepercayaan : Islam
Location : di rumah saya
Join date : 09.11.11
Reputation : 67

Kembali Ke Atas Go down

Topik sebelumnya Topik selanjutnya Kembali Ke Atas

- Similar topics

Permissions in this forum:
Anda tidak dapat menjawab topik