makna dan kalimat tahlil
Halaman 1 dari 1 • Share
makna dan kalimat tahlil
Semua kaum Muslimin tahu akan kalimat Laa Ilaaha Illallaah dan sudah mengucapkannya. Dari anak kecil sampai yang sudah berumur lanjut, setiap hari dan setiap shalat mereka mengucapkannya. Bahkan mereka melantunkannya dalam sebagian bait nyanyian mereka yang diiringi musik --yang tidaklah layak Kalam Allah dicampurkan dengan kebathilan-- karena saking hafalnya dan sering diucapkan. Bahkan lebih dari itu sebagian mereka menjadikannya sebagai tradisi rutin dalam acara seremonial dengan mengucapkan kalimat tersebut yang sekiranya kalau ditanya apa dalil perbuatan tersebut serta merta mereka diam tidak bisa menjawab padahal kita tahu tidaklah diterima suatu ibadah kecuali dengan ikhlash dan disertai dalil yang shahih.
Tapi ketika ditanya tentang makna dan hakikat kalimat tersebut tidak jarang dari mereka yang tidak mengetahui akan makna dan hakikat kalimat tersebut. Mereka hanya sekedar mengucapkan dengan lisan-lisan mereka tanpa mengetahui atau mau tahu akan makna dan hakikat kalimat tersebut.
Padahal mengetahui makna dan hakikat kalimat Laa Ilaaha Illallaah itu merupakan keharusan bagi diterimanya syahadat/persaksian mereka terhadap kalimat tersebut. lni adalah musibah yang besar yang menimpa kaum Muslimin pada saat ini. Bahkan musibah itu semakin besar ketika mereka tidak menyadari akan ketidaktahuan mereka terhadap makna dan hakikat kalimat tersebut. Dan lebih besar lagi musibahnya bagi orang yang merasa benar dan tahu makna dan hakikat kalimat Laa Ilaaha Illallaah padahal mereka tidak mengetahuinya.
Tidak hanya dari kalangan awam bahkan dari kalangan intelektual yang sudah bergelar S1 … dan seterusnya tidak mengetahui akan makna dan hakikat kalimat Laa Ilaaha Illallaah tersebut. Sehingga tidak jarang di antara mereka masih berdoa kepada mayat yang ada di dalam kubur, ngalap berkah di kuburan para wali (atau yang dianggap wali), bertawassul dan beristighatsah kepadanya atau datang ke dukun/paranormal dengan meyakini apa yang mereka katakan dan sebagainya dari praktek-praktek kesyirikan --na’udzubillahi min dzalik--.
Keharusan Mempelajari Syari’at Allah
Saudaraku, kaum Muslimin yang dimuliakan Allah! Sesungguhnya Allah telah mewajibkan kepada kita untuk mengetahui dan mempelajari syari’at-Nya dengan benar sebelum kita berkata dan beramal. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman :
“Maka ketahuilah bahwa sesungguhnya tidak ada tuhan yang berhak diibadahi kecuali Allah dan mohonlah ampunan bagi dosamu.” (QS. Muhammad : 19)
Dari ayat ini para ulama menjelaskan bahwa berilmu tentang syari’at Allah itu didahulukan sebelum berkata dan beramal. Dan juga Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam bersabda :
“Menuntut ilmu (syar’i) itu wajib bagi setiap Muslim.” (Lihat Shahihul Jami’ nomor 3808)
Dan ilmu yang paling wajib dan pertama kali harus dipelajari serta yang paling tinggi dan mulia kedudukannya adalah ilmu tauhid, yaitu mengesakan Allah dengan sesuatu yang merupakan hak-Nya berupa Rububiyyah-Nya, Uluhiyyah-Nya, dan Asma wa Shifat-Nya.
Dari sinilah para ulama membagi tauhid menjadi tiga macam. Pembagian itu sesuai dengan ketetapan Al Kitab dan As Sunnah dan juga berdasarkan realita atas orangorang yang terbebani kewajiban syari’at. Macam-macam tauhid itu adalah :
Pertama, Tauhid Rububiyyah, yaitu mentauhidkan Allah Subhanahu wa Ta'ala dalam hal perbuatan-perbuatan-Nya, mengimani bahwa sesungguhnya Dia adalah Sang Pencipta, Pemberi rizki, Pengatur urusan hamba-Nya, Pengubah urusanurusan hamba baik di dunia maupun di akhirat. Dia adalah Dzat yang tiada sekutu bagi-Nya. Allah berfirman :
“Allah adalah Pencipta segala sesuatu.” (QS. Az Zumar : 62)
“Sesungguhnya Rabb kalian ialah Allah Yang menciptakan langit dan bumi dalam enam masa kemudian Dia bersemayam di atas Arsy untuk mengatur segala urusan.” (QS. Yunus : 3)
Adapun tentang tauhid macam ini maka orang-orang musyrik dan penyembah berhala mengakuinya. Akan tetapi pengakuan mereka terhadap tauhid ini belum menjadikan mereka tergolong Muslim sebab mereka masih menyekutukan Allah dalam hal ibadah dan pemyembahan mereka kepada patung-patung dan berhala-berhala serta tidak mengimani kerasulan Muhammad Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam di samping mereka juga menyembah Allah.
Bukti bahwasanya musyrikin jaman jahiliyyah mengimani Rububiyyah Allah adalah firman Allah Subhanahu wa Ta'ala :
Dan sungguh jika kamu tanyakan kepada mereka : “Siapakah yang menciptakan langit dan bumi?” Niscaya mereka akan menjawab : “Semuanya diciptakan oleh Yang Maha Perkasa lagi Maha Mengetahui.” (QS. Az Zukhruf : 9)
Juga firman-Nya :
Katakanlah : “Siapakah yang di tangan-Nya berada kekuasaan atas segala sesuatu sedang Dia melindungi tetapi tidak ada yang dapat dilindungi dari (adzab-Nya) jika kalian mengetahui?” Mereka akan menjawab : “Kepunyaan Allah.” Katakanlah : “(Kalau demikian) maka dari jalan manakah kalian ditipu?” (QS. Al Mukminun : 88-89)
Dan ayat-ayat lainnya yang sangat banyak yang menjelaskan bahwa musyrikin jaman jahiliyyah mengimani Rububiyyah-Nya Allah Subhanahu wa Ta'ala. Karena itu, jika ada pada jaman ini orang yang meyakini bahwa ada sebagian makhluk yang ikut andil mengatur alam semesta ini seperti keyakinan adanya wali kutub maka orang ini keadaannya lebih jelek dari musyrikin jaman jahiliyyah. Nas’alullaahas Salaamah.
Kedua, Tauhid Ibadah atau Uluhiyyah, yaitu mentauhidkan Allah dalam perbuatan-perbuatan para hamba. Yakni kita hanya mempersembahkan ibadah kita kepada Allah semata tidak menyekutukan-Nya dengan sesuatu apapun. Tauhid inilah yang diingkari kaum musyrikin jaman jahiliyyah sebagaimana disebutkan Allah Subhanahu wa Ta'ala dalam firman-Nya :
Dan mereka heran karena mereka kedatangan seorang pemberi peringatan (Rasul) dari kalangan mereka dan orang-orang kafir berkata : “Ini adalah seorang ahli sihir yang banyak berdusta. Mengapa ia menjadakan ilah-ilah itu Ilah Yang Satu saja. Sesungguhnya ini benar-benar suatu hal yang sangat mengherankan.” (QS. Shad : 5)
Ketiga, Tauhid Asma Wa Shifat, yaitu mengimani segala sesuatu yang datang dari Al Qur’an dan As Sunnah yang shahih dari Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam tentang nama-nama dan sifat-sifat-Nya dan menetapkannya untuk Allah sesuai dengan yang dikehendakinya tanpa tahrif (menyelewengkan lafazh ataupun maknanya), ta’thil (menolak sebagian atau seluruh nama-nama dan sifat-sifat Allah), takyif (menanyakan bagaimananya, yaitu menanyakan hakikat nama-nama dan sifat-sifat Allah), dan tamtsil (menyerupakan sifat-sifat Allah dengan makhluk-Nya).
Allah berfirman :
“Hanya milik Allah Asmaa’ul Husna maka bermohonlah kepada-Nva dengan menyebut Asmaa’ul Husna itu dan tinggalkanlah orang-orang yang menyimpang dari kebenaran dalam (menyebut) nama-nama-Nya. Nanti mereka akan mendapat balasan terhadap apa yang telah mereka kerjakan.” (QS. Al A’raf : 180)
“Tidak ada sesuatu pun yang serupa dengan Dia dan Dia-lah Yang Maha Mendengar lagi Maha Melihat.” (QS. Asy Syura : 11)
[Lihat Al Aqidah Ath Thahawiyyah dengan Tahqiq Asy Syaikh Abdul Aziz bin Baz]
Makna Dan Hakikat Kalimat Laa Ilaaha Illallaah
Jenis tauhid yang kedua adalah tauhid Uluhiyyah yang merupakan tafsiran dari kalimat Laa Ilaaha Illallaah. Kita semua kaum Muslimin harus mengetahui makna yang benar dari kalimat Laa Ilaaha Illallaah yaitu Laa Ma’buuda Bihaqqin Illallaah yang artinya tidak ada tuhan yang berhak disembah/diibadahi kecuali Allah.
Kalimat Laa Ilaaha Illallaah terdiri dan dua bagian yaitu an nafyu (peniadaan) dan al itsbaat (penetapan) yang merupakan hakikat dari Laa Ilaaha Illallaah. Yakni dari kata Laa Ilaaha terdapat an nafyu yaitu meniadakan segala sesuatu yang diibadahi selain Allah baik berupa malaikat, nabi, rasul, orang shalih, batu, pohon, orang yang sudah meninggal atau lainnya dari makhluk-makhluk Allah. Dan dari kata Illallaah terdapat al itsbaat yaitu kita menetapkan bahwasanya hanya Allah-lah satu-satunya Dzat yang berhak diibadahi yang seluruh ibadah kita tujukan kepada-Nya. Kita serahkan doa, sembelihan, nadzar, tawakkal, qurban, shalat, shadaqah dan semua jenis ibadah kepada Allah semata tanpa menyekutukan-Nya sedikitpun.
Keharusan Bara’ (Berlepas Diri) Dari Pelaku Kesyirikan/Kekufuran
Dan perlu diketahui bahwasanya termasuk dari kesempurnaan tafsiran kalimat Laa Ilaaha Illallaah dan pembuktiannya adalah berlepas diri dari peribadatan kepada selain Allah Subhanahu wa Ta'ala dan para pelakunya. Tidak bisa kita katakan :
“Kita ingkari saja perbuatannya tanpa mengingkari pelakunya.”
Ini adalah perkataan bathil. Tidaklah mungkin adanya suatu perbuatan kecuali diperbuat oleh seseorang. Bahkan di dalam Al Qur’an didahulukan pengingkaran terhadap pelaku kekufuran baru setelah itu perbuatannya sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta'ala :
Sesungguhnya telah ada suri tauladan yang baik bagi kalian pada Ibrahim dan orang-orang yang bersama dengan dia ketika mereka berkata kepada kaum mereka : “Sesungguhnya kami berlepas diri dari kalian dan dari apa yang kalian sembah selain Allah ... .” (QS. Al Mumtahanah : 4)
Penafsiran Yang Salah Terhadap Kalimat Laa Ilaaha Illallaah
Ada dua tafsiran/makna yang salah dan bathil terhadap kalimat Laa Ilaaha Illallaah yaitu :
1.
Laa Khaaliqa Illallaah (tidak ada pencipta selain Allah) atau yang sejenisnya seperti tidak ada pemberi rizki kecuali Allah, tidak ada yang mengatur alam semesta kecuali Allah dan lainnya dari masalah Rububiyyah-Nya Allah.
Penafsiran ini salah karena bukan itu yang dimaksudkan dari kalimat Laa Ilaaha Illallaah. Bahkan kaum musyrikin jaman jahiliyyah meyakini akan hal-hal tersebut (yaitu tauhid Rububiyyah) tapi Allah tetap mengatakan mereka sebagai orang-orang musyrik yang halal darah, harta, dan kehormatan mereka dan Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam tetap memerangi mereka sampai mereka mentauhidkan Allah dalam ibadah-ibadah mereka yaitu sampai kaum musyrikin tersebut hanya mempersembahkan ibadah mereka berupa doa, nadzar, sembelihan, tawakkal, qurban, dan semua ibadah hanya kepada Allah semata.
2.
Laa Ma’buuda Illallaah (tidak ada tuhan/sesembahan selain Allah). Ini adalah penafsiran yang bathil ditinjau dari dua sisi, yaitu yang pertama, kita penggal kalimat itu menjadi tidak ada dan tuhan/sesembahan selain Allah, ini mengindikasikan bahwasanya di dunia ini tidak ada yang namanya sesembahan selain Allah, ini jelas mengingkari kenyataan yang ada. Kita menyaksikan dengan mata kepala kita akan adanya sesembahan selain Allah seperti batu, pohon, orang yang ada di dalam kubur dan sebagainya yang merupakan sesembahan yang bathil yang disembah selain Allah. Sehingga penafsiran ini adalah bathil. Sisi yang kedua adalah kalimat itu dipenggal menjadi tidak ada tuhan dan selain Allah, ini berarti tidaklah tuhan-tuhan yang disembah tersebut kecuali dia itu Allah, Na’udzubillah, berarti kita mengatakan bahwa batu, pohon, jin, orang-orang shalih dan yang lainnya yang disembah oleh orang musyrikin adalah Allah, tentu ini adalah kebathilan yang paling bathil dan kebodohan yang paling bodoh. Nas’alullaahas Salaamah. [Lihat Kitabnya Asy Syaikh Shalih Al Fauzan tentang Makna Dan Hakikat Laa Ilaaha Illallaah]
Syarat-Syarat Laa Ilaaha Illallaah
Ketahuilah bahwasanya tidaklah yang diinginkan dari (pengucapan) kalimat Laa Ilaaha Illallah adalah pengucapan dengan lisan semata bahkan wajib untuk mengetahui maknanya dan beramal dengan tuntunan kalimat tersebut dan juga harus menyempurnakan syarat-syaratnya, syarat-syaratnya itu ada tujuh, yaitu :
1.
Al Ilmu, yaitu mengetahui maknanya dengan benar yang meniadakan kebodohan akan maknanya.
2.
Al Yaqin, yaitu meyakini kebenaran kalimat tersebut yang meniadakan adanya keraguan.
3.
Al Qabul, yaitu menerima dengan sepenuh hati konsekuensi/tuntutan kalimat tersebut yang meniadakan penolakan.
4.
Al Inqiyad, yaitu tunduk dan patuh terhadap kalimat tersebut artinya kita melaksanakan dengan sebaik-baiknya tuntutan kalimat tersebut sehingga kita tidak meninggalkan kalimat tersebut.
5.
Al Ikhlash, yaitu kita mengucapkan kalimat tersebut karena Allah Ta’ala bukan karena riya’ atau lainnya, yang meniadakan adanya kesyirikan.
6.
Ash Shidqu, yaitu jujur dalam mengucapkan kalimat tersebut yang akan meniadakan kedustaan.
7.
Al Mahabbah, yaitu mencintai kalimat tersebut, mencintai Allah, Rasul-Nya, dan apa-apa yang dicintai Allah dan Rasul-Nya, yang meniadakan kebencian.
8.
Ada yang menambahkan syarat yang kedelapan yaitu mengkufuri semua yang diibadahi selain Allah.
Itulah syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh orang yang mengucapkan kalimat Laa Ilaaha Illallah. (Lihat Mudzakkiratul Hadiitsin Nabawiy Fil Aqiidah wal Ittiba’ karya Asy Syaikh Rabi’ bin Hadi)
Kita memohon kepada Allah agar menjadikan kita muwahhiduun (orang-orang yang bertauhid) sehingga berjumpa dengan-Nya dalam keadaan husnul khatimah. Amin Ya Mujiibas Saa’ilin. Wallaahu A’laamu Bish Shawab.
Dakwah Dengan Nasyid
Tanggapan :
Assalamu ‘Alaikum. Afwan saya kurang setuju dengan pernyataan kalau kaset nasyid tempatnya di tempat sampah karena hati saya terbuka untuk kembali pada Allah setelah saya mendengar nasyid yang menceritakan akan fananya dunia ini. Selain itu saya lihat kalau nasyid merupakan media efektif untuk dakwah karena lebih diterima. Lebih jelas antum bisa baca buku nasyid vs musik jahiliah karya Dr. Yusuf Al Qaradhawi. Semoga Allah memberikan kemudahan untuk membedakan yang hak dan yang batil, amin. (08121469***)
Jawaban :
Wa ‘Alaikum Salam. Kami katakan sekali lagi kaset-kaset nasyid itu lebih layak disimpan di tong sampah karena benar-benar telah menjauhkan umat Islam dari menyibukkan diri dan mengambil petunjuk dengan Al Qur’an dan As Sunnah. Sungguh kami prihatin saat Anda mengatakan bahwa hati anda terbuka untuk kembali pada Allah dengan mendengar nasyid. Kami katakan Anda korban pertama yang baru kami ketahui, masih adakah Al Qur’an dan As Sunnah dalam hati Anda? Yang dengannya semua hati manusia akan terbuka. Anda katakan nasyid merupakan media efektif untuk dakwah, kami katakan tidak!! Manhaj dalam berdakwah adalah tauqifiyyah yang tidak boleh seorang dai memulai dakwahnya dari mana saja dengan cara apa saja dengan jalan apa saja! Tidakkah Anda tahu shahabat Mu’adz bin Jabal radliyallahu 'anhu ketika diutus Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam berdakwah ke negeri Yaman, beliau, Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam memberitahukannya apa-apa yang harus disampaikannya terlebih dahulu. (Lihat HR. Bukhari, Muslim, Ibnu Majah, dan lainnya dari shahabat Ibnu Abbas radliyallahu 'anhu)
Ini menunjukkan bahwa berdakwah adalah perkara tauqifiyyah. Anda tahu, begitu pun kami, dan seluruh kaum Muslimin kalau Mu’adz bin Jabal radliyallahu 'anhu adalah dai yang paling memahami bidang dakwah dibanding seribu dai-dai pada hari ini atau lebih, hal ini tidak diragukan.
Mungkin Anda tidak tahu kalau Anda bersikap sok lebih tahu daripada Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah. Perhatikanlah, seorang syaikh berkeinginan untuk mengubah kemungkaran yang ada di tengah-tengah masyarakatnya peminum khamr, pencuri, perampok, dan lain-lain. Dan ia pun ingin mendakwahinya namun ia melihat tidak mungkin untuk mengumpulkan mereka kecuali dengan diperdengarkan lantunan nasyid (karena akan lebih dapat diterima), ketika ia melakukan cara ini untuk mendakwahinya maka sekelompok dari mereka pun bertobat. Kemudian hal ini ditanyakan kepada Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah :
“Bolehkah melakukan cara seperti syaikh ini karena terlihat maslahat yang banyak?” Beliau menjawab :
“Sesungguhnya Allah telah mengutus Muhammad Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam dengan petunjuk dan agama yang benar dan Allah menyempurnakan agama untuknya dan untuk umatnya … .
Syaikh yang disebutkan di atas bermaksud agar masyarakat yang di sekitarnya itu bertobat dari dosa-dosa besar namun ia menganggap tujuan itu tidak mungkin tercapai kecuali dengan cara bid’ah ini (nasyid). Ini menunjukkan bahwa syaikh itu bodoh akan cara-cara yang syar’i (atau tidak sanggup menjalaninya) yang dengannya ahli maksiat akan bertobat. Sesungguhnya Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam, para shahabat, dan tabi’in mereka telah menyeru/mendakwahi orang-orang yang lebih jelek dari yang disebut di atas seperti ahli kufr, fasiq, ahli maksiat dengan cara-cara yang syar’i yang Allah telah cukupkan mereka daripada menggunakan cara-cara bid’ah.” (Lebih jelasnya lihat Majmu’ul Fatawa 11/620-624)
Adapun Qaradhawi dan bukunya itu kami telah mengetahuinya, tidak ada keinginan sedikit pun untuk membacanya bahkan cocok kalau bukunya itu juga masuk tong sampah. Seperti apa musik jahiliyah Qaradhawi itu bila ternyata ia membolehkan nyanyian dan bahkan dia lebih kesengsem oleh suara artis cantik asal Mesir, Faizah Ahmad --saat seorang wartawan mewawancarainya--. Tidakkah Anda tahu kalau Qaradhawi itu kegemarannya merayakan ultah pernikahannya, meniru kebiasaan orang-orang kafir, menghadiri pertemuan/majlis yang di dalamnya dibagikan minuman khamr dengan alasan demi maslahat dakwah. Lebih dari itu, diapun membolehkan menjual barang-barang haram. Inikah yang disebut Faqihul Islam, inikah yang berfatwa gerakan pemboikotan produk-produk yahudi? Orang ini ternyata lebih dari sekedar penipu, kami sarankan Anda dan kaum Muslimin yang kadung cinta padanya agar membaca Kitab Litsaam ‘an Mukhalafati Qaradhawi li Syari’atil Islam, edisi Indonesia Membongkar Kedok Qaradhawi Dan Penyimpangannya Dari Syari’at Islam. Allah menunjukimu dan kita kepada apa yang dicintai-Nya dan diridhai-Nya. Wal ilmu indallah.
Tapi ketika ditanya tentang makna dan hakikat kalimat tersebut tidak jarang dari mereka yang tidak mengetahui akan makna dan hakikat kalimat tersebut. Mereka hanya sekedar mengucapkan dengan lisan-lisan mereka tanpa mengetahui atau mau tahu akan makna dan hakikat kalimat tersebut.
Padahal mengetahui makna dan hakikat kalimat Laa Ilaaha Illallaah itu merupakan keharusan bagi diterimanya syahadat/persaksian mereka terhadap kalimat tersebut. lni adalah musibah yang besar yang menimpa kaum Muslimin pada saat ini. Bahkan musibah itu semakin besar ketika mereka tidak menyadari akan ketidaktahuan mereka terhadap makna dan hakikat kalimat tersebut. Dan lebih besar lagi musibahnya bagi orang yang merasa benar dan tahu makna dan hakikat kalimat Laa Ilaaha Illallaah padahal mereka tidak mengetahuinya.
Tidak hanya dari kalangan awam bahkan dari kalangan intelektual yang sudah bergelar S1 … dan seterusnya tidak mengetahui akan makna dan hakikat kalimat Laa Ilaaha Illallaah tersebut. Sehingga tidak jarang di antara mereka masih berdoa kepada mayat yang ada di dalam kubur, ngalap berkah di kuburan para wali (atau yang dianggap wali), bertawassul dan beristighatsah kepadanya atau datang ke dukun/paranormal dengan meyakini apa yang mereka katakan dan sebagainya dari praktek-praktek kesyirikan --na’udzubillahi min dzalik--.
Keharusan Mempelajari Syari’at Allah
Saudaraku, kaum Muslimin yang dimuliakan Allah! Sesungguhnya Allah telah mewajibkan kepada kita untuk mengetahui dan mempelajari syari’at-Nya dengan benar sebelum kita berkata dan beramal. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman :
“Maka ketahuilah bahwa sesungguhnya tidak ada tuhan yang berhak diibadahi kecuali Allah dan mohonlah ampunan bagi dosamu.” (QS. Muhammad : 19)
Dari ayat ini para ulama menjelaskan bahwa berilmu tentang syari’at Allah itu didahulukan sebelum berkata dan beramal. Dan juga Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam bersabda :
“Menuntut ilmu (syar’i) itu wajib bagi setiap Muslim.” (Lihat Shahihul Jami’ nomor 3808)
Dan ilmu yang paling wajib dan pertama kali harus dipelajari serta yang paling tinggi dan mulia kedudukannya adalah ilmu tauhid, yaitu mengesakan Allah dengan sesuatu yang merupakan hak-Nya berupa Rububiyyah-Nya, Uluhiyyah-Nya, dan Asma wa Shifat-Nya.
Dari sinilah para ulama membagi tauhid menjadi tiga macam. Pembagian itu sesuai dengan ketetapan Al Kitab dan As Sunnah dan juga berdasarkan realita atas orangorang yang terbebani kewajiban syari’at. Macam-macam tauhid itu adalah :
Pertama, Tauhid Rububiyyah, yaitu mentauhidkan Allah Subhanahu wa Ta'ala dalam hal perbuatan-perbuatan-Nya, mengimani bahwa sesungguhnya Dia adalah Sang Pencipta, Pemberi rizki, Pengatur urusan hamba-Nya, Pengubah urusanurusan hamba baik di dunia maupun di akhirat. Dia adalah Dzat yang tiada sekutu bagi-Nya. Allah berfirman :
“Allah adalah Pencipta segala sesuatu.” (QS. Az Zumar : 62)
“Sesungguhnya Rabb kalian ialah Allah Yang menciptakan langit dan bumi dalam enam masa kemudian Dia bersemayam di atas Arsy untuk mengatur segala urusan.” (QS. Yunus : 3)
Adapun tentang tauhid macam ini maka orang-orang musyrik dan penyembah berhala mengakuinya. Akan tetapi pengakuan mereka terhadap tauhid ini belum menjadikan mereka tergolong Muslim sebab mereka masih menyekutukan Allah dalam hal ibadah dan pemyembahan mereka kepada patung-patung dan berhala-berhala serta tidak mengimani kerasulan Muhammad Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam di samping mereka juga menyembah Allah.
Bukti bahwasanya musyrikin jaman jahiliyyah mengimani Rububiyyah Allah adalah firman Allah Subhanahu wa Ta'ala :
Dan sungguh jika kamu tanyakan kepada mereka : “Siapakah yang menciptakan langit dan bumi?” Niscaya mereka akan menjawab : “Semuanya diciptakan oleh Yang Maha Perkasa lagi Maha Mengetahui.” (QS. Az Zukhruf : 9)
Juga firman-Nya :
Katakanlah : “Siapakah yang di tangan-Nya berada kekuasaan atas segala sesuatu sedang Dia melindungi tetapi tidak ada yang dapat dilindungi dari (adzab-Nya) jika kalian mengetahui?” Mereka akan menjawab : “Kepunyaan Allah.” Katakanlah : “(Kalau demikian) maka dari jalan manakah kalian ditipu?” (QS. Al Mukminun : 88-89)
Dan ayat-ayat lainnya yang sangat banyak yang menjelaskan bahwa musyrikin jaman jahiliyyah mengimani Rububiyyah-Nya Allah Subhanahu wa Ta'ala. Karena itu, jika ada pada jaman ini orang yang meyakini bahwa ada sebagian makhluk yang ikut andil mengatur alam semesta ini seperti keyakinan adanya wali kutub maka orang ini keadaannya lebih jelek dari musyrikin jaman jahiliyyah. Nas’alullaahas Salaamah.
Kedua, Tauhid Ibadah atau Uluhiyyah, yaitu mentauhidkan Allah dalam perbuatan-perbuatan para hamba. Yakni kita hanya mempersembahkan ibadah kita kepada Allah semata tidak menyekutukan-Nya dengan sesuatu apapun. Tauhid inilah yang diingkari kaum musyrikin jaman jahiliyyah sebagaimana disebutkan Allah Subhanahu wa Ta'ala dalam firman-Nya :
Dan mereka heran karena mereka kedatangan seorang pemberi peringatan (Rasul) dari kalangan mereka dan orang-orang kafir berkata : “Ini adalah seorang ahli sihir yang banyak berdusta. Mengapa ia menjadakan ilah-ilah itu Ilah Yang Satu saja. Sesungguhnya ini benar-benar suatu hal yang sangat mengherankan.” (QS. Shad : 5)
Ketiga, Tauhid Asma Wa Shifat, yaitu mengimani segala sesuatu yang datang dari Al Qur’an dan As Sunnah yang shahih dari Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam tentang nama-nama dan sifat-sifat-Nya dan menetapkannya untuk Allah sesuai dengan yang dikehendakinya tanpa tahrif (menyelewengkan lafazh ataupun maknanya), ta’thil (menolak sebagian atau seluruh nama-nama dan sifat-sifat Allah), takyif (menanyakan bagaimananya, yaitu menanyakan hakikat nama-nama dan sifat-sifat Allah), dan tamtsil (menyerupakan sifat-sifat Allah dengan makhluk-Nya).
Allah berfirman :
“Hanya milik Allah Asmaa’ul Husna maka bermohonlah kepada-Nva dengan menyebut Asmaa’ul Husna itu dan tinggalkanlah orang-orang yang menyimpang dari kebenaran dalam (menyebut) nama-nama-Nya. Nanti mereka akan mendapat balasan terhadap apa yang telah mereka kerjakan.” (QS. Al A’raf : 180)
“Tidak ada sesuatu pun yang serupa dengan Dia dan Dia-lah Yang Maha Mendengar lagi Maha Melihat.” (QS. Asy Syura : 11)
[Lihat Al Aqidah Ath Thahawiyyah dengan Tahqiq Asy Syaikh Abdul Aziz bin Baz]
Makna Dan Hakikat Kalimat Laa Ilaaha Illallaah
Jenis tauhid yang kedua adalah tauhid Uluhiyyah yang merupakan tafsiran dari kalimat Laa Ilaaha Illallaah. Kita semua kaum Muslimin harus mengetahui makna yang benar dari kalimat Laa Ilaaha Illallaah yaitu Laa Ma’buuda Bihaqqin Illallaah yang artinya tidak ada tuhan yang berhak disembah/diibadahi kecuali Allah.
Kalimat Laa Ilaaha Illallaah terdiri dan dua bagian yaitu an nafyu (peniadaan) dan al itsbaat (penetapan) yang merupakan hakikat dari Laa Ilaaha Illallaah. Yakni dari kata Laa Ilaaha terdapat an nafyu yaitu meniadakan segala sesuatu yang diibadahi selain Allah baik berupa malaikat, nabi, rasul, orang shalih, batu, pohon, orang yang sudah meninggal atau lainnya dari makhluk-makhluk Allah. Dan dari kata Illallaah terdapat al itsbaat yaitu kita menetapkan bahwasanya hanya Allah-lah satu-satunya Dzat yang berhak diibadahi yang seluruh ibadah kita tujukan kepada-Nya. Kita serahkan doa, sembelihan, nadzar, tawakkal, qurban, shalat, shadaqah dan semua jenis ibadah kepada Allah semata tanpa menyekutukan-Nya sedikitpun.
Keharusan Bara’ (Berlepas Diri) Dari Pelaku Kesyirikan/Kekufuran
Dan perlu diketahui bahwasanya termasuk dari kesempurnaan tafsiran kalimat Laa Ilaaha Illallaah dan pembuktiannya adalah berlepas diri dari peribadatan kepada selain Allah Subhanahu wa Ta'ala dan para pelakunya. Tidak bisa kita katakan :
“Kita ingkari saja perbuatannya tanpa mengingkari pelakunya.”
Ini adalah perkataan bathil. Tidaklah mungkin adanya suatu perbuatan kecuali diperbuat oleh seseorang. Bahkan di dalam Al Qur’an didahulukan pengingkaran terhadap pelaku kekufuran baru setelah itu perbuatannya sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta'ala :
Sesungguhnya telah ada suri tauladan yang baik bagi kalian pada Ibrahim dan orang-orang yang bersama dengan dia ketika mereka berkata kepada kaum mereka : “Sesungguhnya kami berlepas diri dari kalian dan dari apa yang kalian sembah selain Allah ... .” (QS. Al Mumtahanah : 4)
Penafsiran Yang Salah Terhadap Kalimat Laa Ilaaha Illallaah
Ada dua tafsiran/makna yang salah dan bathil terhadap kalimat Laa Ilaaha Illallaah yaitu :
1.
Laa Khaaliqa Illallaah (tidak ada pencipta selain Allah) atau yang sejenisnya seperti tidak ada pemberi rizki kecuali Allah, tidak ada yang mengatur alam semesta kecuali Allah dan lainnya dari masalah Rububiyyah-Nya Allah.
Penafsiran ini salah karena bukan itu yang dimaksudkan dari kalimat Laa Ilaaha Illallaah. Bahkan kaum musyrikin jaman jahiliyyah meyakini akan hal-hal tersebut (yaitu tauhid Rububiyyah) tapi Allah tetap mengatakan mereka sebagai orang-orang musyrik yang halal darah, harta, dan kehormatan mereka dan Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam tetap memerangi mereka sampai mereka mentauhidkan Allah dalam ibadah-ibadah mereka yaitu sampai kaum musyrikin tersebut hanya mempersembahkan ibadah mereka berupa doa, nadzar, sembelihan, tawakkal, qurban, dan semua ibadah hanya kepada Allah semata.
2.
Laa Ma’buuda Illallaah (tidak ada tuhan/sesembahan selain Allah). Ini adalah penafsiran yang bathil ditinjau dari dua sisi, yaitu yang pertama, kita penggal kalimat itu menjadi tidak ada dan tuhan/sesembahan selain Allah, ini mengindikasikan bahwasanya di dunia ini tidak ada yang namanya sesembahan selain Allah, ini jelas mengingkari kenyataan yang ada. Kita menyaksikan dengan mata kepala kita akan adanya sesembahan selain Allah seperti batu, pohon, orang yang ada di dalam kubur dan sebagainya yang merupakan sesembahan yang bathil yang disembah selain Allah. Sehingga penafsiran ini adalah bathil. Sisi yang kedua adalah kalimat itu dipenggal menjadi tidak ada tuhan dan selain Allah, ini berarti tidaklah tuhan-tuhan yang disembah tersebut kecuali dia itu Allah, Na’udzubillah, berarti kita mengatakan bahwa batu, pohon, jin, orang-orang shalih dan yang lainnya yang disembah oleh orang musyrikin adalah Allah, tentu ini adalah kebathilan yang paling bathil dan kebodohan yang paling bodoh. Nas’alullaahas Salaamah. [Lihat Kitabnya Asy Syaikh Shalih Al Fauzan tentang Makna Dan Hakikat Laa Ilaaha Illallaah]
Syarat-Syarat Laa Ilaaha Illallaah
Ketahuilah bahwasanya tidaklah yang diinginkan dari (pengucapan) kalimat Laa Ilaaha Illallah adalah pengucapan dengan lisan semata bahkan wajib untuk mengetahui maknanya dan beramal dengan tuntunan kalimat tersebut dan juga harus menyempurnakan syarat-syaratnya, syarat-syaratnya itu ada tujuh, yaitu :
1.
Al Ilmu, yaitu mengetahui maknanya dengan benar yang meniadakan kebodohan akan maknanya.
2.
Al Yaqin, yaitu meyakini kebenaran kalimat tersebut yang meniadakan adanya keraguan.
3.
Al Qabul, yaitu menerima dengan sepenuh hati konsekuensi/tuntutan kalimat tersebut yang meniadakan penolakan.
4.
Al Inqiyad, yaitu tunduk dan patuh terhadap kalimat tersebut artinya kita melaksanakan dengan sebaik-baiknya tuntutan kalimat tersebut sehingga kita tidak meninggalkan kalimat tersebut.
5.
Al Ikhlash, yaitu kita mengucapkan kalimat tersebut karena Allah Ta’ala bukan karena riya’ atau lainnya, yang meniadakan adanya kesyirikan.
6.
Ash Shidqu, yaitu jujur dalam mengucapkan kalimat tersebut yang akan meniadakan kedustaan.
7.
Al Mahabbah, yaitu mencintai kalimat tersebut, mencintai Allah, Rasul-Nya, dan apa-apa yang dicintai Allah dan Rasul-Nya, yang meniadakan kebencian.
8.
Ada yang menambahkan syarat yang kedelapan yaitu mengkufuri semua yang diibadahi selain Allah.
Itulah syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh orang yang mengucapkan kalimat Laa Ilaaha Illallah. (Lihat Mudzakkiratul Hadiitsin Nabawiy Fil Aqiidah wal Ittiba’ karya Asy Syaikh Rabi’ bin Hadi)
Kita memohon kepada Allah agar menjadikan kita muwahhiduun (orang-orang yang bertauhid) sehingga berjumpa dengan-Nya dalam keadaan husnul khatimah. Amin Ya Mujiibas Saa’ilin. Wallaahu A’laamu Bish Shawab.
Dakwah Dengan Nasyid
Tanggapan :
Assalamu ‘Alaikum. Afwan saya kurang setuju dengan pernyataan kalau kaset nasyid tempatnya di tempat sampah karena hati saya terbuka untuk kembali pada Allah setelah saya mendengar nasyid yang menceritakan akan fananya dunia ini. Selain itu saya lihat kalau nasyid merupakan media efektif untuk dakwah karena lebih diterima. Lebih jelas antum bisa baca buku nasyid vs musik jahiliah karya Dr. Yusuf Al Qaradhawi. Semoga Allah memberikan kemudahan untuk membedakan yang hak dan yang batil, amin. (08121469***)
Jawaban :
Wa ‘Alaikum Salam. Kami katakan sekali lagi kaset-kaset nasyid itu lebih layak disimpan di tong sampah karena benar-benar telah menjauhkan umat Islam dari menyibukkan diri dan mengambil petunjuk dengan Al Qur’an dan As Sunnah. Sungguh kami prihatin saat Anda mengatakan bahwa hati anda terbuka untuk kembali pada Allah dengan mendengar nasyid. Kami katakan Anda korban pertama yang baru kami ketahui, masih adakah Al Qur’an dan As Sunnah dalam hati Anda? Yang dengannya semua hati manusia akan terbuka. Anda katakan nasyid merupakan media efektif untuk dakwah, kami katakan tidak!! Manhaj dalam berdakwah adalah tauqifiyyah yang tidak boleh seorang dai memulai dakwahnya dari mana saja dengan cara apa saja dengan jalan apa saja! Tidakkah Anda tahu shahabat Mu’adz bin Jabal radliyallahu 'anhu ketika diutus Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam berdakwah ke negeri Yaman, beliau, Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam memberitahukannya apa-apa yang harus disampaikannya terlebih dahulu. (Lihat HR. Bukhari, Muslim, Ibnu Majah, dan lainnya dari shahabat Ibnu Abbas radliyallahu 'anhu)
Ini menunjukkan bahwa berdakwah adalah perkara tauqifiyyah. Anda tahu, begitu pun kami, dan seluruh kaum Muslimin kalau Mu’adz bin Jabal radliyallahu 'anhu adalah dai yang paling memahami bidang dakwah dibanding seribu dai-dai pada hari ini atau lebih, hal ini tidak diragukan.
Mungkin Anda tidak tahu kalau Anda bersikap sok lebih tahu daripada Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah. Perhatikanlah, seorang syaikh berkeinginan untuk mengubah kemungkaran yang ada di tengah-tengah masyarakatnya peminum khamr, pencuri, perampok, dan lain-lain. Dan ia pun ingin mendakwahinya namun ia melihat tidak mungkin untuk mengumpulkan mereka kecuali dengan diperdengarkan lantunan nasyid (karena akan lebih dapat diterima), ketika ia melakukan cara ini untuk mendakwahinya maka sekelompok dari mereka pun bertobat. Kemudian hal ini ditanyakan kepada Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah :
“Bolehkah melakukan cara seperti syaikh ini karena terlihat maslahat yang banyak?” Beliau menjawab :
“Sesungguhnya Allah telah mengutus Muhammad Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam dengan petunjuk dan agama yang benar dan Allah menyempurnakan agama untuknya dan untuk umatnya … .
Syaikh yang disebutkan di atas bermaksud agar masyarakat yang di sekitarnya itu bertobat dari dosa-dosa besar namun ia menganggap tujuan itu tidak mungkin tercapai kecuali dengan cara bid’ah ini (nasyid). Ini menunjukkan bahwa syaikh itu bodoh akan cara-cara yang syar’i (atau tidak sanggup menjalaninya) yang dengannya ahli maksiat akan bertobat. Sesungguhnya Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam, para shahabat, dan tabi’in mereka telah menyeru/mendakwahi orang-orang yang lebih jelek dari yang disebut di atas seperti ahli kufr, fasiq, ahli maksiat dengan cara-cara yang syar’i yang Allah telah cukupkan mereka daripada menggunakan cara-cara bid’ah.” (Lebih jelasnya lihat Majmu’ul Fatawa 11/620-624)
Adapun Qaradhawi dan bukunya itu kami telah mengetahuinya, tidak ada keinginan sedikit pun untuk membacanya bahkan cocok kalau bukunya itu juga masuk tong sampah. Seperti apa musik jahiliyah Qaradhawi itu bila ternyata ia membolehkan nyanyian dan bahkan dia lebih kesengsem oleh suara artis cantik asal Mesir, Faizah Ahmad --saat seorang wartawan mewawancarainya--. Tidakkah Anda tahu kalau Qaradhawi itu kegemarannya merayakan ultah pernikahannya, meniru kebiasaan orang-orang kafir, menghadiri pertemuan/majlis yang di dalamnya dibagikan minuman khamr dengan alasan demi maslahat dakwah. Lebih dari itu, diapun membolehkan menjual barang-barang haram. Inikah yang disebut Faqihul Islam, inikah yang berfatwa gerakan pemboikotan produk-produk yahudi? Orang ini ternyata lebih dari sekedar penipu, kami sarankan Anda dan kaum Muslimin yang kadung cinta padanya agar membaca Kitab Litsaam ‘an Mukhalafati Qaradhawi li Syari’atil Islam, edisi Indonesia Membongkar Kedok Qaradhawi Dan Penyimpangannya Dari Syari’at Islam. Allah menunjukimu dan kita kepada apa yang dicintai-Nya dan diridhai-Nya. Wal ilmu indallah.
keroncong- KAPTEN
-
Age : 70
Posts : 4535
Kepercayaan : Islam
Location : di rumah saya
Join date : 09.11.11
Reputation : 67
Re: makna dan kalimat tahlil
Misi utama agama Islam sejak Nabi Adam hingga Muhammad SAW, tetap sama, menyebarkan dan memurnikan "La Ilaha Illallah".
oleh Abdurahman Muhammad *)
Misi semua nabi dan rasul yang diutus ke muka bumi, mulai dari Adam hingga Rasulullah Muhammad SAW tidak pernah berubah. Meskipun syari?ah yang diajarkannya selalu berganti dari satu nabi ke nabi lainnya, tapi misi yang diemban oleh semua nabi dan rasul itu tetap sama yaitu mengajarkan, menyebarkan, memperjuangkan, dan memurnikan kalimat tauhid, la ilaha illallah.
Kalimat tauhid itu menjadi ruh yang mewarnai dan menafasi segala sisi kehidupan yang kemudian melahirkan sistem hidup. Oleh karenanya, al-Quran sangat serius dan intens mengokohkan kalimat tauhid ini agar menghujam dan mengakar secara kuat dalam jiwa orang-orang yang beriman melalui berbagai cara. Salah satunya adalah dengan menjelaskan tanda-tanda kebesaran Allah yang nampak dalam fenomena alam.
"Dan Tuhanmu adalah Tuhan Yang Maha Esa, tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia, Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang. Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi; silih bergantinya malam dan siang; bahtera yang berlayar di laut membawa yang berguna bagi manusia; apa yang Allah turunkan dari langit berupa air, lalu dengan air itu Dia hidupkan bumi sesudah mati (kering)nya; dan Dia sebarkan di bumi itu segala jenis hewan; dan pengisaran angin dan awan yang dikendalikan antara langit dan bumi, sungguh terdapat tanda-tanda (keesaan dan kebesaran Allah) bagi kaum yang memikirkan." (QS. Al-Baqarah: 163 ? 164)
Cara lain yang sering digunakan al-Quran adalah dengan mengingatkan manusia tentang berbagai nikmat yang dikaruniakan Allah kepada manusia.
"Allah-lah yang menciptakan langit dan bumi dan menurunkan air hujan dari langit, kemudian Dia mengeluarkan dengan air hujan itu berbagai buah-buahan menjadi rizki bagimu, dan Dia telah menundukkan bahtera bagimu supaya bahtera itu berlayar di lautan dengan kehendak-Nya, dan Dia telah menundukkan (pula) bagimu matahari dan bulan yang terus menerus beredar (dalam orbitnya), dan telah menundukkan bagimu malam dan siang. Dan Dia telah memberikan kepadamu (keperluanmu) dari segala yang kamu mohonkan kepada-Nya. Dan jika kamu menghitung nikmat Allah, tidaklah dapat kamu menghitungnya. Sesungguhnya manusia itu, sangat dzalim dan sangat mengingkari (nikmat Allah)." (QS. Ibrahim: 32-34)
Tak cukup dengan kedua cara itu, al-Quran juga tak lupa mengingatkan tentang berbagai peristiwa yang bakal terjadi di hari kiamat, tentang hari berbangkit, padang mahsyar, dan hisab amalan baik dan buruk. ?Inilah dua golongan (golongan mukmin dan golongan kafir) yang bertengkar, mereka saling bertengkar mengenai tuhan mereka. Maka orang kafir akan dibuatkan untuk mereka pakaian-pakaian dari api neraka, disiramkan air yang mendidih ke atas kepala mereka. Dengan air itu dihancur-luluhkan segala yang ada dalam perut mereka juga kulit (mereka). Dan untuk mereka cambuk-cambuk dari besi. Setiap kali mereka hendak keluar dari neraka lantaran kesengsaraan mereka, niscaya mereka dikembalikan ke dalamnya. (Kepada mereka dikatakan): Rasakanlah adzab yang membakar ini.? (QS. Al-Hajj: 19?22)
Dalam rangka menghujamkan kalimat la ilaha illallah ke dalam jiwa, al-Quran juga menggunakan pendekatan persuasif dengan mengenalkan nama-nama Allah yang baik (Al-Asma-ul Husna).
?Dialah Allah Yang tiada Tuhan (yang berhak disembah) selain Dia Yang Mengetahui yang ghaib dan yang nyata. Dialah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang. Dialah Allah Yang tiada Tuhan (yang berhak disembah) selain Dia, Raja, Yang Maha Suci, Yang Maha Sejahtera, Yang Maha Mengaruniai Kemanan, Yang Maha Memelihara, Yang Maha Perkasa, Yang Maha Kuasa, Yang Memiliki segala Keagungan, Maha Suci Allah dari apa yang mereka persekutukan. Dialah Allah Yang Menciptakan, Yang Mengadakan, Yang Membentuk rupa, Yang Mempunyai nama-nama yang baik. Bertasbih kepada-Nya apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi. Dan Dialah Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.? (QS. Al-Hasyr: 22?24)
Al-Quran juga tidak lupa mengingatkan manusia agar senantiasa waspada terhadap musuh utamanya, Syetan. Ia adalah musuh manusia yang paling nyata.
?Dan (ingatlah), tatkala Kami berfirman kepada para malaikat: ?Sujudlah kalian semua kepada Adam?, lalu mereka sujud kecuali Iblis. Dia berkata: ?Apakah aku akan sujud kepada orang yang Engkau ciptakan dari tanah?? Dia (Iblis) berkata: ?Terangkanlah kepadaku inikah orangnya yang Engkau muliakan atas diriku? Sesungguhnya jika Engkau memberi tangguh kepadaku sampai hari kiamat, niscaya benar-benar akan aku sesatkan keturunannya, kecuali sebagian kecil saja.? (QS. Al-Israa: 61?62)
Sudahkah kita menda?wahkan kalimat tauhid la ilaha illallah tersebut secara intensif kepada ummat, seperti intensifnya al-Qur?an dalam membahasakannya?.
(*) Penulis adalah Pemimpin Umum Hidayatullah. Dari rubrik Ibrah, Majalah Hidayatullah, edisi Maret 2004)
oleh Abdurahman Muhammad *)
Misi semua nabi dan rasul yang diutus ke muka bumi, mulai dari Adam hingga Rasulullah Muhammad SAW tidak pernah berubah. Meskipun syari?ah yang diajarkannya selalu berganti dari satu nabi ke nabi lainnya, tapi misi yang diemban oleh semua nabi dan rasul itu tetap sama yaitu mengajarkan, menyebarkan, memperjuangkan, dan memurnikan kalimat tauhid, la ilaha illallah.
Kalimat tauhid itu menjadi ruh yang mewarnai dan menafasi segala sisi kehidupan yang kemudian melahirkan sistem hidup. Oleh karenanya, al-Quran sangat serius dan intens mengokohkan kalimat tauhid ini agar menghujam dan mengakar secara kuat dalam jiwa orang-orang yang beriman melalui berbagai cara. Salah satunya adalah dengan menjelaskan tanda-tanda kebesaran Allah yang nampak dalam fenomena alam.
"Dan Tuhanmu adalah Tuhan Yang Maha Esa, tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia, Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang. Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi; silih bergantinya malam dan siang; bahtera yang berlayar di laut membawa yang berguna bagi manusia; apa yang Allah turunkan dari langit berupa air, lalu dengan air itu Dia hidupkan bumi sesudah mati (kering)nya; dan Dia sebarkan di bumi itu segala jenis hewan; dan pengisaran angin dan awan yang dikendalikan antara langit dan bumi, sungguh terdapat tanda-tanda (keesaan dan kebesaran Allah) bagi kaum yang memikirkan." (QS. Al-Baqarah: 163 ? 164)
Cara lain yang sering digunakan al-Quran adalah dengan mengingatkan manusia tentang berbagai nikmat yang dikaruniakan Allah kepada manusia.
"Allah-lah yang menciptakan langit dan bumi dan menurunkan air hujan dari langit, kemudian Dia mengeluarkan dengan air hujan itu berbagai buah-buahan menjadi rizki bagimu, dan Dia telah menundukkan bahtera bagimu supaya bahtera itu berlayar di lautan dengan kehendak-Nya, dan Dia telah menundukkan (pula) bagimu matahari dan bulan yang terus menerus beredar (dalam orbitnya), dan telah menundukkan bagimu malam dan siang. Dan Dia telah memberikan kepadamu (keperluanmu) dari segala yang kamu mohonkan kepada-Nya. Dan jika kamu menghitung nikmat Allah, tidaklah dapat kamu menghitungnya. Sesungguhnya manusia itu, sangat dzalim dan sangat mengingkari (nikmat Allah)." (QS. Ibrahim: 32-34)
Tak cukup dengan kedua cara itu, al-Quran juga tak lupa mengingatkan tentang berbagai peristiwa yang bakal terjadi di hari kiamat, tentang hari berbangkit, padang mahsyar, dan hisab amalan baik dan buruk. ?Inilah dua golongan (golongan mukmin dan golongan kafir) yang bertengkar, mereka saling bertengkar mengenai tuhan mereka. Maka orang kafir akan dibuatkan untuk mereka pakaian-pakaian dari api neraka, disiramkan air yang mendidih ke atas kepala mereka. Dengan air itu dihancur-luluhkan segala yang ada dalam perut mereka juga kulit (mereka). Dan untuk mereka cambuk-cambuk dari besi. Setiap kali mereka hendak keluar dari neraka lantaran kesengsaraan mereka, niscaya mereka dikembalikan ke dalamnya. (Kepada mereka dikatakan): Rasakanlah adzab yang membakar ini.? (QS. Al-Hajj: 19?22)
Dalam rangka menghujamkan kalimat la ilaha illallah ke dalam jiwa, al-Quran juga menggunakan pendekatan persuasif dengan mengenalkan nama-nama Allah yang baik (Al-Asma-ul Husna).
?Dialah Allah Yang tiada Tuhan (yang berhak disembah) selain Dia Yang Mengetahui yang ghaib dan yang nyata. Dialah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang. Dialah Allah Yang tiada Tuhan (yang berhak disembah) selain Dia, Raja, Yang Maha Suci, Yang Maha Sejahtera, Yang Maha Mengaruniai Kemanan, Yang Maha Memelihara, Yang Maha Perkasa, Yang Maha Kuasa, Yang Memiliki segala Keagungan, Maha Suci Allah dari apa yang mereka persekutukan. Dialah Allah Yang Menciptakan, Yang Mengadakan, Yang Membentuk rupa, Yang Mempunyai nama-nama yang baik. Bertasbih kepada-Nya apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi. Dan Dialah Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.? (QS. Al-Hasyr: 22?24)
Al-Quran juga tidak lupa mengingatkan manusia agar senantiasa waspada terhadap musuh utamanya, Syetan. Ia adalah musuh manusia yang paling nyata.
?Dan (ingatlah), tatkala Kami berfirman kepada para malaikat: ?Sujudlah kalian semua kepada Adam?, lalu mereka sujud kecuali Iblis. Dia berkata: ?Apakah aku akan sujud kepada orang yang Engkau ciptakan dari tanah?? Dia (Iblis) berkata: ?Terangkanlah kepadaku inikah orangnya yang Engkau muliakan atas diriku? Sesungguhnya jika Engkau memberi tangguh kepadaku sampai hari kiamat, niscaya benar-benar akan aku sesatkan keturunannya, kecuali sebagian kecil saja.? (QS. Al-Israa: 61?62)
Sudahkah kita menda?wahkan kalimat tauhid la ilaha illallah tersebut secara intensif kepada ummat, seperti intensifnya al-Qur?an dalam membahasakannya?.
(*) Penulis adalah Pemimpin Umum Hidayatullah. Dari rubrik Ibrah, Majalah Hidayatullah, edisi Maret 2004)
keroncong- KAPTEN
-
Age : 70
Posts : 4535
Kepercayaan : Islam
Location : di rumah saya
Join date : 09.11.11
Reputation : 67
Re: makna dan kalimat tahlil
sekilasinfo
berdoa dikuburan itu boleh-boleh saja asalkan tujuan hati tidak meminta berkah ataupun pertolongan dari orang mati yang dikuburan itu.
berdoa dikuburan itu boleh-boleh saja asalkan tujuan hati tidak meminta berkah ataupun pertolongan dari orang mati yang dikuburan itu.
njlajahweb- BANNED
-
Posts : 39612
Kepercayaan : Protestan
Location : banyuwangi
Join date : 30.04.13
Reputation : 119
Similar topics
» Tauhid: Pengetahuan dan keyakinan
» Do’a, Bacaan Al-Qur’an, Shadaqoh & Tahlil untuk Orang Mati
» penerapan dua kalimat syahadat
» Ini Kalimat TERINDAH di Quran .... So …. Bagaimana Mengaplikasikannya ??
» Kalimat Syahadat Menurut Hadis Muslim..
» Do’a, Bacaan Al-Qur’an, Shadaqoh & Tahlil untuk Orang Mati
» penerapan dua kalimat syahadat
» Ini Kalimat TERINDAH di Quran .... So …. Bagaimana Mengaplikasikannya ??
» Kalimat Syahadat Menurut Hadis Muslim..
Halaman 1 dari 1
Permissions in this forum:
Anda tidak dapat menjawab topik