hikmah di balik kisah isra' mi'raj
Halaman 7 dari 12 • Share
Halaman 7 dari 12 • 1, 2, 3 ... 6, 7, 8 ... 10, 11, 12
hikmah di balik kisah isra' mi'raj
First topic message reminder :
" Muhammad telah naik ke langit tertinggi lalu kembali lagi. Demi Allah aku bersumpah, bahwa kalau aku telah mencapai tempat itu, aku tidak akan kembali lagi."
Bila kita membaca sejarah Islam, setidaknya ada tiga peristiwa penting yang melatarbelakangi peristiwa Isra dan Mi'raj Nabi Saw..
Pertama, peristiwa boikot yang dilakukan orang kaum Quraisy kepada seluruh keluarga Bani Hasyim. Kaum Quraisy tahu bahwa sumber kekuatan Nabi Saw adalah keluarganya. Oleh karena itu untuk menghentikan dakwah Nabi Saw. sekaligus menyakitinya, mereka sepakat untuk tidak mengadakan perkawinan, transaksi jual beli dan berbicara dengan keluarga bani Hasyim. Mereka juga bersepakat untuk tidak menjenguk yang sakit dan mengantar yang meninggal dunia dari keluarga Bani Hasyim. Boikot ini berlangsung kurang lebih selama tiga tahun. Tentunya boikot selama itu telah mendatangkan penderitaan dan kesengsaraan khususnya kepada Nabi Saw. dan umumnya kepada keluarga Bani Hasyim.
Kedua, peristiwa wafatnya paman beliau, Abu Thalib. Peristiwa ini menjadi sangat penting dalam perjalanan dakwah Nabi Saw. sebab Abu Thalib adalah salah satu paman beliau yang senantiasa mendukung dakwahnya dan melindungi dirinya dari kejahilan kaum Quraisy. Dukungan dan perlindungan Abu Thalib itu tergambar dari janjinya," Demi Allah mereka tidak akan bisa mengusikmu, kecuali kalau aku telah dikuburkan ke dalam tanah." Janji Abu Thalib ini benar. Ketika ia masih hidup tidak banyak orang yang berani mengusik Nabi Muhammad Saw, namun setelah ia wafat kaum Quraisy menjadi leluasa untuk menyakitinya sebagaimana digambarkan dalam awal tulisan ini.
Ketiga, peristiwa wafatnya istri beliau, Siti Khadijah r.a. Peristiwa ini terjadi tiga hari setelah pamannya wafat. Siti Khadijah bagi Nabi Saw. bukan hanya seorang istri yang paling dicintai dan mencintai, tapi juga sebagai sahabat yang senantiasa mendukung perjuangannya baik material maupun spiritual, yang senantiasa bersama baik dalam keadaan suka maupun duka. Oleh karena itu, wafatnya Siti Khadijah menjadi pukulan besar bagi perjuangan Nabi Saw..
Tiga peristiwa yang terjadi secara berurutan itu sangat berpengaruh pada perasaan Rasulullah Saw. ia sedikit sedih dan gundah gulana. Ia merasakan beban dakwah yang ditanggungnya semakin berat. Oleh karena itu para sejarawan menamai tahun ini dengan ámul hujn (tahun kesedihan).
Dalam kondisi seperti itulah kemudian Allah Swt. mengundang Nabi Saw. melalui peristiwa isra dan mi'raj. Isra' adalah peristiwa diperjalankannya Nabi Saw. dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsa sedangkan mi'raj merupakan peristiwa dinaikannya Nabi Saw. dari Masjidil Aqsa ke Sidratul Muntaha. Peristiwa Isra Miraj ini mengajarkan banyak hal kepada Nabi Saw. Dalam perjalanan isra' ia melihat negeri yang diberkahi Allah Swt. dikarenakan di dalamnya pernah diutus para Rasul. Sedangkan dalam perjalanan mi'raj ia melihat tanda-tanda kebesaran Allah Swt. "Maha Suci Allah yang telah memperjalankan hamba-Nya pada malam hari, dari Masjidil haram ke Masjidil Aqsa yang telah kami berkati sekelilingnya, supaya kami perlihatkan ayat-ayat Kami kepadanya. Sesungguhnya Ia Maha mendengar lagi Maha Melihat. (Q.S Al Isra :1). "Sesungguhnya ia (Muhammad) melihat Jibril (dalam rupanya yang asli) di waktu yang lain. Yaitu di Sidratul Muntaha. Didekatnya ada surga tempat tinggal. (Muhammad melihat Jibril) ketika Sidratul Muntaha itu diliputi oleh sesuatu yang meliputinya. Penglihatannya (Muhammad) tidak berpaling dari yang dilihatnya itu dan tidak (pula) melampauinya. Sesungguhnya ia telah melihat sebagian tanda-tanda (kekuasaan) Tuhannya yang paling besar." (Q.S An-Najm : 13-18).
Isra' dan mi'raj merupakan pengalaman keagamaan yang paling istimewa bagi Nabi Muhammad Saw.. Puncaknya terjadi di Sidratul Muntaha. Muhammad Asad menafsirkan Sidratul Muntaha dengan lote-tree farthest limit (pohon lotus yang batasnya paling jauh). Pohon Lotus dalam tradisi Mesir kuno merupakan simbol kebijaksanaan (wisdom) dan kebahagiaan. Dengan demikian secara simbolik Sidratul Muntaha dapat diartikan sebagai puncak kebahagiaan dan kebijaksanaan.
Kebahagiaan yang dibarengi dengan kebijaksanaan inilah yang kemudian membedakan pengalaman keagamaan Muhammad Saw. sebagai nabi dan rasul dengan kaum sufi sebagai manusia biasa. Dengan bahasa yang sederhana tetapi penuh makna Abdul Quddus, seorang sufi Islam besar dari Ganggah, menyatakan,"Muhammad telah naik ke langit yang tinggi lalu kembali lagi. Demi Allah aku bersumpah, bahwa kalau aku telah mencapai tempat itu, aku tidak akan kembali lagi."
Ketika Nabi Saw. sampai di Sidratul Muntaha, Allah Swt memperlihatkan kepadanya sebagian tanda-tanda kebesaran-Nya berupa bukti-bukti wujud, keesaan, dan kekuasaan-Nya. Disamping itu diperlihatkan juga surga, neraka, perihal langit, kursi dan 'arasy. Setelah melihat semua itu keyakinan Nabi Saw. terhadap keagungan Allah Swt dan kelemahan alam dihadapan keagungan-Nya semakin kuat. Pada gilirannya keyakinan seperti ini telah melahirkan kesadaran ruhani baru pada dirinya berupa kebijaksanaan (wisdom), ketentraman dan kebahagiaan.
Pada saat itu Nabi Saw. sudah mampu membedakan posisi Tuhan dan alam (manusia). Tuhan adalah sumber kebahagiaan, sementara alam sumber kesusahan dan kesengsaraan. Oleh karena itu menggantungkan semua harapan dan keinginan kepada-Nya akan mendatangkan kebahagiaan yang hakiki. Sebaliknya menggangtungkan semua harapan dan keinginan kepada alam akan mendatangkan kesengsaraan.
Kebahagian bertemu dan berdialog dengan Dzat yang dicintai dan mencintainya di Sidratul Muntaha tidak menyebabkan Nabi Saw. lupa akan tugas pokonya menebarkan rahmat Allah Swt. melalui dakwahnya. Hal tersebut dikarenakan, kebahagiaannya tersebut telah dibarengi dengan kebijaksanaan sehingga ia mampu membedakan persoalan pokok dengan cabang, prinsip dengan taktik, esensi dengan aksidensi serta alat dengan tujuan. Nabi Saw. sangat sadar bahwa kebahagian yang diperolehnya dalam Isra' dan Mi'raj bukan esensi dan tujuan utama Allah Swt. tetapi itu semua hanya alat untuk mempersiapkan kondisi jiwanya supaya bisa melaksanakan tugas yang lebih berat dari sebelum-sebelumnya. Oleh karena itu, ia meninggalkan kebahagiaan langit yang sedang dinikmatinya itu, kemudian turun ke bumi untuk berjibaku dengan realitas sosial yang penuh dengan tantangan dan penderitaan. Dengan demikian peristiwa isra' mi'raj Nabi Saw. tidak hanya memiliki makna individual tetapi juga memiliki makna sosial.
Disinilah letak perbedaan pengalaman keagamaan rasul dengan seorang sufi, terutama sufi falsafi. Pengalaman keagamaan rasul berdimensi individual dan sosial sedangkan pengalaman keagamaan sufi (mistik) lebih banyak berdimensi individual. Ketika seorang sufi mengalami fana, kondisi kejiwaannya hampir sama dengan kondisi kejiwaan Nabi Saw. ketika diisra' dan dimi'rajkan. Ia merasakan kebahagiaan yang luar biasa. Dirinya merasa menyatu dengan Allah Swt.. Ia hanyut dan mabuk dalam pelukan keindahan-Nya.
Pengalaman keagamaan seperti itu telah menyebabkan seorang sufi lupa akan diri dan lingkungannya. Kesadarannya bahwa ia bagian dari alam menjadi hilang. Ia menjadi tidak peduli lagi terhadap apa yang terjadi di lingkungan sekitarnya. Ia hanya asyik ma'syuk dengan perasaannya sendiri dan terus menyendiri dengan dzikir-dzikirnya. Akibatnya, walaupun ia berdzikir ribuan kali dan mendatangkan ketenangan jiwa, namun semua itu sama sekali tidak berpengaruh terhadap perilaku sosialnya. Semakin lama ia berdzikir semakin dalam masuk pada kesadaran dunia mistik. Semakin masuk ke dalam kesadaran dunia mistik, semakin jauh dari realitas kehidupan. Penomena seperti ini dapat menjelaskan perilaku sebagian sufi yang senang mengasingkan diri dari dunia nyata.
Bagaimana dengan Kita ?
Ketika Muhammad Saw. mendapat tantangan berat dalam dakwahnya, ia diundang Allah Swt. melalui peristiwa Isra' dan Mi'raj. Melalui peristiwa ini Allah Swt. mengobati luka hatinya, menghilangkan kesedihannya dan menghibur duka laranya. Akibatnya jiwanya menjadi fresh (segar) dan bahagia kembali. Dalam kondisi jiwa seperti ini kemudian ia kembali ke bumi malanjutkan tugas dakwahnya yaitu menebarkan rahmat Allah Swt. di muka bumi ini. Disinilah, seperti disebutkan di atas, Isra' Mi'raj tidak hanya memiliki makna individual tetapi juga memiliki makna sosial.
Ada pertanyaan, bagaimana bila yang mendapatkan hambatan dakwah itu kita? Bagaimana bila yang mendapat kesusahan dan penderitaan itu kita? Apakah bagi kita masih ada peluang diisra'kan dan dimi'rajkan seperti nabi Muhammad Saw? Jawabannya, tentu tidak mungkin. Lantas apa yang mesti dilakukan bila semua itu terjadi pada kita?
Shalat! Inilah jawaban yang diberikan oleh Nabi Saw.
Isra dan mi'raj adalah salah satu mu'jizat Nabi Muhammad Saw.. Artinya itu hanya diberikan kepadanya tidak mungkin diberikan kepada manusia biasa. Namun demikian, berdasarkan petunjuknya ada amalan bagi orang-orang yang beriman yang memiliki fungsi sama dengan Mi'raj yaitu ibadah shalat. "Shalat itu mi'rajnya orang yang beriman (ash-shalatu mi'rajul mu'minín)" sabdanya.
Shalat secara bahasa berarti do'a. Doa pada hakikatnya merupakan bentuk dialog antara manusia dengan Allah Swt.. Ketika seseorang shalat, hakekatnya ia sedang bertemu dan berdialog dengan Allah Swt.. Oleh karena itu secara hakiki fungsi shalat dan mi'raj sama yaitu bertemu dan berdialog dengan Allah Swt..
Shalat yang benar mesti menghasilkan buah yang sama dengan buah Isra' mi'raj yaitu kesadaran individual dan sosial.
Tujuan utama shalat menurut Al Quran adalah untuk berdzikir (mengingat) kepada Allah Swt (Q.S Thaha : 14). Dzikir atau shalat. bila dilakukan dengan khusyu' akan mendatangkan ketentraman jiwa dan kebahagiaan hidup (Q.S Ar-Ra'du :28; Al Mu'minun : 1-2). Namun demikian, keberhasilan shalat seseorang tidak hanya diukur dari ketenangan dan ketentraman jiwa saja, tetapi mesti dilihat pula pada atsar (bekas) perilaku sosialnya. Menurut Al Quran, shalat yang benar mesti dapat menumbuhkan berbagai macam kebajikan seperti tumbuhnya kesadaran berinfak dan berzakat, kemampuan menghidarkan diri dari perilaku yang sia-sia, kemampuan memelihara diri dari perbuatan zina dan kemampuan memelihara amanat baik dari Allah Swt. ataupun sesama manusia ( Al Mu'minun : 3-8).
Disamping itu, shalat yang benar mesti dapat mengobati sifat kikir dan keluh kesah serta mencegah perbuatan keji dan munkar (Q.S Al Ma'arij : 19-25 ; Al Ankabut: 45). Rasulallah Saw. menyatakan bahwa shalat yang tidak dapat mencegah perbuatan keji dan munkar tidak akan menambah apa-apa bagi mushalli (orang yang shalat) kecuali hanya semakin menjauhkan dirinya dari Allah Swt (H.R.Ahmad).
Shalat yang memiliki dimensi individual dan sosial adalah shalat yang dilakukan dengan khusyu' dan dáim (kontinu). Menurut Imam Al Ghazali, shalat khusyu' adalah shalat yang dilakukan dengan penuh kesadaran. Yaitu memahami apa yang diucapkan dalam shalat sehingga melahirkan perasaan ta'zhim (hormat), khauf (takut), harap (raja) dan haya (malu) terhadap Allah Swt.. Kesadaran ini disamping akan mendatangkan kebahagiaan, ketenangan dan ketentraman jiwa, juga akan mampu memotivasi mushalli untuk merealisasikan seluruh janji yang diucapkannya di dalam shalat ke dalam kehidupan sehari-hari. Wallah a'lam bi ash-shawwab.
" Muhammad telah naik ke langit tertinggi lalu kembali lagi. Demi Allah aku bersumpah, bahwa kalau aku telah mencapai tempat itu, aku tidak akan kembali lagi."
Bila kita membaca sejarah Islam, setidaknya ada tiga peristiwa penting yang melatarbelakangi peristiwa Isra dan Mi'raj Nabi Saw..
Pertama, peristiwa boikot yang dilakukan orang kaum Quraisy kepada seluruh keluarga Bani Hasyim. Kaum Quraisy tahu bahwa sumber kekuatan Nabi Saw adalah keluarganya. Oleh karena itu untuk menghentikan dakwah Nabi Saw. sekaligus menyakitinya, mereka sepakat untuk tidak mengadakan perkawinan, transaksi jual beli dan berbicara dengan keluarga bani Hasyim. Mereka juga bersepakat untuk tidak menjenguk yang sakit dan mengantar yang meninggal dunia dari keluarga Bani Hasyim. Boikot ini berlangsung kurang lebih selama tiga tahun. Tentunya boikot selama itu telah mendatangkan penderitaan dan kesengsaraan khususnya kepada Nabi Saw. dan umumnya kepada keluarga Bani Hasyim.
Kedua, peristiwa wafatnya paman beliau, Abu Thalib. Peristiwa ini menjadi sangat penting dalam perjalanan dakwah Nabi Saw. sebab Abu Thalib adalah salah satu paman beliau yang senantiasa mendukung dakwahnya dan melindungi dirinya dari kejahilan kaum Quraisy. Dukungan dan perlindungan Abu Thalib itu tergambar dari janjinya," Demi Allah mereka tidak akan bisa mengusikmu, kecuali kalau aku telah dikuburkan ke dalam tanah." Janji Abu Thalib ini benar. Ketika ia masih hidup tidak banyak orang yang berani mengusik Nabi Muhammad Saw, namun setelah ia wafat kaum Quraisy menjadi leluasa untuk menyakitinya sebagaimana digambarkan dalam awal tulisan ini.
Ketiga, peristiwa wafatnya istri beliau, Siti Khadijah r.a. Peristiwa ini terjadi tiga hari setelah pamannya wafat. Siti Khadijah bagi Nabi Saw. bukan hanya seorang istri yang paling dicintai dan mencintai, tapi juga sebagai sahabat yang senantiasa mendukung perjuangannya baik material maupun spiritual, yang senantiasa bersama baik dalam keadaan suka maupun duka. Oleh karena itu, wafatnya Siti Khadijah menjadi pukulan besar bagi perjuangan Nabi Saw..
Tiga peristiwa yang terjadi secara berurutan itu sangat berpengaruh pada perasaan Rasulullah Saw. ia sedikit sedih dan gundah gulana. Ia merasakan beban dakwah yang ditanggungnya semakin berat. Oleh karena itu para sejarawan menamai tahun ini dengan ámul hujn (tahun kesedihan).
Dalam kondisi seperti itulah kemudian Allah Swt. mengundang Nabi Saw. melalui peristiwa isra dan mi'raj. Isra' adalah peristiwa diperjalankannya Nabi Saw. dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsa sedangkan mi'raj merupakan peristiwa dinaikannya Nabi Saw. dari Masjidil Aqsa ke Sidratul Muntaha. Peristiwa Isra Miraj ini mengajarkan banyak hal kepada Nabi Saw. Dalam perjalanan isra' ia melihat negeri yang diberkahi Allah Swt. dikarenakan di dalamnya pernah diutus para Rasul. Sedangkan dalam perjalanan mi'raj ia melihat tanda-tanda kebesaran Allah Swt. "Maha Suci Allah yang telah memperjalankan hamba-Nya pada malam hari, dari Masjidil haram ke Masjidil Aqsa yang telah kami berkati sekelilingnya, supaya kami perlihatkan ayat-ayat Kami kepadanya. Sesungguhnya Ia Maha mendengar lagi Maha Melihat. (Q.S Al Isra :1). "Sesungguhnya ia (Muhammad) melihat Jibril (dalam rupanya yang asli) di waktu yang lain. Yaitu di Sidratul Muntaha. Didekatnya ada surga tempat tinggal. (Muhammad melihat Jibril) ketika Sidratul Muntaha itu diliputi oleh sesuatu yang meliputinya. Penglihatannya (Muhammad) tidak berpaling dari yang dilihatnya itu dan tidak (pula) melampauinya. Sesungguhnya ia telah melihat sebagian tanda-tanda (kekuasaan) Tuhannya yang paling besar." (Q.S An-Najm : 13-18).
Isra' dan mi'raj merupakan pengalaman keagamaan yang paling istimewa bagi Nabi Muhammad Saw.. Puncaknya terjadi di Sidratul Muntaha. Muhammad Asad menafsirkan Sidratul Muntaha dengan lote-tree farthest limit (pohon lotus yang batasnya paling jauh). Pohon Lotus dalam tradisi Mesir kuno merupakan simbol kebijaksanaan (wisdom) dan kebahagiaan. Dengan demikian secara simbolik Sidratul Muntaha dapat diartikan sebagai puncak kebahagiaan dan kebijaksanaan.
Kebahagiaan yang dibarengi dengan kebijaksanaan inilah yang kemudian membedakan pengalaman keagamaan Muhammad Saw. sebagai nabi dan rasul dengan kaum sufi sebagai manusia biasa. Dengan bahasa yang sederhana tetapi penuh makna Abdul Quddus, seorang sufi Islam besar dari Ganggah, menyatakan,"Muhammad telah naik ke langit yang tinggi lalu kembali lagi. Demi Allah aku bersumpah, bahwa kalau aku telah mencapai tempat itu, aku tidak akan kembali lagi."
Ketika Nabi Saw. sampai di Sidratul Muntaha, Allah Swt memperlihatkan kepadanya sebagian tanda-tanda kebesaran-Nya berupa bukti-bukti wujud, keesaan, dan kekuasaan-Nya. Disamping itu diperlihatkan juga surga, neraka, perihal langit, kursi dan 'arasy. Setelah melihat semua itu keyakinan Nabi Saw. terhadap keagungan Allah Swt dan kelemahan alam dihadapan keagungan-Nya semakin kuat. Pada gilirannya keyakinan seperti ini telah melahirkan kesadaran ruhani baru pada dirinya berupa kebijaksanaan (wisdom), ketentraman dan kebahagiaan.
Pada saat itu Nabi Saw. sudah mampu membedakan posisi Tuhan dan alam (manusia). Tuhan adalah sumber kebahagiaan, sementara alam sumber kesusahan dan kesengsaraan. Oleh karena itu menggantungkan semua harapan dan keinginan kepada-Nya akan mendatangkan kebahagiaan yang hakiki. Sebaliknya menggangtungkan semua harapan dan keinginan kepada alam akan mendatangkan kesengsaraan.
Kebahagian bertemu dan berdialog dengan Dzat yang dicintai dan mencintainya di Sidratul Muntaha tidak menyebabkan Nabi Saw. lupa akan tugas pokonya menebarkan rahmat Allah Swt. melalui dakwahnya. Hal tersebut dikarenakan, kebahagiaannya tersebut telah dibarengi dengan kebijaksanaan sehingga ia mampu membedakan persoalan pokok dengan cabang, prinsip dengan taktik, esensi dengan aksidensi serta alat dengan tujuan. Nabi Saw. sangat sadar bahwa kebahagian yang diperolehnya dalam Isra' dan Mi'raj bukan esensi dan tujuan utama Allah Swt. tetapi itu semua hanya alat untuk mempersiapkan kondisi jiwanya supaya bisa melaksanakan tugas yang lebih berat dari sebelum-sebelumnya. Oleh karena itu, ia meninggalkan kebahagiaan langit yang sedang dinikmatinya itu, kemudian turun ke bumi untuk berjibaku dengan realitas sosial yang penuh dengan tantangan dan penderitaan. Dengan demikian peristiwa isra' mi'raj Nabi Saw. tidak hanya memiliki makna individual tetapi juga memiliki makna sosial.
Disinilah letak perbedaan pengalaman keagamaan rasul dengan seorang sufi, terutama sufi falsafi. Pengalaman keagamaan rasul berdimensi individual dan sosial sedangkan pengalaman keagamaan sufi (mistik) lebih banyak berdimensi individual. Ketika seorang sufi mengalami fana, kondisi kejiwaannya hampir sama dengan kondisi kejiwaan Nabi Saw. ketika diisra' dan dimi'rajkan. Ia merasakan kebahagiaan yang luar biasa. Dirinya merasa menyatu dengan Allah Swt.. Ia hanyut dan mabuk dalam pelukan keindahan-Nya.
Pengalaman keagamaan seperti itu telah menyebabkan seorang sufi lupa akan diri dan lingkungannya. Kesadarannya bahwa ia bagian dari alam menjadi hilang. Ia menjadi tidak peduli lagi terhadap apa yang terjadi di lingkungan sekitarnya. Ia hanya asyik ma'syuk dengan perasaannya sendiri dan terus menyendiri dengan dzikir-dzikirnya. Akibatnya, walaupun ia berdzikir ribuan kali dan mendatangkan ketenangan jiwa, namun semua itu sama sekali tidak berpengaruh terhadap perilaku sosialnya. Semakin lama ia berdzikir semakin dalam masuk pada kesadaran dunia mistik. Semakin masuk ke dalam kesadaran dunia mistik, semakin jauh dari realitas kehidupan. Penomena seperti ini dapat menjelaskan perilaku sebagian sufi yang senang mengasingkan diri dari dunia nyata.
Bagaimana dengan Kita ?
Ketika Muhammad Saw. mendapat tantangan berat dalam dakwahnya, ia diundang Allah Swt. melalui peristiwa Isra' dan Mi'raj. Melalui peristiwa ini Allah Swt. mengobati luka hatinya, menghilangkan kesedihannya dan menghibur duka laranya. Akibatnya jiwanya menjadi fresh (segar) dan bahagia kembali. Dalam kondisi jiwa seperti ini kemudian ia kembali ke bumi malanjutkan tugas dakwahnya yaitu menebarkan rahmat Allah Swt. di muka bumi ini. Disinilah, seperti disebutkan di atas, Isra' Mi'raj tidak hanya memiliki makna individual tetapi juga memiliki makna sosial.
Ada pertanyaan, bagaimana bila yang mendapatkan hambatan dakwah itu kita? Bagaimana bila yang mendapat kesusahan dan penderitaan itu kita? Apakah bagi kita masih ada peluang diisra'kan dan dimi'rajkan seperti nabi Muhammad Saw? Jawabannya, tentu tidak mungkin. Lantas apa yang mesti dilakukan bila semua itu terjadi pada kita?
Shalat! Inilah jawaban yang diberikan oleh Nabi Saw.
Isra dan mi'raj adalah salah satu mu'jizat Nabi Muhammad Saw.. Artinya itu hanya diberikan kepadanya tidak mungkin diberikan kepada manusia biasa. Namun demikian, berdasarkan petunjuknya ada amalan bagi orang-orang yang beriman yang memiliki fungsi sama dengan Mi'raj yaitu ibadah shalat. "Shalat itu mi'rajnya orang yang beriman (ash-shalatu mi'rajul mu'minín)" sabdanya.
Shalat secara bahasa berarti do'a. Doa pada hakikatnya merupakan bentuk dialog antara manusia dengan Allah Swt.. Ketika seseorang shalat, hakekatnya ia sedang bertemu dan berdialog dengan Allah Swt.. Oleh karena itu secara hakiki fungsi shalat dan mi'raj sama yaitu bertemu dan berdialog dengan Allah Swt..
Shalat yang benar mesti menghasilkan buah yang sama dengan buah Isra' mi'raj yaitu kesadaran individual dan sosial.
Tujuan utama shalat menurut Al Quran adalah untuk berdzikir (mengingat) kepada Allah Swt (Q.S Thaha : 14). Dzikir atau shalat. bila dilakukan dengan khusyu' akan mendatangkan ketentraman jiwa dan kebahagiaan hidup (Q.S Ar-Ra'du :28; Al Mu'minun : 1-2). Namun demikian, keberhasilan shalat seseorang tidak hanya diukur dari ketenangan dan ketentraman jiwa saja, tetapi mesti dilihat pula pada atsar (bekas) perilaku sosialnya. Menurut Al Quran, shalat yang benar mesti dapat menumbuhkan berbagai macam kebajikan seperti tumbuhnya kesadaran berinfak dan berzakat, kemampuan menghidarkan diri dari perilaku yang sia-sia, kemampuan memelihara diri dari perbuatan zina dan kemampuan memelihara amanat baik dari Allah Swt. ataupun sesama manusia ( Al Mu'minun : 3-8).
Disamping itu, shalat yang benar mesti dapat mengobati sifat kikir dan keluh kesah serta mencegah perbuatan keji dan munkar (Q.S Al Ma'arij : 19-25 ; Al Ankabut: 45). Rasulallah Saw. menyatakan bahwa shalat yang tidak dapat mencegah perbuatan keji dan munkar tidak akan menambah apa-apa bagi mushalli (orang yang shalat) kecuali hanya semakin menjauhkan dirinya dari Allah Swt (H.R.Ahmad).
Shalat yang memiliki dimensi individual dan sosial adalah shalat yang dilakukan dengan khusyu' dan dáim (kontinu). Menurut Imam Al Ghazali, shalat khusyu' adalah shalat yang dilakukan dengan penuh kesadaran. Yaitu memahami apa yang diucapkan dalam shalat sehingga melahirkan perasaan ta'zhim (hormat), khauf (takut), harap (raja) dan haya (malu) terhadap Allah Swt.. Kesadaran ini disamping akan mendatangkan kebahagiaan, ketenangan dan ketentraman jiwa, juga akan mampu memotivasi mushalli untuk merealisasikan seluruh janji yang diucapkannya di dalam shalat ke dalam kehidupan sehari-hari. Wallah a'lam bi ash-shawwab.
keroncong- KAPTEN
-
Age : 70
Posts : 4535
Kepercayaan : Islam
Location : di rumah saya
Join date : 09.11.11
Reputation : 67
Re: hikmah di balik kisah isra' mi'raj
Kedunghalang wrote:SEGOROWEDI wrote:
mo OOT lagi..
Kata Yesus, akal kamu belum sanggup untuk menanggungnya (Yohanes 16:12-15).
tapedeh OOT mulu..
muhammad kan ngringkuk di masjid haram, gak kemana-mana
tapi dia sendiri yang ngaku tour ke langit 7
SEGOROWEDI- BRIGADIR JENDERAL
- Posts : 43894
Kepercayaan : Protestan
Join date : 12.11.11
Reputation : 124
Re: hikmah di balik kisah isra' mi'raj
SEGOROWEDI wrote:Kedunghalang wrote:SEGOROWEDI wrote:
mo OOT lagi..
Kata Yesus, akal kamu belum sanggup untuk menanggungnya (Yohanes 16:12-15).
tapedeh OOT mulu..
muhammad kan ngringkuk di masjid haram, gak kemana-mana
tapi dia sendiri yang ngaku tour ke langit 7
Selama kamu tidak percaya kepada firman TUHAN dalam Kitab Ulangan 18:18, maka sesungguhnya SEGO yang OOT.
Kedunghalang- LETNAN KOLONEL
-
Posts : 9081
Kepercayaan : Islam
Location : Bogor
Join date : 12.03.12
Reputation : 0
Re: hikmah di balik kisah isra' mi'raj
ul 18:18..
gak ada hubungannya dengan muhammad
apalagi soal tour ke langit 7
don't be OOT!
SEGOROWEDI- BRIGADIR JENDERAL
- Posts : 43894
Kepercayaan : Protestan
Join date : 12.11.11
Reputation : 124
Re: hikmah di balik kisah isra' mi'raj
SEGOROWEDI wrote:
ul 18:18..
gak ada hubungannya dengan muhammad
apalagi soal tour ke langit 7
don't be OOT!
Di thread sebelah banyak orang yang setuju dengan saya bahwa Ulangan 18:18 tertuju kepada Nabi Muhammad saw. Jika anda tidak setuju, maka anda harus memberikan argumentasi logis yang dapat membantahnya.
Kedunghalang- LETNAN KOLONEL
-
Posts : 9081
Kepercayaan : Islam
Location : Bogor
Join date : 12.03.12
Reputation : 0
Re: hikmah di balik kisah isra' mi'raj
dari antara suku-suku bangsa israel
seperti musa..
bukan suku arab
seperti musa..
bukan suku arab
SEGOROWEDI- BRIGADIR JENDERAL
- Posts : 43894
Kepercayaan : Protestan
Join date : 12.11.11
Reputation : 124
Re: hikmah di balik kisah isra' mi'raj
SEGOROWEDI wrote:dari antara suku-suku bangsa israel
seperti musa..
bukan suku arab
Nabi Muhammad saw itu keturunan Nabi Ismail as, sedangkan Bani Israil keturunan Nabi Ishak as. Nabi Ismail as dan Nabi Ishak as adalah dua putera Nabi Ibrahim as yang kepadanya Allah memberikan anak-cucu yang banyak di antara mereka menjadi Nabi/Rasul. Allah telah mengakhiri kenabian/kerasulan pada Bani Israil ketika Dia mengutus Nabi Isa / Yesus as, karena tidak ada seorang laki-laki Bani Israil pun yang layak menjadi bapak dari seorang Nabi dari antara mereka. Kemudian seorang Nabi dibangkitkan dari keturunan Nabi Ismail as (saudara tiri Nabi Ishak as) yang seperti Musa as, Allah menaruh firman-Nya pada mulut Nabi itu, dan dia hanya mengatakan apa yang dikatakan Allah kepadanya. (Ulangan 18:18). Ternyata Nabi yang dimaksud dalam Ulangan 18:18 adalah Nabi Muhammad saw sebagaimana dikonfirman dalam Al Qur'an, Surah Al Muzammil.
Kedunghalang- LETNAN KOLONEL
-
Posts : 9081
Kepercayaan : Islam
Location : Bogor
Join date : 12.03.12
Reputation : 0
Re: hikmah di balik kisah isra' mi'raj
'mereka' itu 12 suku-suku bangsa israel
seperti musa..
bukan suku bangsa lain apalagi arab
seperti musa..
bukan suku bangsa lain apalagi arab
SEGOROWEDI- BRIGADIR JENDERAL
- Posts : 43894
Kepercayaan : Protestan
Join date : 12.11.11
Reputation : 124
Re: hikmah di balik kisah isra' mi'raj
SEGOROWEDI wrote:'mereka' itu 12 suku-suku bangsa israel
seperti musa..
bukan suku bangsa lain apalagi arab
Dalam Bible cetakan lama tertulis "dari antara segala saudara mereka", tetapi karena para penulis Bible suka kutak-katik, jadi Bible cetakan sekarang tertulis "dari antara saudara mereka". Tapi, walau bagaimanapun, tetap saja tidak ada Nabi seperti yang dinubuatkan Musa as yang ciri-cirinya diuraikan dalam Ulangan 18:18, melainkan hanya Nabi Muhammad saw saja.
Kedunghalang- LETNAN KOLONEL
-
Posts : 9081
Kepercayaan : Islam
Location : Bogor
Join date : 12.03.12
Reputation : 0
Re: hikmah di balik kisah isra' mi'raj
ciri apalagi?
seperti musa, dari antara 12 suku bangsa israel
mosok pikinik ke arab?
SEGOROWEDI- BRIGADIR JENDERAL
- Posts : 43894
Kepercayaan : Protestan
Join date : 12.11.11
Reputation : 124
Re: hikmah di balik kisah isra' mi'raj
SEGOROWEDI wrote:
ciri apalagi?
seperti musa, dari antara 12 suku bangsa israel
mosok pikinik ke arab?
JUJUR (AL AMIN). Dia hanya menyampaikan apa yang dikatakan Allah kepadanya.
Kedunghalang- LETNAN KOLONEL
-
Posts : 9081
Kepercayaan : Islam
Location : Bogor
Join date : 12.03.12
Reputation : 0
Re: hikmah di balik kisah isra' mi'raj
mana ada di ul 18:18 ciri jujur?
jangan asal nyeplos!
SEGOROWEDI- BRIGADIR JENDERAL
- Posts : 43894
Kepercayaan : Protestan
Join date : 12.11.11
Reputation : 124
Re: hikmah di balik kisah isra' mi'raj
SEGOROWEDI wrote:
mana ada di ul 18:18 ciri jujur?
jangan asal nyeplos!
Kalimat "dia hanya menyampaikan apa yang dikatakan Allah kepadanya" dalam Ulangan 18:18 adalah ciri KEJUJURAN.
Kedunghalang- LETNAN KOLONEL
-
Posts : 9081
Kepercayaan : Islam
Location : Bogor
Join date : 12.03.12
Reputation : 0
Re: hikmah di balik kisah isra' mi'raj
emang ada nabi yang tidak jujur??
SEGOROWEDI- BRIGADIR JENDERAL
- Posts : 43894
Kepercayaan : Protestan
Join date : 12.11.11
Reputation : 124
Re: hikmah di balik kisah isra' mi'raj
SEGOROWEDI wrote:
emang ada nabi yang tidak jujur??
Tidak ada nabi yang kejujurannya dijelaskan sedemikian rupa oleh Allah, Tuhan Yang Maha Mengetahui di dalam Ulangan 18:18 dan An-Najm 53:4, kecuali Nabi Muhammad saw.
Kedunghalang- LETNAN KOLONEL
-
Posts : 9081
Kepercayaan : Islam
Location : Bogor
Join date : 12.03.12
Reputation : 0
Re: hikmah di balik kisah isra' mi'raj
Kedunghalang wrote:SEGOROWEDI wrote:
emang ada nabi yang tidak jujur??Tidak ada nabi yang kejujurannya dijelaskan sedemikian rupa oleh Allah, Tuhan Yang Maha Mengetahui di dalam Ulangan 18:18 dan An-Najm 53:4, kecuali Nabi Muhammad saw.
Kapan si jin goa hira ngomong??
Paling kata si Muhammad
cain- LETNAN DUA
-
Posts : 1408
Kepercayaan : Lain-lain
Location : Indonesia
Join date : 13.10.13
Reputation : 10
Re: hikmah di balik kisah isra' mi'raj
Himahnya ne kejadian.....
Daripada ngaku lagi ngamar (di rumah umi) mending bikin alibi luar biasa jalan2 ke syuuuurga sambil "nunggangi" buraq
Daripada ngaku lagi ngamar (di rumah umi) mending bikin alibi luar biasa jalan2 ke syuuuurga sambil "nunggangi" buraq
cain- LETNAN DUA
-
Posts : 1408
Kepercayaan : Lain-lain
Location : Indonesia
Join date : 13.10.13
Reputation : 10
Re: hikmah di balik kisah isra' mi'raj
cain wrote:Kedunghalang wrote:SEGOROWEDI wrote:
emang ada nabi yang tidak jujur??Tidak ada nabi yang kejujurannya dijelaskan sedemikian rupa oleh Allah, Tuhan Yang Maha Mengetahui di dalam Ulangan 18:18 dan An-Najm 53:4, kecuali Nabi Muhammad saw.
Kapan si jin goa hira ngomong??
Paling kata si Muhammad
Memangnya di dalam kepercayaan lain-lain tidak diajarkan sopan santun dalam berdiskusi yah?
Kedunghalang- LETNAN KOLONEL
-
Posts : 9081
Kepercayaan : Islam
Location : Bogor
Join date : 12.03.12
Reputation : 0
Re: hikmah di balik kisah isra' mi'raj
cain wrote:Himahnya ne kejadian.....
Daripada ngaku lagi ngamar (di rumah umi) mending bikin alibi luar biasa jalan2 ke syuuuurga sambil "nunggangi" buraq
Saya berharap Moderator mengambil tindakan tegas terhadap penganut Kepercayaan Lain-lain yang tidak tahu sopan santun ini.
Kedunghalang- LETNAN KOLONEL
-
Posts : 9081
Kepercayaan : Islam
Location : Bogor
Join date : 12.03.12
Reputation : 0
Re: hikmah di balik kisah isra' mi'raj
Kedunghalang wrote:Jagona wrote:Kedunghalang wrote:Jagona wrote:Kedunghalang wrote:Yang harus kita pahami tentang Mi'raj Nabi Muhammad saw adalah tentang pemandang ruhaniah atau kasysyaf dalam An-Najm 53:11/12 dimana Rasulullah saw melihatnya dengan mata hati/ruhaniah atau fuaad, bukan dengan mata jasmaniah, yang untuk hal itu orang-orang seperti kita belum nyampe, kecuali dengan mempelajari Surah Asy-Syura 42:51/52.
okey ......... anda keukeuh pada kasysyaf ......... satu pertanyaan lagi untuk anda : istilah linuriyahuu pada ayat 17/1, huu tersebut domir dari siapa ? ... keyAllah, Tuhan Yang Maha Mengetahui menjelaskan kepada kita dalam Al Israa' 17:60/61 bahwa israa' itu adalah perjalanan (dalam pandangan ru'ya/kasysyaf yang diperlihatkan Allah kepada) Nabi saw dari Masjidil Haram ke masjidil aqsha (masjid yang jauh) yang diberkati sekelilingnya atau barokna haulahu linuriyahuu supaya Allah memperlihatkan kepadanya sebagian dari Tanda-tanda-Nya. Jadi, dhomir hu dalam barokna haulahu linuriyahuu itu tertuju kepada masjidil aqsha/masjid yang jauh. Karena pada waktu itu Nabi Muhammad saw hijrah ke Madinah, maka yang dimaksud dengan masjidil aqsha itu adalah Masjid Nabawi di Madinah yang Dia (Allah) berkati sekelilingnya. Hal ini sudah saya jelaskan kepada anda sebelumnya, ketika anda menanyakan tentang barokna haulahu.
sekali lagi aku tegaskan bahwa ayat 17/60 tidak terkait dengan ayat 17/1 ...... jadi gak usah diulang-ulang ............... okey
Kedua ayat itu masih dalam koridor Surah Al Qur'an yang sama, yakni Al Israa', jadi bagaimana mungkin tidak terkait. Sementara anda, sama sekali, tidak memberikan dalil Qur'an dan Hadits yang dapat membantahnya.
hi hi hi .................. meskipun terdapat dalam satu surat (bani israil) tetap aja ayat 17/60 tidak ada kaitannya dengan ayat 17/1 demikian pula halnya ayat 42/51 ............ dah lah gak usah diulang-ulang ........................ dah
dalil quran yang membantahnya adalah ayat 17/1
Jagona wrote:Kedunghalang wrote:Jagona wrote:Kedunghalang wrote:Ya, saya hanya mengikut pemahaman umum tentang Israa' Miraj dalam satu malam. Sebetulnya, saya sudah menjelaskan bahwa Mi'raj dan Israa' itu adalah dua peristiwa yang berbeda waktu terjadinya dan masing-masing berdiri sendiri. Persamaan kedua peristiwa itu terjadi adalah berupa wahyu Allah dalam bentuk ru'ya / kasysyaf atau menurut Al Qur'an (Asy-Syura 42:51/52) disebut dari belakang tabir. Jadi, jika Mi'raj dan Israa' dipahami sebagai peristiwa fisik, maka selain bertentangan dengan Al Qur'an (An-Najm 53:11/12 dan Al Israa' 17:60/61) juga seperti mengkhayal atau dalam dongeng
itulah kelemahannya ...... maen telen aja pemahaman umum tanpa mau berusaha untuk menganalisa benar tidaknya pendapat umum tersebut dibandingkan dengan ayatnya sendiri ........ trus ayat 17/1 hanya mengenai mi'raj n.muhammad dari masjidil haraam ke masjidil aqsha (satu peristiwa) jangan di tambah-tambah, sebab dianggap mensdustakan ayat.
......... perjalanan fisik n.mhammad dalam mi'rajnya tidak bertentangan dengan quran .... sebab an-najm ;11 dan al-israa;60 bukan urusan mi'raj, .......... okeyLihat yang diwarnai biru, anda pun salah memahami kata mi'raj. Dalam Surah Al Israa' 17:1/2, rute dari Masjidil Haram ke masjidil aqsha itu adalah israa' (perjalanan ruhaniah di waktu malam), bukan mi'raj (kenaikan ruhaniah diwaktu malam). Rute mi'raj adalah dari Masjidil Haram ke Sidratul Muntaha yang waktu terjadinya dan rutenya berbeda dengan israa'. Jadi, jika israa' dipahami sebagai perjalanan secarfa fisik akan bertentangan dengan Al Israa' 17:60/61, dan jika mi'raj dipahami sebagai kenaikan secara fisik akan bertentangan dengan An-Najm 53:11/12.
hi hi hi ............. justru pikiran anda yang keliru ....... ayat 17/1, adalah mi'raj perjalanan nabi dari Masjidil Haraam di Mekah (Bumi) ke masjidil aqsha di Sidratul Muntaha (planet Muntaha) ........ jadi sebenarnya tidak ada israa yang ada "asroo-bi". ....... silakan anda cermatri se-cermat-cermatnya ........................ okey
Kembali anda berargumentasi tanpa ayat-ayat suci Al Qur'an dan/atau Hadits yang mendukung argumentasi anda.
hanya ayat 17/1 yang bicara mi'raj n.muhammad .......... Hadits ? ... gak ada hadits yang shoheh yang bicara mi'raj n.muhammad
Jagona- KAPTEN
-
Age : 78
Posts : 4039
Kepercayaan : Islam
Location : Banten
Join date : 08.01.12
Reputation : 18
Re: hikmah di balik kisah isra' mi'raj
Kedunghalang wrote:SEGOROWEDI wrote:
emang ada nabi yang tidak jujur??Tidak ada nabi yang kejujurannya dijelaskan sedemikian rupa oleh Allah, Tuhan Yang Maha Mengetahui di dalam Ulangan 18:18 dan An-Najm 53:4, kecuali Nabi Muhammad saw.
jadi..
kejujuran gak bisa untuk dalil
selain memang gak ada tertulis di ul 18:18
SEGOROWEDI- BRIGADIR JENDERAL
- Posts : 43894
Kepercayaan : Protestan
Join date : 12.11.11
Reputation : 124
Re: hikmah di balik kisah isra' mi'raj
SEGOROWEDI wrote:Kedunghalang wrote:SEGOROWEDI wrote:
emang ada nabi yang tidak jujur??Tidak ada nabi yang kejujurannya dijelaskan sedemikian rupa oleh Allah, Tuhan Yang Maha Mengetahui di dalam Ulangan 18:18 dan An-Najm 53:4, kecuali Nabi Muhammad saw.
jadi..
kejujuran gak bisa untuk dalil
selain memang gak ada tertulis di ul 18:18
Kesimpulan SEGO, kok S nya diganti dengan B?
Kedunghalang- LETNAN KOLONEL
-
Posts : 9081
Kepercayaan : Islam
Location : Bogor
Join date : 12.03.12
Reputation : 0
Re: hikmah di balik kisah isra' mi'raj
lha semua nabi katamu jujur?
berarti gak bisa dong dijadikan dalil buat si kelamin
piye to DUNG? ( 'dung'nya kok ditambahi 'U')
berarti gak bisa dong dijadikan dalil buat si kelamin
piye to DUNG? ( 'dung'nya kok ditambahi 'U')
SEGOROWEDI- BRIGADIR JENDERAL
- Posts : 43894
Kepercayaan : Protestan
Join date : 12.11.11
Reputation : 124
Re: hikmah di balik kisah isra' mi'raj
SEGOROWEDI wrote:lha semua nabi katamu jujur?
berarti gak bisa dong dijadikan dalil buat si kelamin
piye to DUNG? ( 'dung'nya kok ditambahi 'U')
Bukankah sudah tertulis di dalam Ulangan 18:18, bahwa "ia akan mengatakan kepada mereka segala yang Kuperintahkan kepadanya." Karena ia (Nabi Muhammad saw) mengatakan kepada sekalian manusia segala yang Allah, Tuhan Yang Maha Kuasa perintahkan kepadanya, maka Nabi Muhammad saw itu JUJUR.
Kejujuran Nabi Muhammad saw itu, selain diakui Allah dalam An-Najm 53:4, juga diakui oleh orang-orang di sekitar beliau saw ketika Allah belum mengutusnya sebagai Nabi. Sehingga, ketika Nabi Muhammad saw menceriterakan tentang pemandangan ruhani (kasysyaf/ru'ya) yang diperlihatkan Tuhan Yang Maha Kuasa ketika Nabi saw ber-Mi'raj (kenaikan di waktu malam) dari Masjidil Haram ke Sidratul Muntaha, dan ber-Israa' (perjalanan di waktu malam) dari Masjidil Haram ke masjidil aqsha (Baitul Maqdis di Yerusalem), maka banyak orang yang percaya, kecuali orang-orang kafir dan musyrik yang tidak menyukainya.
Hikmah Mi'raj adalah derajat tertinggi yang dianugerahkan Allah Tuhan Yang Maha Esa kepada Nabi Muhammad saw, yakni maqam syahadat LAA ILAAHA ILLALLAH, MUHAMMAD-AR-RASULULLAH, tidak ada seorang Nabi/Rasul Allah sebelum dan sesudah Nabi Muhammad saw yang memiliki derajat tertinggi seperti ini. Sedangkan hikmah Israa' adalah bahwa agama Islam akan tersebar ke masjidil aqsha atau masjid-masjid yang jauh di seluruh pelosok dunia. Dan, hal ini sudah terbukti melalui para Khalifah dan orang-orang Islam yang beriman dan beramal shaleh hingga sekarang.
Kedunghalang- LETNAN KOLONEL
-
Posts : 9081
Kepercayaan : Islam
Location : Bogor
Join date : 12.03.12
Reputation : 0
Re: hikmah di balik kisah isra' mi'raj
N.muhammad adalah orang yang sangat cerdas, mempunyai pandangan jauh ke depan ........ makanya dia tidak menceritakan mi'rajnya kepada siapapun ....... okey
Jagona- KAPTEN
-
Age : 78
Posts : 4039
Kepercayaan : Islam
Location : Banten
Join date : 08.01.12
Reputation : 18
Re: hikmah di balik kisah isra' mi'raj
Jagona wrote:
N.muhammad adalah orang yang sangat cerdas, mempunyai pandangan jauh ke depan ........ makanya dia tidak menceritakan mi'rajnya kepada siapapun ....... okey
Kalau Nabi Muhammad saw tidak menceritakan Mi'raj-nya kepada siapapun, maka tidak akan ada Al Qur'an dan Hadits, khususnya yang berkaitan dengan Mi'raj.
Kedunghalang- LETNAN KOLONEL
-
Posts : 9081
Kepercayaan : Islam
Location : Bogor
Join date : 12.03.12
Reputation : 0
Halaman 7 dari 12 • 1, 2, 3 ... 6, 7, 8 ... 10, 11, 12
Similar topics
» HIKMAH DARI KISAH PERJALANAN ISRA DAN MI’RAJ
» Isra - Miraj atau Miraj - Isra ?
» sejarah isra miraj
» Hari Isra Miraj, dua masjid dibakar di Inggris
» hikmah di balik musibah
» Isra - Miraj atau Miraj - Isra ?
» sejarah isra miraj
» Hari Isra Miraj, dua masjid dibakar di Inggris
» hikmah di balik musibah
Halaman 7 dari 12
Permissions in this forum:
Anda tidak dapat menjawab topik