FORUM LASKAR ISLAM
welcome
Saat ini anda mengakses forum Laskar Islam sebagai tamu dimana anda tidak mempunyai akses penuh turut berdiskusi yang hanya diperuntukkan bagi member LI. Silahkan REGISTER dan langsung LOG IN untuk dapat mengakses forum ini sepenuhnya sebagai member.

sejarah pengumpulan mushaf Qur'an Follow_me
@laskarislamcom

Terima Kasih
Salam Admin LI


Join the forum, it's quick and easy

FORUM LASKAR ISLAM
welcome
Saat ini anda mengakses forum Laskar Islam sebagai tamu dimana anda tidak mempunyai akses penuh turut berdiskusi yang hanya diperuntukkan bagi member LI. Silahkan REGISTER dan langsung LOG IN untuk dapat mengakses forum ini sepenuhnya sebagai member.

sejarah pengumpulan mushaf Qur'an Follow_me
@laskarislamcom

Terima Kasih
Salam Admin LI
FORUM LASKAR ISLAM
Would you like to react to this message? Create an account in a few clicks or log in to continue.

sejarah pengumpulan mushaf Qur'an

Topik sebelumnya Topik selanjutnya Go down

sejarah pengumpulan mushaf Qur'an Empty sejarah pengumpulan mushaf Qur'an

Post by darussalam Tue Jan 03, 2012 12:45 am

Kita bisa membagi sejarah pengumlpulan Al-Qur'an menjadi tiga periode:



a. Pengumpulan dalam Arti Penulisannya pada Masa Nabi

Rasullullah telah mengangkat para penulis wahyu Qur'an dari sahabat-sahabat terkemuka, seperti Ali, Muawiyah, 'Ubai bin K'ab dan Zaid bin Sabit, bila ayat turun ia memerintahkan mereka menulisnya dan menunjukkan tempat ayat tersebut dalam surah, sehingga penulisan pada lembar itu membantu penghafalan di dalam hati. Disamping itu sebagian sahabatpun menuliskan Qur'an yang turun itu atas kemauan mereka sendiri, tanpa diperintah oleh nabi; mereka menuliskannya pada pelepah kurma , lempengan batu, daun lontar, kulit atau daun kayu, pelana, potongan tulang belulang binatang. Zaid bin Sabit, "Kami menyusun Qur'an dihadapan Rasulullah pada kulit binatang."

Jibril membacakan Qur'an kepada Rasulullah pada malam-malam bulan Ramadan setiap tahunnya. Abdullah bin Abbas berkata, "Rasulullah adalah orang paling pemurah, dan puncak kemurahan pada bulan Ramadan, ketika ia ditemui oleh Jibril. Ia ditemui oleh Jibril setiap malam; Jibril membacakan Qur'an kepadanya, dan ketika Rasulullah ditemui oleh Jibril itu ia sangat pemurah sekali. Para sahabat senantiasa menyodorkan Qur'an kepada Rasulullah baik dalam bentuk hafalan maupun tulisan."

Tulisan-tulisan Qur'an pada masa Nabi tidak terkumpul dalam satu mushaf; yang ada pada seseorang belum tentu dimiliki orang lain. Para ulama telah menyampaikan bahwa segolongan dari mereka, di antaranya Ali bin Abi Thalib, Muaz bin Jabal, Ubai bin Ka'ab, Zaid bin Sabit dan Abdullah bin Mas'ud telah menghafalkan seluruh isi Qur'an di masa Rasulullah. Dan mereka menyebutkan pula bahwa Zaid bin Sabit adalah orang yang terakhir kali membacakan Qur'an di hadapan Nabi, diantara mereka yang disebutkan di atas.

Rasulullah berpulang ke rahmatullah di saat Qur'an telah dihafal dan tertulis dalam mushaf dengan susunan seperti disebutkan diatas; ayat-ayat dan surah-surah dipisah-pisahkan, atau diterbitkan ayat-ayatnya saja dan setiap surah berada dalam satu lembar secara terpisah dalam tujuh huruf. Tetapi Qur'an belum dikumpulkan dalam satu mushaf yang menyuruh (lengkap). Bila wahyu turun, segeralah dihafal oleh para qurra dan ditulis para penulis; tetapi pada saat itu belum diperlukan membukukannya dalam satu mushaf, sebab Nabi masih selalu menanti turunnya wahyu dari waktu ke waktu.

Disamping itu terkadang pula terdapat ayat yang menasikh (menghapuskan) sesuatu yang turun sebelumnya. Susunan atau tertib penulisan Qur'an itu tidak menurut tertib nuzulnya, tetapi setiap ayat yang turun dituliskan ditempat penulisan sesuai dengan petunjuk Nabi- ia menjelaskan bahwa ayat anu harus diletakkan dalam surah anu. Andaikata (pada masa Nabi) Qur'an itu seluruhnya dikumpulkan di antara dua sampul dalam satu mushaf, hal yang demikian tentu akan membawa perubahan bila wahyu turun lagi. Az-Zarkasyi berkata, "Qur'an tidak dituliskan dalam satu mushaf pada zaman Nabi agar ia tidak berubah pada setiap waktu. Oleh sebab itu, penulisannya dilakukan kemudian sesudah Qur'an turun semua, yaitu dengan wafatnya Rasulullah."

Dengan pengertian inilah ditafsirkan apa yang diriwayatkan dari Zaid bin Sabit yang mengatakan, "Rasulullah telah wafat sedang Qur'an belum dikumpulkan sama sekali." Maksudnya ayat-ayat dalam surah-surahnya belum dikumpulkan secara tertib dalam satu mushaf. Al-Katabi berkata, "Rasulullah tidak mengumpulkan Qur'an dalam satu mushaf itu karena ia senantiasa menunggu ayat nasikh terhadap sebagian hukum-hukum atau bacaannya. Sesudah berakhir masa turunnya dengan wafatnya Rasululah, maka Allah mengilhamkan penulisan mushaf secara lengkap kepada para Khulafaurrasyidin sesuai dengan janjinya yang benar kepada umat ini tentang jaminan pemeliharaannya . Dan hal ini terjadi pertama kalinya pada masa Abu Bakar atas pertimbangan usulan Umar."

Pengumpulan Qur'an dimasa Nabi ini dinamakan: a) penghafalan, dan b) pembukuan yang pertama.



b. Pengumpulan Qur'an pada Masa Abu Bakar

Abu Bakar menjalankan urusan islam sesudah Rasulullah. Ia dihadapkan kepada peristiwa-peristiwa besar berkenaan dengan kemurtadan sebagian orang Arab. Karena itu ia segera menyiapkan pasukan dan mengirimkannya untuk memerangi orang-orang yang murtad itu. Peperangan Yamamah yang terjadi pada tahun 12 H melibatkan sejumlah besar sahabat yang hafal Qur'an. Dalam peperangan ini tujuh puluh qari dari para sahabat gugur. Umar bin Khatab merasa sangat kuatir melihat kenyataan ini, lalu ia menghadap Abu Bakar dan mengajukan usul kepadanya agar mengumpulkan dan membukukan Qur'an karena dikhawatirkan akan musnah, sebab peperangan Yamamah telah banyak membunuh para qarri'.

Abu Bakar menolak usulan itu dan berkeberatan melakukan apa yang tidak pernah dilakukan oleh Rasulullah. Tetapi Umar tetap membujuknya, sehingga Allah membukakan hati Abu Bakar untuk menerima usulan Umar tersebut, kemudian Abu Bakar nenerintahkan Zaid bin Sabit, mengingat kedudukannya dalam qiraat, penulisan pemahaman dan kecerdasannya, serta kehadirannya pada pembacaan yang terakhir kali. Abu Bakar menceritakan kepadanya kekhawatiran dan usulan Umar. Pada mulanya Zaid menolak seperti halnya Abu Bakar sebelum itu. Keduanya lalu bertukar pendapat, sampai akhirnya Zaid dapat menerima dengan lapang dada perintah penulisan Qur'an itu. Zaid bin Sabit melalui tugasnya yang berat ini dengan bersadar pada hafalan yang ada dalam hati para qurra dan catatan yang ada pada para penulis. Kemudian lembaran-lembaran (kumpulan) itu disimpan ditangan Abu Bakar. Setelah ia wafat pada tahun 13 H, lembaran-lembaran itu berpindah ke tangan Umar dan tetap berada ditangannya hingga ia wafat. Kemudian mushaf itu berpindah ketangan Hafsah putri Umar. Pada permulaan kekalifahan Usman, Usman memintanya dari tangan Hafsah.


c. Pengumpulan ini dinamakan pengumpulan kedua. Pengumpulan Qur'an pada masa Usman.
Penyebaran Islam bertambah dan para qurra pun tersebar di berbagai wilayah, dan penduduk disetiap wilayah itu mempelajari qira'at (bacaan) dari qari yang dikirim kepada mereka. Cara-cara pembacaan (qiraat) Qur'an yang mereka bawakan berbeda-beda sejalan dengan perbedaan 'huruf ' yang dengannya Qur'an diturunkan. Apa bila mereka berkumpul disuatu pertemuan atau disuatu medan peperangan, sebag ian mereka merasa heran dengan adanya perbedaan qiraat ini. Terkadang sebagian mereka merasa puas, karena mengetahui bahwa perbedaan-perbedaan itu semuanya disandarkan kepada Rasulullah. Tetapi keadaan demikian bukan berarti tidak akan menyusupkan keraguan kepada generasi baru yang tidak melihat Rasulullah sehingga terjadi pembicaraan bacaan mana yang baku dan mana yang lebih baku. Dan pada gilirannya akan mnimbulkan saling bertentangan bila terus tersiar. Bahkan akan menimbulkan permusuhan dan perbuatan dosa. Fitnah yang demikian ini harus segera diselesaikan.

Ketika terjadi perang Armenia dan Azarbaijan dengan penduduk Iraq, diantara orang yang ikut menyerbu kedua tempat itu ialah Huzaifah bin al-Yaman. Ia banyak melihat perbedaan dalam cara-cara membaca Qyr'an. Sebagian bacaan itu bercampur dengan kesalahan; tetapi masing-masing memepertahankan dan berpegang pada bacaannya, serta menentang setiap orang yang menyalahi bacaannya dan bahkan mereka saling mengkafirkan. Melihat kenyataan demikian Huzaifah segara menghadap Usman dan melaporkan kepadanya apa yang telah dilihatnya. Usman juga memberitahukan kepada Huzaifah bahwa sebagian perbedaan itu pun akan terjadi pada orang-orang yang mengajarkan Qiraat pada anak-anak. Anak-anak itu akan tumbuh, sedang diantara mereka terdapat perbedaan dalam qiraat. Para sahabat amat memprihatinkan kenyataan ini karena takut kalau-kalau perbedaan itu akan menimbulkan penyimpangan dan perubahan. Mereka bersepakat untuk menyalin lembaran-lembaran yang pertama yang ada pada Abu Bakar dan menyatukan umat islam pada lembaran-lembaran itu dengan bacaan tetap pada satu huruf.

Usman kemudian mengirimkan utusan kepada Hafsah (untuk meminjamkan mushaf Abu Bakar yang ada padanya) dan Hafsah pun mengirimkan lembaran-lembaran itu kepadanya. Kemudian Usman memanggil Zaid bin Sabit al-Ansari, Abdullah bin Zubair, Said bin 'As, dan Abdurrahman bin Haris bin Hisyam. Ketiga orang terkahir ini adalah orang Quraisy, lalu memerintahkan mereka agar menyalin dan memperbanyak mushaf, serta memerintahkan pula agar apa yang diperselisihkan Zaid dengan ketiga orang quraisy itu ditulis dalam bahasa Quraisy, karena Qur'an turun dengan logat mereka.

Dari Anas, bahwa Huzaifah bin al-Yaman datang kepada Usman, ia pernah ikut berperang melawan penduduk Syam bagian Armenia dan Azarbaijan bersama dengan penduduk Iraq. Huzaifah amat terkejut dengan perbedaan mereka dalam bacaan, lalu ia berkata kepada Usman, "Selamatkanlah umat ini sebelum mereka terlibat dalam perselisihan (dalam masalah kitab) sebagaimana perselisihan orang-orang yahudi dan nasrani." Usman kemudian mengirim surat kepada Hafsah yang isinya, "Sudilah kiranya anda kirimkan lemgbaran-lembaran yang berisi Qur'an itu, kami akan menyalinnya menjadi beberapa mushaf, setelah itu kami akan mengembalikannya." Hafsah mengirimkannya kepada Usman, dan Usman memerintahkan Zaid bin Sabit, Abdullah bin Zubair, Sa'ad bin 'As dan Abdurrahman bin Haris bin Hisyam untuk menyalinnya.

Mereka pun menyalinnya menjadi beberapa mushaf. Usman berkata kepada ketiga orang Quraisy itu, "Bila kamu berselisih pendapat dengan Zaid bin Sabit tentang sesuatu dari Qur'an, maka tulislah dengan logat Quraisy karena qur'an diturunkan dengan bahasa Quraisy."

Mereka melakukan perintah itu. Setelah mereka selesai menyalinnya menjadi beberapa mushaf, Usman mengembalikan lembaran-lembaran asli itu kepada Hafsah. Kemudian Usman mengirimkan kesetiap wilayah mushaf baru tersebut dan memerintahkan agar semua Qur'an atau mushaf lainnya dibakar. Zaid berkata, "Ketika kami menyalin mushaf, saya teringat akan satu ayat dari surah al-Ahzab yang pernah aku dengar dibacakan oleh Rasulullah; maka kami mencarinya, dan aku dapatkan pada Khuzaimah bin Sabit al-Ansari, ayat itu ialah:

'Di antara orang-orang mu'min itu ada orang-orang yang menepati apa yang telah mereka janjikan kepada Allah.' (al-Ahzab: 23)

lalu kami tempatkan ayat ini pada surah tersebut dalam mushaf."

Berbagai atsar atau keterangan para sahabat menunjukkan bahwa perbedaan cara membaca itu tidak saja mengejutkan Huzaifah, tetapi juga mengejutkan para sahabat yang lain. Dikatakan oleh Ibn Jarir: 'Ya'kub bin Ibrahim berkata kepadaku: Ibn 'Ulyah menceritakan kepadaku: Ayyub mengatakan kepadaku: bahwa Abu Qalabah berkata: Pada masa kekahlifahan Usman telah terjadi seorang guru qiraat mengajarkan qiraat seseorang, dan guru qiraat lain mengajarkan qiraat pada orang lain. Dua kelompok anak-anak yang belajar qiraat itu suatu ketika bertemu dan mereka berselisih, dan hal demikian ini menjalar juga kepada guru-guru tersebut.' Kata A yyub: aku tidak mengetahui kecuali ia berkata: 'sehingga mereka saling mengkafirkan satu sama lain karena perbedaan qiraat itu,' dan hal itu akhirnya sampai pada khalifah Usman. Maka ia berpidato: 'Kalian yang ada di hadapanku telah berselisih paham dan salah dalam membaca Qur'an. Penduduk yang jauh dari kami tentu lebih besar lagi perselisihan dan kesalahannya. Bersatulah wahai sahabat-sahabat Muhammad, tulislah untuk semua orang satu imam (mushaf Qur'an pedoman) saja!'

Abu Qalabah berkata: Anas bin Malik bercerita kepadaku, katanya : 'aku adalah salah seorang di antara mereka yang disuruh menuliskan,' kata Abu Qalanbah: Terkadang mereka berselisih tentang satu ayat, maka mereka menanyakan kepada seseorang yang telah menerimnya dari Rasulullah. Akan tetapi orang tadi mungkin tengah berada di luar kota, sehingga mereka hanya menuliskan apa yang sebelum dan yang sesudah serta memniarkan tempat letaknya, sampai orang itu datang atau dipanggil. Ketika penulisan mushaf telah selesai, Kahlifah Usman menulis surat kepada semua penduduk daerah yang sisinya: 'Aku telah melakukan yang demikian dan demikian. Aku telah menghapuskan apa yang ada padaku, maka hapuskanlah apa yang ada padamu.'

Ibn Asytah meriwayatkan melalui Ayyub dari Abu Qalabah, keterangan yang sama. Dan Ibn Hajar menyebutkan dalam al-Fath bahwa Ibn Abu Daud telah meriwayatkannya pula melalui Abu Qalabah dalam al-Masahif.

Suwaid bin Gaflah berkata: 'Ali mengatakan: 'Katakanlah segala yang baik tentang Usman. Demi Allah apa yang telah dilakukannya mengenai mushaf-mushaf Qur'an sudah atas persetujuan kami. Usman berkata : 'Bagaimana pendapatmu tentang qiraat ini? Saya mendapat berita bahwa sebagian mereka mengatakan bahwa qiraatnya lebih baik dari qiraat orang lain. Ini telah mendekati kekafiran. Kami berkata: 'Bagaimana penadapatmu? Ia menjawab: 'Aku berpendapat agar manusia bersatu pada satu mushaf, sehingga tidak terjadi lagi perpecahan dan perselisihan, kami berkata: Baik sekali pendapatmu itu.

Keterangan ini menunjukkan bahwa apa yang dilakukan Usman itu telah disepakati oleh para sahabat. Mushaf-mushaf itu ditulis dengan satu huruf (dialek) dari tujuh huruf Qur'an seperti yang diturunkan agar orang bersatu dalam satu qiraat. Dan Usman telah mengembalikan lembaran-lembaran yang asli kepada Hafsah, lalu dikirimkannya pula pada setiap wilayah yaitu masing-masing satu mushaf. Dan ditahannya satu mushaf untuk di Madinah, yaitu mushafnya sendiri yang dikenal dengan nama "mushaf Imam".

Penamaan mushaf itu sesuai dengan apa yang terdapat dalam riwayat-riwayat dimana ia mengatakan: " Bersatulah wahai umat-umat Muhammad, dan tulislah untuk semua orang satu imam (mushaf Qur'an pedoman)." Kemudian ia memerintahkan untuk membakar mushaf yang selain itu. Umatpun menerima perintah dengan patuh, sedang qiraat dengan enam huruf lainnya ditingalkan. Keputusan ini tidak salah, sebab qiraat dengan tujuh huruf itu tidak wajib. Seandainya Rasulullah mewajibkan qiraat dengan tujuh huruf itu semua, tentu setiap huruf harus disampaikan secara mutawatir sehingga menjadi hujjah. Tetapi mereka tidak melakukannya. Ini menunjukkan bahwa qiraat dengan tujuh huruf itu termasuk dalam katergori keringanan. Dan bahwa yang wajib ialah menyampaikan sebagian dari ketujuh huruf tersebut secara mutawatir dan inilah yang terjadi.

Ibn Jarir mengatakan berkenaan dengan apa yang telah dilakukan oleh Usman: 'Ia menyatukan umat islam dengan satu mushaf dan satu huruf, sedang mushaf yang lain disobek. Ia memerintahkan dengan tegas agar setiap orang yang mempunyai mushaf "berlainan" dengan mushaf yang disepakati itu membakar mushaf tersebut, umatpun mendukungnya dengan taat dan mereka melihat bahwa dengan bagitu Usman telah bertindak sesuai dengan petunjuk dan sangat bijaksana. Meka umat meninggalkan qiraat dengan enam huruf lainnya sesuai dengan permintaan pemimpinnya yang adil itu; sebagai bukti ketaatan umat kepadanya dan karena pertimbangan demi kebaikan mereka dan generasi sesudahnya. Dengan demikian segala qiraat yang lain sudah dimusnahkan dan bekas-bekasnya juga sudah tidak ada. Sekarang sudah tidak ada jalan bagi orang yang ingin membaca dengan ketujuh huruf itu dan kaum muslimin juga telah menolak qiraat dengan huruf-huruf yang lain tanpa mengingkari kebenarannya atau sebagian dari padanya, tetapi hal itu bagi kebaikan kaum muslimin itu sendiri. Dan sekarang tidak ada lagi qiraat bagi kaum muslimin selain qiraat dengan satu huruf yang telah dipilih olah imam mereka yang bijaksana dan tulus hati itu. Tidak ada lagi qiraat dengan enam huruf lainya.

Apa bila sebagian orang lemah pengetahuan berkata: Bagaimana mereka boleh meninggalkan qiraat yang telah dibacakan oleh Rasulullah dan diperintahkan pula membaca dengan cara itu? maka jawabnya ialah: 'Sesungguhnya perintah Rasulullah kepada mereka untuk membacanya itu bukanlah perintah yang menunjukkan wajib dan fardu, tetapi menunjukkan kebolehan dan keringanan (rukshah). Sebab andaikata qiraat dengan tujuh huruf itu diwajibkan kepada mereka, tentulah pengetahuan tentang setiap huruf dari ketujuh huruf itu wajib pula bagi orang yang mempunyai hujjah untuk menyampaikannya, bertanya harus pasti dan keraguan harus dihilangkan dari para qari. Dan karena mereka tidak menyampaikan hal tersebut, maka ini merupakan bukti bahwa dalam masalah qiraat mereka boleh memilih, sesudah adanya orang yang menyampaikan Qur'an di kalangan umat yang penyampaiannya menjadi hujjah bagi sebagian ketujuh huruf itu.

Jika memang demikian halnya maka mereka tidak dipandang telah meninggalkan tugas menyampaikan semua qiraat yang tujuh tersebut, yang menjadi kewajiban bagi mereka untuk menyampaikannya. Kewajiban mereka ialah apa yang sudah mereka kerjakan itu. Karena apa yang telah mereka lakukan tersebut ternyata sangat berguna bagi Islam dan kaum muslimin. Oleh karena itu menjalankan apa yang menjadi kewajiban mereka sendiri lebih utama dari pada melakukan sesuatu yang malah akan lebih merupakan bencana terhadap islam dan pemeluknya dari pada menyelamatkannya."


d. Perbedaan antara Pengumpulan Abu Bakar dengan Usman

Dari teks-teks di atas jelaslah bahwa pengumpulan (mushaf oleh) Abu Bakar berbeda dengan pengumpulam yang dilakukan Usman dalam motif dan caranya. Motif Abu Bakar adalah kekhawatiran beliau akan hilangnya Qur'an karena banyaknya para huffaz yang gugur dalam peperangan yang banyak menelan korban dari para qari. Sedang motif Usman dalam mengumpulkan Qur'an ialah karena banyaknya perbedaan dalam cara-cara membaca Qur'an yang disaksikannnya sendiri di daerah-daerah dan mereka saling menyalahkan antara satu dengan yang lain.

Pengumpulan Qur'an yang dilakukan Abu Bakar ialah memindahkan satu tulisan atau catatan Qur'an yang semula bertebaran di kulit-kulit binatang, tulang, dan pelepah kurma, kemudian dikumpulkan dalam satu mushaf, dengan ayat-ayat dan surah-surahnya yang tersusun serta terbatas dalam satu mushaf, dengan ayat-ayat dan surah-surahnya serta terbatas dengan bacaan yang tidak dimansukh dan tidak mencakup ketujuh huruf sebagaimana ketika Qur'an itu diturunkan.

Sedangkan pengumpulan yang dilakukan Usman adalah menyalinnya menjadi satu huruf diantar ketujuh huruf itu, untuk mempersatukan kaum muslimin dalam satu mushaf dan satu huruf yang mereka baca tanpa keenam huruf lainnya. Ibnut Tin dan yang lain mengatakan: "Perbedaan antara pengumpulan Abu Bakar dan Usmanialah bahwa pengumpulan yang dilakukan Abu Bakar disebabkan oleh kekawatiran akan hilangnya sebagian Qur'an karena kematian para penghafalnya, sebab ketika itu Qur'an belum terkumpul disatu tempat. Lalu Abu Bakar mengumpulkannya dalam lembaran-lembaran dengan menertibkan ayat-ayat dan surahnya. Sesuatu dengan petunjuk Rasulullah kepada mereka. Sedang pengumpulam Usman sebabnya banyaknya perbedaan dalam hal qiraat, sehingga mereka membacanya menurut logat mereka masing-masing dengan bebas dan ini menyebabkan timbulnya sikap saling menyalahkan, karena kawatir akan timbul bencana, Usman segera memerintahkan menyalin lembaran-lembaran itu dalam satu mushaf dengan menertibkan surah-surahnya dan membatasinya hanya pada bahasa quraisy saja dengan alasan bahwa qur'an diturunkan dengan bahasa mereka (quraisy). Sekalipun pada mulanya memang diizinkan membacanya dengan bahasa selain quraisy guna menghindari kesulitan. Dan menurutnya keperluan demikian ini sudah berakhir, karena itulah ia membatasinya hanya pada satu logat saja. Al-Haris al-Muhasibi mengatakan: "Yang masyhur di kalangan orang banyak ialah bahwa pengumpul Qur'an itu Usman. Pada hal sebenarnya tidak demikian, Usman hanyalah berusaha menyatukan umat pada satu macam (wajah) qiraat, itupun atas dasar kesepakatan antara dia dengan kaum muhajirin dan anshar yang hadir dihadapannya.serta setelah ada kekhawatiran timbulnya kemelut karena perbedaan yang terjadi karena penduduk Iraq dengan Syam dalam cara qiraat. Sebelum itu mushaf-mushaf itu dibaca dengan berbagai macam qiraat yang didasarkan pada tujuh huruf dengan mana Qur'an diturunkan. Sedang yang lebih dahulu mengumpulkan Qur'an secara keseluruhan (lengkap) adalah Abu Bakar as-Sidiq."

Dengan usahanya itu Usman telah berhasil menghindarkan timbulnya fitnah dan mengikis sumber perselisihan serta menjaga isi Qur'an dari penambahan dan penyimpangan sepanjang zaman.
darussalam
darussalam
Co-Administrator
Co-Administrator

Male
Posts : 411
Kepercayaan : Islam
Location : Brunei Darussalam
Join date : 25.11.11
Reputation : 10

Kembali Ke Atas Go down

sejarah pengumpulan mushaf Qur'an Empty Re: sejarah pengumpulan mushaf Qur'an

Post by SEGOROWEDI Tue Jan 03, 2012 4:29 pm

mari kita rekonstruksi..

ayat/ayat-ayat apa pada sura apa yang pertama turun?
siapa yang menghafal dan menulis?
bukti tulisannya mana?
avatar
SEGOROWEDI
BRIGADIR JENDERAL
BRIGADIR JENDERAL

Posts : 43894
Kepercayaan : Protestan
Join date : 12.11.11
Reputation : 124

Kembali Ke Atas Go down

sejarah pengumpulan mushaf Qur'an Empty sejarah pengumpulan mushaf Qur'an

Post by barabasmurtad Thu Jan 05, 2012 3:35 pm

darussalam wrote:Kita bisa membagi sejarah pengumlpulan Al-Qur'an menjadi tiga periode:



a. Pengumpulan dalam Arti Penulisannya pada Masa Nabi

Rasullullah telah mengangkat para penulis wahyu Qur'an dari sahabat-sahabat terkemuka, seperti Ali, Muawiyah, 'Ubai bin K'ab dan Zaid bin Sabit, bila ayat turun ia memerintahkan mereka menulisnya dan menunjukkan tempat ayat tersebut dalam surah, sehingga penulisan pada lembar itu membantu penghafalan di dalam hati. Disamping itu sebagian sahabatpun menuliskan Qur'an yang turun itu atas kemauan mereka sendiri, tanpa diperintah oleh nabi; mereka menuliskannya pada pelepah kurma , lempengan batu, daun lontar, kulit atau daun kayu, pelana, potongan tulang belulang binatang. Zaid bin Sabit, "Kami menyusun Qur'an dihadapan Rasulullah pada kulit binatang."

Jibril membacakan Qur'an kepada Rasulullah pada malam-malam bulan Ramadan setiap tahunnya. Abdullah bin Abbas berkata, "Rasulullah adalah orang paling pemurah, dan puncak kemurahan pada bulan Ramadan, ketika ia ditemui oleh Jibril. Ia ditemui oleh Jibril setiap malam; Jibril membacakan Qur'an kepadanya, dan ketika Rasulullah ditemui oleh Jibril itu ia sangat pemurah sekali. Para sahabat senantiasa menyodorkan Qur'an kepada Rasulullah baik dalam bentuk hafalan maupun tulisan."

Tulisan-tulisan Qur'an pada masa Nabi tidak terkumpul dalam satu mushaf; yang ada pada seseorang belum tentu dimiliki orang lain. Para ulama telah menyampaikan bahwa segolongan dari mereka, di antaranya Ali bin Abi Thalib, Muaz bin Jabal, Ubai bin Ka'ab, Zaid bin Sabit dan Abdullah bin Mas'ud telah menghafalkan seluruh isi Qur'an di masa Rasulullah. Dan mereka menyebutkan pula bahwa Zaid bin Sabit adalah orang yang terakhir kali membacakan Qur'an di hadapan Nabi, diantara mereka yang disebutkan di atas.

Rasulullah berpulang ke rahmatullah di saat Qur'an telah dihafal dan tertulis dalam mushaf dengan susunan seperti disebutkan diatas; ayat-ayat dan surah-surah dipisah-pisahkan, atau diterbitkan ayat-ayatnya saja dan setiap surah berada dalam satu lembar secara terpisah dalam tujuh huruf. Tetapi Qur'an belum dikumpulkan dalam satu mushaf yang menyuruh (lengkap). Bila wahyu turun, segeralah dihafal oleh para qurra dan ditulis para penulis; tetapi pada saat itu belum diperlukan membukukannya dalam satu mushaf, sebab Nabi masih selalu menanti turunnya wahyu dari waktu ke waktu.

Disamping itu terkadang pula terdapat ayat yang menasikh (menghapuskan) sesuatu yang turun sebelumnya. Susunan atau tertib penulisan Qur'an itu tidak menurut tertib nuzulnya, tetapi setiap ayat yang turun dituliskan ditempat penulisan sesuai dengan petunjuk Nabi- ia menjelaskan bahwa ayat anu harus diletakkan dalam surah anu. Andaikata (pada masa Nabi) Qur'an itu seluruhnya dikumpulkan di antara dua sampul dalam satu mushaf, hal yang demikian tentu akan membawa perubahan bila wahyu turun lagi. Az-Zarkasyi berkata, "Qur'an tidak dituliskan dalam satu mushaf pada zaman Nabi agar ia tidak berubah pada setiap waktu. Oleh sebab itu, penulisannya dilakukan kemudian sesudah Qur'an turun semua, yaitu dengan wafatnya Rasulullah."

Dengan pengertian inilah ditafsirkan apa yang diriwayatkan dari Zaid bin Sabit yang mengatakan, "Rasulullah telah wafat sedang Qur'an belum dikumpulkan sama sekali." Maksudnya ayat-ayat dalam surah-surahnya belum dikumpulkan secara tertib dalam satu mushaf. Al-Katabi berkata, "Rasulullah tidak mengumpulkan Qur'an dalam satu mushaf itu karena ia senantiasa menunggu ayat nasikh terhadap sebagian hukum-hukum atau bacaannya. Sesudah berakhir masa turunnya dengan wafatnya Rasululah, maka Allah mengilhamkan penulisan mushaf secara lengkap kepada para Khulafaurrasyidin sesuai dengan janjinya yang benar kepada umat ini tentang jaminan pemeliharaannya . Dan hal ini terjadi pertama kalinya pada masa Abu Bakar atas pertimbangan usulan Umar."

Pengumpulan Qur'an dimasa Nabi ini dinamakan: a) penghafalan, dan b) pembukuan yang pertama.



b. Pengumpulan Qur'an pada Masa Abu Bakar

Abu Bakar menjalankan urusan islam sesudah Rasulullah. Ia dihadapkan kepada peristiwa-peristiwa besar berkenaan dengan kemurtadan sebagian orang Arab. Karena itu ia segera menyiapkan pasukan dan mengirimkannya untuk memerangi orang-orang yang murtad itu. Peperangan Yamamah yang terjadi pada tahun 12 H melibatkan sejumlah besar sahabat yang hafal Qur'an. Dalam peperangan ini tujuh puluh qari dari para sahabat gugur. Umar bin Khatab merasa sangat kuatir melihat kenyataan ini, lalu ia menghadap Abu Bakar dan mengajukan usul kepadanya agar mengumpulkan dan membukukan Qur'an karena dikhawatirkan akan musnah, sebab peperangan Yamamah telah banyak membunuh para qarri'.

Abu Bakar menolak usulan itu dan berkeberatan melakukan apa yang tidak pernah dilakukan oleh Rasulullah. Tetapi Umar tetap membujuknya, sehingga Allah membukakan hati Abu Bakar untuk menerima usulan Umar tersebut, kemudian Abu Bakar nenerintahkan Zaid bin Sabit, mengingat kedudukannya dalam qiraat, penulisan pemahaman dan kecerdasannya, serta kehadirannya pada pembacaan yang terakhir kali. Abu Bakar menceritakan kepadanya kekhawatiran dan usulan Umar. Pada mulanya Zaid menolak seperti halnya Abu Bakar sebelum itu. Keduanya lalu bertukar pendapat, sampai akhirnya Zaid dapat menerima dengan lapang dada perintah penulisan Qur'an itu. Zaid bin Sabit melalui tugasnya yang berat ini dengan bersadar pada hafalan yang ada dalam hati para qurra dan catatan yang ada pada para penulis. Kemudian lembaran-lembaran (kumpulan) itu disimpan ditangan Abu Bakar. Setelah ia wafat pada tahun 13 H, lembaran-lembaran itu berpindah ke tangan Umar dan tetap berada ditangannya hingga ia wafat. Kemudian mushaf itu berpindah ketangan Hafsah putri Umar. Pada permulaan kekalifahan Usman, Usman memintanya dari tangan Hafsah.


c. Pengumpulan ini dinamakan pengumpulan kedua. Pengumpulan Qur'an pada masa Usman.
Penyebaran Islam bertambah dan para qurra pun tersebar di berbagai wilayah, dan penduduk disetiap wilayah itu mempelajari qira'at (bacaan) dari qari yang dikirim kepada mereka. Cara-cara pembacaan (qiraat) Qur'an yang mereka bawakan berbeda-beda sejalan dengan perbedaan 'huruf ' yang dengannya Qur'an diturunkan. Apa bila mereka berkumpul disuatu pertemuan atau disuatu medan peperangan, sebag ian mereka merasa heran dengan adanya perbedaan qiraat ini. Terkadang sebagian mereka merasa puas, karena mengetahui bahwa perbedaan-perbedaan itu semuanya disandarkan kepada Rasulullah. Tetapi keadaan demikian bukan berarti tidak akan menyusupkan keraguan kepada generasi baru yang tidak melihat Rasulullah sehingga terjadi pembicaraan bacaan mana yang baku dan mana yang lebih baku. Dan pada gilirannya akan mnimbulkan saling bertentangan bila terus tersiar. Bahkan akan menimbulkan permusuhan dan perbuatan dosa. Fitnah yang demikian ini harus segera diselesaikan.

Ketika terjadi perang Armenia dan Azarbaijan dengan penduduk Iraq, diantara orang yang ikut menyerbu kedua tempat itu ialah Huzaifah bin al-Yaman. Ia banyak melihat perbedaan dalam cara-cara membaca Qyr'an. Sebagian bacaan itu bercampur dengan kesalahan; tetapi masing-masing memepertahankan dan berpegang pada bacaannya, serta menentang setiap orang yang menyalahi bacaannya dan bahkan mereka saling mengkafirkan. Melihat kenyataan demikian Huzaifah segara menghadap Usman dan melaporkan kepadanya apa yang telah dilihatnya. Usman juga memberitahukan kepada Huzaifah bahwa sebagian perbedaan itu pun akan terjadi pada orang-orang yang mengajarkan Qiraat pada anak-anak. Anak-anak itu akan tumbuh, sedang diantara mereka terdapat perbedaan dalam qiraat. Para sahabat amat memprihatinkan kenyataan ini karena takut kalau-kalau perbedaan itu akan menimbulkan penyimpangan dan perubahan. Mereka bersepakat untuk menyalin lembaran-lembaran yang pertama yang ada pada Abu Bakar dan menyatukan umat islam pada lembaran-lembaran itu dengan bacaan tetap pada satu huruf.

Usman kemudian mengirimkan utusan kepada Hafsah (untuk meminjamkan mushaf Abu Bakar yang ada padanya) dan Hafsah pun mengirimkan lembaran-lembaran itu kepadanya. Kemudian Usman memanggil Zaid bin Sabit al-Ansari, Abdullah bin Zubair, Said bin 'As, dan Abdurrahman bin Haris bin Hisyam. Ketiga orang terkahir ini adalah orang Quraisy, lalu memerintahkan mereka agar menyalin dan memperbanyak mushaf, serta memerintahkan pula agar apa yang diperselisihkan Zaid dengan ketiga orang quraisy itu ditulis dalam bahasa Quraisy, karena Qur'an turun dengan logat mereka.

Dari Anas, bahwa Huzaifah bin al-Yaman datang kepada Usman, ia pernah ikut berperang melawan penduduk Syam bagian Armenia dan Azarbaijan bersama dengan penduduk Iraq. Huzaifah amat terkejut dengan perbedaan mereka dalam bacaan, lalu ia berkata kepada Usman, "Selamatkanlah umat ini sebelum mereka terlibat dalam perselisihan (dalam masalah kitab) sebagaimana perselisihan orang-orang yahudi dan nasrani." Usman kemudian mengirim surat kepada Hafsah yang isinya, "Sudilah kiranya anda kirimkan lemgbaran-lembaran yang berisi Qur'an itu, kami akan menyalinnya menjadi beberapa mushaf, setelah itu kami akan mengembalikannya." Hafsah mengirimkannya kepada Usman, dan Usman memerintahkan Zaid bin Sabit, Abdullah bin Zubair, Sa'ad bin 'As dan Abdurrahman bin Haris bin Hisyam untuk menyalinnya.

Mereka pun menyalinnya menjadi beberapa mushaf. Usman berkata kepada ketiga orang Quraisy itu, "Bila kamu berselisih pendapat dengan Zaid bin Sabit tentang sesuatu dari Qur'an, maka tulislah dengan logat Quraisy karena qur'an diturunkan dengan bahasa Quraisy."

Mereka melakukan perintah itu. Setelah mereka selesai menyalinnya menjadi beberapa mushaf, Usman mengembalikan lembaran-lembaran asli itu kepada Hafsah. Kemudian Usman mengirimkan kesetiap wilayah mushaf baru tersebut dan memerintahkan agar semua Qur'an atau mushaf lainnya dibakar. Zaid berkata, "Ketika kami menyalin mushaf, saya teringat akan satu ayat dari surah al-Ahzab yang pernah aku dengar dibacakan oleh Rasulullah; maka kami mencarinya, dan aku dapatkan pada Khuzaimah bin Sabit al-Ansari, ayat itu ialah:

'Di antara orang-orang mu'min itu ada orang-orang yang menepati apa yang telah mereka janjikan kepada Allah.' (al-Ahzab: 23)

lalu kami tempatkan ayat ini pada surah tersebut dalam mushaf."

Berbagai atsar atau keterangan para sahabat menunjukkan bahwa perbedaan cara membaca itu tidak saja mengejutkan Huzaifah, tetapi juga mengejutkan para sahabat yang lain. Dikatakan oleh Ibn Jarir: 'Ya'kub bin Ibrahim berkata kepadaku: Ibn 'Ulyah menceritakan kepadaku: Ayyub mengatakan kepadaku: bahwa Abu Qalabah berkata: Pada masa kekahlifahan Usman telah terjadi seorang guru qiraat mengajarkan qiraat seseorang, dan guru qiraat lain mengajarkan qiraat pada orang lain. Dua kelompok anak-anak yang belajar qiraat itu suatu ketika bertemu dan mereka berselisih, dan hal demikian ini menjalar juga kepada guru-guru tersebut.' Kata A yyub: aku tidak mengetahui kecuali ia berkata: 'sehingga mereka saling mengkafirkan satu sama lain karena perbedaan qiraat itu,' dan hal itu akhirnya sampai pada khalifah Usman. Maka ia berpidato: 'Kalian yang ada di hadapanku telah berselisih paham dan salah dalam membaca Qur'an. Penduduk yang jauh dari kami tentu lebih besar lagi perselisihan dan kesalahannya. Bersatulah wahai sahabat-sahabat Muhammad, tulislah untuk semua orang satu imam (mushaf Qur'an pedoman) saja!'

Abu Qalabah berkata: Anas bin Malik bercerita kepadaku, katanya : 'aku adalah salah seorang di antara mereka yang disuruh menuliskan,' kata Abu Qalanbah: Terkadang mereka berselisih tentang satu ayat, maka mereka menanyakan kepada seseorang yang telah menerimnya dari Rasulullah. Akan tetapi orang tadi mungkin tengah berada di luar kota, sehingga mereka hanya menuliskan apa yang sebelum dan yang sesudah serta memniarkan tempat letaknya, sampai orang itu datang atau dipanggil. Ketika penulisan mushaf telah selesai, Kahlifah Usman menulis surat kepada semua penduduk daerah yang sisinya: 'Aku telah melakukan yang demikian dan demikian. Aku telah menghapuskan apa yang ada padaku, maka hapuskanlah apa yang ada padamu.'

Ibn Asytah meriwayatkan melalui Ayyub dari Abu Qalabah, keterangan yang sama. Dan Ibn Hajar menyebutkan dalam al-Fath bahwa Ibn Abu Daud telah meriwayatkannya pula melalui Abu Qalabah dalam al-Masahif.

Suwaid bin Gaflah berkata: 'Ali mengatakan: 'Katakanlah segala yang baik tentang Usman. Demi Allah apa yang telah dilakukannya mengenai mushaf-mushaf Qur'an sudah atas persetujuan kami. Usman berkata : 'Bagaimana pendapatmu tentang qiraat ini? Saya mendapat berita bahwa sebagian mereka mengatakan bahwa qiraatnya lebih baik dari qiraat orang lain. Ini telah mendekati kekafiran. Kami berkata: 'Bagaimana penadapatmu? Ia menjawab: 'Aku berpendapat agar manusia bersatu pada satu mushaf, sehingga tidak terjadi lagi perpecahan dan perselisihan, kami berkata: Baik sekali pendapatmu itu.

Keterangan ini menunjukkan bahwa apa yang dilakukan Usman itu telah disepakati oleh para sahabat. Mushaf-mushaf itu ditulis dengan satu huruf (dialek) dari tujuh huruf Qur'an seperti yang diturunkan agar orang bersatu dalam satu qiraat. Dan Usman telah mengembalikan lembaran-lembaran yang asli kepada Hafsah, lalu dikirimkannya pula pada setiap wilayah yaitu masing-masing satu mushaf. Dan ditahannya satu mushaf untuk di Madinah, yaitu mushafnya sendiri yang dikenal dengan nama "mushaf Imam".

Penamaan mushaf itu sesuai dengan apa yang terdapat dalam riwayat-riwayat dimana ia mengatakan: " Bersatulah wahai umat-umat Muhammad, dan tulislah untuk semua orang satu imam (mushaf Qur'an pedoman)." Kemudian ia memerintahkan untuk membakar mushaf yang selain itu. Umatpun menerima perintah dengan patuh, sedang qiraat dengan enam huruf lainnya ditingalkan. Keputusan ini tidak salah, sebab qiraat dengan tujuh huruf itu tidak wajib. Seandainya Rasulullah mewajibkan qiraat dengan tujuh huruf itu semua, tentu setiap huruf harus disampaikan secara mutawatir sehingga menjadi hujjah. Tetapi mereka tidak melakukannya. Ini menunjukkan bahwa qiraat dengan tujuh huruf itu termasuk dalam katergori keringanan. Dan bahwa yang wajib ialah menyampaikan sebagian dari ketujuh huruf tersebut secara mutawatir dan inilah yang terjadi.

Ibn Jarir mengatakan berkenaan dengan apa yang telah dilakukan oleh Usman: 'Ia menyatukan umat islam dengan satu mushaf dan satu huruf, sedang mushaf yang lain disobek. Ia memerintahkan dengan tegas agar setiap orang yang mempunyai mushaf "berlainan" dengan mushaf yang disepakati itu membakar mushaf tersebut, umatpun mendukungnya dengan taat dan mereka melihat bahwa dengan bagitu Usman telah bertindak sesuai dengan petunjuk dan sangat bijaksana. Meka umat meninggalkan qiraat dengan enam huruf lainnya sesuai dengan permintaan pemimpinnya yang adil itu; sebagai bukti ketaatan umat kepadanya dan karena pertimbangan demi kebaikan mereka dan generasi sesudahnya. Dengan demikian segala qiraat yang lain sudah dimusnahkan dan bekas-bekasnya juga sudah tidak ada. Sekarang sudah tidak ada jalan bagi orang yang ingin membaca dengan ketujuh huruf itu dan kaum muslimin juga telah menolak qiraat dengan huruf-huruf yang lain tanpa mengingkari kebenarannya atau sebagian dari padanya, tetapi hal itu bagi kebaikan kaum muslimin itu sendiri. Dan sekarang tidak ada lagi qiraat bagi kaum muslimin selain qiraat dengan satu huruf yang telah dipilih olah imam mereka yang bijaksana dan tulus hati itu. Tidak ada lagi qiraat dengan enam huruf lainya.

Apa bila sebagian orang lemah pengetahuan berkata: Bagaimana mereka boleh meninggalkan qiraat yang telah dibacakan oleh Rasulullah dan diperintahkan pula membaca dengan cara itu? maka jawabnya ialah: 'Sesungguhnya perintah Rasulullah kepada mereka untuk membacanya itu bukanlah perintah yang menunjukkan wajib dan fardu, tetapi menunjukkan kebolehan dan keringanan (rukshah). Sebab andaikata qiraat dengan tujuh huruf itu diwajibkan kepada mereka, tentulah pengetahuan tentang setiap huruf dari ketujuh huruf itu wajib pula bagi orang yang mempunyai hujjah untuk menyampaikannya, bertanya harus pasti dan keraguan harus dihilangkan dari para qari. Dan karena mereka tidak menyampaikan hal tersebut, maka ini merupakan bukti bahwa dalam masalah qiraat mereka boleh memilih, sesudah adanya orang yang menyampaikan Qur'an di kalangan umat yang penyampaiannya menjadi hujjah bagi sebagian ketujuh huruf itu.

Jika memang demikian halnya maka mereka tidak dipandang telah meninggalkan tugas menyampaikan semua qiraat yang tujuh tersebut, yang menjadi kewajiban bagi mereka untuk menyampaikannya. Kewajiban mereka ialah apa yang sudah mereka kerjakan itu. Karena apa yang telah mereka lakukan tersebut ternyata sangat berguna bagi Islam dan kaum muslimin. Oleh karena itu menjalankan apa yang menjadi kewajiban mereka sendiri lebih utama dari pada melakukan sesuatu yang malah akan lebih merupakan bencana terhadap islam dan pemeluknya dari pada menyelamatkannya."


d. Perbedaan antara Pengumpulan Abu Bakar dengan Usman

Dari teks-teks di atas jelaslah bahwa pengumpulan (mushaf oleh) Abu Bakar berbeda dengan pengumpulam yang dilakukan Usman dalam motif dan caranya. Motif Abu Bakar adalah kekhawatiran beliau akan hilangnya Qur'an karena banyaknya para huffaz yang gugur dalam peperangan yang banyak menelan korban dari para qari. Sedang motif Usman dalam mengumpulkan Qur'an ialah karena banyaknya perbedaan dalam cara-cara membaca Qur'an yang disaksikannnya sendiri di daerah-daerah dan mereka saling menyalahkan antara satu dengan yang lain.

Pengumpulan Qur'an yang dilakukan Abu Bakar ialah memindahkan satu tulisan atau catatan Qur'an yang semula bertebaran di kulit-kulit binatang, tulang, dan pelepah kurma, kemudian dikumpulkan dalam satu mushaf, dengan ayat-ayat dan surah-surahnya yang tersusun serta terbatas dalam satu mushaf, dengan ayat-ayat dan surah-surahnya serta terbatas dengan bacaan yang tidak dimansukh dan tidak mencakup ketujuh huruf sebagaimana ketika Qur'an itu diturunkan.

Sedangkan pengumpulan yang dilakukan Usman adalah menyalinnya menjadi satu huruf diantar ketujuh huruf itu, untuk mempersatukan kaum muslimin dalam satu mushaf dan satu huruf yang mereka baca tanpa keenam huruf lainnya. Ibnut Tin dan yang lain mengatakan: "Perbedaan antara pengumpulan Abu Bakar dan Usmanialah bahwa pengumpulan yang dilakukan Abu Bakar disebabkan oleh kekawatiran akan hilangnya sebagian Qur'an karena kematian para penghafalnya, sebab ketika itu Qur'an belum terkumpul disatu tempat. Lalu Abu Bakar mengumpulkannya dalam lembaran-lembaran dengan menertibkan ayat-ayat dan surahnya. Sesuatu dengan petunjuk Rasulullah kepada mereka. Sedang pengumpulam Usman sebabnya banyaknya perbedaan dalam hal qiraat, sehingga mereka membacanya menurut logat mereka masing-masing dengan bebas dan ini menyebabkan timbulnya sikap saling menyalahkan, karena kawatir akan timbul bencana, Usman segera memerintahkan menyalin lembaran-lembaran itu dalam satu mushaf dengan menertibkan surah-surahnya dan membatasinya hanya pada bahasa quraisy saja dengan alasan bahwa qur'an diturunkan dengan bahasa mereka (quraisy). Sekalipun pada mulanya memang diizinkan membacanya dengan bahasa selain quraisy guna menghindari kesulitan. Dan menurutnya keperluan demikian ini sudah berakhir, karena itulah ia membatasinya hanya pada satu logat saja. Al-Haris al-Muhasibi mengatakan: "Yang masyhur di kalangan orang banyak ialah bahwa pengumpul Qur'an itu Usman. Pada hal sebenarnya tidak demikian, Usman hanyalah berusaha menyatukan umat pada satu macam (wajah) qiraat, itupun atas dasar kesepakatan antara dia dengan kaum muhajirin dan anshar yang hadir dihadapannya.serta setelah ada kekhawatiran timbulnya kemelut karena perbedaan yang terjadi karena penduduk Iraq dengan Syam dalam cara qiraat. Sebelum itu mushaf-mushaf itu dibaca dengan berbagai macam qiraat yang didasarkan pada tujuh huruf dengan mana Qur'an diturunkan. Sedang yang lebih dahulu mengumpulkan Qur'an secara keseluruhan (lengkap) adalah Abu Bakar as-Sidiq."

Dengan usahanya itu Usman telah berhasil menghindarkan timbulnya fitnah dan mengikis sumber perselisihan serta menjaga isi Qur'an dari penambahan dan penyimpangan sepanjang zaman.

SAYA SEORANG MURID YESUS, JADI SAYA HANYA BISA MEN COPAS TENTANG SEJARAH PENGUMPULAN MUSHAF ALQURAN:

1. KLAIM HEBAT MUSLIM
Muslim senantiasa menyatakan bahwa :
• Al-Qur’an yang sekarang adalah sama persis dengan apa yang diterima oleh nabi SAW.
•Telah dihafalkan dengan sempurna oleh sangat banyak sahabat-sahabat nabi SAW.
• Tidak pernah ada kesalahan dalam penulisannya
• sangat cermat dalam penyusunannya

Apakah klaim tersebut benar? Ataukah hanya perwujutan keimanan yang membuta saja?

Uniknya jika dibaca dari tulisan-tulisan ulama-ulama kuno, justru hal yang sebaliknya yang terjadi yaitu :
• banyak bagian qur’an yang telah hilang
• banyak sahabat yang terlupakan ayat-ayat quran

2. QUR’AN SAAT MUHAMMAD MENINGGAL
2.1. QUR’AN BELUM DIKUMPULKAN.

Laporan sumber-sumer tradisi Islam tentang pengumpulan qur’an menyatakan bahwa qur’an belum dikumpulkan dalam satu mushaf hingga setelah nabi SAW meninggal ditahun 11 H / 632 M.
2.2. QUR’AN SUDAH DIKUMPULKAN
Namun laporan ini ternyata berseberangan dengan beberapa laporan yang mengindikasikan bahwa nabi SAW telah mengumpulkan satu quran selama hidupnya. Kemungkinan terbesar adalah saat tahun-tahun awalnya di Madina.
Diriwayatkan bahwa nabi SAW pernah berkata kepada Ali : “Hai Ali, al-Qur’an ada dibelakang tempat tidurku, (tertulis) di atas suhuf, sutera dan kertas. Ambil dan kumpulkanlah. ……… Ali menuju ketempat itu dan membungkus bahan-bahan tersebut dengan kain berwarna kuning

Jika Al-Qur’an yang dikumpulkan sendiri oleh nabi SAW ini memang ada, tampaknya sudah ikut dimusnahkan oleh Usman karena tidak ada catatan ulama kuno mengenai keberadaan Qur’an kumpulan dari nabi SAW ini. Kalau ini yang terjadi sungguh sangat berani Usman.

3. PENCATATAN AL-QUR’AN
Dikisahkan pencatat-pencatat wahyu biasa mencatat dengan cepat ayat-ayat segera setelah nabi SAW menerima wahyu dan mendiktekannya. Yang lain biasa menghafalkannya, dan ada juga yang mencatat di bahan-bahan yang seadanya yang tersedia. Pakar-pakar yang mendukung pandangan bahwa qur’an belum dikumpulkan beralasan karena saat itu nabi SAW masih hidup sehingga selalu ada kemungkinan ayat-ayat tambahan, ayat-ayat yang dihapuskan, penempatan ayat-ayat yang dirubah.

Alasan ini terasa sangat janggal. Al-Qur’an diturunkan dalam unit-unit wahyu yang jumlahnya hanya beberapa ayat setiap turun (ada yang berpendapat setiap turun 5 ayat, 10 ayat dll) dan isinya tentang satu permasalahan tertentu, sehingga :
• Kalau ada penambahan ayat tidaklah mungkin akan ditambahkan diantara satu unit wahyu karena itu akan sangat mengacak kontinuitas pesan dalam 1 unit wahyu tersebut.
• Kalau toh ada ayat yang dibatalkan / dihapuskan tidaklah mungkin akan menghapus misalkan 2 ayat saja dari 1 unit wahyu / pesan yang terdiri dari misalkan 5 ayat karena akan sangat merusak pesan yang akan disampaikan. Namun kalau toh ini terjadi, sebetulnya juga tidak ada masalah karena nabi SAW cukup menyuruh mencoret saja ayat –ayat yang dihapuskan tersebut.
• Kalau toh ada ayat yang dipindah tempat tidaklah mungkin memindah 1 atau 2 ayat saja dari 1 unit wahyu yang berisi pesan tertentu. Tidak masuk akal jika orang membaca 1 kesatuan ayat yang misalkan terdiri dari 5 ayat harus melompat sana melompat sini.

Lagipula penulisan Qur’an kan tidak langsung dijilid rapi seperti buku melainkan 1 unit wahyu ditulis dalam gulungan sendiri-sendiri sehingga jika terjadi revisi dapat dilakukan :
• Jika ada penambahan ayat-ayat, cukup dituliskan dalam gulungan terpisah dan kemudian disisipkan diantara gulungan yang ada ditempat yang ditentukan oleh Allah SWT
• Jika ada 1 unit wahyu ayat yang dibatalkan cukup diambil saja 1 gulungan unit wahyu tersebut dan dimusnahkan
• Jika ada ayat-ayat tertentu saja dalam 1 unit wahyu dibatalkan cukup dicoret saja ayat-ayat yang dibatalkan tersebut, Gulungan tetap diposisikan ditempat semula
• Jika ada 1 unit wahyu yang dipindah tempat tinggal pindahkan saja gulungan yang berisi unit wahyu tersebut ke tempat barunya.
Jadi, sebetulnya Al-Qur'an bisa dibukukan pada saat nabi SAW hidup!
Semua tulisan-tulisan yang ada belum dapat dikatakan mushaf yang lengkap. Banyak orang yang telah menghafalkan sebagian besar qur’an, yang mereka ulang-ulang saat berdoa dan mereka diktekan kepada sahabat-sahabat mereka. Selama nabi masih hidup, tidak diperlukan keberadaan satu kitab.

4. PENGUMPULAN PERTAMA
4.1 ALASAN PENGUMPULAN

Namun keadaan ini berubah setelah nabi SAW meninggal ditambah dengan kejadian-kejadian yang menimpa muslim saat itu. Kisah yang terekam dalam laporan adalah sbb :
Dua tahun setelah nabi SAW meninggal, muslim terlibat dalam pertempuran berdarah di Yamama. Banyak penghafal qur’an yang meninggal.

SAYA KIRA CUKUP SEKIAN DULU COPASAN SAYA KIRANYA BISA MENJADI BAHAN PERTIMBANGAN ANDA
avatar
barabasmurtad
SERSAN MAYOR
SERSAN MAYOR

Age : 79
Posts : 408
Kepercayaan : Protestan
Location : bandung
Join date : 26.11.11
Reputation : 5

Kembali Ke Atas Go down

sejarah pengumpulan mushaf Qur'an Empty Re: sejarah pengumpulan mushaf Qur'an

Post by Penyaran Tue Jan 24, 2012 5:37 pm

@atas

Halo bro barabasmurtad, saya lihat Anda punya acc di FFI. Bisa minta tolong untuk mengabulkan permintaan saya yg satu ini : https://laskarislam.indonesianforum.net/t1285-ada-apa-dengan-posting-di-ffi#7215

dan juga

Saya mengundang Anda kesini: https://laskarislam.indonesianforum.net/t1281-tantangan-mobil-bmw
avatar
Penyaran
LETNAN SATU
LETNAN SATU

Male
Posts : 2559
Join date : 03.01.12
Reputation : 115

Kembali Ke Atas Go down

sejarah pengumpulan mushaf Qur'an Empty Re: sejarah pengumpulan mushaf Qur'an

Post by Admin Tue Mar 13, 2012 1:44 pm

SEGOROWEDI wrote:mari kita rekonstruksi..

ayat/ayat-ayat apa pada sura apa yang pertama turun?
siapa yang menghafal dan menulis?
bukti tulisannya mana?

-QS AL-'Alaq 1-5
-Utamanya yang menghafal adalah Baginda Rasulullah yang bilamana datang Bulan Romadhon Malaikat Jibril datang setiap harinya untuk memantapkan hafalannya, untuk Penulisnya ada beberapa nama dan mereka semua adalah orang2 yg dekat dengan Nabi salah satunya ialah Zaid bin Sabit...
-Saya tidak tahu pasti apakah ada, namun sejarahnya sesuai dengan peradaban masyarakat waktu itu yg belum mengenal alat tulis menulis, maka media yg digunakan dalam menuliskan Firman2 Allah tersebut misalnya adalah pelepah kurma, tulang2 ataupun batu2 yg pipih...



Ada dua pengertian yg merujuk kepada kandungan makna jam’u Al-Quran (pengumpulan al-Quran), yaitu :

Pertama :
Kata pengumpulan dalam arti penghafalannya di dalam lubuk hati, sehingga orang-orang yang hafal Al-Quran disebut jumma’u al- Quran atau huffadz al-Quran.

Kedua :
Kata pengumpulan dalam arti penulisannya, yakni perhimpunan seluruh Al-Quran dalam bentuk tulisan, yang memisahkan masing-masing ayat dan surah, atau hanya mengatur susunan ayat-ayat Al-Quran saja dan mengatur susunan semua ayat dan surah di dalam beberapa shahifah yang kemudian disatukan sehingga menjadi suatu koleksi yang merangkum semua surah yang sebelumnya telah disusun satu demi satu.

Terhadap kedua pengertian pengumpulan di atas dipahami dari firman Allah
dalam surat al-Qiyamah ayat 17 :


إن علینا جمعه وقرأنه فإذا قرأناه فاتبع قرأنه

Artinya : “Sesungguhnya atas tanggungan Kamilah untuk mengumpulkannya (di dadamu) dan (membuatmu pandai) membacanya”.

Dan juga firman-Nya dalam surat al-Hijr ayat 9 :

إنّانحن نزّلنا الذّكر وإنّاله لها لحافظون

Artinya : “Sesungguhnya Kamilah yang menurunkan al-Dzikra (Al-Quran), dan sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya”.
Admin
Admin
Administrator
Administrator

Male
Posts : 1100
Kepercayaan : Islam
Location : Tanah Melayu
Join date : 03.08.11
Reputation : 55

https://laskarislam.indonesianforum.net

Kembali Ke Atas Go down

sejarah pengumpulan mushaf Qur'an Empty Re: sejarah pengumpulan mushaf Qur'an

Post by Sponsored content


Sponsored content


Kembali Ke Atas Go down

Topik sebelumnya Topik selanjutnya Kembali Ke Atas

- Similar topics

Permissions in this forum:
Anda tidak dapat menjawab topik