FORUM LASKAR ISLAM
welcome
Saat ini anda mengakses forum Laskar Islam sebagai tamu dimana anda tidak mempunyai akses penuh turut berdiskusi yang hanya diperuntukkan bagi member LI. Silahkan REGISTER dan langsung LOG IN untuk dapat mengakses forum ini sepenuhnya sebagai member.

Memaknai Idul Fitri (mari berdiskusi) Follow_me
@laskarislamcom

Terima Kasih
Salam Admin LI


Join the forum, it's quick and easy

FORUM LASKAR ISLAM
welcome
Saat ini anda mengakses forum Laskar Islam sebagai tamu dimana anda tidak mempunyai akses penuh turut berdiskusi yang hanya diperuntukkan bagi member LI. Silahkan REGISTER dan langsung LOG IN untuk dapat mengakses forum ini sepenuhnya sebagai member.

Memaknai Idul Fitri (mari berdiskusi) Follow_me
@laskarislamcom

Terima Kasih
Salam Admin LI
FORUM LASKAR ISLAM
Would you like to react to this message? Create an account in a few clicks or log in to continue.

Memaknai Idul Fitri (mari berdiskusi)

Topik sebelumnya Topik selanjutnya Go down

Muslim-Zone Memaknai Idul Fitri (mari berdiskusi)

Post by dee-nee Fri Jul 08, 2016 2:11 pm

@teman2 muslim

saya belum bisa membuat teori atau uraian apapun tentang bagaimana seorang muslim memaknai Idul Fitri
garis besarnya sudah ada di kepala ... tapi masih ragu2 karena ilmu saya yang kurang mumpuni dan butuh diskusi dengan teman2 muslim lainnya


saya ambil artikel ini dulu

https://almanhaj.or.id/1149-makna-idul-fihtriadlha.html

Makna Idul Fihtri/Adlha

Oleh
Al-Ustadz Abdul Hakim bin Amir Abdat

Pada setiap kali menjelang Idul Fithri seperti sekarang ini (Ramadhan 1412H) atau tepat pada hari rayanya, seringkali kita mendengar dari para Khatib (penceramah/muballigh) di mimbar menerangkan, bahwa Idul Fithri itu maknanya -menurut persangkaan mereka- ialah “Kembali kepada Fitrah”, Yakni : Kita kembali kepada fitrah kita semula (suci) disebabkan telah terhapusnya dosa-dosa kita.


Penjelasan mereka di atas, adalah batil baik ditinjau dari jurusan lughoh/bahasa ataupun Syara’/Agama. Kesalahan mana dapat kami maklumi -meskipun umat tertipu- karena memang para khatib tersebut (tidak semuanya) tidak punya bagian sama sekali dalam bahasan-bahasan ilmiyah. Oleh karena itu wajiblah bagi kami untuk menjelaskan yang haq dan yang haq itulah yang wajib dituruti Insya Allahu Ta’ala.


Kami berkata.

Pertama : “Adapun kesalahan mereka menurut lughoh/bahasa, ialah bahwa lafadz Fithru/ Ifthaar”(فطر / افطار ) artinya menurut bahasa : Berbuka (yakni berbuka puasa jika terkait dengan puasa). Jadi Idul Fithri artinya “Hari Raya berbuka Puasa”. Yakni kita kembali berbuka (tidak puasa lagi) setelah selama sebulan kita berpuasa. Sedangkan “Fitrah” tulisannya sebagai berikut (فطرة ) dan bukan (فطر )”.

Kedua : “Adapun kesalahan mereka menurut Syara’ telah datang hadits yang menerangkan bahwa “Idul Fithri” itu ialah “Hari Raya Kita Kembali Berbuka Puasa”.

عَنْ اَبِى هُرَيْرَةَ : أَنْ رَسُوْلُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ : اَلصَّوْمُ يَوْمُ تَصُوْمُوْنَ، وَالْفِطْرُ يَوْمَ تُفْطِرُوْنَ وَاْلأَضْحَى يَوْمَ تُضَحُّوْنَ

“Artinya :Dari Abi Hurairah (ia berkata) : Bahwasanya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam telah bersabda. “Shaum/puasa itu ialah pada hari kamu berpuasa, dan (Idul) Fithri itu ialah pada hari kamu berbuka. Dan (Idul) Adlha (yakni hari raya menyembelih hewan-hewan kurban) itu ialah pada hari kamu menyembelih hewan”.

[Hadits Shahih. Dikeluarkan oleh Imam-imam : Tirmidzi No. 693, Abu Dawud No. 2324, Ibnu Majah No. 1660, Ad-Daruquthni 2/163-164 dan Baihaqy 4/252 dengan beberapa jalan dari Abi Hurarirah sebagaimana telah saya terangkan semua sanadnya di kitab saya “Riyadlul Jannah” No. 721. Dan lafadz ini dari riwayat Imam Tirmidzi]

Dan dalam salah satu lafadz Imam Daruquthni :

صَوْمُكُمْ يَوْمَ تَصُوْمُوْنَ وَفِطْرُكُمْ يَوْمَ تُفْطِرُوْنَ

“Artinya : Puasa kamu ialah pada hari kamu (semuanya) berpuasa, dan (Idul) Fithri kamu ialah pada hari kamu (semuanya) berbuka”.

Dan dalam lafadz Imam Ibnu Majah :

اَلْفِطْرُ يَِوْمَ تُفْطِرُوْنَ وَاْلأَضْحَى يَوْمَ تُضَحُّوْنَ

“Artinya : (Idul) Fithri itu ialah pada hari kamu berbuka, dan (Idul) Adlha pada hari kamu menyembelih hewan”.

Dan dalam lafadz Imam Abu Dawud:

وَفِطْرُكُمْ يَوْمَ تُفْطِرُوْنَ وَأَضْحَاكُمْ يَوْمَ تُضَحُّوْمَ

“Artinya : Dan (Idul) Fithri kamu itu ialah pada hari kamu (semuanya) berbuka, sedangkan (Idul) Adlha ialah pada hari kamu (semuanya) menyembelih hewan”.

Hadits di atas dengan beberapa lafadznya tegas-tegas menyatakan bahwa Idul Fithri ialah hari raya kita kembali berbuka puasa (tidak berpuasa lagi setelah selama sebulan berpuasa). Oleh karena itu disunatkan makan terlebih dahulu pada pagi harinya, sebelum kita pergi ke tanah lapang untuk mendirikan shalat I’ed. Supaya umat mengetahui bahwa Ramadhan telah selesai dan hari ini adalah hari kita berbuka bersama-sama. Itulah arti Idul Fithri artinya ! Demikian pemahaman dan keterangan ahli-ahli ilmu dan tidak ada khilaf diantara mereka.

Bukan artinya bukan “kembali kepada fithrah”, karena kalau demikian niscaya terjemahan hadits menjadi : “Al-Fithru/suci itu ialah pada hari kamu bersuci”. Tidak ada yang menterjemahkan dan memahami demikian kecuali orang-orang yang benar-benar jahil tentang dalil-dalil Sunnah dan lughoh/bahasa.

Adapun makna sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, bahwa puasa itu ialah pada hari kamu semuanya berpuasa, demikian juga Idul Fithri dan Adlha, maksudnya : Waktu puasa kamu, Idul Fithri dan Idul Adha bersama-sama kaum muslimin (berjama’ah), tidak sendiri-sendiri atau berkelompok-kelompok sehingga berpecah belah sesama kaum muslimin seperti kejadian pada tahun ini (1412H/1992M).

Imam Tirmidzi mengatakan -dalam menafsirkan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam di atas- sebagian ahli ilmu telah menafsirkan hadits ini yang maknanya :

اَلصَّوْمُ وَالْفِطْرُ مَعَ الْجَمَاعَةِ وَعِظَمِ النَّاسِ

“Artinya : Bahwa shaum/puasa dan (Idul) Fithri itu bersama jama’ah dan bersama-sama orang banyak”.

Semoga kaum muslimin kembali bersatu menjadi satu shaf yang kuat berjalan di atas manhaj dan aqidah Salafush Shalih. Amin! [1]

[Disalin dari kitab Al-Masaa-il (Masalah-Masalah Agama)- Jilid ke satu, Penulis Al-Ustadz Abdul Hakim bin Amir Abdat, Terbitan Darul Qolam – Jakarta, Cetakan ke III Th 1423/2002M]

fokus di kalimat biru yang kemudian ditolak oleh penulis dalam artikel .... maka pertanyaan saya :

1. Setuju atau tidak dengan uraian penulis ??? >>>> bila saya harus menjawab pertanyaan ini ... saya akan jawab "setuju"

2. Bagi yang tidak setuju >>>> tolong jelaskan argumennya

3. Bagi yang setuju (skip pertanyaan no 2) >>> maka tolong dijawab :

a. lalu apa itu artinya Idul Fitri BUKAN BULAN untuk membersihkan dosa (menghapuskan dosa) ?? >>>> mungkin bisa disambung dengan thread berikut :

http://www.laskarislam.com/t10066-apa-bedanya-antara-menghapus-dosa-vs-mengampuni-dosa#193125

b. lalu bila Idul Fitri artinya “Hari Raya berbuka Puasa” .... bagaimana kita memaknai dan menghayati bulan penuh berkah ini ?? .... apa itu yang dimaksud dengan puasa ?? .... apa nilai2 dan perilaku Nabi SAW yang patut dicermati ketika beliau menjalankan ibadah di bulan Ramadhan ??

4. Dari banyak hadist kita tau bagaimana Rasulullah menangis di akhir bulan Ramadhan >>>> ingat : Rasulullah itu menangis loh ya ... bukan teriak2 pakai speaker sampai jam 4 pagi (bikin ga bisa tidur padahal jam 6 harus siap2 mau sholat ied) ... atau bahkan semalaman gendang2an diatas bus dan bikin macet kemana2 ... dengan alasan "takbir"

so balik ke orange : kenapa Nabi menangis ?? .... dari banyak hadis itu kita juga bisa baca bahwa Nabi menangis karena habisnya bulan pernuh berkah ini ... karena tidak ada lagi bulan seindah bulan Ramadhan ....

tapi apakah benar Nabi menangis HANYA karena berakhirnya bulan ramadhan ?? ... pernah ga nyangkut di kepala kita bahwa Nabi menangis SELAIN karena berakhirnya bulan Ramadhan ... tetapi juga karena Nabi telah menjalankan ibadah puasa dengan sempurna

artinya : secara kasat mata manusia saja .... kesempurnaan dalam menjalankan puasa ... bisa dilihat dari bagaimana si pelaksana (umat yang berpuasa) mengakhiri ibadahnya .... semakin sempurna ibadah puasa-nya .... semakin tersungkur dan menangis dirinya dihadapan Allah SWT
>>> yang bold ini mungkin untuk menyindir apa yang saya tulis underline

maka balik ke bold : lalu kenapa Nabi menangis atas kesempurnaan ibadah beliau ?? ... dan bagaimana seharusnya kita memaknai bulan ramadhan penuh berkah ini (nyambung dengan Lailatul Qadar) ??

ada tanggapan ??

---------------------------------------------------------------

catatan : sekali lagi kembali ke ungu .... saya masih menerka2 (proses belajar dan memahami) tentang uraian artikel ... belum bisa memberi argumen apapun selain asal keluar saja dari kepala saya .... hihihihihihihi

silahkan teman2 muslim kalau ada yang bisa memberi masukan

syukron banget


2 good 2 good
dee-nee
dee-nee
LETNAN KOLONEL
LETNAN KOLONEL

Female
Posts : 8645
Kepercayaan : Islam
Location : Jakarta
Join date : 02.08.12
Reputation : 182

Kembali Ke Atas Go down

Muslim-Zone Re: Memaknai Idul Fitri (mari berdiskusi)

Post by keroncong Fri Jul 08, 2016 2:42 pm

Kalimah 'Id (Bukan Aid) ialah kalimah bahasa Arab yang bermaksud perayaan atau hari ulang tahun. Fitri pula bermakna berbuka atau makan minum. Maksudnya, pada Hari Raya (tanggal 1 Syawal) umat Iislam dikehendaki berbuka dan haram berpuasa.

Fitri juga bermaksud tabiat semual jadi. Maksudnya orang-orang Islam setelah menjalani ibadah puasa selama sebulan disertai dengan ibadah-ibadah lainnya seperti solat Tarawih pada malam-malam Ramdhan, bertadarus al-Quran, Quyamullai, Zikrullah dan berdoa, bersedekah dan sebagainya. Amalan-amalan ini telah meleburkan dan membersihkan segala dosa sehingga keadaan diri mereka seolah-olah kembali seperti bayi yang baru dilahirkan. Dengan penjelasan tadi maka kita dapat mengambil kesimpulan bahawa 'Idil Fitri adalah hari kemenangan bagi umat Islam yang telah berjaya menundukkan nafsu ammarah sepanjang bulan Ramadhan. Apabila muncul anak bukan Syawal, diri mereka telah bersih daripada dosa dan mereka septutnya benar-benar menjadi orang yang takwa. Inilah matlamat ibadah puasa sebagaimana firman Allah s.w.t. menerusi ayat 183 yang bermaksud: "Wahai orang-orang yang beriman, diwajibkan puasa atas kamu sebagai diwajibkan atas umat-umat terdahulu sebelum kamu dengan puasa itu semoga kamu bertakwa." Pengisian Program 'Idil Fitri 'Idil Fitri hendaklah disambut dengan acara-acara yang dianjurkan oleh al-Quran dan al-Sunnah, iaitu ada tiga perkara seperti berikut: 1) Membanyakkan Ucapan Takbir Firman Allah s.w.t. yang bermaksud : "Dan sempurnakanlah puasa kamu mengikut bilangan dari dalam bulan Ramadhan (29 hari atau30 hari) dan bertakbirlah (membesarkan Allah s.w.t.) atas petunjuk-Nya yang diberikan kepada kamu, semoga kamu bersyukur." (Surah al-Baqarah:185) Sabda Rasullullah s.a.w. pula yang bermaksud : "Hiasilah Hari Raya kamu dengan takbir dan rahmud ." 2) Pembahagian Takbir § Takbir Mursal : Sunnat dilafazkan sama ada oleh orang yang bermukim mahupun musafir, dimasjid atau dijalan dengan cara duduk atau berdiri, dipasar-pasar, dirumah-rumah kediaman dan sebagainya. Waktu bermula daripada terbenamnya matahari akhit Ramadhan dan berterusan sepanjang malam Hari Raya hingga solat 'Id didirikan pada esok harinya. Demikian juga bagi Takbir 'Id al-Adhan (Hari Raya Qurban) sunnat dilafazkan sepanjang malam hingga esok harinya ketika solat 'Id al-Adhha didirikan. § Takbir Muqaiyad : Iaitu takbir yang terikat dengan waktu-waktu solat. Jelasnya ia sunnat dilafazkan pada setiap kali selesai sembahyang. Waktunya bermula selepas Subuh hari Arafah (hari ke-9 Zulhijjah) dan berakhir selepas solat 'Asar pada 13 Zulhijjah. 3) Menunaikan Zakat Fitrah § Walaupun dibolehkan pembayarannya sejak awal Ramadhan, yang afdal ialah pada pagi Hari Raya selepas solat Subuh sebelum solat 'Id didirikan. Inilah menurut hukum asal yang dilakukan pada zaman hayat Rasullullah s.a.w. dan para sahabat serta tabi'in yang lalu. MASA DAHULU Zakat Fitrah pada peringkat awal yang lalu dalam bentuk makanan asasi dan terus disampaikan kepada fakir miskin. Jadi, dalam saat-saat mereka hendak menyambut 'Idil Fitri, hari mulia yang penuh dengan barakah, alangkah gembiranya mereka mendapat habuan makanan itu. Ibnu Abbas r.a. berkata yang bermaksud : " Rasulullah s.a.w. memfardhukan Zakat Tifrah sebagai membersihkan kecacatan ibadah puasa kerana perbuatan yang sia-sia dan mencarut, disamping itu menjadi habuan untuk orang-orang miskin." Pada riwayat yang lain pula, Rasullullah s.a.w. berdabda yang bermaksud : "Sesiapa yang menunaikannya sebelum solat 'Id, maka zakatnya itu diterima, tetapi yang membayarnya selepas solat 'Id, ia menjadi sedekah biasa." (Riwayat Abu Dawud, Ibnu Majjah dan disahkan oleh al-Hakim) MASA KINI Kini dinegara kita, Zakat Fitrah diberikan dalam bentuk wang ringgit sebagai ganti beras. Fakir miskin telah menerima habuan sebelum Hari Raya dengan cara diberikan pendahuluan oleh pihak Majlis Agama Islam Negeri-negeri. Oleh itu, elok Zakat Fitrah dibayar lebih awal atau pada malam Hari Raya, untuk mengelakkan kesibukan tugas amil memungutnya. Sempena 'Idul Fitri selain diwajibkan berfitrah, kita umat Islam yang berkemampuan juga disunnatkan memberi sedekah-sedekah yang lain dengan mengutamakan kaum kerabat kita yang susah, kemudian barulah kepada fakir miskin dan anak-anak yatim. 4) Menghadiri Upacara Solat 'Id Sekelian Muslimin dan Muslimat, tua dan muda, termasuk wanita-wanita yang haid disunnatkan mengahdiri upacara perhimpunan tahunan tersebut bagi masyarakat Islam setempat. Kehaduiran mereka sebagai menghayati syi'ar keagungan Islam dan perpaduan ummah, disamping itu mereka berpeluang bertakbir (membesarkan Allah s.w.t.) beramai-ramai, mendengar khutbah 'Id yang penting, berzikir dan mengaminkan doa yang dibacakan oleh imam. Bagi yang tidak uzur berpeluang mendirikan solat 'Id (Hari Raya) Daripada Ummu 'Atuyah r.a. ujurnya : Kami disuruh membawa gadis-gadis kecil dan wanita yang haid pada Hari Raya ('Idil Fitri dan 'Idil Adhha), agar mereka menyaksikan kebajikan dan doa kaum Muslimin tetapi wanita-wanita yang sedang haid itu terpisah dari tempat solat." (Hadis riwayat Bukhari dan Muslim) Perlu diingatkan, bahawa Hari Raya Puasa kita disunnatkan menjamah makanan atau juadah terlebih dahulu, kemudian pergi ketempat solat, tetapi untuk Hari Raya Haji sunat tidak makan terlebih dahulu, sebaliknya kita bersegera keupacara perhimpunan solat. Solat 'Idil Adhha disegerakan lalu menyembelih binatang qurban, kemudian kita pulang dengan membawa daging qurban, lalu dimasak dan baru makan. Pada pagi-pagi Hari Raya, kita juga disunnatkan mandi dan memakai pakaian yang serba baru atau yang bersih dan indah. Kemudian ketika pergi kemusollah (tempat solat), pergi melalui satu jalan dan pulang melalui jalan yang lain, dengan tujuan dapat bertemu lebih ramai sahabat handai dan saudara sesama Islam. Kita sama-sama mengucapkan Salam 'Idil Fitri sambil berbalas-balas senyuman, sama-sama menyatakan rasa syukur ke Hadrat Ilahi atas petunjuk dan pertolongan-Nya sehingga kita berjaya menundukkan nafsu sepanjang bulan Ramadhan. Pada zaman hayat Rasulullah s.a.w. dahulu, solat 'Id diadakan ditanah lapang kerana masjid-masjid pada zaman itu kecil-kecil belaka. Kini solat 'Id diadakan dimasjid atau disurau. Adalah amat elok jika dapat dibuatkan khemah atau ruang khas diluar masjid atau surau untuk memberi peluang para wanita yang uzur (haid) duduk ditempat itu supaya mereka dapat sama-sama menikmati syi'ar 'Idil Fitri atau 'Idil Addha. 5) Amalan-amalan Menjelang Hari Raya Puasa Umat-umat Islam digalakkan melakukan I'tikaf beramai-ramai dimasjid pada malam-malam sepuluh terakhir pada bulan Ramadhan (malam ke-21 hingga malam ke-29 atau ke-30) kerana berharap bertemu malam LAILATIL QADAR atau malam kemuliaan yang mempunyai nilai lebih baik daripada 1000 bulan. Amalan ini dilakukan pada zaman hayat Nabi Muhammad s.a.w. dan para sahabat serta abad-abad berikutnya, bahkan hingga kini masih dilakukan begitu bersemarak disesetengah negara Islam khususnya di Masjidil Haram (Makkah), tetapi malangnya dinegara kita kebanyakkan umat Islam menyambut 'Idil Fitri lebih tertumpu dalam bentuk fizikal atau lahiriah, yang mana sesetengahnya tidak sesuai dengan roh pengajaran Islam. Sejak awal Ramadhan lagi, mereka lebih tertumpu kepusat membeli-belah, melengkapkan persiapan membeli pakaian, hiasan rumah dan lain-lain lagi. Apabila Hari Raya sudah hampir, kebanyakkan suri rumah lebih tertumpu menyediakan kuih-muih yang pelbagai jenis. Setiap individu Muslim dan Muslimah wajib menilai segala aktiviti yang telah berjalan selama ini, yang sesetengahnya telah menjadi 'budaya' termasuk bentuk acara menyambut 'Idil Fitri. Ciri-ciri yang diambil dari budaya luar Islam atau warisan budaya asing, yang tidak sesuai dengan aqidah dan syari'ah Islam hendaklah ditinggalkan. Kita boleh menyediakan makanan, juadah dan kuih0muih untuk Hari Raya tetapi hendaklah dalam bentuk sederhana. Demikian juga dengan perhiasan rumah, pakaian untuk diri dan anak-anak mestilah sesuai dengan ekonomi keluarga. Acara ziarah- menziarahi prang tua, sandara-mara, kaum kerabat, orang-orang yang berjasa kepada kita seperti para guru dan sabahat handai ini sebenarnya tidak terbatas sempena Hari Raya sahaja, tetapi perlu dilakukan pada hari dan bulan lain yang sesuai dari semasa ke semasa, sebagaimana sabda Rasullullah s.a.w.yang bermaksud : " Ziarahilah saudara mara kamu dari masa ke masa kerana ia boleh menambahkan kasih sayang." Lebih-lebih lagi menziarahi ibu bapa kita, hendaklah dilakukan labih kerap dan janganlah menunggu Hari Raya sahaja. Amalan meminta maaf juga perlulah dilakukan dengan segera apabila kita terasa telah melakukan kesilapan serta kesalahan pada orang lain.
keroncong
keroncong
KAPTEN
KAPTEN

Male
Age : 70
Posts : 4535
Kepercayaan : Islam
Location : di rumah saya
Join date : 09.11.11
Reputation : 67

Kembali Ke Atas Go down

Muslim-Zone Re: Memaknai Idul Fitri (mari berdiskusi)

Post by keroncong Fri Jul 08, 2016 3:28 pm

Mengenai hukum ucapan selamat pada hari ‘Ied penjelasannya adalah sebagai berikut:

1. Di dalam kitab al-Jawhar an-Naqiyy Haasyiyah al-Baihaqy (Jld.III, h.320-321), Ibn at-Turkumaany berkata, “Menurutku, Di dalam bab ini –yakni mengenai ucapan selamat pada hari ‘Ied- terdapat hadits yang kualitasnya Jayyid namun terlewatkan oleh al-Baihaqy, yaitu hadits Muhammad bin Ziyad, dia berkata, ‘Aku bersama Abu Umamah al-Bahily dan para shahabat Nabi lainnya; bila mereka kembali, masing-masing mengucapkan kepada yang lainnya, Taqabballaahu minna wa minkum. Imam Ahmad berkata, ‘Sanadnya Jayyid.”

2. Syaikh al-Albany berkata di dalam bukunya Tamaam al-Minnah (h.356), “Pengarang (yakni Sayyid Sabiq, pengarang buku Fiqhussunnah—red.,) tidak menyebutkan siapa periwayatnya padahal Imam as-Suyuthy telah menisbatkannya kepada Zahir juga dengan Sanad Hasan dari Muhammad bin Ziyad al-Alhaany, yang merupakan seorang periwayat yang Tsiqah. Dia (as-Suyuthy) mengatakan, ….dst.”
Dan Zahir ini adalah Ibn Thahir, pengarang buku Tuhfah ‘Ied al-Fithr sebagaimana yang disebutkan Syaikh al-Abany.

3. Ibn Qudamah di dalam kitabnya al-Mughny (Jld.II, h.259) menukil perkataan Imam Ahmad perihal penilaiannya terhadap sanad hadits, yaitu Jayyid, “tetapi wallahu a’lam dengan kondisi para periwayat lainnya yang belum disebutkan dalam atsar tersebut. Pada dasarnya, perkataan Imam Ahmad dapat diterima hingga kita melihat ada pendapat yang bertentangan dengannya. Wallahu a’lam.”

4. Di dalam kitab at-Targhib wa at-Tarhib (Jld.I, h.251), al-Ashbihany mengeluarkan dari Shafwan bin ‘Amr as-Sakisky, dia berkata, “Aku telah mendengar ‘Abdullah bin Yusr, ‘Abdurrahman bin ‘Aidz, Jubair bin Nufair dan Khalid bin Mi’dan, pada hari ‘Ied menerima ucapan, Taqabballaahu minna wa minkum dan mereka pun mengucapkan itu kepada orang-orang selain mereka. Dan sanad ini tidak apa-apa.”

5. Di dalam kitab Fath al-Baary (Jld.II, h.446) disebutkan, “Dan kami telah meriwayatkan di dalam al-Muhaamiliyyah dengan sanad Hasan dari Jubair bin Nufair, dia berkata, ‘Bila para shahabat Rasulullah SAW., saling bertemu pada hari ‘ied, masing-masing mengucapkan kepada yang lainnya, Taqabbalallaahu minna wa minkum.”

6. Syaikh al-Albany berkata, “Saya belum mengetahui adanya penilaian Hasan seperti ini, yakni dari al-Hafizh Ibn Hajar, di dalam satu pun dari kitab-kitabnya –sekalipun ada salah seorang muridnya (syaikh al-Albany-red.,) telah memberitahukan kepada beliau dimana letaknya-. Beliau berkata, ‘Justeru aku mendapatinya dari al-Hafizh as-Suyuthy di dalam risalahnya Wushuul al-Amaany Fii Wujuud at-Tahaany (h.109) dan di dalam lembaran manuscript di perpustakaanku (h.82) serta dalam buku al-Haawy Lil Fataawa (karya as-Suyuthy) juz.I di mana beliau menisbatkannya kepada Zahir bin Thahir dan Abu Ahmad al-Faradly di dalam kitab Tuhfah al-Fithr serta diriwayatkan juga oleh al-Muhaamily di dalam kitab al-‘Iedain (Jld.II, h.129) dengan sanad yang para periwayatnya adalah Tsiqaat, yaitu para periwayat kitab at-Tahdziib (karya adz-Dzahaby) selain syaikhnya al-Muhanna bin Yahya, yang merupakan seorang periwayat Tsiqah Nabiil sebagaimana yang dikatakan oleh ad-Daaruquthny. Biografinya terdapat dalam buku Taarikh Baghdad (Jld.XIII, h.266-268). Kualitas sanadnya Shahih akan tetapi Hajib bin al-Walid bertentangan dengannya dalam sanadnya di mana ia tidak menyatakannya sebagai Marfu’ dari para shahabat Nabi SAW. Dia berkata, Mubasysyir bin Ismail al-Halaby menceritakan kepada kami, …dst [dia kemudian menyebutkan apa yang telah diuraikan terdahulu]. Kemudian beliau (syaik al-Albany) berkata, “Jika sanad ini memang shahih berasal dari al-Hajib, maka di dalam jalur kepadanya ada orang yang perlu diungkapkan lagi identitasnya, yaitu yang meriwayatkan dari Khalid. Barangkali Mubasysyir bin Ismail menceritakan dengan riwayat yang ini dan itu, khususnya ‘Abdullah bin Busr ini, yaitu al-Maziny, merupakan seorang shahabat junior dan ayahnya-lah yang seorang shahabat sehingga sepertinya sangat jauh bila dia dan para tabi’in yang disebutkan bersamanya mengatakan sesuatu tanpa mereka pernah bertemu dengan para shahabat. Dengan begitu, dua riwayat tersebut kualitasnya shahih, para shahabat memang melakukan hal seperti itu (ucapan taqabbalallaahu…-red.,), lalu diikuti oleh para tabi’in yang disebutkan tersebut, wallahu subhaanahu A’lam.”

7. Imam ath-Thabary di dalam kitabnya ad-Du’aa` (h.929) mengeluarkannya, dia berkata, “al-Hasan bin ‘Aly al-Mu’ammary menceritakan kepada kami, dia berkata, ‘Aly bin al-Madiny menceritakannya kepada kami, dia berkata, Abu Daud, bin Sulaiman bin Daud menceritakannya kepada kami, Syu’bah menceritakan kepada kami, dia berkata, ‘Yunus bin ‘Ubaid bertemu denganku pada suatu ‘Ied, lalu berkata, ‘Taqabbalallaahu minna wa minka.’ Ini merupakan sanad yang berantai melalui para Hafizh yang banyak meriwayatkan hadits. Sekalipun al-Mu’ammary ada yang mengkiriknya namun di sini tidak berpengaruh karena adanya banyak hadits gharib. Wallahu a’lam.”

8. Imam Malik rahimahullah pernah ditanyai, “Apakah makruh bila seseorang mengatakan kepada saudaranya seusai shalat ‘ied, Taqabbalallaahu minna wa minkum Wa Ghafarallaahu lana wa laka, lalu dia menjawabnya seperti itu pula? Beliau menjawab, “Tidak makruh.” Al-Muntaqa, Jld.I, h.322

9. Di dalam kitab al-Haawy karya as-Suyuthy (Jld.I, h.82), dia berkata, “Dan Ibn Hibban telah mengeluarkan di dalam bukunya ats-Tsiqaat dari ‘Aly bin Tsabit, dia berkata, ‘Aku telah bertanya kepada Malik mengenai ucapan orang-orang pada hari ‘ied, Taqabbalallaahu minna wa minka, maka dia menjawab, “Amalan yang berlaku pada kami masih seperti itu.”

10. Di dalam kitab al-Mughny (Jld.II, h.259) dinyatakan, ‘Aly bin Tsabit berkata, ‘Aku telah bertanya kepada Malik bin Anas sejak 35 tahun yang lalu, lalu dia berkata, “Hal seperti ini masih dikenal di kota Madinah ini.”

11. Di dalam buku Su`aalaat Abi Daud (h.61), Abu Daud berkata, “Aku telah mendengar Ahmad ditanyai mengenai sekelompok orang yang menerima ucapan, Taqabbalallaahu minna wa minkum, maka dia menjawab, ‘Aku berharap hal itu tidak apa-apa.’”

12. Di dalam kitab al-Furuu’ karya Ibn Muflih (Jld.II, h.150), dia berkata, “Tidak apa-apa ucapan seseorang kepada temannya, Taqabballaahu minna wa minkum. Hal ini dinukil oleh al-Jama’ah (barangkali maksudnya, beberapa ulama-red.,) sebagai suatu jawaban. Dia juga berkata, Aku tidak akan memulainya (dengan ucapan tersebut-red.,). Menurut riwayat lain darinya, “semuanya baik.” Riwayat yang lainnya menyebutkan, “Makruh.” Pernah dikatakan kepadanya mengenai riwayat dari Imam Ahmad, ‘menurutmu boleh untuk memulai dengannya.?’ Dia menjawab, ‘Tidak.’ ‘Aly bin Sa’id meriwayatkan, “Alangkah bagusnya, kecuali bila ia takut hal itu menjadi masyhur.” Di dalam bukunya an-Nashiihah disebutkan bahwa hal itu merupakan perbuatan shahabat dan perkataan para ulama. Dan ungkapan yang sama juga terdapat di dalam kitab al-Mughny (Jld.II, h.259).

13. Ibn Rajab di dalam Fath al-Baary (Jld.IX, h.74) berkata –mengomentari ucapan imam Ahmad, ‘Alangkah bagusnya, kecuali bila ia takut hal itu menjadi masyhur’- ; “Seakan dia mengisyaratkan bahwa dikhawatirkan hal yang telah dikenal itu dijadikan bagian agama, demikian juga mengetahui hal itu dengan tujuan sengaja untuk berdoa dengannya, sehingga hal itu makruh karena termasuk asy-Syuhrah (meminta ketenaran, menjadikan sesuatu agar menjadi tenar).”
(Sumber: Diterjemahkan dari artikel berjudul, Hukm al-Tahni`ah Bi al-‘Ied Wa ash-Shiyagh al-Waaritadah Fii Dzaalik pada sebuah situs Islam berbahasa Arab)


Beberapa Pertanyaan Yang Diajukan Kepada
Syaikhul Islam Ibn Taimiyah Seputar Ke-dua ‘Ied


1. Dalam bab: Shalat dua Hari Raya, Syaikhul Islam ditanya, “Apakah ada bacaan tertentu dalam kedua shalat Hari Raya/’Ied? Dan apa yang boleh dibaca oleh seseorang antara kedua takbir?”

Beliau menjawab: alhamdulillah, boleh membaca apapun, sebagaimana boleh membaca apa saja dalam semua shalat. Akan tetapi bila dia membaca surat Qaaf, Iqtarabat atau lainnya yang ada atsarnya maka hal itu adalah baik. Adapun mengenai bacaan antara takbir-takbir tersebut; dia memuji Allah, dan membaca shalawat kepada Nabi Shallallahu 'alaihi wasallam dan berdoa dengan doa apa saja yang dia inginkan. Demikian yang diriwayatkan oleh para ulama dari Abdullah bin Mas’ud. Dan jika dia mengucapkan:

[rtl]سُبْحَانَ اللَّهِ وَالْحَمْدُ لِلَّهِ وَلاَ إلَهَ إلاَّ اللَّهُ وَاَللَّهُ أَكْبَرُ . اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِي وَارْحَمْنِي [/rtl]
Maka hal itu adalah baik. Demikian juga dia membaca:
[rtl]اللَّهُ أَكْبَرُ كَبِيرًا وَالْحَمْدُ لِلَّهِ كَثِيرًا وَسُبْحَانَ اللَّهِ بُكْرَةً وَأَصِيلاً [/rtl]
Atau selain itu, tidak satupun dari bacaan-bacaan itu yang ditentukan dari Nabi dan para Shahabat. Wallâhu a'lam .

2. Beliau ditanya tentang sifat takbir dalam dua Hari Raya/’Ied, dan kapan waktunya?

Beliau menjawab: alhamdulillah, pendapat yang paling shahih dalam masalah takbir yang merupakan mazhab Jumhur Salaf, Fuqaha Shahabat dan para Imam-Imam; dia bertakbir mulai dari fajar hari ‘Arafah hingga akhir Hari-Hari Tasyriq (tanggal 11, 12 dan 13 Zulhijjah-red) setelah tiap shalat. Dan disyari’atkan bagi setiap orang untuk mengeraskan takbir ketika keluar menuju shalat ‘Ied. Ini merupakan kesepakatan empat imam mazhab. Sifat takbir yang dinukil dari mayoritas para shahabat ; telah diriwayatkan secara marfu’ kepada Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam, bacaan :

[rtl]اللَّهُ أَكْبَرُ اللَّهُ أَكْبَرُ لاَ إلَهَ إلاَّ اللَّهُ وَاَللَّهُ أَكْبَرُ اللَّهُ أَكْبَرُ وَلِلَّهِ الْحَمْدُ [/rtl]
Dan jika dia membaca: Allaahu Akbar tiga kali, maka hal itu boleh. Dan diantara Fuqaha ada yang bertakbir tiga kali saja, dan ada yang bertakbir tiga kali dan membaca:
[rtl]لاَ إلَهَ إلاَّ اللَّهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ لَهُ الْمُلْكُ وَلَهُ الْحَمْدُ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ [/rtl]
Adapun takbir dalam shalat maka makmun bertakbir mengikuti imam. Mayoritas para shahabat radhiallâhu 'anhum dan para imam mazhab bertakbir tujuh kali di raka’at pertama dan lima kali di raka’at kedua. Dan jika dia mau, dia boleh membaca diantara dua takbir:
[rtl]سُبْحَانَ اللَّهِ وَالْحَمْدُ لِلَّهِ وَلاَ إلَهَ إلاَّ اللَّهُ وَاَللَّهُ أَكْبَرُ . اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِي وَارْحَمْنِي [/rtl]
Maka hal itu adalah baik, dan sebagian Salaf melakukannya. Wallâhu a'lam . (lihat: Majmu’ fatawa Ibni Taimiyyah, jld. 24).

3. Beliau ditanyai, “Apakah hukum takbir di Hari ‘Iedul Fithri lebih wajib dari ‘Iedul Adhha? Mohon penjelasan, semoga Allah mengganjar pahala kepada anda?”

Beliau menjawab: mengenai takbir, maka hal itu disyari’atkan secara ittifaq (kesepakatan ulama) pada Hari ‘Iedul Adhha. Demikian juga halnya di Hari ‘Iedul Fithri, menurut Imam Malik, asy-Syafi’i dan Ahmad. Imam ath-Thahawy menyebutkan satu mazhab lagi yaitu mazhab Abu Hanifah dan shahabat-shahabatnya. Sedangkan riwayat yang masyhur bahwa mereka bukan begitu alias menyalahi pendapat tersebut akan tetapi takbir dalam Hari ‘Iedul Fithri merupakan perbuatan para shahabat radhiallâhu 'anhum dan lebih kuat legitimasinya ditinjau dari sisi bahwa hal itu diperintahkan oleh Allah dalam firmanNya: “Sesungguhnya beruntunglah orang yang membersihkan diri (dengan beriman) # dan dia ingat nama Tuhannya, lalu dia shalat”.

Takbir pada Hari ‘Iedul Fithri: dimulai dengan melihat bulan sabit dan diakhiri dengan berakhirnya Hari ‘Ied yaitu setelah usainya Imam berkhuthbah menurut pendapat yang shahih. Sedangkan takbir pada Hari Qurban/‘Iedul Adhha maka legitimasinya lebih kuat ditinjau dari sisi bahwa takbir tersebut disyari’atkan (diucapkan) setelah usai setiap shalat fardhu, dilegitimasi secara ittifaq, pada Hari Qurban ini takbir tersebutkan secara bersama-sama dalam satu tempat dan waktu serta Hari Qurban ini lebih utama dari Hari ‘Idul Fithri.

Oleh karena itu bentuk ibadah di dalamnya adalah berupa penyembelihan hewan Qurban dan shalat. Sedangkan dalam ‘Iedul Fithri bentuknya berupa sedekah dan shalat. Menyembelih hewan Qurban tentu lebih utama daripada bersedekah karena didalamnya terkumpul dua ibadah; badaniah dan maliah/harta.

Menyembelih merupakan ibadah badaniah dan maliah/harta sedangkan bersedekah dan memberi hadiah merupakan ibadah harta saja dan juga karena bersedekah pada Hari ‘Iedul Fithri merupakan follow up dari puasa, sebab Nabi Shallallahu 'alaihi wasallam mewajibkannya sebagai bentuk penyucian bagi orang yang berpuasa dari bentuk-bentuk penyia-nyiaan waktu dan berjima’ serta pemberian makanan kepada orang-orang miskin.

Karenanya pula disunnahkan untuk dikeluarkan (zakat fithrah) sebelum shalat, sebagaimana dalam firman Allah Ta’ala, “telah beruntunglah orang yang menyucikan diri”. “dan dia menyebut nama Tuhannya …” Sedangkan nusuk (ibadah-ibadah pada waktu haji) maka ia disyari’atkan pada hari itu sendiri sebagai bentuk ibadah yang independen, oleh karenanya disyar’iatkan setelahnya shalat, sebagaimana firman Allah Ta’ala, “maka dirikanlah shalt karena Tuhanmu dan berkorbanlah # sesungguhnya orang-orang yang membenci kamu dialah yang terputus (dari rahmat Allah).” Orang-orang yang melakukan shalat di negeri-negeri lain (selain Mekkah) kedudukannya setara dengan melempar jumrah ‘aqabah bagi jemaah haji. Sedangkan kurban yang mereka sembelih di negeri-negeri tersebut kedudukannya setara dengan dam yang disembelih oleh jemaah haji.

Dalam hadits yang terdapat di kitab as-Sunan disebutkan: “seutama-utama hari disisi Allah adalah Hari an-Nahr (tanggal 10 dzulhijjah/penyembelihan qurban/’Iedul Adhha). Dan dalam hadits yang lain di kitab as-Sunan tersebut dan dishahihkan oleh Imam at-Turmuzi, “Hari ‘Arafah, Hari an-Nahr (‘Iedul Adhha, qurban) dan Hari-Hari Mina (Hari-Hari Tasyriq:11, 12, 13 dzulhijjah) adalah Hari ‘Ied/Raya kita, Ahlul Islam; ia adalah Hari-Hari untuk makan, minum dan zikrullah.”

Oleh karena itulah, menurut pendapat yang shahih dari banyak pendapat para ulama bahwa peduduk di negeri-negeri Islam bertakbir dari fajar/shubuh hari ‘Arafah hingga akhir Hari-Hari Tasyriq, berdasarkan hadits tersebut dan hadits lain yang diriwayatkan oleh ad-Daruquthni dari Jabir dari Nabi Shallallahu 'alaihi wasallam. Juga karena hal tersebut merupakan ijma’ para Kibaarush Shahabah (pembesar shahabat). Wallâhu a'lam .

4. Beliau rahimahullah, ditanyai tentang, “Apakah ucapan selamat “ ‘iiduka Mubaarak” yang sering diucapkan oleh orang-orang memiliki landasan dari syari’ah ataukah tidak?, jika ya, maka apa yang semestinya diucapkan.?” Mohon kami diberi fatwa mengenai hal itu, semoga Allah memberikan ganjaran pahala kepada anda.

Beliau menjawab: mengenai ucapan selamat pada Hari ‘Ied, yang diucapkan oleh sebagian mereka terhadap sebagian yang lain setelah shalat ‘Ied dengan, “Taqabballallaahu minna waminkum wa ahaalahullaahu ‘alaika,” dan sebagainya.

Ucapan semacam itu telah diriwayatkan dari sebagian shahabat bahwa mereka melakukan hal itu dan oleh para imam mazhab seperti Imam Ahmad dan yang lainnya memberikan rukhshah/dispensasi terhadap hal tersebut.

Akan tetapi Imam Ahmad, berkata: “Saya tidak akan memulai dengan ucapan tersebut terhadap siapapun akan tetapi bila ada orang yang memulainya terhadapku maka aku akan menjawabnya karena menjawab tahiyyah (ucapan salam) adalah wajib sedangkan memulai dengan ucapan selamat seperti itu bukan merupakan sunnah yang diperintahkan untuk mengucapkannya namun juga bukan termasuk yang dilarang; jadi, siapa yang melakukannya maka dia adalah qudwah (suri teladan) dan siapa yang tidak melakukannya pun maka dia adalah qudwah”. Wallâhu a'lam . (Majmuu’ Fataawa, Jld.XXIV, h.253)
keroncong
keroncong
KAPTEN
KAPTEN

Male
Age : 70
Posts : 4535
Kepercayaan : Islam
Location : di rumah saya
Join date : 09.11.11
Reputation : 67

Kembali Ke Atas Go down

Muslim-Zone Re: Memaknai Idul Fitri (mari berdiskusi)

Post by dee-nee Fri Jul 08, 2016 3:48 pm

waduh panjang .... tapi ga apa2 ... saya urai satu2 ya bung keroncong .... terima kasih banyak uraiannya

2 good  2 good

keroncong wrote:[table class="MsoNormalTable" style="width:100.0%;mso-cellspacing:0cm;mso-padding-alt:3.0pt 3.0pt 3.0pt 3.0pt" border="0" cellpadding="0" cellspacing="0" width="100%"][tr style="mso-yfti-irow:0;mso-yfti-firstrow:yes;mso-yfti-lastrow:yes"][td style="padding.0pt 3.0pt 3.0pt 3.0pt"]Kalimah 'Id (Bukan Aid) ialah kalimah bahasa Arab yang bermaksud perayaan atau hari ulang tahun. Fitri pula bermakna berbuka atau makan minum. Maksudnya, pada Hari Raya (tanggal 1 Syawal) umat Iislam dikehendaki berbuka dan haram berpuasa.

so .... semua setuju bahwa arti Idul Fitri adalah "Perayaan Berbuka Puasa" >>> lalu mengapa perayaan ini menjadi penting bagi umat Islam ?? ... apa sih pentingnya puasa ?? ... dan kenapa puasa harus dilakukan pada bulan Ramadhan ??

apa yang perlu dimaknai dari 1 bulan Ramadhan umat diwajibkan berpuasa ?? ... apa itu pentingnya bulan Ramadhan ??

catatan : pertanyaan2 diatas bukan karena saya meragukan Idul Fitri loh ya .... justru saya mau ngajak diskusi tentang bulan penuh berkah ini ... dan mungkin (bila diskusi berhasil) .... kita bisa semakin paham bahwa bulan penuh berkah ini BUKAN hanya melulu pada urusan dosa dan amal manusia saja ... tapi justru fokus pada keseluruhan nilai2 Islam itu sendiri

keroncong wrote: Fitri juga bermaksud tabiat semual jadi. Maksudnya orang-orang Islam setelah menjalani ibadah puasa selama sebulan disertai dengan ibadah-ibadah lainnya seperti solat Tarawih pada malam-malam Ramdhan, bertadarus al-Quran, Quyamullai, Zikrullah dan berdoa, bersedekah dan sebagainya. Amalan-amalan ini telah meleburkan dan membersihkan segala dosa sehingga keadaan diri mereka seolah-olah kembali seperti bayi yang baru dilahirkan. Dengan penjelasan tadi maka kita dapat mengambil kesimpulan bahawa 'Idil Fitri adalah hari kemenangan bagi umat Islam yang telah berjaya menundukkan nafsu ammarah sepanjang bulan Ramadhan. Apabila muncul anak bukan Syawal, diri mereka telah bersih daripada dosa dan mereka septutnya benar-benar menjadi orang yang takwa. Inilah matlamat ibadah puasa sebagaimana firman Allah s.w.t. menerusi ayat 183 yang bermaksud: "Wahai orang-orang yang beriman, diwajibkan puasa atas kamu sebagai diwajibkan atas umat-umat terdahulu sebelum kamu dengan puasa itu semoga kamu bertakwa."

merah : betul ... dalam ayat tersebut dijelaskan bagaimana Idul Fitri dan Idul Adha (dua hari raya umat Islam) adalah meneruskan ajaran nabi2 sebelumnya .... artinya puasa dan kurban memang sudah dilakukan oleh nabi2 sebelumnya ... dan bukan suatu hal yang baru (atau dibuat2 oleh Muhammad SAW)

biru : anda punya rujukan ayat yang menjelaskan ini ?? ... saya kok ga nemu ya dalam Al Quran bahwa dengan menjalankan amalan2 yang anda tulis sebelumnya ..... artinya membersihkan dosa dan membuat kita seolah2 seperti bayi yang baru dilahirkan (mohon maaf mungkin saya yang terlewat ketika membaca ayat)

Keroncong wrote:Pengisian Program 'Idil Fitri 'Idil Fitri hendaklah disambut dengan acara-acara yang dianjurkan oleh al-Quran dan al-Sunnah, iaitu ada tiga perkara seperti berikut: 1) Membanyakkan Ucapan Takbir Firman Allah s.w.t. yang bermaksud : "Dan sempurnakanlah puasa kamu mengikut bilangan dari dalam bulan Ramadhan (29 hari atau30 hari) dan bertakbirlah (membesarkan Allah s.w.t.) atas petunjuk-Nya yang diberikan kepada kamu, semoga kamu bersyukur." (Surah al-Baqarah:185) Sabda Rasullullah s.a.w. pula yang bermaksud : "Hiasilah Hari Raya kamu dengan takbir dan rahmud ."

sebetulnya tentang acara "takbir" yang dilakukan umat dengan berteriak2 dsb bukan fokus saya di thread ini ... karena semua itu cuma sindiran saya saja

Bahwa ya ... takbir adalah anjuran al-Quran dan al-Sunnah ... tapi seperti apa yang disebut takbir itu ?? >>> bagaimana memahami kalimat merah (khususnya underline) ??

bila nyatanya ketika habis bulan Ramadhan ... Rasullullah s.a.w menangis ... lalu melanjutkan dengan takbir sampai menuju mushala .... apakah sama takbir yang dilakukan beliau dengan "takbir" yang dilakukan umat Islam di Indonesia ?? .... so apakah kita sudah benar2 menjalankan sunnah Nabi ??

apalagi kalau merujuk mundur jauh ke jaman seluruh nabi2 ... jelas kita harus mengerti apa yang dilakukan para nabi ketika puasa .... apa yang mereka lakukan setelah puasa ... dan apa tujuan mereka berpuasa

apakah logis ketika jaman itu para nabi (termasuk Rasullullah s.a.w sendiri) berteriak2 dengan speaker atau bergendang2 riya penuh hingar bingar seperti Idul Fitri di Indonesia ??

maka kembali ke judul TS ... bagaimana memahami dan memaknai Idul Fitri (Perayaan Berbuka Puasa) itu sendiri

dan sekali lagi ... fokus saya di thread ini bukan di pelaksanaan "takbir"-nya (mungkin topik takbir hanya 1% dari maksud TS)....
yang ingin saya bahas adalah tentang bagaimana memahami dan memaknai Idul Fitri ... memaknai bulan ramadhan (yang kalau disambung2 .... nyambung dengan ibadah puasa dan bagaimana melaksanakan takbir itu sendiri)

keroncong wrote:2) Pembahagian Takbir § Takbir Mursal : Sunnat dilafazkan sama ada oleh orang yang bermukim mahupun musafir, dimasjid atau dijalan dengan cara duduk atau berdiri, dipasar-pasar, dirumah-rumah kediaman dan sebagainya. Waktu bermula daripada terbenamnya matahari akhit Ramadhan dan berterusan sepanjang malam Hari Raya hingga solat 'Id didirikan pada esok harinya. Demikian juga bagi Takbir 'Id al-Adhan (Hari Raya Qurban) sunnat dilafazkan sepanjang malam hingga esok harinya ketika solat 'Id al-Adhha didirikan. § Takbir Muqaiyad : Iaitu takbir yang terikat dengan waktu-waktu solat. Jelasnya ia sunnat dilafazkan pada setiap kali selesai sembahyang. Waktunya bermula selepas Subuh hari Arafah (hari ke-9 Zulhijjah) dan berakhir selepas solat 'Asar pada 13 Zulhijjah.

sip ... yang ini saya ga masalah ....
kalaupun ada yang "bikin gatel" karena sindiran saya sebelumnya

ingat : Rasulullah itu menangis loh ya ... bukan teriak2 pakai speaker sampai jam 4 pagi (bikin ga bisa tidur padahal jam 6 harus siap2 mau sholat ied) ... atau bahkan semalaman gendang2an diatas bus dan bikin macet kemana2 ... dengan alasan "takbir"

yang underline ini saya tulis karena saya justru tidak melihat apa yang mereka lakukan (yang saya tulis dalam quote) sesuai dengan sunnah Nabi .... makanya saya tulis "takbir" hanya dijadikan alasan (padahal niatnya hore2) ... yang justru jauh dari makna Idul Fitri itu sendiri

keroncong wrote:3) Menunaikan Zakat Fitrah § Walaupun dibolehkan pembayarannya sejak awal Ramadhan, yang afdal ialah pada pagi Hari Raya selepas solat Subuh sebelum solat 'Id didirikan. Inilah menurut hukum asal yang dilakukan pada zaman hayat Rasullullah s.a.w. dan para sahabat serta tabi'in yang lalu. MASA DAHULU Zakat Fitrah pada peringkat awal yang lalu dalam bentuk makanan asasi dan terus disampaikan kepada fakir miskin. Jadi, dalam saat-saat mereka hendak menyambut 'Idil Fitri, hari mulia yang penuh dengan barakah, alangkah gembiranya mereka mendapat habuan makanan itu. Ibnu Abbas r.a. berkata yang bermaksud : " Rasulullah s.a.w. memfardhukan Zakat Tifrah sebagai membersihkan kecacatan ibadah puasa kerana perbuatan yang sia-sia dan mencarut, disamping itu menjadi habuan untuk orang-orang miskin." Pada riwayat yang lain pula, Rasullullah s.a.w. berdabda yang bermaksud : "Sesiapa yang menunaikannya sebelum solat 'Id, maka zakatnya itu diterima, tetapi yang membayarnya selepas solat 'Id, ia menjadi sedekah biasa." (Riwayat Abu Dawud, Ibnu Majjah dan disahkan oleh al-Hakim) MASA KINI Kini dinegara kita, Zakat Fitrah diberikan dalam bentuk wang ringgit sebagai ganti beras. Fakir miskin telah menerima habuan sebelum Hari Raya dengan cara diberikan pendahuluan oleh pihak Majlis Agama Islam Negeri-negeri. Oleh itu, elok Zakat Fitrah dibayar lebih awal atau pada malam Hari Raya, untuk mengelakkan kesibukan tugas amil memungutnya. Sempena 'Idul Fitri selain diwajibkan berfitrah, kita umat Islam yang berkemampuan juga disunnatkan memberi sedekah-sedekah yang lain dengan mengutamakan kaum kerabat kita yang susah, kemudian barulah kepada fakir miskin dan anak-anak yatim.

clear ... yang ini saya ga masalah ....

keroncong wrote:4) Menghadiri Upacara Solat 'Id Sekelian Muslimin dan Muslimat, tua dan muda, termasuk wanita-wanita yang haid disunnatkan mengahdiri upacara perhimpunan tahunan tersebut bagi masyarakat Islam setempat. Kehaduiran mereka sebagai menghayati syi'ar keagungan Islam dan perpaduan ummah, disamping itu mereka berpeluang bertakbir (membesarkan Allah s.w.t.) beramai-ramai, mendengar khutbah 'Id yang penting, berzikir dan mengaminkan doa yang dibacakan oleh imam. Bagi yang tidak uzur berpeluang mendirikan solat 'Id (Hari Raya) Daripada Ummu 'Atuyah r.a. ujurnya : Kami disuruh membawa gadis-gadis kecil dan wanita yang haid pada Hari Raya ('Idil Fitri dan 'Idil Adhha), agar mereka menyaksikan kebajikan dan doa kaum Muslimin tetapi wanita-wanita yang sedang haid itu terpisah dari tempat solat." (Hadis riwayat Bukhari dan Muslim) Perlu diingatkan, bahawa Hari Raya Puasa kita disunnatkan menjamah makanan atau juadah terlebih dahulu, kemudian pergi ketempat solat, tetapi untuk Hari Raya Haji sunat tidak makan terlebih dahulu, sebaliknya kita bersegera keupacara perhimpunan solat. Solat 'Idil Adhha disegerakan lalu menyembelih binatang qurban, kemudian kita pulang dengan membawa daging qurban, lalu dimasak dan baru makan. Pada pagi-pagi Hari Raya, kita juga disunnatkan mandi dan memakai pakaian yang serba baru atau yang bersih dan indah. Kemudian ketika pergi kemusollah (tempat solat), pergi melalui satu jalan dan pulang melalui jalan yang lain, dengan tujuan dapat bertemu lebih ramai sahabat handai dan saudara sesama Islam. Kita sama-sama mengucapkan Salam 'Idil Fitri sambil berbalas-balas senyuman, sama-sama menyatakan rasa syukur ke Hadrat Ilahi atas petunjuk dan pertolongan-Nya sehingga kita berjaya menundukkan nafsu sepanjang bulan Ramadhan. Pada zaman hayat Rasulullah s.a.w. dahulu, solat 'Id diadakan ditanah lapang kerana masjid-masjid pada zaman itu kecil-kecil belaka. Kini solat 'Id diadakan dimasjid atau disurau. Adalah amat elok jika dapat dibuatkan khemah atau ruang khas diluar masjid atau surau untuk memberi peluang para wanita yang uzur (haid) duduk ditempat itu supaya mereka dapat sama-sama menikmati syi'ar 'Idil Fitri atau 'Idil Addha.

yang ini pun saya ga masalah

keroncong wrote:
5) Amalan-amalan Menjelang Hari Raya Puasa Umat-umat Islam digalakkan melakukan I'tikaf beramai-ramai dimasjid pada malam-malam sepuluh terakhir pada bulan Ramadhan (malam ke-21 hingga malam ke-29 atau ke-30) kerana berharap bertemu malam LAILATIL QADAR atau malam kemuliaan yang mempunyai nilai lebih baik daripada 1000 bulan. Amalan ini dilakukan pada zaman hayat Nabi Muhammad s.a.w. dan para sahabat serta abad-abad berikutnya, bahkan hingga kini masih dilakukan begitu bersemarak disesetengah negara Islam khususnya di Masjidil Haram (Makkah), tetapi malangnya dinegara kita kebanyakkan umat Islam menyambut 'Idil Fitri lebih tertumpu dalam bentuk fizikal atau lahiriah, yang mana sesetengahnya tidak sesuai dengan roh pengajaran Islam. Sejak awal Ramadhan lagi, mereka lebih tertumpu kepusat membeli-belah, melengkapkan persiapan membeli pakaian, hiasan rumah dan lain-lain lagi. Apabila Hari Raya sudah hampir, kebanyakkan suri rumah lebih tertumpu menyediakan kuih-muih yang pelbagai jenis. Setiap individu Muslim dan Muslimah wajib menilai segala aktiviti yang telah berjalan selama ini, yang sesetengahnya telah menjadi 'budaya' termasuk bentuk acara menyambut 'Idil Fitri. Ciri-ciri yang diambil dari budaya luar Islam atau warisan budaya asing, yang tidak sesuai dengan aqidah dan syari'ah Islam hendaklah ditinggalkan. Kita boleh menyediakan makanan, juadah dan kuih0muih untuk Hari Raya tetapi hendaklah dalam bentuk sederhana. Demikian juga dengan perhiasan rumah, pakaian untuk diri dan anak-anak mestilah sesuai dengan ekonomi keluarga. Acara ziarah- menziarahi prang tua, sandara-mara, kaum kerabat, orang-orang yang berjasa kepada kita seperti para guru dan sabahat handai ini sebenarnya tidak terbatas sempena Hari Raya sahaja, tetapi perlu dilakukan pada hari dan bulan lain yang sesuai dari semasa ke semasa, sebagaimana sabda Rasullullah s.a.w.yang bermaksud : " Ziarahilah saudara mara kamu dari masa ke masa kerana ia boleh menambahkan kasih sayang." Lebih-lebih lagi menziarahi ibu bapa kita, hendaklah dilakukan labih kerap dan janganlah menunggu Hari Raya sahaja. Amalan meminta maaf juga perlulah dilakukan dengan segera apabila kita terasa telah melakukan kesilapan serta kesalahan pada orang lain.

merah : BETUL SEKALI .... intinya memang saya ingin bahas ini .... tapi

yang saya fokuskan BUKAN TENTANG APA YANG DILAKUKAN NABI dan sahabatnya (warna biru) ... tapi KENAPA NABI melakukan itu semua

>>> disini bukan artinya saya sebut perilaku Nabi tidak penting .... tapi justru dengan memahami KENAPA RASULULLAH melakukan demikian ... kita (Insha'Allah) bisa memahami kenapa kita meniru wajib melaksanakan sunnah2 tersebut

kenapa kita harus melakukan takbir, sholat, membayar zakat, sedekah dsb, pada bulan Ramadhan ... apa yang penting dari bulan ini ?? >>>> jadi ga sekedar meniru2 Rasullullah s.a.w. .... tapi ga tau apa dan kenapa kita melakukan semua itu DI BULAN RAMADHAN (BULAN PENUH BERKAH) ini

sisanya : tentang Islam di Indonesia .... ya itu dia masalahnya ... bagaimana kita bisa menjalankan bulan puasa penuh berkah ... bila kita sendiri tidak tau apa makna dan untuk apa kita MERAYAKAN BERBUKA PUASA (Idul Fitri)

piss piss
dee-nee
dee-nee
LETNAN KOLONEL
LETNAN KOLONEL

Female
Posts : 8645
Kepercayaan : Islam
Location : Jakarta
Join date : 02.08.12
Reputation : 182

Kembali Ke Atas Go down

Muslim-Zone Re: Memaknai Idul Fitri (mari berdiskusi)

Post by dee-nee Fri Jul 08, 2016 5:50 pm

Coba saya mulai ya yang ada di kepala :

A. Dimulai dari makna puasa (bahkan yang dilakukan oleh nabi2 sebelumnya)

“Wahai orang-orang yang beriman, telah diwajibkan kepada kalian puasa sebagaimana telah diwajibkan kepada orang-orang sebelum kalian, mudah-mudahan kalian bertakwa” (QS. Al Baqarah : 183)

Dini : jadi tujuan berpuasa adalah takwa ... menjadi orang bertakwa

yang kalau menurut pandangan saya adalah ... puasa adalah PROSES BELAJAR UNTUK MENJADI ORANG BERTAKWA

saya tidak melihat ada dalil manapun dalam Al Quran bahwa bila sudah puasa ... SUDAH PASTI DISEBUT BERTAKWA >>> bahkan bila sudah melakukan ibadah dan amalan puasa dengan sebenar2nya

(karena toh dalam Al Baqarah diatas juga disebutkan kata "mudah-mudah-an")

artinya takwa dan tidak takwa .... BUKAN DILIHAT KARENA KITA SUDAH MENJALANKAN IBADAH PUASA ATAU BELUM ... tapi dilihat dari bagaimana kita belajar untuk berproses menjadi manusia bertakwa itu sendiri

>>> jadi point-nya adalah proses belajar ... sementara kita sendiri belum tentu bisa disebut bertakwa

dimana proses belajar menjadi "takwa" ini .... akan JAUH LEBIH BAIK bila dilakukan dalam kondisi sedang puasa

puasa disini adalah suatu kondisi (keadaan) dimana manusia disiapkan untuk mulai BELAJAR tentang KETAKWAAN ... hampir sama dengan proses meditasi, perenungan diri, pendekatan diri pada Sang Pencipta, memberi fokus lebih pada spiritual manusia, membersihkan mind, body, and soul (dibandingkan duniawi) dan seterusnya

dalam pikiran saya .... puasa itu pada dasarnya hampir sama dengan meditasi .... dan dalam syariah Islam ... ada aturan2 yang harus dikerjakan ... YANG TUJUAN UTAMA-NYA adalah membersihkan diri dan perenungan diri ... untuk menuju proses belajar menjadi manusia bertakwa

B. Apa itu Takwa ?? >>> point ini akan sangat panjang uraiannya (dan mudah2an) yang baca ga bosen karena akan nyambung dengan TS

semua muslim tentu sudah tau penjelasan tentang takwa .... dan kebetulan saya dapat link yang (menurut saya) lumayan bagus untuk secara ringkas memahami arti takwa

https://ansilham.wordpress.com/2010/03/09/unsur-taqwa/

Kita sering mendengar pengertian taqwa, yang biasa diartikan oleh beberapa orang; ”Takut kepada Allah dengan menjalankan segala perintahnya dan menjauhi segala larangannya.”

Berikut ini ada empat unsur taqwa sebagai berikut :

1. Takut kepada Allah

Takut kepada Allah, dalam artian kita menanamkan rasa bahwa Allah itu mutlak adanya, Esa, dimana gerak kita selalu terlihat oleh-Nya. Taqwa jenis ini merupakan tingkatan awal, dalam hal ini Allah berfirman :

Dan barangsiapa yang taat kepada Allah dan Rasul-Nya dan takut kepada Allah dan bertaqwa kepada-Nya, maka mereka adalah orang-orang yang mendapat kemenangan. (QS. 24:52)

”Hai manusia, bertaqwalah kepada Rabbmu; sesungguhnya kegoncangan hari kiamat itu adalah suatu kejadian yang sangat besar (dahsyat).(Ingatlah) pada hari (ketika) kamu melihat kegoncangan itu, lalailah semua wanita yang menyusui anaknya dari anak yang disusuinya dan gugurlah segala kandungan wanita yang hamil, dan kamu lihat manusia dalam keadaan mabuk, padahal mereka sebenarnya tidak mabuk, akan tetapi azab Allah itu sangat keras. (QS. 22:1-2)”

Sekarang, sudah mulai jelas bukan? Jika kita mendasarkan pemahaman hanya pada tingkat ini saja, kapan kita akan merasakan nikmatnya iman? Kapan kita akan mengarahkan taqwa dengan benar? Jika yang kita ketahui hanya satu ”takut pada Allah”. Sedangkan takut pada Allah itu sendiri ada prosesnya.

“Demi kemuliaan-Ku, Aku tidak akan mengumpulkan dua rasa takut dan dua rasa aman pada seorang hamba. Jika ia takut kepada-Ku di dunia, maka Aku akan memberinya rasa aman di akhirat. Dan jika ia merasa aman dari-Ku di dunia, maka Aku akan memberinya rasa takut di akhirat.

2. Menjalankan perintah Al Qur’an

Setelah kita melaui proses pertama, barulah kita beranjak pada tahapan yang kedua yaitu menjalankan perintah al-Qur`an dan menjauhi apa yang jelas-jelas di larang dalam kitab-Nya. Al-Qur`an surat al-Isra: 9 menjelaskan:

”Sesungguhnya al-Qur’an ini memberikan petunjuk kepada (jalan) yang lebih lurus dan memberi khabar gembira kepada orang-orang Mu’min yang mengerjakan amal saleh bahwa bagi mereka ada pahala yang besar.”

Barang siapa membaca al-Qur`an dan mengamalkannya, pada hari kiamat kelak kelak Allah akan memakaikan mahkota pada kedua orang tuanya, yang gemerlapan (sinarnya) lebih baik daripda sinar matahari dalam salah satu rumah dunia, sekiranya sinar itu di dalamnya. Lantas bagaimana dugaan kalian mengenai orang yang mengamalkannya sendiri.”

“Demikianlah (perintah Allah), barang siapa mengagungkan syair-syair Allah (lambang-lambang-Nya), sesungguhnya itu timbul dari ketaqwaan hati (QS. Al-Hajj:32)”

Barang siapa membaca al-Qur`an dan menguasainya (benar-benar memahami maknanya), kemudian ia menghalalkan yang dihalalkan oleh al-Qur`an dan mengharamkan yang diharamkannya, kelak al-Qur`an akan memasukkannya ke dalam surga dan mengizinkan ia memberi syafaat kepada sepuluh orang keluargannya (semuanya) yang telah diharuskan masuk neraka. (HR. Tirmidzi)

3. Mempersiapkan  diri untuk Hari Akhir

Tingkatan ketiga yaitu mempersiapkan untuk hari Akhir. Tahapan taqwa ini merupakan tolak ukur dimana kita melakukan semua aktifitas di dunia ini dalam rangka mempersiapkan diri untuk bertemu dengan-Nya. Membuktikan ketaqwaan kita secara tepat untuk melangkah pada fase kehidupan ke-3 dan seterusnya (alam barzah dan akhirat).

”Tidak seorangpun di antara kalian kecuail diajak bicara oleh Allah tanpa penerjemah. Kemudian ia menoleh ke kanan, maka ia tidak melihat sesuatu melainkan apa yang pernah dilakukannya (di dunia). Ia pun menoleh ke kiri, maka ia tidak melhat sesuatu melainkan apa yang pernah dilakukannya (di dunia). Lalu ia menoleh ke depan, maka ia tidak melhat sesuatu melainkan neraka di depan wajahnya. Karena itu, jagalah diri kalian dari neraka meski dengan sebutir kurma.”

4. Ikhlash menerima apa yang ada

Tahapan terakhir, setelah kita melakukan proses taqwa di atas, kita harus menyertakan rasa rela. Rela di sini dalam artian kita sepenuhnya ridha (ikhlas) dengan ketetapan Allah yang digariskan kepada kita baik lahir maupun batin, rela pada kuantitas bentuk materi yang sedikit.

Barang siapa meninggalkan dunia (wafat) dengan membawa keikhlasan karena Allah swt. saja, ia tidak menyekutukan Allah sedikitpun, ia melaksanakan shalat, dan menunaikan zakat, maka ia telah meninggalkan dunia ini  dengan membawa ridha.

Bersyukur juga harus kita perhatikan, mengapa? Karena begitu sedikit manusia yang bersyukur, banyak dari mereka menganggap syukur hanya dengan kalimat al-hamdulillah namun tak banyak dari mereka mengetahui cara bersyukur.

Dan sedikit sekali dari hamba-hambaKu yang berterima kasih. (QS. 34:13)

Dan orang-orang yang berjuang untuk (mencari keridhaan) Kami, benar-benar akan Kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan Kami.Dan sesungguhnya Allah benar-benar beserta orang-orang yang berbuat baik. (QS. 29:69)

Seperti itulah tahapan bertaqwa kepada Allah. Seperti itu pula konsep taqwa, yang bila salah satu dari keempatya hilang, maka berkuranglah ketaqwaan itu.  Oleh sebab itu, surat al-Baqarah: 41 وإيي فالتقون yang artinya “maka hanya kepada-Ku kamu harus bertakwa“. Pertanyaannya; taqwa yang bagaimana? Dan di tingkat mana ketaqwaan itu tertanam?

Hai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kepada Allah dengan ketaqwaan sebenar-benarnya. (Al-Imran: 102)

Dan ia (neraka) dijauhkan dari orang-orang yang bertaqwa.

”Aku tidak bermaksud kecuali (mendatangkan) perbaikan selama aku masih berkesanggupan. Dan tidak ada taufik bagiku melainkan dengan (pertolongan) Allah. Hanya kepada Allah aku bertawakkal dan hanya kepada-Nya-lah aku kembali”. (QS. al-Hud: 88)

dalam artikel diatas khususnya yang pink dan orange .... bila kita pahami 4 point diatas (atau bahkan lebih) .... saya hanya membayangkan BETAPA SULITNYA DISEBUT SEBAGAI ORANG YANG BERTAKWA (bahkan bagi muslim itu sendiri) ...

begitu sulitnya manusia menjadi bertakwa .... sehingga manusia diwajibkan (atau diberi kesempatan) selama 1 bulan dalam setahun untuk BENAR2 BELAJAR ( mengulang dan memahami kembali) bagaimana menjadi manusia "bertakwa" >>>> dan inilah proses dalam puasa

Jadi kalau disebut "hikmah puasa" adalah untuk menjadi orang bertakwa ... menurut saya ga sesimpel itu

seperti saya baca di sebuah situs :

Banyak sekali hikmah di balik perintah sekaligus ibadah puasa yang akan kita laksanakan sebulan penuh. Ketahuilah bahwa sesungguhnya tujuan utama puasa bukan hanya sekedar melarang dari makan, minum, atau kesenangan-kesenangan yang mubah, tetapi yang menjadi tujuan adalah buah dari puasa itu sendiri yaitu menjadi orang bertakwa.

Dengan demikian puasa merupakan sebab menuju ketakwaan kepada Allah SWT. Ini bermakna puasa akan melahirkan ketakwaan, sementara takwa adalah maqam/ tingkatan ibadah yang paling tinggi di sisi Allah. Dengan puasa, seorang hamba akan menjauhi maksiat dan keburukan dan selalu bertaubat dari dosa yang telah lalu.

tidak ada yang salah dengan kalimat diatas .... tapi akan menjadi salah bila kemudian dimaknai seolah2 yang sudah puasa benar2 (menjalankan semua ibadah dan amalan puasa) pasti disebut sudah bertakwa

karena puasa itu sendiri hanya masa satu bulan untuk belajar kembali (mengingat dan membersihkan diri) yang kemudian diterapkan di 11 bulan lainnya

artinya : walaupun dalam 1 bulan kita sudah lulus dalam proses belajar ini .... tapi ilmu yang kita dapat selama 1 bulan puasa tidak diterapkan di 11 bulan lainnya >>> maka ibadah puasa kita tidak ada gunanya

ibarat mahasiswa pertanian yang mati2an belajar selama 4 thn dan meraih gelar cum laude ... sanggup membuat teori bagaimana menumbuhkan padi di gurun pasir dst ... tapi diujung2 dia kerja sebagai sales asuransi yang justru ga ada hubungannya dengan ilmu yang sudah dia pelajari sebelumnya

dan puasa itu sendiri adalah proses pembersihan diri dan hati >>>bukan untuk membersihkan/menghapus dosa

lalu kenapa kita puasa di bulan Ramadhan ??

lanjut ....
dee-nee
dee-nee
LETNAN KOLONEL
LETNAN KOLONEL

Female
Posts : 8645
Kepercayaan : Islam
Location : Jakarta
Join date : 02.08.12
Reputation : 182

Kembali Ke Atas Go down

Muslim-Zone Re: Memaknai Idul Fitri (mari berdiskusi)

Post by dee-nee Fri Jul 08, 2016 7:46 pm

C. Bulan Ramadhan

sekali lagi ... semua muslim juga pasti tau apa yang menjadi keistimewaan bulan Ramadhan

(Beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al-Qur’an sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang batil). Karena itu, barangsiapa di antara kamu yang hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu, maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu. Dan barangsiapa yang sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain” (QS. Al-Baqarah [2]: 185).

nabi2 sebelum Muhammad SAW jelas tidak berpuasa pada bulan Ramadhan (atau iya ... saya sendiri juga ga tau) ... tapi maksud saya disini :

sesuai dengan ayat yang biru (nyambung ke merah) ... maka disitulah kita diwajibkan puasa (sesuai dengan uraian tentang puasa sebelumnya) ... supaya kita benar2 bisa memahami makna dan isi Al Quran secara keseluruhan

satu bulan berpuasa adalah masa dimana kita diberi kesempatan BELAJAR secara khusus tentang hikmah Al Quran ... tidak hanya baca dan hafal ... tapi benar2 memahami isi dan kandungan makna-nya (yang otomatis untuk diterapkan pada bulan2 berikutnya)

jadi makna Idul Fitri (Merayakan Berbuka Puasa) adalah merayakan berakhirnya masa belajar (yang secara khusus ini) ... terkait semua ayat2 dalam Al Quran

itulah kenapa saya sebut sebelumnya

saya mau ngajak diskusi tentang bulan penuh berkah ini ... dan mungkin (bila diskusi berhasil) .... kita bisa semakin paham bahwa bulan penuh berkah ini BUKAN hanya melulu pada urusan dosa dan amal manusia saja ... tapi justru fokus pada keseluruhan nilai2 Islam itu sendiri

makna Idul Fitri adalah memahami sungguh2 seluruh nilai Islam yang tertulis dalam setiap ayat Al Quran

makna berpuasa di bulan Ramadhan adalah proses untuk selalu belajar (kembali dan terus menerus) menjadi Islam

yang pada akhirnya ... bisa diterapkan dalam 11 bulan lainnya >>> lalu ditahun berikutnya ... kita belajar lagi ... mengulang lagi ... refleksi lagi ... untuk kemudian  diterapkan di 11 bulan berikutnya >>> dan begitu seterusnya

maka ... yang ada di kepala saya sekarang .... kembali pada TS

kenapa Nabi menangis ?? .... dari banyak hadis itu kita juga bisa baca bahwa Nabi menangis karena habisnya bulan pernuh berkah ini ... karena tidak ada lagi bulan seindah bulan Ramadhan ....

tapi apakah benar Nabi menangis HANYA karena berakhirnya bulan ramadhan ?? ...

pernah ga nyangkut di kepala kita bahwa Nabi menangis SELAIN karena berakhirnya bulan Ramadhan ... tetapi juga karena Nabi telah menjalankan ibadah puasa dengan sempurna

artinya : secara kasat mata manusia saja .... kesempurnaan dalam menjalankan puasa ... bisa dilihat dari bagaimana si pelaksana (umat yang berpuasa) mengakhiri ibadahnya ....

semakin sempurna ibadah puasa-nya .... semakin tersungkur dan menangis dirinya dihadapan Allah SWT

yang merah : saya hanya membayangkan ... (menurut saya loh ya) ... siapapun yang bisa memahami makna Al Quran dengan sebenar2nya (dalam menuju proses takwa ini) .... akan menangis mengingat rendahnya kedudukan manusia dimata Allah

bahwa ya diterima atau tidaknya amal ibadah kita ... semua hanya Allah yang tahu ... tapi apa yang dilakukan Nabi bisa dijadikan parameter untuk menilai sampai sejauh mana diri kita dimata Allah

so ... pernahkan kita sampai menangis ketika membaca Al Quran ?? ... ketika kita memahami ayat2 Allah ?? ... ketika kita memaknai hikmah Quran ??? >>>> saya ga pernah ... pengen sih tapi kayanya belum/tidak mampu (kecuali kalau nangisnya dibuat2) ... wakakakaka

ibadah puasa bukan sekedar menjalankan semua amalan2 yang selama ini kita tau, tapi lebih dari itu ... ibadah puasa adalah proses belajar (terus menerus) kenapa dan bagaimana kita (ingin) menjadi Islam >>> jadi hubungannya adalah pada mind, body, and soul ... bukan sekedar perilaku dan tindakan

balik ke takbir (misalnya) >>> jangankan mind, body and soul yang menangis dan sujud dihadapan Allah ... memaknai takbir itu saja ... mengucapkan "Allahu Akbar" saja ... menghayati kata "Allah Maha Besar" saja .... kadang2 masih dengan akal pikiran dan hawa nafsu kita ....

seolah2 kita mengucapkan takbir (atau berpuasa dan menjalankan seluruh amalan2 bulan Ramadhan) atas dasar kebersihan hati dan jiwa ... padahal sebetulnya kita melakukan semua itu masih dengan pikiran, berdasarkan perintah dan ilmu dasar saja (belum sampai menyentuh hati)

bandingkan dengan ibadah yang dilakukan Rasullullah

-------------- masih jauh banget ya ------------------

binar  binar
dee-nee
dee-nee
LETNAN KOLONEL
LETNAN KOLONEL

Female
Posts : 8645
Kepercayaan : Islam
Location : Jakarta
Join date : 02.08.12
Reputation : 182

Kembali Ke Atas Go down

Muslim-Zone Re: Memaknai Idul Fitri (mari berdiskusi)

Post by Sponsored content


Sponsored content


Kembali Ke Atas Go down

Topik sebelumnya Topik selanjutnya Kembali Ke Atas

- Similar topics

Permissions in this forum:
Anda tidak dapat menjawab topik