Tawasul?
Halaman 2 dari 3 • Share
Halaman 2 dari 3 • 1, 2, 3
Re: Tawasul?
Gus Abu... jujur rada berat ane mahaminnyah. :3: apa ndak bisah diambil point2nya apa aja gituh.? atau besok aja lah Gus tak tunggu di TPA Sidoarjo
BAKUL KOPI- LETNAN DUA
-
Age : 36
Posts : 757
Location : warkop
Join date : 07.10.11
Reputation : 3
Re: Tawasul?
bingung saya mau nanggepin yang ini ??? pass aja deh... he he heSM wrote:
jadi ini sama seperti dalam slogan: "harus langsung/Tanpa Perantara & tidak via broker/calo" hehehe
dampak positif memang saya sependapat, yaitu: meningkatkan 'PD'
namun, dampak negatif jg ada, walau sedikit, yaitu: over confident. --> me-refer kepada analogi: orang buta meminta tolong untuk dibimbing menyebrang jalan kepada orang yang mampu & melihat lebih baik dari orang buta itu...
sebelumnya udah saya sampaikan, tawasul dgn orang2 sholeh yg masih hidup diperbolehkan karena ada dasar hadistnya, jadi hadist diatas samalah seperti kita menitip doa ama saudara/tetangga atau teman yg akan menunaikan Ibadah Haji, jadi gak ada masalah dengan hal ini..... hanya akan timbul lagi pertanyaan yaitu kenapa kita suka menitipkan do'a kepada orang yg akan pergi berhaji, apakah karena kita menganggap orang yg melaksanakan Ibadah Haji tsb mempunyai kedudukan yg tinggi disisi Allah SWT atau kita beranggapan karena Ka'bah itu adalah Baitullah sehingga do'a yg diucapkan disana akan di ijabah oleh Allah SWT... bolehkan kita beranggapan seperti itu??? bola saya tendang balik ke kang ciumbulan..........
bola diover gelosor kepada syekh abu hanan.....
untuk bola umpan lambung ke bro FM, ini ada oleh-oleh dari temennya syekh abu hanan...
Dalam kitab Riyadlus-Shalihin bab Wadaais-shahib hadits no.3, Rasulullah SAW bertawassul supaya Umar jangan lupa untuk menyertakan Rasulullah dalam segala do’anya di Mekkah ketika umrah :
عَنْ عُمَرَبْنِ اْلخَطَّابِ رَضِىَاللهُ عَنْهُ قَالَ اِسْتَأْذَنْتُ النَّبِىَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِى اْلعُمْرَةِ فَأذِنَ لىِ وَقَالَ: لاَتَنْسَنَا يَااُخَيَّ مِنْ دُعَائِكَ فَقَالَ كَلِمَةً مَايَسُرُّنِى اَنَّ لىِ بِهَاالدُّنْيَا. وَفِى رِوَايَةِ قَالَ اَشْرِكْنَا يَااُخَىَّ فِى دُعَائِكَ. رواه ابوداود والترمذى
“Dari shahabat Umar Ibnul Khattab r.a. berkata: saya minta idzin kepada Nabi SAW untuk melakukan ibadah umrah, kemudian Nabi mengidzinkan saya dan Rasulullah SAW bersabda; wahai saudaraku! Jangan kau lupakan kami dalam do’amu; Umar berkata: suatu kalimat yang bagi saya lelah senang dari pada pendapat kekayaan dunia. Dalam riwayat lain; Rasulullah SAW bersabda: sertakanlah kami dalam do’amu”. (HR Abu Dawud dan Tirmidzi)
monggo, bolanya digocek-gocek...dan diolah-dioper-oper lagi....
bukannya ntar malah makin membahayakan kalo semakin ketengah dan semakin dalam menyelamnya buat orang yg secara teori dia bisa berenang dan menyelam tapi prakteknya belum pernah ???
hehehehe...
bila kita duduk-duduk dipantai dan kaki kita sedikit terbenam oleh desiran halus gelombang air laut,,,kita sangat sependapat dan saya tidaklah berbeda dalam hal tersebut diatas...
namun demikian,
bila kita berenang agak ketengah...dan agak menyelam...mungkin ada sedikit saja perbedaannya...
masalah bid'ah ini kalo mau dibahas lebih lanjut, lebih baik dibuat thread tersendiri biar gak bercampur aduk karena selain lebih fokus juga tidak bisa utk didiskusikan dgn cara di-nyambi2 dgn topik yg lain.... konteks bid'ah yg saya sampaikan sebelumnya adalah cara2 bertawassul yg tidap pernah dilakukan/diajarkan oleh Rasulullah, sehingga dikatakan tawasul bid'ah karena membuat wasilah dgn cara atau amalan yang tidak ada dasarnya baik dalam Al-Qur'an maupun As-Sunnah......
untuk masalah bid'ah, apakah bro FM sependapat dengan "bid'ah yang baik" dan "bid'ah yang buruk"?
atau apakah semua yang namanya bid'ah adalah "keburukan" semata?
bukankah terdapat beberapa macam do'a iftitah yang diajarkan Rasulullah kepada kita, sehingga walaupun ini dianggap sunnat oleh jumhur ulama namun hampir tak pernah kita tidak membacanya setelah takbiratul ihram, hal ini disebabkan karena kita tahu bahwa Rasulullah sendiri pernah melaksanakannya serta mengajarkan beberapa do'a iftitah untuk kita amalkan dlm sholat karenanya logis jika dikatakan pembacaan do'a ifititah ini adalah mengikuti sunnah Nabi SAW..
lantas, bagaimana dengan sejarah adanya do'a iftitah? bukankah awalnya ia adalah bid'ah juga? yang walaupun menjadi bid'ah yang baik dan disunahkan, karena kebetulan saat itu baginda nabi masih 'jumeneng' (masih hidup) sehingga sang creator do'a iftitah (sahabat nabi) bisa menanyakan dan konfirmasi kepada baginda Rosululloh...., sehingga hingga saat ini pun 'do'a iftitah' tetap berstatus 'bukan wajib', status wajib tetap disandang oleh 'al-fatihah'.....di dalam sholat kita....
Insya Allah nanti saya lihat2 juga kesana......
untuk masalah tawasul, ada baiknya ditelaah dulu seluruh komen yang ada di link ini: http://isyfatihah.wordpress.com/2011/06/02/paganisme-dan-tawasul/
untuk PR yang ketiga, adalah statement bro FM: belum merealisasikan syahadat " Muhammad Rasulullah "
sebetulnya/sebenarnya, yang seperti apa, atau hakikatnya dari "belum merealisasikan syahadat" itu?
untuk bisa memahami dan merealisasikan syahadat Muhammad Rasulullah, ada baiknya kita mempelajari kembali ayat-ayat Al-Qur'an tentang tujuan diutusnya Rasulullah SAW, silahkan dipahami terlebih dahulu...... jam sudah menunjukkan 1 tengah malam lewat 15 menit... bantal dan guling udah manggil2 dan matapun tinggal 5 watt, jadi saya undur diri dulu... i'll be back he he he
forever_muslim- SERSAN SATU
- Posts : 181
Join date : 07.10.11
Reputation : 10
Re: Tawasul?
forever_muslim wrote:bingung saya mau nanggepin yang ini ??? pass aja deh... he he heSM wrote:
jadi ini sama seperti dalam slogan: "harus langsung/Tanpa Perantara & tidak via broker/calo" hehehe
dampak positif memang saya sependapat, yaitu: meningkatkan 'PD'
namun, dampak negatif jg ada, walau sedikit, yaitu: over confident. --> me-refer kepada analogi: orang buta meminta tolong untuk dibimbing menyebrang jalan kepada orang yang mampu & melihat lebih baik dari orang buta itu...sebelumnya udah saya sampaikan, tawasul dgn orang2 sholeh yg masih hidup diperbolehkan karena ada dasar hadistnya, jadi hadist diatas samalah seperti kita menitip doa ama saudara/tetangga atau teman yg akan menunaikan Ibadah Haji, jadi gak ada masalah dengan hal ini..... hanya akan timbul lagi pertanyaan yaitu kenapa kita suka menitipkan do'a kepada orang yg akan pergi berhaji, apakah karena kita menganggap orang yg melaksanakan Ibadah Haji tsb mempunyai kedudukan yg tinggi disisi Allah SWT atau kita beranggapan karena Ka'bah itu adalah Baitullah sehingga do'a yg diucapkan disana akan di ijabah oleh Allah SWT... bolehkan kita beranggapan seperti itu??? bola saya tendang balik ke kang ciumbulan..........
bola diover gelosor kepada syekh abu hanan.....
untuk bola umpan lambung ke bro FM, ini ada oleh-oleh dari temennya syekh abu hanan...
Dalam kitab Riyadlus-Shalihin bab Wadaais-shahib hadits no.3, Rasulullah SAW bertawassul supaya Umar jangan lupa untuk menyertakan Rasulullah dalam segala do’anya di Mekkah ketika umrah :
عَنْ عُمَرَبْنِ اْلخَطَّابِ رَضِىَاللهُ عَنْهُ قَالَ اِسْتَأْذَنْتُ النَّبِىَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِى اْلعُمْرَةِ فَأذِنَ لىِ وَقَالَ: لاَتَنْسَنَا يَااُخَيَّ مِنْ دُعَائِكَ فَقَالَ كَلِمَةً مَايَسُرُّنِى اَنَّ لىِ بِهَاالدُّنْيَا. وَفِى رِوَايَةِ قَالَ اَشْرِكْنَا يَااُخَىَّ فِى دُعَائِكَ. رواه ابوداود والترمذى
“Dari shahabat Umar Ibnul Khattab r.a. berkata: saya minta idzin kepada Nabi SAW untuk melakukan ibadah umrah, kemudian Nabi mengidzinkan saya dan Rasulullah SAW bersabda; wahai saudaraku! Jangan kau lupakan kami dalam do’amu; Umar berkata: suatu kalimat yang bagi saya lelah senang dari pada pendapat kekayaan dunia. Dalam riwayat lain; Rasulullah SAW bersabda: sertakanlah kami dalam do’amu”. (HR Abu Dawud dan Tirmidzi)
monggo, bolanya digocek-gocek...dan diolah-dioper-oper lagi....bukannya ntar malah makin membahayakan kalo semakin ketengah dan semakin dalam menyelamnya buat orang yg secara teori dia bisa berenang dan menyelam tapi prakteknya belum pernah ???
hehehehe...
bila kita duduk-duduk dipantai dan kaki kita sedikit terbenam oleh desiran halus gelombang air laut,,,kita sangat sependapat dan saya tidaklah berbeda dalam hal tersebut diatas...
namun demikian,
bila kita berenang agak ketengah...dan agak menyelam...mungkin ada sedikit saja perbedaannya...masalah bid'ah ini kalo mau dibahas lebih lanjut, lebih baik dibuat thread tersendiri biar gak bercampur aduk karena selain lebih fokus juga tidak bisa utk didiskusikan dgn cara di-nyambi2 dgn topik yg lain.... konteks bid'ah yg saya sampaikan sebelumnya adalah cara2 bertawassul yg tidap pernah dilakukan/diajarkan oleh Rasulullah, sehingga dikatakan tawasul bid'ah karena membuat wasilah dgn cara atau amalan yang tidak ada dasarnya baik dalam Al-Qur'an maupun As-Sunnah......
untuk masalah bid'ah, apakah bro FM sependapat dengan "bid'ah yang baik" dan "bid'ah yang buruk"?
atau apakah semua yang namanya bid'ah adalah "keburukan" semata?bukankah terdapat beberapa macam do'a iftitah yang diajarkan Rasulullah kepada kita, sehingga walaupun ini dianggap sunnat oleh jumhur ulama namun hampir tak pernah kita tidak membacanya setelah takbiratul ihram, hal ini disebabkan karena kita tahu bahwa Rasulullah sendiri pernah melaksanakannya serta mengajarkan beberapa do'a iftitah untuk kita amalkan dlm sholat karenanya logis jika dikatakan pembacaan do'a ifititah ini adalah mengikuti sunnah Nabi SAW..
lantas, bagaimana dengan sejarah adanya do'a iftitah? bukankah awalnya ia adalah bid'ah juga? yang walaupun menjadi bid'ah yang baik dan disunahkan, karena kebetulan saat itu baginda nabi masih 'jumeneng' (masih hidup) sehingga sang creator do'a iftitah (sahabat nabi) bisa menanyakan dan konfirmasi kepada baginda Rosululloh...., sehingga hingga saat ini pun 'do'a iftitah' tetap berstatus 'bukan wajib', status wajib tetap disandang oleh 'al-fatihah'.....di dalam sholat kita....Insya Allah nanti saya lihat2 juga kesana......
untuk masalah tawasul, ada baiknya ditelaah dulu seluruh komen yang ada di link ini: http://isyfatihah.wordpress.com/2011/06/02/paganisme-dan-tawasul/
untuk PR yang ketiga, adalah statement bro FM: belum merealisasikan syahadat " Muhammad Rasulullah "
sebetulnya/sebenarnya, yang seperti apa, atau hakikatnya dari "belum merealisasikan syahadat" itu?
untuk bisa memahami dan merealisasikan syahadat Muhammad Rasulullah, ada baiknya kita mempelajari kembali ayat-ayat Al-Qur'an tentang tujuan diutusnya Rasulullah SAW, silahkan dipahami terlebih dahulu...... jam sudah menunjukkan 1 tengah malam lewat 15 menit... bantal dan guling udah manggil2 dan matapun tinggal 5 watt, jadi saya undur diri dulu... i'll be back he he he
hehehehehe... :3:
sun-moon- SERSAN SATU
-
Posts : 191
Kepercayaan : Islam
Location : West Java
Join date : 15.08.11
Reputation : 4
Re: Tawasul?
akhirul posting......BAKUL KOPI wrote:Gus Abu... jujur rada berat ane mahaminnyah. :3: apa ndak bisah diambil point2nya apa aja gituh.? atau besok aja lah Gus tak tunggu di TPA Sidoarjo
"carilah wasilah" yg dimaksud ayat berartih tugas andah darih Allah untuk mencarih jalan termudah-terbaik-dan yg paling mungkin dapat andah "istiqomah"i sbg upayah utk mendekatinyah...
abu hanan- GLOBAL MODERATOR
-
Age : 90
Posts : 7999
Kepercayaan : Islam
Location : soerabaia
Join date : 06.10.11
Reputation : 224
Re: Tawasul?
mas penyiar...sun-moon wrote:jadi ini sama seperti dalam slogan: "harus langsung/Tanpa Perantara & tidak via broker/calo" hehehe :3:forever_muslim wrote:abu hanan wrote:ups maksudnyah sayah yang mestih jelasin ???
duh kasian,udah jadih stanmen gak adah yg tolong eh disini masih didorong jadih speaker "toa"..
tawasul= wasilah?
ok,setuju.
tawasul=wasilah yg berarti merujuk ke "penyandaran/numpang" kepada nabi/wali/org saleh?
ok,tunggu dulu.
tawasul=amal ibadah tiap hari dan berpikir/berdzikir di setiap kesempatan??
gak pernah adah yg senggol,ulama2 pun jugah demikian.
silahken.....ngacir boy mode on.
yang saya tahu tawasul itu perbuatannya sedangkan wasilah itu sarana sebagai media tawasulnya....
pertanyaan saya sebelumnya yaitu dalam konteks tawasul dengan orang sholih yg masih hidup... mas abu menjawab disandarkan pada orangnya, maka pertanyaan berikutnya yaitu bagaimana jika orang sholih tersebut tidak memanjatkan do'anya atau mendo'akan sesuatu yang tidak mungkin dikabulkan, apakah masih mungkin untuk ditunaikan tawasul tersebut ???
tawasul seperti ini memang diperbolehkan karena ada Hadist-hadist tsb diatas..... namun menurut saya, jenis tawasul dengan orang sholih yang masih hidup ini yaitu lebih kepada do'anya bukan pada orangnya karena bertawasul dengan orang-orang sholih karena menganggap kedudukan mereka yang tinggi di sisi Allah SWT maka ini termasuk bid'ah yang diharamkan dan mengarah ke syirik....
مَا نَعْبُدُهُمْ إِلاَّ لِيُقَرِّبُونَا إِلي اللهِ زُلْفَى
"Tidaklah kami (orang-orang musyrik) beribadah kepada mereka (orang-orang sholih) melainkan agar mereka mendekatkan diri kami kepada Allah dengan sedekat-dekatnya." (Az Zumar: 3)
>>maaf brow yg berikutnyah sayah skip<<
dampak positif memang saya sependapat, yaitu: meningkatkan 'PD'
namun, dampak negatif jg ada, walau sedikit, yaitu: over confident. --> me-refer kepada analogi: orang buta meminta tolong untuk dibimbing menyebrang jalan kepada orang yang mampu & melihat lebih baik dari orang buta itu...
>>kang,skip jugah yah<<
pertamaxxx..>>"..tidaklah para kekasih Allah itu mati,bahkan mereka mendapat nikmat yg besar dari sisi Allah.." ( maaf saya gak hafal persis redaksi ayatnya tetapih kurang lebih demikian).
keduaxx..>> anjuran dari hadits utk mengucap salam pada penghuni kampung sebelah (alam barzah)
keduwah point diatas menunjukkan bahwah orang yg meninggal "dikaruniai" pendengaran dan ituh berlakuh bagih semuwah penghuni kampung.Selayaknyah hidup di dunia makah kampung sebelah jugah bertingkat2 kedudukannyah sehinggah maqam org sholeh berbedah dengan org biasah.
kemudian ayat diatas brow..maa na'buduhum dst hendaknyah diartikan bahwah a'bud/na'buduu harus dipandang dalam konteks luwas.
beribadah=menyembah,mencintai,takut
dan ayat ituh harus dibandingkan dengan ..
wa maa kholaqtal jinna wal insaa illa liya'buduun.
itulah,sayah pikir,adalah konteks ayat.
dalam pengertian tawasul/wasilah...
peran "menumpang" lebih sering sayah membacanyah buginih = bertawasul berartih menghadap bersama2,yg dijadikan alat/media adalah broker/perantara/tangan kanan karenah keutamaannyah.
"ya Allah,saya memohon kepadamu bersama (personal atau amal) supaya Engkau berkenan mengabulkan hajatku/kami bla bla..."
tetapih akan menjadih kemunduran ketikah sang broker hanyah "diajak" terus TANPAH berupayah meneladani/menapak tilasi ttg apa dan bagaimana sang broker mencapaih derajat tinggi di sisi Allah.
abu hanan- GLOBAL MODERATOR
-
Age : 90
Posts : 7999
Kepercayaan : Islam
Location : soerabaia
Join date : 06.10.11
Reputation : 224
Re: Tawasul?
dalam menapaki 'jalan setapak' masalah ini...
koq saya menemukan jejak kaki syeh abu..nih..hehehehe....
lanjut kang mas...
inshaAlloh saya mungkin masih dibelakang anda nih...,,namun jalan setapaknya sepertinya sama..
:lkj:
koq saya menemukan jejak kaki syeh abu..nih..hehehehe....
lanjut kang mas...
inshaAlloh saya mungkin masih dibelakang anda nih...,,namun jalan setapaknya sepertinya sama..
:lkj:
sun-moon- SERSAN SATU
-
Posts : 191
Kepercayaan : Islam
Location : West Java
Join date : 15.08.11
Reputation : 4
Re: Tawasul?
kangmas prabu, Qs. Az-Zumar:3 ini adalah perkataan orang-orang musyrik arab 14 abad yang lalu... dan perkataan yang serupa dengan perkataan orang-orang musyrik pada zaman Nabi Nuh...AH wrote:
mas penyiar...
pertamaxxx..>>"..tidaklah para kekasih Allah itu mati,bahkan mereka mendapat nikmat yg besar dari sisi Allah.." ( maaf saya gak hafal persis redaksi ayatnya tetapih kurang lebih demikian).
keduaxx..>> anjuran dari hadits utk mengucap salam pada penghuni kampung sebelah (alam barzah)
keduwah point diatas menunjukkan bahwah orang yg meninggal "dikaruniai" pendengaran dan ituh berlakuh bagih semuwah penghuni kampung.Selayaknyah hidup di dunia makah kampung sebelah jugah bertingkat2 kedudukannyah sehinggah maqam org sholeh berbedah dengan org biasah.
kemudian ayat diatas brow..maa na'buduhum dst hendaknyah diartikan bahwah a'bud/na'buduu harus dipandang dalam konteks luwas.
beribadah=menyembah,mencintai,takut
dan ayat ituh harus dibandingkan dengan ..
wa maa kholaqtal jinna wal insaa illa liya'buduun.
itulah,sayah pikir,adalah konteks ayat.
dalam pengertian tawasul/wasilah...
peran "menumpang" lebih sering sayah membacanyah buginih = bertawasul berartih menghadap bersama2,yg dijadikan alat/media adalah broker/perantara/tangan kanan karenah keutamaannyah.
"ya Allah,saya memohon kepadamu bersama (personal atau amal) supaya Engkau berkenan mengabulkan hajatku/kami bla bla..."
tetapih akan menjadih kemunduran ketikah sang broker hanyah "diajak" terus TANPAH berupayah meneladani/menapak tilasi ttg apa dan bagaimana sang broker mencapaih derajat tinggi di sisi Allah.
Allah SWT berfirman, " Dan mereka (Kaum Nabi Nuh) berkata, " Jangan kamu sekali-kali meninggalkan sesembahan-sesembahan kamu dan (terutama) janganlah sekali-kali kamu meninggalkan (penyembahan) Wadd, Suwa, Yaghuts, Ya'quq, maupun Nasr" (Qs. Nuh: 23).
Ibnu Abbas radhiyallaahu 'anhu berkata dalam menafsirkan ayat yang mulia ini, " Ini adalah nama-nama orang shalih dari kaum Nabi Nuh, tatkala mereka meninggal, syaitan membisikkan kepada kaum mereka, ' Dirikanlah patung-patung mereka pada tempat yang pernah diadakan pertemuan di sana, dan namailah patung-patung itu dengan nama-nama mereka.' Orang-orang itu pun melaksanakan bisikan syaitan tersebut tetapi patung-patung mereka ketika itu belum disembah. Hingga orang-orang yang mendirikan patung itu meninggal dan ilmu agama dilupakan orang, barulah patung-patung tadi disembah". [HR Bukhari 5/382 no.4920]
Sangat jelas bahwa, menjadikan orang yang dianggap shalih sebagai perantara ibadah adalah penyembahan orang-orang musyrikin zaman dahulu kepada mayat-mayat tersebut dan inilah dari maksud atau tujuan mereka sebelumnya... bisa kita lihat dzohir dari ayat 3 dari surat Az-Zumar menunjukan tidak ada tujuan lain dari peribadatan terhadap berhala kecuali tujuan utk perantara ibadah.... oleh karenanya Allah SWT menggunakan kalimah nafi dan itsbaat (Tidaklah kami menyembah mereka kecuali untuk mendekatkan kami kepada Allah sedekat-dekatnya) ini adalah pembatasan tujuan, artinya tidak ada tujuan lain bagi mereka selain ini, atau meskipun ada tujuan lain bagi mereka selain ini, akan tetapi inilah tujuan utama mereka... dengan demikian bisa katakan bahwasanya hukum asal mereka menyembah berhala adalah untuk bertaqorrub kepada Allah SWT hingga datang dalil yang lain yang menunjukan tujuan lain... jadi perkataan kaum musyrik ini disampaikan oleh Allah SWT kepada Rasulullah sebagai pesan pengajaran yaitu agar beribadah hanya kepada Allah SWT semata dan bebas dari unsur-unsur syirik walaupun yg imut2 sekalipun, sehingga bisa saja dimunasabahkan dengan firman Allah SWT pada Qs.51:56 seperti yg kangmas prabu sampaikan diatas " dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku "...
Allah SWT berfirman :
أُولَئِكَ الَّذِينَ يَدْعُونَ يَبْتَغُونَ إِلَى رَبِّهِمُ الْوَسِيلَةَ أَيُّهُمْ أَقْرَبُ وَيَرْجُونَ رَحْمَتَهُ وَيَخَافُونَ عَذَابَهُ (٥٧)
Orang-orang yang mereka doai itu, mereka sendiri mencari jalan kepada Tuhan mereka siapa di antara mereka yang lebih dekat (kepada Allah) dan mengharapkan rahmat-Nya dan takut akan azab-Nya (QS Al-Isroo' : 57).
Tidak ada orang yang tahu siapa yang dicintai Allah SWT selain Allah SWT sendiri, dan sebagian kecilnya diberitahukan hanya kepada rasul-Nya, bukan kepada orang-orang yang mengaku tahu hal ghaib...
" Katakanlah! (Hai Muhammad) Tiada seorang pun baik di langit maupun di bumi yang mengetahui hal-hal yang ghaib KECUALI Allah, dan mereka tidak mengetahui kapan mereka dibangkitkan". (QS. an-Naml: 65)
dari ayat diatas bisa kita pahami bahwa hanya Allah SWT yang mengetahui bagaimana tingkat keimanan hamba2-Nya, dengan begitu kalau kita tidak mengetahui secara pasti amalan si mayyit semasa hidupnya itu diterima Allah SWT apa enggak, dari mana kita bisa menentukan bahwa do'a kita dengan menumpang kepada si mayyit itu dikabulkan oleh Allah SWT??? dan yang paling penting adalah jika istighootsah kepada para mayyit adalah baik dan sangat bermanfaat kenapa tidak ada satu haditspun yang menganjurkan akan hal ini…. Kenapa para sahabat tidak melakukan hal ini…. . bukankah seharusnya amalan istighootsah kepada mayyit merupakan syi'ar Islam jika memang disyariatkan???
Kita tidak tahu bagaimana sebenarnya hakekat kehidupan alam barzakh, sebaliknya kita sangat tahu bagaimana kehidupan di dunia, karenanya bagaimana bisa kita mengqiaskan antara kehidupan dunia dengan kehidupan alam barzakh, antara sesuatu yang kita tidak tahu hakekatnya dengan sesuatu yang kita tahu hakekatnya??? demikian penjelasan saya, semoga bermanfaat.....
forever_muslim- SERSAN SATU
- Posts : 181
Join date : 07.10.11
Reputation : 10
Re: Tawasul?
nah kan mas penyiar....
lafal menyembah dan berdoa adalah berlainan artih dan maknah.Menjadikan org2 sholeh sbg perantarah ibadah bermaknah persis sepertih niat hijrah.Manusiah akan mencapaih tujuan akhir berdasarkan apa yang diangankan.
Dan mas penyiar menghadirkan menyembah dan berdoa dalam konteks yg samah,tawasul.
Mulanyah sayah pikir tawasulnyah adalah untuk berdoa/memohon,kok tiba2 tawasulnyah menginjak ke peribadatan/menyembah.
Sedangkan menyembah dalam konteks Az Zumar adalah beradah di level memujah.Mungkin memujah arwah leluhur,memujah malaikat dan memujah sosok2 lainyah.Musyrikin tersebut mengetahuih bahwah yg disembah (dipujah) bukanlah sosok yg menciptakan.Boleh jadih ketakutan merekah adalah karena khawatir diabaikan/tidak diperhatikan oleh yg dipujah.
Kaloh mas penyiar pernah melihat pilem Kresna yg bertema bukit Ghorvinda,sayah pikir itu dapat mewakilih makna tawasul umat nabi Nuh..
monggoh kang mas penyiar,dilanjut..
buginih kang mas...mas penyiar wrote:
kangmas prabu, Qs. Az-Zumar:3 ini adalah perkataan orang-orang musyrik arab 14 abad yang lalu... dan perkataan yang serupa dengan perkataan orang-orang musyrik pada zaman Nabi Nuh...
Allah SWT berfirman, " Dan mereka (Kaum Nabi Nuh) berkata, " Jangan kamu sekali-kali meninggalkan sesembahan-sesembahan kamu dan (terutama) janganlah sekali-kali kamu meninggalkan (penyembahan) Wadd, Suwa, Yaghuts, Ya'quq, maupun Nasr" (Qs. Nuh: 23).
Ibnu Abbas radhiyallaahu 'anhu berkata dalam menafsirkan ayat yang mulia ini, " Ini adalah nama-nama orang shalih dari kaum Nabi Nuh, tatkala mereka meninggal, syaitan membisikkan kepada kaum mereka, ' Dirikanlah patung-patung mereka pada tempat yang pernah diadakan pertemuan di sana, dan namailah patung-patung itu dengan nama-nama mereka.' Orang-orang itu pun melaksanakan bisikan syaitan tersebut tetapi patung-patung mereka ketika itu belum disembah. Hingga orang-orang yang mendirikan patung itu meninggal dan ilmu agama dilupakan orang, barulah patung-patung tadi disembah". [HR Bukhari 5/382 no.4920]
lafal menyembah dan berdoa adalah berlainan artih dan maknah.Menjadikan org2 sholeh sbg perantarah ibadah bermaknah persis sepertih niat hijrah.Manusiah akan mencapaih tujuan akhir berdasarkan apa yang diangankan.
Dan mas penyiar menghadirkan menyembah dan berdoa dalam konteks yg samah,tawasul.
Mulanyah sayah pikir tawasulnyah adalah untuk berdoa/memohon,kok tiba2 tawasulnyah menginjak ke peribadatan/menyembah.
Sedangkan menyembah dalam konteks Az Zumar adalah beradah di level memujah.Mungkin memujah arwah leluhur,memujah malaikat dan memujah sosok2 lainyah.Musyrikin tersebut mengetahuih bahwah yg disembah (dipujah) bukanlah sosok yg menciptakan.Boleh jadih ketakutan merekah adalah karena khawatir diabaikan/tidak diperhatikan oleh yg dipujah.
Kaloh mas penyiar pernah melihat pilem Kresna yg bertema bukit Ghorvinda,sayah pikir itu dapat mewakilih makna tawasul umat nabi Nuh..
monggoh kang mas penyiar,dilanjut..
abu hanan- GLOBAL MODERATOR
-
Age : 90
Posts : 7999
Kepercayaan : Islam
Location : soerabaia
Join date : 06.10.11
Reputation : 224
Re: Tawasul?
Dalam surat Yusuf ayat 97, Allah swt.. berfirman: “Mereka berkata: ‘Wahai ayah kami, mohonkanlah ampun bagi kami terhadap dosa-dosa kami, sesungguhnya kami adalah orang-orang yang bersalah (berdosa) ”.
Jika kita teliti dari ayat ini maka akan dapat diambil pelajaran bahwa, para anak2 Ya’qub as. mereka tidak meminta pengampunan dari Ya’qub sendiri secara independent tanpa melihat kemampuan dan otoritas mutlak Ilahi dalam hal pengampunan dosa.... Namun mereka jadikan ayah mereka yang tergolong kekasih Ilahi (nabi) yang memiliki kedudukan khusus di mata Allah sebagai wasilah (sarana penghubung) permohonan pengampunan dosa dari Allah swt.... Dan ternyata, nabi Ya’qub pun tidak menyatakan hal itu sebagai perbuatan syirik, atau memerintahkan anak2nya agar langsung memohon kepada Allah swt.... karena Allah Maha mendengarkan segala permohonan dan do’a, malahan nabi Ya’qub as menjawab permohonan anak2nya tadi dengan ungkapan: “Ya’qub berkata: ‘Aku akan memohonkan ampun bagimu kepada Tuhanku. Sesungguhnya Dia-lah yang Maha Pengampun lagi Maha penyayang’ ”(QS Yusuf: 98).
Dalam surat an-Nisa’ ayat 64, Allah swt. berfirman: “Dan kami tidak mengutus seseorang Rasul melainkan untuk ditaati dengan seizin Allah. Sesungguhnya jikalau mereka ketika menganiaya dirinya datang kepadamu (Muhammad saw.) lalu memohon ampun kepada Allah, dan rasul (Muhammad saw.) pun memohonkan ampun untuk mereka, tentulah mereka mendapati Allah Maha Penerima Taubat lagi Maha Penyayang”.
Dari ayat di atas juga dapat diambil pelajaran yang esensial yaitu bahwa, Rasululah saw. sebagai makhluk Allah yang terkasih dan memiliki kedudukan (jah/maqam/wajih) yang sangat tinggi di sisi Allah sehingga diberi otoritas oleh Allah swt.untuk menjadi perantara (wasilah) dan tempat meminta pertolongan (istighatsah) kepada Allah swt… Dan terbukti bahwa banyak dari para sahabat mulia Rasulallah saw yang tergolong Salaf Shaleh menggunakan kesempatan emas tersebut untuk memohon ampun kepada Allah swt.. melalui perantara Rasulullah saw..
Semua ahli tafsir alQur’an termasuk Mufasir Salafi/Wahabi setuju bahwa ayat An-Nisa: 64 itu diturunkan ketika suatu saat sebagian sahabat melakukan kesalahan..... Yang kemudian mereka sadar atas kesalahannya dan ingin bertaubat.... Dan mereka meminta ampun secara langsung kepada Allah, tapi lihat bagaimana Allah swt. telah meresponnya:
1. Allah menolak untuk menerima permohonan ampun secara langsung, Dia memerintahkan mereka untuk terlebih dahulu mendatangi Rasulallah saw dan kemudian memintakan ampun kepada Allah swt dan Rasulallah saw. juga diminta untuk memintakan ampun buat mereka. Dengan demikian Rasulallah saw. bisa dijuluki sebagai Pengampun dosa secara kiasan/majazi sedangkan Allah swt. sebagai Pengampun dosa yang hakiki/sebenarnya.....
2. Allah memerintahkan sahabat untuk bersikap seperti yang diperintahkan (menyertakan Rasulallah saw dalam permohonan ampun mereka) hanya setelah melakukan ini mereka akan benar2 mendapat pengampunan dari Yang Maha Penyayang....
Lihat firman Allah swt itu malah Dia yang memerintahkan para sahabat untuk minta tolong pada Rasulallah saw untuk berdo’a pada Allah swt.... agar mengampunkan kesalahan2 mereka, mengapa para sahabat tidak langsung memohon pada Allah swt? Bila hal ini dilarang maka tidak mungkin Allah swt memerintahkan pada hambaNya sesuatu yang tidak di izinkanNya, Dan masih banyak lagi firman Allah swt. meminta Rasul-Nya untuk memohonkan ampun buat orang lain umpamanya: Q.S 3:159, QS 4:106, QS 24:62, QS 47:19, QS 60:12, dan QS 63
Wallahu a'lam
Jika kita teliti dari ayat ini maka akan dapat diambil pelajaran bahwa, para anak2 Ya’qub as. mereka tidak meminta pengampunan dari Ya’qub sendiri secara independent tanpa melihat kemampuan dan otoritas mutlak Ilahi dalam hal pengampunan dosa.... Namun mereka jadikan ayah mereka yang tergolong kekasih Ilahi (nabi) yang memiliki kedudukan khusus di mata Allah sebagai wasilah (sarana penghubung) permohonan pengampunan dosa dari Allah swt.... Dan ternyata, nabi Ya’qub pun tidak menyatakan hal itu sebagai perbuatan syirik, atau memerintahkan anak2nya agar langsung memohon kepada Allah swt.... karena Allah Maha mendengarkan segala permohonan dan do’a, malahan nabi Ya’qub as menjawab permohonan anak2nya tadi dengan ungkapan: “Ya’qub berkata: ‘Aku akan memohonkan ampun bagimu kepada Tuhanku. Sesungguhnya Dia-lah yang Maha Pengampun lagi Maha penyayang’ ”(QS Yusuf: 98).
Dalam surat an-Nisa’ ayat 64, Allah swt. berfirman: “Dan kami tidak mengutus seseorang Rasul melainkan untuk ditaati dengan seizin Allah. Sesungguhnya jikalau mereka ketika menganiaya dirinya datang kepadamu (Muhammad saw.) lalu memohon ampun kepada Allah, dan rasul (Muhammad saw.) pun memohonkan ampun untuk mereka, tentulah mereka mendapati Allah Maha Penerima Taubat lagi Maha Penyayang”.
Dari ayat di atas juga dapat diambil pelajaran yang esensial yaitu bahwa, Rasululah saw. sebagai makhluk Allah yang terkasih dan memiliki kedudukan (jah/maqam/wajih) yang sangat tinggi di sisi Allah sehingga diberi otoritas oleh Allah swt.untuk menjadi perantara (wasilah) dan tempat meminta pertolongan (istighatsah) kepada Allah swt… Dan terbukti bahwa banyak dari para sahabat mulia Rasulallah saw yang tergolong Salaf Shaleh menggunakan kesempatan emas tersebut untuk memohon ampun kepada Allah swt.. melalui perantara Rasulullah saw..
Semua ahli tafsir alQur’an termasuk Mufasir Salafi/Wahabi setuju bahwa ayat An-Nisa: 64 itu diturunkan ketika suatu saat sebagian sahabat melakukan kesalahan..... Yang kemudian mereka sadar atas kesalahannya dan ingin bertaubat.... Dan mereka meminta ampun secara langsung kepada Allah, tapi lihat bagaimana Allah swt. telah meresponnya:
1. Allah menolak untuk menerima permohonan ampun secara langsung, Dia memerintahkan mereka untuk terlebih dahulu mendatangi Rasulallah saw dan kemudian memintakan ampun kepada Allah swt dan Rasulallah saw. juga diminta untuk memintakan ampun buat mereka. Dengan demikian Rasulallah saw. bisa dijuluki sebagai Pengampun dosa secara kiasan/majazi sedangkan Allah swt. sebagai Pengampun dosa yang hakiki/sebenarnya.....
2. Allah memerintahkan sahabat untuk bersikap seperti yang diperintahkan (menyertakan Rasulallah saw dalam permohonan ampun mereka) hanya setelah melakukan ini mereka akan benar2 mendapat pengampunan dari Yang Maha Penyayang....
Lihat firman Allah swt itu malah Dia yang memerintahkan para sahabat untuk minta tolong pada Rasulallah saw untuk berdo’a pada Allah swt.... agar mengampunkan kesalahan2 mereka, mengapa para sahabat tidak langsung memohon pada Allah swt? Bila hal ini dilarang maka tidak mungkin Allah swt memerintahkan pada hambaNya sesuatu yang tidak di izinkanNya, Dan masih banyak lagi firman Allah swt. meminta Rasul-Nya untuk memohonkan ampun buat orang lain umpamanya: Q.S 3:159, QS 4:106, QS 24:62, QS 47:19, QS 60:12, dan QS 63
Wallahu a'lam
hamba tuhan- LETNAN SATU
-
Posts : 1666
Kepercayaan : Islam
Location : Aceh - Pekanbaru
Join date : 07.10.11
Reputation : 19
Re: Tawasul?
mbah abu sebaiknya dibaca keseluruhan penjelasan saya sebelumnya sehingga bisa dipahami jangan sepotong2 seperti yg mbah quote diatas.... seperti yg saya sampaikan bahwa menjadikan orang2 shalih yg telah meninggal sebagai perantara ibadah adalah penyembahan orang-orang musyrikin arab zaman dahulu dan inilah dari maksud atau tujuan mereka sebelumnya sesuai dengan perkataan mereka pada Az-Zumar ayat 3 tsb... mereka tidak menyembah orang2 shalih tsb tapi mereka menggunakan org2 shalih tsb walaupun sudah meninggal dunia utk dijadikan wasilah agar lebih dapat mendekatkan diri mereka kepada Allah SWT, jadi mereka beribadah dgn cara wasilah seperti itu.... lalu apa bedanya dgn kita berdo'a melalui perantara org2 shalih yg sudah meninggal yang tentunya pada saat kita berdoa penyebutan nama almarhum dari org shalih tersebut dalam do'a kita, diyakini dapat membuat do'a kita bisa lebih terkabul karena amalan ataupun kedudukan org shalih tsb..... inilah motivasi utama dari bertawassul dengan org2 shalih yg sudah meninggal jika tidak kenapa kita harus bertawassul dgn cara seperti itu.??? jika bertujuan untuk dijadikan tauladan ataupun contoh amalan, tentunya cukup dengan mempelajari dan mengamalkan ajaran2 yg pernah disampaikan oleh org shalih tsb, menurut saya itu lebih baik daripada dengan cara menjadikan almarhum org shalih sebagai wasilah dalam do'a kita yg sebenarnya konteks tujuannya berbeda...mbah abu wrote:
buginih kang mas...
lafal menyembah dan berdoa adalah berlainan artih dan maknah.Menjadikan org2 sholeh sbg perantarah ibadah bermaknah persis sepertih niat hijrah.Manusiah akan mencapaih tujuan akhir berdasarkan apa yang diangankan.
Dan mas penyiar menghadirkan menyembah dan berdoa dalam konteks yg samah,tawasul.
Mulanyah sayah pikir tawasulnyah adalah untuk berdoa/memohon,kok tiba2 tawasulnyah menginjak ke peribadatan/menyembah.
Sedangkan menyembah dalam konteks Az Zumar adalah beradah di level memujah.Mungkin memujah arwah leluhur,memujah malaikat dan memujah sosok2 lainyah.Musyrikin tersebut mengetahuih bahwah yg disembah (dipujah) bukanlah sosok yg menciptakan.Boleh jadih ketakutan merekah adalah karena khawatir diabaikan/tidak diperhatikan oleh yg dipujah.
Kaloh mas penyiar pernah melihat pilem Kresna yg bertema bukit Ghorvinda,sayah pikir itu dapat mewakilih makna tawasul umat nabi Nuh..
monggoh kang mas penyiar,dilanjut..
do'a merupakan ibadah yang sangat penting, karena pada do'a nampaklah kerendahan dan ketundukan orang yang berdo'a kepada dzat yang menjadi tujuan do'a..... pantas saja jika Rasulullah SAW bersabda :
الدُّعَاءُ هُوَ الْعِبَادَةُ ثُمَّ قَرَأَ : {وَقَالَ رَبُّكُمُ ادْعُونِي أَسْتَجِبْ لَكُمْ}.
"Do'a itulah ibadah", kemudian Nabi membaca firman Allah SWT (Dan Rob kalian berkata : Berdoalah kepadaKu niscaya Aku kabulkan bagi kalian)" (HR Ahmad no 18352, Abu Dawud no 1481, At-Tirmidzi no 2969, Ibnu Maajah no 3828, dan isnadnya dinyatakan jayyid (baik) oleh Ibnu Hajar dalam Fathul Baari 1/49)...
dengan demikian, doa merupakan ibadah yang sangat agung, maka barangsiapa yang menyerahkan kepada selain Allah berarti ia telah beribadah kepada selain Allah, dan barangsiapa yang beribadah kepada selain Allah maka dia adalah seorang musyrik...
beribadah yg dalam hal ini termasuk berdo'a dengan menggunakan perantara nama org2 shalih yg sudah meninggal sebagai wasilah dengan meyakini bahwa org shalih tersebut hanyalah sebagai sebab dan pada hakekatnya Allah-lah yang menolong, itulah hakekat kesyirikan kaum musyrikin arab ..... jadi konteksnya yaitu tawassul dgn penyebutan nama org2 shalih yg sudah meninggal dalam do'a kita agar terkabul nyaris tidak berbeda dgn cara beribadah org2 musyrik arab dalam ayat 3 surah Az-Zumar tsb, yg bertawassul dgn nama2 org shalih utk mendekatkan diri mereka kepada Tuhan......... apakah menurut mbah abu ritual penyembahan org2 musyrik dgn perantaraan pemujaan/pengagungan org2 shalih yg sudah meninggal tersebut tidak disertai dengan berdo'a???
forever_muslim- SERSAN SATU
- Posts : 181
Join date : 07.10.11
Reputation : 10
Re: Tawasul?
bro HT, yg lagi dibahas ini tawassul dengan org2 shalih yg sudah meninggal.... jika tawassul dengan orang yg masih hidup sih buat saya gak ada masalah karena ada dasar hadistnya, tapi coba bro HT pelajari kembali hadist tentang orang buta yg mendatangi Rasulullah SAW.....hamba tuhan wrote:Dalam surat Yusuf ayat 97, Allah swt.. berfirman: “Mereka berkata: ‘Wahai ayah kami, mohonkanlah ampun bagi kami terhadap dosa-dosa kami, sesungguhnya kami adalah orang-orang yang bersalah (berdosa) ”.
Jika kita teliti dari ayat ini maka akan dapat diambil pelajaran bahwa, para anak2 Ya’qub as. mereka tidak meminta pengampunan dari Ya’qub sendiri secara independent tanpa melihat kemampuan dan otoritas mutlak Ilahi dalam hal pengampunan dosa.... Namun mereka jadikan ayah mereka yang tergolong kekasih Ilahi (nabi) yang memiliki kedudukan khusus di mata Allah sebagai wasilah (sarana penghubung) permohonan pengampunan dosa dari Allah swt.... Dan ternyata, nabi Ya’qub pun tidak menyatakan hal itu sebagai perbuatan syirik, atau memerintahkan anak2nya agar langsung memohon kepada Allah swt.... karena Allah Maha mendengarkan segala permohonan dan do’a, malahan nabi Ya’qub as menjawab permohonan anak2nya tadi dengan ungkapan: “Ya’qub berkata: ‘Aku akan memohonkan ampun bagimu kepada Tuhanku. Sesungguhnya Dia-lah yang Maha Pengampun lagi Maha penyayang’ ”(QS Yusuf: 98).
Dalam surat an-Nisa’ ayat 64, Allah swt. berfirman: “Dan kami tidak mengutus seseorang Rasul melainkan untuk ditaati dengan seizin Allah. Sesungguhnya jikalau mereka ketika menganiaya dirinya datang kepadamu (Muhammad saw.) lalu memohon ampun kepada Allah, dan rasul (Muhammad saw.) pun memohonkan ampun untuk mereka, tentulah mereka mendapati Allah Maha Penerima Taubat lagi Maha Penyayang”.
Dari ayat di atas juga dapat diambil pelajaran yang esensial yaitu bahwa, Rasululah saw. sebagai makhluk Allah yang terkasih dan memiliki kedudukan (jah/maqam/wajih) yang sangat tinggi di sisi Allah sehingga diberi otoritas oleh Allah swt.untuk menjadi perantara (wasilah) dan tempat meminta pertolongan (istighatsah) kepada Allah swt… Dan terbukti bahwa banyak dari para sahabat mulia Rasulallah saw yang tergolong Salaf Shaleh menggunakan kesempatan emas tersebut untuk memohon ampun kepada Allah swt.. melalui perantara Rasulullah saw..
Semua ahli tafsir alQur’an termasuk Mufasir Salafi/Wahabi setuju bahwa ayat An-Nisa: 64 itu diturunkan ketika suatu saat sebagian sahabat melakukan kesalahan..... Yang kemudian mereka sadar atas kesalahannya dan ingin bertaubat.... Dan mereka meminta ampun secara langsung kepada Allah, tapi lihat bagaimana Allah swt. telah meresponnya:
1. Allah menolak untuk menerima permohonan ampun secara langsung, Dia memerintahkan mereka untuk terlebih dahulu mendatangi Rasulallah saw dan kemudian memintakan ampun kepada Allah swt dan Rasulallah saw. juga diminta untuk memintakan ampun buat mereka. Dengan demikian Rasulallah saw. bisa dijuluki sebagai Pengampun dosa secara kiasan/majazi sedangkan Allah swt. sebagai Pengampun dosa yang hakiki/sebenarnya.....
2. Allah memerintahkan sahabat untuk bersikap seperti yang diperintahkan (menyertakan Rasulallah saw dalam permohonan ampun mereka) hanya setelah melakukan ini mereka akan benar2 mendapat pengampunan dari Yang Maha Penyayang....
Lihat firman Allah swt itu malah Dia yang memerintahkan para sahabat untuk minta tolong pada Rasulallah saw untuk berdo’a pada Allah swt.... agar mengampunkan kesalahan2 mereka, mengapa para sahabat tidak langsung memohon pada Allah swt? Bila hal ini dilarang maka tidak mungkin Allah swt memerintahkan pada hambaNya sesuatu yang tidak di izinkanNya, Dan masih banyak lagi firman Allah swt. meminta Rasul-Nya untuk memohonkan ampun buat orang lain umpamanya: Q.S 3:159, QS 4:106, QS 24:62, QS 47:19, QS 60:12, dan QS 63
Wallahu a'lam
" Dari Utsman bin Hunaif : Bahwasanya seorang lelaki yang matanya buta mendatangi Nabi SAW seraya berkata : " Berdoalah kepada Allah SWT agar Ia menyembuhkanku." Nabi menjawab : " Jika kamu mau aku akan mendoakanmu, dan jika kamu mau untuk bersabar maka hal ini lebih baik." Lalu orang buta itu berkata : " berdoalah".... Lantas Nabi memerintahkannya untuk berwudhu' dengan sebaik-baiknya lalu sholatlah dua roka'at kemudian berdoalah dengan doa ini : " Ya Allah, sesungguhnya aku memohon kepada-Mu dan menghadap kepada-Mu dengan Nabi-Mu Muhammad, Nabi yang penuh rahmat. Wahai Muhammad, sesungguhnya saya menghadap dengan engkau kepada Rabbku untuk memenuhi hajatku ini, maka penuhilah untukku. Ya Allah, terimalah syafa'atnya untukku dan terimalah syafa'atku untuknya." Dia (Utsman bin Hunaif) berkata : " Lelaki buta itu mengamalkannya lalu ia pun sembuh." [Lafazh Ibnu Majah]...
lafazh hadist diatas serupa dengan lafazh hadist sejenis yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad, an-Nasa'i, dan yg lainnya.....
hadist di atas tidak menunjukkan bolehnya bertawassul dengan kehormatan/kemuliaan Nabi, baik di masa hidup maupun wafat beliau, demikian pula Hadist di atas tidak menunjukkan bolehnya bertawassul dengan kehormatan/kemuliaan selain beliau... Hadist ini hanya menunjukkan kebolehan bertawassul dengan do'a dan syafa'at Nabi SAW di masa hidup beliau saja sama seperti makna dalam Qs.4:64 yg bro HT sampaikan diatas...Hadist di atas jelas menunjukkan tawassulnya orang buta tersebut adalah dengan do'a Rasulullah SAW, bukan dengan jah/kehormatan/kemuliaan Nabi SAW apalagi dengan dzat Beliau.... hal ini bisa kita perhatikan dari susunan lafadz dari matan hadist tersebut, silahkan anda pelajari kembali dengan lebih teliti...
forever_muslim- SERSAN SATU
- Posts : 181
Join date : 07.10.11
Reputation : 10
Re: Tawasul?
Pada hakekatnya memanggil nama seseorang untuk meminta pertolongannya adalah hal yang diperbolehkan selama ia seorang Muslim, Mukmin, Shalih, dan diyakini mempunyai Manzilah di sisi Allah swt, tidak pula terikat ia masih hidup atau telah wafat. Karena bila seseorang mengatakan ada perbedaan dalam kehidupan dan kematian atas manfaat dan mudharrat maka justru dirisaukan ia dalam kemusyrikan yang nyata. Karena seluruh manfaat dan mudharrat berasal dari Allah swt, maka kehidupan dan kematian tidak bisa membuat batas dari manfaat dan mudharrat kecuali dengan izin Allah swt. Ketika seseorang berkata bahwa orang mati tidak bisa memberi manfaat, dan orang hidup bisa memberi manfaat, maka dirisaukan ia telah jatuh dalam kekufuran karena menganggap kehidupan adalah sumber manfaat dan kematian adalah mustahilnya manfaat. Padahal manfaat dan mudharrat itu dari Allah. Dan kekuasaan Allah tidak dapat dibatasi dengan kehidupan dan kematian.
Pada hakikatnya Para Nabi dan Kaum Shalihin yang dirihai Allah adalah hidup di kuburnya. Allah swt berfirman dalam Al Qur’an Surat Ali Imran ayat 169: “ Dan janganlah kamu kira orang-orang yang gugur di jalan Allah itu mati, mereka bahkan hidup di sisi Tuhannya dengan mendapat rezeki.”
Yang mati masih dapat memberikan manfaat kepada yang masih hidup.
Dalam Tafsir Ibnu Katsir; (Ismail bin Umar bin Katsir Ad Dimsyqi); juz 2, Darur Fikr, Beirut 1401 H , hal. 388. Beliau, Ibnu Katsir ra ketika menafsirkan ayat 105 Surat At taubah yang berbunyi, “Dan katakanlah, beramallah kalian, maka Allah dan rasul-Nya serta orang-orang yang beriman akan melihat amal kalian.”
“Telah diriwayatkan bahwa semua amal orang yang masih hidup dipertontonkan kepada keluarga dan kerabat mereka yang telah meninggal dunia di alam barzakh, sebagaimana dinyatakan oleh Abu Dawud ath Thayalisi.”
“Sesungguhnya semua amal kalian akan dipertontonkan kepada kerabat dan keluarga kalian di kubur mereka. Jika (melihat) amal yang baik, mereka merasa bahagia dengannya. Dan jika (melihat) amal yang buruk, mereka berdoa, “Ya Allah, berilah mereka ilham (ide) untuk melakukan amal taat kepadamu.”
Abu Bakar bin Abdullah bin Muhammad bin Abi Syaibah Al Kufi dalam Mushannif Ibnu Abi Syaibah menuliskan: Ibnu Abi Syaibah menyebutkan bahwa pada masa pemerintahan Sayyidina Umar ra terjadi panceklik. Saat itu Bilal bin Harits Al Muzani berziarah ke makam Rasulullah saw dan berkata : “Duhai Rasulullah saw. Mintakan hujan kepada Allah untuk umatmu, karena sesungguhnya mereka telah binasa.” Tak lama kemudian ia bermimpi bertemu dengan Nabi saw yang berkata kepadanya: “Temuilah Umar, sampaikan salamku kepadanya dan beritahukan bahwa mereka akan memperoleh hujan.” Ibnu Hajar Al Asqalani menyatakan bahwa sanad hadits ini shahih.
Dalam Atsar di atas disebutkan dengan jelas bahwa sahabat Bilal bin Harits al Muzani ber-istighatsah dengan Rasulullah saw jauh hari setelah beliau wafat dan tidak ada seorang sahabat pun yang menentangnya.
“Diriwayatkan dari Abdullah ra, Nabi saw bersabda: “Hidupku adalah kebaikan bagi kalian dan matiku adalah kebaikan bagi kalian. Ketika aku hidup kalian melakukan banyak hal lalu dijelaskan hukumnya melalui aku. Matiku juga kebaikan bagi kalian, diberitahukan amal perbuatan kalian. Jika aku melihat amal kalian baik maka aku memuji Allah karenanya. Dan jika aku melihat amal kalian yang buruk, maka aku memohonkan ampun untuk kalian kepada Allah.”
Hadits ini diriwayatkan oleh Al Bazzar dalam Musnadnya. Hadits di atas menunjukkan bahwa meskipun Rasulullah saw sudah meninggal, beliau tetap bermanfaat bagi umatnya, seperti bisa mendoakan dan memohon ampun kepada Allah untuk umatnya. Oleh karena itu dibolehkan bertawassul dan ber-istighatsah dengan beliau, memohon didoakan oleh Beliau saw meskipun beliau sudah meninggal.
“Diriwayatkan dari Abdullah bin Umar ra, bahwa suatu ketika kaki beliau terkena mati rasa, maka salah seorang yang hadir mengatakan kepada beliau: “Sebutkanlah orang yang paling anda cintai.” Lalu Ibnu Umar berkata: “Yaa Muhammad.” Maka seketika itu kaki beliau sembuh.
Hadits shahih ini diriwayatkan oleh Imam al Bukhari dalam al Adab al Mufrad. Hadits di atas menunjukkan bahwa sahabat Abdullah bin Umar ra melakukan Tawassul & Istighatsah dengan menggunakan redaksi Nida’ (memanggil) “Yaa Muhammad” yang artinya “adrikni bi du’aika yaa Muhammad” (tolonglah aku dengan doamu kepada Allah wahai Muhammad). Hal ini dilakukan setelah Rasulullah saw wafat. Sehingga hadits ini menunjukkan bahwa bertawassul dan beristighatsah dengan Rasulullah saw setelah beliau wafat meskipun dengan menggunakan redaksi nida’ (memanggil), yang berarti nida’ al mayyit (memanggil seorang Nabi atau Wali yang telah meninggal) bukanlah termasuk syirik.
Para Nabi as, demikian pula orang-orang yang syahid, tetap hidup dalam kubur mereka, yakni dengan kehidupan alam barzakh. Mereka mengetahui –apa yang Allah kehendaki untuk mereka ketahui– terkait dengan berbagai keadaan di alam ini. Pastinya, kehidupan para Nabi as, dan orang-orang yang mewarisi mereka, lebih utuh dan lebih sempurna daripada kehidupan orang-orang yang mati syahid , karena mereka memiliki kedudukan yang lebih tinggi dibanding orang-oarng yang mati syahid. Dalilnya adalah firman Allah swt: “Maka mereka itu akan bersama-sama dengan orang yang diberi nikmat oleh Allah, (yaitu) para Nabi, Para Pecinta Kebenaran, Orang-orang yang Mati Syahid, dan Orang-orang Shalih. Mareka itulah teman yang sebaik-baiknya.” – QS An Nisa : 69.
Dalam hadits-hadits shahih dinyatakan bahwa mereka tetap dalam kondisi hidup, dan bumi tidak memakan hasad mereka. Anas ra mengatakan Nabi saw bersabda: “Pada malam saat aku mengalami Isra’, aku menemui Musa as berdiri di atas kuburnya di bukit pasir merah (Muslim: 2385).
Beliau saw bersabda, “Sesungguhnya Allah mengharamkan bagi bumi memakan jasad para Nabi. (Disampaikan oleh Abu daud: 1047, An Nasai: 1374, Ibnu Majah: 1085, Ad Darimi: 1572, dan Ahmad: IV:8, dari riwayat Aus bin Aus ra).
Disebutkan pula dalam sebuah riwayat bahwa mereka pun bershalawat dan beramal seperti mereka hidup. Diantaranya adalah sabda Nabi saw, “para Nabi hidup dan shalat di kubur mereka.” (Disampaikan oleh Abu Ya’la dalam al Musnad dari hadits riwayat Anas bin Malik ra).
Masih banyak hadits lain yang menjadi dalil tawassul adalah sunnah Rasul saw, sebagaimana hadits yang dikeluarkan oleh Abu Nu'aim, Thabrani dan Ibn Hibban dalam shahihnya, bahwa ketika wafatnya Fathimah binti Asad (Bunda dari Sayyidina Ali bin Abi Thalib kw, dalam hadits itu disebutkan Rasul saw rebah/bersandar dikuburnya dan berdoa : Allah Yang Menghidupkan dan mematikan, dan Dia Maha Hidup tak akan mati, ampunilah dosa Ibuku Fathimah binti Asad, dan bimbinglah hujjah nya (pertanyaan di kubur), dan luaskanlah atasnya kuburnya, Demi Nabi Mu dan Demi para Nabi sebelum Mu, Sungguh Engkau Maha Pengasih dari semua pemilik sifat kasih sayang.", jelas sudah dengan hadits ini pula bahwa Rasul saw bertawassul di kubur, kepada para Nabi yang telah wafat, untuk mendoakan Bibi beliau saw (Istri Abu Thalib).
http://majelisrasulullah.org/index.php?option=com_content&task=view&id=63&Itemid=12&lang=id
Pada hakikatnya Para Nabi dan Kaum Shalihin yang dirihai Allah adalah hidup di kuburnya. Allah swt berfirman dalam Al Qur’an Surat Ali Imran ayat 169: “ Dan janganlah kamu kira orang-orang yang gugur di jalan Allah itu mati, mereka bahkan hidup di sisi Tuhannya dengan mendapat rezeki.”
Yang mati masih dapat memberikan manfaat kepada yang masih hidup.
Dalam Tafsir Ibnu Katsir; (Ismail bin Umar bin Katsir Ad Dimsyqi); juz 2, Darur Fikr, Beirut 1401 H , hal. 388. Beliau, Ibnu Katsir ra ketika menafsirkan ayat 105 Surat At taubah yang berbunyi, “Dan katakanlah, beramallah kalian, maka Allah dan rasul-Nya serta orang-orang yang beriman akan melihat amal kalian.”
“Telah diriwayatkan bahwa semua amal orang yang masih hidup dipertontonkan kepada keluarga dan kerabat mereka yang telah meninggal dunia di alam barzakh, sebagaimana dinyatakan oleh Abu Dawud ath Thayalisi.”
“Sesungguhnya semua amal kalian akan dipertontonkan kepada kerabat dan keluarga kalian di kubur mereka. Jika (melihat) amal yang baik, mereka merasa bahagia dengannya. Dan jika (melihat) amal yang buruk, mereka berdoa, “Ya Allah, berilah mereka ilham (ide) untuk melakukan amal taat kepadamu.”
Abu Bakar bin Abdullah bin Muhammad bin Abi Syaibah Al Kufi dalam Mushannif Ibnu Abi Syaibah menuliskan: Ibnu Abi Syaibah menyebutkan bahwa pada masa pemerintahan Sayyidina Umar ra terjadi panceklik. Saat itu Bilal bin Harits Al Muzani berziarah ke makam Rasulullah saw dan berkata : “Duhai Rasulullah saw. Mintakan hujan kepada Allah untuk umatmu, karena sesungguhnya mereka telah binasa.” Tak lama kemudian ia bermimpi bertemu dengan Nabi saw yang berkata kepadanya: “Temuilah Umar, sampaikan salamku kepadanya dan beritahukan bahwa mereka akan memperoleh hujan.” Ibnu Hajar Al Asqalani menyatakan bahwa sanad hadits ini shahih.
Dalam Atsar di atas disebutkan dengan jelas bahwa sahabat Bilal bin Harits al Muzani ber-istighatsah dengan Rasulullah saw jauh hari setelah beliau wafat dan tidak ada seorang sahabat pun yang menentangnya.
“Diriwayatkan dari Abdullah ra, Nabi saw bersabda: “Hidupku adalah kebaikan bagi kalian dan matiku adalah kebaikan bagi kalian. Ketika aku hidup kalian melakukan banyak hal lalu dijelaskan hukumnya melalui aku. Matiku juga kebaikan bagi kalian, diberitahukan amal perbuatan kalian. Jika aku melihat amal kalian baik maka aku memuji Allah karenanya. Dan jika aku melihat amal kalian yang buruk, maka aku memohonkan ampun untuk kalian kepada Allah.”
Hadits ini diriwayatkan oleh Al Bazzar dalam Musnadnya. Hadits di atas menunjukkan bahwa meskipun Rasulullah saw sudah meninggal, beliau tetap bermanfaat bagi umatnya, seperti bisa mendoakan dan memohon ampun kepada Allah untuk umatnya. Oleh karena itu dibolehkan bertawassul dan ber-istighatsah dengan beliau, memohon didoakan oleh Beliau saw meskipun beliau sudah meninggal.
“Diriwayatkan dari Abdullah bin Umar ra, bahwa suatu ketika kaki beliau terkena mati rasa, maka salah seorang yang hadir mengatakan kepada beliau: “Sebutkanlah orang yang paling anda cintai.” Lalu Ibnu Umar berkata: “Yaa Muhammad.” Maka seketika itu kaki beliau sembuh.
Hadits shahih ini diriwayatkan oleh Imam al Bukhari dalam al Adab al Mufrad. Hadits di atas menunjukkan bahwa sahabat Abdullah bin Umar ra melakukan Tawassul & Istighatsah dengan menggunakan redaksi Nida’ (memanggil) “Yaa Muhammad” yang artinya “adrikni bi du’aika yaa Muhammad” (tolonglah aku dengan doamu kepada Allah wahai Muhammad). Hal ini dilakukan setelah Rasulullah saw wafat. Sehingga hadits ini menunjukkan bahwa bertawassul dan beristighatsah dengan Rasulullah saw setelah beliau wafat meskipun dengan menggunakan redaksi nida’ (memanggil), yang berarti nida’ al mayyit (memanggil seorang Nabi atau Wali yang telah meninggal) bukanlah termasuk syirik.
Para Nabi as, demikian pula orang-orang yang syahid, tetap hidup dalam kubur mereka, yakni dengan kehidupan alam barzakh. Mereka mengetahui –apa yang Allah kehendaki untuk mereka ketahui– terkait dengan berbagai keadaan di alam ini. Pastinya, kehidupan para Nabi as, dan orang-orang yang mewarisi mereka, lebih utuh dan lebih sempurna daripada kehidupan orang-orang yang mati syahid , karena mereka memiliki kedudukan yang lebih tinggi dibanding orang-oarng yang mati syahid. Dalilnya adalah firman Allah swt: “Maka mereka itu akan bersama-sama dengan orang yang diberi nikmat oleh Allah, (yaitu) para Nabi, Para Pecinta Kebenaran, Orang-orang yang Mati Syahid, dan Orang-orang Shalih. Mareka itulah teman yang sebaik-baiknya.” – QS An Nisa : 69.
Dalam hadits-hadits shahih dinyatakan bahwa mereka tetap dalam kondisi hidup, dan bumi tidak memakan hasad mereka. Anas ra mengatakan Nabi saw bersabda: “Pada malam saat aku mengalami Isra’, aku menemui Musa as berdiri di atas kuburnya di bukit pasir merah (Muslim: 2385).
Beliau saw bersabda, “Sesungguhnya Allah mengharamkan bagi bumi memakan jasad para Nabi. (Disampaikan oleh Abu daud: 1047, An Nasai: 1374, Ibnu Majah: 1085, Ad Darimi: 1572, dan Ahmad: IV:8, dari riwayat Aus bin Aus ra).
Disebutkan pula dalam sebuah riwayat bahwa mereka pun bershalawat dan beramal seperti mereka hidup. Diantaranya adalah sabda Nabi saw, “para Nabi hidup dan shalat di kubur mereka.” (Disampaikan oleh Abu Ya’la dalam al Musnad dari hadits riwayat Anas bin Malik ra).
Masih banyak hadits lain yang menjadi dalil tawassul adalah sunnah Rasul saw, sebagaimana hadits yang dikeluarkan oleh Abu Nu'aim, Thabrani dan Ibn Hibban dalam shahihnya, bahwa ketika wafatnya Fathimah binti Asad (Bunda dari Sayyidina Ali bin Abi Thalib kw, dalam hadits itu disebutkan Rasul saw rebah/bersandar dikuburnya dan berdoa : Allah Yang Menghidupkan dan mematikan, dan Dia Maha Hidup tak akan mati, ampunilah dosa Ibuku Fathimah binti Asad, dan bimbinglah hujjah nya (pertanyaan di kubur), dan luaskanlah atasnya kuburnya, Demi Nabi Mu dan Demi para Nabi sebelum Mu, Sungguh Engkau Maha Pengasih dari semua pemilik sifat kasih sayang.", jelas sudah dengan hadits ini pula bahwa Rasul saw bertawassul di kubur, kepada para Nabi yang telah wafat, untuk mendoakan Bibi beliau saw (Istri Abu Thalib).
http://majelisrasulullah.org/index.php?option=com_content&task=view&id=63&Itemid=12&lang=id
hamba tuhan- LETNAN SATU
-
Posts : 1666
Kepercayaan : Islam
Location : Aceh - Pekanbaru
Join date : 07.10.11
Reputation : 19
Re: Tawasul?
Hasan al Banna.... Tawassul (berdoa kepada Allah Swt dengan perantara/wasilah)
Kami mengikuti kehendak yang mencela al Banna bahwa tawassul dikategorikan sebagai masalah akidah, bukan masalah fiqh tata cara berdoa yang furu'. Hasan al Banna pernah menulis dalam Risalah Ta'alim, rukun al Fahm nomor 15, "Doa jika diiringi tawassul kepada Allah Swt dengan salah satu makhluk-Nya adalah perselisihan furu' menyangkut tata cara berdoa, bukan termasuk masalah akidah." (Hasan al Banna, Risalah Pergerakan Ikhwanul Muslimin, Jilid II hal 184).
Itulah yang membuat al Banna mendapat badai celaan. Bahkan, mereka menganggap al Banna orang awam terhadap masalah aqidah tauhid (As Sunnah edisi 05/Th. III/1419-1998, hlm. 26. Penulis Risalah Bid'ah mengategorikan tawassul dalam lingkup akidah).
Bagi mereka, tawassul merupakan masalah akidah, bukan sekadar furu' dalam tata cara berdoa. Hal itu terus-menerus diteriakkan melalui majelis dan media-media mereka.
Sesungguhnya, tidak ada masalah apa pun jika mereka beranggapan seperti itu. Begitulah hasil ijtihad mereka. Namun, sama sekali tidak dibenarkan jika mereka mengingkari al Banna yang berpandangan lain dengan mereka. Kami tidak membantah apa pun hasil ijtihad mereka sekalipun mereka katakan terjadi ijma' bahwa tawassul adalah bathil. Hal yang ingin kami koreksi adalah sikap tidak etis yang terjadi lantaran perbedaan pandangan. Seharusnya, mereka tidak perlu seperti itu karena nyatanya pandangan al Banna tentang tawassul merupakan pandangan para ulama yang mu'tabar.
Kami mengatakan benar seperti yang dikatakan al Banna-tawassul adalah masalah khilafiyah antara ulama dari berbagai mazhab. Bahkan, perselisihan pun terjadi antara ulama semazhab; dari Hanafi, Maliki, Syafi'i dan Hanbali. Tidak ada ijma' tentang kebolehan atau keharamannya. Jadi, sikap keras dalam mengingkari pihak lain yang tidak sepaham adalah sikap keterlaluan dan bukan cerminan ahli ilmu. Kami menegaskan bahwa tawassul adalah cakupan fiqh yang furu' bukan masalah akidah yang ushul. Perselisihan fiqh itu amat jelas tertera dalam al Mausu'ah al Fiqhiyah al Quwaitiyah (Insiklopedi Fikih Quwait) juz 14. Jadi sekali lagi, pernyataan al Banna bahwa tawassul adalah perselisihan furu' tata cara berdoa merupakan pandangan yang dibenarkan para ulama sesuai neraca ilmu pengetahuan dan penelitian (Yusuf al Qaradhawy, 70 tahun Al Ikhwan Al Muslimun, hlm. 285)
Berikut pandangan Ulama tentang tawassul tanpa tarjih (memilih yang terkuat dalilnya) karena bukan dimaksudkan untuk kompetensi.
Al Imam Muhammad bin Abdul Wahhab-semoga Allah meridhainya-berkata dalam Majmu' al Fatawa. "Pendapat mereka dalam masalah istisqa' menyatakan, "Tidak apa-apa ber-tawassul dengan orang-orang soleh." Imam Ahmad (bin Hambal) membolehkan tawassul dengan Nabi SAW saja. Perbedaan pendapat itu jelas sekali. Jadi, ada pihak yang membolehkan tawassul melalui orang soleh dan ada pula yang mengkhususkan melalui Nabi SAW saja. Adapun mayoritas ulama melarang itu dan membencinya karena itu masalah ini termasuk masalah fiqh. Pendapat mayoritas yang benar makruh hukumnya, tetapi kami tidak menginginkari orang yang melakukannya." (Ibid hlm. 284)
Pernyataan dan sikap Imam Ibnu Abul Wahhab ini amat berbeda dengan para pengagumnya yang tidak mewarisi fiqh-nya kecuali hanya sedikit.
Imam Asy Syaukani-semoga Allah SWT merahmatinya-seorang salafi terkenal, membolehkan tawassul dalam buku Tuhfah Adz Dzkirin al Hishn al Hashin (ibid hlm. 285). Imam Ibnu Taimiyah dalam Majmu' al Fatawa menyatakan bahwa Syaikh Izzuddin bin Abdussalam membolehkan tawassul kepada Nabi SAW. Bahkan katanya, orang yang mengafirkan pendapat itu berhak mendapat sanksi yang berat seperti pendusta-pendusta agama (Abdul Halim Hamid, Ibnu Taimiyah, Hasan al Banna dan Ikhwanul Muslimin, hlm. 167)
Dari pandangan para Imam itu, kita melihat bahwa asy Syahid al Banna berada satu shaff dengan mereka. Bahkan, al Imam al 'Allamah Muhammad Nashiruddin al Albany rahimahullah pun menyatakan tawassul bukanlah masalah aqidah. Beliau menegaskan hal itu dalam muqaddimah bukunya Syarh al Aqidah ath Thahawiyah karya Ibnu Abi al Izz al Hanafi tentang tujuh masalah pokok. Beliau berkata, "Semua termasuk masalah akidah kecuali yang terakhir." Kata penta'liq (komentator) kitab itu, masalah yang itu terakhir adalah tawassul (Yusuf al Qaradhawy, Op cit, hlm 166)
Kemudian, apa yang membuat para pencela menganggap keliru dan awam pendapat al Banna yang notabene adalah pendapat para Imam termasuk kebanggaan Imam mereka sendiri Syaikh al Albany? Tentunya anggapan mereka tersebut membawa konsekuensi bahwa para Imam, termasuk Syaikh al Albany, sama kelirunya dengan al Banna! Itu adalah perilaku yang tidak pantas dilakukan muslim yang berakhlak dan mengerti fiqh (Para ulama mengatakan, "Siapa yang tidak mengetahui perselisihan fiqh para fuqaha' ia belum mencium aroma fiqh". Jika aroma saja belum tercium, bagaimana mungkin dengan isinya?)
Semoga Allah 'Azza wa Jalla memaafkan kita semua. Dari pandangan para ulama itu, ada beberapa kesimpulan yang dapat diambil.
Tawassul kepada Nabi SAW (ketika masih hidup atau sudah wafat) dan orang-orang soleh yang sudah wafat adalah masalah khilafiyah. Contoh kalimat dalam tawassul yang diperdebatkan, misalnya "Ya Allah! Dengan hak Nabi-Mu, dengan kemuliaan dan kehormatan disisi-Mu, ampunilah aku" atau "Ya Allah! Dengan kemuliaan wali-Mu dan orang-orang soleh seperti si fulan dan si fulan, ampunilah aku."
Tidak adal dalil qath'i yang menegaskan boleh atau tidaknya tawassul
Kaum muslimin sepakat bahwa masalah itu tidak sampai mendatangkan 'iqab (sanksi)
Bagi yang menjatuhkan 'iqab berarti telah melampaui batas, jahil dan zalim (Abdul Halim Hamid, Ibnu Taimiyah Hasan al Banna dan Ikhwanul Muslimin, hlm. 166)
Namun, ada juga tawassul yang tidak diingkari para ulama dan Imam. Tawassul model itu tampaknya lebih selamat dan menentramkan hati:
Tawassul kepada Allah SWT dengan asma'ul husna. Contoh, "Engkau adalah ar Rahman, ar Rahim! ampunilah aku." Dalilnya, "Bagi Allah swt nama-nama yang baik (asma'ul husna), karena itu memintalah dengannya." (QS al A'raf:180)
Tawassul depada Allah swt dengan amal soleh. Contoh, "Ya Allah, dengan keimananku kepada-Mu, cintaku kepada-Mu dan taatku kepada-Mu, ampunilah aku." Dalilnya, "Orang-orang yang berdoa, ya Robb kami sesungguhnya kami telah beriman, ampunilah segala dosa kami dan jagalah kami dari api neraka." (QS Ali Imran:16). Begitupun hadits sahih (Imam bukhari dan Imam Muslim) tentang tida orang yang terkurung dalam goa, lalu masing-masing berdoa kepada Allah swt sambil ber-tawassul dengan amal soleh mereka untuk dapat keluar dari goa.
Tawassul kepada Allah swt dengan doa orang soleh. Sederhananya kita meminta orang soleh untuk mendoakan kita. Contoh, 'Umar bih Khaththab meminta Abbas bin Abdul Muthalib Ra (paman Nabi saw) untuk berdoa minta hujan (Muhammad Nashiruddin al Albany, Tawassul, hlm. 40-58)
Itulah pendapat Ibnu Taimiyah, Ibnul Qayyim, Muhammad bin Abdul Wahhab, Muhammad Nashiruddin al Albany, Yusuf al Qaradhawy dan ulama lain.
http://ulwani.tripod.com/albanna.htm
Semoga Allah SWT menurukan ilmu, kearifan dan kesantunan pada diri kita semua dalam memperjuangkan syariatnya. Amin.................
Kami mengikuti kehendak yang mencela al Banna bahwa tawassul dikategorikan sebagai masalah akidah, bukan masalah fiqh tata cara berdoa yang furu'. Hasan al Banna pernah menulis dalam Risalah Ta'alim, rukun al Fahm nomor 15, "Doa jika diiringi tawassul kepada Allah Swt dengan salah satu makhluk-Nya adalah perselisihan furu' menyangkut tata cara berdoa, bukan termasuk masalah akidah." (Hasan al Banna, Risalah Pergerakan Ikhwanul Muslimin, Jilid II hal 184).
Itulah yang membuat al Banna mendapat badai celaan. Bahkan, mereka menganggap al Banna orang awam terhadap masalah aqidah tauhid (As Sunnah edisi 05/Th. III/1419-1998, hlm. 26. Penulis Risalah Bid'ah mengategorikan tawassul dalam lingkup akidah).
Bagi mereka, tawassul merupakan masalah akidah, bukan sekadar furu' dalam tata cara berdoa. Hal itu terus-menerus diteriakkan melalui majelis dan media-media mereka.
Sesungguhnya, tidak ada masalah apa pun jika mereka beranggapan seperti itu. Begitulah hasil ijtihad mereka. Namun, sama sekali tidak dibenarkan jika mereka mengingkari al Banna yang berpandangan lain dengan mereka. Kami tidak membantah apa pun hasil ijtihad mereka sekalipun mereka katakan terjadi ijma' bahwa tawassul adalah bathil. Hal yang ingin kami koreksi adalah sikap tidak etis yang terjadi lantaran perbedaan pandangan. Seharusnya, mereka tidak perlu seperti itu karena nyatanya pandangan al Banna tentang tawassul merupakan pandangan para ulama yang mu'tabar.
Kami mengatakan benar seperti yang dikatakan al Banna-tawassul adalah masalah khilafiyah antara ulama dari berbagai mazhab. Bahkan, perselisihan pun terjadi antara ulama semazhab; dari Hanafi, Maliki, Syafi'i dan Hanbali. Tidak ada ijma' tentang kebolehan atau keharamannya. Jadi, sikap keras dalam mengingkari pihak lain yang tidak sepaham adalah sikap keterlaluan dan bukan cerminan ahli ilmu. Kami menegaskan bahwa tawassul adalah cakupan fiqh yang furu' bukan masalah akidah yang ushul. Perselisihan fiqh itu amat jelas tertera dalam al Mausu'ah al Fiqhiyah al Quwaitiyah (Insiklopedi Fikih Quwait) juz 14. Jadi sekali lagi, pernyataan al Banna bahwa tawassul adalah perselisihan furu' tata cara berdoa merupakan pandangan yang dibenarkan para ulama sesuai neraca ilmu pengetahuan dan penelitian (Yusuf al Qaradhawy, 70 tahun Al Ikhwan Al Muslimun, hlm. 285)
Berikut pandangan Ulama tentang tawassul tanpa tarjih (memilih yang terkuat dalilnya) karena bukan dimaksudkan untuk kompetensi.
Al Imam Muhammad bin Abdul Wahhab-semoga Allah meridhainya-berkata dalam Majmu' al Fatawa. "Pendapat mereka dalam masalah istisqa' menyatakan, "Tidak apa-apa ber-tawassul dengan orang-orang soleh." Imam Ahmad (bin Hambal) membolehkan tawassul dengan Nabi SAW saja. Perbedaan pendapat itu jelas sekali. Jadi, ada pihak yang membolehkan tawassul melalui orang soleh dan ada pula yang mengkhususkan melalui Nabi SAW saja. Adapun mayoritas ulama melarang itu dan membencinya karena itu masalah ini termasuk masalah fiqh. Pendapat mayoritas yang benar makruh hukumnya, tetapi kami tidak menginginkari orang yang melakukannya." (Ibid hlm. 284)
Pernyataan dan sikap Imam Ibnu Abul Wahhab ini amat berbeda dengan para pengagumnya yang tidak mewarisi fiqh-nya kecuali hanya sedikit.
Imam Asy Syaukani-semoga Allah SWT merahmatinya-seorang salafi terkenal, membolehkan tawassul dalam buku Tuhfah Adz Dzkirin al Hishn al Hashin (ibid hlm. 285). Imam Ibnu Taimiyah dalam Majmu' al Fatawa menyatakan bahwa Syaikh Izzuddin bin Abdussalam membolehkan tawassul kepada Nabi SAW. Bahkan katanya, orang yang mengafirkan pendapat itu berhak mendapat sanksi yang berat seperti pendusta-pendusta agama (Abdul Halim Hamid, Ibnu Taimiyah, Hasan al Banna dan Ikhwanul Muslimin, hlm. 167)
Dari pandangan para Imam itu, kita melihat bahwa asy Syahid al Banna berada satu shaff dengan mereka. Bahkan, al Imam al 'Allamah Muhammad Nashiruddin al Albany rahimahullah pun menyatakan tawassul bukanlah masalah aqidah. Beliau menegaskan hal itu dalam muqaddimah bukunya Syarh al Aqidah ath Thahawiyah karya Ibnu Abi al Izz al Hanafi tentang tujuh masalah pokok. Beliau berkata, "Semua termasuk masalah akidah kecuali yang terakhir." Kata penta'liq (komentator) kitab itu, masalah yang itu terakhir adalah tawassul (Yusuf al Qaradhawy, Op cit, hlm 166)
Kemudian, apa yang membuat para pencela menganggap keliru dan awam pendapat al Banna yang notabene adalah pendapat para Imam termasuk kebanggaan Imam mereka sendiri Syaikh al Albany? Tentunya anggapan mereka tersebut membawa konsekuensi bahwa para Imam, termasuk Syaikh al Albany, sama kelirunya dengan al Banna! Itu adalah perilaku yang tidak pantas dilakukan muslim yang berakhlak dan mengerti fiqh (Para ulama mengatakan, "Siapa yang tidak mengetahui perselisihan fiqh para fuqaha' ia belum mencium aroma fiqh". Jika aroma saja belum tercium, bagaimana mungkin dengan isinya?)
Semoga Allah 'Azza wa Jalla memaafkan kita semua. Dari pandangan para ulama itu, ada beberapa kesimpulan yang dapat diambil.
Tawassul kepada Nabi SAW (ketika masih hidup atau sudah wafat) dan orang-orang soleh yang sudah wafat adalah masalah khilafiyah. Contoh kalimat dalam tawassul yang diperdebatkan, misalnya "Ya Allah! Dengan hak Nabi-Mu, dengan kemuliaan dan kehormatan disisi-Mu, ampunilah aku" atau "Ya Allah! Dengan kemuliaan wali-Mu dan orang-orang soleh seperti si fulan dan si fulan, ampunilah aku."
Tidak adal dalil qath'i yang menegaskan boleh atau tidaknya tawassul
Kaum muslimin sepakat bahwa masalah itu tidak sampai mendatangkan 'iqab (sanksi)
Bagi yang menjatuhkan 'iqab berarti telah melampaui batas, jahil dan zalim (Abdul Halim Hamid, Ibnu Taimiyah Hasan al Banna dan Ikhwanul Muslimin, hlm. 166)
Namun, ada juga tawassul yang tidak diingkari para ulama dan Imam. Tawassul model itu tampaknya lebih selamat dan menentramkan hati:
Tawassul kepada Allah SWT dengan asma'ul husna. Contoh, "Engkau adalah ar Rahman, ar Rahim! ampunilah aku." Dalilnya, "Bagi Allah swt nama-nama yang baik (asma'ul husna), karena itu memintalah dengannya." (QS al A'raf:180)
Tawassul depada Allah swt dengan amal soleh. Contoh, "Ya Allah, dengan keimananku kepada-Mu, cintaku kepada-Mu dan taatku kepada-Mu, ampunilah aku." Dalilnya, "Orang-orang yang berdoa, ya Robb kami sesungguhnya kami telah beriman, ampunilah segala dosa kami dan jagalah kami dari api neraka." (QS Ali Imran:16). Begitupun hadits sahih (Imam bukhari dan Imam Muslim) tentang tida orang yang terkurung dalam goa, lalu masing-masing berdoa kepada Allah swt sambil ber-tawassul dengan amal soleh mereka untuk dapat keluar dari goa.
Tawassul kepada Allah swt dengan doa orang soleh. Sederhananya kita meminta orang soleh untuk mendoakan kita. Contoh, 'Umar bih Khaththab meminta Abbas bin Abdul Muthalib Ra (paman Nabi saw) untuk berdoa minta hujan (Muhammad Nashiruddin al Albany, Tawassul, hlm. 40-58)
Itulah pendapat Ibnu Taimiyah, Ibnul Qayyim, Muhammad bin Abdul Wahhab, Muhammad Nashiruddin al Albany, Yusuf al Qaradhawy dan ulama lain.
http://ulwani.tripod.com/albanna.htm
Semoga Allah SWT menurukan ilmu, kearifan dan kesantunan pada diri kita semua dalam memperjuangkan syariatnya. Amin.................
hamba tuhan- LETNAN SATU
-
Posts : 1666
Kepercayaan : Islam
Location : Aceh - Pekanbaru
Join date : 07.10.11
Reputation : 19
Re: Tawasul?
sebaiknya bertawasul lah hanya kepada orang2 shaleh yang masih hidup, bukan kepada yang sudah mati, karna yang sudah mati kita tidak tahu apakah dia sedang mendapat adzab kubur atau sedang menikmati aroma surga di alam kubur..
jika dia sedang di adzab sedang kita tawasul padanya apa dia gak marah2 tuh?hihi.. :3:
justru yang mati itu sebaiknya kita doakan..
jika dia sedang di adzab sedang kita tawasul padanya apa dia gak marah2 tuh?hihi.. :3:
justru yang mati itu sebaiknya kita doakan..
Re: Tawasul?
thulabul ilmi wrote:sebaiknya bertawasul lah hanya kepada orang2 shaleh yang masih hidup, bukan kepada yang sudah mati, karna yang sudah mati kita tidak tahu apakah dia sedang mendapat adzab kubur atau sedang menikmati aroma surga di alam kubur..
jika dia sedang di adzab sedang kita tawasul padanya apa dia gak marah2 tuh?hihi.. :3:
justru yang mati itu sebaiknya kita doakan..
kalo menurut saya mah kita individu muslim menjadi org shaleh aja semua... kalo udah shaleh semua ngapain tawasul lg, benerkan??? yg lg kita bahas disini adalah adakah dalil qath'i yang menegaskan boleh atau tidaknya tawassul??? gtu saudaraku......
hamba tuhan- LETNAN SATU
-
Posts : 1666
Kepercayaan : Islam
Location : Aceh - Pekanbaru
Join date : 07.10.11
Reputation : 19
Re: Tawasul?
bagus kalo memang semuanya benar2 jadi orang shaleh :)hamba tuhan wrote:kalo menurut saya mah kita individu muslim menjadi org shaleh aja semua... kalo udah shaleh semua ngapain tawasul lg, benerkan??? yg lg kita bahas disini adalah adakah dalil qath'i yang menegaskan boleh atau tidaknya tawassul??? gtu saudaraku......
Re: Tawasul?
thulabul ilmi wrote:bagus kalo memang semuanya benar2 jadi orang shaleh :)hamba tuhan wrote:kalo menurut saya mah kita individu muslim menjadi org shaleh aja semua... kalo udah shaleh semua ngapain tawasul lg, benerkan??? yg lg kita bahas disini adalah adakah dalil qath'i yang menegaskan boleh atau tidaknya tawassul??? gtu saudaraku......
adakah dalil qath'i yang menegaskan boleh atau tidaknya tawassul???
hamba tuhan- LETNAN SATU
-
Posts : 1666
Kepercayaan : Islam
Location : Aceh - Pekanbaru
Join date : 07.10.11
Reputation : 19
Re: Tawasul?
tanyakanlah kepada ahlinya :)hamba tuhan wrote:adakah dalil qath'i yang menegaskan boleh atau tidaknya tawassul???
ilmu saya belum begitu mendalam tentang hal ini, karna saya sendiri belum pernah bertawasul :3:
Re: Tawasul?
thulabul ilmi wrote:tanyakanlah kepada ahlinya :)hamba tuhan wrote:adakah dalil qath'i yang menegaskan boleh atau tidaknya tawassul???
ilmu saya belum begitu mendalam tentang hal ini, karna saya sendiri belum pernah bertawasul :3:
kalo bgtu saya copas kembali yg saya bold dlm postingan sblumnya :
Tidak ada ijma' tentang kebolehan atau keharamannya. Jadi, sikap keras dalam mengingkari pihak lain yang tidak sepaham adalah sikap keterlaluan dan bukan cerminan ahli ilmu. Kami menegaskan bahwa tawassul adalah cakupan fiqh yang furu' bukan masalah akidah yang ushul.......
hamba tuhan- LETNAN SATU
-
Posts : 1666
Kepercayaan : Islam
Location : Aceh - Pekanbaru
Join date : 07.10.11
Reputation : 19
Re: Tawasul?
yg ditanyakan ini dalil tawassul-nya atau tawassul dgn org shalih yg sudah meninggal ??? jika dalil tentang tawassul, rasanya sudah bro HT sampaikan di page 1.... jika yg ditanyakan dalil tawassul dgn perantara org shalih yg sudah meninggal, ini yg saya tidak ketemukan sampai sekarang, makanya saya sampaikan sebelumnya bahwa tawassul seperti ini adalah tawassul bid'ah..... tawassul dengan org shalih yg sudah meninggal adalah berdo'a dgn perantara nama org shalih atau istighosah pada mayit org shalih dengan tujuan agar do'a yg disampaikan dapat lebih terkabul... bukankah do'a itu adalah ibadah yg sangat penting??? bukankah sholat itu juga adalah do'a dan kalo sudah masuk dengan ibadah seperti berdo'a ini apakah masih bisa dikatakan ini masuk dalam cakupan fiqh???hamba tuhan wrote:thulabul ilmi wrote:tanyakanlah kepada ahlinya :)hamba tuhan wrote:adakah dalil qath'i yang menegaskan boleh atau tidaknya tawassul???
ilmu saya belum begitu mendalam tentang hal ini, karna saya sendiri belum pernah bertawasul :3:
kalo bgtu saya copas kembali yg saya bold dlm postingan sblumnya :
Tidak ada ijma' tentang kebolehan atau keharamannya. Jadi, sikap keras dalam mengingkari pihak lain yang tidak sepaham adalah sikap keterlaluan dan bukan cerminan ahli ilmu. Kami menegaskan bahwa tawassul adalah cakupan fiqh yang furu' bukan masalah akidah yang ushul.......
forever_muslim- SERSAN SATU
- Posts : 181
Join date : 07.10.11
Reputation : 10
Re: Tawasul?
itu yang saya bold maksudnya nyindir siapa sih?hamba tuhan wrote:kalo bgtu saya copas kembali yg saya bold dlm postingan sblumnya :
Tidak ada ijma' tentang kebolehan atau keharamannya. Jadi, sikap keras dalam mengingkari pihak lain yang tidak sepaham adalah sikap keterlaluan dan bukan cerminan ahli ilmu. Kami menegaskan bahwa tawassul adalah cakupan fiqh yang furu' bukan masalah akidah yang ushul.......
tolong kasih contohnya dong, sikap keras gimana yang dimaksud?
dan kata "kami" yang dimerahkan itu siapa?keluarga nahdiyin ya? *karna seperti kata mang odoy anda NU hehe :D
Re: Tawasul?
thulabul ilmi wrote:itu yang saya bold maksudnya nyindir siapa sih?hamba tuhan wrote:kalo bgtu saya copas kembali yg saya bold dlm postingan sblumnya :
Tidak ada ijma' tentang kebolehan atau keharamannya. Jadi, sikap keras dalam mengingkari pihak lain yang tidak sepaham adalah sikap keterlaluan dan bukan cerminan ahli ilmu. Kami menegaskan bahwa tawassul adalah cakupan fiqh yang furu' bukan masalah akidah yang ushul.......
tolong kasih contohnya dong, sikap keras gimana yang dimaksud?
dan kata "kami" yang dimerahkan itu siapa?keluarga nahdiyin ya? *karna seperti kata mang odoy anda NU hehe :D
makanya dibaca pelan2 saudaraku.... ini link sapa dan pendapat sapa ya???
http://ulwani.tripod.com/albanna.htm
hamba tuhan- LETNAN SATU
-
Posts : 1666
Kepercayaan : Islam
Location : Aceh - Pekanbaru
Join date : 07.10.11
Reputation : 19
Re: Tawasul?
forever_muslim wrote:yg ditanyakan ini dalil tawassul-nya atau tawassul dgn org shalih yg sudah meninggal ??? jika dalil tentang tawassul, rasanya sudah bro HT sampaikan di page 1.... jika yg ditanyakan dalil tawassul dgn perantara org shalih yg sudah meninggal, ini yg saya tidak ketemukan sampai sekarang, makanya saya sampaikan sebelumnya bahwa tawassul seperti ini adalah tawassul bid'ah..... tawassul dengan org shalih yg sudah meninggal adalah berdo'a dgn perantara nama org shalih atau istighosah pada mayit org shalih dengan tujuan agar do'a yg disampaikan dapat lebih terkabul... bukankah do'a itu adalah ibadah yg sangat penting??? bukankah sholat itu juga adalah do'a dan kalo sudah masuk dengan ibadah seperti berdo'a ini apakah masih bisa dikatakan ini masuk dalam cakupan fiqh???hamba tuhan wrote:thulabul ilmi wrote:tanyakanlah kepada ahlinya :)hamba tuhan wrote:adakah dalil qath'i yang menegaskan boleh atau tidaknya tawassul???
ilmu saya belum begitu mendalam tentang hal ini, karna saya sendiri belum pernah bertawasul :3:
kalo bgtu saya copas kembali yg saya bold dlm postingan sblumnya :
Tidak ada ijma' tentang kebolehan atau keharamannya. Jadi, sikap keras dalam mengingkari pihak lain yang tidak sepaham adalah sikap keterlaluan dan bukan cerminan ahli ilmu. Kami menegaskan bahwa tawassul adalah cakupan fiqh yang furu' bukan masalah akidah yang ushul.......
Masih banyak hadits lain yang menjadi dalil tawassul adalah sunnah Rasul saw, sebagaimana hadits yang dikeluarkan oleh Abu Nu'aim, Thabrani dan Ibn Hibban dalam shahihnya, bahwa ketika wafatnya Fathimah binti Asad (Bunda dari Sayyidina Ali bin Abi Thalib kw, dalam hadits itu disebutkan Rasul saw rebah/bersandar dikuburnya dan berdoa : Allah Yang Menghidupkan dan mematikan, dan Dia Maha Hidup tak akan mati, ampunilah dosa Ibuku Fathimah binti Asad, dan bimbinglah hujjah nya (pertanyaan di kubur), dan luaskanlah atasnya kuburnya, Demi Nabi Mu dan Demi para Nabi sebelumku, Sungguh Engkau Maha Pengasih dari semua pemilik sifat kasih sayang.", jelas sudah dengan hadits ini pula bahwa Rasul saw bertawassul di kubur, kepada para Nabi yang telah wafat, untuk mendoakan Bibi beliau saw (Istri Abu Thalib).
http://majelisrasulullah.org/index.php?option=com_content&task=view&id=63&Itemid=12&lang=id
hamba tuhan- LETNAN SATU
-
Posts : 1666
Kepercayaan : Islam
Location : Aceh - Pekanbaru
Join date : 07.10.11
Reputation : 19
Re: Tawasul?
hamba tuhan wrote:makanya dibaca pelan2 saudaraku.... ini link sapa dan pendapat sapa ya???
yah kenapa sih jawabnya berbelit2 banget, saya tidak tahu itu pendapat siapa?antum yang dapet link kok malah nanya ke saya?
kenapa pertanyaan nya tidak dijawab aja secara langsung biar jelas, kalo begini seperti ada yang disembunyikan nih.. saya jadi curiga hehehe :lol!:
dan yang lebih aneh malah balik nanya sama yang gak tahu.. aneh :D
Re: Tawasul?
thulabul ilmi wrote:hamba tuhan wrote:makanya dibaca pelan2 saudaraku.... ini link sapa dan pendapat sapa ya???
yah kenapa sih jawabnya berbelit2 banget, saya tidak tahu itu pendapat siapa?antum yang dapet link kok malah nanya ke saya?
kenapa pertanyaan nya tidak dijawab aja secara langsung biar jelas, kalo begini seperti ada yang disembunyikan nih.. saya jadi curiga hehehe :lol!:
dan yang lebih aneh malah balik nanya sama yang gak tahu.. aneh :D
makanya saya sarankan... dibca pelan2 saudaraku.... kami itu adalah Al Ikhwan Al Muslimun
hamba tuhan- LETNAN SATU
-
Posts : 1666
Kepercayaan : Islam
Location : Aceh - Pekanbaru
Join date : 07.10.11
Reputation : 19
Halaman 2 dari 3 • 1, 2, 3
Halaman 2 dari 3
Permissions in this forum:
Anda tidak dapat menjawab topik