penegakan syariat islam di aceh

Setelah perjuangan bertahun-tahun, akhirnya masarakat Aceh memiliki institusi yang berfungsi menegakan syariah di bumi serambi Mekah. Pengesahan Mahkamah Syariah pada tanggal 3 Maret 2003 kemarin merupakan sebuah langkah maju dan titik terang bagi diberlakukannya aturan Allah sebagai pemegang otoritas hukum tertinggi. Tentunya dengan difungsikannya Mahkamah Syariah di Nanggro Aceh Darusallam ini kita berharap akan terwujud kedamaian bagi masarakat.

Di samping kegembiraan yang dirasakan masyarakat Aceh khususnya dan kaum muslimin pada umumnya, kita pun tentu menyadari masih banyak kendala yang akan dihadapi berkenaan dengan permasalah-permasalah teknis di lapangan, misalnya kesiapan aparat kepolisian dan kejaksaan yang bertugas menjadi tim penyidik dan penuntut dalam peradilah di Mahkamah Syariah. Tetapi, itu semua hendaklah menjadi pemicu, bukan sebaliknya, dijadikan alasan diperlambatnya pelaksanaan syariat yang sudah lama didambakan masarakat Serambi Mekah. Oleh karena itu, minimal ada tiga hal yang perlu segera dilaksanakan seiring dengan bergaungnya syariat Islam.

Pertama, tertuangnya materi-materi perundang-undangan yang disebut dengan qanun (perda atau apa pun namanya) oleh para anggota legislatif (DPRD) dengan masukan dari para ulama sebagai para ahli di bidang syariah sehingga tidak akan timbul pemikiran (tentunya bagi orang yang masih belum memahami syariah Islam) terjadinya perdebatan yang bernuansa politis dalam pembuatan undang-undang tersebut (qanun). Karena, perundang-undangan yang akan dirumuskan itu tidak boleh keluar dari kerangka Alquran dan sunah sebagai referensi tertinggi syariah. Inilah perbedaan yang sangat jelas antara peraturan yang lahir dari sumber inspirasi Ilahi dengan peraturan yang dirumuskan oleh pikiran manusia an sich, yang berbagai kepentingan golongan akan muncul dengan interesnya masing-masing.

Kedua, dalam tataran teknis tadi tentunya para hakim dan jaksa harus benar-benar diberikan pemahaman yang jelas dan terang tentang pemberlakuan syariah. Tentunya mereka harus benar-benar menyelami kedalaman semangat syariah sebagai rahmatan lil'alamin, dan demi menciptakan kemaslahatan manusia yang sebenarnya.

Ketiga, pendidikan masarakat sebagai langkah sosialisasi hukum syariah. Sebab, pelaksanaan hukuman dalam Islam adalah jalan terakhir setelah pintu-pintu kesempatan pelanggaran ditutup. Pendidikan dan pembinaan masarakat juga merupakan langkah-langkah preventif bagi terciptanya masarakat yang sehat spiritual dan moralnya. Pemberlakuan syariah itu jelas akan memperkecil angka kejahatan dan kerusakan sosial, karena ia akan menjadi semacam pengikat dan rambu peringatan yang akan menghilangkan niat-niat (bisikan) jahat yang mungkin timbul dari individu anggota masarakat.

Dan, yang terpenting dari pembinaan dan pendidikan masarakat adalah hilangnya kesalahpahaman terhadap syariat Islam itu sendiri, yang muncul dari sikap apriori dan inferiority complex yang mungkin masih melanda sebagian masarakat muslim. Atau, karena memang ada upaya sitematis taswih (pengaburan) terhadap syariah sehingga lahir pencitraan negatif terhadap syariah, seperti stereotif yang dimunculkan kalangan antisyariah, seperti isu pelanggaran hak asasi manusia (HAM) atau hukum yang kejam dan tak berperikemanusiaan.

Pemberlakuan Mahkamah Syariah di bumi NAD tentunya akan meminta pajak pengorbanan kesungguhan kita kaum muslimin yang mencintai hukum Allah, sebab boleh jadi ini adalah proyek percontohan bagi daerah lain yang sudah menggaungkan kerinduan yang sama terhadap hukum Ilahi. Kitalah yang harus menjaga dan membuktikan bahwa syariat Islam akan mampu memberikan solusi bagi krisis multi dimensional yang menimpa bangsa ini. Boleh jadi ada sekelompok orang yang tidak rela umat Islam menjalankan ajaran agamanya secara utuh, dan tentunya tidak sebatas itu, mereka dengan segala daya dan upayanya memperburuk citra syariat Islam, kemudian berteriak lewat corong-coromg mereka dengan ajakan kembali kepada kejahiliyahan. Semoga saja tidak, dan Allah memberikan rida terhadap perjuangan penegakan syariat Islam, amin.

non muslim kena perda syariat tidak?

kagak

keroncong wrote:kagak

Kalo ngomong jangan pake perut, di aceh yg non muslim jg kena perda Syariat islam, apa perlu gue posting beritanya, biar anda gak asbun!?

@atas
tolong dicopy paste aja beritanya disini atau link-nya klo ada...

salapanbelas maret wrote:

keroncong wrote:kagak

Kalo ngomong jangan pake perut, di aceh yg non muslim jg kena perda Syariat islam, apa perlu gue posting beritanya, biar anda gak asbun!?

di aceh ga ada tapir yg diwajibin fake kerudung     

Terjaring razia, wanita nonmuslim di Aceh diminta pakai jilbab
Reporter : Afif| Rabu, 5 Februari 2014 12:42

Merdeka.com -Satpol PP Wilayatul Hisbah (WH) Aceh menggelar razia penegakan aqidah, akhlak dan syiar Islam. Semua yang melintasi jalan raya di Simpang Mesra Banda Aceh menuju ke Darussalam dihentikan yang tidak menggunakan pakai muslimah, demikian juga laki-laki yang mengenakan celana pendek.


Pantauan merdeka.com, Rabu (5/2), WH juga sempat menghentikan dua orang wanita tidak mengenakan jilbab. Setelah diperiksa, ternyata wanita tersebut non-muslim, maka petugas langsung melepaskan perempuan itu.


Kasi Penegakan Pelanggaran Satpol PP WH, Samsuddin, mengatakan, untuk non muslim langsung diberikan nasihat. Mereka diminta agar menghormati Aceh sebagai daerah yang menerapkan syariat Islam.
Oleh karena itu, ia mengimbau kepada non muslim agar bisa menggunakan jilbab atau pakaian muslimah.
"Non muslim juga diminta pakai jilbab. Untuk menghormati muslim di Aceh," kata Samsuddin.

Kendatipun demikian, dua orang wanita non muslim itu langsung dilepaskan oleh petugas.

Yang 2 org itu dilepas, karna masih dalam upaya sosialisasi, tapi sudah ada niat utk memberlakukan hukum syariah(wajib jilbab) pada yg non muslim.

Belum, tapi sudah ada niatan, tinggal menunggu waktu.