Mengapa Poligami Sangat Aneh di mata non Muslim?
Halaman 13 dari 13 • Share
Halaman 13 dari 13 • 1, 2, 3 ... 11, 12, 13
POLIGAMI........
First topic message reminder :
HEHE......
Terinspirasi Oleh A'a Gym... yg sabar (betul...?) yg bijak (betul...?) yg kalem (betul...?) yg cukup mampu (betul...?) yg soleh (betul...?) yg ADIL (apa BETUL...?)
Sayangnya disini blm ada user ukhti2 yg ada cuman ukhti jadi2an (mang odoy )
Sebenernya pertanyaan ini khususon bagi ukhti2 tersayang tapi kalo ga ada,mungkin akhi2 yg sudah berkeluarga (khususon yg pernah / ada niat utk berpoligami).
Simpel ajah, "Keadilan Seperti Apa n Bagaimana Sih yg Kalian Maksud....?"
Atas nama Sunatullah.? Atas nama jihad kelamin.? Atas nama "si kecil".? maaf,bukan saya anti poligami,tapi jikalaupun Alloh menakdirkan saya tuk berpoligami,ada pedoman yg selalu saya tancapkan. "bukan ane yg nyari,biarkan istri ane yg nyari'in" menurut ane ntulah "adil" sesungguhnya....!
bugimanah...?
pencerahan.... monggoh...!
HEHE......
Terinspirasi Oleh A'a Gym... yg sabar (betul...?) yg bijak (betul...?) yg kalem (betul...?) yg cukup mampu (betul...?) yg soleh (betul...?) yg ADIL (apa BETUL...?)
Sayangnya disini blm ada user ukhti2 yg ada cuman ukhti jadi2an (mang odoy )
Sebenernya pertanyaan ini khususon bagi ukhti2 tersayang tapi kalo ga ada,mungkin akhi2 yg sudah berkeluarga (khususon yg pernah / ada niat utk berpoligami).
Simpel ajah, "Keadilan Seperti Apa n Bagaimana Sih yg Kalian Maksud....?"
Atas nama Sunatullah.? Atas nama jihad kelamin.? Atas nama "si kecil".? maaf,bukan saya anti poligami,tapi jikalaupun Alloh menakdirkan saya tuk berpoligami,ada pedoman yg selalu saya tancapkan. "bukan ane yg nyari,biarkan istri ane yg nyari'in" menurut ane ntulah "adil" sesungguhnya....!
bugimanah...?
pencerahan.... monggoh...!
BAKUL KOPI- LETNAN DUA
-
Age : 36
Posts : 757
Location : warkop
Join date : 07.10.11
Reputation : 3
Re: Mengapa Poligami Sangat Aneh di mata non Muslim?
putramentari wrote:SEGOROWEDI wrote:
129. Dan kamu sekali-kali tidak akan dapat berlaku adil di antara isteri-isteri(mu), walaupun kamu sangat ingin berbuat demikian, karena itu janganlah kamu terlalu cenderung (kepada yang kamu cintai), sehingga kamu biarkan yang lain terkatung-katung. Dan jika kamu mengadakan perbaikan dan memelihara diri (dari kecurangan), maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
gak ada tuh yang bisa adil..
itu ilahmu lho, yang ngemeng..
tuch baca :
karena itu janganlah kamu terlalu cenderung (kepada
yang kamu cintai), sehingga kamu biarkan yang lain terkatung-katung. Dan
jika kamu mengadakan perbaikan dan memelihara diri (dari kecurangan),
maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
berlakulah adil pada isteri-isterimu
meskipun kamu sekali-kali tidak akan dapat melakukannya
bahasa ilahmu tubrukan/kontradiktif
masih butuh banyak belajar lagi untuk bikin kalimat/ayat
SEGOROWEDI- BRIGADIR JENDERAL
- Posts : 43894
Kepercayaan : Protestan
Join date : 12.11.11
Reputation : 124
Re: Mengapa Poligami Sangat Aneh di mata non Muslim?
SEGOROWEDI wrote:putramentari wrote:SEGOROWEDI wrote:
129. Dan kamu sekali-kali tidak akan dapat berlaku adil di antara isteri-isteri(mu), walaupun kamu sangat ingin berbuat demikian, karena itu janganlah kamu terlalu cenderung (kepada yang kamu cintai), sehingga kamu biarkan yang lain terkatung-katung. Dan jika kamu mengadakan perbaikan dan memelihara diri (dari kecurangan), maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
gak ada tuh yang bisa adil..
itu ilahmu lho, yang ngemeng..
tuch baca :
karena itu janganlah kamu terlalu cenderung (kepada
yang kamu cintai), sehingga kamu biarkan yang lain terkatung-katung. Dan
jika kamu mengadakan perbaikan dan memelihara diri (dari kecurangan),
maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
berlakulah adil pada isteri-isterimu
meskipun kamu sekali-kali tidak akan dapat melakukannya
bahasa ilahmu tubrukan/kontradiktif
masih butuh banyak belajar lagi untuk bikin kalimat/ayat
memang bagi yang pemahamannya cekak udah biasa kalo susah mencerna
putramentari- KAPTEN
-
Age : 43
Posts : 4870
Kepercayaan : Islam
Location : Pekanbaru
Join date : 04.03.12
Reputation : 116
Re: Mengapa Poligami Sangat Aneh di mata non Muslim?
berlakulah adil pada isteri-isterimu
meskipun kamu sekali-kali tidak akan dapat melakukannya
bahasa ilahmu tubrukan/kontradiktif
masih butuh banyak belajar lagi untuk bikin kalimat/ayat
[/quote]
unpuputslalutersenyum- KOPRAL
-
Posts : 35
Kepercayaan : Protestan
Location : Unjung Pandang ( Dulu )
Join date : 01.12.12
Reputation : 0
Re: Mengapa Poligami Sangat Aneh di mata non Muslim?
unpuputslalutersenyum wrote:
berlakulah adil pada isteri-isterimu
meskipun kamu sekali-kali tidak akan dapat melakukannya
bahasa ilahmu tubrukan/kontradiktif
masih butuh banyak belajar lagi untuk bikin kalimat/ayat
[/quote]
karena itu janganlah kamu terlalu cenderung (kepada
yang kamu cintai), sehingga kamu biarkan yang lain terkatung-katung. Dan
jika kamu mengadakan perbaikan dan memelihara diri (dari kecurangan),
maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
masih juga hobi potong ayat
putramentari- KAPTEN
-
Age : 43
Posts : 4870
Kepercayaan : Islam
Location : Pekanbaru
Join date : 04.03.12
Reputation : 116
Re: Mengapa Poligami Sangat Aneh di mata non Muslim?
Tadi malam diacara hitam putih si dedi corbuzier dengan jail menghadirkan tiga orang wanita : Novi (ane lupa nama lengkapnya), Shirley sungkar dan zaskia mekka.
Novi ini baru saja dipoligami oleh suaminya yg ustad. Kemudian Dedi menanyakan pada Shirley dan zaskia.
Jika kalian berdua mengalami apa yang dialami oleh novi, bagaimana pendapat kalian??
Jawab Shirley dan zaskia kompak : iiih amit amit, jangan doain yg JELEK JELEK DONG......
Novi ini baru saja dipoligami oleh suaminya yg ustad. Kemudian Dedi menanyakan pada Shirley dan zaskia.
Jika kalian berdua mengalami apa yang dialami oleh novi, bagaimana pendapat kalian??
Jawab Shirley dan zaskia kompak : iiih amit amit, jangan doain yg JELEK JELEK DONG......
bezat- SERSAN SATU
-
Posts : 152
Kepercayaan : Protestan
Location : Kota Kafir
Join date : 05.10.12
Reputation : 3
Re: Mengapa Poligami Sangat Aneh di mata non Muslim?
SEGOROWEDI wrote:Orang_Pinggiran wrote:
Anehnya para pezina tidak dihukum
Malah yang poligami yang dikatakan salah. kitab suci kok pro zina
sok tahu..
pro zinah gimana, wong melihat dan menafsui saja sudah dosa
tapi kalau s*t*n malah nyuruh melegalkan
Yang kasi perintah ini siapa ? Yesus kah ? :
"Ketika Tuhan mulai berbicara dengan perantara Hosea, berfirman Ia kepada Hosea : "Pergilah, kawinilah seorang perempuan sundal dan peranakanlah anak-anak sundal...".(Hosea 1:2).
"Berfirman Tuhan kepadaku: "Pergilah lagi, cintailah perempuan yang suka bersundal dan berzinah, seperti juga Tuhan mencintai orang Israel, sekalipun mereka berpaling kepada allah-allah yang lain dan menyukai kue kismis".(Hosea 3:1, Injil Bahasa Indonesia Sehari-hari, LAI 1991).
"Aku tidak akan menghukum anak-anak perempuanmu sekalipun mereka berzinah, atau menantu-menantumu perempuan, sekalipun mereka bersundal..." (Hosea 4:14)
DOMBA BERTARING SERIGALA- SERSAN MAYOR
-
Posts : 217
Join date : 06.12.11
Reputation : 7
Re: Mengapa Poligami Sangat Aneh di mata non Muslim?
129. Dan kamu sekali-kali tidak akan dapat berlaku adil di antara isteri-isteri(mu), walaupun kamu sangat ingin berbuat demikian, karena itu janganlah kamu terlalu cenderung (kepada yang kamu cintai), sehingga kamu biarkan yang lain terkatung-katung. Dan jika kamu mengadakan perbaikan dan memelihara diri (dari kecurangan), maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
ya gak bakal bisa dong untuk tidak terlalu cenderung kepada yang dicintai
lha wong si ilah sendiri yang bilang:
Dan kamu sekali-kali tidak akan dapat berlaku adil di antara isteri-isteri(mu)
ilahmu itu bikin pernyataan yang tubrukan..
1. berlakulah adil pada isteri-isterimu
2. kamu sekali-kali tidak akan dapat melakukannya
harus ikut kejar paket A dulu..
ya gak bakal bisa dong untuk tidak terlalu cenderung kepada yang dicintai
lha wong si ilah sendiri yang bilang:
Dan kamu sekali-kali tidak akan dapat berlaku adil di antara isteri-isteri(mu)
ilahmu itu bikin pernyataan yang tubrukan..
1. berlakulah adil pada isteri-isterimu
2. kamu sekali-kali tidak akan dapat melakukannya
harus ikut kejar paket A dulu..
SEGOROWEDI- BRIGADIR JENDERAL
- Posts : 43894
Kepercayaan : Protestan
Join date : 12.11.11
Reputation : 124
Re: Mengapa Poligami Sangat Aneh di mata non Muslim?
SEGOROWEDI wrote:Orang_Pinggiran wrote:
Anehnya para pezina tidak dihukum
Malah yang poligami yang dikatakan salah. kitab suci kok pro zina
sok tahu..
pro zinah gimana, wong melihat dan menafsui saja sudah dosa
tapi kalau s*t*n malah nyuruh melegalkan
Pakdhe Romo Sego yang kasi perintah ini siapa ? Yesus kah ? :
"Ketika Tuhan mulai berbicara dengan perantara Hosea, berfirman Ia kepada Hosea : "Pergilah, kawinilah seorang perempuan sundal dan peranakanlah anak-anak sundal...".(Hosea 1:2).
"Berfirman Tuhan kepadaku: "Pergilah lagi, cintailah perempuan yang suka bersundal dan berzinah, seperti juga Tuhan mencintai orang Israel, sekalipun mereka berpaling kepada allah-allah yang lain dan menyukai kue kismis".(Hosea 3:1, Injil Bahasa Indonesia Sehari-hari, LAI 1991).
"Aku tidak akan menghukum anak-anak perempuanmu sekalipun mereka berzinah, atau menantu-menantumu perempuan, sekalipun mereka bersundal..." (Hosea 4:14)
Terakhir diubah oleh DOMBA BERTARING SERIGALA tanggal Thu Dec 13, 2012 2:25 pm, total 1 kali diubah
DOMBA BERTARING SERIGALA- SERSAN MAYOR
-
Posts : 217
Join date : 06.12.11
Reputation : 7
Re: Mengapa Poligami Sangat Aneh di mata non Muslim?
sedikit OOT,, tapi saya pikir lucu...
"Berfirman Tuhan kepadaku: "Pergilah lagi, cintailah perempuan yang suka bersundal dan berzinah, seperti juga Tuhan mencintai orang Israel, sekalipun mereka berpaling kepada allah-allah yang lain dan menyukai kue kismis"
emang kue kismis itu mengandung apa??
"Berfirman Tuhan kepadaku: "Pergilah lagi, cintailah perempuan yang suka bersundal dan berzinah, seperti juga Tuhan mencintai orang Israel, sekalipun mereka berpaling kepada allah-allah yang lain dan menyukai kue kismis"
emang kue kismis itu mengandung apa??
EHAN- LETNAN DUA
-
Posts : 1393
Kepercayaan : Islam
Location : kalimantan
Join date : 16.07.12
Reputation : 39
Re: Mengapa Poligami Sangat Aneh di mata non Muslim?
unpuputslalutersenyum wrote:
berlakulah adil pada isteri-isterimu
meskipun kamu sekali-kali tidak akan dapat melakukannya
bahasa ilahmu tubrukan/kontradiktif
masih butuh banyak belajar lagi untuk bikin kalimat/ayat
[/quote]
yang lucu kamu tiadk mampu mencerna,,, jelas2 ayat menerangkan,, manusia di suruh berbuat adil, walaupun sebenarnya manusia nga bisa berbuat adil,,,
lu bisa menjamin manusia mampu berbuat adil?? nga usah manusia lain deh,, lu sendiri...
EHAN- LETNAN DUA
-
Posts : 1393
Kepercayaan : Islam
Location : kalimantan
Join date : 16.07.12
Reputation : 39
Re: Mengapa Poligami Sangat Aneh di mata non Muslim?
EHAN wrote:
yang lucu kamu tiadk mampu mencerna,,, jelas2 ayat menerangkan,, manusia di suruh berbuat adil, walaupun sebenarnya manusia nga bisa berbuat adil,,,
lu bisa menjamin manusia mampu berbuat adil?? nga usah manusia lain deh,, lu sendiri...
nih..
tak ajarin bikin ayat:
'wahai slam slim slum.. karena kamu tidak mungkin bisa berbuat adil pada isteri-isterimu, maka janglah sekali-kali kamu berpoligami', sesungguhnya SW Ta'ala maha tahu dan maha bijaksana
SEGOROWEDI- BRIGADIR JENDERAL
- Posts : 43894
Kepercayaan : Protestan
Join date : 12.11.11
Reputation : 124
Re: Mengapa Poligami Sangat Aneh di mata non Muslim?
DOMBA BERTARING SERIGALA wrote:
Pakdhe Romo Sego yang kasi perintah ini siapa ? Yesus kah ? :
"Ketika Tuhan mulai berbicara dengan perantara Hosea, berfirman Ia kepada Hosea : "Pergilah, kawinilah seorang perempuan sundal dan peranakanlah anak-anak sundal...".(Hosea 1:2).
"Berfirman Tuhan kepadaku: "Pergilah lagi, cintailah perempuan yang suka bersundal dan berzinah, seperti juga Tuhan mencintai orang Israel, sekalipun mereka berpaling kepada allah-allah yang lain dan menyukai kue kismis".(Hosea 3:1, Injil Bahasa Indonesia Sehari-hari, LAI 1991).
"Aku tidak akan menghukum anak-anak perempuanmu sekalipun mereka berzinah, atau menantu-menantumu perempuan, sekalipun mereka bersundal..." (Hosea 4:14)
coba dibaca masing-masing utuh 1 perikop!
jangan cuman nyomot se-ayat, siapa tahu tanpa bertanya sudah terjawab..
SEGOROWEDI- BRIGADIR JENDERAL
- Posts : 43894
Kepercayaan : Protestan
Join date : 12.11.11
Reputation : 124
Re: Mengapa Poligami Sangat Aneh di mata non Muslim?
SEGOROWEDI wrote:coba dibaca masing-masing utuh 1 perikop!DOMBA BERTARING SERIGALA wrote:SEGOROWEDI wrote:Orang_Pinggiran wrote:
Anehnya para pezina tidak dihukum
Malah yang poligami yang dikatakan salah. kitab suci kok pro zina
sok tahu..
pro zinah gimana, wong melihat dan menafsui saja sudah dosa
tapi kalau s*t*n malah nyuruh melegalkan
Yang kasi perintah ini siapa ? Yesus kah ? :"Ketika Tuhan mulai berbicara dengan perantara Hosea, berfirman Ia kepada Hosea : "Pergilah, kawinilah seorang perempuan sundal dan peranakanlah anak-anak sundal...".(Hosea 1:2).
"Berfirman Tuhan kepadaku: "Pergilah lagi, cintailah perempuan yang suka bersundal dan berzinah, seperti juga Tuhan mencintai orang Israel, sekalipun mereka berpaling kepada allah-allah yang lain dan menyukai kue kismis".(Hosea 3:1, Injil Bahasa Indonesia Sehari-hari, LAI 1991).
"Aku tidak akan menghukum anak-anak perempuanmu sekalipun mereka berzinah, atau menantu-menantumu perempuan, sekalipun mereka bersundal..." (Hosea 4:14)
jangan cuman nyomot se-ayat, siapa tahu tanpa bertanya sudah terjawab..
ehmm
Weladalah, justru karena sy gak paham makanya tanya kanjeng romo sego...
kalo baca sendiri tanpa tuntunan ahlinya, takut salah tafsir jee..
saya cuma mau nanya sama kanjeng romo sego..
apa betul itu perintah Yesus Tuhannya orang kristen ?
dan apa betul itu kutipan dari Kitab Suci Agama Kanjeng Romo Sego ?
DOMBA BERTARING SERIGALA- SERSAN MAYOR
-
Posts : 217
Join date : 06.12.11
Reputation : 7
Re: Mengapa Poligami Sangat Aneh di mata non Muslim?
"Ketika Tuhan mulai berbicara dengan perantara Hosea, berfirman Ia kepada Hosea : "Pergilah, kawinilah seorang perempuan sundal dan peranakanlah anak-anak sundal...".(Hosea 1:2).
gak ada perintah poligami, kan?
Tuhan tidak menghendaki poligami, kan?
gak ada perintah poligami, kan?
Tuhan tidak menghendaki poligami, kan?
SEGOROWEDI- BRIGADIR JENDERAL
- Posts : 43894
Kepercayaan : Protestan
Join date : 12.11.11
Reputation : 124
Re: Mengapa Poligami Sangat Aneh di mata non Muslim?
iya,, tapi ada perintah menikahi perempuan sundal,, waduuh,, kalau di islam di suruh nikahi perempuan baik2,,poligami no probelm, yang penting jadi keluarga baikSEGOROWEDI wrote:"Ketika Tuhan mulai berbicara dengan perantara Hosea, berfirman Ia kepada Hosea : "Pergilah, kawinilah seorang perempuan sundal dan peranakanlah anak-anak sundal...".(Hosea 1:2).
gak ada perintah poligami, kan?
Tuhan tidak menghendaki poligami, kan?
celakanya disurh peranakan anak2 sundal... benar2 keluarga hancur..
ayat gini ko di banggain,,, mau jadi apa negeri ini jika di laksankan...
jadi yakin ini ayat bukan dari Tuhan..palagi ALLAH SWT
EHAN- LETNAN DUA
-
Posts : 1393
Kepercayaan : Islam
Location : kalimantan
Join date : 16.07.12
Reputation : 39
Re: Mengapa Poligami Sangat Aneh di mata non Muslim?
SEGOROWEDI wrote:gak ada perintah poligami, kan?DOMBA BERTARING SERIGALA wrote:SEGOROWEDI wrote:coba dibaca masing-masing utuh 1 perikop!DOMBA BERTARING SERIGALA wrote:SEGOROWEDI wrote:
sok tahu..
pro zinah gimana, wong melihat dan menafsui saja sudah dosa
tapi kalau s*t*n malah nyuruh melegalkan
Yang kasi perintah ini siapa ? Yesus kah ? :"Ketika Tuhan mulai berbicara dengan perantara Hosea, berfirman Ia kepada Hosea : "Pergilah, kawinilah seorang perempuan sundal dan peranakanlah anak-anak sundal...".(Hosea 1:2).
"Berfirman Tuhan kepadaku: "Pergilah lagi, cintailah perempuan yang suka bersundal dan berzinah, seperti juga Tuhan mencintai orang Israel, sekalipun mereka berpaling kepada allah-allah yang lain dan menyukai kue kismis".(Hosea 3:1, Injil Bahasa Indonesia Sehari-hari, LAI 1991).
"Aku tidak akan menghukum anak-anak perempuanmu sekalipun mereka berzinah, atau menantu-menantumu perempuan, sekalipun mereka bersundal..." (Hosea 4:14)
jangan cuman nyomot se-ayat, siapa tahu tanpa bertanya sudah terjawab..
ehmm
Weladalah, justru karena sy gak paham makanya tanya kanjeng romo sego...
kalo baca sendiri tanpa tuntunan ahlinya, takut salah tafsir jee..
saya cuma mau nanya sama kanjeng romo sego..
apa betul itu perintah Yesus Tuhannya orang kristen ?
dan apa betul itu kutipan dari Kitab Suci Agama Kanjeng Romo Sego ?
Tuhan tidak menghendaki poligami, kan?
Jadi confirm menurut romo sego itu perintah Tuhannya Kanjeng Romo, yakni Yesus ?
dan Itu dari Kitab Suci Agamanya Kanjeng Romo ya ?
SEGOROWEDI wrote:sok tahu..
pro zinah gimana, wong melihat dan menafsui saja sudah dosa
tapi kalau s*t*n malah nyuruh melegalkan
DOMBA BERTARING SERIGALA- SERSAN MAYOR
-
Posts : 217
Join date : 06.12.11
Reputation : 7
Re: Mengapa Poligami Sangat Aneh di mata non Muslim?
ya eyalah..
baca aja judul tretnya..
SEGOROWEDI- BRIGADIR JENDERAL
- Posts : 43894
Kepercayaan : Protestan
Join date : 12.11.11
Reputation : 124
Re: Mengapa Poligami Sangat Aneh di mata non Muslim?
DOMBA BERTARING SERIGALA wrote:gak ada perintah poligami, kan?SEGOROWEDI wrote:DOMBA BERTARING SERIGALA wrote:coba dibaca masing-masing utuh 1 perikop!SEGOROWEDI wrote:DOMBA BERTARING SERIGALA wrote:
Yang kasi perintah ini siapa ? Yesus kah ? :
jangan cuman nyomot se-ayat, siapa tahu tanpa bertanya sudah terjawab..
ehmm
Weladalah, justru karena sy gak paham makanya tanya kanjeng romo sego...
kalo baca sendiri tanpa tuntunan ahlinya, takut salah tafsir jee..
saya cuma mau nanya sama kanjeng romo sego..
apa betul itu perintah Yesus Tuhannya orang kristen ?
dan apa betul itu kutipan dari Kitab Suci Agama Kanjeng Romo Sego ?
Tuhan tidak menghendaki poligami, kan?
"Ketika Tuhan mulai berbicara dengan perantara Hosea, berfirman Ia kepada Hosea : "Pergilah, kawinilah seorang perempuan sundal dan peranakanlah anak-anak sundal...".(Hosea 1:2).
"Berfirman Tuhan kepadaku: "Pergilah lagi, cintailah perempuan yang suka bersundal dan berzinah, seperti juga Tuhan mencintai orang Israel, sekalipun mereka berpaling kepada allah-allah yang lain dan menyukai kue kismis".(Hosea 3:1, Injil Bahasa Indonesia Sehari-hari, LAI 1991).
"Aku tidak akan menghukum anak-anak perempuanmu sekalipun mereka berzinah, atau menantu-menantumu perempuan, sekalipun mereka bersundal..." (Hosea 4:14)
Jadi confirm menurut romo sego itu perintah Tuhannya Kanjeng Romo, yakni Yesus ?
dan Itu dari Kitab Suci Agamanya Kanjeng Romo ya ?
SEGOROWEDI wrote:
ya eyalah..
baca aja judul tretnya..
SEGOROWEDI wrote:sok tahu..
pro zinah gimana, wong melihat dan menafsui saja sudah dosa
tapi kalau s*t*n malah nyuruh melegalkan
berarti yang nyuruh kawin dengan seorang perempuan sundal dan peranakanlah anak-anak sundal itu setan dunk, pakdhe sego?
pakdhe pasti ngikut junjungan pakdhe yang nyuruh diatas ya ?
DOMBA BERTARING SERIGALA- SERSAN MAYOR
-
Posts : 217
Join date : 06.12.11
Reputation : 7
Re: Mengapa Poligami Sangat Aneh di mata non Muslim?
1. Tuduhan Terhadap Islam
Para orientalis, pendeta agama masehi, kelompok sekuleris dan kalangan anti Islam pada hari ini sedang gencar mengkampanyekan gerakan anti poligami.
Kampanye mereka itu mulai dari yang bersifat sindiran, pernyataan sinis sampai kepada yang langsung mencaci maki, baik syariat Islam sebagai sebuah sistem hidup maupun pribadi Rasulullah SAW.
Kambing hitam yang selalu disudutkan tidak lain adalah syariat Islam. Menurut mereka, syariat Islam itu tidak sesuai dengan jiwa keadilan, mendorong laki-laki mengumbar syahwat, juga tidak berpihak kepada wanita yang selalu berada dalam posisi terzhalimi. Sampai-sampai dengan sengaja mereka membuat tayangan sinetron yang menggambarkan betapa hancurnya sebuah rumah tangga yang melakukan poligami.
Lebih jauh lagi, mereka juga menuduh bahwa Rasulullah SAW adalah budak nafsu, karena menikah dengan 12 orang wanita.. Sehingga mereka menuduh bahwa nabi itu kerjanya tukang kawin dan main perempuan. Nauzu billahi min zalik.
Dalam catatan sirah nabawiyah, Rasulullah SAW tercatat pernah menikahi 12 orang wanita.Yaitu :
1. Khodijah binti Khuwailid RA, ia dinikahi oleh Rasulullah SAW di Mekkah ketika usia beliau 25 tahun dan Khodijah 40 tahun. 2. Saudah binti Zam'ah RA, dinikahi oleh Rasulullah SAW pada bulan Syawwal tahun kesepuluh dari kenabian beberapa hari setelah wafatnya Khodijah. Ia adalah seorang janda yang ditinggal mati oleh suaminya yang bernama As-Sakron bin Amr.
3. Aisyah binti Abu Bakar RA, dinikahi oleh Rasulullah SAW bulan Syawal tahun kesebelas dari kenabian, Dengan menikahi
4. Hafsoh binti Umar bin Al-Khotob RA, beliau ditinggal mati oleh suaminya Khunais bin Hudzafah As-Sahmi, kemudian dinikahi oleh Rasulullah SAW pada tahun ketiga Hijriyah. Beliau menikahinya untuk menghormati bapaknya Umar bin Al-Khotob.
5. Zainab binti Khuzaimah RA, dari Bani Hilal bin Amir bin Sho'sho'ah dan dikenal sebagai Ummul Masakin karena ia sangat menyayangi mereka. Sebelumnya ia bersuamikan Abdulloh bin Jahsy akan tetapi suaminya syahid di Uhud, kemudian Rasulullah SAW menikahinya pada tahun keempat Hijriyyah6. Alasan beliau menikahinya adalah untuk menghormati Ummu Salamah dan memelihara anak-anak yatim tersebut.
7. Zainab binti Jahsyi bin Royab RA, dari Bani Asad bin Khuzaimah dan merupakan puteri bibi Rasulullah SAW. Sebelumnya ia menikahi dengan Zaid bin Harits kemudian diceraikan oleh suaminya tersebut. Ia dinikahi oleh Rasulullah SAW di bulan Dzul Qo'dah tahun kelima dari Hijrah.
8. Juwairiyah binti Al-Harits RA, pemimpin Bani Mustholiq dari Khuza'ah. Ia merupakan tawanan perang yang sahamnya dimiliki oleh Tsabit bin Qais bin Syimas, kemudian ditebus oleh Rasulullah SAW dan dinikahi oleh beliau pada bulan Sya'ban tahun ke 6 Hijrah. Alasan beliau menikahinya adalah untuk menghormatinya dan meraih simpati dari kabilhnya (karena ia adalah anak pemimpin kabilah tersebut) dan membebaskan tawanan perang.
9. Ummu Habibah Ramlah binti Abu Sufyan RA, sebelumnya ia dinikahi oleh Ubaidillah bin Jahsy dan hijrah bersamanya ke Habsyah. Suaminya tersebut murtad dan menjadi nashroni dan meninggal di sana. Ummu Habibbah tetap istiqomah terhadap agamanya. Alasan yang paling kuat adalah untuk menghibur beliau dan memberikan sosok pengganti yang lebih baik baginya. Serta penghargaan kepada mereka yang hijrah ke Habasyah karena mereka sebelumnya telah mengalami siksaan dan tekanan yang berat di Mekkah.
10. Shofiyyah binti Huyay bin Akhtob RA, dari Bani Israel, ia merupakan tawan perang Khoibar lalu Rasulullah SAW memilihnya dan dimeredekakan serta dinikahinya setelah menaklukan Khoibar tahun 7 Hijriyyah. Pernakahan tersebut bertujuan untuk menjaga kedudukan beliau sebagai anak dari pemuka kabilah.
11. Maimunah binti Al- Harits RA, saudarinya Ummu Al-Fadhl Lubabah binti Al-Harits. Ia adalah seorang janda yang sudah berusia lanjut, dinikahi di bulan Dzul Qa'dah tahun 7 Hijrah pada saat melaksanakan Umroh Qadho.
Kampanye itu rupanya berjalan sangat efektif dalam menyudutkan Islam, karena mampu menggerakkan banyak kalangan yang tidak sehat berpikir termasuk para aktifis wanita untuk ikut-ikutan menyudutkan Islam. Dan dengan bahasa wanita, mereka terus menggelembungkan semangat anti poligami sekaligus semangat anti Islam di kalangan publik terutama di kalangan wanita.
Lucunya, sebagian dari tokoh agama yang terlalu dekat dengan kalangan mereka pun ikut-ikutan menentang poligami, lalu mensitir sekian ayat dan hadits yang diplintir sedemikian rupa untuk menentang keabsahan poligami dalam Islam. Entah karena mau dibilang moderat atau motavasi lainnya.
2. Poligami Sudah Ada jauh Sebelum Islam
Padahal poligami itu bukan semata-mata produk syariat Islam. Jauh sebelum Islam lahir di tahun 610 masehi, peradaban manusia di penjuru dunia sudah mengenal poligami.
Dr. Yusuf Al-Qaradawi menuliskan bahwa di masa lalu, peradaban manusia sudah mengenal poligami dalam bentuk yang sangat mengerikan, karena seorang laki-laki bisa saja memiliki bukan hanya 4 istri, tapi lebih dari itu. Ada yang sampai 10 bahkan ratusan istri. Bahkan dalam kitab orang yahudi perjanjian lama, Daud disebutkan memiliki 300 orang istri, baik yang menjadi istri resminya maupun selirnya. (Dr. Yusuf Al-Qaradawi, Ruang lingkup Aktivitas Wanita Muslimah, hal. 184)
Dalam Fiqhus-Sunnah, As-Sayyid Sabiq dengan mengutip kitab Hak-hak Wanita Dalam Islam karya Ustaz Dr. Ali Abdul Wahid Wafi menyebutkan bahwa poligami bila kita runut dalam sejarah sebenarnya merupakan gaya hidup yang diakui dan berjalan dengan lancar di pusat-pusat peradaban manusia. Bahkan bisa dikatakan bahwa hampir semua pusat peradaban manusia (terutama yang maju dan berusia panjang) mengenal poligami dan mengakuinya sebagai sesuatu yang normal dan formal. Para ahli sejarah mendapatkan bahwa hanya peradaban yang tidak terlalu maju saja dan tidak berusia panjang yang tidak mengenal poligami.
Bahkan agama nasrani sekalipun mengenal dan mengajarkan poligami. Berbeda dengan apa yang sering mereka ungkapkan hari ini, namun Nabi Isa dan para pengikutnya mengajarkan dan mengakui poligami. Masih menurut ahli sejarah, karena saat itu penyebaran nasrani terjadi di romawi dan yunani, sementara kedua peradaban ini memang tidak mengenal poligami, jadilah akhirnya seolah-olah agama nasrani itu melarang poligami. Sesuatu yang sebenarnya bertentangan dengan sumber asli ajaran mereka sendiri.
Ustaz As-Sayyid Sabiq menyebutkan bahwa peradaban maju seperti Ibrani yang melahirkan bangsa yahudi mengenal poligami. Begitu juga dengan peradaban Shaqalibah yang melahirkan bangsa Rusia, Lituania, Ustunia, Chekoslowakia dan Yugoslavia semuanya sangat mengenal poligami. Begitu juga dengan Bangsa Jerman, Swis, Saksonia, Belgia, Belanda, Denmark, Swedia, Norwegia dan Enggris. Jadi pendapat bahwa poligami itu hanya produk hukum Islam adalah tidak benar. Begitu juga dengan bangsa Arab sebelum Islam, mereka pun mengenal poligami. Dalam salah satu hadits disebutkan bahwa ada seorang masuk islam dan masih memiliki 10 orang istri. Lalu oleh Rasulullah SAW diminta untuk memilih empat saja dan selebihnya diceraikan. Beliau bersabda,"Pilihlah 4 orang dari mereka dan ceraikan sisanya". (Hadits itu adalah hadits Iibnu Umar yang diriwayatkan oleh At-tirmizy hadits no. 1128, oleh Ibnu Majah hadits no. 1953)
Masih menurut beliau, poligami itu bukan hanya milik peradaban masa lalu dunia, tetapi hari ini masih tetap diakui oleh negeri dengan sistem hukum yang bukan Islam seperti Afrika, India, China dan Jepang.
Sehingga jelaslah bahwa poligami adalah produk umat manusia, produk kemanusiaan dan produk peradaban besar dunia. Islam hanyalah salah satu yang ikut di dalamnya dengan memberikan batasan dan arahan yang sesuai dengan jiwa manusia.
Islam datang dalam kondisi dimana masyarakat dunia telah mengenal poligami selama ribuan tahun dan telah diakui dalam sistem hukum umat manusia. Justru Islam memberikan aturan agar poligami itu tetap selaras dengan rasa keadilan dan keharmonisan. Misalnya dengan mensyaratkan adanya keadilan dan kemampuan dalam nafkah. Begitu juga Islam sebenarnya tidak membolehkan poligami secara mutlak, sebab yang dibolehkan hanya sampai empat orang istri. Dan segudang aturan main lainnya sehingga meski mengakui adanya poligami, namun poligami yang berkeadilan sehingga melahirkan kesejahteraan.
3. Barat Adalah Pendukung Poligami Yang Tidak Manusiawi
Dan kini karena masyarakat barat banyak menganut agama nasrani, ditambah lagi latar belakang budaya mereka yang berangkat dari romawi dan yunani kuno, maka mereka pun ikut-ikutan mengharamkan poligami. Namun anehnya, sistem hukum dan moral mereka malah membolehkan perzinahan, homoseksual, lesbianisme dan gonta ganti pasangan suami istri. Padahal semua pasti tahu bahwa poligami jauh lebih beradab dari semua itu. Sayangnya, ketika ada orang berpoligami dan mengumumkan kepoligamiannya, semua ikut merasa `jijik`, sementara ketika hampir semua lapisan masyarakat menghidup-hidupkan perzinahan, pelacuran, perselingkuhan, homosek dan lesbianisme, tak ada satu pun yang berkomentar jelek. Semua seakan kompak dan sepakat bahwa perilaku bejat itu adalah `wajar` terjadi sebagai bagian dari dinamika kehidupan modern.
Dr. Yusuf Al-Qaradawi mengatakan bahwa pada hakikatnya apa yang dilakukan oleh Barat pada hari ini dengan segala bentuk pernizahan yang mereka lakukan tidak lain adalah salah satu bentuk poligami juga meski tidak dalam bentuk formal.
Dan kenyataaannya mereka memang terbiasa melakukan hubungan seksual di luar nikah dengan siapapun yang mereka inginkan. Di tempat kerja, hubungan seksual di luar nikah menjadi sesuatu yang lazim dilakukan mereka baik sesama teman kerja, antara atasan dan bawahan atau pun klien mereka. Ditempat umum mereka terbiasa melakukan hubungan seksual di luar nikah baik dengan wanita penghibur, pelayan restoran, artis dan selebritis. Di sekolah pun mereka menganggap wajar bila terjadi hubungan seksual baik sesama pelajar, antara pelajar dengan guru atau dosen, antar karyawan dan seterusnya. Bahkan di dalam rumaah tangga pun mereka menganggap boleh dilakukan dengan tetangga, pembantu rumah tangga, sesama angota keluarga atau dengan tamu yang menginap. Semua itu bukan mengada-ada karena secara jujur dan polos mereka akui sendiri dan tercermin dalam film-film hollywood dimana hampir selalu dalam setiap kesempatan mereka melakukan hubungan seksual dengan siapa pun.
Jadi peradaban barat membolehkan poligami dengan siapa saja tanpa batas, bisa dengan puluhan bahkan ratusan orang yang berlainan. Dan sangat besar kemungkinannya mereka pun telah lupa dengan siapa saja pernah melakukannya karena saking banyaknya. Dan semua itu terjadi begitu saja tanpa pertanggung-jawaban, tanpa ikatan, tanpa konsekuensi dan tanpa pengakuan. Apabila terjadi kehamilan, sama sekali tidak ada konsekuensi hukum untuk mewajibkan bertanggung-jawab atas perbuatan itu. Poligami tidak formal alias seks di luar nikah itu alih-alih dilarang, malah sebaliknya dilindungi dan dihormati sebagai hak asasi. Lucunya, banyak negara yang mengharamkan poligami formal yang mengikat dan menuntut tanggung jawab, sebaliknya seks bebas yang tidak lain merupakan bentuk poligami yang tidak bertanggung jawab malah dibebaskan, dilindungi dan dihormati.
Untuk kasus ini, Syiekh Abdul Halim Mahmud menceritakan sebuah kejadian lucu yang terjadi di sebuah negeri sekuler di benua Afrika. Ada seorang tokoh Islam yang menikah untuk kedua kalinya (berpoligami) secara syah menurut aturan syar`i. Namun berhubungan negeri itu melarang poligami secara tegas, maka pernikahan itu dilakukan tanpa melaporkan kepada pemerintah. Rupanya, inteljen sempat mencium adanya pernikah itu dan setelah melakukan pengintaian intensif, dikepunglah rumah tokokh ini dan diseretlah dia ke pengadilan untuk dijatuhi hukuman seberat-beratnya. Melihat situasi yang timpang seperti ini, maka akal digunakan. Tokoh ini dengan kalem menjawab bahwa wanita yang ada di rumahnya itu bukan istrinya, tapi teman selingkuhannya. Agar tidak ketahuan istri pertamanya, maka mereka melakukannya diam-diam. Mendengar pengakuannya, kontak pihak pengadilan atas nama pemerintah meminta maaf yang sebesar-besarnya atas kesalah-pahaman itu. Dan memulangkannya dengan baik-baik serta tidak lupa tetap meminta maaf atas insiden itu. (Dr. Yusuf Al-Qaradawi, Ruang lingkup Aktivitas Wanita Muslimah, hal. 213-214)
4. Tujuan dan Syarat Poligami Dalam Islam
Poligami atau dikenal dengan ta`addud zawaj pada dasarnya mubah atau boleh. Bukan wajib atau anjuran. Karena melihat siyaq ayatnya memang mensyaratkan harus adil. Dan keadilan itu yang tidak dimiliki semua orang.
Allah berfirman :
Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap perempuan yang yatim, maka kawinilah wanita-wanita yang kamu senangi : dua, tiga atau empat. Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil , maka seorang saja , atau budak-budak yang kamu miliki. Yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya.(QS. An-Nisa : 3)
Jadi syarat utama adalah adil terhadapat istri dalam nafkah lahir dan batin. Jangan sampai salah satunya tidak diberi cukup nafkah. Apalagi kesemuanya tidak diberi cukup nafkah, maka hal itu adalah kezaliman.
Sebagaimana hukum menikah yang bisa memiliki banyak bentuk hukum, aka begitu juga dengan poligami, hukumnya sangat ditentukan oleh kondisi seseorang, bahkan bukan hanya kondisi dirinya tetapi juga menyangkut kondisi dan perasaan orang lain, dalam hal ini bisa saja istrinya atau keluarga istrinya. Pertimbangan orang lain ini tidak bisa dimentahkan begitu saja dan tentunya hal ini sangat manusiawi sekali.
Karena itu kita dapati Rasulullah SAW melarang Ali bin abi Thalib untuk memadu Fatimah yang merupakan putri Rasulullah SAW. Sehingga Ali bin Abi Thalim tidak melakukan poligami.
Kalau hukum poligami itu sunnah atau dianjurkan, maka apa yang dilakukan oleh Rasulullah SAW untuk melarang Ali berpoligami akan bertentangan.
Selain itu yang sudah menjadi syarat paling utama dalam pertimbangan poligami adalah masalah kemampuan finansial. Biar bagaimana pun ketika seorang suami memutuskan untuk menikah lagi, maka yang harus pertama kali terlintas di kepalanya adalah masalah tanggung jawab nafkah dan kebutuhan hidup untuk dua keluarga sekaligus. Nafkah tentu saja tidak berhenti sekedar bisa memberi makan dan minum untuk istri dan anak, tapi lebih dari itu, bagaiman dia merencakan anggaran kebutuhan hidup sampai kepada masalah pendidikan yang layak, rumah dan semua kebutuhan lainnya.
Ketentuan keadilan sebenarnya pada garis-garis umum saja. Karena bila semua mau ditimbang secara detail pastilah tidak mungkin berlaku adil secara empiris. Karena itu dibuatkan garis-garis besar seperti maslaah pembagian jatah menginap. Menginap di rumah istri harus adil. Misalnya sehari di istri tua dan sehari di istri muda. Yang dihitung adalah malamnya atau menginapnya, bukan hubungan seksualnya. Karena kalau sampai hal yang terlalu mendetail harus dibuat adil juga, akan kesulitan menghitung dan menimbangnya.
Secara fitharah umumnya, kebutuhan seksual laki-laki memang lebih tinggi dari wanita. Dan secara faal, kemampuan seksual laki-laki memang dirancang untuk bisa mendapatkan frekuensi yang lebih besar dari pada wanita.
Nafsu birahi setiap orang itu berbeda-beda kebutuhannya dan cara pemenuhannya. Dari sudut pandang laki-laki, masalah `kehausan` nafsu birahi sedikit banyak dipengaruhi kepada kepuasan hubungan seksual dengan istri. Bila istri mampu memberikan kepuasan skesual, secara umum kehausan itu bisa terpenuhi dan sebaliknya bila kepuasan itu tidak didapat, maka kehausan itu bisa-bisa tak terobati. Akhirnya, menikah lagi sering menjadi alternatif solusi.
Umumnya laki-laki membutuhkan kepuasan seksual baik dalam kualitas maupun kuantitas. Namun umumnya kepuasan kualitas lebih dominan dari pada kepuasan secara kuantitas. Bila terpenuhi secara kualitas, umumnya sudah bisa dirasa cukup. Sedangkan pemenuhan dari sisi kuantitas saja sering tidak terlau berarti bila tidak disertai kualitas, bahkan mungkin saja menjadi sekedar rutinitas kosong. Lagi-lagi menikah lagi sering menjadi alternatif solusi.
Secara pisik, terkadang memang ada pasangan yang agak ekstrim. Dimana suami memiliki kebutuhan kualitas dan kuantitas lebih tinggi, sementara pihak istri kurang mampu memberikannya baik dari segi kualitas dan juga kuantitas. Ketidak-seimbangan ini mungkin saja terjadi dalam satu pasangan suami istri. Namun biasanya solusinya adalah penyesuaian diri dari masing-masing pihak. Dimana suami berusaha mengurangi dorongan kebutuhan untuk kepuasan secara kualitas dan kuantitas. Dan sebaliknya istri berusaha meningkatkan kemampuan pelayanan dari kedua segi itu. Nanti keduanya akan bertemu di ssatu titik.
Tapi kasus yang ekstrim memang mungkin saja terjadi. Suami memiliki tingkat dorongan kebutuhan yang melebihi rata-rata, sebaliknya istri memiliki kemampuan pelayanan yang justru di bawah rata-rata. Dalam kasus seperti ini memang sulit untuk mencari titik temu. Karena hal ini merupakan fithrah alamiah yang ada begitu saja pada masing-masing pihak. Dan kasus seperti ini adalah alasan yang paling logis dan masuk akal untuk terjadinya penyelewengan, selingkuh, prostitusi, pelecehan seksual dan perzinahan.
Sehingga jauh-jauh hari Islam sudah mengantisipasi kemungkinan terjadinya fenomena ini dengan membuka pintu untuk poligami dan menutup pintu ke arah zina. Dari pada zina yang merusak nilai kemanusiaan dan harga diri manusia, lebih baik kebutuhan itu disalurkan lewat jalur formal dan legal. Yaitu poligami.
Dan kenyataanya, angka kasus sejenis lumayan banyak. Namun antisipasinya sering terlihat kurang cerdas bahkan mengedepankan ego. Hukum agama nasrani jelas-jelas melarang poligami yang legal. Begitu juga hukum positif di banyak negeri umumnya cenderung menganggap poligami itu tidak bisa diterima. Apalagi hukum non formal yang berbentuk penilaian masyarakat yangumumnya juga menganggap poligami itu hina dan buruk.
Secara tidak sadar semuanya lebih memaklumi kalau dalam kasus seperti yang kita bicarakan ini, solusinya adalah ZINA dan bukan poligami. Nah, inilah terjungkir baliknya nilai-nilai agama yang dikalahkan dengan rasa dan selera subjektif hawa nafsu manusia.
5. Berlebihan Dalam Memahami Masalah Poligami Dalam Islam
Ada orang yang terlalu berlebihan dalam memahami kebolehan poligami dalam Islam. Dan sebaliknya, ada kalangan yang berusaha mengahalang-halangi terjadinya poligami dalam Islam, meski tidak sampai menolak syariatnya.
a. Pihak yang berlebihan
Menurut kalangan ini, poligami adalah perkara yang sangat utama untuk dikerjakan bahkan merupakan sunnah muakkadah dan pola hidup Rasulullah SAW. Kemana-mana mereka selalu mendengungkan poligami hingga seolah hamir mendekati wajib.
Pemahaman keliru seperti itu sering menggunakan ayat poligami yang memang bunyinya seolah seperti mendahulukan poligami dan bila tidak mampu, barulah beristri satu saja. Istilahnya, poligami dulu, kalau tidak mampu, baru satu saja.
"Maka kawinilah wanita-wanita yang kamu senangi : dua, tiga atau empat. Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, maka seorang saja , atau budak-budak yang kamu miliki. Yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya.(QS. An-Nisa : 3)
Padahal makna ayat itu sama sekali tidak demikian. Karena meski sepintas ayat itu kelihatan mendahulukan poligami lebih dahulu, tapi dalam kenyataan hukum hasil dari istinbath para ulama dengan membandingkannya dengan dalil-dalil lainnya menunjukan bahw poligami merupakan jalan keluar atau rukhshah (bentuk keringanan) atas sebuah kebutuhan. Bukan menempati posisi utama dalam masalah pernikahan. Alasan agar tidak jatuh ke dalam zina adalah alasan yang ma`qul dan sangat bisa diterima. Karena Allah SWT memang memerintahkan agar seorang mukmin menjaga kemaluannya.
Allah SWT berfiramn :
"Dan orang-orang yang menjaga kemaluannya, (QS. Al-Mukminun : 5)
"Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman: "Hendaklah mereka menahan pandanganya, dan memelihara kemaluannya; yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat". (QS. An-Nur : 30)
Dan orang-orang yang memelihara kemaluannya, (QS. Al-Ma`arij : 29)
Bila satu istri saja masih belum bisa menahan gejolak syahwatnya, sementara secara nafkah dia mampu berbuat adil, bolehlah seseorang untuk menikah lagi dengan niat menjaga agamanya. Bukan sekedar memuaskan nafsu syahwat saja.
Bentuk kekeliruan yang lain adalah rasa terlalu optimis atas kemampuan menanggung beban nafkah. Padahal Islam tetap menutut kita berlaku logis dan penuh perhitungan. Memang rezeki itu Allah SWT yang memberi, tapi rezeki itu tidak datang begitu saja.
Bahkan untuk orang yang baru pertama kali menikah pun, Rasulullah SAW mensyaratkan harus punya kemampuan finansial. Dan bila belum mampu, maka hendaknya berpuasa saja.
Jangan sampai seseorang yang penghasilannya senin kamis, tapi berlagak bak seorang saudagar kaya yang setiap hari isi pembicaraannya tidak lepas dari urusan ta`addud. Ini jelas sangat `njomplang`, jauh asap dari api.
b. Pihak yang mencegah poligami
Di sisi lain, ada kalangan yang menentang poligami atau paling tidak kurang bersimpati terhadap poligami. Mereka pun sibuk membolak balik ayat Al-Quran Al-Karim dan Sunnah Rasulullah SAW untuk mencari dalih yang bisa melarang atau minimal memberatkan jalan menuju poligami.
Misalnya dengan mengikat seorang suami untuk janji tidak menikah lagi ketika melangsungkan pernikahan pertamanya. Janji itu diqiyaskan dengan sighat ta'liq yang bila dilanggar maka istrinya diceraikan.
Menanggapi hal ini, para ulama berbeda pendapat tentang syarat tidak boleh melakukan poligami bagi suami yang diajukan oleh isterinya pada saat aqad nikah. Apakah pensyaratan tersebut dibolehkan atau tidak?
Sebahagian ulama menyatakan bahwa pensyaratan tersebut diperbolehkan, sedangkan yang lain berpendapat hal tersebut dimakruhkan tetapi tidak haram. Karena dengan adanya pensyaratan tersebut maka suami akan merasa terbelenggu yang pada akhirnya akan menimbulakn hubungan yang kurang harmonis di antara keduanya.
Lantas bagaimana sikap suami, apakah harus memenuhi syarat tersebut atau tidak? Ada dua pendapat ulama. Pendapat pertama menyatakan bahwa hukum memenuhi pensyaratan tersebut hanya sunah saja dan tidak wajib. Oleh karena itu suami bisa saja menikah dengan wanita yang lain. Hal tersebut berdasarkan sabda Rasulullah SAW yang diriwayatkan oleh Aisyah RA.
"Barangsiapa yang mensyaratkan suatu syarat yang tidak terdapat dalam kitab Allah, maka ia tidak berhak melakukannya (Dan tidak perlu dipenuhi), meskipun ia mensyaratakan seratus persyaratan. Persyaratan Allah-lah yang lebih berhak dan lebih kuat" (HR Bukhori/Fathul Bari 6/115)
Ali bin Abi Tholib pernah berkata: "Syarat Allah sebelum syaratnya (wanita tersebut)". Ibun Abdil Barr mengomentari bahwa Allah telah membolehkan melarang apa yang engkau kehendaki dengan sejumlah syarat, sedangkan apa yang Allah perbolehkan adalah lebih utama" (At-Tamhid 18/168-169)
Pendapat kedua menyatakan bahwa suami wajib memenuhi persyaratan isterinya tersebut disebabkan pensyaratan tersebut adalah syah secara agama. Oleh karena itu ia tidak boleh melakukan poligami. Hal tersebut berdasarkan hadis :
"Pensyaratan yang paling utama untuk dipenuhi adalah syarat yang menghalakan terjadinya hubungan badan" (HR Muslim 3/573, Tirmidzi No. 1124, Abu Daud 2139, Nasa'i 6/93 dan Ibnu Majah No. 1954)
Dalam riwayat Muslim disebutkan bahwa Nabi SAW bersabda :"Orang-orang muslim itu berdasarkan syarat-syarat mereka (yang disepakati) kecuali syarat yang menghalakan yang haram atau syarat yang mengharamkan yang halal" (HR. Muslim 2/1036)
Pendapat kedua ini dipegang oleh sejumlah sahabat dan ulama antara lain Umar bin Al-Khottob, Amr bin Al-Ash, Syuraikh Al-Qodhi, Ishaq, Imam Ahmad, Ibnu Taimiyyah dan lain-lain (Jami' Ahkamun-Nisaa III/361-370)
Ada bentuk lain lagi dalam perkara mengahalangi poligami, yaitu mereka mengatakan bahwa Rasulullah SAW tidak pernah melakukan poligami kecuali hanya kepada janda saja. Tidak pernah kepada wanita yang perawan. Memang ketika menikahi Aisyah ra, status Rasulullah SAW adalah seorang duda yang ditinggal mati istrinya.
Dalam menjawab masalah ini, sebenarnya syarat harus menikahi wanita yang berstatus janda bukanlah syarat untuk poligami. Meski Rasulullah SAW memang lebih banyak menikahi janda ketimbang yang masih gadis. Namun hal itu terpulang kepada pertimbangan teknis di masa itu yang umumnya untuk memuliakan para wanita atau mengambil hati tokoh di belakang wanita itu. Pertimbangan ini tidak menjadi syarat untuk poligami secara baku dalam syariat Islam.
Sebagian kalangan juga ingin menghalangi poligami dengan dasar bahwa syarat berlaku adil dalam Al-Quran Al-Karim adalah sesuatu yang tidak mungkin bisa dilakukan. Dengan demikian, maka poligami dilarang dalam Islam.
Padahal, meski ada ayat yang demikian, yang dimaksud dengankeadilantidak dapat dilakukan adalah keadilan yang bersifat menyeluruh baik materi maupun ruhi. Sementara keadilan yang dituntut dalam sebuah poligami hanay sebatas keadilan secara sesuatu yang bisa diukur dan lebih bersifat materi. Sedangkan masalah cinta dalam dada, sangat sulit untuk diidentifikasi. Namun demikian, Rasulullah SAW mengancam orang yang berlaku tidak adil kepada istrinya dengan ancaman.
Para orientalis, pendeta agama masehi, kelompok sekuleris dan kalangan anti Islam pada hari ini sedang gencar mengkampanyekan gerakan anti poligami.
Kampanye mereka itu mulai dari yang bersifat sindiran, pernyataan sinis sampai kepada yang langsung mencaci maki, baik syariat Islam sebagai sebuah sistem hidup maupun pribadi Rasulullah SAW.
Kambing hitam yang selalu disudutkan tidak lain adalah syariat Islam. Menurut mereka, syariat Islam itu tidak sesuai dengan jiwa keadilan, mendorong laki-laki mengumbar syahwat, juga tidak berpihak kepada wanita yang selalu berada dalam posisi terzhalimi. Sampai-sampai dengan sengaja mereka membuat tayangan sinetron yang menggambarkan betapa hancurnya sebuah rumah tangga yang melakukan poligami.
Lebih jauh lagi, mereka juga menuduh bahwa Rasulullah SAW adalah budak nafsu, karena menikah dengan 12 orang wanita.. Sehingga mereka menuduh bahwa nabi itu kerjanya tukang kawin dan main perempuan. Nauzu billahi min zalik.
Dalam catatan sirah nabawiyah, Rasulullah SAW tercatat pernah menikahi 12 orang wanita.Yaitu :
1. Khodijah binti Khuwailid RA, ia dinikahi oleh Rasulullah SAW di Mekkah ketika usia beliau 25 tahun dan Khodijah 40 tahun. 2. Saudah binti Zam'ah RA, dinikahi oleh Rasulullah SAW pada bulan Syawwal tahun kesepuluh dari kenabian beberapa hari setelah wafatnya Khodijah. Ia adalah seorang janda yang ditinggal mati oleh suaminya yang bernama As-Sakron bin Amr.
3. Aisyah binti Abu Bakar RA, dinikahi oleh Rasulullah SAW bulan Syawal tahun kesebelas dari kenabian, Dengan menikahi
4. Hafsoh binti Umar bin Al-Khotob RA, beliau ditinggal mati oleh suaminya Khunais bin Hudzafah As-Sahmi, kemudian dinikahi oleh Rasulullah SAW pada tahun ketiga Hijriyah. Beliau menikahinya untuk menghormati bapaknya Umar bin Al-Khotob.
5. Zainab binti Khuzaimah RA, dari Bani Hilal bin Amir bin Sho'sho'ah dan dikenal sebagai Ummul Masakin karena ia sangat menyayangi mereka. Sebelumnya ia bersuamikan Abdulloh bin Jahsy akan tetapi suaminya syahid di Uhud, kemudian Rasulullah SAW menikahinya pada tahun keempat Hijriyyah6. Alasan beliau menikahinya adalah untuk menghormati Ummu Salamah dan memelihara anak-anak yatim tersebut.
7. Zainab binti Jahsyi bin Royab RA, dari Bani Asad bin Khuzaimah dan merupakan puteri bibi Rasulullah SAW. Sebelumnya ia menikahi dengan Zaid bin Harits kemudian diceraikan oleh suaminya tersebut. Ia dinikahi oleh Rasulullah SAW di bulan Dzul Qo'dah tahun kelima dari Hijrah.
8. Juwairiyah binti Al-Harits RA, pemimpin Bani Mustholiq dari Khuza'ah. Ia merupakan tawanan perang yang sahamnya dimiliki oleh Tsabit bin Qais bin Syimas, kemudian ditebus oleh Rasulullah SAW dan dinikahi oleh beliau pada bulan Sya'ban tahun ke 6 Hijrah. Alasan beliau menikahinya adalah untuk menghormatinya dan meraih simpati dari kabilhnya (karena ia adalah anak pemimpin kabilah tersebut) dan membebaskan tawanan perang.
9. Ummu Habibah Ramlah binti Abu Sufyan RA, sebelumnya ia dinikahi oleh Ubaidillah bin Jahsy dan hijrah bersamanya ke Habsyah. Suaminya tersebut murtad dan menjadi nashroni dan meninggal di sana. Ummu Habibbah tetap istiqomah terhadap agamanya. Alasan yang paling kuat adalah untuk menghibur beliau dan memberikan sosok pengganti yang lebih baik baginya. Serta penghargaan kepada mereka yang hijrah ke Habasyah karena mereka sebelumnya telah mengalami siksaan dan tekanan yang berat di Mekkah.
10. Shofiyyah binti Huyay bin Akhtob RA, dari Bani Israel, ia merupakan tawan perang Khoibar lalu Rasulullah SAW memilihnya dan dimeredekakan serta dinikahinya setelah menaklukan Khoibar tahun 7 Hijriyyah. Pernakahan tersebut bertujuan untuk menjaga kedudukan beliau sebagai anak dari pemuka kabilah.
11. Maimunah binti Al- Harits RA, saudarinya Ummu Al-Fadhl Lubabah binti Al-Harits. Ia adalah seorang janda yang sudah berusia lanjut, dinikahi di bulan Dzul Qa'dah tahun 7 Hijrah pada saat melaksanakan Umroh Qadho.
Kampanye itu rupanya berjalan sangat efektif dalam menyudutkan Islam, karena mampu menggerakkan banyak kalangan yang tidak sehat berpikir termasuk para aktifis wanita untuk ikut-ikutan menyudutkan Islam. Dan dengan bahasa wanita, mereka terus menggelembungkan semangat anti poligami sekaligus semangat anti Islam di kalangan publik terutama di kalangan wanita.
Lucunya, sebagian dari tokoh agama yang terlalu dekat dengan kalangan mereka pun ikut-ikutan menentang poligami, lalu mensitir sekian ayat dan hadits yang diplintir sedemikian rupa untuk menentang keabsahan poligami dalam Islam. Entah karena mau dibilang moderat atau motavasi lainnya.
2. Poligami Sudah Ada jauh Sebelum Islam
Padahal poligami itu bukan semata-mata produk syariat Islam. Jauh sebelum Islam lahir di tahun 610 masehi, peradaban manusia di penjuru dunia sudah mengenal poligami.
Dr. Yusuf Al-Qaradawi menuliskan bahwa di masa lalu, peradaban manusia sudah mengenal poligami dalam bentuk yang sangat mengerikan, karena seorang laki-laki bisa saja memiliki bukan hanya 4 istri, tapi lebih dari itu. Ada yang sampai 10 bahkan ratusan istri. Bahkan dalam kitab orang yahudi perjanjian lama, Daud disebutkan memiliki 300 orang istri, baik yang menjadi istri resminya maupun selirnya. (Dr. Yusuf Al-Qaradawi, Ruang lingkup Aktivitas Wanita Muslimah, hal. 184)
Dalam Fiqhus-Sunnah, As-Sayyid Sabiq dengan mengutip kitab Hak-hak Wanita Dalam Islam karya Ustaz Dr. Ali Abdul Wahid Wafi menyebutkan bahwa poligami bila kita runut dalam sejarah sebenarnya merupakan gaya hidup yang diakui dan berjalan dengan lancar di pusat-pusat peradaban manusia. Bahkan bisa dikatakan bahwa hampir semua pusat peradaban manusia (terutama yang maju dan berusia panjang) mengenal poligami dan mengakuinya sebagai sesuatu yang normal dan formal. Para ahli sejarah mendapatkan bahwa hanya peradaban yang tidak terlalu maju saja dan tidak berusia panjang yang tidak mengenal poligami.
Bahkan agama nasrani sekalipun mengenal dan mengajarkan poligami. Berbeda dengan apa yang sering mereka ungkapkan hari ini, namun Nabi Isa dan para pengikutnya mengajarkan dan mengakui poligami. Masih menurut ahli sejarah, karena saat itu penyebaran nasrani terjadi di romawi dan yunani, sementara kedua peradaban ini memang tidak mengenal poligami, jadilah akhirnya seolah-olah agama nasrani itu melarang poligami. Sesuatu yang sebenarnya bertentangan dengan sumber asli ajaran mereka sendiri.
Ustaz As-Sayyid Sabiq menyebutkan bahwa peradaban maju seperti Ibrani yang melahirkan bangsa yahudi mengenal poligami. Begitu juga dengan peradaban Shaqalibah yang melahirkan bangsa Rusia, Lituania, Ustunia, Chekoslowakia dan Yugoslavia semuanya sangat mengenal poligami. Begitu juga dengan Bangsa Jerman, Swis, Saksonia, Belgia, Belanda, Denmark, Swedia, Norwegia dan Enggris. Jadi pendapat bahwa poligami itu hanya produk hukum Islam adalah tidak benar. Begitu juga dengan bangsa Arab sebelum Islam, mereka pun mengenal poligami. Dalam salah satu hadits disebutkan bahwa ada seorang masuk islam dan masih memiliki 10 orang istri. Lalu oleh Rasulullah SAW diminta untuk memilih empat saja dan selebihnya diceraikan. Beliau bersabda,"Pilihlah 4 orang dari mereka dan ceraikan sisanya". (Hadits itu adalah hadits Iibnu Umar yang diriwayatkan oleh At-tirmizy hadits no. 1128, oleh Ibnu Majah hadits no. 1953)
Masih menurut beliau, poligami itu bukan hanya milik peradaban masa lalu dunia, tetapi hari ini masih tetap diakui oleh negeri dengan sistem hukum yang bukan Islam seperti Afrika, India, China dan Jepang.
Sehingga jelaslah bahwa poligami adalah produk umat manusia, produk kemanusiaan dan produk peradaban besar dunia. Islam hanyalah salah satu yang ikut di dalamnya dengan memberikan batasan dan arahan yang sesuai dengan jiwa manusia.
Islam datang dalam kondisi dimana masyarakat dunia telah mengenal poligami selama ribuan tahun dan telah diakui dalam sistem hukum umat manusia. Justru Islam memberikan aturan agar poligami itu tetap selaras dengan rasa keadilan dan keharmonisan. Misalnya dengan mensyaratkan adanya keadilan dan kemampuan dalam nafkah. Begitu juga Islam sebenarnya tidak membolehkan poligami secara mutlak, sebab yang dibolehkan hanya sampai empat orang istri. Dan segudang aturan main lainnya sehingga meski mengakui adanya poligami, namun poligami yang berkeadilan sehingga melahirkan kesejahteraan.
3. Barat Adalah Pendukung Poligami Yang Tidak Manusiawi
Dan kini karena masyarakat barat banyak menganut agama nasrani, ditambah lagi latar belakang budaya mereka yang berangkat dari romawi dan yunani kuno, maka mereka pun ikut-ikutan mengharamkan poligami. Namun anehnya, sistem hukum dan moral mereka malah membolehkan perzinahan, homoseksual, lesbianisme dan gonta ganti pasangan suami istri. Padahal semua pasti tahu bahwa poligami jauh lebih beradab dari semua itu. Sayangnya, ketika ada orang berpoligami dan mengumumkan kepoligamiannya, semua ikut merasa `jijik`, sementara ketika hampir semua lapisan masyarakat menghidup-hidupkan perzinahan, pelacuran, perselingkuhan, homosek dan lesbianisme, tak ada satu pun yang berkomentar jelek. Semua seakan kompak dan sepakat bahwa perilaku bejat itu adalah `wajar` terjadi sebagai bagian dari dinamika kehidupan modern.
Dr. Yusuf Al-Qaradawi mengatakan bahwa pada hakikatnya apa yang dilakukan oleh Barat pada hari ini dengan segala bentuk pernizahan yang mereka lakukan tidak lain adalah salah satu bentuk poligami juga meski tidak dalam bentuk formal.
Dan kenyataaannya mereka memang terbiasa melakukan hubungan seksual di luar nikah dengan siapapun yang mereka inginkan. Di tempat kerja, hubungan seksual di luar nikah menjadi sesuatu yang lazim dilakukan mereka baik sesama teman kerja, antara atasan dan bawahan atau pun klien mereka. Ditempat umum mereka terbiasa melakukan hubungan seksual di luar nikah baik dengan wanita penghibur, pelayan restoran, artis dan selebritis. Di sekolah pun mereka menganggap wajar bila terjadi hubungan seksual baik sesama pelajar, antara pelajar dengan guru atau dosen, antar karyawan dan seterusnya. Bahkan di dalam rumaah tangga pun mereka menganggap boleh dilakukan dengan tetangga, pembantu rumah tangga, sesama angota keluarga atau dengan tamu yang menginap. Semua itu bukan mengada-ada karena secara jujur dan polos mereka akui sendiri dan tercermin dalam film-film hollywood dimana hampir selalu dalam setiap kesempatan mereka melakukan hubungan seksual dengan siapa pun.
Jadi peradaban barat membolehkan poligami dengan siapa saja tanpa batas, bisa dengan puluhan bahkan ratusan orang yang berlainan. Dan sangat besar kemungkinannya mereka pun telah lupa dengan siapa saja pernah melakukannya karena saking banyaknya. Dan semua itu terjadi begitu saja tanpa pertanggung-jawaban, tanpa ikatan, tanpa konsekuensi dan tanpa pengakuan. Apabila terjadi kehamilan, sama sekali tidak ada konsekuensi hukum untuk mewajibkan bertanggung-jawab atas perbuatan itu. Poligami tidak formal alias seks di luar nikah itu alih-alih dilarang, malah sebaliknya dilindungi dan dihormati sebagai hak asasi. Lucunya, banyak negara yang mengharamkan poligami formal yang mengikat dan menuntut tanggung jawab, sebaliknya seks bebas yang tidak lain merupakan bentuk poligami yang tidak bertanggung jawab malah dibebaskan, dilindungi dan dihormati.
Untuk kasus ini, Syiekh Abdul Halim Mahmud menceritakan sebuah kejadian lucu yang terjadi di sebuah negeri sekuler di benua Afrika. Ada seorang tokoh Islam yang menikah untuk kedua kalinya (berpoligami) secara syah menurut aturan syar`i. Namun berhubungan negeri itu melarang poligami secara tegas, maka pernikahan itu dilakukan tanpa melaporkan kepada pemerintah. Rupanya, inteljen sempat mencium adanya pernikah itu dan setelah melakukan pengintaian intensif, dikepunglah rumah tokokh ini dan diseretlah dia ke pengadilan untuk dijatuhi hukuman seberat-beratnya. Melihat situasi yang timpang seperti ini, maka akal digunakan. Tokoh ini dengan kalem menjawab bahwa wanita yang ada di rumahnya itu bukan istrinya, tapi teman selingkuhannya. Agar tidak ketahuan istri pertamanya, maka mereka melakukannya diam-diam. Mendengar pengakuannya, kontak pihak pengadilan atas nama pemerintah meminta maaf yang sebesar-besarnya atas kesalah-pahaman itu. Dan memulangkannya dengan baik-baik serta tidak lupa tetap meminta maaf atas insiden itu. (Dr. Yusuf Al-Qaradawi, Ruang lingkup Aktivitas Wanita Muslimah, hal. 213-214)
4. Tujuan dan Syarat Poligami Dalam Islam
Poligami atau dikenal dengan ta`addud zawaj pada dasarnya mubah atau boleh. Bukan wajib atau anjuran. Karena melihat siyaq ayatnya memang mensyaratkan harus adil. Dan keadilan itu yang tidak dimiliki semua orang.
Allah berfirman :
Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap perempuan yang yatim, maka kawinilah wanita-wanita yang kamu senangi : dua, tiga atau empat. Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil , maka seorang saja , atau budak-budak yang kamu miliki. Yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya.(QS. An-Nisa : 3)
Jadi syarat utama adalah adil terhadapat istri dalam nafkah lahir dan batin. Jangan sampai salah satunya tidak diberi cukup nafkah. Apalagi kesemuanya tidak diberi cukup nafkah, maka hal itu adalah kezaliman.
Sebagaimana hukum menikah yang bisa memiliki banyak bentuk hukum, aka begitu juga dengan poligami, hukumnya sangat ditentukan oleh kondisi seseorang, bahkan bukan hanya kondisi dirinya tetapi juga menyangkut kondisi dan perasaan orang lain, dalam hal ini bisa saja istrinya atau keluarga istrinya. Pertimbangan orang lain ini tidak bisa dimentahkan begitu saja dan tentunya hal ini sangat manusiawi sekali.
Karena itu kita dapati Rasulullah SAW melarang Ali bin abi Thalib untuk memadu Fatimah yang merupakan putri Rasulullah SAW. Sehingga Ali bin Abi Thalim tidak melakukan poligami.
Kalau hukum poligami itu sunnah atau dianjurkan, maka apa yang dilakukan oleh Rasulullah SAW untuk melarang Ali berpoligami akan bertentangan.
Selain itu yang sudah menjadi syarat paling utama dalam pertimbangan poligami adalah masalah kemampuan finansial. Biar bagaimana pun ketika seorang suami memutuskan untuk menikah lagi, maka yang harus pertama kali terlintas di kepalanya adalah masalah tanggung jawab nafkah dan kebutuhan hidup untuk dua keluarga sekaligus. Nafkah tentu saja tidak berhenti sekedar bisa memberi makan dan minum untuk istri dan anak, tapi lebih dari itu, bagaiman dia merencakan anggaran kebutuhan hidup sampai kepada masalah pendidikan yang layak, rumah dan semua kebutuhan lainnya.
Ketentuan keadilan sebenarnya pada garis-garis umum saja. Karena bila semua mau ditimbang secara detail pastilah tidak mungkin berlaku adil secara empiris. Karena itu dibuatkan garis-garis besar seperti maslaah pembagian jatah menginap. Menginap di rumah istri harus adil. Misalnya sehari di istri tua dan sehari di istri muda. Yang dihitung adalah malamnya atau menginapnya, bukan hubungan seksualnya. Karena kalau sampai hal yang terlalu mendetail harus dibuat adil juga, akan kesulitan menghitung dan menimbangnya.
Secara fitharah umumnya, kebutuhan seksual laki-laki memang lebih tinggi dari wanita. Dan secara faal, kemampuan seksual laki-laki memang dirancang untuk bisa mendapatkan frekuensi yang lebih besar dari pada wanita.
Nafsu birahi setiap orang itu berbeda-beda kebutuhannya dan cara pemenuhannya. Dari sudut pandang laki-laki, masalah `kehausan` nafsu birahi sedikit banyak dipengaruhi kepada kepuasan hubungan seksual dengan istri. Bila istri mampu memberikan kepuasan skesual, secara umum kehausan itu bisa terpenuhi dan sebaliknya bila kepuasan itu tidak didapat, maka kehausan itu bisa-bisa tak terobati. Akhirnya, menikah lagi sering menjadi alternatif solusi.
Umumnya laki-laki membutuhkan kepuasan seksual baik dalam kualitas maupun kuantitas. Namun umumnya kepuasan kualitas lebih dominan dari pada kepuasan secara kuantitas. Bila terpenuhi secara kualitas, umumnya sudah bisa dirasa cukup. Sedangkan pemenuhan dari sisi kuantitas saja sering tidak terlau berarti bila tidak disertai kualitas, bahkan mungkin saja menjadi sekedar rutinitas kosong. Lagi-lagi menikah lagi sering menjadi alternatif solusi.
Secara pisik, terkadang memang ada pasangan yang agak ekstrim. Dimana suami memiliki kebutuhan kualitas dan kuantitas lebih tinggi, sementara pihak istri kurang mampu memberikannya baik dari segi kualitas dan juga kuantitas. Ketidak-seimbangan ini mungkin saja terjadi dalam satu pasangan suami istri. Namun biasanya solusinya adalah penyesuaian diri dari masing-masing pihak. Dimana suami berusaha mengurangi dorongan kebutuhan untuk kepuasan secara kualitas dan kuantitas. Dan sebaliknya istri berusaha meningkatkan kemampuan pelayanan dari kedua segi itu. Nanti keduanya akan bertemu di ssatu titik.
Tapi kasus yang ekstrim memang mungkin saja terjadi. Suami memiliki tingkat dorongan kebutuhan yang melebihi rata-rata, sebaliknya istri memiliki kemampuan pelayanan yang justru di bawah rata-rata. Dalam kasus seperti ini memang sulit untuk mencari titik temu. Karena hal ini merupakan fithrah alamiah yang ada begitu saja pada masing-masing pihak. Dan kasus seperti ini adalah alasan yang paling logis dan masuk akal untuk terjadinya penyelewengan, selingkuh, prostitusi, pelecehan seksual dan perzinahan.
Sehingga jauh-jauh hari Islam sudah mengantisipasi kemungkinan terjadinya fenomena ini dengan membuka pintu untuk poligami dan menutup pintu ke arah zina. Dari pada zina yang merusak nilai kemanusiaan dan harga diri manusia, lebih baik kebutuhan itu disalurkan lewat jalur formal dan legal. Yaitu poligami.
Dan kenyataanya, angka kasus sejenis lumayan banyak. Namun antisipasinya sering terlihat kurang cerdas bahkan mengedepankan ego. Hukum agama nasrani jelas-jelas melarang poligami yang legal. Begitu juga hukum positif di banyak negeri umumnya cenderung menganggap poligami itu tidak bisa diterima. Apalagi hukum non formal yang berbentuk penilaian masyarakat yangumumnya juga menganggap poligami itu hina dan buruk.
Secara tidak sadar semuanya lebih memaklumi kalau dalam kasus seperti yang kita bicarakan ini, solusinya adalah ZINA dan bukan poligami. Nah, inilah terjungkir baliknya nilai-nilai agama yang dikalahkan dengan rasa dan selera subjektif hawa nafsu manusia.
5. Berlebihan Dalam Memahami Masalah Poligami Dalam Islam
Ada orang yang terlalu berlebihan dalam memahami kebolehan poligami dalam Islam. Dan sebaliknya, ada kalangan yang berusaha mengahalang-halangi terjadinya poligami dalam Islam, meski tidak sampai menolak syariatnya.
a. Pihak yang berlebihan
Menurut kalangan ini, poligami adalah perkara yang sangat utama untuk dikerjakan bahkan merupakan sunnah muakkadah dan pola hidup Rasulullah SAW. Kemana-mana mereka selalu mendengungkan poligami hingga seolah hamir mendekati wajib.
Pemahaman keliru seperti itu sering menggunakan ayat poligami yang memang bunyinya seolah seperti mendahulukan poligami dan bila tidak mampu, barulah beristri satu saja. Istilahnya, poligami dulu, kalau tidak mampu, baru satu saja.
"Maka kawinilah wanita-wanita yang kamu senangi : dua, tiga atau empat. Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, maka seorang saja , atau budak-budak yang kamu miliki. Yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya.(QS. An-Nisa : 3)
Padahal makna ayat itu sama sekali tidak demikian. Karena meski sepintas ayat itu kelihatan mendahulukan poligami lebih dahulu, tapi dalam kenyataan hukum hasil dari istinbath para ulama dengan membandingkannya dengan dalil-dalil lainnya menunjukan bahw poligami merupakan jalan keluar atau rukhshah (bentuk keringanan) atas sebuah kebutuhan. Bukan menempati posisi utama dalam masalah pernikahan. Alasan agar tidak jatuh ke dalam zina adalah alasan yang ma`qul dan sangat bisa diterima. Karena Allah SWT memang memerintahkan agar seorang mukmin menjaga kemaluannya.
Allah SWT berfiramn :
"Dan orang-orang yang menjaga kemaluannya, (QS. Al-Mukminun : 5)
"Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman: "Hendaklah mereka menahan pandanganya, dan memelihara kemaluannya; yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat". (QS. An-Nur : 30)
Dan orang-orang yang memelihara kemaluannya, (QS. Al-Ma`arij : 29)
Bila satu istri saja masih belum bisa menahan gejolak syahwatnya, sementara secara nafkah dia mampu berbuat adil, bolehlah seseorang untuk menikah lagi dengan niat menjaga agamanya. Bukan sekedar memuaskan nafsu syahwat saja.
Bentuk kekeliruan yang lain adalah rasa terlalu optimis atas kemampuan menanggung beban nafkah. Padahal Islam tetap menutut kita berlaku logis dan penuh perhitungan. Memang rezeki itu Allah SWT yang memberi, tapi rezeki itu tidak datang begitu saja.
Bahkan untuk orang yang baru pertama kali menikah pun, Rasulullah SAW mensyaratkan harus punya kemampuan finansial. Dan bila belum mampu, maka hendaknya berpuasa saja.
Jangan sampai seseorang yang penghasilannya senin kamis, tapi berlagak bak seorang saudagar kaya yang setiap hari isi pembicaraannya tidak lepas dari urusan ta`addud. Ini jelas sangat `njomplang`, jauh asap dari api.
b. Pihak yang mencegah poligami
Di sisi lain, ada kalangan yang menentang poligami atau paling tidak kurang bersimpati terhadap poligami. Mereka pun sibuk membolak balik ayat Al-Quran Al-Karim dan Sunnah Rasulullah SAW untuk mencari dalih yang bisa melarang atau minimal memberatkan jalan menuju poligami.
Misalnya dengan mengikat seorang suami untuk janji tidak menikah lagi ketika melangsungkan pernikahan pertamanya. Janji itu diqiyaskan dengan sighat ta'liq yang bila dilanggar maka istrinya diceraikan.
Menanggapi hal ini, para ulama berbeda pendapat tentang syarat tidak boleh melakukan poligami bagi suami yang diajukan oleh isterinya pada saat aqad nikah. Apakah pensyaratan tersebut dibolehkan atau tidak?
Sebahagian ulama menyatakan bahwa pensyaratan tersebut diperbolehkan, sedangkan yang lain berpendapat hal tersebut dimakruhkan tetapi tidak haram. Karena dengan adanya pensyaratan tersebut maka suami akan merasa terbelenggu yang pada akhirnya akan menimbulakn hubungan yang kurang harmonis di antara keduanya.
Lantas bagaimana sikap suami, apakah harus memenuhi syarat tersebut atau tidak? Ada dua pendapat ulama. Pendapat pertama menyatakan bahwa hukum memenuhi pensyaratan tersebut hanya sunah saja dan tidak wajib. Oleh karena itu suami bisa saja menikah dengan wanita yang lain. Hal tersebut berdasarkan sabda Rasulullah SAW yang diriwayatkan oleh Aisyah RA.
"Barangsiapa yang mensyaratkan suatu syarat yang tidak terdapat dalam kitab Allah, maka ia tidak berhak melakukannya (Dan tidak perlu dipenuhi), meskipun ia mensyaratakan seratus persyaratan. Persyaratan Allah-lah yang lebih berhak dan lebih kuat" (HR Bukhori/Fathul Bari 6/115)
Ali bin Abi Tholib pernah berkata: "Syarat Allah sebelum syaratnya (wanita tersebut)". Ibun Abdil Barr mengomentari bahwa Allah telah membolehkan melarang apa yang engkau kehendaki dengan sejumlah syarat, sedangkan apa yang Allah perbolehkan adalah lebih utama" (At-Tamhid 18/168-169)
Pendapat kedua menyatakan bahwa suami wajib memenuhi persyaratan isterinya tersebut disebabkan pensyaratan tersebut adalah syah secara agama. Oleh karena itu ia tidak boleh melakukan poligami. Hal tersebut berdasarkan hadis :
"Pensyaratan yang paling utama untuk dipenuhi adalah syarat yang menghalakan terjadinya hubungan badan" (HR Muslim 3/573, Tirmidzi No. 1124, Abu Daud 2139, Nasa'i 6/93 dan Ibnu Majah No. 1954)
Dalam riwayat Muslim disebutkan bahwa Nabi SAW bersabda :"Orang-orang muslim itu berdasarkan syarat-syarat mereka (yang disepakati) kecuali syarat yang menghalakan yang haram atau syarat yang mengharamkan yang halal" (HR. Muslim 2/1036)
Pendapat kedua ini dipegang oleh sejumlah sahabat dan ulama antara lain Umar bin Al-Khottob, Amr bin Al-Ash, Syuraikh Al-Qodhi, Ishaq, Imam Ahmad, Ibnu Taimiyyah dan lain-lain (Jami' Ahkamun-Nisaa III/361-370)
Ada bentuk lain lagi dalam perkara mengahalangi poligami, yaitu mereka mengatakan bahwa Rasulullah SAW tidak pernah melakukan poligami kecuali hanya kepada janda saja. Tidak pernah kepada wanita yang perawan. Memang ketika menikahi Aisyah ra, status Rasulullah SAW adalah seorang duda yang ditinggal mati istrinya.
Dalam menjawab masalah ini, sebenarnya syarat harus menikahi wanita yang berstatus janda bukanlah syarat untuk poligami. Meski Rasulullah SAW memang lebih banyak menikahi janda ketimbang yang masih gadis. Namun hal itu terpulang kepada pertimbangan teknis di masa itu yang umumnya untuk memuliakan para wanita atau mengambil hati tokoh di belakang wanita itu. Pertimbangan ini tidak menjadi syarat untuk poligami secara baku dalam syariat Islam.
Sebagian kalangan juga ingin menghalangi poligami dengan dasar bahwa syarat berlaku adil dalam Al-Quran Al-Karim adalah sesuatu yang tidak mungkin bisa dilakukan. Dengan demikian, maka poligami dilarang dalam Islam.
Padahal, meski ada ayat yang demikian, yang dimaksud dengankeadilantidak dapat dilakukan adalah keadilan yang bersifat menyeluruh baik materi maupun ruhi. Sementara keadilan yang dituntut dalam sebuah poligami hanay sebatas keadilan secara sesuatu yang bisa diukur dan lebih bersifat materi. Sedangkan masalah cinta dalam dada, sangat sulit untuk diidentifikasi. Namun demikian, Rasulullah SAW mengancam orang yang berlaku tidak adil kepada istrinya dengan ancaman.
paman tat- SERSAN MAYOR
-
Posts : 369
Kepercayaan : Islam
Location : hongkong
Join date : 05.07.13
Reputation : 15
Re: Mengapa Poligami Sangat Aneh di mata non Muslim?
Para orientalis, pendeta agama masehi, kelompok sekuleris dan kalangan anti Islam pada hari ini sedang gencar mengkampanyekan gerakan anti poligami.
Kampanye mereka itu mulai dari yang bersifat sindiran, pernyataan sinis sampai kepada yang langsung mencaci maki, baik syariat Islam sebagai sebuah sistem hidup maupun pribadi Rasulullah SAW.
Kambing hitam yang selalu disudutkan tidak lain adalah syariat Islam. Menurut mereka, syariat Islam itu tidak sesuai dengan jiwa keadilan, mendorong laki-laki mengumbar syahwat, juga tidak berpihak kepada wanita yang selalu berada dalam posisi terzhalimi. Sampai-sampai dengan sengaja mereka membuat tayangan sinetron yang menggambarkan betapa hancurnya sebuah rumah tangga yang melakukan poligami.
Lebih jauh lagi, mereka juga menuduh bahwa Rasulullah SAW adalah budak nafsu, karena menikah dengan 12 orang wanita.. Sehingga mereka menuduh bahwa nabi itu kerjanya tukang kawin dan main perempuan. Nauzu billahi min zalik.
Dalam catatan sirah nabawiyah, Rasulullah SAW tercatat pernah menikahi 12 orang wanita.Yaitu :
1. Khodijah binti Khuwailid RA, ia dinikahi oleh Rasulullah SAW di Mekkah ketika usia beliau 25 tahun dan Khodijah 40 tahun. 2. Saudah binti Zam'ah RA, dinikahi oleh Rasulullah SAW pada bulan Syawwal tahun kesepuluh dari kenabian beberapa hari setelah wafatnya Khodijah. Ia adalah seorang janda yang ditinggal mati oleh suaminya yang bernama As-Sakron bin Amr.
3. Aisyah binti Abu Bakar RA, dinikahi oleh Rasulullah SAW bulan Syawal tahun kesebelas dari kenabian, Dengan menikahi
4. Hafsoh binti Umar bin Al-Khotob RA, beliau ditinggal mati oleh suaminya Khunais bin Hudzafah As-Sahmi, kemudian dinikahi oleh Rasulullah SAW pada tahun ketiga Hijriyah. Beliau menikahinya untuk menghormati bapaknya Umar bin Al-Khotob.
5. Zainab binti Khuzaimah RA, dari Bani Hilal bin Amir bin Sho'sho'ah dan dikenal sebagai Ummul Masakin karena ia sangat menyayangi mereka. Sebelumnya ia bersuamikan Abdulloh bin Jahsy akan tetapi suaminya syahid di Uhud, kemudian Rasulullah SAW menikahinya pada tahun keempat Hijriyyah6. Alasan beliau menikahinya adalah untuk menghormati Ummu Salamah dan memelihara anak-anak yatim tersebut.
7. Zainab binti Jahsyi bin Royab RA, dari Bani Asad bin Khuzaimah dan merupakan puteri bibi Rasulullah SAW. Sebelumnya ia menikahi dengan Zaid bin Harits kemudian diceraikan oleh suaminya tersebut. Ia dinikahi oleh Rasulullah SAW di bulan Dzul Qo'dah tahun kelima dari Hijrah.
8. Juwairiyah binti Al-Harits RA, pemimpin Bani Mustholiq dari Khuza'ah. Ia merupakan tawanan perang yang sahamnya dimiliki oleh Tsabit bin Qais bin Syimas, kemudian ditebus oleh Rasulullah SAW dan dinikahi oleh beliau pada bulan Sya'ban tahun ke 6 Hijrah. Alasan beliau menikahinya adalah untuk menghormatinya dan meraih simpati dari kabilhnya (karena ia adalah anak pemimpin kabilah tersebut) dan membebaskan tawanan perang.
9. Ummu Habibah Ramlah binti Abu Sufyan RA, sebelumnya ia dinikahi oleh Ubaidillah bin Jahsy dan hijrah bersamanya ke Habsyah. Suaminya tersebut murtad dan menjadi nashroni dan meninggal di sana. Ummu Habibbah tetap istiqomah terhadap agamanya. Alasan yang paling kuat adalah untuk menghibur beliau dan memberikan sosok pengganti yang lebih baik baginya. Serta penghargaan kepada mereka yang hijrah ke Habasyah karena mereka sebelumnya telah mengalami siksaan dan tekanan yang berat di Mekkah.
10. Shofiyyah binti Huyay bin Akhtob RA, dari Bani Israel, ia merupakan tawan perang Khoibar lalu Rasulullah SAW memilihnya dan dimeredekakan serta dinikahinya setelah menaklukan Khoibar tahun 7 Hijriyyah. Pernakahan tersebut bertujuan untuk menjaga kedudukan beliau sebagai anak dari pemuka kabilah.
11. Maimunah binti Al- Harits RA, saudarinya Ummu Al-Fadhl Lubabah binti Al-Harits. Ia adalah seorang janda yang sudah berusia lanjut, dinikahi di bulan Dzul Qa'dah tahun 7 Hijrah pada saat melaksanakan Umroh Qadho.
Kampanye itu rupanya berjalan sangat efektif dalam menyudutkan Islam, karena mampu menggerakkan banyak kalangan yang tidak sehat berpikir termasuk para aktifis wanita untuk ikut-ikutan menyudutkan Islam. Dan dengan bahasa wanita, mereka terus menggelembungkan semangat anti poligami sekaligus semangat anti Islam di kalangan publik terutama di kalangan wanita.
Lucunya, sebagian dari tokoh agama yang terlalu dekat dengan kalangan mereka pun ikut-ikutan menentang poligami, lalu mensitir sekian ayat dan hadits yang diplintir sedemikian rupa untuk menentang keabsahan poligami dalam Islam. Entah karena mau dibilang moderat atau motavasi lainnya.
2. Poligami Sudah Ada jauh Sebelum Islam
Padahal poligami itu bukan semata-mata produk syariat Islam. Jauh sebelum Islam lahir di tahun 610 masehi, peradaban manusia di penjuru dunia sudah mengenal poligami.
Dr. Yusuf Al-Qaradawi menuliskan bahwa di masa lalu, peradaban manusia sudah mengenal poligami dalam bentuk yang sangat mengerikan, karena seorang laki-laki bisa saja memiliki bukan hanya 4 istri, tapi lebih dari itu. Ada yang sampai 10 bahkan ratusan istri. Bahkan dalam kitab orang yahudi perjanjian lama, Daud disebutkan memiliki 300 orang istri, baik yang menjadi istri resminya maupun selirnya. (Dr. Yusuf Al-Qaradawi, Ruang lingkup Aktivitas Wanita Muslimah, hal. 184)
Dalam Fiqhus-Sunnah, As-Sayyid Sabiq dengan mengutip kitab Hak-hak Wanita Dalam Islam karya Ustaz Dr. Ali Abdul Wahid Wafi menyebutkan bahwa poligami bila kita runut dalam sejarah sebenarnya merupakan gaya hidup yang diakui dan berjalan dengan lancar di pusat-pusat peradaban manusia. Bahkan bisa dikatakan bahwa hampir semua pusat peradaban manusia (terutama yang maju dan berusia panjang) mengenal poligami dan mengakuinya sebagai sesuatu yang normal dan formal. Para ahli sejarah mendapatkan bahwa hanya peradaban yang tidak terlalu maju saja dan tidak berusia panjang yang tidak mengenal poligami.
Bahkan agama nasrani sekalipun mengenal dan mengajarkan poligami. Berbeda dengan apa yang sering mereka ungkapkan hari ini, namun Nabi Isa dan para pengikutnya mengajarkan dan mengakui poligami. Masih menurut ahli sejarah, karena saat itu penyebaran nasrani terjadi di romawi dan yunani, sementara kedua peradaban ini memang tidak mengenal poligami, jadilah akhirnya seolah-olah agama nasrani itu melarang poligami. Sesuatu yang sebenarnya bertentangan dengan sumber asli ajaran mereka sendiri.
Ustaz As-Sayyid Sabiq menyebutkan bahwa peradaban maju seperti Ibrani yang melahirkan bangsa yahudi mengenal poligami. Begitu juga dengan peradaban Shaqalibah yang melahirkan bangsa Rusia, Lituania, Ustunia, Chekoslowakia dan Yugoslavia semuanya sangat mengenal poligami. Begitu juga dengan Bangsa Jerman, Swis, Saksonia, Belgia, Belanda, Denmark, Swedia, Norwegia dan Enggris. Jadi pendapat bahwa poligami itu hanya produk hukum Islam adalah tidak benar. Begitu juga dengan bangsa Arab sebelum Islam, mereka pun mengenal poligami. Dalam salah satu hadits disebutkan bahwa ada seorang masuk islam dan masih memiliki 10 orang istri. Lalu oleh Rasulullah SAW diminta untuk memilih empat saja dan selebihnya diceraikan. Beliau bersabda,"Pilihlah 4 orang dari mereka dan ceraikan sisanya". (Hadits itu adalah hadits Iibnu Umar yang diriwayatkan oleh At-tirmizy hadits no. 1128, oleh Ibnu Majah hadits no. 1953)
Masih menurut beliau, poligami itu bukan hanya milik peradaban masa lalu dunia, tetapi hari ini masih tetap diakui oleh negeri dengan sistem hukum yang bukan Islam seperti Afrika, India, China dan Jepang.
Sehingga jelaslah bahwa poligami adalah produk umat manusia, produk kemanusiaan dan produk peradaban besar dunia. Islam hanyalah salah satu yang ikut di dalamnya dengan memberikan batasan dan arahan yang sesuai dengan jiwa manusia.
Islam datang dalam kondisi dimana masyarakat dunia telah mengenal poligami selama ribuan tahun dan telah diakui dalam sistem hukum umat manusia. Justru Islam memberikan aturan agar poligami itu tetap selaras dengan rasa keadilan dan keharmonisan. Misalnya dengan mensyaratkan adanya keadilan dan kemampuan dalam nafkah. Begitu juga Islam sebenarnya tidak membolehkan poligami secara mutlak, sebab yang dibolehkan hanya sampai empat orang istri. Dan segudang aturan main lainnya sehingga meski mengakui adanya poligami, namun poligami yang berkeadilan sehingga melahirkan kesejahteraan.
3. Barat Adalah Pendukung Poligami Yang Tidak Manusiawi
Dan kini karena masyarakat barat banyak menganut agama nasrani, ditambah lagi latar belakang budaya mereka yang berangkat dari romawi dan yunani kuno, maka mereka pun ikut-ikutan mengharamkan poligami. Namun anehnya, sistem hukum dan moral mereka malah membolehkan perzinahan, homoseksual, lesbianisme dan gonta ganti pasangan suami istri. Padahal semua pasti tahu bahwa poligami jauh lebih beradab dari semua itu. Sayangnya, ketika ada orang berpoligami dan mengumumkan kepoligamiannya, semua ikut merasa `jijik`, sementara ketika hampir semua lapisan masyarakat menghidup-hidupkan perzinahan, pelacuran, perselingkuhan, homosek dan lesbianisme, tak ada satu pun yang berkomentar jelek. Semua seakan kompak dan sepakat bahwa perilaku bejat itu adalah `wajar` terjadi sebagai bagian dari dinamika kehidupan modern.
Dr. Yusuf Al-Qaradawi mengatakan bahwa pada hakikatnya apa yang dilakukan oleh Barat pada hari ini dengan segala bentuk pernizahan yang mereka lakukan tidak lain adalah salah satu bentuk poligami juga meski tidak dalam bentuk formal.
Dan kenyataaannya mereka memang terbiasa melakukan hubungan seksual di luar nikah dengan siapapun yang mereka inginkan. Di tempat kerja, hubungan seksual di luar nikah menjadi sesuatu yang lazim dilakukan mereka baik sesama teman kerja, antara atasan dan bawahan atau pun klien mereka. Ditempat umum mereka terbiasa melakukan hubungan seksual di luar nikah baik dengan wanita penghibur, pelayan restoran, artis dan selebritis. Di sekolah pun mereka menganggap wajar bila terjadi hubungan seksual baik sesama pelajar, antara pelajar dengan guru atau dosen, antar karyawan dan seterusnya. Bahkan di dalam rumaah tangga pun mereka menganggap boleh dilakukan dengan tetangga, pembantu rumah tangga, sesama angota keluarga atau dengan tamu yang menginap. Semua itu bukan mengada-ada karena secara jujur dan polos mereka akui sendiri dan tercermin dalam film-film hollywood dimana hampir selalu dalam setiap kesempatan mereka melakukan hubungan seksual dengan siapa pun.
Jadi peradaban barat membolehkan poligami dengan siapa saja tanpa batas, bisa dengan puluhan bahkan ratusan orang yang berlainan. Dan sangat besar kemungkinannya mereka pun telah lupa dengan siapa saja pernah melakukannya karena saking banyaknya. Dan semua itu terjadi begitu saja tanpa pertanggung-jawaban, tanpa ikatan, tanpa konsekuensi dan tanpa pengakuan. Apabila terjadi kehamilan, sama sekali tidak ada konsekuensi hukum untuk mewajibkan bertanggung-jawab atas perbuatan itu. Poligami tidak formal alias seks di luar nikah itu alih-alih dilarang, malah sebaliknya dilindungi dan dihormati sebagai hak asasi. Lucunya, banyak negara yang mengharamkan poligami formal yang mengikat dan menuntut tanggung jawab, sebaliknya seks bebas yang tidak lain merupakan bentuk poligami yang tidak bertanggung jawab malah dibebaskan, dilindungi dan dihormati.
Untuk kasus ini, Syiekh Abdul Halim Mahmud menceritakan sebuah kejadian lucu yang terjadi di sebuah negeri sekuler di benua Afrika. Ada seorang tokoh Islam yang menikah untuk kedua kalinya (berpoligami) secara syah menurut aturan syar`i. Namun berhubungan negeri itu melarang poligami secara tegas, maka pernikahan itu dilakukan tanpa melaporkan kepada pemerintah. Rupanya, inteljen sempat mencium adanya pernikah itu dan setelah melakukan pengintaian intensif, dikepunglah rumah tokokh ini dan diseretlah dia ke pengadilan untuk dijatuhi hukuman seberat-beratnya. Melihat situasi yang timpang seperti ini, maka akal digunakan. Tokoh ini dengan kalem menjawab bahwa wanita yang ada di rumahnya itu bukan istrinya, tapi teman selingkuhannya. Agar tidak ketahuan istri pertamanya, maka mereka melakukannya diam-diam. Mendengar pengakuannya, kontak pihak pengadilan atas nama pemerintah meminta maaf yang sebesar-besarnya atas kesalah-pahaman itu. Dan memulangkannya dengan baik-baik serta tidak lupa tetap meminta maaf atas insiden itu. (Dr. Yusuf Al-Qaradawi, Ruang lingkup Aktivitas Wanita Muslimah, hal. 213-214)
4. Tujuan dan Syarat Poligami Dalam Islam
Poligami atau dikenal dengan ta`addud zawaj pada dasarnya mubah atau boleh. Bukan wajib atau anjuran. Karena melihat siyaq ayatnya memang mensyaratkan harus adil. Dan keadilan itu yang tidak dimiliki semua orang.
Allah berfirman :
Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap perempuan yang yatim, maka kawinilah wanita-wanita yang kamu senangi : dua, tiga atau empat. Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil , maka seorang saja , atau budak-budak yang kamu miliki. Yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya.(QS. An-Nisa : 3)
Jadi syarat utama adalah adil terhadapat istri dalam nafkah lahir dan batin. Jangan sampai salah satunya tidak diberi cukup nafkah. Apalagi kesemuanya tidak diberi cukup nafkah, maka hal itu adalah kezaliman.
Sebagaimana hukum menikah yang bisa memiliki banyak bentuk hukum, aka begitu juga dengan poligami, hukumnya sangat ditentukan oleh kondisi seseorang, bahkan bukan hanya kondisi dirinya tetapi juga menyangkut kondisi dan perasaan orang lain, dalam hal ini bisa saja istrinya atau keluarga istrinya. Pertimbangan orang lain ini tidak bisa dimentahkan begitu saja dan tentunya hal ini sangat manusiawi sekali.
Karena itu kita dapati Rasulullah SAW melarang Ali bin abi Thalib untuk memadu Fatimah yang merupakan putri Rasulullah SAW. Sehingga Ali bin Abi Thalim tidak melakukan poligami.
Kalau hukum poligami itu sunnah atau dianjurkan, maka apa yang dilakukan oleh Rasulullah SAW untuk melarang Ali berpoligami akan bertentangan.
Selain itu yang sudah menjadi syarat paling utama dalam pertimbangan poligami adalah masalah kemampuan finansial. Biar bagaimana pun ketika seorang suami memutuskan untuk menikah lagi, maka yang harus pertama kali terlintas di kepalanya adalah masalah tanggung jawab nafkah dan kebutuhan hidup untuk dua keluarga sekaligus. Nafkah tentu saja tidak berhenti sekedar bisa memberi makan dan minum untuk istri dan anak, tapi lebih dari itu, bagaiman dia merencakan anggaran kebutuhan hidup sampai kepada masalah pendidikan yang layak, rumah dan semua kebutuhan lainnya.
Ketentuan keadilan sebenarnya pada garis-garis umum saja. Karena bila semua mau ditimbang secara detail pastilah tidak mungkin berlaku adil secara empiris. Karena itu dibuatkan garis-garis besar seperti maslaah pembagian jatah menginap. Menginap di rumah istri harus adil. Misalnya sehari di istri tua dan sehari di istri muda. Yang dihitung adalah malamnya atau menginapnya, bukan hubungan seksualnya. Karena kalau sampai hal yang terlalu mendetail harus dibuat adil juga, akan kesulitan menghitung dan menimbangnya.
Secara fitharah umumnya, kebutuhan seksual laki-laki memang lebih tinggi dari wanita. Dan secara faal, kemampuan seksual laki-laki memang dirancang untuk bisa mendapatkan frekuensi yang lebih besar dari pada wanita.
Nafsu birahi setiap orang itu berbeda-beda kebutuhannya dan cara pemenuhannya. Dari sudut pandang laki-laki, masalah `kehausan` nafsu birahi sedikit banyak dipengaruhi kepada kepuasan hubungan seksual dengan istri. Bila istri mampu memberikan kepuasan skesual, secara umum kehausan itu bisa terpenuhi dan sebaliknya bila kepuasan itu tidak didapat, maka kehausan itu bisa-bisa tak terobati. Akhirnya, menikah lagi sering menjadi alternatif solusi.
Umumnya laki-laki membutuhkan kepuasan seksual baik dalam kualitas maupun kuantitas. Namun umumnya kepuasan kualitas lebih dominan dari pada kepuasan secara kuantitas. Bila terpenuhi secara kualitas, umumnya sudah bisa dirasa cukup. Sedangkan pemenuhan dari sisi kuantitas saja sering tidak terlau berarti bila tidak disertai kualitas, bahkan mungkin saja menjadi sekedar rutinitas kosong. Lagi-lagi menikah lagi sering menjadi alternatif solusi.
Secara pisik, terkadang memang ada pasangan yang agak ekstrim. Dimana suami memiliki kebutuhan kualitas dan kuantitas lebih tinggi, sementara pihak istri kurang mampu memberikannya baik dari segi kualitas dan juga kuantitas. Ketidak-seimbangan ini mungkin saja terjadi dalam satu pasangan suami istri. Namun biasanya solusinya adalah penyesuaian diri dari masing-masing pihak. Dimana suami berusaha mengurangi dorongan kebutuhan untuk kepuasan secara kualitas dan kuantitas. Dan sebaliknya istri berusaha meningkatkan kemampuan pelayanan dari kedua segi itu. Nanti keduanya akan bertemu di ssatu titik.
Tapi kasus yang ekstrim memang mungkin saja terjadi. Suami memiliki tingkat dorongan kebutuhan yang melebihi rata-rata, sebaliknya istri memiliki kemampuan pelayanan yang justru di bawah rata-rata. Dalam kasus seperti ini memang sulit untuk mencari titik temu. Karena hal ini merupakan fithrah alamiah yang ada begitu saja pada masing-masing pihak. Dan kasus seperti ini adalah alasan yang paling logis dan masuk akal untuk terjadinya penyelewengan, selingkuh, prostitusi, pelecehan seksual dan perzinahan.
Sehingga jauh-jauh hari Islam sudah mengantisipasi kemungkinan terjadinya fenomena ini dengan membuka pintu untuk poligami dan menutup pintu ke arah zina. Dari pada zina yang merusak nilai kemanusiaan dan harga diri manusia, lebih baik kebutuhan itu disalurkan lewat jalur formal dan legal. Yaitu poligami.
Dan kenyataanya, angka kasus sejenis lumayan banyak. Namun antisipasinya sering terlihat kurang cerdas bahkan mengedepankan ego. Hukum agama nasrani jelas-jelas melarang poligami yang legal. Begitu juga hukum positif di banyak negeri umumnya cenderung menganggap poligami itu tidak bisa diterima. Apalagi hukum non formal yang berbentuk penilaian masyarakat yangumumnya juga menganggap poligami itu hina dan buruk.
Secara tidak sadar semuanya lebih memaklumi kalau dalam kasus seperti yang kita bicarakan ini, solusinya adalah ZINA dan bukan poligami. Nah, inilah terjungkir baliknya nilai-nilai agama yang dikalahkan dengan rasa dan selera subjektif hawa nafsu manusia.
5. Berlebihan Dalam Memahami Masalah Poligami Dalam Islam
Ada orang yang terlalu berlebihan dalam memahami kebolehan poligami dalam Islam. Dan sebaliknya, ada kalangan yang berusaha mengahalang-halangi terjadinya poligami dalam Islam, meski tidak sampai menolak syariatnya.
a. Pihak yang berlebihan
Menurut kalangan ini, poligami adalah perkara yang sangat utama untuk dikerjakan bahkan merupakan sunnah muakkadah dan pola hidup Rasulullah SAW. Kemana-mana mereka selalu mendengungkan poligami hingga seolah hamir mendekati wajib.
Pemahaman keliru seperti itu sering menggunakan ayat poligami yang memang bunyinya seolah seperti mendahulukan poligami dan bila tidak mampu, barulah beristri satu saja. Istilahnya, poligami dulu, kalau tidak mampu, baru satu saja.
"Maka kawinilah wanita-wanita yang kamu senangi : dua, tiga atau empat. Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, maka seorang saja , atau budak-budak yang kamu miliki. Yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya.(QS. An-Nisa : 3)
Padahal makna ayat itu sama sekali tidak demikian. Karena meski sepintas ayat itu kelihatan mendahulukan poligami lebih dahulu, tapi dalam kenyataan hukum hasil dari istinbath para ulama dengan membandingkannya dengan dalil-dalil lainnya menunjukan bahw poligami merupakan jalan keluar atau rukhshah (bentuk keringanan) atas sebuah kebutuhan. Bukan menempati posisi utama dalam masalah pernikahan. Alasan agar tidak jatuh ke dalam zina adalah alasan yang ma`qul dan sangat bisa diterima. Karena Allah SWT memang memerintahkan agar seorang mukmin menjaga kemaluannya.
Allah SWT berfiramn :
"Dan orang-orang yang menjaga kemaluannya, (QS. Al-Mukminun : 5)
"Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman: "Hendaklah mereka menahan pandanganya, dan memelihara kemaluannya; yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat". (QS. An-Nur : 30)
Dan orang-orang yang memelihara kemaluannya, (QS. Al-Ma`arij : 29)
Bila satu istri saja masih belum bisa menahan gejolak syahwatnya, sementara secara nafkah dia mampu berbuat adil, bolehlah seseorang untuk menikah lagi dengan niat menjaga agamanya. Bukan sekedar memuaskan nafsu syahwat saja.
Bentuk kekeliruan yang lain adalah rasa terlalu optimis atas kemampuan menanggung beban nafkah. Padahal Islam tetap menutut kita berlaku logis dan penuh perhitungan. Memang rezeki itu Allah SWT yang memberi, tapi rezeki itu tidak datang begitu saja.
Bahkan untuk orang yang baru pertama kali menikah pun, Rasulullah SAW mensyaratkan harus punya kemampuan finansial. Dan bila belum mampu, maka hendaknya berpuasa saja.
Jangan sampai seseorang yang penghasilannya senin kamis, tapi berlagak bak seorang saudagar kaya yang setiap hari isi pembicaraannya tidak lepas dari urusan ta`addud. Ini jelas sangat `njomplang`, jauh asap dari api.
b. Pihak yang mencegah poligami
Di sisi lain, ada kalangan yang menentang poligami atau paling tidak kurang bersimpati terhadap poligami. Mereka pun sibuk membolak balik ayat Al-Quran Al-Karim dan Sunnah Rasulullah SAW untuk mencari dalih yang bisa melarang atau minimal memberatkan jalan menuju poligami.
Misalnya dengan mengikat seorang suami untuk janji tidak menikah lagi ketika melangsungkan pernikahan pertamanya. Janji itu diqiyaskan dengan sighat ta'liq yang bila dilanggar maka istrinya diceraikan.
Menanggapi hal ini, para ulama berbeda pendapat tentang syarat tidak boleh melakukan poligami bagi suami yang diajukan oleh isterinya pada saat aqad nikah. Apakah pensyaratan tersebut dibolehkan atau tidak?
Sebahagian ulama menyatakan bahwa pensyaratan tersebut diperbolehkan, sedangkan yang lain berpendapat hal tersebut dimakruhkan tetapi tidak haram. Karena dengan adanya pensyaratan tersebut maka suami akan merasa terbelenggu yang pada akhirnya akan menimbulakn hubungan yang kurang harmonis di antara keduanya.
Lantas bagaimana sikap suami, apakah harus memenuhi syarat tersebut atau tidak? Ada dua pendapat ulama. Pendapat pertama menyatakan bahwa hukum memenuhi pensyaratan tersebut hanya sunah saja dan tidak wajib. Oleh karena itu suami bisa saja menikah dengan wanita yang lain. Hal tersebut berdasarkan sabda Rasulullah SAW yang diriwayatkan oleh Aisyah RA.
"Barangsiapa yang mensyaratkan suatu syarat yang tidak terdapat dalam kitab Allah, maka ia tidak berhak melakukannya (Dan tidak perlu dipenuhi), meskipun ia mensyaratakan seratus persyaratan. Persyaratan Allah-lah yang lebih berhak dan lebih kuat" (HR Bukhori/Fathul Bari 6/115)
Ali bin Abi Tholib pernah berkata: "Syarat Allah sebelum syaratnya (wanita tersebut)". Ibun Abdil Barr mengomentari bahwa Allah telah membolehkan melarang apa yang engkau kehendaki dengan sejumlah syarat, sedangkan apa yang Allah perbolehkan adalah lebih utama" (At-Tamhid 18/168-169)
Pendapat kedua menyatakan bahwa suami wajib memenuhi persyaratan isterinya tersebut disebabkan pensyaratan tersebut adalah syah secara agama. Oleh karena itu ia tidak boleh melakukan poligami. Hal tersebut berdasarkan hadis :
"Pensyaratan yang paling utama untuk dipenuhi adalah syarat yang menghalakan terjadinya hubungan badan" (HR Muslim 3/573, Tirmidzi No. 1124, Abu Daud 2139, Nasa'i 6/93 dan Ibnu Majah No. 1954)
Dalam riwayat Muslim disebutkan bahwa Nabi SAW bersabda :"Orang-orang muslim itu berdasarkan syarat-syarat mereka (yang disepakati) kecuali syarat yang menghalakan yang haram atau syarat yang mengharamkan yang halal" (HR. Muslim 2/1036)
Pendapat kedua ini dipegang oleh sejumlah sahabat dan ulama antara lain Umar bin Al-Khottob, Amr bin Al-Ash, Syuraikh Al-Qodhi, Ishaq, Imam Ahmad, Ibnu Taimiyyah dan lain-lain (Jami' Ahkamun-Nisaa III/361-370)
Ada bentuk lain lagi dalam perkara mengahalangi poligami, yaitu mereka mengatakan bahwa Rasulullah SAW tidak pernah melakukan poligami kecuali hanya kepada janda saja. Tidak pernah kepada wanita yang perawan. Memang ketika menikahi Aisyah ra, status Rasulullah SAW adalah seorang duda yang ditinggal mati istrinya.
Dalam menjawab masalah ini, sebenarnya syarat harus menikahi wanita yang berstatus janda bukanlah syarat untuk poligami. Meski Rasulullah SAW memang lebih banyak menikahi janda ketimbang yang masih gadis. Namun hal itu terpulang kepada pertimbangan teknis di masa itu yang umumnya untuk memuliakan para wanita atau mengambil hati tokoh di belakang wanita itu. Pertimbangan ini tidak menjadi syarat untuk poligami secara baku dalam syariat Islam.
Sebagian kalangan juga ingin menghalangi poligami dengan dasar bahwa syarat berlaku adil dalam Al-Quran Al-Karim adalah sesuatu yang tidak mungkin bisa dilakukan. Dengan demikian, maka poligami dilarang dalam Islam.
Padahal, meski ada ayat yang demikian, yang dimaksud dengankeadilantidak dapat dilakukan adalah keadilan yang bersifat menyeluruh baik materi maupun ruhi. Sementara keadilan yang dituntut dalam sebuah poligami hanay sebatas keadilan secara sesuatu yang bisa diukur dan lebih bersifat materi. Sedangkan masalah cinta dalam dada, sangat sulit untuk diidentifikasi. Namun demikian, Rasulullah SAW mengancam orang yang berlaku tidak adil kepada istrinya dengan ancaman.
Kampanye mereka itu mulai dari yang bersifat sindiran, pernyataan sinis sampai kepada yang langsung mencaci maki, baik syariat Islam sebagai sebuah sistem hidup maupun pribadi Rasulullah SAW.
Kambing hitam yang selalu disudutkan tidak lain adalah syariat Islam. Menurut mereka, syariat Islam itu tidak sesuai dengan jiwa keadilan, mendorong laki-laki mengumbar syahwat, juga tidak berpihak kepada wanita yang selalu berada dalam posisi terzhalimi. Sampai-sampai dengan sengaja mereka membuat tayangan sinetron yang menggambarkan betapa hancurnya sebuah rumah tangga yang melakukan poligami.
Lebih jauh lagi, mereka juga menuduh bahwa Rasulullah SAW adalah budak nafsu, karena menikah dengan 12 orang wanita.. Sehingga mereka menuduh bahwa nabi itu kerjanya tukang kawin dan main perempuan. Nauzu billahi min zalik.
Dalam catatan sirah nabawiyah, Rasulullah SAW tercatat pernah menikahi 12 orang wanita.Yaitu :
1. Khodijah binti Khuwailid RA, ia dinikahi oleh Rasulullah SAW di Mekkah ketika usia beliau 25 tahun dan Khodijah 40 tahun. 2. Saudah binti Zam'ah RA, dinikahi oleh Rasulullah SAW pada bulan Syawwal tahun kesepuluh dari kenabian beberapa hari setelah wafatnya Khodijah. Ia adalah seorang janda yang ditinggal mati oleh suaminya yang bernama As-Sakron bin Amr.
3. Aisyah binti Abu Bakar RA, dinikahi oleh Rasulullah SAW bulan Syawal tahun kesebelas dari kenabian, Dengan menikahi
4. Hafsoh binti Umar bin Al-Khotob RA, beliau ditinggal mati oleh suaminya Khunais bin Hudzafah As-Sahmi, kemudian dinikahi oleh Rasulullah SAW pada tahun ketiga Hijriyah. Beliau menikahinya untuk menghormati bapaknya Umar bin Al-Khotob.
5. Zainab binti Khuzaimah RA, dari Bani Hilal bin Amir bin Sho'sho'ah dan dikenal sebagai Ummul Masakin karena ia sangat menyayangi mereka. Sebelumnya ia bersuamikan Abdulloh bin Jahsy akan tetapi suaminya syahid di Uhud, kemudian Rasulullah SAW menikahinya pada tahun keempat Hijriyyah6. Alasan beliau menikahinya adalah untuk menghormati Ummu Salamah dan memelihara anak-anak yatim tersebut.
7. Zainab binti Jahsyi bin Royab RA, dari Bani Asad bin Khuzaimah dan merupakan puteri bibi Rasulullah SAW. Sebelumnya ia menikahi dengan Zaid bin Harits kemudian diceraikan oleh suaminya tersebut. Ia dinikahi oleh Rasulullah SAW di bulan Dzul Qo'dah tahun kelima dari Hijrah.
8. Juwairiyah binti Al-Harits RA, pemimpin Bani Mustholiq dari Khuza'ah. Ia merupakan tawanan perang yang sahamnya dimiliki oleh Tsabit bin Qais bin Syimas, kemudian ditebus oleh Rasulullah SAW dan dinikahi oleh beliau pada bulan Sya'ban tahun ke 6 Hijrah. Alasan beliau menikahinya adalah untuk menghormatinya dan meraih simpati dari kabilhnya (karena ia adalah anak pemimpin kabilah tersebut) dan membebaskan tawanan perang.
9. Ummu Habibah Ramlah binti Abu Sufyan RA, sebelumnya ia dinikahi oleh Ubaidillah bin Jahsy dan hijrah bersamanya ke Habsyah. Suaminya tersebut murtad dan menjadi nashroni dan meninggal di sana. Ummu Habibbah tetap istiqomah terhadap agamanya. Alasan yang paling kuat adalah untuk menghibur beliau dan memberikan sosok pengganti yang lebih baik baginya. Serta penghargaan kepada mereka yang hijrah ke Habasyah karena mereka sebelumnya telah mengalami siksaan dan tekanan yang berat di Mekkah.
10. Shofiyyah binti Huyay bin Akhtob RA, dari Bani Israel, ia merupakan tawan perang Khoibar lalu Rasulullah SAW memilihnya dan dimeredekakan serta dinikahinya setelah menaklukan Khoibar tahun 7 Hijriyyah. Pernakahan tersebut bertujuan untuk menjaga kedudukan beliau sebagai anak dari pemuka kabilah.
11. Maimunah binti Al- Harits RA, saudarinya Ummu Al-Fadhl Lubabah binti Al-Harits. Ia adalah seorang janda yang sudah berusia lanjut, dinikahi di bulan Dzul Qa'dah tahun 7 Hijrah pada saat melaksanakan Umroh Qadho.
Kampanye itu rupanya berjalan sangat efektif dalam menyudutkan Islam, karena mampu menggerakkan banyak kalangan yang tidak sehat berpikir termasuk para aktifis wanita untuk ikut-ikutan menyudutkan Islam. Dan dengan bahasa wanita, mereka terus menggelembungkan semangat anti poligami sekaligus semangat anti Islam di kalangan publik terutama di kalangan wanita.
Lucunya, sebagian dari tokoh agama yang terlalu dekat dengan kalangan mereka pun ikut-ikutan menentang poligami, lalu mensitir sekian ayat dan hadits yang diplintir sedemikian rupa untuk menentang keabsahan poligami dalam Islam. Entah karena mau dibilang moderat atau motavasi lainnya.
2. Poligami Sudah Ada jauh Sebelum Islam
Padahal poligami itu bukan semata-mata produk syariat Islam. Jauh sebelum Islam lahir di tahun 610 masehi, peradaban manusia di penjuru dunia sudah mengenal poligami.
Dr. Yusuf Al-Qaradawi menuliskan bahwa di masa lalu, peradaban manusia sudah mengenal poligami dalam bentuk yang sangat mengerikan, karena seorang laki-laki bisa saja memiliki bukan hanya 4 istri, tapi lebih dari itu. Ada yang sampai 10 bahkan ratusan istri. Bahkan dalam kitab orang yahudi perjanjian lama, Daud disebutkan memiliki 300 orang istri, baik yang menjadi istri resminya maupun selirnya. (Dr. Yusuf Al-Qaradawi, Ruang lingkup Aktivitas Wanita Muslimah, hal. 184)
Dalam Fiqhus-Sunnah, As-Sayyid Sabiq dengan mengutip kitab Hak-hak Wanita Dalam Islam karya Ustaz Dr. Ali Abdul Wahid Wafi menyebutkan bahwa poligami bila kita runut dalam sejarah sebenarnya merupakan gaya hidup yang diakui dan berjalan dengan lancar di pusat-pusat peradaban manusia. Bahkan bisa dikatakan bahwa hampir semua pusat peradaban manusia (terutama yang maju dan berusia panjang) mengenal poligami dan mengakuinya sebagai sesuatu yang normal dan formal. Para ahli sejarah mendapatkan bahwa hanya peradaban yang tidak terlalu maju saja dan tidak berusia panjang yang tidak mengenal poligami.
Bahkan agama nasrani sekalipun mengenal dan mengajarkan poligami. Berbeda dengan apa yang sering mereka ungkapkan hari ini, namun Nabi Isa dan para pengikutnya mengajarkan dan mengakui poligami. Masih menurut ahli sejarah, karena saat itu penyebaran nasrani terjadi di romawi dan yunani, sementara kedua peradaban ini memang tidak mengenal poligami, jadilah akhirnya seolah-olah agama nasrani itu melarang poligami. Sesuatu yang sebenarnya bertentangan dengan sumber asli ajaran mereka sendiri.
Ustaz As-Sayyid Sabiq menyebutkan bahwa peradaban maju seperti Ibrani yang melahirkan bangsa yahudi mengenal poligami. Begitu juga dengan peradaban Shaqalibah yang melahirkan bangsa Rusia, Lituania, Ustunia, Chekoslowakia dan Yugoslavia semuanya sangat mengenal poligami. Begitu juga dengan Bangsa Jerman, Swis, Saksonia, Belgia, Belanda, Denmark, Swedia, Norwegia dan Enggris. Jadi pendapat bahwa poligami itu hanya produk hukum Islam adalah tidak benar. Begitu juga dengan bangsa Arab sebelum Islam, mereka pun mengenal poligami. Dalam salah satu hadits disebutkan bahwa ada seorang masuk islam dan masih memiliki 10 orang istri. Lalu oleh Rasulullah SAW diminta untuk memilih empat saja dan selebihnya diceraikan. Beliau bersabda,"Pilihlah 4 orang dari mereka dan ceraikan sisanya". (Hadits itu adalah hadits Iibnu Umar yang diriwayatkan oleh At-tirmizy hadits no. 1128, oleh Ibnu Majah hadits no. 1953)
Masih menurut beliau, poligami itu bukan hanya milik peradaban masa lalu dunia, tetapi hari ini masih tetap diakui oleh negeri dengan sistem hukum yang bukan Islam seperti Afrika, India, China dan Jepang.
Sehingga jelaslah bahwa poligami adalah produk umat manusia, produk kemanusiaan dan produk peradaban besar dunia. Islam hanyalah salah satu yang ikut di dalamnya dengan memberikan batasan dan arahan yang sesuai dengan jiwa manusia.
Islam datang dalam kondisi dimana masyarakat dunia telah mengenal poligami selama ribuan tahun dan telah diakui dalam sistem hukum umat manusia. Justru Islam memberikan aturan agar poligami itu tetap selaras dengan rasa keadilan dan keharmonisan. Misalnya dengan mensyaratkan adanya keadilan dan kemampuan dalam nafkah. Begitu juga Islam sebenarnya tidak membolehkan poligami secara mutlak, sebab yang dibolehkan hanya sampai empat orang istri. Dan segudang aturan main lainnya sehingga meski mengakui adanya poligami, namun poligami yang berkeadilan sehingga melahirkan kesejahteraan.
3. Barat Adalah Pendukung Poligami Yang Tidak Manusiawi
Dan kini karena masyarakat barat banyak menganut agama nasrani, ditambah lagi latar belakang budaya mereka yang berangkat dari romawi dan yunani kuno, maka mereka pun ikut-ikutan mengharamkan poligami. Namun anehnya, sistem hukum dan moral mereka malah membolehkan perzinahan, homoseksual, lesbianisme dan gonta ganti pasangan suami istri. Padahal semua pasti tahu bahwa poligami jauh lebih beradab dari semua itu. Sayangnya, ketika ada orang berpoligami dan mengumumkan kepoligamiannya, semua ikut merasa `jijik`, sementara ketika hampir semua lapisan masyarakat menghidup-hidupkan perzinahan, pelacuran, perselingkuhan, homosek dan lesbianisme, tak ada satu pun yang berkomentar jelek. Semua seakan kompak dan sepakat bahwa perilaku bejat itu adalah `wajar` terjadi sebagai bagian dari dinamika kehidupan modern.
Dr. Yusuf Al-Qaradawi mengatakan bahwa pada hakikatnya apa yang dilakukan oleh Barat pada hari ini dengan segala bentuk pernizahan yang mereka lakukan tidak lain adalah salah satu bentuk poligami juga meski tidak dalam bentuk formal.
Dan kenyataaannya mereka memang terbiasa melakukan hubungan seksual di luar nikah dengan siapapun yang mereka inginkan. Di tempat kerja, hubungan seksual di luar nikah menjadi sesuatu yang lazim dilakukan mereka baik sesama teman kerja, antara atasan dan bawahan atau pun klien mereka. Ditempat umum mereka terbiasa melakukan hubungan seksual di luar nikah baik dengan wanita penghibur, pelayan restoran, artis dan selebritis. Di sekolah pun mereka menganggap wajar bila terjadi hubungan seksual baik sesama pelajar, antara pelajar dengan guru atau dosen, antar karyawan dan seterusnya. Bahkan di dalam rumaah tangga pun mereka menganggap boleh dilakukan dengan tetangga, pembantu rumah tangga, sesama angota keluarga atau dengan tamu yang menginap. Semua itu bukan mengada-ada karena secara jujur dan polos mereka akui sendiri dan tercermin dalam film-film hollywood dimana hampir selalu dalam setiap kesempatan mereka melakukan hubungan seksual dengan siapa pun.
Jadi peradaban barat membolehkan poligami dengan siapa saja tanpa batas, bisa dengan puluhan bahkan ratusan orang yang berlainan. Dan sangat besar kemungkinannya mereka pun telah lupa dengan siapa saja pernah melakukannya karena saking banyaknya. Dan semua itu terjadi begitu saja tanpa pertanggung-jawaban, tanpa ikatan, tanpa konsekuensi dan tanpa pengakuan. Apabila terjadi kehamilan, sama sekali tidak ada konsekuensi hukum untuk mewajibkan bertanggung-jawab atas perbuatan itu. Poligami tidak formal alias seks di luar nikah itu alih-alih dilarang, malah sebaliknya dilindungi dan dihormati sebagai hak asasi. Lucunya, banyak negara yang mengharamkan poligami formal yang mengikat dan menuntut tanggung jawab, sebaliknya seks bebas yang tidak lain merupakan bentuk poligami yang tidak bertanggung jawab malah dibebaskan, dilindungi dan dihormati.
Untuk kasus ini, Syiekh Abdul Halim Mahmud menceritakan sebuah kejadian lucu yang terjadi di sebuah negeri sekuler di benua Afrika. Ada seorang tokoh Islam yang menikah untuk kedua kalinya (berpoligami) secara syah menurut aturan syar`i. Namun berhubungan negeri itu melarang poligami secara tegas, maka pernikahan itu dilakukan tanpa melaporkan kepada pemerintah. Rupanya, inteljen sempat mencium adanya pernikah itu dan setelah melakukan pengintaian intensif, dikepunglah rumah tokokh ini dan diseretlah dia ke pengadilan untuk dijatuhi hukuman seberat-beratnya. Melihat situasi yang timpang seperti ini, maka akal digunakan. Tokoh ini dengan kalem menjawab bahwa wanita yang ada di rumahnya itu bukan istrinya, tapi teman selingkuhannya. Agar tidak ketahuan istri pertamanya, maka mereka melakukannya diam-diam. Mendengar pengakuannya, kontak pihak pengadilan atas nama pemerintah meminta maaf yang sebesar-besarnya atas kesalah-pahaman itu. Dan memulangkannya dengan baik-baik serta tidak lupa tetap meminta maaf atas insiden itu. (Dr. Yusuf Al-Qaradawi, Ruang lingkup Aktivitas Wanita Muslimah, hal. 213-214)
4. Tujuan dan Syarat Poligami Dalam Islam
Poligami atau dikenal dengan ta`addud zawaj pada dasarnya mubah atau boleh. Bukan wajib atau anjuran. Karena melihat siyaq ayatnya memang mensyaratkan harus adil. Dan keadilan itu yang tidak dimiliki semua orang.
Allah berfirman :
Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap perempuan yang yatim, maka kawinilah wanita-wanita yang kamu senangi : dua, tiga atau empat. Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil , maka seorang saja , atau budak-budak yang kamu miliki. Yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya.(QS. An-Nisa : 3)
Jadi syarat utama adalah adil terhadapat istri dalam nafkah lahir dan batin. Jangan sampai salah satunya tidak diberi cukup nafkah. Apalagi kesemuanya tidak diberi cukup nafkah, maka hal itu adalah kezaliman.
Sebagaimana hukum menikah yang bisa memiliki banyak bentuk hukum, aka begitu juga dengan poligami, hukumnya sangat ditentukan oleh kondisi seseorang, bahkan bukan hanya kondisi dirinya tetapi juga menyangkut kondisi dan perasaan orang lain, dalam hal ini bisa saja istrinya atau keluarga istrinya. Pertimbangan orang lain ini tidak bisa dimentahkan begitu saja dan tentunya hal ini sangat manusiawi sekali.
Karena itu kita dapati Rasulullah SAW melarang Ali bin abi Thalib untuk memadu Fatimah yang merupakan putri Rasulullah SAW. Sehingga Ali bin Abi Thalim tidak melakukan poligami.
Kalau hukum poligami itu sunnah atau dianjurkan, maka apa yang dilakukan oleh Rasulullah SAW untuk melarang Ali berpoligami akan bertentangan.
Selain itu yang sudah menjadi syarat paling utama dalam pertimbangan poligami adalah masalah kemampuan finansial. Biar bagaimana pun ketika seorang suami memutuskan untuk menikah lagi, maka yang harus pertama kali terlintas di kepalanya adalah masalah tanggung jawab nafkah dan kebutuhan hidup untuk dua keluarga sekaligus. Nafkah tentu saja tidak berhenti sekedar bisa memberi makan dan minum untuk istri dan anak, tapi lebih dari itu, bagaiman dia merencakan anggaran kebutuhan hidup sampai kepada masalah pendidikan yang layak, rumah dan semua kebutuhan lainnya.
Ketentuan keadilan sebenarnya pada garis-garis umum saja. Karena bila semua mau ditimbang secara detail pastilah tidak mungkin berlaku adil secara empiris. Karena itu dibuatkan garis-garis besar seperti maslaah pembagian jatah menginap. Menginap di rumah istri harus adil. Misalnya sehari di istri tua dan sehari di istri muda. Yang dihitung adalah malamnya atau menginapnya, bukan hubungan seksualnya. Karena kalau sampai hal yang terlalu mendetail harus dibuat adil juga, akan kesulitan menghitung dan menimbangnya.
Secara fitharah umumnya, kebutuhan seksual laki-laki memang lebih tinggi dari wanita. Dan secara faal, kemampuan seksual laki-laki memang dirancang untuk bisa mendapatkan frekuensi yang lebih besar dari pada wanita.
Nafsu birahi setiap orang itu berbeda-beda kebutuhannya dan cara pemenuhannya. Dari sudut pandang laki-laki, masalah `kehausan` nafsu birahi sedikit banyak dipengaruhi kepada kepuasan hubungan seksual dengan istri. Bila istri mampu memberikan kepuasan skesual, secara umum kehausan itu bisa terpenuhi dan sebaliknya bila kepuasan itu tidak didapat, maka kehausan itu bisa-bisa tak terobati. Akhirnya, menikah lagi sering menjadi alternatif solusi.
Umumnya laki-laki membutuhkan kepuasan seksual baik dalam kualitas maupun kuantitas. Namun umumnya kepuasan kualitas lebih dominan dari pada kepuasan secara kuantitas. Bila terpenuhi secara kualitas, umumnya sudah bisa dirasa cukup. Sedangkan pemenuhan dari sisi kuantitas saja sering tidak terlau berarti bila tidak disertai kualitas, bahkan mungkin saja menjadi sekedar rutinitas kosong. Lagi-lagi menikah lagi sering menjadi alternatif solusi.
Secara pisik, terkadang memang ada pasangan yang agak ekstrim. Dimana suami memiliki kebutuhan kualitas dan kuantitas lebih tinggi, sementara pihak istri kurang mampu memberikannya baik dari segi kualitas dan juga kuantitas. Ketidak-seimbangan ini mungkin saja terjadi dalam satu pasangan suami istri. Namun biasanya solusinya adalah penyesuaian diri dari masing-masing pihak. Dimana suami berusaha mengurangi dorongan kebutuhan untuk kepuasan secara kualitas dan kuantitas. Dan sebaliknya istri berusaha meningkatkan kemampuan pelayanan dari kedua segi itu. Nanti keduanya akan bertemu di ssatu titik.
Tapi kasus yang ekstrim memang mungkin saja terjadi. Suami memiliki tingkat dorongan kebutuhan yang melebihi rata-rata, sebaliknya istri memiliki kemampuan pelayanan yang justru di bawah rata-rata. Dalam kasus seperti ini memang sulit untuk mencari titik temu. Karena hal ini merupakan fithrah alamiah yang ada begitu saja pada masing-masing pihak. Dan kasus seperti ini adalah alasan yang paling logis dan masuk akal untuk terjadinya penyelewengan, selingkuh, prostitusi, pelecehan seksual dan perzinahan.
Sehingga jauh-jauh hari Islam sudah mengantisipasi kemungkinan terjadinya fenomena ini dengan membuka pintu untuk poligami dan menutup pintu ke arah zina. Dari pada zina yang merusak nilai kemanusiaan dan harga diri manusia, lebih baik kebutuhan itu disalurkan lewat jalur formal dan legal. Yaitu poligami.
Dan kenyataanya, angka kasus sejenis lumayan banyak. Namun antisipasinya sering terlihat kurang cerdas bahkan mengedepankan ego. Hukum agama nasrani jelas-jelas melarang poligami yang legal. Begitu juga hukum positif di banyak negeri umumnya cenderung menganggap poligami itu tidak bisa diterima. Apalagi hukum non formal yang berbentuk penilaian masyarakat yangumumnya juga menganggap poligami itu hina dan buruk.
Secara tidak sadar semuanya lebih memaklumi kalau dalam kasus seperti yang kita bicarakan ini, solusinya adalah ZINA dan bukan poligami. Nah, inilah terjungkir baliknya nilai-nilai agama yang dikalahkan dengan rasa dan selera subjektif hawa nafsu manusia.
5. Berlebihan Dalam Memahami Masalah Poligami Dalam Islam
Ada orang yang terlalu berlebihan dalam memahami kebolehan poligami dalam Islam. Dan sebaliknya, ada kalangan yang berusaha mengahalang-halangi terjadinya poligami dalam Islam, meski tidak sampai menolak syariatnya.
a. Pihak yang berlebihan
Menurut kalangan ini, poligami adalah perkara yang sangat utama untuk dikerjakan bahkan merupakan sunnah muakkadah dan pola hidup Rasulullah SAW. Kemana-mana mereka selalu mendengungkan poligami hingga seolah hamir mendekati wajib.
Pemahaman keliru seperti itu sering menggunakan ayat poligami yang memang bunyinya seolah seperti mendahulukan poligami dan bila tidak mampu, barulah beristri satu saja. Istilahnya, poligami dulu, kalau tidak mampu, baru satu saja.
"Maka kawinilah wanita-wanita yang kamu senangi : dua, tiga atau empat. Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, maka seorang saja , atau budak-budak yang kamu miliki. Yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya.(QS. An-Nisa : 3)
Padahal makna ayat itu sama sekali tidak demikian. Karena meski sepintas ayat itu kelihatan mendahulukan poligami lebih dahulu, tapi dalam kenyataan hukum hasil dari istinbath para ulama dengan membandingkannya dengan dalil-dalil lainnya menunjukan bahw poligami merupakan jalan keluar atau rukhshah (bentuk keringanan) atas sebuah kebutuhan. Bukan menempati posisi utama dalam masalah pernikahan. Alasan agar tidak jatuh ke dalam zina adalah alasan yang ma`qul dan sangat bisa diterima. Karena Allah SWT memang memerintahkan agar seorang mukmin menjaga kemaluannya.
Allah SWT berfiramn :
"Dan orang-orang yang menjaga kemaluannya, (QS. Al-Mukminun : 5)
"Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman: "Hendaklah mereka menahan pandanganya, dan memelihara kemaluannya; yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat". (QS. An-Nur : 30)
Dan orang-orang yang memelihara kemaluannya, (QS. Al-Ma`arij : 29)
Bila satu istri saja masih belum bisa menahan gejolak syahwatnya, sementara secara nafkah dia mampu berbuat adil, bolehlah seseorang untuk menikah lagi dengan niat menjaga agamanya. Bukan sekedar memuaskan nafsu syahwat saja.
Bentuk kekeliruan yang lain adalah rasa terlalu optimis atas kemampuan menanggung beban nafkah. Padahal Islam tetap menutut kita berlaku logis dan penuh perhitungan. Memang rezeki itu Allah SWT yang memberi, tapi rezeki itu tidak datang begitu saja.
Bahkan untuk orang yang baru pertama kali menikah pun, Rasulullah SAW mensyaratkan harus punya kemampuan finansial. Dan bila belum mampu, maka hendaknya berpuasa saja.
Jangan sampai seseorang yang penghasilannya senin kamis, tapi berlagak bak seorang saudagar kaya yang setiap hari isi pembicaraannya tidak lepas dari urusan ta`addud. Ini jelas sangat `njomplang`, jauh asap dari api.
b. Pihak yang mencegah poligami
Di sisi lain, ada kalangan yang menentang poligami atau paling tidak kurang bersimpati terhadap poligami. Mereka pun sibuk membolak balik ayat Al-Quran Al-Karim dan Sunnah Rasulullah SAW untuk mencari dalih yang bisa melarang atau minimal memberatkan jalan menuju poligami.
Misalnya dengan mengikat seorang suami untuk janji tidak menikah lagi ketika melangsungkan pernikahan pertamanya. Janji itu diqiyaskan dengan sighat ta'liq yang bila dilanggar maka istrinya diceraikan.
Menanggapi hal ini, para ulama berbeda pendapat tentang syarat tidak boleh melakukan poligami bagi suami yang diajukan oleh isterinya pada saat aqad nikah. Apakah pensyaratan tersebut dibolehkan atau tidak?
Sebahagian ulama menyatakan bahwa pensyaratan tersebut diperbolehkan, sedangkan yang lain berpendapat hal tersebut dimakruhkan tetapi tidak haram. Karena dengan adanya pensyaratan tersebut maka suami akan merasa terbelenggu yang pada akhirnya akan menimbulakn hubungan yang kurang harmonis di antara keduanya.
Lantas bagaimana sikap suami, apakah harus memenuhi syarat tersebut atau tidak? Ada dua pendapat ulama. Pendapat pertama menyatakan bahwa hukum memenuhi pensyaratan tersebut hanya sunah saja dan tidak wajib. Oleh karena itu suami bisa saja menikah dengan wanita yang lain. Hal tersebut berdasarkan sabda Rasulullah SAW yang diriwayatkan oleh Aisyah RA.
"Barangsiapa yang mensyaratkan suatu syarat yang tidak terdapat dalam kitab Allah, maka ia tidak berhak melakukannya (Dan tidak perlu dipenuhi), meskipun ia mensyaratakan seratus persyaratan. Persyaratan Allah-lah yang lebih berhak dan lebih kuat" (HR Bukhori/Fathul Bari 6/115)
Ali bin Abi Tholib pernah berkata: "Syarat Allah sebelum syaratnya (wanita tersebut)". Ibun Abdil Barr mengomentari bahwa Allah telah membolehkan melarang apa yang engkau kehendaki dengan sejumlah syarat, sedangkan apa yang Allah perbolehkan adalah lebih utama" (At-Tamhid 18/168-169)
Pendapat kedua menyatakan bahwa suami wajib memenuhi persyaratan isterinya tersebut disebabkan pensyaratan tersebut adalah syah secara agama. Oleh karena itu ia tidak boleh melakukan poligami. Hal tersebut berdasarkan hadis :
"Pensyaratan yang paling utama untuk dipenuhi adalah syarat yang menghalakan terjadinya hubungan badan" (HR Muslim 3/573, Tirmidzi No. 1124, Abu Daud 2139, Nasa'i 6/93 dan Ibnu Majah No. 1954)
Dalam riwayat Muslim disebutkan bahwa Nabi SAW bersabda :"Orang-orang muslim itu berdasarkan syarat-syarat mereka (yang disepakati) kecuali syarat yang menghalakan yang haram atau syarat yang mengharamkan yang halal" (HR. Muslim 2/1036)
Pendapat kedua ini dipegang oleh sejumlah sahabat dan ulama antara lain Umar bin Al-Khottob, Amr bin Al-Ash, Syuraikh Al-Qodhi, Ishaq, Imam Ahmad, Ibnu Taimiyyah dan lain-lain (Jami' Ahkamun-Nisaa III/361-370)
Ada bentuk lain lagi dalam perkara mengahalangi poligami, yaitu mereka mengatakan bahwa Rasulullah SAW tidak pernah melakukan poligami kecuali hanya kepada janda saja. Tidak pernah kepada wanita yang perawan. Memang ketika menikahi Aisyah ra, status Rasulullah SAW adalah seorang duda yang ditinggal mati istrinya.
Dalam menjawab masalah ini, sebenarnya syarat harus menikahi wanita yang berstatus janda bukanlah syarat untuk poligami. Meski Rasulullah SAW memang lebih banyak menikahi janda ketimbang yang masih gadis. Namun hal itu terpulang kepada pertimbangan teknis di masa itu yang umumnya untuk memuliakan para wanita atau mengambil hati tokoh di belakang wanita itu. Pertimbangan ini tidak menjadi syarat untuk poligami secara baku dalam syariat Islam.
Sebagian kalangan juga ingin menghalangi poligami dengan dasar bahwa syarat berlaku adil dalam Al-Quran Al-Karim adalah sesuatu yang tidak mungkin bisa dilakukan. Dengan demikian, maka poligami dilarang dalam Islam.
Padahal, meski ada ayat yang demikian, yang dimaksud dengankeadilantidak dapat dilakukan adalah keadilan yang bersifat menyeluruh baik materi maupun ruhi. Sementara keadilan yang dituntut dalam sebuah poligami hanay sebatas keadilan secara sesuatu yang bisa diukur dan lebih bersifat materi. Sedangkan masalah cinta dalam dada, sangat sulit untuk diidentifikasi. Namun demikian, Rasulullah SAW mengancam orang yang berlaku tidak adil kepada istrinya dengan ancaman.
engkong- SERSAN SATU
-
Posts : 150
Kepercayaan : Islam
Location : betawi
Join date : 03.08.13
Reputation : 2
Re: Mengapa Poligami Sangat Aneh di mata non Muslim?
Pada tahun 1937, seorang cendekiawan Muslim Indonesia bernama Mr. Yusuf Wibisono, menulis sebuah buku berjudul “Monogami atau Poligami: Masalah Sepanjang Masa”. Aslinya, buku ini ditulis dalam bahasa Belanda dan diterjemahkan dalam bahasa Indonesia oleh Soemantri Mertodipuro pada tahun 1954. Karena tidak memiliki biaya, baru pada tahun 1980, buku Mr. Yusuf Wibisono ini diterbitkan.
Yusuf Wibisono sendiri tidak berpoligami. Ia adalah seorang tokoh Masyumi, tokoh ekonomi, keuangan dan perbankan. Dia pernah menjadi menteri keuangan pada 1951-1952 dan direktur sejumlah bank di Jakarta dan Yogya. Sebagai tokoh pers, dia adalah pemimpin redaksi Mimbar Indonesia. Jabatan penting lain yang pernah dipegangnya adalah rektor Universitas Muhammadiyah dan Universitas Tjokroaminoto. Tapi, hidupnya sangat bersahaja. Hingga istrinya meninggal, dia tidak memiliki rumah pribadi.
Meskipun buku ini ditulis Yusuf Wibisono saat menjadi mahasiswa di zaman penjajahan, buku ini tampak memiliki kualitas ilmiah yang tinggi, dan memberikan penjelasan yang komprehensif tentang masalah poligami, bukan hanya dari sudut pandang hukum Islam, tetapi juga memuat pandangan banyak ilmuwan Barat tentang poligami. Yusuf juga memberikan kritik-kritik terhadap sebagian ilmuwan dari kalangan Muslim, seperti Ameer Ali, yang menolak hukum poligami. Selain buku-buku berbahasa Belanda, Yusuf juga merujuk buku-buku berbahasa Inggris, Perancis, dan Jerman.
Beberapa tahun sebelumnya, pada 1932, seorang wanita bernama Soewarni Pringgodigdo, menulis satu artikel tentang poligami di Koran ‘Suluh Indonesia Muda’ yang memberikan kritikan keras terhadap poligami. Menurut Soewarni, poligami adalah hal yang nista bagi wanita, dan bahwasanya Indonesia merdeka tak akan bisa sempurna, selama rakyatnya masih menyukai lembaga poligami.
Mr. Yusuf Wibisono memberikan bukti-bukti ilmiah tentang keunggulan pandangan Islam yang membuka pintu poligami dengan syarat-syarat tertentu. Sistem ini merupakan ‘jalan tengah’ dari sistem perkawinan kuno yang tidak memberi batasan poligami atau sistem Barat yang menutup pintu poligami sama sekali. Dalam pengantarnya untuk edisi Indonesia, tahun 1980, Yusuf Wibisono menulis bahwa, “Saya rasa umat manusia akhirnya akan dihadapkan kepada dua pilihan yang tidak bisa dihindari yakni poligami legal atau poligami tidak legal (gelap). Islam memilih poligami legal, dengan pembatasan-pembatasan yang mencegah penyalahgunaan kekuasaan kaum pria, sehingga lembaga poligami ini betul-betul merupakan kebahagiaan bagi masyarakat manusia, di mana dia sungguh-sungguh diperlukan.’’
Salah seorang ilmuwan yang dikutip pendapatnya tentang poligami oleh Yusuf Wibisono adalah Georges Anquetil, pakar sosiologi Perancis, yang menulis buku setebal 460 halaman, berjudul “La maitresse legimitime” .
Anquetil menulis dalam bukunya:
“Suatu pertimbangan yang sudah cukup terlukis harus diingat-ingat dan diperkembangkan, yakni, mengapa semua orang-orang besar adalah penyokong poligami, seperti yang dinyatakan secara kritis oleh seorang pengaran dari buku Inggris : ‘’History and philosophy of marriege.’’ Bahkan, mereka yang hidup di bawah kekuasaan kemunafikan monogami, tidak mau tunduk kepadanya, tak pula mau taat kepada undang-undang yang bersifat melawan kodrat ; baik mereka itu filsuf, seperti Plato, Aristoteles, Bacon, Auguste Comte, atau perajurit seperti Alexander, Cesar, Napoleon, atau Nelson, atau penyair-penyair seperti Goethe, Burns, Byron, Hugo, Verlaine, Chateaubriand atau Catulie Mendes, maupun negarawan-negarawan seperti Pericles, Augustus, Buckingham, Mirabeau atau Gambetta. Apakah hasil daripada sistem yang munafik ini bagi orang-orang besar ini ? Mereka dipaksa untuk selama-lamanya menyembunyikan perasaan-perasaannya, selalu berdusta, baik terhadap istrinya sendiri maupun terhadap dunia yang mewajibkan mereka itu menyembunyikan anak-anaknya dan kurang menghormati mereka yang hanya merupakan maitressenya… Sebenarnya ialah, bahwasanya poligami yang semata-mata sesuai dengan hokum alam telah dilakukan pada setiap zaman karena hokum alam itu tetap saja, tetapi pikiran manusia dibuat demikian rupa, dan sangat suka kepada serba berbelit-belit, sehingga bukannya ia memilih sistem yang semata-mata menguntungkan, akan tetapi justru memilih sistem yang penuh dengan dusta dan penipuan, yang membuat berputus asanya berjuta-juta wanita dan yang memaksanya hidup dalam kesedihan, kekacauan, atau dosa-dosa sebagai akibat dari hidup sengsara, terjerumus hidupnya dalam kemunafikan hewani, dan bahwa semua drama percintaan melahirkan turunan-turunan yang diliputi oleh perasaan iri hati yang pandir dan penuh kebencian, yang jumlahnya setiap harinya bertambah-tambah saja.”
Salah satu keuntungan poligami yang dijelaskan oleh Anquetil adalah: “Poligami akan memungkinkan berjuta-juta wanita melaksanakan haknya akan kecintaan dan keibuan, yang kalau tidak, akan terpaksa hidup tak bersuami karena sistem monogami.”
Yusuf Wibisono juga mengutip tulisan seorang ilmuwan bernama Leonard yang menulis: “In a great measure polygamy is much more a theoretical than a practical institution. Not one on twenty Moslems has even two wives. In any case it is not the proper and legitimate practice of polygamy, but in the abuse of it that the evil lies.” (Pada umumnya poligami lebih merupakan lembaga teoritis daripada praktis. Tidak ada satu dari duapuluh orang Islam beristri bahkan lebih dari seorang. Setidak-tidaknya keburukannya tak terletak dalam berpoligami menurut hukum, akan tetapi dalam penyelahgunaan poligami).
Mr. Yusuf Wibisono kemudian menunjukkan bukti-bukti statistik perkawinan di berbagai negara Islam pada tahun-tahun itu. Di India, misalnya, 95 persen kaum Muslim tetap bermonogami. Di Iran, 98 persennya tetap memilih bermonogami. Di Aljazair tahun 1869, dari 18.282 perkawinan Islam, 17.319 adalah monogami, 888 bigami, dan hanya 75 orang Muslim yang mempunyai lebih dari dua orang istri. Di Indonesia -- menurut data statistik Indische Verlag tahun 1935 -- dalam tahun 1930 ada 11.418.297 orang bermonogami dan hanya 75 orang Muslim mempunyai lebih dari dua orang istri.
Buku Mr. Yusuf Wibisono ini menjadi lebih menarik karena pada tahun 1937 sudah diberi kata pengantar oleh H. Agus Salim, seorang cendekiawan dan diplomat genius yang sangat dikagumi di dunia internasional.
Kiranya ada baiknya kita mengutip agak panjang pengantar H. Agus Salim tersebut:
“Tidak bisa disangkal, pokok karangan ini aktuil. Tidak saja karena tindakan-tindakan luas di lapangan ini, yang dipertimbangkan oleh Pemerintah dan sebagian bahkan sudah dilaksanakan, akan tetapi terutama sekali juga karena adanya propaganda – baik yang terpengaruh oleh sikap anti-Islam, maupun yang tidak – yang dilancarkan oleh beberapa fihak. Mereka ini menganjurkan agar kepada perundang-undangan perkawinan bagi bangsa Indonesia dan kepada anggapan-anggapan tentang perkawinan pada umumnya diberi corak Barat.
Namun, bukannya tak diperlukan keberanian untuk memasuki lapangan ini dalam suasana yang penuh dengan anggapan-anggapan tersebut. Anggapan-anggapan Barat ini terutama sekali merajalela di kalangan kaum intelektuil yang nasionalistis. Dan di lapangan ini tradisi dan sentimen Barat, yang ‘’dus beradab’’ masih selalu berhasil mencekik kesaksian fakta-fakta serta suara hati nurani dan nalar yang wajar (logika).
Bahkan oleh karena inilah penulis patut mendapat penghargaan dan sokongan, sebab berdasarkan fakta-fakta yang telah ditetapkan oleh ilmu pengatahuan serta teori-teori yang kuat, ia berusaha menunjukkan kepalsuan moral seksuil dan etika perkawinan yang munafik, seperti yang dianut oleh masyarakat Barat, dan membela anggapan-anggapan tentang perkawinan maupun perundang-undangan perkawinan menurut agama Islam, tanpa memperindahkannya melebihi kenyataannya.
Terutama sekali yang tersebut terakhir inilah yang patut dihargai. Akhir-akhir ini terlalu banyak dilancarka propaganda agama Islam yang bersifat menonjolkan “persetujuan” pihak Islam terhadap moral dan etika Barat, malahan moral dan etika yang terang-terangan bernada “Kristen”, seperti yang lazim dianut di kalangan masyarakat Barat. Terlalu sering pula orang berusaha menyembunyikan ajaran-ajaran Islam yang tak cocok dengan anggapan Barat dengan jalan “Umdeutung”, dengan menggunakan tafsiran yang dicari-cari. Ya, bahkan menghukum ajaran-ajaran itu sebagai bid’ah dan kufur. Itulah caranya mereka mencoba supaya Islam bisa diterima kaum muda yang meskipun berasal dari keluarga Islam, tapi karena pendidikan Barat dan simpati-simpati serta kecenderungannya yang ke-Barat-baratan menjadi terasing dari agama Islam. Selain dari pada itu, propaganda itu ditujukan pula kepada orang-orang yang tidak beragama Islam.
Akan tetapi agama Islam sangat menyangsikan keuntungan yang diperoleh dengan menggunakan cara-cara semacam itu. Sebab dengan jalan ‘’menyesuaikan’’ agama Islam dengan anggapan-anggapan yang lazim dan berlaku dalam dunia Barat yang umumnya bersifat prinsipil anti Islam, yaitu dunia Barat yang mendasarkan ‘’keunggulannya’’ kepada hal-hal yang berbeda dengan Islam – antara lain perundang-undangan perkawinan berdasarkan monogami – maka hilanglah pula tujuan tertinggi agama Islam. Padahal, untuk inilah Nabi terakhir diutus oleh TUHAN, untuk membimbing umat manusia dari kegelapan ke arah cahaya pengetahuan dan kebenaran. Dengan demikian, bukanlah anggapan-anggapan yang ada yang diuji dan disesuaikan dengan Islam, akan tetapi sebaliknya : Anggapan-anggapan itulah yang dipandangnya benar dan agama Islam diperiksa dari sudut anggapan-anggapan itu.’’
Kata-kata Haji Agus Salim tersebut sangat mendasar untuk direnungkan. Apalagi, saat ini, begitu banyak kalangan yang berani menentang dan melecehkan Islam, juga dengan menggunakan ayat-ayat Al-Quran. Padahal, yang terpenting dalam memahami Al-Quran adalah soal ‘anggapan-anggapan’ atau cara pandang serta metodologi penafsiran yang digunakan. Jika Al-Quran dipahami dari perspektif Marxisme dan gender equality yang bersemangat ‘dendam’ terhadap laki-laki, maka yang muncul adalah pemikiran-pemikiran yang bersemangat pemberontakan terhadap laki-laki, dalam segala hal. Orang-orang seperti ini akan mencari-cari ayat dan menafsirkannya sesuai dengan ‘anggapan’ nya sendiri.
Seorang sarjana satu perguruan tinggi Islam di Jakarta menceritakan pengalaman menariknya dimaki-maki wanita teman kuliahnya, hanya karena ia mempersilakan si wanita menempati tempat duduknya dalam bus kota. Si wanita mengaku terhina karena dianggap sebagai makhluk yang lemah. Bagi seorang wanita yang menolak hak kepemimpinan laki-laki dalam rumah tangga, maka dia bisa menganggap tindakan menyuguhkan minuman bagi suaminya adalah satu bentuk pelecehan dan penghinaan.
Amina Wadud misalnya menganggap penempatan shaf wanita di belakang laki-laki saat shalat adalah satu bentuk pelecehan terhadap wanita. Tentu cara pandang ini sangat berbeda dengan Muslimah yang mengakui konsep pengabdian dan ketaatan kepada suami.
Dalam soal poligami sama saja. Seorang wanita Muslimah yang memahami posisinya dalam konsep Islam, akan melihat poligami dengan pandangan yang sangat berbeda dengan kaum feminis sekular. Sebagai wanita mandiri, si Muslimah akan melihat suaminya sebagai partner dalam menggapai ridho Allah; bukan sebagai milik pribadinya.
Dia secara pribadi bisa keberatan dengan poligami terhadap dirinya, tanpa menolak hukum poligami. Dia bisa mengingatkan suaminya, bahwa poligami memerlukan kemampuan dan tanggung jawab yang tidak ringan, dunia akhirat.
Sebaliknya, bagi laki-laki, poligami bukanlah hanya semata-mata hak, tetapi juga melekat tanggung jawab dunia dan akhirat. Selain dituntut kemampuan berlaku adil secara materi, juga dituntut kemampuan menjaga seluruh keluarganya dari api neraka. Tentu saja menjaga 4 istri lebih berat daripada menjaga 1 istri; menjaga 20 anak tentu lebih berat ketimbang 2 anak.
Karena itu, bagi seorang yang memiliki pandangan berdimensi akhirat, poligami adalah sesuatu yang berat, yang perlu berpikir serius sebelum mempraktikkannya. Islam mengizinkan dan mengatur soal poligami. Islam membuka jalan, dan tidak menutup jalan itu. Islam adalah agama wasathiyah, yang tidak bersifat ekstrim. Tidak melarang poligami sama sekali, dan tidak membebaskannya sama sekali.
Jika pintu poligami ditutup sama sekali, maka tidak sedikit wanita yang menjadi korban. Sepanjang zaman, banyak wanita yang ikhlas dan siap menjadi istri ke-2, ke-3 atau ke-4. Tidak percaya? Andaikan suatu ketika, pihak istana negara BBM mengumumkan, Sang Presiden yang gagah perkasa membuka lowongan bagi istri ke-2, ke-3, dan ke-4, bisa diduga, dalam beberapa jam saja, ribuan wanita dengan ikhlas akan antri mendaftar.
Maka, bagi seorang wanita Muslimah sejati, yang menyadari kemampuan suaminya untuk berpoligami, tentu tidak sulit mengizinkan suaminya menikah lagi. Yang banyak terjadi saat ini, ternyata banyak suami yang tidak berpoligami, karena takut terhadap istri.
engkong- SERSAN SATU
-
Posts : 150
Kepercayaan : Islam
Location : betawi
Join date : 03.08.13
Reputation : 2
Halaman 13 dari 13 • 1, 2, 3 ... 11, 12, 13
Similar topics
» Barat saja punya Uni Eropa dengan mata uang EURO, Mengapa Negeri-negeri muslim dihalang-halangi untuk bersatu dan membuat Daulah Islamiyah?
» poligami bukan dominasi muslim, umat hindu juga poligami
» mengapa muslim membela islam?
» Kenapa muslim mempunyai perasaan yang sangat sensitif ???
» Muslim pembunuh Lee Rigby berusaha mencabut mata dokternya dengan sebuah pulpen.
» poligami bukan dominasi muslim, umat hindu juga poligami
» mengapa muslim membela islam?
» Kenapa muslim mempunyai perasaan yang sangat sensitif ???
» Muslim pembunuh Lee Rigby berusaha mencabut mata dokternya dengan sebuah pulpen.
Halaman 13 dari 13
Permissions in this forum:
Anda tidak dapat menjawab topik