inti gagasan JIL
Halaman 1 dari 1 • Share
inti gagasan JIL
Maraknya JIL dimasa reformasi bersamaan dengan keinginan kuat umat Islam untuk
menerapkan Syari’at Islam bukanlah suatu kebetulan, sepertinya JIL ini dibentuk
untuk menghadang kelompok “Fundamentalis” yang ingin kembali kepada Islam secara
Kaffah. Berikut ini mari kita coba telaah lebih jauh apa itu JIL, tujuannya dan
ide-ide yang diusungnya.
JIL yakni sebuah kelompok dikomandoi oleh Ulil
Absar Abdalla, seorang yang dikenal sangat dekat dengan NU dan menantu seorang
Kiai NU. Selain Ulil, kontributor JIL yang lain adalah:
o Nurcholish
Madjid, Universitas Paramadina, Jakarta
o Azyumardi Azra, IAIN Syarif
Hidayatullah (Universitas Islam Negara), Jakarta
o Masdar F. Mas'udi,
Pusat Pengembangan Pesantren dan Masyarakat, Jakarta
o Goenawan Mohamad,
Majalah Tempo, Jakarta
o Djohan Effendi, Deakin University, Australia
o
Jalaluddin Rahmat, Yayasan Muthahhari, Bandung
o Moeslim Abdurrahman,
Jakarta
o Nasaruddin Umar, IAIN Syarif Hidayatullah (Universitas Islam
Negara), Jakarta
o Komaruddin Hidayat, Yayasan Paramadina, Jakarta , dan
lain-lain.
Kelompok ini bertujuan ingin membuat suatu bentuk penafsiran
baru atas agama Islam dengan wawasan sebagai berikut:
a. Keterbukaan
pintu ijtihad pada semua bidang;
b. Penekanan pada semangat religio etik,
bukan pada makna literal sebuah teks;
c. Kebenaran yang relatif, terbuka dan
plural;
d. Pemihakan pada yang minoritas dan tertindas;
e. Kebebasan
beragama dan berkepercayaan;
f. Pemisahan otoritas duniawi dan ukhrawi,
otoritas keagamaan dan politik.
Istilah Islam liberal ini bukanlah hal
yang baru dan telah diusung oleh Nurcholis Madjid pada tahun 70-an, hanya saja
gaungnya sekarang lebih besar karena mereka didukung dana yang sangat besar dari
luar negeri dan mereka menguasai jaringan media massa (Radio, Jawa Pos, Kompas,
Tempo, Metro TV, dan lian-lain).
Menurut JIL, nama “Islam Liberal”
menggambarkan prinsip-prinsip yang menekankan kebebasan pribadi (seusai dengan
doktrin kaum Mu'tazilah tentang kebebasan manusia), dan “pembebasan” struktur
sosial-politik dari dominasi yang tidak sehat dan menindas. Sederhananya JIL
ingin mengatakan bahwa secara pribadi bebas (liberal) menafsirkan Islam sesuai
hawa nafsunya dan membebaskan (liberal) negara dari intervensi agama
(sekuler).
Unik memang, pada saat seseorang telah menyatakan menganut
Islam maka ia terikat dengan hukum syara’ atau ia seorang mukhallaf dan ia tidak
bebas lagi (liberal) karena ucapan dan perilakunya telah dibatasi oleh syari’at.
Disisi lain bagaimana mungkin bisa menggabungkan antara Islam dan Liberal karena
keduanya adalah ideologi yang saling bertentangan. Islam meyakini bahwa Syari’at
Allah harus dijalankan diseluruh sisi kehidupan, sedangkan Liberal meyakini
pemisahan urusan agama dan negara.
Baiknya coba kita permudah pembahasan
ide-ide JIL ini dalam 3 topik saja, yakni:
1. Ijtihad: keterbukaan pintu
ijtihad pada semua bidang
2. Inklusifisme: kebenaran yang relatif, terbuka
dan plural
3. Sekuler: pemisahan otoritas duniawi dan ukhrawi, otoritas
keagamaan dan politik
1. Ijtihad
JIL meyakini bahwa pintu ijtihad masih terbuka dalam
semua bidang dan untuk semua orang, penutupan pintu ijtihad akan menutup pintu
akal dan kreatifitas seseorang.
Pintu ijtihad memang masih terbuka hingga
saat ini tetapi para ulama telah memberikan batasan dalam hal apa saja boleh
berijtihad dan syarat seseorang mampu mengeluarkan ijtihad
(mujtahid).
Setiap orang boleh saja berijtihad tetapi ulama memberikan
syarat-syarat seorang mujtahid, antara lain:
a. Pengetahuan bahasa Arab,
lafadz dan susunan (tarkib) yang berhubungan dengan dalil-dalil hukum yang akan
digali (istimbath);
b. Pengetahuan terhadap syara' yakni nash (dalil) dari
al-Qur'an dan Sunnah;
c. Pengetahuan terhadap waqi' yang akan
dihukumi.
Bahkan DR Yusuf Qaradhawi (Masalah-masalah Islam kontemporer)
memberikan syarat yang lebih berat semisal pengetahuan bahasa Arab, mengetahui
tempat-tempat ijma’ yang tepat, ushul fiqih, qiyas dan penyimpulan,
kaidah-kaidah syara’. Syarat lain harus adil, bertaqwa, tidak mengikuti hawa
nafsu atau menjual agamanya untuk kehidupan dunia. Dengan demikian menurut Yusuf
Qaradhawi, ijtihad bukan pintu yang terbuka bagi semua orang.
Disisi lain
pintu ijtihad tertutup untuk nash-nash (dalil) qath'i tsubut (sudah pasti dari
segi wujud) dan qath'i dilalah (sudah pasti dari segi petunjuk). Seperti
dalil-dalil berikut:
Orang perempuan dan laki-laki yang berzina jilidlah
masing-masing dari keduanya seratus kali jilid. (Qs. an-Nuur [24]:
2).
Laki-laki yang mencuri dan perempuan yang mencuri, potonglah tangan
keduanya (sebagai) pembalasan bagi apa yang mereka kerjakan dan sebagai siksaan
dari Allah. (Qs. al-Maa'idah [5]: 38).
Atau kewajiban shalat, puasa,
haji, adanya malaikat, syaithan, lauhul mahfuz, akhirat, dan lain-lain. Disini
akal tidak mampu lagi menjangkaunya dan kita wajib mengimaninya sesuai dengan
penjelesan al-Qur'an dan sunnah.
Masalah terbukanya pintu ijtihad ini
merupakan gerbang utama bagi JIL untuk menghancurkan syari’at Islam, karena jika
berhasil meyakinkan umat bahwa ijtihad masih terbuka untuk semua bidang dan
setiap orang maka mereka dapat menafsirkan ayat-ayat Allah dan hadits sesuai
hawa nafsu mereka. Seperti yang sempat dihebohkan beberapa waktu yang lalu
tentang “Jilbab tidak wajib dan merupakan kebudayaan Arab”; “Laki-laki
non-muslim boleh mengawini muslimah”; “Kebebasan beragama atau murtad”; dan
lain-lain.
2. Inklusifisme
Inklusifisme secara ringkas dapat diartikan tidak
eksklusif atau tidak merasa paling benar sendiri, dalam bahasa JIL bahwa agama
itu seperti roda yang mempunyai jari-jari. Setiap agama adalah jari-jari dari
roda tersebut, jika semua pemeluk agama (apapun agamanya) dan dia berbuat saleh
maka semuanya akan menuju kesatu titik poros roda tersebut yakni syurga.
Artinya, seorang Muslim, Nasrani, Hindu, Budha atau Konghucu, bila menjalankan
agama dengan benar (saleh) maka semuanya akan masuk syurga.
Hal ini jelas
bertentangan dengan aqidah Islam, Innaddiina'indallahil Islami.
Sesungguhnya dien (agama/sistem hidup) yang diridhai Allah adalah Islam.
(Qs. Ali-Imran [3]: 19).
Barangsiapa yang mengambil selain Islam sebagai
dien, tidak akan diterima apapun darinya dan ia diakhirat tergolong orang yang
rugi. (Qs. Ali-Imran [3]: 85).
Pada hari ini telah Aku sempurnakan untuk
kalian agama kalian, telah Aku cukupkan atas kalian nikmat-Ku, dan telah Aku
ridhai Islam sebagai agama bagi kalian. (Qs. al-Maa'idah [5]: 3).
Hai
orang yang beriman, bertaqwalah kepada Allah sebenar-benarnya taqwa kepada-Nya,
dan janganlah sekali-kali kamu mati melainkan dalam keadaan beragama Islam. (Qs.
Ali-Imran [3]: 102).
Islam itu unggul dan tidak ada yang dapat
mengunggulinya. [HR Bukhari].
Dan Islam tidak bisa disamakan dengan
agama-agama lain tersebut karena seorang Muslim yang beriman maka syurga
balasannya, sedangkan orang-orang kafir dan musyrik itu adalah orang-orang yang
sesat dan merugi serta kekal dalam neraka,
Sesungguhnya Allah tidak
mengampuni dosa syirik. Dan Dia mengampuni dosa selain syirik itu bagi siapa
saja yang dikehendaki-Nya. Siapa saja yang menyekutukan sesuatu dengan Allah,
maka sesungguhnya ia tersesat sejauh-jauhnya. (Qs. an-Nisaa’ [4]:
116).
Hai orang yang beriman, jika kamu mengikuti sebahagian dari
orang-orang yang yang diberi Alkitab, niscaya mereka akan mengembalikan kamu
menjadi orang kafir sesudah kamu beriman. (Qs. Ali-Imran [3]:
100).
Dengan konsep yang menyesatkan ini, maka umat akan dengan mudah
murtad karena mereka merasa dengan memeluk selain Islampun mereka akan masuk
syurga juga.
3. Sekuler
Menurut JIL, Islam tidak mengenal pemerintahan dan agama
tidak mempunyai kewenangan dalam mengatur negara.
Jika kita ingin
menerapkan Islam secara kaffah dalam semua sektor kehidupan kita maka mau tidak
mau harus memformalkan syari’at Allah Swt yang terdapat dalam al-Qur'an dan
sunnah dalam bentuk Undang-undang (UU), dan sebuah UU tidak akan berjalan jika
tidak dipayungi oleh sebuah pemerintahan (daulah). Hal ini-pun telah dicontohkan
oleh Rasulullah saw dan khalifah-khalifah sesudah beliau.
Beliau
menjalankan pemerintahan di Madinah, menetapkan hukum-hukum eknomi/perdagangan,
sosial/pergaulan, politik luar negeri, membentuk pasukan, peradilan, pendidikan,
dan lain-lain. Beliau mengangkat pembantu-pembantu (mu’awin), wali, amirul
jihad, amil, qadhi, dll. Dan dilanjutkan oleh Khulafaur Rasyidin dengan
mengangkat Abu Bakar, Umar, Utsman dan Ali, kemudian kekhalifahan Bani Muawiyah,
Abassiyah hingga Utsmaniyah. Hal ini merupakan suatu fakta bahwa Islam mengenal
negara atau Islam tidak bisa dipisahkan dengan negara.
Banyak dalil-dalil
yang mewajibkan terbentuknya sebuah Khilafah Islamiyah ini,
Bila dibai'at
dua orang Khalifah (pada waktu yang sama), maka perangilah orang yang kedua.
[al-Hadist].
(Dan) Siapa saja yang mati dan di pundaknya tidak ada bai'at
(kepada Khalifah), maka ia mati dalam keadaan seperti mati jahiliah. [HR
Muslim].
Maka demi Tuhanmu. Mereka tidak beriman (sebenarnya) sehingga
mereka menjadikan kamu hakim untuk memutuskan perselisihan antara mereka.
Kemudian mereka tidak merasa dalam hatinya keberatan terhadap putusanmu, dan
menerima dengan perasaan lega. (Qs. an-Nisaa’ [4]: 65).
Dan kita sangat
merindukan tegaknya kembali kekhilafahan Islam ini setelah vakum selama 80
tahun, disaat runtuhnya Khilafah Utsmaniyah di Turki tahun 1924 M.
Demikianlah sepak terjang JIL dengan aqidah sesatnya dan menyesatkan
umat, dan merupakan tantangan bagi para hamilud dakwah untuk lebih intensif
berinteraksi dengan umat untuk mensosialisasikan betapa pentingnya tegaknya
syari’at Islam. Wallahua’lam,
menerapkan Syari’at Islam bukanlah suatu kebetulan, sepertinya JIL ini dibentuk
untuk menghadang kelompok “Fundamentalis” yang ingin kembali kepada Islam secara
Kaffah. Berikut ini mari kita coba telaah lebih jauh apa itu JIL, tujuannya dan
ide-ide yang diusungnya.
JIL yakni sebuah kelompok dikomandoi oleh Ulil
Absar Abdalla, seorang yang dikenal sangat dekat dengan NU dan menantu seorang
Kiai NU. Selain Ulil, kontributor JIL yang lain adalah:
o Nurcholish
Madjid, Universitas Paramadina, Jakarta
o Azyumardi Azra, IAIN Syarif
Hidayatullah (Universitas Islam Negara), Jakarta
o Masdar F. Mas'udi,
Pusat Pengembangan Pesantren dan Masyarakat, Jakarta
o Goenawan Mohamad,
Majalah Tempo, Jakarta
o Djohan Effendi, Deakin University, Australia
o
Jalaluddin Rahmat, Yayasan Muthahhari, Bandung
o Moeslim Abdurrahman,
Jakarta
o Nasaruddin Umar, IAIN Syarif Hidayatullah (Universitas Islam
Negara), Jakarta
o Komaruddin Hidayat, Yayasan Paramadina, Jakarta , dan
lain-lain.
Kelompok ini bertujuan ingin membuat suatu bentuk penafsiran
baru atas agama Islam dengan wawasan sebagai berikut:
a. Keterbukaan
pintu ijtihad pada semua bidang;
b. Penekanan pada semangat religio etik,
bukan pada makna literal sebuah teks;
c. Kebenaran yang relatif, terbuka dan
plural;
d. Pemihakan pada yang minoritas dan tertindas;
e. Kebebasan
beragama dan berkepercayaan;
f. Pemisahan otoritas duniawi dan ukhrawi,
otoritas keagamaan dan politik.
Istilah Islam liberal ini bukanlah hal
yang baru dan telah diusung oleh Nurcholis Madjid pada tahun 70-an, hanya saja
gaungnya sekarang lebih besar karena mereka didukung dana yang sangat besar dari
luar negeri dan mereka menguasai jaringan media massa (Radio, Jawa Pos, Kompas,
Tempo, Metro TV, dan lian-lain).
Menurut JIL, nama “Islam Liberal”
menggambarkan prinsip-prinsip yang menekankan kebebasan pribadi (seusai dengan
doktrin kaum Mu'tazilah tentang kebebasan manusia), dan “pembebasan” struktur
sosial-politik dari dominasi yang tidak sehat dan menindas. Sederhananya JIL
ingin mengatakan bahwa secara pribadi bebas (liberal) menafsirkan Islam sesuai
hawa nafsunya dan membebaskan (liberal) negara dari intervensi agama
(sekuler).
Unik memang, pada saat seseorang telah menyatakan menganut
Islam maka ia terikat dengan hukum syara’ atau ia seorang mukhallaf dan ia tidak
bebas lagi (liberal) karena ucapan dan perilakunya telah dibatasi oleh syari’at.
Disisi lain bagaimana mungkin bisa menggabungkan antara Islam dan Liberal karena
keduanya adalah ideologi yang saling bertentangan. Islam meyakini bahwa Syari’at
Allah harus dijalankan diseluruh sisi kehidupan, sedangkan Liberal meyakini
pemisahan urusan agama dan negara.
Baiknya coba kita permudah pembahasan
ide-ide JIL ini dalam 3 topik saja, yakni:
1. Ijtihad: keterbukaan pintu
ijtihad pada semua bidang
2. Inklusifisme: kebenaran yang relatif, terbuka
dan plural
3. Sekuler: pemisahan otoritas duniawi dan ukhrawi, otoritas
keagamaan dan politik
1. Ijtihad
JIL meyakini bahwa pintu ijtihad masih terbuka dalam
semua bidang dan untuk semua orang, penutupan pintu ijtihad akan menutup pintu
akal dan kreatifitas seseorang.
Pintu ijtihad memang masih terbuka hingga
saat ini tetapi para ulama telah memberikan batasan dalam hal apa saja boleh
berijtihad dan syarat seseorang mampu mengeluarkan ijtihad
(mujtahid).
Setiap orang boleh saja berijtihad tetapi ulama memberikan
syarat-syarat seorang mujtahid, antara lain:
a. Pengetahuan bahasa Arab,
lafadz dan susunan (tarkib) yang berhubungan dengan dalil-dalil hukum yang akan
digali (istimbath);
b. Pengetahuan terhadap syara' yakni nash (dalil) dari
al-Qur'an dan Sunnah;
c. Pengetahuan terhadap waqi' yang akan
dihukumi.
Bahkan DR Yusuf Qaradhawi (Masalah-masalah Islam kontemporer)
memberikan syarat yang lebih berat semisal pengetahuan bahasa Arab, mengetahui
tempat-tempat ijma’ yang tepat, ushul fiqih, qiyas dan penyimpulan,
kaidah-kaidah syara’. Syarat lain harus adil, bertaqwa, tidak mengikuti hawa
nafsu atau menjual agamanya untuk kehidupan dunia. Dengan demikian menurut Yusuf
Qaradhawi, ijtihad bukan pintu yang terbuka bagi semua orang.
Disisi lain
pintu ijtihad tertutup untuk nash-nash (dalil) qath'i tsubut (sudah pasti dari
segi wujud) dan qath'i dilalah (sudah pasti dari segi petunjuk). Seperti
dalil-dalil berikut:
Orang perempuan dan laki-laki yang berzina jilidlah
masing-masing dari keduanya seratus kali jilid. (Qs. an-Nuur [24]:
2).
Laki-laki yang mencuri dan perempuan yang mencuri, potonglah tangan
keduanya (sebagai) pembalasan bagi apa yang mereka kerjakan dan sebagai siksaan
dari Allah. (Qs. al-Maa'idah [5]: 38).
Atau kewajiban shalat, puasa,
haji, adanya malaikat, syaithan, lauhul mahfuz, akhirat, dan lain-lain. Disini
akal tidak mampu lagi menjangkaunya dan kita wajib mengimaninya sesuai dengan
penjelesan al-Qur'an dan sunnah.
Masalah terbukanya pintu ijtihad ini
merupakan gerbang utama bagi JIL untuk menghancurkan syari’at Islam, karena jika
berhasil meyakinkan umat bahwa ijtihad masih terbuka untuk semua bidang dan
setiap orang maka mereka dapat menafsirkan ayat-ayat Allah dan hadits sesuai
hawa nafsu mereka. Seperti yang sempat dihebohkan beberapa waktu yang lalu
tentang “Jilbab tidak wajib dan merupakan kebudayaan Arab”; “Laki-laki
non-muslim boleh mengawini muslimah”; “Kebebasan beragama atau murtad”; dan
lain-lain.
2. Inklusifisme
Inklusifisme secara ringkas dapat diartikan tidak
eksklusif atau tidak merasa paling benar sendiri, dalam bahasa JIL bahwa agama
itu seperti roda yang mempunyai jari-jari. Setiap agama adalah jari-jari dari
roda tersebut, jika semua pemeluk agama (apapun agamanya) dan dia berbuat saleh
maka semuanya akan menuju kesatu titik poros roda tersebut yakni syurga.
Artinya, seorang Muslim, Nasrani, Hindu, Budha atau Konghucu, bila menjalankan
agama dengan benar (saleh) maka semuanya akan masuk syurga.
Hal ini jelas
bertentangan dengan aqidah Islam, Innaddiina'indallahil Islami.
Sesungguhnya dien (agama/sistem hidup) yang diridhai Allah adalah Islam.
(Qs. Ali-Imran [3]: 19).
Barangsiapa yang mengambil selain Islam sebagai
dien, tidak akan diterima apapun darinya dan ia diakhirat tergolong orang yang
rugi. (Qs. Ali-Imran [3]: 85).
Pada hari ini telah Aku sempurnakan untuk
kalian agama kalian, telah Aku cukupkan atas kalian nikmat-Ku, dan telah Aku
ridhai Islam sebagai agama bagi kalian. (Qs. al-Maa'idah [5]: 3).
Hai
orang yang beriman, bertaqwalah kepada Allah sebenar-benarnya taqwa kepada-Nya,
dan janganlah sekali-kali kamu mati melainkan dalam keadaan beragama Islam. (Qs.
Ali-Imran [3]: 102).
Islam itu unggul dan tidak ada yang dapat
mengunggulinya. [HR Bukhari].
Dan Islam tidak bisa disamakan dengan
agama-agama lain tersebut karena seorang Muslim yang beriman maka syurga
balasannya, sedangkan orang-orang kafir dan musyrik itu adalah orang-orang yang
sesat dan merugi serta kekal dalam neraka,
Sesungguhnya Allah tidak
mengampuni dosa syirik. Dan Dia mengampuni dosa selain syirik itu bagi siapa
saja yang dikehendaki-Nya. Siapa saja yang menyekutukan sesuatu dengan Allah,
maka sesungguhnya ia tersesat sejauh-jauhnya. (Qs. an-Nisaa’ [4]:
116).
Hai orang yang beriman, jika kamu mengikuti sebahagian dari
orang-orang yang yang diberi Alkitab, niscaya mereka akan mengembalikan kamu
menjadi orang kafir sesudah kamu beriman. (Qs. Ali-Imran [3]:
100).
Dengan konsep yang menyesatkan ini, maka umat akan dengan mudah
murtad karena mereka merasa dengan memeluk selain Islampun mereka akan masuk
syurga juga.
3. Sekuler
Menurut JIL, Islam tidak mengenal pemerintahan dan agama
tidak mempunyai kewenangan dalam mengatur negara.
Jika kita ingin
menerapkan Islam secara kaffah dalam semua sektor kehidupan kita maka mau tidak
mau harus memformalkan syari’at Allah Swt yang terdapat dalam al-Qur'an dan
sunnah dalam bentuk Undang-undang (UU), dan sebuah UU tidak akan berjalan jika
tidak dipayungi oleh sebuah pemerintahan (daulah). Hal ini-pun telah dicontohkan
oleh Rasulullah saw dan khalifah-khalifah sesudah beliau.
Beliau
menjalankan pemerintahan di Madinah, menetapkan hukum-hukum eknomi/perdagangan,
sosial/pergaulan, politik luar negeri, membentuk pasukan, peradilan, pendidikan,
dan lain-lain. Beliau mengangkat pembantu-pembantu (mu’awin), wali, amirul
jihad, amil, qadhi, dll. Dan dilanjutkan oleh Khulafaur Rasyidin dengan
mengangkat Abu Bakar, Umar, Utsman dan Ali, kemudian kekhalifahan Bani Muawiyah,
Abassiyah hingga Utsmaniyah. Hal ini merupakan suatu fakta bahwa Islam mengenal
negara atau Islam tidak bisa dipisahkan dengan negara.
Banyak dalil-dalil
yang mewajibkan terbentuknya sebuah Khilafah Islamiyah ini,
Bila dibai'at
dua orang Khalifah (pada waktu yang sama), maka perangilah orang yang kedua.
[al-Hadist].
(Dan) Siapa saja yang mati dan di pundaknya tidak ada bai'at
(kepada Khalifah), maka ia mati dalam keadaan seperti mati jahiliah. [HR
Muslim].
Maka demi Tuhanmu. Mereka tidak beriman (sebenarnya) sehingga
mereka menjadikan kamu hakim untuk memutuskan perselisihan antara mereka.
Kemudian mereka tidak merasa dalam hatinya keberatan terhadap putusanmu, dan
menerima dengan perasaan lega. (Qs. an-Nisaa’ [4]: 65).
Dan kita sangat
merindukan tegaknya kembali kekhilafahan Islam ini setelah vakum selama 80
tahun, disaat runtuhnya Khilafah Utsmaniyah di Turki tahun 1924 M.
Demikianlah sepak terjang JIL dengan aqidah sesatnya dan menyesatkan
umat, dan merupakan tantangan bagi para hamilud dakwah untuk lebih intensif
berinteraksi dengan umat untuk mensosialisasikan betapa pentingnya tegaknya
syari’at Islam. Wallahua’lam,
darussalam- Co-Administrator
-
Posts : 411
Kepercayaan : Islam
Location : Brunei Darussalam
Join date : 25.11.11
Reputation : 10
Similar topics
» menelusuri gagasan sekulerisasi cak nur
» Islam-phobia?Status Anak Angkat Kristen
» Inti Ajaran Buddha
» inti ajaran islam
» inti dakwah para nabi
» Islam-phobia?Status Anak Angkat Kristen
» Inti Ajaran Buddha
» inti ajaran islam
» inti dakwah para nabi
Halaman 1 dari 1
Permissions in this forum:
Anda tidak dapat menjawab topik