Hukum Allah adalah Konstitusi
Halaman 1 dari 2 • Share
Halaman 1 dari 2 • 1, 2
Hukum Allah adalah Konstitusi
Tidak dijelaskan lebih lanjut oleh beberapa orang tentang apa yang dimaksud dengan hukum Allah secara terbuka. Apakah itu terkait dengan sanksi atau hukum dalam konteks aturan bernegara dan bermasyarakat atau menjadikan Islam sebagai aturan untuk bertata negara.
Belum ada yang mengetahui apakah orang yang berkata seperti itu dan yang mengusulkan seperti itu sudah mempunyai konsep semacam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Islam atau Perdata Islam. Menjadi keniscayaan bahwa nantinya juga ada perombakan dalam kelembagaan hukum. Tujuan yang telah dibicarakan akan menjadi bermanfaat bila disertai bagaimana isi hukum yang dimaksud.
Berangkat dari ayat 5 50 yang berisi tentang pilihan bagi orang beriman ; mana yang lebih baik antara hukum Jahiliyah atau hukum Allah. Dan pada ayat 49,orang Islam diperintahkan untuk memutuskan perkara/masalah berdasarkan petunjuk Allah dan larangan mengikuti hawa nafsu.
Tidak ada seorang muslim pun yang akan mengingkari bahwa Nabi Muhammad adalah operator Allah paling dahsyat. Dan dalam hidup sosial (bernegara) sang Nabi mencetuskan piagam politik untuk mengatur kehidupan bersama di Madinah yang pada saat itu dihuni beberapa golongan yakni Anshar (warga Madinah yang bermukim di Madinah sebelum kedatangan Islam), Muahajirin/ muslim pendatang dari Mekkah, dan suku2 Yahudi serta beberapa kelompok Nashrani. Piagam ini dibuat atas kesepakatan antara Nabi Muhammad SAW dengan wakil-wakil penduduk kota Madinah. Inilah Konstitusi Islam yang pertama atau biasa kita sebut sebagai Piagam Madinah.
Piagam Madinah membawa konsekuensi dan mengajarkan masyarakat untuk musyawarah dalam urusan umat sendiri pada hal-hal yang berkaitan dengan perincian pelaksanaan kehidupan masyarakat tetapi tidak menyangkut tata cara ibadah/ ‘ubudiyah’.
Pada akhirnya akan menjadi pertanyaan besar,apa maksud hukum Allah di atas hukum konstitusi/negara? Karena sesungguhnya musyawarah atau kesepakatan adalah hukum Allah juga dan mustahil bila sanksi Islam diterapkan pada orang yang beragama lain.Dan Piagam Madinah pun berisi pesan yang mungkin tidak terpikirkan oleh kebanyakan orang yaitu sebuah pesan untuk berlaku adil terhadap siapapun bahkan kepada para pembenci. Seorang Ali bin Abi Thalib batal menghukum mati seseorang karena menyadari bahwa keputusannya dilandasi oleh emosional. Dan dalam kasus dugaan penistaan agama dan mungkin beberapa kasus lain,kita bisa lihat azas keadilan yang dimiliki oleh Ali bin Abi Thalibb jarang ada dalam diri penggugat perdata maupun pidana.
Rasa keadilan ini terkandung dalam pasal 42 yang tertulis ;
Bila terjadi suatu persitiwa atau perselisihan di antara pendukung piagam ini, yang dikhawatirkan menimbulkan bahaya, diserahkan penyelesaiannya menurut (ketentuan) Allah Azza Wa Jalla, dan (keputusan) Muhammad SAW. Sesungguhnya Allah paling memelihara dan memandang baik isi piagam ini
Hukum negara yang berlaku saat ini,semestinya dipandang sebagai ketentuan Allah sekalipun itu produk warisan Belanda. Mengapa harus menerima warisan Belanda sebagai ketentuan Allah?
Karena disitu ada kesepakatan. Anda,saya dan dia,muslim,Katolik,Hindu,Budha beserta kelompok manapun akan kesulitan mencapai titik temu dalam menyusun rancangan KUHP baru. Ada titik temu bila terjadi konflik pidana yang melibatkan antar golongan atau antar agama. Contoh ; seorang beragama A mencuri di rumah orang di pedalaman dan biasa menggunakan hukum adat B. Hukum mana yang harus diberlakukan bagi pencuri?
Termasuk di dalam kasus yang saat ini menjadi sorotan publik internasional dan nasional,solusi terbaik adalah membiarkan mekanisme hukum berlaku sebagaimana mestinya. Kepuasan dalam menerima keadilan adalah relatif,
Seseorang berkata ; rasa keadilan dalam kasus Ahok harus terpenuhi.
Pertanyaan adalah ; rasa keadilan menurut siapa?
Karena tuntutan agar keadilan dapat terpenuhi adalah subjektif. Banyak sudut yang dapat digunakan untuk mengukur tingkat kepuasan. Seperti Samsung yang akan kesulitan memuaskan pengguna Xiaomi dan seterusnya. Karena berbicara rasa adalah subjektifitas. Buat anda mungkin tidak pedas tetapi bagi orang lain mungkin sudah berkeringat untuk rasa pedas yang minimal.
Seorang ulama mengatakan ; “Demikianlah, memang sudah seharusnya seorang hamba menerima hukum Allah, sama saja apakah hal itu menguntungkan dirinya atau merugikannya, sama saja apakah hal itu sesuai dengan hawa nafsunya ataukah tidak.”
Mengerahkan massa adalah cara terburuk sekalipun banyak yang berkata bahwa demonstrasi dilakukan ketika ruang aspirasi telah tertutup. Baiklah,saya bertanya siapa yang menerima aspirasi?Sejauh mana penerima aspirasi itu melanjutkan amanah?
Ruang aspirasi itu selalu ada dan menjadikan dia tersumbat adalah penerima aspirasi yang kurang atau tidak peduli dengan suara aspirasi. Jika vox polpuli vox dei,maka penyalur aspirasi telah gagal mendengarkan suara Tuhan. Kesalahan terbesar adalah parlemen ruangan dalam hal mendorong kepolisian untuk memberi prioritas atau juga kegagalan parlemen ruangan mengedukasi umat muslim dalam kasus ini.
Selama ada musyawarah maka tidak akan pernah tertutup suara kebenaran dan selama itu pula Tuhan akan bersama dengan peserta musyawarah selama tidak ada yg berkhianat.
Hukum Allah yang berlaku di Indonesia adalah hukum konstitusi yang berlaku positif di negeri ini, bila seseorang berkata konstitusi adalah buatan manusia,lalu dimana posisi piagam Madinah menurut anda?
Anda boleh menolak bahkan membuang tulisan ini akan tetapi patut diingat ada sebuah tantangan yang harus anda jawab :
Tunjukkan pada publik sebuah Kitab Hukum Pidana dan Perdata Islam yang telah anda buat untuk Sabang sampai Merauke. Dan bersama-sama kita akan mengkaji apakah kitab buatan anda memang pantas berlaku di negeri ini.
Jika anda mampu membuat itu maka tunjukkanlah pada khalayak umum,jika tidak mampu maka berhentilah bermimpi mendirikan Negara Islam di Indonesia.
Untuk Indonesia lebih baik !!!
risdianto- PRAJURIT
-
Age : 50
Posts : 14
Kepercayaan : Islam
Location : Boyolali
Join date : 28.11.16
Reputation : 9
Hukum Allah Dan Hukum Buatan Manusia
Hukum Allah Dan Hukum Buatan Manusia
Mengapa ummat Islam selalu saja mempermasalahkan hukum apa yang diberlakukan di tengah masyarakat? Mengapa ummat Islam tidak bisa menerima saja hukum apapun yang diberlakukan tanpa peduli apakah itu hukum Allah ataukah hukum buatan manusia? Bukankah yang penting adalah law and order alias penegakkan hukum? Apalah artinya jika dalam suatu masyarakat Islam diberlakukan secara formal hukum Allah sebagai hukum negara namun ternyata secara aplikasi tidak terjadi penegakkan hukumnya? Bukankah keadilan bisa dirasakan masyarakat luas bila penegakkan hukum berlaku secara murni dan konsekuen, meskipun hukumnya bukan hukum Allah alias hukum buatan manusia?
Saudaraku, disinilah letaknya komitmen seorang mukmin. Seorang mukmin harus menjawab dengan jujur dan penuh kesadaran. Masyarakat seperti apakah yang ia inginkan? Masyarakat kumpulan hamba-hamba Allah yang beriman dan patuh berserah-diri kepada Allah? Ataukah ia puas dengan berdirinya suatu masyarakat yang terdiri atas kumpulan manusia yang tidak peduli taat atau tidaknya mereka kepada Allah asalkan yang penting masyarakat itu berjalan dengan harmoni tidak saling mengganggu dan menzalimi sehingga semua merasa happy hidup bersama berdampingan dengan damai di dunia?
Saudaraku, seorang mukmin tidak pernah berpendapat sebelum ia bertanya kepada Allah dan RasulNya. Terutama bila pertanyaannya menyangkut urusan yang fundamental dalam kehidupannya. Oleh karenanya marilah kita melihat bagaimana Allah menyuruh kita bersikap bilamana menyangkut urusan hukum. Di dalam Kitabullah Al-Qur’an Al-Karim terdapat banyak ayat yang memberikan panduan bagaimana seorang mukmin mesti bersikap dalam urusan hukum. Di antaranya sebagai berikut:
وَأَنِ احْكُمْ بَيْنَهُمْ بِمَا أَنْزَلَ اللَّهُ وَلَا تَتَّبِعْ أَهْوَاءَهُمْ
وَاحْذَرْهُمْ أَنْ يَفْتِنُوكَ عَنْ بَعْضِ مَا أَنْزَلَ اللَّهُ إِلَيْكَ
“Dan hendaklah kamu memutuskan perkara di antara mereka menurut apa yang diturunkan Allah, dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka. dan berhati-hatilah kamu terhadap mereka, supaya mereka tidak memalingkan kamu dari sebahagian apa yang telah diturunkan Allah kepadamu…”(QS Al Maidah ayat 49)
Dalam buku ”Ringkasan Tafsir Ibnu Katsir” Muhammad Nasib Ar-Rifa’i mengomentari potongan ayat yang berbunyi “Dan hendaklah kamu memutuskan perkara di antara mereka menurut apa yang diturunkan Allah…” dengan catatan sebagai berikut: ”Hai Muhammad, putuskanlah perkara di antara seluruh manusia dengan apa yang diturunkan Allah kepadamu dalam kitab yang agung ini (yaitu Al-Qur’an)…”
Sedangkan firman Allah:
أَفَحُكْمَ الْجَاهِلِيَّةِ يَبْغُونَ وَمَنْ أَحْسَنُ مِنَ اللَّهِ حُكْمًا لِقَوْمٍ يُوقِنُونَ
”Apakah hukum Jahiliyah yang mereka kehendaki, dan (hukum) siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang yakin?” (QS Al Maidah ayat 50)
Mengomentari ayat di atas, maka dalam buku ”Ringkasan Tafsir Ibnu Katsir” penulis mencatat: ”Allah mengingkari orang yang berhukum kepada selain hukum Allah, karena hukum Allah itu mencakup segala kebaikan dan melarang segala keburukan. Berhukum kepada selain hukum Allah berarti beralih kepada hukum selain-Nya, seperti kepada pendapat, hawa nafsu dan konsep-konsep yang disusun oleh para tokoh tanpa bersandar kepada syariat Allah, sebagaimana yang dilakukan oleh masyarakat jahiliyah yang berhukum kepada kesesatan dan kebodohan yang disusun berdasarkan penalaran dan seleranya sendiri. Oleh karena itu Allah berfirman ”Apakah hukum Jahiliyah yang mereka kehendaki?” dan berpaling dari hukum Allah.”
Sedangkan bagian akhir dari ayat di atas yang berbunyi ”…siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang yakin?” maka penulisbuku ”Ringkasan Tafsir Ibnu Katsir” mengomentari ayat tersebut dengan mencatat: ”siapakah yang hukumnya lebih adil daripada Allah bagi orang yang memahami syriat Allah dan beriman kepada-Nya serta meyakini bahwa Allah adalah yang Maha Adil di antara para hakim? Al-Hasan berkata ”Barangsiapa yang berhukum kepada selain hukum Allah maka hukum itu merupakan hukum jahiliyah.” Al—Hafidz Abul-Qasim Ath-Thabrani meriwayatkan dari ibnu Abbas, bahwa Rasulullah shollallahu ’alaih wa sallam bersabda:
أَبْغَضُ النَّاسِ إِلَى اللَّه َمُبْتَغٍ فِي الْإِسْلَامِ سُنَّةَ
الْجَاهِلِيَّةِ وَمُطَّلِبُ دَمِ امْرِئٍ بِغَيْرِ حَقٍّ لِيُهَرِيقَ دَمَهُ
“Manusia yang paling dibenci Allah ialah orang yang menghendaki tradisi jahiliyah dalam Islam dan menuntut darah orang lain tanpa hak untuk menumpahkan darahnya.” (HR Bukhary)
Jadi, barangsiapa yang berhukum kepada selain hukum Allah maka hukum itu merupakan hukum jahiliyah. Sedangkan dalam sistem kehidupan bermasyarakat dewasa ini seluruh negara di seluruh penjuru dunia berhukum dengan selain hukum Allah. Dalam sistem demokrasi sumber hukumnya adalah rakyat, berarti ia bukan hukum Allah alias hukum jahiliyah…! Kalau memang ada satu macam atau beberapa macam hukum yang ada dalam Demokrasi ituserupadengan ajaran Islam atau bahkan memang bersumber dari ajaran Islam, tetap saja itu tidak disebut hukum Allah. Ia tidak disebut hukum Allah karena ia sudah dicampur dengan hukum buatan manusia. Sedangkan sudah cukup jelas apa yang diutarakan penulis di atas ”Allah mengingkari orang yang berhukum kepada selain hukum Allah, karena hukum Allah itu mencakup segala kebaikan dan melarang segala keburukan.” Apakah mungkin ada hukum buatan manusia yang lebih mencakup segala kebaikan dan melarang segala keburukan daripada hukum Pencipta manusia, Allah Subhanahu wa ta’aala?
Saudaraku, menjadi jelaslah kepada kita mengapa ummat Islam senantiasa mempersoalkan hukum apa yang diberlakukan di dalam masyarakat. Karena sesungguhnya urusan ini menyangkut permasalahan paling mendasar yaitu aqidah. Seorang muslim tidak merasa hidup dalam ketenteraman ketika ia diharuskan mematuhi hukum buatan manusia sedangkan keyakinan Iman-Islamnya menyuruh dirinya agar hanya tunduk kepada hukum dan peraturan yang bersumber dari Allah semata. Bahkan keyakinannya memerintahkan dirinya untuk mengingkari dan tidak memandang hukum buatan manusia sebagai layak dipatuhi. Karena ia menyadari bahwa tidak ada manusia sempurna yang dapat dan sanggup merumuskan hukum yang adil bagi segenap jenis manusia. Hanya Sang Pencipta manusia yang pasti Maha Adil dan tidak punya kepentingan apapun terhadap hukum yang dibuatnya untuk kemaslahatan segenap umat manusia.
وَأَنْزَلْنَا إِلَيْكَ الْكِتَابَ بِالْحَقِّ مُصَدِّقًا لِمَا بَيْنَ يَدَيْهِ مِنَ الْكِتَابِ
وَمُهَيْمِنًا عَلَيْهِ فَاحْكُمْ بَيْنَهُمْ بِمَا أَنْزَلَ اللَّهُ وَلَا تَتَّبِعْ أَهْوَاءَهُمْ
عَمَّا جَاءَكَ مِنَ الْحَقِّ لِكُلٍّ جَعَلْنَا مِنْكُمْ شِرْعَةً وَمِنْهَاجًا
وَلَوْ شَاءَ اللَّهُ لَجَعَلَكُمْ أُمَّةً وَاحِدَةً وَلَكِنْ لِيَبْلُوَكُمْ
فِي مَا آَتَاكُمْ فَاسْتَبِقُوا الْخَيْرَاتِ إِلَى اللَّهِ مَرْجِعُكُمْ جَمِيعًا
فَيُنَبِّئُكُمْ بِمَا كُنْتُمْ فِيهِ تَخْتَلِفُونَ
”Dan Kami telah turunkan kepadamu Al Qur’an dengan membawa kebenaran, membenarkan apa yang sebelumnya, yaitu kitab-kitab (yang diturunkan sebelumnya) dan batu ujian terhadap kitab-kitab yang lain itu; maka putuskanlah perkara mereka menurut apa yang Allah turunkan dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka dengan meninggalkan kebenaran yang telah datang kepadamu. Untuk tiap-tiap umat di antara kamu, Kami berikan aturan dan jalan yang terang. Sekiranya Allah menghendaki, niscaya kamu dijadikan-Nya satu umat (saja), tetapi Allah hendak menguji kamu terhadap pemberian-Nya kepadamu, maka berlomba-lombalah berbuat kebajikan. Hanya kepada Allah-lah kembali kamu semuanya, lalu diberitahukan-Nya kepadamu apa yang telah kamu perselisihkan itu.” (QS Al-Maidah ayat 48)
Mengomentari bagian ayat yang berbunyi ”Sekiranya Allah menghendaki, niscaya kamu dijadikan-Nya satu umat (saja), tetapi Allah hendak menguji kamu terhadap pemberian-Nya kepadamu…” penulis buku ”Ringkasan Tafsir Ibnu Katsir” mencatat: ”Allah mencanangkan aneka syariat yang bervariasi untuk menguji hamba-hambaNya dengan apa yang telah disyariatkan kepada mereka. Dan Allah mengganjar atau menyiksa mereka karena mentaati atau mendurhakaiNya. Barangsiapa yang mentaati hukum Allah berarti bakal diganjar dengan pahala di dunia dan di akhirat. Sedangkan mereka yang menolak pemberlakuan hukum Allah bakal disiksa karena penolakannya untuk mematuhi hukum Allah dan lebih ridha dengan hukum buatan manusia. Wallahu a’lam.
https://www.eramuslim.com/suara-langit/penetrasi-ideologi/hukum-allah-dan-hukum-buatan-manusia.htm#.WFNYNtJ961s
Mengapa ummat Islam selalu saja mempermasalahkan hukum apa yang diberlakukan di tengah masyarakat? Mengapa ummat Islam tidak bisa menerima saja hukum apapun yang diberlakukan tanpa peduli apakah itu hukum Allah ataukah hukum buatan manusia? Bukankah yang penting adalah law and order alias penegakkan hukum? Apalah artinya jika dalam suatu masyarakat Islam diberlakukan secara formal hukum Allah sebagai hukum negara namun ternyata secara aplikasi tidak terjadi penegakkan hukumnya? Bukankah keadilan bisa dirasakan masyarakat luas bila penegakkan hukum berlaku secara murni dan konsekuen, meskipun hukumnya bukan hukum Allah alias hukum buatan manusia?
Saudaraku, disinilah letaknya komitmen seorang mukmin. Seorang mukmin harus menjawab dengan jujur dan penuh kesadaran. Masyarakat seperti apakah yang ia inginkan? Masyarakat kumpulan hamba-hamba Allah yang beriman dan patuh berserah-diri kepada Allah? Ataukah ia puas dengan berdirinya suatu masyarakat yang terdiri atas kumpulan manusia yang tidak peduli taat atau tidaknya mereka kepada Allah asalkan yang penting masyarakat itu berjalan dengan harmoni tidak saling mengganggu dan menzalimi sehingga semua merasa happy hidup bersama berdampingan dengan damai di dunia?
Saudaraku, seorang mukmin tidak pernah berpendapat sebelum ia bertanya kepada Allah dan RasulNya. Terutama bila pertanyaannya menyangkut urusan yang fundamental dalam kehidupannya. Oleh karenanya marilah kita melihat bagaimana Allah menyuruh kita bersikap bilamana menyangkut urusan hukum. Di dalam Kitabullah Al-Qur’an Al-Karim terdapat banyak ayat yang memberikan panduan bagaimana seorang mukmin mesti bersikap dalam urusan hukum. Di antaranya sebagai berikut:
وَأَنِ احْكُمْ بَيْنَهُمْ بِمَا أَنْزَلَ اللَّهُ وَلَا تَتَّبِعْ أَهْوَاءَهُمْ
وَاحْذَرْهُمْ أَنْ يَفْتِنُوكَ عَنْ بَعْضِ مَا أَنْزَلَ اللَّهُ إِلَيْكَ
“Dan hendaklah kamu memutuskan perkara di antara mereka menurut apa yang diturunkan Allah, dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka. dan berhati-hatilah kamu terhadap mereka, supaya mereka tidak memalingkan kamu dari sebahagian apa yang telah diturunkan Allah kepadamu…”(QS Al Maidah ayat 49)
Dalam buku ”Ringkasan Tafsir Ibnu Katsir” Muhammad Nasib Ar-Rifa’i mengomentari potongan ayat yang berbunyi “Dan hendaklah kamu memutuskan perkara di antara mereka menurut apa yang diturunkan Allah…” dengan catatan sebagai berikut: ”Hai Muhammad, putuskanlah perkara di antara seluruh manusia dengan apa yang diturunkan Allah kepadamu dalam kitab yang agung ini (yaitu Al-Qur’an)…”
Sedangkan firman Allah:
أَفَحُكْمَ الْجَاهِلِيَّةِ يَبْغُونَ وَمَنْ أَحْسَنُ مِنَ اللَّهِ حُكْمًا لِقَوْمٍ يُوقِنُونَ
”Apakah hukum Jahiliyah yang mereka kehendaki, dan (hukum) siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang yakin?” (QS Al Maidah ayat 50)
Mengomentari ayat di atas, maka dalam buku ”Ringkasan Tafsir Ibnu Katsir” penulis mencatat: ”Allah mengingkari orang yang berhukum kepada selain hukum Allah, karena hukum Allah itu mencakup segala kebaikan dan melarang segala keburukan. Berhukum kepada selain hukum Allah berarti beralih kepada hukum selain-Nya, seperti kepada pendapat, hawa nafsu dan konsep-konsep yang disusun oleh para tokoh tanpa bersandar kepada syariat Allah, sebagaimana yang dilakukan oleh masyarakat jahiliyah yang berhukum kepada kesesatan dan kebodohan yang disusun berdasarkan penalaran dan seleranya sendiri. Oleh karena itu Allah berfirman ”Apakah hukum Jahiliyah yang mereka kehendaki?” dan berpaling dari hukum Allah.”
Sedangkan bagian akhir dari ayat di atas yang berbunyi ”…siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang yakin?” maka penulisbuku ”Ringkasan Tafsir Ibnu Katsir” mengomentari ayat tersebut dengan mencatat: ”siapakah yang hukumnya lebih adil daripada Allah bagi orang yang memahami syriat Allah dan beriman kepada-Nya serta meyakini bahwa Allah adalah yang Maha Adil di antara para hakim? Al-Hasan berkata ”Barangsiapa yang berhukum kepada selain hukum Allah maka hukum itu merupakan hukum jahiliyah.” Al—Hafidz Abul-Qasim Ath-Thabrani meriwayatkan dari ibnu Abbas, bahwa Rasulullah shollallahu ’alaih wa sallam bersabda:
أَبْغَضُ النَّاسِ إِلَى اللَّه َمُبْتَغٍ فِي الْإِسْلَامِ سُنَّةَ
الْجَاهِلِيَّةِ وَمُطَّلِبُ دَمِ امْرِئٍ بِغَيْرِ حَقٍّ لِيُهَرِيقَ دَمَهُ
“Manusia yang paling dibenci Allah ialah orang yang menghendaki tradisi jahiliyah dalam Islam dan menuntut darah orang lain tanpa hak untuk menumpahkan darahnya.” (HR Bukhary)
Jadi, barangsiapa yang berhukum kepada selain hukum Allah maka hukum itu merupakan hukum jahiliyah. Sedangkan dalam sistem kehidupan bermasyarakat dewasa ini seluruh negara di seluruh penjuru dunia berhukum dengan selain hukum Allah. Dalam sistem demokrasi sumber hukumnya adalah rakyat, berarti ia bukan hukum Allah alias hukum jahiliyah…! Kalau memang ada satu macam atau beberapa macam hukum yang ada dalam Demokrasi ituserupadengan ajaran Islam atau bahkan memang bersumber dari ajaran Islam, tetap saja itu tidak disebut hukum Allah. Ia tidak disebut hukum Allah karena ia sudah dicampur dengan hukum buatan manusia. Sedangkan sudah cukup jelas apa yang diutarakan penulis di atas ”Allah mengingkari orang yang berhukum kepada selain hukum Allah, karena hukum Allah itu mencakup segala kebaikan dan melarang segala keburukan.” Apakah mungkin ada hukum buatan manusia yang lebih mencakup segala kebaikan dan melarang segala keburukan daripada hukum Pencipta manusia, Allah Subhanahu wa ta’aala?
Saudaraku, menjadi jelaslah kepada kita mengapa ummat Islam senantiasa mempersoalkan hukum apa yang diberlakukan di dalam masyarakat. Karena sesungguhnya urusan ini menyangkut permasalahan paling mendasar yaitu aqidah. Seorang muslim tidak merasa hidup dalam ketenteraman ketika ia diharuskan mematuhi hukum buatan manusia sedangkan keyakinan Iman-Islamnya menyuruh dirinya agar hanya tunduk kepada hukum dan peraturan yang bersumber dari Allah semata. Bahkan keyakinannya memerintahkan dirinya untuk mengingkari dan tidak memandang hukum buatan manusia sebagai layak dipatuhi. Karena ia menyadari bahwa tidak ada manusia sempurna yang dapat dan sanggup merumuskan hukum yang adil bagi segenap jenis manusia. Hanya Sang Pencipta manusia yang pasti Maha Adil dan tidak punya kepentingan apapun terhadap hukum yang dibuatnya untuk kemaslahatan segenap umat manusia.
وَأَنْزَلْنَا إِلَيْكَ الْكِتَابَ بِالْحَقِّ مُصَدِّقًا لِمَا بَيْنَ يَدَيْهِ مِنَ الْكِتَابِ
وَمُهَيْمِنًا عَلَيْهِ فَاحْكُمْ بَيْنَهُمْ بِمَا أَنْزَلَ اللَّهُ وَلَا تَتَّبِعْ أَهْوَاءَهُمْ
عَمَّا جَاءَكَ مِنَ الْحَقِّ لِكُلٍّ جَعَلْنَا مِنْكُمْ شِرْعَةً وَمِنْهَاجًا
وَلَوْ شَاءَ اللَّهُ لَجَعَلَكُمْ أُمَّةً وَاحِدَةً وَلَكِنْ لِيَبْلُوَكُمْ
فِي مَا آَتَاكُمْ فَاسْتَبِقُوا الْخَيْرَاتِ إِلَى اللَّهِ مَرْجِعُكُمْ جَمِيعًا
فَيُنَبِّئُكُمْ بِمَا كُنْتُمْ فِيهِ تَخْتَلِفُونَ
”Dan Kami telah turunkan kepadamu Al Qur’an dengan membawa kebenaran, membenarkan apa yang sebelumnya, yaitu kitab-kitab (yang diturunkan sebelumnya) dan batu ujian terhadap kitab-kitab yang lain itu; maka putuskanlah perkara mereka menurut apa yang Allah turunkan dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka dengan meninggalkan kebenaran yang telah datang kepadamu. Untuk tiap-tiap umat di antara kamu, Kami berikan aturan dan jalan yang terang. Sekiranya Allah menghendaki, niscaya kamu dijadikan-Nya satu umat (saja), tetapi Allah hendak menguji kamu terhadap pemberian-Nya kepadamu, maka berlomba-lombalah berbuat kebajikan. Hanya kepada Allah-lah kembali kamu semuanya, lalu diberitahukan-Nya kepadamu apa yang telah kamu perselisihkan itu.” (QS Al-Maidah ayat 48)
Mengomentari bagian ayat yang berbunyi ”Sekiranya Allah menghendaki, niscaya kamu dijadikan-Nya satu umat (saja), tetapi Allah hendak menguji kamu terhadap pemberian-Nya kepadamu…” penulis buku ”Ringkasan Tafsir Ibnu Katsir” mencatat: ”Allah mencanangkan aneka syariat yang bervariasi untuk menguji hamba-hambaNya dengan apa yang telah disyariatkan kepada mereka. Dan Allah mengganjar atau menyiksa mereka karena mentaati atau mendurhakaiNya. Barangsiapa yang mentaati hukum Allah berarti bakal diganjar dengan pahala di dunia dan di akhirat. Sedangkan mereka yang menolak pemberlakuan hukum Allah bakal disiksa karena penolakannya untuk mematuhi hukum Allah dan lebih ridha dengan hukum buatan manusia. Wallahu a’lam.
https://www.eramuslim.com/suara-langit/penetrasi-ideologi/hukum-allah-dan-hukum-buatan-manusia.htm#.WFNYNtJ961s
isaku- KAPTEN
-
Posts : 3590
Kepercayaan : Islam
Location : Jakarta
Join date : 17.09.12
Reputation : 141
Re: Hukum Allah adalah Konstitusi
bila nanti thread ini lanjut jadi diskusi member dan member >>> jadi bukan balas2an artikel ....
saya ikutan yak .... tp untuk sementara nonton dulu
saya ikutan yak .... tp untuk sementara nonton dulu
dee-nee- LETNAN KOLONEL
-
Posts : 8645
Kepercayaan : Islam
Location : Jakarta
Join date : 02.08.12
Reputation : 182
Re: Hukum Allah adalah Konstitusi
maksudnya ya, jika hukum konstitusi nya tidak sesuai kebenaran/hukum Allah, maka yang dipakai ya kebenaran, bukan hukum konstitusi!risdianto wrote:Pada akhirnya akan menjadi pertanyaan besar, apa maksud hukum Allah di atas hukum konstitusi/negara?
kebenarannya siapa, tiap orang kan punya kebenaran sendiri2? ya sesuai QS. 5:48, kebenarannya masing-masing orang! lha kalau terjadi bentrokan gimana? yang namanya segala sesuatunya itu kan bisa diukur/dites, seni & psikologi aja ada ilmu & sekolahannya kok, kenapa kebenaran tidak bisa? tapi bahkan kalau nanti terjadi bentrokan pun, itu masih lebih baik daripada damai (karena semuanya sedikit banyak pada berkompromi kepada kebatilan), tapi semuanya masuk neraka setelahnya!
frontline defender- MAYOR
- Posts : 6462
Kepercayaan : Islam
Join date : 17.11.11
Reputation : 137
Re: Hukum Allah adalah Konstitusi
frontline defender wrote:maksudnya ya, jika hukum konstitusi nya tidak sesuai kebenaran/hukum Allah, maka yang dipakai ya kebenaran, bukan hukum konstitusi!risdianto wrote:Pada akhirnya akan menjadi pertanyaan besar, apa maksud hukum Allah di atas hukum konstitusi/negara?
bold : jadi konteks-nya ... JIKA ya
JIKA TIDAK sesuai .... tapi JIKA sesuai ... maka kembali ke pertanyaan bung ristidianto yang merah
gimana menurut bung FD ??
-------------------------------------------------
frontline defender wrote:kebenarannya siapa, tiap orang kan punya kebenaran sendiri2? ya sesuai QS. 5:48, kebenarannya masing-masing orang! lha kalau terjadi bentrokan gimana? yang namanya segala sesuatunya itu kan bisa diukur/dites, seni & psikologi aja ada ilmu & sekolahannya kok, kenapa kebenaran tidak bisa? tapi bahkan kalau nanti terjadi bentrokan pun, itu masih lebih baik daripada damai (karena semuanya sedikit banyak pada berkompromi kepada kebatilan), tapi semuanya masuk neraka setelahnya!
bold : maka sesuai QS 5:48
”Dan Kami telah turunkan kepadamu Al Qur’an dengan membawa kebenaran, membenarkan apa yang sebelumnya, yaitu kitab-kitab (yang diturunkan sebelumnya) dan batu ujian terhadap kitab-kitab yang lain itu; maka putuskanlah perkara mereka menurut apa yang Allah turunkan dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka dengan meninggalkan kebenaran yang telah datang kepadamu. Untuk tiap-tiap umat di antara kamu, Kami berikan aturan dan jalan yang terang. Sekiranya Allah menghendaki, niscaya kamu dijadikan-Nya satu umat (saja), tetapi Allah hendak menguji kamu terhadap pemberian-Nya kepadamu, maka berlomba-lombalah berbuat kebajikan. Hanya kepada Allah-lah kembali kamu semuanya, lalu diberitahukan-Nya kepadamu apa yang telah kamu perselisihkan itu.” (QS Al-Maidah ayat 48)
untuk yang bold underline diatas ... itu maksudnya .... kebenaran-nya masing2 orang dalam memahami (menafsirkan) Al Quran itu sendiri kan ya ... bila disambung dengan QS 5:48 itu sendiri (khususnya yang merah)
sip ... saya oke disini
tapi untuk yang biru : apakah damai artinya harus dan sudah pasti "berkompromi pada kebatilan" ??
bagaimana dengan kalimat bung risdianto itu sendiri ??
risdianto wrote:Selama ada musyawarah maka tidak akan pernah tertutup suara kebenaran dan selama itu pula Tuhan akan bersama dengan peserta musyawarah selama tidak ada yg berkhianat.
dee-nee- LETNAN KOLONEL
-
Posts : 8645
Kepercayaan : Islam
Location : Jakarta
Join date : 02.08.12
Reputation : 182
Re: Hukum Allah adalah Konstitusi
Tanpa mengurangi rasa hormat, Sejujurnya saya lebih suka membuangnyarisdianto wrote:Anda boleh menolak bahkan membuang tulisan ini akan tetapi patut diingat ada sebuah tantangan yang harus anda jawab :
Boleh tapi tidak perlu, malah buang2 waktu. Jika semua orang sudah sepakat dan hukum Allah sudah diangkat pada posisi tertinggi, seluruh undang2 yang ada tinggal di crosscheck. Yang berseberangan dengan hukum Allah ganti. Bukan buatan siapanya yang penting, tapi kemana reference nya.Tunjukkan pada publik sebuah Kitab Hukum Pidana dan Perdata Islam yang telah anda buat untuk Sabang sampai Merauke. Dan bersama-sama kita akan mengkaji apakah kitab buatan anda memang pantas berlaku di negeri ini.
Jika tidak sanggup memikul tanggungjawab yang besar, berhentilah menjadi kerikil di tengah jalan.Jika anda mampu membuat itu maka tunjukkanlah pada khalayak umum,jika tidak mampu maka berhentilah bermimpi mendirikan Negara Islam di Indonesia.
Tidak penting apa judulnya, NKRI pun g masalah kok, malah dakwah juga tidak dibatasi oleh sekat2 negara
Adakah yang lebih baik selain Allah?Untuk Indonesia lebih baik !!!
isaku- KAPTEN
-
Posts : 3590
Kepercayaan : Islam
Location : Jakarta
Join date : 17.09.12
Reputation : 141
Re: Hukum Allah adalah Konstitusi
tentu saja, kalau pada dasarnya, hukumnya sudah hukum Allah, buat apa diganti?dee-nee wrote:bold : jadi konteks-nya ... JIKA ya
JIKA TIDAK sesuai .... tapi JIKA sesuai ... maka kembali ke pertanyaan bung ristidianto yang merah
gimana menurut bung FD ??
Al-Quran & Kitab-Kitab lainnya juga, mengingat yang dimaksud satu umat dalam ayat tsb adalah Al-Quran :dee-nee wrote:bold : maka sesuai QS 5:48
”Dan Kami telah turunkan kepadamu Al Qur’an dengan membawa kebenaran, membenarkan apa yang sebelumnya, yaitu kitab-kitab (yang diturunkan sebelumnya) dan batu ujian terhadap kitab-kitab yang lain itu; maka putuskanlah perkara mereka menurut apa yang Allah turunkan dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka dengan meninggalkan kebenaran yang telah datang kepadamu. Untuk tiap-tiap umat di antara kamu, Kami berikan aturan dan jalan yang terang. Sekiranya Allah menghendaki, niscaya kamu dijadikan-Nya satu umat (saja), tetapi Allah hendak menguji kamu terhadap pemberian-Nya kepadamu, maka berlomba-lombalah berbuat kebajikan. Hanya kepada Allah-lah kembali kamu semuanya, lalu diberitahukan-Nya kepadamu apa yang telah kamu perselisihkan itu.” (QS Al-Maidah ayat 48)
untuk yang bold underline diatas ... itu maksudnya .... kebenaran-nya masing2 orang dalam memahami (menafsirkan) Al Quran itu sendiri kan ya ... bila disambung dengan QS 5:48 itu sendiri (khususnya yang merah)
sip ... saya oke disini
Dan Kami telah turunkan kepadamu Al Qur’an dengan membawa kebenaran, membenarkan apa yang sebelumnya, yaitu kitab-kitab (yang diturunkan sebelumnya) dan batu ujian terhadap kitab-kitab yang lain itu; maka putuskanlah perkara mereka menurut apa yang Allah turunkan dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka dengan meninggalkan kebenaran yang telah datang kepadamu. Untuk tiap-tiap umat di antara kamu, Kami berikan aturan dan jalan yang terang. Sekiranya Allah menghendaki, niscaya kamu dijadikan-Nya satu umat (saja)
ya sudah pastilah, kalau standar kebenarannya berbeda2, supaya bisa berkompromi kan harus menyamakan satu sama lain, masing2 pihak harus sedikit banyak menerima apa yang dianggapnya tidak benar, yang standar kebenarannya kanan, harus menerima kiri, sehingga menjadi tengah, yang standar kebenarannya kiri, harus menerima kanan, sehingga menjadi tengah pula, hasilnya tengah & tengah bisa bersatu, gitu loh gambaran kasarnya!dee-nee wrote:tapi untuk yang biru : apakah damai artinya harus dan sudah pasti "berkompromi pada kebatilan" ??
maksudnya tentu musyawarah untuk mencari kompromi kepada manusia, yang mana kalau dipikir2, tentu saja itu tidak ada hubungannya dengan Tuhan, wong perbuatan mencari ridha manusia kok dihubungkan dengan mencari ridha Tuhan?dee-nee wrote:bagaimana dengan kalimat bung risdianto itu sendiri ??
Selama ada musyawarah maka tidak akan pernah tertutup suara kebenaran dan selama itu pula Tuhan akan bersama dengan peserta musyawarah selama tidak ada yg berkhianat.
frontline defender- MAYOR
- Posts : 6462
Kepercayaan : Islam
Join date : 17.11.11
Reputation : 137
Re: Hukum Allah adalah Konstitusi
Hukum Allah memang bisa diatas konstitusi,
karena hanya Hukum Allah yang bisa mengikat/menjerat dengan Hukum pada lahir dan batin manusia bahkan mampu menjerat dengan Hukum pada manifestasi yang terlihat dan tidak terlihat dari makhluk yang tak terlihat yang bertujuan jahat.
sedangkan hukum konstitusi hanya mampu menjerat kejahatan yang telah termanifestasi dalam perbuatan atau ucapan
tapi Hukum Allah mampu menjerat kejahatan yang termanifestasi dalam batin
bahkan jin-jin, raja jin dan malaikat-malaikat, setan-setan, raja setan, pun terikat oleh Hukum Allah
karena hanya Hukum Allah yang bisa mengikat/menjerat dengan Hukum pada lahir dan batin manusia bahkan mampu menjerat dengan Hukum pada manifestasi yang terlihat dan tidak terlihat dari makhluk yang tak terlihat yang bertujuan jahat.
sedangkan hukum konstitusi hanya mampu menjerat kejahatan yang telah termanifestasi dalam perbuatan atau ucapan
tapi Hukum Allah mampu menjerat kejahatan yang termanifestasi dalam batin
bahkan jin-jin, raja jin dan malaikat-malaikat, setan-setan, raja setan, pun terikat oleh Hukum Allah
njlajahweb- BANNED
-
Posts : 39612
Kepercayaan : Protestan
Location : banyuwangi
Join date : 30.04.13
Reputation : 119
Re: Hukum Allah adalah Konstitusi
maaf ... yang ini saya telat baca ... baru baca sekarang
oke ... jadi kalau balik ke statement mas FD sebelumnya pada mas risdi
disini maksudnya :
merah : kalau sampai terjadi bentrok ... maka pada akhirnya semua akan bisa melihat mana yang benar dan salah .... mana yang sesuai dengan kebenaran Al Quran dan mana yang tidak sesuai >>> begitu ya ??
biru : dan kalaupun masih terus terjadi bentrok .... lebih baik diteruskan saja bentrok tersebut daripada berdamai untuk mencari jalan tengah (yang sedikit banyak artinya berkompromi pada kebatilan) >>>> jadi intinya kalau sudah yakin ... bahwa yang mereka yakini adalah kebenaran ... tidak ada lagi kompromi dan jalan tengah >>> begitu ya ??
tapi disatu pihak tentang yang ungu : saya quote ulang dengan tulisan mas risdi ... supaya lebih enak dibaca
ungu underline : menurut saya ada saja sih hubungannya dengan Tuhan ....
karena kalau dipikir2 lagi ... musyawarah dilakukan untuk mencari kompromi manusia agar terjadi damai ... dan damai itu artinya tidak konflik
katakanlah anda mengatakan "untuk apa damai bila akhirnya mencari jalan tengah / berkompromi dengan kebatilan" ...
tanggapan saya : ya tidak harus berkompromi dengan kebatilan juga sih ... bagaimana kalau "musyawarah" ini dilakukan dengan syariat2 yang benar ... misalnya dilakukan sesuai syarat2 islah
http://laely-widjajati.blogspot.co.id/2013/11/islah-menurut-islam.html (maaf saya ambil link blogspot karena susah cari yang lengkap tentang hukum islah .... terlalu panjang dan kebanyakan dalam bentuk pdf)
jadi .... misalnya balik ke diskusi sebelumnya
bold : kalau standar kebenarannya berbeda2 ... lalu terjadi perselisihan ... bukankah Allah juga sudah mengatakan
Sekiranya Allah menghendaki, niscaya kamu dijadikan-Nya satu umat (saja), tetapi Allah hendak menguji kamu terhadap pemberian-Nya kepadamu, maka berlomba-lombalah berbuat kebajikan. Hanya kepada Allah-lah kembali kamu semuanya, lalu diberitahukan-Nya kepadamu apa yang telah kamu perselisihkan itu.” (QS Al-Maidah ayat 48)
bagaimana bila musyawarah untuk damai ini adalah bagian dari "berlomba2 berbuat kebajikan" itu sendiri ?? >>>> apakah tidak akan dapat ridha Allah juga ??
toh tentang standar kebenaran yang berbeda2 ... pada akhirnya juga akan diberitahukan Allah tentang kebenaran tersebut (setelah kita kembali kepada-Nya)
frontline defender wrote:tentu saja, kalau pada dasarnya, hukumnya sudah hukum Allah, buat apa diganti?dee-nee wrote:bold : jadi konteks-nya ... JIKA ya
JIKA TIDAK sesuai .... tapi JIKA sesuai ... maka kembali ke pertanyaan bung ristidianto yang merah
gimana menurut bung FD ??
Al-Quran & Kitab-Kitab lainnya juga, mengingat yang dimaksud satu umat dalam ayat tsb adalah Al-Quran :dee-nee wrote:bold : maka sesuai QS 5:48
”Dan Kami telah turunkan kepadamu Al Qur’an dengan membawa kebenaran, membenarkan apa yang sebelumnya, yaitu kitab-kitab (yang diturunkan sebelumnya) dan batu ujian terhadap kitab-kitab yang lain itu; maka putuskanlah perkara mereka menurut apa yang Allah turunkan dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka dengan meninggalkan kebenaran yang telah datang kepadamu. Untuk tiap-tiap umat di antara kamu, Kami berikan aturan dan jalan yang terang. Sekiranya Allah menghendaki, niscaya kamu dijadikan-Nya satu umat (saja), tetapi Allah hendak menguji kamu terhadap pemberian-Nya kepadamu, maka berlomba-lombalah berbuat kebajikan. Hanya kepada Allah-lah kembali kamu semuanya, lalu diberitahukan-Nya kepadamu apa yang telah kamu perselisihkan itu.” (QS Al-Maidah ayat 48)
untuk yang bold underline diatas ... itu maksudnya .... kebenaran-nya masing2 orang dalam memahami (menafsirkan) Al Quran itu sendiri kan ya ... bila disambung dengan QS 5:48 itu sendiri (khususnya yang merah)
sip ... saya oke disini
Dan Kami telah turunkan kepadamu Al Qur’an dengan membawa kebenaran, membenarkan apa yang sebelumnya, yaitu kitab-kitab (yang diturunkan sebelumnya) dan batu ujian terhadap kitab-kitab yang lain itu; maka putuskanlah perkara mereka menurut apa yang Allah turunkan dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka dengan meninggalkan kebenaran yang telah datang kepadamu. Untuk tiap-tiap umat di antara kamu, Kami berikan aturan dan jalan yang terang. Sekiranya Allah menghendaki, niscaya kamu dijadikan-Nya satu umat (saja)dee-nee wrote:tapi untuk yang biru : apakah damai artinya harus dan sudah pasti "berkompromi pada kebatilan" ??
ya sudah pastilah, kalau standar kebenarannya berbeda2, supaya bisa berkompromi kan harus menyamakan satu sama lain, masing2 pihak harus sedikit banyak menerima apa yang dianggapnya tidak benar, yang standar kebenarannya kanan, harus menerima kiri, sehingga menjadi tengah, yang standar kebenarannya kiri, harus menerima kanan, sehingga menjadi tengah pula, hasilnya tengah & tengah bisa bersatu, gitu loh gambaran kasarnya!dee-nee wrote:bagaimana dengan kalimat bung risdianto itu sendiri ??
Selama ada musyawarah maka tidak akan pernah tertutup suara kebenaran dan selama itu pula Tuhan akan bersama dengan peserta musyawarah selama tidak ada yg berkhianat.
maksudnya tentu musyawarah untuk mencari kompromi kepada manusia, yang mana kalau dipikir2, tentu saja itu tidak ada hubungannya dengan Tuhan, wong perbuatan mencari ridha manusia kok dihubungkan dengan mencari ridha Tuhan?
oke ... jadi kalau balik ke statement mas FD sebelumnya pada mas risdi
frontline defender wrote:maksudnya ya, jika hukum konstitusi nya tidak sesuai kebenaran/hukum Allah, maka yang dipakai ya kebenaran, bukan hukum konstitusi!risdianto wrote:Pada akhirnya akan menjadi pertanyaan besar, apa maksud hukum Allah di atas hukum konstitusi/negara?
kebenarannya siapa, tiap orang kan punya kebenaran sendiri2? ya sesuai QS. 5:48, kebenarannya masing-masing orang! lha kalau terjadi bentrokan gimana? yang namanya segala sesuatunya itu kan bisa diukur/dites, seni & psikologi aja ada ilmu & sekolahannya kok, kenapa kebenaran tidak bisa? tapi bahkan kalau nanti terjadi bentrokan pun, itu masih lebih baik daripada damai (karena semuanya sedikit banyak pada berkompromi kepada kebatilan), tapi semuanya masuk neraka setelahnya!
disini maksudnya :
merah : kalau sampai terjadi bentrok ... maka pada akhirnya semua akan bisa melihat mana yang benar dan salah .... mana yang sesuai dengan kebenaran Al Quran dan mana yang tidak sesuai >>> begitu ya ??
biru : dan kalaupun masih terus terjadi bentrok .... lebih baik diteruskan saja bentrok tersebut daripada berdamai untuk mencari jalan tengah (yang sedikit banyak artinya berkompromi pada kebatilan) >>>> jadi intinya kalau sudah yakin ... bahwa yang mereka yakini adalah kebenaran ... tidak ada lagi kompromi dan jalan tengah >>> begitu ya ??
tapi disatu pihak tentang yang ungu : saya quote ulang dengan tulisan mas risdi ... supaya lebih enak dibaca
FD wrote:maksudnya tentu musyawarah untuk mencari kompromi kepada manusia, yang mana kalau dipikir2, tentu saja itu tidak ada hubungannya dengan Tuhan, wong perbuatan mencari ridha manusia kok dihubungkan dengan mencari ridha Tuhan?dee-nee wrote:bagaimana dengan kalimat bung risdianto itu sendiri ??risdianto wrote:Selama ada musyawarah maka tidak akan pernah tertutup suara kebenaran dan selama itu pula Tuhan akan bersama dengan peserta musyawarah selama tidak ada yg berkhianat.
ungu underline : menurut saya ada saja sih hubungannya dengan Tuhan ....
karena kalau dipikir2 lagi ... musyawarah dilakukan untuk mencari kompromi manusia agar terjadi damai ... dan damai itu artinya tidak konflik
katakanlah anda mengatakan "untuk apa damai bila akhirnya mencari jalan tengah / berkompromi dengan kebatilan" ...
tanggapan saya : ya tidak harus berkompromi dengan kebatilan juga sih ... bagaimana kalau "musyawarah" ini dilakukan dengan syariat2 yang benar ... misalnya dilakukan sesuai syarat2 islah
http://laely-widjajati.blogspot.co.id/2013/11/islah-menurut-islam.html (maaf saya ambil link blogspot karena susah cari yang lengkap tentang hukum islah .... terlalu panjang dan kebanyakan dalam bentuk pdf)
jadi .... misalnya balik ke diskusi sebelumnya
FD wrote:dee-nee wrote:tapi untuk yang biru : apakah damai artinya harus dan sudah pasti "berkompromi pada kebatilan" ??
ya sudah pastilah, kalau standar kebenarannya berbeda2, supaya bisa berkompromi kan harus menyamakan satu sama lain, masing2 pihak harus sedikit banyak menerima apa yang dianggapnya tidak benar, yang standar kebenarannya kanan, harus menerima kiri, sehingga menjadi tengah, yang standar kebenarannya kiri, harus menerima kanan, sehingga menjadi tengah pula, hasilnya tengah & tengah bisa bersatu, gitu loh gambaran kasarnya!
bold : kalau standar kebenarannya berbeda2 ... lalu terjadi perselisihan ... bukankah Allah juga sudah mengatakan
Sekiranya Allah menghendaki, niscaya kamu dijadikan-Nya satu umat (saja), tetapi Allah hendak menguji kamu terhadap pemberian-Nya kepadamu, maka berlomba-lombalah berbuat kebajikan. Hanya kepada Allah-lah kembali kamu semuanya, lalu diberitahukan-Nya kepadamu apa yang telah kamu perselisihkan itu.” (QS Al-Maidah ayat 48)
bagaimana bila musyawarah untuk damai ini adalah bagian dari "berlomba2 berbuat kebajikan" itu sendiri ?? >>>> apakah tidak akan dapat ridha Allah juga ??
toh tentang standar kebenaran yang berbeda2 ... pada akhirnya juga akan diberitahukan Allah tentang kebenaran tersebut (setelah kita kembali kepada-Nya)
dee-nee- LETNAN KOLONEL
-
Posts : 8645
Kepercayaan : Islam
Location : Jakarta
Join date : 02.08.12
Reputation : 182
Re: Hukum Allah adalah Konstitusi
nggak lah, bentrok itu kan terjadi kalau tidak ada tes untuk menentukan mana yang benar, atau tes tsb gagal meyakinkan pihak yang tidak benar, intinya yang memperlihatkan benar/salahnya itu tes kebenarannya, bukan bentroknya!dee-nee wrote:merah : kalau sampai terjadi bentrok ... maka pada akhirnya semua akan bisa melihat mana yang benar dan salah .... mana yang sesuai dengan kebenaran Al Quran dan mana yang tidak sesuai >>> begitu ya ??
ya!dee-nee wrote:biru : dan kalaupun masih terus terjadi bentrok .... lebih baik diteruskan saja bentrok tersebut daripada berdamai untuk mencari jalan tengah (yang sedikit banyak artinya berkompromi pada kebatilan) >>>> jadi intinya kalau sudah yakin ... bahwa yang mereka yakini adalah kebenaran ... tidak ada lagi kompromi dan jalan tengah >>> begitu ya ??
1. musyawarahnya memang tidak salah, yang salah itu berkompromi dengan kebatilannya.dee-nee wrote:ungu underline : menurut saya ada saja sih hubungannya dengan Tuhan ....
karena kalau dipikir2 lagi ... musyawarah dilakukan untuk mencari kompromi manusia agar terjadi damai ... dan damai itu artinya tidak konflik
katakanlah anda mengatakan "untuk apa damai bila akhirnya mencari jalan tengah / berkompromi dengan kebatilan" ...
tanggapan saya : ya tidak harus berkompromi dengan kebatilan juga sih ... bagaimana kalau "musyawarah" ini dilakukan dengan syariat2 yang benar ... misalnya dilakukan sesuai syarat2 islah
2. memang adalah hal yang benar, berkompromi dengan kebatilan kecil demi menghindari kebatilan yang lebih besar/mendapatkan kebaikan yang lebih besar, misalnya berdamai dengan kafir yang memerangi, demi bisa mendapatkan kesempatan untuk mengajarkan Islam, yang keliru itu kalau kompromi terhadap kebatilan kecil nya tsb, dianggap sebagai suatu kebenaran, misalnya muslim berkompromi dengan kafir mengorbankan hukum syariah & menyetujui hukum manusia demi mendirikan Indonesia, terus hukum manusia nya dianggap kebenaran/dianggap hukum Allah, seperti yang menjadi judul topik ini!
benar, musyawarah memang termasuk berlomba2 menuju kebaikan, mengingat di dalam musyawarah orang saling menjelaskan bagaimana pendapat apa adalah pendapat yang benar, yang salah itu kalau hasil musyawarah nya terpaksa berkompromi terhadap kebatilan & kemudian kompromi terhadap kebatilan nya itu diyakini sebagai suatu kebenaran!dee-nee wrote:bagaimana bila musyawarah untuk damai ini adalah bagian dari "berlomba2 berbuat kebajikan" itu sendiri ?? >>>> apakah tidak akan dapat ridha Allah juga ??
frontline defender- MAYOR
- Posts : 6462
Kepercayaan : Islam
Join date : 17.11.11
Reputation : 137
Re: Hukum Allah adalah Konstitusi
frontline defender wrote:nggak lah, bentrok itu kan terjadi kalau tidak ada tes untuk menentukan mana yang benar, atau tes tsb gagal meyakinkan pihak yang tidak benar, intinya yang memperlihatkan benar/salahnya itu tes kebenarannya, bukan bentroknya!dee-nee wrote:merah : kalau sampai terjadi bentrok ... maka pada akhirnya semua akan bisa melihat mana yang benar dan salah .... mana yang sesuai dengan kebenaran Al Quran dan mana yang tidak sesuai >>> begitu ya ??
bold : oooww ... jadi maksud kalimat merah sebelumnya :
frontline defender wrote:lha kalau terjadi bentrokan gimana? yang namanya segala sesuatunya itu kan bisa diukur/dites, seni & psikologi aja ada ilmu & sekolahannya kok, kenapa kebenaran tidak bisa?
ini maksudnya sebelum terjadi bentrok ... bahwa segala sesuatu bisa diukur/dites terlebih dahulu untuk melihat mana yang benar dan salah >>> begitu ya ??
------------------------------------------------------------------------
frontline defender wrote:ya!dee-nee wrote:biru : dan kalaupun masih terus terjadi bentrok .... lebih baik diteruskan saja bentrok tersebut daripada berdamai untuk mencari jalan tengah (yang sedikit banyak artinya berkompromi pada kebatilan) >>>> jadi intinya kalau sudah yakin ... bahwa yang mereka yakini adalah kebenaran ... tidak ada lagi kompromi dan jalan tengah >>> begitu ya ??
sip ... saya sudah paham maksudnya
--------------------------------------------------------------------
frontline defender wrote:dee-nee wrote:ungu underline : menurut saya ada saja sih hubungannya dengan Tuhan ....
karena kalau dipikir2 lagi ... musyawarah dilakukan untuk mencari kompromi manusia agar terjadi damai ... dan damai itu artinya tidak konflik
katakanlah anda mengatakan "untuk apa damai bila akhirnya mencari jalan tengah / berkompromi dengan kebatilan" ...
tanggapan saya : ya tidak harus berkompromi dengan kebatilan juga sih ... bagaimana kalau "musyawarah" ini dilakukan dengan syariat2 yang benar ... misalnya dilakukan sesuai syarat2 islah
1. musyawarahnya memang tidak salah, yang salah itu berkompromi dengan kebatilannya.
2. memang adalah hal yang benar, berkompromi dengan kebatilan kecil demi menghindari kebatilan yang lebih besar/mendapatkan kebaikan yang lebih besar, misalnya berdamai dengan kafir yang memerangi, demi bisa mendapatkan kesempatan untuk mengajarkan Islam, yang keliru itu kalau kompromi terhadap kebatilan kecil nya tsb, dianggap sebagai suatu kebenaran, misalnya muslim berkompromi dengan kafir mengorbankan hukum syariah & menyetujui hukum manusia demi mendirikan Indonesia, terus hukum manusia nya dianggap kebenaran/dianggap hukum Allah, seperti yang menjadi judul topik ini!
1. hmmm kalau sampai berkompromi dengan kebatilan ... ya artinya tidak sesuai dengan syarat2 Islah itu sendiri
2. merah : ya ... yang seperti ini sih yang selalu dan sepertinya akan selalu jadi polemik .... YANG SEBETULNYA juga lahir dari kalimat seperti yang mas FD tulis sebelumnya
frontline defender wrote:kebenarannya siapa, tiap orang kan punya kebenaran sendiri2? ya sesuai QS. 5:48, kebenarannya masing-masing orang!
misalnya kalimat yang merah diatas >>> muslim berkompromi dengan kafir mengorbankan hukum syariah & menyetujui hukum manusia demi mendirikan Indonesia >>> ada tiga kalimat yang saya pikir akan balik2 lagi ke warna biru underline diatas ... kalimat2nya :
1. berkompromi dengan kafir >>> yang ini akan menjadi perdebatan ... apakah selalu dan pasti salah bila muslim berkompromi dengan kafir ?? .... jawabnya tidak pasti salah ... karena nyatanya Rasulullah pun pernah membuat kesepakatan dengan kafir (yang otomatis sudah lahir sebuah kompromi didalamnya)
2. mengorbankan hukum syariah >>>> katakanlah sesuai no. 1 disebut oleh salah satu pihak ... "ya kita boleh saja berkompromi dengan kafir tapi tidak boleh mengorbankan hukum syariah" .... maka akan muncul lagi perdebatan dari pihak lain (misalnya) ... "siapa yang mengorbankan hukum syariah ??" .... "kompromi dan kesepakatan ini semua sudah sesuai dengan tuntunan syariah kok" ... "memang hukum syariah apa yang kita korbankan disini??" ... dsb
3. menyetujui hukum manusia demi mendirikan Indonesia >>>> yang ini tambah panjang lagi perdebatannya ... karena toh nyatanya muslim memang diberi hak untuk membuat hukum2 (termasuk hukum dasar/konstitusi) berdasarkan kaidah2 Islam ... berdasarkan hukum Allah itu sendiri seperti yang menjadi judul topik ini
jadi ... kalau runutannya adalah no 3 lanjut ke 1 >>> bagaimana kalau kondisinya seperti ini .... berdasarkan hukum Allah ... umat Islam menetapkan konstitusi/hukum dasar demi mendirikan sebuah negara (no 3) >>> dan tanpa mengorbankan hukum syariah itu sendiri (no.2) umat Islam melakukan kompromi dengan kafir (no.1)
karena begini menurut saya ... misalnya untuk kalimat merah anda : muslim berkompromi dengan kafir mengorbankan hukum syariah & menyetujui hukum manusia demi mendirikan Indonesia, terus hukum manusia nya dianggap kebenaran/dianggap hukum Allah, seperti yang menjadi judul topik ini
tentang kalimat ini .... anggap saja saya pun bisa bilang seperti ini :
"kalau begitu Malaysia pun bukan negara yang sesuai hukum Allah ... 1. Karena nyatanya negara itu berdiri dibawah kompromi/perjanjian dengan Inggris ... 2. mereka pun sudah mengorbankan syariah karena nyatanya Islam tidak pernah mengajarkan pendirian sebuah negara berdasarkan kerajaan atau monarki (yang point 2 ini berlaku juga bagi Arab Saudi) >>> jadi sesuai kalimat anda ... lalu negara mana di dunia ini yang pendiriannya benar2 sesuai dengan tuntunan Islam ??
sekali lagi yang saya tulis diatas ttg Malaysia itu HANYA CONTOH loh ya ... toh saya pribadi sebetulnya juga merasa tidak punya kepentingan dengan negara2 lain
maksud saya menulis diatas ttg Malaysia atau Arab Saudi untuk menjelaskan yang biru diatas ... bahwa pada akhirnya semua tergantung dari "kebenaran menurut siapa?" >>>> jangankan antara kitab2 non-muslim vs kitab muslim ... terkait kitab umat Islam itu sendiri saja (Al Quran) diantara para muslim juga sudah punya versi-nya masing2 ttg apa yang disebut "kebenaran"
maka ... bila sudah seperti hijau ini kondisinya ... ya itulah kenapa saya sebut islah itu tadi daripada terjadi konflik
lanjut ke bawah ....
----------------------------------------------------------------
frontline defender wrote:benar, musyawarah memang termasuk berlomba2 menuju kebaikan, mengingat di dalam musyawarah orang saling menjelaskan bagaimana pendapat apa adalah pendapat yang benar, yang salah itu kalau hasil musyawarah nya terpaksa berkompromi terhadap kebatilan & kemudian kompromi terhadap kebatilan nya itu diyakini sebagai suatu kebenaran!dee-nee wrote:bagaimana bila musyawarah untuk damai ini adalah bagian dari "berlomba2 berbuat kebajikan" itu sendiri ?? >>>> apakah tidak akan dapat ridha Allah juga ??
underline : ya itu dia kembali pada diskusi diatas .... semua muslim pasti sudah sepakat untuk TIDAK berkompromi pada kebatilan .... tapi apakah itu yang disebut kebatilan ... jatuh2nya setiap muslim juga akan membawa hujjah masing2 ulama (yang menurut saya ... banyak hujjah ulama ini berakhir pada kalimat "itu berarti ... batil" ... atau ... "itu berarti ... tidak batil"
kalimat "itu berarti ..." (yang bold) ... menurut saya masih belum bisa disebut kebenaran ....
karena kalau bicara tentang keyakinan (diyakini sebagai suatu kebenaran) ... saya termasuk orang yang berpendapat bahwa "tidak ada yang disebut kebenaran hakiki bila semua itu datang dari kebenaran versi manusia .... kecuali datang dari seorang nabi khususnya Rasullulah saw ... karena jelas yang dijalankan beliau adalah kebenaran versi Allah"
jadi kalau kita balik bicara tentang negara .... pada dasarnya negara Islam YANG PALING BENAR hanya negara yang dijalankan Rasulullah (yang paling benar loh ya ... jadi kita bicara hitam vs putih ... tidak bicara ttg yang abu2)
nah kalau sudah masuk jaman sekarang ... dilihat dari kondisi, situasi dan sebagainya ... pun dimana tidak ada-nya seorang Nabi pun yang meluruskan salah dan benar-nya sebuah perkara ... semua akhirnya menjadi abu2
dan apakah abu2 ini salah ?? >>> tidak ... abu2 tidak harus disebut salah ... tapi bila meyakini yang abu2 ini = putih justru itu yang salah
point saya ... manusia itu SELAMANYA akan berada dalam kondisi abu2 .... TIDAK AKAN PERNAH bisa menjadi putih seperti Rasulullah saw atau nabi2 yang lain ...
mau bagaimanapun kita meniru dan mengikuti sunnah Nabi ... hakikat kita sebagai manusia tetap abu2 ... semakin terang abu2 tersebut ... semakin baik ... karena artinya kita semakin mendekati ajaran Rasulullah ... semakin gelap abu2 yang ada dalam diri kita ... artinya kita semakin menjauhi ajaran Rasulullah >>> gitu kan ya ?? ....
saya setuju sekali dengan yang underline ... tapi tetap kita tidak akan pernah menjadi putih ... artinya kita tetap tidak pernah tau apa itu yang disebut "kebenaran" seperti yang dijalankan Rasulullah
jadi ... kalau balik ttg negara >>> apakah pancasila adalah kebenaran ?? atau apakah pancasila dengan piagam jakarta yang benar ?? atau justru NII yang benar ?? >>> buat saya semua ini tiga2nya BELUM TENTU DISEBUT BENAR selama masih dalam lingkup duniawi ... karena yang paling tau tentang kebenaran dari tiga ini hanya Allah ... dan tentang kebenaran itu sendiri ... maka sesuai Al Maidah : 48 sendiri akan diberitahu Allah nanti
tapi ... bila yang terjadi adalah ... pendukung pancasila berperang/berkonflik dengan pendukung piagam jakarta ... dan katakanlah pancasila menang ... apakah artinya pancasila menjadi benar ?? kan ga juga toh .... hal yang sama berlaku juga bila piagam jakarta yang menang
in the end ... bila nyatanya manusia hakikatnya abu2 ... lalu kemudian abu2 berkonflik (bahkan hingga sampai berperang) dengan abu2 lainnya ... semua itu untuk apa ?? ... berperang ... bunuh2an ... mengorbankan dan menghancurkan semuanya .... hanya untuk mempertahankan suatu keyakinan/ideologi yang semuanya juga masih abu2 ... itu tujuannya apa ?? >>> toh yang paling tau ttg kebenaran juga hanya Allah
itulah kenapa saya sebut islah >>> yang artinya .... kalau sampai berkompromi dengan kebatilan ... ya artinya tidak sesuai dengan syarat2 Islah itu sendiri
walaupun bisa saja yang terjadi adalah ... istilahnya saja yang "islah" tapi ujung2nya tetap berkompromi pada kebatilan >>> begitu kan ya ??
ya akan kembali lagi ke kalimat anda diatas
frontline defender wrote:kebenarannya siapa, tiap orang kan punya kebenaran sendiri2? ya sesuai QS. 5:48, kebenarannya masing-masing orang!
jadi maksud saya >>> apakah jalan islah atau perang yang diambil ... toh nyatanya semua tetap abu2 vs abu2 ... toh yang paling tau tentang hitam vs putih hanya Allah .... jadi kenapa tidak mengambil yang mudharatnya lebih kecil
begitu maksud saya
--------------------------------------
kalau ttg judul TS >>> Hukum Allah adalah Konstitusi
saya setuju dengan kalimat ini ... bahwa konstitusi memang adalah Hukum Allah ... versi manusia dalam memahami Hukum Allah itu sendiri
>>> apakah manusia itu benar atau salah ?? ... pada dasarnya manusia tidak akan pernah bisa 100% benar atau 100% salah dalam menjelaskan seluruh Hukum Allah (kecuali bagi manusia yang sudah jelas ditunjuk sebagai utusan-Nya) >>> apalagi bila nyambung dengan konstitusi negara (yang toh nyatanya ... tidak pernah secara ekspilisit ditulis dalam Al Quran ttg pendirian sebuah negara)
yang bisa dilakukan manusia dalam merumuskan pendirian sebuah negara (kontitusi) hanya meniru apa yang dilakukan seorang nabi (dalam kaitan Islam) adalah seperti yang dilakukan Rasulullah >>> dan akan kembali lagi dengan tulisan mas FD sebelumnya
frontline defender wrote:kebenarannya siapa, tiap orang kan punya kebenaran sendiri2? ya sesuai QS. 5:48, kebenarannya masing-masing orang!
Lalu seperti apa pendirian negara yang benar sesuai dengan Hukum Allah ?? ... Lalu seperti apa yang BENAR2 disebut konstitusi sesuai Hukum Allah ?? ... ya yang pasti seperti bagaimana Rasulullah mendirikan negara (balik ke ungu)
in the end ... kembali pada Al Maidah 48 itu lagi
Sekiranya Allah menghendaki, niscaya kamu dijadikan-Nya satu umat (saja), tetapi Allah hendak menguji kamu terhadap pemberian-Nya kepadamu, maka berlomba-lombalah berbuat kebajikan. Hanya kepada Allah-lah kembali kamu semuanya, lalu diberitahukan-Nya kepadamu apa yang telah kamu perselisihkan itu.” (QS Al-Maidah ayat 48)
saya rasa dalam ayat ini ... Allah tidak memerintah-kan manusia untuk berselisih tentang mana yang benar atau salah ... tapi memerintahkan untuk melakukan kebajikan ... karena toh akhirnya hanya Allah yang paling tahu ttg kebenaran itu sendiri
dee-nee- LETNAN KOLONEL
-
Posts : 8645
Kepercayaan : Islam
Location : Jakarta
Join date : 02.08.12
Reputation : 182
Re: Hukum Allah adalah Konstitusi
yoi!dee-nee wrote:ini maksudnya sebelum terjadi bentrok ... bahwa segala sesuatu bisa diukur/dites terlebih dahulu untuk melihat mana yang benar dan salah >>> begitu ya ??
benar sekali, yang salah itu kan kalau hasil kompromi nya dianggap sebagai kebenaran, seperti yang jadi judul & TS topik ini!dee-nee wrote:1. berkompromi dengan kafir >>> yang ini akan menjadi perdebatan ... apakah selalu dan pasti salah bila muslim berkompromi dengan kafir ?? .... jawabnya tidak pasti salah ... karena nyatanya Rasulullah pun pernah membuat kesepakatan dengan kafir (yang otomatis sudah lahir sebuah kompromi didalamnya)
ya hukum syariah yang potong tangan pencuri dsb itu loh!dee-nee wrote:2. mengorbankan hukum syariah >>>> katakanlah sesuai no. 1 disebut oleh salah satu pihak ... "ya kita boleh saja berkompromi dengan kafir tapi tidak boleh mengorbankan hukum syariah" .... maka akan muncul lagi perdebatan dari pihak lain (misalnya) ... "siapa yang mengorbankan hukum syariah ??" .... "kompromi dan kesepakatan ini semua sudah sesuai dengan tuntunan syariah kok" ... "memang hukum syariah apa yang kita korbankan disini??" ... dsb
Islam juga tidak pernah melarang kerajaan, yang dilarang itu kalau tidak berhukum dengan hukum Allah!dee-nee wrote:tentang kalimat ini .... anggap saja saya pun bisa bilang seperti ini :
"kalau begitu Malaysia pun bukan negara yang sesuai hukum Allah ... 1. Karena nyatanya negara itu berdiri dibawah kompromi/perjanjian dengan Inggris ... 2. mereka pun sudah mengorbankan syariah karena nyatanya Islam tidak pernah mengajarkan pendirian sebuah negara berdasarkan kerajaan atau monarki (yang point 2 ini berlaku juga bagi Arab Saudi) >>> jadi sesuai kalimat anda ... lalu negara mana di dunia ini yang pendiriannya benar2 sesuai dengan tuntunan Islam ??
di Al-Quran itu kan jelas diperintahkan potong lah tangan pencuri, so yang dimaksud kebatilan itu adalah sebaliknya, yaitu jika tidak menghukum pencuri dengan potong tangan!dee-nee wrote:underline : ya itu dia kembali pada diskusi diatas .... semua muslim pasti sudah sepakat untuk TIDAK berkompromi pada kebatilan .... tapi apakah itu yang disebut kebatilan ... jatuh2nya setiap muslim juga akan membawa hujjah masing2 ulama (yang menurut saya ... banyak hujjah ulama ini berakhir pada kalimat "itu berarti ... batil" ... atau ... "itu berarti ... tidak batil"
benar, tapi Allah menilai manusia dari niatnya, niat mengusahakan putih, tentu beda dengan niat mengijinkan abu2!dee-nee wrote:jadi maksud saya >>> apakah jalan islah atau perang yang diambil ... toh nyatanya semua tetap abu2 vs abu2 ... toh yang paling tau tentang hitam vs putih hanya Allah ....
yang jelas, potong tangan pencuri pasti lebih benar daripada penjara pencuri, kan?dee-nee wrote:>>> apakah manusia itu benar atau salah ?? ... pada dasarnya manusia tidak akan pernah bisa 100% benar atau 100% salah dalam menjelaskan seluruh Hukum Allah (kecuali bagi manusia yang sudah jelas ditunjuk sebagai utusan-Nya) >>> apalagi bila nyambung dengan konstitusi negara (yang toh nyatanya ... tidak pernah secara ekspilisit ditulis dalam Al Quran ttg pendirian sebuah negara)
muslim (berbuat kebajikan) memotong tangan pencuri/menghukum mati pengedar narkoba, kristen (berbuat kebajikan) mencegahnya -> nggak berselisih?dee-nee wrote:Lalu seperti apa pendirian negara yang benar sesuai dengan Hukum Allah ?? ... Lalu seperti apa yang BENAR2 disebut konstitusi sesuai Hukum Allah ?? ... ya yang pasti seperti bagaimana Rasulullah mendirikan negara (balik ke ungu)
in the end ... kembali pada Al Maidah 48 itu lagi
Sekiranya Allah menghendaki, niscaya kamu dijadikan-Nya satu umat (saja), tetapi Allah hendak menguji kamu terhadap pemberian-Nya kepadamu, maka berlomba-lombalah berbuat kebajikan. Hanya kepada Allah-lah kembali kamu semuanya, lalu diberitahukan-Nya kepadamu apa yang telah kamu perselisihkan itu.” (QS Al-Maidah ayat 48)
saya rasa dalam ayat ini ... Allah tidak memerintah-kan manusia untuk berselisih tentang mana yang benar atau salah ... tapi memerintahkan untuk melakukan kebajikan ... karena toh akhirnya hanya Allah yang paling tahu ttg kebenaran itu sendiri
frontline defender- MAYOR
- Posts : 6462
Kepercayaan : Islam
Join date : 17.11.11
Reputation : 137
Re: Hukum Allah adalah Konstitusi
Jangan angkat Konstitusi menjadi Thoghut, tapi tinggikanlah konstitusi dengan mengangkat Alhaqq menjadi referensi.
AlHaqqu mirrabbikum, fala takunanna minalmumtarin.
isaku- KAPTEN
-
Posts : 3590
Kepercayaan : Islam
Location : Jakarta
Join date : 17.09.12
Reputation : 141
Re: Hukum Allah adalah Konstitusi
frontline defender wrote:yoi!dee-nee wrote:ini maksudnya sebelum terjadi bentrok ... bahwa segala sesuatu bisa diukur/dites terlebih dahulu untuk melihat mana yang benar dan salah >>> begitu ya ??benar sekali, yang salah itu kan kalau hasil kompromi nya dianggap sebagai kebenaran, seperti yang jadi judul & TS topik ini!dee-nee wrote:1. berkompromi dengan kafir >>> yang ini akan menjadi perdebatan ... apakah selalu dan pasti salah bila muslim berkompromi dengan kafir ?? .... jawabnya tidak pasti salah ... karena nyatanya Rasulullah pun pernah membuat kesepakatan dengan kafir (yang otomatis sudah lahir sebuah kompromi didalamnya)
merah : jadi tidak salah bila muslim berkompromi dengan kafir ... karena nyatanya Rasulullah pun pernah membuat kesepakatan dengan kafir >> gitu kan ??
biru : lah jadi gimana ?? .... menurut anda hasil kesepakatan yang dilakukan Rasulullah dengan kafir itu suatu kebenaran atau bukan ??
-----------------------------------------------------------------------
frontline defender wrote:dee-nee wrote:2. mengorbankan hukum syariah >>>> katakanlah sesuai no. 1 disebut oleh salah satu pihak ... "ya kita boleh saja berkompromi dengan kafir tapi tidak boleh mengorbankan hukum syariah" .... maka akan muncul lagi perdebatan dari pihak lain (misalnya) ... "siapa yang mengorbankan hukum syariah ??" .... "kompromi dan kesepakatan ini semua sudah sesuai dengan tuntunan syariah kok" ... "memang hukum syariah apa yang kita korbankan disini??" ... dsb
ya hukum syariah yang potong tangan pencuri dsb itu loh!
tenang saja ... kita bisa kok menuju kesana ... semua kan tergantung mayoritas muslim-nya >>> kalau kelompok yang usul malah dinilai munafik semua ... ya gimana mayoritas mau dengerin mereka ??
diluar benar atau salah usul tersebut .... tapi bila mengikuti kaum munafik ... bukannya malah lebih tidak sesuai syariah ??
balik ke merah
------------------------------------------------------------
frontline defender wrote:dee-nee wrote:tentang kalimat ini .... anggap saja saya pun bisa bilang seperti ini :
"kalau begitu Malaysia pun bukan negara yang sesuai hukum Allah ... 1. Karena nyatanya negara itu berdiri dibawah kompromi/perjanjian dengan Inggris ... 2. mereka pun sudah mengorbankan syariah karena nyatanya Islam tidak pernah mengajarkan pendirian sebuah negara berdasarkan kerajaan atau monarki (yang point 2 ini berlaku juga bagi Arab Saudi) >>> jadi sesuai kalimat anda ... lalu negara mana di dunia ini yang pendiriannya benar2 sesuai dengan tuntunan Islam ??
Islam juga tidak pernah melarang kerajaan, yang dilarang itu kalau tidak berhukum dengan hukum Allah!
kalau begitu jawabannya ... maka sama saja .... Islam juga tidak pernah melarang ideologi pancasila, yang dilarang itu kalau tidak berhukum dengan hukum Allah!
>>> toh nyatanya ... Rasulullah juga tidak pernah mencontohkan pemerintahan monarki dan justru menjalankan pemerintahan dengan kesepakatan (seperti dalam pancasila)
-------------------------------------------------------------
frontline defender wrote:di Al-Quran itu kan jelas diperintahkan potong lah tangan pencuri, so yang dimaksud kebatilan itu adalah sebaliknya, yaitu jika tidak menghukum pencuri dengan potong tangan!dee-nee wrote:underline : ya itu dia kembali pada diskusi diatas .... semua muslim pasti sudah sepakat untuk TIDAK berkompromi pada kebatilan .... tapi apakah itu yang disebut kebatilan ... jatuh2nya setiap muslim juga akan membawa hujjah masing2 ulama (yang menurut saya ... banyak hujjah ulama ini berakhir pada kalimat "itu berarti ... batil" ... atau ... "itu berarti ... tidak batil"
sudah dibahas diatas ... kalau yang meminta hukum potong tangan ini nyatanya TIDAK DIPERCAYA sebagai kelompok yang benar >>> trus siapa yang mau dengar mereka ??
-----------------------------------------------------------
frontline defender wrote:benar, tapi Allah menilai manusia dari niatnya, niat mengusahakan putih, tentu beda dengan niat mengijinkan abu2!dee-nee wrote:jadi maksud saya >>> apakah jalan islah atau perang yang diambil ... toh nyatanya semua tetap abu2 vs abu2 ... toh yang paling tau tentang hitam vs putih hanya Allah ....
ya kalau begitu ... mari kita serahkan pada Allah ... bila nyatanya yang terjadi adalah islah dan bukan perang >>> itulah kehendak Allah ... kan Allah pasti tau mana yang niat-nya abu2 dan yang niat-nya putih
----------------------------------------------------------
frontline defender wrote:yang jelas, potong tangan pencuri pasti lebih benar daripada penjara pencuri, kan?dee-nee wrote:>>> apakah manusia itu benar atau salah ?? ... pada dasarnya manusia tidak akan pernah bisa 100% benar atau 100% salah dalam menjelaskan seluruh Hukum Allah (kecuali bagi manusia yang sudah jelas ditunjuk sebagai utusan-Nya) >>> apalagi bila nyambung dengan konstitusi negara (yang toh nyatanya ... tidak pernah secara ekspilisit ditulis dalam Al Quran ttg pendirian sebuah negara)
silahkan diajukan ... saya ga masalah kok >>> nyatanya proposal ini berhasil ga ??
bukannya malah lebih banyak kasus >>> dia yang kasih proposal ... dia juga yang dipenjara karena mencuri
dia yang teriak2 anti maksiat ... dia2 juga yang bermaksiat
trus gimaneh ?? sapa yang mau percaya sama dia ??
----------------------------------------------------------------------------
frontline defender wrote:dee-nee wrote:Lalu seperti apa pendirian negara yang benar sesuai dengan Hukum Allah ?? ... Lalu seperti apa yang BENAR2 disebut konstitusi sesuai Hukum Allah ?? ... ya yang pasti seperti bagaimana Rasulullah mendirikan negara (balik ke ungu)
in the end ... kembali pada Al Maidah 48 itu lagi
Sekiranya Allah menghendaki, niscaya kamu dijadikan-Nya satu umat (saja), tetapi Allah hendak menguji kamu terhadap pemberian-Nya kepadamu, maka berlomba-lombalah berbuat kebajikan. Hanya kepada Allah-lah kembali kamu semuanya, lalu diberitahukan-Nya kepadamu apa yang telah kamu perselisihkan itu.” (QS Al-Maidah ayat 48)
saya rasa dalam ayat ini ... Allah tidak memerintah-kan manusia untuk berselisih tentang mana yang benar atau salah ... tapi memerintahkan untuk melakukan kebajikan ... karena toh akhirnya hanya Allah yang paling tahu ttg kebenaran itu sendiri
muslim (berbuat kebajikan) memotong tangan pencuri/menghukum mati pengedar narkoba, kristen (berbuat kebajikan) mencegahnya -> nggak berselisih?
urusan potong tangan ... monggo ... silahkan diajukan
kalau cuma pakai teori ... ya silahkan dikeluarkan seluruh teorinya
toh pada akhirnya ... semua akan melihat fakta >>> bahwa dia yang teriak2 tentang "syariat Islam" (menurut teori-nya) ... dia2 juga yang akhirnya melanggar "syariat Islam" (sesuai teorinya itu sendiri)
Terakhir diubah oleh dee-nee tanggal Thu Feb 02, 2017 10:13 pm, total 1 kali diubah
dee-nee- LETNAN KOLONEL
-
Posts : 8645
Kepercayaan : Islam
Location : Jakarta
Join date : 02.08.12
Reputation : 182
Re: Hukum Allah adalah Konstitusi
isaku wrote:
Jangan angkat Konstitusi menjadi Thoghut, tapi tinggikanlah konstitusi dengan mengangkat Alhaqq menjadi referensi.
AlHaqqu mirrabbikum, fala takunanna minalmumtarin.
Inshallah, tidak ada keraguan ... konstitusi yang berlaku sekarang sudah sesuai dengan Alhaqq ... cuma masalah implementasi-nya saja
btw yang merah : jangan angkat ideologi pribadi menjadi Thoghut, tapi tinggikanlah kesepakatan dengan mengangkat Alhaqq menjadi referensi.
Al Haqqu mirrabbikum, fala takunanna minal mumtarin.
dee-nee- LETNAN KOLONEL
-
Posts : 8645
Kepercayaan : Islam
Location : Jakarta
Join date : 02.08.12
Reputation : 182
Re: Hukum Allah adalah Konstitusi
Rasulullah pernah kasih ijin Musyrik buat berhaji di Mekah ketika berislah dengan mereka, tapi kemudian Rasulullah melarang Kafir Pagan berhaji di Mekah, jadi bagaimana anda menyebut ijin haji terhadap Musyrik tsb, kebenaran atau bukan?dee-nee wrote:biru : lah jadi gimana ?? .... menurut anda hasil kesepakatan yang dilakukan Rasulullah dengan kafir itu suatu kebenaran atau bukan ??
kalau nurutin tulisan TS, ya kita musti tidak menuju kesana!dee-nee wrote:tenang saja ... kita bisa kok menuju kesana ...
setuju!dee-nee wrote:kalau begitu jawabannya ... maka sama saja .... Islam juga tidak pernah melarang ideologi pancasila, yang dilarang itu kalau tidak berhukum dengan hukum Allah!
oh jadi keberatan anda di orangnya, bukan di hukumnya!dee-nee wrote:sudah dibahas diatas ... kalau yang meminta hukum potong tangan ini nyatanya TIDAK DIPERCAYA sebagai kelompok yang benar >>> trus siapa yang mau dengar mereka ??
semua yang terjadi pasti atas kehendak Allah, termasuk keburukan/kejahatan sekalipun!dee-nee wrote:ya kalau begitu ... mari kita serahkan pada Allah ... bila nyatanya yang terjadi adalah islah dan bukan perang >>> itulah kehendak Allah ... kan Allah pasti tau mana yang niat-nya abu2 dan yang niat-nya putih
frontline defender- MAYOR
- Posts : 6462
Kepercayaan : Islam
Join date : 17.11.11
Reputation : 137
Re: Hukum Allah adalah Konstitusi
frontline defender wrote:Rasulullah pernah kasih ijin Musyrik buat berhaji di Mekah ketika berislah dengan mereka, tapi kemudian Rasulullah melarang Kafir Pagan berhaji di Mekah, jadi bagaimana anda menyebut ijin haji terhadap Musyrik tsb, kebenaran atau bukan?dee-nee wrote:biru : lah jadi gimana ?? .... menurut anda hasil kesepakatan yang dilakukan Rasulullah dengan kafir itu suatu kebenaran atau bukan ??
merah : lah menurut anda sendiri gimana ?? >>> kalau buat saya sih benar2 saja wong semua itu kebijakan Rasulullah kok
dalam hal ini jelas Rasulullah bersepakat sesuai kondisi dan keadaan-nya masing2 >>> bila kondisinya A kesepakatannya begini .... bila kondisinya B kesepakatannya begitu >>> toh kenyataannya ... kesepakatan A antara Rasulullah dengan kafir menjadi batal karena pihak kafir itu sendiri yang melanggar kesepakatan ... bukan pihak Rasulullah yang ujug2 merubah kesepakatan
--------------------------------------------------------------------------------
frontline defender wrote:kalau nurutin tulisan TS, ya kita musti tidak menuju kesana!dee-nee wrote:tenang saja ... kita bisa kok menuju kesana ...
kan ada lanjutannya tulisan saya diatas >>> tenang saja ... kita bisa kok menuju kesana ... semua kan tergantung mayoritas muslim-nya >>> kalau kelompok yang usul malah dinilai munafik semua ... ya gimana mayoritas mau dengerin mereka ??
yang biru itu adalah hasil dari fakta yang saya tulis >>> faktanya mayoritas muslim di Indonesia ga percaya pada yang bikin proposal ... maka hasilnya seperti yang ditulis TS
yang bold underline ini beda kasus dengan kondisi pada jaman Rasulullah ... karena pada era tersebut .... mayoritas muslim 1 juta persen percaya dengan yang bikin proposal
jadi masalah bukan pada kebenaran hukum tersebut ... tapi pada kebenaran si pengusung proposal
>>> karena hukum itu pada dasarnya adalah benda mati ... balik2nya adalah pada manusia sebagai pelaksana ..... jadi ... walaupun hukum tersebut sudah benar sekalipun ... akan menjadi salah bahkan zalim bila dilaksanakan oleh orang2 yang tidak benar
----------------------------------------------------------------
frontline defender wrote:setuju!dee-nee wrote:kalau begitu jawabannya ... maka sama saja .... Islam juga tidak pernah melarang ideologi pancasila, yang dilarang itu kalau tidak berhukum dengan hukum Allah!dee-nee wrote:sudah dibahas diatas ... kalau yang meminta hukum potong tangan ini nyatanya TIDAK DIPERCAYA sebagai kelompok yang benar >>> trus siapa yang mau dengar mereka ??
oh jadi keberatan anda di orangnya, bukan di hukumnya!
hijau : kalau tentang hukumnya .... itupun akan ada sejuta tafsir dan pendapat ulama apa yang dimaksud hukum potong tangan berikut syarat2nya
tapi ... katakanlah SUDAH TIDAK ADA perdebatan tafsir lagi tentang apa yang dimaksud "potong tangan berikut syarat2nya" >>> tetap saja akan ada lagi perdebatan tentang pelaksana-nya (orang-nya)
misalnya seperti yang diceritakan TS ttg Ali bin Abi Thalib >>>> Seorang Ali bin Abi Thalib batal menghukum mati seseorang karena menyadari bahwa keputusannya dilandasi oleh emosional
dalam hal ini jelas bukan artinya Ali bin Abi Thalib keberatan dengan adanya hukum mati ... tapi dia sendiri meragukan niatan-nya untuk melakukan hukum tersebut >>> artinya .... dilihat dari niatan-nya saja masih ada sejuta perdebatan .... apalagi bila ada lagi perdebatan ttg "hukum mati" itu sendiri
-----------------------------------------------------------------------------
frontline defender wrote:semua yang terjadi pasti atas kehendak Allah, termasuk keburukan/kejahatan sekalipun!dee-nee wrote:ya kalau begitu ... mari kita serahkan pada Allah ... bila nyatanya yang terjadi adalah islah dan bukan perang >>> itulah kehendak Allah ... kan Allah pasti tau mana yang niat-nya abu2 dan yang niat-nya putih
yup ... bener banget ... justru itu ....
maka kalau kembali ke statement anda sebelumnya
frontline defender wrote:benar, tapi Allah menilai manusia dari niatnya, niat mengusahakan putih, tentu beda dengan niat mengijinkan abu2!
frontline defender wrote:lha kalau terjadi bentrokan gimana? yang namanya segala sesuatunya itu kan bisa diukur/dites, seni & psikologi aja ada ilmu & sekolahannya kok, kenapa kebenaran tidak bisa?
ya diukur/dites saja ... lebih baik mana ... perang (berselisih) atau islah ?? .... kalau islah hasilnya lebih baik daripada perang (berselisih).... artinya sudah bisa dilihat toh mana yang lebih benar >>> dan yang lebih benar kan artinya niat-nya lebih putih (tidak abu2)
toh nyatanya Allah juga ga nyuruh manusia untuk berselisih kok
dee-nee wrote:Sekiranya Allah menghendaki, niscaya kamu dijadikan-Nya satu umat (saja), tetapi Allah hendak menguji kamu terhadap pemberian-Nya kepadamu, maka berlomba-lombalah berbuat kebajikan. Hanya kepada Allah-lah kembali kamu semuanya, lalu diberitahukan-Nya kepadamu apa yang telah kamu perselisihkan itu.” (QS Al-Maidah ayat 48)
saya rasa dalam ayat ini ... Allah tidak memerintah-kan manusia untuk berselisih tentang mana yang benar atau salah ... tapi memerintahkan untuk melakukan kebajikan ... karena toh akhirnya hanya Allah yang paling tahu ttg kebenaran itu sendiri
dee-nee- LETNAN KOLONEL
-
Posts : 8645
Kepercayaan : Islam
Location : Jakarta
Join date : 02.08.12
Reputation : 182
Re: Hukum Allah adalah Konstitusi
tentang hukum potong tangan
https://almanhaj.or.id/3132-syariat-hukum-potong-tangan.html
kalau menurut saya pribadi, hukum potong tangan lebih pantas untuk pencuri yang hasil pencurianya sudah tergolong tingkat berat
mungkin hukum potong tangan juga bisa diberlakukan bagi pencuri tingkat ringan yang sudah tergolong sering mencuri
https://almanhaj.or.id/3132-syariat-hukum-potong-tangan.html
kalau menurut saya pribadi, hukum potong tangan lebih pantas untuk pencuri yang hasil pencurianya sudah tergolong tingkat berat
mungkin hukum potong tangan juga bisa diberlakukan bagi pencuri tingkat ringan yang sudah tergolong sering mencuri
Terakhir diubah oleh njlajahweb tanggal Sat Feb 11, 2017 7:39 pm, total 9 kali diubah
njlajahweb- BANNED
-
Posts : 39612
Kepercayaan : Protestan
Location : banyuwangi
Join date : 30.04.13
Reputation : 119
Re: Hukum Allah adalah Konstitusi
sekilas info
46 Dan janganlah kamu berdebat denganAhli Kitab, melainkan dengan cara yang paling baik, kecuali dengan orang-orang zalim di antara mereka, dan katakanlah: "Kami telah beriman kepada (kitab-kitab) yang diturunkan kepada kami dan yang diturunkan kepadamu; Tuhan kami dan Tuhanmu adalah satu; dan kami hanya kepada-Nya berserah diri".
46 Dan janganlah kamu berdebat denganAhli Kitab, melainkan dengan cara yang paling baik, kecuali dengan orang-orang zalim di antara mereka, dan katakanlah: "Kami telah beriman kepada (kitab-kitab) yang diturunkan kepada kami dan yang diturunkan kepadamu; Tuhan kami dan Tuhanmu adalah satu; dan kami hanya kepada-Nya berserah diri".
njlajahweb- BANNED
-
Posts : 39612
Kepercayaan : Protestan
Location : banyuwangi
Join date : 30.04.13
Reputation : 119
Siapakah Thaghut?
Seluruh umat diutus kepada mereka seorang rasul mulai dari Nuh ‘alaihis salam sampai dengan Nabi kita Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan perintah yang sama yaitu untuk beribadah kepada Allah saja dan larangan untuk beribadah kepada thagut. Dalilnya adalah firman Allah :
{وَلَقَدْ بَعَثْنَا فِي كُلِّ أُمَّةٍ رَّسُولاً أَنِ اعْبُدُواْ اللّهَ وَاجْتَنِبُواْ الطَّاغُوتَ}
“Dan sungguhnya Kami telah mengutus rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan): “Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah thaghut ” (QS. An Nahl:36)
“Allah mewajibkan seluruh makhluk untuk kufur (mengingkari) terhadap thagut dan beriman hanya kepada Allah”
Allah Ta’ala juga berfirman :
لاَ إِكْرَاهَ فِي الدِّينِ قَد تَّبَيَّنَ الرُّشْد مِن الْغَي فَمَن يَكْفُرْ بالطَّاغُوت وَيُؤْمِن بِاللّهِ فَقَدِ اسْتَمْسَكَ بِالْعُرْوَةِ الْوُثْقَى لَا انَفِصَام لَهَا وَاللّهُ سَمِيعٌ عَلِيمٌ
“Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam); sesungguhnya telah jelas jalan yang benar daripada jalan yang sesat. Karena itu barangsiapa yang ingkar kepada Thaghut dan beriman kepada Allah, maka sesungguhnya ia telah berpegang kepada buhul tali yang amat kuat yang tidak akan putus. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui “ (QS. Al Baqarah:256). Inilah makna Laa ilaaha illallah.
Pengertian Thagut
Secara bahasa, kata thagut diambil dari kata (طَغَى) yang artinya melampaui batas. Allah Ta’ala berfirman:
إِنَّا لَمـَّا طَغَى الْمَاءُ حَمَلْنَاكُمْ فِي الْجَارِيَةِ
“Sesungguhnya ketika air melampaui batas, Kami bawa kalian di perahu.” (QS. Al-Haqqah:11)
Secara istilah syar’i yaitu sebagaimana disampaikan oleh Imam Ibnul Qayyim rahimahullah : thagut adalah segala sesuatu yang menyebabkan seorang hamba melebihi batasannya, baik itu sesuatu yang diibadahi, diikuti, atau ditaati. Syaikh Muhammad At Tamimi rahimahullah menjelaskan bahwa thagut ada banyak. Thagut yang paling besar ada lima : iblis –semoga Allah melaknatnya-, siapa saja yang dijadikan sesembahan dan dia ridho, barangsiapa yang mengajak manusia untuk menyembah dirinya, barangsiapa yang mengetahui tentang ilmu ghaib, dan barangsiapa yang berhukum dengan hukum selain yang Allah turunkan.[1]
Pertama. Iblis laknatullah
Iblis merupakan pimpinan thagut. Mengapa? Karena dia diibadahi, diikuti, dan sekaligus ditaati dan dia ridho dengan perbuatan tersebut. Allah Ta’ala berfirman :
أَلَمْ أَعْهَدْ إِلَيْكُمْ يَا بَنِي آدَمَ أَن لَّا تَعْبُدُوا الشَّيْطَانَ إِنَّهُ لَكُمْ عَدُوٌّ مُّبِينٌ
“Bukankah Aku telah memerintahkan kepadamu hai Bani Adam supaya kamu tidak menyembah syaitan (iblis)? Sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata bagi kamu “ (QS. Yasin:60)
Kedua. Barangsiapa yang disembah selain Allah dan dia ridho.
Semua yang ridho dijadikan sesembahan selain Allah maka dia termasuk thagut, baik disembah ketika masih hidup maupun sesudah matinya. Dia ridho untuk dijadikan sesembahan dengan bentuk ibadah apapun. Hal ini sebagaimana firman Allah Ta’ala :
وَمَن يَقُلْ مِنْهُمْ إِنِّي إِلَهٌ مِّن دُونِهِ فَذَلِكَ نَجْزِيهِ جَهَنَّمَ كَذَلِكَ نَجْزِي الظَّالِمِينَ
“Dan barangsiapa di antara mereka mengatakan: “Sesungguhnya Aku adalah Tuhan selain Allah”, maka orang itu Kami beri balasan dengan Jahannam, demikian Kami memberikan pembalasan kepada orang-orang zalim “ (QS. Al Anbiya’:29)
Tidak termasuk thagut seseorang yang dijadikan sesembahan dan dia tidak ridho dengan penyembahan tersebut. Misalnya seseorang yang menyembah Isa ‘alaihis salam, maka orang tersebut telah menyembah thagut. Namun Isa ‘alaihis sallam bukanlah thagut karena dia tidak ridho dengan penyembahannya tersebut, bahkan beliau mengingkarinya.
Ketiga. Barangsiapa yang menyuruh manusia untuk menyembah dirinya.
Barangsiapa yang menyuruh manusia untuk menyembah dirinya dengan jenis ibadah apapun baik ketika dia masih hidup maupun sudah mati maka dia termasuk thagut. Sama saja baik ada orang yang mau mengikuti seruannya maupun tidak. Thagut jenis ketiga ini lebih parah daripada yang kedua karena dia menyuruh dan mengajak orang untuk menyembah dirinya.
Hal ini seperti perbuatan Fir’aun yang Allah kisahkan dalam Al Qur’an :
فَقَالَ أَنَا رَبُّكُمُ الْأَعْلَى
“ (Fir’aun) berkata:”Akulah tuhanmu yang paling tinggi “ (QS. An Nazi’at:24)
Termasuk juga perbuatan para ulama sufi yang memerintahkan pengikutnya untuk beribadah kepada dirinya.
Keempat. Barangsiapa yang mengaku mengetahui ilmu ghaib.
Barangsiapa yang mengaku mengetahui ilmu ghaib yang mutlak maka dia termasuk thagut. Tidak ada yang mngetahui ilmu ghaib yang mutlak kecuali hanya Allah semata. Yang dimaksud ilmu ghaib yang mutlak adalah perkara-perkara ghaib yang hanya diketahui oleh Allah saja, seperti ilmu tentang umur dan ajal seseorang, ilmu tentang hari kiamat, ilmu tentang nasib seseorang di akherat, dan sebagainya. Allah Ta’ala berfirman :
إِنَّ اللَّهَ عِندَهُ عِلْمُ السَّاعَةِ وَيُنَزِّلُ الْغَيْثَ وَيَعْلَمُ مَا فِي الْأَرْحَامِ وَمَا تَدْرِي نَفْسٌ مَّاذَا تَكْسِبُ غَداً وَمَا تَدْرِي نَفْسٌ بِأَيِّ أَرْضٍ تَمُوتُ إِنَّ اللَّهَ عَلِيمٌ خَبِيرٌ
“Sesungguhnya hanya di sisi Allah sajalah pengetahuan tentang Hari Kiamat; dan Dia-lah Yang menurunkan hujan, dan mengetahui apa yang ada dalam rahim. Dan tiada seorangpun yang dapat mengetahui (dengan pasti) apa yang akan diusahakannya besok . Dan tiada seorangpun yang dapat mengetahui di bumi mana dia akan mati. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengetahui” (QS. Luqman:34)
قُل لَّا يَعْلَمُ مَن فِي السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ الْغَيْبَ إِلَّا اللَّهُ وَمَا يَشْعُرُونَ أَيَّانَ يُبْعَثُونَ
“Katakanlah: “Tidak ada seorangpun di langit dan di bumi yang mengetahui perkara yang ghaib, kecuali Allah”, dan mereka tidak mengetahui bila mereka akan dibangkitkan. “ (QS. An Naml:65).
عَالِمُ الْغَيْبِ فَلَا يُظْهِرُ عَلَى غَيْبِهِ أَحَداً إِلَّا مَنِ ارْتَضَى مِن رَّسُولٍ فَإِنَّهُ يَسْلُكُ مِن بَيْنِ يَدَيْهِ وَمِنْ خَلْفِهِ رَصَداً
“(Dia adalah Tuhan) Yang Mengetahui yang ghaib, maka Dia tidak memperlihatkan kepada seorangpun tentang yang ghaib itu. Kecuali kepada rasul yang diridhai-Nya, maka sesungguhnya Dia mengadakan penjaga-penjaga (malaikat) di muka dan di belakangnya. “ (QS. Al Jin 26-27)
Maka termasuk thagut jenis ini adalah para dukun, paranormal, dan tukang sihir yang mengaku mengetahui ilmu ghaib.
Kelima. Barangsiapa yang berhukum dengan hukum selain Allah.
Terdapat perincian permasalahan tentang berhukum dengan hukum selain Allah. Syaikh ‘Abdul Aziz bin Baaz rahimahullah berkata, “Orang yang berhukum dengan hukum selain yang Allah turunkan ada empat keadaan:
Orang yang mengatakan, “Saya berhukum dengannya karena lebih baik daripada syari’at Islam”, maka hukumnya kufur akbar.
Orang yang mengatakan, “Saya berhukum dengannya karena hukum tersebut sama/setara dengan syari’at Islam, maka berhukum dengannya boleh dan berhukum dengan syari’at (Islam) juga boleh”, maka hukumnya juga kufur akbar.
Orang yang mengatakan, “Saya berhukum dengannya sedangkan berhukum dengan syari’at Islam lebih afdhol, akan tetapi boleh berhukum dengan selain apa yang Allah turunkan”, maka hukumnya juga kufur akbar.
Orang yang mengatakan, “Saya berhukum dengannya” . Namun dia meyakini bahwa tidak boleh berhukum dengan selain apa yang Allah turunkan, dan dia menyatakan bahwa berhukum dengan syari’at Islam lebih afdhol serta tidak boleh berhukum dengan selainnya, akan tetapi dia bermudah-mudah dan meremehkan (dalam melakukan maksiat) atau dia melakukannya karena perintah dari pemerintahnya. Yang demikian ini hukumnya kufur asghar yang tidak mengeluarkannya dari Islam namun termasuk perbuatan dosa besar yang paling besar”[2]
Kami nukilkan juga fatwa yang dikeluarkan oleh Al Lajnah Daimah li Buhuts Al ‘Ilmiyah wal Ifta pada pertanyaan kesebelas dari Fatwa No 5741.
Pertanyaan : Barangsiapa yang tidak berhukum dengan hukum yang diturunkan Allah, apakah dia seorang muslim atau kafir dengan kufur akbar? Dan apakah diterima amal perbuatannya?
Jawab: Segala puji bagi Allah semata. Shalawat dan salam semoga tercurah kepada Rasulullah, keluarga, dan para sahabatnya.
Allah Ta’ala berfirman :
وَمَن لَّمْ يَحْكُم بِمَا أَنزَلَ اللّهُ فَأُوْلَـئِكَ هُمُ الْكَافِرُونَ
“Barangsiapa yang tidak berhukum dengan hukum yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang kafir” (QS. Al Maidah:44)
وَمَن لَّمْ يَحْكُم بِمَا أنزَلَ اللّهُ فَأُوْلَـئِكَ هُمُ الظَّالِمُونَ
“Barangsiapa tidak berhukum dengan hukum yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang zalim” (QS. Al Maidah:45)
وَمَن لَّمْ يَحْكُم بِمَا أَنزَلَ اللّهُ فَأُوْلَـئِكَ هُمُ الْفَاسِقُونَ
“Barangsiapa tidak berhukum dengan hukum yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang fasik“ (QS. Al Maidah:47)
Jika orang tersebut menghalalkan berhukum dengan hukum selain Allah dan meyakini kebolehannya, maka dihukumi kafir akbar, zalim akbar, dan fasik akbar yang mengeluarkannya dari Islam. Adapun jika dia melakukannya karena untuk menyuap atau maksud lainnya, sementara dia meyakini haramnya berhukum dengan hukum selain Allah, maka dia telah berbuat dosa dan dihukumi kafir asghar, zalim asghar, dan fasik asghar yang tidak mengeluarkannya dari Islam. Inilah yang dijelaskan oleh para ulama tentang tafsir ayat-ayat di atas. (Dikeluarkan oleh Komisi Penelitian Ilmiah dan Penerbitan Fatwa : Abdullah bin Ghudayan, Abdur Razzaq ‘Afifi, ‘Abdul ‘Aziz bin Abdillah bin Baaz).[3]
Maka, penting untuk diketahui bahwa berhukum dengan hukum selain Allah tidak otomatis dihukumi kafir dan tidak serta merta pelakunya keluar dari Islam.
Penyebutan lima gembong thagut di atas tidak membatasi bahwa thagut terbatas hanya lima saja. Namun yang disebutkan hanya sekedar contoh thagut yang paling banyak saja.
[2]. Kewajiban Kufur Terhadap Thagut
Dalam surat Al Baqarah 256 di atas Allah memerintahkan untuk kufur terhadap thagut. Yang dimaksud kufur terhadap thagut mencakup tiga makna :
Meyakini batilnya peribadatan kepada selain Allah
Meninggalkan dan membenci peribadatan kepada selain Allah
Mengkafirkan pelakunya dan membencinya.[4]
Kufur terhdap thagut termasuk salah satu makna dari rukun Laa ilaaha illallah yaitu menafikan peribadatan selain Allah. Firman Allah (فَمَن يَكْفُرْ بالطَّاغُوت) merupakan peniadaan peribadatan selain Allah, sedangkan firman-Nya (وَيُؤْمِن بِاللّهِ) menetapkan bahwa peribadatan hanya untuk Allah semata. Inilah makna Laa ilaaha illallah.
Semoga Allah Ta’ala memberikan taufiq-Nya kepada kita untuk senantiasa mentauhidkan Allah dan kufur terhadap thagut. Upaya terpenting untuk mendapatkannya adalah dengan senantiasa mempelajari dan mengamalkan tauhid serta menyebarkan dakwah tauhid kepada umat.
Semoga bermanfaat. Wallahu a’lam.
[1] Lihat Tsalatsatul Ushuul
[2] Qadhiyatut Takfir Baina Ahlis Sunnah wal Firaq Adh Dhulal 72. Lihat tulisan berjudul Aqwalul ‘Ulama` AsSalafiyyin AlQa`iliina bit Tafshil fii Hukmi man Hakkama Al Qawanindi situs http://www.al-sunan.org/vb/showthread.php?t=7005
[3] Lihat Aqwaalul ‘Ulama` AsSalafiyyin Al Qaa`iliina bit Tafshil fii Hukmi man Hakkama Al Qawanin
[4] Lihat Taisirul Wushuul 184
Penulis : dr. Adika Mianoki
Sumber: http://muslim.or.id/11364-siapakah-thaghut.html
{وَلَقَدْ بَعَثْنَا فِي كُلِّ أُمَّةٍ رَّسُولاً أَنِ اعْبُدُواْ اللّهَ وَاجْتَنِبُواْ الطَّاغُوتَ}
“Dan sungguhnya Kami telah mengutus rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan): “Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah thaghut ” (QS. An Nahl:36)
“Allah mewajibkan seluruh makhluk untuk kufur (mengingkari) terhadap thagut dan beriman hanya kepada Allah”
Allah Ta’ala juga berfirman :
لاَ إِكْرَاهَ فِي الدِّينِ قَد تَّبَيَّنَ الرُّشْد مِن الْغَي فَمَن يَكْفُرْ بالطَّاغُوت وَيُؤْمِن بِاللّهِ فَقَدِ اسْتَمْسَكَ بِالْعُرْوَةِ الْوُثْقَى لَا انَفِصَام لَهَا وَاللّهُ سَمِيعٌ عَلِيمٌ
“Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam); sesungguhnya telah jelas jalan yang benar daripada jalan yang sesat. Karena itu barangsiapa yang ingkar kepada Thaghut dan beriman kepada Allah, maka sesungguhnya ia telah berpegang kepada buhul tali yang amat kuat yang tidak akan putus. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui “ (QS. Al Baqarah:256). Inilah makna Laa ilaaha illallah.
Pengertian Thagut
Secara bahasa, kata thagut diambil dari kata (طَغَى) yang artinya melampaui batas. Allah Ta’ala berfirman:
إِنَّا لَمـَّا طَغَى الْمَاءُ حَمَلْنَاكُمْ فِي الْجَارِيَةِ
“Sesungguhnya ketika air melampaui batas, Kami bawa kalian di perahu.” (QS. Al-Haqqah:11)
Secara istilah syar’i yaitu sebagaimana disampaikan oleh Imam Ibnul Qayyim rahimahullah : thagut adalah segala sesuatu yang menyebabkan seorang hamba melebihi batasannya, baik itu sesuatu yang diibadahi, diikuti, atau ditaati. Syaikh Muhammad At Tamimi rahimahullah menjelaskan bahwa thagut ada banyak. Thagut yang paling besar ada lima : iblis –semoga Allah melaknatnya-, siapa saja yang dijadikan sesembahan dan dia ridho, barangsiapa yang mengajak manusia untuk menyembah dirinya, barangsiapa yang mengetahui tentang ilmu ghaib, dan barangsiapa yang berhukum dengan hukum selain yang Allah turunkan.[1]
Pertama. Iblis laknatullah
Iblis merupakan pimpinan thagut. Mengapa? Karena dia diibadahi, diikuti, dan sekaligus ditaati dan dia ridho dengan perbuatan tersebut. Allah Ta’ala berfirman :
أَلَمْ أَعْهَدْ إِلَيْكُمْ يَا بَنِي آدَمَ أَن لَّا تَعْبُدُوا الشَّيْطَانَ إِنَّهُ لَكُمْ عَدُوٌّ مُّبِينٌ
“Bukankah Aku telah memerintahkan kepadamu hai Bani Adam supaya kamu tidak menyembah syaitan (iblis)? Sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata bagi kamu “ (QS. Yasin:60)
Kedua. Barangsiapa yang disembah selain Allah dan dia ridho.
Semua yang ridho dijadikan sesembahan selain Allah maka dia termasuk thagut, baik disembah ketika masih hidup maupun sesudah matinya. Dia ridho untuk dijadikan sesembahan dengan bentuk ibadah apapun. Hal ini sebagaimana firman Allah Ta’ala :
وَمَن يَقُلْ مِنْهُمْ إِنِّي إِلَهٌ مِّن دُونِهِ فَذَلِكَ نَجْزِيهِ جَهَنَّمَ كَذَلِكَ نَجْزِي الظَّالِمِينَ
“Dan barangsiapa di antara mereka mengatakan: “Sesungguhnya Aku adalah Tuhan selain Allah”, maka orang itu Kami beri balasan dengan Jahannam, demikian Kami memberikan pembalasan kepada orang-orang zalim “ (QS. Al Anbiya’:29)
Tidak termasuk thagut seseorang yang dijadikan sesembahan dan dia tidak ridho dengan penyembahan tersebut. Misalnya seseorang yang menyembah Isa ‘alaihis salam, maka orang tersebut telah menyembah thagut. Namun Isa ‘alaihis sallam bukanlah thagut karena dia tidak ridho dengan penyembahannya tersebut, bahkan beliau mengingkarinya.
Ketiga. Barangsiapa yang menyuruh manusia untuk menyembah dirinya.
Barangsiapa yang menyuruh manusia untuk menyembah dirinya dengan jenis ibadah apapun baik ketika dia masih hidup maupun sudah mati maka dia termasuk thagut. Sama saja baik ada orang yang mau mengikuti seruannya maupun tidak. Thagut jenis ketiga ini lebih parah daripada yang kedua karena dia menyuruh dan mengajak orang untuk menyembah dirinya.
Hal ini seperti perbuatan Fir’aun yang Allah kisahkan dalam Al Qur’an :
فَقَالَ أَنَا رَبُّكُمُ الْأَعْلَى
“ (Fir’aun) berkata:”Akulah tuhanmu yang paling tinggi “ (QS. An Nazi’at:24)
Termasuk juga perbuatan para ulama sufi yang memerintahkan pengikutnya untuk beribadah kepada dirinya.
Keempat. Barangsiapa yang mengaku mengetahui ilmu ghaib.
Barangsiapa yang mengaku mengetahui ilmu ghaib yang mutlak maka dia termasuk thagut. Tidak ada yang mngetahui ilmu ghaib yang mutlak kecuali hanya Allah semata. Yang dimaksud ilmu ghaib yang mutlak adalah perkara-perkara ghaib yang hanya diketahui oleh Allah saja, seperti ilmu tentang umur dan ajal seseorang, ilmu tentang hari kiamat, ilmu tentang nasib seseorang di akherat, dan sebagainya. Allah Ta’ala berfirman :
إِنَّ اللَّهَ عِندَهُ عِلْمُ السَّاعَةِ وَيُنَزِّلُ الْغَيْثَ وَيَعْلَمُ مَا فِي الْأَرْحَامِ وَمَا تَدْرِي نَفْسٌ مَّاذَا تَكْسِبُ غَداً وَمَا تَدْرِي نَفْسٌ بِأَيِّ أَرْضٍ تَمُوتُ إِنَّ اللَّهَ عَلِيمٌ خَبِيرٌ
“Sesungguhnya hanya di sisi Allah sajalah pengetahuan tentang Hari Kiamat; dan Dia-lah Yang menurunkan hujan, dan mengetahui apa yang ada dalam rahim. Dan tiada seorangpun yang dapat mengetahui (dengan pasti) apa yang akan diusahakannya besok . Dan tiada seorangpun yang dapat mengetahui di bumi mana dia akan mati. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengetahui” (QS. Luqman:34)
قُل لَّا يَعْلَمُ مَن فِي السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ الْغَيْبَ إِلَّا اللَّهُ وَمَا يَشْعُرُونَ أَيَّانَ يُبْعَثُونَ
“Katakanlah: “Tidak ada seorangpun di langit dan di bumi yang mengetahui perkara yang ghaib, kecuali Allah”, dan mereka tidak mengetahui bila mereka akan dibangkitkan. “ (QS. An Naml:65).
عَالِمُ الْغَيْبِ فَلَا يُظْهِرُ عَلَى غَيْبِهِ أَحَداً إِلَّا مَنِ ارْتَضَى مِن رَّسُولٍ فَإِنَّهُ يَسْلُكُ مِن بَيْنِ يَدَيْهِ وَمِنْ خَلْفِهِ رَصَداً
“(Dia adalah Tuhan) Yang Mengetahui yang ghaib, maka Dia tidak memperlihatkan kepada seorangpun tentang yang ghaib itu. Kecuali kepada rasul yang diridhai-Nya, maka sesungguhnya Dia mengadakan penjaga-penjaga (malaikat) di muka dan di belakangnya. “ (QS. Al Jin 26-27)
Maka termasuk thagut jenis ini adalah para dukun, paranormal, dan tukang sihir yang mengaku mengetahui ilmu ghaib.
Kelima. Barangsiapa yang berhukum dengan hukum selain Allah.
Terdapat perincian permasalahan tentang berhukum dengan hukum selain Allah. Syaikh ‘Abdul Aziz bin Baaz rahimahullah berkata, “Orang yang berhukum dengan hukum selain yang Allah turunkan ada empat keadaan:
Orang yang mengatakan, “Saya berhukum dengannya karena lebih baik daripada syari’at Islam”, maka hukumnya kufur akbar.
Orang yang mengatakan, “Saya berhukum dengannya karena hukum tersebut sama/setara dengan syari’at Islam, maka berhukum dengannya boleh dan berhukum dengan syari’at (Islam) juga boleh”, maka hukumnya juga kufur akbar.
Orang yang mengatakan, “Saya berhukum dengannya sedangkan berhukum dengan syari’at Islam lebih afdhol, akan tetapi boleh berhukum dengan selain apa yang Allah turunkan”, maka hukumnya juga kufur akbar.
Orang yang mengatakan, “Saya berhukum dengannya” . Namun dia meyakini bahwa tidak boleh berhukum dengan selain apa yang Allah turunkan, dan dia menyatakan bahwa berhukum dengan syari’at Islam lebih afdhol serta tidak boleh berhukum dengan selainnya, akan tetapi dia bermudah-mudah dan meremehkan (dalam melakukan maksiat) atau dia melakukannya karena perintah dari pemerintahnya. Yang demikian ini hukumnya kufur asghar yang tidak mengeluarkannya dari Islam namun termasuk perbuatan dosa besar yang paling besar”[2]
Kami nukilkan juga fatwa yang dikeluarkan oleh Al Lajnah Daimah li Buhuts Al ‘Ilmiyah wal Ifta pada pertanyaan kesebelas dari Fatwa No 5741.
Pertanyaan : Barangsiapa yang tidak berhukum dengan hukum yang diturunkan Allah, apakah dia seorang muslim atau kafir dengan kufur akbar? Dan apakah diterima amal perbuatannya?
Jawab: Segala puji bagi Allah semata. Shalawat dan salam semoga tercurah kepada Rasulullah, keluarga, dan para sahabatnya.
Allah Ta’ala berfirman :
وَمَن لَّمْ يَحْكُم بِمَا أَنزَلَ اللّهُ فَأُوْلَـئِكَ هُمُ الْكَافِرُونَ
“Barangsiapa yang tidak berhukum dengan hukum yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang kafir” (QS. Al Maidah:44)
وَمَن لَّمْ يَحْكُم بِمَا أنزَلَ اللّهُ فَأُوْلَـئِكَ هُمُ الظَّالِمُونَ
“Barangsiapa tidak berhukum dengan hukum yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang zalim” (QS. Al Maidah:45)
وَمَن لَّمْ يَحْكُم بِمَا أَنزَلَ اللّهُ فَأُوْلَـئِكَ هُمُ الْفَاسِقُونَ
“Barangsiapa tidak berhukum dengan hukum yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang fasik“ (QS. Al Maidah:47)
Jika orang tersebut menghalalkan berhukum dengan hukum selain Allah dan meyakini kebolehannya, maka dihukumi kafir akbar, zalim akbar, dan fasik akbar yang mengeluarkannya dari Islam. Adapun jika dia melakukannya karena untuk menyuap atau maksud lainnya, sementara dia meyakini haramnya berhukum dengan hukum selain Allah, maka dia telah berbuat dosa dan dihukumi kafir asghar, zalim asghar, dan fasik asghar yang tidak mengeluarkannya dari Islam. Inilah yang dijelaskan oleh para ulama tentang tafsir ayat-ayat di atas. (Dikeluarkan oleh Komisi Penelitian Ilmiah dan Penerbitan Fatwa : Abdullah bin Ghudayan, Abdur Razzaq ‘Afifi, ‘Abdul ‘Aziz bin Abdillah bin Baaz).[3]
Maka, penting untuk diketahui bahwa berhukum dengan hukum selain Allah tidak otomatis dihukumi kafir dan tidak serta merta pelakunya keluar dari Islam.
Penyebutan lima gembong thagut di atas tidak membatasi bahwa thagut terbatas hanya lima saja. Namun yang disebutkan hanya sekedar contoh thagut yang paling banyak saja.
[2]. Kewajiban Kufur Terhadap Thagut
Dalam surat Al Baqarah 256 di atas Allah memerintahkan untuk kufur terhadap thagut. Yang dimaksud kufur terhadap thagut mencakup tiga makna :
Meyakini batilnya peribadatan kepada selain Allah
Meninggalkan dan membenci peribadatan kepada selain Allah
Mengkafirkan pelakunya dan membencinya.[4]
Kufur terhdap thagut termasuk salah satu makna dari rukun Laa ilaaha illallah yaitu menafikan peribadatan selain Allah. Firman Allah (فَمَن يَكْفُرْ بالطَّاغُوت) merupakan peniadaan peribadatan selain Allah, sedangkan firman-Nya (وَيُؤْمِن بِاللّهِ) menetapkan bahwa peribadatan hanya untuk Allah semata. Inilah makna Laa ilaaha illallah.
Semoga Allah Ta’ala memberikan taufiq-Nya kepada kita untuk senantiasa mentauhidkan Allah dan kufur terhadap thagut. Upaya terpenting untuk mendapatkannya adalah dengan senantiasa mempelajari dan mengamalkan tauhid serta menyebarkan dakwah tauhid kepada umat.
Semoga bermanfaat. Wallahu a’lam.
[1] Lihat Tsalatsatul Ushuul
[2] Qadhiyatut Takfir Baina Ahlis Sunnah wal Firaq Adh Dhulal 72. Lihat tulisan berjudul Aqwalul ‘Ulama` AsSalafiyyin AlQa`iliina bit Tafshil fii Hukmi man Hakkama Al Qawanindi situs http://www.al-sunan.org/vb/showthread.php?t=7005
[3] Lihat Aqwaalul ‘Ulama` AsSalafiyyin Al Qaa`iliina bit Tafshil fii Hukmi man Hakkama Al Qawanin
[4] Lihat Taisirul Wushuul 184
Penulis : dr. Adika Mianoki
Sumber: http://muslim.or.id/11364-siapakah-thaghut.html
isaku- KAPTEN
-
Posts : 3590
Kepercayaan : Islam
Location : Jakarta
Join date : 17.09.12
Reputation : 141
Re: Hukum Allah adalah Konstitusi
Qs 11:37 Dan buatlah bahtera itu dengan pengawasan dan petunjuk wahyu Kami, dan janganlah kamu bicarakan dengan Aku tentang orang-orang yang zalim itu; sesungguhnya mereka itu akan ditenggelamkan.
Terakhir diubah oleh njlajahweb tanggal Tue Feb 14, 2017 6:02 pm, total 1 kali diubah
njlajahweb- BANNED
-
Posts : 39612
Kepercayaan : Protestan
Location : banyuwangi
Join date : 30.04.13
Reputation : 119
Re: Hukum Allah adalah Konstitusi
Qs 21:29 Dan barangsiapa di antara mereka, mengatakan: "Sesungguhnya Aku adalah tuhan selain daripada Allah," maka orang itu Kami beri balasan dengan Jahannam, demikian Kami memberikan pembalasan kepada orang-orang zalim.
njlajahweb- BANNED
-
Posts : 39612
Kepercayaan : Protestan
Location : banyuwangi
Join date : 30.04.13
Reputation : 119
Re: Hukum Allah adalah Konstitusi
Qs 29:8 Dan Kami wajibkan manusia (berbuat) kebaikan kepada dua orang ibu-bapaknya. Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan Aku dengan sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, maka janganlah kamu mengikuti keduanya. Hanya kepada-Ku-lah kembalimu, lalu Aku kabarkan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan.
njlajahweb- BANNED
-
Posts : 39612
Kepercayaan : Protestan
Location : banyuwangi
Join date : 30.04.13
Reputation : 119
Re: Hukum Allah adalah Konstitusi
Qs 70:40 Maka Aku bersumpah dengan Tuhan Yang memiliki timur dan barat, sesungguhnya Kami benar-benar Maha Kuasa.
njlajahweb- BANNED
-
Posts : 39612
Kepercayaan : Protestan
Location : banyuwangi
Join date : 30.04.13
Reputation : 119
Re: Hukum Allah adalah Konstitusi
3:22 Berfirmanlah TUHAN Allah: "Sesungguhnya manusia itu telah menjadi seperti salah satu dari Kita, tahu tentang yang baik dan yang jahat; maka sekarang jangan sampai ia mengulurkan tangannya dan mengambil pula dari buah pohon kehidupan itu dan memakannya, sehingga ia hidup untuk selama-lamanya."
njlajahweb- BANNED
-
Posts : 39612
Kepercayaan : Protestan
Location : banyuwangi
Join date : 30.04.13
Reputation : 119
Halaman 1 dari 2 • 1, 2
Similar topics
» Konstitusi negara kita mengakui 5 agama, tetapi hanya mengakui 1 nama Tuhan, yakni Allah
» Hukum Allah harga mati
» yang disebut Anak-anak Allah adalah orang-orang beriman yang dipilih oleh Allah; mengapa disebut anak Allah, bukan anak Yesus?
» Hukum Anak Angkat Islam dan Janji Allah
» Allah adalah nama Tuhan
» Hukum Allah harga mati
» yang disebut Anak-anak Allah adalah orang-orang beriman yang dipilih oleh Allah; mengapa disebut anak Allah, bukan anak Yesus?
» Hukum Anak Angkat Islam dan Janji Allah
» Allah adalah nama Tuhan
Halaman 1 dari 2
Permissions in this forum:
Anda tidak dapat menjawab topik