bisakah kafir yang baik masuk surga?
Halaman 6 dari 8 • Share
Halaman 6 dari 8 • 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8
bisakah kafir yang baik masuk surga?
First topic message reminder :
Ada seorang sahabat bertanya, “aku tidak peduli dengan agama, aku hanya berkomitmen kepada kemanusiaan, aku tak mau menyakiti orang lain, seluruh hidupku kupersembahkan buat orang orang yang membutuhkan pertolonganku, akankah nantinya aku masuk sorga?”. Sangat sulit bagi saya untuk menjawab pertanyaan semacam ini. Saya tahu, bahwa sahabat saya ini memang seorang kafir, tapi akhlaknya sangat mulia. Sebagai seorang kafir tak mungkin dia masuk sorga, tapi rasanya tak enak juga jika dia ditempatkan di neraka, karena dia berakhlak sangat baik. Kebingungan kita menjawab pertanyaan dilematis diatas, bermula dari adanya doktrin doktrin na’if yang menggunakan standar ganda dalam memandang akidah. Kita membagi manusia menjadi dua bagian, yaitu muslim dan kafir. Muslim berarti kebaikan, kafir bermakna keburukan. Muslim pasti masuk sorga sedangkan kafir pasti masuk neraka. Kalau orang muslim berbuat jahat memang masuk neraka, tapi cuma transit sebentar, setelah itu masuk sorga selama lamanya. Sedangkan orang kafir langsung masuk neraka selama lamanya, tidak peduli apakah merekaitu berakhlak baik atau buruk. Saya sangat tidak nyaman dengan pandangan sederhana seperti diatas. Bahkan Al Qur’an sendiri mengkritik pandangan ini sebagai pandangan orang Yahudi. Hal itu adalah karena mereka (orang orang Yahudi) mengaku, “Kami tidak akan disentuh oleh api neraka, kecuali beberapa hari yang dapat dihitung”. Mereka diperdayakan dalam agama mereka oleh apa yang selalu mereka ada adakan. (QS, 3:24). Didalam kenyataan sehari hari, sering kita melihat orang orang kafir yang berbudi pekerti baik sebagaimana kita juga sering melihat banyak juga orang muslim yang berperilaku buruk. Al Qur’an dengan jelas menyatakan bahwa Islam itu absolut, tapi Al Qur’an juga menjajikan keselamatan buat orang orang non muslim dalam beberapa ayatnya. Sampai sekarang, para ulama masih belum menemukan solusi yang seragam untuk menjawab masalah kontradiktif ini. Jurang perbedaan pendapat diantara mereka masih lebar. Ini adalah PR kita bersama sebagai seorang muslim. Tentu saja saya tidak hendak membicarakan masalah pelik ini disini, apalagi ingin memperdebatkannya. Saya hanya bermaksud untuk menggambarkan dampak negatif dari doktrin doktrin salah kaprah yang selama ini mengitari cara keberagamaan kita. Pandangan na’if diatas menyebabkan kita memiliki standar ganda dalam menyikapi suatu masalah. Kita lebih suka membela penguasa yang dzolim asal dia muslim, daripada memilih pemimpin kafir yang adil. Kita lebih suka memilih pegawai yang seagama walaupun malas, daripada memilih karyawan kafir yang bekerja profesional. Begitu juga dalam memilih sahabat. Bahkan lebih jauh lagi kita selalu mendahulukan orang orang yang berkeyakinan sama dengan kita, betapapun buruk akhlak mereka. Kita menjauhi orang orang kafir, betapapun baik perilaku mereka. Dampak lainnya adalah kita selalu mencari cari pembenaran untuk keburukan akhlak kita. Dilain pihak kita menuduh adanya motif tersembunyi jika melihat kebaikan akhlak orang lain. Kita berprasangka baik jika menyaksikan sesama muslim berbuat jahat. Dilain pihak kita selalu curiga jika melihat orang kafir berbuat baik. Si Muslim memang korupsi, tapi dia juga suka berderma dan sering naik haji. Mudah mudahan amal baiknya menghapus semua dosa dosanya. Si Kafir memang suka menolong, tapi nanti dulu, jangan jangan itu cuma jebakan untuk menjerat kita. Jangan jangan mereka punya misi misi tertentu. Seorang muslim sejati selalu berlaku adil, tidak pernah menggunakan standar ganda. Katakan itu buruk kalau memang itu buruk, walaupun itu dilakukan oleh kerabat kita sendiri. Katakan itu baik kalau memang itu baik, biarpun itu dilakukan oleh musuh musuh kita. “Dia masuk neraka”, sabda Rasulullah SAW ketika melihat orang yang rajin sholat dan berpuasa tapi suka menyakiti tetangga. “Lepaskan dia!, karena Allah menyukai orang orang yang berakhlak mulia”, perintah Nabi SAW kepada para sahabatnya agar membebaskan seorang tawanan kafir yang terkenal berakhlak mulia. Sampai sekarang saya masih bingung memaknai kata kata Rasulullah SAW yang sangat populer ini.
Ada seorang sahabat bertanya, “aku tidak peduli dengan agama, aku hanya berkomitmen kepada kemanusiaan, aku tak mau menyakiti orang lain, seluruh hidupku kupersembahkan buat orang orang yang membutuhkan pertolonganku, akankah nantinya aku masuk sorga?”. Sangat sulit bagi saya untuk menjawab pertanyaan semacam ini. Saya tahu, bahwa sahabat saya ini memang seorang kafir, tapi akhlaknya sangat mulia. Sebagai seorang kafir tak mungkin dia masuk sorga, tapi rasanya tak enak juga jika dia ditempatkan di neraka, karena dia berakhlak sangat baik. Kebingungan kita menjawab pertanyaan dilematis diatas, bermula dari adanya doktrin doktrin na’if yang menggunakan standar ganda dalam memandang akidah. Kita membagi manusia menjadi dua bagian, yaitu muslim dan kafir. Muslim berarti kebaikan, kafir bermakna keburukan. Muslim pasti masuk sorga sedangkan kafir pasti masuk neraka. Kalau orang muslim berbuat jahat memang masuk neraka, tapi cuma transit sebentar, setelah itu masuk sorga selama lamanya. Sedangkan orang kafir langsung masuk neraka selama lamanya, tidak peduli apakah merekaitu berakhlak baik atau buruk. Saya sangat tidak nyaman dengan pandangan sederhana seperti diatas. Bahkan Al Qur’an sendiri mengkritik pandangan ini sebagai pandangan orang Yahudi. Hal itu adalah karena mereka (orang orang Yahudi) mengaku, “Kami tidak akan disentuh oleh api neraka, kecuali beberapa hari yang dapat dihitung”. Mereka diperdayakan dalam agama mereka oleh apa yang selalu mereka ada adakan. (QS, 3:24). Didalam kenyataan sehari hari, sering kita melihat orang orang kafir yang berbudi pekerti baik sebagaimana kita juga sering melihat banyak juga orang muslim yang berperilaku buruk. Al Qur’an dengan jelas menyatakan bahwa Islam itu absolut, tapi Al Qur’an juga menjajikan keselamatan buat orang orang non muslim dalam beberapa ayatnya. Sampai sekarang, para ulama masih belum menemukan solusi yang seragam untuk menjawab masalah kontradiktif ini. Jurang perbedaan pendapat diantara mereka masih lebar. Ini adalah PR kita bersama sebagai seorang muslim. Tentu saja saya tidak hendak membicarakan masalah pelik ini disini, apalagi ingin memperdebatkannya. Saya hanya bermaksud untuk menggambarkan dampak negatif dari doktrin doktrin salah kaprah yang selama ini mengitari cara keberagamaan kita. Pandangan na’if diatas menyebabkan kita memiliki standar ganda dalam menyikapi suatu masalah. Kita lebih suka membela penguasa yang dzolim asal dia muslim, daripada memilih pemimpin kafir yang adil. Kita lebih suka memilih pegawai yang seagama walaupun malas, daripada memilih karyawan kafir yang bekerja profesional. Begitu juga dalam memilih sahabat. Bahkan lebih jauh lagi kita selalu mendahulukan orang orang yang berkeyakinan sama dengan kita, betapapun buruk akhlak mereka. Kita menjauhi orang orang kafir, betapapun baik perilaku mereka. Dampak lainnya adalah kita selalu mencari cari pembenaran untuk keburukan akhlak kita. Dilain pihak kita menuduh adanya motif tersembunyi jika melihat kebaikan akhlak orang lain. Kita berprasangka baik jika menyaksikan sesama muslim berbuat jahat. Dilain pihak kita selalu curiga jika melihat orang kafir berbuat baik. Si Muslim memang korupsi, tapi dia juga suka berderma dan sering naik haji. Mudah mudahan amal baiknya menghapus semua dosa dosanya. Si Kafir memang suka menolong, tapi nanti dulu, jangan jangan itu cuma jebakan untuk menjerat kita. Jangan jangan mereka punya misi misi tertentu. Seorang muslim sejati selalu berlaku adil, tidak pernah menggunakan standar ganda. Katakan itu buruk kalau memang itu buruk, walaupun itu dilakukan oleh kerabat kita sendiri. Katakan itu baik kalau memang itu baik, biarpun itu dilakukan oleh musuh musuh kita. “Dia masuk neraka”, sabda Rasulullah SAW ketika melihat orang yang rajin sholat dan berpuasa tapi suka menyakiti tetangga. “Lepaskan dia!, karena Allah menyukai orang orang yang berakhlak mulia”, perintah Nabi SAW kepada para sahabatnya agar membebaskan seorang tawanan kafir yang terkenal berakhlak mulia. Sampai sekarang saya masih bingung memaknai kata kata Rasulullah SAW yang sangat populer ini.
Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/srwln111981/kafir-tapi-berakhlak-mulia-bisa-masuk-sorga_550e096b813311862cbc60d1
Ada seorang sahabat bertanya, “aku tidak peduli dengan agama, aku hanya berkomitmen kepada kemanusiaan, aku tak mau menyakiti orang lain, seluruh hidupku kupersembahkan buat orang orang yang membutuhkan pertolonganku, akankah nantinya aku masuk sorga?”. Sangat sulit bagi saya untuk menjawab pertanyaan semacam ini. Saya tahu, bahwa sahabat saya ini memang seorang kafir, tapi akhlaknya sangat mulia. Sebagai seorang kafir tak mungkin dia masuk sorga, tapi rasanya tak enak juga jika dia ditempatkan di neraka, karena dia berakhlak sangat baik. Kebingungan kita menjawab pertanyaan dilematis diatas, bermula dari adanya doktrin doktrin na’if yang menggunakan standar ganda dalam memandang akidah. Kita membagi manusia menjadi dua bagian, yaitu muslim dan kafir. Muslim berarti kebaikan, kafir bermakna keburukan. Muslim pasti masuk sorga sedangkan kafir pasti masuk neraka. Kalau orang muslim berbuat jahat memang masuk neraka, tapi cuma transit sebentar, setelah itu masuk sorga selama lamanya. Sedangkan orang kafir langsung masuk neraka selama lamanya, tidak peduli apakah merekaitu berakhlak baik atau buruk. Saya sangat tidak nyaman dengan pandangan sederhana seperti diatas. Bahkan Al Qur’an sendiri mengkritik pandangan ini sebagai pandangan orang Yahudi. Hal itu adalah karena mereka (orang orang Yahudi) mengaku, “Kami tidak akan disentuh oleh api neraka, kecuali beberapa hari yang dapat dihitung”. Mereka diperdayakan dalam agama mereka oleh apa yang selalu mereka ada adakan. (QS, 3:24). Didalam kenyataan sehari hari, sering kita melihat orang orang kafir yang berbudi pekerti baik sebagaimana kita juga sering melihat banyak juga orang muslim yang berperilaku buruk. Al Qur’an dengan jelas menyatakan bahwa Islam itu absolut, tapi Al Qur’an juga menjajikan keselamatan buat orang orang non muslim dalam beberapa ayatnya. Sampai sekarang, para ulama masih belum menemukan solusi yang seragam untuk menjawab masalah kontradiktif ini. Jurang perbedaan pendapat diantara mereka masih lebar. Ini adalah PR kita bersama sebagai seorang muslim. Tentu saja saya tidak hendak membicarakan masalah pelik ini disini, apalagi ingin memperdebatkannya. Saya hanya bermaksud untuk menggambarkan dampak negatif dari doktrin doktrin salah kaprah yang selama ini mengitari cara keberagamaan kita. Pandangan na’if diatas menyebabkan kita memiliki standar ganda dalam menyikapi suatu masalah. Kita lebih suka membela penguasa yang dzolim asal dia muslim, daripada memilih pemimpin kafir yang adil. Kita lebih suka memilih pegawai yang seagama walaupun malas, daripada memilih karyawan kafir yang bekerja profesional. Begitu juga dalam memilih sahabat. Bahkan lebih jauh lagi kita selalu mendahulukan orang orang yang berkeyakinan sama dengan kita, betapapun buruk akhlak mereka. Kita menjauhi orang orang kafir, betapapun baik perilaku mereka. Dampak lainnya adalah kita selalu mencari cari pembenaran untuk keburukan akhlak kita. Dilain pihak kita menuduh adanya motif tersembunyi jika melihat kebaikan akhlak orang lain. Kita berprasangka baik jika menyaksikan sesama muslim berbuat jahat. Dilain pihak kita selalu curiga jika melihat orang kafir berbuat baik. Si Muslim memang korupsi, tapi dia juga suka berderma dan sering naik haji. Mudah mudahan amal baiknya menghapus semua dosa dosanya. Si Kafir memang suka menolong, tapi nanti dulu, jangan jangan itu cuma jebakan untuk menjerat kita. Jangan jangan mereka punya misi misi tertentu. Seorang muslim sejati selalu berlaku adil, tidak pernah menggunakan standar ganda. Katakan itu buruk kalau memang itu buruk, walaupun itu dilakukan oleh kerabat kita sendiri. Katakan itu baik kalau memang itu baik, biarpun itu dilakukan oleh musuh musuh kita. “Dia masuk neraka”, sabda Rasulullah SAW ketika melihat orang yang rajin sholat dan berpuasa tapi suka menyakiti tetangga. “Lepaskan dia!, karena Allah menyukai orang orang yang berakhlak mulia”, perintah Nabi SAW kepada para sahabatnya agar membebaskan seorang tawanan kafir yang terkenal berakhlak mulia. Sampai sekarang saya masih bingung memaknai kata kata Rasulullah SAW yang sangat populer ini.
Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/srwln111981/kafir-tapi-berakhlak-mulia-bisa-masuk-sorga_550e096b813311862cbc60d1
Ada seorang sahabat bertanya, “aku tidak peduli dengan agama, aku hanya berkomitmen kepada kemanusiaan, aku tak mau menyakiti orang lain, seluruh hidupku kupersembahkan buat orang orang yang membutuhkan pertolonganku, akankah nantinya aku masuk sorga?”. Sangat sulit bagi saya untuk menjawab pertanyaan semacam ini. Saya tahu, bahwa sahabat saya ini memang seorang kafir, tapi akhlaknya sangat mulia. Sebagai seorang kafir tak mungkin dia masuk sorga, tapi rasanya tak enak juga jika dia ditempatkan di neraka, karena dia berakhlak sangat baik. Kebingungan kita menjawab pertanyaan dilematis diatas, bermula dari adanya doktrin doktrin na’if yang menggunakan standar ganda dalam memandang akidah. Kita membagi manusia menjadi dua bagian, yaitu muslim dan kafir. Muslim berarti kebaikan, kafir bermakna keburukan. Muslim pasti masuk sorga sedangkan kafir pasti masuk neraka. Kalau orang muslim berbuat jahat memang masuk neraka, tapi cuma transit sebentar, setelah itu masuk sorga selama lamanya. Sedangkan orang kafir langsung masuk neraka selama lamanya, tidak peduli apakah merekaitu berakhlak baik atau buruk. Saya sangat tidak nyaman dengan pandangan sederhana seperti diatas. Bahkan Al Qur’an sendiri mengkritik pandangan ini sebagai pandangan orang Yahudi. Hal itu adalah karena mereka (orang orang Yahudi) mengaku, “Kami tidak akan disentuh oleh api neraka, kecuali beberapa hari yang dapat dihitung”. Mereka diperdayakan dalam agama mereka oleh apa yang selalu mereka ada adakan. (QS, 3:24). Didalam kenyataan sehari hari, sering kita melihat orang orang kafir yang berbudi pekerti baik sebagaimana kita juga sering melihat banyak juga orang muslim yang berperilaku buruk. Al Qur’an dengan jelas menyatakan bahwa Islam itu absolut, tapi Al Qur’an juga menjajikan keselamatan buat orang orang non muslim dalam beberapa ayatnya. Sampai sekarang, para ulama masih belum menemukan solusi yang seragam untuk menjawab masalah kontradiktif ini. Jurang perbedaan pendapat diantara mereka masih lebar. Ini adalah PR kita bersama sebagai seorang muslim. Tentu saja saya tidak hendak membicarakan masalah pelik ini disini, apalagi ingin memperdebatkannya. Saya hanya bermaksud untuk menggambarkan dampak negatif dari doktrin doktrin salah kaprah yang selama ini mengitari cara keberagamaan kita. Pandangan na’if diatas menyebabkan kita memiliki standar ganda dalam menyikapi suatu masalah. Kita lebih suka membela penguasa yang dzolim asal dia muslim, daripada memilih pemimpin kafir yang adil. Kita lebih suka memilih pegawai yang seagama walaupun malas, daripada memilih karyawan kafir yang bekerja profesional. Begitu juga dalam memilih sahabat. Bahkan lebih jauh lagi kita selalu mendahulukan orang orang yang berkeyakinan sama dengan kita, betapapun buruk akhlak mereka. Kita menjauhi orang orang kafir, betapapun baik perilaku mereka. Dampak lainnya adalah kita selalu mencari cari pembenaran untuk keburukan akhlak kita. Dilain pihak kita menuduh adanya motif tersembunyi jika melihat kebaikan akhlak orang lain. Kita berprasangka baik jika menyaksikan sesama muslim berbuat jahat. Dilain pihak kita selalu curiga jika melihat orang kafir berbuat baik. Si Muslim memang korupsi, tapi dia juga suka berderma dan sering naik haji. Mudah mudahan amal baiknya menghapus semua dosa dosanya. Si Kafir memang suka menolong, tapi nanti dulu, jangan jangan itu cuma jebakan untuk menjerat kita. Jangan jangan mereka punya misi misi tertentu. Seorang muslim sejati selalu berlaku adil, tidak pernah menggunakan standar ganda. Katakan itu buruk kalau memang itu buruk, walaupun itu dilakukan oleh kerabat kita sendiri. Katakan itu baik kalau memang itu baik, biarpun itu dilakukan oleh musuh musuh kita. “Dia masuk neraka”, sabda Rasulullah SAW ketika melihat orang yang rajin sholat dan berpuasa tapi suka menyakiti tetangga. “Lepaskan dia!, karena Allah menyukai orang orang yang berakhlak mulia”, perintah Nabi SAW kepada para sahabatnya agar membebaskan seorang tawanan kafir yang terkenal berakhlak mulia. Sampai sekarang saya masih bingung memaknai kata kata Rasulullah SAW yang sangat populer ini.
Ada seorang sahabat bertanya, “aku tidak peduli dengan agama, aku hanya berkomitmen kepada kemanusiaan, aku tak mau menyakiti orang lain, seluruh hidupku kupersembahkan buat orang orang yang membutuhkan pertolonganku, akankah nantinya aku masuk sorga?”. Sangat sulit bagi saya untuk menjawab pertanyaan semacam ini. Saya tahu, bahwa sahabat saya ini memang seorang kafir, tapi akhlaknya sangat mulia. Sebagai seorang kafir tak mungkin dia masuk sorga, tapi rasanya tak enak juga jika dia ditempatkan di neraka, karena dia berakhlak sangat baik. Kebingungan kita menjawab pertanyaan dilematis diatas, bermula dari adanya doktrin doktrin na’if yang menggunakan standar ganda dalam memandang akidah. Kita membagi manusia menjadi dua bagian, yaitu muslim dan kafir. Muslim berarti kebaikan, kafir bermakna keburukan. Muslim pasti masuk sorga sedangkan kafir pasti masuk neraka. Kalau orang muslim berbuat jahat memang masuk neraka, tapi cuma transit sebentar, setelah itu masuk sorga selama lamanya. Sedangkan orang kafir langsung masuk neraka selama lamanya, tidak peduli apakah merekaitu berakhlak baik atau buruk. Saya sangat tidak nyaman dengan pandangan sederhana seperti diatas. Bahkan Al Qur’an sendiri mengkritik pandangan ini sebagai pandangan orang Yahudi. Hal itu adalah karena mereka (orang orang Yahudi) mengaku, “Kami tidak akan disentuh oleh api neraka, kecuali beberapa hari yang dapat dihitung”. Mereka diperdayakan dalam agama mereka oleh apa yang selalu mereka ada adakan. (QS, 3:24). Didalam kenyataan sehari hari, sering kita melihat orang orang kafir yang berbudi pekerti baik sebagaimana kita juga sering melihat banyak juga orang muslim yang berperilaku buruk. Al Qur’an dengan jelas menyatakan bahwa Islam itu absolut, tapi Al Qur’an juga menjajikan keselamatan buat orang orang non muslim dalam beberapa ayatnya. Sampai sekarang, para ulama masih belum menemukan solusi yang seragam untuk menjawab masalah kontradiktif ini. Jurang perbedaan pendapat diantara mereka masih lebar. Ini adalah PR kita bersama sebagai seorang muslim. Tentu saja saya tidak hendak membicarakan masalah pelik ini disini, apalagi ingin memperdebatkannya. Saya hanya bermaksud untuk menggambarkan dampak negatif dari doktrin doktrin salah kaprah yang selama ini mengitari cara keberagamaan kita. Pandangan na’if diatas menyebabkan kita memiliki standar ganda dalam menyikapi suatu masalah. Kita lebih suka membela penguasa yang dzolim asal dia muslim, daripada memilih pemimpin kafir yang adil. Kita lebih suka memilih pegawai yang seagama walaupun malas, daripada memilih karyawan kafir yang bekerja profesional. Begitu juga dalam memilih sahabat. Bahkan lebih jauh lagi kita selalu mendahulukan orang orang yang berkeyakinan sama dengan kita, betapapun buruk akhlak mereka. Kita menjauhi orang orang kafir, betapapun baik perilaku mereka. Dampak lainnya adalah kita selalu mencari cari pembenaran untuk keburukan akhlak kita. Dilain pihak kita menuduh adanya motif tersembunyi jika melihat kebaikan akhlak orang lain. Kita berprasangka baik jika menyaksikan sesama muslim berbuat jahat. Dilain pihak kita selalu curiga jika melihat orang kafir berbuat baik. Si Muslim memang korupsi, tapi dia juga suka berderma dan sering naik haji. Mudah mudahan amal baiknya menghapus semua dosa dosanya. Si Kafir memang suka menolong, tapi nanti dulu, jangan jangan itu cuma jebakan untuk menjerat kita. Jangan jangan mereka punya misi misi tertentu. Seorang muslim sejati selalu berlaku adil, tidak pernah menggunakan standar ganda. Katakan itu buruk kalau memang itu buruk, walaupun itu dilakukan oleh kerabat kita sendiri. Katakan itu baik kalau memang itu baik, biarpun itu dilakukan oleh musuh musuh kita. “Dia masuk neraka”, sabda Rasulullah SAW ketika melihat orang yang rajin sholat dan berpuasa tapi suka menyakiti tetangga. “Lepaskan dia!, karena Allah menyukai orang orang yang berakhlak mulia”, perintah Nabi SAW kepada para sahabatnya agar membebaskan seorang tawanan kafir yang terkenal berakhlak mulia. Sampai sekarang saya masih bingung memaknai kata kata Rasulullah SAW yang sangat populer ini.
Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/srwln111981/kafir-tapi-berakhlak-mulia-bisa-masuk-sorga_550e096b813311862cbc60d1
Ada seorang sahabat bertanya, “aku tidak peduli dengan agama, aku hanya berkomitmen kepada kemanusiaan, aku tak mau menyakiti orang lain, seluruh hidupku kupersembahkan buat orang orang yang membutuhkan pertolonganku, akankah nantinya aku masuk sorga?”. Sangat sulit bagi saya untuk menjawab pertanyaan semacam ini. Saya tahu, bahwa sahabat saya ini memang seorang kafir, tapi akhlaknya sangat mulia. Sebagai seorang kafir tak mungkin dia masuk sorga, tapi rasanya tak enak juga jika dia ditempatkan di neraka, karena dia berakhlak sangat baik. Kebingungan kita menjawab pertanyaan dilematis diatas, bermula dari adanya doktrin doktrin na’if yang menggunakan standar ganda dalam memandang akidah. Kita membagi manusia menjadi dua bagian, yaitu muslim dan kafir. Muslim berarti kebaikan, kafir bermakna keburukan. Muslim pasti masuk sorga sedangkan kafir pasti masuk neraka. Kalau orang muslim berbuat jahat memang masuk neraka, tapi cuma transit sebentar, setelah itu masuk sorga selama lamanya. Sedangkan orang kafir langsung masuk neraka selama lamanya, tidak peduli apakah merekaitu berakhlak baik atau buruk. Saya sangat tidak nyaman dengan pandangan sederhana seperti diatas. Bahkan Al Qur’an sendiri mengkritik pandangan ini sebagai pandangan orang Yahudi. Hal itu adalah karena mereka (orang orang Yahudi) mengaku, “Kami tidak akan disentuh oleh api neraka, kecuali beberapa hari yang dapat dihitung”. Mereka diperdayakan dalam agama mereka oleh apa yang selalu mereka ada adakan. (QS, 3:24). Didalam kenyataan sehari hari, sering kita melihat orang orang kafir yang berbudi pekerti baik sebagaimana kita juga sering melihat banyak juga orang muslim yang berperilaku buruk. Al Qur’an dengan jelas menyatakan bahwa Islam itu absolut, tapi Al Qur’an juga menjajikan keselamatan buat orang orang non muslim dalam beberapa ayatnya. Sampai sekarang, para ulama masih belum menemukan solusi yang seragam untuk menjawab masalah kontradiktif ini. Jurang perbedaan pendapat diantara mereka masih lebar. Ini adalah PR kita bersama sebagai seorang muslim. Tentu saja saya tidak hendak membicarakan masalah pelik ini disini, apalagi ingin memperdebatkannya. Saya hanya bermaksud untuk menggambarkan dampak negatif dari doktrin doktrin salah kaprah yang selama ini mengitari cara keberagamaan kita. Pandangan na’if diatas menyebabkan kita memiliki standar ganda dalam menyikapi suatu masalah. Kita lebih suka membela penguasa yang dzolim asal dia muslim, daripada memilih pemimpin kafir yang adil. Kita lebih suka memilih pegawai yang seagama walaupun malas, daripada memilih karyawan kafir yang bekerja profesional. Begitu juga dalam memilih sahabat. Bahkan lebih jauh lagi kita selalu mendahulukan orang orang yang berkeyakinan sama dengan kita, betapapun buruk akhlak mereka. Kita menjauhi orang orang kafir, betapapun baik perilaku mereka. Dampak lainnya adalah kita selalu mencari cari pembenaran untuk keburukan akhlak kita. Dilain pihak kita menuduh adanya motif tersembunyi jika melihat kebaikan akhlak orang lain. Kita berprasangka baik jika menyaksikan sesama muslim berbuat jahat. Dilain pihak kita selalu curiga jika melihat orang kafir berbuat baik. Si Muslim memang korupsi, tapi dia juga suka berderma dan sering naik haji. Mudah mudahan amal baiknya menghapus semua dosa dosanya. Si Kafir memang suka menolong, tapi nanti dulu, jangan jangan itu cuma jebakan untuk menjerat kita. Jangan jangan mereka punya misi misi tertentu. Seorang muslim sejati selalu berlaku adil, tidak pernah menggunakan standar ganda. Katakan itu buruk kalau memang itu buruk, walaupun itu dilakukan oleh kerabat kita sendiri. Katakan itu baik kalau memang itu baik, biarpun itu dilakukan oleh musuh musuh kita. “Dia masuk neraka”, sabda Rasulullah SAW ketika melihat orang yang rajin sholat dan berpuasa tapi suka menyakiti tetangga. “Lepaskan dia!, karena Allah menyukai orang orang yang berakhlak mulia”, perintah Nabi SAW kepada para sahabatnya agar membebaskan seorang tawanan kafir yang terkenal berakhlak mulia. Sampai sekarang saya masih bingung memaknai kata kata Rasulullah SAW yang sangat populer ini.
Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/srwln111981/kafir-tapi-berakhlak-mulia-bisa-masuk-sorga_550e096b813311862cbc60d1
keroncong- KAPTEN
-
Age : 70
Posts : 4535
Kepercayaan : Islam
Location : di rumah saya
Join date : 09.11.11
Reputation : 67
Re: bisakah kafir yang baik masuk surga?
lha iya kang, lalu siapa yang memberikan hukum itu?karena tidak mungkin yang memberikan hukum itu tidak punya pengetahuan.
njlajahweb- BANNED
-
Posts : 39612
Kepercayaan : Protestan
Location : banyuwangi
Join date : 30.04.13
Reputation : 119
Re: bisakah kafir yang baik masuk surga?
yang memberikan hukuman gak ada, yg ada adl bekerjanya hukum karma
dharma_senapati- SERSAN MAYOR
-
Age : 53
Posts : 306
Kepercayaan : Budha
Location : Serang
Join date : 21.02.16
Reputation : 8
Re: bisakah kafir yang baik masuk surga?
dan yang membuat hukum karma bekerja adalah DIA satu-satunya Yang Mampu Mengetahui kekotoran bathin dan Yang Berhak menghukum kekotoran bathin
njlajahweb- BANNED
-
Posts : 39612
Kepercayaan : Protestan
Location : banyuwangi
Join date : 30.04.13
Reputation : 119
Re: bisakah kafir yang baik masuk surga?
dharma_senapati wrote:@dee-nee
biru : lah katanya ... Buddha sendiri juga meyakini bahwa YANG MUTLAK itu memang ada ... bahwa yang tidak mutlak terjadi (atau menjadi ada) ... karena adanya YANG MUTLAK >>> betul begitu ??
gak begitu, kamu mencampuradukan konsep tuhan dgn nibbana, yg mutlak itu bkn tuhan melainkan nibbana
segala sesuatu itu sulit dicari penyebab awalnya krn proses hancur dan muncul.
manusia gak akan mencapai kesucian jika pikiran & batin qt terbelenggu ttg "siapa penciptanya" itu akan menjd sia2.
merah : gini deh ... saya minta confirm dulu
dalam ajaran Buddha ... konsep nibbana adalah SUATU KONDISI bagi manusia untuk mencapai YANG MUTLAK
sementara konsep tuhan adalah sama seperti konsep dewa2
betul begitu ??
biru : diluar apakah sulit atau mudah >>> anda meyakini bahwa dalam hukum universal selalu ada sebab dan akibat >> betul ??
maka maksud uraian saya diatas adalah .... diluar apakah sulit atau mudah ... hukum universal tetap ada karena suatu sebab ... hukum universal itu bukan ujug2 ada tanpa sebab >>> so apa sebab adanya hukum universal ??
point-nya yang underline
hijau : manusia adalah mahluk yang terlahir tidak sempurna ... kenapa ?? karena manusia terkondisi
maka kalau balik ke hijau >>> manusia gak akan mencapai kesucian jika pikiran & batin qt terbelenggu ttg "siapa penciptanya" itu akan menjd sia2
justru karena manusia terkondisi (ada yang menciptakan) maka manusia harus mengerti/mengetahui siapa penciptanya, karena SANG PENCIPTA inilah yang mengetahui tentang kebenaran yang sebenar2nya
tapi yang ini kejauhan ... terlalu tumpang tindih dan loncat2 .... diskusi harus dimulai tentang Tuhan vs nibbana terlebih dahulu ... plus tentang hukum universal dan sebab akibatnya
sebelum bicara tentang manusia-nya .... harus clear dulu tentang definisi, eksistensi dan keterlibatan Tuhan
dee-nee- LETNAN KOLONEL
-
Posts : 8645
Kepercayaan : Islam
Location : Jakarta
Join date : 02.08.12
Reputation : 182
Re: bisakah kafir yang baik masuk surga?
hukum universal / hukum karma adalah mutlak, sulit dicari penyebab awalnya karena proses yg tak terhitung muncul dan hancurnya alam semesta ini.
menurut saya, sikap spt itu akan menyebabkan manusia tidak akan mencapai kesucian. kapan mau suci-nya kalau hanya berkutat pencarian pada siapa penciptanya, apa penyebabnya.
Secara ringkas ajaran Sang Buddha tergambarkan dalam bait Dhammapada 183 :
Janganlah berbuat jahat
Tambahlah kebaikan
Sucikan hati dan pikiran
Itulah ajaran semua Buddha
menurut saya, sikap spt itu akan menyebabkan manusia tidak akan mencapai kesucian. kapan mau suci-nya kalau hanya berkutat pencarian pada siapa penciptanya, apa penyebabnya.
Secara ringkas ajaran Sang Buddha tergambarkan dalam bait Dhammapada 183 :
Janganlah berbuat jahat
Tambahlah kebaikan
Sucikan hati dan pikiran
Itulah ajaran semua Buddha
dharma_senapati- SERSAN MAYOR
-
Age : 53
Posts : 306
Kepercayaan : Budha
Location : Serang
Join date : 21.02.16
Reputation : 8
Re: bisakah kafir yang baik masuk surga?
20:12 Dan aku melihat orang-orang mati, besar dan kecil, berdiri di depan takhta itu. Lalu dibuka semua kitab. Dan dibuka juga sebuah kitab lain, yaitu kitab kehidupan. Dan orang-orang mati dihakimi menurut perbuatan mereka, berdasarkan apa yang ada tertulis di dalam kitab-kitab itu.
20:13 Maka laut menyerahkan orang-orang mati yang ada di dalamnya, dan maut dan kerajaan maut menyerahkan orang-orang mati yang ada di dalamnya, dan mereka dihakimi masing-masing menurut perbuatannya.
njlajahweb- BANNED
-
Posts : 39612
Kepercayaan : Protestan
Location : banyuwangi
Join date : 30.04.13
Reputation : 119
Re: bisakah kafir yang baik masuk surga?
Bro,dharma_senapati wrote:menurut saya, sikap spt itu akan menyebabkan manusia tidak akan mencapai kesucian. kapan mau suci-nya kalau hanya berkutat pencarian pada siapa penciptanya, apa penyebabnya.
Apakah menurut anda, selain orang yg beragam Buddha, mustahil bisa mencapai kesucian ?.
atau,
Apakah menurut anda, hanya orang Buddhis yg bisa mencapai kesucian ?.
Azed- SERSAN SATU
-
Posts : 174
Kepercayaan : Islam
Location : Indonesia
Join date : 02.09.12
Reputation : 25
Re: bisakah kafir yang baik masuk surga?
quote
menurut saya, sikap spt itu akan menyebabkan manusia tidak akan mencapai kesucian. kapan mau suci-nya kalau hanya berkutat pencarian pada siapa penciptanya, apa penyebabnya.
#tanggapan
jika pencarian terhadap Tuhan disertai dengan iman yang benar, maka itu justru bisa mencapai kesucian dan ketulusan tingkat tinggi yang tentunya dengan tidak mengabaikan rasa tanggung jawab terhadap sesama manusia juga terhadap Tuhan dengan sikap hati yang benar.
menurut saya, sikap spt itu akan menyebabkan manusia tidak akan mencapai kesucian. kapan mau suci-nya kalau hanya berkutat pencarian pada siapa penciptanya, apa penyebabnya.
#tanggapan
jika pencarian terhadap Tuhan disertai dengan iman yang benar, maka itu justru bisa mencapai kesucian dan ketulusan tingkat tinggi yang tentunya dengan tidak mengabaikan rasa tanggung jawab terhadap sesama manusia juga terhadap Tuhan dengan sikap hati yang benar.
njlajahweb- BANNED
-
Posts : 39612
Kepercayaan : Protestan
Location : banyuwangi
Join date : 30.04.13
Reputation : 119
Re: bisakah kafir yang baik masuk surga?
non buddhis bisa mencapai kesucian.
jenis2 tingkat kesucian bisa ada baca disini:
http://dhamma-vagga.blogspot.in/2012/06/tingkat-kesucian-dalam-agama-buddha.html
jenis2 tingkat kesucian bisa ada baca disini:
http://dhamma-vagga.blogspot.in/2012/06/tingkat-kesucian-dalam-agama-buddha.html
dharma_senapati- SERSAN MAYOR
-
Age : 53
Posts : 306
Kepercayaan : Budha
Location : Serang
Join date : 21.02.16
Reputation : 8
Re: bisakah kafir yang baik masuk surga?
dharma_senapati wrote:hukum universal / hukum karma adalah mutlak, sulit dicari penyebab awalnya karena proses yg tak terhitung muncul dan hancurnya alam semesta ini.
merah : haduh ... saya bingung lagi kalau disebut mutlak disini >>> karena sesuatu yang mutlak seharusnya tidak terkondisi ... sementara hukum universal adalah suatu hal yang terkondisi
underline merah : seperti saya sebut sebelumnya
diluar apakah sulit atau mudah ... hukum universal tetap ada karena suatu sebab ... hukum universal itu bukan ujug2 ada tanpa sebab >>> so apa sebab adanya hukum universal ??
coba lihat yang biru >>> hukum universal itu terkondisi ... dan semua yang terkondisi PASTI ADA PENYEBABNYA (diluar sulit atau mudah dicari penyebabnya) >>> maka balik ke underline
dharma_senapati wrote:menurut saya, sikap spt itu akan menyebabkan manusia tidak akan mencapai kesucian. kapan mau suci-nya kalau hanya berkutat pencarian pada siapa penciptanya, apa penyebabnya.
Secara ringkas ajaran Sang Buddha tergambarkan dalam bait Dhammapada 183 :
Janganlah berbuat jahat
Tambahlah kebaikan
Sucikan hati dan pikiran
Itulah ajaran semua Buddha
begini ... saya pribadi tidak ada masalah dengan uraian anda yang hijau ... karena apa yang anda urai warna hijau saya setuju
tapi tentang yang ungu --- nyambung ke hijau
apa yang anda tulis tentang yang hijau ... dalam konsep samawi adalah salah satu jalan (way of life) untuk "dekat" dengan SANG PENCIPTA >>> kalau anda sebut yang hijau adalah jalan (way of life) untuk menuju kesucian ... ya semua itu tergantung isi kepala tentang kata "suci" itu sendiri .... tapi menurut saya intinya sama
catatan : kata dekat yang bold diatas juga saya menggunakan bahasa manusia yang mungkin secara harfiah artinya "mendekatkan diri kepada Tuhan" >>> tapi bukan artinya manusia "dekat/nempel2" dengan Tuhan (seolah2 Tuhan adalah suatu benda/mahluk) ... atau bahkan disebut manusia "menyatu" dengan Tuhan .... karena bagaimana mungkin yang terkondisi bisa menyatu dengan YANG TAK TERKONDISI ??
maka tentang yang ungu : bagaimana mungkin kita bisa melakukan "pendekatan diri" pada SANG PENCIPTA ... kalau kita tidak tau siapa yang menciptakan kita ... atau siapa yang menyebabkan kita ada >>> kita harus "mendekatkan diri" pada yang mana ?? ...
mendekatkan diri pada pohon, pada matahari, pada patung, pada dewa2 ?? ... pada yang mana ??
kembali lagi tentang hukum universal yang saya urai diatas ... bahwa apapun yang terkondisi PASTI ADA PENYEBABNYA
>>> maka .... selama penyebab-nya MASIH TERKONDISI artinya masih bisa dicari lagi penyebabnya .... masih bisa dicari terus dan terus ... hingga sampai pada YANG TIDAK TERKONDISI (yang sudah tidak mempunyai sebab akibat lagi dalam eksistensiNYA) >>> kembali lagi ke point yang pink
so ..... dalam konsep Tuhan (samawi) ... sudah langsung dijelaskan bahwa YANG TAK TERKONDISI inilah yang merupakan PUSAT (awal dan akhir) dari segala penciptaan ... yaitu SANG PENCIPTA itu sendiri
balik lagi tentang yang ungu >>> dalam agama samawi ... manusia sudah tidak lagi mencari2 siapa SANG PENCIPTA >>> artinya dalam samawi ... manusia sudah langsung dikasih tau ... "ini loh PENCIPTA mu ... yaitu Tuhan (Allah)"
bahkan dalam Islam manusia TIDAK DISARANKAN untuk "menganalisa" Tuhan ... apalagi mencari2
dalam konteks samawi ... manusia hanya dikasih tau bahwa tujuan hidup manusia adalah menuju (mendekatkan diri) pada Tuhan - pada YANG MUTLAK ini >>> lalu bagaimana caranya ... ya intinya akan nyambung dengan yang hijau tulisan anda diatas
justru akan lucu kalau dalam samawi ... manusia masih mencari2 Tuhan ... karena dari awal ... Abraham/Ibrahim sudah memberi tahu tentang konsep Tuhan itu sendiri ... jadi memang tidak perlu lagi dicari2
tapi tetap saja ... mengakui KETERLIBATAN TUHAN dalam segala penciptaan alam semesta di dalam dan di luar dimensi manusia ... itu wajib hukumnya ... kembali ke tulisan pink diatas
gitu2 lah intinya ... hehehehehehe
dee-nee- LETNAN KOLONEL
-
Posts : 8645
Kepercayaan : Islam
Location : Jakarta
Join date : 02.08.12
Reputation : 182
Re: bisakah kafir yang baik masuk surga?
maka kembali ke diskusi sebelumnya
maka ... kalau uraian saya yang biru diatas bisa dibenarkan
maka pendapat saya (dalam sudut pandang sebagai muslim) ... kondisi nibbana juga BELUM YANG MUTLAK ... sementara konsep tuhan tentang dewa2 ... ya itu bahkan jauh levelnya dibawah SANG TUHAN (SANG MUTLAK) itu sendiri
karena pendapat saya ... sesuatu yang berawal dari yang tidak mutlak ... TIDAK AKAN MUNGKIN bisa menjadi YANG MUTLAK >>> itu ibaratnya unsur kimiawi-nya sudah beda
YANG MUTLAK ... YANG TIDAK TERKONDISI ... tidak akan mungkin berawal dari suatu apapun ... so siapapun atau apapun (selama dia tercipta dalam keadaan terkondisi) ... tidak akan mungkin bisa menjadi YANG TIDAK TERKONDISI
jadi tentang yang hijau diatas ... saya pikir apa yang dikatakan Buddha memang benar ... tapi menurut saya beliau tidak sedang bicara tentang nibbana ... hehehehehehe >>> maaf kalau menyinggung ... maaf kalau saya dianggap seenak-nya mengartikan kata2 Buddha
catatan : saya tulis pakai huruf besar ... bukan karena marah2 atau emosi ya ... hehehehehe ... saya tulis besar2 maksudnya untuk meng-highlight atau juga untuk "meninggikan" kedudukan kata tersebut
dee-nee wrote:merah : gini deh ... saya minta confirm duludharma_senapati wrote:gak begitu, kamu mencampuradukan konsep tuhan dgn nibbana, yg mutlak itu bkn tuhan melainkan nibbanadee-nee wrote:lah katanya ... Buddha sendiri juga meyakini bahwa YANG MUTLAK itu memang ada ... bahwa yang tidak mutlak terjadi (atau menjadi ada) ... karena adanya YANG MUTLAK >>> betul begitu ??
dalam ajaran Buddha ... konsep nibbana adalah SUATU KONDISI bagi manusia untuk mencapai YANG MUTLAK
sementara konsep tuhan adalah sama seperti konsep dewa2
betul begitu ??
maka ... kalau uraian saya yang biru diatas bisa dibenarkan
maka pendapat saya (dalam sudut pandang sebagai muslim) ... kondisi nibbana juga BELUM YANG MUTLAK ... sementara konsep tuhan tentang dewa2 ... ya itu bahkan jauh levelnya dibawah SANG TUHAN (SANG MUTLAK) itu sendiri
karena pendapat saya ... sesuatu yang berawal dari yang tidak mutlak ... TIDAK AKAN MUNGKIN bisa menjadi YANG MUTLAK >>> itu ibaratnya unsur kimiawi-nya sudah beda
YANG MUTLAK ... YANG TIDAK TERKONDISI ... tidak akan mungkin berawal dari suatu apapun ... so siapapun atau apapun (selama dia tercipta dalam keadaan terkondisi) ... tidak akan mungkin bisa menjadi YANG TIDAK TERKONDISI
jadi tentang yang hijau diatas ... saya pikir apa yang dikatakan Buddha memang benar ... tapi menurut saya beliau tidak sedang bicara tentang nibbana ... hehehehehehe >>> maaf kalau menyinggung ... maaf kalau saya dianggap seenak-nya mengartikan kata2 Buddha
catatan : saya tulis pakai huruf besar ... bukan karena marah2 atau emosi ya ... hehehehehe ... saya tulis besar2 maksudnya untuk meng-highlight atau juga untuk "meninggikan" kedudukan kata tersebut
dee-nee- LETNAN KOLONEL
-
Posts : 8645
Kepercayaan : Islam
Location : Jakarta
Join date : 02.08.12
Reputation : 182
Re: bisakah kafir yang baik masuk surga?
dee-nee wrote:
jadi tentang yang hijau diatas ... saya pikir apa yang dikatakan Buddha memang benar ... tapi menurut saya beliau tidak sedang bicara tentang nibbana ... hehehehehehe >>> maaf kalau menyinggung ... maaf kalau saya dianggap seenak-nya mengartikan kata2 Buddha
maksud @dee-nee buddha membicarakan tuhan gitu yah?
kl tuhan yg dibicarakan buddha adl spt yg tercantum pada Brahmajala Sutta didalam Digha Nikaya
dharma_senapati- SERSAN MAYOR
-
Age : 53
Posts : 306
Kepercayaan : Budha
Location : Serang
Join date : 21.02.16
Reputation : 8
Re: bisakah kafir yang baik masuk surga?
dharma_senapati wrote:dee-nee wrote:
jadi tentang yang hijau diatas ... saya pikir apa yang dikatakan Buddha memang benar ... tapi menurut saya beliau tidak sedang bicara tentang nibbana ... hehehehehehe >>> maaf kalau menyinggung ... maaf kalau saya dianggap seenak-nya mengartikan kata2 Buddha
maksud @dee-nee buddha membicarakan tuhan gitu yah?
kl tuhan yg dibicarakan buddha adl spt yg tercantum pada Brahmajala Sutta didalam Digha Nikaya
biru : bisa jadi ... Buddha sebetulnya tidak bicara tentang nibbana ... tetapi bicara tentang konsep Tuhan (dalam agama samawi)
sisanya : kata siapa ?? ... hehehehehe
coba dibawa sini dulu isi Brahmajala Sutta ... ada ga penjelasan Buddha yang merujuk pada Tuhan dalam konsep samawi
dee-nee- LETNAN KOLONEL
-
Posts : 8645
Kepercayaan : Islam
Location : Jakarta
Join date : 02.08.12
Reputation : 182
Re: bisakah kafir yang baik masuk surga?
“Para bhikkhu, ada beberapa pertapa dan brahmana yang berpandangan ‘Semi-Eternalis’ 1) pada hal-hal tertentu, dengan empat cara mereka berpendapatan bahwa ‘atta’ dan ‘loka’ ada bagian yang kekal dan ada bagian yang tidak kekal. Apakah asal mula dan dasar mereka berpandangan demikian?
Para bhikkhu, pada suatu masa yang lampau setelah berlangsungnya suatu masa yang lama sekali, ‘bumi ini belum ada’ 2). Ketika itu umumnya makhluk-makhluk hidup di alam dewa Abhassara 3), di situ mereka hidup ditunjang oleh kekuatan pikiran, diliputi kegiuran, dengan tubuh yang bercahaya dan melayang-layang di angkasa hidup diliputi kemegahan, mereka hidup demikian dalam masa yang lama sekali.
Demikianlah, pada suatu waktu yang lampau ketika berakhirnya suatu yang lama sekali, bumi ini mulai berevolusi dalam pembentuk, ketika hal ini terjadi alam Brahma 1) kelihatan dan masih kosong. Ada makhluk dari alam dewa Abhassara yang ‘masa hidupnya 2) atau ‘pahala kamma baiknya’ 3) untuk hidup di alam itu telah habis, ia meninggal dari alam Abhassara itu dan terlahir kembali di alam Brahma.
Disini, ia hidup ditunjang pula oleh kekuatan pikirannya diliputi kegiuran, dengan tubuh yang bercahaya-cahaya yang melayang-layang di angkasa, hidup diliputi kemegahan, ia hidup demikian dalam masa yang lama sekali.
Karena terlalu lama ia hidup sendirian di situ, maka dalam dirinya muncullah rasa ketidak puasan, juga muncul suatu keinginan, ‘O, semoga ada makhluk lain yang datang dan hidup bersama saya di sini! Pada saat itu ada makhluk lain yang disebabkan oleh masa usianya atau pahala kamma baiknya telah habis, mereka meninggal di alam Abhassara dan terlahir kembali di alam Brahma sebagai pengikutnya, tetapi dalam banyak hal sama dengan dia.
Para bhikkhu, berdasarkan itu, maka makhluk pertama yang terlahir di alam Brahma berpendapat : “Saya Brahma, Maha Brahma, Maha Agung, Maha Kuasa, Maha Tahu, Penguasa, Tuan Dari Semua, Pembuat, Pencipta, Maha Tinggi, Penentu tempat bagi semua makhluk, asal mula kehidupan, Bapa dari yang telah ada dan yang akan ada 4). Semua makhluk ini adalah ciptaanku”. Mengapa demikian? Baru saja saya berpikir, ‘semoga mereka datang’, dan berdasarkan pada keinginanku itu maka makhluk-makhluk ini muncul. Makhluk-makhluk itu pun berpikir, ‘dia Brahma, Maha Brahma, Maha Agung, Maha Kuasa, Maha Tahu, Penguasa, Tuan dari semua, Pembuat, Pencipta, Maha Tinggi, penentu tempat bagi semua makhluk, asal mula kehidupan, Bapa dari yang telah ada dan yang akan ada. Kita semua adalah ciptaannya. Mengapa? Sebab, setahu kita, dialah yang lebih dahulu berada di sini, sedangkan kita muncul sesudahnya”.
“Para bhikkhu, dalam hal ini makhluk pertama yang berada di situ memiliki usia yang lebih panjang, lebih mulia, lebih berkuasa daripada makhluk-makhluk yang datang sesudahnya.
Para bhikkhu, selanjutnya ada beberapa makhluk yang meninggal di alam tersebut dan terlahir kembali di bumi.
Setelah berada di bumi ia meninggalkan kehidupan berumah tangga dan menjadi pertapa. Karena hidup sebagai pertapa, maka dengan bersemangat, tekad, waspada dan kesungguhan bermeditasi, pikirannya terpusat, batinnya menjadi tenang dan memiliki kemampuan untuk mengingat kembali satu kehidupannya yang lampau, tetapi tidak lebih dari itu.
Mereka berkata : “Dia Brahma, Maha Brahma, Maha Agung, Masa Kuasa, Penguasa, Tuan dari semua, Pembuat, Pencipta, Maha Tinggi, Penentu tempat bagi semua makhluk, asal mula kehidupan, Bapa dari yang telah ada dan yang akan ada. Dialah yang menciptakan kami, ia tetap kekal dan keadaannya tidak berubah, ia akan tetap kekal selamanya, tetapi kami yang diciptakannya dan datang ke sini adalah tidak kekal, berubah dan memiliki usia yang terbatas.”
“Para bhikkhu, inilah pandangan pertama tentang asal mula dan dasar dari ajaran beberapa pertapa dan brahmana yang berpandangan – Semi-Eternalis pada hal-hal tertentu, yang berpendapat bahwa ‘atta’ dan ‘loka’ sebagian kekal dan sebagian tidak kekal”.
“Pandangan kedua, para bhikkhu, ada beberapa pertapa dan brahmana yang berpandangan Semi-Eternalis. Pandangan ini bersumber pada dewa-dewa tertentu yang dinamakan Khiddapadosika 1).
Mereka menghabiskan masa hidup mereka dengan ‘mencari kesenangan dan memuaskan indria’ mereka.
Diakibatkan oleh sifat mereka yang buruk itu dan juga karena tidak dapat mengendalikan diri lagi, maka mereka meninggal di alam tersebut”.
“Para bhikkhu, demikianlah maka ada beberapa makhluk yang meninggal di alam tersebut dan terlahir di bumi. Setelah berada di bumi ini, mereka meninggalkan kehidupan berumah tangga dan menjadi pertapa, dengan semangat, tekad, waspada dan kesungguhan bermeditasi, pikiran mereka terpusat, batin tenang dan memiliki kemampuan untuk mengingat kembali satu kehidupan mereka yang lampau, tetapi tidak lebih dari itu.
Mereka berkata : “Dewa-dewa yang tidak ternoda oleh kesenangan adalah tetap kekal abadi selamanya. Tetapi kita yang terjatuh dari alam tersebut, tidak dapat mengendalikan diri karena terpikat pada kesenangan, kita yang terlahir di sini adalah tidak kekal, berubah, dan usia kita pun terbatas”.
Inilah pada bhikkhu, pandangan kedua”.
“Pandangan ketiga, para bhikkhu, ada beberapa pertapa dan brahmana yang berpandangan Semi-Eternalis. Pandangan ini bersumber pada dewa-dewa tertentu yang dinamakan ‘Manopadosika’ 5). Mereka selalu diliputi oleh ‘perasaan iri kepada yang lain’, karena sifat buruk ini maka mereka cemburu atau tidak menyukai dewa yang lain. Akibat dari pikiran yang buruk tersebut maka tubuh mereka menjadi lemah dan bodoh, dan dewa-dewa tersebut meninggal di alam itu”.
“Para bhikkhu, demikianlah maka beberapa makhluk yang meninggal di alam tersebut terlahir kembali di bumi ini, mereka meninggalkan kehidupan berumah tangga dan menjadi pertapa. Karena hidup sebagai pertapa, maka dengan semangat, tekad, waspada dan kesungguhan bermeditasi, pikiran mereka terpusat, batin menjadi tenang dan memiliki kemampuan untuk mengingat kembali satu kehidupan yang lampau, tetapi tidak lebih dari itu”.
Kemudian mereka berkata : “Para dewa yang pikiran mereka tidak ternoda dan tidak diliputi perasaan iri hati kepada yang lain, maka mereka tidak merasa cemburu kepada dewa yang lain, dengan demikian mereka kuat cerdas dan pandai. Maka dengan demikian mereka tidak meninggal atau jatuh dari alam tersebut, mereka tetap kekal abadi, tidak berubah sampai selama-lamanya. Tetapi kita yang memiliki pikiran yang ternoda, selalu diliputi perasaan iri hati kepada yang lain. Karena rasa iri dan cemburu tersebut, maka tubuh kami menjadi lemah, mati dan terlahir ke sini (bumi) sebagai makhluk yang tidak kekal, berubah, dan memiliki usia yang terbatas. Para bhikkhu, inilah pandangan yang ketiga”.
Pandangan keempat, para bhikkhu, ada beberapa pertapa dan brahmana yang berpandangan Semi-Eternalis. Tetapi dalam hal ini mereka mendasarkan pandangan mereka pada pikiran dan logika. Mereka menyatakan pendapat mereka yang didasarkan pada argumentasi dan dilandaskan pada kesanggupan mereka saja sebagai berikut : ‘yang disebut mata, telinga, hidung, lidah dan jasmani adalah ‘atta’ yang bersifat tidak kekal, tidak tetap, tidak abadi, selalu berubah. Tetapi apa yang dinamakan batin, pikiran atau kesadaran adalah ‘atta’ yang bersifat kekal, tetap abadi dan tidak akan berubah.
Para bhikkhu, inilah pandangan keempat tentang asal mula dan dasar dari ajaran beberapa pertapa dan brahmana yang berpandangan Semi-Eternalis, yang mempertahankan pendapat mereka bahwa ‘atta’ dan ‘loka’ sebagian kekal dan sebagian tidak kekal”.
“Para bhikkhu, inilah empat paham ajaran yang menyatakan bahwa ‘atta’ dan ‘loka’ sebagian kekal dan sebagian tidak kekal dari beberapa pertapa dan brahmana yang berpandangan Semi-Eternalis. Demikianlah ajaran mereka dengan empat pandangan ini atau dengan salah satu dari pandangan-pandangan itu, dan selain pandangan mereka tersebut tidak ada lagi pandangan lain”.
“Para bhikkhu, dalam hal ini Tathagata mengetahui sampai dimana spekulasi, tujuan, akibat dan hasil dari pandangan-pandangan tersebut pada waktu yang akan datang bagi mereka yang mempercayainya. Karena Tathagata telah menyadarinya dan mengetahui hal-hal lain yang lebih jauh dari jangkauan pandangan-pandangan mereka tersebut, dan berdasarkan pada pengetahuanNya itu Ia tidak terpikat dan tidak terpengaruh oleh pandangan-pandangan mereka tersebut, dengan kekuatan batinNya Ia merealisir jalan pembebasan dari pandangan-pandangan itu. Ia telah mengetahui hakikat, bagaimana muncul dan lenyapnya semua perasaan, rasa nikmat, bahayanya, yang tidak dapat dijadikan pegangan atau tumpuan. Tathagata telah terbebas dari pandangan-pandangan seperti itu.
“Para bhikkhu, inilah hal-hal lain yang sangat dalam, sulit sekali dimengerti, sulit sekali dipahami, luhur dan mulia sekali, tidak dapat dijangkau oleh pikiran, halus sekali, itu hanya dimengerti atau dirasakan oleh para bijaksana. Hal-hal itu telah dimengerti telah dilihat dengan jelas dan telah ditinggalkan oleh Tathagata, berdasarkan pada sikap itulah dan karena sesuai dengan kebenaran maka orang-orang memuji Tathagata”.
“Para bhikkhu, ada beberapa pertapa dan brahmana yang berpandangan ‘Ekstensionis’ 6) dengan empat cara mereka berpendapat dan menyatakan bahwa ‘loka’ adalah terbatas dan tidak terbatas. Apakah asal mula dan dasar mereka sehingga berpendapat atau berkesimpulan demikian?”
‘Pandangan pertama para bhikkhu, ada beberapa pertapa dan brahmana yang karena bersemangat, bertekad, waspada dan sungguh-sungguh bermeditasi, pikiran mereka terpusat, batin mereka menjadi tenang dan berada dalam keadaan ‘membayangkan dunia ini terbatas 7). Maka mereka berkata : “Dunia ini terbatas, jalan dapat dibuat mengelilinginya’. mengapa demikian? Karena didasarkan pada semangat, tekad, kewaspadaan dan kesungguhan bermeditasi, maka pikiran kami terpusat, batin kami menjadi tenang, dan kami berada dalam ‘dunia yang nampak terbatas’ 8)
Para bhikkhu, inilah pandangan pertama”.
“Pandangan kedua, para bhikkhu, ada beberapa pertapa dan brahmana yang karena bersemangat bertekad, waspada dan sungguh-sungguh bermeditasi, pikiran mereka terpusat, batin mereka menjadi tenang dan berada dalam keadaan ‘membayangkan dunia ini tidak terbatas’ 9). Maka mereka berkata : “Para pertapa dan brahmana yang menyatakan bahwa dunia ini terbatas sehingga jalan dapat dibuat mengelilinginya adalah salah”.
“Pandangan ketiga, para bhikkhu, ada beberapa pertapa dan brahmana yang karena bersemangat bertekad, waspada dan sungguh-sungguh, bermeditasi, pikiran mereka terpusat, batin mereka menjadi tenang dan berada dalam keadaan ‘membayangkan dunia ini ada yang terbatas dan ada yang tidak terbatas 10). Maka mereka berkata : “Para pertapa dan brahmana yang menyatakan bahwa ‘dunia ini terbatas’, dan ‘dunia ini tidak terbatas’ adalah salah”.
“Pandangan keempat, para bhikkhu, ada beberapa pertapa dan brahmana yang berpendapat dan hanya didasarkan pada pikiran dan logika. Mereka menyatakan pendapat mereka yang didasarkan pada argumentasi mereka dan hanya dilandaskan pada kesanggupan mereka saja, sebagai berikut, ‘dunia ini adalah bukan terbatas ataupun bukan tidak terbatas’ 11). Para pertapa dan brahmana yang menyatakan pendapat pertama, kedua dan ketiga adalah salah. Karena ‘dunia ini bukan terbatas atau pun bukan tidak terbatas’. Para bhikkhu, inilah pandangan keempat”.
“Para bhikkhu, inilah empat paham ajaran yang dianut oleh beberapa pertapa dan brahmana yang berpandangan “Ekstensionis” yang berpendapat dan menyatakan bahwa ‘dunia adalah terbatas’. Demikianlah ajaran mereka dengan empat pandangan ini atau dengan salah satu dari pandangan-pandangan itu, dan selain pandangan mereka tersebut tidak ada lagi pandangan lain”.
“Para bhikkhu, dalam hal ini Tathagata mengetahui sampai di mana spekulasi, tujuan, akibat dan hasil dari pandangan-pandangan tersebut pada waktu yang akan datang bagi mereka yang mempercayainya. Karena Tathagata telah menyadari dan mengetahui hal-hal lain yang lebih jauh dari jangkauan pandangan-pandangan mereka tersebut, dan berdasarkan pada pengetahuan itu ia tidak terpikat dan tidak terpengaruh oleh pandangan-pandangan mereka tersebut, dengan kekuatan batinNya Ia merealisir jalan pembebasan dari pandangan-pandangan tersebut. Ia telah mengetahui hakikat, bagaimana muncul dan lenyapnya semua perasaan, rasa nikmatnya, bahayanya, yang tidak dapat dijadikan pegangan atau tumpuan. Tathagata telah terbebas dari pandangan-pandangan seperti itu. Para bhikkhu, inilah hal-hal lain yang sangat dalam, sulit sekali dimengerti, sulit sekali dipahami, luhur dan mulia sekali, tidak dapat dijangkau oleh pikiran, halus sekali, itu hanya dimengerti atau dirasakan oleh para bijaksana. Hal-hal itu telah ditinggalkan oleh Tathagata, berdasarkan pada sikap itulah dan karena sesuai dengan kebenaran maka orang-orang memuji Tathagata”.
“Para bhikkhu, ada beberapa pertapa dan brahmana yang ‘berpandangan dan bersikap berbelit-belit’ 12), bila ditanya suatu hal maka mereka akan menjawab dengan berberlit-belit sehingga membingungkan. Pandangan ini ada empat. Apakah asal mula dan dasar mereka sehingga berpendapat atau berkesimpulan demikian?”
“Pandangan pertama, para bhikkhu, ada beberapa pertapa dan brahmana yang tidak mengerti dengan baik apa sesungguhnya yang dimaksudkan dengan ‘baik atau buruk 13). Ia menyadari, ‘saya tidak mengerti dengan jelas apa sesungguhnya yang dimaksud dengan ‘baik atau buruk’. Demikianlah bila saya menyatakan bahwa ini baik atau itu buruk, maka saya akan dipengaruhi oleh perasaan-perasaan, keinginan, kebencian dan dendam. Berdasarkan pada hal tersebut saya akan salah, dan kesalahanku tersebut menyebabkan saya menyesal, dan perasaan menyesal ini menyebabkan suatu penghalang bagiku.
Demikianlah karena rasa takut atau tidak senang pada kesalahan disebabkan menyatakan pendapat, maka ia tidak akan mengatakan apakah sesuatu itu baik atau buruk; bila sebuah pertanyaan ditanyakan kepadanya ia akan menjawab berbelit-belit dan membingungkan dengan berkata : “Saya tidak mengatakan demikian, saya tidak mengatakan pendapat lain. Saya tidak menyatakan perbedaan pendapat. Saya tidak menolak pendapatmu. Saya tidak mengatakan itu begini atau begitu”. “Para bhikkhu, inilah pandangan yang pertama”.
Pandangan kedua, para bhikkhu, ada beberapa pertapa dan brahmana yang tidak mengerti dengan baik apa sesungguhnya yang dimaksudkan dengan ‘baik atau buruk’, Ia menyadari, ‘saya tidak mengerti dengan jelas apa sesungguhnya yang dimaksud dengan ‘baik atau buruk’. Demikianlah bila saya menyatakan bahwa ini baik atau itu buruk, maka saya akan dipengaruhi oleh perasaan-perasaan, keinginan, kebencian dan dendam. Berdasarkan pada hal tersebut maka saya akan terikat pada keadaan batin yang menyebabkan kelahiran kembali, karena ikatanku itu menyebabkan saya menyesal, dan dengan adanya perasaan ini menyebabkan suatu penghalang bagiku.
Demikianlah karena rasa takut atau tidak senang pada kesalahan yang disebabkan karena menyatakan pendapat, maka ia tidak akan mengatakan apakah sesuatu itu baik atau buruk; bila sebuah pertanyaan ditanyakan kepadanya ia akan menjawab berbelit-belit dan membingungkan dengan berkata : “Saya tidak mengatakan demikian, saya tidak mengatakan pendapat lain. Saya tidak menyatakan perbedaan pendapat. Saya tidak menolak pendapatmu. Saya tidak mengatakan itu begini atau begitu”.
“Para bhikkhu, inilah pandangan yang kedua”.
Pandangan ketiga, para bhikkhu, ada beberapa pertapa dan brahmana yang tidak mengerti dengan baik apa sesungguhnya yang dimaksudkan dengan ‘baik atau buruk’. Ia menyadari, ‘saya tidak mengerti dengan jelas apa sesungguhnya yang dimaksud dengan ‘baik atau buruk’. Tetapi ada pertapa dan brahmana yang pandai, cerdik, berpengalaman dalam perdebatan, pintar mencari kesalahan, pandai mengelak, yang menurut pendapatku dapat menolak spekulasi orang lain dengan kebijaksanaan mereka. Maka bilamana saya menyatakan ini baik atau itu buruk, mereka datang menghadap padaku, memintakan pendapatku, dan menunjukkan kesalahan-kesalahanku. Karena mereka bersikap demikian kepadaku, maka saya tidak sanggup memberikan jawaban. Dan hal ini akan menyebabkan saya menyesal, rasa penyesalanku ini menjadi suatu penghalang bagiku.
Demikianlah karena rasa takut atau tidak senang pada kesalahan yang disebabkan karena menyatakan pendapat, maka ia tidak akan mengatakan apakah sesuatu itu baik tidak akan mengatakan apakah sesuatu itu baik atau buruk; bila sebuah pertanyaan ditanyakan kepadanya ia akan menjawab berbelit-belit dan membingungkan dengan berkata : “Saya tidak mengatakan demikian, saya tidak mengatakan pendapat lain. Saya tidak menyatakan perbedaan pendapat. Saya tidak menolak pendapatmu. Saya tidak mengatakan itu begini atau begitu”.
“Para bhikkhu, inilah pandangan ketiga”.
“Pandangan keempat, para bhikkhu, ada beberapa pertapa dan brahmana yang bodoh dan dungu. Dan karena kebodohan atau kedunguannya, maka bila ada pertanyaan yang ditanyakan kepadanya, ia akan menjawab berbelit-belit dan membingungkan ‘Bila kamu bertanya kepadaku :
a. 1. Apakah ada ‘loka’ 14) lain? Jikalau saya berpikir ada, saya akan menjawab begitu. Tetapi saya tidak mengatakan demikian. Dan saya tidak berpendapat begini atau begitu. Dan saya juga tidak berpendapat ‘bukan kedua-duanya’. Saya tidak membantahnya. Saya tidak mengatakan ada atau tidak ada dunia lain. Demikianlah ia bersikap berbelit-belit. Begitu pula sikap dan jawaban bila ditanya masalah sebagai berikut :
1. Tidak ada dunia lain,
2. Ada dan tidak ada dunia lain,
3. Bukan ada atau pun bukan tidak ada dunia lain.
b. 1. Ada makhluk yang terlahir secara opapatika 15) tanpa melalui rahim ibu.
2. Tidak ada makhluk opapatika,
3. Ada dan tidak ada makhluk terlahir secara opapatika,
4. Bukan ada atau pun bukan tidak ada makhluk yang terlahir secara opapatika,
c. 1. Ada buah sebagai akibat perbuatan baik atau buruk.
2. Tidak ada buah sebagai akibat perbuatan baik atau buruk.
3. Ada dan tidak ada buah sebagai akibat perbuatan baik atau buruk.
4. Bukan ada atau pun bukan tidak ada sebagai akibat perbuatan baik atau buruk.
d. 1. Setelah meninggal Tathagata tetap ada.
2. Setelah meninggal Tathagata tidak ada.
3. Setelah meninggal Tathagata ada dan tidak ada.
4. Setelah meninggal Tathagata bukan ada atau pun bukan tidak ada.
Para bhikkhu inilah pandangan keempat”.
“Para bhikkhu, inilah pendapat atau cara yang berbelit-belit dari beberapa pertapa dan brahmana yang bila ditanya sebuah pertanyaan, maka dengan empat cara mereka menjawab berbelit-belit sehingga orang yang bertanya menjadi bingung. Demikianlah para pertapa dan brahmana tersebut berpendapat dan bersikap begitu dalam empat cara, atau menggunakan salah satu dari cara-cara tersebut. Karena tidak ada cara lain lagi yang dapat mereka lakukan”.
“Para bhikkhu, dalam hal ini, Tathagata mengetahui sampai di mana spekulasi, tujuan, akibat dan hasil dari pandangan-pandangan tersebut pada waktu yang akan datang bagi mereka yang mempercayainya. Karena Tathagata telah menyadari dan mengetahui hal-hal lain yang lebih jauh dari jangkauan pandangan-pandangan mereka tersebut, dengan kekuatan batinNya Ia merealisir jalan pembebasan dari pandangan-pandangan tersebut. Ia telah mengetahui hakikat, bagaimana muncul dan lenyapnya semua perasaan rasa nikmatnya, bahayanya, yang tidak dapat dijadikan pegangan atau tumpuan. Tathagata telah terbebas dari pandangan-pandangan seperti itu.
“Para bhikkhu, inilah hal-hal lain yang sangat dalam, sulit sekali dimengerti, sulit sekali dipahami, luhur dan mulia sekali, tidak dapat dijangkau oleh pikiran, halus sekali, itu hanya dimengerti atau dirasakan oleh para bijaksana. Hal-hal itu telah dimengerti, telah dilihat dengan jelas dan telah ditinggalkan oleh Tathagata, berdasarkan pada sikap dan karena sesuai dengan kebenaran maka orang-orang memuji Tathagata”.
“Para bhikkhu, ada beberapa pertapa dan brahmana yang berpandangan mengenai ‘segala sesuatu terjadi secara kebetulan’ 16) dan menyatakan bahwa ‘atta’ dan ‘loka’ terjadi atau berbentuk tanpa sebab. Dalam hal ini ada dua pandangan”.
“Para bhikkhu, ada beberapa dewa di alam ‘Asaññasatta’ 17) yang pada saat ada pikiran yang muncul pada diri mereka, mereka meninggal atau lenyap dari alam tersebut. Demikianlah para bhikkhu, ada makhluk yang meninggal dari alam tersebut dan terlahir kembali di bumi ini. Karena hidup di bumi ini, ia meninggalkan kehidupan berumah tangga menjadi pertapa. Karena hidup sebagai pertapa, maka dengan bersemangat, tekad, waspada dan sungguh-sungguh bermeditasi, pikirannya terpusat, batinnya menjadi tenang dan memiliki kemampuan untuk mengingat kembali bagaimana pikiran muncul dalam dirinya (ketika ia hidup sebagai makhluk Asaññasatta) pada satu kehidupannya yang lampau. Ia berkata, ‘atta dan loka’ ini terjadi secara kebetulan saja. Mengapa demikian? Karena dahulu saya tidak ada, tetapi sekarang saya ada. Dahulu tidak ada, sekarang ada!’. Inilah para bhikkhu, pandangan atau paham pertama yang merupakan asal mula dan dasar dari para pertapa atau brahmana yang menyatakan ‘segala sesuatu terjadi secara kebetulan’, dan berpendapat bahwa ‘atta dan loka’ terjadi tanpa adanya sebab”.
Dan bagaimanakah pandangan yang kedua?
“Para bhikkhu, dalam hal ini, ada beberapa pertapa dan brahmana yang berpandangan didasarkan pada pikiran dan logika. Ia menyatakan pendapatnya yang didasarkan pada argumentasinya, dan hanya berlandaskan pada kesanggupannya, sebagai berikut, ‘atta dan loka terjadi tanpa adanya sebab’.
Inilah, para bhikkhu, pandangan yang kedua”.
“Para bhikkhu, inilah dua paham ajaran yang menyatakan bahwa ‘atta dan loka’ terjadi secara kebetulan dari beberapa pertapa dan brahmana yang berpandangan Adhiccasmuppanno. Demikianlah ajaran mereka dengan dua pandangan ini atau dengan salah satu dari pandangan-pandangan itu dan selain pandangan mereka tersebut tidak ada lagi pandangan yang lain”.
“Para bhikkhu, dalam hal ini, Tathagata mengetahui sampai dimana spekulasi, tujuan, akibat dan hasil dari pandangan-pandangan tersebut pada waktu yang akan datang bagi mereka yang mempercayainya. Karena Tathagata telah menyadari dan mengetahui hal-hal lain yang lebih jauh jangkauannya dari pada pandangan-pandangan mereka tersebut, dengan kekuatan batinNya Ia merealisir jalan pembebasan dari pandangan-pandangan tersebut. Ia telah mengetahui hakekat, bagaimana muncul dan lenyapnya semua perasaan, rasa nikmatnya, bahayanya, yang tidak dapat dijadikan pegangan atau tumpuan. Tathagata telah terbebas dari pandangan-pandangan seperti itu. Para bhikkhu inilah hal-hal lain yang sangat dalam, sulit sekali dimengerti, sulit sekali dipahami, luhur dan mulia sekali, tidak dapat dijangkau oleh pikiran, halus sekali, itu hanya dimengerti atau dirasakan oleh para bijaksana. Hal-hal itu telah dimengerti, telah dilihat dengan jelas dan telah ditinggalkan oleh Tathagata, berdasarkan pada sikap dan karena sesuai dengan kebenaran maka orang-orang memuji Tathagata”.
“Para bhikkhu, inilah ajaran-ajaran yang berpedoman pada ‘hal-hal yang telah lampau 18) dari para pertapa dan brahmana yang mendasarkan ‘pandangan pada hal-hal yang telah lampau 19) ajaran ini terbagi dalam delapan belas pandangan atau paham. Demikianlah mereka semua berpandangan seperti itu dan hanya menganuti salah satu dari pandangan-pandangan tersebut. Dan berpendapat bahwa tidak ada lagi pandangan lain yang benar selain pandangan mereka.
“Para bhikkhu, dalam hal ini Tathagata mengetahui sampai di mana spekulasi, tujuan, akibat dan hasil dari pandangan-pandangan tersebut pada waktu yang akan datang bagi mereka yang mempercayainya. Karena Tathagata telah menyadarinya dan mengetahui hal-hal lain yang lebih jauh dari jangkauan pandangan-pandangan mereka itu, dengan kekuatan batinNya ia merealisir jalan pembebasan dari pandangan-pandangan tersebut. Ia telah mengetahui hakikat, bagaimana muncul dan lenyapnya semua perasaan, rasa nikmatnya, bahayanya, yang tidak dapat dijadikan pegangan atau tumpuan.
Tathagata telah terbebas dari pandangan-pandangan seperti itu.
Para bhikkhu, inilah hal-hal lain yang sangat dalam, sulit sekali dimengerti, sulit sekali dipahami, luhur dan mulia sekali, tidak dapat dijangkau oleh pikiran, halus sekali, itu hanya dimengerti atau dirasakan oleh para bijaksana. Hal-hal itu telah dimengerti, telah dilihat dengan jelas dan telah ditinggalkan oleh Tathagata berdasarkan pada sikap dan karena sesuai dengan kebenaran maka orang-orang memuji Tathagata”.
“Para bhikkhu, ada beberapa pertapa dan brahmana yang ajaran mereka berkenaan dengan ‘masa yang akan datang’ 20), berspekulasi mengenai keadaan masa yang akan datang 21). Mereka mendasarkan ajaran tersebut dalam empat puluh empat pandangan. Apakah asal mula dan dasar sehingga mereka berpandangan demikian?”
“Para bhikkhu, ada beberapa pertapa dan brahmana yang menganut ajaran bahwa ‘sesudah mati kesadaran tetap ada’ 22), pandangan ini berpendapat bahwa sesudah mati ‘atta’ tetap ada; pandangan ini terbagi dalam enam belas pandangan.
Mereka menyatakan tentang ‘atta’ sebagai berikut :”Sesudah mati, ‘atta’ tetap ada, tidak berubah dan sadar”, dan
1. mempunyai bentuk (rupa)
2. tidak berbentuk (arupa)
3. berbentuk dan tidak berbentuk (rupa dan arupa)
4. bukan berbentuk atau pun bukan tidak berbentuk (n’evarupi narupi)
5. terbatas (antava atta hoti)
6. tidak terbatas (anantava)
7. terbatas dan tidak terbatas (antava caanantavaca)
8. bukan terbatas atau pun bukan tidak terbatas (n’evantava nanantava)
9. Memiliki semacam bentuk kesadaran (ekattasaññi atta hoti)
10. Memiliki bermacam-macam bentuk kesadaran (nananttasaññi)
11. memiliki kesadaran terbatas (paritta saññi)
12. memiliki kesadaran tidak terbatas (appamana saññi)
13. selalu bahagia (ekanta sukhi)
14. selalu menderita (ekanta dukkhi)
15. bahagia dan menderita (sukha dukkhi)
16. bukan bahagia atau pun bukan menderita (adukkham asukkhi)
“Para bhikkhu, inilah para pertapa dan brahmana yang memiliki enambelas pandangan yang mengajarkan bahwa ‘sesudah mati kesadaran tetap ada’. Demikianlah, para bhikkhu, para pertapa dan brahmana tersebut berpendapat dan mempertahankan ajaran mereka dengan enambelas pandangan ini atau dengan salah satu dari pandangan-pandangan tersebut, dan selain pandangan-pandangan tersebut tidak ada lagi pandangan lain”.
“Para bhikkhu, dalam hal ini Tathagata mengetahui sampai dimana spekulasi, tujuan, akibat dan hasil dari pandangan-pandangan tersebut bagi mereka yang mempercayainya. Karena Tathagata telah menyadari dan mengetahui hal-hal lain yang lebih jauh dari jangkauan pandangan-pandangan mereka itu, dengan kekuatan batinNya ia merealisir jalan pembebasan dari pandangan-pandangan tersebut. Ia telah mengetahui hakikat bagaimana muncul dan lenyapnya semua perasaan, rasa nikmatnya, bahayanya, yang tidak dapat dijadikan pegangan atau tumpuan. Tathagata telah terbebas dari pandangan-pandangan seperti itu.
Para bhikkhu, inilah hal-hal lain yang sangat dalam, sulit sekali dimengerti, sulit sekali dipahami, luhur dan mulia sekali, tidak dapat dijangkau oleh pikiran, halus sekali, itu hanya dimengerti atau dirasakan oleh para bijaksana. Hal-hal itu telah dimengerti, telah dilihat dengan jelas dan telah ditinggalkan oleh Tathagata, berdasarkan pada sikap dan karena sesuai dengan kebenaran maka orang-orang memuji Tathagata”.
Catatan :
1) ekacca-sassatika ekacca-asassatika
2) ayam loko samvattati (bumi ini belum berevolusi untuk terbentuk).
3) alam dewa brahma yang dicapai sebagai hasil meditasi sampai Jhana II
4) “Aham asmi Brahma Maha-Brahma abhibhu anabhib bhuto annad-atthu-daso vasavatti issaro katta nimmata settho sanjita vasi pita bhuta-bhavyanam……..
5) para dewa yang diliputi oleh perasaan iri kepada yang lain.
6) Antanantika vada
7) Antasanni lokasmim.
10) antava ca ayam loko anata ca
11) n’evayam loko antava na panananto
12) amaravikkhapika
13) kusala akusala
14) dunia, bumi, semesta, jagad
15) terlahir secara otomatis atau langsung tanpa rahim ibu, misalnya, makhluk-makhluk di alam dewa, asura, peta, dan niraya (neraka)
16) adiccasamuppanno
17) alam dewa brahma yang dicapai dengan meditasi sampai Jhana IV, makhluk dewa di alam ini dinyatakan kesadarannya pasif atau diam secara harafiah artinya tanpa kesadaran.
18) pubbantakapika.
19) pubbantanuditthino
20) aparantakappika
21) uddhamaghatanika sannivada
22) aparantanuditthino
sumber : http://samaggi-phala.or.id/tipitaka/brahmajala-sutta/
dharma_senapati- SERSAN MAYOR
-
Age : 53
Posts : 306
Kepercayaan : Budha
Location : Serang
Join date : 21.02.16
Reputation : 8
Re: bisakah kafir yang baik masuk surga?
lah iya ... yang dimaksud Buddha disitu kan tuhan ala Hindu (yang memang tidak sama dengan konsep Tuhan dalam samawi)
makanya seperti saya sebut diatas ... ketika anda bilang
saya jawab :
maksud saya disini ... saya ingin menjelaskan bahwa Buddha sendiri pada dasarnya juga tidak menolak Tuhan (dalam konsep samawi) ... karena apa yang ditolak Buddha tentang tuhan .... adalah bila konsep tuhan adalah sebagai dewa2
tapi uraian saya diatas memang hanya berdasarkan isi kepala saya
jadi sekali lagi saya mohon maaf sebesar2nya ...
makanya seperti saya sebut diatas ... ketika anda bilang
kl tuhan yg dibicarakan buddha adl spt yg tercantum pada Brahmajala Sutta didalam Digha Nikaya
saya jawab :
kata siapa ?? ... hehehehehe
coba dibawa sini dulu isi Brahmajala Sutta ... ada ga penjelasan Buddha yang merujuk pada Tuhan dalam konsep samawi
maksud saya disini ... saya ingin menjelaskan bahwa Buddha sendiri pada dasarnya juga tidak menolak Tuhan (dalam konsep samawi) ... karena apa yang ditolak Buddha tentang tuhan .... adalah bila konsep tuhan adalah sebagai dewa2
tapi uraian saya diatas memang hanya berdasarkan isi kepala saya
jadi sekali lagi saya mohon maaf sebesar2nya ...
maaf kalau menyinggung ... maaf kalau saya dianggap seenak-nya mengartikan kata2 Buddha
dee-nee- LETNAN KOLONEL
-
Posts : 8645
Kepercayaan : Islam
Location : Jakarta
Join date : 02.08.12
Reputation : 182
Re: bisakah kafir yang baik masuk surga?
kl di bilang mahabrahma bkn konsep umum kan jd aneh, lebih tua mana konsep penciptaan dan mahabrahma?
mahabrahma disini berperan sbg tuhan dlm arti scr umum.
mahabrahma maha pencipta
tuhan maha pencipta
lalu dmnkah bedanya?
mahabrahma disini berperan sbg tuhan dlm arti scr umum.
mahabrahma maha pencipta
tuhan maha pencipta
lalu dmnkah bedanya?
dharma_senapati- SERSAN MAYOR
-
Age : 53
Posts : 306
Kepercayaan : Budha
Location : Serang
Join date : 21.02.16
Reputation : 8
Re: bisakah kafir yang baik masuk surga?
jd apakah tuhan sang pencipta ada banyak?
tuhan hindu
tuhan islam
tuhan kristen
dan tuhan2 lainnya?
tuhan hindu
tuhan islam
tuhan kristen
dan tuhan2 lainnya?
dharma_senapati- SERSAN MAYOR
-
Age : 53
Posts : 306
Kepercayaan : Budha
Location : Serang
Join date : 21.02.16
Reputation : 8
Re: bisakah kafir yang baik masuk surga?
Itu yg lagi cerita siapa sih ?.dharma_senapati wrote:
“Para bhikkhu, ada beberapa pertapa dan brahmana yang berpandangan ‘Semi-Eternalis’ 1) pada hal-hal tertentu, dengan empat cara mereka berpendapatan bahwa ‘atta’ dan ‘loka’ ada bagian yang kekal dan ada bagian yang tidak kekal. Apakah asal mula dan dasar mereka berpandangan demikian?
Buddha Gautama kah ?
Azed- SERSAN SATU
-
Posts : 174
Kepercayaan : Islam
Location : Indonesia
Join date : 02.09.12
Reputation : 25
Re: bisakah kafir yang baik masuk surga?
yups, yg sdg cerita adl sidharta
dharma_senapati- SERSAN MAYOR
-
Age : 53
Posts : 306
Kepercayaan : Budha
Location : Serang
Join date : 21.02.16
Reputation : 8
Re: bisakah kafir yang baik masuk surga?
dharma_senapati wrote:kl di bilang mahabrahma bkn konsep umum kan jd aneh, lebih tua mana konsep penciptaan dan mahabrahma?
mahabrahma disini berperan sbg tuhan dlm arti scr umum.
mahabrahma maha pencipta
tuhan maha pencipta
lalu dmnkah bedanya?
merah : mahabrahma disini merujuk pada dewa2 dalam agama hindu kan maksudnya ??
kalau ditanya siapa yang lebih tua .... karena saya samawi maka saya jelas menjawab konsep penciptaan lebih tua dari mahabrahma >>>> wong dari jaman Adam saja (manusia pertama) sudah mengenal konsep penciptaan kok >>>> tapi sekali lagi balik yang orange
bahkan saya pernah baca (walaupun ga yakin benar atau salahnya) .... konsep BRAHMAN saja (brahman ya bukan mahabrahma) yang merujuk pada konsep ketuhanan samawi >>> kata brahman itu sendiri sebetulnya berasal dari kata "Abraham" (bahasa hebrew) yang ajaran nya kemudian menyebar sampai ke India (artinya disini kita harus berpikir pada era Perjanjian Lama dalam alkitab ... atau era Abraham sekitar 2000 SM)
dan sekali lagi balik ke biru
tapi ya ... musti dirunut lagi sih tahun2-nya (tahun berapa sebelum masehi dan seterusnya) ... dirunut juga pergerakan manusia ke seluruh dunia (yang menurut IP berasal dari wilayah Afrika)
seinget saya mbah Abu pernah nih nulis sejarah agama hindu ... tapi saya lupa gimana2nya .... hehehehehe
ungu : bedanya >>> konsep Brahman tidak harus dimanifestasikan menjadi konsep Mahabrahma (dewa2)
dee-nee- LETNAN KOLONEL
-
Posts : 8645
Kepercayaan : Islam
Location : Jakarta
Join date : 02.08.12
Reputation : 182
Re: bisakah kafir yang baik masuk surga?
mahabrahma disini adl konsep tuhan secara umum
dharma_senapati- SERSAN MAYOR
-
Age : 53
Posts : 306
Kepercayaan : Budha
Location : Serang
Join date : 21.02.16
Reputation : 8
Re: bisakah kafir yang baik masuk surga?
dharma_senapati wrote:mahabrahma disini adl konsep tuhan secara umum
wong pertanyaan-nya
merah : mahabrahma disini merujuk pada dewa2 dalam agama hindu kan maksudnya ??
ya kalau konsep dewa2 disebut konsep tuhan secara umum >>> artinya konsep Tuhan dalam samawi memang ga umum
dee-nee- LETNAN KOLONEL
-
Posts : 8645
Kepercayaan : Islam
Location : Jakarta
Join date : 02.08.12
Reputation : 182
Re: bisakah kafir yang baik masuk surga?
Say...
aku pernah nanya sama teman Hinduku, apakah dewa itu sama dengan Tuhan? lalu dia menjawab: bukan, dewa itu tidak sama dengan Tuhan, tapi dewa itu sama dengan malaikat.
aku pernah nanya sama teman Hinduku, apakah dewa itu sama dengan Tuhan? lalu dia menjawab: bukan, dewa itu tidak sama dengan Tuhan, tapi dewa itu sama dengan malaikat.
njlajahweb- BANNED
-
Posts : 39612
Kepercayaan : Protestan
Location : banyuwangi
Join date : 30.04.13
Reputation : 119
Re: bisakah kafir yang baik masuk surga?
jika dewa = malaikat, maka
mahabrahma = tuhan, dibaca lg donx ah
mahabrahma = tuhan, dibaca lg donx ah
dharma_senapati- SERSAN MAYOR
-
Age : 53
Posts : 306
Kepercayaan : Budha
Location : Serang
Join date : 21.02.16
Reputation : 8
Re: bisakah kafir yang baik masuk surga?
dharma_senapati wrote:jika dewa = malaikat, maka
mahabrahma = tuhan, dibaca lg donx ah
merah: yah pokoknya ... mau disebut tuhan apapun itu ... yang pasti mahabrahma bukan Tuhan-nya samawi ..
sesuai tabel 31 kehidupan saja : Mahabrahma tinggal di Rupaloka ... yang masih bisa dihitung eksistensi-nya sekitar 2 A.K (Asangkheyya Kappa)
Satu ( 1 ) Asankheyya Kappa adalah sama dengan 20 Antara Kappa
1 Antara Kappa = kira2 80.000 tahun .... jadi usia Mahabrahma = 80.000 tahun x 20 = 1.600.000 tahun
logika darimana Tuhan samawi baru eksis 1.600.000 tahun yang lalu >>> moso lebih muda dari usia bumi yang ratusan juta tahun ... apalagi dibanding usia seluruh alam semesta
artinya Mahabrahma BUKAN Tuhan Samawi
dee-nee- LETNAN KOLONEL
-
Posts : 8645
Kepercayaan : Islam
Location : Jakarta
Join date : 02.08.12
Reputation : 182
Halaman 6 dari 8 • 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8
Similar topics
» muslim yang jahat bahkan yang sekelas teroris sekalipun lebih mulia daripada kafir yang baik
» 73 golongan islam, yang mana yang akan masuk surga ???
» Wanita Pertama Yang Masuk Surga
» Nabi Muhammad yang pertama masuk SURGA
» Menjadi Duta Kerajaan Surga Kotbah petrus agung [kisah nyata, Pembantu, masuk Surga]
» 73 golongan islam, yang mana yang akan masuk surga ???
» Wanita Pertama Yang Masuk Surga
» Nabi Muhammad yang pertama masuk SURGA
» Menjadi Duta Kerajaan Surga Kotbah petrus agung [kisah nyata, Pembantu, masuk Surga]
Halaman 6 dari 8
Permissions in this forum:
Anda tidak dapat menjawab topik