FORUM LASKAR ISLAM
welcome
Saat ini anda mengakses forum Laskar Islam sebagai tamu dimana anda tidak mempunyai akses penuh turut berdiskusi yang hanya diperuntukkan bagi member LI. Silahkan REGISTER dan langsung LOG IN untuk dapat mengakses forum ini sepenuhnya sebagai member.

mengenal aristoteles Follow_me
@laskarislamcom

Terima Kasih
Salam Admin LI


Join the forum, it's quick and easy

FORUM LASKAR ISLAM
welcome
Saat ini anda mengakses forum Laskar Islam sebagai tamu dimana anda tidak mempunyai akses penuh turut berdiskusi yang hanya diperuntukkan bagi member LI. Silahkan REGISTER dan langsung LOG IN untuk dapat mengakses forum ini sepenuhnya sebagai member.

mengenal aristoteles Follow_me
@laskarislamcom

Terima Kasih
Salam Admin LI
FORUM LASKAR ISLAM
Would you like to react to this message? Create an account in a few clicks or log in to continue.

mengenal aristoteles

Topik sebelumnya Topik selanjutnya Go down

mengenal aristoteles Empty mengenal aristoteles

Post by keroncong Tue Nov 22, 2011 12:00 am

Dalam buku “Alam Pikir Yunani”, karya Mohammad Hatta, dijelaskan bahwa Aristoteles lahir di Stageira pada semenanjung Kalkidike di Trasia. Sejak kecil ia mendapat asuhan dari bapaknya sendiri. Ia mendapat pelajaran dalam hal teknik membedah. Karena itu perhatiannya banyak tertumpah kepada ilmu-ilmu alam, terutama ilmu biologi. Sampai berumur 18 tahun pendidikannya dipimpin oleh bapaknya.
Ketika bapaknya meninggal dunia, ia pergi ke Athena dan belajar pada Plato di Akademia. Dua puluh tahun lamanya Aristoteles menjadi murid Plato dan bergaul dengan dia. Aristoteles memperoleh pengetahuan yang universal. Kecerdasannya yang luar biasa, yang menjadi pembawaan dirinya, memudahkan ia menguasai sampai mendalam hampir segala ilmu yang diketahui pada masanya.
Didikan yang diperoleh di waktu kecilnya, di mana ia mempelajari teknik membedah dari bapaknya, mempengaruhi pandangan ilmiah dan pandangan filosofinya. Pengalaman bukanlah pengetahuan yang berupa bayangan belaka bagi dia. Bukan gambaran saja daripada idea, seperti yang diajarkan oleh Plato. Ia mengakui, bahwa hakekat daripada sesuatu tidak terletak pada keadaan bendanya, melainkan pada pengertian adanya, pada idea.Tetapi idea itu tidak terlepas sama sekali dari keadaan yang nyata. Aristoteles telah melahirkan kritik yang tajam atas ajaran idea gurunya. Ia hormat dan cinta pada gurunya, katanya, tetapi ia merasa wajib “memberi kehormatan pada kebenaran”.
Plato dan Aristoteles saling melengkapi, Plato mempelajari adanya itu sebagai suatu keseluruhannya dan yang dipelajarinya ialah dunia yang tidak kelihatan (dunia idea). Aristoteles membagi adanya itu dalam berbagai lingkungan seperti fisika, biologi, etik dan politik dan psikologi. Dan adanya yang dipelajarinya dalam lingkungan itu ialah kenyataan-kenyataan yang kelihatan. Caranya bekerja pada tiap-tiap bidang penyelidikan ialah mengamati kenyataan yang kelihatan dan menyusul persangkut-pautannya.
Memang pada permulaannya ia juga mengikuti tradisi Plato, tetapi selama 25 tahun yang terakhir daripada hidupnya ia melakukan caranya sendiri yang karakteristik dan berlainan .
Bagi Aristoteles yang nyata itu bukan yang bersifat umum (universal), namun yang bersifat khusus (partikular). Hidup bagaimanapun juga berada dan bercampur dengan yang khusus itu (ayam nyata, bunga mawar nyata, dst), dan kita tak pernah menemukan yang umum (ayam ide, bunga ide, dan seterusnya).
Jadi yang ada adalah yang konkret – meja, bunga mawar, kupu-kupu, dan lainnya-yang biasa dapat kita amati dengan indera. Di luar benda –benda konkret, atau selain benda-benda konkret itu, tak bisa disebut dengan ada, Aristoteles menegaskan bahwa pengertian umum terdapat di dalam benda konkret dan bersama-sama dengan benda yang konkret itu.
Yang khusus itu (partikular) dikaitkan dengan istilah substansi, yaitu benda yang dapat ada tanpa tergantung pada yang lain. “Benda” semacam ini bukan sekedar forma atau sebongkah bahan. Benda ini justru gabungan antara bahan dan forma. Perbedaan antara bahan dan forma ini dapat kita ingat kembali dengan mengulang berbikir Plato. Bagi Plato apa yang dapat diinderai adalah bahan (matter) dari benda-benda yang hanya ilusi, sedangkan yang nyata adalah “bentuk” atau “pola” (forma) yang bisa ditangkap oleh pikiran. Nah, bagi Aristoteles bahan bukan ilusi atau pelengkap yang mengiringi bentuk (forma). Bahan justru memberikan nilai khas bagi keberadaan suatu benda dalam kenyataan.

Pandangan Aristoteles
Aristoteles sependapat dengan gurunya Plato, bahwa tujuan yang terakhir dari pada filosof ialah pengetahuan tentang adanya dan yang umum. Juga dia mempunyai keyakinan, bahwa kebenaran yang sebenarnya hanya dapat dicapai dengan jalan pengertian. Bagaimana memikirkan adanya itu? Menurut Aristoteles adanya itu tidak dapat diketahui dari materi, benda, belaka.
Pandangannya lebih realis dari pandangan Plato, yang selalu didasarkan pada yang abstrak. Ini akibatnya di waktu kecil, yang menghadapkannya senantiasa kepada bukti dan kenyataan. Ia terlebih dahulu memandang kepada yang kongkrit, yang nyata. Ia bermula dengan mengumpulkan fakta-fakta. Fakta-fakta itu disusunnya menurut ragamnya dan jenisnya atau sifatnya dalam suatu sistem. Kemudian ditinjau dari hubungan antara satu dengan lainnya. Ia ingin menyelidiki sebab-sebab yang bekerja dalam keadaan yang nyata dan mencari keterangannya. Menurut pendapat para ahli filsafat yang terdahulu, dia memperhatikan dan membandingkannya secara kritis.
Dan barulah ia mengemukakan pendapatnya sendiri dengan alasan pertimbangannya. Caranya bekerja itu sudah serupa dan mendahului cara kerja ilmiah zaman sekarang. Sebab itu tidak mengherankan, kalau Aristoteles menjelajah lebih dahulu medan ilmu-ilmu spesial. Baru sesudah itu ia meningkat ke bidang filosofi. Menurut pendapat di masa itu seluruh ilmu itu dipandang filosofi. Jadinya, filosofi Aristoteles adalah kumpulan dari segala ilmu pengetahuan yang diketahuinya dan diuraikannya satu per satu.
Bagi Aristoteles, tiap-tiap buah pikiran merupakan praktika, politika dan teoritika. Praktika, apabila ia bersangkutan dengan sikap manusia; politika, apabila ia bersangkutan dengan bangunan teknik atau perbuatan seni. Sedangkan teoretika, jika ia menyelidiki adanya yang nyata .
Menurut pembagian itu filosofi teoritika sebagai fisika mengupas yang berubah-ubah yang tidak terpisah, sebagai matematik mengupas yang tidak berubah-ubah yang tidak terpisah, sebagai metafisika atau teologi mengupas yang tidak berubah-ubah yang dapat dipisah. Filosofi praktika sebagai etik, ekonomi dan politik mengupas masalah sikap orang-orang yang semestinya di dalam keluarga dan Negara. Filosofi politika maunya menjadi pelajaran tentang pembangunan teknik dan seni. Termasuk juga politik retorika.
Dalam hal ini banyak sekali pandangan Aristoteles, antara lain Logika, Metafisika, Filosofi alam, Etik Aristoteles, Negara. Tetapi penulis hanya memberikan salah satu pandangan yang tak asing lagi kita dengar yaitu logika. Pertanyaannya apakah yang dimaksud dengan Logika?
Logika sering ditemukan dalam bahasa sehari-hari dalam kata logis, misalnya ”pendirianmu itu logis” atau “ceritamu itu tidak logis”. Logika sebenarnya bukan ilmu yang menambahkan pengetahuan baru, tetapi mencegah kekeliruan untuk mamastikan bahwa pengetahuan yang kita anggap baru itu benar. Tujuan mempelajari logika bukan untuk bisa lebih mengetahui, melainkan supaya kita dapat belajar mengungkapkan dengan lebih jelas dan cermat pengetahuan yang kita peroleh.
Aristoteles terkenal sebagai “Bapak” logika. Itu tidak berarti, bahwa sebelum dia tidak ada logika.Tiap uraian ilmiah berdasarkan logika. Logika tidak lain dari berpikir secara teratur menurut yang tepat atau berdasarkan hubungan sebab akibat. Aristoteles-lah yang pertama kali membentangkan cara berpikir yang teratur itu dalam suatu sistem. Hukum-hukum apa yang menguasai jalan pikiran? Bagaimana mencapai pengetahuan tentang kebenaran? Dengan mengupas masalah ini Aristoteles menjadi pembangun ilmu logika. Logika nama yang diberikan kemudian; dia sendiri memberikan nama analytical kepada pendapatnya itu.
Inti sari daripada ajaran logikanya ialah syllogismos. Disalin ke dalam bahasa Indonesia boleh disebut silogistik. Atau dapat pula dipakai kata natijah, berasal dari bahasa arab. Silogistik maksudnya uraian berkunci, yaitu manarik kesimpulan dari kenyataan yang umum atas hal yang khusus , yang tersendiri. Jadinya mencapai kebenaran tentang suatu hal dengan menarik kesimpulan dari kebenaran yang umum. Suatu misal
Semua mahasiswa KI IAIN Surabaya pandai.
Agustina adalah mahasiswa KI IAIN Surabaya.
Agustina adalah mahasiswa pandai.

Di atas adalah sekedar contoh kongkrit, Aristoteles merasa bangga dengan pendapatnya itu. Dan filosof besar Immanuel Kant mengatakan 21 abad kemudian, bahwa sejak Aristoteles logika tidak maju selangkah pun dan tidak pula dapat mundur. Sebabnya ialah karena logika adalah hukum berpikir secara teratur, suatu ilmu yang murni aprioari, yang bangunnya tidak bergantung kepada pengalaman yang berlungguk dari generasi ke generasi seperti ilmu lainnya. Sifat logika sama dengan matematik.
Aristoteles membedakan pengetahuan ilmiah dan pengertian tentang kebenaran daripada pengetahuan biasa, yaitu pengetahuan yang diperoleh dari pengalaman. Dari pengalaman diperoleh bukti-bukti . Tetapi dengan pengalaman saja persangkut-pautan yang lebih dalam tidak dapat diduga. Pengetahuan yang sebenarnya berdasar pada pembentukan pendapat yang umum dan pemakaian pengetahuan yang diperoleh itu atas hal yang khusus.
Pengetahuan yang umum bukanlah tujuan tersendiri, melainkan jalan untuk mengetahui keadaan yang kongkrit, yang menurut Aristoteles tujuan ilmu yang sebenarnya. Pengalaman hanya menyatakan kepada kita apa yang terjadi. Pengertian umum menerangkan apa sebab itu terjadi. Pengertian ilmiah mencari yang umumnya, sebab itu diselidikinya sebab-sebab dan dasar-dasar dari segala yang ada. Memperokeh pengertian, yaitu menarik kesimpulan atas suatu hal yang individual, yang tersendiri, dari yang umum, dapat dipelajari dan diajarkan caranya kepada orang lain.
Menurut Aristoteles, suatu pertimbangan benar, apabila isi pertimbangan itu sepadan dengan keadaan yang nyata. Pernyataan yang tidak benar ialah apabila perhubungan atau pemisahan pengertian dalam isi pernyataan tidak sama dengan keadaan yang objektif.
Dari uraian ini ternyata, bahwa Aristoteles berpegang kepada Sokrates yang mengatakan, bahwa buah pikiran yang dikeluarkan itu adalah gambaran dari keadaan yang objektif
Menurut Aristoteles, realita yang objektif tidak saja tertangkap dengan pengertian, tetapi juga bertepatan dengan dasar-dasar metafisika dan logika yang tertinggi. Dasar itu ada tiga. Pertama, semua yang benar harus sesuai dengan adanya sendiri. Ini terkenal sebagai hokum identika. Kedua, dari dua pertanyaan tentang sesuatunya, di mana yang satu meng-ia-kan dan yang lain menidakkan, hanya satu yang benar. Ini disebut hokum penyangkalan (kontradikta). Inilah menurut Aristoteles yang terpenting dari segala prinsip. Ketiga, antaradua pernyataan yang bertentangan mengiakan dan meniadakan, tidak mungkin ada pernyataan yang ketiga.
Dasar ini disebut hukum penyingkiran yang ketiga. Aristoteles berpendapat, bahwa ketiga hukum itu tidak saja berlaku bagi jalan pikiran, tetapi juga seluruh alam takluk kepadanya. Ini menunjukkan, bahwa dalam hal membanding dan menarik kesimpulan ia mengutamakan yang umum. Dalam keterangan selanjutnya Aristoteles mengatakan, bahwa “yang lebih dahulu” dan lebih mudah tertangkap dalam pikiran kita ialah hal-hal yang konkrit, yang dapat dilihat dan alami
Menurut Aristoteles, adanya yang sebenarnya ialah yang umum dan pengetahuan tentang itu ialah pengertian . Yang ditentangnya dalam ajaran gurunya ialah perpisahan yang absolute antara yang umum dan yang khusus, antara idea dan gambarannya , antara pengertian dan pemandangan, antara ada dan menjadi. Idea menurut paham Plato abstrak, sedangkan menurut paham Aristoteles lebih konkrit. Perbedaan pendapat itu ternyata dari perbedaan istilah. Aristoteles mencoba mencari hubungan antar eidos dengan kenyataan yang lahir, sehingga pengetahuan pengertian dapat memberikan keterangan tentang hal-hal yang dialami.
Sebab itu – kata Aristoteles – tugas logika yang terutama ialah mengakui hubungan yang tepat antara yang umum dan yang khusus. Menurut Aristoteles logika yang diciptakannya itu bukan bagian daripada filosofinya. Logika dikemukakannya sebagai didikan propedeutika, pelajaran pendahuluan, pada “filosofinya yang pertama” .
keroncong
keroncong
KAPTEN
KAPTEN

Male
Age : 70
Posts : 4535
Kepercayaan : Islam
Location : di rumah saya
Join date : 09.11.11
Reputation : 67

Kembali Ke Atas Go down

Topik sebelumnya Topik selanjutnya Kembali Ke Atas

- Similar topics

Permissions in this forum:
Anda tidak dapat menjawab topik