FORUM LASKAR ISLAM
welcome
Saat ini anda mengakses forum Laskar Islam sebagai tamu dimana anda tidak mempunyai akses penuh turut berdiskusi yang hanya diperuntukkan bagi member LI. Silahkan REGISTER dan langsung LOG IN untuk dapat mengakses forum ini sepenuhnya sebagai member.

kumpulan fakta kemunafikan israel & Yahudi Follow_me
@laskarislamcom

Terima Kasih
Salam Admin LI


Join the forum, it's quick and easy

FORUM LASKAR ISLAM
welcome
Saat ini anda mengakses forum Laskar Islam sebagai tamu dimana anda tidak mempunyai akses penuh turut berdiskusi yang hanya diperuntukkan bagi member LI. Silahkan REGISTER dan langsung LOG IN untuk dapat mengakses forum ini sepenuhnya sebagai member.

kumpulan fakta kemunafikan israel & Yahudi Follow_me
@laskarislamcom

Terima Kasih
Salam Admin LI
FORUM LASKAR ISLAM
Would you like to react to this message? Create an account in a few clicks or log in to continue.

kumpulan fakta kemunafikan israel & Yahudi

Halaman 1 dari 2 1, 2  Next

Topik sebelumnya Topik selanjutnya Go down

kumpulan fakta kemunafikan israel & Yahudi Empty kumpulan fakta kemunafikan israel & Yahudi

Post by keroncong Sat Sep 22, 2012 1:52 am

PERANG 1948



Rencana Pembagian PBB tahun 1947 untuk Palestina merekomendasikan berdirinya negara-negara Yahudi dan Palestina. Pasukan Yahudi terjun ke lapangan hampir seketika itu juga, dengan cepat mengamankan wilayah-wilayah yang diperuntukkan bagi bangsa Yahudi dan kemudian meluaskannya ke bagian-bagian Palestina yang diperuntukkan bagi bangsa Palestina. Perang itu berlangsung selama satu tahun, hingga 6 Januari 1949. Bagian pertama ditandai dengan pasukan regular Yahudi yang melawan pasukan Arab nonregular dan bagian kedua ditandai dengan peperangan antara unit-unit Yahudi dan lima angkatan bersenjata Arab yang memasuki Palestina sehari setelah berdirinya Israel pada 14 Mei 1948.1
OMONG KOSONG

"Kami, tentu saja, sama sekali tidak siap untuk perang." --Golda Meir, perdana menteri Israel, 19752

FAKTA

Rencana-rencana Israel untuk berperang dimulai dengan bersungguh-sungguh pada hari dikeluarkannya Rencana Pembagian PBB pada 29 November 1947. Semua orang Yahudi yang berumur tujuh belas hingga dua puluh lima diperintahkan untuk mendaftar pada dinas militer.3 Pada 5 Desember, pemimpin Zionis David Ben-Gurion memerintahkan "aksi segera" untuk memperluas pemukiman Yahudi di tiga daerah yang diserahkan oleh PBB kepada negara Arab Palestina.4 Menjelang pertengahan Desember mereka mulai mengorganisasikan aksi militer melawan orang-orang Arab di Palestina dengan strategi yang diuraikan dalam Rencana Militer Gimmel. Tujuan Rencana Gimmel adalah mengulur-ulur waktu bagi mobilisasi kekuatan Yahudi dengan merebut titik-titik strategis yang dikosongkan oleh Inggris dan untuk meneror penduduk Arab agar menyerah.5 Serangan besar Yahudi yang pertama berlangsung pada 18 Desember ketika pasukan Palmach ("assault companies"), pasukan penggempur dari angkatan bersenjata bawah tanah Yahudi, Haganah, menyerang desa Palestina Khissas di bagian utara Galilee dalam suatu serangan malam, dan membunuh lima orang dewasa dan lima anak-anak serta melukai lima lainnya.6

Christopher Sykes, seorang pengamat Inggris masa itu, mencatat bahwa serangan Khissas mewakili suatu tahap baru dalam perang, dengan ciri yang berubah dari "serangan acak dan serangan balasan menjadi serangan dan kekejaman yang lebih diperhitungkan."7 Pada 9 Desember, Ben-Gurion memerintahkan agar pasukan Yahudi menyerang dengan agresif: "Dalam setiap serangan harus dilancarkan sebuah pukulan mematikan yang mengakibatkan hancurnya rumah-rumah dan terusirnya penduduk."8 Dengan demikian pada saat lima pasukan Arab memasuki Palestina pada 5 Mei 1948, kaum Zionis telah melaju dalam pelaksanaan rencana-rencana perang mereka.
OMONG KOSONG

"Perang total dipaksakan pada bangsa Yahudi." --Jacob Tzur, Zionism, 19779

FAKTA

Angkatan bersenjata Israel sudah bergerak dalam waktu beberapa minggu setelah Rencana Pembagian PBB tahun 1947. Aksi militer yang diorganisasi oleh kaum Zionis dimulai pada pertengahan Desember dengan Rencana Gimmel.10 Menjelang awal Maret 1948, orang-orang Yahudi berusaha melaksanakan Rencana Dalet, yang bertujuan merebut daerah-daerah di Galilee dan antara Jerusalem dan Tel Aviv yang telah diserahkan melalui Rencana Pembagian Perserikatan Bangsa-Bangsa kepada negara Palestina yang diimpikan.11 Dengan demikian, menjelang 15 Mei ketika lima angkatan bersenjata Arab memasuki Palestina, Israel telah menaklukkan bagian-bagian penting dari wilayah Palestina di luar negaranya sendiri yang telah ditetapkan oleh PBB.12

Sebaliknya, baru pada 30 April 1948 untuk pertama kalinya para kepala staf angkatan bersenjata Arab bertemu untuk membuat rencana intervensi militer. Bahkan pada waktu yang telah terlambat ini, tambah ahli sejarah Israel Simha Flapan, "para pemimpin Arab masih berusaha keras untuk menemukan rumusan penyelamat muka yang dapat membebaskan mereka dari tuduhan melancarkan aksi militer."13 Pada 13 Mei, Duta Besar AS untuk Mesir melaporkan mengenai moral orang-orang Arab yang rendah, sambil menambahkan: "Kalangan yang tahu cenderung setuju bahwa orang-orang Arab kini akan menerima hampir semua alasan penyelamat muka apa saja jika itu dapat mencegah perang terbuka."14

Tujuan perang Yordania bukanlah melawan negara Yahudi atau rencana pembagian --yang diterima dengan syarat--melainkan melawan usaha-usaha Israel untuk mencaplok bagian-bagian Palestina yang tidak termasuk milik Yahudi sebagaimana yang ditetapkan dalam Rencana Pembagian PBB. Akibatnya, seperti dicatat oleh ahli sejarah Israel Abraham Sela, "semua peperangan dengan Legiun Arab [Yordania] dilancarkan di daerah-daerah di luar wilayah negara Yahudi... termasuk yang dilancarkan di Jerusalem."15

Pada 1 Juni, delegasi PBB Israel mengeluarkan suatu pernyataan yang melaporkan bahwa dalam dua minggu pertempuran sejak kemerdekaan Israel, negara baru itu telah menguasai 400 mil persegi di luar perbatasan-perbatasan yang ditetapkan untuknya melalui rencana pembagian dan bahwa tidak ada pertempuran yang berlangsung di dalam batas-batas wilayah yang ditetapkan PBB untuk Israel. Komunike itu menyatakan: "Wilayah Negara Israel sepenuhnya terbebas dari penyerang."16
OMONG KOSONG

"[Bangsa Arab mempunyai] keunggulan mutlak dalam persenjataan, dan keunggulan yang luar biasa dalam potensi, sukarelawan, atau sumber daya manusia dari para wajib militer." --Yigal Allon, wakil perdana menteri Israel, 197017

FAKTA

Orang-orang Yahudi di Palestina selalu mempunyai senjata-senjata yang lebih baik dan lebih banyak dibanding orang-orang Palestina atau orang-orang Arab lainnya di negara-negara tetangga. Sementara baik Arab maupun Yahudi secara resmi menghadapi embargo pembelian senjata dari Amerika Serikat dan sebagian besar negara Barat lainnya, orang-orang Yahudi secara sembunyi-sembunyi menerima pasokan-pasokan besar persenjataan dari Cekoslowakia sejak awal 1948. Satu kontrak saja bisa mencakup 24.500 pucuk senapan, 5.000 senjata mesin ringan, 200 senjata mesin medium, 54 juta rentetan amunisi, dan 25 pesawat perang Messerschmitt.18 Menjelang dimulainya perang unit-unit terorganisasi pada 15 Mei 1948, orang-orang Israel telah mampu menyediakan 800 kendaraan bersenjata melawan 113 milik gabungan negara-negara Arab, dan 787 mortir dan 4 senjata medan tempur melawan 40 mortir dan 102 senjata pihak Arab.19

Pada saat yang sama, pasokan senjata utama lainnya bagi orang-orang Yahudi datang dari para Zionis Amerika di Amerika Serikat yang melanggar embargo senjata AS. Pasokan-pasokan semacam itu termasuk dari Institut Sonneborn, sekelompok orang kaya Amerika-Yahudi yang diketuai oleh Rudolf G. Sonneborn, seorang industrialis-jutawan New York .20 Dua lainnya adalah joint Distribution Committee and Service Airways, yang diketuai oleh orang Yahudi-Amerika Adolph ("Al") William Schwimmer, mantan ahli mesin penerbangan TWA.21 Pemain utama lainnya adalah seorang kelahiran Austria, Teddy Kollek, yang mengetuai pembelian-pembelian senjata bawah tanah Israel di New York dan di kemudian hari menjadi walikota Jerusalem Barat yang masuk wilayah Yahudi.22

Schwimmer dan perusahaan penerbangannya adalah salah satu dari sedikit kelompok bawah tanah Yahudi yang benar-benar dituntut karena perdagangan gelap mereka; dia dinyatakan bersalah di pengadilan federal Los Angeles pada 1950 dan didenda $ 10.000 karena mengekspor pesawat-pesawat udara dan suku cadang untuk Israel dan negara-negara lain. Schwimmer lalu menjadi kepala perusahaan pesawat terbang Israel, Israel Aircraft Industries, dan tampil lagi pada 1985 sebagai seorang pemain utama dalam skandal terburuk pemerintahan Reagan, skandal Iran-Contra.23
OMONG KOSONG

"Musuh-musuh kami telah gagal mengalahkan kami melalui kekuatan bersenjata meskipun jumlah mereka jauh melebihi kami, dua puluh berbanding satu." --Chaim Weizmann, presiden sementara Israel, 194824

FAKTA

Jumlah pasukan bersenjata Yahudi yang telah terlatih jauh melebihi jumlah seluruh pasukan yang diterjunkan ke medan perang oleh lima negara Arab pada 15 Mei 1948, dan keadaan demikian terus berlanjut. Di garis depan, pasukan bersenjata Israel berjumlah 27.400 orang sedangkan dari negara-negara Arab 13.876 orang yang berasal dari Mesir 2.800 orang; Irak 4.000 orang; Lebanon 700 orang; Syria 1.876 orang; dan Transyordan 4.500 orang.25 Pada waktu itu, 18 Mei, dinas intelijen angkatan bersenjata AS memperkirakan ada kekuatan 40.000 pasukan Yahudi dan 50.000 milisi melawan 20.000 pasukan Arab dan 13.000 gerilya.26 Ahli sejarah Israel Simha Flapan menyatakan: "Jumlah pasukan Israel tidak kalah besar. Meskipun terdapat perbedaan dalam perkiraan mereka, terutama menyangkut jumlah pasukan Yahudi, banyak pengamat sepakat tentang fakta ini."27
OMONG KOSONG

"[Orang-orang Arab demikian kuatnya pada 1948 sehingga] banyak ahli militer mengira bahwa Israel akan segera terkalahkan." --Terrence Prittie dan B. Dineen, The Double Exodus, 197628

FAKTA

Israel memiliki banyak kelebihan dalam hal pasukan dan persenjataan sehingga tidak pernah ada keraguan di kalangan para pengamat bahwa Israel akan memenangkan perang. Menteri Luar Negeri George Marshall memberitahu kedutaan-kedutaan besar AS sehari sebelum perang dimulai bahwa angkatan bersenjata Arab sangat lemah dan bukan tandingan bagi Israel. Kekhawatirannya yang terbesar adalah bahwa "jika orang-orang Yahudi menuruti nasihat kaum ekstremis mereka yang lebih menyukai kebijaksanaan yang menghinakan bangsa Arab, setiap Negara Yahudi yang akan didirikan hanya mampu bertahan dengan bantuan terus-menerus dari luar negeri."29 Pada 13 Mei, dua hari sebelum perang, kedutaan besar AS di Mesir melaporkan bahwa pasukan Arab belum berhasil mendapatkan senjata dari luar negeri dan bahwa moral mereka sangat rendah, sambil menambahkan: "Angkatan bersenjata Arab dikhawatirkan akan dikalahkan dengan mudah oleh pasukan Yahudi."30

Raja Yordania Abdullah telah berulangkali memperingatkan: "Pasukan Yahudi terlalu kuat --adalah keliru jika kita ikut berperang."31 Pasha Glubb yang legendaris dari Inggris Raya, ketua Legiun Arab Yordania, di kemudian hari mengingatkan: "Saya tidak melewatkan kesempatan untuk memberi informasi [pada pemerintah Yordania] bahwa Transyordan tidak mempunyai cukup sumber untuk berperang melawan negara Yahudi."32 Menurut laporan ahli sejarah Israel Simha Flapan: "Perkiraan Agen Yahudi tentang tujuan dan kapasitas Arab... melaporkan bahwa para kepala staf Arab telah memperingatkan pemerintah masing-masing mengenai serangan Palestina dan perang yang berkepanjangan."33 Ahli sejarah militer Pakistan Syed Ali el-Edroos menyimpulkan: "Dalam pengertian militer profesional, sesungguhnya, tidak ada rencana sama sekali."34

Hampir empat puluh tahun kemudian, ahli sejarah Israel Benny Morris menyimpulkan: "Yishuv [komunitas Yahudi di Palestina] secara militer maupun administratif jauh lebih unggul dibanding orang-orang Arab Palestina."35
OMONG KOSONG

"Kami pun mempunyai kelompok-kelompok teroris sendiri semasa Perang Kemerdekaan: Stern, Irgun... Namun tidak satu pun di antara mereka yang menyelubungi diri dengan kekejian sedemikian rupa sebagaimana yang telah dilakukan orang-orang Arab terhadap kami." --Golda Meir, perdana menteri Israel, 197236

FAKTA

Dalam periode 1947-1948 yang mengakibatkan kelahiran Israel, terorisme marak di Palestina, dilancarkan terutama oleh kaum Zionis.

Pemimpin Yahudi David Ben-Gurion mencatat dalam sejarah pribadinya tentang Israel: "Dari 1946 hingga 1947 hampir tidak ada serangan Arab atas Yishuv [komunitas Yahudi di Palestina]."37 Ketika perang menjelang pecah pada 1948, aksi-aksi teror dilancarkan oleh kedua belah pihak, namun orang-orang Arab bukanlah tandingan bagi kampanye yang terorganisasi dan sistematis yang dijalankan oleh para teroris Zionis.38 Sebagaimana dilaporkan seorang Mayor Inggris R.D. Wilson pada 1948, mereka melakukan "serangan-serangan biadab atas desa-desa Arab, di mana mereka tidak membedakan antara kaum wanita dan anak-anak yang mereka bunuh setiap ada kesempatan." 39

Aksi-aksi teror Zionis, yang dilancarkan terutama oleh anggota-anggota dari dua kelompok utama, Irgun dan Lehi, atau Stern Gang, termasuk pemboman pada 1946 atas King David Hotel di Jerusalem, yang membunuh sembilan puluh satu orang empat puluh satu orang Arab, dua puluh delapan orang Inggris, dan tujuh belas orang Yahudi;40 penggantungan dua prajurit Inggris pada 1947 dan penjeratan tubuh mereka,41 pemboman pada 1948 atas Semiramis Hotel milik orang Arab di Jerusalem, yang membunuh dua puluh dua orang Arab, termasuk kaum wanita dan anak-anak,42 pembantaian pada 1948 atas 254 kaum pria, wanita, dan anak-anak Arab di pedesaan Deir Yassin,43 pembantaian atas banyak warga sipil di desa Dawayima pada 1948,44 dan pembunuhan pada 1948 atas Wakil Khusus PBB Count Folke Bernadotte dari Swedia.45 Menachem Begin memimpin Irgun, dan Yitzhak Shamir adalah salah seorang pemimpin Stern Gang. Kedua orang itu di kemudian hari menjadi perdana menteri Israel.
OMONG KOSONG

"Kami tidak bermaksud menyingkirkan orang-orang Arab, mengambil tanah mereka, atau merampas warisan mereka." --David Ben-Gurion, sebagai seorang Zionis senior, pertengahan 191546

FAKTA

Setelah penaklukan tanah Arab pada perang 1948, terjadi perampasan, yang disusul penyitaan kekayaan Palestina oleh orang-orang Yahudi. "Penjarahan dan perampasan merajalela," tulis ahli sejarah Israel Tom Segev. Dia mengutip penulis Israel Moshe Smilansky, seorang saksi mata: "Dorongan untuk merampas menguasai setiap orang. Individu-individu, kelompok-kelompok, dan komunitas-komunitas, kaum pria, kaum wanita dan anak-anak, semuanya jatuh di atas barang-barang rampasan." Menteri kabinet Aharon Cizling mengeluh: "Sungguh memalukan, mereka memasuki sebuah kota dan dengan paksa mencopot cincin dari jari dan perhiasan dari leher seseorang... Banyak yang melakukan kejahatan itu."47

Hampir dua pertiga dari jumlah semula 1,2 juta orang penduduk Palestina terusir, dan terpaksa menjadi pengungsi. 48 Kehilangan yang sangat besar inilah yang menjadi alasan mengapa perang itu dikenal oleh bangsa Arab sebagai Nakba, Bencana.49

Koresponden New York Times Anne O'Hare McCormick melaporkan bahwa orang-orang Israel berlari "dengan kecepatan penuh" untuk menduduki tanah itu, sambil menambahkan: "Jika gelombang masuk itu terus berlangsung dengan jumlah kira-kira 200.000 orang per tahun maka tidak lama lagi jumlah para pendatang baru itu akan melebihi jumlah penduduk asli yang terusir."50

Ketika sarjana Israel, Israel Shahak, melakukan penelitian pada 1973, dia mendapati bahwa dari 475 desa asli Palestina yang dimasukkan ke dalam wilayah perbatasan yang dibuat sepihak oleh Israel pada 1949, hanya 90 yang masih ada; 385 sisanya telah dihancurkan.51 Penelitian-penelitian yang dilakukan di kemudian hari menunjukkan bahwa jumlah seluruhnya lebih dari 400.52

Desa-desa itu, menurut laporan Shahak, "dihancurkan sama sekali, dengan rumah-rumah, tembok-tembok taman, dan bahkan kuburan-kuburan serta batu-batu nisannya, sehingga secara harfiah tidak ada sebuah batu pun yang masih tegak berdiri, dan para pengunjung... diberitahu bahwa 'itu semua adalah gurun pasir.'"53
OMONG KOSONG

"Bukti terbaik untuk menentang mitos [ekspansionisme Israel] ini adalah sejarah penarikan mundur Israel dari wilayah yang direbutnya pada 1948, 1956, 1973 dan 1982." --AIPAC, 199254

FAKTA

Di tengah-tengah perang 1948, diplomat Inggris Sir Hugh Dow melaporkan: "Orang-orang Yahudi itu jelas ekspansionis."55 Israel tidak pernah menyerahkan satu bagian penting pun dari tanah yang direbutnya pada 1948 di luar perbatasan-perbatasan yang ditetapkan Rencana Pembagian PBB. Rencana itu membatasi luas negara Yahudi hingga 5.893 mil persegi, sama dengan 56,47 persen dari seluruh Palestina, namun menjelang akhir perang 1948 Israel menguasai daerah seluas 8.000 mil persegi, 77,4 persen dari tanah itu.56 Secara signifikan, Deklarasi Kemerdekaan Israel tidak menyebutkan adanya perbatasan, dan negara Yahudi tidak pernah secara terbuka menyatakan batas-batasnya.57

Israel menguasai daerah Palestina yang mencakup 475 kota kecil dan desa, yang sebagian besar di antaranya kosong atau segera dibuat demikian. (Ini sebanding dengan 279 pemukiman Yahudi di seluruh Palestina yang ada pada 29 November 1947, hari diberlakukannya Rencana Pembagian PBB.)58

Sebagaimana dikatakan Menteri Pertahanan Moshe Dayan pada satu kelas yang berisi para pelajar Israel pada 1969: "Tidak ada satu tempat pun yang dibangun di negeri ini yang sebelumnya tidak dihuni oleh penduduk Arab."59 Sesungguhnyalah, orang-orang Israel telah menyita 158.332 unit dari keseluruhan 179.316 unit perumahan, termasuk rumah-rumah dan apartemen-apartemen.60 Orang-orang Yahudi sedikitnya telah mengambil alih 10.000 toko dan 1.000 gudang.61 Kira-kira 90 persen kebun zaitun Israel direbut dari orang-orang Arab dan juga 50 persen kebun jeruknya,62 suatu penyitaan yang begitu besar sehingga pemasukan dari kebun zaitun dan jeruk itu "sangat menolong untuk meringankan masalah serius dalam keseimbangan neraca pembayaran Israel dari 1948 hingga 1953," kata Ian Lustick.63

Setelah perang 1967, pasukan militer Israel menguasai seluruh Palestina, Tepi Barat dan jalur Gaza, plus Dataran Tinggi Golan milik Syria dan Semenanjung Sinai milik Mesir, suatu rentang wilayah yang luas seluruhnya adalah 20.870 mil persegi.64

Setelah serangan Operasi Litani oleh Israel atas Lebanon pada Maret 1978, perbatasan Israel lagi-lagi meluas sehingga mencakup "sabuk pengaman" yang diklaimnya secara sepihak di Lebanon Selatan, suatu jalur sepanjang perbatasan yang mendesak masuk antara tiga hingga enam mil ke wilayah Lebanon.65 "Sabuk pengaman" itu mendesak masuk lagi hingga dua belas mil setelah serangan Israel tahun 1982 atas Lebanon .66 "Sabuk pengaman" itu tetap ada hingga hari ini, membuat Lebanon Selatan menjadi apa yang disebut oleh sebagian orang Israel sebagai "Tepi Utara" yang dikuasai Israel.

Meskipun Israel di kemudian hari memang mengembalikan Semenanjung Sinai sebagai pertukaran bagi perdamaian dengan Mesir, ia terus menduduki semua wilayah Arab lain yang telah direbutnya lewat kekerasan selama bertahun-tahun kecuali kota kecil Syria Quneitra, yang dihancurkannya sebelum penarikan mundur pada 1974 sebagai hasil persetujuan pelepasannya dengan Syria .67
Catatan kaki:

1 Dupuy, Elusive Victory, 3-19; Flapan, The Birth of Israel, 192-93.

2 Meir, My Life, 211.

3 Quigley, Palestine and Israel, 39.

4 Palumbo, The Palestinian Catastrophe, 40.

5 Khalidi, From Haven to Conquest, lxxix. Teks dari rencana itu terdapat dalam rubrik khusus "1948 Palestine" dari Journal of Palestine Studies, Musim Gugur 1988, 20- 38.

6 New York Times, 20 Desember 1947. Juga lihat Quigley, Palestine and Israel, 41. Laporan resmi militer Inggris adalah WO 275/64 (London: Public Record Office), dikutip dalam Nakhleh, Encyclopedia of the Palestine Problem, 153.

7 Sykes, Crossroads to Israel, 337. Lihat juga Green, Taking Sides, 69.

8 Palumbo, The Palestinian Catastrophe, 40.

9 Dikutip dalam Flapan, The Birth of Israel, 121.

10 Khalidi, From Haven to Conquest, lxxix.

11 Morris, The Birth of the Palestinian Refugee Problem, 63.

12 Ibid., 128; Quigley, Palestine and Israel, 62.

13 Flapan, The Birth of Israel, 192. 132-133.

14 Kawat 513 dari Kairo,13 Mei 1948, dikutip dalam Flapan, The Birth of Israel, 192.

15 Dikutip dalam Flapan, The Birth of Israel, 192. Juga lihat Shlaim, Collusion across the Jordan, 197.

16 Khalidi, From Haven to Conquest, lxxxii.

17 Allon, Shield of David, 187.

18 Khalidi, Before Their Diaspora, 316. Lihat juga Cockburn, Dangerous Liaison, 20-21; Peres, David's Sling, 32-33. Sebagai balasan bagi bantuan itu, Israel menyampaikan beberapa rahasia peralatan militer AS kepada Cekoslowakia, termasuk sebuah sistem radar bergerak, lihat Green, Living by the Sword, 217-18.

19 Khalidi, From Haven to Conquest, 861-66.

20 Grose, Israel in the Minds of America, 210-11.

21 Raviv dan Melman, Every Spy a Prince, 326-30; Cockburn, Dangerous Liaison, 24-25.

22 Cockburn, Dangerous Liaison, 24-25,158.

2 Ibid., 24-25.

24 Dalam sebuah surat untuk Presiden Truman, dikutip dalam Flapan, The Birth of Israel, 189.

25 Khalidi, From Haven to Conquest, 867-71.

26 Green, Taking Sides, 71.

27 Flapan, The Birth of Israel, 195. Tekanan ini ada pada tulisan aslinya. Untuk pembahasan mengenai berbagai perkiraan layak yang mencerminkan semua pihak, lihat Flapan, 194-97.

28 Dikutip dalam Flapan, The Birth of Israel,189.

29 Telegram rahasia "INFOTEL dari Menteri Luar Negeri," 14 Mei 1948, dikutip dalam Green, Taking Sides, 70-71.

30 Kawat 513 dari Kairo, 13 Mei 1948, dikutip dalam Flapan, The Birth of Israel, 192.

31 Glubb, A Soldier with the Arabs, 152.

32 Shlaim, Collusion across Jordan, 271-72.

33 Flapan, The Birth of Israel, 123.

34 el-Edroos, The Hashemite Arab Army, 244.

35 Morris, The Birth of the Palestinian Refugee Problem, 7.

36 Fallaci, Interview with History, 100.

37 Ben-Gurion, Israel, 63.

38 Michael C. Hudson, "The Transformation of Jerusalem: 1917-1987 A.D." dalam Asali, Jerusalem in History, 257.

39 Quigley, Palestine and Israel, 41. Lihat juga Flapan, The Birth of Israel, 90-91.

40 Bethell, The Palestine Triangle, 263; Sachar, A History of Israel, 267. Untuk rincian mengenai pemboman dan reaksi para pejabat Inggris, lihat Nakhleh, Encyclopedia of Palestine Problem, 269-70.

41 Silver, Begin, 78-80.

42 CO 537/3855 (London: Public Record Office), dikutip dalam Nakhleh, Encyclopedia of the Palestine Problem, 270-71; Tannous, The Palestinians, 474. Pemerintah Inggris secara terbuka mengutuk pemboman Semiramis sebagai suatu "tindak pembunuhan yang pengecut dan keji atas orang-orang tak bersalah." Ketika Agen Yahudi mengajukan keberatan karena Inggris tidak mengutuk pembunuhan-pembunuhan yang dilakukan oleh orang-orang Arab, para pejabat Inggris menjawab bahwa orang-orang Arab itu tidak melancarkan serangan-serangan terorganisasi atas bangunan-bangunan yang dihuni oleh kaum wanita dan anak-anak; lihat Quigley, Palestine and Israel, 43.

43 Khalidi, From Haven to Conquest, 761-78, memuat penjelasan tangan pertama yang mengharukan dari Jacques de Reynier, "Deir Yassin;" serta penjelasan-penjelasan tentang serangan-saerangan atas pusat-pusat Palestina lainnya. Banyak penulis telah membahas tentang pembantaian itu, barangkali tidak lebih baik dibanding Silver, Begin, 88-89. Juga lihat rincian-rinciannya dalam Nakhleh, Encyclopedia of the Palestine Problem, 271-72.

44 Morris, The Birth of Palestinian Refugee Problem, 222. Juga lihat Palumbo, The Palestinian Catastrophe, xii-xiv; Quigley, Palestine and Israel, 85; Nakhleh, Encyclopedia of Palestine Problem, 272.

45 Persson, Mediation and Assassination, 204. Juga lihat Kurzman, Genesis 1948, 555-56; Avishai Margalit, "The Violent Life of Yitzhak Shamir," New York Review of Books, 14 Mei 1992; Palumbo, The Palestinian Catastrophe, 36.

46 Teveth, David Ben-Gurion and the Palestinian Arabs, 27.

47 Segev,1949, 69-72.

48 Thomas J. Hamiton, New York Times, 19 November 1949; "Report of the Special Representative's mission to the Occupied Territories, 15 Sept. 1967," laporan PBB No. A/6797.

49 Walid Khalidi, "The Palesfine Problem: An Overview," Journal of Palestine Studies, Musim Gugur 1991, 9.

50 Anne O'Hare McCormick, New York Times, 18 Januari 1949. Juga lihat Morris, The Birth of the Palestinian Refugee Problem, 135-36; Cattan, Jerusalem, 61; Segev, 1949, 95.

51 Israel Shahak, "Arab Villages Destroyed in Israel," dalam Davis dan Mezvinsky, Documents from Israel, 43-54. Juga lihat Morris, The Birth of the Palestinian Refugee Problem, xiv-xviii, yang melakukan penelitian serupa dengan penelitian Shahak pada 1980-an dan membuat daftar nama, tanggal, dan penyebab ditinggalkannya 369 desa Arab pada 1948-1949. Nakhleh, Encyclopedia of the Palestine Problem, menyalin daftar semua kota besar, kota kecil, dan desa di Palestina pada 1945 sebagaimana yang diterbitkan dalam Palestine Gazette (295-306) dan juga daftar nasib yang menimpa semua unit politik itu setelah 1948 (315-32).

52 Suatu penelitian yang diselesaikan pada 1991 oleh sarjana Walid Khalidi melaporkan bahwa 418 desa telah dihancurkan; lihat Khalidi, All That Remains.

53 Israel Shahak, "Arab Villages Destroyed in Israel," dalam Davis dan Mezvinsky, Documents from Israel, 43.

54 Bard dan Himelfarb, Myths and Facts, 84.

55 Shlaim, Collusion across the Jordan, 289. Sebuah versi buku sampul tipis yang ringkas dari karya penting Shlaim diterbitkan pada 1990 oleh Columbia University Press dengan judul The Politics of Partition: King Abdullah, the Zionists, and Palestine.

56 Sachar, A History of Israel, 350; Epp, Whose Land Is Palestine?, 195. Untuk rincian mengenai rencana-rencana Israel untuk menduduki wilayah Palestina, lihat Khalidi, From Haven to Conquest, lxxv-lxxxiii, 755-61. Untuk telaah yang sangat bagus tentang pemilikan tanah Yahudi, lihat Ruedy, "Dynamics of Land Alienation;" dalam Abu-Lughod, Transformation of Palestine, 119-38. Juga lihat Davis Mezvinsky, Documents front Israel, 43-54; Morris, The Birth of the Palestinian Refugee Problem, 155, 179; Nakhleh, Encyclopedia of the Palestine Problem, 305-45; Nyrop, Israel, 52; Shipler, Arab and Jew, 32-36; Segev, 1949, 69-71.

57 McDowall, Palestine and Israel, 193. Teks deklarasi itu terdapat dalam Ben-Gurion, Israel, 79-81.

58 Morris, The Birth of Palestinian Refugee Problem, 155, 179.

59 Dikutip dalam Nakhleh, The Birth of the Palestinian Refugee Problem, 310, dari Ha'aretz (Tel Aviv), 4 April 1969.

60 Nakhleh, Encyclopedia of the Palestine Problem, 369.

61 dan Peretz, "The Arab Refugee Dilemma;" Foreign Affairs, Oktober 1954.

62 Palumbo, The Palestinian Catastrophe, 146.

63 Lustick, Arabs in the Jewish State, 59.

64 Nyrop, Israel, xix; Foundation for Middle East Peace, Report on Israeli Settlement in the Occupied Territories, Laporan Khusus, Juli 1991.

65 Ahmad Beydoun, "The South Lebanon Border Zone: A Local Perspective;" Journal of Palestine Studies, Musim Semi 1992,44.

66 Thomas L. Friedman, New York Times, 22 September 1986.

67 Israel berusaha mempertahankan sebidang tanah seluas 250 acre di garis depan pantai Sinai sebelah selatan Eliat yang bemama Taba. Namun, satu kelompok yang terdiri atas lima juri menetapkan pada 1988 bahwa tanah itu sah dimiliki oleh Mesir, dan Israel akhirnya terpaksa melepaskannya sepuluh tahun setelah perjanjian; Edward Cody, Washington Post, 30 September 1988.
keroncong
keroncong
KAPTEN
KAPTEN

Male
Age : 70
Posts : 4535
Kepercayaan : Islam
Location : di rumah saya
Join date : 09.11.11
Reputation : 67

Kembali Ke Atas Go down

kumpulan fakta kemunafikan israel & Yahudi Empty Re: kumpulan fakta kemunafikan israel & Yahudi

Post by keroncong Sat Sep 22, 2012 4:43 am

KLAIM-KLAIM ISRAEL TERHADAP JERUSALEM

Halangan utama dalam mencapai perdamaian adalah perjuangan status Jerusalem. Kenyataan bahwa Jerusalem disucikan oleh orang-orang Kristen, Yahudi, dan Muslim mengandung arti bahwa statusnya berkaitan dengan masyarakat internasional. Rencana Pembagian PBB tahun 1947 menyadari adanya kepentingan seluruh dunia atas Jerusalem dengan menetapkan kota itu sebagai corpus separatum, sebuah kota yang terpisah dan tidak boleh dikuasai baik oleh bangsa Arab maupun Yahudi melainkan oleh suatu rezim internasional di bawah Perserikatan Bangsa-Bangsa. Israel menerima pengaturan ini ketika ia menerima rencana pembagian dan juga ketika ia diterima menjadi anggota PBB pada 1949. Namun, Israel secara konsisten selalu bertindak sebaliknya, dengan menyatakan bahwa Jerusalem merupakan ibukota abadi bangsa Yahudi. Sejak 1967, Israel telah menguasai seluruh Jerusalem. Pada 10 Juli 1980, ia secara resmi mencaplok kota itu dan menyatakan bahwa "Seluruh Jerusalem adalah ibukota Israel."1 Ia terus mempertahankan pendapat itu hingga sekarang.
OMONG KOSONG

"Jerusalem Yahudi merupakan bagian organik dan tak terpisahkan dari Negara Israel." --David Ben-Gurion, perdana menteri Israel pertama,19492

FAKTA

Dalam menyetujui Rencana Pembagian PBB tahun 1947, orang-orang Yahudi menerima penetapan badan dunia itu atas Jerusalem sebagai suatu corpus separatum di bawah kontrol internasional tanpa bangsa Arab maupun Yahudi bisa menuntut kekuasaan atasnya. Ikrar ini ditegaskan kembali ketika Israel akhirnya diterima Perserikatan Bangsa-Bangsa pada 11 Mei 1949, setelah tiga kali mengajukan permintaan untuk menjadi anggota. Permintaan-permintaan sebelumnya tidak dikabulkan sebagian karena adanya kecurigaan internasional mengenai maksud-maksud Israel atas Jerusalem.3

Gerak cepat Israel untuk mengklaim Jerusalem sebagai miliknya bertentangan dengan pendapat masyarakat dunia.4 Pada 5 Desember 1949, pemimpin Israel David Ben-Gurion menyatakan: "Jerusalem adalah jantung dari jantungnya Israel... Kita tidak membayangkan Perserikatan Bangsa-Bangsa akan berusaha memisahkan Jerusalem dari Israel, atau mencurigai kedaulatan Israel atas ibukota abadinya itu."5

Sebagai reaksi, Majelis Umum PBB empat hari kemudian menegaskan kembali penetapan rencana pembagian yang menetapkan seluruh kota Jerusalem sebagai corpus separatum, dengan menolak klaim Israel. Namun Israel menanggapi dengan berani. Ia mengabaikan badan dunia itu dan pada 11 Desember secara resmi menyatakan bahwa Jerusalem telah menjadi ibukota Israel sejak hari pertama Israel berdiri.6

Pada 16 Desember, Ben-Gurion menantang masyarakat dunia dengan memindahkan kantor perdana menteri ke Jerusalem. Dia menyatakan awal tahun baru 1950 sebagai hari perpindahan semua kantor pemerintah ke Jerusalem kecuali kementerian luar negeri dan kementerian pertahanan serta markas besar polisi nasional.7 Pemindahan kantor-kantor pemerintah Israel ke Jerusalem tetap tak terbendung oleh tuntutan Dewan Perwalian PBB pada 20 Desember agar Israel memindahkan kantor-kantor itu dari Jerusalem karena tidak sesuai dengan janji-janjinya pada Perserikatan Bangsa-Bangsa.8 Pada 31 Desember, Israel secara resmi memberitahu dewan itu bahwa ia tidak akan memindahkan pemerintahan dari Jerusalem.9

Tentangan Israel terhadap Perserikatan Bangsa-Bangsa terbukti berhasil. Sejak Desember 1949 dan seterusnya, Israel telah bertindak seakan-akan ibukotanya yang sah dan diakui adalah Jerusalem.
OMONG KOSONG

"Istilah 'pencaplokan'... itu tidak pada tempatnya. Sarana-sarana yang dipakai [pada akhir perang 1967] ditujukan untuk menyatukan Jerusalem ke dalam bidang administratif dan kotapraja, dan menjadi landasan sah bagi perlindungan terhadap Tempat-tempat Suci di Jerusalem." --Abba Eban, menteri luar negeri Israel, 196710

FAKTA

Pada akhir Perang 1967, Israel bergerak cepat untuk memperluas batas-batas kota dan mencaplok seluruh Jerusalem sebagai "ibukota abadi."11 Hingga 1967, Jerusalem terdiri atas Kota Tua dengan tembok bersejarahnya, yang terbagi menjadi wilayah-wilayah Armenia, Kristen, Yahudi, dan Muslim, dan kota yang mengelilinginya, yang dibagi untuk orang-orang Arab di sebelah timur dan orang-orang Israel di sebelah barat.

Dalam kegelapan dinihari tanggal 11 Juni, hari setelah berakhirnya pertempuran, pasukan Israel memberi peringatan tiga jam untuk mengosongkan rumah-rumah kepada orang-orang Palestina yang tinggal di seksi Mughrabi dari Kota Tua Jerusalem, di sebelah Tembok (Ratapan) Barat dari Temple Mount/Haram Al-Syarif. Lalu buldoser-buldoser Israel menghancurkan tempat-tempat tinggal dan dua masjid, membuat 135 keluarga --650 pria, wanita, dan anak-anak-- menjadi tunawisma. Itu merupakan penyitaan pertama atas hak milik Palestina setelah perang.12

Seminggu kemudian, pada 18 Juni, para serdadu Israel mulai memerintahkan orang-orang Palestina untuk meninggalkan wilayah Yahudi di Kota Tua. Pada mulanya, pengusiran itu hanya menimpa beberapa ratus orang saja, namun dalam tahun-tahun selanjutnya menimpa pula seluruh penduduk Palestina di wilayah tersebut yang berjumlah kira-kira 6.500 orang. Orang-orang Yahudi mulai pindah ke wilayah itu sejak Oktober 1967.13

Israel bergerak dengan yakin untuk menguatkan cengkeramannya atas Jerusalem Timur Arab dua minggu setelah perang dengan diloloskannya dua ordonansi dasar oleh Knesset pada 27 Juni: Ordonansi Hukum dan Administrasi dan Ordonansi Korporasi Kotapraja. Hukum korporasi itu memungkinkan menteri dalam negeri untuk mengubah Batas-Batas Jerusalem, dan ordonansi administrasi memungkinkannya untuk memberlakukan hukum Israel ke wilayah kotapraja yang diperluas itu.14 Menteri dalam negeri melakukan kedua-duanya satu hari kemudian, pada 28 Juni. Dia lebih dari sekadar menggandakan ukuran Jerusalem dengan jalan memperluas batas-batas ke utara sembilan mil dan ke selatan sepuluh mil, meningkatkan batas-batas kotapraja Jerusalem dari empat puluh kilometer persegi menjadi seratus kilometer persegi.15

Batas-batas baru Jerusalem secara hati-hati ditetapkan untuk memastikan, sebagaimana dilaporkan Wakil Walikota Meron Benvenisti di kemudian hari, "mayoritas Yahudi yang melimpah" di dalam batas-batas yang baru itu.16 Daerah-daerah dengan penduduk Palestina yang padat dihapuskan sementara tanah yang berbatasan dengan desa-desa Arab disatukan ke dalam kota yang diperluas itu.17 Akibatnya batas-batas kota Jerusalem yang diperluas itu kini menampung 197.000 orang Yahudi dan 68.000 orang Palestina18 --suatu perubahan dramatis dari masa-masa pra-pembagian tahun 1947 ketika ada sekitar 105.000 orang Palestina dan 100.000 orang Yahudi di Jerusalem Besar. Di dalam batas-batas kota dari kekotaprajaan lama proporsinya kini adalah 60.000 orang Palestina dan 100.000 orang Yahudi.19

Majelis Umum PBB pada 14 Juli 1967 menyesalkan penolakan Israel untuk mematuhi resolusi Majelis tanggal 4 Juli, yang memerintahkan Israel untuk membatalkan semua upaya untuk mengubah status Jerusalem dan menganggap semua upaya itu tidak sah. Majelis juga meminta sekretaris jenderal untuk melaporkan tentang situasi di jerusalem.20

Duta Besar Ernesto Thalmann dari Swiss dipilih sebagai wakil khusus sekretaris jenderal. Dia melaporkan bahwa "dijelaskan tanpa keraguan sama sekali bahwa Israel tengah mengambil setiap langkah untuk menempatkan bagian-bagian kota yang tidak dikontrol oleh Israel sebelum Juni 1967 di bawah kekuasaannya... Para pejabat Israel menyatakan secara tegas bahwa proses integrasi tidak dapat diubah dan tidak dapat dirundingkan."21

Meskipun Menteri Luar Negeri Israel Abba Eban meyakinkan Perserikatan Bangsa-Bangsa bahwa Israel tidak mencaplok Jerusalem Timur Arab, pencaplokan merupakan akibat praktis dari aksi-aksinya. Untuk selanjutnya, Jerusalem Timur Arab dihubungkan dengan pasokan air Israel dan, seluruh kota dianggap oleh Israel seakan-akan bagian integral dari negara Yahudi.

Baru setelah 30 Juli 1980 Israel secara resmi dan terbuka mencaplok seluruh Jerusalem dengan menyatakan bahwa "Seluruh Jerusalem adalah ibukota Israel." Dengan menetapkan ordonansi itu sebagai "hukum dasar," Knesset memberinya peringkat konstitusional-semu.22Tindakan itu diambil satu hari setelah Majelis Umum PBB mengadakan pemungutan suara bagi Palestina dan penarikan mundur Israel dari seluruh wilayah pendudukan, termasuk Jerusalem Timur Arab.23

Pencaplokan itu merupakan patok yang menandai perjuangan panjang oleh Israel melawan tentangan masyarakat dunia atas dikuasainya seluruh kota Jerusalem oleh Israel. Meskipun pencaplokan itu menimbulkan kegemparan internasional, Israel tetap menolak untuk mundur dan mempertahankan cengkeramannya atas Kota Suci itu.24
OMONG KOSONG

"[Tahun 1967] mengawali suatu kebijaksanaan baru Amerika yang tetap tak berubah hingga hari ini; yaitu, penerimaan secara tersirat kontrol de facto Israel atas Jerusalem yang bersatu." --Yossi Feintuch, ilmuwan Israel, 198725

FAKTA

Amerika Serikat telah secara konsisten menentang klaim Israel atas seluruh kota Jerusalem. Ia telah, bersama dengan hampir semua negara lain, mempertahankan kedutaan besarnya di Tel Aviv dan bukan di Jerusalem sebagai lambang penentangannya terhadap pemaksaan kekuasaan Israel atas seluruh kota Jerusalem.

Pada awal 1950-an pemerintahan Eisenhower melangkah sangat jauh dengan melarang para diplomat Amerika agar tidak berurusan dengan para pejabat Israel di Jerusalem. Tindakan drastis itu muncul sebagai reaksi atas dipindahkannya Kementerian Luar Negeri Israel dari Tel Aviv ke Jerusalem pada 13 Juli 1953. Menanggapi tindakan Amerika Serikat itu, Inggris, dan negara-negara lain memboikot semua fungsi di Jerusalem dan menolak untuk mengunjungi kementerian luar negeri, yang perpindahannya ke Jerusalem dipandang sebagai upaya untuk mendukung klaim Israel atas Jerusalem sebagai ibukotanya.26

Menteri Luar Negeri John Foster Dulles mempertahankan boikot itu selama satu setengah tahun sebelum menyerah pada kekerasan sikap Israel dan ketidaknyamanan-ketidaknyamanan praktis dari situasi itu. Pada 12 November 1954, dia membolehkan Duta Besar Amerika yang baru untuk Israel, Edward Lawson, untuk menyerahkan surat-surat kepercayaannya di Jerusalem, dan secara efektif mengakhiri boikot itu.27

Namun Kementerian Luar Negeri tetap berpegang teguh pada kata-kata dari suatu memo abadi, "membiarkan masalah Jerusalem sebagai masalah yang masih terbuka dan mencegahnya terselesaikan semata-mata melalui proses keausan dan fait acompli."28 Maka ketika Israel membuka gedung Knessetnya yang baru di Jerusalem pada 30 Agustus 1966, tidak ada diplomat AS yang hadir, meskipun sekelompok wakil Kongres menghadirinya.29

Sekalipun demikian, kebijaksanaan Washington mengenai Jerusalem melemah dari tahun ke tahun. Sejak 1949 pemerintah mengabaikan penetapan Jerusalem sebagai sebuah kota internasional yang telah disetujuinya dalam Rencana Pembagian tahun 1947, dan sebagai gantinya menyetujui usulan bahwa akan ditetapkan zona-zona pemerintahan lokal Arab dan Israel dengan seorang komisaris PBB yang bertanggung jawab atas tempat-tempat suci dan permasalahan internasional sementara Jerusalem tetap tidak boleh dijadikan ibukota negara mana pun.30

Kemunduran kebijaksanaan AS lainnya muncul 1969 di bawah pemerintahan Nixon ketika Amerika Serikat melepaskan diri dari ucapan seorang komisaris PBB, mengabaikan ketetapannya bahwa Jerusalem merupakan sebuah kota internasional, dan menurunkan posisinya menjadi sekedar rumusan bahwa Jerusalem tetap merupakan kota yang terbagi yang masa depannya ditentukan oleh pihak-pihak yang terkait.31 Tetapi pemerintah juga menyatakan pada 1969 bahwa Jerusalem Timur Arab, yang telah direbut Israel pada 1967, merupakan "wilayah pendudukan [yang serupa] dengan daerah-daerah lain yang diduduki oleh Israel."32

Presiden George Bush secara terbuka menegaskan kembali kebijaksanaan ini pada 3 Maret 1990, serta penetapan Jerusalem Timur Arab sebagai wilayah pendudukan.33
OMONG KOSONG

"Jerusalem adalah dan harus tetap menjadi ibukota Israel." --Resolusi Senat dan Dewan Perwakilan AS, 199034

FAKTA

Sementara kebijaksanaan AS telah secara konsisten menentang klaim Israel atas Jerusalem sebagai ibukotanya, Kongres secara rutin mengeluarkan resolusi-resolusi tidak mengikat yang memintakan pengakuan atas Jerusalem sebagai ibukota Israel. Pada 1988 Senator Republik Jesse Helms dari North Carolina melangkah demikian jauh dengan menambahkan suatu amandemen bagi Akta Apropriasi Kementerian Luar Negeri yang meminta dibangunnya dua fasilitas diplomatik yang terpisah di Israel, satu di Tel Aviv dan satu lagi di Jerusalem "atau Tepi Barat." Para pengecam menyatakan amandemen itu merupakan upaya lain dari para pendukung Israel agar Kedutaan Besar AS dipindahkan ke Jerusalem.35 Pemimpin minoritas republik Robert Dole dari Kansas mengeluh pada 1990 bahwa Kongres bertindak tidak bertanggung jawab dengan mengeluarkan resolusi-resolusi yang "mengalir lancar dalam waktu sekitar 15 detik [tanpa] perdebatan." Dole mengemukakan bahwa resolusi 1990 "menyatakan Jerusalem sebagai ibukota Israel --tempat kedudukan pemerintahan Israel; suatu posisi yang bertentangan 180 derajat dengan pandangan negara-negara Arab dan bangsa Palestina. Yang paling penting, resolusi itu menyatakan bahwa pemerintah --AS dan banyak pengamat luar-- menganggap lebih baik masalah itu diserahkan kepada pihak-pihak yang terkait agar dirundingkan, dan bukannya diputuskan melalui aksi unilateral."36

Pada saat yang sama, Partai Demokrat telah secara resmi mendukung posisi Israel dalam program politik partainya, dengan meminta dipindahkannya Kedutaan Besar AS ke Jerusalem. Prinsip dasar politik Demokrat pada 1984 berbunyi: "Partai Demokrat mengakui dan mendukung status pasti Jerusalem sebagai ibukota Israel. Sebagai lambang dari pendirian ini, Kedutaan Besar AS harus dipindahkan dari Tel Aviv ke Jerusalem."37

Pada tahun yang sama, subkomite Permasalahan Luar Negeri DPR mengenai operasi-operasi internasional dan mengenai Eropa serta Timur Tengah mengeluarkan sebuah resolusi tidak mengikat yang menyatakan bahwa Kongres menetapkan Kedutaan Besar dipindahkan ke Jerusalem "secepat mungkin."38 Ini merupakan salah satu tujuan utama Komite Urusan Publik IsraelAmerika (AIPAC), sarana lobi resmi Israel.39 Bahkan Menteri Luar Negeri George Shultz, salah seorang pendukung paling hangat Israel, memperingatkan Kongres bahwa gerakan semacam itu tidak akan bijaksana.40

Sekalipun demikian, Partai Demokrat terus mendukung kebijaksanaan Israel dalam masalah Jerusalem. Pada 1988 kandidat presiden Demokrat Michael Dukakis menunjukkan kesediaannya untuk memindahkan Kedutaan Besar ke Jerusalem, begitu pula Bill Clinton pada 1992. Program Partai Demokrat pada 1992 menyebut Jerusalem sebagai ibukota Israel, namun tidak melangkah terlalu jauh dengan mendesak agar Kedutaan Besar AS dipindahkan ke sana.
Catatan kaki:

1 New York Times, 31 Juli 1980.

2 Benvenisti, Jerusalem, 11-12. Teks pidato Ben-Gurion terdapat dalam Medzini, Israel's Foreign Relations, 1: 223-24.

3 George Barrett, New York Times, 30 April 1949; Bailey, Four Arab-Israeli Wars, 64.

4 Pasukan Israel telah gagal dalam kampanye mereka merebut Kota Tua Jerusalem dalam perang 1948, dan Kota Tua itu tetap di bawah kontrol Legiun Arab Yordania. Maka ketika orang-orang Israel menyebut Jerusalem antara 1949 dan 1967, ketika mereka akhimya merebut Kota Tua tersebut, mereka mengacu pada Jerusalem Barat milik Yahudi, bagian baru dari kota itu.

5 Benvenisti, Jerusalem, 11-12. Teks itu terdapat dalam Medzini, Israel's Foreign Relations, 1: 223-24.

6 Brecher, Desicions in Israel's Foreign Policy, 12. Juga lihat Mallison, The Palestine Problem in International Law and World Order, 210-14.

7 New York Times, 21 Desember 1949; Benvenisti, Jerusalem, 12; Feintuch, U.S. Policy on Jerusalem, 88. Juga lihat Cattan, Jerusalem, 55-65; Mallison dan Mallison, The Palestine Problem in International Law and World Order, 214.

8 Resolusi 114 (S-2). Teks itu terdapat dalam Tomeh, United Nations Resolutions on Palestine and the Arab-Israeli Conflict, 1: 176.

9 New York Times, 1 Januari 1950.

10 Surat Abba Eban kepada Perserikatan Bangsa-Bangsa,10 Juli 1967, dalam Medzini, Israel's Foreign Relations, 1: 49.

11 Benvenisti, Jerusalem, 117; Brecher, Decisions to Israel's Foreign Policy, 39-40. Juga lihat Cattan, "The Status of Jerusalem under Intemational Law and United Nations Resolutions;" Journal of Palestine Studies, Musim Semi 1981, 3-15, serta buku Cattan Jerusalem; Ibrahim Dakkak, "The Transformation of Jerusalem: Juridical Status and Physical Change;" dalam Aruri, Occupation, 67-96; Hirst, "Rush to Annexation: Israel in Jerusalem," Journal of Palestina Studies, Musim Panas 1974, 3-31; Mallison, The Palestine Problem in International Law and World Order, 207-39; Ghada Talhami, "Between Development and Preservation: Jerusalem under Three Regimes," American-Arab Affairs, Musim Semi 1986, 93-107.

12 Halabi, The West Bank Story, 35-36. Juga lihat Hirst, "Rush to Annexation: Israel in Jerusalem;" Journal ofPalestine Studies, Musim Panas 19741- Neff, Warriors for Jerusalem, 289-90. Teks pernyataan Walikota Rouhi Khatib dari Jerusalem Timur di hadapan rapat Dewan Keamanan PBB tanggal 3 Mei 1968, mengenai aksi-aksi Israel di Jerusalem selama dua minggu pertama pendudukan, terdapat dalam Nakhleh, Encyclopedia of Palestine Problem, 374-77. Nakhleh juga mengambil kutipan- kutipan yang sangat banyak dari saksi-saksi lain mengenai aksi- aksi Israel di Jerusalem sebagaimana dinyatakan dalam Dokumen PBB S/13450 dan Addendum 1 tanggal 12 Juli 1979. Komisi itu didirikan melalui Resolusi Dewan Keamanan 446 tanggal 22 Maret 1979 "untuk memeriksa situasi yang berkaitan dengan pemukimanpemukiman di wilayah-wilayah Arab yang diduduki sejak 1967 termasuk Jerusalem."

13 Ann Lesch, "Israeli Settlements in the Occupied Territories;" Journal of Palestine Studies, Musim Gugur 1978. Juga lihat Dayan, Story of My Life, 372.

14 Brecher, Decisions in Israel's Foreign Policy, 39-40. Juga lihat Feintuch, U.S. Policy on Jerusalem, 127-29.

15 Cattan, Jerusalem, 72. Juga lihat Joseph Judge, 'This Year in Jerusalem," National Geographic, April 1983, 479-514. Jerusalem Timur milik Yordania pada waktu itu hanya seluas enam kilometer persegi; lihat Yayasan untuk Perdamaian Timur Tengah, Report on Israeli Settlement in the Occupied Territories, Musim Dingin 1991-1992.

16 Benvenisti, Jerusalem, 251.

17 Ibrahim Mattar, "From Palestinian to Israeli: Jerusalem 1948-1982, " Journal of Palestine Studies, Musim Panas 1983,57-63. Juga lihat Neff, Warriors for Jerusalem, 312.

18 Benvenisti, Jerusalem, 251.

19 Michael C. Hudson,'The Transformation of Jerusalem: 1917-1987 AD;" dalam Asali, Jerusalem in History, 259,269.

20 Resolusi 2254 (ES-V). Teks itu terdapat dalam Tomeh, United Nations Resolutions on Palestine and tire Arab-Israeli Conflict, 1: 68. Juga lihat Mallison dan Mallison, The Palestine Problem in International Law and World Order, 215-16.

21 PBB A/6793. Kutipan-kutipan dalam "Documents Concerning the Status of Jerusalem," Journal of Palestine Studies, Musim Gugur 1971, 178-82, dan Medzini, Israel's Foreign Relations, 1: 251-53.

22 Aronson, Creating facts, 137-39. Teks itu terdapat dalam New York Times, 31 Juli 1980. Juga lihat Mallison, The Palestine Problem in International Law and World Order, 443; Quigley, Palestine and Israel, 172.

23 Khouri, The Arab-Israeli Dilemma, 418-19.

24 Latar belakang mengenai Jerusalem oleh David Shipler, New York Times Magazine, 14 Desember 1980. Juga lihat Cattan, Jerusalem, 223. Kutipan-kutipan panjang dari sebuah surat dari Presiden Mesir Anwar Sadat kepada Perdana Menteri Israel Menachem Begin yang memprotes pencaplokan itu terdapat dalam "Documents and Source Material;" Journal of Palestine Studies, Musim Gugur 1980, 202-4.

25 Feintuch, U.S. Policy on Jerusalem, xi.

26 Dana Adams Schmidt, New York Times, 11 Juli 1953; New York Times, 16 Juli 1953; keputusan Israel diumumkan pada 10 Juli 1953. Posisi AS mengenai masalah itu dikemukakan dalam dua pernyataan Kementerian Luar Negeri pada 28 Juli 1953, dan 3 November 1954; lihat Kementerian Luar Negeri AS, American Foreign Policy 1950-1955, 2254-55. Juga lihat Brecher, Decisions in Israel's Foreign Policy, 34; Feintuch, U.S. Policy on Jerusalem, 116; Neff, Warriors at Suez, 43. Kumpulan yang sangat berharga dari dokumen-dokumen sejarah yang berkaitan dengap Jerusalem, terutama setelah 1967, dapat ditemukan dalam "Documents concerning the Status of Jerusalem;" Journal of Palestine Studies, Musim Gugur 1971, 171-94.

27 Feintuch, U.S. Policy on Jerusalem, 116.

28 Ibid., 117.

29 James Feron, New York Times, 31 Agustus 1966. Kisah Feron mencatat kehadiran sejumlah besar tamu intemasional, tetapi tidak menyebut-nyebut tentang kenyataan bahwa Amerika Serikat secara resmi memboikot pembukaan itu.

30 Fentuch, U.S. Policy on Jerusalem, 72.

31 Sheehan, The Arabs, Israelis, and Kissinger, Lampiran 2. Juga lihat Brecher, Decisions in Israel's Foreign Policy, 479-80.

32 Feinteuch, U.S. Policy on Jerusalem, 137. Juga lihat Yodfat dan Amon-Ohanna, PLO,136-37.

33 Transkrip, ucapan Presiden di Palm Springs, California, New York Times, 5 Maret 1990. Teks itu terdapat dalam "Documents and Source Material," Journal of Palestine Studies, Musim Panas 1990,179. Juga lihat John M. Goshko, Washington Post, 7 Maret 1990.

34 Resolusi yang dikeluarkan bersama-lama S.106 dan H.290, 1990. Teks itu terdapat dalam "Documents and Source Material;" Journal of Palestine Studies, Musim Panas 1990,182-83.

35 Lihat memorandum Francis A. Boyle untuk Wakil Lee Hamilton, 21 Juh 1989, Arab-American Affairs, Musim Gugur 1989, 126. Teks perkataan Helms mengenai amandemennya terdapat dalam Congressional Record, SS9919, 26 juli 1988.

36 Helen Dewar, Washington Post, 20 April 1990; Donald Neff, Middle East International, 27 April 1990. Teks perkataan Dole itu terdapat dalam Congressional Record, 20 April 1990.

37 Teks itu terdapat dalam New York Times, 18 Juli 1984.

38 Bernard Gwertzman, New York Times, 3 Oktober 1984.

39 Lihat, misalnya, kutlpan-kutipan dari pernyataan politik AIPAC dalam "Documents and Source Materials," Journal of Palestine Studies, Musim Panas 1985, 220-24.

40 Bernard Gwertzman, New York Times, 19 Februari 1984, 27 Maret 1984.
keroncong
keroncong
KAPTEN
KAPTEN

Male
Age : 70
Posts : 4535
Kepercayaan : Islam
Location : di rumah saya
Join date : 09.11.11
Reputation : 67

Kembali Ke Atas Go down

kumpulan fakta kemunafikan israel & Yahudi Empty Re: kumpulan fakta kemunafikan israel & Yahudi

Post by keroncong Thu Oct 04, 2012 9:17 pm

NASIB BANGSA PALESTINA

Hakikat konflik Arab-Israel telah dipahami secara keliru selama bertahun-tahun sebab Israel berhasil melukiskannya sebagai perselisihan antara bangsa Yahudi dan bangsa Arab. Dalam kenyataannya, inti konflik itu jauh lebih terbatas dan lebih bersifat pribadi. Inti konflik itu terletak pada upaya Zionis untuk merebut tanah dan rumah-rumah bangsa Palestina; suatu kampanye tak kenal belas kasihan yang terus berlanjut hingga hari ini. Dimensi Arab yang lebih luas merupakan akibat sampingan. Usaha-usaha perdamaian tampaknya akan tetap tidak efektif kecuali jika hakikat konflik itu dipahami --dan diakui-- di Amerika Serikat.
OMONG KOSONG

"Pada kenyataannya, masalah Arab Palestina merupakan akibat dari konflik yang tumbuh dari ketidaksediaan Arab untuk menerima adanya sebuah Negara Yahudi di Timur Tengah." --AIPAC,1992

FAKTA

Bangsa Palestina adalah jantung dan jiwa dari konflik Arab Israel. Bangsa Palestinalah yang pada 1948 dan sekali lagi pada 1967 kehilangan rumah-rumah dan tanah mereka, bisnis dan ladang mereka, kebun-kebun zaitun dan sitrus mereka karena direbut orang-orang Israel.1 Banyak di antara mereka dan keturunan mereka yang menjadi pengungsi sekarang ini.

Orang-orang yang putus asa dan marah inilah yang menjadi inti "masalah" Israel di Timur Tengah. Mereka telah disatukan dalam kebencian terhadap Israel bersama hampir 2 juta orang Palestina lainnya yang hidup di bawah pendudukan militer Israel sejak 1967.2

Kedudukan sentral bangsa Palestina itu diakui benar oleh para perintis Zionis. Sebagaimana dikatakan oleh David Ben Gurion, perdana menteri Israel yang pertama, pada 1936: "Kami dan mereka [orang-orang Palestina] menginginkan hal yang sama: kami berdua menginginkan Palestina. Dan itulah konflik yang mendasar."3
OMONG KOSONG

"Degenerasi Majelis [Umum PBB] telah mencapai kedalaman sedemikian rupa sehingga setiap usulan, bahkan yang paling tak masuk akal sekali pun, mendapatkan restunya... Ketika suara Arab-Soviet dianggap tidak mencukupi, mereka menambahnya dengan suara-suara dari pihak-pihak yang berusaha untuk menyatu dengan negara-negara Arab dan pihak-pihak yang menyerah pada tindak pemerasan minyak." --Yigal Allon, menteri luar negeri Israel, 19744

FAKTA

Israel telah berjuang keras selama bertahun-tahun untuk mendiskreditkan Perserikatan Bangsa-Bangsa terutama karena PBB telah menjadi pihak pertama yang memaklumi hakikat konflik Israel-Palestina. Pada 1969 Majelis Umum PBB mengambil langkah besar dengan mengubah persepsi dunia atas konflik tersebut. Ia mengeluarkan sebuah resolusi yang mengakui bangsa Palestina sebagai suatu bangsa tersendiri dan menegaskan "hak-hak mereka yang tak dapat dicabut." Resolusi 2535 mencatat bahwa majelis mengakui "bahwa para pengungsi Arab Palestina muncul akibat penolakan atas hak-hak mereka yang tak dapat dicabut di bawah Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa dan Deklarasi Hak-hak Asasi Manusia Universal." Amerika Serikat ada di antara dua puluh dua negara yang memberikan suara menentang resolusi itu.5

Dikeluarkannya resolusi itu menandai awal pengakuan dunia atas bangsa Palestina sebagai bangsa yang dicabut hak-hak dasarnya menurut hukum internasional.6 Sebelumnya Majelis dan sebagian besar pemerintahan non-Arab memusatkan perhatian pada bangsa Palestina sebagai individu-individu pengungsi dan korban perang. Inilah sikap yang dengan gencar didukung Israel, yang telah lama berketetapan untuk memperlakukan orang-orang Palestina sebagai individu-individu dan bukan sebagai bagian dari suatu komunitas --sebagaimana orang-orang Yahudi tidak diakui sebagai suatu komunitas di Eropa Timur pada peralihan abad yang lalu.7

Resolusi-resolusi Majelis selanjutnya antara 1970 dan 1974 menetapkan hak-hak mendasar bangsa Palestina. Majelis mengakui bahwa "rakyat Palestina mempunyai hak yang sama dan boleh menentukan nasibnya sendiri, sesuai dengan Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa" (Resolusi 2672);8 menegaskan "keabsahan perjuangan bangsa yang berada di bawah kekuasaan penjajah dan pihak asing, [yang] mempunyai hak untuk menentukan nasib sendiri untuk merebut kembali hak itu dengan segala sarana yang mereka miliki" (Resolusi 2649);9 dan menyatakan bahwa hak-hak yang tidak dapat dicabut dari bangsa Palestina itu mencakup pertalian antara hak mereka untuk menentukan nasib sendiri dan hak kaum pengungsi untuk kembali (Resolusi 3089).10

Dikeluarkannya resolusi-resolusi ini menjadi landasan hukum dan moral bagi perjuangan Palestina sebagaimana yang kita kenal sekarang. Dalam kata-kata ilmuwan Palestina Ghayth Armanazi: "Bangsa Palestina kini sepenuhnya didukung oleh masyarakat dunia dengan empat hak utama: hak untuk kembali, hak untuk menentukan nasib sendiri, hak untuk berjuang dan menerima bantuan dalam perjuangan mereka."11

Amerika Serikat bersatu dengan Israel dalam memberikan suara melawan semua resolusi sebelumnya. Namun, Washington seraca rutin mendukung resolusi-resolusi yang menawarkan kepada orang-orang Palestina untuk kembali atau menerima kompensasi, seperti yang mula-mula dirumuskan dalam Resolusi Majelis Umum 194 pada 1948. Resolusi itu menetapkan bahwa "para pengungsi yang ingin kembali ke rumah-rumah mereka dan hidup damai dengan tetangga-tetangga mereka akan diizinkan untuk kembali secepatnya, dan bahwa kompensasi harus dibayarkan atas rumah dari orang-orang yang memilih untuk tidak kembali dan atas kehilangan atau kerusakan rumah itu."12 Amerika Serikat menegaskan kembali dukungannya pada rumusan kembali-atau-kompensasi sampai 12 Mei 1992.13 Perbedaan antara rumusan itu dan rumusan yang digunakan dalam Resolusi 3089 adalah bahwa yang terakhir ini menegaskan bahwa bangsa Palestina mempunyai "hak" untuk kembali.

Penunjang terakhir dalam posisi Palestina adalah pengakuan Majelis Umum atas Organisasi Pembebasan Palestina sebagai "wakil bangsa Palestina" pada 1974.14 Amerika Serikat juga menentang resolusi ini.15 Dua minggu kemudian, pertemuan negara-negara Arab di Rabat, Maroko, menetapkan Organisasi Pembebasan Palestina sebagai "satu-satunya wakil sah" dan suara bangsa Palestina.16

Kementerian Luar Negeri akhirnya berselisih dengan Israel pada 12 November 1975, dengan menyatakan secara terbuka bahwa "dalam banyak hal, dimensi Palestina mengenai konflik Arab-Israel merupakan inti konflik itu. Resolusi terakhir... tidak akan mungkin kecuali jika persetujuan yang menentukan status yang adil dan permanen bagi orang-orang Arab yang mengganggap diri mereka sebagai bangsa Palestina disepakati.18 Deklarasi Wakil Asisten Menteri Luar Negeri untuk Masalah Timur Dekat, Harold H. Saunders, ini merupakan pernyataan resmi AS pertama yang panjang mengenai Palestina.19

Kabinet Israel mengemukakan "kritik tajam" pada pernyataan Saunders, dengan menuduh bahwa pernyataan tersebut mengandung "banyak ketidaktelitian dan distorsi."20 Kegemparan di Israel akibat pernyataan itu demikian hebatnya sehingga Menteri Luar Negeri Henry Kissinger menyatakan Dokumen Saunders, sebagaimana dokumen itu kemudian dikenal, sebagai "latihan akademis dan teoretis" --meskipun Kissinger sendiri telah secara cermat meninjaunya.21 Orang-orang Arab untuk sementara terlambung semangatnya oleh pernyataan itu namun segera menyadari bahwa pernyataan tersebut tidak membuktikan adanya pergeseran dalam posisi AS.22

Dokumen Saunders menjadi patokan penting dalam konflik Arab-Israel. Setelah ini, untuk pertama kalinya para analis AS mulai menganggap orang-orang Palestina sebagai suatu bangsa, bukan melalui fungsi mereka atau situasi mereka sebagai pengungsi, teroris, atau penduduk Arab yang dijajah.
OMONG KOSONG

"Tuduhan 'rasisme' anti-Arab adalah serangan murahan." --Hyman Bookbinder, mantan wakil Komite Yahudi Amerika,198723

FAKTA

Ketika dunia mulai memahami bahwa bangsa Palestina merupakan inti dari konflik Arab-Israel, para pemimpin dan propagandis Israel berusaha mengecilkan arti dan tidak memanusiakan orang-orang Palestina. Kecenderungan ini semakin gencar setelah Partai Likud sayap kanan meraih kekuasaan pada 1977, ketika bahkan kosakata para pemimpin Israel menjadi penuh dengan ucapan-ucapan rasis yang terbuka mengenai orang-orang Palestina.

Perdana Menteri Menachem Begin menyamakan orang-orang Palestina dengan "hewan berkaki dua."24 Penggantinya, Yitzhak Shamir, membandingkan seorang Palestina dengan seekor "lalat"25 dan seekor "belalang."26 Shamir bahkan melangkah demikian jauh dengan menyebut orang-orang Palestina, sebuah bangsa yang telah hidup selama berabad-abad di tanah Palestina, sebagai "para penyerang asing yang brutal dan liar di Tanah Israel yang dimiliki oleh bangsa Israel, dan hanya oleh mereka."27 Rafael Eitan, kepala staf militer Israel semasa Invasi Lebanon pada 1982, menambahkan: "Ketika kami telah mendiami tanah itu, semua orang Arab akan berlari mengelilinginya seperti coro-coro yang mabuk di dalam sebuah botol."28

Eitan di kemudian hari mendirikan partai Tsomet (Persimpangan Jalan) sayap kanan yang diabdikan untuk "memindahkan" orang-orang Palestina, yang dicapnya baik dan buruk --"yang buruk harus dibunuh, yang baik dideportasi."29 Faksi Tsomet Eitan melonjak popularitasnya dalam pemilihan tahun 1992, melipatkan empat kali perwakilannya sehingga secara mengesankan mendapatkan total delapan kursi di Knesset.

Para pemimpin Partai Buruh yang telah lama berkuasa juga berulangkali berusaha untuk menyangkal eksistensi bangsa Palestina. Pada 1969 Perdana Menteri Levi Eshkol menegaskan: "Apa itu bangsa Palestina? Ketika saya datang ke sini terdapat 250.000 orang non-Yahudi --terutama Arab dan Badui. Yang ada hanyalah gurun pasir-- lebih dari terbelakang. Tidak ada apa-apa."30

Beberapa bulan kemudian Golda Meir, yang menggantikan Eshkol, berkata: "Kapan ada bangsa Palestina dengan negara Palestina? Wilayah itu adalah Syria Selatan sebelum Perang Dunia Pertama, dan kemudian menjadi Palestina termasuk Yordania. Tampaknya tidak ada bangsa Palestina itu, jadi tidak benar kami datang dan melempar mereka keluar serta mengambil negeri itu dari tangan mereka. Mereka tidak ada."31

Shimon Peres, perdana menteri pada pertengahan 1980-an, juga menulis sebuah buku yang diterbitkan pada 1970: "Negeri itu sebagian besar berupa gurun pasir kosong, dengan hanya beberapa kelompok pemukiman Arab."32

Sejumlah orang Israel masih mempertahankan pendapat ini. Pada 1988 ekstremis Rabbi Meir Kahane, pendiri Liga Pertahanan Yahudi militan dan kini telah meninggal, menulis dalam sebuah iklan di The New York Times: "Tidak ada yang disebut sebagai 'bangsa Palestina' itu... Orang-orang Palestina itu tidak ada."33

Dengan menggambarkan orang Palestina sebagai lebih rendah dari manusia, Israel mengisyaratkan bahwa tidak soal sekejam apa pun mereka bertindak, orang-orang Palestina tidak pantas menerima yang lebih baik.34
Catatan kaki:

1 Morris, The Birth of the Palestinian Problem, 155, 179; Don Pertz, "The Arab Refugee Dilemma;" Foreign Affairs, Oktober 1954. Juga lihat Cattan, Jerusalem; Segev, 2949; Khalidi, All That Remains.

2 Walid Khalidi, "The Palestinian Problem: An Overview," Journal of Palestine Studies, Musim Gugur 1991, 5-6.

3 Shlaim, Collusion across the Jordan, 16.

4 Medzini, Israel's Foreign Relations, 3:113-34.

5 Resolusi 2535B (XXIV). Teks itu terdapat dalam Tomeh, United Nations Resolutions on Palestine and the Arab-Israeli Conflict, 1: 74-75.

6 Mallison dan Mallison, The Palestinian Problem in International Law and World Order, 190.

7 McDowall, Palestine and Israel, 189.

8 Resolusi 2672C (XXV). Teks itu terdapat dalam Tomeh, United Nations Resolutions on Palestine and the Arab-Israeli Conflict, 1: 80-81.

9 Resolusi 2649 (XXV). Teks itu terdapat dalam ibid., 78-79. Untuk pembahasan mengenai hak pertahanan diri, lihat Quigley, Palestine and Israel, 189-97.

10 Resolusi 3089D (XXVBI). Teks itu terdapat dalam Tomeh, United Nations Resolutions on Palestine and the Arab-Israeli Conflict, 1: 102. Juga lihat Hirst, The Gun and the Olive Branch, 332.

11 Ghayth Armanazi, "The Rights of the Palestinians: The International Definition," Journal of Palestine Studies, Musim Semi 1974, 94-95.

12 Resolusi 194 (111). Teks itu terdapat dalam New York Times, 12 Desember 1948; Kementerian Luar Negeri AS, A Decade of American Foreign Policy 1940-1949, 851-53; Tomeh, United Nations Resolutions on Palestine and the Arab-Israeli Conflict, 1: 15-16; Medzini, Israel's Foreign Relations, 1: 116-18. Majelis Umum mengulangi rumusan bagi bangsa Palestina untuk kembali atau diberi kompensasi sembilan belas kali dalam resolusi-resolusi selanjutnya antara 1950 dan 1973, biasanya dengan menggunakan bahasa "mengizinkan kembalinya bangsa Palestina yang terusir;" lihat Resolusi 394,818,916,1018,1191,1215,1465,1604,1725,1865,2052,2154,2341, 2452, 2535, 2672, 2792, 2963, 3089.

13 Washington Times, 14 Mei 1992.

14 Resolusi No. 3210 (XXIX). Teks itu terdapat dalam Tomeh, United Nations Resolutions on Palestine and the Arab-Israeli Conflict, 1: 109.

15 Paul Hoffman, New York Times, 15 Oktober 1974. Juga lihat Cobban, The Palestinian Liberation Organization, 62-63; Hart, Arafat, 408-13; Hirst, The Gun and the Olive Branch, 355; Sheehan, The Arabs, Israelis, and Kissinger, 151- 53.

16 Abu Iyad, My Home, My Land, 146. Teks pernyataan mereka terdapat dalam "Arab Documents on Palestine and the Arab-Israeli Conflict," Journal of Palestine Studies, Musim Dingin 1975,177-78; Yodfat dan Amon- Ohanna, PLO, 180

18 Sheehan, The Arabs, Israelis, and Kissinger, 213; Quandt, Decade of Decisions, 279. Juga lihat Marwan R. Bubeiry, "The Saunders Document," Journal of Palestine Studies, Musim Gugur 1978, 28-40. Teks itu terdapat dalam Lukacs, The Israel-Palestinian Conflict, 61-65, dan Yodfat dan Arnon-Ohanna, PLO, 192-95.

19 Yodfat dan Amon-Ohanna, PLO, 109.

20 New York Times, 17 November 1975.

21 Sheehan, The Arabs, Israelis, and Kissinger, 213; Quandt, Decade of Decisions, 278.

22 Quandt, Decade of Decisions, 279.

23 Bookbinder dan Abourezk, Through Different Eyes, 203.

24 Jansen, The Battle of Beirut, 126; Schiff dan Ya'ari, Israel's Lebanon War, 218.

25 Glenn Frankel, Washington Post, 29 Maret 1988.

26 Reuters, New York Times, 1 April 1988.

27 Associated Press, 6 Februari 1989.

28 David K. Shipler, New York Times, 14 April 1983; David K. Shipler, Arab and Jew, 235.

29 Peretz Kidron, "Rabin's Balancing Act Threatens His Commitment to Peace," Middle East International, 10 Juli 1992.

30 Newsweek, 17 Februari 1969, dikutip dalam Said dan Hitchens, Blaming the Victims, 241.

31 Hirst, The Gun and the Olive Branch, 264, mengutip Sunday Times (London), 15 Juni 1969. Untuk penjelasan mengenai pendapat Meir, lihat Aronson, Conflict and Bargaining in the Middle East, 108-9. Juga lihat Cooley, Green March, Black September, Bab 9; Ibrahim Abu-Lughod, "Territorially-Based Nationalism and the Politics of Negation," dalam Said dan Hitchens, Blaming the Victims.

32 Peres, David's Sling, 249.

33 Meir Kahane, "No Jewish Guilt!" New York Times, 2 Februari 1988.

34 Lihat Tillman, The United States in the Middle East, Bab 5, untuk pembahasan penuh wawasan mengenai sikap resmi Israel terhadap orang-orang Palestina.
keroncong
keroncong
KAPTEN
KAPTEN

Male
Age : 70
Posts : 4535
Kepercayaan : Islam
Location : di rumah saya
Join date : 09.11.11
Reputation : 67

Kembali Ke Atas Go down

kumpulan fakta kemunafikan israel & Yahudi Empty Re: kumpulan fakta kemunafikan israel & Yahudi

Post by keroncong Thu Oct 04, 2012 9:19 pm

ISRAEL DAN PERSERIKATAN BANGSA-BANGSA

Tampaknya tidak akan pernah ada perdamaian selama Israel terus melanggar Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa dan menentang resolusi-resolusi badan dunia itu. Tidak ada negara yang menjadi sasaran kecaman resmi yang begitu sering dari Majelis Umum dan Dewan Keamanan PBB sebagaimana Israel, dan tidak ada yang begitu sering dibela dan dilindungi oleh Amerika Serikat. Seperti semua anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa, Israel dengan khidmat berjanji akan bertindak sesuai dengan piagam PBB dan tidak berusaha "menjalankan kebijaksanaan-kebijaksanaan yang tidak sesuai dengan... resolusi-resolusi Majelis dan Dewan Keamanan." Israel tidak pernah memenuhi semua janji tersebut, namun Amerika Serikat berulang kali mendukung Israel dalam pemungutan-pemungutan suara PBB --bahkan sampai mengancam pada 1983 untuk menarik diri dari Majelis Umum jika Majelis menghukum Israel karena penolakannya untuk mematuhi resolusi-resolusi PBB.1
OMONG KOSONG

"Maka PBB menjadi sebuah masjid, yang menyuarakan seruan untuk menyangkal kedaulatan dan kelangsungan hidup Israel --memperlakukannya sebagai pariah, menyangkal keabsahannya, sementara Islam menerompeti semboyan lama bagi raibnya Israel." --I.L. Kenen, seorang pendiri AIPAC,19812

FAKTA

Pengucilan Israel oleh masyarakat dunia timbul akibat resolusi-resolusi yang mengecam Israel yang disetujui oleh Dewan Keamanan PBB. Dikarenakan peraturan-peraturan Dewan, semua resolusi semacam itu harus menerima persetujuan terbuka dari Amerika Serikat atau persetujuan diam-diamnya melalui suara abstain dalam pemungutan suara. Amerika Serikat, sebagai salah satu dari lima anggota permanen Dewan Keamanan, mempunyai hak untuk memveto setiap resolusi yang diajukan kepada Dewan.

Meskipun Washington dengan gigih mendukung Israel, Amerika Serikat selama bertahun-tahun telah mendukung, secara aktif maupun pasif, enam puluh Sembilan resolusi yang belum pernah ada sebelumnya yang menimpakan kesalahan pada negara Yahudi itu. Resolusi-resolusi ini berkisar dari seruan-seruan lunak yang mendesak Israel agar mengambil atau menahan diri dari tindakan-tindakan tertentu hingga pesan-pesan yang lebih tajam yang menuntut tindakan dan dengan keras mengecam tindakannya. (Lihat daftar resolusi-resolusi itu pada akhir bagian tulisan ini.)

Catatan resmi akan lebih dapat mencerminkan kedalaman dari penghinaan internasional terhadap perilaku Israel kecuali ada campur tangan AS. Washington telah mengeluarkan dua puluh sembilan veto untuk melindungi Israel dari kecaman Dewan.

Dalam Majelis Umum, di mana tidak ada negara yang mempunyai hak veto dan resolusi-resolusi biasanya dibuat oleh suara mayoritas, jangkauan dan jumlah resolusi-resolusi yang dikeluarkan terhadap Israel jauh lebih besar lagi. Majelis telah berulang kali mengecam pendudukan Israel atas tanah Arab, serangan-serangannya pada Lebanon, pelanggaran-pelanggarannya terhadap hak-hak asasi manusia bangsa Palestina dalam pendudukan, pelanggaran-pelanggarannya terhadap Konvensi Jenewa Keempat, klaimnya atas Jerusalem yang bersatu sebagai ibukotanya, hubungannya dengan Afrika Selatan, dan program nuklirnya.

Pada saat yang sama, Majelis Umum telah secara resmi menegaskan hak-hak asasi bangsa Palestina. Ia telah mengakui bangsa Palestina sebagai suatu bangsa tersendiri dengan hak-hak yang tidak dapat dicabut, yang mencakup hak untuk menentukan nasib sendiri, hak untuk memiliki tanah air, hak untuk kembali ke rumah-rumah mereka atau mendapatkan kompensasi, dan hak mendasar untuk berjuang "dengan segala cara yang mereka punyai."3
OMONG KOSONG

"Diragukan bahwa PBB mempunyai peranan penting yang dapat dimainkan untuk mengatasi perselisihan Arab-Israel... [dikarenakan] prasangka anti-Israelnya yang tetap melekat." --AIPAC,19924

FAKTA

Perserikatan Bangsa-Bangsa mempunyai peranan mendasar dalam mengatasi konflik Arab-Israel. Adalah Perserikatan Bangsa-Bangsa yang pertama-tama menyarankan pembagian Palestina pada 1947. Dan Perserikatan Bangsa-Bangsa jugalah yang tetap bertanggung jawab terhadap upaya-upaya kemanusiaan untuk memperhatikan nasib para pengungsi yang diusir pada 1948 dan 1967.

Perserikatan Bangsa-Bangsa tetap merupakan gudang paling lengkap yang menyimpan data faktual yang terbuka dan mudah diperoleh mengenai konflik tersebut. Arsip-arsipnya mendokumentasikan konflik itu dari awal hingga kebuntuan yang terjadi sekarang ini. Perserikatan Bangsa-Bangsa adalah lembaga yang secara resmi menetapkan jumlah pengungsi asli Palestina (726.000 orang) yang timbul pada 1948 dan ia telah mendokumentasikan, hampir setiap hari, pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan oleh para pasukan Israel terhadap hak-hak asasi manusia dari bangsa Palestina yang tinggal di wilayahwilayah pendudukan.

Israel, dengan kolusi Washington, telah berhasil selama beberapa dasawarsa menempatkan Perserikatan Bangsa-Bangsa di garis pinggir dalam upaya-upaya untuk mencapai perdamaian. Alasan Israel menentang Perserikatan Bangsa-Bangsa adalah karena bangsa-bangsa di dunia telah berulang kali menunjukkan perlawanan mereka terhadap pendudukan Israel. Dalam kata-kata Resolusi ES-9/1 tahun 1982, "Catatan dan aksi-aksi Israel menunjukkan secara jelas bahwa ia bukanlah anggota negara pecinta damai dan ia tidak melaksanakan kewajiban-kewajibannya sebagaimana tertulis dalam Piagam."5 Jika Perserikatan Bangsa-Bangsa diperbolehkan memimpin penyelesaian akhir atas konflik itu, Israel akan terkena kewajiban untuk mentaati Piagam PBB dan berbagai resolusi dari Dewan Keamanan. Dengan kata lain, ia pasti akan diharuskan menghentikan pendudukannya, memberi kompensasi atau menerima kembali para pengungsi, dan menarik klaim-klaimnya atas seluruh bagian Jerusalem.
OMONG KOSONG

"[Apa yang terjadi di Dewan Keamanan] lebih menyerupai suatu penyerangan daripada perdebatan politik atau upaya pemecahan-masalah." --Jeane Kirkpatrick, duta besar AS untuk Perserikatan Bangsa-Bangsa,19836

FAKTA

Meskipun ada usaha-usaha dari Israel dan para pendukungnya untuk mendiskreditkan Perserikatan Bangsa-Bangsa, telah tercapai suatu konsensus yang luar biasa selama bertahun-tahun di dalam badan dunia itu mengenai konflik Arab-Israel. Konsensus ini tampak jelas di Dewan Keamanan. Resolusi kritis pertamanya (59). mengenai Israel muncul pada 19 Oktober 1948, ketika dewan itu dengan suara bulat mengungkapkan "keprihatinan"-nya bahwa Israel "sampai hari ini tidak menyerahkan laporan kepada Dewan Keamanan atau Perantara Pengganti menyangkut kemajuan penyelidikan terhadap pembunuhan" Wakil Khusus PBB Count Folke Bernadotte.7 Resolusi kedua (93) dikeluarkan pada 18 Mei 1951, ketika, melalui suatu pemungutan suara 10 lawan kosong dengan satu abstain (Uni Soviet), Dewan memerintahkan Israel menghentikan upayanya mengeringkan rawa-rawa dan Danau Huleh di Galilee Atas dan membiarkan orang-orang Palestina yang diusir oleh pasukan Israel dari zona demiliter yang sama-sama dikuasai dengan Syria untuk kembali.8

Kecaman keras pertama terhadap Israel muncul pada 24 November 1953, ketika Dewan dalam Resolusi 101 mengungkapkan "kecaman paling keras"-nya atas serangan Israel pada desa Palestina Qibya, yang membunuh enam puluh enam dan melukai tujuh puluh lima orang, kebanyakan kaum wanita dan anak-anak.

Sebagai tambahan bagi ketiga resolusi pertama ini, berikut adalah enam puluh enam resolusi kritis lainnya dari Dewan Keamanan, yang masing-masing didukung atau secara diam-diam diterima oleh Amerika Serikat:

Resolusi 106, 29 Maret 1955: "mengecam" Israel karena serangannya atas Gaza.
Resolusi 111, 19 Januari 1956: "mengecam" Israel karena serangannya atas Syria yang membunuh lima puluh enam orang.
Resolusi 127, 22 Januari 1958: "menyarankan" Israel agar menutup "zona tak bertuan" di Jerusalem.
Resolusi 162,11 April 1961: "mendesak" Israel untuk mentaati keputusan-keputusan PBB.
Resolusi 171, 9 April 1962: "menetapkan pelanggaran mencolok" oleh Israel dalam serangannya atas Syria.
Resolusi 228, 25 November 1966: "mencela" Israel karena serangannya atas Samu di Tepi Barat, yang waktu itu berada di bawah kontrol Yordania.
Resolusi 237, 14 Juni 1967: "mendesak" Israel untuk rnengizinkan kembalinya para pengungsi baru Palestina pada 1967.
Resolusi 248, 24 Maret 1968: "mengecam" Israel karena serangan besar-besarannya atas Karameh di Yordania.
Resolusi 250, 27 April 1968: "menyerukari" pada Israel agar tidak menyelenggarakan parade militer di Jerusalem.
Resolusi 251, 2 Mei 1968: "sangat menyesalkan" parade militer Israel di Jerusalem bertentangan dengan Resolusi 250.
Resolusi 252, 21 Mei 1968: "menyatakan tidak sah" aksi-aksi Israel menyatukan Jerusalem sebagai ibukota Yahudi.
Resolusi 156, 16 Agustus 1968: "mengecam" serangan Israel atas Yordania sebagai "pelanggaran mencolok".
Resolusi 259, 27 September 1968: "menyesalkan" penolakan Israel untuk menyambut misi PBB untuk memeriksa pendudukan.
Resolusi 262, 31 Desember 1968: "mengecam" Israel karena serangannya atas bandar udara Beirut.
Resolusi 265, 1 April 1969: "mengecam" Israel karena serangan-serangan udaranya atas Salt di Yordania.
Resolusi 267, 3 Juli 1969: "mencela" Israel atas tindakantindakan administratifnya untuk merubah status Jerusalem.
Resolusi 270, 26 Agustus 1969: "mengecam" Israel karena serangan udaranya atas desa-desa di Lebanon Selatan.
Resolusi 271, 15 September 1969: "mengecam" Israel karena penolakannya untuk mematuhi resolusi-resolusi PBB mengenai
Jerusalem.
Resolusi 279, 12 Mei 1970: "menuntut" penarikan mundur pasukan Israel dari Lebanon.
Resolusi 280, 19 Mei 1970: "mengecam" serangan-serangan Israel terhadap Lebanon.
Resolusi 285, 5 September 1970: "menuntut" penarikan mundur Israel segera dari Lebanon.
Resolusi 298, 25 September 1971: "menyesalkari" tindakan Israel mengubah status Jerusalem.
Resolusi 313, 28 Februari 1972: "menuntut" agar Israel menghentikan serangan-serangannya terhadap Lebanon.
Resolusi 316, 26 Juni 1972: "mengecam" Israel karena serangan-serangan ulangannya atas Lebanon.
Resolusi 317, 21 Juli 1972: "menyesalkan" penolakan Israel untuk membebaskan orang-orang Arab yang diculik di Lebanon.
Resolusi 332, 21 April 1973: "mengecam" serangan-serangan ulangan Israel terhadap Lebanon.
Resolusi 337, 15 Agustus 1973: "mengecam" Israel karena melanggar kedaulatan Lebanon.
Resolusi 347, 24 April 1974: "mengecam" serangan-serangan Israel atas Lebanon.
Resolusi 425, 19 Maret 1978: "menyerukan" pada Israel agar menarik mundur pasukannya dari Lebanon.
Resolusi 427, 3 Mei 1978: "menyerukan" pada Israel untuk menyelesaikan penarikan mundurnya dari Lebanon.
Resolusi 444,19 Januari 1979: "menyesalkan" kurangnya kerja sama Israel dengan pasukan penjaga perdamaian PBB.
Resolusi 446, 22 Maret 1979: "menetapkan" bahwa pemukiman-pemukiman Israel merupakan suatu "rintangan serius" bagi perdamaian dan meminta Israel agar menaati Konvensi Jenewa Keempat.
Resolusi 450, 14 Juni 1979: "menyerukan" pada Israel agar berhenti menyerang Lebanon.
Resolusi 452, 20 juli 1979: "menyerukan" pada Israel agar berhenti membangun pemukiman-pemukiman di wilayah-wilayah pendudukan.
Resolusi 465, 1 Maret 1980: "menyesalkan" pemukiman-pemukiman Israel dan meminta semua negara anggota agar tidak membantu program pemukiman Israel.
Resolusi 467, 24 April 1980: "sangat menyesalkan" intervensi militer Israel di Lebanon.
Resolusi 468, 8 Meii 1980: "menyerukan" pada Israel agar membatalkan pengusiran tidak sah terhadap dua orang walikota dan seorang hakim Palestina dan memberikan kemudahan bagi mereka untuk kembali.
Resolusi 469, 20 Mei 1980: "sangat menyesalkan" penolakan Israel untuk menaati perintah dewan untuk tidak mendeportasikan orang-orang Palestina.
Resolusi 471, 5 Juni 1980: "mengungkapkan keprihatian mendalam" atas penolakan Israel untuk menaati Konvensi Jenewa Keempat.
Resolusi 476, 30 Juni 1980: "mengulangi pernyataan" bahwa klaim-klaim Israel atas Jerusalem "batal dan tidak sah".
Resolusi 478, 20 Agustus 1980: "mencela [Israel] dalam pengertian paling keras" karena klaimnya atas Jerusalem dalam "Hukum Dasar"-nya.
Resolusi 484, 19 Desember 1980: "menyatakan wajib" agar Israel menerima kembali dua walikota Palestina yang dideportasikan.
Resolusi 487, 19 Juni 1981: "mengecam keras" Israel karena serangannya atas fasilitas nuklir Irak.
Resolusi 497,17 Desember 1981: "memutuskan" bahwa pencaplokan Israel atas Dataran Tinggi Golan milik Syria "batal dan tidak sah" dan menuntut agar Israel membatalkan keputusannya dengan segera.
Resolusi 498, 18 Desember 1981: "menyerukan" pada Israel agar mundur dari Lebanon.
Resolusi 501, 25 Februari 1982: "menyerukan" pada Israel agar menghentikan serangan-serangannya terhadap Lebanon dan menarik mundur pasukannya.
Resolusi 509, 6 Juni 1982: "menuntut" agar Israel menarik mundur pasukannya dengan segera dan tanpa syarat dari Lebanon.
Resolusi 515, 29 Juli 1982: "menuntut" agar Israel menghentikan pengepungannya atas Beirut dan membiarkan pasokan-pasokan pangan untuk dibawa masuk.
Resolusi 517, 4 Agustus 1982: "mencela" Israel karena tidak mau mematuhi resolusi-resolusi dan tuntutan-tuntutan PBB agar Israel menarik mundur pasukannya dari Lebanon.
Resolusi 518,12 Agustus 1982: "menuntut" agar Israel bekerja sama sepenuhnya dengan pasukan-pasukan PBB di Lebanon.
Resolusi 520, 17 September 1982: "mencela" serangan Israel terhadap Beirut Barat.
Resolusi 573, 4 Oktober 1985: "mencela" Israel "dengan keras" karena membom Tunisia dalam serangan atas markas besar PLO.
Resolusi 587, 23 September 1986: "mencatat" seruan-seruan sebelumnya kepada Israel agar menarik mundur pasukannya dari Lebanon dan mendesak semua pihak agar mundur.
Resolusi 592, 8 Desember 1986: "sangat menyesalkan" pembunuhan para mahasiswa Palestina di Bir Zeit University oleh pasukan Israel.
Resolusi 605, 22 Desember 1978: "sangat menyesalkan" kebijaksanaan-kebijaksanaan dan praktek-praktek Israel yang menyalahi hak-hak asasi manusia dari bangsa Palestina.
Resolusi 607, 5 Januari 1988: "menyerukan" pada Israel agar tidak mendeportasi orang-orang Palestina dan mernintanya dengan sangat agar mentaati Konvensi Jenewa Keempat.
Resolusi 608, 14 januari 1988: "sangat menyesalkan" bahwa Israel menentang Perserikatan Bangsa-Bangsa dan mendeportasi penduduk sipil Palestina.
Resolusi 636, 6 juli 1989: "sangat menyesalkan" pendeportasian orang-orang Palestina oleh Israel.
Resolusi 641, 30 Agustus 1989: "menyesalkan" tindakan Israel yang terus mendeportasi orang-orang Palestina.
Resolusi 672, 12 Oktober 1990: "mengecam" Israel karena tindakan kekerasannya terhadap orang-orang Palestina di Haram Al-Syarif/Temple Mount.
Resolusi 673, 24 Oktober 1990: "menyesalkan" penolakan Israel untuk bekerja sama dengan Perserikatan Bangsa-Bangsa.
Resolusi 681, 20 Desember 1990: "menyesalkan" tindakan Israel mengulangi lagi pendeportasian orang-orang Palestina.
Resolusi 694, 24 Mei 1991: "menyesalkan" tindakan Israel mendeportasikan orang-orang Palestina dan menyerukannya agar memastikan keselamatan dan kembalinya mereka dengan segera.
Resolusi 726, 6 Januari 1992: "mengecam keras" tindakan Israel mendeportasikan orang-orang Palestina.
Resolusi 799,18 Desember 1992: "mengecam keras" tindakan Israel mendeportasi 413 orang Palestina dan menyerukan pengembalian mereka dengan segera.

Pada saat yang sama ketika Washington menyetujui atau mendukung keenam puluh sembilan resolusi ini, ia pun menggunakan hak vetonya sebanyak dua puluh sembilan kali untuk mencegah Dewan Keamanan agar tidak mengeluarkan resolusi-resolusi melawan Israel.9

Berikut ini adalah resolusi-resolusi yang diveto oleh Amerika Serikat:

10 September 1972: mengecam serangan-serangan Israel terhadap Lebanon Selatan dan Syria, suara: 13 lawan 1,1 abstain.
26 Juli 1973: Menegaskan hak-hak bangsa Palestina untuk menentukan nasib sendiri, mendirikan negara, dan mendapatkan perlindungan yang sama; suara: 13 lawan 1, Cina abstain.
8 Desember 1975: mengecam serangan-serangan udara Israel dan serangan-serangannya di Lebanon Selatan serta pembunuhan yang dilakukan Israel atas para penduduk sipil; suara 13 lawan 1,1 abstain.
26 Januari 1976: menyerukan penentuan nasib sendiri bangsa Palestina; suara 9 lawan 1, 3 abstain.
25 Maret 1976: menyesalkan tindakan Israel mengubah status Jerusalem, yang diakui sebagai kota internasional oleh hampir seluruh negara di dunia dan Perserikatan Bangsa-Bangsa; suara 14 lawan 1.
29 Juni 1976: menegaskan hak-hak bangsa Palestina yang tidak dapat dicabut; suara 10 lawan 1, 4 abstain.
30 April 1980: mendukung penentuan nasib sendiri bangsa Palestina; suara 10 lawan 1, 4 abstain.
20 Januari 1982: menuntut penarikan mundur Israel dari Dataran Tinggi Golan; suara 9 lawan 1, 4 abstain.
2 April 1982: mengecam perlakuan buruk Israel atas orangorang Palestina di wilayah pendudukan Tepi Barat dan Jalur Gaza dan penolakan Israel untuk mentaati protokol-protokol Konvensi Jenewa mengenai bangsa-bangsa yang beradab; suara 14 lawan 1.
20 April 1982: mengecam seorang serdadu Israel yang menembak sebelas orang Muslim yang sedang berdoa di Haram AlSyarif/Temple Mount dekat Masjid Al-Aqsha di Kota Tua Jerusalem; suara 14 lawan 1.
8 Juni 1982: mendesak sanksi-sanksi terhadap Israel jika ia tidak menarik diri dari invasinya di Lebanon; suara 14 lawan 1.
26 Juni 1982: mendesak sanksi-sanksi terhadap Israel jika ia tidak menarik diri dari invasinya di Beirut; suara: 14 lawan 1.
6 Agustus 1982: mendesak pemutusan bantuan ekonomi kepada Israel jika ia menolak untuk menarik diri dari pendudukannya atas Lebanon; suara 11 lawan 1, 3 abstain.
2 Agustus 1983: mengecam pemukiman-pemukiman Israel yang terus dibangun di wilayah-wilayah pendudukan di Tepi Barat dan Jalur Gaza, dengan mencelanya sebagai rintangan bagi perdamaian; suara 13 lawan 1,1 abstain.
6 September 1984: menyesalkan pembantaian brutal Israel atas orang-orang Arab di Lebanon dan mendesak penarikan mundurnya; suara 14 lawan 1.
12 Maret 1985: mengecam kebrutalan Israel di Lebanon Selatan dan mencela kebijaksanaan represi "Tangan Besi" Israel; suara 11 lawan 1, 3 abstain.
13 September 1985: mencela tindakan Israel melanggar hakhak asasi manusia di wilayah-wilayah pendudukan; suara 10 lawan 1, 4 abstain.
17 Januari 1986: menyesalkan tindak kekerasan Israel di Lebanon Selatan; suara: 11 lawan 1, 3 abstain.
30 Januari 1986: menyesalkan aktivitas-aktivitas Israel di Jerusalem Timur Arab yang telah diduduki sehingga mengancam kesucian tempat suci kaum Muslim; suara 13 lawan 1, 1 abstain.
6 Februari 1986: mengecam pembajakan yang dilakukan Israel atas sebuah pesawat penumpang Lybia pada 4 Februari; suara: 10 lawan 1,1 abstain.
18 Januari 1988: menyesalkan serangan-serangan Israel atas Lebanon serta aturan-aturan dan praktek-prakteknya terhadap para penduduk sipil Lebanon; suara 13 lawan 1, 1 abstain.
1 Februari 1988: menyerukan Israel agar meninggalkan kebijaksanaan-kebijaksanaannya terhadap gerakan intifadhah Palestina yang melanggar hak-hak bangsa Palestina yang diduduki, agar mentaati Konvensi Jenewa Keempat, dan menjalankan peranan sebagai pemimpin bagi Perserikatan Bangsa-Bangsa dalam perundingan-perundingan perdamaian di masa mendatang; suara 14 lawan 1.
5 April 1988: mendesak Israel untuk menerima kembali orang-orang Palestina yang dideportasi, mengecam tindakan Israel menembaki para penduduk sipil, menyerukan Israel agar menghormati Konvensi Jenewa Keempat, dan menyerukan perundingan damai dengan bantuan PBB; suara 14 lawan 1.
10 Mei 1988: mengecam serbuan Israel tanggal 2 Mei ke Lebanon;suara: 14 lawan 1.
14 Desember 1988: menyesalkan serangan komando Israel tanggal 9 Desember atas Lebanon; suara: 14 lawan 1.
17 Februari 1989: menyesalkan tekanan Israel atas gerakan intifadhah Palestina dan menyerukan agar Israel menghormati hak-hak asasi manusia dari bangsa Palestina; suara 14 lawan 1.
9 Juni 1989: menyesalkan pelanggaran Israel atas hak-hak asasi manusia bangsa Palestina; suara: 14 lawan 1.
7 November 1989: menuntut agar Israel mengembalikan kekayaan yang disita dari orang-orang Palestina pada waktu terjadinya protes pajak dan mengizinkan suatu misi penemuanfakta untuk mengamati tindakan keras Israel atas gerakan intifadhah Pelastina; suara: 14 lawan 1.
31 Mei 1990: menyerukan dijalankannya suatu misi pencari fakta atas perlakuan kejam terhadap orang-orang Palestina di tanah-tanah pendudukan Israel; suara: 14 lawan 1.

Catatan kaki:

1 Senat AS dan Dewan perwakilan Rakyat AS, Legislation on Foreign Relation Through 1986, 1032.

2 Kenen, Israel's Defense Line, 331.

3 Resolusi 2649 (XXV). Teks itu terdapat dalam Tomeh, United Nations Resolutions on Palestine and the Arab-Israeli Conflict, 1: 78-79. Juga lihat Mallison, The Palestine Problem in International Law and World Order, 198; Ghayth Armanazi, "The Rights of the Palestinians: The International Definition;" Journal of Palestine Studies, Musim Semi 1974, 93-94. Untuk pembahasan mengenai hak untuk membela diri, lihat Quigley, Palestine and Israel, 189-97.

4 Bard dan Himelfarb, Myths and Facts, 113.

5 Resolusi ES-9/1. Teks itu terdapat dalam New York Times, 6 Februari 1982, dan Simpson, United Nations Resolutions on Palestine and the Arab-Israeli Conflict, 3: 3-4.

6 New York Times, 31 Maret 1983, dikutip dalam Bard dan Himelfarb, Myths and Facts, 113.

7 Resolusi 59. Teks itu terdapat dalam Tomeh, United Nations Resolutions on Palestine and the Arab-Israeli Conflict, 1: 129.

8 Resolusi 93. Teks itu terdapat dalam ibid., 133-34. Untuk sejarah mengenai zona itu dan pertikaian Israel-Syria atasnya, lihat Burns, Between Arab and Israeli, 108-15. Ball, War and Peace in the Middle East, 49, menyuguhkan deskripsi terbaik mengenai zona itu dan ketiga sektornya. Juga lihat Laura Drake, "The Golan Belongs to Syria;" Middle East International, 11 September 1992.

9 Pertama kali Amerika Serikat menggunakan hak vetonya adalah pada 1970 ketika ia memblok sebuah resolusi menyangkut Rhodesia Selatan. Kali kedua Amerika Serikat menggunakan hak vetonya adalah dua tahun kemudian, ketika ia mulai memanfaatkan veto itu untuk melindungi Israel. Lihat Ball, The Passionate Attachment, 307.
keroncong
keroncong
KAPTEN
KAPTEN

Male
Age : 70
Posts : 4535
Kepercayaan : Islam
Location : di rumah saya
Join date : 09.11.11
Reputation : 67

Kembali Ke Atas Go down

kumpulan fakta kemunafikan israel & Yahudi Empty Re: kumpulan fakta kemunafikan israel & Yahudi

Post by keroncong Thu Oct 04, 2012 9:21 pm

ISRAEL SEBAGAI SEKUTU STRATEGIS

Israel sering dikatakan sebagai sekutu strategis Amerika Serikat. Ini merupakan penggambaran yang sangat tidak tepat yang mengganggu dan cenderung menjauhkan negara-negara dan gerakan-gerakan politik yang kerja samanya sangat kritis terhadap perdamaian. Dari sudut pandang hukum dan praktis, Israel bukanlah sekutu Amerika Serikat. Tidak ada perjanjian persekutuan apa pun antara kedua negara itu. Memorandum of Understanding on Strategic Cooperation yang ditandatangani pemerintah Reagan dengan Israel pada 29 November 1983 bukanlah suatu perjanjian dan tidak mempunyai kekuatan dalam hukum internasional. Itu hanya mengikat pemerintah yang menandatanganinya.

Israel tidak mempunyai tanah atau penduduk untuk mendukung peranan sebagai sekutu strategis bagi Amerika Serikat. Meskipun ia secara militer merupakan adidaya di Timur Tengah, catatan permusuhannya dengan para penduduk tetangganya menjadikannya beban serius dari sudut pandang kepentingan-kepentingan keamanan AS. Amerika Serikat memang adalah aset dengan makna strategis sangat besar bagi Israel, namun yang sebaliknya tidaklah benar.
OMONG KOSONG

"Orang-orang Amerika telah... mengakui makna penting yang sangat besar dari Israel --sebagai mitra dalam upaya memperjuangkan kemerdekaan dan demokrasi, sebagai suatu bangsa yang mempunyai cita-cita yang sama dengan kita, dan sebagai sekutu strategis yang penting." --George P. Shultz, menteri luar negeri,19851

FAKTA

Pernyataan bahwa Israel adalah "aset strategis" berhasil dipromosikan pada 1980-an oleh lobi Israel yang dipimpin oleh AIPAC, Komite Urusan Publik Israel Amerika. Inti argumen AIPAC adalah bahwa Israel merupakan sekutu strategis untuk melawan serbuan Soviet ke wilayah itu karena stabilitas politik, kemampuan militer, dan dinas intelijennya. Untuk mendukung kasusnya, lobi itu mengeluarkan serangkaian risalah, AIPAC Papers on US-Israeli Relations, yang berusaha menunjukkan keuntungan dari hubungan erat AS-Israel dalam bidang keamanan.2

Para presiden dan menteri luar negeri sebelumnya telah menghindari persekutuan resmi dengan Israel, meskipun mereka sering bertindak seakan-akan persekutuan semacam itu ada. Namun pada tingkat resmi, Washington telah secara konsisten menolak usaha-usaha Israel untuk menjalin ikatan-ikatan resmi. Misalnya, pada pertengahan 1950-an Israel telah berusaha untuk menjalin suatu hubungan keamanan resmi dengan Amerika Serikat namun Menteri Luar Negeri John Foster Dulles menolak dengan menyatakan bahwa Amerika Serikat tidak dapat diharapkan untuk "menjamin batas-batas gencatan senjata sementara; ia hanya dapat menjamin batas-batas perdamaian yang telah disetujui secara permanen."3 Dengan kata lain, Dulles menyuruh Israel untuk menentukan batasan-batasannya dan tinggal di dalamnya.

Menteri Pertahanan Presiden Carter, Harold Brown, menolak mentah-mentah gagasan tentang Israel sebagai aset strategis, dengan mengatakan: "Seluruh pernyataan bahwa Israel adalah aset kita, tampak gila di mata saya. Orang-orang Israel itu akan berkata, 'Biar kami membantu kalian,' dan kemudian akhirnya kalian dijadikan alat mereka. Orang-orang Israel mengutamakan kepentingan keamanan mereka sendiri dan kita mengutamakan kepentingan kita sendiri. Keduanya tidak sama."4

Presiden Reagan menentang kecenderungan ini. Pada 30 November 1981, Amerika Serikat, atas desakan Menteri Luar Negeri Alexander Haig, menandatangani Memorandum of Understanding on Strategic Cooperation dengan Israel. Persetujuan itu menuntut kerja sama AS-Israel melawan ancaman-ancaman di Timur Tengah "yang disebabkan oleh Uni Soviet atau kekuatan-kekuatan yang dikontrol oleh Soviet dari luar wilayah itu."5

Majelis Umum PBB bereaksi dengan mengeluarkan sebuah resolusi yang menuduh bahwa persetujuan itu akan "mendorong Israel untuk menjalankan kebijaksanaan-kebijaksanaan serta praktek-praktek agresif dan ekspansionisnya di wilayah-wilayah pendudukan" dan akan mempunyai "pengaruh merugikan atas usaha-usaha untuk mencapai perdamaian komprehensif, adil, dan abadi di Timur Tengah dan akan mengancam keamanan wilayah itu."6

Pada 14 Desember 1981, Israel menentang pendapat dunia dan benar-benar mencaplok Dataran Tinggi Golan milik Syria. Amerika Serikat bergabung dengan Dewan Keamanan PBB mencela tindakan itu dan menyatakannya "batal dan tidak sah."7 Washington juga menangguhkan persetujuan kerja sama strategis dengan Israel.8 Namun, pada 29 November 1983, pemerintah Reagan menghidupkan kembali persetujuan kerja sama strategis itu. Pada hari itu Israel dan Amerika Serikat sekali lagi secara resmi sama-sama berjanji akan berjuang melawan serangan komunis ke Timur Tengah.9

Kebijaksanaan itu mendapat dukungan kuat dari Menteri Luar Negeri Shultz, dengan mengesampingkan tentangan dari Menteri Pertahanan Caspar Weinberger dan beberapa pejabat dari Kementerian Luar Negeri dan CIA. Mereka semua memperingatkan telah diabaikannya ikatan-ikatan persahabatan dengan negara-negara Arab dan dijadikannya Amerika Serikat "sandera dari kebijaksanaan Israel."10
OMONG KOSONG

"Israel adalah sekutu terkuat dan sahabat terbaik kita, bukan hanya di Timur Tengah, melainkan juga di tempat-tempat lain di dunia ini." --Senator Albert Gore, kandidat wakil presiden Demokrat,199211

FAKTA

Ilmuwan Cheryl A. Rurenberg menulis: "Dalam hubungan AS-Israel, Amerika Serikat telah memberikan dukungan mutlak, namun Israel telah berulang kali melakukan tindakan-tindakan yang bertentangan dengan kepentingan-kepentingan Amerika bahkan sering membahayakan kepentingan-kepentingan tersebut."12 Mantan Wakil Menteri Luar Negeri George W. Ball menambahkan: "[Israel] tidak pernah siap untuk berurusan dengan Amerika Serikat dengan cara dan semangat yang diharapkan dari seorang sekutu. Ia tidak sepakat dengan kita bahwa sasaran utama adalah tercapainya perdamaian abadi di wilayah itu, kecuali dalam pengertian ekspansionisnya sendiri. Ia tidak --dan tidak bersedia untuk--berunding dengan kita atau berusaha untuk menyelenggarakan suatu kebijaksanaan bersama. Ia terus-menerus mengelabui Amerika Serikat mengenai gerakan-gerakan yang diharapkan, sering kali dengan merugikan rencana-rencana dan kepentingan-kepentingan Amerika Serikat."13

Yang menyulitkan hubungan itu adalah kenyataan bahwa secara turun-temurun pemerintah-pemerintah Amerika Serikat telah berkolusi dengan Israel melawan negara-negara Arab, seringkali dengan melanggar kebijaksanaan resmi AS. Sekalipun demikian, Israel telah berkali-kali menolak dengan angkuhnya nasihat AS, memamerkan pelanggaran-pelanggarannya atas kebijaksanaan AS, tidak mau berunding dengan Washington sebelum mengambil tindakan-tindakan yang begitu keras seperti mencaplok Jerusalem, dan, sebagaimana dikemukakan sebelumnya, memata-matai Amerika Serikat. Kebijaksanaan-kebijaksanaan dan tindakan-tindakannya --seperti serangan-serangannya atas Lebanon, pendudukan wilayah yang terus-menerus dilakukannya dengan kekerasan, pelanggaran-pelanggarannya terhadap Piagam PBB dan Konvensi Jenewa Keempat-- yang secara langsung bertentangan dengan kebijaksanaan-kebijaksanaan Amerika Serikat. Tetapi meskipun tindakan-tindakan itu telah membatalkan Israel sebagai sekutu sejati, pemerintah Reagan tetap memanjakan Israel dengan serangkaian konsesi luar biasa bahkan lebih dari sekadar menetapkan negara Yahudi itu sebagai sekutu strategis.

Pada 1985, pemerintah Reagan menetapkan suatu zona perdagangan bebas yang unik dengan Israel. Pakta itu membuka pasar-pasar AS untuk barang-barang Israel, yang bebas bea, untuk bersaing langsung dengan produk-produk Amerika seperti tekstil dan sitrus. Itu adalah kali pertama Amerika Serikat memberikan akses semacam itu untuk pasarnya kepada suatu pemerintahan asing.14

Pada 1986, Israel diberi hak untuk ikut serta dalam riset canggih untuk Inisiatif Pertahanan Strategis (SDI) Presiden Reagan yang kontroversial, yang dikenal sebagai Star Wars. Israel menjadi negara ketiga yang terdaftar dalam program itu, setelah Inggris dan Jerman Barat.15 Selama itu Israel telah menerima $126 juta untuk mendanai pengembangan sistem pertahanan antimisil Arrow di bawah program SDI, dengan $60 juta lainnya yang diberikan untuk kelanjutan Arrow dalam tahun fiskal 1992 dan, menurut Senator Robert Byrd, kemungkinan beberapa ratus juta dollar lebih di masa mendatang.16

Pada 1987, Israel bersama dengan sekutu-sekutu AS seperti Australia dan Jepang ditetapkan sebagai "sekutu non-NATO;" yang berarti bahwa ia dapat ikut serta memproduksi senjata, menawarkan kontrak-kontrak pelayanan dan pemeliharaan, menggunakan dana AS untuk proyek-proyek riset dan pengembangan, serta menjual sistem-sistem senjata konvensional kepada angkatan bersenjata AS.17

Komentar Direktur Eksekutif Thomas A. Dine pada 1986: "Kita berada di tengah-tengah suatu revolusi yang membawa hubungan AS-Israel ke tingkat yang baru... Orde lama di mana Israel dianggap sebagai suatu beban, suatu perintang bagi hubungan Amerika dengan dunia Arab, seorang anak yang ribut dan nakal-telah hancur. Sebagai gantinya, suatu hubungan baru sedang dibangun, yaitu hubungan di mana Israel diperlakukan sebagai --dan bertindak sebagai-- sekutu, bukan sekadar sahabat, sebuah aset dan bukan beban, mitra yang matang dan mampu, bukan negara pengikut semata."18
OMONG KOSONG

"Lebih dari sekadar kerja sama strategis; hubungan AS-Israel telah memberikan pada negara kita intelijen keamanan yang tak ternilai selama bertahun-tahun." --Hyman Bookbinder, mantan wakil Komite Yahudi Amerika, 198719

FAKTA

Menurut mantan Direktur Intelijen Pusat Stansfield Turner: "Intelijen Israel telah gagal. Sembilan puluh persen dari pernyataan-pernyataan yang dikemukakan mengenai sumbangan-sumbangan Israel pada keamanan Amerika hanyalah pernyataan humas. Menanggapi seorang wartawan dalam suatu wawancara, Turner menambahkan: "Anda telah gagal dalam penanganan teror Anda. Anda telah gagal dalam membaca persiapan data di Lebanon [sebelum invasi 1982]. Anda mengira bahwa Anda akan dapat mendirikan sebuah pemerintahan Kristen di sana. Anda mengira Anda akan dapat mengusir orang-orang Syria. Anda bahkan telah gagal mengatasi teror di dalam Israel. Intelijen Israel memang bagus, namun tidak dalam semua bidang. Ia bagus terutama karena terlalu berlebihan menjual kemampuan-kemampuannya sendiri."20
OMONG KOSONG

"Israel adalah sekutu yang unik dan mengesankan." --Profesor Steven L. Spiegel, 198321

FAKTA

Dalam perang 1990-1991 melawan invasi Irak ke Kuwait, sumbangan terbesar yang dapat diberikan Israel hanyalah tidak berbuat apa-apa dan berada di luar kancah perang sementara pasukan Amerika menghadapi pertempuran. Para pejabat AS dengan segera mengakui bahwa Israel, bukannya menjadi aset, justru merupakan rintangan besar. Amerika Serikat harus mengirim para pejabat tinggi ke Israel untuk menjelaskan bahwa Israel tidak diterima sebagai anggota pasukan internasional yang dipimpin oleh Amerika Serikat, karena adanya kecurigaan besar bahwa Israel mungkin akan memanfaatkan perang itu untuk mengejar kepentingan-kepentingan ekspansionisnya sendiri dan karena peran sertanya akan membahayakan persekutuan negara-negara Arab yang dibentuk oleh Washington.22

Biaya yang harus dibayar Amerika Serikat untuk tidak melibatkan Israel adalah tambahan $650 juta untuk dana bantuan tahunan $3 milyar; pemberian senjata-senjata bekas senilai $700 juta yang ditarik dari Eropa; misil-misil Patriot seharga $117 juta; dan garansi pinjaman perumahan sebesar $400 juta.23

Israel kini sedang mencari pembenaran-pembenaran baru untuk melanjutkan persekutuan. Dasar pemikiran yang paling popular dan mutakhir adalah menghidupkan kembali sebuah gagasan lama, yaitu bahwa Israel dapat memenuhi kepentingankepentingan AS dengan bertindak sebagai basis penyimpanan terdepan. Sebagaimana dikemukakan salah seorang Israel kepada Washington Post pada pertengahan 1992, Israel dapat berperan sebagai "pangkalan [pesawat] terbesar di Laut Tengah."24

Dalam skenario ini, pelabuhan di Haifa menjadi sangat penting. Ia telah melayani dan memperbaiki sekitar dua puluh lima kapal perang AS dari Armada Keenam setiap tahun dan juga telah berperan sebagai pelabuhan persinggahan reguler untuk armada itu. Sekitar 45.000 pelaut Amerika dijadwalkan untuk menikmati cuti laut di Haifa pada 1992. Selain itu, Industri Pesawat Israel kini melayani seluruh pesawat perang AS F-15 yang ditempatkan di Eropa, dan Amerika Serikat dan Israel secara bersama-sama tengah mengembangkan misil antimisil Arrow.25
Catatan kaki:

1 Teks dalam "Special Document;" Journal of Palestine Studies, Musim Panas, 1985, 122-28.

2 Judul dari risalah- risalah itu termasuk The Strategic Value of Israel: Israel and the US Air Force; Israel and the US Navy; Israeli Medical Support for the US Armed Forces; US Procurement of Israeli Defense Goods and Services. Untuk tinjauan mengenai risalah-risalah itu, lihat Muhammad Hallaj, "Israel's Plans for Knotting Its US Ties;" Middle East International, 26 Oktober 1984. Lobi AIPAC sebagai salah satu yang paling efektif di Washington digambarkan dalam New York Times, 24 Maret 1984; David K. Shipler, New York Times, 6 Juli 1987.

3 Eban, An Autobiography, 184. Secara pribadi, Dulles telah mengatakan pada Presiden Eisenhower pada 19 Agustus 1955, bahwa Israel menginginkan "terutama sebuah perjanjian keamanan dengan Amerika Serikat"; lihat Foreign Relations of the United States 1955, Surat dari Menteri Luar Negeri kepada Presiden, 19 Agustus 1955, 368-69. Dulles di kemudian hari menyatakan bahwa dia mengkhawatirkan Israel benar-benar ingin Amerika Serikat mendukung Israel sepenuhnya melawan negara-negara Arab; lihat Foreign Relations of the United States 1955, Telegram dari Menteri Luar Negeri kepada Kementerian Luar Negeri, 8 November 1955, tengah hari, 717.

4 Hersh, Samson Option, 270.

5 Khouri, The Arab-Israeli Dilemma, 426-27. Teks memorandum itu terdapat dalam New York Times, 1 Desember 1981, dan Lembaga untuk Telaah-telaah Palestina, International Documents on Palestine 1981, 405-6. Juga lihat Ball, The Passionate Attachment; Chomsky, The Fateful Triangle; McGovern, "The Future Role of the United States in the Middle East," Middle East Policy, 1 no. 3 (1992); Rurenberg, Israel and the American National Interest; Tivnan, The Lobby.

6 Resolusi 36/266 A. Teks itu terdapat dalam Sherif, United Nations Resolutions on Palestine and the Arab-Israeli Conflict, 2: 175-77.

7 Resolusi 497. Teks itu terdapat dalam Sherif, United Nations Resolutions on Palestine and the Arab-Israeli Conflict, 2:200, dan Mallison, The Palestine Problem in International Law and World Order, 476-77.

8 New York Times, 19 Desember 1981.

9 New York Times, 30 November 1983. Juga lihat Bernard Gwertzman, "Reagan Turns to Israel;" New York Times Magazine, 27 November 1983; Rurenberg, Israel and the American National Interest, 353; John M. Goshko, Washington Post, 22 November 1983; Charles R. Babcock, Washington Post, 5 Agustus 1986; "Free Trade Area for Israel Proposed;" Mideast Observer, 15 Maret 1984.

10 Smith, The Power Game, 617; Fred J. Khouri, "Major Obstacles to Peace: Ignorance, Myths, and Misconception;" American-Arab Affairs, Musim Semi 1986. Juga lihat Ball, The Passionate Attachment, 297-99.

11 Near East Report, 20 Juli 1992.

12 Rurenberg, Israel and the American National Interest, 330-31.

13 George W. Ball, "What Is an Ally?" American-Arab Affairs, Musim Gugur 1983.

14 Joseph C. Harsh, Christian Science Monitor, 30 Oktober 1984. Juga lihat Pusat Riset dan Kebijakanaan Timur Tengah, Executive Report, April 1985; "US, Israel Move toward Free Trade Pact;" Congressional Quarterly, 29 Desember 1984, Teks persetujuan itu terdapat dalam Journal of Palestine Studies, Musim Dingin 1986, 119-31.

15 Fred Hiatt, Washington Post, 7 Mei 1986.

16 Congressional Record, 1 April 1992.

17 Pusat Riset dan Kebijaksanaan Timur Tengah, Februari 1987.

18 Dari pidato Dine pada Konferensi Kebijaksanaan Tahunan AIPAC ke-27, 6 April 1986. Teks itu terdapat dalam "Special Document;" Journal of Palestine Studies, Musim Panas 1986,134- 43.

19 Bookbinder dan Abourezk, Through Different Eyes, 67.

20 Cheryl A. Rurenberg, "the Misguided Alliance," The Link, Oktober/November 1986; Alexander Cockburn, "Beat the Devil;" The Nation, 3 Maret 1986.

21 Steven L. Spiegel, "Israel as a Strategic Asset;" Commentary, Juni 1983.

22 Michael R. Gordon, New York Times, 12 Januari 1991.

23 Thomas L. Friedman, New York Times, 6 Maret 1991; John E. Yang, Washington Post, 6 Maret 1997. Juga lihat Clyde Mark, "Israel: U.S. Foreign Assistance Facts," Divisi Pertahanan Nasional dan Urusan Luar Negeri, Pelayanan Riset Kongres, diperbarui 5 Juli 1991

24 David Hoffman, Washington Post, 28 Juli 1992.

25 Ibid.
keroncong
keroncong
KAPTEN
KAPTEN

Male
Age : 70
Posts : 4535
Kepercayaan : Islam
Location : di rumah saya
Join date : 09.11.11
Reputation : 67

Kembali Ke Atas Go down

kumpulan fakta kemunafikan israel & Yahudi Empty Re: kumpulan fakta kemunafikan israel & Yahudi

Post by frontline defender Thu Oct 04, 2012 10:00 pm

nice info :grr:
frontline defender
frontline defender
MAYOR
MAYOR

Posts : 6462
Kepercayaan : Islam
Join date : 17.11.11
Reputation : 137

Kembali Ke Atas Go down

kumpulan fakta kemunafikan israel & Yahudi Empty Re: kumpulan fakta kemunafikan israel & Yahudi

Post by keroncong Fri Oct 05, 2012 6:52 am

PERANG ATRISI 1969-1970

Perang Atrisi berlangsung antara Israel dan Mesir dengan artileri dan komando sepanjang Terusan Suez di Semenanjung Sinai dan dengan misil dan pesawat perang di atas langit Mesir. Tidak pernah pertempuran berlangsung di dalam wilayah Israel sendiri. Pertikaian yang mendasarinya terletak pada kegigihan Israel untuk tetap bertahan di wilayah Mesir yang direbutnya pada 1967 dan usaha-usaha Mesir untuk mendapatkannya kembali.1
OMONG KOSONG

"Kami mematuhi persetujuan gencatan senjata --dan pihak lain melanggarnya." --Levi Eshkol, perdana menteri Israel, 19682

FAKTA

Kelanjutan dari gencatan senjata yang mengakhiri perang 1967 sejalan dengan kebijaksanaan ekspansionis Israel. Ini karena pertempuran berakhir dengan pasukan Israel ditempatkan di tanah yang dimiliki oleh semua tetangga Arab yang mengelilingi Israel kecuali Lebanon. Kepatuhan pada gencatan senjata karenanya berarti bahwa Israel dapat melanjutkan pendudukannya tanpa usaha serius dan sekaligus dapat menguasai tanah yang direbutnya.

Segera setelah perang 1967 Israel menjelaskan bahwa "posisi yang ada sekarang tidak akan pernah berubah lagi," dalam kata-kata Perdana Menteri Levi Eshkol. Bagi orang-orang Arab, ini berarti pesan bahwa Israel berencana untuk mempertahankan tanah-tanah yang telah direbut dan bahwa satu-satunya jalan untuk membuat Israel menyerahkan wilayah-wilayah taklukannya sesuai dengan Resolusi PBB 242 adalah melalui tekanan militer.3

Perang Atrisi berkembang dengan lambat. Satu langkah besar diambil satu tahun setelah perang 1967 ketika para penembak Israel melemparkan sekitar 450 granat artileri ke Terusan Suez di ujung selatan terusan itu, yang membunuh empat puluh tiga orang sipil Mesir dan melukai enam puluh tujuh lainnya. Setidak-tidaknya seratus bangunan --rumah-rumah, toko-toko, sebuah masjid, sebuah gereja, sebuah gedung bioskop-- rusak atau hancur dalam bombardemen itu.

Israel mengatakan bahwa Mesir telah memulai insiden itu dengan menembaki pasukannya yang ditempatkan di Terusan Suez dan bahwa pasukan Israel telah menembaki Terusan Suez untuk membungkam senjata-senjata Mesir. Sebelumnya kota itu dihuni 260.000 orang, namun setelah terjadinya bombardemen besar-besaran oleh Israel pada bulan Oktober, sekitar 200.000 orang pergi. Sejak itu sekitar 40.000 orang telah kembali, membuat penduduk kota tinggal sekitar 100.000 orang. Banyak di antaranya yang pergi setelah penembakan Israel pada pertengahan 1968.4

Langkah besar lain untuk memulai perang adalah keputusan Israel dalam bulan September 1968 untuk membangun Bar-Lev Line sepanjang terusan. Ini merupakan sebuah sistem posisi militer yang dibentengi dengan sangat kuat sepanjang 101 mil yang dimaksudkan untuk menahan serangan artileri Mesir melintasi terusan. Tetapi di mata Mesir itu merupakan ketetapan hati Israel untuk mempertahankan Sinai dengan menempatkan pasukan Israel di Terusan Suez secara permanen.5 Presiden Mesir Gamal Abdel Nasser berulang kali memperingatkan secara terbuka bahwa jika Israel meneruskan pendudukannya atas tanah Mesir dia akan menggunakan kekerasan untuk merebutnya kembali: "Prioritas pertama, prioritas mutlak dalam pertempuran ini adalah garis depan militer, sebab kita harus menyadari bahwa musuh tidak akan menarik diri kecuali jika kita memaksanya untuk mundur melalui pertempuran."6 Nasser menerapkan kata-katanya dalam tindakan pada awal 1969 dengan melepaskan serangan-serangan artileri dan komando melawan kekuatan Israel di Sinai.

Sebelum pertempuran berakhir, Israel menggunakan pesawat-pesawat perang F-4 buatan AS yang baru untuk melancarkan serangan-serangan hebat di dalam wilayah Mesir, yang menimbulkan kerusakan parah di kalangan penduduk sipil dan menyerang daerah-daerah dekat Kairo. Uni Soviet menanggapi dengan mengirim pilot-pilot dan pesawat-pesawat Soviet untuk melindungi langit Mesir. Sekali lagi, Timur Tengah mengancam akan melibatkan kedua adikuasa itu dalam suatu konfrontasi langsung.7 Masuknya Soviet mendorong Amerika Serikat untuk mengusahakan gencatan senjata, yang berhasil dicapai pada Agustus 1970.8
OMONG KOSONG

"Sejak Maret tahun ini Nasser telah mengubah Terusan menjadi pusat agresi skala luas." --Golda Meir, perdana menteri Israel, 19699

FAKTA

Perang Atrisi dimulai secara sungguh-sungguh pada 8 Maret 1969, dengan serangan-serangan Mesir yang dilancarkan tiap hari pada Bar-Lev Line yang dibentengi dengan sangat kuat oleh Israel di tepi timur Terusan Suez.10 Serangan-serangan itu secara khusus ditujukan pada pasukan Israel yang menduduki tanah Mesir. Tidak ada penduduk sipil Israel atau harta benda mereka yang terancam. Sebagaimana dikatakan oleh ahli sejarah Lawrence Whetten: "Tujuan Arab melancarkan pertempuran adalah mengembalikan kehormatan bangsa dengan jalan mendapatkan kembali wilayah yang hilang."11 Tembak-menembak artileri semakin gencar sehingga pada 7 Juli 1969 Sekretaris jenderal PBB U Thant memperingatkan bahwa tingkat kekerasan sepanjang Terusan Suez telah menjadi lebih parah dibanding masa-masa sebelumnya sejak perang 1967.12

Perang itu mencakup berbagai serangan udara Israel terhadap penduduk sipil Mesir, meskipun Mesir tidak melancarkan serangan terhadap penduduk sipil Israel. Israel menggunakan pesawat-pesawat perang F-4 buatan AS untuk melakukan penetrasi ke dalam wilayah Mesir, yang membunuh banyak penduduk sipil. Enam puluh delapan pekerja Mesir terbunuh dalam suatu serangan udara Israel pada Februari 1970, ketika pesawat-pesawat perang Israel membom sebuah pabrik besi tua di Abu Zambal, lima belas mil sebelah timur laut Kairo;13 dan empat puluh enam anak-anak terbunuh pada 8 April dalam suatu serangan pada sebuah sekolah dasar di Bahr Al-Bakr.14
OMONG KOSONG

"Israel tidak pernah lebih kuat, atau lebih dominan." --Jon Kimche, penulis Zionis, 197015

FAKTA

Pada akhir Perang Atrisi pada Agustus 1970, Israel secara resmi menyatakan bahwa ia telah menang sebab pasukannya masih berdiri di atas wilayah Mesir di tepi timur Terusan Suez. Namun para pemimpin militer Israel yang lebih bijaksana seperti Ezer Weizman dan Mattiyahu Peled menganggap perang itu sebagai yang pertama di mana kekuatan Israel berhasil dikalahkan. Peled mengatakan bahwa salah satu kegagalan dasar kepemimpinan terletak pada ketidakmampuan untuk memahami bahwa Mesir tidak bisa menyetujui pendudukan Israel yang berkelanjutan atas tanahnya. Ahli sejarah militer Israel Yaacov Bar-Siman-Tov setuju bahwa ada kegagalan-kegagalan besar di pihak Israel: "Kesalahan-kesalahan besar Israel di bidang politik dan militer dalam Perang Yom Kippur [1973] berakar pada evaluasi yang keliru atas hasil-hasil Perang Atrisi."16

Apa pun pelajaran yang dapat diambil, harga yang harus dibayar akibat penolakan Israel untuk menghentikan penaklukan-penaklukan militernya sangat tinggi. Kerugian Mesir setidak-tidaknya adalah lima ribu orang yang terbunuh semasa perang. Korban di pihak Israel lebih dari seribu delapan ratus orang, termasuk empat ratus orang yang meninggal.17
Catatan kaki:

1 Ball, The Passionate Attachment, 68-72. Perang berlangsung sejak 8 Maret 1969 hingga 7 Agustus 1970.

2 Medzini, Israel's Foreign Relations, 2: 869.

3 Ibid., 1: 799.

4 Eric Pace, New York Times, 10 Juli 1968; Nakhleh, Encyclopedia of the Palestine Problem, 438.

5 Neff, Warriors against Israel, 80; Bar- Siman-Tov, The Israeli-Egyptian War of Attrition, 44, 46.

6 Ibid., 44.

7 Heikal, The Road to Ramadan, 86; Ro'i, From Encroachment to Involvement, 528-29.

8 Bar-Siman-Tov, The Israeli-Egyptian War of Attrition, 171-72.

9 Medzini, Israel's Foreign Relations, 2: 884.

10 Bar-Siman-Tov, The Israeli-Egyptian War of Attrition, 92-97. Juga lihat Neff, Warriors against Israel, 23.

11 Whetten, The Canal War, 60.

12 Rubinstein, Red Star on the Nile, 88.

13 O'Ballance, The Electronic War in the Middle East, 108.

14 Ibid.,113. Laporan-laporan sebelumnya menyatakan bahwa tiga puluh orang yang terbunuh, namun banyak yang terluka kemudian meninggal.

15 Ucapan itu terdapat dalam sebuah artikel yang dipublikasikan pada Februari 1970, yang dikutip dalam Whetten, The Canal War, 89.

16 Bar- Siman-Tov, The Israeli-Egyptian War of Attrition, 200.

17 Dupuy, Elusive Victory, 369.
keroncong
keroncong
KAPTEN
KAPTEN

Male
Age : 70
Posts : 4535
Kepercayaan : Islam
Location : di rumah saya
Join date : 09.11.11
Reputation : 67

Kembali Ke Atas Go down

kumpulan fakta kemunafikan israel & Yahudi Empty Re: kumpulan fakta kemunafikan israel & Yahudi

Post by keroncong Fri Oct 05, 2012 6:55 am

BANTUAN AS UNTUK ISRAEL

Setiap tahun, bantuan AS untuk Israel melampaui bantuan yang diberikan pada setiap negera lain. Sejak 1987 bantuan ekonomi dan militer langsung telah berjumlah $3 milyar atau lebih. Di samping itu, pengaturan-pengaturan finansial yang dilakukan semata-mata untuk Israel mencapai kira-kira $5 milyar setahun. Ini tidak termasuk program-program yang demikian dermawannya seperti $10 milyar garansi pinjaman Israel pada 1992.1 Hukum Amerika memungkinkan dihentikannya semua bantuan, ekonomi, maupun militer, pada setiap negara yang mengembangkan senjata nuklir atau "terlibat dalam suatu pola konsisten untuk melakukan pelanggaran-pelanggaran keras terhadap hak-hak asasi manusia yang diakui secara internasional." Selama bertahun-tahun pemerintah AS telah mengetahui bahwa Israel mengembangkan persenjataan nuklir dan melanggar hak-hak asasi manusia secara terus-menerus. Namun Presiden dan Kongres tidak pernah sekali pun mengambil langkah untuk menghentikan bantuan, sebagaimana yang ditetapkan dalam hukum, atau bahkan menguranginya.2
OMONG KOSONG

"Secara komparatif, bantuan untuk Israel adalah suatu tawar-menawar." --AIPAC,19833

FAKTA

Antara 1949 dan akhir 1991, pemerintah AS memberikan pada Israel $53 milyar dalam bentuk bantuan dan keuntungan-keuntungan istimewa. Itu setara dengan 13 persen dari semua bantuan ekonomi dan militer AS yang diberikan ke seluruh dunia dalam periode tersebut. Sejak perjanjian perdamaian Mesir-Israel pada 1979 hingga 1991, jumlah itu mencapai $40,1 milyar, setara dengan 21,5 persen dari semua bantuan AS, termasuk semua bantuan multilateral dan bilateral sekaligus.4

Mengingat Israel adalah suatu negara dengan penduduk sedikit di atas lima juta orang, angka-angka ini jauh melampaui proporsi bagi bantuan AS untuk negeri-negeri lain, atau bahkan untuk wilayah-wilayah lain di dunia. Sebagaimana pengamatan ilmuwan Cheryl Rurenberg: "Besarnya dukungan AS kepada Israel --di bidang militer, politik, ekonomi, dan diplomatik-- telah melampaui setiap hubungan tradisional antara negara-negara dalam sistem internasional."5

Namun angka-angka ini baru merupakan permulaan dari seluruh kisah tentang bantuan AS untuk Israel. Sebagian dari rincian-rincian yang kurang begitu diketahui diungkapkan untuk pertama kalinya pada awal 1992 dalam sidang Senat oleh mantan pemimpin mayoritas Demokrat, Senator Robert Byrd dari Virginia Barat. Dia berkata dalam sidang Senat: "Kita telah mengucurkan bantuan luar negeri pada Israel selama beberapa dasawarsa dengan jumlah dan syarat-syarat yang belum pernah diberikan kepada satu neged lain manapun di dunia ini. Dan kita adalah satu-satunya negara yang telah melakukan hal itu. Sekutu-sekutu Eropa kita, sebagai perbandingan, hampir tidak memberikan apa-apa."

Pidato yang didasarkan riset serius itu hampir tidak mendapatkan perhatian dari media. Inilah sebagian dari yang diungkapkan Byrd:6

"Bantuan Israel untuk tahun fiskal 1979 adalah $4,9 milyar, hampir 5 Milyar; pada 1980, tingkat bantuan turun pada angka di atas $2,1 milyar, namun sejak itu segera meningkat menjadi $3,7 milyar pada 1991. Pada 1985, kita menanggapi krisis ekonomi Israel dengan mengubah seluruh bantuan militer dan ekonomi menjadi pemberian tunai dan bukannya berbentuk pinjaman, dan dengan menyerahkan paket bantuan tambahan $1,5 milyar yang menjadikan jumlah keseluruhan pada 1985 kira-kira mencapai $4,1 milyar dalam bentuk dana bantuan."
"Kita pun tidak melupakan Israel dalam masa krisis... Pada 1990, Amerika Serikat memberikan tanggapan pada imigrasi yang terus meningkat dari orang-orang Yahudi Soviet dan Ethiopia dengan menyerahkan $400 juta dalam bentuk pinjaman perumahan. Amerika Serikat juga segera menyerahkan bantuan tambahan pada waktu terjadinya Perang Teluk."
"Di samping itu, pokok-pokok bantuan atau perlakuan khusus yang termasuk dalam perundang-undangan tahun fiskal 1991 dan 1992 adalah: peran serta berkesinambungan dalam Program Dana Rumah Sakit dan Sekolah Amerika, sebesar $7 juta untuk tahun 1991; $7 juta untuk program-program kerja sama Arab-Israel, yang kira-kira setengahnya dibelanjakan di Israel; $42 juta untuk riset dan pengembangan gabungan pada program kelanjutan misil balistik antitaktis Arrow. Jumlah ini meningkat menjadi $60 juta dalam Akta Bantuan Pertahanan tahun fiskal 1992; juga, otoritas untuk menggunakan hingga $475 juta dari bantuan militernya di Israel dan bukannya di Amerika Serikat... di samping itu, cadangan utama minyak yang baru sebanyak 4,5 juta barrel, seharga $180 juta, yang disediakan untuk digunakan Israel jika terjadi keadaan darurat; lebih jauh lagi, $15 juta untuk meningkatkan fasilitas-fasilitas militer di pelabuhan Israel Haifa pada 1991 dan $2 juta lagi pada 1992 untuk telaah biaya peningkatan fasilitas-fasilitas bagi pemeliharaan dan dukungan skala penuh dari suatu kelompok pesawat carrier perang; sebagai tambahan, inklusi khusus dalam Program Beban Kerja Luar Negeri, yang memungkinkan Israel meminta penawaran kontrak bagi perbaikan, pemeliharaan, atau pemeriksaan perlengkapan Amerika Serikat di luar negeri; dan tambahan $1 juta dalam bentuk asuransi investasi di Israel, yang diberikan oleh Perusahaan Investasi Swasta Luar Negeri."
"Inisiatif hukum lain sebelumnya yang mendatangkan keuntungan berkesinambungan pada Israel termasuk: transfer segera setiap tahun Dana Bantuan Ekonomi sebanyak $1,2 milyar dan dana bantuan militer $1,89 milyar. Dengan demikian, bantuan-bantuan dana kita ke Israel diubah menjadi aset-aset yang mendatangkan keuntungan, sementara defisit anggaran kita sendiri terus meningkat, yang mengakibatkan tuntutan bunga yang lebih tinggi kepada kita. Transfer segera ini mendatangkan kira-kira $86 juta dalam bentuk penghasilan dari bunga untuk Israel untuk tahun fiskal 1991. Pengaturan semacam itu telah menggantikan Dana Bantuan Ekonomi sejak 1982 dan diperluas dengan bantuan militer dalam tahun fiskal 1991 dan tidak diberlakukan untuk negara-negara lain; lebih-lebih, restrukturisasi utang yang terjadi pada akhir 1980-an memungkinkan Israel melakukan pembayaran bunga yang lebih rendah dengan perkiraan $150 juta per tahun; selain itu, inisiatif penentuan harga yang adil dalam Program Penjualan Militer Luar Negeri yang memungkinkan Israel untuk menghindari pembayaran-pembayaran administratif tertentu biasanya dibebankan pada penjualan militer luar negeri. Ini memberikan keuntungan pada Israel sekitar $60 juta pada 1991."
"Sejak 1984, Israel telah diizinkan untuk menggunakan sebagian dari kredit-kredit keuangan militer luar negeri untuk memperoleh barang-barang militer buatan Israel. Tidak seperti negara-negara lain yang menerima bantuan militer Amerika Serikat, Israel tidak harus membelanjakan seluruh dana itu untuk membeli peralatan dari Amerika Serikat. Pada 1991, dari dana bantuan militer sebanyak $1,8 milyar, kita memperbolehkan Israel menggunakan $475 juta untuk membeli hasil industri pertahanan buatannya sendiri dan bukannya produk-produk buatan Amerika. Selain itu, Israel diperbolehkan untuk membelanjakan tambahan dana $150 juta dari dana bantuan tahun 1991 untuk riset dan pengembangannya sendiri di Amerika Serikat. Kita juga telah menyediakan $126 juta untuk mendanai pengembangan sistem pertahanan antimisil Arrow di Israel, dengan $60 juta lagi diberikan untuk kelanjutan proyek Arrow dalam tahun fiskal 1992, dan janji beberapa ratus juta dollar di masa mendatang."

OMONG KOSONG

"Sebagian besar bantuan AS untuk Israel berupa pinjaman yang dibayar dengan bunga, dan Israel, tidak seperti banyak negara lain, selalu membayar utang-utangnya --dan tepat waktu." --AIPAC, 21897

FAKTA

Selama bertahun-tahun Israel telah membayar seluruh utang-utangnya pada Amerika Serikat dengan dana-dana bantuan yang diberikan dari Perbendaharaan Negara AS.

Sejak 1985, semua bantuan AS pada Israel selalu berupa hibah, yang berarti tidak satu sen pun yang harus dibayar kembali. Ketika Israel membayar bunga dan utang pokok yang diberikan sebelum 1985, hal itu dilakukan dengan dolar pajak AS. Proses yang aneh ini dimulai pada 1984 ketika Senator Demokrat Alan Cranston dari California mensponsori apa yang dikenal sebagai amendemen Cranston. Amendemen itu menetapkan bahwa bantuan ekonomi untuk Israel setiap tahun paling sedikit setara dengan pembayaran kembali (pokok dan bunga) dari hutangnya setiap tahun kepada AS.8 Dalam kata-kata miring mantan Menteri Luar Negeri James A. Baker III dalam kesaksian di hadapan Senat pada 1992, amendemen Cranston menetapkan bahwa "kita selalu dapat membayar kembali dengan uang yang kita sediakan untuk Israel."9

Pengaruh amendemen ini adalah untuk menjamin bahwa Israel akan selalu menerima bantuan AS untuk memenuhi kewajiban-kewajiban utangnya. Dalam prakteknya, Kongres selalu memberikan pada Israel dana-dana yang jauh melampaui kewajiban-kewajiban ini. Tidak ada negara lain yang menikmati keuntungan ini.
OMONG KOSONG

"Banyak aspek dari kebijaksanaan AS yang menguntungkan negara-negara Arab." --AIPAC, 198910

FAKTA

Bantuan AS untuk negara-negara Arab, kecuali untuk Mesir, adalah kecil, dan kebanyakan dalam bentuk pinjaman-pinjaman yang dapat dibayar kembali. Bantuan besar untuk Mesir dimulai sebagai imbalan ketika pemerintahan itu melakukan persetujuan perdamaian dengan Israel. Penyebaran bantuan itu secara cermat dimonitor dan Mesir harus bertanggung jawab atas penggunaannya dalam proyek-proyek tertentu.

Israel, sebaliknya, menerima seluruh bantuan ekonominya sebagai sumbangan yang dimasukkan langsung ke dalam anggarannya tanpa dimintai pertanggungjawaban sama sekali. Ia bebas untuk menggunakannya semaunya. Bantuan Amerika untuk Israel bukan hanya terbatas pada bantuan ekonomi semata. Washington telah menjadikan Israel sebagai "sekutu strategis," menetapkannya sebagai sekutu non-NATO, memberinya status perdagangan bebas, dan membiarkannya ikut serta dalam sebagian besar riset teknis paling canggih dalam Inisiatif Pertahanan Strategis AS. Itu belum semua. Amerika Serikat melindungi kepentingan-kepentingan diplomatik Israel di seluruh dunia dan terutama di Amerika Serikat. Karena adanya peringatan publik bahwa Amerika Serikat akan menolak untuk membayar iurannya kepada PBB itulah maka negara-negara lain tidak mengeluarkan Israel dari badan dunia itu sebagai "bukan negara pecinta damai."11 Dan karena digunakannya kembali pada tahun-tahun belakangan ini hak veto AS yang jarang digunakan itulah maka Israel terlindung dari sanksi-sanksi keras PBB yang dimaksudkan untuk memaksanya mematuhi resolusi-resolusi Dewan Keamanan.12
Catatan kaki:

1 Laporan terbaik mengenai program bantuan AS untuk Israel terdapat dalam Robert Byrd, Congressional Record, Kongres ke 102, sesi ke-2, 1 April 1992, dan "Special Document;" Journal of Palestine Studies, Musim Panas 1992,130-39. Juga lihat Ball, The Passionate Attachment, 255-61; Clyde Mark, "Israel: U.S. Foreign Assistance Facts," Divisi Luar Negeri dan Pertahanan Nasional, Pelayanan Riset Kongres (Washington D.C.), diperbarui 5 Juli 1991; Rurenberg, Israel and the American National Interest, 330; Kantor Akunting Umum AS, "US Assistance to the State of Israel, Report by the Comptroller General of the United States;" GAO/ID-83-51, 24 Juni 1983.

2 Senat dan Dewan Perwakilan Rakyat, Legislation on Foreign Relations through 1991, Penerbit Komite Gabungan, Komite mengenai Permasalahan Luar Negeri dan Komite mengenai Hubungan Luar Negeri (Government Printing Office, Washington D.C.), Juli 1992, 4:44-45,160-61,167.

3 Amy Kaufman Goott dan Steven J. Rosen, peny., The Campaign to Discredit Israel (Washington, D.C.; AIPAC,1983), 22.

4 Congressional Record, 1 April 1992. Juga lihat Clyde Mark, "Israel's U.S. Foreign Assistance Fact;" Divisi Permasalahan Luar Negeri dan Pertahanan Nasional, Pelayanan Riset Kongres, diperbarui 5 Juli 1991.

5 Rurenberg, Israel and the American National Interest, 330.

6 Teks pidato Byrd terdapat dalam Congressional Record, 1 April 1992 dan "Special Document," Journal of Palestine Studies, Musim Panas 1992,130-39.

7 Davis, Myths and Facts 1989, 226.

8 David R. Francis, Christian Science Monitor, 23 Oktober 1984. Juga lihat Chomsky, The Fateful Triangle, 10.

9 Dikutip dalam "Documents and Source Material," Journal of Palestine Studies, Musim Semi 1992,178.

10 Davis, Myths and Facts 1989, 220.

11 Senat AS dan Dewan Perwakilan Rakyat AS, Legislation on Foreign Relations through 1986,1032.

12 Jackson Diehl, Washington Post, 2 Juni 1990.
keroncong
keroncong
KAPTEN
KAPTEN

Male
Age : 70
Posts : 4535
Kepercayaan : Islam
Location : di rumah saya
Join date : 09.11.11
Reputation : 67

Kembali Ke Atas Go down

kumpulan fakta kemunafikan israel & Yahudi Empty Re: kumpulan fakta kemunafikan israel & Yahudi

Post by keroncong Fri Oct 05, 2012 6:57 am

ISRAEL DAN AFRIKA SELATAN

Hubungan antara Israel dan Afrika Selatan mendalam dan kuat, dan telah berlangsung selama bertahun-tahun. Pengucilan kedua negara itu di kalangan masyarakat internasional dikarenakan kebijaksanaan-kebijaksanaan represif mereka terhadap penduduk asli yang mendorong timbulnya keprihatinan bersama menyangkut keamanan, yang pada gilirannya berkembang menjadi hubungan militer aktif. Israel memasok Afrika Selatan dengan sejumlah besar teknologi militer sebagai pertukaran dengan bahan-bahan mentah dari Afrika Selatan, terutama berlian yang belum dipotong. Kerjasama itu secara luas dilaporkan mencakup usaha-usaha bersama dalam pengembangan senjata-senjata nuklir.1
OMONG KOSONG

"Tentangan terhadap apartheid begitu kuatnya di Israel sehingga hubungan biasa yang terjalin sekarang ini [dengan Afrika Selatan] sedang dipertimbangkan kembali." --Hyman Bookbinder, mantan wakil Komite Yahudi Amerika,19872

FAKTA

Hubungan Israel dengan Afrika Selatan tetap ditutup-tutupi, sebagian karena setiap laporan di dalam negeri Israel mengenai kerja sama militer antara kedua negara itu "sama sekali dilarang oleh sensor militer."3 Namun wartawan Seymour Hersh telah mengungkapkan bahwa kerja sama antara kedua negara mengenai masalah-masalah nuklir "dimulai dengan sungguh-sungguh" pada 1967, dan ilmuwan Israel Benjamin Beit-Hallahmi telah melaporkan bahwa Israel menjual persenjataan kecil sejak 1955 kepada Afrika Selatan 4

Meskipun terjadi kerjasama semacam itu, peliputan media atas hubungan tersebut begitu sedikit sehingga baru pada 1971 kolumnis masalah luar negeri New York Times C.L. Sulzberger dinilai lain dari yang lain dengan melaporkan hubungan persahabatan yang terjalin antara Israel dan Afrika Selatan, termasuk kerjasama militer mereka.5 Perhatian semacam itu mengakibatkan timbulnya kecaman dari Majelis Umum PBB pada 1975 terhadap "hubungan dan kerjasama Israel [dengan] rezim rasis Afrika Selatan... dalam bidang politik, militer, ekonomi, dan bidang-bidang lainnya."6

Pada 1982 Yoel Marcus, komentator politik Israel terkemuka dari Ha'aretz, koran Israel paling penting, menyebut Afrika Selatan "sekutu Israel kedua terpenting, setelah AS."7 Setelah mendapat penerangan dari CIA pada 1989, Wakil Demokrat Stephen Solarz, pendukung gigih Israel, berkata: "Hubungan militer Israel dengan Afrika Selatan... jauh lebih luas dibanding yang didesasdesuskan atau diduga."8 Tidak ada sesuatu pun yang terjadi sejak itu untuk mengubah penilaian Solarz.

Tanda dramatis pertama bahwa hubungan antara kedua negara itu telah berkembang secara berarti muncul pada April 1976 ketika Perdana Menteri Afrika Selatan John Vorster secara terbuka mengunjungi Israel. Meskipun Israel menggambarkan kunjungan itu sebagai perjalanan ziarah, Vorster, seorang simpatisan Nazi pada masa Perang Dunia II, disambut meriah layaknya seorang pemimpin luar negeri.9

Dalam suatu jamuan makan untuk Vorster, Perdana Menteri Yitzhak Rabin menjelaskan alasan-alasan Israel yang mendorong kedekatan antara kedua negara: "Saya percaya kedua negara sama-sama mempunyai masalah bagaimana membangun dialog regional, hidup berdampingan, dan menjaga stabilitas dalam menghadapi ketidakstabilan dan kenekadan akibat rongrongan asing... Inilah sebabnya mengapa kini kami mengikuti dengan penuh simpati usaha-usaha historis Anda untuk mencapai detente di benua Anda, untuk membangun jembatan bagi masa depan yang aman dan lebih baik, untuk menciptakan kehidupan berdampingan yang akan menjamin atmosfir yang baik bagi kerjasama dari semua bangsa Afrika, tanpa campur tangan dan ancaman luar."10

Beberapa bulan setelah kunjungan Vorster, hubungan antara Israel dan Afrika Selatan menjadi lebih erat daripada sebelumnya, terutama dikarenakan kesediaan Israel untuk menyediakan senjata-senjata bagi negeri apartheid itu. Israel dilaporkan telah menjual kepada Afrika Selatan dua hingga enam kapal meriam jarak jauh yang dilengkapi misil-misil dan dua lusin pesawat tempur Kfir; lima puluh personil angkatan laut Afrika Selatan dilatih di Israel; dan Israel menyediakan untuk Afrika Selatan peralatan elektronik militer yang canggih sebagai pertukaran bagi batu bara, termasuk sekitar satu juta ton setahun untuk memasok industri baja Israel.11

Dalam tahun 1980-an Israel mengirimkan ke Afrika teknologi dan cetak biru untuk membangun pesawat perang canggihnya sendiri. Tambahan besar bagi persediaan senjata Afrika Selatan ini diberikan karena terjadinya penundaan proyek pesawat tempur Israel, Lavi, yang gagal. Meskipun mendapat dana $1,5 milyar bantuan AS untuk mengembangkan pesawat perang itu, Israel tidak mampu menyelesaikan proyek itu sesuai anggaran dan, di bawah tekanan Amerika, membatalkannya pada 1987. Israel kemudian mengadakan perjanjian untuk membantu Afrika Selatan memproduksi suatu versi yang dinamakan Simba. Para teknisi Israel yang diberhentikan dari proyek Lavi berbondong-bondong pergi ke Afrika Selatan untuk mengerjakan Simba.12

Meskipun Perserikatan Bangsa-Bangsa pada 1977 memberlakukan embargo senjata dari seluruh dunia ke Afrika Selatan karena kebijaksanaan rasisnya, Israel terus bekerja sama dengan Afrika Selatan. Ini menyulut kemarahan para anggota Congressional Black Caucus. Ketika Perdana Menteri Israel Yitzhak Shamir mengunjungi Washington pada 1988, para anggota Black Caucus menyerahkan padanya sebuah surat yang berbunyi: "Amerika Serikat menyediakan untuk Israel hampir $1,5 milyar dalam bentuk bantuan untuk mengembangkan pesawat tempur Lavi. Sejak itu kami mengetahui bahwa... para insinyur Israel yang bekerja pada proyek Lavi mengambil manfaat dari bantuan luar negeri AS untuk Afrika Selatan. Kami anggap ini merupakan pemanfaatan yang tak bermoral atas bantuan kami." Shamir mengabaikan catatan itu, dan tidak ada tindakan lebih jauh yang diambil.13

Pada November 1991 Presiden Afrika Selatan F.W. de Klerk mengadakan kunjungan resmi empat hari ke Israel untuk meyakinkan negara Yahudi itu bahwa "Afrika Selatan yang baru akan tetap menjadi sahabat yang dapat dipercaya sebagaimana sebelumnya." Kedua negara menandatangani memorandum of understanding untuk memperluas kerja sama mereka dalam bidang-bidang ekonomi, ilmu pengetahuan, dan kebudayaan dan, menurut The Jerusalem Post, "bidang-bidang lain." Laporan-laporan pada waktu itu mengungkapkan bahwa kedua negara mengadakan perdagangan nonmiliter senilai $317 pada 1990, terutama dalam bentuk bahan mentah dari Afrika Selatan sebagai pertukaran bagi barang-barang jadi dari Israel. Perdagangan militer diperkirakan bernilai $800 juta setiap tahun pada 1987, ketika Israel secara resmi menjanjikan tidak akan membuat kontrakkontrak militer baru dengan Afrika Selatan. Namun terdapat laporan-laporan yang menyatakan bahwa perdagangan militer itu dalam kenyataannya justru meningkat.14
OMONG KOSONG

"Meskipun beredar cerita-cerita sensasional mengenai kerjasama nuklir antara Israel dan Afrika Selatan, tidak ada bukti yang dapat ditunjukkan untuk mendukung pernyataan itu." --AIPAC, 199215

FAKTA

Baik Israel maupun Afrika Selatan telah menolak untuk menandatangani Perjanjian Non-Proliferasi. Akibatnya, fasilitas-fasilitas nuklir mereka belum diperiksa oleh otoritas internasional selama beberapa dasawarsa. CIA mengetahui sejak 1968 bahwa Israel mempunyai senjata-senjata nuklir, dan pada pertengahan 1970-an diyakini bahwa Afrika Selatan mampu merakit senjata-senjata nuklirnya sendiri.16

Tepat sebelumnya, Afrika Selatan menjual kepada Israel uranium untuk bahan bakar bagi reaktor nuklir Dimona.17 Dalam kenyataannya, persediaan bijih uranium yang sangat besar di Afrika Selatan itulah yang membuat negara itu menjadi sekutu alamiah bagi Israel. Sebagaimana ulasan wartawan Seymour Hersh: "Israel memperdagangkan keahliannya dalam bidang fisika nuklir untuk mendapatkan bijih uranium dan barang-barang tambang strategis lainnya yang tersedia melimpah di Afrika Selatan."18

Bukti dari hubungan nuklir Israel-Afrika Selatan datang dari deteksi pada 22 September 1979 oleh satelit Vela atas tanda cahaya yang unik dari suatu ledakan nuklir setengah perjalanan antara Afrika Selatan dan Kutub Selatan. Suatu komite yang ditunjuk oleh Gedung Putih menyimpulkan bahwa tanda yang didapat oleh Vela "barangkali bukan dari suatu ledakan nuklir," namun para kritikus sejak itu telah menyimpan kecurigaan serius pada laporan tersebut, dan menuduh bahwa itu merupakan upaya menutup-nutupi kesalahan yang dilakukan demi pertimbangan-pertimbangan politik.19

Alasan para kritikus adalah bahwa komite itu telah sangat dibatasi dalam tugasnya sebab ia hanya diberi informasi yang sangat sedikit. Namun CIA melihat seluruh permasalahan dan kesimpulannya pada 1979 sangat tegas: "Informasi dan analisis teknis menyarankan bahwa: suatu ledakan dihasilkan melalui suatu peralatan nuklir yang digerakkan dari atmosfir di dekat permukaan tanah"20 Direktur Intelijen Pusat Stanford Turner di kemudian hari mengemukakan bahwa tak seorang pun dari para ahli Gedung Putih telah meminta informasi dari CIA dan tanpa informasi itu kesimpulan-kesimpulan yang mereka ambil akan "tidak masuk akal."21

Kerja sama Israel-Afrika Selatan telah meluas dari senjata-senjata nuklir ke sistem-sistem misil untuk mengirimkannya.22 Pada 25 Oktober 1989, NBC-TV News mengudarakan suatu laporan mendalam mengenai koneksi nuklir Israel-Afrika Selatan. Kata laporan itu: "Sumber-sumber intelijen menyatakan pada ABC News bahwa Jerusalem tengah menjalin "kemitraan penuh" dengan Pretoria untuk memproduksi sebuah misil berkepala nuklir untuk Afrika Selatan." Laporan itu menyatakan bahwa sebuah misil diluncurkan secara rahasia pada 5 Juli oleh Afrika Selatan di atas jangkauan sembilan ratus mil yang telah dibangun oleh konglomerasi Armscorp milik negara Afrika Selatan atas dasar teknologi Israel.23 Meskipun Israel menyangkal laporan-laporan NBC, Washington Post mengutip perkataan para pejabat AS yang tidak mau disebutkan jati diri mereka yang membenarkan sebagian besar isi laporan tersebut, terutama bantuan Israel untuk program misil Afrika Selatan. Salah seorang pejabat AS itu mengatakan bahwa duta besar di Tel Aviv dan pejabat-pejabat Amerika lainnya yang berusaha mengetahui masalah itu dari Israel dijawab dengan kasar bahwa hal itu bukan urusan Amerika.24

Dua tahun kemudian, pada Oktober 1991, intelijen AS memastikan bahwa Israel di tahun sebelumnya telah mengapalkan komponen-komponen misil balistik kunci ke Afrika Selatan yang sebagian besar dibuat atas dasar teknologi AS. Namun Presiden Bush memutuskan untuk melepaskan sanksi-sanksi yang diperlukan di bawah hukum AS. Sanksi-sanksi semacam itu akan mencakup larangan atas semua perdagangan dengan Israel.25
Catatan kaki:

1 Adams, The Unnnatural Alliance, 3-5; Ball, The Passionate Attatchment, 290-92; Beit Hallahmi, The Israeli Connection, 117; Cockburn, Dangerous Liaison, 280-312; Hersh, The Samson Option, 263.

2 Bookbinder dan Abourezk, Through Different Eyes, 214

3 Beit-Hallahmi, The Israeli Connection, 116.

4 Hersh, Samson Option, 263; Beit-Hallahmi, The Israeli Connection, 117.

5 C.L. Sulzberger, New York Times, 30 April 1971.

6 Resolusi 3411 G (XXX). Teks itu terdapat dalam Sharif, United Nations Resolutions on Palestine and the Arab-Israeli Conflict, 2: 8-10.

7 Beit- Hallahmi, The Israeli Connection, 109.

8 Cockburn, Dangerous Liaison, 281.

9 Terence Smith, New York Times, 18 April 1976.

10 Rogers dan Cervenka, The Nuclear Axis, 326.

11 William E. Farrell, New York Times, 18 Agustus 1976.

12 Cockburn, Dangerous Liaison, 291.

13 Ibid.

14 Jane Hunter, "Burying Armscorp?" Middle East International, 22 November 1991; "Did de Klerk Discuss Transfer of Arms Firm to Israel?" Israeli Foreign Affairs (terbitan ganda spesial),16 Desember 1991.

15 Bard dan Himelfarb, Myths and Facts, 292.

16 Washington Post, 2 Maret 1978; David Burnham, New York Times, 2 Maret 1978; Spector, Nuclear Proliferation Today, 304.

17 Beit-Hallahmi, The Israeli Connection, 133.

18 Hersh, The Samson Option, 264.

19 Cockburn, Dangerous Liaison, 283-88; Green, Living by the Sword, 111-34; Hersh, The Samson Option, 271-83.

20 Memorandum Intelijen Antaragen, "The 22 September 1979 Event," Desember 1979, dikutip dalam Cockburn, Dangerous Liaison, 285.

21 Cockburn, Dangerous Liaison, 287.

22 Beit-Hallahmi, The Israeli Connection, 133; Cockburn, Dangerous Liaison, 282-83.

23 NBC-TV News dengan Tom Brokaw, 25-26 Oktober 1989. Untuk ringkasan dari kedua laporan utama itu, lihat "NBC Reports Israeli-South African Nuclear Missile Partnership;" Israeli Foreign Affairs, November 1989.

24 David B. Ottaway dan R. Jeffrey Smith, Washington Post, 27 Oktober 1989.

25 David Hoffman dan R. Jeffrey Smith, Washington Post, 27 Oktober 1991. Juga lihat "New Light on Israeli-South African Arms Trade," Israeli Foreign Affairs, 5 November 1991; Edward T. Pound, Wallstreet Journal, 13 Maret 1992.
keroncong
keroncong
KAPTEN
KAPTEN

Male
Age : 70
Posts : 4535
Kepercayaan : Islam
Location : di rumah saya
Join date : 09.11.11
Reputation : 67

Kembali Ke Atas Go down

kumpulan fakta kemunafikan israel & Yahudi Empty Re: kumpulan fakta kemunafikan israel & Yahudi

Post by keroncong Fri Oct 05, 2012 6:59 am

PERANG 1973

Serangan-serangan pada 1973 yang dilancarkan Mesir dan Syria terhadap angkatan bersenjata Israel dikenal sebagai Perang Oktober atau Ramadhan atau Perang Yom Kippur. Seperti dalam Perang Atrisi sebelumnya, tujuan negara-negara Arab adalah mendapatkan kembali wilayah yang diduduki oleh Israel sejak Perang 1967. Negara-negara Arab itu gagal, namun bencana politik yang disebabkan oleh perang tersebut mengakibatkan terjadinya kehebohan dalam aktivitas diplomatik oleh Amerika Serikat yang berakhir pada 1979 dengan ditandatanganinya perjanjian perdamaian antara Israel dan Mesir. Perang itu berlangsung dari 6 Oktober hingga 25 Oktober 1973.
OMONG KOSONG

"Sejak Perang [1967] tidak ada perubahan besar yang terjadi dalam penolakan Pemerintahan negara-negara Arab, yang diketuai oleh Mesir, untuk mencapai suatu perjanjian perdamaian dengan kita." --Golda Meir, perdana menteri Israel, 19721

FAKTA

Dalam waktu tiga bulan setelah menjadi presiden Mesir pada musim gugur 1970 setelah kematian Gamal Abdel Nasser, Anwar el-Sadat mengirim sebuah pesan rahasia yang mendesak kepada Presiden Nixon: "Saya menginginkan perdamaian; cepatlah bergerak."2 Gedung Putih mengabaikan pesan itu, terutama karena penasihat keamanan nasional Henry Kissinger sepakat dengan perkiraan Israel bahwa Sadat bukanlah seorang pemimpin yang serius dan tidak akan lama bertahan di pucuk kekuasaan.3

Sepanjang 1971 Sadat secara terbuka dan berulang kali meminta penarikan mundur Israel, dengan memperingatkan bahwa itu merupakan "tahun penentuari' --Israel akan mundur dengan damai atau dipaksa untuk mundur. Israel secara terang-terangan mencemooh ancaman-ancaman Sadat dan tanpa segan-Began menyatakan: "Israel tidak akan mundur ke perbatasan sebelum 5 Juni 1967."4 Pada 1972 Sadat mengambil langkah dramatis dengan mengusir para penasihat Soviet dari Mesir. Meskipun Uni Soviet adalah pendukung utama Mesir, Sadat berharap dapat memperoleh bantuan Washington untuk mencapai perdamaian dengan Israel. Namun Kissinger tidak dapat memahami keseriusan Sadat dan menganggap isyaratnya sebagai tanda ketidaksabaran.5 Pada awal 1973 Sadat memprakarsai pembicaraan rahasia antara Kissinger dengan seorang pejabat tinggi Mesir untuk mendapatkan solusi damai. Namun Kissinger masih meragukan kemampuan-kemampuan Sadat dan tidak melakukan gerakan apa pun hingga berlangsungnya pemilihan di Israel, yang dijadwalkan berlangsung pada 30 Oktober.6

Akibat adanya jalan buntu yang panjang ini maka dikenal periode tidak-perang/tidak-damai, seperti yang diinginkan Israel. Sebagaimana dikemukakan Kissinger, salah satu tujuan utama Perdana Menteri Golda Meir adalah "mengulur waktu, sebab semakin lama tidak terjadi perubahan dalam status quo, semakin mantap pemilikan Israel atas wilayah-wilayah pendudukan."7 Kissinger cukup senang mendukung Israel untuk mencapai tujuannya ini sebab dia percaya bahwa suatu jalan buntu akan menimbulkan tekanan pada negara-negara Arab agar membuat kelonggaran-kelonggaran.8 Analis William Quandt, yang bekerja sebagai ahli Timur Tengah dalam pemerintahan Carter di Dewan Keamanan Nasional, menyimpulkan: "Sepanjang tahun 1972, kebijaksanaan Timur Tengah Amerika Serikat memberikan lebih sedikit dari sekadar dukungan terbuka untuk Israel... Diperlukan sebuah Perang Oktober [1973] untuk mengubah kebijaksanaan Amerika Serikat."9
OMONG KOSONG

"Mesir tidak mempunyai pilihan militer sama sekali." Yigal Allon, wakil perdana menteri Israel, 197310

FAKTA

Kesombongan orang-orang Israel terhadap bangsa Arab telah menyesatkan bukan hanya dunia melainkan juga diri mereka sendiri. Sebagaimana terbukti kemudian, Israel mengalami salah satu kegagalan intelijen militer paling besar ketika is tidak mengantisipasi serangan gabungan Mesir-Syria terhadap pasukan pendudukan Israel pada 6 Oktober 1973. Bulan-bulan sebelum pecahnya perang dipenuhi dengan bualan orang-orang Israel tentang kekuatan Israel dan kelemahan negara-negara Arab.

Menteri Pertahanan Moshe Dayan, kurang dari dua bulan sebelum perang, berkata pada staf umum: "Keseimbangan kekuatan terlalu menguntungkan kita sehingga hal itu akan menetralkan pertimbangan-pertimbangan dan motif-motif Arab untuk memperbarui permusuhan."11 Dan jenderal Ariel Sharon menyatakan bahwa "tidak ada sasaran antara Baghdad dan Khartoum, termasuk Lybia, yang tidak dapat direbut oleh angkatan bersenjata kita." Dia meyakinkan orang-orang Israel bahwa "dengan perbatasan-perbatasan kita sekarang ini, kita tidak menghadapi masalah keamanan."12 Begitu besarnya rasa percaya diri Israel sehingga pada 15 Juli is memutuskan memotong tiga bulan masa wajib militer yang berlangsung tiga tahun, sejak tahun13 berikutnya.

Kegagalan intelijen Israel adalah akibat kepercayaan diri yang berlebihan pada kekuatan sendiri serta sikapnya yang meremehkan semangat Arab. Sejak akhir perang 1967, pasukan Israel telah menduduki wilayah Arab, dan menolak untuk menarik diri di bawah ketentuan Resolusi PBB 242. Dalam suatu kunjungan ke Gedung Putih bersama Presiden Nixon pada Maret 1973, Perdana Menteri Israel Golda Meir berkata: "Kami belum pernah berada dalam keadaan yang begitu baik." Meir berkata bahwa dia bersedia mengadakan pembicaraan damai namun meninggalkan kesan kuat bahwa dia tidak tergesa-gesa untuk melihat adanya suatu inisiatif diplomatik. Ketika Meir kembali ke tanah air, dia berkata "tidak ada dasar atau alasan untuk mengubah kebijaksanaan kita."14

Menteri Pertahanan Moshe Dayan mendesak orang-orang Israel agar menetap di wilayah-wilayah pendudukan sebab tidak ada harapan akan adanya perundingan-perundingan Arab-Israel dalam waktu "sepuluh hingga lima belas tahun."15 Pada waktu yang hampir bersamaan, sebuah poll menunjukkan bahwa mayoritas orang Israel tidak bersedia mengembalikan sebagian besar wilayah-wilayah pendudukan.16

Pada April 1973, Sadat secara terbuka memberi peringatan dalam sebuah wawancara: "Semuanya sangat mengendurkan semangat. Pendeknya itu adalah sebuah kegagalan sempurna dan keputusasaan... Setiap pintu yang saya buka dihempaskan di muka saya oleh Israel --dengan restu Amerika... Telah tiba waktunya untuk sebuah kejutan... Segalanya di negeri ini sekarang tengah digerakkan untuk membuka kembali pertempuran yang kini tak terelakkan lagi."17

Namun tidak ada pejabat tinggi di Israel atau Amerika yang menaruh perhatian.
OMONG KOSONG

"Kami memenangkan Perang Yom Kippur." ---Golda Meir, perdana menteri Israel, 197518

FAKTA

Israel "memenangkan" perang 1973 sebagaimana Lyndon Johnson "memenangkan" Tet Offensive pada 1968 di Vietnam yang membawa bencana. Negara-negara Arab mendapatkan kembali sebagian besar kehormatan diri mereka dari hasil-hasil awal mereka di medan perang. Ini benar terutama dalam kaitannya dengan tindakan Mesir yang secara spektakuler melintasi Terusan Suez, yang oleh hampir semua tokoh militer di seluruh dunia diyakini tidak mungkin dapat dilakukan mengingat kubu Israel yang demikian kuat sepanjang tepi timur terusan.19

Tentu saja pasukan Israel berjaya, meski semudah yang mereka katakan di kemudian hari. Namun besarnya perang dan ujungnya yang menimbulkan konfrontasi langsung yang menegangkan antara Amerika Serikat dan Uni Soviet memaksa perhatian dunia beralih pada pertanyaan-pertanyaan mendasar yang melandasi konflik Arab-Israel. Hampir dengan suara bulat masyarakat dunia menyimpulkan bahwa Mesir dan Syria berhak untuk merebut kembali tanah mereka yang hilang dan bahwa Israel telah melakukan kesalahan karena mengabaikan Resolusi PBB 242 dan menolak untuk menyerahkan wilayah taklukannya pada 1967. Kecaman-kecaman datang dari negara-negara di seluruh dunia, termasuk negara-negara Eropa, Afrika, Asia-hampir semuanya kecuali Amerika Serikat.20

Meskipun Israel dan para pendukungnya menyatakan bahwa masyarakat dunia dimotivasi oleh kekhawatiran akan boikot minyak Arab --atau, kalau tidak, oleh sentimen anti-Semitisme yang "kuno" itu-- kenyataannya kebanyakan pengamat yang objektif menganggap Israel lebih tertarik untuk mempertahankan tanah-tanah Arab daripada berdamai.21

Kini jelaslah bahwa negara-negara Arab terjun ke medan perang dikarenakan kenekatannya untuk mendapatkan kembali tanah mereka, bukan, sebagaimana dikatakan Israel, untuk menghancurkan negara Yahudi. Yang sering dilupakan adalah kenyataan bahwa perang 1973 berlangsung, seperti juga Perang Atrisi sebelumnya, hanya di tanah Arab yang diduduki. Tidak ada pertempuran yang terjadi di dalam wilayah Israel.

Bahkan Perdana Menteri Israel Yitzhak Rabin telah mengakui: "Perang Yom Kippur tidak dilancarkan oleh Mesir dan Syria untuk mengancam eksistensi Israel. Itu adalah upaya habis-habisan dari kekuatan militer mereka untuk mencapai suatu tujuan politik terbatas. Yang diinginkan Sadat dengan melintasi terusan adalah mengubah realitas politik dan, dengan cara demikian, memulai suatu proses politik dari titik yang lebih menguntungkan baginya daripada yang sekarang. Dalam hal ini, dia berhasil."'22

Atau, dalam kata-kata Sadat, "Kami hanya tidak bisa membiarkan situasi berlanjut seperti sebelum Oktober --tidak ada perdamaian, tidak ada perang. Kedua adidaya membekukan pertikaian Timur Tengah dan menyimpannya di dalam kulkas. Orang-orang Amerika melihat kami sebagai mayat beku sejak perang enam hari pada 1967. Ini lebih buruk daripada perang."23
Catatan kaki:

1 Pernyataan kepada Knesset, 26 Juli 1972; lihat Medzini, Israel's Foreign Relations, 998.

2 Quandt, Decade of Decisions, 133-34. Juga lihat Rubinstein, Red Star on the Nile, 135.

3 Neff, Warriors against Israel, 42.

4 Quandt, Decade of Decisions, 136.

5 Kissinger, White House Years, 1296.

6 Kissinger, Years of Upheaval, 220.

7 Ibid., 221.

8 Kissinger, White House Years, 354.

9 Quandt, Decade of Decisions, 147, 164.

10 Dipublikasikan pada 4 Juni 1973; lihat Eban, An Autobiography, 489.

11 Dupuy, Elusive Victory, 406.

12 Eban, An Autobiography, 488.

13 Facts on File 1973, 654.

14 Neff, Warriors against Israel, 107.

15 Facts on File 1973, 267.

16 Ibid., 346.

17 Newsweek, 9 April 1973.

18 Meir, My Life, 420.

19 Neff, Warriors Against Israel, 116.

20 O'Brien, The Siege, 530-31.

21 Lihat, misalnya, Henry Kissinger, "The Path to Peaceful Coexistence in the Middle East;" Washington Post rubrik Outlook, 2 Agustus 1992. Kissinger melacak apa yang disebutnya setengah abad "penangguhan" Israel dalam proses perdamaian.

22 Viorst, Sands of Sorrow,120.

23 Rubinstein, Red Star on the Nile, 283.
keroncong
keroncong
KAPTEN
KAPTEN

Male
Age : 70
Posts : 4535
Kepercayaan : Islam
Location : di rumah saya
Join date : 09.11.11
Reputation : 67

Kembali Ke Atas Go down

kumpulan fakta kemunafikan israel & Yahudi Empty Re: kumpulan fakta kemunafikan israel & Yahudi

Post by keroncong Fri Oct 05, 2012 7:00 am

PERANG 1967



Perang 1967 adalah yang ketiga dalam konflik Arab-Israel, dan yang paling sukses bagi Israel. Israel meraih semua sasaran perangnya, dan yang paling penting di antaranya adalah didudukinya seluruh tanah Palestina, termasuk Jerusalem Timur yang milik Arab, Semenanjung Sinai milik Mesir, dan Dataran Tinggi Golan milik Syria. Tidak seperti krisis Suez 1956, ketika tentangan dari Washington berhasil memaksa Israel untuk menarik diri dari wilayah yang telah direbutnya, para pejabat Israel kali ini bersikap hati-hati sekali dalam menanamkan pengertian para pejabat AS tentang posisi mereka.1 Akibatnya Israel tidak mendapatkan tekanan dari AS untuk menyerahkan hasil-hasil yang telah dicapainya. Pertempuran dimulai pada 5 Juni dan berakhir pada 10 Juni.
OMONG KOSONG

"Sama sekali tidak diragukan lagi bahwa ... pemerintah negara-negara Arab ... secara metodis mempersiapkan dan melancarkan suatu serangan agresif yang dirancang untuk menimbulkan kehancuran segera dan menyeluruh atas Israel." --Abba Eban, duta besar Israel untuk Perserikatan Bangsa-Bangsa, 19672

FAKTA

Seperti dalam perang 1956, Israel memulai pertempuran pada 1967 dengan suatu serangan mendadak atas Mesir. Sekali lagi, seperti pada 1956, orang-orang Israel memperdaya Amerika Serikat. Menteri Luar Negeri Abba Eban secara pribadi meyakinkan Duta Besar AS untuk Israel Walworth Barbour bahwa Mesirlah yang pertama kali menyerang.3 Namun sejak perang berkobar, para pemimpin Israel --tidak seperti banyak pendukungnya di Amerika Serikat4-- secara terbuka telah mengakui bahwa yang menyerang adalah Israel dan, lebih-lebih lagi, bahwa Israel tidak menghadapi ancaman langsung bagi eksistensinya.

Menachem Begin, perdana menteri pada 1982, mengatakan bahwa perang 1967 adalah salah satu "pilihan," bahwa "kami putuskan untuk menyerangnya [Presiden Mesir Gamal Abdel Nasser]." Ezer Weizman, bapak angkatan udara Israel dan di kemudian hari menjadi menteri pertahanan, mengatakan pada 1972 bahwa "tidak ada ancaman kehancuran" dari orang-orang Arab. Jenderal Mattityahu Peled, mantan anggota staf umum yang kemudian menjadi penyokong perdamaian, berkata pada 1972: "Menyatakan bahwa angkatan bersenjata Mesir yang terkumpul di perbatasan-perbatasan kita akan dapat mengancam eksistensi Israel bukan hanya merupakan hinaan bagi pikiran waras setiap orang yang mampu menganalisis situasi semacam ini, melainkan juga hinaan bagi Zahal [angkatan bersenjata Israel]." Dan Kepala Staf Yitzhak Rabin berkata pada 1968: "Saya tidak percaya bahwa Nasser menginginkan perang. Dua divisi yang dikirimnya ke Sinai pada 14 Mei tidak akan memadai untuk melepaskan serangan melawan Israel. Dia tahu itu dan kami pun tahu."5

David Ben-Gurion berkata dia "sangat meragukan apakah Nasser ingin berperang."6 Lagi pula dinas rahasia Amerika Serikat telah menyimpulkan sesaat sebelum perang bahwa Israel tidak menghadapi ancaman dekat dan bahwa jika diserang Israel dapat dengan cepat mengalahkan setiap negara Arab atau gabungan negara-negara Arab.7

Anggota kabinet Israel Mordecai Bentov mengungkapkan pada 1972 bahwa "seluruh cerita" Israel tentang "bahaya pembasmian" itu "hanya dibuat-buat dan dibesar-besarkan untuk membenarkan pencaplokan wilayah-wilayah Arab yang baru."8
OMONG KOSONG

"GOI [Pemerintah Israel] tidak, kami ulangi lagi: tidak, mempunyai niat untuk mengambil keuntungan dari situasi itu untuk memperluas wilayahnya." --Walworth Barbour, duta besar AS untuk Israel, 19679

FAKTA

Dalam dua hari sejak dimulainya perang, pasukan Israel berhasil merebut Kota Tua Jerusalem dari Yordania. Para pemimpin Israel dengan segera menyatakan bahwa mereka tidak akan melepaskan kota itu. Shlomo Goren, rabbi kepala Ashkenazi dari Pasukan Pertahanan Israel, tiba di Tembok Ratapan dalam waktu setengah jam dan menyatakan: "Saya, Jenderal Shlomo Goren, rabbi kepala dari Pasukan Pertahanan Israel, telah datang ke tempat ini dan tidak akan pernah meninggalkannya lagi."10 Menteri Pertahanan Moshe Dayan juga tiba, dan berkata: "Kita telah menyatukan Jerusalem, ibukota Israel yang terbagi. Kita telah kembali ke tempat paling suci dari tempat-tempat suci kita, dan tidak akan pernah berpisah lagi dengannya."11 Menjelang berakhirnya pertempuran dalam waktu enam hari, pasukan Israel telah membanjiri seluruh Semenanjung Sinai, Tepi Barat dan Jalur Gaza, dan Dataran Tinggi Golan milik Syria. Wilayah yang direbut meningkatkan kontrol Israel atas tanah dari semula 5.900 mil persegi yang diserahkan padanya dalam Rencana Pembagian PBB tahun 1947 menjadi 20.870 mil persegi.12 Meskipun pada awalnya Israel berjanji bahwa ia tidak berusaha untuk meluaskan wilayah, dengan segera ia bertindak dengan mengusir orang-orang Palestina dan mendirikan pemukiman Yahudi di wilayah-wilayah pendudukan, termasuk Jerusalem Timur Arab.13
OMONG KOSONG

"Jangan lupa bahwa kami netral dalam kata-kata, pikiran, dan perbuatan." --Eugene Rostow, wakil menteri luar negeri, 196714

FAKTA

Pernyataan menyindir dari Eugene Rostow disambut dengan senyum pengertian oleh para pejabat AS sebab Amerika Serikat tidak pernah sama sekali bersikap netral dalam perang 1967. Pemerintahan Johnson sepenuhnya pro Israel. Dengan demikian ketika juru bicara Kementerian Luar Negeri Robert McCloskey mengucapkan kembali kepada media kata-kata Rostow menyangkut kenetralan pada hari pertama berlangsungnya perang, para wartawan tidak ada yang percaya. Penegasan semacam itu, jika ditanggapi secara serius, merupakan suatu berita besar dan Associated Press dengan segera mengirim sebuah buletin khusus lewat kawat.15

Reaksi terhadap pernyataan Rostow di kalangan orang-orang Amerika pendukung Israel adalah geram. Penulis pidato presiden John Roche begitu marah sehingga dia mengirim sebuah memo langsung kepada presiden untuk mengajukan protes, "Saya sangat terkejut ketika menyadari bahwa ada suatu sentimen rahasia untuk mencium pantat Arab... Konsekuensi dari usaha untuk 'berbicara manis' dengan orang-orang Arab adalah mereka jadi sangat muak pada kita-dan kita membuat dukungan Yahudi di Amerika Serikat menjadi asing."16

Dukungan kuat dari para penyokong Israel dalam pemerintahan Johnson menjadi tampak mencolok sejak hari-hari pertama perang itu.17 Dalam laporan ringkas Kementerian Luar Negeri tentang hari pertama pertempuran itu, penasihat kemanan nasional Walt Rostow, saudara lelaki Eugene, dengan sembrono menulis dalam sebuah Surat pengantar: "Bersama ini saya sertakan penjelasan, dengan sebuah peta, tentang serangan hari pertama."18

Dalam kenyataannnya, hubungan antara Amerika Serikat di bawah Presiden Johnson dan Israel demikian dekatnya sehingga kebijaksanaan yang diambil sering kali dikoordinasikan dengan Israel dengan mengorbankan orang-orang Arab. McGeorge Bundy, yang bekerja sebagai penasihat khusus presiden, menyinggung tentang kedekatan kedua negara itu dalam sebuah memorandum untuk Johnson di tengah berlangsungnya perang ketika dia menyarankan agar presiden menyampaikan pidato untuk "menekankan bahwa kewajiban untuk memastikan kekuatan Israel dan menstabilkan wilayah Timur tengah merupakan kewajiban bagi bangsa-bangsa di wilayah tersebut. Inilah doktrin Lyndon B. Johnson dan doktrin Israel yang baik, dan karenanya juga merupakan doktrin yang baik untuk diumumkan."19

Kedekatan kedua negara itu telah menimbulkan kecurigaan bahwa Johnson beserta para pejabat bawahannya telah memberikan "lampu hijau" pada keinginan Israel untuk melancarkan perang. Penjelasan yang masuk akal adalah bahwa AS berkeinginan, bersama Israel, untuk menjatuhkan Presiden Mesir Gamal Abdel Nasser. Namun Nasser, meskipun merupakan pengganggu, bukanlah tokoh yang menjadi pemikiran utama di Washington, di mana perang yang semakin hebat berkecarnuk di Vietnam menyedot seluruh perhatian. Lebih-lebih, tidak tampak adanya kolusi.

Tetapi tidak ada keraguan bahwa Johnson setidak-tidaknya memberikan isyarat bagi diterimanya keputusan Israel untuk berperang, bahkan jika dia tidak secara aktif mendorongnya dengan semacam rencana kolusif. Ahli Timur Tengah William Quandt, mantan anggota Dewan Keamanan Nasional di bawah Presiden Carter, menyelidiki semua bukti yang ada sepanjang seperempat abad sejak terjadinya perang dan menyirnpulkan dalam sebuah telaah pada 1992: "Dengan adanya semua informasi ini, sekarang menjadi mungkin untuk memutuskan perdebatan lampu merah versus lampu hijau. Kedua pandangan itu sama-sama tidak akurat dalam hal-hal yang penting." Quandt menyimpulkan bahwa Presiden Johnson berusaha untuk menghalangi Israel agar tidak melancarkan perang pada bulan Mei --"lampu merah"-- namun kemudian menyadari bahwa Amerika Serikat tidak berdaya untuk mencegah Israel yang sudah berbulat tekad itu agar tidak menjalankan kebijaksanaannya sendiri. Pada tahap ini pemerintah memberikan pada Israel "lampu kuning," yang berarti, dalam kata-kata Quandt, "Presiden menyetujui tanpa bantahan keputusan Israel untuk memulai perang lebih dulu." Tambah Quandt: "Pendeknya, pada hari-hari yang menentukan sebelum Israel mengambil keputusan untuk berperang, lampu dari Washington beralih dari merah ke kuning. Lampu itu tidak pernah berubah menjadi hijau, tetapi kuning sudah cukup bagi orang-orang Israel untuk mengetahui bahwa mereka dapat beraksi tanpa mengkhawatirkan reaksi Washington."20

Sebuah contoh jelas tentang bagaimana para pejabat AS dan Israel bekerja sama selama perang itu terjadi di Perserikatan Bangsa-Bangsa. Duta Besar Israel untuk PBB, Gideon Rafael, ingat bahwa Duta Besar AS Arthur Goldberg "sangat khawatir tentang Israel dan ekuasi militernya." Goldberg memanggil Rafael dan bertanya: "Gideon, apa yang kau ingin kulakukan?"21 Rafael berkata bahwa yang dibutuhkan Israel adalah waktu untuk menghindar agar Dewan Keamanan tidak mengeluarkan resolusi gencatan senjata sementara pasukan Israel tengah mencatat kemenangan dramatis pada hari-hari pertama perang. Untuk mencapai tujuan ini, dia ingin Goldberg menghindari pertemuan dengan rekannya dari Soviet, Nikolai Federenko. Rafael mengatakan pada Goldberg: "Kau tidak boleh terlalu mudah ditemui selama beberapa hari mendatang." Dan Goldberg menurut.22
OMONG KOSONG

"Dapat disimpulkan secara jelas dan tanpa sangsi dari bukti-bukti dan dari perbandingan antara catatan-cacatan harian perang bahwa serangan atas USS Liberty bukanlah suatu kejahatan; tidak ada kealpaan kriminal dan serangan itu dilakukan semata-mata karena kesalahan yang tidak disengaja." --Pernyataan pemerintah Israel, 196723

FAKTA

Pada suatu Siang yang cerah tanggal 8 Juni, tanpa adanya pertempuran yang berlangsung di dekatnya, pesawat-pesawat perang dan perahu-perahu torpedo Israel berulang kali menyerang kapal intelijen AS Liberty di pantai Sinai, membunuh 34 awak kapalnya dan mencederai 171 orang. Dalam serangan itu digunakan napalm, roket-roket, senjata-senjata mesin, dan torpedo. Serangan itu sebelumnya didahului dengan upaya pengintaian oleh pesawat-pesawat Israel selama setidak-tidaknya lima setengah jam, pada waktu kapal itu mengibarkan bendera baru yang melambai bebas diterpa angin sepoi.24

Meskipun selama tahun-tahun itu Israel tetap berkeras bahwa kasus tersebut merupakan suatu kekeliruan identitas dan suatu kecelakaan, banyak bukti yang dengan kuat mendukung tuduhan bahwa Israel sengaja menyerang kapal intelijen itu, sebab ia khawatir Liberty akan memonitor persiapan-persiapan Israel untuk menyerang Dataran Tinggi Golan pada hari berikutnya. Pemerintahan Johnson menerima pernyataan Israel bahwa serangan itu adalah akibat identifikasi yang keliru. Bahkan bertahun-tahun kemudian, Johnson selalu mengelak untuk membicarakan kejadian itu, dengan menyatakan dalam memoarnya bahwa hanya ada sepuluh orang yang meninggal dalam serangan tersebut.25 Itu adalah indikasi jelas bagaimana Johnson berkolusi dengan Israel.

Hingga 1991, orang-orang yang selamat dalam serangan itu menuduh pemerintah AS masih selalu menutup-nutupi peran Israel. Tulis James Ennes, seorang letnan yang berjaga di atas anjungan pada hari terjadinya serangan itu: "Selubung resmi yang dipasang untuk menutupi cerita ini masih sama kuatnya dengan yang digunakan pertama kali dulu." Dan tetap demikian meskipun dalam kenyataannya para mantan pejabat seperti Menteri Luar Negeri Dean Rusk dan Pemimpin Gabungan Kepala Staf Laksamana Thomas Moore telah menulis catatan yang menyalahkan Israel karena menyerang Liberty secara sengaja.

Kata-kata Rusk dalam memoarnya: "Saya tidak pernah puas dengan penjelasan Israel... Saya tidak percaya pada mereka waktu itu, dan saya tidak mempercayai mereka hingga hari ini. Serangan itu sungguh kotor." Simpul Ennes: "Namun, meskipun ada pendapat-pendapat kuat dari para pemimpin, tidak ada satu pejabat pun yang masih duduk dalam pemerintahan pernah melakukan usaha yang nyata untuk meluruskan catatan itu."26

Baru pada 8 Juni 1991 orang-orang yang selamat itu akhirnya mendapatkan tanda penghargaan dari presiden yang ditandatangani oleh Johnson pada 1967 namun baru diserahkan pada waktu itu.27 Lalu pada 6 November 1991, kolumnis Rowland Evans dan Robert Novak akhirnya mengetahui bahwa kedutaan besar AS di Beirut telah menangkap saluran radio Israel di mana pilot Israel melaporkan: "Itu sebuah kapal Amerika." Komando Israel mengabaikan laporan itu dan memerintahkan pilot untuk melancarkan serangan. Evans dan Novak menyimpulkan bahwa Israel menyerang "sebab Liberty akan dapat mendengar setiap kata dalam komunikasi antara markas besar IDF dan unit-unit Israel yang tengah bersiap-siap untuk menyerang Syria." Serangan Israel ke Dataran Tinggi Golan berlangsung pada hari berikutnya setelah Israel membungkam Liberty. Laporan itu dikonfirmasi oleh Dwight Porter, yang menjadi duta besar Amerika untuk Lebanon pada waktu itu.28 Dengan demikian, setelah dua puluh empat tahun, kebenaran akhirnya muncul.
Catatan kaki:

1 Cockburn, Dangerous Liaison, 145.

2 Eban, "Statement to the General Assembly by Foreign Minister Eban,19 June 1967," dikutip dalam Medzini, Israel's Foreign Relations, 2: 803.

3 William B. Quandt, "Lyndon Johnson and the June 1967 War: What Color Was the Light?" The Middle East Journal, Musim Semi 1992.

4 John Law, "A New Improved Myth;" Middle East International, 12 Juli 1991.

5 Semua kutipan dalam paragraf ini berasal dari Cockburn, Dangerous Liaison, 153-54. Juga lihat Richard B. Parker, "The June War: Whose Conspiracy?" Journal of Palestine Studies, Musim Panas 1992; Nakhleh, Encyclopedia of the Palestine Problem, 897.

6 Rabin, Rabin Memoirs, 75. Juga lihat Sheldon L. Richman, "'Ancient History:' U.S. Conduct in the Middle East since World War II and the Folly of Intervention;' pamflet Cato Institute, 16 Agustus 1991, 20.

7 Neff, Warriors for Jerusalem, 140.

8 Quigley, Palestine and Israel, 170.

9 Kedutaan besar Tel Aviv untuk Kementerian Luar Negeri, telegram 3928 (rahasia), 5 Juni 1967 (diungkapkan pada 13 Desember 1982), dikutip dalam Green, Taking Sides, 218-19.

10 Moskin, Among Lions, 308.

11 Neff, Warriors for Jerusalem, 233.

12 Nyrop, Israel, xix. Juga lihat Epp, Whose Land Is Palestine? 185; Foundation for Middle East Peace, Report on Israeli Settlement in the Occupied Territories, Juli 1991.

13 Halabi, The West Bank Story, 35-36. Juga lihat Hirst, "Rush to Annexation: Israel in Jerusalem," Journal of Palestine Studies, Musim Panas 1974; Neff, Warriors for Jerusalem, 289-90.

14 Neff, Warriors for Jerusalem, 213; Bar-Zohar, Embassies in Crisis, 220.

15 Neff, Warriors for Jerusalem, 213.

16 Roche pada Presiden, "EYES ONLY memorandum," 6 Juni 1967, Johnson Library, dikutip dalam Neff, Warriors for Jerusalem, 222.

17 Neff, Warriors for Jerusalem, 213.

18 Rostow untuk Presiden, 5 Juni 1967 (rahasia).

19 Bundy kepada Presiden, memorandum, "The 6: 30 Meeting," jam 6: 15 pagi, 9 Juni 1967, Johnson Library, dikutip dalam Neff, Warriors for Jerusalem, 273.

20 Quandt, "Lyndon Johnson and the June 1967 War."

21 Moskin, Among Lions, 117-19.

22 Ibid., 119.

23 Ennes, Assault on the Liberty, 156-57.

24 Ibid., 52-53.

25 Johnson, The Vantage Point, 300.

26 James M. Ennes, Jr., "Victims of 1967 Attack Honored, Israeli Motives Still Uninvestigated," Washington Report on Middle East Affairs, Mei/Juni 1991.

27 Bill McAllister, Washington Post, 15 Juni 1991.

28 Rowland Evans dan Robert Novak, Washington Post, 6 November 1991.
keroncong
keroncong
KAPTEN
KAPTEN

Male
Age : 70
Posts : 4535
Kepercayaan : Islam
Location : di rumah saya
Join date : 09.11.11
Reputation : 67

Kembali Ke Atas Go down

kumpulan fakta kemunafikan israel & Yahudi Empty Re: kumpulan fakta kemunafikan israel & Yahudi

Post by keroncong Fri Oct 05, 2012 7:02 am

KRISIS SUEZ 1956



Dalam Krisis Suez 1956, Israel, Inggris, dan Perancis bersekongkol secara rahasia untuk melanggar hukum internasional dengan menyerang Mesir dengan tujuan menjatuhkan sang pemimpin muda, Gamal Abdel Nasser.1 Meskipun ketiga negara itu bersahabat dengan Amerika Serikat, mereka menyembunyikan rencana mereka dari Washington. Ketika Presiden Dwight D. Eisenhower akhirnya mengetahui niat mereka, dia melancarkan tekanan diplomatik yang sangat keras sehingga mereka menghentikan serangan dan menyerahkan wilayah Mesir yang telah mereka rebut. Aksi militer itu dimulai pada 29 Oktober dan berakhir pada 7 November 1956.
OMONG KOSONG

"Bukan Israel yang berusaha untuk mengurung Mesir dengan sebuah cincin baja." --Pernyataan Perdana Menteri Israel, 19562

FAKTA

Pasukan Israel bergerak menuju Semenanjung Sinai pada 29 Oktober 1955, untuk memulai serangan terhadap Mesir yang direncanakan bersama secara rahasia dengan Inggris dan Perancis. Untuk menyembunyikan niatnya dari Perserikatan Bangsa-Bangsa, Israel memerintahkan duta besarnya di Washington, Abba Eban, untuk meyakinkan para pejabat AS bahwa digerakkannya pasukan Israel adalah "akibat 'masalah-masalah keamanan' dan menekankan bahwa tidak ada kaitan antara apa yang tengah mereka kerjakan dengan konflik antara kekuatan-kekuatan lain [Inggris dan Perancis] dengan Mesir."3

Pada saat yang sama pasukan Israel sedang menyerang Sinai. Ketika Presiden Eisenhower mendengar kebenaran serangan pengecut Israel, dia berkata pada menteri luar negerinya, John Foster Dulles: "Foster, kau bilang pada mereka... kita akan menerapkan sanksi-sanksi, kita akan menghadap Perserikatan Bangsa-Bangsa, kita akan melakukan apa saja yang dapat kita lakukan untuk menghentikannya." Di kemudian hari Eisenhower mengenang: "Kami hanya mengatakan pada orang-orang Israel bahwa jika mereka mengharapkan dukungan kami di Timur Tengah dan mempertahankan posisi mereka, mereka harus berkelakuan baik... Kami langsung menuju sasaran dan mulai menekan mereka."4

Krisis Suez meledak tepat ketika kampanye pemilihan kembali Eisenhower usai. Pada malam serangan Israel, sekelompok tokoh terkemuka Partai Republik menemuinya, khawatir bahwa Eisenhower mungkin akan tergoda untuk menggunakan pasukan AS untuk mengusir Israel keluar sebab mereka telah "melakukan serangan yang tidak dapat dimaafkan."5 Para politisi itu khawatir bahwa reaksi bagi oposisi Eisenhower di kalangan para partisan Israel di Amerika Serikat akan menjadi sangat besar sehingga dia akan kalah dalam pemilihan. Komentar Eisenhower: "Saya pikir emosi telah menyelubungi penilaian baik mereka."6 Hari berikutnya Eisenhower memerintahkan diusulkannya sebuah resolusi pada Dewan Keamanan PBB untuk mengadakan gencatan senjata dan penarikan pasukan Israel. Minggu berikutnya, dia berhasil menekan Inggris, Perancis, dan Israel untuk menghentikan serangan-serangan mereka terhadap Mesir, dan dengan mudah memenangkan pemilihan.
OMONG KOSONG

"Ketentuan-ketentuan gencatan senjata antara Israel dan Mesir tidak lagi mengandung keabsahan." --David Ben-Gurion, perdana menteri Israel, 19567

FAKTA

Pasukan Israel telah menyapu hampir tanpa rintangan seluruh Semenanjung Sinai hingga Terusan Suez dan ke selatan hingga Sharm el-Sheikh, dan merampungkan penaklukan mereka atas wilayah Mesir dalam waktu kurang dari seminggu, sementara Mesir menghadapi serangan-serangan serentak dari Inggris dan Perancis. Pada 7 November pemimpin Israel David Ben-Gurion menyatakan: "Persetujuan gencatan senjata dengan Mesir telah mati dan terkubur dan tidak dapat dihidupkan kembali."8 Pernyataan.Ben-Gurion bahwa gencatan senjata 1949 dengan Mesir telah batal memberi isyarat pada Presiden Eisenhower bahwa Israel berusaha mempertahankan wilayah yang telah direbutnya dengan paksa dari Mesir.

Eisenhower segera menulis pesan pribadi kepada Ben Gurion untuk mengungkapkan "keprihatinannya yang mendalam" dan memperingatkan: "Setiap keputusan [untuk menduduki Sinai] hanya akan mengundang kecaman atas Israel sebagai pelanggar prinsip-prinsip serta ketentuan-ketentuan Perserikatan Bangsa-Bangsa."9 Untuk memberi tekanan pada pesan Eisenhower, Wakil Menteri Luar Negeri Herbert Hoover Jr., memanggil wakil Israel di Washington dan memperingatkan bahwa Amerika Serikat siap untuk melancarkan aksi serius melawan Israel, termasuk "penghentian semua bantuan swasta dan pemerintah Amerika Serikat, sanksi-sanksi Perserikatan Bangsa-Bangsa dan pengeluaran dari keanggotaan Perserikatan Bangsa-Bangsa. Saya berbicara dengan sangat serius dan mendesak."10

Pada hari yang sama, 7 November, Majelis Umum PBB, dalam pemungutan suara 65 berbanding satu, menuntut agar pasukan asing meninggalkan Sinai.11 Israel tidak mendapatkan suara, namun tetap menolak untuk menarik pasukannya, bahkan setelah Majelis Umum mengeluarkan resolusi lain pada Februari 1957 "yang menyesalkan" penolakan Israel untuk mundur.12

Kesabaran Eisenhower mulai menipis pada 11 Februari. Dia mengirim pesan lain kepada Ben-Gurion, menuntut penarikan mundur pasukan Israel "dengan segera dan tanpa syarat" dari Gaza. Lagi-lagi Ben-Gurion menolak.13

Pada 20 Februari, Eisenhower sudah tidak tahan lagi. Dia mengirim sebuah pesan keras kepada Ben-Gurion yang berisi peringatan bahwa Amerika Serikat akan mendukung sanksi-sanksi terhadap Israel dan bahwa sanksi-sanksi semacam itu akan mencakup bukan hanya pelarangan bantuan pemerintah tetapi juga sumbangan-sumbangan pribadi yang diberikan oleh individu-individu. Pada malam yang sama dia tampil di layar televisi nasional untuk mengemukakan kasusnya melawan Israel: "Saya yakin bahwa demi perdamaian Perserikatan Bangsa-Bangsa tidak mempunyai pilihan lain kecuali melancarkan tekanan pada Israel agar mematuhi resolusi-resolusi penarikan mundur itu."14

Ben-Gurion menyebut tuntutan-tuntutan Eisenhower "keadilan yang sesat."15 Namun di bawah pengaruh ancaman-ancaman seperti itu akhirnya pasukan Israel ditarik dan krisis Suez segera berakhir. Israel telah dipaksa oleh Amerika Serikat untuk menyerahkan wilayah yang dicaploknya.
OMONG KOSONG

"Tindakan Amerika Serikat dalam Krisis Suez 1956 patut disesalkan." --Henry Kissinger, menteri luar negeri,197916

FAKTA

Meskipun mendapat kecaman dari Israel dan para pendukungnya, Eisenhower dan Amerika Serikat tampil dalam Krisis Suez dengan otoritas moral dan gengsi tinggi di mata dunia. Penulis biografi Eisenhower, Stephen E. Ambrose, mencatat: "Desakan Eisenhower tentang keutamaan PBB, kewajiban-kewajiban dalam perjanjian, dan hak-hak semua bangsa memberikan pada Amerika Serikat nilai tinggi dalam opini dunia yang belum pernah dicapainya sebelumnya... Diusulkannya resolusi [gencatan senjata] Amerika pada PBB, sesungguhnya, merupakan salah satu momen paling besar dalam sejarah PBB."17

Melesatnya gengsi Amerika di Perserikatan Bangsa-bangsa segera menjadi nyata. Duta besar AS untuk PBB, Henry Cabot Lodge, menelepon presiden dan melaporkan: "Belum pernah terjadi sebelumnya gemuruh tepuk tangan diberikan bagi kebijaksanaan presiden. Sungguh sangat spektakuler." Dari Kairo, Duta Besar Raymond Hare mengirim kawat: "AS tiba-tiba tampil sebagai pahlawan hak-hak asasi yang sejati."18 Hampir empat dasawarsa kemudian, para ahli sejarah menganggap penanganan Eisenhower atas krisis itu sebagai nilai tinggi dalam masa kepresidenannya. Hal itu mendukung otoritas dan pendirian moral Perserikatan Bangsa-Bangsa dan cita-cita Amerika Serikat.
Catatan kaki:

1 Neff, Warriors at Suez, 342-46. Juga lihat entri buku harian Ben-Gurion dalam S.I. Troen dan M. Shemesh, peny., The Suez-Sinai Crisis: Retrospective and Reappraisal (London: Frank Cass, 1990), 305-15.

2 Neff, Warriors at Suez, 364.

3 Ibid. 4 Love, Suez, 503. 5 Eiwnhower, Waging Peace, 74

6 Ibid.

7 Eban, An Outobiography, 229.

8 Ibid.

9 Love, Suez, 639.

10 Neff, Warriors at Suez, 416.

11 Resolusi 1002 (ES-1); teks itu terdapat dalam Tomeh, United Nations Resolutions on Palestine and the Arab-Israeli Conflict, 1: 34.

12 Resolusi 1124 (XI); teks itu terdapat dalam Tomeh, United Nations Resolutions on Palestine and the Arab-Israeli Conflict, 1: 39.

13 Neff, Warriors at Suez, 416.

14 Love, Suez, 666.

15 Ibid.

16 Kissinger, White House Years, 347.

17 Ambrose, Eisenhower, 361.

18 Neff, Warriors at Suez, 417.
keroncong
keroncong
KAPTEN
KAPTEN

Male
Age : 70
Posts : 4535
Kepercayaan : Islam
Location : di rumah saya
Join date : 09.11.11
Reputation : 67

Kembali Ke Atas Go down

kumpulan fakta kemunafikan israel & Yahudi Empty Re: kumpulan fakta kemunafikan israel & Yahudi

Post by keroncong Fri Oct 05, 2012 7:06 am

ISRAEL DAN DUNIA KETIGA

Israel mempunyai hubungan aktif dengan negara-negara Dunia Ketiga, terutama karena penjualan-penjualan peralatan militernya yang gencar dan ikatan kuatnya dengan Amerika Serikat, yang ingin dimanfaatkan oleh negara-negara kecil. Israel kadang-kadang juga bertindak sebagai wakil Amerika Serikat dalam aktivitas-aktivitas dimana Washington ingin menyembunyikan keterlibatannya. Sebuah contoh dramatis adalah masalah Iran-Contra di mana Israel mengapalkan senjata-senjata ke Iran dan keuntungan-keuntungannya digunakan untuk membiayai para gerilyawan Contra di Nikaragua yang bertentangan dengan larangan-larangan Kongres.
OMONG KOSONG

"Kami tidak menjual senjata-senjata ke Iran... Laporan-laporan itu sama sekali tidak berdasar." --Shimon Peres, perdana menteri Israel, 19861

FAKTA

Hubungan Israel dengan Iran terus berlanjut bahkan setelah perebutan kekuasaan oleh Ayatullah Ruhullah Khomeini pada 1979. Meskipun hubungan itu mendingin di bawah kebijaksanaan Khomeini yang anti-Zionis, Israel terus memasok Iran dengan peralatan militer. Tidak ada kesangsian bahwa Israel bekerja atas persetujuan Washington.

Penghinaan akibat penyanderaan yang dilakukan Iran atas lima puluh dua orang Amerika pada akhir 1979 (dan penahanan mereka hingga akhir masa kepresidenannya pada Januari 1981) membuat Presiden Jimmy Carter menjatuhkan embargo penjualan senjata ke Iran. Pemerintah Reagan yang baru diangkat secara resmi meneruskan embargo tersebut, namun selama masa kepresidenan Reagan, Israel mengirimkan sejumlah besar materi ke Iran. Meskipun secara resmi Israel menyangkal pada 1986 melalui Perdana Menteri Peres, para pejabat Israel lainnya berulang kali menyatakan secara terbuka bahwa pengapalan dilakukan dengan persetujuan Washington. Pemerintah Reagan pada waktu itu menyangkal persetujuan semacam itu.2

Tetapi, ketika The New York Times melaporkan pada 1991 bahwa pemerintah Reagan telah secara diam-diam mengizinkan Israel untuk menjual senjata-senjata buatan AS senilai beberapa milyar dollar ke Iran sejak musim semi 1981, Menteri Luar Negeri James Baker pada dasarnya membenarkan cerita itu dengan mengatakan bahwa Amerika Serikat "kemungkinan besar telah" menyetujui penjualan-penjualan semacam itu namun dia tidak mengetahui seluk-beluknya.3 Wartawan Times Seymour M. Hersh mengatakan dia tidak dapat menemukan mantan pejabat Reagan yang dapat mengemukakan dasar pemikiran dari kebijaksanaan itu.4

Ada beberapa kemungkinan. Penelanjangan persekongkolan dengan segera menyatakan pengaturan itu sebagai bukti dari apa yang dinamakan persekongkolan Kejutan Oktober. Menurut beberapa kritikus, ini merupakan rencana dari para pejabat kampanye Reagan yang secara rahasia menjanjikan Iran pasokan senjata sebagai pertukaran untuk tidak dibebaskannya para sandera tersebut hingga setelah pemilihan presiden tahun 1991. Persekongkolan itu, dikatakan, didorong oleh kekhawatiran para pendukung Reagan bahwa pembebasan para sandera di bulan Oktober akan meningkatkan kesempatan Carter untuk dipilih kembali. Persekongkolan semacam itu sama sekali tidak dapat dibuktikan, namun godaan dari potongan-potongan bukti itu mendorong diadakannya penyelidikan resmi.5

Tetapi masih ada penjelasan-penjelasan lain, terutama yang melibatkan hubungan erat Israel dengan Iran.

Yang paling utama, Iran telah lama menjadi negara kunci dalam "strategi batas luar" Israel. Ini adalah rencana strategis Israel yang dikembangkan pada akhir 1940-an dan awal 1950-an untuk menghadapi negara-negara Arab dengan jalan menciptakan hubungan persahabatan dengan negara-negara non-Arab di ujung-ujung Timur Tengah Arab dan dengan kelompok-kelompok minoritas di wilayah itu. Dalam pengertian luas, strategi itu menuntut dukungan Israel bagi setiap kelompok minoritas seperti bangsa Kurdi, Druze, dan Maronit di dalam wilayah Timur Tengah dan, di pinggirannnya, negara-negara seperti Ethiopia, Turki dan, yang terpenting, Iran.6

Akibat strategi ini, Iran menjadi negara Muslim pertama yang memberikan pengakuan de facto atas Israel pada 1950. Selama bertahun-tahun hubungan itu menjadi sangat erat: Iran menjadi salah satu pemasok utama minyak Israel, dan Israel bergabung dengan Amerika Serikat pada awal 1970-an membantu Shah Iran mengganggu stabilitas Irak dengan jalan mendukung bangsa Kurdi.7

Hubungan erat Israel dengan Iran terutama dimaksudkan untuk membuat Irak lemah dan perhatiannya dialihkan dari konflik Arab-Israel. Sebagaimana ditulis oleh kolumnis Ha'aretz S. Schweitzer: "Iran membuat rusuh kamp Arab dan menetralkan salah satu musuh potensial kita yang paling kuat dan sengit, Irak... Ada kebenaran dalam hukum-hukum geopolitik: siapa pun yang memerintah Teheran menjadi, mau tak mau, sekutu dari siapa pun yang memerintah Jerusalem. "8

Israel khawatir Irak akan mengalihkan perhatiannya dari Teluk Persia dan mengarahkan mesin militernya yang sangat kuat ke Israel. Sebagaimana dicatat oleh Menteri Pertahanan Israel Yitzhak Rabin pada 1988, jika Irak mengirimkan setengah saja dari tank-tank perangnya ke Yordania dan Syria untuk melawan Israel, negara Yahudi itu akan menghadapi di garis depan timurnya lebih banyak tank daripada yang digerakkan NATO di Eropa.9 Dengan demikian, meskipun rezim baru Syi'ah Iran di bawah Ayatullah Khomeini secara terbuka bersikap anti-Zionis, Israel tetap memandang Iran yang kuat sebagai pihak yang dapat memenuhi kepentingan-kepentingan Israel dalam tahun-tahun mendatang.

Para pemimpin Israel berulang kali berusaha mempengaruhi kebijaksanaan AS agar menjauhi Irak dan mendekati Iran pada 1980-an.10 Usaha ini dapat membantu menjelaskan mengapa Israel begitu tertarik untuk mempromosikan apa yang kemudian dikenal sebagai skandal Iran-Contra pada pertengahan 1980-an di mana pemerintah Reagan menjual senjata-senjata ke Irak melalui Israel. Peranan sebagai perantara yang demikian penting menguatkan pengaruh Israel di Teheran, mengobarkan perang antara Iran dan Irak, yang dipandang Israel dari sudut kepentingan-kepentingan nasionalnya, dan melestarikan bisnis yang sangat menguntungkan.11

Bahkan setelah terbongkarnya skandal Iran-Contra, Menteri Pertahanan Rabin pada 1987 secara terbuka mengecam kebijaksanaan AS yang terlalu bergantung pada dukungan Irak. Rabin menuduh bahwa bantuan AS untuk Irak dan negara-negara Arab di wilayah teluk telah mengakibatkan Uni Soviet menjadi "satu-satunya adidaya yang dapat berbicara kepada dua pihak dalam perang, sementara Amerika Serikat tidak dapat melakukannya." Rabin mengatakan bahwa Iran sekarang adalah musuh Israel, sambil menambahkan: "Tetapi pada saat yang sama, izinkan saya untuk mengatakan bahwa selama dua puluh delapan atau tiga puluh tujuh tahun Iran adalah sahabat Israel. Jika itu dapat berlangsung selama dua puluh delapan tahun... mengapa gagasan gila mengenai fundamentalisme Syi'ah ini tidak dapat enyah?"12

Alasan terakhir bagi Israel untuk memasok senjata-senjata ke Iran di tengah embargo senjata AS adalah dalam kaitannya dengan komunitas Yahudi di sana. Ada sekitar tujuh puluh ribu orang Yahudi di Iran, yang kebanyakan lari pada beberapa bulan pertama revolusi Khomeini. Namun setidak-tidaknya masih tinggal tiga puluh ribu orang, dan Israel berusaha melindungi mereka dengan jalan berbaik-baik dengan Teheran.13
OMONG KOSONG

"Negara-negara hitam Afrika tidak memutuskan hubungan dengan Israel disebabkan oleh pemikiran-pemikiran mengenai rasisme; kebanyakan merusak ikatan mereka dengan negara Yahudi itu karena adanya tekanan dari negara-negara Arab penghasil minyak pada 1973." --AIPAC,199214

FAKTA

Hari-hari penuh persahabatan antara Israel dengan Afrika sub-Sahara hanya berlangsung singkat, dan berakhirnya hubungan itu sangat erat kaitannya dengan kebijaksanaan-kebijaksanaan agresif Israel dan juga dengan uang minyak Arab.

Periode persahabatan dimulai pada 1956 dengan dijalinnya hubungan diplomatik dengan Etiopia. Dengan segera terjalin pula hubungan-hubungan resmi antara Israel dengan sebagian besar negara yang baru merdeka dari penjajahan itu. Tetapi pada pertengahan 1960-an kekecewaan terhadap kebijaksanaan-kebijaksaan agresif Israel terhadap tetangga-tetangga Arabnya dan persekutuannya yang tidak terlalu dirahasiakan dengan CIA, mulai tumbuh di Afrika. CIA dilaporkan telah membayar Israel sebanyak $80 juta pada 1960-an untuk "melakukan penetrasi politik ke negara-negera yang baru mereka di benua hitam Afrika."15 Sejak 1966, Konferensi Solidaritas Tiga Benua di Havana mengeluarkan suatu resolusi anti-Israel yang sangat kuat, termasuk kecaman terhadap bantuan teknis Israel (yang didukung oleh CIA) sebagai suatu bentuk imperialisme.16

Semua kecuali tiga negara Afrika telah memutuskan ikatan mereka dengan Israel pada 1976.17 Perkecualian itu adalah Malawi, Swaziland, dan Lesotho. Dua yang terakhir ini merupakan protektorat dari Afrika Selatan.18

Perpecahan dengan Israel dimulai sebelum embargo minyak Arab tahun 1973. Pemutusan ikatan itu benar-benar dimulai pada 1972. Pada waktu itu para diplomat Israel secara lebih tepat mengemukakan alasan-alasannya sebagai "radikalisasi dari benua Afrika dan semakin besarnya kekecewaan yang tumbuh pada dunia Barat di kalangan banyak pemimpin Afrika."19 Ada alasan-alasan lain yang lebih mendesak dan khusus. Negara-negara Dunia Ketiga yang bermunculan mulai mengakui perlakuan Israel yang menindas terhadap bangsa Palestina. Setelah perang 1967, Israel tampak sebagai kekuatan penjajah persis seperti para penjajah Barat di Afrika. Lebih-lebih, hubungan persahabatan Israel dengan rezim rasis putih di Rhodesia dan Afrika Selatan sangat dibenci, seperti juga dukungannya pada upaya-upaya Portugal untuk mempertahankan koloni-koloni di Angola, Guinea-Bissau, dan Mozambique. Catatan pemberian suaranya di Perserikatan Bangsa-Bangsa yang pada umumnya mendukung Barat juga dibenci oleh orang-orang Afrika.20 Di samping itu, banyak orang Afrika kecewa dikarenakan dukungan Israel pada beberapa rezim Afrika yang paling menjijikkan termasuk rezim Idi Amin di Uganda, Mobutu di Zaire, dan Bokassa di Republik Afrika Tengah.21
OMONG KOSONG

"Kini setelah kekuatan koersif dari para produsen minyak Arab telah terkikis, negara-negara Afrika mulai membangun kembali hubungan dengan Israel dan mengusahakan proyek-proyek kerjasama baru." --AIPAC,199222

FAKTA

Motif yang paling mungkin untuk menjalin kembali hubungan dengan Israel bagi negara-negara Afrika adalah harapan bahwa tindakan itu akan mendatangkan keuntungan dikarenakan pengaruh Israel dalam Kongres AS. Ada suatu keyakinan di kalangan para pemimpin dunia --bukan hanya dari Afrika-- bahwa hubungan baik dengan Israel dengan sendirinya akan memastikan hubungan baik dengan Amerika Serikat.23

Zaire, misalnya, mulai menjalin kembali hubungan dengan Israel pada 1982.24 Meskipun diktator Zaire Mobutu Sese Seko secara luas dikenal sebagai salah seorang pemimpin Afrika yang paling korup, jalinan kembali hubungan itu segera mendatangkan hasil. Semua bantuan AS untuk Zaire sebelumnya telah dipotong, namun setelah pembaruan ikatannya dengan Israel Kongres segera merumuskan kembali suatu program bantuan untuk Zaire.25 Dalam kenyataannya, koran Israel melaporkan bahwa salah satu permintaan paling khusus dari Mobutu ketika menjalin kembali hubungan itu adalah agar Israel menaikkan citranya di mata Amerika Serikat.26 Perdana Menteri Yitzhak Shamir berulang kali menjanjikan: "Israel akan membantu Zaire melalui pengaruhnya atas organisasi-organisasi Yahudi di Amerika Serikat, yang akan dapat membantu menaikkan citra [Zaire]."27

Rumania adalah contoh lain di luar Afrika. Meskipun ciri pemerintahan Nicolae Ceausescu sangat mengerikan, tiran Rumania itu tetap mendapatkan reputasi baik di Amerika Serikat dikarenakan penolakannya untuk mengikuti Uni Soviet dan negara-negara Eropa Timur lainnya pada masa perang 1967 yang memutuskan hubungan dengan Israel. Dengan demikian Ceausescu secara umum diperlakukan lunak oleh media AS dan Kongres. Israel dan kawan-kawannya mendorong Kongres untuk meneruskan status negara paling banyak ditolong semasa pemerintahan Ceausescu, suatu kategori yang mengurangi pajak senilai jutaan dollar setiap tahun untuk Rumania.28

Salah satu rahasia yang mendasari hubungan Israel dengan Rumania adalah operasi yang dilaksanakan secara diam-diam di mana Israel membayar Rumania agar membiarkan orang-orang Yahudi Rumania berimigrasi ke Israel. Operasi itu dimulai sekitar pertengahan 1950-an dan berlangsung selama lebih dari tiga puluh tahun berikutnya. Israel dilaporkan telah membayar lebih dari $1 milyar untuk membeli pembebasan dari 300.000 lebih orang-orang Yahudi Rumania. Bagian dari perjanjian itu termasuk janji Israel untuk melobi Kongres atas nama Rumania, suatu tindakan yang mendorong terjadinya distorsi pandangan Amerika terhadap diktator negara itu.29

Imelda Marcos dari Filipina secara terus terang mengatakan pada koran Israel di tahun 1981 bahwa suaminya, Presiden Ferdinand Marcos, ingin meningkatkan hubungan dengan Israel dan orang-orang Yahudi Amerika sebagai suatu cara "untuk memperbaiki citra yang ternoda [dari bangsa Filipina] di media Amerika, dan untuk memperjuangkan ketidakpopulerannya di Kongres Amerika." 30
OMONG KOSONG

"Banyaknya aktivitas-aktivitas Israel di Dunia Ketiga mengagumkan dan menggelisahkan sahabat-sahabat dan musuh-musuh Israel." --Benjamin Beit-Hallahmi, ilrnuwan Israel31

FAKTA

Mestinya tak seorang pun terkejut melihat luasnya keterlibatan Israel di Dunia Ketiga. Tentu saja kalangan intelijen tidak. Mereka tahu benar bahwa bagian dari nilai Israel di mata Amerika Serikat adalah kesediaannya untuk bertindak sebagai wakil, dan dengan demikian memberi Israel materai besar untuk membuka pintu-pintu di negara-negara yang ukurannya berkali lipat dari negara Yahudi tersebut.32

Amerika Tengah dan Latin --serta Afrika-- adalah contoh-contoh yang gamblang. Tidak ada keraguan bahwa ketika pemerintahan Reagan berusaha menghindari oposisi Kongres untuk membantu para pemberontak Nikaragua yang dikenal dengan nama Contra, mereka meminta bantuan dari orang-orang Israel.33 Sebagaimana dikatakan oleh mantan Jenderal Mattiyahu Peled pada pertengahan 1980-an: "Di Amerika Tengah, Israel menjadi kontraktor 'pekerjaan kotor' bagi pemerintahan AS. Israel bertindak sebagai kaki tangan Amerika Serikat."34

Seperti para pemimpin negara-negara lainnya, para penguasa Amerika Latin menghargai pengaruh Israel terhadap Kongres. Wartawan Washington Post Edward Cody melaporkan pada 1983 bahwa ada "harapan di kalangan pemerintah Salvador bahwa lobi pro Israel yang berpengaruh di Amerika Serikat [akan] mengulurkan bantuan secara diam-diam dalam debat-debat Kongres mengenai kearifan dari kebijaksanaan pemerintah menyangkut Amerika Tengah."35

Upaya pemerintah Reagan untuk melangkahi amandemen Boland yang melarang bantuan kepada para pemberontak Contra itulah yang mendorong Israel untuk menyarankan bahwa keuntungan yang didapat dari penjualan senjata ke Iran dialihkan untuk membeli persenjataan bagi para pemberontak Contra.36 Ini merupakan inti skandal yang melibatkan Kolonel Oliver North dan Laksamana John Poindexter yang dikenal sebagai "Iran-Contra affair."

Menteri Luar Negeri Shimon Peres menyatakan pada waktu itu bahwa "Israel tidak mendapatkan keuntungan satu sen pun dari sini. Ini bukan operasi Israel, ini adalah urusan Amerika Serikat, bukan Israel. Tujuan kami adalah membantu sebuah negara sahabat untuk menyelamatkan hidup mereka. Israel diminta untuk membantu dan Israel pun melakukannya."37

Tetapi, laporan terakhir dari Komisi Tower yang menyelidiki skandal itu menyimpulkan: "Jelaslah... bahwa Israel mempunyai kepentingan-kepentingan sendiri, yang sebagian bertentangan sekali dengan kepentingan-kepentingan Amerika Serikat, dengan mendorong Amerika Serikat melaksanakan inisiatif ini. Untuk ini, ia mendorong agar inisiatif tersebut dilaksanakan. Ia berusaha melakukan ini dengan mengadakan intervensi dengan staf NSC, Penasihat Kemananan Nasional, dan Presiden."38

Ilmuwan Israel Aaron S. Klieman mencatat bahwa Amerika Tengah telah menjadi pasar utama bagi senjata-senjata dan dinas keamanan Israel: "Israel telah menawarkan untuk berbagi cadangan persenjataan yang berhasil dirampas di Lebanon, membantu aktivitas-aktivitas intelijen di Costa Rica dan Guatemala, dan dilaporkan melatih angkatan bersenjata pemerintah di kedua negara itu serta di Honduras dan El Salvador untuk melawan para pemberontak antipemerintah... Israel dilaporkan sebagai pemasok terbesar kedua di Amerika Tengah."39

Israel beranggapan bahwa menjadi penasihat bagi beberapa tokoh Amerika Selatan yang paling dibenci adalah aktivitas yang menguntungkan. Di Panama, mantan agen Mossad Israel Mike Harari menghindari pasukan penyerang AS ketika mereka menyapu Panama untuk mencari diktator Manuel Noreiga pada Desember 1989. Setelah pensiun pada 1980, dia masuk ke dalam bisnis senjata dan usaha-usaha lain di Panama dan menjadi penasihat terdekat Noreiga. Harari di kemudian hari muncul di Israel sementara Noreiga ditangkap dan dipenjarakan di AS.40

Di Colombia, mantan Letnan Kolonel Israel Yair Klein, pemilik Spearhead Ltd., sebuah perusahaan keamanan yang berpusat di Tel Aviv, dituduh melatih para pedagang obat bius yang dikenal sebagai sicarios --para pembunuh-- dalam taktik-taktik militer yang canggih dan penggunaan bahan-bahan peledak. Klein lari ke Israel dan menyatakan bahwa dia mengira dia tengah melatih para petani Colombia untuk melindungi diri mereka dari kaum pemberontak.41 Israel di kemudian hari menuduh Klein telah mengekspor senjata secara ilegal, dan dia dinyatakan bersalah telah menjual persenjataan dan menyalahgunakan keahlian militernya.42 Pada 3 Januari 1991, dia dihukum membayar denda $75.000 dan diberi penundaan hukuman penjara satu tahun. Menteri Luar Negeri Colombia Luis Fernando Jaramillo Correa memprotes kelonggaran hukuman itu.43

Di samping para pedagang obat bius dan bajingan-bajingan seperti Noreiga, Israel telah mendekati dan bersahabat dengan para penguasa yang lalim dan kejam seperti Jendral Augusto Pinochet Ugarte dari Cile, Roberto D'Aubuisson dari El Salvador, Jenderal Romeo Lucas Garcia dari Guatemala, Jean-Claude Duvalier dari Haiti, Anastasio Somoza Debayle dari Nikaragua, dan Jenderal Alfredo Stroessner dari Paraguay.44 Sedihnya, harus diakui bahwa Amerika Serikat juga telah terlibat jauh dengan tokoh-tokoh bereputasi buruk yang sama ini.
Catatan kaki:

1 Viorst, Sands of Sorrow, 275.

2 Beit-Hallahmi, The Israeli Connection,13.

3 Walter Pincus, Washington Post, 9 Desember 1991. Juga lihat Seale, Asad of Syria, 360-61.

4 Seymour Hersh, New York Times, 8 Desember 1991

5 Gary Sick, New York Times, 15 April 1991, dan bukunya October Surprise. Juga lihat Jane Hunter, "Covert Operations: The Human Factor", The Link, Agustus 1992.

6 Ball, The Passionate Attatchment, 292-94; Beit- Hallahmi, The Israeli Connection, 8; Cockburn, Dangerous Liaison, 99; Seale, Asad of Syria, 265-66, 359-60; Tamir, A Soldier in Search of Peace, 241. Suatu versi baru tak resmi dari strategi untuk 1980-an ditulis oleh mantan pejabat Kementerian Luar Negeri Israel Oded Yinon pada 1982 dengan judul berbahasa Inggris "A Strategy for Israel in the Nineteen Eighties." Esai itu mendapat komentar secara luas, sebab dalam kata-kata ilmuwan antikemapanan Israel, Israel Shahak, itu "menggambarkan, menurut pendapat saya, rencana akurat dan rinci dari rezim Zionis yang sekarang (Sharon dan Eitan) untuk Timur Tengah yang didasarkan atas pembagian keseluruhan daerah tersebut menjadi negara-negara kecil, dan pembubaran dari semua negara Arab yang ada;" dikutip dalam Nakhleh, Encyclopedia of Palestine Problem, 892-95. Perdana Menteri David Ben-Gurion menjelaskannya dalam sebuah surat untuk Presiden Eisenhower pada 1958: "Dengan maksud mendirikan sebuah bendungan tinggi untuk menghadapi pasang naik gelombang Nasser-Soviet, kami telah mulai mempererat ikatan kami dengan beberapa negara yang berada di luar garis keliling Timur Tengah... Tujuan kami adalah mengorganisasi sekelompok negara, tidak harus dalam bentuk persekutuan resmi, yang akan mampu menghadapi ekspansi Soviet melalui wakilnya Nasser;" dikutip dalam Segev, The Iranian Triangle, 35.

7 Donald Neff, "The U.S., Iraq, Israel and Iran: Backdrop to War;" Journal of Palestine Studies, Musim Panas 1991.

8 Dikutip dalam Beit-Hallahmi, The Israeli Connection, 15.

9 Bard dan Himelfarb, Myths and Facts, 265.

10 Tamir, A Soldier in Search of Peace, 209.

11 Beit-Hallahmi, The Israeli Connection, 14; Cockburn, Dangerous Liaison, 344.

12 Glenn Frankel, Washington Post, 28 Oktober 1987.

13 Seale, Asad of Syria, 360, 362; Neff, "The U.S., Iraq, Israel and Iran."

14 Bard dan Himelfarb, Myths and Facts, 218.

15 Beit-Hallahrni, The Israeli Connection, 40-41; Cockburn, Dangerous Liaison, 109-10.

16 Beit-Hallahrni, The Israeli Connection, 41.

17 Ali A. Mazrui, "Black Africa and the Arabs;" Foreign Affairs, Juli 1975.

18 Neff, Warriors against Israel, 131-32.

19 Terence Smith, New York Times, 12 Januari 1973.

20 Beit-Hallahmi, The Israeli Connection, 43- 44.

21 Chomsky, The Fateful Triangle, 21. Juga lihat Ball, The Passionate Attachment, 284-94.

22 Bard dan Himelfarb, Myths and Facts, 218.

23 Beit-Hallahmi, The Israeli Connection, 11; Chomsky, The Fateful Triangle, 23-26.

24 David K. Shipler, New York Times, 19 Mei 1982.

25 Cockburn, Dangerous Liaison, 327-28.

26 Beit-Hallahmi, The Israeli Connection, 58.

27 Chomsky, The Fateful Triangle, 23.

28 Jack Anderson dan Dale Van Atta, Washington Post, 20 Oktober 1991.

29 Ibid. Juga lihat Sachar, A History of Israel, 516, yang melaporkan terjadinya gelombang dadakan emigrasi Yahudi dari Rumania sejak 1958.

30 Al Hamishmar, 29 Desember 1981, dikutip dalam Chomsky, The Fateful Triangle, 23.

31 Beit-Hallahmi, The Israeli Connection, xii.

32 Ibid., 11; Chomsky, The Fateful Triangle, 23- 26; Cockburn, Dangerous Liaison, 218.

33 Woodward, Veil, 355-57; Beit-Hallahmi, The Israeli Connection, 78.

34 Cockburn, Dangerous Liaison, 218.

35 Edward Cody, Washington Post, 17 Agustus 1983.

36 Cockburn, Dangerous Liaison, 230.

37 Washington Post, 26 November 1986.

38 John Tower, "Report on the President's Special Review Board," 26 Februari 1987, IV-12.

39 Klieman, Israel's Global Reach, 133- 34. Juga lihat Ball, The Passionate Attachment, 285-89.

40 David Halevy dan Neil C. Livingstone, Washington Post, rubrik Outlook, 7 Januari 1990. Juga lihat Raviv dan Melman, Every Spy a Prince, 350-54. Ada berbagai acuan negatif bagi Harari dalam Ostrovsky, By Way of Deception.

41 Douglas Farah, Washington Post, 17 Juli 1990. Juga lihat Cockburn, Dangerous Liaison, 212-13; Raviv dan Melman, Every Spy a Prince, 355.

42 Associated Press, New York Times, 30 November 1990.

43 Israeli Foreign Affairs, Januari 1991. Juga lihat Cockburn, Dangerous Liaison, 290.

44 Beit-Hallahmi, The Israeli Connection, 78.
keroncong
keroncong
KAPTEN
KAPTEN

Male
Age : 70
Posts : 4535
Kepercayaan : Islam
Location : di rumah saya
Join date : 09.11.11
Reputation : 67

Kembali Ke Atas Go down

kumpulan fakta kemunafikan israel & Yahudi Empty Re: kumpulan fakta kemunafikan israel & Yahudi

Post by keroncong Fri Oct 05, 2012 7:08 am

GARANSI PINJAMAN UNTUK ISRAEL

Salah satu perjuangan Israel yang paling sengit melawan Amerika Serikat adalah akibat tuntutannya pada 1991 atas $10 milyar dalam bentuk garansi pinjaman untuk memperluas perumahan dan infrastruktur lainnya bagi para imigran baru. Dikarenakan rating kreditnya yang buruk, Israel tidak memperoleh pemberi utang dengan tingkat bunga menarik tanpa garansi dari AS.1 Konfrontasi itu berlangsung selama lebih dari setahun, dengan Presiden Bush berkeras bahwa pembangunan semua perumahan Yahudi di wilayah-wilayah pendudukan harus dihentikan. Perdana Menteri Yitzhak Shamir menolak pengaitan semacam itu. Setelah Yitzhak Rabin berkuasa pada Juni 1992, Bush pada pokoknya membatalkan setiap pengaitan. Kongres setuju untuk memberikan garansi pada 1 Oktober 1992.
OMONG KOSONG

"Garansi pinjaman untuk Israel merupakan bantuan kemanusiaan yang tidak membebani para pembayar pajak Amerika." --Senator Robert W. Kasten, Jr., Republikan dari Wisconsin, 19922

FAKTA

Rancangan undang-undang Kongres yang mengesahkan $10 milyar dalam bentuk garansi pinjaman untuk Israel secara khusus menyatakan bahwa Israel akan membayar semua biaya administrasi dan biaya-biaya lain yang dibutuhkan untuk garansi itu. Namun, bagian lain dari undang-undang itu menyatakan bahwa Israel boleh membayar biaya-biaya ini dengan dana-dana yang diterimanya sebagai bantuan ekonomi dari Amerika Serikat.3 Pesannya adalah bahwa pada akhirnya, lepas dari mana pun anggaran itu berasal, pembayar pajak Amerika akan membayar garansi itu, termasuk "biaya penghitungan;" berapa pun jumlah keseluruhannya. Lebih-lebih, pemerintah AS berkewajiban "menyisihkan" sejumlah tertentu dari anggarannya sendiri untuk menutup kerugian akibat kelalaian yang mungkin dilakukan oleh setiap peminjam yang menerima garansi AS. Dalam kasus garansi untuk Israel ini, jumlah pengganti kerugian itu dapat berkisar dari beberapa juta dollar hingga lebih dari $800 juta. Jumlah yang tepat tergantung pada bagaimana faktor risiko kelalaian itu pada akhirnya dihitung.4 Para pembayar pajak Amerika diwajibkan untuk membayar seluruh kelalaian tersebut.

Berapa pun jumlahnya, uang yang disisihkan untuk membayar risiko garansi pinjaman itu akan diambilkan dari anggaran khusus dari departemen internasional, pertahanan, dan dalam negeri. Itu berarti bahwa ia akan bersaing dengan pembelanjaan bagi proyek-proyek dalam negeri dan pertahanan serta proyek-proyek internasional. Di samping itu, garansi tersebut mencakup segi-segi yang menguntungkan bagi Israel yang biasanya tidak merupakan bagian dari pengaturan-pengaturan semacam itu. Ini termasuk keputusan Kongres untuk menjamin 100 persen pinjaman-pinjaman Israel dan pembayaran-pembayaran bunganya.5 Tanggal 11 Februari 1993, isu dari Washington Jewish Week mengumumkan bahwa garansi pinjaman itu akan digunakan di Israel untuk tujuan-tujuan yang tidak berperikemanusiaan sama sekali: "investasi dalam infrastruktur, mendukung cadangan mata uang asing, dan memberikan pinjaman-pinjaman murah yang dapat dimanfaatkan masyarakat bisnis."
OMONG KOSONG

"Belum pernah terjadi penyalahgunaan yang mencolok dan terang-terangan dari bantuan kemanusiaan untuk memaksa Israel agar mengambil jalan tertentu." --Yitzhak Shamir, perdana menteri Israel, 19926

FAKTA

Bukan bantuan kemanusiaan yang menjadi tujuan utama Israel melalui tuntutan Perdana Menteri Yitzhak Shamir untuk mendapatkan garansi pinjaman AS. Yang dicari adalah uang untuk membiayai, secara langsung maupun tak langsung, pemukiman-pemukiman ilegalnya di wilayah-wilayah pendudukan dan untuk mendukung ekonomi sosialisnya yang gagal. Berulangkali pemerintahan Bush menjelaskan bahwa mereka bersedia memberikan garansi bagi penyediaan perumahan orang-orang Yahudi Soviet yang berimigrasi ke Israel --jika Israel menghentikan pembangunan pemukiman di wilayah-wilayah pendudukan. Namun Shamir menolak.

Meskipun banyak orang Yahudi Amerika menentang desakan Bush terhadap pengaitan, perlu dicatat bahwa sejumlah juru bicara Yahudi yang berpengaruh tidaklah demikian. Pertama adalah Michael Lerner, editor Yahudi untuk Tikkun, sebuah majalah liberal, yang menulis: "Ini adalah kesalahan Shamir, bukan Bush... Shamir berusaha menciptakan fakta-fakta di Tepi Barat yang akan membuat pertukaran tanah untuk perdamaian menjadi mustahil. Kini dia menuntut agar Amerika Serikat memberinya uang untuk menumbangkan kebijaksanaan Amerika sendiri. Chutzpah macam apa itu?"7

Dua wartawan Israel secara sarkastik mengomentari kepongahan Shamir dalam upayanya mencari pinjaman: "Pesan kita kepada orang-orang Amerika sangat khas Israel: 'Beri kami uang dan percayalah pada kami! Segala sesuatunya akan beres. Dan di samping itu, mengapa kalian mesti khawatir? Apa sih artinya $10 milyar untuk sahabat?' Selama orang-orang Amerika menginginkan demikian, mereka akan terus menelan semua tipuan itu."8

Shamir juga menegaskan bahwa Amerika Serikat mempunyai suatu "kewajiban moral" untuk memberi Israel garansi pinjaman.9 Keyakinan semacam itu mengandung simpul yang ironis, sebab kebijaksanaan-kebijaksanaan Israel sendirilah yang telah mengakibatkan begitu banyak orang Yahudi Soviet pindah ke Israel. Selama bertahun-tahun Israel telah menekan Amerika Serikat agar membatasi penerimaannya terhadap imigran Yahudi Soviet sehingga, sebagai gantinya, mereka akan pergi ke Israel.10 Alasan pemikiran Israel itu adalah bahwa sebanyak 91 persen orang Yahudi yang meninggalkan Uni Soviet pergi ke negeri-negeri selain Israel pada 1988; tahun sebelumnya angka itu mencapai 70 persen, dan orang-orang Israel khawatir kecenderungan itu akan menjadi 100 persen.11

Washington akhirnya meluluskan keinginan Israel dan pada tanggal 1 Oktober 1989 menentukan pembatasan imigrasi atas orang-orang Yahudi Soviet ke Amerika sebanyak 50.000 orang setahun. Ini mengakibatkan kebanyakan orang Yahudi yang meninggalkan Uni Soviet terpaksa pergi ke Israel, dan memang itulah yang diinginkan Israel.12

Sekalipun demikian, kegagalan Israel untuk menyediakan lapangan kerja dan rencana-rencana yang memadai untuk memberikan akomodasi pada imigran-imigran baru secara signifikan telah mengecilkan ramalan-ramalan sebelumnya bahwa satu juta orang Soviet akan tiba di Israel dalam tiga hingga lima tahun. Antara September 1989, ketika gelombang imigrasi dimulai, hingga akhir 1991, jumlah keseluruhan yang datang adalah 328.187 orang.13 Pada bulan fanuari 1992, angka bulanan turun menjadi 6.237, jumlah paling rendah dalam dua tahun.14 Pada bulan Mei 1992 angka itu turun lagi menjadi 3.360 dan beribu-ribu orang dilaporkan kembali dengan kecewa ke bekas Uni Soviet.15 Ilmuwan dari Cato Institute, Sheldon L. Richman, memperkirakan dalam bulan Agustus 1992 bahwa "aliran keluar melampaui imigrasi... [sebab] hampir separuh imigran dari bekas Uni Soviet menjadi penganggur."16

Dengan demikian perkiraan awal imigrasi yang mendasari garansi pinjaman $10 milyar itu terbukti hanya terpenuhi separuhnya saja. Tampaknya mungkin bahwa kurang dari setengah juta orang Yahudi Soviet akan berimigrasi ke Israel pada 1994. Atas dasar itu garansi AS --jika memang dibenarkan, yang patut saya pertanyakan-- mestinya tidak lebih dari $5 milyar.

Pada akhirnya Israel tidak dapat berbuat apa-apa tanpa garansi pinjaman AS. Para pemberi suara Israel menegaskan hal ini dengan menurunkan Yitzhak Shamir dari kursi Perdana Menteri Israel setelah tantangannya pada Presiden Bush untuk mendukung garansi tersebut. Berkebalikan dengan pernyataan-pernyataan yang sering dikeluarkan oleh para pejabat Israel bahwa mereka sesungguhnya tidak membutuhkan bantuan Amerika, Israel tidak mempunyai sumber untuk meneruskan rencana pemukiman wilayah-wilayah pendudukan pada tingkat yang belum pernah ada sebelumnya tanpa bantuan AS. Pun Shamir tidak akan memperoleh dukungan yang dibutuhkannya di kalangan orang-orang Israel agar terpilih kembali pada 1992.

Meskipun demikian, Shamir telah mencoba segalanya. Harian Israel berbahasa Ibrani Hadashot melaporkan bahwa organisasi-organisasi Yahudi utama di Amerika berusaha untuk menemukan pemberi garansi pinjaman di kalangan orang-orang Yahudi Amerika yang kaya setelah pemerintah Bush mendesak dihentikannya pembangunan pemukiman. Namun, orang-orang Yahudi Amerika ini tidak mau menerima Israel sebagai risiko kredit. Hadashot melaporkan bahwa kelompok Yahudi itu "mendekati dua puluh milyarder Yahudi di AS yang dipilih dari 500 orang terkaya di dunia, meminta mereka agar menjamin pinjaman-pinjaman Israel untuk menyerap imigran Soviet. Kedua puluh orang itu, yang secara politis mendukung Israel, menolak mentah-mentah. Mereka menyatakan bahwa sebagai pengusaha dengan motivasi utama untuk memperoleh keuntungan, mereka tidak mau menjamin pinjaman kepada suatu negara dengan risiko sedemikian rupa dalam kaitannya dengan kemampuan pengembaliannya."17
OMONG KOSONG

"Saya percaya bahwa pendirian cabang eksekutif [untuk mengaitkan garansi pinjaman dengan penghentian pembangunan pemukiman Israel] akan sangat mengganggu pembicaraan perdamaian Timur Tengah yang sedang berlangsung, karena bisa merusak posisi AS sebagai pihak penengah yang jujur." --Senator Arlen Specter, Republikan dari Pennsylvania, 199218

FAKTA

Kenyataannya, dengan memberikan garansi pinjaman, Kongres dan pemerintahan Bush lagi-lagi membuktikan bahwa Amerika Serikat pada dasarnya bukan pihak penengah yang jujur dalam masalah Timur Tengah. Sejak pendudukan Israel pada 1967 atas tanah-tanah Arab, kebijaksanaan AS --sejalan dengan kebijaksanaan dari bagian dunia lainnya-- secara resmi menentang pemukiman Yahudi di wilayah-wilayah pendudukan, termasuk Jerusalem Timur Arab. Namun Kongres terus membiayai Israel dengan bantuan dana yang melimpah. Israel secara rutin berjanji tidak akan menggunakan bantuan ini untuk wilayah-wilayah pendudukan, secara rutin pula ia mengingkari janjinya sementara Washington hanya menutup mata.19 Tidak mungkin Israel dapat melanjutkan penjajahannya atas wilayah-wilayah pendudukan tanpa bantuan AS.
OMONG KOSONG

"Dengan garis-garis pedoman yang ada, tidak ada bantuan luar negeri AS untuk Israel yang dapat digunakan di luar perbatasan-perbatasan Israel sebelum 1967. Israel dengan ketat mematuhi garis-garis pedoman ini dan setiap tahun memberikan laporan lengkap dan terinci mengenai pembelanjaan seluruh bantuan AS." --AIPAC,199220

FAKTA

Pemerintahan Bush mendapati bahwa janji-janji Israel di bawah Perdana Menteri Likud Yitzhak Shamir tidak dapat dipercaya. Ini menjadi jelas setelah Gedung Putih mengeluarkan $400 juta dalam bentuk garansi pinjaman pada 1991 dengan janji Israel bahwa ia tidak akan menggunakan uang tersebut untuk wilayah-wilayah pendudukan. Ternyata Israel ingkar.

Sebuah laporan tahun 1992 oleh Kantor Akunting Umum mengenai ikrar Israel mendapati bahwa Israel telah ingkar untuk memberikan informasi yang dijanjikan mengenai pembelanjaan pemerintah di wilayah-wilayah pendudukan. Laporan itu menyimpulkan: "Kami mendapati bahwa program garansi $400 juta tidak mempunyai pengaruh yang dapat dilihat dalam kaitan dengan kebijaksanaan perumahan Israel dan tidak mempengaruhi keputusan-keputusan pemerintah Israel mengenai tempat membangun perumahan baru atau banyaknya aktivitas pemukiman yang harus dijalankan di wilayah-wilayah pemukiman. Pengaruh utama dari garansi pinjaman itu adalah memberi pemerintah Israel akses pada dana-dana pinjaman dengan tingkat bunga rendah."21

Telaah itu juga menemukan ketidaksesuaian yang lebar antara Israel dan Kementerian Luar Negeri menyangkut jumlah imigran baru yang masuk ke wilayah-wilayah pedudukan. Tercatat bahwa para pejabat Israel memperkirakan 1.500 orang dari para imigran baru yang telah memasuki negeri itu pada 1990 telah memilih untuk tinggal di wilayah-wilayah tersebut. Namun dikatakan, "perkiraan Kementerian Luar Negeri jauh lebih tinggi; Kementerian percaya bahwa sekitar 8.800 orang dari 185.000 imigran Soviet yang memasuki Israel pada 1990 tinggal di wilayah-wilayah pendudukan. Kami tidak dapat mengakurkan perbedaan ini."22

Senator Demokrat dari Virginia Barat, Robert C. Byrd, ketua Komite Derma Senat, mengatakan bahwa janji Israel untuk tidak menggunakan uang itu di wilayah-wilayah pendudukan adalah seperti "membangun sebuah bendungan kertas. Uang yang dipinjam Israel di bawah program garansi masuk langsung ke perbendaharaan Israel dan dengan segera kehilangan identitasnya."23 Byrd di kemudian hari menambahkan: "Sayangnya, pengaitan ini tidak cukup dapat mempengaruhi kebijaksanaan Israel dengan cara apa pun... Sesungguhnyalah, jumlah pemukim di wilayah-wilayah pendudukan telah meningkat dari 75.000 orang pada 1989 menjadi 104.000 pada 1991."24

Pada awal 1992 ada 242.000 orang Yahudi yang tinggal di wilayah Arab yang diduduki pada 1967, 129.000 orang Yahudi di Jerusalem Timur Arab, 97.000 orang di 180 pemukiman di Tepi Barat, 14.000 orang di 20 pemukiman di Dataran Tinggi Golan, dan 5.000 orang di 16 pemukiman di Jalur Gaza. Penduduk Palestina berjumlah 1 juta orang di Tepi Barat, 750.000 orang di Jalur Gaza, dan 150.000 orang di Jerusalem Timur. Sebagai tambahan, ada 15.000 orang Syria di dataran Tinggi Golan. Ariel Sharon, menteri perumahan pemerintahan Shamir, mengatakan pada akhir 1991 bahwa rencana-rencana pembangunan mutakhirnya mencakup pembangunan unit-unit di wilayah-wilayah pendudukan untuk mengakomodasi antara 40.000 hingga 120.000 lebih pemukim Yahudi setiap tahun untuk masa tiga tahun mendatang.25

Pada 22 Januari 1992, sebuah telaah oleh kelompok Peace Now dari Israel menunjukkan bahwa Israel telah memulai 13.650 unit perumahan di wilayah-wilayah pendudukan pada 1991 dengan biaya $1 milyar. Unit-unit baru itu mewakili 65 persen pertumbuhan dalam satu tahun dari seluruh unit yang didirikan selama lebih dari dua puluh tiga tahun sebelumnya di wilayah-wilayah tersebut.26 Angka-angka itu tidak mencakup lebih dari 10.000 unit yang sedang dibangun di Jerusalem Timur Arab atau di Dataran Tinggi Golan.27

Dalam kata-kata koresponden Washington Post Jackson Diehl pada awal 1992: "Dalam 18 bulan terakhir, pemerintah [Perdana Menteri Yitzhak] Shamir telah melancarkan kampanye pembangunan perumahan terbesar dalam 24 tahun sejarah pendudukan atas wilayah-wilayah itu."28 Diehl menambahkan: "Pemerintah Shamir telah terbukti menjalankan kebijaksanaan yang mengaburkan skala dan biaya kampanye yang sesungguhnya."29

Dalam suatu pidato di Senat, Senator Byrd mengatakan bahwa biaya keseluruhan program pemukiman Israel pada 1991 di wilayah-wilayah pendudukan, termasuk Jerusalem Timur Arab, mencapai $3 milyar.30

Francis A. Boyle, seorang ahli dalam bidang hukum internasional, mengatakan bahwa garansi pinjaman itu membantu dan bersekongkol dengan Israel dalam melanggar hak-hak asasi bangsa Palestina.

Sepuluh milyar dolar dalam bentuk garansi pinjaman itu mengkekalkan kolusi Amerika dalam pendudukan Israel. Meskipun undang-undang pengesahnya menetapkan bahwa pinjaman-pinjaman itu tidak boleh digunakan di luar perbatasan-perbatasan Israel sebelum 5 Juni 1967, ketentuan ini tidak ada artinya. Perdana Menteri Yitzhak Rabin secara terbuka menyatakan bahwa Israel akan mengizinkan diselesaikannya sekitar 11.000 unit perumahan yang belum jadi di Tepi Barat dan tidak akan membatasi pembangunan perumahan Yahudi yang baru di Jerusalem Timur Arab atau di "pemukiman-pemukiman keamanan" yang baru di Lembah Yordania dan Dataran Tinggi Golan.31

Dia mengatakan bahwa pemerintah Israel akan memberikan hak untuk memutuskan pemukiman mana yang dibutuhkan untuk "keamanan." Kebijaksanaan ini memungkinkan Israel untuk meneruskan ekspansi perumahan Yahudi di wilayah-wilayah pendudukan tanpa ada pembatasan serius. Sebagai bukti dari pengaruh kepentingan-kepentingan pro Israel, pengumuman Rabin tidak mengundang protes dari kedua ujung jalan Pennsylvania Avenue dan hanya sedikit dari daerah pinggiran.
Catatan kaki:

1 Keith Brasher, New York Times, 23 September 1991. Rating kredit Israel adalah "minus BBB rendah" --jika dibandingkan dengan "AAA" untuk para pengutang tertinggi. Karenanya ia terpaksa membayar premi 2 persen atas pinjaman dan dibatasi dalam jumlah uang yang dapat dipinjamnya.

2 Near East Report, 2 Maret 1992.

3 Hak VI di bawah Rancangan Undang-undang Bantuan Luar Negeri 1 Oktober 1992.

4 Rowland Evans dan Robert Novak, Washington Post, 2 September 1991.

5 Keith Brasher, New York Times, 23 September 1991.

6 Washington Times, 28 Februari 1992.

7 Michael Lerner, dikutip dalam Fox Butterfield, New York Times, 16 September 1991.

8 Nehama Duek dan Gideon Eshet, Yediot Aharonot (Tel Aviv), 10 Januari 1992.

9 Jackson Diehl, Washington Post, 9 September 1991.

10 Ball, Passionate Attatchment, 298.

11 Joel Brinkley, New York Times, 19 Juni 1988; John M. Goshko, Washington Post, 24 Oktober 1988.

12 Robert Pear, New York Times, 24 September 1992.

13 Near East Report, 13 Januari 1992.

14 Clyde Haberman, New York Times, 14 Februari 1992.

15 John Asfour, "Soviet Immigration to Israel Continues to Plummet," Washington Report on Middle East Affairs, Juli 1992. Juga lihat Frank Collins, "If Soviet Jews Have Stopped Coming, Does Israel Need Loan Guarantees?" Washington Report on Middle East Affairs, Agustus/September 1992.

16 Sheldon L. Richman, USA Today, 11 Agustus 1992.

17 Hadashot (Tel Aviv), 29 September 1991

18 Near East Report, 2 Maret 1992.

19 Kantor Akunting Umum AS, "Israel: U.S. Loan Guarantees for Immigrant Absorbtion;" GAO/NSIAD-92-119,12 Februari 1992,5.

20 Bard dan Himelfarb, Myths and Facts, 244.

21 Kantor Akunting Umum, "Israel: U.S. Loan Guarantees;"4.

22 Ibid., 5.

23 John M. Goshko, Washington Post, 20 Februari 1992.

24 Congressional Record, Kongr. ke-102, sesi ke-2, 1 April 1992.

25 Yayasan untuk Perdamaian Timur Tengah, Report on Israeli Settlement in the Occupied Territories, Laporan Khusus, Musim Dingin 1991-1992.

26 Clyde Haberman, New York Times, 23 Januari 1992. Haberman membulatkan angka itu menjadi 13.000 namun Jackson Diehl melaporkan angka khusus di Washington Post, 27 Januari 1992 dan 29 Januari 1992. Lihat Peace Now (Jerusalem dan Washington D.C.), "Report Number Four of Settlements Watch Committee," 22 Januari 1992.

27 Jackson Diehl, Washington Post, 29 Januari 1992.

28 Jackson Diehl, Washington Post, 27 Januari 1992.

29 Jackson Diehl, Washington Post, 29 Januari 1992.

30 Congressional Record, Kongr. ke-102, sesi ke-2, 1 April 1992.

31 Pidato pelantikan Rabin tahun 1992, teks itu ada pada Pelayanan Informasi Siaran Luar Negeri, 14 Juli 1992, 23- 27.
keroncong
keroncong
KAPTEN
KAPTEN

Male
Age : 70
Posts : 4535
Kepercayaan : Islam
Location : di rumah saya
Join date : 09.11.11
Reputation : 67

Kembali Ke Atas Go down

kumpulan fakta kemunafikan israel & Yahudi Empty Re: kumpulan fakta kemunafikan israel & Yahudi

Post by keroncong Sun Oct 07, 2012 1:15 pm

INTIFADHAH

Intifadhah --bahasa Arab untuk "melepaskan diri"-- meletus pada 9 Desember 1987, di lingkungan ramai jalur Gaza dan dengan segera menyebar ke Tepi Barat, melibatkan 1,7 juta orang Palestina yang hidup di bawah pendudukan sejak 1967. Penyebab langsung pemberontakan itu terjadi pada 8 Desember, ketika sebuah truk angkatan bersenjata Israel menabrak sekelompok orang Palestina di dekat kamp pengungsi Jabalya di Jalur Gaza, membunuh empat orang dan melukai tujuh orang lainnya. Seorang pedagang Yahudi ditikam hingga mati di Gaza pada 6 Desember, dan orang-orang Palestina curiga bahwa kecelakaan lalulintas itu memang disengaja.1 Para pengamat memperkirakan bahwa orang-orang Palestina juga dimotivasi oleh dua peristiwa dramatis bulan sebelumnya: oleh tindakan berani dari seorang gerilyawan Palestina yang dengan satu tangan berhasil membunuh enam serdadu Israel dalam suatu serangan lewat pesawat layang gantung dan oleh keputusasaan karena tidak adanya dukungan bagi keadaan bangsa Palestina dari negara-negara Arab pada konferensi puncak Liga Arab di Amman.

Yang jelas, intifadhah telah melibatkan konfrontasi antara para serdadu Israel bersenjata berat dengan anak-anak muda dan kaum wanita yang hanya bersenjatakan batu. Metode-metode kekerasan Israel dalam usaha mereka untuk menekan pemberontakan telah menewaskan lebih dari seribu jiwa dan telah mendapat kecaman luas dari seluruh dunia. Sampai kini intifadhah masih terus berlanjut.
OMONG KOSONG

"Dalam pandangan kami, Israel bukan hanya mempunyai hak, melainkan juga kewajiban untuk melestarikan atau mengembalikan ketertiban di wilayah-wilayah pendudukan dan menggunakan tingkat-tingkat kekerasan yang sesuai untuk mencapai tujuan itu." --Richard Schifter, asisten menteri luar negeri untuk hak-hak asasi manusia,19882

FAKTA

Israel telah membunuh, melukai, memotong anggota badan, menyiksa, memenjarakan, atau mengusir berpuluh-puluh ribu orang Palestina dalam usaha untuk menekan pemberontakan Palestina. Ketika pemberontakan itu mencapai tahun kelima pada akhir 1991, Pusat Informasi Hak-hak Asasi Manusia Palestina di Jerusalem dan Chicago melaporkan statistik kumulatif berikut ini: 994 pembunuhan atas orang-orang Palestina oleh pasukan Israel; 119.300 orang terluka; 66 deportasi; 16.000 penahanan administratif; 94.830 acre penyitaan tanah; 2.074 penghancuran atau penyegelan rumah; 10.000 jam malam terus-menerus atas wilayah-wilayah dengan penduduk lebih dari 10.000 orang; dan 120.000 pencabutan pohon-pohon dari akarnya.3

Statistik telah menjadi salah satu subjek kontroversial dari pemberontakan itu. Namun bahkan dengan penghitungan yang lazim dari Kementerian Luar Negeri AS, paling sedikit 930 orang Palestina telah terbunuh oleh pasukan Israel dalam empat tahun pertama intifadhah.4

Kebrutalan usaha-usaha Israel untuk menekan intifadhah semula dikemukakan oleh Menteri Pertahanan Yitzhak Rabin. Pada 19 Januari 1988, dia menyiarkan kebijaksanaan "patah tulang," dengan mengatakan bahwa Israel akan menggunakan "kekerasan, kekuatan, dan pukulan-pukulan" untuk menekan pemberontakan.5 Perdana Menteri Yitzhak Shamir berkata: "Tugas kami sekarang adalah menciptakan kembali benteng rasa takut antara orang-orang Palestina dan militer Israel, dan sekali lagi menyebarkan rasa takut akan kematian pada orang-orang Arab di wilayah-wilayah itu untuk mencegah mereka agar tidak menyerang kami lagi."6

Pemerintah Israel tampaknya memasukkan ke dalam hati mereka nasihat yang diberikan oleh mantan Menteri Luar Negeri Henry Kissinger kepada sekelompok pemimpin orang Yahudi Amerika di New York pada Februari 1988. The New York Times melaporkan bahwa Kissinger menyarankan agar Israel menumpas intifadhah "secepat mungkin --secara besar-besaran, brutal, dan segera. Pemberontakan itu harus dipadamkan cepat-cepat, dan langkah pertama yang diambil hendaklah memberangus televisi, ala Afrika Selatan. Tentu saja, akan timbul kecaman internasional atas langkah tersebut, tapi hal itu akan segera berlalu." Dia menambahkan: "Tidak ada penghargaan atas kekalahan karena kelemahlembutan."7

Untuk menekan pemberontakan itu, pasukan Israel tampil terutama untuk memukuli pria-pria tua, kaum wanita, dan anak-anak. Seorang pejabat Agen Pertolongan dan Pekerjaan PBB di Jalur Gaza, Angela William, berkata: "Kami sangat terkejut melihat bukti kebrutalan pemukulan rakyat. Kami terutama kaget melihat dilakukannya pemukulan-pemukulan terhadap para pria tua dan kaum wanita."8 Dana Penyelamatan Anak-anak dari Swedia, dalam riset yang dibiayai oleh Ford Foundation, melaporkan pada pertengahan 1990 bahwa pasukan Israel melakukan kekerasan "yang kejam, tak pilih-pihh, dan berulang-ulang" terhadap anak-anak Palestina. Dikatakan bahwa 159 anak-anak dengan usia rata-rata sepuluh tahun telah terbunuh dalam dua tahun pertama, 6.500 terluka oleh tembakan, dan 35.000 hingga 48.000 lainnya (40 persen di antara mereka berusia sepuluh tahun atau lebih muda lagi) dilukai dalam waktu dua tahun pertama intifadhah.9

Klaim Israel dan para pendukungnya bahwa intifadhah bukan merupakan akibat dari kemarahan terhadap pendudukan melainkan akibat campur tangan kekuatan-kekuatan luar tidaklah benar. Koresponden New York Times di Israel pada waktu itu adalah Thomas L. Friedman, pemenang Hadiah Pulitzer untuk peliputannya atas invasi Israel pada 1982 ke Lebanon dan peliputannya tentang Israel pada 1987. Dia menulis pada awal pemberontakan itu:

"Pertikaian Israel-Palestina selama dua minggu terakhir hanya menekankan bahwa telah terjadi perang saudara sebelumnya di sini... Hanya karena orang-orang Palestina atau Israel tidak mati dalam jumlah sebegitu setiap minggu bukan berarti bahwa perang mereka tidak berlangsung terus-menerus; tidak pernah ada satu minggu berlalu dalam tiga tahun terakhir ini tanpa adanya seorang Palestina atau Israel yang terbunuh atau terluka."10

Sebagaimana dilaporkan Wakil Sekretaris jendral PBB untuk Permasalahan Politik Khusus Marrack Goulding setelah mengunjungi wilayah-wilayah itu pada awal 1988: "Kerusuhan enam minggu sebelumnya merupakan ungkapan keputusasaan dan ketiadaan harapan yang dirasakan oleh para penduduk di wilayah-wilayah yang dikuasai, yang lebih dari separuhnya tidak mengetahui apa-apa kecuali pendudukan yang merebut apa yang mereka anggap sebagai hak-hak mereka yang sah."11
OMONG KOSONG

"Pemerintahan Israel di Tepi Barat (Yudea dan Samaria) dan Jalur Gaza diakui cukup lunak." --AIPAC, 198912

FAKTA

Tidak ada yang lunak menyangkut pendudukan Israel di wilayah-wilayah yang direbut pada 1967.

Hak-hak rakyat Palestina telah dilanggar secara sistematis oleh Shabak, polisi rahasia Israel yang sebelumnya dikenal sebagai Shin Bet. Shabak mempunyai kekuasaan mutlak di wilayah-wilayah pendudukan. Salah satu bentuk pelecehannya yang lebih efektif berasal dari kekuasaan operatifnya untuk menentukan apakah orang-orang Palestina di wilayah-wilayah pendudukan akan diberi izin untuk melaksanakan aspek-aspek yang paling rutin dari kehidupan sehari-hari mereka.13 Sekilas, praktek itu tampaknya cukup lunak. Tetapi otoritas pendudukan Israel telah menyempurnakan pengeluaran izin semacam itu menjadi suatu bentuk seni pelecehan birokratis.

Washington Post melaporkan bahwa Israel dengan sengaja menjalankan sistem itu untuk membuat kehidupan sehari-hari menjadi sulit dan menjadikan orang-orang Palestina di wilayah pendudukan frustrasi. Menurut Jonathan Kuttab, seorang ahli hukum Palestina terkemuka: "Seluruh proses itu dimaksudkan untuk menghancurkan rakyat, untuk mematahkan perlawanan mereka dan memaksa mereka menyadari bahwa apa pun yang mereka lakukan, sistem itu mempunyai kuasa atas mereka dan dapat menyangkal hak-hak mereka."14

Sistem perizinan yang mencakup segala hal itu diberlakukan pada awal 1988 dan sejak itu telah membuat kehidupan orang-orang Palestina sangat menyedihkan. Inti sistem itu adalah sebuah formulir permohonan satu halaman yang secara umum diberi judul "Permohonan Izin Administrasi Wilayah Sipil Yudea dan Samaria." Sejak 1988, orang-orang Palestina telah harus mengisi formulir itu untuk melakukan salah satu dari dua puluh tiga kategori aktivitas yang berkisar dari pendaftaran mobil hingga pendirian sebuah pabrik baru. Izin itu diwajibkan bagi setiap pemohon dari semua umur dan mencakup aktivitas-aktivitas sehari-hari seperti mencatatkan kelahiran bayi, mendaftar sekolah, mendapatkan nomor telepon, menerima pensiun, bepergian keluar negeri, dan membeli petak tanah pekuburan.

Agar disetujui, formulir itu harus dicap oleh tujuh kantor Israel yang tersebar di berbagai tempat di mana antrean biasanya harus dilakukan selama berjam-jam. Para pemohon harus membuktikan bahwa tidak ada kewajiban-kewajiban khusus yang dibebankan pada mereka, termasuk kartu tilang dan pajak yang belum dibayar. Menurut laporan koresponden Washington Post Jackson Diehl: "Bagi orang-orang Palestina, perang dalam kehidupan sehari-hari berarti bahwa aktivitas-aktivitas yang begitu sederhana seperti mendaftar untuk mendapatkan surat izin mengemudi, atau akta kelahiran, akan membutuhkan berminggu-minggu formalitas di lebih dari setengah lusin kantor pemerintah, termasuk jawatan pemeriksaan pajak lokal dan regional."15

Rasa putus asa yang menyeluruh dan kemarahan yang dipendam oleh orang-orang Palestina terhadap pendudukan militer itulah yang menyulut pemberontakan. Taktik Israel, terutama sejak pemberontakan, telah dikecam oleh hampir setiap organisasi hak-hak asasi manusia di dunia, oleh saksi-saksi individual, dan berulangkali oleh para anggota PBB, termasuk Amerika Serikat.16 Sebagian kecil dari banyak laporan kritis yang ada:

UN Goulding Report, 21 januari 1988. Wakil Sekretaris jenderal PBB untuk Permasalahan Politik Khusus Marrack Goulding melakukan penyelidikan pada awal 1988 dan menyimpulkan bahwa Israel melanggar secara luas hak-hak asasi manusia yang dijamin oleh Konvensi Jenewa Keempat yang Berkaitan dengan Perlindungan Orang-orang Sipil pada Masa Perang, 12 Agustus 1949. Israel terutama melanggar Artikel 33, hukuman kolektif; Artikel 47, usaha-usaha untuk mengubah status Jerusalem; Artikel 49, deportasi orang-orang Palestina dan pembangunan pemukiman di wilayah-wilayah pendudukan; dan Artikel 53, penghancuran harta kekayaan. Di samping itu, juga terdapat bukti pelanggaran Artikel 32, tindakan brutal terhadap penduduk sipil.17
European Community Report, 8 Februari 1988. Keduabelas negara Masyarakat Eropa mengecam tindakan-tindakan keras Israel, dengan menyatakan bahwa mereka "sangat menyesalkan tindakan-tindakan represif Israel, yang merupakan pelanggaran terhadap hukum internasional dan hak-hak asasi manusia." Mereka mengatakan bahwa "tindakan-tindakan represif Israel harus dihentikan" dan mengungkapkan "keprihatinan besar Masyarakat Eropa atas situasi yang semakin memburuk."18
Physicians for Human Rights Report, 11 Februari 1988. Suatu kelompok yang terdiri atas empat orang dokter Amerika, tiga dari Harvard dan satu dari City University, New York, mewakili para Dokter Pendukung Hak-hak Asasi Manusia, suatu kelompok pengamat mandiri di Boston, melaporkan setelah kunjungan satu minggu ke wilayah-wilayah itu bahwa Israel telah melepaskan "wabah kekerasan tanpa kendali oleh angkatan bersenjata dan polisi." Para dokter itu mengatakan bahwa riset mereka mengenai orang-orang Palestina yang terluka menunjukkan bahwa sebagian besar luka-luka itu diakibatkan oleh tindak kekerasan sistematis oleh pasukan Israel. Para dokter itu juga mengatakan bahwa banyak pukulan yang secara sengaja dimaksudkan untuk mematahkan tangan, lengan, dan kaki.19
Medical and Human Rights Group Report, 30 Mei 1988. Para dokter Palestina, pejabat-pejabat PBB, dan wakil-wakil dari Amnesti Internasional melaporkan bahwa penggunaan gas air mata secara luas dan sembarangan oleh pasukan Israel telah melukai 1.200 orang Palestina dan menyebabkan berlusin-lusin keguguran kandungan serta sebelas kematian sejak awal pemberontakan. Kelompok-kelompok itu menuduh bahwa terdapat kasus-kasus yang terdokumentasi dengan baik di mana pasukan-pasukan itu menembakkan gas air mata ke dalam rumah-rumah, ruang-ruang tertutup, dan rumah sakit-rumah sakit.20
Amnesty International Report, 17 Juni 1988. AI mengeluarkan laporan khusus yang mengecam penggunaan amunisi secara luas oleh pasukan Israel yang mengakibatkan terbunuhnya kaum wanita, anak-anak di bawah usia empat belas tahun, dan orang-orang tua. Sebagian dari mereka yang mati itu tidak sedang terlibat dalam demonstrasi kekerasan ketika terbunuh. Laporan itu mengatakan bahwa ada "bukti yang menyarankan bahwa otoritas Israel pada tingkat tinggi telah secara aktif membiarkan atau malah mendorong digunakannya amunisi dan kekerasan yang tidak masuk akal."21
UN General Assembly Condemnation, 3 November 1988. Majelis Umum PBB mengumpulkan suara 130 lawan 2 untuk mengecam Israel karena telah "membunuh dan melukai orang-orang Palestina yang tidak dapat membela diri" dan menyatakan "sangat menyesalkan" tindakan Israel yang mengabaikan resolusi-resolusi PBB sebelumnya yang mengecam aksi-aksi semacam itu. Amerika Serikat dan Israel sajalah yang memberi suara tidak setuju.22
UN General Assembly Condemnation, 20 April 1989. Majelis Umum PBB mengecam pelanggaran-pelanggaran atas hak-hak asasi manusia yang dilakukan Israel dan menuntut agar Israel menghentikan tembakan-tembakan dan pembatasan-pembatasan peribadatan di Tepi Barat dan jalur Gaza yang telah diduduki. Hasil suaranya adalah 129 berbanding 2, dengan hanya Amerika Serikat dan Israel memberikan suara menentang.23
Private Witness Report, 2 Maret 1990. Dr. Martin Rubenberg, seorang dokter praktek di Florida, bekerja sebagai sukarelawan di Jalur Gaza pada 1989 dan mendapati bahwa Israel mencegah pemberian pelayanan kesehatan yang layak untuk orang-orang Palestina. Dia melaporkan: "Halangan birokratis digunakan untuk membatasi pelayanan kesehatan... Fasilitas-fasilitas radio, termasuk radio panggil para dokter, dilarang... Pelayanan kesehatan juga dibatasi oleh otoritas Israel ketika mereka mencegah kembalinya para dokter Palestina yang telah mendapat latihan di luar negeri. Tidak adanya pelayanan yang memadai, jam malam yang berkelanjutan, seringnya dikenakan jam malam selama 24 jam berhari-hari atau berminggu-minggu, penutupan militer dan peraturan-peraturan yang melarang para penduduk Gaza untuk bermalam di Israel, semuanya menambah kesakitan, penderitaan, melemahkan tenaga dan daya tahan para pasien Palestina."24
Jimmy Carter Report, 19 Maret 1990. Mantan Presiden Carter mengadakan perjalanan ke Israel pada awal 1990 dan berkata: "Yang sedang kita bicarakan adalah sebuah pemerintahan otoriter, yang berkuasa, yang merampas hak-hak asasi mendasar rakyat [Palestina] yang berada di bawah kekuasaannya."25 Dia menambahkan: "Hampir tidak ada satu keluarga pun yang hidup di Tepi Barat dan Gaza yang salah satu anggota keluarga laki-lakinya tidak dipenjarakan oleh pihak militer... Ada kira-kira 650 orang Palestina yang terbunuh akibat sering ditembakkannya senjata api oleh militer yang tidak berada dalam situasi terancam, dan mereka juga menghancurkan rumah-rumah dan menempatkan orang-orang di penjara-penjara tanpa diadili."26
Middle East Watch, 25 Juli 1990. Organisasi hak-hak asasi manusia AS itu mendapati bahwa peraturan-peraturan Israel yang mengatur penggunaan senjata api "terlalu permisif" dan mendesak untuk diubah "agar dapat mengurangi jumlah orang-orang Palestina yang terbunuh dengan cara yang tidak dapat dibenarkan di tangan pasukan Israel." Laporan itu mengecam kegagalan Israel untuk menghukum para serdadu yang melakukan pembunuhan-pembunuhan ilegal.27
Secretary General of the United Nations Report, 1 November 1990. Sekretaris Jenderal PBB Javier Perez de Cuellar mengusulkan agar Dewan Keamanan melibatkan dirinya secara langsung untuk menemukan suatu cara melindungi orang-orang Palestina yang hidup di bawah pendudukan Israel.28 Salah satu usulan Perez de Cuellar adalah bahwa 164 penandatangan Konvensi Jenewa Keempat tahun 1949 tentang Perlindungan Orang-orang Sipil di Masa Perang hendaknya mengadakan pertemuan untuk membahas pelanggaran-pelanggaran hak-hak asasi manusia oleh Israel di wilayah-wilayah yang direbut pada 1967. Dia mencatat bahwa "Ketetapan hati orang-orang Palestina untuk menjalankan intifadhah merupakan bukti penolakan mereka terhadap pendudukan dan komitmen mereka untuk melaksanakan hak-hak politik mereka yang sah, termasuk penegasan diri... Masalah yang kita hadapi sekarang adalah langkah-langkah praktis apakah yang sesungguhnya dapat diambil oleh masyarakat internasional untuk memastikan keselamatan dan perlindungan atas para penduduk sipil Palestina yang hidup di wilayah pendudukan Israel. Jelas sudah, banyaknya imbauan --entah oleh Dewan Kemanan, oleh saya sendiri sebagai Sekretaris Jenderal, oleh Negara-negara Anggota, maupun oleh ICRC [Komite Internasional Palang Merah]... kepada pihak berwenang di Israel untuk mematuhi kewajiban-kewajiban mereka dalam Konvensi Jenewa Keempat tidak pernah efektif."29 Israel menganggap laporan itu "berat sebelah" dan Amerika Serikat tidak menunjukkan minat untuk menyelesaikan masalah itu.30
United Nations Condemnation, 6 Januari 1992. Dewan Keamanan PBB dengan suara bulat mengeluarkan sebuah resolusi yang "dengan keras mengecam keputusan Israel, kekuatan pendudukan, untuk melakukan deportasi para penduduk sipil Palestina" yang melanggar Konvensi Jenewa Keempat. Resolusi itu mengacu pada tanah-tanah yang diduduki oleh Israel sebagai "wilayah-wilayah Palestina... termasuk Jerusalem.31 Ini adalah untuk ketujuh kalinya sejak kelahiran intifadhah Dewan Keamanan mengeluarkan resolusi yang mendesak Israel untuk tidak mendeportasikan orang-orang Palestina atau yang menyesalkan deportasi-deportasi semacam itu; Amerika Serikat memberi suara abstain dalam tiga resolusi sebelumnya.32 Ini adalah untuk keenam puluh delapan kalinya dewan itu mengeluarkan resolusi yang mengecam Israel.

OMONG KOSONG

"Tidak ada keraguan dalam benak saya bahwa Israel diberi standar lebih tinggi dibanding yang lain-lainnya." --Richard Schifter, asisten menteri luar negeri untuk hak-hak asasi manusia,199033

FAKTA

Schifter mengeluarkan pernyataan ini dalam kesaksiannya di hadapan dengar pendapat Dewan yang pertama mengenai intifadhah pada 9 Mei 1990 --dua setengah tahun setelah pemberontakan dimulai. Kesaksiannya dibantah oleh saksi-saksi lainnya seperti Michael Posner, direktur eksekutif Lawyers Commitee for Human Rights; Kenneth Roth, wakil direktur Human Rights Watch; dan Sarah Roy, seorang ahli akademisi mengenai Jalur Gaza. Mereka semua bersaksi bahwa penggunaan kekerasan oleh Israel sudah keterlaluan dan telah menyebabkan banyaknya kematian yang tak perlu, termasuk kematian 102 anak-anak di bawah usia enam belas tahun. Mereka juga mengecam penyiksaan Israel atas para tawanan, penahanan-penahanan administratif untuk menangkap orang-orang Palestina tanpa tuduhan atau pengadilan, deportasi orang-orang Palestina, dan penghancuran rumah-rumah Arab.34

Komite Anti-Diskriminasi Arab-Amerika (ADC) menuntut pemecatan Schifter, dengan tuduhan telah secara sengaja mematahkan kecaman atas Israel. Pemerintah Bush menolak. ADC mencatat bahwa Schifter adalah presiden pendiri Lembaga Yahudi untuk Urusan Kemananan Nasional (JINSA), suatu kelompok yang diorganisasikan untuk "memberi informasi pada komunitas pertahanan dan keamanan nasional mengenai nilai kerja sama strategis antara AS dan Israel. Presiden ADC Abdeen Jabara menuduh bahwa "Duta Besar Schifter lebih mempedulikan citra Israel daripada melindungi hak-hak asasi manusia dan melaksanakan mandat hukum Amerika." Permintaan dari Jabara untuk menemui Schiffer ditolak.35

Lepas dari kesaksiannya yang bertentangan, kantor Richard Schifter sendiri di Kementerian Luar Negeri mengeluarkan laporan-laporan mengenai intifadhah yang tidak meninggalkan keragu-raguan tentang hakikat dan meluasnya pelanggaran-pelanggaran Israel. Berikut ini adalah beberapa kutipan dari Country Reports on Human Rights Practices yang dikeluarkan Kementerian Luar Negeri AS sejak 1988 hingga 1991:

1988: Kementerian Luar Negeri melaporkan bahwa 366 orang Palestina terbunuh oleh Israel pada 1988; dua puluh tiga orang lainnya terbunuh antara dimulainya pemberontakan pada 9 Desember 1987 dan akhir tahun itu. Dengan demikian jumlah kematian seluruhnya adalah 389 orang dalam waktu kurang dari tiga belas bulan pemberontakan --lebih dari satu orang dalam satu hari. Laporan itu mengutip "lima kasus pada 1988 di mana orang-orang Palestina tak bersenjata yang sedang ditahan meninggal dalam keadaan yang patut dipertanyakan atau terang-terangan dibunuh oleh para petugas penahannya." Lebih dari 20.000 orang Palestina telah dilukai atau dicederai --rata-rata lima puluh lima orang setiap hari sepanjang tahun itu. Laporan tersebut menyatakan bahwa 36 orang Palestina dideportasi pada 1988, lebih dari 2.600 orang ditahan dengan "penahanan administratif," paling sedikit 108 rumah dihancurkan, dan 46 lainnya disegel. Laporan itu juga menambahkan bahwa "banyak kematian dan cedera yang dapat dihindarkan" disebabkan karena para "serdadu Israel seringkali menggunakan senjata api dalam situasi-situasi yang tidak mendatangkan ancaman kematian pada pasukan... Peraturan-peraturan [yang mengatur penggunaan senjata api] tidak dilaksanakan secara tertib; hukuman-hukuman yang diberikan biasanya sangat lunak; dan ada banyak kasus pembunuhan yang tidak pada tempatnya yang tidak diberi hukuman disipliner atau diusut." Laporan itu mencatat "pemukulan yang merajalela" terhadap orang-orang Palestina. "Pasukan IDF menggunakan pentungan-pentungan untuk mematahkan anggota-anggota badan dan memukuli orang-orang Palestina yang tidak secara langsung terlibat dalam kerusuhan atau menolak penahanan. Para serdadu mengusir orang-orang keluar dari rumah-rumah mereka pada malam hari, menyuruh mereka berdiri berjam-jam, dan mengumpulkan para pria dan anak-anak lelaki serta memukuli mereka sebagai balasan karena mereka telah melemparkan batu. Setidak-tidaknya tiga belas orang Palestina dilaporkan telah meninggal akibat pemukulan-pemukulan. Menjelang pertengahan April [1988] laporan-laporan tentang dipatahkannya tulang-tulang telah berakhir, namun laporan-laporan tentang pemukulan-pemukulan keras yang tidak dapat dibenarkan terus berlanjut."36
1989: Kementerian Luar Negeri melaporkan bahwa 304 orang Palestina dibunuh oleh Israel pada 1989, termasuk sebelas orang oleh para pemukim Israel dan sepuluh akibat pukulan-pukulan selama pemeriksaaan. Laporan-laporan mengenai orang-orang Palestina yang dilukai oleh pasukan Israel berkisar dari 5.000 hingga 20.000 orang. Laporan itu mengemukakan bahwa 26 orang Palestina dideportasi sepanjang tahun itu, lebih dari 1.271 ditahan dalam "penahanan administratif," 88 rumah dihancurkan, dan 82 lainnya disegel. Ditambahkan bahwa "laporan-laporan terus berdatangan mengenai perlakuan kasar dan merendahkan terhadap para tawanan yang tengah diperiksa atau diinterogasi, serta pemukulan-pemukulan terhadap para tersangka."37
1990: Kementerian Luar Negeri melaporkan bahwa 140 orang Palestina dibunuh oleh Israel pada 1990. Sepuluh orang dibunuh oleh para pemukim Yahudi dan sisanya oleh pasukan keamanan Israel, termasuk sedikitnya 5 orang oleh personil tak bersegaram. Kelompok-kelompok pembela hak-hak asasi manusia menuduh bahwa personil keamanan berpakaian preman bertindak sebagai regu maut yang membunuhi para aktivis Palestina tanpa peringatan, setelah mereka menyerah, atau setelah mereka tunduk.38 Laporan-laporan tentang orang-orang Palestina yang dilukai oleh pasukan Israel berkisar dari 4.000 hingga lebih dari 10.000 orang. Laporan itu menyatakan bahwa tidak ada orang Palestina yang dideportasi tahun itu, namun lebih dari 1.263 orang ditahan dengan "penahanan administratif," 93 rumah dihancurkan, dan 83 disegel. Ditambahkan bahwa "laporan-laporan terus berdatangan mengenai perlakuan kasar dan merendahkan terhadap para tawanan yang sedang diperiksa atau diinterogasi, serta pemukulan-pemukulan terhadap para tersangka."39
1991: Kementerian Luar Negeri melaporkan bahwa 97 orang Palestina dibunuh oleh pasukan pendudukan Israel selama 1991, termasuk sedikitnya 27 orang oleh personil tak berseragam. Dikatakan bahwa kelompok-kelompok pembela hak-hak asasi manusia, seperti pada 1990, menuduh bahwa agen-agen Israel berpakaian preman bertindak sebagai regu maut yang membunuhi para aktivis Palestina tanpa peringatan lebih dulu, setelah mereka menyerah atau setelah mereka tunduk 40 Laporan-laporan tentang orang-orang Palestina yang dilukai oleh pasukan Israel berkisar dari 841 hingga lebih dari 5.000 orang. Laporan itu menyatakan bahwa 8 orang Palestina dideportasi dalam tahun-tahun itu, lebih dari 1.400 orang ditahan dengan "penahanan administratif," 55 rumah dihancurkan, dan 62 lainnya disegel. Ditambahkan bahwa kelompok-kelompok pembela hak-hak asasi manusia telah menerbitkan "laporan-laporan terinci yang dapat dipercaya mengenai penyiksaan, kekejaman, dan perlakuan keji terhadap para tawanan Palestina di penjara-penjara dan pusat-pusat penahanan."41

Catatan kaki:

1 John Kifner, New York Times, 15 Desember 1987; Strum, The Women Are Marching, 17.

2 David B. Ottaway, Washington Post, 30 Maret 1988. Teks perkataan Schifter itu terdapat dalam American-Arab Affairs, Musim Semi 1988, 156-58, dan Journal of Palestine Studies, Musim Panas 1988, 197-200.

3 Dikutip dalam Washington Report on Middle East Affairs (American Educational Trust, Washington D.C.), Februari 1992,15.

4 Lihat Kementerian Luar Negeri AS, Country Report on Human Rights Practice (Washington D.C.: Government Printing Office), untuk tahun-tahun sejak 1988.

5 John Kifner, New York Times, 20 Januari 1988. Juga lihat Jonathan C. Randal, Washington Post, 21 Januari 1988; Glenn Frankel, Washington Post, 23 Januari 1988.

6 Time, 8 Februari 1988, 39.

7 Robert D. McFadden, New York Times, 5 Maret 1988. Perkataan Kissinger terdapat dalam sebuah memorandum tiga halaman satu spasi yang ditulis oleh salah seorang pemimpin kelompok itu, Julius Berman, mantan kepala Konferensi Para Presiden Organisasi-organisasi Utama Yahudi. Komite Anti-Diskriminasi Arab-Amerika di Washington, D.C. berhasil mendapatkan salinan memo itu dan menyebarkannya di kalangan angota-anggotanya. Teks memo itu termuat dalam American-Arab Affairs, Musim Semi 1988,158-61, dan Journal of Palestine Studies, Musim Panas 1988,184-87. Kissinger di kemudian hari menyangkal bahwa dia telah mengucapkan perkataan itu, dengan menyatakan bahwa ada "distorsi kasar atas kebenaran." Lihat Barbara Vobejda, Washington Post, 6 Maret 1988.

8 John Kifner, New York Times, 23 Januari 1988.

9 Jackson Diehl, Washington Post, 17 Mei 1990. Kutipan-kutipan dari laporan seribu halaman, tiga jilid, "The Status of Palestinian Children during the Uprising in the Occupied Territories;" terdapat dalam "Documents and Source Material," Journal of Palestine Studies, Musim Panas 1990,136-49.

10 Thomas L. Friedman, "The Week in Review," New York Times, 27 Desember 1987.

11 Dokumen PBB S/19443, 21 Januari 1988. Teks itu terdapat dalam "Special Documents," Journal of Palestine Studies, Musim Semi 1988, 66-79.

12 Davis, Myths and Facts 1089,194.

13 Dani Rubinstein, Ha'aretz (Tel Aviv), 7 Februari 1992.

14 Jackson Diehl, Washington Post, 19 Oktober 1990.

15 Ibid.

16 Amnesti Intemasional terutama sangat waspada dalam melaporkan tindakan Israel; Journal for Palestine Studies, dimulai dengan terbitan Musim Semi 1988, mencetak ulang teks-teks laporan dari berbagai kelompok yang mengecam Israel pada tahun-tahun berikutnya.

17 Dokumen PBB s/19443, 21 Januari 1988.

18 Karen DeYoung, Washington Post, 9 Februari 1988; Shadda Islam, "Weighing Their Words," Middle East International, 20 Februari 1988.

19 Kutipan-kutipan dari laporan itu terdapat dalam American-Arab Affairs, Musim Panas 1988, 178-83. Para anggota tim pengunjung itu, yang kesemuanya dokter medis, adalah H. Jack Geiger, City University of New York Medical School; Jennifer Leaning, Harvard Medical School; Leon A. Saphiro, Harvard Medical School, dan Bennett Simon, Harvard Medical School.

20 Glenn Frankel, Washington Post, 31 Mei 1988. Lihat juga Amnesti Internasional, "Israel and the Occupied Territories: The Misuse of Tear Gas by Israeli Army Personnel in the Israeli Occupied Territories," 1 Juni 1988. Teks itu terdapat dalam American-Arab Affairs, Musim Panas 1988, 183-87, dan Journal of Palestine Studies, Musim Gugur 1988, 259-63.

21 Teks itu terdapat dalam Journal of Palestine Studies, Musim Gugur 1988, 263-71.

22 Paul Lewis, New York Times, 4 November 1988.

23 Reuters, New York Times, 21 April 1989.

24 Martin Rurenberg, "Medical Care as a Political Weapon in Gaza;" Middle East International, 2 Maret 1990.

25 Associated Press, 19 Maret 1990,19: 11 EST, V0368.

26 New York Times, 20 Maret 1990.

27 Laporan itu berjudul "The Israeli Army and the Intifada: Policies That Contribute to the Killings." Jilah Daoud Kuttab, Middle East International, 3 Agustus 1990. Untuk komentar tajam mengenai pelanggaran hak-ahak asasi manusia oleh Israel, lihat Anthony Lewis, New York Times, 31 Juli 1990; Colman McCarthy, Washington Post, rubrik Style, 15 Juli 1990.

28 Javier Perez de Cuellar, "Report Submitted to the Security Council by the Secretary-General in Accordance with Resolution 672 (1990);" Dokumen PBB S/21919, 31 Oktober 1990. Juga lihat Resolusi 33/113 A. Untuk pembahasan terinci, lihat Mallison, The Palestine Problem in International Law and Order, Bab 6.

29 Perez de Cuellar, "Report Submitted to the Security Council."

30 Associated Press, Washington Post, 5 November 1990.

31 Resolusi 726; teks itu terdapat dalam New York Times, 7 Januari 1992.

32 Trevor Rowe, Washington Post, 7 Januari 1992. Sikap abstain AS adalahpada Resolusi 608 tanggal 14 Januari 1988, 636 tanggal 6 Juli 1989, dan 641 tanggal 30 Agustus 1989.

33 John M. Goshko dan Nora Boustany, Washington Post, 10 Mei 1990.

34 Ibid.

35 ADC Times (Washington D.C.), Maret 1990. Untuk kritik atas laporan itu, lihat George Moses, "What Does the Human Rights Report Say about Its Author?" Washington Report on Middle East Affairs, April 1990. Sebuah kritik dari laporan-laporan sebelumnya terdapat dalam Rabbi Elmer Berger, "A Critique of the Department of State's 1981 Country Report on Human Rights Practices in the State of Israel;" Americans for Middle East Understanding (New York, tanpa tanggal). Schifter pensiun pada 1992 dan menjadi penasihat senior kebijaksanaan luar negeri untuk kampanye kepresidenan Bill Clinton.

36 Kementerian Luar Negeri AS, Country Reports on Human Rights Practices for 1988 (Washington, D.C.: Government Printing Office, Februari 1989): 1376-87. Teks itu direproduksi dalam Journal of Palestine Studies, Musim Semi 1989, 110-25.

37 Kementerian Luar Negeri AS, Country Reports on Human Rights Practices for 1989 (Washington, D.C.: Government Printing Office Februari 1990): 1432-45. Teks itu direproduksi dalam Journal of Palestine Studies, Musim Semi 1990, 76-88.

38 Untuk rinciannya, lihat Pusat Informasi Hak-hak Asasi Manusia Palestina, Targetting to Kill: Israel's Undercover Units (Jerusalem, Mei 1992).

39 Kementerian Luar Negeri AS, Country Reports on Human Rights Practices for 1990 (Washington, D.C.: Government Printing Office, Februari 1991): 1477-96. Teks itu direproduksi dalam Journal of Palestine Studies, Musim Semi 1991, 98-111.

40 Lihat Pusat Informasi Hak-hak Asasi Manusia Palestina, Targetting to Kill.

41 Kementerian Luar Negeri AS, Country Reports on Human Rights Practices for 1991 (Washington, D.C.: Government Printing Office, Februari 1992): 1440-55. Teks itu direproduksi dalam Journal of Palestine Studies, Musim Semi 1992,114-24.
keroncong
keroncong
KAPTEN
KAPTEN

Male
Age : 70
Posts : 4535
Kepercayaan : Islam
Location : di rumah saya
Join date : 09.11.11
Reputation : 67

Kembali Ke Atas Go down

kumpulan fakta kemunafikan israel & Yahudi Empty Re: kumpulan fakta kemunafikan israel & Yahudi

Post by keroncong Sun Oct 07, 2012 1:17 pm

KLAIM-KLAIM ISRAEL ATAS PALESTINA



Israel mendasarkan klaim-klaimnya untuk mendirikan sebuah negara di Palestina atas tiga sumber utama: warisan Perjanjian Lama dari Kitab Injil,1 Deklarasi Balfour yang diumumkan Inggris Raya pada 1917, dan pembagian Palestina menjadi negara Arab dan negara Yahudi yang direkomendasikan oleh Majelis Umum PBB pada 1947.
OMONG KOSONG

"Atas dasar hak alamiah dan hak kesejarahan kita... dengan ini [kami] memproklamasikan berdirinya sebuah Negara Yahudi di Tanah Israel-Negara Israel." --Deklarasi Kemerdekaan Israel, 19482

FAKTA

Menurut sejarah, bangsa Yahudi bukanlah penduduk pertama Palestina, pun mereka tidak memerintah di sana selama masa pemerintahan bangsa-bangsa lain. Para ahli arkeologi modern kini secara umum sepakat bahwa bangsa Mesir dan bangsa Kanaan telah mendiami Palestina sejak masa-masa paling kuno yang dapat dicatat, sekitar 3000 SM hingga sekitar 1700 SM.3 Selanjutnya datanglah penguasa-penguasa lain seperti bangsa-bangsa Hyokos, Hittit, dan Filistin. Periode pemerintahan Yahudi baru dimulai pada 1020 SM dan berlangsung hingga 587 SM. Orang-orang Israel kemudian diserbu oleh bangsa-bangsa Assyria, Babylonia, Yunani, Mesir, dan Syria hingga Hebrew Maccabeans meraih kembali sebagian kendali pemerintahan pada 164 SM. Tetapi, pada 63 SM Kekaisaran Romawi menaklukkan Jerusalem dan pada 70 M menghancurkan Kuil Kedua dan menyebarkan orang-orang Yahudi ke negeri-negeri lain. Ringkasnya, bangsa Yahudi kuno menguasai Palestina atau sebagian besar darinya selama kurang dari enam ratus tahun dalam kurun waktu lima ribu tahun sejarah Palestina yang dapat dicatat --lebih singkat dibanding bangsa-bangsa Kanaan, Mesir, Muslim, atau Romawi.4 Komisi King-Crane AS menyimpulkan pada 1919 bahwa suatu klaim "yang didasarkan atas pendudukan pada masa dua ribu tahun yang lalu tidak dapat dipertimbangkan secara serius."5

Pada 14 Mei 1948, sekitar tiga puluh tujuh orang menghadiri pertemuan Tel Aviv di mana kemerdekaan Israel dinyatakan sebagai "hak alamiah dan historis." Namun para kritikus menuduh bahwa aksi mereka tidak mempunyai kekuatan yang mengikat dalam hukum internasional sebab mereka tidak mewakili mayoritas penduduk pada waktu itu. Sesungguhnya, hanya satu orang di antara mereka yang dilahirkan di Palestina; tiga puluh lima orang berasal dari Eropa dan seorang dari Yaman. Tegas sarjana Palestina Issa Nakhleh: "Minoritas Yahudi tidak berhak untuk menyatakan kemerdekaan suatu negara di atas wilayah yang dimiliki oleh bangsa Arab Palestina."6
OMONG KOSONG

"'Sertifikat kelahiran' internasional Israel disahkan oleh janji dalam Kitab Injil." --AIPAC,*) 19927

FAKTA

Klaim-klaim tentang dukungan ilahiah atas ambisi-ambisi kesukuan maupun kebangsaan sangat lazim ditemukan di masa kuno. Bangsa-bangsa Sumeria, Mesir, Yunani, dan Romawi semuanya menyitir wahyu-wahyu ilahi untuk penaklukan-penaklukan mereka. Sebagaimana dicatat oleh ahli sejarah Frank Epp: "Setiap fenomena dan proses kehidupan dianggap sebagai hasil campur tangan dewa atau dewa-dewa... bahwa sebuah negeri yang baik telah dijanjikan kepada bangsa yang lebih baik oleh dewa-dewa yang lebih tinggi."8 Tidak ada pengadilan atau badan dunia di masa sekarang ini yang akan menganggap sah suatu hak pemilikan yang didasarkan atas klaim yang dinyatakan berasal dari Tuhan.9 Bahkan bagi mereka yang mengartikan restu Injil secara harfiah sebagai restu dari Tuhan, para ahli Injil seperti Dr. Dewey Beegle dari Wesley Theological Seminary menyatakan bahwa bangsa Yahudi kuno tidak berhasil mematuhi perintah-perintah Tuhan dan karenanya kehilangan janji itu.10
OMONG KOSONG

"Hak [bangsa Yahudi untuk melakukan restorasi nasional di Palestina] diakui oleh Deklarasi Balfour." --Deklarasi Kemerdekaan Israel, 194811


FAKTA

Deklarasi Balfour secara sengaja tidak mendukung pendirian suatu bangsa Yahudi. Deklarasi itu termuat dalam sebuah surat yang dikirimkan oleh Menteri Luar Negeri Inggris Arthur James Balfour kepada Lord Rothschild, presiden Federasi Zionis Inggris, pada 2 November 1917. Deklarasi itu telah disetujui oleh kabinet Inggris dan dikatakan: "Pemerintah menyetujui didirikannya sebuah tanah air bagi bangsa Yahudi di Palestina, dan berusaha sebaik-baiknya untuk melancarkan pencapaian tujuan ini, setelah dipahami secara jelas bahwa tidak akan dilakukan sesuatu yang dapat merugikan hak-hak sipil dan hak-hak keagamaan komunitas non-Yahudi yang ada di Palestina, atau hak-hak dan status politik yang dinikmati oleh bangsa Yahudi di setiap negeri lain."12 Pada 1939 British White Paper secara khusus menyatakan bahwa Inggris "tidak bermaksud mengubah Palestina menjadi sebuah Negara Yahudi yang bertentangan dengan kehendak penduduk Arab di negeri itu."13
OMONG KOSONG

"[Palestina adalah] tanah air tanpa rakyat bagi rakyat [Yahudi) yang tidak bertanah air." --Israel Zangwill, Zionis senior, c. 189714

FAKTA

Ketika Deklarasi Balfour diumumkan pada 1917 ada kira-kira 600.000 orang Arab di Palestina dan kira-kira 60.000 orang Yahudi.15 Lebih dari tiga puluh tahun selanjutnya rasio itu menyempit ketika imigrasi Yahudi bertambah, terutama akibat adanya kebijaksanaan anti-Semit Adolf Hitler. Namun, menjelang akhir 1947 ketika PBB berencana untuk membagi Palestina, bangsa Arab masih merupakan penduduk mayoritas, dengan jumlah orang Yahudi mencapai hanya sepertiganya --608.225 orang Yahudi berbanding 1.237.332 orang Arab.16 Ketika Max Nordau, seorang Zionis senior dan sahabat Zangwill, mengetahui pada 1897 bahwa ada penduduk asli Arab di Palestina, dia berseru: "Aku tidak tahu itu! Kita tengah melakukan suatu kezaliman!"17

Penduduk Palestina bukan hanya sudah ada di sana, mereka bahkan telah menjadi masyarakat mapan yang diakui oleh bangsa-bangsa Arab lainnya sebagai "bangsa Palestina." Bangsa itu terdiri atas golongan-golongan intelektual dan profesional terhormat, organisasi-organisasi politik, dengan ekonomi agraria yang tengah tumbuh dan berkembang menjadi cikal bakal industri modern.18 Kata ilmuwan John Quigley: "Penduduk Arab telah mapan selama beratus-ratus tahun. Tidak ada migrasi masuk yang berarti dalam abad kesembilan belas."19
OMONG KOSONG

"Atas dasar... resolusi Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa dengan ini [kami] memproklamasikan berdirinya sebuah Negara Yahudi di Tanah Israel --Negara Israel." --Deklarasi Kemerdekaan Israel, 194820

FAKTA

Hanya karena tekanan kuat dari pemerintahan Truman sajalah maka Rencana Pembagian PBB diluluskan oleh Majelis Umum pada 29 November 1947, dengan perolehan suara 33 lawan 13 dan dengan 10 abstain dan 1 absen. Di antara bangsa-bangsa yang mengalah pada tekanan AS adalah Prancis, Ethiopia, Haiti, Liberia, Luksemburg, Paraguay, dan Filipina.21 Mantan Wakil Menteri Luar Negeri Sumner Welles menulis: "Melalui perintah langsung dari Gedung Putih setiap bentuk tekanan, langsung maupun tak langsung, dibawa untuk disampaikan oleh para pejabat Amerika kepada negara-negara di luar dunia Muslim yang diketahui belum menentukan sikap atau menentang pembagian itu. Para wakil dan perantara dikerahkan oleh Gedung Putih untuk memastikan bahwa suara mayoritas akan terus dipertahankan."22

Rencana pembagian, yang dinamakan Resolusi 181, membagi Palestina antara "negara-negara Arab dan Yahudi yang merdeka dan Rezim Internasional Istimewa untuk Kota Jerusalem."23 Calon Menteri Luar Negeri Israel Moshe Sharett mengatakan bahwa resolusi itu mempunyai "kekuatan mengikat," dan Deklarasi Kemerdekaan Israel mengutipnya tiga kali sebagai dasar kebenaran yang sah bagi berdirinya negara itu.24 Namun Majelis Umum, tidak seperti Dewan Keamanan, tidak mempunyai kuasa lebih dari membuat rekomendasi. Ia tidak dapat mendesakkan rekomendasi-rekomendasinya, pun rekomendasi-rekomendasi itu tidak mengikat secara hukum kecuali untuk masalah-masalah internal PBB.25

Bangsa Palestina, yang memang berhak, menolak rencana pembagian itu sebab rencana tersebut memberikan pada bangsa Yahudi lebih dari separuh Palestina, meskipun dalam kenyataannya mereka itu hanyalah sepertiga penduduk dan hanya memiliki 6,59 persen tanah.26 Di samping itu, bangsa Palestina berkeras bahwa Perserikatan Bangsa-Bangsa tidak mempunyai hak yang sah untuk merekomendasikan pembagian jika mayoritas penduduk Palestina menantangnya. Sekalipun demikian, dengan menolak pembagian tidak berarti bangsa Palestina menolak klaim mereka sendiri sebagai suatu bangsa merdeka. Yang mereka tentang adalah negara Yahudi yang didirikan di atas tanah Palestina, bukan hak orang-orang Yahudi sebagai suatu bangsa.

Pemimpin Yahudi David Ben-Gurion menasihati para koleganya untuk menerima pembagian itu sebab, katanya pada mereka, "dalam sejarah tidak pernah ada suatu persetujuan final --baik yang berkaitan dengan rezim, dengan perbatasan-perbatasan, dan dengan persetujuan-persetujuan internasional."27

Salah seorang perintis Zionis besar, Nahum Goldmann, mengungkapkan sikap pragmatis dengan cara berbeda: "Tidak ada harapan bagi sebuah negara Yahudi yang harus menghadapi 50 tahun lagi untuk berjuang melawan musuh-musuh Arab."28
OMONG KOSONG

"Aslinya Palestina mencakup Yordania." Ariel Sharon, Menteri Perdagangan Israel, 198929

FAKTA

Dalam sejarah panjang Imperium Islam/Usmaniah, Palestina tidak pernah berdiri sebagai suatu unit geopolitik atau administratif yang terpisah. Ketika daerah di Laut Tengah bagian timur antara Lebanon dan Mesir diambil alih oleh Inggris Raya dari Turki pada akhir Perang Dunia I, bagian-bagian tertentu dari apa yang disebut Palestina berada di bawah wilayah administrasi Beirut sementara Jerusalem menjadi sanjak, sebuah distrik otonom.30 Daerah di sebelah timur sungai Yordan --Transyordan-- adalah, dalam kata-kata sarjana Universitas Tel Aviv Aaron Klieman, "sesungguhnya merupakan terra nullius di bawah kekuasaan bangsa Turki dan dibiarkan tanpa kepastian dalam pembagian Imperium Usmaniah."31

Dalam memulai mandat di Palestina atas nama Liga Bangsa-bangsa pada 1922, Inggris mendapatkan Palestina dan Transyordan ke arah timur hingga Mesopotamia, yang menjadi Irak. Sekarang wilayah yang sama berarti mencakup Israel, Yordania, Tepi Barat, Jalur Gaza, dan Jerusalem. Pada Desember 1922, Inggris menyatakan pengakuannya atas "eksistensi suatu Pemerintahan konstitusional yang merdeka di Transyordan." Dan pada 1928 dinyatakan secara khusus bahwa Palestina adalah daerah di sebelah barat sungai Yordan.32 Hanya di Palestina sajalah Inggris beranggapan bahwa janjinya dalam Deklarasi Balfour dapat diterapkan untuk membantu mendirikan suatu tanah air Yahudi.
Catatan kaki:

1 Lihat, misalnya, Kitab Kejadian 15:18, 'Pada hari itu Tuhan membuat perjanjian dengan Ibrahim melalui firman, 'Untuk keturunanmu Aku berikan tanah ini, dari sungai Mesir hingga sungai besar, sungai Efrat.'"

2 Ben-Gurion, Israel, 80. Teks deklarasi itu dicetak kembali di hlm. 79-81.

3 Bright, A History of Israel, 17-18. Lihat juga Nakhleh, Encyclopedia of the Palestine Problem, 953-70.

4 Epp, Whose land is Palestine?, 39-40. Juga lihat The New Oxford Annotated Bible, 1549-50; Beatty, Arab and Jew in the Land of Canaan, 85.

5 Grose, Israel in the Mind of America, 88-89. Kutipan-kutipan dari laporan Komisi King-Crane terdapat dalam Khalidi, From Haven to Conquest, 213-18, dan Laqueur dan Rubin, The Israel-Arab Reader, 34-42.

6 Nakhleh, Encyclopedia of the Palestine Problem, 4.

*) AIPAC adalah American Israel Public Affairs Committe, lobi utama yang mendukung Israel di Amerika Serikat

7 Bard dan Himelfarb, Myths and Facts, 1.

8 Epp, Whose Land Is Palestine?, 38, 41.

9 Guillaume, Zionists and the Bible, 25-30, dicetak ulang dalam Khalidi, From Haven to Conquest. Lihat juga Nakhleh, Encyclopedia of the Palestine Problem, 953-70.

10 Dewey Beegle, wawancara dengan penulis, 12 Januari 1984.

11 Ben-Gurion, Israel, 80.

12 Sanders, The High Walls of Jerusalem, 612-13.

13 Sachar, A History of Israel, 222.

14 Dikutip dalam Elon, The Israelis, 149.

15 Palestine: Blue Book, 1937 (Jerusalem: Government Printer, 1937), dikutip dalam Epp, Whose Land Is Palestine?, 144. Lihat juga Khalidi, From Haven to Conquest, Lampiran 1.

16 Perserikatan Bangsa-Bangsa, laporan subkomite kepada Komite Khusus untuk Palestina, A/AC al/32, dicetak ulang dalam Khalidi, From Haven to Conquest, 675.

17 Sachar, A History of Israel,163.

18 Said et al., "A Profile of the Palestinian People," dalam Said dan Hitchens, Blaming the Victimis,135-37.

19 Quigley, Palestine and Israel, 73. Lihat juga Khalidi, Before Their Diaspora; Nakhleh, Encyclopedia of the Palestine Problem, terutama Bab 1 dan Bab 2.

20 Ben-Gurion, Israel, 80.

21 Sheldon L. Richman, "'Ancient History': U.S. Conduct in the Middle East since World War II and the Folly of intervention," pamflet Cato Institute, 16 Agustus 1991.

22 Welles, We Need Not Fail, dikutip dalam ibid. Lihat juga Muhammad Zafrulla Khan, "Thanksgiving Day at Lake Success, November 17, 1947;" Carlos P. Romulo, "The Philippines Changes Its Vote;" dan Kermit Roosevelt, "The Partition of Palestine: A Lesson in Pressure Politics," semuanya dalam Khalidi, From Haven to Conquest, 709-22, 723-26, 727-30, secara berturut- turut.

23 Teks Resolusi 181 (II) terdapat dalam Tomeh, United Nations Resolutions on Palestine and the Arab-Israeli Conflict, 1: 4-14.

24 Mallison dan Mallison, The Palestine Problem in International Law and World Order, 171.

25 Quigley, Palestine and Israel, 47.

26 Cattan, Palestine, the Arabs, and Israel, 29; John Ruedy, "Dinamics of Land Alienation," dalam Abu-Lughod, Transformation of Palestine, 125, 134; Said, The Question of Palestine, 98.

27 David Ben-Gurion, War Diaries, dikutip dalam Flapan, The Birth of Israel, 13.

28 Findley, They Dare to Speak Out, 273.

29 Sharon, Warrior, 246.

30 Ibrahim Abu-Lughod, "Territorially-based Nationalism and the Politics of Negation" dalam Said dan Hitchens, Blaming the Victims, 195.

31 Klieman, Foundations of British Policy in the Arab World, 68.

32 Ibid., 234-35. Lihat juga Fromkin, A Peace to End All Peace, 560.
keroncong
keroncong
KAPTEN
KAPTEN

Male
Age : 70
Posts : 4535
Kepercayaan : Islam
Location : di rumah saya
Join date : 09.11.11
Reputation : 67

Kembali Ke Atas Go down

kumpulan fakta kemunafikan israel & Yahudi Empty Re: kumpulan fakta kemunafikan israel & Yahudi

Post by keroncong Sun Oct 07, 2012 1:19 pm

INVASI LEBANON 1982

Masuknya pasukan Israel ke Lebanon pada 1982 adalah suatu invasi berskala penuh yang melibatkan persenjataan berat, pesawat-pesawat, dan kapal-kapal, yang sebagian besar buatan AS. Nama operasi itu adalah Peace for Galilee, yang mengisyaratkan bahwa sasaran Israel adalah mendorong para gerilyawan Palestina mundur dari perbatasan untuk mencegah serangan-serangan di dalam wilayah Israel. Dalam kenyataannya pasukan Israel memasuki Beirut dan untuk pertama kalinya mengepung sebuah ibukota Arab. Tujuan Israel, ternyata, adalah membebaskan Lebanon dari para pejuang Palestina dan pasukan Syria dan mengintimidasi Lebanon agar menandatangani perjanjian perdamaian. Pertempuran utama terjadi antara 6 Juni dan 26 September 1982, ketika pasukan Israel mundur dari Beirut Barat.
OMONG KOSONG

"Serangkaian insiden provokatif dan pembalasan sepanjang bulan pertama tahun 1982 mencapai puncaknya pada bulan Juni ketika [Duta Besar Israel] Shlomo Argov ditembak di London... Pasukan Israel didorong masuk Lebanon pada 6 Juni 1982." --Hyman Bookbinder, mantan wakil Komite Amerika-Yahudi,19871

FAKTA

Hingga terjadinya invasi Israel ke Lebanon pada 6 Juni 1982, para gerilyawan Palestina telah dengan hati-hati mematuhi gencatan senjata yang berlaku sejak 24 Juli 1981. Perbatasan utara Israel dengan Lebanon tenang. Tidak terjadi serangan.2

Namun ketika Duta Besar Israel untuk London Shlomo Argov ditembak pada 3 Juni, Perdana Menteri Menachem Begin dengan segera memanfaatkan insiden itu untuk membenarkan invasi ke Lebanon. Tindakan ini tetap dilakukan meskipun dalam kenyataannya para analis intelijen Israel menyatakan bahwa gerombolan pembunuh itu merupakan bagian kelompok teroris Dewan Revolusioner Fatah, suatu kelompok yang sepenuhnya berada di luar PLO. Kelompok itu diketuai oleh Abu Nidal, terlahir Sabri Khalil Banna, salah satu musuh terbesar ketua PLO Yasser Arafat.3 Sekalipun demikian, Begin menyatakan, "Mereka semua PLO," dan memerintahkan serangan udara besar-besaran yang dimulai esok harinya atas kantor-kantor PLO di daerah padat di Beirut dan di Lebanon Selatan, membunuh paling sedikit 45 orang dan melukai 150 orang. Invasi besar Israel berlangsung tiga hari setelah Argov dilukai.4

Sebagaimana ditulis oleh seorang kritikus Israel tentang Menteri Pertahanan Ariel ("Arik") Sharon: "Arik Sharon memungut sebuah negeri yang relatif damai, yang perbatasan utaranya tenang-tenang saja sepanjang tahun, dan mencemplungkannya ke dalam pusaran besar kematian dan kehancuran yang akibat-akibat petakanya menyebar ke segala penjuru."5
OMONG KOSONG

"Kami tidak menginginkan satu inci pun dari wilayah Lebanon." --Menachem Begin, perdana menteri Israel, 19826

FAKTA

Lebih dari satu dasawarsa setelah invasi Israel pada 1982 Israel terus menguasai Lebanon Selatan. Menjelang akhir 1992, masih ada sekitar seribu pasukan Israel yang menduduki "sabuk keamanari" yang direbut Israel pada 1978 dan diperluas hingga dua belas mil masuk ke wilayah Lebanon pada 1982.7 "Sabuk keamanan" ini (beberapa orang Israel menyebutnya "Tepi Utara") merupakan 9 persen dari wilayah Lebanon dan menambah lagi beberapa mil persegi pada daftar tanah Arab yang telah dicaplok Israel sejak 1948.8

Sejak awal berdirinya Israel, para pemimpinnya telah berambisi untuk mengambil alih bagian selatan Lebanon. Misalnya, pada 1955, Moshe Dayan, waktu itu kepala staf, mendiskusikan masalah itu dengan Perdana Menteri David Ben-Gurion, dan mengatakan bahwa "satu-satunya hal yang penting adalah menemukan seorang perwira, meski hanya seorang mayor [di Lebanon]. Kita harus merebut hatinya atau membelinya dengan uang, untuk membuatnya setuju menyatakan diri sebagai penyelamat penduduk Maronite [Kristen]. Selanjutnya angkatan bersenjata Israel akan memasuki Lebanon, menduduki wilayah yang diperlukan, dan menciptakan sebuah rezim Kristen yang akan bersekutu dengan Israel. Wilayah dari Litani ke arah selatan akan sepenuhnya dicaplok Israel dan segala sesuatunya akan beres."9
OMONG KOSONG

"[Invasi Lebanon] adalah suatu operasi yang akan berlangsung sekitar dua belas jam. Saya tidak tahu bagaimana perkembangan masalahnya, jadi saya sarankan kita mengawasinya dalam waktu dua puluh empat jam." --Ariel Sharon, menteri pertahanan Israel, 198210

FAKTA

Kata-kata menenteramkan dari Menteri Pertahanan Ariel Sharon pada malam invasi Israel ke Lebanon pada kabinet Israel dan selanjutnya jaminan Israel pada Washington secara sengaja dimaksudkan untuk menyesatkan, suatu upaya licik untuk menutupi rencana-rencana besar Sharon untuk memaksakan perjanjian damai di Lebanon, menghantam PLO, dan sekaligus mengalahkan angkatan bersenjata Syria.11

Dalam kenyataan, invasi Israel yang terdiri atas berpuluh-puluh ribu pasukan tidak mungkin dapat bergerak memasuki Lebanon sesuai jadwal sebagaimana dinyatakan oleh Sharon, apalagi untuk mencapai tujuan-tujuannya dalam waktu demikian pendek. Seperti yang kemudian terbukti, kekuatan invasi Israel tetap tinggal di Lebanon selama tiga tahun. (Di puncak kesibukannya dalam minggu-minggu pertama invasi tersebut, Israel menerjunkan 90.000 pasukan, 12.000 truk pasukan dan suplai, 1.300 tank, 1.300 kendaraan personil bersenjata, 634 pesawat perang, dan sejumlah kapal perang. Yang akhirnya dicapai oleh seluruh kekuatan ini adalah evakuasi sekitar 8.300 pejuang PLO dari Beirut.12) Meskipun Israel mengumumkan bahwa penarikan mundurnya akan selesai pada 6 Juni 1985, dalam kenyataannya ia tetap meninggalkan sekitar 1.000 pasukan untuk mengawasi "sabuk keamanari" di Lebanon Selatan.13
OMONG KOSONG

"Operasi Peace for Galilee dirancang bukan untuk merebut Beirut melainkan untuk mendesak keluar roket-roket dan artileri PLO dari jangkauan daerah pemukiman kami. Kami berbicara tentang suatu jangkauan sejauh empat puluh kilometer [dua puluh empat mil]." --Ariel Sharon, menteri pertahanan Israel, 198214

FAKTA

Dalam waktu satu minggu invasi pasukan Israel berada di Beirut, hampir enam puluh mil dari Israel. Pada saat itu daratan Lebanon hancur dan 200.000 orang rakyatnya tercabut dari akar mereka, dan setidak-tidaknya 20.000 orang terluka atau terbunuh.15

Perdana Menteri Israel Menachem Begin menolak permintaan internasional untuk menghentikan pembantaian, dengan menyatakan bahwa invasi itu akan mengantarkan pada suatu era "empat puluh tahun perdamaian."16 Sebagai gantinya dia memerintahkan pengepungan Beirut Barat dengan lebih dari 500.000 penduduk sipilnya.17 Beirut Barat berulang kali dibom dari udara dan terus menjadi sasaran bombardemen artileri dan tembakan dari kapal. Bom-bom cluster, napalm, fosfor, dan bahkan senjata-senjata canggih digunakan untuk menyerang daerah-daerah pemukiman.18
OMONG KOSONG

"Tidak pernah terlintas dalam pikiran setiap orang yang terlibat dalam unit-unit militer Lebanon yang selanjutnya memasuki kamp-kamp Sabra dan Shatila bahwa mereka akan melakukan pembantaian." --Menachem Begin, perdana menteri Israel, 198219

FAKTA

Sudah jelas pada 6 September bahwa suatu pembantaian tengah dilakukan di beberapa kamp pengungsi Palestina di Lebanon.20

Utusan Khusus AS Morris Draper cukup peduli dengan mengemukakan masalah keamanan para pengungsi pada Perdana Menteri Israel Ariel Sharon dan Kepala Staf Rafael Eitan. Draper mengusulkan agar angkatan bersenjata Lebanon dikirim ke kamp-kamp pengungsi Palestina di selatan Beirut untuk mencari "para teroris" yang menurut Sharon bersembunyi di sana. Namun Eitan mengatakan bahwa angkatan bersenjata regular tidak mampu memikul tugas itu, sambil menambahkan: "Lebanon sedang berada pada titik ledak menjadi huru-hara balas dendam... Saya katakan pada Anda bahwa beberapa komandan mereka mengunjungi saya, dan saya dapat melihat pada mata mereka bahwa peristiwa itu akan menjadi suatu pembantaian yang sangat kejam." 21

Pada waktu itu, pasukan Israel telah mengepung kamp-kamp pengungsi Sabra dan Shatila dan sepenuhnya menguasai area. Namun tidak seperti kata-kata yang diucapkannya pada wakil Amerika, Eitan mengizinkan milisi Phalangis Kristen Lebanon untuk memasuki dua kamp pengungsi pada 16 September untuk menggunakan "metode-metode mereka sendiri." Eitan menjelaskan pada kabinet Israel bahwa kamp-kamp itu dikepung "oleh kami, bahwa kaum Phalangis akan mulai beroperasi malam itu di dalam kamp-kamp, bahwa kami boleh memberi perintah-perintah pada mereka sementara mustahil untuk memberi perintah pada Angkatan Bersenjata Lebanon."22

Pembantaian atas kaum wanita, anak-anak, dan kaum pria yang telah tua-namun jelas bukan "teroris" yang kata orang Israel tengah bersembunyi di kamp-kamp itu, sebab tidak seorang pun yang dapat ditemukan-iimulai pada malam yang sama, 16 September, dan berlangsung hingga 18 September. Ketika berita tentang pembantaian itu tersebar dan kecaman internasional tertuju pada Israel, Perdana Menteri Menachem Begin dengan marah menyatakan: "Goyim membunuh Goyim dan mereka menyalahkan orang Yahudi."23

Sebuah pernyataan yang telah dipersiapkan oleh kabinet Israel berbunyi: "Suatu fitnah berdarah telah dilancarkan pada bangsa Yahudi."24 Dan dalam sebuah surat untuk Senator Demokrat California Alan Cranston, salah seorang pendukung terkuat Israel, Begin menulis: "Seluruh kampanye... untuk menuduh Israel, menyalahkan Israel, meletakkan tanggung jawab moral pada Israel --semua itu di mata saya, seorang lelaki tua yang telah melihat begitu banyak di dalam hidupnya, hampir tak dapat dipercaya, fantastis, dan tentu saja betul-betul tercela."25

Tetapi, dalam waktu beberapa bulan Komisi Penyelidik resmi Israel, yang lebih dikenal sebagai Komisi Kahan, menyimpulkan bahwa para pejabat Israel memang ikut bersalah dalam pembantaian itu. Laporan itu menganggap milisi Phalangis bersalah dengan "tanggung jawab langsung" dan delapan orang Israel dengan "tanggung jawab tak langsung:" Perdana Menteri Begin, Menteri Luar Negeri Yitzhak Shamir, Menteri Pertahanan Sharon, Kepala Staf Letnan Jenderal Eitan, Kepala Intelijen Militer Mayor Jenderal Yehoshua Saguy, Mayor Jenderal Amir Drori, Brigarir Jenderal Amos Yaron, dan Pemimpin Mossad yang tidak diidentifikasi. Yaron di kemudian hari ditempatkan sebagai atase militer Israel di Washington setelah ditolak oleh Kanada karena keterlibatannya dalam pembantaian itu.26

Komisi mengatakan: "Menurut pandangan kami, setiap orang yang ada kaitannya dengan kejadian-kejadian di Lebanon seharusnya mengkhawatirkan akan terjadi pembantaian di kamp-kamp, jika pasukan bersenjata Phalangis digerakkan ke dalamnya tanpa IDF [Pasukan Pertahanan Israel] menjalankan pemeriksaan dan penelitian yang konkret dan efektif atas mereka."27

Bukan hanya Israel membantu masuknya Phalangis ke dalam kamp-kamp, tetapi juga para pejabat Israel tidak berbuat apa-apa untuk menghentikan mereka begitu diketahui bahwa pembantaian tengah berlangsung. Komisi mengatakan: "Jelaslah... tidak ada tindakan cepat yang diambil untuk mencegah kaum Phalangis dan untuk menghalangi aksi-aksi mereka."28 Koresponden New York Times Thomas L. Friedman di kemudian hari mencatat: "Orang-orang Israel itu tahu benar apa yang tengah mereka lakukan ketika mereka membiarkan kaum Phalangis memasuki kamp-kamp tersebut."29

Israel mengatakan bahwa 700 hingga 800 orang terbunuh dalam pembantaian Sabra dan Shatila.30 Perkiraan-perkiraan lainnya jauh lebih tinggi. Sabit Merah Palestina mengetengahkan jumlah di atas 2.000 orang sementara para pejabat Lebanon melaporkan 762 mayat berhasil ditemukan dan 1.200 surat kematian dikeluarkan.31
OMONG KOSONG

"Saya ingin menjanjikan pada Anda... bahwa IDF --dengan mematuhi ketentuan-ketentuan pemerintah tidak sekali pun sengaja melukai penduduk sipil." --Menachem Begin, perdana menteri Israel, 198232

FAKTA

Di samping pembantaian Sabra dan Shatila, banyak penduduk sipil Lebanon terbunuh dalam invasi Israel. Orang-orang Israel, para wartawan, diplomat, pengamat internasional, dan yang lain-lain semuanya telah menyaksikan hilangnya nyawa penduduk sipil yang luar biasa banyak.33 Perkiraan-perkiraan sangat beragam, namun semuanya mematok angka ribuan. Militer Israel melaporkan 12.276 orang terbunuh pada 6 Oktober 1982.34 Polisi Lebanon mengemukakan angka 19.085 terbunuh dan 30.302 luka-luka, termasuk 6.775 di Beirut, di mana 84 persen di antara mereka adalah penduduk sipil dan sepertiganya anak-anak.35

Komite Penasihat tentang Hak-hak Asasi Manusia dari American Friends Service Committee memperkirakan hampir 200.000 orang Palestina terpaksa kehilangan rumah mereka sebagai akibat penghancuran sistematis atas kamp-kamp pengungsi oleh angkatan bersenjata Israel dalam empat bulan pertama invasi itu.36

Selain itu, pasukan Israel melibatkan diri mereka dalam perampasan harta penduduk sipil, sebagaimana yang telah mereka lakukan dalam perang-perang sebelumnya.37 Truk-truk yang penuh barang rampasan terlihat berjalan kembali ke Israel dalam konvoi-konvoi seperti ketika Israel mundur pada akhir September 1982. Dr. Sabri Jiryis, direktur Pusat Riset PLO di Beirut, mengeluh bahwa para serdadu Israel mengangkut pergi seluruh 25.000 jilid buku-buku perpustakaan riset dalam bahasa Arab, Inggris, dan Ibrani. Dr. Jiryis mengatakan para serdadu Israel melewatkan waktu satu minggu di pusat itu untuk mengambil semua berkas, naskah, dokumen, mikrofilm, mesin cetak, telepon, dan peralatan eletronik. Mereka juga menghancurkan meja-meja, lemari-lemari berkas, dan perlengkapan-perlengkapan lain.38

Orang-orang Israel itu meninggalkan coretan-coretan Binding seperti "Orang Palestina? Apa Itu?" dan "Orang-orang Palestina, **** kalian."39 Di bawah tekanan Perserikatan Bangsa-Bangsa, Israel mengembalikan arsip-arsip itu pada 24 November 1983.40

Israel juga menggunakan bom-bom cluster buatan AS terhadap penduduk sipil, suatu pelanggaran atas persetujuan dengan Amerika Serikat untuk hanya menggunakan bom-bom tersebut dalam upaya membela diri. Akibatnya, pemerintahan Reagan melapor kepada Kongres pada 24 Juni bahwa Israel "mungkin telah" melanggar Undang-undang Pengawasan Ekspor Senjata dengan menggunakan senjata-senjata AS bukan untuk tujuan pertahanan diri dalam invasi ke Lebanon. Tiga hari kemudian pengapalan unit-unit bom cluster ke Israel dihentikan, namun hanya sementara.41

Sunday Times London melaporkan bahwa dalam dua bulan pertama invasi hingga 6 Agustus para penembak Israel telah menghantam 5 bangunan PBB, 134 kedutaan besar atau tempat kediaman diplomatik, 6 rumah sakit dan klinik, 1 rumah sakit jiwa, Bank Sentral, 5 hotel, kantor Palang Merah, dan rumah-rumah yang tak terhitung jumlahnya di Beirut.42 Semua lalu lintas ke bagian barat kota itu dihentikan. Air, listrik, makanan, bensin, dan pasokan-pasokan sipil penting lainnya dicegat oleh pasukan Israel.43 Ketika Presiden Reagan mendesak Perdana Menteri Begin untuk memerintahkan pasukan Israel menghentikan pelanggaran atas gencatan senjata yang didukung PBB, Begin menanggapi: "Tak seorang pun, tak seorang pun akan membuat Israel berlutut. Anda pasti telah lupa bahwa orang-orang Yahudi hanya berlutut kepada Tuhan."44

Begin menambahkan aksi kekerasan pada kata-katanya yang menantang itu seminggu kemudian ketika Israel melancarkan serangan yang paling merusak atas Beirut. Serangan besar pada 12 Agustus dengan pesawat-pesawat, senjata-senjata artileri, dan kapal itu dikenal sebagai Black Thursday. Hari penghancuran dimulai dengan serangan artileri besar pada dini hari yang diikuti dengan delapan jam penuh bombardemen udara 45 Sebanyak lima ratus orang terbunuh dalam serangan tersebut.46

Presiden Reagan demikian marahnya sehingga dia sendiri menelpon Begin dua kali hari itu, menuduh bahwa Israel menyebabkan "kehancuran dan pertumpahan darah yang tak perlu."47 Pemboman-pemboman itu "tidak dapat diduga dan tidak berperikemanusiaan," Reagan mendakwa.48 Gedung Putih secara terbuka mengumumkan bahwa "Presiden sangat terkejut pagi ini ketika dia mengetahui terjadinya bombardemen Israel besar-besaran yang baru dilakukan di Beirut barat."49

Pada akhir Agustus koran Lebanon An-Nahar memperkirakan bahwa 5.515 orang telah terbunuh dan 11.139 orang terluka di Beirut. Meskipun Israel berkeras bahwa "hanya 3.000" orang yang terbunuh dan bahwa kebanyakan di antara mereka adalah "teroris," yang lain-lainnya memperkirakan bahwa untuk setiap gerilya Palestina yang terbunuh atau terluka, empat orang penduduk sipil telah terbunuh atau terluka.50
OMONG KOSONG

"Perang Lebanon, seperti semua perang Israel, merupakan perjuangan untuk membela diri."--Ariel Sharon, menteri pertahanan Israel, 198951

FAKTA

Bahkan Perdana Menteri Israel Menachem Begin sekalipun tidak mengakui bahwa ancaman dari Lebanon demikian besarnya sehingga Israel terpaksa melancarkan perang. Dalam sebuah pidato di depan Kolese Pertahanan Nasional Israel, Begin menyatakan bahwa Israel telah terjun dalam tiga peperangan di mana ia tidak mempunyai alternatif kecuali ikut berjuang dan tiga peperangan lainnya di mana ia mempunyai suatu "pilihan" --termasuk Invasi Lebanon 1982.52 Begin menyatakan bahwa peperangan yang tidak mengandung pilihan lain adalah Perang Kemerdekaan 1948, Perang Atrisi 1969-70, dan Perang Yom Kippur/Perang Ramadhan 1973. Dia menambahkan: "Peperangan kita yang lain bukannya tanpa alternatif."

Peperangan yang dipilih itu menurut Begin adalah yang terjadi pada 1956, 1967, dan 1982. "Pada November 1956 kita mempunyai pilihan. Alasan untuk berperang waktu itu adalah desakan untuk menghancurkan fedayeen, yang tidak merupakan ancaman bagi eksistensi negara... Pada Juni 1967, lagi-lagi kita mempunyai pilihan. Pengkonsentrasian angkatan bersenjata Mesir di Sinai tidak membuktikan bahwa Nasser benar-benar akan menyerang kita. Kita harus jujur pada diri sendiri. Kita memutuskan untuk menyerangnya.

"Sedangkan mengenai Operasi Peace for Galilee [1982], itu sesungguhnya tidak termasuk pada kategori peperangan tanpa alternatif. Kita mestinya pergi melihat penduduk sipil kita yang terluka di Metulla atau Qiryat Shimona atau Nahariya... Benar, aksi-aksi semacam itu bukan merupakan ancaman bagi eksistensi negara."
OMONG KOSONG

"Kebanyakan dari yang Anda baca di koran-koran dan majalah-majalah tentang perang di Lebanon --dan lebih-lebih lagi apa yang telah Anda lihat dan dengar di televisi-- sama sekali tidak benar." --Martin Peretz, penerbit New Republic, 198253

FAKTA

Invasi Israel ke Lebanon pada 1982 adalah perang Timur Tengah pertama yang ditayangkan di televisi dengan segala kengeriannya. Laporan-laporan bergambar setiap hari yang memperlihatkan pasukan Israel membombardir penduduk sipil menimbulkan protes-protes internasional. Di Amerika Serikat para pendukung Israel bersatu di pihak Israel, menyatakan bahwa mereka dapat melihat adanya hikmah di balik semua penderitaan itu.

Mantan Menteri Luar Negeri Henry Kissinger menyatakan bahwa invasi itu "membuka kesempatan-kesempatan luar biasa bagi suatu diplomasi Amerika yang dinamis di seluruh Timur Tengah."54 Arthur Goldberg, mantan duta besar AS untuk Perserikatan Bangsa-Bangsa, menyimpulkan bahwa kini "mestinya ada kemungkinan untuk mengadakan suatu persetujuan otonomi secepat-cepatnya."55 Ahli sejarah Barbara Tuchman berpendapat bahwa Israel tidak punya pilihan sebab aksi-aksi Arab itu berada di luar kontrol Israel. Dia menambahkan bahwa yang paling memprihatinkannya adalah "kelangsungan hidup dan masa depan Israel dan Yahudi dalam diaspora itu --saya sendiri di antaranya."56

Sementara protes-protes terhadap Israel di seluruh dunia semakin meningkat, orang-orang Israel beserta para pendukung mereka melancarkan kampanye keras terhadap media. Thomas L. Friedman dari New York Times disebut "Yahudi yang membenci diri sendiri" oleh angkatan bersenjata Israel; New Republic menyerang pers yang anti-Israel, dan sebuah artikel dalam Penthouse menanyakan pada para pembaca mengapa "para wartawan Amerika dengan penuh semangat bergabung dengan massa yang main hakim sendiri untuk melawan Israel." Harian berbahasa Ibrani yang bergengsi Ha'aretz mencetak sebuah artikel panjang berjudul "Media Menjual Hati Nurani Mereka pada PLO." Sebuah buku yang ditulis oleh seorang Israel kelahiran Amerika menyatakan bahwa para wartawan Barat di Beirut telah "diteror" oleh para penjahat keji Muslim dan "oleh kejadian atau rancangan... yang tergabung dalam suatu komplotan untuk memfitnah Israel." Dan mantan Duta Besar AS untuk Perserikatan Bangsa-Bangsa Jeane Kirkpatrick menyatakan bahwa penulisan laporan itu "tidak adil" untuk Israel.57

Di samping menganggap pers kejam, para pendukung Israel berusaha mencari cara-cara lain untuk memaafkan atau memahami perilaku Israel. Morris B. Abrams, seorang mantan wakil AS dalam Komisi Hak-hak Asasi Manusia PBB, berusaha membenarkan aksi-aksi Israel dengan membandingkannya dengan kekejaman-kekejaman yang dilakukan oleh orang-orang Barat: "Tanggung jawab moral bagi hilangnya nyawa-nyawa tak berdosa di Lebanon, sebagaimana halnya di Dresden, Jerman, dan Normandia, di Prancis, selama Perang Dunia II, terutama terletak pada mereka yang memulai teror dan bukan yang mengakhirinya." Dia menyimpulkan bahwa perang itu "mungkin tidak akan terjadi" jika negara-negara Arab telah menampung para pengungsi Palestina.58

Pengarang Zionis Norman Podhoretz dan yang lain-lainnya, termasuk aktivis anti-Perang Vietnam Jane Fonda, melihat adanya anti-Semitisme dalam akar kecaman terhadap invasi Israel. Para pengecam invasi, kata Podhoretz, menolak "hak-hak asasi bangsa Yahudi untuk membela diri... Yang kita dapati di sini adalah anti-Semitisme kuno yang telah dimodifikasi untuk disesuaikan dengan pola-pola kehidupan internasional."59

Setelah perang, sebuah kelompok bernama Americans for a Safe Israel melancarkan tekanan keras pada NBC, memprotes peliputannya. Kelompok itu memproduksi sebuah film dokumentasi berjudul NBC in Lebanon: A Study of Media Misrepresentation dan sebuah karangan ilmiah, NBC's War in Lebanon: The Distorting Mirror, yang berusaha mendiskreditkan peliputan jaringan itu. Di kemudian hari, ABC juga kena serangan. Sebuah organisasi pro Israel lain yang muncul karena perang itu adalah Komite untuk Akurasi Laporan Timur Tengah di Amerika (CAMERA). Ia berhasil mencegah lima belas stasiun radio di Baltimore, Maryland, agar tidak menyiarkan iklan menentang bantuan kepada Israel yang dibayar oleh Asosiasi Nasional Arab Amerika.60

Mengapa timbul reaksi yang begitu berlebihan pada peliputan media?

Robin Fisk, seorang wartawan veteran untuk The Times London, yang selamat dalam invasi Israel ketika ditempatkan di Beirut, menyimpulkan bahwa alasan bagi histeria itu adalah karena invasi 1982 tersebut membuktikan pada dunia bahwa pasukan Israel bertindak persis seperti pasukan-pasukan lainnya di masa perang. Perbedaannya pada 1982, "untuk pertama kalinya, para wartawan mendapatkan akses terbuka pada pihak Arab dalam perang Timur Tengah dan mendapati bahwa angkatan bersenjata Israel yang dianggap tak terkalahkan, dengan moral tinggi dan sasaran militer yang dinyatakan secara tegas untuk melawan 'terorisme,' tidak menjalankannya dengan cara sebagaimana digambarkan dalam legenda itu. Orang-orang Israel itu bertindak brutal, mereka memperlakukan para tawanan dengan sangat buruk, membunuh beribu-ribu penduduk sipil, berbohong mengenai aktivitas-aktivitas mereka, dan kemudian menyaksikan sekutu milisi mereka membantai para penduduk kamp pengungsi. Dalam kenyataannya, mereka bertingkah persis seperti angkatan-angkatan bersenjata Arab yang 'biadab,' yang mereka cemoohkan terus-menerus selama 30 tahun ini."61
Catatan kaki:

1 Bookbinder dan Abourezk, Through Different Eyes, 52.

2 Ball, Error and Betrayal in Lebanon, 35; Khouri, The Arab-Israeli Dilemma, 429; Schiff dan Ya'ari, Israel's Lebanon War, 69-70.

3 Schiff dan Ya'ari, Israel's Lebanon War, 98. Tiga orang Palestina dihukum di London pada 5 Maret 1983, dengan hukuman tiga puluh hingga tiga puluh lima tahun untuk usaha itu; kelompok radikal Abu Nidal kemudian hari mengakui bahwa orang-orangnya terlibat di dalamnya.

4 New York Times, 5 Juni 1982. Kementerian Penerangan Lebanon menyatakan jumlah korban adalah 60 meninggal dan 270 terluka; lihat Nakhleh, Encyclopedia of the Palestine Problem, 795.

5 Benziman, Sharon, 269.

6 New York Times, 22 Juni 1982.

7 Thomas L. Friedman, New York Times, 22 September 1986; Ahmad Beydoun, "The South Lebanon Border Zone: A Local Perspective;" Journal of Palestine Studies, Musim Semi 1992,48.

8 Augustus Richard Norton, Washington Post, 1 Maret 1988.

9 Parafrase dari komentar-komentar Dayan dalam buku harian Moshe Sharett, dikutip dalam Rokach, Israel's Sacred Terrorism, 28.

10 Schiff dan Ya'ari, Israel's Lebanon War, 105.

11 Ball, Error and Betrayal in Lebanon, 25-29.

12 Claudia A. Wright, "The Israeli War Machine;" Journal of Palestine Studies, Musim Dingin 1983, 39; juga lihat Ball, Error and Betrayal in Lebanon, 56.

13 New York Times, 7 Juni 1985.

14 Schiff dan Ya'ari, Israel's Lebanon War, 105.

15 Randal, Going All the Way, 249. Juga lihat Cheryl Rubenberg, "Beirut under Fire," Journal of Palestine Studies, Musim Panas/Gugur 1982, 62-68.

16 Friedman, From Beirut to Jerusalem, 145; Edward Walsh, Washington Post, 5 Juni 1983.

17 MacBride, Israel in Lebanon, 209.

18 Green, Living by the Sword, 168.

19 New York Times, 2 Oktober 1982.

20 Ball, The Passionate Attachment, 132-34.

21 Schiff and Ya'ari, Israel's Lebanon War, 259-60.

22 "Final Report of the Israeli Commission of Inquiry into Events at the Refugee Camps in Beirut," Journal of Palestine Studies, Musim Semi 1983, 97.

23 Silver, Begin, 236.

24 Ball, Error and Betrayal in Lebanon, 58.

25 Teks surat itu terdapat dalam New York Times, 2 Oktober 1982.

26 New York Times, 6 Maret 1987.

27 Kutipan-kutipan dari laporan itu terdapat dalarn New York Times, 9 Februari 1983, dan dalam "Final Report of the Israeli Commission of Inquiry;" Journal of Palestine Studies, Musim Semi 1983, 89-116.

28 Schiff dan Ya'aroi, Israel's Lebanon War, 237.

29 Friedman, From Beirut to Jerusalem, 164.

30 "Final Report of the Israeli Commission of Inquiry, Journal of Palestine Studies, Musim Semi 1983,1175.

31 Ball, Error and Betrayal in Lebanon, 57. Juga lihat Jack Redden, United Press International, 13 Oktober 1982; Carol Collins, "Chronology of the Israeli War in Lebanon," Journal of Palestine Studies, Musim Dingin 1983,116.

32 MacBride, Israel in Lebanon, 57.

33 Untuk telaah mengenai masalah itu, lihat Bab 8, "Civilian Population," dalam MacBride, Israel in Lebanon, 49- 65.

34 Carol Collins, "Chronology of the Israeli War in Lebanon;" Journal of Palestine Studies, Musim Dingin 1983,113.

35 Ibid., 113,145.

36 Rubenberg, Israel and the American National Interest, 281.

37 Palumbo, The Palestinian Catastrophe, 69, melaporkan pada 1949; Dayan, Diary of the Sinai Campaign 1956, 164; Facts on File 1973, 248, melaporkan tentang perampasan pada 1967. Tidak terjadi perampasan dalam perang Atrisi atau perang 1973 sebab keduanya terbatas di wilayah kering.

38 Washington Post, 29 September 1982; Ihsan A. Hijazi, New York Times, 30 September 1982.

39 Friedman, From Beirut to Jerusalem, 159.

40 Resolusi A/38/180. Teks itu terdapat dalam Simpson, United Nations Resolutions on Palestine and the Arab-Israeli Conflict, 3: 73-80.

41 Undang-undang itu telah diajukan untuk menentang Israel sebanyak lima kali: oleh pemerintahan Reagan pada Juli 1982, 10 Juni 1981, dan 31 Maret 1983; dan oleh Presiden Carter pada 5 April 1978 dan 6 Agustus 1979. Tidak sekali pun dalam kelima kasus itu Kongres mengambil tindakan, yang mungkin mencakup penghentian bantuan militer.

42 Sunday Times London, 8 Agustus 1982.

43 Schiff dan Ya'ari, Israel's Lebanon War, 195-229. Juga lihat Fisk, Pity the Nation, 395; Chomsky, The Fateful Triangle, 267-68.

44 Ball, Error and Betrayal in Lebanon, 45.

45 Schiff dan Ya'ari, Israel's Lebanon War, 225.

46 "Chronology of the Israeli Invasion of Lebanon;" Journal of Palestine Studies, Musim Panas/Gugur 1982,189.

47 Ball, Error and Betrayal in Lebanon, 46.

48 Schiff dan Ya'ari, Israel's Lebanon War, 226.

49 Teks pernyataan itu terdapat dalam "Documents and Source Material," Journal of Palestine Studies, Musim Panas/Gugur 1982,339-40.

50 MacBride, Israel in Lebanon, 53-54.

51 Sharon, Warrior, 494.

52 Fisk, Pity the Nation, 391-93. Kutipan-kutipan terdapat dalam "Documents and Source Material," Journal of Palestine Studies, Musim Panas/Gugur 1982, 318-79.

53 Dikutip dalam Chomsky, The Fateful Triangle, 281.

54 Washington Post, 16 Juni 1982.

55 New York Times, 15 Agustus 1982. Lihat Chomsky, The Fateful Triangle, 203, yang menyebut ramalan-ramalan yang optimistik mengenai invasi ini "kenaifan atau sinisme."

56 Fisk, Pity the Nation, 395. Juga lihat Chomsky, The Fateful Triangle, 267-68.

57 Fisk, Pity the Nation, 408-22.

58 Morris B. Abrams, New York Times, 24 Agustus 1982. Juga lihat Chomsky, The Fateful Triangle, 264.

59 Norman Podhoretz, New York Times, 15 Juni 1982. Lihat juga Chomsky, The Fateful Triangle, 269-71.

60 Rubenberg, Israel and the American National Interest, 339.

61 Fisk, Pity the Nation, 407.
keroncong
keroncong
KAPTEN
KAPTEN

Male
Age : 70
Posts : 4535
Kepercayaan : Islam
Location : di rumah saya
Join date : 09.11.11
Reputation : 67

Kembali Ke Atas Go down

kumpulan fakta kemunafikan israel & Yahudi Empty Re: kumpulan fakta kemunafikan israel & Yahudi

Post by keroncong Sun Oct 07, 2012 1:20 pm

PEMERINTAHAN LIKUD

Tampilnya pemerintahan Likud (Kesatuan) di bawah Menachem Begin pada 1977 merupakan suatu gempa bumi dalam politik dan kebijaksanaan Israel. Kemenangan Begin menyingkirkan Partai Buruh sosialis Ben-Gurion, yang telah memerintah Israel sejak kelahirannya pada 1948 dan menggantikannya dengan Zionisme Revisionis. Itu merupakan kemenangan nasionalisme mesianis atas arus utama Zionisme pragmatis dan sekular. Likud berjaya dari 1977 hingga 1992, kecuali selama periode 1984-1988, ketika ia berbagi kekuasaan dengan partai Buruh.
OMONG KOSONG

"Hak rakyat Yahudi atas Eretz Yisrael adalah abadi dan tidak terbantah." --Manifesto partai Likud, 19731

FAKTA

Perpecahan sengit telah terjadi selama beberapa dasawarsa antara kedua faksi sekular dan Zionisme mesianik dengan dua pemimpin mereka David Ben-Gurion dan Menachem Begin. Ben Gurion biasa menyebut kaum Revisionis sebagai kelompok Nazi dan membandingkan Begin dengan Hitler. Begin dan para pengikutnya menyebut Ben-Gurion seorang pengkhianat Yahudi.2 Para pejabat Partai Buruh menjalankan Zionisme yang manusiawi dan mau berkompromi --sekalipun mereka tidak selalu mempraktekkannya-- dan menerima gagasan tentang pembagian Palestina pada 1947 serta rumusan pertukaran tanah untuk perdamaian sebagaimana yang termuat dalam Resolusi PBB 242, namun para pejabat Likud tidak mau melakukan kepura-puraan semacam itu. Prinsip utama dan yang menjadi penuntun dari kepercayaan mereka adalah klaim Yahudi atas Eretz Yisrael.

Dalam bahasa Ibrani, Eretz Yisrael berarti "Tanah Israel," suatu frasa yang kental dengan perasaan nasionalis dan mesianik yang sangat kuat dan mengisyaratkan kekuasaan Yahudi atas seluruh Palestina serta Yordania. Bagi kaum Revisionis, klaim Yahudi mencakup seluruh tanah antara sungai Nil hingga sungai Eufrat.

Konsep Eretz Yisrael, Israel yang Lebih Besar, menjadi keyakinan yang paling teguh dipegang oleh dua perdana menteri Likud yang pertama, Menachem Begin dan Yitzhak Shamir, dan merupakan inti dari filosofi Likud. Kedua orang itu adalah penduduk asli Polandia yang menjadi pemimpin kedua kelompok teroris Yahudi terbesar di Palestina sebelum 1948. Keduanya adalah murid dari ajaran darah-dan-kehormatan Zionis Revisionis Vladimir Jabotinsky, dan keduanya mengabdikan hidup mereka untuk menegakkan kekuasaan Yahudi atas seluruh Palestina. Keduanya menolak Rencana Pembagian PBB 1947 karena rencana itu tidak memberikan pada bangsa Yahudi seluruh tanah Palestina.

Sebagaimana dikatakan Begin pada 1947: "Tanah air kita tidak dapat dibagi-bagi. Setiap usaha untuk memotong-motongnya bukan hanya kriminal melainkan tidak sah. Orang yang tidak mengakui hak kita atas seluruh tanah air ini berarti tidak mengakui hak kita atas bagian mana pun darinya."3 Dia menambahkan: "Kita tidak akan pernah menyetujui pembagian tanah air kita."4 Organisasi teroris Begin, Irgun, menggunakan lencana dan slogan "Kedua sisi Yordan," yang mengacu pada klaim-klaim Yahudi atas seluruh Palestina dan Yordania.5 Begin tidak pernah melepaskan ambisi itu.
OMONG KOSONG

Beberapa komentator Israel meramalkan bahwa terciptanya blok [Likud] yang baru akan menandai dimulainya kejatuhan karir Begin." --Eric Silver, Begin, 19846

FAKTA

Ada dukungan yang jauh lebih besar untuk Begin dan kebijaksanaan ekspansionisnya di Israel daripada yang secara umum diketahui. Dibentuknya blok Likud pada 1973 dari campuran antara partai-partai kanan yang dipimpin oleh partai Herut Begin menyediakan panggung bagi kebangkitannya untuk meraih kekuasaan empat tahun kemudian. Koalisi Likud yang baru, seperti Begin sendiri, secara terbuka diabdikan untuk mempertahankan hasil-hasil penaklukan 1967. Manifesto Likud 1973 berbunyi: "Negara Israel mempunyai hak dan klaim atas kedaulatan di Yudea, Samaria, dan Jalur Gaza. Pada waktunya, Israel akan menuntut ini dan berjuang untuk mencapainya. Setiap rencana yang mencakup penyerahan bagian-bagian dari Eretz Yisrael bagian barat pada kekuasaan asing, sebagaimana diusulkan oleh Sekutu Buruh, menyangkal hak kita atas negeri ini."7 Digunakannya frasa "Eretz Yisrael bagian barat" untuk menggambarkan Tepi Barat merupakan tanda yang mengisyaratkan klaim Likud atas Yordania sekaligus.

Begin berkuasa selama enam tahun dan tiga bulan antara 1977 dan 1983, lebih lama dari semua perdana menteri lainnya kecuali nemesis lamanya, David Ben-Gurion. Sepanjang masa jabatannya Begin mencurahkan segenap energinya yang sangat besar untuk mengamankan seluruh tanah air bangsa Yahudi kuno bagi Israel.

Ada sekitar 50.000 orang Yahudi yang hidup di Jerusalem Timur milik Arab yang telah diduduki dan kira-kira 7.000 orang di empat puluh lima pemukiman di tempat-tempat lain di wilayah-wilayah pendudukan ketika Begin memangku kekuasaan.8 (Angka-angka itu merupakan bukti kuat bahwa Partai Buruh tidak menentang pemukiman. Para pejabatnya hanya kurang jujur saja mengenai keinginan-keinginan mereka.) Ketika Begin meletakkan jabatan enam tahun kemudian, ada 112 pemukiman Yahudi di Tepi Barat dan lima di jalur Gaza; dan Dataran Tinggi Golan serta Jerusalem Timur milik Arab telah secara resmi dicaplok sebagai bagian integral Israel. Jumlah para pemukim Yahudi lebih dari 40.000 orang, belum termasuk perkiraan kasar kira-kira 100.000 orang Yahudi yang tinggal di Jerusalem Timur milik Arab.9

Ketika ditanya bagaimana dia ingin dikenang dalam sejarah, Begin menjawab: "Sebagai orang yang menetapkan perbatasan-perbatasan Eretz Yisrael untuk selamanya."10 Simpul penulis biografi Begin yang paling berwawasan mendalam, Eric Silver: "Prioritasnya adalah mengamankan seluruh tanah air lama di bagian barat Yordania bagi bangsa Yahudi. Ketika dia pensiun bahkan para penentangnya mengakui bahwa dibutuhkan seorang pemimpin dengan dedikasi dan kekuatan yang kurang lebih sama untuk mengembalikan batas-batas pembagian itu... Israel yang diciptakan Menachem Begin dalam citranya sendiri lebih Yahudi, lebih agresif, dan lebih terisolasi."11
OMONG KOSONG

"Mereka yang meragukan ketulusan dan kerelaan Israel untuk berkorban... untuk mencapai perdamaian harus menguji Israel." --Moshe Arad, duta besar Israel untuk Perserikatan Bangsa-Bangsa,198812

FAKTA

Ketika Yitzhak Shamir menggantikan Menachem Begin pada 1983 dia bersumpah dalam pidato pengukuhannya untuk melanjutkan "tugas suci" membangun pemukiman-pemukiman di Tepi Barat.13 Shamir memang menepati sumpahnya. Dia memacu laju pembangunan pemukiman-pemukiman Yahudi di wilayah-wilayah pendudukan, dengan menjalankan aktivitas pemukiman paling besar dalam sejarah Israel.

Ketika Shamir dikalahkan pada 1992, menurut laporan Departemen Luar Negeri AS, jumlah pemukim yang ada telah berlipat ganda dibanding ketika dia baru meraih kekuasaan: 129.000 orang Yahudi di Jerusalem Timur milik Arab (dengan 155.000 orang Palestina); 97.000 orang Yahudi di 180 pemukiman di Tepi Barat dengan separuh tanah sepenuhnya berada di bawah kontrol Yahudi; 3.600 orang di 20 pemukiman di jalur Gaza; dan 14.000 orang di 30 pemukiman di Dataran Tinggi Golan.14

Kekalahan Shamir datang tepat ketika dia tengah terlibat dalam kampanye terbesar untuk pembangunan di wilayah-wilayah pendudukan. Suatu telaah oleh kelompok Israel Peace Now menunjukkan bahwa Israel telah memulai pembangunan 13.650 unit perumahan di wilayah-wilayah pendudukan pada 1991, suatu penambahan dalam satu tahun yang setara dengan 65 persen dari seluruh unit yang dibangun selama dua puluh tiga tahun sebelumnya di wilayah-wilayah tersebut.15 Angka itu tidak termasuk lebih dari 10.000 unit yang tengah dibangun di Jerusalem Timur milik Arab.16 Dalam kata-kata Washington Post: "Dalam 18 bulan terakhir, pemerintahan [Perdana Menteri Yitzhak] Shamir telah melancarkan kampanye pembangunan perumahan terbesar dalam dua puluh empat tahun sejarah penguasaannya atas wilayah-wilayah tersebut."17

Yang khas dari sikap para pemimpin Likud Israel terhadap pertukaran tanah untuk perdamaian adalah pernyataan Shamir setelah kekalahannya dalam pemilihan kembali pada 1992: "Mestinya saya telah menyelenggarakan perundingan-perundingan otonomi untuk masa sepuluh tahun, dan sementara itu kita dapat menempatkan setengah juta orang di Yudea dan Samaria [Tepi Barat]."18 Shamir telah memulai kampanye pemilihannya kembali dengan menyatakan bahwa dia berencana untuk "mengatakan pada orang-orang non-Yahudi di seluruh dunia" bahwa tidak ada sesuatu pun yang dapat menghentikan pembangunan pemukiman-pemukiman di wilayah-wilayah pendudukan.19

Akibat bertambah cepatnya laju perpindahan para pemukim Yahudi ke wilayah-wilayah pendudukan semasa pemerintahan para perdana menteri Likud, pertikaian antara Israel dan orang-orang Palestina semakin rumit dibanding sebelumnya. Jika perdamaian memang ingin dicapai, Israel mestinya mengembalikan kepada orang-orang Palestina tanah yang telah direbutnya untuk pemukiman-pemukiman itu. Dengan berpuluh-puluh ribu orang Yahudi tinggal di tanah Palestina sekarang, tindakan penting itu akan menjadi semakin sulit untuk dilaksanakan.
Catatan Kaki:

1 Elfi Pallis, "The Likud Party: A Primer," Journal of Palestine Studies, Musim Dingin 1992, 42.

2 Silver, Begin, 16,120; Bar- Zohar, Ben-Gurion, 303.

3 Pallis, "The Likud Party;" 42- 43.

4 Bethell, The Palestine Triangle, 294-95.

5 Silver, Begin, 113. Untuk cerita kelahiran Irgun dan tujuan-tujuannya, lihat Bethell, The Palestine Triangle, 121, dan Sachar, A History of Israel, 265-67. Untuk penjelasan tentang tindakan-tindakan Irgun yang lebih dramatis dan berdarah, lihat, antara lain, Hirst, The Gun and the Olive Branch; Bell, Terror out of Zion.

6 Silver, Begin, 145.

7 Pallis, "The Likud Party;" 42-43.

8 Yayasan untuk Pemahaman Timur Tengah, Report on Israeli Settlement in the Occupied Territories, Laporan Khusus, Juli 1991.

9 Silver, Begin, 254.

10 David K. Shipler, Nezv York Times, 16 September 1983.

11 Silver, Begin, 254-58.

12 Davis, Myths and Facts 1989, 241-42.

13 Quigley, Palestine and Israel, 176.

14 Departemen Luar Negeri AS, Israeli Settlement in the Occupied Territories, Mei 1991, dikutip dalam yayasan untuk Perdamaian Timur Tengah, Report on Isreali Settlement, in the Occupied Territories, Juli 1992.

15 Jackson Diehl, Washington Post, 27 Januari 1992, 29 Januari 1992. Lihat Peace Now,

"Report Number Four of the Settlements Watch Committee" (Jerusalem dan Washington D.C.), 22 Januari 1992.

16 Jackson Diehl, Washington Post, 29 Januari 1992.

17 Jackson Diehl, Washington Post, 27 Januari 1992.

18 Clyde Haberman, New York Times, 27 Juni 1992.

19 Jackson Diehl, Washington Post, 21 Januari 1992.
keroncong
keroncong
KAPTEN
KAPTEN

Male
Age : 70
Posts : 4535
Kepercayaan : Islam
Location : di rumah saya
Join date : 09.11.11
Reputation : 67

Kembali Ke Atas Go down

kumpulan fakta kemunafikan israel & Yahudi Empty Re: kumpulan fakta kemunafikan israel & Yahudi

Post by keroncong Sun Oct 07, 2012 1:21 pm

ISRAEL MEMATA-MATAI AMERIKA

Israel telah secara rutin mematai-matai Amerika Serikat selama berpuluh-puluh tahun. Ditahan dan dihukumnya mata-mata Israel kelahiran Amerika Jonathan J. Pollard dan istrinya pada pertengahan 1980-an hanya merupakan bukti paling dramatis dari aktivitas-aktivitas Israel melawan Amerika Serikat. Dalam kata-kata Washington Post: "Agen-agen intelijen Israel telah memeras, memasang alat pendengar rahasia, menyadap, dan menawarkan suap kepada para pegawai pemerintah AS dalam upaya mendapatkan informasi intelijen dan teknis yang sensitif."1
OMONG KOSONG

"Memata-matai Amerika Serikat bertolak belakang dengan kebijaksanaan kami." --Shimon Peres, perdana menteri Israel, 19852

FAKTA

The Washington Post mengungkapkan merebaknya kegiatan mata-mata Israel terhadap Amerika Serikat atas dasar laporan CIA setebal empat puluh tujuh halaman, "Israel: Foreign Intelligence and Security Service," yang dikeluarkan pada Maret 1979. Itu ditemukan bersama dokumen-dokumen rahasia lainnya pada November 1979 oleh kelompok militan yang menduduki kedutaan besar AS di Teheran. Meskipun Israel dan para pendukungnya telah menyatakan keraguan tentang keaslian dokumen itu, tidak ada pejabat AS yang meragukannya.

Menurut laporan itu, negara-negara Arab merupakan sasaran-sasaran intelijen utama Israel namun "kumpulan informasi tentang kebijaksanaan atau keputusan-keputusan rahasia AS... menyangkut Israel" dan "kumpulan rahasia intelijen ilmiah di AS dan negara-negara berkembang lainnya" menduduki prioritas kedua dan ketiga. "Orang-orang Israel mengerahkan sebagian besar dari operasi-operasi tersamar mereka untuk mendapatkan rahasia intelijen ilmiah dan teknis," lanjut laporan itu. "Ini... termasuk usaha-usaha untuk menyusup ke dalam proyek-proyek pertahanan rahasia tertentu di Amerika Serikat dan negara-negara Barat lainnya."

Di kemudian hari dikemukakan bahwa sepanjang 1960-an dan 1970-an FBI dan kontra intelijen militer melancarkan sebuah program bernama Scope untuk mencegah Israel agar tidak merekrut orang-orang Amerika untuk mencuri teknologi militer yang canggih. Operasi itu mencakup penyadapan dan pengawasan elektronik atas kedutaan besar Israel. Scope dihentikan pada awal 1970-an ketika diputuskan bahwa operasi itu mungkin melanggar hak-hak konstitusional orang-orang Amerika.3

Sejak itu, Victor Ostrovsky, seorang mantan agen intelijen Israel, mengungkapkan dalam sebuah buku pada 1990 bahwa Israel menempatkan di Amerika Serikat dua puluh empat hingga dua puluh tujuh agen Mossad yang tergabung pada divisi intelijen super rahasia yang dikenal sebagai Al, yang dalam bahasa Ibrani berarti "di atas" atau "di puncak." Tulis Ostrovsky: "[Intelijen Israel] secara aktif memata-matai, merekrut, mengorganisasi, dan melaksanakan aktivitas-aktivitas tersamar, terutama di New York dan Washington, yang mereka sebut sebagai tempat bermain mereka." Dia menulis bahwa Israel mempengaruhi Kongres dengan cara merekrut ajudan-ajudan Yahudi sebagai wakil rakyat dan senator yang tergabung dalam komite-komite kunci.4 Periset lainnya menulis bahwa antara pertengahan 1960-an dan pertengahan 1980-an Israel melancarkan begitu banyak operasi di Amerika Serikat sehingga ada empat puluh orang penyelidik resmi AS yang bekerja untuk Israel. Dia menambahkan: "[Para pejabat AS] itu berkata bahwa orang-orang Israel telah menjadi begitu yakin akan kemampuan mereka memata-matai AS dan meloloskan diri dengan selamat."5
OMONG KOSONG

"Segera setelah penahanan Pollard, Israel meminta maaf dan menjelaskan bahwa operasi itu tidak sah." --AIPAC,19926

FAKTA

Pada 4 Maret 1987, dua warga negara Amerika Jonathan Jay Pollard dan Anne Henderson Pollard mengaku bersalah telah melakukan tindakan mata-mata untuk Israel. Dia dijatuhi hukuman seumur hidup sementara istrinya lima tahun; wanita itu dilepaskan setelah menjalani masa hukuman dua setengah tahun.7 Pengarang Seymour Hersh mencap Pollard sebagai "mata-mata nuklir Israel yang pertama," dan menyatakan bahwa Pollard menyampaikan pada dinas intelijen Israel sasaran nuklir AS dan bahwa Perdana Menteri Yitzhak Shamir sendiri memutuskan untuk memberikan sebagian dari informasi itu kepada Uni Soviet pada waktu Washington terlibat dalam perang dingin dengan Moskow di awal 1980-an.8

Selama delapan belas bulan yang diakuinya dia bekerja sebagai mata-mata Israel, Pollard mencuri lebih dari seribu dokumen rahasia, lebih dari delapan ratus di antaranya tergolong sangat rahasia.9 Sebagian dari dokumen-dokumen itu masing-masing berisi lebih dari seratus halaman. Kebanyakan berupa telaah-telaah analitis yang rinci dengan perhitungan-perhitungan teknis, grafik, dan foto-foto satelit. Dokumen-dokumen lain berisi pesan-pesan yang mengemukakan rincian-rincian tentang posisi-posisi kapal dan taktik angkatan laut serta operasi-operasi latihan AS. Termasuk juga analisis tentang sistem-sistem misil Soviet yang mengungkapkan bagaimana Amerika Serikat mengumpulkan informasi, termasuk ciri-ciri untuk mengenali jati diri agen-agen AS atau agen-agen yang bekerja untuk Amerika Serikat. Dokumen-dokumen itu juga mengungkapkan identitas para pengarang Amerika yang menulis telaah-telaah itu, yang mengakibatkan mereka menjadi sasaran rentan dinas intelijen lainnya.10

Banyaknya bahan yang dicuri telah menimbulkan kecurigaan bahwa Pollard mempunyai dua atau lebih orang Amerika berkedudukan tinggi yang membantunya.11 Namun tidak ada warga negara Amerika lain yang dituduh dalam kasus ini.

Menteri Pertahanan Caspar Weinberger di kemudian hari mengatakan: "Sulit bagi saya... untuk melihat adanya ancaman yang lebih besar terhadap keamanan nasional kita daripada yang ditimbulkan oleh si terdakwa, mengingat keluasan, arti penting yang begitu kritis bagi Amerika Serikat dan kepekaan yang begitu tinggi dari informasi yang dijualnya kepada Israel."12 Pencurian-pencurian itu demikian luasnya sehingga diperkirakan diperlukan $3 milyar hingga $4 milyar untuk mengoreksi sistem-sistem keamanan dan menetralkan operasi-operasi yang telah diketahui pihak luar.13
OMONG KOSONG

"Sebagaimana yang dijanjikan kepada Pemerintah AS, unit mata-mata yang mengarahkan Pollard dibubarkan, para pengurusnya dihukum dan dokumen-dokumen yang dicuri dikembalikan." --AIPAC, 199214

FAKTA

Tidak ada orang Amerika yang dapat merasa yakin akan apa yang terjadi pada unit mata-mata Israel LAKAM, yang mempekerjakan Pollard, namun mantan agen Israel Victor Ostrovsky ada di pihak yang berwenang untuk mengetahui masalah itu. Laporannya: "Yang mereka lakukan hanyalah mengubah alamat pos dan memasukkan LAKAM ke departemen luar negeri."15

Meskipun Israel berjanji akan menghukum para mata-mata itu, dalam kenyataannya ia justru mempromosikan kedua pemimpin Israel yang terlibat. Veteran bidang operasi intelijen Rafael Eitan,16 direktur agen intelijen teknologi LAKAM, yang kemudian ditunjuk untuk memimpin Israel Chemicals, perusahaan milik negara Israel yang terbesar. Di sana dia mempunyai cukup banyak waktu luang untuk bekerja sebagai penasihat bagi Presiden Colombia Virgilio Barco Vargas.17

Kolonel Angkatan Udara Aviem Sella, yang menjadi penghubung Pollard dan telah didakwa melakukan aksi spionase di Amerika Serikat, dipromosikan menjadi brigadir jenderal dan diberi wewenang atas salah satu basis udara Israel yang paling canggih, Tel Nof, kedudukan yang biasanya dianggap sebagai batu loncatan menuju pemimpin tertinggi angkatan udara.18

Pada 1988 para pejabat Israel mulai berusaha membebaskan Pollard dengan jalan mengusulkan berbagai perjanjian dengan Gedung Putih dan Kementerian Luar Negeri.19 Sebuah kampanye dimulai di Israel yang menyebut suami-istri Pollard "narapidana Zion." Lebih dari 70 dari 120 anggota Knesset menandatangani sebuah petisi berisi permohonan kepada Presiden Reagan agar membebaskan suami-istri Pollard, dan dua orang rabbi ketua di Israel juga menulis pada Presiden atas nama mereka.20 Imbauan-imbauan itu terus disampaikan hingga 1989 ketika menteri kesehatan Israel, Yaacov Tsur, meminta Duta Besar AS untuk Israel William Brown agar istri Pollard dibebaskan karena alasan medis sebab dia menderita sejenis penyakit perut yang langka; sekelompok organisasi kaum wanita Israel menyampaikan permintaan serupa. Kelompok-kelompok itu termasuk para wakil dari partai Buruh, partai-partai keagamaan, penasihat perdana menteri tentang urusan kaum wanita, dan Ruth Rasnic, manajer dari Pusat Wanita Herzliya. Rasnic mengirim sebuah telegram langsung ke Barbara Bush meminta pertolongannya.21

Anne Pollard dibebaskan pada 1990 setelah menjalani dua setengah tahun hukumannya; kini dia tinggal di Israel. Salah satu perjalanan pertamanya adalah ke Israel, di mana dia disambut dengan hangat pada 1 Agustus 1990 di Bandar Udara Ben-Gurion. Di antara para penyambutnya adalah Wakil Perdana Menteri Geula Cohen dari partai sayap kanan Tehiya dan anggota Knesset Edna Solar dari Partai Buruh.22 Suatu Komite Publik bagi suami-istri Pollard telah didirikan di Israel untuk mengumpulkan uang dan berjuang demi kebebasan pasangan itu. Di samping itu, sebuah perusahaan asuransi Israel dilaporkan membayar biaya medis Anne Pollard "sebagai suatu isyarat kemanusiaan."23 Sampai kini Jonathan Pollard belum dibebaskan. Hukuman seumur hidupnya dikuatkan pada 20 Maret 1992, setelah pengadilan banding yang diajukan oleh ahli hukum Harvard, Alan Dershowitz, di Pengadilan Tinggi Federal di Washington D.C.24 Mahkamah Agung AS di kemudian hari bersedia meninjau kasus itu.25 Bagaimanapun juga, di tengah hangatnya kampanye kepresidenan, Demokrat Bill Clinton menjanjikan kelompok-kelompok Yahudi bahwa dia akan meninjau secara pribadi dan segera kasus Pollard jika dia terpilih menjadi presiden,26 dan sejumlah besar rabbi AS memasang sebuah Man sehalaman penuh di The New York Times pada 23 Oktober 1992, meminta Presiden Bush agar segera membebaskan Pollard. 27

Sedangkan mengenai pengembalian dokumen-dokumen yang dicuri, Israel mengembalikan hanya 163 dari dokumen-dokumen curian tersebut. Bagaimanapun juga, itu hanyalah janji kosong, sebab Israel telah mempunyai waktu yang lebih dari cukup untuk menyalin semuanya.28 Pun janji Israel untuk memberikan kerja sama penuh dalam penyelidikan Pollard tidak pernah ditepati. Pada Juni 1986, Direktur FBI William H. Webster mengambil langkah yang tidak biasa dengan mengemukakan keluhan di depan umum bahwa Israel hanya "memberikan kerja sama selektif" dalam penyelidikan AS. Dia meminta Israel agar memberi "kerja sama penuh."29 Tidak ada jawaban dari Israel.
Catatan kaki:

1 Scott Armstrong, Washington Post, 1 Februari 1982. Untuk survei mengenai tindakan Israel memata-matai Amerika Serikat, lihat serial tiga bagian dalam The Wallstreet Journal oleh Edward T. Pound dan David Rogers, 17 Januari, 20 Januari, 22 Januari 1992. Juga lihat Jeff McConnell dan Richard Higgins "The Israeli Account," Boston Globe Magazine, 14 Desember 1986; Claudia Wright, Spy, Steal and Smuggle: Israel's Special Relationship with the United States (Belmont, Mass.: AAUG Press, 1986). Untuk cerita-cerita umum mengenai tindakan Israel memata-matai Amerika Serikat, lihat Washington Post, 5 Januari 1986; Baltimore Sun, 16 November 1986. Dua cerita mengemukakan secara rinci usaha-usaha pemerintah Reagan untuk mengurangi kegawatan spionase Israel: Los Angeles Times, 11 Juni 1986; New York Times, 12 Juni 1986. Buku-buku yang bermanfaat termasuk Cockburn, Dangerous Liaison; Hersh, The Samson Option; Ostrovsky dan Hoy, By Way of Deception.

2 Bard dan Himelfarb, Myths and Facts, 250.

3 Pound dan Rogers, Wallstreet Journal, 17 Januari 1992.

4 Ostrovsky dan Hoy, By Way of Deception, 269; juga lihat Roger Cohen, New York Times, 13 September 1990. Israel berusaha menuduh Ostrovsky sebagai seorang pembohong dan pembual; namun beberapa ahli yang berada dalam kedudukan untuk mengetahui hal itu cenderung mempercayainya; lihat, misalnya, Black dan Morris, Israel's Secret Wars, 493.

5 Wright, Spy, Steal and Smuggle.

6 Bard dan Himelfarb, Myths and Facts, 250.

7 Untuk latar belakang, lihat Cockburn, Dangerous Liaison, 203-9; Hersh, The Samson Option, 285-305; Raviv dan Melman, Every Spy a Prince, 301-23. Untuk reaksi awal lihat New York Times, 2 Desember 1985. Teks mengenai kasus pemerintah melawan Pollard terdapat dalam "Documents and Source Material," Journal of Palestine Studies, Musim Gugur 1986, 229-34.

8 Hersh, The Samson Option, 285, 297.

9 Ibid., 285, menyatakanbahwa Pollard sesungguhnya telah mulai menjadi mata-mata selama Israel tiga tahun lebih awal dari yang diakuinya, dan bahwa jumlah keseluruhan halaman dokumen-dokumen rahasia yang disampaikannya kepada Israel adalah sekitar 500.000; lihat 286.

10 "Government Memorandum in Aid of Sentencing," U.S. District Court for the District of Columbia, Kriminal no. 86- 0207, 6 Januari 1987.

11 Hersh, The Samson Option, 295.

12 Pokok-pokok dari pernyataan pemerintah mengenai bahaya yang ditimbulkan Pollard dirinci dalam dokumen-dokumen yang diberkaskan di Pengadilan Negeri AS untuk Distrik Columbia: "Government's Memorandum in Aid of Sentencing;" Kriminal No. 86-0207 dan 87-0208, 6 Januari 1987, dalam kasus USA v. Jonathan Jay Pollard and Anne Henderson Pollard. Teks yang berisi memo hukuman yang panjang atas Jonathan Pollard dapat ditemukan dalam American-Arab Affairs, Musim Gugur 1987,123-46.

13 Robert L. Friedman, "The Secret Agent," New York Review of Books, 26 Oktober 1989. Friedman membuat tinjauan atas Territory of Lies (New York: Harper and Row, 1989), sebuah buku yang sepenuhnya membahas kasus itu ditulis oleh wartawan Jerusalem Post Wolf Blitzer. Friedman berpendapat buku itu "terkadang bersifat apologetik."

14 Bard dan Himelfarb, Myths and Facts, 251.

15 Ostrovsky dan Hoy, By Way of Deception, 268.

16 Dia hendaknya tidak dipertukarkan dengan tokoh Israel lain dengan nama yang sama yang menjadi kepala staf semasa berlangsungnya invasi Israel ke Lebanon pada 1982 dan kemudian menjadi kepala faksi politik sayap kanan bernama Tsomet.

17 Dan Raviv dan Yossi Melman, Washington Post, rubrik Outlook, 3 September 1989; New York Times, 9 Januari 1986.

18 David B. Ottaway, Washington Post, 30 Oktober 1985. Juga lihat Raviv dan Melman, Every Spy a Prince, 321-22.

19 Jack Anderson dan Dale Van Atta, Washington Post, 9 Mei 1988.

20 Robert L. Friedman, Washington Post, rubrik Outlook, 19 Juni 1988.

21 Jerusalem Post International Edition, 9 September 1989.

22 Associated Press, Washinton Times, 2 Agustus 1990.

23 Howard Kurtz, Washington Post, 19 Juli 1990.

24 Neil A. Lewis, New York Times, 21 Maret 1992.

25 Linda Greenhouse, New York Times, 14 Oktober 1992.

26 "The Week in Review;" New York Times, 18 Oktober 1992.

27 "An Open Letter to President George Bush Concerning Jonathan Pollard," New York Times, 23 Oktober 1992.

28 Raviv dan Melman, Every Spy a Prince, 321-27.

29 New York Times, 11 Juni 1986.



keroncong
keroncong
KAPTEN
KAPTEN

Male
Age : 70
Posts : 4535
Kepercayaan : Islam
Location : di rumah saya
Join date : 09.11.11
Reputation : 67

Kembali Ke Atas Go down

kumpulan fakta kemunafikan israel & Yahudi Empty Re: kumpulan fakta kemunafikan israel & Yahudi

Post by keroncong Sun Oct 07, 2012 1:23 pm

SENJATA-SENJATA NUKLIR ISRAEL

Program Israel untuk memproduksi senjata-senjata nuklir hampir sama tuanya dengan negara Yahudi itu sendiri. Sponsor pertamanya adalah Perancis, yang membantu membangun fasilitas nuklir rahasia Israel di Dimona di Gurun Negev pada akhir 1950-an dan awal 1960-an. Para pejabat Israel tidak pernah mengakui secara resmi bahwa Israel mempunyai senjata-senjata nuklir. Sebagai gantinya, mereka membatasi diri dengan frasa bahwa Israel "tidak akan menjadi pihak pertama" yang memperkenalkan senjata-senjata nuklir di Timur Tengah. Namun, cukup banyak bukti yang menunjukkan bahwa Israel telah memiliki senjata-senjata semacam itu sejak pertengahan 1960-an.1
OMONG KOSONG

"Israel tidak berniat memproduksi senjata-senjata nuklir. Program (nuklir)-nya semata-mata dimaksudkan untuk memanfaatkan energi atom bagi tujuan damai." Pernyataan pemerintah Israel, 19602

FAKTA

Setelah secara resmi meyakinkan Washington pada 19 Desember 1960, bahwa Israel tidak mempunyai program senjata nuklir, Perdana Menteri Israel David Ben-Gurion dua hari kemudian mengadakan pertemuan di hadapan Knesset dan mengaku bahwa sebuah reaktor nuklir tengah dibangun di Dimona, Gurun Negev. Namun, dia berkeras, itu semata-mata untuk tujuan damai.3 Ben-Gurion bersumpah bahwa fasilitas Dimona akan "memenuhi kebutuhan-kebutuhan industri, pertanian, kesehatan, dan ilmu pengetahuan," sambil menambahkan bahwa fasilitas tersebut akan terbuka untuk menerima para siswa pengikut latihan dari negeri-negeri lain.4 Tak satu pun dari pernyataan-pernyataan ini yang terbukti kebenarannya.

Pengakuan Ben-Gurion pada 1960 bahwa Dimona adalah sebuah fasilitas nuklir merupakan suatu titik balik yang menentukan, sebab sebelumnya penjelasan resmi Israel mengenai pembangunan di Dimona, yang dilaksanakan dengan bantuan Perancis, adalah bahwa bangunan itu merupakan sebuah pabrik tekstil atau stasiun pompa.5 Sangkalan-sangkalan Israel sebelumnya pada Amerika Serikat mengenai tujuan Dimona yang sebenarnya menyulut kemarahan beberapa anggota Kongres.

Dalam suatu sesi rahasia dari Komite Hubungan Luar Negeri Senat pada awal 1961, Senator Bourke Hickenlooper meledak: "Saya kira orang-orang Israel telah membohongi kita seperti pencuri-pencuri kuda mengenai hal ini. Mereka telah menyelewengkan, memberi gambaran keliru, dan memalsukan mentah-mentah fakta-fakta di masa lalu. Saya kira masalah ini benar-benar serius, mengingat semua yang telah kita lakukan untuk mereka, dan balasan mereka adalah dengan bertindak dengan cara ini menyangkut fasilitas reaktor produksi yang sangat jelas ini, yang mereka bangun dengan diam-diam, dan yang secara konsisten, dan dengan tegas-tegas, tidak mereka akui tengah mereka bangun."6

Meskipun timbul sentimen-sentimen semacam itu, Amerika Serikat tidak pernah mengambil tindakan sungguh-sungguh untuk mencegah Israel meneruskan pengembangan senjata-senjata nuklir mereka. Satu-satunya usaha setengah serius dilakukan oleh Presiden Kennedy pada awal 1960-an. Dia mendesak agar Israel membiarkan para pengawas AS memasuki Dimona. Namun para teknisi Israel membangun sebuah ruang kontrol yang seluruhnya palsu di instalasi Dimona untuk menipu orang-orang Amerika mengenai jenis riset sesungguhnya yang tengah dikerjakan. Tipu muslihat itu berhasil dan inspeksi berakhir pada 1969 --setahun setelah CIA melaporkan bahwa Israel mempunyai senjata-senjata nuklir-- tanpa menemukan sesuatu yang mencurigakan.7

Dalam tahun-tahun itu Israel telah melunakkan pernyataan-pernyataan publiknya. Pada mulanya pernyataan-pernyataannya terbatas pada formulasi yang diucapkan oleh Perdana Menteri Levi Eshkol pada pertengahan 1960-an: "Saya telah berkata sebelumnya dan saya ulangi kini bahwa Israel tidak mempunyai persenjataan atom dan tidak akan menjadi pihak pertama yang memperkenalkan senjata-senjata tersebut di wilayah kita ini."8 Sejak itu Israel membatalkan sangkalan-sangkalannya bahwa ia mempunyai suatu program nuklir atau senjata-senjata nuklir dan hanya menegaskan bahwa Israel tidak akan "menjadi pihak pertama yang memperkenalkan senjata-senjata nuklir di Timur Tengah."9

CIA dan para ahli lainnya di seluruh dunia percaya bahwa Israel memiliki bukan hanya senjata-senjata nuklir melainkan juga sarana-sarana untuk mengirimkannya ke jarak jauh. Sebuah laporan lima halaman CIA bertanggal 4 September 1974 mengemukakan kesimpulannya bahwa Israel adalah suatu kekuatan nuklir "berdasarkan bukti-bukti bahwa Israel menyimpan sejumlah besar uranium, setengahnya diperoleh dengan cara sembunyi-sembunyi; sifat mendua dari upaya-upaya Israel di bidang pengkayaan uranium; dan investasi Israel dalam suatu sistem misil yang sangat mahal yang dirancang untuk mengakomodasi ujung-ujung peledak senjata nuklir."10 Israel dapat mengirimkan ujung-ujung peledak senjata nuklir dengan misil balistik 260 mil-nya yang dinamai Jericho; dengan Jericho yang telah dipercanggih, yang mempunyai jangkauan lebih dari 500 mil; atau dengan artileri, senjata-senjata kapal, atau pesawat-pesawat udara.11 Pada September 1988 Israel meluncurkan sebuah satelit percobaan, Ofek-1(Cakrawala), ke orbit eliptis 250 hingga 1.000 kilometer. Seorang analis Amerika mengatakan, data menunjukkan bahwa roket yang meluncurkan satelit itu cukup kuat untuk membawa sebuah senjata nuklir ke Moskow atau Lybia.12

Menurut wartawan Seymour Hersh, yang membuat suatu telaah mengenai program Israel: "Pada pertengahan 1980-an, para teknisi di Dimona telah menciptakan beratus-ratus ujung peledak netron berkadar rendah yang mampu menghancurkan sejumlah besar pasukan musuh dengan kerusakan properti minimal. Ukuran dan kecanggihan persenjataan Israel memungkinkan orang-orang seperti Ariel Sharon untuk bermimpi mengubah peta Timur Tengah dengan bantuan ancaman tak langsung dari kekuatan nuklir."13

Tak satu pun langkah-langkah utama Israel untuk mengembangkan persenjataan nuklir yang tidak terdeteksi oleh intelijen AS. Namun Amerika Serikat tidak berbuat apa-apa untuk menyimpan jin nuklir Israel di dalam botol. Hersh menyimpulkan: "Kebijaksanaan Amerika menyangkut persenjataan Israel... bukan hanya menunjukkan kelalaian biasa: itu adalah kebijaksanaan yang diambil dengan sadar untuk mengabaikan kenyataan."14

Jenderal Amnon Shahak-Lipkin, wakil kepala staf Pasukan Pertahanan Israel, menyatakan pada April 1992: "Saya percaya bahwa negara Israel sejak sekarang harus menggunakan seluruh kekuatannya dan mengarahkan seluruh usahanya untuk mencegah pengembangan nuklir di setiap negara Arab mana pun... Menurut pendapat saya, semua atau hampir semua sarana yang dapat dipakai untuk mencapai tujuan itu sah-sah saja."15

Ancaman-ancaman Israel mengenai pengembangan senjata-senjata semacam itu oleh negara-negara Arab adalah munafik. Bagaimanapun juga, orang-orang Israel adalah yang pertama mengembangkan senjata-senjata nuklir di wilayah itu.

Lebih-lebih, mencegah pengembangan senjata-senjata nuklir adalah tugas dari Agen Energi Atom Internasional di Wina, yang bekerja di bawah pengawasan internasional melalui Perjanjian Non-Proliferasi Senjata-senjata Nuklir. Hampir semua negara Arab telah menandatangani perjanjian itu. Israel belum.

Tetapi Israel telah bertindak sebagai polisi nuklir wilayah itu, dengan akibat-akibat yang mengerikan. Pemboman yang dilakukannya pada 1981 atas fasilitas riset nuklir Osirak milik Irak di dekat Baghdad, lebih dari 600 mil dari perbatasan Israel, dengan pesawat-pesawat perang buatan AS dan bantuan langsung Amerika Serikat telah menyulut kemarahan Irak.16 Fasilitas Osirak adalah proyek teknologi paling canggih di dunia Arab, dan kehilangan itu merupakan pukulan besar bagi Irak. Kehilangan itu terutama sangat menyakitkan sebab Irak adalah penandatangan perjanjian Non-Proliferasi Nuklir, sementara Israel bukan.17

Orang-orang Amerika pendukung Israel di kemudian hari mengucapkan selamat pada negara Yahudi itu pada saat berlangsungnya Perang Teluk 1991 karena serangan yang dilakukannya memberikan pukulan awal pada sikap militan Saddam. Namun tidak diragukan lagi bahwa hal itu berakibat tumbuhnya kebencian Saddam terhadap hubungan Amerika Serikat dengan Israel, menambah kecurigaannya pada Barat, dan mendorong sikap pelanggaran hukumnya. Betapapun irasionalnya sebagai seorang pemimpin, Saddam menyimpan kecurigaan yang berdasar kuat akan usaha-usaha AS-Israel untuk menghancurkan stabilitas Irak.18 Sebuah tajuk rencana di New York Times mencatat pada waktu itu bahwa serangan Israel merupakan tindakan "agresi yang picik dan tak terampuni."19

Serangan itu kemungkinan telah mendorong Saddam untuk melakukan sejumlah aksi penting, yang tak satu pun menyentuh kepentingan Amerika Serikat. Ini termasuk meningkatnya campur tangan dalam perang saudara di Lebanon dan dukungan dari sebagian teroris paling radikal di wilayah itu, seperti Abu Nidal.20 Serangan Israel itu mungkin juga telah mendorong Saddam untuk melakukan upaya-upaya baru mendapatkan teknologi Barat, termasuk operasi diam-diam untuk mengembangkan fasilitas-fasilitas nuklir. Upaya-upaya ini secara keseluruhan berhasil menambah kecanggihan teknologi mesin militer Irak.21

Dalam kenyataannya, serangan Israel merupakan puncak dari kampanye teror rahasia Israel yang dinamakan Operasi Sphinx yang ditujukan pada program nuklir Irak.22 Operasi itu dimulai sejak 6 April 1979, ketika tiga ledakan bom di fasilitas nuklir milik perusahaan Perancis Constructions Navales et Industrialles de la Mediterranee di La Seyne-sur-Mer dekat Marseilles membakar inti reaktor yang hendak dikapalkan ke Irak. Sabotase ini mengundurkan program Irak selama setengah tahun.23 Bom-bom juga dipasang di kantor-kantor dan rumah-rumah para pejabat pemasok kunci Irak di Italia dan Perancis pada tahun itu.24 Kemudian pada 13 Juni 1980, Dr. Yahya Meshad, seorang ahli fisika nuklir Mesir yang bekerja pada Komisi Energi Atom Irak, terbunuh di Paris di dalam kamarnya. Meshad berada di Paris untuk memeriksa uranium yang telah diperkaya yang hendak dikapalkan sebagai bahan bakar utama bagi reaktor Irak. Menurut seorang Israel yang membelot dari Mossad, Victor Ostrovsky, Meshad adalah korban dari agen-agen rahasia Israel.25 Di Amerika Serikat para pendukung Israel bersedia menghambat usaha-usaha pemerintah untuk merintangi proliferasi di negara-negara lain jika tindakan-tindakan semacam itu dapat mengancam Israel. Wakil Rakyat dari partai Demokrat Stephen J. Solarz dan Jonathan B. Bingham, keduanya dari New York, membatalkan amandemen mereka untuk melarang bantuan ke negeri-negeri pembuat senjata nuklir setelah Kementerian Luar Negeri memberi informasi bahwa Israel mungkin akan terkena larangan tersebut. Setelah mendapat penerangan singkat dari Wakil Menteri Luar Negeri James L. Buckley, Solarz berkata: "Kami tidak ingin mendapati diri kami berada dalam posisi di mana kita secara kurang hati-hati dan sembrono menciptakan suatu situasi yang mungkin dapat mendorong dipotongnya bantuan ke Israel. Mereka meninggalkan kesan bahwa permintaan itu akan mendorong penemuan oleh pemerintah bahwa Israel telah menciptakan bom. "26
OMONG KOSONG

"Keputusan Israel untuk tidak terikat Perjanjian Non-Proliferasi didasarkan terutama pada alasan-alasan bahwa perjanjian itu hanya sedikit berpengaruh dalam menghambat pengembangan nuklir di wilayah itu." --AIPAC, 199227

FAKTA

Israel sudah mulai memproduksi senjata-senjata nuklir sebelum Perjanjian Non-Proliferasi diumumkan secara resmi pada 1968. Tidak ada negara Arab yang berencana untuk mengembangkan peralatan nuklir pada waktu itu. Namun Israel telah menolak seluruh upaya internasional dan AS untuk menandatangani perjanjian atau membuka fasilitas-fasilitas nuklirnya bagi pengawasan internasional. Alasannya jelas: sejak 1968, menurut CIA, Israel telah memiliki senjata-senjata nuklir.28 Serangkaian laporan intelijen yang bocor dan cerita-cerita di balik berita sejak itu mengemukakan tentang kemajuan program nuklir Israel yang ambisius.29 Namun rincian asli dari program Israel baru diketahui publik pada 5 Oktober 1986, ketika Mordechai Vanunu, seorang pekerja yang tidak puas di Dimona, berbicara pada Sunday Times London. Vanunu melaporkan bahwa Israel mempunyai "paling sedikit 100 hingga 200 senjata nuklir." Dia mengungkapkan bahwa Israel telah memproduksi senjata-senjata selama dua puluh tahun dan bahwa kini ia merupakan kekuatan nuklir terdepan. Tidak ada pejabat Amerika atau ahli fisika nuklir yang menyanggah deskripsi itu.
Catatan Kaki:

1 Untuk latar belakang mengenai program nuklir Israel, lihat, antara lain, Geoffrey Aronson, "Hidden Agenda: US-Israeli Relation and the Nuclear Question;" Middle East Journal, Musim Gugur 1992; Frank Barnaby, "The Nuclear Arsenal in the Middle East," Journal of Palestine Studies, Musim Gugur 1987; Beit-Hallahmi, The Israeli Connection; Cockburn, Dangerous Liaison; Gaffney, Dimona: The Third Temple? Green, Taking Sides; Hersh, The Samson Option; Jabber, Israel and Nuclear Weapons; Raviv dan Melman, Every Spy a Prince; Rogers dan Cervenka, The Nuclear Axis; Spector, Nuclear Proliferation Today; Weissman dan Krosney, The Islamic Bomb. Karya Hersh adalah terbitan paling akhir, muncul pada pertengahan 1991, dan sepenuhnya membicarakan tentang program nuklir Israel.

2 Dana Adams Schmidt, New York Times, 22 Desember 1960; Kementerian Luar Negeri AS, "Statement Issued by the Department of State, December 19, 1960," American Foreign Policy: Current Documents, 1960, 501.

3 Bar-Zohar, Ben-Gurion, 270-71.

4 New York Times, 22 Desember 1960.

5 Schmidt, New York Times, 22 Desember 1960.

6 Spector, Nuclear Proliferation Today, 121.

7 Hersh, The Samson Option, 111.

8 James Feron, New York Times, 19 Mei 1966. Juga lihat Aronson, Conflict and Bargaining in the Middle East, 50-51.

9 Spector, Nuclear Proliferation Today, 117.

10 New York Times, 25 Juni 1981. Dokumen itu dirilis pada 1978 atas permintaan Akta Kebebasan Informasi; CIA di kemudian hari menyatakan bahwa rilis tersebut merupakan suatu "kesalahan.

11 Ali A. Mazrui et al., Study on Israeli Nuclear Armament (United Nations, 1982), 16; Beit-Hallahmi, The Israeli Connection, 136.

12 Glenn Frankel, Washington Post, 20 September 1988; Thomas L. Friedman, New York Times, 24 Maret 1989.

13 Hersh, Samson Option, 319.

14 Ibid.

15 Dikutip dalam Israel Shahak, "Israel's Nuclear Weapons Strategy: Not for Discussion in English," Washington Report on Middle East Affairs, Juli 1992.

16 Cockburn, Dangerous Liaison, 323-24.

17 Tillman, The United States in the Middle East, 38. Juga lihat Green, Living by the Sword, 135-52; Hersh, The Samson Option, 8-10; Raviv dan Melman, Every Spy a Prince, 250-52; Woodward, Veil, 160.

18 Seale, Asad of Syria, 359-62; Donald Neff, "The U.S., Iraq, Israel and Iran: Backdrop to War;" Journal of Palestine Studies, Musim Panas 1991.

19 New York Times, 9 Juni 1981.

20 Kelompok 15 Mei Abu Nidal menjadi luar biasa aktif pada 1982-1983, menyerang sasaran-sasaran Israel, Yahudi, dan AS di seluruh dunia; lihat Steven Emerson, "Capture of a Terorist;" New York Times Magazine, 21 April 1991.

21 Jeffrey Smith, Washington Post, 22-23 Juli 1992.

22 Ostrovsky dan Hoy, By Way of Deception,1-28; Raviv dan Melman, Every Spy a Prince, 250- 52.

23 Sebagai tambahan bagi Ostrovsky dan Hoy, By Way of Deception, dan Raviv dan Melman, Every Spy a Prince, lihat Weissman dan Krosney, The Islamic Bomb.

24 Spector, Nuclear Proliferation Today, 176-77.

25 Ostrovsky dan Hoy, By Way of Deception, 23.

26 Judith Miller, New York Times, 9 Desember 1981.

27 Bard dan Himelfarb, Myths and Facts, 292.

28 Washington Post, 2 Maret 1978; David Burnham, New York Times, 2 Maret 1978.

29 Misalnya, pada 31 Juli 1975, The Boston Globe melaporkan bahwa Israel diyakini oleh "para analis senior Amerika di kalangan masyarakat keamanan Amerika" telah memiliki lebih dari sepuluh bom nuklir, pada 12 April 1976, Time melaporkan bahwa Israel mempunyai tiga belas bom dan suatu waktu telah mempertimbangkan untuk menggunakannya dalam perang 1973; pada 1980 mantan kepala Komisi Energi Atom Perancis, Francis Perrin, berkata: "Kami yakin orang-orang Israel mempunyai bom nuklir... Mereka mempunyai fasilitas yang memadai untuk memproduksi satu atau dua bom setahun." Lihat Spector, Nuclear Proliferation Today, 132.
keroncong
keroncong
KAPTEN
KAPTEN

Male
Age : 70
Posts : 4535
Kepercayaan : Islam
Location : di rumah saya
Join date : 09.11.11
Reputation : 67

Kembali Ke Atas Go down

kumpulan fakta kemunafikan israel & Yahudi Empty Re: kumpulan fakta kemunafikan israel & Yahudi

Post by keroncong Sun Oct 07, 2012 1:25 pm

ISRAEL SEBAGAI SEKUTU STRATEGIS

Israel sering dikatakan sebagai sekutu strategis Amerika Serikat. Ini merupakan penggambaran yang sangat tidak tepat yang mengganggu dan cenderung menjauhkan negara-negara dan gerakan-gerakan politik yang kerja samanya sangat kritis terhadap perdamaian. Dari sudut pandang hukum dan praktis, Israel bukanlah sekutu Amerika Serikat. Tidak ada perjanjian persekutuan apa pun antara kedua negara itu. Memorandum of Understanding on Strategic Cooperation yang ditandatangani pemerintah Reagan dengan Israel pada 29 November 1983 bukanlah suatu perjanjian dan tidak mempunyai kekuatan dalam hukum internasional. Itu hanya mengikat pemerintah yang menandatanganinya.

Israel tidak mempunyai tanah atau penduduk untuk mendukung peranan sebagai sekutu strategis bagi Amerika Serikat. Meskipun ia secara militer merupakan adidaya di Timur Tengah, catatan permusuhannya dengan para penduduk tetangganya menjadikannya beban serius dari sudut pandang kepentingan-kepentingan keamanan AS. Amerika Serikat memang adalah aset dengan makna strategis sangat besar bagi Israel, namun yang sebaliknya tidaklah benar.
OMONG KOSONG

"Orang-orang Amerika telah... mengakui makna penting yang sangat besar dari Israel --sebagai mitra dalam upaya memperjuangkan kemerdekaan dan demokrasi, sebagai suatu bangsa yang mempunyai cita-cita yang sama dengan kita, dan sebagai sekutu strategis yang penting." --George P. Shultz, menteri luar negeri,19851

FAKTA

Pernyataan bahwa Israel adalah "aset strategis" berhasil dipromosikan pada 1980-an oleh lobi Israel yang dipimpin oleh AIPAC, Komite Urusan Publik Israel Amerika. Inti argumen AIPAC adalah bahwa Israel merupakan sekutu strategis untuk melawan serbuan Soviet ke wilayah itu karena stabilitas politik, kemampuan militer, dan dinas intelijennya. Untuk mendukung kasusnya, lobi itu mengeluarkan serangkaian risalah, AIPAC Papers on US-Israeli Relations, yang berusaha menunjukkan keuntungan dari hubungan erat AS-Israel dalam bidang keamanan.2

Para presiden dan menteri luar negeri sebelumnya telah menghindari persekutuan resmi dengan Israel, meskipun mereka sering bertindak seakan-akan persekutuan semacam itu ada. Namun pada tingkat resmi, Washington telah secara konsisten menolak usaha-usaha Israel untuk menjalin ikatan-ikatan resmi. Misalnya, pada pertengahan 1950-an Israel telah berusaha untuk menjalin suatu hubungan keamanan resmi dengan Amerika Serikat namun Menteri Luar Negeri John Foster Dulles menolak dengan menyatakan bahwa Amerika Serikat tidak dapat diharapkan untuk "menjamin batas-batas gencatan senjata sementara; ia hanya dapat menjamin batas-batas perdamaian yang telah disetujui secara permanen."3 Dengan kata lain, Dulles menyuruh Israel untuk menentukan batasan-batasannya dan tinggal di dalamnya.

Menteri Pertahanan Presiden Carter, Harold Brown, menolak mentah-mentah gagasan tentang Israel sebagai aset strategis, dengan mengatakan: "Seluruh pernyataan bahwa Israel adalah aset kita, tampak gila di mata saya. Orang-orang Israel itu akan berkata, 'Biar kami membantu kalian,' dan kemudian akhirnya kalian dijadikan alat mereka. Orang-orang Israel mengutamakan kepentingan keamanan mereka sendiri dan kita mengutamakan kepentingan kita sendiri. Keduanya tidak sama."4

Presiden Reagan menentang kecenderungan ini. Pada 30 November 1981, Amerika Serikat, atas desakan Menteri Luar Negeri Alexander Haig, menandatangani Memorandum of Understanding on Strategic Cooperation dengan Israel. Persetujuan itu menuntut kerja sama AS-Israel melawan ancaman-ancaman di Timur Tengah "yang disebabkan oleh Uni Soviet atau kekuatan-kekuatan yang dikontrol oleh Soviet dari luar wilayah itu."5

Majelis Umum PBB bereaksi dengan mengeluarkan sebuah resolusi yang menuduh bahwa persetujuan itu akan "mendorong Israel untuk menjalankan kebijaksanaan-kebijaksanaan serta praktek-praktek agresif dan ekspansionisnya di wilayah-wilayah pendudukan" dan akan mempunyai "pengaruh merugikan atas usaha-usaha untuk mencapai perdamaian komprehensif, adil, dan abadi di Timur Tengah dan akan mengancam keamanan wilayah itu."6

Pada 14 Desember 1981, Israel menentang pendapat dunia dan benar-benar mencaplok Dataran Tinggi Golan milik Syria. Amerika Serikat bergabung dengan Dewan Keamanan PBB mencela tindakan itu dan menyatakannya "batal dan tidak sah."7 Washington juga menangguhkan persetujuan kerja sama strategis dengan Israel.8 Namun, pada 29 November 1983, pemerintah Reagan menghidupkan kembali persetujuan kerja sama strategis itu. Pada hari itu Israel dan Amerika Serikat sekali lagi secara resmi sama-sama berjanji akan berjuang melawan serangan komunis ke Timur Tengah.9

Kebijaksanaan itu mendapat dukungan kuat dari Menteri Luar Negeri Shultz, dengan mengesampingkan tentangan dari Menteri Pertahanan Caspar Weinberger dan beberapa pejabat dari Kementerian Luar Negeri dan CIA. Mereka semua memperingatkan telah diabaikannya ikatan-ikatan persahabatan dengan negara-negara Arab dan dijadikannya Amerika Serikat "sandera dari kebijaksanaan Israel."10
OMONG KOSONG

"Israel adalah sekutu terkuat dan sahabat terbaik kita, bukan hanya di Timur Tengah, melainkan juga di tempat-tempat lain di dunia ini." --Senator Albert Gore, kandidat wakil presiden Demokrat,199211

FAKTA

Ilmuwan Cheryl A. Rurenberg menulis: "Dalam hubungan AS-Israel, Amerika Serikat telah memberikan dukungan mutlak, namun Israel telah berulang kali melakukan tindakan-tindakan yang bertentangan dengan kepentingan-kepentingan Amerika bahkan sering membahayakan kepentingan-kepentingan tersebut."12 Mantan Wakil Menteri Luar Negeri George W. Ball menambahkan: "[Israel] tidak pernah siap untuk berurusan dengan Amerika Serikat dengan cara dan semangat yang diharapkan dari seorang sekutu. Ia tidak sepakat dengan kita bahwa sasaran utama adalah tercapainya perdamaian abadi di wilayah itu, kecuali dalam pengertian ekspansionisnya sendiri. Ia tidak --dan tidak bersedia untuk--berunding dengan kita atau berusaha untuk menyelenggarakan suatu kebijaksanaan bersama. Ia terus-menerus mengelabui Amerika Serikat mengenai gerakan-gerakan yang diharapkan, sering kali dengan merugikan rencana-rencana dan kepentingan-kepentingan Amerika Serikat."13

Yang menyulitkan hubungan itu adalah kenyataan bahwa secara turun-temurun pemerintah-pemerintah Amerika Serikat telah berkolusi dengan Israel melawan negara-negara Arab, seringkali dengan melanggar kebijaksanaan resmi AS. Sekalipun demikian, Israel telah berkali-kali menolak dengan angkuhnya nasihat AS, memamerkan pelanggaran-pelanggarannya atas kebijaksanaan AS, tidak mau berunding dengan Washington sebelum mengambil tindakan-tindakan yang begitu keras seperti mencaplok Jerusalem, dan, sebagaimana dikemukakan sebelumnya, memata-matai Amerika Serikat. Kebijaksanaan-kebijaksanaan dan tindakan-tindakannya --seperti serangan-serangannya atas Lebanon, pendudukan wilayah yang terus-menerus dilakukannya dengan kekerasan, pelanggaran-pelanggarannya terhadap Piagam PBB dan Konvensi Jenewa Keempat-- yang secara langsung bertentangan dengan kebijaksanaan-kebijaksanaan Amerika Serikat. Tetapi meskipun tindakan-tindakan itu telah membatalkan Israel sebagai sekutu sejati, pemerintah Reagan tetap memanjakan Israel dengan serangkaian konsesi luar biasa bahkan lebih dari sekadar menetapkan negara Yahudi itu sebagai sekutu strategis.

Pada 1985, pemerintah Reagan menetapkan suatu zona perdagangan bebas yang unik dengan Israel. Pakta itu membuka pasar-pasar AS untuk barang-barang Israel, yang bebas bea, untuk bersaing langsung dengan produk-produk Amerika seperti tekstil dan sitrus. Itu adalah kali pertama Amerika Serikat memberikan akses semacam itu untuk pasarnya kepada suatu pemerintahan asing.14

Pada 1986, Israel diberi hak untuk ikut serta dalam riset canggih untuk Inisiatif Pertahanan Strategis (SDI) Presiden Reagan yang kontroversial, yang dikenal sebagai Star Wars. Israel menjadi negara ketiga yang terdaftar dalam program itu, setelah Inggris dan Jerman Barat.15 Selama itu Israel telah menerima $126 juta untuk mendanai pengembangan sistem pertahanan antimisil Arrow di bawah program SDI, dengan $60 juta lainnya yang diberikan untuk kelanjutan Arrow dalam tahun fiskal 1992 dan, menurut Senator Robert Byrd, kemungkinan beberapa ratus juta dollar lebih di masa mendatang.16

Pada 1987, Israel bersama dengan sekutu-sekutu AS seperti Australia dan Jepang ditetapkan sebagai "sekutu non-NATO;" yang berarti bahwa ia dapat ikut serta memproduksi senjata, menawarkan kontrak-kontrak pelayanan dan pemeliharaan, menggunakan dana AS untuk proyek-proyek riset dan pengembangan, serta menjual sistem-sistem senjata konvensional kepada angkatan bersenjata AS.17

Komentar Direktur Eksekutif Thomas A. Dine pada 1986: "Kita berada di tengah-tengah suatu revolusi yang membawa hubungan AS-Israel ke tingkat yang baru... Orde lama di mana Israel dianggap sebagai suatu beban, suatu perintang bagi hubungan Amerika dengan dunia Arab, seorang anak yang ribut dan nakal-telah hancur. Sebagai gantinya, suatu hubungan baru sedang dibangun, yaitu hubungan di mana Israel diperlakukan sebagai --dan bertindak sebagai-- sekutu, bukan sekadar sahabat, sebuah aset dan bukan beban, mitra yang matang dan mampu, bukan negara pengikut semata."18
OMONG KOSONG

"Lebih dari sekadar kerja sama strategis; hubungan AS-Israel telah memberikan pada negara kita intelijen keamanan yang tak ternilai selama bertahun-tahun." --Hyman Bookbinder, mantan wakil Komite Yahudi Amerika, 198719

FAKTA

Menurut mantan Direktur Intelijen Pusat Stansfield Turner: "Intelijen Israel telah gagal. Sembilan puluh persen dari pernyataan-pernyataan yang dikemukakan mengenai sumbangan-sumbangan Israel pada keamanan Amerika hanyalah pernyataan humas. Menanggapi seorang wartawan dalam suatu wawancara, Turner menambahkan: "Anda telah gagal dalam penanganan teror Anda. Anda telah gagal dalam membaca persiapan data di Lebanon [sebelum invasi 1982]. Anda mengira bahwa Anda akan dapat mendirikan sebuah pemerintahan Kristen di sana. Anda mengira Anda akan dapat mengusir orang-orang Syria. Anda bahkan telah gagal mengatasi teror di dalam Israel. Intelijen Israel memang bagus, namun tidak dalam semua bidang. Ia bagus terutama karena terlalu berlebihan menjual kemampuan-kemampuannya sendiri."20
OMONG KOSONG

"Israel adalah sekutu yang unik dan mengesankan." --Profesor Steven L. Spiegel, 198321

FAKTA

Dalam perang 1990-1991 melawan invasi Irak ke Kuwait, sumbangan terbesar yang dapat diberikan Israel hanyalah tidak berbuat apa-apa dan berada di luar kancah perang sementara pasukan Amerika menghadapi pertempuran. Para pejabat AS dengan segera mengakui bahwa Israel, bukannya menjadi aset, justru merupakan rintangan besar. Amerika Serikat harus mengirim para pejabat tinggi ke Israel untuk menjelaskan bahwa Israel tidak diterima sebagai anggota pasukan internasional yang dipimpin oleh Amerika Serikat, karena adanya kecurigaan besar bahwa Israel mungkin akan memanfaatkan perang itu untuk mengejar kepentingan-kepentingan ekspansionisnya sendiri dan karena peran sertanya akan membahayakan persekutuan negara-negara Arab yang dibentuk oleh Washington.22

Biaya yang harus dibayar Amerika Serikat untuk tidak melibatkan Israel adalah tambahan $650 juta untuk dana bantuan tahunan $3 milyar; pemberian senjata-senjata bekas senilai $700 juta yang ditarik dari Eropa; misil-misil Patriot seharga $117 juta; dan garansi pinjaman perumahan sebesar $400 juta.23

Israel kini sedang mencari pembenaran-pembenaran baru untuk melanjutkan persekutuan. Dasar pemikiran yang paling popular dan mutakhir adalah menghidupkan kembali sebuah gagasan lama, yaitu bahwa Israel dapat memenuhi kepentingankepentingan AS dengan bertindak sebagai basis penyimpanan terdepan. Sebagaimana dikemukakan salah seorang Israel kepada Washington Post pada pertengahan 1992, Israel dapat berperan sebagai "pangkalan [pesawat] terbesar di Laut Tengah."24

Dalam skenario ini, pelabuhan di Haifa menjadi sangat penting. Ia telah melayani dan memperbaiki sekitar dua puluh lima kapal perang AS dari Armada Keenam setiap tahun dan juga telah berperan sebagai pelabuhan persinggahan reguler untuk armada itu. Sekitar 45.000 pelaut Amerika dijadwalkan untuk menikmati cuti laut di Haifa pada 1992. Selain itu, Industri Pesawat Israel kini melayani seluruh pesawat perang AS F-15 yang ditempatkan di Eropa, dan Amerika Serikat dan Israel secara bersama-sama tengah mengembangkan misil antimisil Arrow.25
Catatan kaki:

1 Teks dalam "Special Document;" Journal of Palestine Studies, Musim Panas, 1985, 122-28.

2 Judul dari risalah- risalah itu termasuk The Strategic Value of Israel: Israel and the US Air Force; Israel and the US Navy; Israeli Medical Support for the US Armed Forces; US Procurement of Israeli Defense Goods and Services. Untuk tinjauan mengenai risalah-risalah itu, lihat Muhammad Hallaj, "Israel's Plans for Knotting Its US Ties;" Middle East International, 26 Oktober 1984. Lobi AIPAC sebagai salah satu yang paling efektif di Washington digambarkan dalam New York Times, 24 Maret 1984; David K. Shipler, New York Times, 6 Juli 1987.

3 Eban, An Autobiography, 184. Secara pribadi, Dulles telah mengatakan pada Presiden Eisenhower pada 19 Agustus 1955, bahwa Israel menginginkan "terutama sebuah perjanjian keamanan dengan Amerika Serikat"; lihat Foreign Relations of the United States 1955, Surat dari Menteri Luar Negeri kepada Presiden, 19 Agustus 1955, 368-69. Dulles di kemudian hari menyatakan bahwa dia mengkhawatirkan Israel benar-benar ingin Amerika Serikat mendukung Israel sepenuhnya melawan negara-negara Arab; lihat Foreign Relations of the United States 1955, Telegram dari Menteri Luar Negeri kepada Kementerian Luar Negeri, 8 November 1955, tengah hari, 717.

4 Hersh, Samson Option, 270.

5 Khouri, The Arab-Israeli Dilemma, 426-27. Teks memorandum itu terdapat dalam New York Times, 1 Desember 1981, dan Lembaga untuk Telaah-telaah Palestina, International Documents on Palestine 1981, 405-6. Juga lihat Ball, The Passionate Attachment; Chomsky, The Fateful Triangle; McGovern, "The Future Role of the United States in the Middle East," Middle East Policy, 1 no. 3 (1992); Rurenberg, Israel and the American National Interest; Tivnan, The Lobby.

6 Resolusi 36/266 A. Teks itu terdapat dalam Sherif, United Nations Resolutions on Palestine and the Arab-Israeli Conflict, 2: 175-77.

7 Resolusi 497. Teks itu terdapat dalam Sherif, United Nations Resolutions on Palestine and the Arab-Israeli Conflict, 2:200, dan Mallison, The Palestine Problem in International Law and World Order, 476-77.

8 New York Times, 19 Desember 1981.

9 New York Times, 30 November 1983. Juga lihat Bernard Gwertzman, "Reagan Turns to Israel;" New York Times Magazine, 27 November 1983; Rurenberg, Israel and the American National Interest, 353; John M. Goshko, Washington Post, 22 November 1983; Charles R. Babcock, Washington Post, 5 Agustus 1986; "Free Trade Area for Israel Proposed;" Mideast Observer, 15 Maret 1984.

10 Smith, The Power Game, 617; Fred J. Khouri, "Major Obstacles to Peace: Ignorance, Myths, and Misconception;" American-Arab Affairs, Musim Semi 1986. Juga lihat Ball, The Passionate Attachment, 297-99.

11 Near East Report, 20 Juli 1992.

12 Rurenberg, Israel and the American National Interest, 330-31.

13 George W. Ball, "What Is an Ally?" American-Arab Affairs, Musim Gugur 1983.

14 Joseph C. Harsh, Christian Science Monitor, 30 Oktober 1984. Juga lihat Pusat Riset dan Kebijakanaan Timur Tengah, Executive Report, April 1985; "US, Israel Move toward Free Trade Pact;" Congressional Quarterly, 29 Desember 1984, Teks persetujuan itu terdapat dalam Journal of Palestine Studies, Musim Dingin 1986, 119-31.

15 Fred Hiatt, Washington Post, 7 Mei 1986.

16 Congressional Record, 1 April 1992.

17 Pusat Riset dan Kebijaksanaan Timur Tengah, Februari 1987.

18 Dari pidato Dine pada Konferensi Kebijaksanaan Tahunan AIPAC ke-27, 6 April 1986. Teks itu terdapat dalam "Special Document;" Journal of Palestine Studies, Musim Panas 1986,134- 43.

19 Bookbinder dan Abourezk, Through Different Eyes, 67.

20 Cheryl A. Rurenberg, "the Misguided Alliance," The Link, Oktober/November 1986; Alexander Cockburn, "Beat the Devil;" The Nation, 3 Maret 1986.

21 Steven L. Spiegel, "Israel as a Strategic Asset;" Commentary, Juni 1983.

22 Michael R. Gordon, New York Times, 12 Januari 1991.

23 Thomas L. Friedman, New York Times, 6 Maret 1991; John E. Yang, Washington Post, 6 Maret 1997. Juga lihat Clyde Mark, "Israel: U.S. Foreign Assistance Facts," Divisi Pertahanan Nasional dan Urusan Luar Negeri, Pelayanan Riset Kongres, diperbarui 5 Juli 1991

24 David Hoffman, Washington Post, 28 Juli 1992.

25 Ibid.



keroncong
keroncong
KAPTEN
KAPTEN

Male
Age : 70
Posts : 4535
Kepercayaan : Islam
Location : di rumah saya
Join date : 09.11.11
Reputation : 67

Kembali Ke Atas Go down

kumpulan fakta kemunafikan israel & Yahudi Empty Re: kumpulan fakta kemunafikan israel & Yahudi

Post by BeJat Sun Oct 07, 2012 1:26 pm

waaaaaaaaaaaaaaaaawwwwwwwwwwwwwwww banyak Skaleeeeeeeeee ?????????? joged

nyimak dulu ah .. sedih
BeJat
BeJat
SERSAN SATU
SERSAN SATU

Male
Posts : 111
Kepercayaan : Islam
Join date : 12.10.11
Reputation : 6

Kembali Ke Atas Go down

kumpulan fakta kemunafikan israel & Yahudi Empty Re: kumpulan fakta kemunafikan israel & Yahudi

Post by keroncong Sun Oct 07, 2012 1:29 pm

ILUSI NILAI-NILAI BERSAMA

Salah satu omong kosong yang paling berbahaya dan paling luas diyakini mengenai hubungan AS-Israel adalah bahwa kedua negara itu mempunyai cita-cita, struktur demokrasi, dan penghargaan pada hak-hak asasi manusia yang sama. Ini merupakan khayalan yang menyulitkan setiap upaya perdamaian. Israel bukan negara demokrasi. Ia. tidak mempunyai konstitusi. Ia melancarkan diskriminasi terutama atas dasar agama dan bersikap kasar bahkan brutal terhadap kelompok minoritas. Ia adalah sebuah negara yang bersifat eksklusif dan ekspansionis. Selama hampir setengah abad praktek-praktek Israel telah berkali-kali dikecam oleh masyarakat dunia sebagai pelanggaran-pelanggaran terhadap hukum internasional. Meskipun praktek-praktek ini bertentangan dengan hukum Amerika, Amerika Serikat, bagai mencoreng muka sendiri, selalu melindungi Israel.
OMONG KOSONG

"[Amerika Serikat mempunyai suatu] hubungan khusus dengan Israel, yang didasarkan atas nilai-nilai yang sama, perjanjian timbal balik untuk mendukung demokrasi, dan suatu persekutuan strategis." --Program Partai Demokrat, 19921

FAKTA

Israel tidak mempunyai sebuah konstitusi tertulis atau pernyataan hak-hak asasi manusia, dan pemerintahannya sebagian benar-benar merupakan suatu teokrasi.2 Menurut Hukum Yurisdiksi Pemerintahan Rabbi tahun 1953, semua penduduk Yahudi berada di bawah pemerintahan rabbi dalam bidang-bidang domestik dan sosial. Dengan demikian hanya daging yang halal saja yang diperbolehkan di Israel dan usaha-usaha yang dilakukan oleh orang-orang beragama Kristen atau beragama lain untuk menarik masuk orang Yahudi merupakan suatu kejahatan yang dapat dihukum penjara lima tahun.3 Seorang hakim agama dapat memerintahkan seorang suami agar menceraikan istrinya atau menolak menceraikan istri yang diperlakukan tidak adil, dan seorang ipar lelaki boleh mencegah seorang janda tanpa anak untuk menikah lagi.4 Orang-orang Kristen atau Muslim tidak boleh menikahi orang-orang Yahudi di Israel, dan jika mereka menikah di tempat lain maka ikatan mereka tidak diakui oleh pengadilan rabbi di Israel.

Pada Desember 1990, para pemimpin gereja Kristen di Jerusalem sangat prihatin dengan gangguan-gangguan Yahudi terhadap institusi-institusi tradisional Kristen sehingga mereka membatasi perayaan-perayaan Kristen dengan doa-doa "tanpa mewujudkannya dalam suasana penuh kegembiraan." Orang-orang Kristen sangat mengkhawatirkan usaha-usaha yang dilakukan para pemukim Yahudi untuk pindah ke wilayah Kristen di Kota Tua dan adanya "pengikisan hak-hak tradisional serta hak-hak istimewa gereja yang telah berumur berabad-abad," termasuk pengenaan pajak kotapraja dan pajak negara. Pernyataan mereka berbunyi, sebagian: "Kami mengungkapkan keprihatinan kami yang mendalam atas masalah-masalah baru yang dihadapi gereja setempat. Mereka ikut campur dalam menjalankan fungsi lembaga-lembaga agama kami, dan kami menyerukan pada otoritas sipil di negeri ini untuk melindungi hak-hak historis kami dan status kami yang dihormati oleh semua pemerintahan."5

Untuk menangkap betapa tidak masuk akalnya pendapat yang mengatakan bahwa Israel itu seperti Amerika, kita hanya perlu membayangkan akan seperti apa jadinya hidup ini jika Amerika dioperasikan dengan kitab undang-undang Israel. Di bawah undang-undang itu, orang-orang Kristen Amerika, masyarakat keagamaan yang dominan, akan menikmati status yang sangat tinggi. Mereka sajalah yang dapat menyita harta kekayaan orang-orang non-Kristen, membawa-bawa senjata api, membeli atau menyewa tanah dan bangunan pemerintah, mendapatkan perumahan yang disubsidi, dan menikmati keuntungan-keuntungan sosial lainnya. Orang-orang non-Kristen boleh ditembak karena dicurigai membawa sebuah senjata atau koktil molotov. Tulang-tulang mereka boleh dipatahkan sebagai sarana pendidikan disiplin. Rumah-rumah mereka boleh dimasuki dengan paksa tanpa Surat perintah, didinamit, atau disegel. Mereka boleh ditangkap dan dipenjarakan untuk waktu yang sangat lama tanpa proses yang layak.

Di bawah undang-undang Israel, orang-orang non-Kristen yang tinggal di wilayah yang telah ditaklukkan oleh pasukan militer AS bertahun-tahun yang lalu tidak akan pernah menjadi warga negara Amerika Serikat atau mempunyai hak untuk menentukan masa depan politik mereka sendiri, bebas dari otoritas AS. Pun orang-orang non-Kristen yang lari selama terjadinya penaklukan militer ini tidak diperbolehkan untuk kembali ke rumah-rumah mereka.
OMONG KOSONG

"Hubungan ini didasarkan atas kesetiaan yang sama pada demokrasi dan nilai-nilai bersama." --Presiden George Bush, 19926

FAKTA

Israel mempraktekkan sejumlah aturan yang tidak sah di Amerika Serikat dan di negara-negara Barat lainnya sebagai kebijakan negara. Termasuk pembunuhan, penculikan, pengusiran, penahanan tanpa tuduhan atau pengadilan, penyitaan tanah, dan hukuman kolektif-belum lagi praktek spionase yang telah lama dilancarkan Israel terhadap Amerika Serikat, dermawan terbesarnya. Lebih-lebih, Israel adalah satu-satunya negara yang secara resmi menyetujui penyiksaan.7

Perdana Menteri Yitzhak Shamir dan Menachem Begin, para pemimpin dari kelompok teroris Yahudi terbesar di Palestina, sebelum terbentuknya Israel, tidak pernah mengungkapkan penyesalan mengenai aktivitas-aktivitas berdarah mereka. Dalam kenyataannya, Shamir justru pergi menghadiri konferensi perdamaian di Madrid pada 1991 untuk mengemukakan tanggapannya atas tuduhan-tuduhan menyangkut masa lalunya sebagai teroris: "Saya telah selalu mengatakan, saya selalu mengatakan, saya bangga akan segala sesuatu yang telah saya lakukan di masa lalu. Saya tidak memungkiri satu langkah pun... Saya bangga dengan apa yang telah saya lakukan dan saya tidak berkewajiban untuk memberi penjelasan kepada siapa pun."8

Beberapa tahun sebelumnya Shamir mengatakan pada seorang pewawancara: "Ada orang-orang yang mengatakan bahwa membunuh [seorang individu] adalah terorisme, namun menyerang sebuah kamp angkatan bersenjata adalah perang gerilya dan membom orang-orang sipil adalah perang profesional. Tetapi saya rasa hal itu sama dari sudut pandang moral... Akan lebih efisien dan lebih bermoral jika kita menentukan sasaran-sasaran terpilih."9

Sikap semacam itu telah mendorong Israel untuk mempraktekkan pembunuhan atas lawan-lawannya. Di antara operasi-operasi yang terdokumentasi, pada awal 1960-an Israel melancarkan suatu kampanye teror melawan para ilmuwan Jerman yang bekerja di Mesir,10 termasuk paling sedikit lima orang terbunuh oleh sebuah bom surat. Seorang ilmuwan Mesir terbunuh pada 1979 ketika sedang bekerja untuk Irak.11 Pada 1990 Gerald Vincent Bull, seorang ahli artileri Kanada, tertembak mati di luar apartemennya di Brussels setelah secara terbuka dikaitkan dengan program senjata Irak. Bull dilaporkan sebagai korban dari para pembunuh Israel.12

Selama beberapa dasawarsa Israel telah melancarkan suatu kampanye pembunuhan yang tak henti-hentinya terhadap orang-orang Palestina yang tergabung dalam Organisasi Pembebasan Palestina, termasuk pembunuhan yang salah sasaran atas seorang pelayan Arab di Lillehammer, Norwegia, pada 1973,13 dan pembunuhan pada 1991 atas kepala militer PLO Khalil Wazir, yang lebih dikenal dengan nama Abu Jihad (Bapak Perjuangan), di rumahnya di Tunis.14
OMONG KOSONG

"Dasar hubungan antara Israel dan Amerika Serikat adalah landasan yang tak tergoyahkan dari nilai-nilai dan harapan-harapan yang sama. Kesetiaan bersama kami pada demokrasi dan kebebasan berdiri di atas batu yang kuat dan permanen yang di atasnya hubungan kami dibangun." --Yitzhak Rabin, perdana menteri Israel, 199215

FAKTA

Kebijaksanaan negara Israel yang mentolerir penculikan telah mempengaruhi keamanan AS dan meminta korban nyawa orang-orang Amerika. Contoh yang paling terkenal dan mutakhir dari praktek ini adalah penculikan atas seorang Syeikh Syi'ah Abdul Karim Obeid dari rumahnya di Lebanon Selatan. Sebagai tindak pembalasan, seorang sandera Amerika yang ditahan di Lebanon, Letnan Kolonel Marinir William R. Higgins, digantung oleh para penahannya yaitu orang-orang Muslim Syi'ah.16

Setelah Higgins digantung, Presiden Bush berbicara secara terbuka: "Pada hari Jumat, saya katakan bahwa mengambil seorang sandera tidak akan dapat membantu proses perdamaian Timur Tengah. Peristiwa brutal dan tragis hari ini telah menegaskan kebenaran pernyataan itu. Malam ini, saya ingin melangkah melampaui pernyataan itu dengan suatu seruan mendesak pada semua-semua-pihak yang menahan sandera-sandera di Timur Tengah, agar membebaskan mereka dengan segera sebagai isyarat kemanusiaan, untuk mulai memutar balik lingkaran kekerasan di wilayah itu."17

Israel menolak untuk membebaskan Obeid dan beratus-ratus orang Palestina lainnya yang ditahan sebagai sandera. Ini mendorong keluarnya kecaman dari pemimpin Republik Senat Bob Dole, yang menuduh bahwa aksi-aksi Israel "membahayakan nyawa orang-orang Amerika." Dia menambahkan bahwa "sedikit rasa tanggung jawab di pihak orang-orang Israel di saat-saat sekarang ini akan sangat melegakan."18

Israel juga secara rutin melancarkan tindakan-tindakan yang begitu biadab seperti hukuman kolektif, "penahanan administratif," penyiksaan, dan pengusiran dalam usahanya untuk menekan pemberontakan Palestina.19 Pembakaran buku adalah tanda lain dari pendudukan Israel. Israel Shahak, seorang ilmuwan Israel yang berhasil lolos dari kamp pembasmian Nazi dan kini berkampanye untuk membela hak-hak Palestina, melaporkan: "Para serdadu Israel memasuki sebuah perpustakaan Palestina, umum maupun pribadi, mengumpulkan semua buku, menumpukkannya di luar, dan membakarnya. Karena mereka tidak bisa membaca tulisan Arab, kata mereka, maka mereka harus membakar semua buku, untuk memastikan bahwa kejahatan telah dihancurkan."20
OMONG KOSONG

"Israel... telah terbukti sebagai salah satu penerima bantuan asing AS yang telah menanggapi secara positif tawaran AS untuk melakukan pembaruan-pembaruan besar dalam ekonominya." --AIPAC, 199221

FAKTA

Israel adalah salah satu dari sedikit negara di dunia yang berpegang pada ekonomi sosialis.22 Meskipun ada usaha-usaha keras dari Washington untuk memperbarui sistem Israel yang ketinggalan zaman dan tidak efisien, keterlibatan pemerintah yang sangat besar mendominasi ekonominya. Pada akhir 1991 sebuah telaah oleh Export-Import Bank mencatat bahwa Israel selama dua dasawarsa telah "menangguhkan pembaruan-pembaruan pasar bebas" dan akibatnya ia semakin tergantung pada bantuan AS.23

Laporan lain yang dikeluarkan kira-kira pada waktu yang sama oleh Pelayanan Riset Kongres (CRS), suatu bagian dari Kongres di Perpustakaan Kongres, menyimpulkan bahwa "Israel secara ekonomis tidak mampu mencukupi dirinya sendiri, dan tergantung pada bantuan dan pinjaman luar negeri untuk mempertahankan ekonominya." Laporan CRS itu menambahkan bahwa ekonomi Israel didorong menuju krisis oleh "biaya-biaya pelayanan utang yang terus bertambah, pengeluaran-pengeluaran pelayanan sosial pemerintah yang terus membumbung, tingkat pembelanjaan pertahanan yang sangat tinggi, dan ekonomi dalam negeri yang mandeg digabung dengan inflasi di seluruh dunia dan jatuhnya pasar luar negeri bagi barang-barang Israel." Angka inflasinya rata-rata 20 persen di tahun-tahun belakangan ini, suatu angka yang tinggi bagi kebanyakan negara namun itu sudah merupakan perkembangan dibanding tahun 1984 ketika inflasi Israel mencapai angka rekor 445 persen.24

Ekonomi Israel yang boros merupakan alasan utama mengapa negara Yahudi itu tidak mampu menutup biaya penyerapan imigran-imigran dari bekas Uni Soviet dan harus mencari bermilyar-milyar dollar dalam bentuk garansi pinjaman dari Amerika Serikat. Situasinya begitu buruk sehingga Bank Israel meramalkan dalam suatu laporan bahwa sebanyak 200.000 imigran baru akan pergi di tahun-tahun mendatang jika lapangan kerja tidak tercipta. Laporan tahun 1991 menyatakan bahwa inflasi mencapai dua digit dan pengangguran mencapai angka 11 persen dan dapat naik sampai 18 persen.25

Menurut pendapat ahli ekonomi Israel Steven Pault, "Kebijaksanaan ekonomi Israel terdiri atas pemanfaatan dana politik yang gila-gilaan... Sementara kebanyakan negara melancarkan dengan giat kebijaksanaan anti-trust dengan agen-agen pelaksana yang kuat, kebijaksanaan ekonomi di Israel jelas pro-trust... Produksi, pemasaran, kuota-kuota ekspor, dan pembagian air dan tanah dilakukan sebagai perlindungan; mereka tidak pernah dilelang... Kebijaksanaan perdagangan Israel adalah yang paling proteksionis di dunia demokrasi... Semua negara lain akan terkena sanksi perdagangan internasional bahkan untuk adanya sedikit pembatasan impor dan manipulasi ekspor yang tetap dipertahankan Israel." Dia menambahkan, "Para pembuat kebijaksanaan Israel sendiri telah membuktikan mereka tidak bersedia atau tidak mampu menghasilkan pembaruan-pembaruan ekonomi." Namun, Pault menyimpulkan, Amerika Serikat tidak berusaha untuk memanfaatkan program bantuannya yang sangat besar untuk menekan Israel agar melancarkan pembaruan-pembaruan, yang tanpa itu Israel akan menjadi semakin tergantung.26
OMONG KOSONG

"Orang-orang Israel telah lama mengakui adanya kebutuhan untuk memperbarui ekonomi mereka secara drastis." --AIPAC,199227

FAKTA

Meskipun ada usaha-usaha keras Amerika Serikat pada 1980an untuk memperbarui sosialisme Israel, lebih dari 60 persen aktivitas ekonomi Israel pada 1991 tetap didasarkan atas subsidi-subsidi pemerintah dan pembelanjaan yang selalu dikaitkan dengan pemerintah. Menurut kesimpulan suatu telaah oleh Institut di Jerusalem untuk Strategi Maju dan Telaah-telaah Politik: "Bayangan Israel mengenai masa depan adalah melanjutkan jalan suram dan rusak yang sama dari pemerintahan yang lebih besar. "28

Export-Import Bank dalam telaah tahun 1991-nya mencatat bahwa Israel telah menentang pembaruan-pembaruan dan sebagai gantinya memanfaatkan utang "untuk membiayai pengeluaran pertahanan yang tinggi, sistem kesejahteraan sosial yang ekstensif, dan standar hidup yang relatif tinggi... Jika pinjaman baru ditingkatkan secara tajam... besar kemungkinan menjelang akhir dasawarsa itu pemerintah AS akan berada dalam posisi di mana pelunasan-pelunasan yang dijadwalkan melampaui pengeluaran. Dengan demikian pemerintah AS akan menjadi importir modal bersih dari Israel."29

Suatu telaah oleh para ahli AS pada 1989 melaporkan kesalahan-kesalahan yang sama yang menekan ekonomi Israel yang dikendalikan pemerintah. Ini termasuk kesalahan manajemen pemerintahan dan tidak adanya program ekonomi jangka panjang; ketergantungan yang sangat besar pada pembelanjaan pemerintah, yang mencapai dua pertiga dari GNP Israel; pengeluaran pemerintah yang sangat bebas untuk bisnis-bisnis yang gagal; dan kecenderungan di kalangan orang-orang Israel untuk lebih suka menganggur daripada menerima pekerjaan dengan gaji rendah.30

Dalam Skala besar, ketidakefisienan ini merupakan akibat pengaruh yang luar biasa dari Histadrut, Federasi Kaum Pekerja Yahudi, yang sangat besar dalam ekonomi Israel.31 Histadrut telah mendominasi ekonomi Israel sejak awal berdirinya negara Yahudi itu. Ia telah menjadi penyerap tenaga kerja yang paling luas di Israel dan usaha-usahanya meliputi bangunan, bank, asuransi, dan pemasaran serta koperasi konsumen terbesar di Israel.32

Ahli sejarah Howard M. Sachar mencatat pada pertengahan 1970-an bahwa Israel telah mengalami apa yang dinamakannya keruntuhan etika kerja di dalam tenaga kerjanya, sebagian akibat kekuatan Histadrut: "Tentu saja para pemimpin Histadrut tidak dapat menghindari tanggung jawab besar terhadap keruntuhan etika kerja itu. Dengan hak-hak pekerja yang dijamin dan dilembagakan sampai pada tingkat terakhir selama bertahun-tahun, maka menjadi mustahil bagi majikan untuk memecat orang-orang yang selalu berlagak sakit dan pemalas. Kecenderungan para pekerja di pabrik-pabrik, toko-toko, dan juga kantor-kantor, serta tak ketinggalan di lingkungan pemerintahan, untuk bekerja dengan sesedikit mungkin mengerahkan tenaga dan ketelitian jelas mempengaruhi masyarakat secara luas."33

Hampir dua puluh tahun kemudian, gambaran suram itu belum banyak berubah. Ini terutama karena kesalahan dari bantuan AS, yang mendorong Israel untuk mengabaikan masalah-masalah mendasarnya, di antaranya bukan hanya kelambanan birokratis melainkan juga korupsi yang merajalela.34 Kata Senator Republik Malcolm Wallop dari Wyoming: "Dunia sedang berpacu menjauhi sosialisme, namun kita justru menopang sebuah negara yang jelas-jelas sosialis, Israel, yang tidak mau berubah. Ia hanya mempunyai sedikit usaha bebas dan subsidi-subsidi yang sangat besar dan menyimpang melalui ekonominya. Dalam banyak hal, bantuan kita mendukung itu."35

Atau, dalam kata-kata ahli ekonomi Israel Alvin Rabushka: "Kita dapat mempertanyakan kebijaksanaan para pembayar pajak AS yang memberi subsidi pada pemerintah Israel, yang pada gilirannya menggunakan uang itu untuk mensubsidi ekonomi sosialistiknya sendiri."36
OMONG KOSONG

"Terutama akibat beban pertahanan yang luar biasa dari pemerintah, orang-orang Israel melihat standar hidup mereka dengan perlahan-lahan melorot." --AIPAC, 199237

FAKTA

Orang-orang Israel belakangan ini menikmati standar hidup yang jauh lebih tinggi dibanding sebelumnya.38 Ini akibat bantuan AS yang sangat besar dan juga dana sekitar $1 milyar setiap tahun dalam bentuk sumbangan-sumbangan serta pembelian-pembelian mengikat dari para pendukung Yahudi di luar negeri.39 Sebagian besar dari pembelajaan pertahanan Israel sesungguhnya juga dibayar oleh Amerika Serikat. Suatu telaah oleh Kantor Akunting Umum AS melaporkan bahwa pada 1983 Amerika Serikat telah membiayai 37 persen dari anggaran militer Israel 40

Menurut laporan Jackson Diehl dari The Washington Post pada pertengahan 1992: "Dalam waktu 25 tahun sejak memenangkan perang Arab-Israel 1967, Israel telah berubah dari sebuah negara Spartan, sosialis, terisolasi, dan sangat militeris menjadi suatu masyarakat konsumen modern yang dijajah dengan kebudayaan sekular Barat. Dalam dasawarsa terakhir, terutama, telah terjadi ledakan kekayaan dan konsumsi."41

Namun ekonomi sosialis yang mendasar di Israel tengah mengalami kejatuhan. Sebagaimana pengamatan Martin Baral, orang yang selamat dari bencana itu dan kini menjadi industrialis di Amerika: "Israel telah melakukan bunuh diri ekonomi sejak awal mula berdirinya negara itu."42 Dia mencatat bahwa David Ben-Gurion dan semua pemukim Zionis pertama di Palestina adalah orang-orang sosialis dan komunis dari Eropa Timur yang mengabdi pada ekonomi terkontrol. Nasihat Baral, seperti juga nasihat banyak ahli ekonomi yang telah menelaah kekacauan ekonomi Israel, adalah menjual perusahaan-perusahaan milik negara seperti telepon, kimia, pesawat terbang, pertahanan, dan industri-industri lain ke pihak swasta; mengurangi birokrasi yang berlebihan, yang menghalangi usaha bebas secara drastis; dan menurunkan pajak.

Satu akibat dari sistem arahan pemerintah itu adalah bahwa Israel secara proporsional mempunyai bisnis kecil yang lebih sedikit dibanding negara-negara Barat. Angka pengangguran Israel yang tetap bertahan di atas 10 persen bisa sangat dikurangi jika bisnis kecil dibiarkan berkembang, menurut Baral, sebab bisnis semacam itu dapat menyediakan "jalan tercepat untuk mengurangi pengangguran."

Seperti dikatakan Perdana Menteri Yitzhak Rabin dalam pidato pelantikannya pada pertengahan 1992: "Terdapat terlalu banyak pekerjaan tulis menulis dan terlalu sedikit produktivitas."43
OMONG KOSONG

"Amerika dan Israel mempunyai ikatan khusus yang sama. Hubungan kami unik di antara semua negara." --Bill Clinton, kandidat presiden Demokrat,199244

FAKTA

Para pemimpin Israel secara teratur dan kasar mengecam Amerika Serikat dengan cara-cara yang digambarkan oleh penulis Inggris Eric Silver sebagai "serangan paling tajam yang pernah diarahkan oleh seorang mitra yunior kepada pelindungnya yang kuat dan kaya."45

Silver mengacu pada serangan Perdana Menteri Menachem Begin terhadap Duta Besar AS Samuel Lewis, salah seorang sahabat terdekat Israel, setelah Amerika Serikat untuk sementara menangguhkan persetujuan persekutuan strategis barunya dengan Israel pada 1981. Begin memanggil Lewis ke rumahnya dan menyatakan: "Kalian tidak mempunyai hak moral untuk mengkhutbahi kami mengenai korban-korban sipil. Kami telah membaca sejarah Perang Dunia Kedua dan kami tahu apa yang terjadi pada penduduk sipil ketika kalian menjalankan aksi terhadap musuh. Kami juga telah membaca sejarah tentang Perang Vietnam dan frasa kalian 'penghitungan mayat.'... Apakah kami sebuah negara pengikut? Sebuah republik mainan? Apakah kami pemuda empat belas tahun, sehingga jika kami tidak bertingkah laku baik buku-buku jari kami akan dipukul?... Bangsa Israel telah hidup selama 3.700 tahun tanpa memorandum of understanding dengan Amerika --dan ia akan terus hidup tanpa itu untuk masa 3.700 tahun lagi."46

Ketika Menteri Luar Negeri Alexander Haig, yang oleh sejumlah kritikus diyakini telah secara rahasia memberi lampu hijau pada Israel untuk menyerang Lebanon pada 1982, secara resmi mendesak Begin untuk tidak melaksanakan serangan itu, Perdana Menteri itu menembak balik:"47 Tuan Menteri, sahabat baik saya, belum pernah ada orang yang akan mendapatkan persetujuan dari saya untuk membiarkan orang-orang Yahudi dibunuh oleh musuh yang haus darah dan membiarkan mereka yang bertanggung jawab terhadap mengalirnya darah itu untuk menikmati kekebalan hukum."48

Menteri Luar Negeri George Shultz, yang dianggap oleh orang-orang Israel sebagai salah seorang sahabat terbaik mereka di Washington, memperingatkan Israel pada akhir 1984 bahwa ia tidak akan mendapatkan tambahan dana darurat sebanyak $800 juta --memuncaki $2,6 milyar dana bantuan regularnya tahun itu-- kecuali jika ia menjalankan upaya pengetatan ekonomi. Sebagai jawaban atas nasihat itu, Menteri Koordinasi Ekonomi Israel Gad Yaacovi berkata: "Israel tidak membutuhkan khutbah moral dari Amerika Serikat. Tanggung jawab terhadap bangsa Yahudi berada di tangan bangsa Yahudi semata."49

Ketika Pemerintahan Carter mendesak Israel agar mundur dari Tepi Barat, Menteri Luar Negeri Moshe Dayan dengan angkuhnya menyatakan pada 1979: "Saya tahu kalian orang-orang Amerika mengira kalian akan memaksa kami keluar dari Tepi Barat. Tetapi kami di sini dan kalian di Washington. Apa yang akan kalian lakukan kalau kami mempertahankan pemukiman-pemukiman? Menjerit-jerit? Apa yang akan kalian lakukan jika kami menahan angkatan bersenjata di sana? Mengirim pasukan?"50

Hinaan-hinaan itu tak juga berhenti. Seorang anggota kabinet Shamir, Menteri Ilmu Pengetahuan Yuval Neeman, mengatakan tentang Presiden George Bush pada 1992: "Kami belum pernah melihat di Amerika Serikat sebuah rezim anti-Yahudi dan anti-Israel seperti yang sekarang ini."51
Catatan kaki:

1 Teks itu terdapat dalam Near East Report, 13 luli 1992.

2 Ball, The Passionate Attachment, 153- 54; Keller, Terrible Days, 78-86.

3 Nyrop, Israel: A Country Study, 105.

4 Sachar, A History of Israel, 379.

5 Teks itu terdapat dalam Journal of Palestine Studies, Musim Semi 1991, 139.

6 Konferensi pers, disiarkan oleh CNN, 11 Agustus 1992.

7 Glenn Frankel, Washington Post, 31 Oktober 1987. Juga lihat Thomas L. Friedman, New York Times, 8 November 1987; Amnesti Internasional, Amnesty Report: 1988,139; Stanley Cohen, "Talking about Torture in Israel;" Tikkun, November/ Desember 1992.

8 Jack Redden, Washington Post, 5 November 1991.

9 Bethell, The Palestine Triangle, 277-78.

10 Steven, The Spymasters of Israel, 145-47. Juga lihat Ball, The Passionate Attachment, 251-52; Bar-Zohar, Ben-Gurion, 301-2; Nakhleh, Encyclopedia of the Palestine Problem, 832; Neff, Warriors for Jerusalem, 101-2; Raviv dan Melman, Every Spy a Prince, 122-25.

11 Ostrovsky dan Hoy, By Way of Deception, 23.

12 William Scott Malone, David Halevy dan Sam Hemmingway, Washington Post rubrik Outlook, 10 Februari 1991. Juga lihat Glenn Frankel, Washington Post, 16 Januari 1992; Kevin Toolis, "The Man behind Iraq's Supergun," New York Times Magazine, 26 Agustus 1990; Cockburn, Dangerous Liaison, 301-6.

13 David Halevy dan Neil C. Livingstone, 'The Killing of Abu Jihad," Washingtonian, Juni 1988; Peter Kerr, New York Times, 17 April 1988.

14 Livingstone dan Halevy, Inside the PLO, 43-58; Raviv dan Melman, Every Spy a Prince, 397.

15 Konferensi pers, disiarkan oleh CNN, 11 Agustus 1992.

16 Nora Boustany, Washington Post, 1 Agustus 1989. Juga lihat Jackson Diehl, Washington Post, 29 Juli 1989; Ball, The Passionate Attachment, 251-52; Cooley, Payback, 155-56, 169.

17 David Hoffman dan Ann Devroy, Washington Post, 1 Agustus 1989

18 Donald Lamboro, Washington Times, 7 Agustus 1989.

19 Kementerian Luar Negeri AS, Country Report on Human Rights Practices for 1991, Februari 1992, 1440-55; teks itu direproduksi dalam Journal of Palestine Studies, Musim Semi 1992,114-24. Juga lihat laporan untuk tahun- tahun sebelumnya,1990, 1989, dan 1988.

20 Pidato pertemuan makan siang di Capitol Hill, Rayburn Building, 14 Juni 1989.

21 Bard dan Himelfarb, Myths and Facts, 249.

22 Ahli ekonomi Israel Steven Pault, seorang dosen senior di University of Haifa, mengatakan bahwa ekonomi Israel bukanlah sosialis dalam pengertian tradisional, melainkan lebih tepat "politikalis." Yang dimaksudkannya dengan itu adalah "sumber-sumber dialokasikan dan harga ditetapkan melalui suatu proses politik yang sangat rumit... Proses itu mencakup keadaan politik yang saling mempengaruhi dari berbagai kelompok kepentingan dan agen yang bersaing dalam sektor pemerintahan." Akibatnya, kata Pault, "jumlah pasar dan keputusan ekonomi yang tergantung pada janji yang diberikan atau uang pemerintah pusat yang disediakan untuk mendapatkan popularitas dalam pemilihan umum di Israel yang belum pernah terjadi di dunia demokrasi." Lihat Steven Pault, "Pork in Israel," National Interest, Musim Panas 1992.

23 Jim McGee, Washington Post, 3 Oktober 1991.

24 Clyde Mark, "Israel: U.S. Foreign Assistance Facts," Divisi Pertahanan Nasional dan Urusan Luar Negeri, Pelayanan Riset Kongres, diperbarui 5 juli 1991.

25 Joel Brinkley, New York Times, 4 Mei 1991.

26 Steven Pault, "Pork in Israel," National Interest, Musim Panas 1992.

27 Bard dan Himelfarb, Myths and Facts, 248.

28 Joel Brinkley, New York Times, 4 Mei 1991.

29 Jim McGee, Washington Post, 3 Oktober 1991.

30 Joel Brinkley, New York Times, 5 Oktober 1989.

31 Keller, Terrible Days, 17-19.

32 Sachar, A History of Israel, 412. Juga lihat Alvin Rabushka, Scoreboard on the Israeli Economy: A Review of 1989, Institut untuk Telaah-telaah Politik dan Strategi Maju (Jerusalem), Februari 1990.

33 Sachar, A History of Israel, 833.

34 Ball, The Passionate Attachment, 302.

35 Ralph Z. Hallow, Washington Times, 15 Februari 1990.

36 Dikutip dalam Ibid.

37 Bard dan Himelfarb, Myths and Facts, 249.

38 Telaah Export-Import Bank tahun 1991, dilaporkan dalam Jim McGee, Washington Post, 3 Oktober 1991.

39 Ball, The Passionate Attachment, 168.

40 Kantor Akunting Umum AS, "US Assistance to the State of Israel, Report by the Comptroller General of the United States;" GAO/ID-85-51, 24 Juni 1983. Konsep awal yang belum disensor dari laporan itu dapat ditemukan dalam El-Khawas dan Abed-Rabbo, American Aid to Israel, 114-91. Juga lihat Fred Hiatt, Washington Post, 25 Juni 1983. The New York Times mencetak kisah tentang telaah itu, 26 Juni 1983, sebagaimana Claudia Wright, "US Assistance to the State of Israel: US General Accounting Office Report," Journal of Palestine Studies, Musim Gugur 1983,123-36.

41 Jackson Diehl, Washington Post, 8 Juni 1992.

42Wawancara dengan penulis, 22 Maret 1992.

43 Dan pidato pelantikan Rabin pada 1992, teks dalam Pelayanan Informasi Siaran Luar Negeri, 14 Juli 1992, 23-27.

44 Dari perkataan Clinton pada konvensi B'nai B'rith pada 1992, Washington, D.C., 9 September 1992.

45 Silver, Begin, 145.

46 Kutipan itu terdapat dalam New York Times, 21 Desember 1981, dan Institute for Palestinian Studies, International Documents on Palestine 1981, 429-31. Juga lihat Silver, Begin, 45-46.

47 Lihat, sebagai contoh, Schiff dan Ya'ari, Israel's Lebanon War, 74, dan Cockburn, Dangerous Liaison, 328.

48 Ball, Error and Betrayal in Lebanon, 35.

49 Editorial, Washington Post, 3 Januari 1985.

50 Tillman, The United States in the Middle East, 166.

51 Jackson Diehl, Washington Post, 20 Januari 1992.
keroncong
keroncong
KAPTEN
KAPTEN

Male
Age : 70
Posts : 4535
Kepercayaan : Islam
Location : di rumah saya
Join date : 09.11.11
Reputation : 67

Kembali Ke Atas Go down

kumpulan fakta kemunafikan israel & Yahudi Empty Re: kumpulan fakta kemunafikan israel & Yahudi

Post by keroncong Sun Oct 07, 2012 1:33 pm

GANJARAN MERUGIKAN YANG LAIN DARI ISRAEL

Kerugian AS akibat mendukung Israel sangat besar dan beragam. Jumlah itu tidak hanya berupa mengalirnya dollar dari perbendaharaan AS dan nilai moral yang harus dibayar masyarakat Amerika sebagai akibat kolusi kita dalam represi Israel atas hak-hak asasi manusia. Kerugian-kerugian lainnya bagi negara kita berasal dari tindakan-tindakan langsung dan disengaja oleh para penguasa Israel. Ini termasuk pembunuhan dan pelecehan terhadap personil militer AS, korupsi spionase skala-luas dan berbahaya dari lembaga-lembaga pemerintah kita, dan tekanan-tekanan politik yang menguras ekonomi kita hingga bermilyar-milyar dollar. Kerugian-kerugian lain --termasuk pembunuhan-pembunuhan terhadap para penduduk sipil AS-- ditimpakan oleh musuh-musuh Israel yang mendendam terhadap Amerika karena sikapnya yang pro-Israel.
OMONG KOSONG

"Kepentingan diri sendiri Amerika telah dipenuhi oleh kebijaksanaan-kebijaksanaan Timur Tengah kita." --Hyman Bookbinder, mantan wakil Komite Yahudi Amerika, 19871

FAKTA

Amerika Serikat telah mengalami kerugian besar akibat hubungan dekatnya dengan Israel. Dikarenakan adanya hubungan ini, orang-orang Amerika dijadikan sasaran logis oleh musuh-musuh Israel. Para diplomat Amerika dari Italia hingga Lebanon dan Sudan telah terbunuh, dan orang-orang Amerika yang sedang dalam perjalanan telah ditempatkan dalam bahaya, dibunuh, atau dilukai dalam pembajakan-pembajakan serta tindakan-tindakan teror lainnya.

Di Amerika Serikat, seorang Palestina, Sirhan Sirhan, menyatakan dirinya telah membunuh Senator Robert Kennedy sebab dia sangat mendendam dengan dukungan Kennedy pada Israel.2 Seorang Arab-Amerika, Alex Odeh, direktur wilayah barat dari Komite Anti-Diskriminasi Arab-Amerika, dibunuh pada 1985 dengan sebuah bom yang ditanamkan di kantornya di Santa Ana, California, dan dicurigai sebagai korban dari para anggota Liga Pertahanan Yahudi.3

Para wartawan dan akademisi Amerika ditahan selama bertahun-tahun sebagai sandera di Lebanon oleh kelompok-kelompok yang memprotes dukungan Amerika kepada Israel, dan 263 orang marinir dan personil pelayanan AS dibunuh dan 151 orang dilukai ketika mereka sedang bekerja di Lebanon pada 1982-1984 untuk mendesak pasukan-pasukan Israel dan Syria ditarik mundur dari wilayah Lebanon4 Dalam kenyataannya, kemarahan kaum Muslim terhadap dukungan Amerika untuk Israel mengakibatkan terusirnya hampir semua orang Amerika sepanjang setengah dasawarsa terakhir 1980-an dari Lebanon, sebuah negara di mana orang-orang Amerika mereguk kemakmuran selama satu abad sebelumnya.

Israel sendiri bahkan telah mengancam keselamatan para warga negara AS. Ada beberapa kejadian yang terdokumentasi di mana Israel dengan sengaja merusak properti AS dan melukai atau bahkan membunuh orang-orang Amerika, di antaranya adalah dalam "Lavon Affair" yang terkenal pada 1954 ketika agen-agen Israel menyerang instalasi-instalasi Amerika di Mesir dalam usaha merusak hubungan AS-Mesir.5

Contoh-contoh lainnya adalah serangan Israel pada 1967 atas USS Liberty yang membunuh 34 orang Amerika dan melukai 171 lainnya6 dan pola sistematis pelecehan Israel terhadap pasukan marinir penjaga perdamaian AS di Lebanon pada 1983-1984.

Perilaku Israel di Lebanon menjadi demikian provokatif sehingga Komandan Marinir jenderal R.H. Barrow mengeluh mengenai hal itu dalam sebuah surat terbuka untuk Menteri Pertahanan Caspar Weinberger: "Jelas bagi saya, dan menurut pendapat para komandan AS di laut maupun di darat, bahwa insiden-insiden antara Marinir dan IDF [Pasukan Pertahanan Israel] diatur, disusun, dan dilaksanakan untuk mencapai tujuan-tujuan politik bodoh Israel." Barrow mengemukakan secara rinci delapan kejadian dalam bentrok antara Marinir-IDF yang dicirikannya sebagai "situasi yang mengancam nyawa, sarat dengan penghinaan verbal terhadap para perwira, kesatuan, dan negara mereka." Dalam suratnya ditambahkan: "Tidak habis pikir saya mengapa orang-orang Amerika --yang tengah membaktikan diri mereka untuk menjaga perdamaian-- mesti dilecehkan dan terancam bahaya oleh seorang sekutu."7
OMONG KOSONG

"Kita tidak boleh lupa bahwa Israel tetap menjadi sahabat yang kuat, dapat dipercaya, dan sekutu yang stabil dan strategis." --Bill Clinton, kandidat presiden Demokrat,19928

FAKTA

Di luar peristiwa mata-mata Jonathan Pollard, yang diekspos pada 1985, ada sejumlah kasus yang tidak begitu banyak dipublikasikan di mana orang-orang Israel dan para pendukung mereka telah melakukan tindakan-tindakan ilegal melawan kepentingan-kepentingan AS.

Kasus-kasus yang melibatkan Israel termasuk penahanan para tersangka dengan ikatan-ikatan pada negara Yahudi itu karena usaha mereka menjual peralatan militer senilai $2,5 milyar kepada Iran; pengapalan ilegal sarana-sarana untuk meledakkan bom-bom nuklir ke Israel; upaya untuk mendapatkan teknologi yang menghasilkan laras-laras meriam tank dan bom-bom cluster; dan suatu tindak penggelapan besar-besaran yang melibatkan General Electric serta seorang jenderal angkatan udara Israel dalam penyalahgunaan lebih dari $40 juta dalam bentuk bantuan militer untuk Israel.9

Dalam rencana GE itu, Brigadir Jenderal Israel Rami Dotan dihukum tiga belas tahun penjara, dan pada 22 Juli 1992, GE mengaku bersalah di Pengadilan Federal Distrik Cincinnati telah melakukan penggelapan, pemutihan uang, dan praktek-praktek bisnis yang korup. Ia setuju untuk membayar denda dan penalti sebesar $69 juta.10 Kasus penggelapan besar-besaran ini melibatkan sejumlah perusahaan lain dan mencakup penyelidikan terhadap Pratt & Whitney, Textron Lycoming, General Motors, dan Allison serta sebuah perusahaan dagang Swiss yang misterius, Ellis A.G. Yang juga diperiksa adalah Harold Katz, seorang warga negara ganda AS-Israel yang mempunyai kaitan erat dengan Ellis A.G. dan seorang pria yang apartemennya di Washington digunakan oleh mata-mata Pollard pada pertengahan 1980-an untuk menyalin dokumen-dokumen rahasia AS. Kasus itu bahkan melibatkan dugaan bahwa Dotan membayar $50.000 di Amerika Serikat pada seorang pembunuh bayaran untuk menakut-nakuti atau membunuh salah seorang saksi yang akan memberatkannya.11

Pemerintah Israel telah menolak untuk bekerja sama dengan komite pengawas DPR yang ada di bawah Komite DPR mengenai Energi dan Perdagangan yang diketuai oleh Wakil Demokrat John D. Dingell dari Michigan, dan juga menolak untuk mengizinkan Amerika Serikat menanyai Katz. Dingell mengeluh secara terbuka bahwa Israel "telah bertindak sangat tidak kooperatif."12 Dingell menambahkan: "Di sini kita memberi mereka mesin-mesin, kita memberi mereka bantuan teknis, kita mempunyai program yang sangat luas untuk memberi mereka dana-dana penunjang, dan mereka mengatakan bahwa keamanan nasional mereka mencegah kita untuk menyelidiki sesuatu yang sudah mereka akui sebagai kejahatan."13

Korupsi itu bahkan telah menyusup ke tingkat-tingkat yang lebih tinggi di Pentagon. Pada 1991 mantan Asisten Sekretaris Angkatan Laut Melvyn R. Paisley mengaku bersalah di Pengadilan Federal Distrik Alexandria (Virginia) telah melakukan penggelapan besar-besaran termasuk memberikan kontrak-kontrak pertahanan kepada perusahaan Israel, Israeli Mazlat Ltd., dan firma-firma AS, Sperry Corporation dan Martin Marietta Corporation. Paisley mengakui dia bergabung dengan persekongkolan untuk membantu Mazlat memenangkan beberapa kontrak pertahanan untuk membuat "lebah-lebah jantan" tanpa pilot untuk pengintaian medan tempur sebagai pertukaran bagi janji suap $2 juta. Menurut mantan mata-mata Mossad Israel, Victor Ostrovsky, Mazlat adalah satu cabang dari Industri Aeronatika Israel dan Tadiran, dan riset untuk "lebah-lebah jantan" Mazlat telah dicuri Mossad dari firma-firma AS.14 Pada 18 Oktober Paisley dihukum empat tahun penjara dan dua tahun hukuman percobaan serta denda $50.000.15

Di samping itu, terjadi skandal Iran-Contra di mana Israel mendorong pemerintah Reagan untuk menjual persenjataan ke Iran dengan harapan dapat membebaskan sandera-sandera Amerika di Lebanon dan sebagai suatu jalan untuk mendapatkan keuntungan ganda membantu dana pemberontak Contra di Nikaragua yang bertentangan dengan keputusan Kongres. Senator David F. Durenberger, ketua Komite Intelijen Senat, di kemudian hari menyimpulkan bahwa pemerintah telah dimanfaatkan oleh "kebijaksanaan luar negeri orang lain dan ketamakan dari para pedagang senjata."16 Sementara penilaian itu tidak berhasil membagi secara adil kesalahan tingkat tinggi yang disandang pemerintah, namun ia dapat menunjukkan secara jelas betapa pentingnya peranan Israel dalam rencana itu.
OMONG KOSONG

"Lebih dari 80 persen bantuan militer AS dibelanjakan di Amerika Serikat. Ini menciptakan lapangan kerja dan keuntungan bagi perusahaan-perusahaan Amerika." --AIPAC, 199217

FAKTA

"Buy America Act" mensyaratkan pada semua pemerintah asing untuk membelanjakan di Amerika Serikat paling sedikit 80 persen dari bantuan militer yang mereka terima dari para pembayar pajak AS. Tetapi aturan 80 persen itu tidak lagi berlaku untuk Israel. Dalam suatu pengecualian yang diberikan khusus untuk Israel, "Buy America Act" telah dikesampingkan. Israel diperbolehkan untuk membelajakan $475 juta --26 persen dari dana tahunan AS sebanyak $1,8 juta untuk tujuan-tujuan militer-- untuk menciptakan "lapangan kerja dan keuntungari" di Israel, bukan di Amerika Serikat.18

Namun kerugian akibat bias Washington terhadap Israel belum berakhir di sini. Para pendukung Israel secara teratur menekan Kongres untuk menghalangi penjualan peralatan militer bahkan kepada negara-negara Arab moderat yang siap membayar tunai untuk menerima persenjataan bagi pertahanan mereka sendiri. Pada 1985, Saudi Arabia mengungkapkan minatnya untuk membeli dalam partai besar pesawat-pesawat perang F-15 dari Amerika Serikat, yang belum pernah terjadi sebelumnya. Ketika lima puluh satu senator --suatu jumlah mayoritas dari semua anggota--menandatangani sebuah surat untuk Presiden Reagan yang isinya menentang penjualan itu, maka Saudi berpaling pada Inggris. Penjualan itu bernilai lebih dari $7 juta dan pada akhirnya akan mencapai $30 milyar, suatu perjanjian jual beli senjata paling besar dalam sejarah.19

Kerugian dari penjualan semacam itu menyebabkan Menteri Pertahanan Frank C. Carlucci pada 1988 mengecam "berbagai kelompok kepentingan dan banyak pihak di Kongres" yang menentang penjualan senjata ke negara-negara Arab. Dia mengatakan bahwa tentangan itu menyebabkan Amerika Serikat menderita kekalahan dalam bentuk pengaruh politik di dunia Arab dari negara-negara lain seperti Uni Soviet, Inggris, Cina, dan Prancis. Tambah Carlucci: "Pendapat bahwa kerja sama pertahanan AS dengan negara-negara Arab moderat akan membahayakan Israel tidak mempunyai dasar kuat dan tidak benar."20

Perkataan Carlucci meningkatkan aspek-aspek yang mengganggu dari tentangan Israel terhadap penjualan persenjataan AS ke negara-negara Arab. Itu menyangkut masalah motif-motif Israel. Israel secara konsisten menyatakan ia menentang penjualan semacam itu atas dasar keamanan. Namun kenyataannya ia terus menentang penjualan-penjualan ke Saudi Arabia bahkan ketika Washington memberlakukan batasan-batasan ketat pada penentuan posisi senjata-senjata tersebut. Misalnya, dalam kasus F-15 ke Saudi Arabia, orang-orang Saudi setuju bahwa pesawat-pesawat perang itu tidak akan ditempatkan di mana pun di dekat Israel.21 Ketika mereka akhirnya membeli dari Inggris, tidak ada batasan-batasan seperti itu.

Kecurigaan yang timbul adalah bahwa Israel tidak begitu memikirkan tentang keamanannya dalam kasus-kasus ini melainkan ia ingin menunjukkan pada negara-negara Arab bahwa Israel dapat mendikte kebijaksanaan AS.22
OMONG KOSONG

"Hubungan kami dengan Israel adalah demi kepentingan timbal balik." --Presiden Ronald Reagan, 198823

FAKTA

Suatu contoh mencolok tentang bagaimana Israel mengambil keuntungan dari bantuan AS untuk mengerjakan sesuatu yang bertentangan dengan kepentingan-kepentingan AS adalah proyek pesawat terbang Lavi pada 1980-an. Proyek yang sangat mahal ini dibiayai oleh pemerintah Reagan untuk menyediakan bagi Israel pesawat-pesawat perangnya sendiri, yang dirancang dan diproduksi di Israel, dengan AS membayar 90 persen pembiayaan dan setengah dari teknologi majunya. Sebagai balasan, Israel berjanji tidak akan menggunakan Lavi untuk bersaing dengan ekspor pesawat terbang AS di Dunia Ketiga, suatu pretensi yang dipertahankan para pendukung Israel hingga hari ini. Kata AIPAC pada 1992: "Lavi tidak pernah dimaksudkan untuk menyaingi pesawat buatan Amerika."24 Namun Washington Post mendapati bahwa Industri Pesawat Terbang Israel, perusahaan milik pemerintah yang dikontrak untuk membuat Lavi, membagikan sebuah brosur pemasaran di awal masa pembuatan proyek yang diberi judul "Lavi: Pesawat Tempur Kuat." Brosur itu memproyeksikan bahwa Israel akan menjual sebanyak 407 jet tersebut ke luar negeri.25

Ini akan menyebabkan Amerika Serikat berada dalam posisi ganjil dengan membiayai dan mendukung teknologi sebuah pesawat tempur asing yang akan bersaing langsung dengan pabrik-pabrik AS, yang menerima begitu banyak tunjangan. Pada akhirnya, pabrik-pabrik AS diselamatkan oleh kecanggungan Israel. Meskipun telah mendapat segala bantuan dari AS, Israel terbukti tidak mampu memproduksi pesawat itu, dan proyek tersebut ditangguhkan karena membumbungnya biaya. Amerika Serikat menghabiskan $1,5 milyar dengan sia-sia untuk Lavi.26

Pengawas Keuangan Negara Israel Yaacov Maltz mengeluarkan sebuah kritik yang sangat menghina: "Banyak sekali keputusan penting dan menentukan dibuat dengan informasi yang tidak berdasar, tidak memadai, tendensius, dan tidak menunjukkan pemahaman akan perkiraan biaya yang layak." Maltz melaporkan, dalam parafrase dari Jerusalem Post, bahwa para pejabat Israel tidak "mempertimbangkan tujuan pesawat itu, ukuran atau biayanya... pun mereka tidak mempunyai rincian mengenai biaya, potensi ekspor, dan aspek-aspek lain dari program tersebut."27

Sekalipun demikian, setelah penundaan Lavi, Menteri Luar Negeri George Shultz mengizinkan Israel untuk menggunakan $450 juta dari bantuan militernya untuk membayar tuntutan pembatalan kontrak; menyetujui kelanjutan dari praktek-praktek "ganti rugi" Israel di mana perusahaan-perusahaan AS harus membeli hingga $150 juta produk-produk Israel sebagai pengganti diterimanya kontrak-kontrak Israel, yang dibayar dengan bantuan Amerika; dan mengizinkan sebanyak $400 juta bantuan AS dibelanjakan setiap tahun di Israel.28

Banyak teknisi Israel yang diberhentikan dari pekerjaannya dalam proyek Lavi pindah ke Afrika Selatan.29 Pemindahan teknologi AS yang demikian canggih terjadi di tengah embargo terhadap perdagangan dengan Afrika Selatan. Pada Agustus 1988 Afrika Selatan memamerkan pesawat perangnya yang baru, Cheetah-E, yang mempunyai banyak ciri yang sama dengan pesawat-pesawat yang diproduksi sebelumnya di Israel.30
OMONG KOSONG

"Kisah yang sesungguhnya adalah siapakah individu-individu tak bernama yang menyebarkan desas-desus jahat [mengenai tindakan Israel mengekspor-kembali teknologi AS]?" --Moshe Arens, menteri pertahanan Israel, 199231

FAKTA

Pada Maret 1992, The Wall Street Journal melaporkan bahwa tidak ada "keraguan di kalangan masyarakat intelijen AS bahwa Israel telah berulang kali terlibat dalam rencana-rencana pengalihan."32 Pada 1 April 1992, inspektur jenderal Kementerian Luar Negeri menuduh bahwa Israel, yang dalam laporan itu dikatakan sebagai "penerima utama" bantuan militer AS, terlibat dalam suatu "pola sistematis dan berkembang" untuk menjual teknologi rahasia AS yang melanggar hukum AS. Laporan itu mengatakan bahwa pelanggaran-pelanggaran Israel dimulai kira-kira pada 1983 dan bahwa Israel berusaha untuk menyembunyikan pelanggaran-pelanggaran itu.33

Salah satu tuduhan utama terhadap Israel adalah bahwa ia tengah menjual rahasia-rahasia dari misil antimisil Patriot Amerika ke Cina.34 Sebuah tim AS beranggota tujuh belas orang yang dikirim ke Israel tidak berhasil menemukan bukti pemindahan Patriot atau teknologinya.35 Lepas dari itu, Menteri Pertahanan Dick Cheney berkata: "Kami mempunyai alasan yang kuat untuk percaya bahwa telah terjadi pengalihan atas misil-misil Patriot."36

Tuduhan-tuduhan itu mendatangkan gelombang kejutan ke Israel. Penjualan senjata sekitar $1,5 milyar setiap tahun berarti 40 persen dari ekspor Israel dan didasarkan hampir sepenuhnya pada teknologi AS.37 Masalah tindakan Israel mengambil keuntungan dari teknologi rahasia AS diselidiki secara rinci oleh para wartawan Andrew dan Leslie Cockburn pada 1991 dalam buku mereka yang membukakan pikiran kita; Dangerous Liaison. Setahun sebelumnya, Los Angeles Times melaporkan bahwa Israel telah menjadi "pintu belakang" yang dapat menyediakan bagi Cina teknologi persenjataan AS.38

Pemindahan teknologi Amerika ke Israel dimulai pada 1970 dengan ditandatanganinya Persetujuan Pertukaran Data Perkembangan Pertahanan Induk yang berjangkauan jauh, yang memungkinkan terjadinya pemindahan teknologi paling besar ke Israel atau negara lain yang terlibat.39 Masukan teknologi yang begitu banyak telah menjadi anugerah bagi ekonomi Israel. Pada 1981 Israel bangkit dari sebuah negara pengimpor senjata yang secara teknologis terbelakang menjadi pengekspor ketujuh terbesar senjata-senjata militer di dunia dengan penjualan luar negeri sebesar $1,3 milyar.40

Seorang ahli sejarah Israel mengatakan, "Orang-orang Amerika sesungguhnya telah membuat seluruh persenjataan dan teknologi paling canggih yang berarti pesawat tempur, misil, radar, baju baja, dan artileri terbaik-terbuka bagi Israel. Israel, pada gilirannya, telah memanfaatkan pengetahuan ini, dengan mengadaptasi peralatan Amerika untuk meningkatkan kecanggihan teknologinya sendiri, yang terlihat nyata dalam pameran pertahanan Israel."41
OMONG KOSONG

"Saudi Arabia semakin tergantung pada Amerika Serikat daripada Amerika Serikat pada Saudi Arabia." --AIPAC,199242

FAKTA

Setelah Saudi Arabia menjatuhkan embargo minyaknya yang melumpuhkan pada 1973, Menteri Luar Negeri Henry Kissinger mengakui setelah terlambat: "Saya telah membuat kesalahan."43

Embargo minyak Arab pada 1973-1974 muncul karena Presiden Nixon mengabaikan peringatan berulang-ulang dari negara-negara penghasil minyak bahwa Amerika Serikat hendaknya mempertahankan posisi tidak memihak dalam perang Arab-Israel pada 1973.44 Namun, atas desakan Kissinger, Nixon mengesampingkan permintaan Saudi Arabia dan secara terbuka mengirimkan persenjataan militer ke Israel di tengah perang Oktober.45

Raja Faisal dari Saudi Arabia dan para pemimpin Arab lainnya telah meminta Washington tidak lebih dari apa yang telah dituntut oleh Dewan Keamanan PBB enam tahun sebelumnya bahwa Israel kembali ke batas-batas gencatan senjata pada 1967.46 Raja Faisal telah berulang kali menyampaikan pesan ini ke Washington sejak musim semi tetapi tidak ada hasilnya.47

Sebaliknya, Nixon, yang telah sangat lemah akibat skandal Watergate, memberi Israel $2,2 milyar dalam bentuk bantuan darurat pada 19 Oktober.48 Hari berikutnya Saudi Arabia mengumumkan embargo minyak total terhadap Amerika Serikat sebagai balasan bagi dukungannya pada Israel. Negara-negara minyak lainnya segera mengikuti 49
Catatan kaki:

1 Bookbinder dan Abourezk, Through Different Eyes, 7.

2 United Press International, New York Times, 26 September 1980.

3 New York Times, 12 Oktober 1985. Juga lihat Robert I. Friedman, "Who Killed Alex Odeh?" Village Voice, 24 November 1987; Kementerian Energi AS, Terrorism in the United States and the Potential Threat to Nuclear Facilities, R-3351-DOE, Januari 1986, 11F-16, dikutip dalam Nakhleh, Encyclopedia of the Palestine Problem, 863.

4 Frank, U.S. Marines in Lebanon, 140, Lampiran F.

5 Neff, Warriors at Suez, 56-62.

6 Ennes, Assault on the Liberty, Lampiran O.

7 New York Times, 18 Maret 1983. Untuk tinjauan rinci mengenai bentrok-bentrok ini, lihat Green, Living by the Sword, 177-92. Di samping surat Barrow, lihat Clyde Mark, "The Multinational Force in Lebanon," Pelayanan Riset Kongres,19 Mei 1983, yang memuat banyak contoh tentang pelecehan IDF terhadap pasukan AS. Juga lihat Frank, U.S. Marines in Lebanon, yang cenderung meremehkan situasi itu.

8 AIPAC, Near East Report, 13 Juli 1992.

9 Lihat Jeff Gerth, New York Times, 2 Agustus 1985; Mary Thornton, Washington Post, 23 April 1986; William Claiborne, Washington Post, 16 Mei 1986; Robert F. Howe, Washington Post, 15 Juni 1991,19 Oktober 1991; Edward T. Pound dan David Rogers, Wall Street Journal, 20 Januari 1992.

10 Steven Pearlstein, Washington Post, 23 Juli 1992.

11 Pernyataan pembuka dari ketua John D. Dingell (D-Mich) dalam dengar-pendapat dengan komite kekeliruan DPR dari Komite DPR mengenai Energi dan Perdagangan menyangkut kasus Dolan, 29 Juli 1992; diterbitkan dalam Washington Report on Middle East Affairs, Agustus/September 1992.

12 Frank Collins, "House Subcommitte Protests Stonewalling of U.S. Investigation;" The Washington Report on the Middle East, Agustus/September 1992.

13 Allison Kaplan, Jerusalem Post International Edition, 8 Agustus 1992.

14 Ostrovsky dan Hoy, By Way of Deception, 270.

15 Robert F. Howe, Washington Post, 15 Juni 1991, 19 Oktober 1991.

16 Jelaslah bahwa yang dimaksud "orang lain" adalah Israel; lihat New York Times, 7 Januari 1987. Meskipun komite penyelidikan kongres cenderung mengabaikan keterlibatan Israel dalam peristiwa itu, Para pejabat Israel memainkan peranan menentukan dalam hubungan pemerintah Reagan dengan Iran sejak sebelum pemilihan tahun 1980. Untuk suatu penelitian menarik mengenai peranan Israel dalam mempengaruhi hubungan AS dengan Iran, lihat Jane Hunter, "The Shadow Government;" The Link, Oktober-November 1987. Dalam jalur yang sama, lihat juga Christopher Hitchens, "Minority Report;" The Nation, 24 Oktober 1987, 21 November 1987.

17 Bard dan Himelfarb, Myths and Facts, 246-47.

18 Robert Byrd, Congressional Record, 1 April 1992.

19 John Newhouse, "Politics and Weapon Sales;" The NewYorker, 9 Juni 1986, 41-61. Juga lihat Briget Bloom dan Richard Johns, Financial Times (London), 19 Februari 1986; Molly Moore dan David B. Ottaway, Washington Post, 22 Oktober 1988; A. Craig Murphy, "Congressional Opposition to Arsms Sales to Saudi Arabia;" American-Arab Affairs, Musim Semi 1988,108.

20 Molly Moore dan David B. Ottaway, Washington Post, 22 Oktober 1988. Teks itu terdapat pada Kantor Asisten Menteri Pertahanan (Urusan Publik), No. 525-88, 21 Oktober 1988. Juga lihat Donald Neff, "The Backlash against Israel's Washington Lobby," Middle East International, 18 November 1988.

21 A. Craig Murphy, "Congressional Opposition to Arms Sales to Saudi Arabia;" American-Arab Affairs, Musim Semi 1988, 111.

22 Rurenberg, Israel and the American National Interest, 350-51.

23 Davis, Myths and Facts, 1989, 229.

24 Ibid., 234.

25 Charles R Babcock, Washington Post, 6 Agustus 1986.

26 New York Times, 3 September 1987. Juga lihat Ball, The Passionate Attachment, 264-68; Cockburn, Dangerous Liaison, 191; Clyde Mark, "Israel: U.S. Foreign Assistance Facts;" Divisi Urusan Luar Negeri dan Pertahanan Nasional, Pelayanan Riset Kongres, diperbarui 5 Juli 1991; Kantor Akunting Umurn AS, "Foreign Assistance: Analysis of Cost Estimates for Israel's Lavi Aircraft;" Januari 1987.

27 Joshua Brilliant, Jerusalem Post International Edition, 11 Juli 1987.

28 Charles R. Babcock, Washington Post, 11 September 1987.

29 Cockburn, Dangerous Liaison, 191.

30 Ibid.

31 Thomas L. Friedman, New York Times,15 Maret 1992.

32 Edward T. Pound, Wall Street Journal, 13 Maret 1992. Juga lihat David Hoffman dan R Jeffrey Smith, Washington Post, 14 Maret 1992.

33 David Hoffman, Washington Post, 2 April 1992.

34 Bill Gertz dan Rowan Scarborough, Washington Times, 12-13 Maret 1992. Untuk suatu survei tentang dukungan AS pada industri senjata Israel, lihat Bishara A. Bahbah, "The US Role in Israel's Arms Industry;" The Link, Desember 1987.

35 David Hoffman, Washington Post, 3 April 1992.

36 Bill Gertz, Washington Times, 9 April 1992. Juga lihat Richard H. Curtiss, Washington Report on Middle East Affairs, April/Mei 1992.

37 Cockburn, Dangerous Liaison, 7.

38 United Press International, #0543, 13 Juni 1990. Juga lihat David B. Ottaway, Washington Post, 23 Mei 1988,19 Desember 1988; C.L. Sulzberger, New York Times, 30 April 1971; Beit-Hallahmi, The Israeli Connection, 108-74; Robert D. Shuey, et al., "Missile Proliferation: Survey of Emerging Missile Forces;" Pusat riset Kongres, 3 Oktober 1988.

39 Lihat Kantor Akunting AS, "US Assistance to the State of Israel, Report by the Comptroller General of the United States;" GAO/ID-83-51,24 Juni 1983,43. Laporan tersebut pada waktu itu merupakan survei paling lengkap yang pernah dibuat mengenai pengaturan-pengaturan khusus luar biasa yang diberikan untuk Israel. Ketika dirilis, laporan itu telah banyak sekali disensor, namun versi yang tidak disensor dengan segera bocor ke organisasi-organisasi seperti Komite Anti-Diskriminasi Arab- Amerika. Konsep awal yang tidak disensor dari laporan itu dapat ditemukan dalam El-Khawas dan Abed-Rabbo, American Aid to Israel, 114-91.

40 Drew Middleton, New York Times, 15 Maret 1981. Untuk laporan mengenai keadaan industri Israel pada 1986, lihat Thomas L. Friedman, New York Times, 7 Desember 1986.

41 Klieman, Israel's Global Reach, 175.

42 Davis, Myths and Facts 1989, 248.

43 Sheehan, The Arabs, Israelis, and Kissinger, 69.

44 Ball, The Passionate Attachment, 269-72; Kelly, Arabia, the Gulf, and the West, 396.

45 Kissinger, Years of Upheaval, 515; Nixon, Memoirs, 927.

46 Kelly, Arabia, the Gulf, and the West, 39.

47 Neff, Warriors against Israel, 112-14; Sheehan, The Arabs, Israelis, and Kissinger, 67.

48 Lacey, The Kingdom, 413; Nixon, Memoirs, 932.

49 Lacey, The Kingdom, 413; Gugus Tugas Timur Tengah Kementerian Luar Negeri, Laporan Situasi #51, 21 Oktober 1973 (rahasia, dibukakan 31 Desember 1981). Juga lihat Neff, Warriors against Israel, 260.
keroncong
keroncong
KAPTEN
KAPTEN

Male
Age : 70
Posts : 4535
Kepercayaan : Islam
Location : di rumah saya
Join date : 09.11.11
Reputation : 67

Kembali Ke Atas Go down

kumpulan fakta kemunafikan israel & Yahudi Empty Re: kumpulan fakta kemunafikan israel & Yahudi

Post by keroncong Sun Oct 07, 2012 1:34 pm

RESOLUSI PBB 242



Dikeluarkannya Resolusi 242 oleh Dewan Kemanan PBB pada 22 November 1967, merupakan suatu prestasi diplomatik dalam konflik Arab-Israel.1 Resolusi itu menekankan "tidak dapat diterimanya perebutan wilayah melalui perang" dan memuat rumusan yang sejak itu mendasari semua inisiatif perdamaian --tanah bagi perdamaian. Sebagai ganti ditariknya pasukan dari wilayah Mesir, Yordania, dan Syria yang direbut dalam perang 1967, Israel diberi janji perdamaian oleh negara-negara Arab. Resolusi itu menjadi landasan bagi penyelenggaraan pembicaraan-pembicaraan damai antara Israel dan negara-negara Arab yang dimulai di Madrid, Spanyol, pada 1991.
OMONG KOSONG

"Baik dokumen internasional ini [gencatan senjata 1949 antara Israel dan Yordania] maupun Resolusi 242 tidak menjadi penghalang bagi klaim dasar Rakyat Yahudi bahwa Tanah Israel secara sah dimiliki oleh Rakyat Yahudi." --Menachem Begin, perdana menteri Israel, 19772

FAKTA

Konfrontasi besar mengenai penafsiran tentang Resolusi 242 Dewan Keamanan PBB pecah antara Amerika Serikat dan Israel setelah Menachem Begin berkuasa pada 1977. Meskipun pemerintahan Israel sebelumnya menerima dapat diterapkannya resolusi itu pada semua wilayah --Sinai, Tepi Barat, termasuk Jerusalem Timur milik Arab, Gaza, dan Dataran Tinggi Golan-- Begin berargumen bahwa resolusi itu tidak mencakup Tepi Barat milik Yordania, atau Judea dan Samaria, sebagaimana dia selalu menyebutnya. Ketika Begin pertama-tama menyatakan secara terbuka bahwa Resolusi 242 tidak membatalkan klaim Israel atas Tepi Barat, Kementerian Luar Negeri AS segera menanggapi dengan pernyataan terbuka: "Kami beranggapan bahwa resolusi ini berarti penarikan mundur pada ketiga garis depan dalam pertikaian Timur Tengah... Ini berarti bahwa tidak ada wilayah termasuk Tepi Barat yang secara otomatis dilepaskan dari pokok-pokok yang harus dirundingkan."3

Sebuah telaah Kementerian Luar Negeri pada 1978 mengenai masalah itu, yang dibuat setelah Begin tetap mempertahankan penafsiran uniknya, menyimpulkan: "Kami telah meriset catatan-catatan mengenai perundingan-perundingan terbuka dan tertutup yang menyebabkan diterimanya Resolusi 242, dan penjelasan-penjelasan tentang pemungutan suara dalam penerimaannya, dan kami berkesimpulan bahwa tidak ada keraguan sama sekali bahwa para anggota Dewan, dan Israel... mempunyai inti pemahaman yang sama bahwa prinsip penarikan itu berlaku untuk ketiga garis depan."4

Pendapat ini di kemudian hari didukung secara otoritatif oleh pengarang resolusi, Lord Caradon dari Inggris, yang menulis: "Resolusi ini memerintahkan penarikan mundur dari wilayah-wilayah pendudukan. Persoalannya adalah wilayah-wilayah mana yang diduduki. Sama sekali tidak ada keraguan dalam persoalan ini. Adalah suatu kenyataan yang sangat jelas bahwa Jerusalem Timur, Tepi Barat, Gaza, Golan, dan Sinai diduduki dalam konflik tahun 1967; penarikan dari wilayah-wilayah pendudukan itulah yang ditetapkan dalam Resolusi itu."5

Para pejabat AS telah berkali-kali mengulangi pernyataan ini secara terbuka. Pada Juni 1977, pemerintahan Carter mengeluarkan pernyataan tentang pandangan-pandangannya mengenai unsur-unsur dari suatu perdamaian komprehensif. Pernyataan itu secara jelas menyatakan bahwa Israel, "dalam ketentuan Resolusi 242, untuk mengembalikan... perdamaian, jelas harus menarik diri dari wilayah-wilayah yang diduduki. Kami berpendapat resolusi itu berarti penarikan dari ketiga garis depan yaitu, Sinai, Golan, Tepi Barat-Gaza... Tidak ada wilayah, termasuk Tepi Barat, yang secara otomatis tidak termasuk pokok-pokok yang akan dirundingkan."6 Lebih dari satu dasawarsa kemudian, Menteri Luar Negeri George Shultz berkata: "Ketetapan-ketetapan Resolusi 242 berlaku untuk semua garis depan."7
OMONG KOSONG

"[Resolusi PBB 242] berbicara tentang penarikan dari wilayah-wilayah pendudukan tanpa mendefinisikan ruang lingkupnya." --Arthur Goldberg, duta besarAS untuk PBB, 19738

FAKTA

Terdapat makna ganda yang disengaja dalam Resolusi 242. Yakni dalam frasa yang mengatakan "dari wilayah-wilayah" dan bukannya "semua" wilayah. Tujuan dari frasa itu adalah memungkinkan dibuatnya penyesuaian-penyesuaian perbatasan yang akan meralat jalur-jalur zigzag yang ditinggalkan menjelang akhir pertempuran pada 1948. Jerusalem Timur milik Arab tidak secara spesifik disebutkan dalam resolusi melainkan dianggap oleh semua negara kecuali Israel sebagai yang termasuk dalam paragraf pembukaan yang menekankan "tidak dapat diterimanya perebutan wilayah melalui perang."9

Meskipun terdapat makna ganda, Raja Hussein dari Yordania berulang kali meyakinkan para pejabat tinggi AS pada hari-hari sebelum dikeluarkannya resolusi itu bahwa yang diharapkan hanyalah perubahan-perubahan kecil dalam wilayah itu dan bahwa setiap perubahan akan berlaku timbal balik. Sebagaimana dijelaskan oleh Menteri Luar Negeri Dean Rusk kepada Hussein pada 6 November, enam hari sebelum dikeluarkannya resolusi: "Amerika Serikat siap mendukung dikembalikannya sebagian besar dari Tepi Barat kepada Yordania dengan penyesuaian-penyesuaian perbatasan, dan akan menggunakan pengaruhnya untuk mendapatkan kompensasi bagi Yordania atas setiap wilayah yang harus dilepaskannya." Sebagai ilustrasi, Rusk mengatakan kepada Hussein bahwa jika Yordania melepaskan sedikit wilayah antara Jerusalem dan Tel Aviv yang dikenal sebagai Latrun Salient, "Amerika Serikat akan menggunakan pengaruh diplomatik dan politiknya untuk mendapatkan akses bagi Yordania ke sebuah pelabuhan Laut Tengah di Israel sebagai kompensasi." Hussein menerima jaminan yang sama dari Presiden Johnson dan Duta Besar AS Arthur Goldberg.10

Semua pemerintahan sejak Johnson telah mengulangi jaminan itu kepada Raja Hussein. Misalnya, pada Januari 1983 menteri luar negeri pemerintahan Reagan, George Shultz, menulis dalam sebuah surat untuk Hussein bahwa "sesuai dengan Resolusi 242, Presiden percaya bahwa wilayah tidak boleh direbut lewat perang. Namun beliau juga percaya bahwa Resolusi 242 memang, memungkinkan perubahan-perubahan dalam perbatasan yang ada sebelum Juni 1967, namun hanya jika perubahan-perubahan semacam itu disetujui oleh kedua belah pihak." Shultz menambahkan bahwa "Amerika Serikat menganggap Jerusalem Timur [milik Arab] sebagai bagian dari wilayah pendudukan."11

Baru dalam pemerintahan Bush, Amerika Serikat mulai menepati janjinya untuk mendukung resolusi dengan tindakan. Pada awal 1992, Bush menolak memberi Israel $10 milyar dalam bentuk jaminan pinjaman kecuali jika Israel berjanji akan menghentikan sama sekali seluruh aktivitas pemukiman di wilayah-wilayah pendudukan dan mau berunding mengenai landasan Resolusi 242.12 Namun, di tengah kampanye kepresidenan tahun 1992 dan berkuasanya Yitzhak Rabin, Bush melunak dan menyerahkan jaminan itu, dengan meniadakan hampir semua syarat.
OMONG KOSONG

"[Resolusi PBB 242] memerlukan perundingan-perundingan antara kedua belah pihak." --Yitzhak Rabin, perdana menteri Israel, 197913

FAKTA

Tidak ada disebut-sebut tentang perundingan-perundingan langsung dalam resolusi itu atau perlunya diadakan perundingan-perundingan sebelum ditariknya pasukan Israel.

Dalam Resolusi itu hanya dinyatakan "meminta Sekretaris Jenderal untuk menunjuk seorang wakil khusus untuk pergi ke Timur Tengah guna menjalin dan menjaga kontak dengan negara-negara yang berkepentingan, untuk mencapai persetujuan dan membantu usaha-usaha mencari penyelesaian damai dan dapat diterima sesuai ketentuan-ketentuan dan prinsip-prinsip dalam resolusi ini."

Para pejabat AS diam-diam setuju dengan Israel bahwa harus diadakan perundingan-perundingan untuk mengawali penarikan Israel dari wilayah-wilayah yang direbut dalam perang. Tapi persepsi mereka tentang perundingan-perundingan itu sangat berbeda dari keyakinan Israel di kemudian hari.

Para pejabat AS secara naif beranggapan bahwa begitu resolusi PBB diterima, hanya perundingan-perundingan teknis dan singkat sajalah yang diperlukan antara Israel dan tetangga-tetangga Arabnya untuk melaksanakan rincian-rincian dari penarikan Israel. Mereka meyakinkan negara-negara Arab bahwa demikianlah permasalahannya, dan negara-negara Arab selanjutnya berkeras bahwa Israel harus menarik diri tanpa syarat. Namun Israel berkeyakinan bahwa perundingan-perundingan itu harus mencakup semua aspek dari penarikan dan perdamaian, termasuk penempatan kembali bukan hanya para pengungsi Palestina melainkan para pengungsi Yahudi dari negara-negara Arab juga.14

Karena masalah khusus menyangkut perundingan-perundingan pendahuluan itulah maka Israel mogok melaksanakan resolusi selama enam tahun. Amerika Serikat berulang kali mendesak Israel untuk menarik diri tanpa perundingan-perundingan terinci tetapi Israel menolak, dan mendesak diadakannya perundingan-perundingan langsung. Pada 9 Juni 1970, Menteri Luar Negeri William Rogers mengecam pendirian Israel dengan mengatakan: "Israel harus menjelaskan bahwa ia menerima prinsip penarikan sebagaimana dinyatakan dalam resolusi Dewan Keamanan bulan November 1967 dan bahwa ia tidak lagi mendesakkan rumusan 'perundingan-perundingan langsung tanpa prasyarat.'"15 Namun Israel menolak.

Perang pecah pada 1973 ketika Mesir dan Syria berusaha mendobrak kemacetan diplomatik dengan serangan militer atas wilayah Arab yang dikuasai Israel. Masalah perundingan-perundingan awal akhirnya terselesaikan pada akhir perang 1973 dengan keluarnya Resolusi PBB 338, yang menyatakan bahwa "perundingan-perundingan akan dimulai oleh kedua belah pihak yang berkepentingan dengan dukungan selayaknya demi tercapainya perdamaian yang adil dan abadi di Timur Tengah."16 Tetapi, setelah memenangkan soal itu, Israel lantas mulai berkeras bahwa penarikan tidak berarti dari semua garis depan. Ia tetap mempertahankan penafsiran unik atas Resolusi 242 itu hingga hari ini.
Catatan kaki:

1 Teks resolusi itu terdapat dalam Tomeh, United Nations Resolutions, 1:143. Juga lihat Rafael, Destination Peace, 198; Brecher, Decisions in Israel's Foreign Policy, 487-90.

2 Medzini, Israel's Foreign Relations, 4:14. Sebuah telaah dari Kementerian Luar Negeri AS menyatakan tentang komentar Begin: "Dalam sebuah wawancara televisi Israel pada 23 Juni [1977], Begin menyatakan bahwa tidak ada kontradiksi antara desakan Israel atas haknya untuk mempertahankan Tepi Barat secara permanen dan Resolusi 242." Noring dan Smith, "The Withdrawal Clause in UN Security Council Resolution 242 of 1967" (Februari 1978): 47. Telaah Noring dan Smith tetap digolongkan rahasia/NODIS ("no distribution") namun banyak sekali dikutip dalam Neff, Warriors for Jerusalem, Bab 25, "Passage of U.N. Resolution 242." Teks itu terdapat dalam Medzini, Israel's Foreign Relations, 4:15-16.

3 Noring dan Smith, "The Withdrawal Clause," 47.

4 Ibid., 53-54.

5 Lord Caradon et al., UN Security Council Resolution 242 (Washington, D.C.,: Georgetown University, 1981), 9.

6 Teks ini terdapat dalam Kementerian Luar Negeri AS, American Foreign Policy 1977-1980, 617-18, dan New York Times, 28 Juni 1977. Juga lihat Quandt, Camp David, 73.

7 Boudrealt et al, U.S. Official Statements Regarding UN Resolution 242 (Washington, D.C.: The Institute for Palestine Studies, 1992), 129.

8 Bard dan Himelfarb, Myths and Facts, 67.

9 Lihat Mallison, The Palestinian Problem in International Law and World Order, 220.

10 Noring dan Smith, "The Withdrawal Clause," 12-13, dikutip dalam Neff, Warriors for Jerusalem, 342.

11 Neff, Warriors for Jerusalem, 349.

12 New York Times, 25 Februari 1992.

13 Rabin, The Rabin Memoirs, 137.

14 Lihat "Saunders to W.W. Rostow, memorandum rahasia, 'Eshkol's Knesset Speech Yesterday,' 31 Oktober 1967," dan dokumen-dokumen lain yang dikutip dalam Neff, Warriors for Jerusalem, 338-39.

15 Boudrealt et al., U.S. Official Statements Regarding UN Resolution 242,122.

16 Teks itu terdapat dalam Tomeh, United Nations Resolutions, 1: 151.
keroncong
keroncong
KAPTEN
KAPTEN

Male
Age : 70
Posts : 4535
Kepercayaan : Islam
Location : di rumah saya
Join date : 09.11.11
Reputation : 67

Kembali Ke Atas Go down

kumpulan fakta kemunafikan israel & Yahudi Empty Re: kumpulan fakta kemunafikan israel & Yahudi

Post by Sponsored content


Sponsored content


Kembali Ke Atas Go down

Halaman 1 dari 2 1, 2  Next

Topik sebelumnya Topik selanjutnya Kembali Ke Atas

- Similar topics

Permissions in this forum:
Anda tidak dapat menjawab topik