kriteria yang baik dalam memilih calon pendamping
Halaman 1 dari 1 • Share
kriteria yang baik dalam memilih calon pendamping
Sebenarnya hadits yang menyebutkan bahwa wanita itu dinikahi karena empat hal : kekayaannya, keturunannya, kecantikannya dan agamanya, adalah hadits yang menyebutkan tentang fitrah manusia secara umum. Lalu nilai syariahnya ada pada potongan hadits selanjutnya yaitu konsentrasikanlah pada agamanya.
Selain itu hadits juga memberikan isyarat kepada kita bahwa kriteria kekayaan, kecantikan dan keturunan memang dibolehkan dalam Islam sebagai salah satu sudut penilaian dalam memilih calon pasangan hidup. Tetapi batasannya tentu diserahkan kepada nilai-nilai dan ‘urf yang ada pada suatu masyarakat.
Misalnya kecantikan, tentu Rasulullah SAW membolehkan dan memaklumi bisa seseorang juga mempertimbangkan masalah kecantikan. Tapi kalau ditanya, apakah kriteria kecantikan wjah seorang wanita dalam pandangan syariah ? Tentu tidak ada jawabnya. Sebab kecantikan wajah seorang wanita itu relatif. Mungkin kulit yang hitam legam dan rambut keriting kecil-kecil dianggap tidak cantik di sebuah peradaban, namun sebaliknya di pedalaman Afrika, justru yang seperti itulah yang cantik.
Konon Ratu Cleopatra dari Mesir yang digilai banyak raja itu justru gendut atau gembrot, tidak tinggi langsing seperti gambaran umunya selera laki-laki terhadap wanita cantik di masa kini. Sebab di masa itu memang selera dan kriteria kecantikan seorang wanita ada pada ukuran tubuhnya, atau pada gembrot tidaknya wanita. Maskin gemuk dan gembrot, ternyata menurut pandangan manusia saat itu, justru semakin cantik dan semakin menarik. Dan semakin kurus, langsing dan singset justru menandakan wanita miskin, kampungan, tak terurus dan jelek.
Padahal di masa kini, sekian juta wanita menghamburkan uangnya untuk membeli produk pengurus badan. Barangkali kalau si Cleopatra hidup lagi di zaman ini, dia akan terheran-heran melihat wanita zaman sekarang berlomba-lomba jadi orang jelek.
Maka demikian juga ukuran kebaikan keturunan ataau nasab. Secara umum, tentu bisanya adalah status sosial di tengah masyarakat. Tapi tidak semua status sosial yang tinggi itu pasti baik dalam ukuran Islam. Misalnya, disebuah masyarakat, seorang dukun itu punya status sosial yang dilebih tinggi. Maka menikahi anak dukun bisa dianggap sebuah prestasi yang menaikkan martabat sebuah keluarga.
Tentu saja dalam pandangan Islam tidak demikian. Sebab dukun itu adalah profesi haram dan umumnya melakukan praktek syirik. Dan resiko menikahi anak dukun, bisa-bisa kena santet kalau pas mertua lagi marah.
Ukuran untuk kemuliaan keturunan wanita itu adalah yang sifatnya baik secara nilai-nilai umum di masyarakat. Misalnya bapaknya bukan bandar togel, koruptor, maling, penjahat, politikus busuk atau caleg yang kerjanya memalsu ijazah. Tapi kalau sudah tobat yang konsekuen dengan tobatnya, ketahuliah bahwa Allah SWT Maha Pengampun dan Penerima Taubat hamba-Nya.
Tetapi juga tidak harus anak kiyai, ulama atau tokoh agama. Juga tidak harus keturunan ningrat, habaib atau raden. Yang penting penerapan nilai-nilai Islam di keluarganya itu memang bagus. Sehingga paling tidak, seorang calon istri itu punya latar belakang pendidikan agama yang kuat sejak kecil. Maka begitu menikah, si suami tidak perlu lagi mengajarkan shalat, doa-doa dan bentuk-bentuk ibadah lainnya. Keduanya tinggal menjalankannya saja. Karena pendidikan agama di dalam keluarga calon istri memang diperhatikan.
Selain itu hadits juga memberikan isyarat kepada kita bahwa kriteria kekayaan, kecantikan dan keturunan memang dibolehkan dalam Islam sebagai salah satu sudut penilaian dalam memilih calon pasangan hidup. Tetapi batasannya tentu diserahkan kepada nilai-nilai dan ‘urf yang ada pada suatu masyarakat.
Misalnya kecantikan, tentu Rasulullah SAW membolehkan dan memaklumi bisa seseorang juga mempertimbangkan masalah kecantikan. Tapi kalau ditanya, apakah kriteria kecantikan wjah seorang wanita dalam pandangan syariah ? Tentu tidak ada jawabnya. Sebab kecantikan wajah seorang wanita itu relatif. Mungkin kulit yang hitam legam dan rambut keriting kecil-kecil dianggap tidak cantik di sebuah peradaban, namun sebaliknya di pedalaman Afrika, justru yang seperti itulah yang cantik.
Konon Ratu Cleopatra dari Mesir yang digilai banyak raja itu justru gendut atau gembrot, tidak tinggi langsing seperti gambaran umunya selera laki-laki terhadap wanita cantik di masa kini. Sebab di masa itu memang selera dan kriteria kecantikan seorang wanita ada pada ukuran tubuhnya, atau pada gembrot tidaknya wanita. Maskin gemuk dan gembrot, ternyata menurut pandangan manusia saat itu, justru semakin cantik dan semakin menarik. Dan semakin kurus, langsing dan singset justru menandakan wanita miskin, kampungan, tak terurus dan jelek.
Padahal di masa kini, sekian juta wanita menghamburkan uangnya untuk membeli produk pengurus badan. Barangkali kalau si Cleopatra hidup lagi di zaman ini, dia akan terheran-heran melihat wanita zaman sekarang berlomba-lomba jadi orang jelek.
Maka demikian juga ukuran kebaikan keturunan ataau nasab. Secara umum, tentu bisanya adalah status sosial di tengah masyarakat. Tapi tidak semua status sosial yang tinggi itu pasti baik dalam ukuran Islam. Misalnya, disebuah masyarakat, seorang dukun itu punya status sosial yang dilebih tinggi. Maka menikahi anak dukun bisa dianggap sebuah prestasi yang menaikkan martabat sebuah keluarga.
Tentu saja dalam pandangan Islam tidak demikian. Sebab dukun itu adalah profesi haram dan umumnya melakukan praktek syirik. Dan resiko menikahi anak dukun, bisa-bisa kena santet kalau pas mertua lagi marah.
Ukuran untuk kemuliaan keturunan wanita itu adalah yang sifatnya baik secara nilai-nilai umum di masyarakat. Misalnya bapaknya bukan bandar togel, koruptor, maling, penjahat, politikus busuk atau caleg yang kerjanya memalsu ijazah. Tapi kalau sudah tobat yang konsekuen dengan tobatnya, ketahuliah bahwa Allah SWT Maha Pengampun dan Penerima Taubat hamba-Nya.
Tetapi juga tidak harus anak kiyai, ulama atau tokoh agama. Juga tidak harus keturunan ningrat, habaib atau raden. Yang penting penerapan nilai-nilai Islam di keluarganya itu memang bagus. Sehingga paling tidak, seorang calon istri itu punya latar belakang pendidikan agama yang kuat sejak kecil. Maka begitu menikah, si suami tidak perlu lagi mengajarkan shalat, doa-doa dan bentuk-bentuk ibadah lainnya. Keduanya tinggal menjalankannya saja. Karena pendidikan agama di dalam keluarga calon istri memang diperhatikan.
keroncong- KAPTEN
-
Age : 70
Posts : 4535
Kepercayaan : Islam
Location : di rumah saya
Join date : 09.11.11
Reputation : 67
Similar topics
» [BAGI YANG SERING JATUH DALAM DOSA-DOSA BESAR BAIK SECARA LAHIR ATAU BATIN, INILAH YANG SEHARUSNYA HARUS KALIAN LAKUKAN DEMI KESELAMATAN KALIAN]
» Gilbert Lumoindong - Iman [yg tak bergantung keadaan] yang lebih baik dalam [mempercayai] Kristus [HUT 21 GBI Nafiri Allah]
» mungkin akan lebih baik ada fatwa yang mengharamkan budaya beli baju baru dalam rangka Idul fitri
» kriteria pakaian dalam shalat
» tentang orang-orang yang sedang dalam keadaan miskin atau yang dalam keadaan yang tergolong kurang mampu dan hal-hal yang terkait dengan itu
» Gilbert Lumoindong - Iman [yg tak bergantung keadaan] yang lebih baik dalam [mempercayai] Kristus [HUT 21 GBI Nafiri Allah]
» mungkin akan lebih baik ada fatwa yang mengharamkan budaya beli baju baru dalam rangka Idul fitri
» kriteria pakaian dalam shalat
» tentang orang-orang yang sedang dalam keadaan miskin atau yang dalam keadaan yang tergolong kurang mampu dan hal-hal yang terkait dengan itu
Halaman 1 dari 1
Permissions in this forum:
Anda tidak dapat menjawab topik