FORUM LASKAR ISLAM
welcome
Saat ini anda mengakses forum Laskar Islam sebagai tamu dimana anda tidak mempunyai akses penuh turut berdiskusi yang hanya diperuntukkan bagi member LI. Silahkan REGISTER dan langsung LOG IN untuk dapat mengakses forum ini sepenuhnya sebagai member.

aisyah bin thalhah Follow_me
@laskarislamcom

Terima Kasih
Salam Admin LI


Join the forum, it's quick and easy

FORUM LASKAR ISLAM
welcome
Saat ini anda mengakses forum Laskar Islam sebagai tamu dimana anda tidak mempunyai akses penuh turut berdiskusi yang hanya diperuntukkan bagi member LI. Silahkan REGISTER dan langsung LOG IN untuk dapat mengakses forum ini sepenuhnya sebagai member.

aisyah bin thalhah Follow_me
@laskarislamcom

Terima Kasih
Salam Admin LI
FORUM LASKAR ISLAM
Would you like to react to this message? Create an account in a few clicks or log in to continue.

aisyah bin thalhah

Topik sebelumnya Topik selanjutnya Go down

aisyah bin thalhah Empty aisyah bin thalhah

Post by keroncong Sun Apr 17, 2016 3:50 pm

Ia termasuk wanita yang jarang ada tandingannya dalam kecantikan, kebaikan, ketetapan jiwa, kesucian diri dan ketinggian adab. Ia tidak berhijab di hadapan laki-laki, dengan pakaiannya yang lengkap ia duduk dan memberi izin kepada siapa saja yang ingin menemuinya. Ibnu Ishaq pernah menceritakan dari bapaknya sebuah kisah: “Suatu kali, saya pernah masuk menemui Aisyah Binti Thalhah, saat itu ia sedang duduk dan memberikan izin sebagaimana ia memberi izin kepada laki-laki lainnya. Anas Bin Malik berkata kepada Aisyah Binti Thalhah: “Orang-orang yang ingin menemui anda ingin melihat kebagusan dan kecantikan anda!”. Lantas ia berkata: “Kenapa anda tidak memberitahu saya, maka saya akan memakai pakaian saya”.
Aisyah menikah dengan Abdullah Bin Abdurrahman Bin Abu Bakar Shidiq, dan Abdullah tidak memiliki keturunan dari istri-istrinya kecuali dari Aisyah. Setelah itu, ia dinikahi oleh Mush’ab Bin Zubair, ia memberi mahar kepada Aisyah sebesar lima ribu dirham.
Pada suatu hari, Aisyah merasa diperlakukan tidak baik oleh Mush’ab, lantas ia berkata: “Ia bagi saya seperti punggung ibu saya”. Ia mengurung diri di kamar dan menyiapkan segala sesuatu yang diperlukannya. Mush’ab berusaha untuk berbicara denganya namun Aisyah tidak menggubrisnya. Maka Mush’ab mengirim Ibnu Qais untuk menemuinya dan menanyakan prihalnya, lalu Aisyah berkata: “Lantas bagaimana dengan kata-kata saya itu”. Ibnu Qais menjawab: “Disini ada asy-Sya’bi, ia seorang ahli fikih di Iraq, maka mintalah fatwanya. Asy-Sya’bi masuk dan Aisyah langsung mengutarakan kata-katanya. Asy-Sya’bi berkata: “Itu tidak mengapa”.
Aisyah sering menolak Mush’ab. Pada suatu hari, Mush’ab menemui Aisyah dan saat itu ia sedang tidur. Mush’ab membawa delapan mutiara yang nilainya sekitar dua puluh ribu dinar. Maka Mush’ab membangunkannya dan menebarkan mutiara itu di pangkuannya, namun Aisyah berkata ketus: “Tidur saya lebih saya sukai dari pada mutiara ini”. Keadaan rumah tangganya selalu begini hingga Mush’ab merasa prustasi.
Ketika Mush’ab Bin Zubair terbunuh, Aisyah dipinang oleh Basyir Bin Marwan. Keinginan itu disampaikan oleh Umar Bin Ubaidullah Bin Mu’ammar at-Tamimi yang datang dari Syam ke Kufah.
Umar Bin Ubaidullah berkata kepada Aisyah Binti Thalhah, ia telah merasa simpati kepada Aisyah: “Saya tidak pernah melalui hari seperti hari Abu Fudaik”. Aisyah berkata kepadanya: “Sebutlah hari-harimu dan ingatlah hari yang paling berkesan”. Maka ia mengingat hari Sajistan, hari Qatri di Persia dan lain-lain.
Aisyah tinggal di tempat Umar Bin Ubaidullah Bin Mu’ammar selama delapan tahun. Ubaidullah meninggal pada tahun 82 Hijriyah, saat kematian itu, Aisyah melakukan amal sunat untuknya yang mana sebelumnya ia tidak pernah melakuikannya untuk suaminya yang lain. Ada yang bertanya kepadanya tentang hal itu, lantas ia menjawab: “Ubaidullah adalah orang yang paling dermawan terhadap saya dan paling sayang kepada saya, dan saya ingin untuk tidak akan menikah lagi setelahnya”.
Ketika ia berada di Mekkah, ia masuk menemui Walid Bin Abdul Malik, ia berkata: “Wahai Amirul Mu’minin, perintahkan beberapa orang untuk membantu saya”. Maka Walid menggabungkan satu kaum bersama Aisyah dan iapun dapat melaksanakan haji bersama enam puluh bighal yang masing-masing membawa sekedup (tenda diatas punggung bintang).
Ada beberapa orang yang meminangnya namun semuanya ia tolak dan ia tidak pernah menikah lagi selamanya.
Ketika Aisyah menjanda, ia tinggal di Mekkah selama satu tahun dan di Madinah juga selama setahun. Ia memiliki kekayaan yang cukup besar juga sebuah istana di Thaif, ia sering bertamasya di sana, duduk-duduk di waktu sore, maka para laki-laki saling berlomba dan saling menunjukkan kebolehan mereka dalam memanah di hadapannya.
Ia pernah berhaji bersama Sakinah Bin Husain, dan Aisyah adalah “alat” dan “beban” paling baik.
Pada salah satu hajinya, ia pernah mengirim seseorang untuk menemui Harits Bin Khalid al-Makhzumi yang saat itu menjabat sebagai amir Mekkah di bawah pemerintahan Abdul Malik Bin Marwan, ia berkata lewat perantara tadi: “Tundalah solat hingga saya selesai melakukan tawaf”.
Maka iapun memerintahkan para muazin untuk menunda solat hingga Aisyah selesai tawaf, kemudian baru solat didirikan dan Haritspun solat bersama mereka. Banyak para jamaah haji pada musim itu yang memprotes dengan tindakan itu dan menganggap itu adalah masalah besar. Akhirnya, Harits diasingkan oleh Abdul Malik.
Aisyah meriwaytakan hadits dari bibinya Ummul Mu’mini. Dan yang meriwayatkan darinya adalah Thalhah Bin Abdullah Bin Abdurrahman Bin Abu Bakar Shidiq, Habib Bin Abu Amr, anak saudara Aisyah yang bernama Musa Bin Ubaidullah Bin Ishaq dan ‘Atha’ Bin Abi Rabah. Ada juga satu kelompok yang meriwayatkan untuknya.
Yahya Bin Ma’in berkata: “Ia seorang yang “Tsiqah” (terpercaya) dan riwayatnya bisa dijadikan “hujah” (dalil)”.
Al—‘Ajali berkata: “Ia orang Madinah dan termasuk tabi’in yang “Tsiqah”.
Abu Zur’ah ad-Dimisyqa’ berkata: “Orang banyak membicarakan keutamaannya dan adabnya”.
Ibnu Hibban menyebutkannya dalam kitab “ats-Tsiqat” (orang-orang terpercaya).
Aisyah Binti Thalhah meninggal pada umur seratus tahun lebih sedikit.
 
Urwa Binti Harits Bin Abdul Muththalib.
Ia adalah seorang wanita delegasi yang paling keras  berbicara terhadap Mu’awiyah Bin Abu Sufyan.
Pada suatu ketika, ia masuk menemui Mu’awiyah, Urwa saat itu sudah sangat tua. Ketika Mu’awiyah melihatnya, ia langsung berkata: “Selamat datang, wahai bibi”. Urwa berkata: “Bagaimana anda, hai anak saudaraku?, anda tidak berterima kasih dengan ni’mat, dan berlaku tidak baik terhadap anak paman anda, anda juga menggunakan nama bukan dengan nama anda, dan anda mengambil hak yang bukan hak anda”. Buku-buku sejarah memuat begitu banyak perkataannya, yang menurut kami itu semua tidak benar, itu hanyalah sesuatu yang dilebih-lebihkan.
Mu’awiyah berkata: “Wahai bibi, utarakan maksud anda, jangan anda hiraukan cerita-cerita wanita”. Urwa berkata: “Saya ingin anda memberikan kepada saya dua ribu dinar, dua ribu dinar dan dua ribu dinar”. Mu’awiyah bertanya: “Apa yang anda lakukan dengan dua ribu dinar?”. “Saya akan membeli sebuah mata air (sumur) yang dalam di lahan Khuwar milik anak Walid Bin Abdul Muththalib”, jawab Urwa. “Baiklah, saya setuju”, kata Mu’awiyah. “Lantas apa yang anda lakukan dengan dua ribu dinar kedua?”, kata Mu’awiyah lagi. Urwa menjawab: “Saya akan mengawinkan dua orang pemuda Abdul Muththalib yang sepadan”. “Baiklah, saya juga setuju”, kata Mu’awiyah. “Lalu apa yang akan anda lakukan dengan dua ribu dinar ketiga?”, tanya Mu’awiyah lagi. Urwa menjawab: “Saya akan menggunakannya untuk membantu orang yang kesusahan di Madinah dan peziarah Baitullah”. Mu’awiyah berkata: “Baiklah, saya juga setuju dengan hal itu. Hadiah ini sebagai anugerah dan penghargaan untuk anda”. kemudian Mu’awiyah berkata: “Demi Allah, tahukah anda.. seandainya Ali pasti ia tidak akan memberikan ini kepada anda”. Urwa menjawab: “Anda benar. Ia memanggil kami untuk mengambil hak kami yang telah Allah tentukan, namun ia sibuk dengan perang melawan anda hingga ia tidak bisa melakukannya sesuai ketentuan. Yang saya minta tadi bukanlah harta anda, hingga anda pantas untuk mendapatkan terima kasih, tetapi saya meminta hak kami. Kami tidak merasa mengambil hak yang bukan hak kami”.
Maka, Mu’awiyah-pun memberikan enam ribu dinar yang dimintanya tadi, dan berkata: “Wahai bibi, gunakanlah ini pada apa saja yang anda inginkan, jika anda memerlukan sesuatu...apa saja, maka silakan tulis surat kepada anak saudara anda ini, pasti anda akan mendapatkan pemberian dan bantuan, insya Allah”.
keroncong
keroncong
KAPTEN
KAPTEN

Male
Age : 70
Posts : 4535
Kepercayaan : Islam
Location : di rumah saya
Join date : 09.11.11
Reputation : 67

Kembali Ke Atas Go down

Topik sebelumnya Topik selanjutnya Kembali Ke Atas

- Similar topics

Permissions in this forum:
Anda tidak dapat menjawab topik