nasionalisme dan cita-cita islam menurut bung karno
Halaman 1 dari 1 • Share
nasionalisme dan cita-cita islam menurut bung karno
SOEKARNO TENTANG PANCASILA, DEMOKRASI, ISLAM
Prakata:
Untuk menambah wawasan mengenai problem Pancasila, telah dipostingkan fragment pidato Soekarno "Negara Nasional dan Cita-Cita Islam" di Universitas Indonesia, Jakarta 7 Mei 1953
ACCENTEN LEGGEN = menitikberatkan
WIJ HEBBEN GEVOCHTEN NIET OM EEN MINORITEIT TE WORDEN = Kami bukan berjuang untuk akhirnya hanya menjadi kelompok minoritas.
WIJ HEBBEN ONZE ZONEN PRIJSGEGEVEN NIET OM EEN MINORITEIT TE WORDEN = Kami telah mengorbankan putera-putera kami bukan untuk akhirnya hanya menjadi kelompok minoritas.
GRAADMETER sesuatu WAARHEID = Ukuran daripada suatu kebenaran.
Bukan DE HELFT PLUS EEN HEEFT ALTIJD GELIJK,bukan DE HELFT PLUS EEN IS ALTIJD menang = Bukan 'separuh + satu' selalu berarti benar, bukan 'separuh + satu' selalu berarti menang.
DOEL = Tujuan akhir
MET LEIDERSCHAP = dibawah hikmah kepemimpinan.
stem-steman = menghitung suara terbanyak
NATIE = Bangsa, nation.
SOEKARNO:
Kita mengadakan proklamasi 17 Agustus 1945, apa sebab? Proklamasi itu disambut oleh segenap rakyat Indonesia yang 80 juta? Tidak ada satu orang pun yang terkecuali pada waktu itu, ialah karena proklamasi ini didasarkan kepada hal-hal yang cocok yang sesuai dengan fase. Didasarkan kepada nasional, didasarkan kepada Pancasila, didasarkan kepada demokrasi. Pada waktu itu kita bersatu padu. Semuanya menyambut ini proklamasi dengan gembira. Bahkan semuanya pada berjuang, bahkan semuanya pada sedia mengorbankan jiwa dan hartanya, terhadap keperluan proklamasi, ialah karena fase kita geresonneerd.
Saudara-saudara maka jikalau kita diajak kembali kepada hal itu saya kira Saudara-saudara mengerti, bahwa saya sampai kepada pokok uraian saya ini. Ditanyakan oleh Saudara Ranuwihardjo, bagaimana hubungannya Pancasila dengan Islam.
Saudara-saudara tahulah. Pancasila ini sudah satu kompromis yang laksana meminta kita punya darah dan air mata. Siapa yang membuka sejarah kita terutama sekali pada bulan Juli 1945, satu bulan sebelum proklamasi Indonesia berkumandang di angkasa. Siapa yang membuka riwayatnya kita punya musyawarat-musyawarat, kita punya perdebatan-perdebatan, kita punya pertikaian satu sama lain, bahkan kita punya pada waktu itu hampir menjadi kita punya kebencian satu sama lain, akan mengerti bahwa Pancasila sudah satu kompromis.
Pada waktu itu di dalam sidang Badan yang dinamakan Dokuritsu Zunbi Cosakai. Badan Penyelidik Usaha-usaha Kemerdekaan Indonesia, pada waktu itu pemimpin Islam duduk dengan pemimpin-pemimpin nasional dengan pemimpin-pemimpin Sosialis. Pada waktu itu mula-mula bicara tenang-tenang, pada waktu makin berkobar-kobar, pada waktu itu hampir pecah persatuan Nasional kita. Pada waktu itu kalau pecah, tidak mungkin proklamasi 17 Agustus 1945. Pada waktu ITU aku ada, Kiai Maskur ada, Ki Bagus Hadikusumo ada, pemimpin-pemimpin Islam lain-lain ada, Saudara Abdul Kahar Muzakir ada, Saudara Chaerul Saleh ada, Muhammad Yamin ada, pemimpin-pemimpin seluruh Indonesia berkumpul membicarakan akan dasar-dasar negara yang diproklamirkan.
Alangkah berbahayanya situasinya pada waktu itu. Tetapi Allah SWT Saudara-saudara memberi ilham, memberi taufik hidayat akan persatuan kita. Memberi, menjelma satu dasar yang bisa disetujui oleh semuanya yaitu dasar Pancasila, yang sampai di dalam tiga Undang-undang Dasar RI tidak akan pernah terangkat. Undang-undang Dasar RI Yogyakarta, Undang-undang Dasar RIS, Undang-undang Dasar Sementara RI, sekarang ini, Pancasila tetap terpegang teguh, ialah oleh karena Pancasila adalah sudah satu kompromis yang dapat mempersatukan golongan-golongan ini. Maka oleh karena itu Saudara-saudara insaf dan sadarlah akan keadaan yang berbahaya di dalam bulan Juli 1945 itu. Jangan kita, Saudara-saudara mengalami lagi keadaan yang demikian itu. Dan jikalau kukata "pecah persatuan kita", kalau aku berkata demikian, itu berarti pecah, gugur, meledak, musnah negara kita yang telah kita perjuangkan bersama ini dengan penderitaan dengan segenap korban yang hebat-hebat. Kembalilah kepada persatuan. Aku sama sekali - sebagai tadi berulang-ulang kukatakan –tidak pernah melarang sesuatu orang memprogandakan ideologinya. Tetapi ingat, persatuan mutlak, persatuan mutlak, persatuan mutlak, persatuan mutlak, ACCENTEN LEGGEN kepada persatuan. Jangan diruncing-runcingkan. Aku ingat kepada kaum Kristen, kaum Kristen bukan satu, bukan dua, bukan tiga, bukan seratus, bukan dua ratus, ribuan kaum kristen mati gugur di dalam pertempuran mempertahankan kemerdekaan ini. Apakah yang menjadi harapan kaum Kristen itu, Saudara-saudara, yang kita pantas juga menghargai korban-korban mereka itu? Harapan mereka ialah bahwa mereka bisa bersama-sama dengan kita semuanya menjadi anggota kesatuan bangsa Indonesia yang merdeka.
Jangan memakai istilah minoritas, jangan kaum Kristen tidak mau disebut dirinya minoritas. WIJ HEBBEN GEVOCHTEN NIET OM EEN MINORITEIT TE WORDEN. Kaum Kristen berkata, "WIJ HEBBEN ONZE ZONEN PRIJSGEGEVEN NIET OM EEN MINORITEIT TE WORDEN." Apa yang engkau kehendaki? Yang dikehendaki ialah sama-sama menjadi anggota warga negara satu Negara merdeka: Republik Indonesia Kesatuan. Sama dengan aku, sama dengan alim ulama, sama dengan pemuda-pemudi, sama dengan pegawai, semua, sonder ada minoritas-minoritas atau mayoritas-mayoritas. Tidakkah Islam, Saudara-saudara, malahan sebenarnya di dalam hal ini ACCENTEN LEGGEN kepada "musyawarah". Aku menjawab pertanyaan-pertanyaan Saudara Dahlan Ranuwihardjo, "Bagaimana duduknya dengan demokrasi?" Kembali aku minta tolong kepada alim-ulama. Aku belum pernah menjumpai perkataan demokrasi di dalam istilah Islam. Aku sekedar menjumpai "musyawarah". Apalagi aku tidak pernah menjumpai istilah stem-stem di dalam istilah Islam. Memang yang dianjurkan oleh Islam adalah musyawarah, berunding. Tidak dianjurkan stem-steman, sehingga satu pihak berkata: ya, aku lebih besar jumlah, aku yang mesti menang, tidak!
"Demokrasi" memang sebenarnya - demokrasi yang kita maksudkan bukanlah GRAADMETER sesuatu WAARHEID. Demokrasi bagi kita ialah musyawarah. Kita mengadakan demokrasi untuk menunjukkan dengan terang ke dunia luaran untuk menginsyafkan diri kita dengan terang ke dalam, bahwa kita tidak menghendaki otokrasi. Bahwa kita tidak menghendaki teokrasi, tidak menghendaki sesuatu golongan menghikmati, menguasai golongan lain. Di dalam istilah itulah kita memakai perkataan demokrasi. Bukan DE HELFT PLUS EEN HEEFT ALTIJD GELIJK,bukan DE HELFT PLUS EEN IS ALTIJD menang, tidak!
Islam memerintahkan musyawarah. Musyawarah Saudara-saudara, di dalam kebijaksanaan. Demokrasi bukan DOEL. Demokrasi adalah sekedar alat, alat kebijaksanaan; cara untuk menyampaikan sesuatu dengan cara yang bijaksana di dalam urusan kemasyarakatan dan kenegaraan. Satu cara dan cara yang kita kehendaki semuanya. "Demokrasi" kita, ialah sebagai sering kukatakan: satu demokrasi MET LEIDERSCHAP. Satu demokrasi dengan kebijaksanaan, bukan sekedar stem-steman. Kalau sekedar stem-steman, buat apa diadakan musyawarah, buat apa diadakan debat-debatan. Lebih baik kumpulkan. Kumpulkan! Sudah. Sekarang isunya misalnya Islam atau tidak? Stem! Itu: DE HELFT PLUS EEN HEEFT ALTIJD GELIJK. Sekarang isunya komunisme, stem sonder bicara lagi, terus stem saja. Tetapi Saudara-saudara, itu bukan yang dikehendaki oleh kita dan itu bukan pula yang dikehendaki oleh Islam. Islam menghendaki musyawarah, musyawarah di dalam alam persaudaraan, musyawarah agar mencapai apa yang kita kehendaki bersama dengan cara yg sebijaksana-bijaksananya & dapat memuaskan segala pihak.
Inilah Saudara-saudara apa yang saya maksud di sini borong-borong. Demokrasi bukan berarti mayorikrasi,demokrasi yang kita pertegas bukan berarti mayorikrasi, karena kita diwajibkan bermusyawarah bukan sekedar stem-steman, mana suara yang terbanyak adalah benar. Inilah jawabanku kepada Saudara Dahlan Ranuwihardjo mengenai kedudukan demokrasi
Tentang kedudukan Pancasila dan Islam, aku tidak bisa mengatakan lebih daripada itu dan mensitir Saudara Pemimpin Besar Masyumi Mohammad Natsir. Di Pakistan, di Karachi, tatkala beliau mengadakan ceramah di hadapan PAKISTAN INSTITUTE FOR INTERNATIONAL RELATIONS beliau mengatakan bahwa Pancasila & Islam tak bertentangan satu sama lain. Bahkan sama satu sama lain. Ditulis di dlm "Islamic Review", March 1953.
Coba dengarkan. Saudara Natsir menjawab pertanyaan Saudara Ranuwihardjo: Pakistan is a moslem country. So is my country Indonesia. But though we recognize Islam to be the faith of the Indonesian people. We have not made an expressed mention of it in our Constitution. Nor have we excluded religion from our national life. Indonesia has expressed its creed in the Pancasila, or the five principles, which have been adopted as the spiritual, moral and ethical foundation of our nation and our state. Only it is differently stated.
Saudara-saudara, voila monsieur Mohammad Natsir apa Saudara-saudara sekarang LIDHING DONGENG. IKTIBAR ceramah saya ini tidak lain tidak bukan, ialah agar supaya jangan kita salah paham satu sama lain. Dengan dihilangkannya salah paham itu kita bisa mengadakan UNDERSTANDING satu kepada yang lain yang lebih baik agar supaya bisalah tersusun kembali kita punya persatuan nasional yang seerat-eratnya untuk menyelesaikan revolusi nasional kita ini, yaitu mendirikan satu negara nasional yang meliputi segenap wilayah NATIE Indonesia seluruhnya dari Sabang sampai ke Merauke.
(Fragment ceramah Presiden Soekarno "Negara Nasional dan Cita-cita Islam" dicuplik dari buku "Bung Karno dan Islam", Jakarta: Haji Masagung,1990, h.26-29)
Prakata:
Untuk menambah wawasan mengenai problem Pancasila, telah dipostingkan fragment pidato Soekarno "Negara Nasional dan Cita-Cita Islam" di Universitas Indonesia, Jakarta 7 Mei 1953
ACCENTEN LEGGEN = menitikberatkan
WIJ HEBBEN GEVOCHTEN NIET OM EEN MINORITEIT TE WORDEN = Kami bukan berjuang untuk akhirnya hanya menjadi kelompok minoritas.
WIJ HEBBEN ONZE ZONEN PRIJSGEGEVEN NIET OM EEN MINORITEIT TE WORDEN = Kami telah mengorbankan putera-putera kami bukan untuk akhirnya hanya menjadi kelompok minoritas.
GRAADMETER sesuatu WAARHEID = Ukuran daripada suatu kebenaran.
Bukan DE HELFT PLUS EEN HEEFT ALTIJD GELIJK,bukan DE HELFT PLUS EEN IS ALTIJD menang = Bukan 'separuh + satu' selalu berarti benar, bukan 'separuh + satu' selalu berarti menang.
DOEL = Tujuan akhir
MET LEIDERSCHAP = dibawah hikmah kepemimpinan.
stem-steman = menghitung suara terbanyak
NATIE = Bangsa, nation.
SOEKARNO:
Kita mengadakan proklamasi 17 Agustus 1945, apa sebab? Proklamasi itu disambut oleh segenap rakyat Indonesia yang 80 juta? Tidak ada satu orang pun yang terkecuali pada waktu itu, ialah karena proklamasi ini didasarkan kepada hal-hal yang cocok yang sesuai dengan fase. Didasarkan kepada nasional, didasarkan kepada Pancasila, didasarkan kepada demokrasi. Pada waktu itu kita bersatu padu. Semuanya menyambut ini proklamasi dengan gembira. Bahkan semuanya pada berjuang, bahkan semuanya pada sedia mengorbankan jiwa dan hartanya, terhadap keperluan proklamasi, ialah karena fase kita geresonneerd.
Saudara-saudara maka jikalau kita diajak kembali kepada hal itu saya kira Saudara-saudara mengerti, bahwa saya sampai kepada pokok uraian saya ini. Ditanyakan oleh Saudara Ranuwihardjo, bagaimana hubungannya Pancasila dengan Islam.
Saudara-saudara tahulah. Pancasila ini sudah satu kompromis yang laksana meminta kita punya darah dan air mata. Siapa yang membuka sejarah kita terutama sekali pada bulan Juli 1945, satu bulan sebelum proklamasi Indonesia berkumandang di angkasa. Siapa yang membuka riwayatnya kita punya musyawarat-musyawarat, kita punya perdebatan-perdebatan, kita punya pertikaian satu sama lain, bahkan kita punya pada waktu itu hampir menjadi kita punya kebencian satu sama lain, akan mengerti bahwa Pancasila sudah satu kompromis.
Pada waktu itu di dalam sidang Badan yang dinamakan Dokuritsu Zunbi Cosakai. Badan Penyelidik Usaha-usaha Kemerdekaan Indonesia, pada waktu itu pemimpin Islam duduk dengan pemimpin-pemimpin nasional dengan pemimpin-pemimpin Sosialis. Pada waktu itu mula-mula bicara tenang-tenang, pada waktu makin berkobar-kobar, pada waktu itu hampir pecah persatuan Nasional kita. Pada waktu itu kalau pecah, tidak mungkin proklamasi 17 Agustus 1945. Pada waktu ITU aku ada, Kiai Maskur ada, Ki Bagus Hadikusumo ada, pemimpin-pemimpin Islam lain-lain ada, Saudara Abdul Kahar Muzakir ada, Saudara Chaerul Saleh ada, Muhammad Yamin ada, pemimpin-pemimpin seluruh Indonesia berkumpul membicarakan akan dasar-dasar negara yang diproklamirkan.
Alangkah berbahayanya situasinya pada waktu itu. Tetapi Allah SWT Saudara-saudara memberi ilham, memberi taufik hidayat akan persatuan kita. Memberi, menjelma satu dasar yang bisa disetujui oleh semuanya yaitu dasar Pancasila, yang sampai di dalam tiga Undang-undang Dasar RI tidak akan pernah terangkat. Undang-undang Dasar RI Yogyakarta, Undang-undang Dasar RIS, Undang-undang Dasar Sementara RI, sekarang ini, Pancasila tetap terpegang teguh, ialah oleh karena Pancasila adalah sudah satu kompromis yang dapat mempersatukan golongan-golongan ini. Maka oleh karena itu Saudara-saudara insaf dan sadarlah akan keadaan yang berbahaya di dalam bulan Juli 1945 itu. Jangan kita, Saudara-saudara mengalami lagi keadaan yang demikian itu. Dan jikalau kukata "pecah persatuan kita", kalau aku berkata demikian, itu berarti pecah, gugur, meledak, musnah negara kita yang telah kita perjuangkan bersama ini dengan penderitaan dengan segenap korban yang hebat-hebat. Kembalilah kepada persatuan. Aku sama sekali - sebagai tadi berulang-ulang kukatakan –tidak pernah melarang sesuatu orang memprogandakan ideologinya. Tetapi ingat, persatuan mutlak, persatuan mutlak, persatuan mutlak, persatuan mutlak, ACCENTEN LEGGEN kepada persatuan. Jangan diruncing-runcingkan. Aku ingat kepada kaum Kristen, kaum Kristen bukan satu, bukan dua, bukan tiga, bukan seratus, bukan dua ratus, ribuan kaum kristen mati gugur di dalam pertempuran mempertahankan kemerdekaan ini. Apakah yang menjadi harapan kaum Kristen itu, Saudara-saudara, yang kita pantas juga menghargai korban-korban mereka itu? Harapan mereka ialah bahwa mereka bisa bersama-sama dengan kita semuanya menjadi anggota kesatuan bangsa Indonesia yang merdeka.
Jangan memakai istilah minoritas, jangan kaum Kristen tidak mau disebut dirinya minoritas. WIJ HEBBEN GEVOCHTEN NIET OM EEN MINORITEIT TE WORDEN. Kaum Kristen berkata, "WIJ HEBBEN ONZE ZONEN PRIJSGEGEVEN NIET OM EEN MINORITEIT TE WORDEN." Apa yang engkau kehendaki? Yang dikehendaki ialah sama-sama menjadi anggota warga negara satu Negara merdeka: Republik Indonesia Kesatuan. Sama dengan aku, sama dengan alim ulama, sama dengan pemuda-pemudi, sama dengan pegawai, semua, sonder ada minoritas-minoritas atau mayoritas-mayoritas. Tidakkah Islam, Saudara-saudara, malahan sebenarnya di dalam hal ini ACCENTEN LEGGEN kepada "musyawarah". Aku menjawab pertanyaan-pertanyaan Saudara Dahlan Ranuwihardjo, "Bagaimana duduknya dengan demokrasi?" Kembali aku minta tolong kepada alim-ulama. Aku belum pernah menjumpai perkataan demokrasi di dalam istilah Islam. Aku sekedar menjumpai "musyawarah". Apalagi aku tidak pernah menjumpai istilah stem-stem di dalam istilah Islam. Memang yang dianjurkan oleh Islam adalah musyawarah, berunding. Tidak dianjurkan stem-steman, sehingga satu pihak berkata: ya, aku lebih besar jumlah, aku yang mesti menang, tidak!
"Demokrasi" memang sebenarnya - demokrasi yang kita maksudkan bukanlah GRAADMETER sesuatu WAARHEID. Demokrasi bagi kita ialah musyawarah. Kita mengadakan demokrasi untuk menunjukkan dengan terang ke dunia luaran untuk menginsyafkan diri kita dengan terang ke dalam, bahwa kita tidak menghendaki otokrasi. Bahwa kita tidak menghendaki teokrasi, tidak menghendaki sesuatu golongan menghikmati, menguasai golongan lain. Di dalam istilah itulah kita memakai perkataan demokrasi. Bukan DE HELFT PLUS EEN HEEFT ALTIJD GELIJK,bukan DE HELFT PLUS EEN IS ALTIJD menang, tidak!
Islam memerintahkan musyawarah. Musyawarah Saudara-saudara, di dalam kebijaksanaan. Demokrasi bukan DOEL. Demokrasi adalah sekedar alat, alat kebijaksanaan; cara untuk menyampaikan sesuatu dengan cara yang bijaksana di dalam urusan kemasyarakatan dan kenegaraan. Satu cara dan cara yang kita kehendaki semuanya. "Demokrasi" kita, ialah sebagai sering kukatakan: satu demokrasi MET LEIDERSCHAP. Satu demokrasi dengan kebijaksanaan, bukan sekedar stem-steman. Kalau sekedar stem-steman, buat apa diadakan musyawarah, buat apa diadakan debat-debatan. Lebih baik kumpulkan. Kumpulkan! Sudah. Sekarang isunya misalnya Islam atau tidak? Stem! Itu: DE HELFT PLUS EEN HEEFT ALTIJD GELIJK. Sekarang isunya komunisme, stem sonder bicara lagi, terus stem saja. Tetapi Saudara-saudara, itu bukan yang dikehendaki oleh kita dan itu bukan pula yang dikehendaki oleh Islam. Islam menghendaki musyawarah, musyawarah di dalam alam persaudaraan, musyawarah agar mencapai apa yang kita kehendaki bersama dengan cara yg sebijaksana-bijaksananya & dapat memuaskan segala pihak.
Inilah Saudara-saudara apa yang saya maksud di sini borong-borong. Demokrasi bukan berarti mayorikrasi,demokrasi yang kita pertegas bukan berarti mayorikrasi, karena kita diwajibkan bermusyawarah bukan sekedar stem-steman, mana suara yang terbanyak adalah benar. Inilah jawabanku kepada Saudara Dahlan Ranuwihardjo mengenai kedudukan demokrasi
Tentang kedudukan Pancasila dan Islam, aku tidak bisa mengatakan lebih daripada itu dan mensitir Saudara Pemimpin Besar Masyumi Mohammad Natsir. Di Pakistan, di Karachi, tatkala beliau mengadakan ceramah di hadapan PAKISTAN INSTITUTE FOR INTERNATIONAL RELATIONS beliau mengatakan bahwa Pancasila & Islam tak bertentangan satu sama lain. Bahkan sama satu sama lain. Ditulis di dlm "Islamic Review", March 1953.
Coba dengarkan. Saudara Natsir menjawab pertanyaan Saudara Ranuwihardjo: Pakistan is a moslem country. So is my country Indonesia. But though we recognize Islam to be the faith of the Indonesian people. We have not made an expressed mention of it in our Constitution. Nor have we excluded religion from our national life. Indonesia has expressed its creed in the Pancasila, or the five principles, which have been adopted as the spiritual, moral and ethical foundation of our nation and our state. Only it is differently stated.
Saudara-saudara, voila monsieur Mohammad Natsir apa Saudara-saudara sekarang LIDHING DONGENG. IKTIBAR ceramah saya ini tidak lain tidak bukan, ialah agar supaya jangan kita salah paham satu sama lain. Dengan dihilangkannya salah paham itu kita bisa mengadakan UNDERSTANDING satu kepada yang lain yang lebih baik agar supaya bisalah tersusun kembali kita punya persatuan nasional yang seerat-eratnya untuk menyelesaikan revolusi nasional kita ini, yaitu mendirikan satu negara nasional yang meliputi segenap wilayah NATIE Indonesia seluruhnya dari Sabang sampai ke Merauke.
(Fragment ceramah Presiden Soekarno "Negara Nasional dan Cita-cita Islam" dicuplik dari buku "Bung Karno dan Islam", Jakarta: Haji Masagung,1990, h.26-29)
paman tat- SERSAN MAYOR
-
Posts : 369
Kepercayaan : Islam
Location : hongkong
Join date : 05.07.13
Reputation : 15
Similar topics
» Berita duka cita
» Duka cita untuk warga negara AS
» Bung Karno dan Muhammadiyah
» berwisata ke makam bung karno
» Kata siapa Sukarno lebih baik dari Suharto terhadap tionghoa ?
» Duka cita untuk warga negara AS
» Bung Karno dan Muhammadiyah
» berwisata ke makam bung karno
» Kata siapa Sukarno lebih baik dari Suharto terhadap tionghoa ?
Halaman 1 dari 1
Permissions in this forum:
Anda tidak dapat menjawab topik