Bagaimana Pandangan Sodara sekalian mengenai perlakuan kita yg Hidup terhadap yg sudah mati, seperti TAHLILAN 7 Hari, menghadiahkan aL-Fatihah, dan Amalan-Amalan ketika setelah Sholat Misal: Ingin mendapatkan Jodoh/memperoleh rezekiy/mendambakan anak shol
Halaman 2 dari 3 • Share
Halaman 2 dari 3 • 1, 2, 3
Bagaimana Pandangan Sodara sekalian mengenai perlakuan kita yg Hidup terhadap yg sudah mati, seperti TAHLILAN 7 Hari, menghadiahkan aL-Fatihah, dan Amalan-Amalan ketika setelah Sholat Misal: Ingin mendapatkan Jodoh/memperoleh rezekiy/mendambakan anak shol
First topic message reminder :
MOhon pencerahan nih Ichwan sekalian...
AlhamduLiLLah, Kehidupan ISLAM saya sangat indah dan baik saja sampe sekarang dan Insya aLLoh sampe maut nanti!
suatu ketika saya harus menghadapi beberapa teman saya yang mengkomentari soal perlakuan kita (muslim) terhadap orang yang sudah mati dan di kuburkan seperti Tahlilan, dimana seperti Ichwan semua tahu jika kita mengadakan majelis Tahlil untuk orang yang sudah meninggal bagaimananya mungkin sudah tidak perlu di paparkan. Tapi beberapa teman saya itu mengkomentari seolah mereka tidak suka/setuju/menganggap Tahlilan itu adalah cara yang benar dalam ajaran ISLAM sendiri. Padahal menurut saya itu sangat baik (saya tidak tahu alasannya secara hukum islam, tapi ini menurut saya Lho..)karena dalam mejelis itu kan jelas, kita sedang ber Tahlil-tahmid-tasbih dan segala macam pujian kepada alloh kita ucapkan di dalamnya. Setelah itupun di lanjutkan dengan pengiriman/penghadiahan aL-Fatihah kepada Junjungan KhotaminNabi Muhammad SAW di teruskan dengan pembacaan surrah Yaasiin dan pemanjatan doa yg di tujukan kepada si Almarhum/ah dan pemanjatan doa yg di tujukan kepada Hadirin sekalian di majelis. Apa itu menyalahi Hukum ? mohon dengan sangat pencerahannya...
Dan, ketika kita mengamalkan Dzikr seperti Lafadh Alloh/Sifat alloh/Adzikr lain yang memang secara saya belajar dengan seorang yg alim(mengetahui) di kabarkan mempunyai Faedah" tertentu seperti mendapatkan rezekiy, memantapkan posisi dalam pekerjaan, meluluhkan atasan (kasarnya mah, 'Nyupang' orang Islam ya lewat Adzikr).
atu jika kita mngharapkan jodoh soleh/solehah, anak soleh/solehah, mengharapkan kelancaran Usaha dan kesuksesan usaha dan semuanya dengan Dzikr itu...
Apakah itu nyrempet-nyrempet hukum dalam arti negativ ?
Monggo Ichwan yang mengetahuinya dan yang memounyai Opini Maknyus!!
MOhon pencerahan nih Ichwan sekalian...
AlhamduLiLLah, Kehidupan ISLAM saya sangat indah dan baik saja sampe sekarang dan Insya aLLoh sampe maut nanti!
suatu ketika saya harus menghadapi beberapa teman saya yang mengkomentari soal perlakuan kita (muslim) terhadap orang yang sudah mati dan di kuburkan seperti Tahlilan, dimana seperti Ichwan semua tahu jika kita mengadakan majelis Tahlil untuk orang yang sudah meninggal bagaimananya mungkin sudah tidak perlu di paparkan. Tapi beberapa teman saya itu mengkomentari seolah mereka tidak suka/setuju/menganggap Tahlilan itu adalah cara yang benar dalam ajaran ISLAM sendiri. Padahal menurut saya itu sangat baik (saya tidak tahu alasannya secara hukum islam, tapi ini menurut saya Lho..)karena dalam mejelis itu kan jelas, kita sedang ber Tahlil-tahmid-tasbih dan segala macam pujian kepada alloh kita ucapkan di dalamnya. Setelah itupun di lanjutkan dengan pengiriman/penghadiahan aL-Fatihah kepada Junjungan KhotaminNabi Muhammad SAW di teruskan dengan pembacaan surrah Yaasiin dan pemanjatan doa yg di tujukan kepada si Almarhum/ah dan pemanjatan doa yg di tujukan kepada Hadirin sekalian di majelis. Apa itu menyalahi Hukum ? mohon dengan sangat pencerahannya...
Dan, ketika kita mengamalkan Dzikr seperti Lafadh Alloh/Sifat alloh/Adzikr lain yang memang secara saya belajar dengan seorang yg alim(mengetahui) di kabarkan mempunyai Faedah" tertentu seperti mendapatkan rezekiy, memantapkan posisi dalam pekerjaan, meluluhkan atasan (kasarnya mah, 'Nyupang' orang Islam ya lewat Adzikr).
atu jika kita mngharapkan jodoh soleh/solehah, anak soleh/solehah, mengharapkan kelancaran Usaha dan kesuksesan usaha dan semuanya dengan Dzikr itu...
Apakah itu nyrempet-nyrempet hukum dalam arti negativ ?
Monggo Ichwan yang mengetahuinya dan yang memounyai Opini Maknyus!!
Ichwanzein- SERSAN DUA
-
Posts : 77
Location : Cilincingston
Join date : 06.10.11
Reputation : 4
Re: Bagaimana Pandangan Sodara sekalian mengenai perlakuan kita yg Hidup terhadap yg sudah mati, seperti TAHLILAN 7 Hari, menghadiahkan aL-Fatihah, dan Amalan-Amalan ketika setelah Sholat Misal: Ingin mendapatkan Jodoh/memperoleh rezekiy/mendambakan anak shol
Di bawah ini adalah kopi paste dari Catatan Habib Mundzir seputar masalah kendurian, tahlilan dan berbagai persoalan yang dianggap bidah sesat oleh kalangan yang menentangnya. Ada yang beranggapan bahwa tahlilan itu berakar dari agama HINDU.
Tanpa mengurasi rasa hormat terhadap yang menentangnya, bahwa naskah-nashkah arab banyak yang mendukung masalah perjamuan, memakan makanan pada orang yang tengah berduka dan lain-lain. Namun semua ini kembali kepada indiividu masing-maasing, apakah diterima atau tidak.
Hemat saya, Islam yang cakupannya luas ini, tidak mungkin akan selalu bermuara pada sat di mana Rasulullah saw hidup. Terkeculai, ibadah-ibadah yang sifatnya wajib. Itu akan berlaku sepanjang masa. Sementara masalah ibadah yg sunnah seperti baca quran, shalawat dan lain-lain Rasulullah saw tidak mengajarkan harus di mana, kapan dan sperti apa. Inti ajaran agamanya sudah ada. Namun teknik dan montase diserahkan masing-masing umatnya.
Inilah seputar catatan itu.
*KENDURI ARWAH, TAHLILAN, YASINAN MENURUT PARA ULAMA*
Hal itu merupakan pendapat orang – orang yang kalap dan gerasa – gerusu tanpa ilmu, kok ribut sekali dengan urusan orang yang mau bersedekah pada muslimin?
عن عائشة أن رجلا أتى النبي صلى الله عليه وسلم فقال ثم يا رسول الله إن أمي افتلتت نفسها
ولم توص وأظنها لو تكلمت تصدقت أفلها أجر إن تصدقت عنها قال نعم
Dari Aisyah ra bahwa sungguh telah datang seorang lelaki pada Nabi saw seraya berkata : Wahai Rasulullah, sungguh ibuku telah meninggal mendadak sebelum berwasiat, kukira bila ia sempat bicara mestilah ia akan bersedekah, bolehkah aku bersedekah atas namanya?, Rasul saw menjawab : “Boleh” (Shahih Muslim hadits No.1004).
Berkata Hujjatul Islam Al Imam Nawawi rahimahullah :
وفي هذا الحديث أن الصدقة عن الميت تنفع الميت ويصله ثوابها وهو كذلك باجماع
العلماء وكذا أجمعوا على وصول الدعاء
“Dan dalam hadits ini (hadits riwayat shahih muslim diatas) menjelaskan bahwa shadaqah untuk mayit bermanfaat bagi mayit, dan pahalanya disampaikan pada mayyit, demikian pula menurut Ijma (sepakat) para ulama, dan demikian pula mereka bersepakat atas sampainya doa doa” (Syarh Imam Nawawi ala Shahih Muslim juz 7 hal 90) Maka bila keluarga rumah duka menyediakan makanan dengan maksud bersedekah maka hal itu sunnah, apalagi bila diniatkan pahala sedekahnya untuk mayyit. Demikian kebanyakan orang – orang yang kematian, mereka menjamu tamu – tamu dengan sedekah yang pahalanya untuk si mayyit, maka hal ini sunnah.
Lalu mana dalilnya yang mengharamkan makan dirumah duka? Mengenai ucapan para Imam itu, yang dimaksud adalah membuat jamuan khusus untuk mendatangkan tamu yang banyak, dan mereka tak mengharamkan itu. Perlu diketahui bahwa Makruh adalah jika dihindari mendapat pahala dan jika dilakukan tidak mendapat dosa.
1. Ucapan Imam Nawawi yang anda jelaskan itu, beliau mengatakannya tidak disukai (Ghairu Mustahibbah) bukan haram, tapi orang wahabi mencapnya haram padahal Imam Nawawi mengatakan ghairu mustahibbah, berarti bukan hal yang dicintai, ini berarti hukumnya mubah, dan tidak sampai makruh apalagi haram, dan yang dimaksud adalah mengundang orang dengan mengadakan jamuan makanan (ittikhaadzuddhiyafah), beda dengan tahlilan masa kini bukanlah jamuan makan, namun sekedar makanan ala kadarnya saja, bukan jamuan. Hal ini berbeda dalam syariah, jamuan adalah makan besar semacam pesta yang menyajikan bermacam makanan, ini tidak terjadi pada tahlilan manapun dimuka bumi, yang ada adalah sekedar besek atau sekantung kardus kecil berisi aqua dan kue – kue atau nasi sederhana sekedar sedekah pada pengunjung, maka sedekah pada pengunjung hukumnya sunnah.
2. Imam Ibnu Hajar Al Haitsamiy menjelaskan adalah :
من جعل أهل الميت طعاما ليدعوا الناس إليه بدعة منكرة مكروهة
“mereka yang keluarga duka yang membuat makanan demi mengundang orang adalah hal Bid’ah Munkarah yang makruh” (bukan haram).
Semoga anda mengerti bahasa, bahwa jauh beda dengan rumah duka yang menyuguhkan makanan untuk tamu yang mengucapkan bela sungkawa, jauh berbeda dengan membuat makanan demi mengundang orang agar datang, yang dilarang (Makruh) adalah membuat makanan untuk mengundang orang agar datang dan meramaikan rumah, lihat ucapan beliau, bid’ah buruk yang makruh, bukan haram, jika haram maka ia akan menyebutnya : Bid’ah munkarah muharramah, atau cukup dengan ucapan Bid’ah munkarah, maka itu sudah mengandung makna haram, tapi tambahan kalimat makruh, berarti memunculkan hukum
sebagai penjelas bahwa hal itu bukan haram.
Entahlah mereka itu tak faham bahasa atau memang sengaja menyelewengkan makna, sebab keduanya sering mereka lakukan, yaitu tak faham hadits dan menyelewengkan makna.
Dalam istilah – istilah pada hukum syariah, sungguh satu kalimat menyimpan banyak makna, apalagi ucapan para Muhaddits dan para Imam, dan hal semacam ini sering tak difahami mereka yang dangkal dalam pemahaman syariahnya.
3. Ucapan Imam Ibnu Abidin Al-Hanafy menjelaskan “Ittikhadzuddhiyafah”, ini maknanya “membuat perjamuan besar”, misalnya begini : Gubernur menjadikan selamatan kemenangannya dalam pilkada dengan “Ittikhadzuddhiyafah” yaitu mengadakan perjamuan.
Inilah yang dikatakan Makruh oleh Imam Ibn Abidin dan beliau tak mengatakannya haram, kebiasaan ini sering dilakukan dimasa jahiliyah jika ada yang wafat.
4. Imam Ad-Dasuqi Al-Maliki berkata berkumpulnya orang dalam hidangan makan makan dirumah mayit hukumnya Bid’ah yang makruh (bukan haram tentunya), dan maksudnya pun sama dengan ucapan diatas, yaitu mengumpulkan orang dengan jamuan makanan, namun
beliau mengatakannya makruh, tidak sampai mengharamkannya.
Orang – orang wahabi (gelar bagi penganut faham ibn abdul wahhab) menafsirkan kalimat “makruh” adalah hal yang dibenci, tentu mereka salah besar, karena Imam – Imam ini berbicara hukum syariah,
bukan bicara dicintai atau dibenci, makna makruh berbeda secara bahasa dan secara syariah, maknanya secara bahasa adalah sesuatu yang dibenci, namun dalam syariah adalah hal yang jika dilakukan tidak dapat dosa dan jika ditinggalkan mendapat pahala. Namun mereka ini tidak bisa membedakan mana buku yang membahas masalah bahasa, mana buku yang membahas hukum syariah.
5. Syaikh An-Nawawi Al-Banteni rahimahullah menjelaskan adat istiadat baru berupa “Wahsyah” yaitu adat berkumpul di malam pertama saat mayyit wafat dengan hidangan makanan macam – macam, hal ini makruh, (bukan haram).
Dan mengenai ucapan secara keseluruhan, yang dimaksud makruh adalah sengaja membuat acara “jamuan makan” demi mengundang tamu – tamu, ini yang ikhtilaf ulama antara mubah dan makruh, tapi kalau justru diniatkan sedekah dengan pahalanya untuk mayyit maka justru Nash Shahih Bukhari dan Shahih Muslim diatas telah memperbolehkannya bahkan sunnah.
Dan tentunya bila mereka (keluarga mayyit) meniatkan untuk sedekah yang pahalanya untuk mereka sendiripun maka tak ada pula yang memakruhkannya bahkan mendapat pahala jika
dilakukan.
Yang lebih baik adalah datang dan makan tanpa bermuka masam dan merengut sambil berkata haram..haram.. dirumah duka (padahal makruh), tapi bawalah uang atau hadiah untuk membantu mereka.
Dan masa kini pelarangan atau pengharaman untuk tak menghidangkan makanan dirumah duka adalah menambah kesusahan keluarga duka, bagaimana tidak?, bila keluarga anda wafat lalu anda melihat orang banyak datang maka anda tak suguhkan apa – apa ..?, datang dari luar kota misalnya, dari bandara atau dari stasion luar kota datang dengan lelah dan peluh demi hadir jenazah, lalu mereka dibiarkan tanpa seteguk airpun..???, tentunya hal ini sangat berat bagi mereka, dan akan sangat membuat mereka malu. Bahkan Rasul saw memerintahkan diadakan makanan dirumah duka, sebagaimana hadits beliau saw ketika didatangkan kabar wafatnya Jakfar bin Abi Thalib : “Buatkan makanan untuk keluarga (alm) Jakfar, sungguh mereka sedang ditimpa hal – hal yang menyibukkan mereka” (Musnad Ahmad dll), hadits ini justru menunjukkan bahwa Rasul saw memerintahkan sahabat membuat makanan untuk mereka. Kenapa? karena pasti banyak tamunya yang menyambanginya.
Mereka membalik makna hadits ini dengan mengatakan bahwa hadits ini dalil bahwa keluarga mayyit tak boleh menyiapkan makanan, namun mereka lupa bahwa hadits ini justru perintah Rasul saw agar disiapkan makanan dirumah duka, karena beliau saw bukan mengatakan tidak boleh makan dirumah Jakfar, tapi justru buatkan makanan, dan perintahnya jamak, Ishna’uu.. yaitu : “wahai kalian (bukan untuk satu orang), ramai ramailah membuat makanan untuk keluarga Jakfar karena mereka sedang ditimpa hal yang menyibukkan mereka”. Apa? para tamu.
Didalam Ushul dijelaskan bahwa Mandub, Hasan, Annafl, Sunnah, Mustahab fiih (mustahibbah), Muragghab fiih, ini semua satu makna, yaitu yutsab ala fi’lihi walaa yu’aqabu alaa tarkihi (diberi pahala bila dilakukan dan tidak berdosa jika ditinggalkan). Imam Nawawi mengatakan hal itu ghairu mustahibbah, yaitu bukan hal yang bila dilakukan mendapat pahala dan bila ditinggalkan tidak mendapat dosa, maka jatuhlah derajatnya antara mubah dan makruh.
Imam Nawawi tidak mengucapkan haram, karena bila haram beliau tak payah payah menaruh kata ghairu mustahibbah dlsb. Beliau akan berkata haram mutlaqan (haram secara mutlak), namun beliau tak mengatakannya.
Dan mengenai kata “Bid’ah” sebagaimana mereka menukil ucapan Imam Nawawi, fahamilah bahwa Bid’ah menurut WAHABI sangat jauh berbeda dengan BID’AH menurut Imam Nawawi, Imam Nawawi berpendapat bid’ah terbagi 5 bagian, yaitu wajib, sunnah, mubah, makruh dan haram (rujuk Syarh Nawawi ala Shahih Muslim Juz 6 hal 164- 165).
Maka sebelum mengambil dan menggunting ucapan Imam Nawawi, fahami dulu apa maksud bid’ah dalam ta’rif Imam Nawawi, barulah bicara fatwa Bid’ah oleh Imam Nawawi. Bila Imam Nawawi menjelaskan bahwa dalam bid’ah itu ada yang mubah dan yang makruh, maka ucapan “Bid’ah Ghairu Mustahibbah” bermakna Bid’ah yang mubah atau yang makruh, kecuali bila Imam Nawawi berkata “Bid’ah Muharramah” (Bid’ah yang haram).
Namun kenyataannya Imam Nawawi tidak mengatakannya haram, maka hukumnya antara Mubah dan makruh. Untuk ucapan Imam Ibn Hajar inipun jelas, beliau berkata Bid’ah Munkarah Makruhah, (Bid’ah tercela yang makruh), karena Bid’ah tercela itu tidak semuanya haram. Sebagaimana masa kini sajadah yang padanya terdapat hiasan – hiasan warna – warni membentuk pemandangan atau istana – istana dan burung – burung misalnya, ini adalah bid’ah buruk (munkarah) yang makruh, tidak haram untuk memakainya shalat, tidak batal shalat kita menggunakan sajadah semacam itu, namun bid’ah buruk yang makruh, tidak haram, karena shalatnya tetap sah.
Hukum darimana makruh dibilang haram?, makruh sudah jelas makruh, hukumnya yutsab ala tarkihi wala yu’aqabu ala fi’lihi (mendapat pahala bila ditinggalkan dan tidak mendapat dosa bila dilakukan). Dan yang dimakruhkan adalah menyiapkan makanan untuk mengundang orang, beda dengan orang datang lalu shohibul bait menyuguhi.
Berkata Shohibul Mughniy :
فأما صنع أهل الميت طعاما للناس فمكروه لأن فيه زيادة على مصيبتهم وشغلا ل إلى شغلهم وتشبها
بصنع أهل الجاهلية
Bila keluarga mayyit membuat makanan untuk orang, maka makruh, karena hal itu menambah atas musibah mereka dan menyibukkan, dan meniru – niru perbuatan jahiliyah. (Almughniy Juz 2 hal 215)
Lalu Shohibul Mughniy menjelaskan kemudian :
وإن دعت الحاجة إلى ذلك جاز فإنه ربما جاءهم من يحضر ميتهم من القرى والأماكن
البعيدة ويبيت عندهم ولا يمكنهم إلا أن يضيفوه
Bila mereka melakukannya karena ada sebab atau hajat, maka hal itu diperbolehkan, karena barangkali diantara yang hadir mayyit mereka ada yang berdatangan dari pedesaan, dan tempat – tempat yang jauh, dan menginap dirumah mereka, maka tak bisa tidak terkecuali mereka mesti dijamu (Almughniy Juz 2 hal 215).
(disini hukumnya berubah, yang asalnya makruh, menjadi mubah bahkan hal yang mulia, karena tamu yang berdatangan dari jauh, maka jelaslah kita memahami bahwa pokok permasalahan adalah pada keluarga duka dan kebutuhan tamu) Dijelaskan bahwa yang dimaksud adat jahiliyyah ini adalah membuat jamuan besar, mereka menyembelih sapi atau kambing demi mengundang tamu setelah ada kematian, ini makruh hukumnya, sebagian ulama mengharamkannya, namun beda dengan orang datang karena ingin menjenguk, lalu shohibulbait menyuguhi ala kadarnya, bukan kebuli dan menyembelih kerbau, hanya besek sekedar hadiahan dan sedekah.
Baiklah jika sebagian saudara kita masih belum tenang, maka riwayat dibawah ini semoga dapat menenangkan mereka :
Dari Ahnaf bin Qeis ra berkata : “Ketika Umar ra ditusuk dan terluka parah, ia memerintahkan Shuhaib untuk membuat makanan untuk orang – orang” (Hujjatul Islam Al Imam Ibn Hajar pada Mathalibul ‘Aliyah Juz 1 hal 199 No.709, dan ia berkata sanadnya Hasan) Dari Thaawus ra : “Sungguh mayyit tersulitkan di kubur selama 7 hari, maka merupakan sebaiknya mereka memberi makan orang – orang selama hari hari itu” (Diriwayatkan Oleh Al Hafidh Imam Ibn Hajar pd Mathalibul ‘Aliyah Juz 1 hal 199 dan berkata sanadnya Kuat).
Mengenai pengadaan makanan dan jamuan makanan pada rumah duka telah kuat dalilnya sebagaimana sabda Rasul saw : “Buatlah untuk keluarga Jakfar makanan sungguh mereka telah ditimpa hal yang membuat mereka sibuk” (diriwayatkan oleh Al Imam Tirmidziy No.998 dengan sanad hasan, dan di Shahihkan oleh Imam Hakim Juz 1/372)
Demikian pula riwayat shahih dibawah ini :
فلما احتضرعمر أمر صهيبا أن يصلي بالناس ثلاثة أيام ، وأمر أن يجعل للناس طعام
، فيطعموا حتى يستخلفوا إنسانا ، فلما رجعوا من الجنازة جئ بالطعام ووضعت الموائد
! فأمسك الناس عنها للحزن الذي هم فيه ، فقال العباس بن عبد المطلب : أيها الناس
إن رسول الله صلى الله عليه وسلم قد مات فأكلنا بعده وشربنا ومات أبو بكر فأكلنا بعده
وشربنا وإنه لابد من الاجل فكلوا من هذا الطعام ، ثم مد العباس يده فأكل ومد الناس
أيديهم فأكلوا
Ketika Umar ra terluka sebelum wafatnya, ia memerintahkan pada Shuhaib untuk memimpin shalat, dan memberi makan para tamu selama 3 hari hingga mereka memilih seseorang, maka ketika hidangan – hidangan ditaruhkan, orang – orang tak mau makan karena sedihnya, maka berkatalah Abbas bin Abdulmuttalib ra :
Wahai hadirin.., sungguh telah wafat Rasulullah saw dan kita makan dan minum setelahnya, lalu wafat Abubakar ra dan kita makan dan minum sesudahnya, dan ajal itu adalah hal yang mesti, maka makanlah makanan ini..!”, lalu beliau ra mengulurkan tangannya dan makan, maka orang – orang pun mengulurkan tangannya masing – masing dan makan. (Al Fawaidussyahiir Li Abi Bakar Assyafii juz 1 hal 288, Kanzul ummaal fii sunanil aqwaal wal af’al Juz 13 hal 309, Thabaqatul Kubra Li Ibn Sa’d Juz 4 hal 29, Tarikh Dimasyq juz 26 hal 373, Al Makrifah wattaarikh Juz 1 hal 110)
Kini saya ulas dengan kesimpulan :
1. Membuat jamuan untuk mengundang orang banyak dengan masakan yang dibuat oleh keluarga mayyit hukumnya makruh, walaupun ada yang mengatakan haram namun Jumhur Imam dan Muhadditsin mengatakannya Makruh.
2. Membuat jamuan dengan tujuan sedekah dan pahalanya untuk mayyit hukumnya sunnah, sebagaimana riwayat Shahih Bukhari seorang wanita mengatakan pada Nabi saw bahwa ibuku wafat, dan apakah ibuku mendapat pahala bila aku bersedekah untuknya?, Rasul saw menjawab : Betul (Shahih Bukhari hadits No.1322), bukankah wanita ini mengeluarkan uangnya untuk bersedekah..?,
3. Menghidangkan makanan seadanya untuk tamu yang datang saat kematian adalah hal yang mubah, bukan makruh, misalnya sekedar teh, atau kopi sederhana.
4. Sunnah Muakkadah bagi masyarakat dan keluarga tidak datang begitu saja dengan tangan kosong, namun bawalah sesuatu, berupa buah, atau uang, atau makanan, dengan landasan sabda Rasul saw : “Buatlah makanan untuk keluarga Jakfar, sungguh mereka sedang dirundung kesedihan”
5. Makan makanan yang dihidangkan oleh mereka tidak haram, karena tak ada yang mengharamkannya, bahkan sebagaimana riwayat yang akan saya sebutkan bahwa Umar bin Khattab ra memerintahkan untuk menjamu tamunya jika ia wafat
6. Boleh saja jika keluarga mayyit membeli makanan dari luar atau catering untuk menyambut tamu – tamu, karena pelarangan akan hal itulah yang akan menyusahkan keluarga mayyit, yaitu memasak dan merepotkan mereka.
7. Makruh jika membuat hidangan besar seperti hidangan pernikahan demi menyambut tamu dirumah duka Mengenai fatwa Imam Syafii didalam kitab I’anatutthaalibin, yang diharamkan adalah Ittikhadzuddhiyafah, (mengadakan jamuan besar), sebagaimana dijelaskan “Syara’a lissurur”, yaitu jamuan makan untuk kegembiraan. Namun bila diniatkan untuk sedekah, walau menyembelih 1.000 ekor kerbau selama 40 hari 40 malam atau menyembelih 1.000 ekor kambing selama 100 hari atau bahkan tiap hari sekalipun, hal itu tidak ada larangannya, bahkan mendapat pahala.
http://santribuntet.wordpress.com/2011/04/08/kenduri-arwah-tahlilan-menurut-ulama/#comment-5318
:study: :study: :surban: :surban: :surban:
Tanpa mengurasi rasa hormat terhadap yang menentangnya, bahwa naskah-nashkah arab banyak yang mendukung masalah perjamuan, memakan makanan pada orang yang tengah berduka dan lain-lain. Namun semua ini kembali kepada indiividu masing-maasing, apakah diterima atau tidak.
Hemat saya, Islam yang cakupannya luas ini, tidak mungkin akan selalu bermuara pada sat di mana Rasulullah saw hidup. Terkeculai, ibadah-ibadah yang sifatnya wajib. Itu akan berlaku sepanjang masa. Sementara masalah ibadah yg sunnah seperti baca quran, shalawat dan lain-lain Rasulullah saw tidak mengajarkan harus di mana, kapan dan sperti apa. Inti ajaran agamanya sudah ada. Namun teknik dan montase diserahkan masing-masing umatnya.
Inilah seputar catatan itu.
*KENDURI ARWAH, TAHLILAN, YASINAN MENURUT PARA ULAMA*
Hal itu merupakan pendapat orang – orang yang kalap dan gerasa – gerusu tanpa ilmu, kok ribut sekali dengan urusan orang yang mau bersedekah pada muslimin?
عن عائشة أن رجلا أتى النبي صلى الله عليه وسلم فقال ثم يا رسول الله إن أمي افتلتت نفسها
ولم توص وأظنها لو تكلمت تصدقت أفلها أجر إن تصدقت عنها قال نعم
Dari Aisyah ra bahwa sungguh telah datang seorang lelaki pada Nabi saw seraya berkata : Wahai Rasulullah, sungguh ibuku telah meninggal mendadak sebelum berwasiat, kukira bila ia sempat bicara mestilah ia akan bersedekah, bolehkah aku bersedekah atas namanya?, Rasul saw menjawab : “Boleh” (Shahih Muslim hadits No.1004).
Berkata Hujjatul Islam Al Imam Nawawi rahimahullah :
وفي هذا الحديث أن الصدقة عن الميت تنفع الميت ويصله ثوابها وهو كذلك باجماع
العلماء وكذا أجمعوا على وصول الدعاء
“Dan dalam hadits ini (hadits riwayat shahih muslim diatas) menjelaskan bahwa shadaqah untuk mayit bermanfaat bagi mayit, dan pahalanya disampaikan pada mayyit, demikian pula menurut Ijma (sepakat) para ulama, dan demikian pula mereka bersepakat atas sampainya doa doa” (Syarh Imam Nawawi ala Shahih Muslim juz 7 hal 90) Maka bila keluarga rumah duka menyediakan makanan dengan maksud bersedekah maka hal itu sunnah, apalagi bila diniatkan pahala sedekahnya untuk mayyit. Demikian kebanyakan orang – orang yang kematian, mereka menjamu tamu – tamu dengan sedekah yang pahalanya untuk si mayyit, maka hal ini sunnah.
Lalu mana dalilnya yang mengharamkan makan dirumah duka? Mengenai ucapan para Imam itu, yang dimaksud adalah membuat jamuan khusus untuk mendatangkan tamu yang banyak, dan mereka tak mengharamkan itu. Perlu diketahui bahwa Makruh adalah jika dihindari mendapat pahala dan jika dilakukan tidak mendapat dosa.
1. Ucapan Imam Nawawi yang anda jelaskan itu, beliau mengatakannya tidak disukai (Ghairu Mustahibbah) bukan haram, tapi orang wahabi mencapnya haram padahal Imam Nawawi mengatakan ghairu mustahibbah, berarti bukan hal yang dicintai, ini berarti hukumnya mubah, dan tidak sampai makruh apalagi haram, dan yang dimaksud adalah mengundang orang dengan mengadakan jamuan makanan (ittikhaadzuddhiyafah), beda dengan tahlilan masa kini bukanlah jamuan makan, namun sekedar makanan ala kadarnya saja, bukan jamuan. Hal ini berbeda dalam syariah, jamuan adalah makan besar semacam pesta yang menyajikan bermacam makanan, ini tidak terjadi pada tahlilan manapun dimuka bumi, yang ada adalah sekedar besek atau sekantung kardus kecil berisi aqua dan kue – kue atau nasi sederhana sekedar sedekah pada pengunjung, maka sedekah pada pengunjung hukumnya sunnah.
2. Imam Ibnu Hajar Al Haitsamiy menjelaskan adalah :
من جعل أهل الميت طعاما ليدعوا الناس إليه بدعة منكرة مكروهة
“mereka yang keluarga duka yang membuat makanan demi mengundang orang adalah hal Bid’ah Munkarah yang makruh” (bukan haram).
Semoga anda mengerti bahasa, bahwa jauh beda dengan rumah duka yang menyuguhkan makanan untuk tamu yang mengucapkan bela sungkawa, jauh berbeda dengan membuat makanan demi mengundang orang agar datang, yang dilarang (Makruh) adalah membuat makanan untuk mengundang orang agar datang dan meramaikan rumah, lihat ucapan beliau, bid’ah buruk yang makruh, bukan haram, jika haram maka ia akan menyebutnya : Bid’ah munkarah muharramah, atau cukup dengan ucapan Bid’ah munkarah, maka itu sudah mengandung makna haram, tapi tambahan kalimat makruh, berarti memunculkan hukum
sebagai penjelas bahwa hal itu bukan haram.
Entahlah mereka itu tak faham bahasa atau memang sengaja menyelewengkan makna, sebab keduanya sering mereka lakukan, yaitu tak faham hadits dan menyelewengkan makna.
Dalam istilah – istilah pada hukum syariah, sungguh satu kalimat menyimpan banyak makna, apalagi ucapan para Muhaddits dan para Imam, dan hal semacam ini sering tak difahami mereka yang dangkal dalam pemahaman syariahnya.
3. Ucapan Imam Ibnu Abidin Al-Hanafy menjelaskan “Ittikhadzuddhiyafah”, ini maknanya “membuat perjamuan besar”, misalnya begini : Gubernur menjadikan selamatan kemenangannya dalam pilkada dengan “Ittikhadzuddhiyafah” yaitu mengadakan perjamuan.
Inilah yang dikatakan Makruh oleh Imam Ibn Abidin dan beliau tak mengatakannya haram, kebiasaan ini sering dilakukan dimasa jahiliyah jika ada yang wafat.
4. Imam Ad-Dasuqi Al-Maliki berkata berkumpulnya orang dalam hidangan makan makan dirumah mayit hukumnya Bid’ah yang makruh (bukan haram tentunya), dan maksudnya pun sama dengan ucapan diatas, yaitu mengumpulkan orang dengan jamuan makanan, namun
beliau mengatakannya makruh, tidak sampai mengharamkannya.
Orang – orang wahabi (gelar bagi penganut faham ibn abdul wahhab) menafsirkan kalimat “makruh” adalah hal yang dibenci, tentu mereka salah besar, karena Imam – Imam ini berbicara hukum syariah,
bukan bicara dicintai atau dibenci, makna makruh berbeda secara bahasa dan secara syariah, maknanya secara bahasa adalah sesuatu yang dibenci, namun dalam syariah adalah hal yang jika dilakukan tidak dapat dosa dan jika ditinggalkan mendapat pahala. Namun mereka ini tidak bisa membedakan mana buku yang membahas masalah bahasa, mana buku yang membahas hukum syariah.
5. Syaikh An-Nawawi Al-Banteni rahimahullah menjelaskan adat istiadat baru berupa “Wahsyah” yaitu adat berkumpul di malam pertama saat mayyit wafat dengan hidangan makanan macam – macam, hal ini makruh, (bukan haram).
Dan mengenai ucapan secara keseluruhan, yang dimaksud makruh adalah sengaja membuat acara “jamuan makan” demi mengundang tamu – tamu, ini yang ikhtilaf ulama antara mubah dan makruh, tapi kalau justru diniatkan sedekah dengan pahalanya untuk mayyit maka justru Nash Shahih Bukhari dan Shahih Muslim diatas telah memperbolehkannya bahkan sunnah.
Dan tentunya bila mereka (keluarga mayyit) meniatkan untuk sedekah yang pahalanya untuk mereka sendiripun maka tak ada pula yang memakruhkannya bahkan mendapat pahala jika
dilakukan.
Yang lebih baik adalah datang dan makan tanpa bermuka masam dan merengut sambil berkata haram..haram.. dirumah duka (padahal makruh), tapi bawalah uang atau hadiah untuk membantu mereka.
Dan masa kini pelarangan atau pengharaman untuk tak menghidangkan makanan dirumah duka adalah menambah kesusahan keluarga duka, bagaimana tidak?, bila keluarga anda wafat lalu anda melihat orang banyak datang maka anda tak suguhkan apa – apa ..?, datang dari luar kota misalnya, dari bandara atau dari stasion luar kota datang dengan lelah dan peluh demi hadir jenazah, lalu mereka dibiarkan tanpa seteguk airpun..???, tentunya hal ini sangat berat bagi mereka, dan akan sangat membuat mereka malu. Bahkan Rasul saw memerintahkan diadakan makanan dirumah duka, sebagaimana hadits beliau saw ketika didatangkan kabar wafatnya Jakfar bin Abi Thalib : “Buatkan makanan untuk keluarga (alm) Jakfar, sungguh mereka sedang ditimpa hal – hal yang menyibukkan mereka” (Musnad Ahmad dll), hadits ini justru menunjukkan bahwa Rasul saw memerintahkan sahabat membuat makanan untuk mereka. Kenapa? karena pasti banyak tamunya yang menyambanginya.
Mereka membalik makna hadits ini dengan mengatakan bahwa hadits ini dalil bahwa keluarga mayyit tak boleh menyiapkan makanan, namun mereka lupa bahwa hadits ini justru perintah Rasul saw agar disiapkan makanan dirumah duka, karena beliau saw bukan mengatakan tidak boleh makan dirumah Jakfar, tapi justru buatkan makanan, dan perintahnya jamak, Ishna’uu.. yaitu : “wahai kalian (bukan untuk satu orang), ramai ramailah membuat makanan untuk keluarga Jakfar karena mereka sedang ditimpa hal yang menyibukkan mereka”. Apa? para tamu.
Didalam Ushul dijelaskan bahwa Mandub, Hasan, Annafl, Sunnah, Mustahab fiih (mustahibbah), Muragghab fiih, ini semua satu makna, yaitu yutsab ala fi’lihi walaa yu’aqabu alaa tarkihi (diberi pahala bila dilakukan dan tidak berdosa jika ditinggalkan). Imam Nawawi mengatakan hal itu ghairu mustahibbah, yaitu bukan hal yang bila dilakukan mendapat pahala dan bila ditinggalkan tidak mendapat dosa, maka jatuhlah derajatnya antara mubah dan makruh.
Imam Nawawi tidak mengucapkan haram, karena bila haram beliau tak payah payah menaruh kata ghairu mustahibbah dlsb. Beliau akan berkata haram mutlaqan (haram secara mutlak), namun beliau tak mengatakannya.
Dan mengenai kata “Bid’ah” sebagaimana mereka menukil ucapan Imam Nawawi, fahamilah bahwa Bid’ah menurut WAHABI sangat jauh berbeda dengan BID’AH menurut Imam Nawawi, Imam Nawawi berpendapat bid’ah terbagi 5 bagian, yaitu wajib, sunnah, mubah, makruh dan haram (rujuk Syarh Nawawi ala Shahih Muslim Juz 6 hal 164- 165).
Maka sebelum mengambil dan menggunting ucapan Imam Nawawi, fahami dulu apa maksud bid’ah dalam ta’rif Imam Nawawi, barulah bicara fatwa Bid’ah oleh Imam Nawawi. Bila Imam Nawawi menjelaskan bahwa dalam bid’ah itu ada yang mubah dan yang makruh, maka ucapan “Bid’ah Ghairu Mustahibbah” bermakna Bid’ah yang mubah atau yang makruh, kecuali bila Imam Nawawi berkata “Bid’ah Muharramah” (Bid’ah yang haram).
Namun kenyataannya Imam Nawawi tidak mengatakannya haram, maka hukumnya antara Mubah dan makruh. Untuk ucapan Imam Ibn Hajar inipun jelas, beliau berkata Bid’ah Munkarah Makruhah, (Bid’ah tercela yang makruh), karena Bid’ah tercela itu tidak semuanya haram. Sebagaimana masa kini sajadah yang padanya terdapat hiasan – hiasan warna – warni membentuk pemandangan atau istana – istana dan burung – burung misalnya, ini adalah bid’ah buruk (munkarah) yang makruh, tidak haram untuk memakainya shalat, tidak batal shalat kita menggunakan sajadah semacam itu, namun bid’ah buruk yang makruh, tidak haram, karena shalatnya tetap sah.
Hukum darimana makruh dibilang haram?, makruh sudah jelas makruh, hukumnya yutsab ala tarkihi wala yu’aqabu ala fi’lihi (mendapat pahala bila ditinggalkan dan tidak mendapat dosa bila dilakukan). Dan yang dimakruhkan adalah menyiapkan makanan untuk mengundang orang, beda dengan orang datang lalu shohibul bait menyuguhi.
Berkata Shohibul Mughniy :
فأما صنع أهل الميت طعاما للناس فمكروه لأن فيه زيادة على مصيبتهم وشغلا ل إلى شغلهم وتشبها
بصنع أهل الجاهلية
Bila keluarga mayyit membuat makanan untuk orang, maka makruh, karena hal itu menambah atas musibah mereka dan menyibukkan, dan meniru – niru perbuatan jahiliyah. (Almughniy Juz 2 hal 215)
Lalu Shohibul Mughniy menjelaskan kemudian :
وإن دعت الحاجة إلى ذلك جاز فإنه ربما جاءهم من يحضر ميتهم من القرى والأماكن
البعيدة ويبيت عندهم ولا يمكنهم إلا أن يضيفوه
Bila mereka melakukannya karena ada sebab atau hajat, maka hal itu diperbolehkan, karena barangkali diantara yang hadir mayyit mereka ada yang berdatangan dari pedesaan, dan tempat – tempat yang jauh, dan menginap dirumah mereka, maka tak bisa tidak terkecuali mereka mesti dijamu (Almughniy Juz 2 hal 215).
(disini hukumnya berubah, yang asalnya makruh, menjadi mubah bahkan hal yang mulia, karena tamu yang berdatangan dari jauh, maka jelaslah kita memahami bahwa pokok permasalahan adalah pada keluarga duka dan kebutuhan tamu) Dijelaskan bahwa yang dimaksud adat jahiliyyah ini adalah membuat jamuan besar, mereka menyembelih sapi atau kambing demi mengundang tamu setelah ada kematian, ini makruh hukumnya, sebagian ulama mengharamkannya, namun beda dengan orang datang karena ingin menjenguk, lalu shohibulbait menyuguhi ala kadarnya, bukan kebuli dan menyembelih kerbau, hanya besek sekedar hadiahan dan sedekah.
Baiklah jika sebagian saudara kita masih belum tenang, maka riwayat dibawah ini semoga dapat menenangkan mereka :
Dari Ahnaf bin Qeis ra berkata : “Ketika Umar ra ditusuk dan terluka parah, ia memerintahkan Shuhaib untuk membuat makanan untuk orang – orang” (Hujjatul Islam Al Imam Ibn Hajar pada Mathalibul ‘Aliyah Juz 1 hal 199 No.709, dan ia berkata sanadnya Hasan) Dari Thaawus ra : “Sungguh mayyit tersulitkan di kubur selama 7 hari, maka merupakan sebaiknya mereka memberi makan orang – orang selama hari hari itu” (Diriwayatkan Oleh Al Hafidh Imam Ibn Hajar pd Mathalibul ‘Aliyah Juz 1 hal 199 dan berkata sanadnya Kuat).
Mengenai pengadaan makanan dan jamuan makanan pada rumah duka telah kuat dalilnya sebagaimana sabda Rasul saw : “Buatlah untuk keluarga Jakfar makanan sungguh mereka telah ditimpa hal yang membuat mereka sibuk” (diriwayatkan oleh Al Imam Tirmidziy No.998 dengan sanad hasan, dan di Shahihkan oleh Imam Hakim Juz 1/372)
Demikian pula riwayat shahih dibawah ini :
فلما احتضرعمر أمر صهيبا أن يصلي بالناس ثلاثة أيام ، وأمر أن يجعل للناس طعام
، فيطعموا حتى يستخلفوا إنسانا ، فلما رجعوا من الجنازة جئ بالطعام ووضعت الموائد
! فأمسك الناس عنها للحزن الذي هم فيه ، فقال العباس بن عبد المطلب : أيها الناس
إن رسول الله صلى الله عليه وسلم قد مات فأكلنا بعده وشربنا ومات أبو بكر فأكلنا بعده
وشربنا وإنه لابد من الاجل فكلوا من هذا الطعام ، ثم مد العباس يده فأكل ومد الناس
أيديهم فأكلوا
Ketika Umar ra terluka sebelum wafatnya, ia memerintahkan pada Shuhaib untuk memimpin shalat, dan memberi makan para tamu selama 3 hari hingga mereka memilih seseorang, maka ketika hidangan – hidangan ditaruhkan, orang – orang tak mau makan karena sedihnya, maka berkatalah Abbas bin Abdulmuttalib ra :
Wahai hadirin.., sungguh telah wafat Rasulullah saw dan kita makan dan minum setelahnya, lalu wafat Abubakar ra dan kita makan dan minum sesudahnya, dan ajal itu adalah hal yang mesti, maka makanlah makanan ini..!”, lalu beliau ra mengulurkan tangannya dan makan, maka orang – orang pun mengulurkan tangannya masing – masing dan makan. (Al Fawaidussyahiir Li Abi Bakar Assyafii juz 1 hal 288, Kanzul ummaal fii sunanil aqwaal wal af’al Juz 13 hal 309, Thabaqatul Kubra Li Ibn Sa’d Juz 4 hal 29, Tarikh Dimasyq juz 26 hal 373, Al Makrifah wattaarikh Juz 1 hal 110)
Kini saya ulas dengan kesimpulan :
1. Membuat jamuan untuk mengundang orang banyak dengan masakan yang dibuat oleh keluarga mayyit hukumnya makruh, walaupun ada yang mengatakan haram namun Jumhur Imam dan Muhadditsin mengatakannya Makruh.
2. Membuat jamuan dengan tujuan sedekah dan pahalanya untuk mayyit hukumnya sunnah, sebagaimana riwayat Shahih Bukhari seorang wanita mengatakan pada Nabi saw bahwa ibuku wafat, dan apakah ibuku mendapat pahala bila aku bersedekah untuknya?, Rasul saw menjawab : Betul (Shahih Bukhari hadits No.1322), bukankah wanita ini mengeluarkan uangnya untuk bersedekah..?,
3. Menghidangkan makanan seadanya untuk tamu yang datang saat kematian adalah hal yang mubah, bukan makruh, misalnya sekedar teh, atau kopi sederhana.
4. Sunnah Muakkadah bagi masyarakat dan keluarga tidak datang begitu saja dengan tangan kosong, namun bawalah sesuatu, berupa buah, atau uang, atau makanan, dengan landasan sabda Rasul saw : “Buatlah makanan untuk keluarga Jakfar, sungguh mereka sedang dirundung kesedihan”
5. Makan makanan yang dihidangkan oleh mereka tidak haram, karena tak ada yang mengharamkannya, bahkan sebagaimana riwayat yang akan saya sebutkan bahwa Umar bin Khattab ra memerintahkan untuk menjamu tamunya jika ia wafat
6. Boleh saja jika keluarga mayyit membeli makanan dari luar atau catering untuk menyambut tamu – tamu, karena pelarangan akan hal itulah yang akan menyusahkan keluarga mayyit, yaitu memasak dan merepotkan mereka.
7. Makruh jika membuat hidangan besar seperti hidangan pernikahan demi menyambut tamu dirumah duka Mengenai fatwa Imam Syafii didalam kitab I’anatutthaalibin, yang diharamkan adalah Ittikhadzuddhiyafah, (mengadakan jamuan besar), sebagaimana dijelaskan “Syara’a lissurur”, yaitu jamuan makan untuk kegembiraan. Namun bila diniatkan untuk sedekah, walau menyembelih 1.000 ekor kerbau selama 40 hari 40 malam atau menyembelih 1.000 ekor kambing selama 100 hari atau bahkan tiap hari sekalipun, hal itu tidak ada larangannya, bahkan mendapat pahala.
http://santribuntet.wordpress.com/2011/04/08/kenduri-arwah-tahlilan-menurut-ulama/#comment-5318
:study: :study: :surban: :surban: :surban:
hamba tuhan- LETNAN SATU
-
Posts : 1666
Kepercayaan : Islam
Location : Aceh - Pekanbaru
Join date : 07.10.11
Reputation : 19
Re: Bagaimana Pandangan Sodara sekalian mengenai perlakuan kita yg Hidup terhadap yg sudah mati, seperti TAHLILAN 7 Hari, menghadiahkan aL-Fatihah, dan Amalan-Amalan ketika setelah Sholat Misal: Ingin mendapatkan Jodoh/memperoleh rezekiy/mendambakan anak shol
yg gontok-gontokan siapa mas??? kita inikan sedang menelaah pertanyaan sesuai dengan judul thread atas permintaan TS-nya .... dan tolong anda bisa membedakan apa itu tahlil dan apa itu tahlilan, tahlilan tidak dikenal mas dalam etimologi arabic .... jadi tidak ada yg tidak setuju dengan bertahlil atau berzikir kepada Allah SWT, yg saya kurang setujui apabila bertahlil namun disertai penyajian makanan dan minuman dll, yg justru harus dipenuhi oleh keluarga yg tertimpa musibah kematian apalagi kalo keluarga yg tertimpa musibah ini dari keluarga yg kurang mampu maka saya berani katakan hal ini kurang manusiawi...mencari petunjuk wrote:
udah-udah… gak usah gontok-gontokan… menyelesaikan persoalan dengan cara yang adem ayem kan bisa… malu lho sama yang lagi “NGAWASIN” kita…
Bagi yang tidak percaya tahlil atau lain sebagainya, dijaga lisannya jika berbicara, jangan suka menuduh tanpa ada dasar, bukti dan fakta yang jelas. Jadinya malah fitnah dan Ummat semakin terpecah belah.. Memang benar semua yang ada di era sekarang tidak semuanya bersumber langsung dari Rasulullah SAW… tetapi selama tidak bertentangan dengan Alqur’an dan Hadits ya monggo-monggo saja.. Yakinlah bahwa Allah SWT memberikan kepada manusia akal pikiran, yang tugas utamanya adalah untuk berfikir bukan?
kalopun anda juga mau membaca dan berfikir dengan penjelasan saya diatas, bahwa menyampaikan do'a utk almarhum/mah yaitu sangat dianjurkan, jadi saya justru tidak setuju dgn pihak yg menyatakan bahwa do'a kepada almarhum/mah tidak akan sampai sehingga dianggap bid'ah......
Inti dari Tahlil/Kenduri adalah mengirimkan doa bagi orang yang sudah meninggal. Agar yang didoakan diberikan kemudahan ketika menempati liang kubur, agar dijauhkan dari siksa api neraka. Jika kita balik sekarang, andai keluarga kita ada yang meninggal dunia, padahal pola hidupnya dipenuhi dengan maksiat, di satu sisi kita sangat sayang kepadanya, pastinya di dalam batin kita akan berucap “mudah-mudahan selamat dan masuk surga?” iya apa tidak? bukankah itu secara tidak langsung juga sama dengan mendoakan si mayit? Bukankan kita yakin bahwa Allah SWT Maha Pengampun, Maha Mengerti, Maha Adil dan lain sebagainya.
Atau andai saya mendoakan keluarga Anda yang sudah meninggal dengan doa seperti ini: “mudah-mudahan kuburannya penuh dengan cacing, mayitnya di gigit kelabang dan ular, disiksa malaikat kubur, besok diakhirat masuk neraka.” Jika Anda marah berarti Anda percaya bahwa doa untuk orang yang sudah meninggal itu memang perlu. Jika memang tidak percaya atau yakin, tolong jawab pertanyaan saya. “MENGAPA ANAK HARUS SHOLEH/SHOLIHAH DAN BERBAKTI KEPADA ORANG TUA? APA TUGAS SEORANG ANAK SHOLIH/SHOLIHAH? MENGAPA ORANG TUA HARUS MENDIDIK ANAK-ANAKNYA MENJADI ANAK YANG SHOLIH/SHOLIHAH?” Insya Allah, di dalam Al-Qur’an dan hadits sudag banyak yang memberikan jawaban tentang itu. “JIKA KITA MEMANG MAU UNTUK BERPIKIR”..
sehingga do'a dengan perkataan buruk seperti yg anda sampaikan diatas tentu saja sesuatu yg nista dan tidak disukai Allah SWT karena bertentangan dengan firman Allah SWT " Allah tidak suka kepada perkataan-perkataan buruk yang dikatakan dengan berterus-terang (untuk mendedahkan kejahatan orang lain), kecuali oleh orang yang teraniaya. Dan ingatlah Allah Maha Mendengar, lagi Maha Mengetahui." ( Qs.4:148)...
mohon lain kali dibaca terlebih dahulu penjelasan orang lain dengan lebih teliti walaupun mungkin anda tidak menyukainya tapi penting daripada anda salah memahaminya seperti sekarang ini....
forever_muslim- SERSAN SATU
- Posts : 181
Join date : 07.10.11
Reputation : 10
Re: Bagaimana Pandangan Sodara sekalian mengenai perlakuan kita yg Hidup terhadap yg sudah mati, seperti TAHLILAN 7 Hari, menghadiahkan aL-Fatihah, dan Amalan-Amalan ketika setelah Sholat Misal: Ingin mendapatkan Jodoh/memperoleh rezekiy/mendambakan anak shol
tahlilan, adalah bid'ah yang hanya menambah beban derita dari keluarga si miskin yatim, yang kaya sih enaak :mon2:
Re: Bagaimana Pandangan Sodara sekalian mengenai perlakuan kita yg Hidup terhadap yg sudah mati, seperti TAHLILAN 7 Hari, menghadiahkan aL-Fatihah, dan Amalan-Amalan ketika setelah Sholat Misal: Ingin mendapatkan Jodoh/memperoleh rezekiy/mendambakan anak shol
thulabul ilmi wrote:tahlilan, adalah bid'ah yang hanya menambah beban derita dari keluarga si miskin yatim, yang kaya sih enaak :mon2:
disinilah letak pemahaman saudaraku yg sedikit keliru... apabila ada seorang muslim meninggal dunia, maka tetangga dan kerabat yang ada disekitarnya berbondong-bondong melakukan ta'ziyah, dan dapat dipastikan bahwa pada saat ta'ziyah kebanyakan dari mereka membawa beras, gula, uang dan lain sebagainya..... tetangga yang ada di kanan-kiri bau-membahu membantu keluarga korban untuk memasak dan menyajikan jamuan, baik untuk keluarga korban atau untuk para penta'ziyah yang hadir, apabila hal ini yang terjadi, apakah ini tidak dapat dianggap sebagai terjemahan kontekstual dari hadits nabi yang berbunyi :
قال النبي صلى الله عليه و سلم : اصنعوا لآل جعفر طعاما فقد أتاهم أمر يشغلهم
Hadits di atas apabila diamalkan secara tekstual justru akan menjadi mubadzir, karena kalau seandainya semua tetangga yang ta'ziyah membawa makanan yang siap saji, maka dapat dipastikan akan banyak makanan yang basi....catatan yang lain lagi adalah bahwa jamuan yang disajikan di dalam acara tahlilan bukanlah merupakan tujuan, tujuan utama para tetangga yang hadir adalah berdo'a untuk si mayit.... krn demikian, jamuan boleh diadakan dan juga boleh ditiadakan. sebaiknya jamuan yang ada lebih disederhanakan, dan bahkan kalau mungkin hanya sekedar suguhan teh saja.....
Berkumpul untuk melakukan tahlilan pada saat setelah kematian dianggap "niyahah" (meratap)......
Realitas berkumpul pada saat tahlilan sulit untuk dapat dipahami "hanya sekedar berkumpul" dalam rangka tenggelam dan larut dalam kesedihan, dimana hal ini dianggap sebagai illat al-hukmi kenapa berkumpul tersebut dianggap sebagai niyahah. Sebagaimana yang dijelaskan di dalam kitab I'anat al-Thalibin, yang berbunyi
كنا نعد الاجتماع إلى أهل الميت وصنعهم الطعام بعد دفنه من النياحة ووجه عده من النياحة ما فيه من شدة الاهتمام بأمر الحزن.
Berkumpul pada malam setelah kematian bukanlah menjadi tujuan. Yang menjadi tujuan adalah berdzikir dan berdoa untuk si mayit yang sedang mengalami ujian berat sebagaimana yang ditegaskan didalam kitab Nihayat al-zain, hal : 281 yang berbunyi :
وروي عن النبي صلى الله عليه وسلم انه قال ما الميت في قبره الا كالغريق المغوث – بفتح الواو المشددة – اى الطالب لان يغاث ينتظردعوة تلحقه من ابنه او اخيه او صديق له فاذا لحقته كانت احب اليه من الدنيا وما فيها
Ketika seorang muslim mendapat musibah (ditinggal mati keluarga, kena gempa, dll), adalah suatu kesunahan bagi saudara2nya untuk datang takziah kepadanya, serta menghibur agar bersabar dari cobaan.....tdk ada yang lebih baik dari menghibur serta meringankan bebannya selain daripada mengajaknya berdzikir, mengingat Allah, dan berdoa bersama-sama, mendoakan si mayit dan keluarga yg ditinggalkannya.....
hamba tuhan- LETNAN SATU
-
Posts : 1666
Kepercayaan : Islam
Location : Aceh - Pekanbaru
Join date : 07.10.11
Reputation : 19
Re: Bagaimana Pandangan Sodara sekalian mengenai perlakuan kita yg Hidup terhadap yg sudah mati, seperti TAHLILAN 7 Hari, menghadiahkan aL-Fatihah, dan Amalan-Amalan ketika setelah Sholat Misal: Ingin mendapatkan Jodoh/memperoleh rezekiy/mendambakan anak shol
memang bagus teori seperti itu...
tetapi.... keadaannya tidaklah sama seperti yang antum katakan, yang ada malah menyulitkan keluarga2 miskin karna mereka mengingat harus mengadakan tradisi tahlilan :mon2:
orang sudah susah, kita malah merepotkan keluarga si mati.... sedang kita dilarang memakan harta anak yatim?ingatkah antum? :( :( :(
tetapi.... keadaannya tidaklah sama seperti yang antum katakan, yang ada malah menyulitkan keluarga2 miskin karna mereka mengingat harus mengadakan tradisi tahlilan :mon2:
orang sudah susah, kita malah merepotkan keluarga si mati.... sedang kita dilarang memakan harta anak yatim?ingatkah antum? :( :( :(
Re: Bagaimana Pandangan Sodara sekalian mengenai perlakuan kita yg Hidup terhadap yg sudah mati, seperti TAHLILAN 7 Hari, menghadiahkan aL-Fatihah, dan Amalan-Amalan ketika setelah Sholat Misal: Ingin mendapatkan Jodoh/memperoleh rezekiy/mendambakan anak shol
hehehe....
kedua pendapat sangat bagus & baik....
boleh saya tengahi disini? :3:
kedua pendapat sangat bagus & baik....
boleh saya tengahi disini? :3:
sun-moon- SERSAN SATU
-
Posts : 191
Kepercayaan : Islam
Location : West Java
Join date : 15.08.11
Reputation : 4
Re: Bagaimana Pandangan Sodara sekalian mengenai perlakuan kita yg Hidup terhadap yg sudah mati, seperti TAHLILAN 7 Hari, menghadiahkan aL-Fatihah, dan Amalan-Amalan ketika setelah Sholat Misal: Ingin mendapatkan Jodoh/memperoleh rezekiy/mendambakan anak shol
yaa2 hayuu ditengahi... :lkj:sun-moon wrote:hehehe....
kedua pendapat sangat bagus & baik....
boleh saya tengahi disini? :3:
Re: Bagaimana Pandangan Sodara sekalian mengenai perlakuan kita yg Hidup terhadap yg sudah mati, seperti TAHLILAN 7 Hari, menghadiahkan aL-Fatihah, dan Amalan-Amalan ketika setelah Sholat Misal: Ingin mendapatkan Jodoh/memperoleh rezekiy/mendambakan anak shol
thulabul ilmi wrote:memang bagus teori seperti itu...
tetapi.... keadaannya tidaklah sama seperti yang antum katakan, yang ada malah menyulitkan keluarga2 miskin karna mereka mengingat harus mengadakan tradisi tahlilan :mon2:
orang sudah susah, kita malah merepotkan keluarga si mati.... sedang kita dilarang memakan harta anak yatim?ingatkah antum? :( :( :(
itulah yg harus diluruskan..... dan tdk ada hukum yg melarang anak yatim dilarang bersedekah, sebelumnya dah kita bahas tentang mslah ini, dalam hal ibadah dituntut keikhlasan......
Terakhir diubah oleh hamba tuhan tanggal Sun Oct 30, 2011 9:08 pm, total 1 kali diubah
hamba tuhan- LETNAN SATU
-
Posts : 1666
Kepercayaan : Islam
Location : Aceh - Pekanbaru
Join date : 07.10.11
Reputation : 19
Re: Bagaimana Pandangan Sodara sekalian mengenai perlakuan kita yg Hidup terhadap yg sudah mati, seperti TAHLILAN 7 Hari, menghadiahkan aL-Fatihah, dan Amalan-Amalan ketika setelah Sholat Misal: Ingin mendapatkan Jodoh/memperoleh rezekiy/mendambakan anak shol
yup, saya juga menunggu pendapat bro ciumbulan yg bisa menengahi kedua pendapat yg sedikit berbeda ini he he he .... silahken bro..sun-moon wrote:hehehe....
kedua pendapat sangat bagus & baik....
boleh saya tengahi disini? :3:
forever_muslim- SERSAN SATU
- Posts : 181
Join date : 07.10.11
Reputation : 10
Re: Bagaimana Pandangan Sodara sekalian mengenai perlakuan kita yg Hidup terhadap yg sudah mati, seperti TAHLILAN 7 Hari, menghadiahkan aL-Fatihah, dan Amalan-Amalan ketika setelah Sholat Misal: Ingin mendapatkan Jodoh/memperoleh rezekiy/mendambakan anak shol
silakan kang SM..... :D :D :D
hamba tuhan- LETNAN SATU
-
Posts : 1666
Kepercayaan : Islam
Location : Aceh - Pekanbaru
Join date : 07.10.11
Reputation : 19
Re: Bagaimana Pandangan Sodara sekalian mengenai perlakuan kita yg Hidup terhadap yg sudah mati, seperti TAHLILAN 7 Hari, menghadiahkan aL-Fatihah, dan Amalan-Amalan ketika setelah Sholat Misal: Ingin mendapatkan Jodoh/memperoleh rezekiy/mendambakan anak shol
luar biasa sekali hukum pada jamuan dalam majelis tahlilan ini, bisa dihukumi makruh lalu berubah menjadi mubah dan kemudian meningkat menjadi sunnah.... yang dilupakan oleh point 2 diatas yaitu ketika Rasulullah ditanya shodaqoh terbaik yang akan dikirimkan kepada sang ibu yang telah meninggal, Beliau menjawab " air " ( qiyas dari sumur )..... Bayangkan betapa banyak orang yang mengambil manfaat air dari sumur yang dibuat itu (menyediakan air bagi masyarakat indonesia yang melimpah air saja sangat berharga, apalagi di Arab yang beriklim gurun), awet dan menjadi amal jariyah yang terus mengalir.... Rasulullah telah mengisyaratkan amal jariyah kita sebisa mungkin diprioritaskan untuk hal-hal yang produktif, bukan konsumtif....bro HT dari artikel majelisrasulullah aka habib munzir wrote:
Kini saya ulas dengan kesimpulan :
1. Membuat jamuan untuk mengundang orang banyak dengan masakan yang dibuat oleh keluarga mayyit hukumnya makruh, walaupun ada yang mengatakan haram namun Jumhur Imam dan Muhadditsin mengatakannya Makruh.
2. Membuat jamuan dengan tujuan sedekah dan pahalanya untuk mayyit hukumnya sunnah, sebagaimana riwayat Shahih Bukhari seorang wanita mengatakan pada Nabi saw bahwa ibuku wafat, dan apakah ibuku mendapat pahala bila aku bersedekah untuknya?, Rasul saw menjawab : Betul (Shahih Bukhari hadits No.1322), bukankah wanita ini mengeluarkan uangnya untuk bersedekah..?,
3. Menghidangkan makanan seadanya untuk tamu yang datang saat kematian adalah hal yang mubah, bukan makruh, misalnya sekedar teh, atau kopi sederhana.
Hadist ini justru bertolak belakang dgn budaya tahlilan ini dimana kewajiban keluarga yg tertimpa musibah yg harus menyediakan jamuan.... dan ajaran dari Hadist inilah yang memang seharusnya diamalkan oleh kita apabila tetangga kita mengalami musibah kematian bukannya kita malah dijamu oleh mereka pada saat tahlilan namun kitalah yg harus bershodaqoh makanan atau minuman pada keluarga tsb...
4. Sunnah Muakkadah bagi masyarakat dan keluarga tidak datang begitu saja dengan tangan kosong, namun bawalah sesuatu, berupa buah, atau uang, atau makanan, dengan landasan sabda Rasul saw : “Buatlah makanan untuk keluarga Jakfar, sungguh mereka sedang dirundung kesedihan”
yg ini no comment deh he he he... biarlah masing2 kita menganalisa pernyataan dari point 5, apakah hujjah seperti ini bisa menjustifikasi penyediaan jamuan pada majelis tahlil sesuatu yg berfaedah atau sebaliknya...
5. Makan makanan yang dihidangkan oleh mereka tidak haram, karena tak ada yang mengharamkannya, bahkan sebagaimana riwayat yang akan saya sebutkan bahwa Umar bin Khattab ra memerintahkan untuk menjamu tamunya jika ia wafat
yg ini apa maksudnya ??? makin bingung saya mau menanggapi-nya...
6. Boleh saja jika keluarga mayyit membeli makanan dari luar atau catering untuk menyambut tamu – tamu, karena pelarangan akan hal itulah yang akan menyusahkan keluarga mayyit, yaitu memasak dan merepotkan mereka.
masalahnya adalah shodaqoh yang bagaimana yg disukai Allah SWT dan diajarkan oleh Rasulullah SAW, gunakanlah dalil yg jelas, agak terkejut juga saya membaca pernyataan yang saya warnai tsb diatas yang dibuat oleh seorang habib sekelas habib munzir...
7. Makruh jika membuat hidangan besar seperti hidangan pernikahan demi menyambut tamu dirumah duka Mengenai fatwa Imam Syafii didalam kitab I’anatutthaalibin, yang diharamkan adalah Ittikhadzuddhiyafah, (mengadakan jamuan besar), sebagaimana dijelaskan “Syara’a lissurur”, yaitu jamuan makan untuk kegembiraan. Namun bila diniatkan untuk sedekah, walau menyembelih 1.000 ekor kerbau selama 40 hari 40 malam atau menyembelih 1.000 ekor kambing selama 100 hari atau bahkan tiap hari sekalipun, hal itu tidak ada larangannya, bahkan mendapat pahala.
forever_muslim- SERSAN SATU
- Posts : 181
Join date : 07.10.11
Reputation : 10
Re: Bagaimana Pandangan Sodara sekalian mengenai perlakuan kita yg Hidup terhadap yg sudah mati, seperti TAHLILAN 7 Hari, menghadiahkan aL-Fatihah, dan Amalan-Amalan ketika setelah Sholat Misal: Ingin mendapatkan Jodoh/memperoleh rezekiy/mendambakan anak shol
wah sepakat kita :lkj:forever_muslim wrote:luar biasa sekali hukum pada jamuan dalam majelis tahlilan ini, bisa dihukumi makruh lalu berubah menjadi mubah dan kemudian meningkat menjadi sunnah.... yang dilupakan oleh point 2 diatas yaitu ketika Rasulullah ditanya shodaqoh terbaik yang akan dikirimkan kepada sang ibu yang telah meninggal, Beliau menjawab " air " ( qiyas dari sumur )..... Bayangkan betapa banyak orang yang mengambil manfaat air dari sumur yang dibuat itu (menyediakan air bagi masyarakat indonesia yang melimpah air saja sangat berharga, apalagi di Arab yang beriklim gurun), awet dan menjadi amal jariyah yang terus mengalir.... Rasulullah telah mengisyaratkan amal jariyah kita sebisa mungkin diprioritaskan untuk hal-hal yang produktif, bukan konsumtif....bro HT dari artikel majelisrasulullah aka habib munzir wrote:
Kini saya ulas dengan kesimpulan :
1. Membuat jamuan untuk mengundang orang banyak dengan masakan yang dibuat oleh keluarga mayyit hukumnya makruh, walaupun ada yang mengatakan haram namun Jumhur Imam dan Muhadditsin mengatakannya Makruh.
2. Membuat jamuan dengan tujuan sedekah dan pahalanya untuk mayyit hukumnya sunnah, sebagaimana riwayat Shahih Bukhari seorang wanita mengatakan pada Nabi saw bahwa ibuku wafat, dan apakah ibuku mendapat pahala bila aku bersedekah untuknya?, Rasul saw menjawab : Betul (Shahih Bukhari hadits No.1322), bukankah wanita ini mengeluarkan uangnya untuk bersedekah..?,
3. Menghidangkan makanan seadanya untuk tamu yang datang saat kematian adalah hal yang mubah, bukan makruh, misalnya sekedar teh, atau kopi sederhana.Hadist ini justru bertolak belakang dgn budaya tahlilan ini dimana kewajiban keluarga yg tertimpa musibah yg harus menyediakan jamuan.... dan ajaran dari Hadist inilah yang memang seharusnya diamalkan oleh kita apabila tetangga kita mengalami musibah kematian bukannya kita malah dijamu oleh mereka pada saat tahlilan namun kitalah yg harus bershodaqoh makanan atau minuman pada keluarga tsb...
4. Sunnah Muakkadah bagi masyarakat dan keluarga tidak datang begitu saja dengan tangan kosong, namun bawalah sesuatu, berupa buah, atau uang, atau makanan, dengan landasan sabda Rasul saw : “Buatlah makanan untuk keluarga Jakfar, sungguh mereka sedang dirundung kesedihan”yg ini no comment deh he he he... biarlah masing2 kita menganalisa pernyataan dari point 5, apakah hujjah seperti ini bisa menjustifikasi penyediaan jamuan pada majelis tahlil sesuatu yg berfaedah atau sebaliknya...
5. Makan makanan yang dihidangkan oleh mereka tidak haram, karena tak ada yang mengharamkannya, bahkan sebagaimana riwayat yang akan saya sebutkan bahwa Umar bin Khattab ra memerintahkan untuk menjamu tamunya jika ia wafatyg ini apa maksudnya ??? makin bingung saya mau menanggapi-nya...
6. Boleh saja jika keluarga mayyit membeli makanan dari luar atau catering untuk menyambut tamu – tamu, karena pelarangan akan hal itulah yang akan menyusahkan keluarga mayyit, yaitu memasak dan merepotkan mereka.masalahnya adalah shodaqoh yang bagaimana yg disukai Allah SWT dan diajarkan oleh Rasulullah SAW, gunakanlah dalil yg jelas, agak terkejut juga saya membaca pernyataan yang saya warnai tsb diatas yang dibuat oleh seorang habib sekelas habib munzir...
7. Makruh jika membuat hidangan besar seperti hidangan pernikahan demi menyambut tamu dirumah duka Mengenai fatwa Imam Syafii didalam kitab I’anatutthaalibin, yang diharamkan adalah Ittikhadzuddhiyafah, (mengadakan jamuan besar), sebagaimana dijelaskan “Syara’a lissurur”, yaitu jamuan makan untuk kegembiraan. Namun bila diniatkan untuk sedekah, walau menyembelih 1.000 ekor kerbau selama 40 hari 40 malam atau menyembelih 1.000 ekor kambing selama 100 hari atau bahkan tiap hari sekalipun, hal itu tidak ada larangannya, bahkan mendapat pahala.
saya heran juga dengan para jamaah tahlilan, kok seperti memaksakan diri yaa membuat hukum2 itu,,,
dan banyak yang terdengar lucu2, apalagi nomor 6....kalo orang miskin dan anak yatim piatu gimana tuh?? :mon2: :mon2: :mon2:
wah pak habib munzir ini idola teman saya nih, saya sering diajak ke MR makan2 hehehe :3:
Re: Bagaimana Pandangan Sodara sekalian mengenai perlakuan kita yg Hidup terhadap yg sudah mati, seperti TAHLILAN 7 Hari, menghadiahkan aL-Fatihah, dan Amalan-Amalan ketika setelah Sholat Misal: Ingin mendapatkan Jodoh/memperoleh rezekiy/mendambakan anak shol
memang agama tidak melarang mereka bersedekah,hamba tuhan wrote:itulah yg harus diluruskan..... dan tdk ada hukum yg melarang anak yatim dilarang bersedekah, sebelumnya dah kita bahas tentang mslah ini, dalam hal ibadah dituntut keikhlasan......
tapi yang dibahas ini bagaimana dengan nasib mereka yang yatim dari keluarga miskin yang terpaksa harus menyajikan makanan ke para jamaah tahlilan(karna sudah tradisi) untuk agar orang tuanya mau di doakan ramai2, kalo tidak ada makanan maka pasti sepi,
tambah aneh lagi ada saran dari anda supaya pesan catering biar gak repot2, darimana uangnya? :D
dan itu tidak cuma sehari kan tapi berlanjut.. malangnya nasib mereka :( :( :(
sebaiknya pandangan kita juga sampai kesana, tidak hanya menganggap hal ini baik itu baik tanpa mau peduli akibat buruk yang ditimbulkan dari tradisi tahlilan..
Re: Bagaimana Pandangan Sodara sekalian mengenai perlakuan kita yg Hidup terhadap yg sudah mati, seperti TAHLILAN 7 Hari, menghadiahkan aL-Fatihah, dan Amalan-Amalan ketika setelah Sholat Misal: Ingin mendapatkan Jodoh/memperoleh rezekiy/mendambakan anak shol
Manteman,
gimana, kalo misalnya 'bergantung Niat?'
jika memang keluarga si Mayyit menghendaki untuk sekedar bersodaqoh, mengekspresikan rasa terima kasih karena sudah datang mendoakan keluarganya yang meninggal, dan sama sekali tidak merasa di repotkan dengan hal-hal yg disebutkan di atas!
apakah itu nyenggol-nyenggol hukum?
sepertinyaaa... tidak yah!
nunggu pencerahan, sambil ngupiy di Warkop nya Kang BK!
:lkj:
gimana, kalo misalnya 'bergantung Niat?'
jika memang keluarga si Mayyit menghendaki untuk sekedar bersodaqoh, mengekspresikan rasa terima kasih karena sudah datang mendoakan keluarganya yang meninggal, dan sama sekali tidak merasa di repotkan dengan hal-hal yg disebutkan di atas!
apakah itu nyenggol-nyenggol hukum?
sepertinyaaa... tidak yah!
nunggu pencerahan, sambil ngupiy di Warkop nya Kang BK!
:lkj:
Ichwanzein- SERSAN DUA
-
Posts : 77
Location : Cilincingston
Join date : 06.10.11
Reputation : 4
Re: Bagaimana Pandangan Sodara sekalian mengenai perlakuan kita yg Hidup terhadap yg sudah mati, seperti TAHLILAN 7 Hari, menghadiahkan aL-Fatihah, dan Amalan-Amalan ketika setelah Sholat Misal: Ingin mendapatkan Jodoh/memperoleh rezekiy/mendambakan anak shol
bagus kalo memang niatnya ikhlas untuk sedekah.... kalo terpaksa?
yang makan gimana tuh jadinya... :3: :3: :3:
yang makan gimana tuh jadinya... :3: :3: :3:
Re: Bagaimana Pandangan Sodara sekalian mengenai perlakuan kita yg Hidup terhadap yg sudah mati, seperti TAHLILAN 7 Hari, menghadiahkan aL-Fatihah, dan Amalan-Amalan ketika setelah Sholat Misal: Ingin mendapatkan Jodoh/memperoleh rezekiy/mendambakan anak shol
batasan ada di = jgn mendlolimi dan jagalah dirimu dari apih nerakah.dan jgn melampaui batas.Ichwanzein wrote:Manteman,
gimana, kalo misalnya 'bergantung Niat?'
jika memang keluarga si Mayyit menghendaki untuk sekedar bersodaqoh, mengekspresikan rasa terima kasih karena sudah datang mendoakan keluarganya yang meninggal, dan sama sekali tidak merasa di repotkan dengan hal-hal yg disebutkan di atas!
apakah itu nyenggol-nyenggol hukum?
sepertinyaaa... tidak yah!
nunggu pencerahan, sambil ngupiy di Warkop nya Kang BK!
:lkj:
abu hanan- GLOBAL MODERATOR
-
Age : 90
Posts : 7999
Kepercayaan : Islam
Location : soerabaia
Join date : 06.10.11
Reputation : 224
Re: Bagaimana Pandangan Sodara sekalian mengenai perlakuan kita yg Hidup terhadap yg sudah mati, seperti TAHLILAN 7 Hari, menghadiahkan aL-Fatihah, dan Amalan-Amalan ketika setelah Sholat Misal: Ingin mendapatkan Jodoh/memperoleh rezekiy/mendambakan anak shol
hamba tuhan wrote:abu hanan wrote:inilah pointnyah bahwah masyarakat kitah sering "memaksah dirih" dalam kendurih,sedangkan hukum yg demikian itu makruh (sayah lebih cenderung ke haram,adah berbau menganiayah dirih/menzalimih diri sendiri)...hamba tuhan wrote:abu hanan wrote:bershodaqoh dengan berhutang,hukumnyah bagaimanah?hamba tuhan wrote:abu hanan wrote:suatu tradisi yang diserap darih kebudayaan/ajaran hindu.
namun kitah mesti memandang positif dari sisih ;
1.silahturahim-mengenal tetangga terlebih di perkotaan/komplek perumahan
2.majelis dzikir
3.menghibur yg ditimpa musibah (meskih darih sisih lain adalah nikmat tersendirih...yap,jikah si almarhaum udah terlalu payah menyanggah sakit dan keluargah uda tak adah biaya utk berobat).Dalam hal ini,kematian adalah solusih terbaik darih Allah.
yang tidak bisah diterimah adalah;
upayah keluargah almarhum dalam menyajikan hidangan yang terkadang memaksakan dirih,melebihi kemampuan finansialnyah.Dlm kondisih demikian makah pihak keluargah beradah di dalam keadaan menganiayah dirih sendirih
mslahnya perbuatan pemberian sadaqah yg merupakan sunnah dalam agama ya abu.... gada pemaksaan dalam hal pemberian shadaqah loh!!!!
:lkj: :lkj:
bershodaqoh dengan mengabaikan kewajiban utama bagaimana?maksudnyah,biaya sekolah anak terpakeh utk hidangan?
kang mas abu memahami maksud gada pemaksaan dalam hal pemberian shadaqah???? kalo memahami terjawab jg pertanyaan kang mas abu..... heheheee... minta kupih susu ah!!!!
:3: :3:
bugimanah?
@TS,yg kenduri/tahlilan udah klear?
kaloh udah kitah ke jamaah yasin...
@HT silahkeun dimulai...sayah undur dirih duluh..
wassalamu 'alaykum
kalo emang yg memaksakan diri sipelakunya... sipenerima mah gada masalah kang mas abu..... monggo kang mas abu, saya jg mohon undur diri jg.... Wa'alaikumussalam wrwb....
hamba tuhan- LETNAN SATU
-
Posts : 1666
Kepercayaan : Islam
Location : Aceh - Pekanbaru
Join date : 07.10.11
Reputation : 19
Re: Bagaimana Pandangan Sodara sekalian mengenai perlakuan kita yg Hidup terhadap yg sudah mati, seperti TAHLILAN 7 Hari, menghadiahkan aL-Fatihah, dan Amalan-Amalan ketika setelah Sholat Misal: Ingin mendapatkan Jodoh/memperoleh rezekiy/mendambakan anak shol
@bro FM
Emang luar biasa bro FM… seperti perkara wudhuk bisa dihukumi makruh, wajib, sunat dan mubah dalam hal2 pelaksanakan wudhuk tsb….
Bro FM : Hadist ini justru bertolak belakang dgn budaya tahlilan ini dimana kewajiban keluarga yg tertimpa musibah yg harus menyediakan jamuan…
Disinilah letak kekeliuran bro FM… karna bro FM dah mengklaim kewajiban keluarga yg tertimpa musibah yg harus menyediakan jamuan… dan sepengetahuan saya hamba tuhan yg bodoh ini gak ada dasar hokum yg mewajibkan keluarga yg tertimpa musibah yg harus menyediakan jamuan
Bener…. biarlah masing2 kita yg menganalisa.... apakah hujjah seperti ini bisa menjustifikasi penyediaan jamuan pada majelis tahlil sesuatu yg berfaedah atau sebaliknya... itu tergantung analisanya dari sudut pandang masing2....
Ya ampun bro FM… kok bingung???? Yg namanya boleh/ mubah berarti gada larangan....
Kayaknya dah berkali2 saya posting…. Setiap amal ibadah itu sebaiknya dikerjakan dgn penuh keikhlasan tanpa merasa keterpaksaan
forever_muslim wrote:luar biasa sekali hukum pada jamuan dalam majelis tahlilan ini, bisa dihukumi makruh lalu berubah menjadi mubah dan kemudian meningkat menjadi sunnah.... yang dilupakan oleh point 2 diatas yaitu ketika Rasulullah ditanya shodaqoh terbaik yang akan dikirimkan kepada sang ibu yang telah meninggal, Beliau menjawab " air " ( qiyas dari sumur )..... Bayangkan betapa banyak orang yang mengambil manfaat air dari sumur yang dibuat itu (menyediakan air bagi masyarakat indonesia yang melimpah air saja sangat berharga, apalagi di Arab yang beriklim gurun), awet dan menjadi amal jariyah yang terus mengalir.... Rasulullah telah mengisyaratkan amal jariyah kita sebisa mungkin diprioritaskan untuk hal-hal yang produktif, bukan konsumtif....
Emang luar biasa bro FM… seperti perkara wudhuk bisa dihukumi makruh, wajib, sunat dan mubah dalam hal2 pelaksanakan wudhuk tsb….
forever_muslim wrote:Hadist ini justru bertolak belakang dgn budaya tahlilan ini dimana kewajiban keluarga yg tertimpa musibah yg harus menyediakan jamuan.... dan ajaran dari Hadist inilah yang memang seharusnya diamalkan oleh kita apabila tetangga kita mengalami musibah kematian bukannya kita malah dijamu oleh mereka pada saat tahlilan namun kitalah yg harus bershodaqoh makanan atau minuman pada keluarga tsb...
Bro FM : Hadist ini justru bertolak belakang dgn budaya tahlilan ini dimana kewajiban keluarga yg tertimpa musibah yg harus menyediakan jamuan…
Disinilah letak kekeliuran bro FM… karna bro FM dah mengklaim kewajiban keluarga yg tertimpa musibah yg harus menyediakan jamuan… dan sepengetahuan saya hamba tuhan yg bodoh ini gak ada dasar hokum yg mewajibkan keluarga yg tertimpa musibah yg harus menyediakan jamuan
forever_muslim wrote: yg ini no comment deh he he he... biarlah masing2 kita menganalisa pernyataan dari point 5, apakah hujjah seperti ini bisa menjustifikasi penyediaan jamuan pada majelis tahlil sesuatu yg berfaedah atau sebaliknya...
Bener…. biarlah masing2 kita yg menganalisa.... apakah hujjah seperti ini bisa menjustifikasi penyediaan jamuan pada majelis tahlil sesuatu yg berfaedah atau sebaliknya... itu tergantung analisanya dari sudut pandang masing2....
forever_muslim wrote: 6. Boleh saja jika keluarga mayyit membeli makanan dari luar atau catering untuk menyambut tamu – tamu, karena pelarangan akan hal itulah yang akan menyusahkan keluarga mayyit, yaitu memasak dan merepotkan mereka.
yg ini apa maksudnya ??? makin bingung saya mau menanggapi-nya...
Ya ampun bro FM… kok bingung???? Yg namanya boleh/ mubah berarti gada larangan....
forever_muslim wrote: masalahnya adalah shodaqoh yang bagaimana yg disukai Allah SWT dan diajarkan oleh Rasulullah SAW, gunakanlah dalil yg jelas, agak terkejut juga saya membaca pernyataan yang saya warnai tsb diatas yang dibuat oleh seorang habib sekelas habib munzir...
Kayaknya dah berkali2 saya posting…. Setiap amal ibadah itu sebaiknya dikerjakan dgn penuh keikhlasan tanpa merasa keterpaksaan
hamba tuhan- LETNAN SATU
-
Posts : 1666
Kepercayaan : Islam
Location : Aceh - Pekanbaru
Join date : 07.10.11
Reputation : 19
Re: Bagaimana Pandangan Sodara sekalian mengenai perlakuan kita yg Hidup terhadap yg sudah mati, seperti TAHLILAN 7 Hari, menghadiahkan aL-Fatihah, dan Amalan-Amalan ketika setelah Sholat Misal: Ingin mendapatkan Jodoh/memperoleh rezekiy/mendambakan anak shol
lho lho ini apa lagi :scratch: sekarang begini ajalah bro HT, yg saya tanyakan hukum jamuan pada tahlilan itu sebenarnya apa, makruh, mubah atau sunnah ??? coba anda jawab, singkat aja gak usah copas2 artikel, apakah salah satu dari itu atau malah bisa ketiga2 nya ??? :3:HT wrote:
Emang luar biasa bro FM… seperti perkara wudhuk bisa dihukumi makruh, wajib, sunat dan mubah dalam hal2 pelaksanakan wudhuk tsb….
apakah anda ingin memungkiri realita yg terjadi pada acara tahlilan ini, silahkan anda jawab siapakah yg menyediakan jamuan pada acara tsb ?? keluarga tertimpa musibah atau para tamu yg hadir dalam acara tahlilan tsb... silahken..
Disinilah letak kekeliuran bro FM… karna bro FM dah mengklaim kewajiban keluarga yg tertimpa musibah yg harus menyediakan jamuan… dan sepengetahuan saya hamba tuhan yg bodoh ini gak ada dasar hokum yg mewajibkan keluarga yg tertimpa musibah yg harus menyediakan jamuan
kalo sudah jelas gak ada dasar hukumnya seperti yg anda katakan, kenapa juga harus bertahlil dengan jamuan makan dan minum ??? bukankah hal tsb menjadi sesuatu yg tidak berfaedah.....
he he he bro HT bro HT... lain kali cobalah fahami tulisan orang lain dengan lebih bijak, anda memang lebih pintar dari saya dengan segudang ilmu anda tapi bukan definisi mubah itu yg saya bingungkan tapi keterangan mendetail sampe urusan logisitik jamuan dengan cara cateringpun harus dijelaskan juga hukumnya hanya utk urusan penyediaan jamuan pada tahlilan :3:
Ya ampun bro FM… kok bingung???? Yg namanya boleh/ mubah berarti gada larangan....
kalo sudah memotong lembu dan kambing sampe ribuan utk keperluan tahlilan berhari2 bukankah itu hal yg berlebih-lebihan... apakah memang seperti ini cara Rasulullah mengajarkan umatnya bershodaqoh, ya Alloh ampunkan kebodohan hambamu ini yg tidak mampu memahami shodaqoh seperti ini......
Kayaknya dah berkali2 saya posting…. Setiap amal ibadah itu sebaiknya dikerjakan dgn penuh keikhlasan tanpa merasa keterpaksaan
forever_muslim- SERSAN SATU
- Posts : 181
Join date : 07.10.11
Reputation : 10
Re: Bagaimana Pandangan Sodara sekalian mengenai perlakuan kita yg Hidup terhadap yg sudah mati, seperti TAHLILAN 7 Hari, menghadiahkan aL-Fatihah, dan Amalan-Amalan ketika setelah Sholat Misal: Ingin mendapatkan Jodoh/memperoleh rezekiy/mendambakan anak shol
@bro FM
Nah gtu pertanyaannya bro FM biar jelas.....
Bro FM : , yg saya tanyakan hukum jamuan pada tahlilan itu sebenarnya apa, makruh, mubah atau sunnah ???
Jawab : Hukum dasar jamuan pada tahlilan itu MUBAH, selanjutnya tergantung maksud dan tujuan serta niatnya...
Bro FM : coba anda jawab, singkat aja gak usah copas2 artikel...
Tanggapan : emang seh saya hanya hamba tuhan yg bodoh pantes aja copas2 artikel dan pelajari kitab2 para ulama serta liat hadits2 tulisan ulama2... lain dong dibandingkan bro FM langsung berpedoman kpd Alquran.... moga aja bro FM langsung dapat ilham dr Allah SWT. amin.....
Tanya : emang analogi diatas itu copasan dr artikel mn ya????
Bukan itu mslahnya bro FM... tp saya gak setuju dgn klaim bro FM mengeluarkan hukum kewajiban keluarga yg tertimpa musibah yg harus menyediakan jamuan..... keberanian bro FM mengeluarkan hukum wajib loh!!!
Bro FM : silahkan anda jawab siapakah yg menyediakan jamuan pada acara tsb ??
keluarga tertimpa musibah atau para tamu yg hadir dalam acara tahlilan tsb... silahken..
Jawab : keluarga tertimpa musibah dan dibantu oleh tetangga serta masyarakat....
Masak gada dasar hukumnya???? Dasar hukumnya ya mubah.. selanjutnya tergantung maksud dan tujuan serta niat….. masak bersedaqah tdk berfaedah bro FM…. Adakah dalil bersedaqah tdk membawa faedah????
Maaf, saya gak merasa paling pinter bro FM…. Jadi bro FM msh bingung dgn keterangan mendetail sampe urusan logisitik jamuan dengan cara cateringpun harus dijelaskan juga hukumnya hanya utk urusan penyediaan jamuan pada tahlilan ya???? Gasah bingung2 bro FM... setiap perkara dan hal harus jelas hukumnya... makanya dijelaskan sedetail2nya....
Itu tergantung sudut pandangnya gmn….. kalo menurut saya yg bodoh ini gada batasan dlm hal shadaqah, tergantung kemampuan dan keihklasan... makanya disini tergantung niatnya, apakah mengandung unsur riya atau ikhlas..... hanya Allah yg tau...
“Setiap amalan tergantung pada niatnya” dalam hal ini amalan bershadaqah.........
forever_muslim wrote:lho lho ini apa lagi sekarang begini ajalah bro HT, yg saya tanyakan hukum jamuan pada tahlilan itu sebenarnya apa, makruh, mubah atau sunnah ??? coba anda jawab, singkat aja gak usah copas2 artikel, apakah salah satu dari itu atau malah bisa ketiga2 nya ???
Nah gtu pertanyaannya bro FM biar jelas.....
Bro FM : , yg saya tanyakan hukum jamuan pada tahlilan itu sebenarnya apa, makruh, mubah atau sunnah ???
Jawab : Hukum dasar jamuan pada tahlilan itu MUBAH, selanjutnya tergantung maksud dan tujuan serta niatnya...
Bro FM : coba anda jawab, singkat aja gak usah copas2 artikel...
Tanggapan : emang seh saya hanya hamba tuhan yg bodoh pantes aja copas2 artikel dan pelajari kitab2 para ulama serta liat hadits2 tulisan ulama2... lain dong dibandingkan bro FM langsung berpedoman kpd Alquran.... moga aja bro FM langsung dapat ilham dr Allah SWT. amin.....
hamba tuhan wrote: Emang luar biasa bro FM… seperti perkara wudhuk bisa dihukumi makruh, wajib, sunat dan mubah dalam hal2 pelaksanakan wudhuk tsb….
Tanya : emang analogi diatas itu copasan dr artikel mn ya????
forever_muslim wrote:apakah anda ingin memungkiri realita yg terjadi pada acara tahlilan ini, silahkan anda jawab siapakah yg menyediakan jamuan pada acara tsb ?? keluarga tertimpa musibah atau para tamu yg hadir dalam acara tahlilan tsb... silahken..
Bukan itu mslahnya bro FM... tp saya gak setuju dgn klaim bro FM mengeluarkan hukum kewajiban keluarga yg tertimpa musibah yg harus menyediakan jamuan..... keberanian bro FM mengeluarkan hukum wajib loh!!!
Bro FM : silahkan anda jawab siapakah yg menyediakan jamuan pada acara tsb ??
keluarga tertimpa musibah atau para tamu yg hadir dalam acara tahlilan tsb... silahken..
Jawab : keluarga tertimpa musibah dan dibantu oleh tetangga serta masyarakat....
forever_muslim wrote: kalo sudah jelas gak ada dasar hukumnya seperti yg anda katakan, kenapa juga harus bertahlil dengan jamuan makan dan minum ??? bukankah hal tsb menjadi sesuatu yg tidak berfaedah.....
Masak gada dasar hukumnya???? Dasar hukumnya ya mubah.. selanjutnya tergantung maksud dan tujuan serta niat….. masak bersedaqah tdk berfaedah bro FM…. Adakah dalil bersedaqah tdk membawa faedah????
forever_muslim wrote: he he he bro HT bro HT... lain kali cobalah fahami tulisan orang lain dengan lebih bijak, anda memang lebih pintar dari saya dengan segudang ilmu anda tapi bukan definisi mubah itu yg saya bingungkan tapi keterangan mendetail sampe urusan logisitik jamuan dengan cara cateringpun harus dijelaskan juga hukumnya hanya utk urusan penyediaan jamuan pada tahlilan
Maaf, saya gak merasa paling pinter bro FM…. Jadi bro FM msh bingung dgn keterangan mendetail sampe urusan logisitik jamuan dengan cara cateringpun harus dijelaskan juga hukumnya hanya utk urusan penyediaan jamuan pada tahlilan ya???? Gasah bingung2 bro FM... setiap perkara dan hal harus jelas hukumnya... makanya dijelaskan sedetail2nya....
forever_muslim wrote: kalo sudah memotong lembu dan kambing sampe ribuan utk keperluan tahlilan berhari2 bukankah itu hal yg berlebih-lebihan... apakah memang seperti ini cara Rasulullah mengajarkan umatnya bershodaqoh, ya Alloh ampunkan kebodohan hambamu ini yg tidak mampu memahami shodaqoh seperti ini......
Itu tergantung sudut pandangnya gmn….. kalo menurut saya yg bodoh ini gada batasan dlm hal shadaqah, tergantung kemampuan dan keihklasan... makanya disini tergantung niatnya, apakah mengandung unsur riya atau ikhlas..... hanya Allah yg tau...
“Setiap amalan tergantung pada niatnya” dalam hal ini amalan bershadaqah.........
hamba tuhan- LETNAN SATU
-
Posts : 1666
Kepercayaan : Islam
Location : Aceh - Pekanbaru
Join date : 07.10.11
Reputation : 19
Re: Bagaimana Pandangan Sodara sekalian mengenai perlakuan kita yg Hidup terhadap yg sudah mati, seperti TAHLILAN 7 Hari, menghadiahkan aL-Fatihah, dan Amalan-Amalan ketika setelah Sholat Misal: Ingin mendapatkan Jodoh/memperoleh rezekiy/mendambakan anak shol
jadi, simple nya begini,
dalam membahas tahlil & 'tradisi/kebiasaan' yang namanya 'tahlilan', sebenarnya kedua pendapat sama2 baik, sandarannya sama2 jelas dan baik...
intinya dalam hal ini adalah terdapat 2 faktor:
1) habluminallah
2) habluminannas
dalam mensikapi kebijakan komposisi terbaik dalam 'swiching' 2 faktor tsb, sandaran saya sangat simple, yaitu kepada statement 'sahabat moderator abu' tsb diatas...
'balance' adalah kebijaksanaan yang baik dan menjadikannya seimbang, kokoh, terbaik.
bila tidak balance, maka akan miring ke kiri atau miring ke kanan...
namun, tidak ada paksaan, bagi mereka yang tidak mau ditengahpun, tidak jadi masalah, hanya nanti ada konsekwensinya (potensi minus) yang harus ditanggung masing-masing...
misal, bagi mereka yang bersikukuh (atau cenderung bobot terbesarnya) di kiri, maka akan ada konsekwensi potensi minus, misalnya:
- di cap 'garis keras'
- kurang manusiawi karena mengurangi makna 'menghibur', 'mengenang' dll
- sosialisasi kemasyarakatan terasa kurang 'hangat' dll
((ini misalnya))
pun demikian bagi mereka yang bersikukuh (atau cenderung bobot terbesarnya) di kanan, maka akan ada konsekwensi potensi minus (misalnya juga):
- menjadi 'menganiaya diri sendiri' karena jadi 'terpaksa' sebab harus mengikuti 'tradisi/adat kebiasaan' sementara persyaratan untuk penyelenggaraan tidak se ideal yang direncanakan..
- kurang manusiawi karena selain atas 'terpaksa', juga melanggar 'kebaikan' lain yang harusnya dijaga (contoh: kasus anak yatim yang dibahas tadi).
- muncul penyakit2 hati lainnya, misal: boros (penyelenggara), riya (peserta atau penyelenggara), kebiasaan pamrih utk 'amplop' & 'bingkisan' (peserta), dll...
jadi, ditengah-tengah adalah lebih baik, dengan berpegang pada filosofi 'rekan moderator' tsb diatas.... :3:
dalam membahas tahlil & 'tradisi/kebiasaan' yang namanya 'tahlilan', sebenarnya kedua pendapat sama2 baik, sandarannya sama2 jelas dan baik...
intinya dalam hal ini adalah terdapat 2 faktor:
1) habluminallah
2) habluminannas
dalam mensikapi kebijakan komposisi terbaik dalam 'swiching' 2 faktor tsb, sandaran saya sangat simple, yaitu kepada statement 'sahabat moderator abu' tsb diatas...
'balance' adalah kebijaksanaan yang baik dan menjadikannya seimbang, kokoh, terbaik.
bila tidak balance, maka akan miring ke kiri atau miring ke kanan...
namun, tidak ada paksaan, bagi mereka yang tidak mau ditengahpun, tidak jadi masalah, hanya nanti ada konsekwensinya (potensi minus) yang harus ditanggung masing-masing...
misal, bagi mereka yang bersikukuh (atau cenderung bobot terbesarnya) di kiri, maka akan ada konsekwensi potensi minus, misalnya:
- di cap 'garis keras'
- kurang manusiawi karena mengurangi makna 'menghibur', 'mengenang' dll
- sosialisasi kemasyarakatan terasa kurang 'hangat' dll
((ini misalnya))
pun demikian bagi mereka yang bersikukuh (atau cenderung bobot terbesarnya) di kanan, maka akan ada konsekwensi potensi minus (misalnya juga):
- menjadi 'menganiaya diri sendiri' karena jadi 'terpaksa' sebab harus mengikuti 'tradisi/adat kebiasaan' sementara persyaratan untuk penyelenggaraan tidak se ideal yang direncanakan..
- kurang manusiawi karena selain atas 'terpaksa', juga melanggar 'kebaikan' lain yang harusnya dijaga (contoh: kasus anak yatim yang dibahas tadi).
- muncul penyakit2 hati lainnya, misal: boros (penyelenggara), riya (peserta atau penyelenggara), kebiasaan pamrih utk 'amplop' & 'bingkisan' (peserta), dll...
jadi, ditengah-tengah adalah lebih baik, dengan berpegang pada filosofi 'rekan moderator' tsb diatas.... :3:
sun-moon- SERSAN SATU
-
Posts : 191
Kepercayaan : Islam
Location : West Java
Join date : 15.08.11
Reputation : 4
Re: Bagaimana Pandangan Sodara sekalian mengenai perlakuan kita yg Hidup terhadap yg sudah mati, seperti TAHLILAN 7 Hari, menghadiahkan aL-Fatihah, dan Amalan-Amalan ketika setelah Sholat Misal: Ingin mendapatkan Jodoh/memperoleh rezekiy/mendambakan anak shol
islam dihadirkan di tengah manusia utk tidak menjadih pemberat.sun-moon wrote:jadi, simple nya begini,
dalam membahas tahlil & 'tradisi/kebiasaan' yang namanya 'tahlilan', sebenarnya kedua pendapat sama2 baik, sandarannya sama2 jelas dan baik...
intinya dalam hal ini adalah terdapat 2 faktor:
1) habluminallah
2) habluminannas
dalam mensikapi kebijakan komposisi terbaik dalam 'swiching' 2 faktor tsb, sandaran saya sangat simple, yaitu kepada statement 'sahabat moderator abu' tsb diatas...
'balance' adalah kebijaksanaan yang baik dan menjadikannya seimbang, kokoh, terbaik.
bila tidak balance, maka akan miring ke kiri atau miring ke kanan...
namun, tidak ada paksaan, bagi mereka yang tidak mau ditengahpun, tidak jadi masalah, hanya nanti ada konsekwensinya (potensi minus) yang harus ditanggung masing-masing...
misal, bagi mereka yang bersikukuh (atau cenderung bobot terbesarnya) di kiri, maka akan ada konsekwensi potensi minus, misalnya:
- di cap 'garis keras'
- kurang manusiawi karena mengurangi makna 'menghibur', 'mengenang' dll
- sosialisasi kemasyarakatan terasa kurang 'hangat' dll
((ini misalnya))
pun demikian bagi mereka yang bersikukuh (atau cenderung bobot terbesarnya) di kanan, maka akan ada konsekwensi potensi minus (misalnya juga):
- menjadi 'menganiaya diri sendiri' karena jadi 'terpaksa' sebab harus mengikuti 'tradisi/adat kebiasaan' sementara persyaratan untuk penyelenggaraan tidak se ideal yang direncanakan..
- kurang manusiawi karena selain atas 'terpaksa', juga melanggar 'kebaikan' lain yang harusnya dijaga (contoh: kasus anak yatim yang dibahas tadi).
- muncul penyakit2 hati lainnya, misal: boros (penyelenggara), riya (peserta atau penyelenggara), kebiasaan pamrih utk 'amplop' & 'bingkisan' (peserta), dll...
jadi, ditengah-tengah adalah lebih baik, dengan berpegang pada filosofi 'rekan moderator' tsb diatas.... :3:
islam hadir utk memudahkan urusan.
islam hadir utk melapangkan kasus.
islam adalah akhlak.
abu hanan- GLOBAL MODERATOR
-
Age : 90
Posts : 7999
Kepercayaan : Islam
Location : soerabaia
Join date : 06.10.11
Reputation : 224
Re: Bagaimana Pandangan Sodara sekalian mengenai perlakuan kita yg Hidup terhadap yg sudah mati, seperti TAHLILAN 7 Hari, menghadiahkan aL-Fatihah, dan Amalan-Amalan ketika setelah Sholat Misal: Ingin mendapatkan Jodoh/memperoleh rezekiy/mendambakan anak shol
saya lebih senang dianggap seperti ini, karna rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam dan para sahabat, tabi'in, tabiut tabi'in pun tidak pernah melakukan tahlilan besek :)sun-moon wrote:misal, bagi mereka yang bersikukuh (atau cenderung bobot terbesarnya) di kiri, maka akan ada konsekwensi potensi minus, misalnya:
- di cap 'garis keras'
- kurang manusiawi karena mengurangi makna 'menghibur', 'mengenang' dll
- sosialisasi kemasyarakatan terasa kurang 'hangat' dll
((ini misalnya))
jika berusaha mengikuti cara hidup nabiku dicap kebanyakan manusia sebagai garis keras, maka saya pun siap dicap juga sebagi seorang garis keras :3:
karna tidak ada yang lebih baik dijadikan panutan selain mereka(generasi salafushaleh), merekalah generasi terbaik umat ini...
ketimbang ngikutin ini, kelihatan lebih banyak mudharatnya, :3:sun-moon wrote:pun demikian bagi mereka yang bersikukuh (atau cenderung bobot terbesarnya) di kanan, maka akan ada konsekwensi potensi minus (misalnya juga):
- menjadi 'menganiaya diri sendiri' karena jadi 'terpaksa' sebab harus mengikuti 'tradisi/adat kebiasaan' sementara persyaratan untuk penyelenggaraan tidak se ideal yang direncanakan..
- kurang manusiawi karena selain atas 'terpaksa', juga melanggar 'kebaikan' lain yang harusnya dijaga (contoh: kasus anak yatim yang dibahas tadi).
- muncul penyakit2 hati lainnya, misal: boros (penyelenggara), riya (peserta atau penyelenggara), kebiasaan pamrih utk 'amplop' & 'bingkisan' (peserta), dll...
akan tetapi saya tetap toleran terhadap mereka yang masih mau berpegang teguh melakukan hal ini :)
sesungguhnya islam itu mudah :)
Re: Bagaimana Pandangan Sodara sekalian mengenai perlakuan kita yg Hidup terhadap yg sudah mati, seperti TAHLILAN 7 Hari, menghadiahkan aL-Fatihah, dan Amalan-Amalan ketika setelah Sholat Misal: Ingin mendapatkan Jodoh/memperoleh rezekiy/mendambakan anak shol
BAKUL KOPI wrote:kalo di kampung ane,tetangga biasanya ngasih beras,gula,(sembako,uang dsb) kpd kluarga yg tertimpa musibah. ane sih kaga brani nanya,ntu maksudnya gimana,,,,apa emang ntu sembako n duit buat masak2 n ntar dikirimin balik ke tetangga lg atau hny utk sodaqoh atau santunan atas rasa turut berduka cita saja. yg jelas ane kaga sreg kalo tahlilan pake bikin acara makan bersama,malah kalo 7hari,40hari pake bawa bontotan (makan ditempat n dibawa pulang) apalagi kalo 100hari n 1000hari buset pake bikin buku yasin,selipin amplop,bahkan ada hadiah sarung/peci yg malah seakan menjadi bursa persaingan antar tetangga...! lebih parah lagi kalo masakannya ga enak / jajannya murahan / amplopnya cuman isi seribu... bisa langsung tenar tuh yg punya hajat....hamba tuhan wrote:wah asik dong abu dapet amplop putih.... oya, berbagi pengalaman ya.... kalo kami diaceh setiap ada kematian pasti banyak yg melakukan tahlilan istilah kami samadiyah, justru yg hadir mau tahlilan membawa/memberi shadaqah kpd keluarga yg dilanda musibah.... bahkan melebihi shadaqah(makanan/minuman) dr pihak keluarga kematian, biasanya selesai acara tsb 7 hari... keluarga yg dilanda musibah bisa mendadak jadi kaya dr shadaqah2 tamu yg hadir dalam tahlilan tsb..... :D :D
nah loh....!
tambahan :
lebih ironis lagi,dan ini nyata (pernah terjadi di kampung saya,walo cuman secara lisan)
Jika seseorang / kluarga yg seharusnya mengadakan tahlilan namun entah dikarenakan suatu halangan / kendala yg menjadikan keluarga tsb tidak mengadakan acara tahlilan akan banyak celoteh2 yg kurang sedap utk didengar dari tetangga yg mengetahui bahwasanya mereka seharusnya mengadakan tahlilan..... yg pernah saya dengar sendiri yaitu ucapan sbb :
"Yen rumongso ora duwe tonggo yo kono Mati budhal dewe" (kalo merasa ga pny tetangga ya sana,Mati Berangkat sendiri)
Nauzubillah minzalik :(
BAKUL KOPI- LETNAN DUA
-
Age : 36
Posts : 757
Location : warkop
Join date : 07.10.11
Reputation : 3
Re: Bagaimana Pandangan Sodara sekalian mengenai perlakuan kita yg Hidup terhadap yg sudah mati, seperti TAHLILAN 7 Hari, menghadiahkan aL-Fatihah, dan Amalan-Amalan ketika setelah Sholat Misal: Ingin mendapatkan Jodoh/memperoleh rezekiy/mendambakan anak shol
abu hanan wrote:islam dihadirkan di tengah manusia utk tidak menjadih pemberat.sun-moon wrote:jadi, simple nya begini,
dalam membahas tahlil & 'tradisi/kebiasaan' yang namanya 'tahlilan', sebenarnya kedua pendapat sama2 baik, sandarannya sama2 jelas dan baik...
intinya dalam hal ini adalah terdapat 2 faktor:
1) habluminallah
2) habluminannas
dalam mensikapi kebijakan komposisi terbaik dalam 'swiching' 2 faktor tsb, sandaran saya sangat simple, yaitu kepada statement 'sahabat moderator abu' tsb diatas...
'balance' adalah kebijaksanaan yang baik dan menjadikannya seimbang, kokoh, terbaik.
bila tidak balance, maka akan miring ke kiri atau miring ke kanan...
namun, tidak ada paksaan, bagi mereka yang tidak mau ditengahpun, tidak jadi masalah, hanya nanti ada konsekwensinya (potensi minus) yang harus ditanggung masing-masing...
misal, bagi mereka yang bersikukuh (atau cenderung bobot terbesarnya) di kiri, maka akan ada konsekwensi potensi minus, misalnya:
- di cap 'garis keras'
- kurang manusiawi karena mengurangi makna 'menghibur', 'mengenang' dll
- sosialisasi kemasyarakatan terasa kurang 'hangat' dll
((ini misalnya))
pun demikian bagi mereka yang bersikukuh (atau cenderung bobot terbesarnya) di kanan, maka akan ada konsekwensi potensi minus (misalnya juga):
- menjadi 'menganiaya diri sendiri' karena jadi 'terpaksa' sebab harus mengikuti 'tradisi/adat kebiasaan' sementara persyaratan untuk penyelenggaraan tidak se ideal yang direncanakan..
- kurang manusiawi karena selain atas 'terpaksa', juga melanggar 'kebaikan' lain yang harusnya dijaga (contoh: kasus anak yatim yang dibahas tadi).
- muncul penyakit2 hati lainnya, misal: boros (penyelenggara), riya (peserta atau penyelenggara), kebiasaan pamrih utk 'amplop' & 'bingkisan' (peserta), dll...
jadi, ditengah-tengah adalah lebih baik, dengan berpegang pada filosofi 'rekan moderator' tsb diatas.... :3:
islam hadir utk memudahkan urusan.
islam hadir utk melapangkan kasus.
islam adalah akhlak.
yups...
ah...ini gelombang-frekwensi....di copy gitu roger...ganti... :D
:surban: :surban:
sun-moon- SERSAN SATU
-
Posts : 191
Kepercayaan : Islam
Location : West Java
Join date : 15.08.11
Reputation : 4
Halaman 2 dari 3 • 1, 2, 3
Similar topics
» amalan 10 hari bulan dzulhijah
» memang sudah seharusnya kekaguman kita terhadap makhlukNYA atau peristiwa yang terkait dengan makhlukNYA, membuat kita tambah lebih mengagumi TUHAN
» 3 amalan baik
» amalan hati
» amalan penghapus dosa
» memang sudah seharusnya kekaguman kita terhadap makhlukNYA atau peristiwa yang terkait dengan makhlukNYA, membuat kita tambah lebih mengagumi TUHAN
» 3 amalan baik
» amalan hati
» amalan penghapus dosa
Halaman 2 dari 3
Permissions in this forum:
Anda tidak dapat menjawab topik