kegembiraan menyambut kelahiran
Halaman 1 dari 1 • Share
kegembiraan menyambut kelahiran
Menyampaikan Bisyarah (kabar gembira) untuk Seseorang yang Lahir Anaknya
Allah Subhanahu wa Ta'ala dalam Kitab-Nya yang mulia menyebutkan bisyarah akan lahirnya seorang anak dalam banyak peristiwa. Hal ini sebagai pengajaran kepada kaum muslimin untuk melaksanakan kebiasaan ini. Karena bisyarah memiliki pengaruh yang amat penting dalam menanamkan kerukunan dan rasa saling cinta di hati kaum muslimin. (Ahkamul Maulud fis Sunnatil Muthahharah, hal. 25)
Usai sudah penantian panjang nan melelahkan. Harapan dan kecemasan akhirnya tergantikan sukacita saat buah hati telah lahir. Ucapan selamat pun mengalir mengiringi kebahagiaan.
Sebagaimana lazimnya, kehadiran anak selalu dinanti-nantikan oleh ayah ibunya, bahkan seluruh keluarganya. Tatkala si bayi lahir, berduyun-duyun orang dengan segala bentuk ungkapan turut bersuka cita dan pernyataan kegembiraan.
Namun syariat Islam adalah syariat yang sempurna. Dalam hal ini pun didapati pengajaran yang berharga, hingga perlu kiranya disimak kembali, apa yang ada dalam syariat ini serta tuntunan salafush shalih berkenaan dengan ungkapan kegembiraan saat lahirnya seorang anak.
Menyampaikan Bisyarah (kabar gembira) untuk Seseorang yang Lahir Anaknya
Allah Subhanahu wa Ta'ala dalam Kitab-Nya yang mulia menyebutkan bisyarah akan lahirnya seorang anak dalam banyak peristiwa. Hal ini sebagai pengajaran kepada kaum muslimin untuk melaksanakan kebiasaan ini. Karena bisyarah memiliki pengaruh yang amat penting dalam menanamkan kerukunan dan rasa saling cinta di hati kaum muslimin. (Ahkamul Maulud fis Sunnatil Muthahharah, hal. 25)
Tentang kelahiran anak keturunan Nabiyullah Ibrahim ‘alaihissalam, Allah Subhanahu wa Ta'alamengisahkannya dengan kedatangan para malaikat yang menyampaikan kabar gembira kepada Nabi Ibrahim ‘alaihissalam:
وَلَقَدْ جَاءَتْ رُسُلُنَا إِبْرَاهِيْمَ بِالْبُشْرَى قَالُوا سَلاَمًا قَالَ سَلاَمٌ فَمَا لَبِثَ أَنْ جَاءَ بِعِجْلٍ حَنِيْذٍ. فَلَمَّا رَأَى أَيْدِيَهُمْ لاَ تَصِلُ إِلَيْهِ نَكِرَهُمْ وَأَوْجَسَ مِنْهُمْ خِيْفَةً قَالُوا لاَ تَخَفْ إِنَّا أُرْسِلْنَا إِلَى قَوْمِ لُوْطٍ. وَامْرَأَتُهُ قَائِمَةٌ فَضَحِكَتْ فَبَشَّرْنَاهَا بِإِسْحَاقَ وَمِنْ وَرَاءِ إِسْحَاقَ يَعْقُوْبَ
“Dan sesungguhnya utusan-utusan Kami (para malaikat) telah datang kepada Ibrahim dengan membawa kabar gembira. Mereka mengucapkan ‘Salaam’, Ibrahim menjawab ‘Salaam’. Maka tidak lama kemudian Ibrahim menyuguhkan daging anak sapi yang dipanggang. Maka ketika tangan mereka tidak menjamahnya, Ibrahim pun memandang aneh perbuatan mereka dan merasa takut terhadap mereka. Malaikat itu berkata ‘Jangan merasa takut, sesungguhnya kami adalah malaikat-malaikat yang diutus kepada kaum Luth. Dan istrinya berdiri di balik tirai, lalu dia tersenyum. Maka Kami sampaikan kepadanya kabar gembira tentang kelahiran Ishaq, dan dari Ishaq akan lahir putranya, Ya’qub.” (Hud: 69-71)
Allah Subhanahu wa Ta'ala juga berfirman:
وَبَشَّرْنَاهُ بِغُلاَمٍ عَلِيْمٍ
“Dan Kami beri dia kabar gembira kepadanya dengan kelahiran seorang anak yang alim.” (Adz-Dzariyat: 28)
Dalam ayat yang lainnya, Allah Subhanahu wa Ta'ala menyebutkan tentang kabar gembira atas kelahiran Nabiyullah Isma’il ‘alaihissalam sebagai jawaban atas permohonan Nabiyullah Ibrahim ‘alaihissalam agar Allah Subhanahu wa Ta'ala menganugerahinya seorang anak yang shalih:
فَبَشَّرْنَاهُ بِغُلاَمٍ حَلِيْمٍ
“Maka Kami beri dia kabar gembira dengan kelahiran seorang anak yang amat sabar.” (Ash-Shaffat: 101)
Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman tentang kelahiran Nabiyullah Yahya ‘alaihissalam yang dikaruniakan kepada Nabiyullah Zakariya ‘alaihissalam:
فَنَادَتْهُ الْمَلاَئِكَةُ وَهُوَ قَائِمٌ يُصَلِّي فِى الْمِحْرَابِ أَنَّ اللهَ يُبَشِّرُكَ بِيَحْيَى
“Kemudian malaikat (Jibril) memanggil Zakariya, sementara dia tengah berdiri melakukan shalat di mihrab, ‘Sesungguhnya Allah memberi kabar gembira padamu dengan kelahiran Yahya….” (Ali ‘Imran: 39)
Dalam ayat yang lainnya Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman pula:
يَا زَكَرِيَّا إِنَّا نُبَشِّرُكَ بِغُلاَمٍ اسْمُهُ يَحْيَى
“Wahai Zakariya, sesungguhnya Kami memberimu kabar gembira dengan lahirnya seorang anak yang bernama Yahya.” (Maryam: 7)
Demikianlah. Karena bisyarah itu bisa menggembirakan dan menyenangkan seorang hamba, maka disenangi bila seorang muslim bersegera untuk menyenangkan hati saudaranya dan menyampaikan sesuatu yang dapat menggembirakannya. (Tuhfatul Maudud, hal. 51)
Disyariatkan pula seorang yang diberi kabar gembira memberikan hadiah kepada orang yang menyampaikan kabar gembira. Sebagaimana Ka’b bin Malik radhiyallahu 'anhu memberikan hadiah rida‘-nya (kain) kepada orang yang menyampaikan kabar gembira kepadanya bahwa taubatnya diterima oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala. Kisah ini tersebut dalam Ash-Shahihain. Hal ini dilakukan karena kegembiraan yang besar dengan adanya kabar baik tersebut. (Ahkamul Maulud, hal. 26)
Ucapan Tahni`ah ketika Lahir Seorang Anak
Apabila seseorang terluput dari kesempatan menyampaikan bisyarah pada saudaranya yang lahir anaknya, maka disenangi jika dia menyampaikan tahni`ah kepada saudaranya itu. Perbedaan antara bisyarah dan tahni`ah, bisyarah adalah menyampaikan pada seseorang tentang sesuatu yang menggembirakannya, sementara tahni`ah adalah menyampaikan doa kebaikan setelah dia mengetahui kabar gembira tersebut. (Tuhfatul Maudud, hal. 51)
Ibnul Qayyim rahimahullah mengatakan bahwa tidak sepantasnya seseorang hanya mengucapkan tahni`ah atas kelahiran anak laki-laki dan tidak mengucapkan tahni`ah atas kelahiran anak perempuan. Bahkan selayaknya dia mengucapkan tahni`ah atas kelahiran anak laki-laki maupun perempuan, atau meninggalkan tahni`ah sama sekali agar terlepas dari kejelekan jahiliyah. Karena kebanyakan orang jahiliyah mengucapkan tahni`ah atas kelahiran anak laki-laki dan kematian anak perempuan, namun tidak mengucapkan tahni`ah atas kelahiran anak perempuan. (Tuhfatul Maudud, hal. 52)
Sementara mengenai ucapan tahni`ah itu sendiri tidak ada ketentuan dari hadits Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam. Yang ada hanya atsar yang diriwayatkan dari para tabi’in, di antaranya dari Al-Hasan Al-Bashri rahimahullah ketika seseorang bertanya kepada beliau tentang ucapan tahni`ah. Beliau pun mengatakan: “Katakanlah:
جَعَلَ اللهُ مُبَارَكًا عَلَيْكَ وَعَلَى أُمَّةِ مُحَمَّدٍ
“Semoga Allah menjadikannya sebagai berkah bagimu dan bagi umat Muhammad.”
Demikian pula Hammad bin Zaid mengatakan bahwa Ayyub As-Sikhtiyani rahimahullah apabila mengucapkan tahni`ah kepada seseorang atas kelahiran anaknya, beliau mengatakan:
جَعَلَ اللهُ مُبَارَكًا عَلَيْكَ وَعَلَى أُمَّةِ مُحَمَّدٍ
“Semoga Allah menjadikannya sebagai berkah bagimu dan bagi umat Muhammad.” (Ahkamul Maulud, hal. 26-27)
Abu Bakr Ibnul Mundzir di dalam Al-Ausath mengatakan: “Diriwayatkan pula dari Al-Hasan Al-Bashri rahimahullah, ada seseorang datang menemui beliau, sementara itu di sisi beliau ada seorang yang baru lahir anaknya. Orang itu pun berkata: ‘Selamat atas lahirnya seorang penunggang kuda.’ Mendengar ucapan itu, Al-Hasan Al-Bashri berkata: ‘Engkau tidak tahu, yang dilahirkan itu seorang penunggang kuda atau penunggang keledai!’
‘Lalu apa yang harus kami ucapkan?’ tanya orang tadi. Kata beliau: ‘Katakanlah:
بُوْرِكَ فِي الْمَوْهُوْبِ، شَكَرْتَ الْوَاهِبَ، وَبَلَغَ أَشُدَّهُ، وَرُزِقْتَ بِرَّهُ
“Semoga engkau diberkahi dengan anak yang baru lahir ini, dan engkau bersyukur pada Dzat yang memberikan anak ini. Semoga dia mencapai kedewasaannya dan engkau diberikan rizki berupa baktinya (kebaikannya).” (Tuhfatul Maudud, hal. 52)
Atsar-atsar semisal ini jauh lebih baik daripada ucapan-ucapan yang banyak digunakan pada masa sekarang ini yang tidak mendapatkan bimbingan ahlul ilmi. Namun di sisi lain, kita tidaklah mengharuskan ucapan tahni`ah sebagaimana bila ada hadits Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam tentang hal ini. Kita tidak pula menjadikan ucapan tahni`ah berkedudukan seperti halnya dzikir-dzikir yang jelas adanya dalam As-Sunnah. Sehingga tidak mengapa bila ada yang mengucapkan tahni`ah ini dan tidak mengapa pula bila meninggalkannya (tidak melakukannya). (Ahkamul Maulud, hal. 28)
Wallahu ta’ala a’lamu bish-shawab.
Allah Subhanahu wa Ta'ala dalam Kitab-Nya yang mulia menyebutkan bisyarah akan lahirnya seorang anak dalam banyak peristiwa. Hal ini sebagai pengajaran kepada kaum muslimin untuk melaksanakan kebiasaan ini. Karena bisyarah memiliki pengaruh yang amat penting dalam menanamkan kerukunan dan rasa saling cinta di hati kaum muslimin. (Ahkamul Maulud fis Sunnatil Muthahharah, hal. 25)
Usai sudah penantian panjang nan melelahkan. Harapan dan kecemasan akhirnya tergantikan sukacita saat buah hati telah lahir. Ucapan selamat pun mengalir mengiringi kebahagiaan.
Sebagaimana lazimnya, kehadiran anak selalu dinanti-nantikan oleh ayah ibunya, bahkan seluruh keluarganya. Tatkala si bayi lahir, berduyun-duyun orang dengan segala bentuk ungkapan turut bersuka cita dan pernyataan kegembiraan.
Namun syariat Islam adalah syariat yang sempurna. Dalam hal ini pun didapati pengajaran yang berharga, hingga perlu kiranya disimak kembali, apa yang ada dalam syariat ini serta tuntunan salafush shalih berkenaan dengan ungkapan kegembiraan saat lahirnya seorang anak.
Menyampaikan Bisyarah (kabar gembira) untuk Seseorang yang Lahir Anaknya
Allah Subhanahu wa Ta'ala dalam Kitab-Nya yang mulia menyebutkan bisyarah akan lahirnya seorang anak dalam banyak peristiwa. Hal ini sebagai pengajaran kepada kaum muslimin untuk melaksanakan kebiasaan ini. Karena bisyarah memiliki pengaruh yang amat penting dalam menanamkan kerukunan dan rasa saling cinta di hati kaum muslimin. (Ahkamul Maulud fis Sunnatil Muthahharah, hal. 25)
Tentang kelahiran anak keturunan Nabiyullah Ibrahim ‘alaihissalam, Allah Subhanahu wa Ta'alamengisahkannya dengan kedatangan para malaikat yang menyampaikan kabar gembira kepada Nabi Ibrahim ‘alaihissalam:
وَلَقَدْ جَاءَتْ رُسُلُنَا إِبْرَاهِيْمَ بِالْبُشْرَى قَالُوا سَلاَمًا قَالَ سَلاَمٌ فَمَا لَبِثَ أَنْ جَاءَ بِعِجْلٍ حَنِيْذٍ. فَلَمَّا رَأَى أَيْدِيَهُمْ لاَ تَصِلُ إِلَيْهِ نَكِرَهُمْ وَأَوْجَسَ مِنْهُمْ خِيْفَةً قَالُوا لاَ تَخَفْ إِنَّا أُرْسِلْنَا إِلَى قَوْمِ لُوْطٍ. وَامْرَأَتُهُ قَائِمَةٌ فَضَحِكَتْ فَبَشَّرْنَاهَا بِإِسْحَاقَ وَمِنْ وَرَاءِ إِسْحَاقَ يَعْقُوْبَ
“Dan sesungguhnya utusan-utusan Kami (para malaikat) telah datang kepada Ibrahim dengan membawa kabar gembira. Mereka mengucapkan ‘Salaam’, Ibrahim menjawab ‘Salaam’. Maka tidak lama kemudian Ibrahim menyuguhkan daging anak sapi yang dipanggang. Maka ketika tangan mereka tidak menjamahnya, Ibrahim pun memandang aneh perbuatan mereka dan merasa takut terhadap mereka. Malaikat itu berkata ‘Jangan merasa takut, sesungguhnya kami adalah malaikat-malaikat yang diutus kepada kaum Luth. Dan istrinya berdiri di balik tirai, lalu dia tersenyum. Maka Kami sampaikan kepadanya kabar gembira tentang kelahiran Ishaq, dan dari Ishaq akan lahir putranya, Ya’qub.” (Hud: 69-71)
Allah Subhanahu wa Ta'ala juga berfirman:
وَبَشَّرْنَاهُ بِغُلاَمٍ عَلِيْمٍ
“Dan Kami beri dia kabar gembira kepadanya dengan kelahiran seorang anak yang alim.” (Adz-Dzariyat: 28)
Dalam ayat yang lainnya, Allah Subhanahu wa Ta'ala menyebutkan tentang kabar gembira atas kelahiran Nabiyullah Isma’il ‘alaihissalam sebagai jawaban atas permohonan Nabiyullah Ibrahim ‘alaihissalam agar Allah Subhanahu wa Ta'ala menganugerahinya seorang anak yang shalih:
فَبَشَّرْنَاهُ بِغُلاَمٍ حَلِيْمٍ
“Maka Kami beri dia kabar gembira dengan kelahiran seorang anak yang amat sabar.” (Ash-Shaffat: 101)
Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman tentang kelahiran Nabiyullah Yahya ‘alaihissalam yang dikaruniakan kepada Nabiyullah Zakariya ‘alaihissalam:
فَنَادَتْهُ الْمَلاَئِكَةُ وَهُوَ قَائِمٌ يُصَلِّي فِى الْمِحْرَابِ أَنَّ اللهَ يُبَشِّرُكَ بِيَحْيَى
“Kemudian malaikat (Jibril) memanggil Zakariya, sementara dia tengah berdiri melakukan shalat di mihrab, ‘Sesungguhnya Allah memberi kabar gembira padamu dengan kelahiran Yahya….” (Ali ‘Imran: 39)
Dalam ayat yang lainnya Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman pula:
يَا زَكَرِيَّا إِنَّا نُبَشِّرُكَ بِغُلاَمٍ اسْمُهُ يَحْيَى
“Wahai Zakariya, sesungguhnya Kami memberimu kabar gembira dengan lahirnya seorang anak yang bernama Yahya.” (Maryam: 7)
Demikianlah. Karena bisyarah itu bisa menggembirakan dan menyenangkan seorang hamba, maka disenangi bila seorang muslim bersegera untuk menyenangkan hati saudaranya dan menyampaikan sesuatu yang dapat menggembirakannya. (Tuhfatul Maudud, hal. 51)
Disyariatkan pula seorang yang diberi kabar gembira memberikan hadiah kepada orang yang menyampaikan kabar gembira. Sebagaimana Ka’b bin Malik radhiyallahu 'anhu memberikan hadiah rida‘-nya (kain) kepada orang yang menyampaikan kabar gembira kepadanya bahwa taubatnya diterima oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala. Kisah ini tersebut dalam Ash-Shahihain. Hal ini dilakukan karena kegembiraan yang besar dengan adanya kabar baik tersebut. (Ahkamul Maulud, hal. 26)
Ucapan Tahni`ah ketika Lahir Seorang Anak
Apabila seseorang terluput dari kesempatan menyampaikan bisyarah pada saudaranya yang lahir anaknya, maka disenangi jika dia menyampaikan tahni`ah kepada saudaranya itu. Perbedaan antara bisyarah dan tahni`ah, bisyarah adalah menyampaikan pada seseorang tentang sesuatu yang menggembirakannya, sementara tahni`ah adalah menyampaikan doa kebaikan setelah dia mengetahui kabar gembira tersebut. (Tuhfatul Maudud, hal. 51)
Ibnul Qayyim rahimahullah mengatakan bahwa tidak sepantasnya seseorang hanya mengucapkan tahni`ah atas kelahiran anak laki-laki dan tidak mengucapkan tahni`ah atas kelahiran anak perempuan. Bahkan selayaknya dia mengucapkan tahni`ah atas kelahiran anak laki-laki maupun perempuan, atau meninggalkan tahni`ah sama sekali agar terlepas dari kejelekan jahiliyah. Karena kebanyakan orang jahiliyah mengucapkan tahni`ah atas kelahiran anak laki-laki dan kematian anak perempuan, namun tidak mengucapkan tahni`ah atas kelahiran anak perempuan. (Tuhfatul Maudud, hal. 52)
Sementara mengenai ucapan tahni`ah itu sendiri tidak ada ketentuan dari hadits Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam. Yang ada hanya atsar yang diriwayatkan dari para tabi’in, di antaranya dari Al-Hasan Al-Bashri rahimahullah ketika seseorang bertanya kepada beliau tentang ucapan tahni`ah. Beliau pun mengatakan: “Katakanlah:
جَعَلَ اللهُ مُبَارَكًا عَلَيْكَ وَعَلَى أُمَّةِ مُحَمَّدٍ
“Semoga Allah menjadikannya sebagai berkah bagimu dan bagi umat Muhammad.”
Demikian pula Hammad bin Zaid mengatakan bahwa Ayyub As-Sikhtiyani rahimahullah apabila mengucapkan tahni`ah kepada seseorang atas kelahiran anaknya, beliau mengatakan:
جَعَلَ اللهُ مُبَارَكًا عَلَيْكَ وَعَلَى أُمَّةِ مُحَمَّدٍ
“Semoga Allah menjadikannya sebagai berkah bagimu dan bagi umat Muhammad.” (Ahkamul Maulud, hal. 26-27)
Abu Bakr Ibnul Mundzir di dalam Al-Ausath mengatakan: “Diriwayatkan pula dari Al-Hasan Al-Bashri rahimahullah, ada seseorang datang menemui beliau, sementara itu di sisi beliau ada seorang yang baru lahir anaknya. Orang itu pun berkata: ‘Selamat atas lahirnya seorang penunggang kuda.’ Mendengar ucapan itu, Al-Hasan Al-Bashri berkata: ‘Engkau tidak tahu, yang dilahirkan itu seorang penunggang kuda atau penunggang keledai!’
‘Lalu apa yang harus kami ucapkan?’ tanya orang tadi. Kata beliau: ‘Katakanlah:
بُوْرِكَ فِي الْمَوْهُوْبِ، شَكَرْتَ الْوَاهِبَ، وَبَلَغَ أَشُدَّهُ، وَرُزِقْتَ بِرَّهُ
“Semoga engkau diberkahi dengan anak yang baru lahir ini, dan engkau bersyukur pada Dzat yang memberikan anak ini. Semoga dia mencapai kedewasaannya dan engkau diberikan rizki berupa baktinya (kebaikannya).” (Tuhfatul Maudud, hal. 52)
Atsar-atsar semisal ini jauh lebih baik daripada ucapan-ucapan yang banyak digunakan pada masa sekarang ini yang tidak mendapatkan bimbingan ahlul ilmi. Namun di sisi lain, kita tidaklah mengharuskan ucapan tahni`ah sebagaimana bila ada hadits Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam tentang hal ini. Kita tidak pula menjadikan ucapan tahni`ah berkedudukan seperti halnya dzikir-dzikir yang jelas adanya dalam As-Sunnah. Sehingga tidak mengapa bila ada yang mengucapkan tahni`ah ini dan tidak mengapa pula bila meninggalkannya (tidak melakukannya). (Ahkamul Maulud, hal. 28)
Wallahu ta’ala a’lamu bish-shawab.
voorman- SERSAN SATU
-
Posts : 155
Kepercayaan : Islam
Location : voorwagens
Join date : 23.05.13
Reputation : 8
Re: kegembiraan menyambut kelahiran
Orang tua mengharap anaknya menjadi anak yang shalih adalah biasa. Sayangnya, tidak banyak orang tua yang mau menempuh jalan agar harapannya itu bisa terwujud. Padahal Islam telah banyak memberikan bimbingannya baik di dalam Al Qur’an maupun Sunnah, termasuk saat masih di dalam rahim.
Anak adalah sosok mungil idaman yang sangat dinanti kehadirannya oleh sepasang ayah bunda. Semenjak melangkah ke jenjang pernikahan, mereka berdua telah menumbuhkan harapan akan lahirnya si buah hati. Mereka terus memupuk harapan itu dengan menjaga calon bayi yang memulai kehidupannya di rahim ibunya, hingga saatnya hadir di dunia.
Setiap orang tua tentu menginginkan anaknya lahir dalam keadaan yang sebaik-baiknya. Segala upaya dikerahkan untuk mewujudkan keinginan mereka. Tentu tak patut dilupakan sisi-sisi penjagaan dan pendidikan yang telah diajarkan oleh Allah dan Rasul-Nya. Bahkan dengan inilah orang tua akan mendapatkan kemuliaan bagi anaknya dan bagi diri mereka.
Dapat disimak pengajaran ini dalam indahnya sunnah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wasallam. Di sana didapati bimbingan yang sempurna untuk kita terapkan dalam mendidik anak. Bahkan sebelum hadirnya sosok mungil itu pun Islam telah memberikan tuntunan penjagaan. Terus demikian tuntunan itu secara runtut didapati hingga saat melepas anak menuju kedewasaan.
Saat Kedua Orang Tua Bertemu
Inilah tuntunan Islam sebelum bertemunya dua mani yang menjadi bakal janin dengan izin Allah. Usai pernikahan, ketika sepasang pengantin bertemu untuk pertama kalinya, disunnahkan mempelai pria memegang ubun-ubun istrinya dan mendoakannya. Didapati hal ini di dalam ucapan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wasallam:
“Apabila salah seorang dari kalian menikahi seorang wanita atau membeli seorang budak, maka hendaknya ia memegang ubun-ubunnya, menyebut nama Allah dan mendoakannya dengan barakah, serta mengucapkan, ‘Ya Allah, aku memohon kepada-Mu kebaikannya dan kebaikan seluruh sifat yang Engkau jadikan padanya dan aku memohon perlindungan-Mu dari kejelekannya dan kejelekan sifat yang Engkau jadikan padanya.’ Apabila ia membeli unta, maka hendaknya ia pegang ujung punuknya dan berdoa seperti itu juga.” (Diriwayatkan oleh Imam al- Bukhari dalam Af’alil ‘Ibad dan Imam Abu Dawud, Ibnu Majah, al-Hakim, al-Baihaqi dan Abu Ya’la dalam Musnadnya dengan sanad hasan, dan disahihkan oleh Imam al-Hakim dan disepakati oleh Imam adz-Dzahabi. Lihat "Adabuz Zifaaf fis Sunnatil Muthahharah", hal. 20, karya Syaikh Muhammad Nashiruddin Al Albani rahimahullah)
Dalam suasana pengantin baru, sang mempelai tak lepas dari tuntunan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wasallam. Demikian pula ketika kehidupan rumah tangga terus berlangsung. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wasallam juga memberikan pengajaran kepada setiap suami istri untuk mulai menjaga calon anak mereka ketika mereka hendak bercampur (jima’). Beliau bersabda :
“Apabila salah seorang dari kalian ketika mendatangi istrinya mengatakan : ‘Dengan nama Allah, ya Allah, jauhkanlah syaithan dari kami dan jauhkanlah syaithan dari apa yang engkau rizkikan kepada kami’, jika Allah tetapkan terjadinya anak, syaithan tidak akan dapat memudharatkannya.” (Diriwayatkan oleh al-Imam al-Bukhari)
Ibnu Hajar di dalam Fathul Bari menjelaskan bahwa maksud perkataan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wasallam “Syaithan tidak akan memudharatkannya” yaitu syaithan tidak akan memalingkan anak itu dari agamanya menuju kekafiran, dan bukan maksudnya terjaga dari seluruh dosa (‘ishmah).
Menjaga Janin dari Hal-hal yang Menggugurkannya
Ketika benih telah mulai tumbuh, banyak upaya yang dilakukan oleh sepasang calon ayah bunda untuk menjaga janin yang ada di perut ibunya. Sang calon ibu akan mulai memilih makanannya, mengkonsumsi segala macam vitamin yang dapat menunjang kehamilannya, menjaga waktu istirahatnya, melakukan olah raga khusus dan mengatur aktivitasnya. Tak lupa mereka memantau keadaan calon bayi dengan terus memeriksa kesehatannya.
Akan tetapi, adakalanya janin gugur bukan karena semata sebab medis. Terkadang ada sebab lain yang mengakibatkan gugurnya kandungan seorang ibu. Inii kadang-kadang tidak disadari oleh kebanyakan orang.
Semestinya kita mengetahui peringatan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wasallam dari hal-hal semacam ini yang diterangkan oleh syari’at, sebagaimana Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wasallam memerintahkan untuk membunuh ular yang disebut dengan dzu thufyatain yang dapat menyebabkan gugurnya janin. Beliau bersabda:
“Bunuhlah dzu thufyatain, karena dia dapat membutakan mata dan menggugurkan janin.”(Diriwayatkan oleh al-Imam al-Bukhari)
Apakah dzu thufyatain? Dijelaskan oleh Ibnu ‘Abdil Barr bahwa dzu thufyatain adalah jenis ular yang mempunyai dua garis putih di punggungnya.
Perintah Rasulullah ‘Shallallahu ‘alaihi Wasallam ini menunjukkan wajibnya menjaga dan menjauhkan hal-hal yang dapat mebahayakan janin, dan ini merupakan salah satu pintu penjagaan dan perhatian syari’at ini terhadap janin dan keadaannya.
Keringanan bagi Wanita Hamil untuk Berbuka
Tak jarang kondisi seorang ibu yang mengandung calon bayi di dalam rahimnya lemah. Suplai makanan yang dikonsumsinya harus terbagi untuknya dan untuk janin yang ada di dalam kandungannya. Sementara ketika bulan Ramadhan tiba, kaum muslimin diwajibkan untuk melaksanakan puasa, menahan lapar dan dahaga dari terbitnya fajar hingga tenggelamnya bulatan matahari. Dengan ilmu dan hikmah-Nya, Allah Subhanahu wa ta’ala memberikan keringanan kepada hamba-hamba wanitanya yang sedang hamil dan menyusui untuk tidak menjalankan kewajiban berpuasa.
Ini dijelaskan dalam sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wasallam:
“Sesungguhnya Allah Yang Maha Mulia dan Maha Tinggi menggugurkan separuh shalat atas orang yang bepergian dan menggugurkan kewajiban berpuasa dari wanita yang hamil dan menyusui.” (Diriwayatkan oleh Imam at-Tirmidzi, an-Nasa’i, Abu Dawud, Ibnu Majah dan sanadnya hasan sebagaimana yang dikatakan oleh Imam at-Tirmidzi. Dihasankan oleh Syaikh Albani dalam "Shahih Sunan An Nasa'i" dan dalam "Shahih Sunan Ibnu Majah" no. 1353, beliau berkata: hadits hasan shahih)
‘Abdullah ibnu ‘Abbas radliyallahu‘anhuma memberikan penjelasan bahwa jika seorang wanita yang hamil mengkhawatirkan dirinya dan wanita yang menyusui mengkhawatirkan anaknya selama Ramadhan, maka keduanya berbuka (tidak berpuasa) dan setiap hari memberi makan satu orang miskin serta tidak mengqadha’ puasanya.
Inilah bentuk-bentuk penjagaan Islam terhadap anak sebelum ia lahir ke dunia. Terlihat dengan gamblang perlindungan agama Allah ini terhadap jiwa seorang manusia. Terbaca dengan jelas kasih sayang Allah Subhanahu wata’ala bagi seluruh hamba-Nya. Oleh karena itu, selayaknya ayah dan bunda memperhatikan penjagaan buah hati mereka.
“Barangsiapa yang menjaga kehidupan satu jiwa, maka seakan-akan ia menjaga kehidupan seluruh manusia.” (al-Maidah: 32)
Wallahu ta’ala a’lamu bish shawab.
Bacaan :
Adabuz-Zifaaf, asy-Syaikh Muhammad Nashiruddin al-Albani
Ahkamuth Thifl, asy-Syaikh Ahmad al-‘Aisawy
Anak adalah sosok mungil idaman yang sangat dinanti kehadirannya oleh sepasang ayah bunda. Semenjak melangkah ke jenjang pernikahan, mereka berdua telah menumbuhkan harapan akan lahirnya si buah hati. Mereka terus memupuk harapan itu dengan menjaga calon bayi yang memulai kehidupannya di rahim ibunya, hingga saatnya hadir di dunia.
Setiap orang tua tentu menginginkan anaknya lahir dalam keadaan yang sebaik-baiknya. Segala upaya dikerahkan untuk mewujudkan keinginan mereka. Tentu tak patut dilupakan sisi-sisi penjagaan dan pendidikan yang telah diajarkan oleh Allah dan Rasul-Nya. Bahkan dengan inilah orang tua akan mendapatkan kemuliaan bagi anaknya dan bagi diri mereka.
Dapat disimak pengajaran ini dalam indahnya sunnah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wasallam. Di sana didapati bimbingan yang sempurna untuk kita terapkan dalam mendidik anak. Bahkan sebelum hadirnya sosok mungil itu pun Islam telah memberikan tuntunan penjagaan. Terus demikian tuntunan itu secara runtut didapati hingga saat melepas anak menuju kedewasaan.
Saat Kedua Orang Tua Bertemu
Inilah tuntunan Islam sebelum bertemunya dua mani yang menjadi bakal janin dengan izin Allah. Usai pernikahan, ketika sepasang pengantin bertemu untuk pertama kalinya, disunnahkan mempelai pria memegang ubun-ubun istrinya dan mendoakannya. Didapati hal ini di dalam ucapan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wasallam:
“Apabila salah seorang dari kalian menikahi seorang wanita atau membeli seorang budak, maka hendaknya ia memegang ubun-ubunnya, menyebut nama Allah dan mendoakannya dengan barakah, serta mengucapkan, ‘Ya Allah, aku memohon kepada-Mu kebaikannya dan kebaikan seluruh sifat yang Engkau jadikan padanya dan aku memohon perlindungan-Mu dari kejelekannya dan kejelekan sifat yang Engkau jadikan padanya.’ Apabila ia membeli unta, maka hendaknya ia pegang ujung punuknya dan berdoa seperti itu juga.” (Diriwayatkan oleh Imam al- Bukhari dalam Af’alil ‘Ibad dan Imam Abu Dawud, Ibnu Majah, al-Hakim, al-Baihaqi dan Abu Ya’la dalam Musnadnya dengan sanad hasan, dan disahihkan oleh Imam al-Hakim dan disepakati oleh Imam adz-Dzahabi. Lihat "Adabuz Zifaaf fis Sunnatil Muthahharah", hal. 20, karya Syaikh Muhammad Nashiruddin Al Albani rahimahullah)
Dalam suasana pengantin baru, sang mempelai tak lepas dari tuntunan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wasallam. Demikian pula ketika kehidupan rumah tangga terus berlangsung. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wasallam juga memberikan pengajaran kepada setiap suami istri untuk mulai menjaga calon anak mereka ketika mereka hendak bercampur (jima’). Beliau bersabda :
“Apabila salah seorang dari kalian ketika mendatangi istrinya mengatakan : ‘Dengan nama Allah, ya Allah, jauhkanlah syaithan dari kami dan jauhkanlah syaithan dari apa yang engkau rizkikan kepada kami’, jika Allah tetapkan terjadinya anak, syaithan tidak akan dapat memudharatkannya.” (Diriwayatkan oleh al-Imam al-Bukhari)
Ibnu Hajar di dalam Fathul Bari menjelaskan bahwa maksud perkataan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wasallam “Syaithan tidak akan memudharatkannya” yaitu syaithan tidak akan memalingkan anak itu dari agamanya menuju kekafiran, dan bukan maksudnya terjaga dari seluruh dosa (‘ishmah).
Menjaga Janin dari Hal-hal yang Menggugurkannya
Ketika benih telah mulai tumbuh, banyak upaya yang dilakukan oleh sepasang calon ayah bunda untuk menjaga janin yang ada di perut ibunya. Sang calon ibu akan mulai memilih makanannya, mengkonsumsi segala macam vitamin yang dapat menunjang kehamilannya, menjaga waktu istirahatnya, melakukan olah raga khusus dan mengatur aktivitasnya. Tak lupa mereka memantau keadaan calon bayi dengan terus memeriksa kesehatannya.
Akan tetapi, adakalanya janin gugur bukan karena semata sebab medis. Terkadang ada sebab lain yang mengakibatkan gugurnya kandungan seorang ibu. Inii kadang-kadang tidak disadari oleh kebanyakan orang.
Semestinya kita mengetahui peringatan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wasallam dari hal-hal semacam ini yang diterangkan oleh syari’at, sebagaimana Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wasallam memerintahkan untuk membunuh ular yang disebut dengan dzu thufyatain yang dapat menyebabkan gugurnya janin. Beliau bersabda:
“Bunuhlah dzu thufyatain, karena dia dapat membutakan mata dan menggugurkan janin.”(Diriwayatkan oleh al-Imam al-Bukhari)
Apakah dzu thufyatain? Dijelaskan oleh Ibnu ‘Abdil Barr bahwa dzu thufyatain adalah jenis ular yang mempunyai dua garis putih di punggungnya.
Perintah Rasulullah ‘Shallallahu ‘alaihi Wasallam ini menunjukkan wajibnya menjaga dan menjauhkan hal-hal yang dapat mebahayakan janin, dan ini merupakan salah satu pintu penjagaan dan perhatian syari’at ini terhadap janin dan keadaannya.
Keringanan bagi Wanita Hamil untuk Berbuka
Tak jarang kondisi seorang ibu yang mengandung calon bayi di dalam rahimnya lemah. Suplai makanan yang dikonsumsinya harus terbagi untuknya dan untuk janin yang ada di dalam kandungannya. Sementara ketika bulan Ramadhan tiba, kaum muslimin diwajibkan untuk melaksanakan puasa, menahan lapar dan dahaga dari terbitnya fajar hingga tenggelamnya bulatan matahari. Dengan ilmu dan hikmah-Nya, Allah Subhanahu wa ta’ala memberikan keringanan kepada hamba-hamba wanitanya yang sedang hamil dan menyusui untuk tidak menjalankan kewajiban berpuasa.
Ini dijelaskan dalam sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wasallam:
“Sesungguhnya Allah Yang Maha Mulia dan Maha Tinggi menggugurkan separuh shalat atas orang yang bepergian dan menggugurkan kewajiban berpuasa dari wanita yang hamil dan menyusui.” (Diriwayatkan oleh Imam at-Tirmidzi, an-Nasa’i, Abu Dawud, Ibnu Majah dan sanadnya hasan sebagaimana yang dikatakan oleh Imam at-Tirmidzi. Dihasankan oleh Syaikh Albani dalam "Shahih Sunan An Nasa'i" dan dalam "Shahih Sunan Ibnu Majah" no. 1353, beliau berkata: hadits hasan shahih)
‘Abdullah ibnu ‘Abbas radliyallahu‘anhuma memberikan penjelasan bahwa jika seorang wanita yang hamil mengkhawatirkan dirinya dan wanita yang menyusui mengkhawatirkan anaknya selama Ramadhan, maka keduanya berbuka (tidak berpuasa) dan setiap hari memberi makan satu orang miskin serta tidak mengqadha’ puasanya.
Inilah bentuk-bentuk penjagaan Islam terhadap anak sebelum ia lahir ke dunia. Terlihat dengan gamblang perlindungan agama Allah ini terhadap jiwa seorang manusia. Terbaca dengan jelas kasih sayang Allah Subhanahu wata’ala bagi seluruh hamba-Nya. Oleh karena itu, selayaknya ayah dan bunda memperhatikan penjagaan buah hati mereka.
“Barangsiapa yang menjaga kehidupan satu jiwa, maka seakan-akan ia menjaga kehidupan seluruh manusia.” (al-Maidah: 32)
Wallahu ta’ala a’lamu bish shawab.
Bacaan :
Adabuz-Zifaaf, asy-Syaikh Muhammad Nashiruddin al-Albani
Ahkamuth Thifl, asy-Syaikh Ahmad al-‘Aisawy
voorman- SERSAN SATU
-
Posts : 155
Kepercayaan : Islam
Location : voorwagens
Join date : 23.05.13
Reputation : 8
Re: kegembiraan menyambut kelahiran
anak adalah juga yang termasuk titipan Tuhan, dan jika Tuhan mengambil apa yang dititipkan itu, apakah manusia masih mau menyembahNya?
dan jika manusia itu adalah yang bisa digolongakan sebagai termasuk golongan emas murni, maka manusia itu tetap mau menyembah Tuhan juga tetap tidak mau menyalahkan Tuhan.
dan jika manusia itu adalah yang bisa digolongakan sebagai termasuk golongan emas murni, maka manusia itu tetap mau menyembah Tuhan juga tetap tidak mau menyalahkan Tuhan.
njlajahweb- BANNED
-
Posts : 39612
Kepercayaan : Protestan
Location : banyuwangi
Join date : 30.04.13
Reputation : 119
Similar topics
» adab menyambut kelahiran bayi
» menyambut ramadhan
» Menyambut Ayin Zayin
» Menyambut Bulan Ramadhan
» = MENYAMBUT ROMADHON 1434 H =
» menyambut ramadhan
» Menyambut Ayin Zayin
» Menyambut Bulan Ramadhan
» = MENYAMBUT ROMADHON 1434 H =
Halaman 1 dari 1
Permissions in this forum:
Anda tidak dapat menjawab topik