Ibadah Hajji boleh dilakukan diluar bulan Zulhijjah. . !
Halaman 1 dari 1 • Share
Ibadah Hajji boleh dilakukan diluar bulan Zulhijjah. . !
Alquran menyatakan bahwa hukum Islam telah sempurna terkandung dalam Alquran, 5/3 karenanya orang tidak perlu lagi mencari bahan hukum lain sebagai pelengkap untuk dimasukkan ke dalam agama Islam, hanya tinggal lagi bahwa semua orang beriman harus benar-benar melaksanakan hukum itu secara sempurna dan keseluruhan 2/208.
ALLAH menyatakan bahwa Alquran telah lengkap untuk jadi pokok ilmu sebagai sumber keterangan bagi segala persoalan hidup 16/89, dimana terdapat ayat-ayat muhkamat yang menerangkan hukum secara terang dan ayat-ayat mutasyabihat yang menerangkan hukum secara samar, 3/7 untuk yang kedua ini dibutuhkan ilmu pengetahuan dan keterbukaan 41/3 25/73.
Namun semua itu sengaja disusun ALLAH begitu rupa bahkan Alquran telah dipermudah untuk pemikiran, 54/17; Kesadaran manusia timbul secara bertahap karenanya orang harus tekun belajar dan memperhatikan, 20/114, realita kebenaran Alquran dibukakan ALLAH pada waktu-waktu tertentu tentang masing-masing persoalan, 38/88, dan ketika pembukaan ilmu demikian telah berlaku maka manusia ramai secara wajar menyatakan dirinya masuk Islam, 110/2 dan ketika itu terpesonalah orang-orang keliru, 40/78.
ALLAH menyatakan bahwa ayat-ayat Alquran adalah firman ALLAH berbahasa Arab untuk dipikirkan dan dipelajari, 12/2, 38/29, semua ayat itu tanpa ragu tanpa salah selaku petunjuk hidup, obat jiwa, dan rahmat bagi manusia, 2/2, 10/57, dan firman-firman tersebut tak pernah mengandung kontradiksi baik antara sesamanya maupun dengan kejadian yang berlaku di semesta raya ini, 2/23,4//82.
Karenanya ALLAH memerintahkan semua orang agar menghukum dengan ketentuan hukum yang diturunkanNYA saja, 5/44, 5/45, 5/47, 5/79, dan melarang setiap tindakan menghukum dengan hukum lainnya agar tidak sesat dan perpecah belah, 6/153, 7/3, memang Hadis dan hukum ALLAH lebih sempurna, 4/87, 5/50, dan orang dilarang melakukan hukum jahiliah apalagi hukum thagut yaitu yang bersumber dari luar Alquran, 4/60.
Selagi orang masih beriman dan melaksanakan hukum ALLAH, maka dia akan tetap mendapat jaminan keamaanan dalam kehidupan asal saja tidak mencampurkan kezaliman ke dalam iman, 6/82, 40/51. itulah orang-orang beriman yang dinyatakan ALLAH paling tinggi dalam kehidupan didunia kini apalagi di akhirat nanti, 3/139, 47/35, mereka segera meninggalkan hal yang nyata keliru setelah mengetahui adanya kebenaran dan lalu melaksanakannya, 39/18, asal saja kebenaran itu berdasarkan firman ALLAH yang termasuk ayat-ayat mutasyabihat.
Memang pernyataan-pernyataan ALLAH banyak sangkut pautnya dalam Alquran, masing-masingnya harus dikaitkan dengan penganalisaan logis, dengan mana setiap orang diuji tentang ilmu, iman, dan kegiatannya, 47/31, namun hendaklah selalu menjadi keyakianan bahwa ketentuan-ketentuan ALLAH itu adalah janjian ALLAH dan janjian itu tidak pernah keliru atau dipungkiri, 30/6, 30/60, hanya saja setengah manusia yang belum menyadari karena realitanya belum dibukakan ALLAH.
Demikian kesadaran manusia dalam sejarahnya bahwa sesuatu yang mulanya dinyatakan benar, kemudian ternyata keliru, lalu diperbaiki. Maka berlakulah perbaikan disegala bidang disepanjang zaman, hingga apa yang kemarin dianggap baik, lalu diubah menurut perkembangan, dan besoknya disempurnakan lagi menurut kenyataaannya. Hal ini berlaku pada berbagai teori hidup terutama lagi dalam bidang fisika mengenai mikro dan makro kosmos.
Nabi Muhammad SAW dalam tugasnya sebagi rasul terikat oleh ayat 40/78, beliau hanya diizinkan menjelaskan hal-hal yang mengenai muhkamat sehubungan dengan tingkat peradaban umat yang berlaku, sementara itu tidak menjelaskan hal-hal yang mutasyabihaat walaupun beliau mengetahui sepenuhnya, dan membiarkannya kepada peningkatan kesadaran manusia sebagia realita yang dibukakan ALLAH menurut ayat 38/88, karenanya Muhammad tidak menerangkan pada masyarakatnya bahwa bumi ini bulat, tetapi barulah disadari orang seribu tahun kemudiannya. Begitu pula Nabi tidak menerangkan bumi ini berputar di sumbunya, walaupun beberapa ayat suci telah menyatakannya seperti ayat 2/164, 27/88 dan 39/5, dan tidak menerangkan kutub utara adalah di Makkah kini, tetapi membiarkannya menjadi ungkapan orang-orang berilmu pada zaman sesudah kepergian beliau.
Demikian pula mengenai ibadah Hajji yang semua ketentuannya telah terkandung dalam Alquran, bahwa Nabi Muhammad SAW tidak menerangkan ilmiahnya secara jelas, selaku Teladan yang ditinggalkan, beliau kebetulan tidak dapat melaksanakan berulang kali hingga kini hanya dikenal sebagai Hajji Akbar atau Hajji Wada yang berlaku pada bulan zulhijjah tahun 10 hijriah, dan tidak lama kemudian berpulang ke Rahmatullah.
Menurut sejarah yang diketahui ialah bahwa Nabi Muhammad SAW hanya sempat satu kali saja melaksanakan ibadah Hajji ke Makkah. Kebetulan yang sekali itulah selama ini dijadikan contoh teladan oleh orang-orang Islam dalam menunaikan ibadah tersebut hingga orang mengira bahwa Hajji hanya dapat dilakukan pada bulan zulhijjah saja yaitu sebagaimana yang tercantum pada diagram manasik Hajji.
Orang mengira bahwa ibadah Hajji yang dikerjakan di luar bulan zulhijjah tidak sah karena tidak sesuai dengan teladan yang dilakukan Nabi, maka yang datang ke Makkah di luar zulhijjah hanya dapat melakukan Umrah, bukan Hajji. Tetapi anggapan demikian tidaklah benar karena bertantangn dengan ketentuan ALLAH yang termuat dalam Alquran. Padahal ibadah Hajji boleh dilakukan pada beberpa bulan tertentu menurut ayat 2/197 bahkan tidak ada salahnya jika terlambat atau tercepat dua hari sebagai dinyatakan ayat 2/203.
Orang menyatakan bahwa pelaksanaan ibadah harus sesuai dan menurut contoh yang dilakukan Nabi. Siapa yang melakukan selain itu maka dia dianggap bid’ah atau mengada-ada dalam Islam. Sebenarnya anggapan ini terlalu picik, padahal Alquran selaku pokok dan alur hukum dalam Islam memberikan kesempatan untuk melakukan sesuai dengan keredaan ALLAH dan tidak bertantangan dengan hukum yang termuat dalam kitab suci itu. Hal ini dapat dipedomani dari ketentuan ayat suci yang artinya :
وَالَّذِينَ اجْتَنَبُوا الطَّاغُ
وتَ أَن يَعْبُدُوهَا وَأَنَابُوا إِلَى اللَّهِ لَهُمُ الْبُشْرَى فَبَشِّرْ عِبَادِ
39/17 Dan orang-orang yang menjauhi Thaqut (hukum lain) untuk menyembahnya dan kembali
kepada ALLAH, untuk mereka adalah kegembiraan maka gembirakanlah hamba-hamba KU.
الَّذِينَ يَسْتَمِعُونَ الْقَوْلَ فَيَتَّبِعُونَ
أَحْسَنَهُ أُوْلَئِكَ الَّذِينَ هَدَاهُمُ اللَّهُ وَأُوْلَئِكَ هُمْ أُوْلُوا الْأَلْبَابِ
39/18. (yaitu) orang-orang yang mendengarkan perkataan lalu mengikuti yang baiknya,
itulah orang-orang yang ALLAH tunjuki mereka, dan itulah orang-orang penyelidik.
Banyak sekali hal yang patut dikerjakan dan memang telah sering dilaksanakan orang, namun semuanya tidaklah termasuk bid’ah walaupun tidak pernah dilakukan Nabi Muhammad SAW, dulunya. Jadi yang dikatakan perbuatan bid’ah ialah suatu ibadah yang diwajibkan, dibolehkan, ataupun yang disunatkan tetapi bertantangan dengan hukum ALLAH dalam alquran, misalnya ialah bid’ah hukum yang menyatkan lotre halal, padahal dia termasuk judi yang dilarang ALLAH pada ayat 2/219, 5/90, dan 5/91. dan adalah bid’ah hukum yang mengatakan renten bank halal, padahal dia termasuk riba yang dinyatakan ALLAH pada ayat 2/276, 3/130, 4/161 dan 30/39.
Juga adalah bid’ah ketentuan hukum atau anggapan orang yang menyatakan semua ibadah harus benar-benar sesuai dengan apa yang dilakukan Nabi dulunya, yaitu menunaikan shalat di waktu berumur 40 tahun, begitupun datang ke Makkah untuk Hajji harus dari jurusan Madinah dengan menaiki unta atau jalan kaki. Padahal ALLAH memerintahkan manusia dari segala tingkat umur yang berkesanggupan untuk ibadah Hajji, termuat pada ayat 3/97, dari manapun datangnya dan dengan kendaraan apapun, tercantum pada ayat 22/27, seterusnya melakukan shalat pada segala umur menurut ayat 2/21.
Sebaliknya tidaklah bid’ah melakukan beberapa hal yang dulunya tidak sempat dilakukan Nabi Muhammad SAW, padahal ada ketentuan hukum yang memerintahkan. Ayat 3/137, 29/20 dan beberapa ayat suci lainnya memerintahkan orang agar berjalan keliling bumi ini untuk memperhatikan tanda-tanda kebesaran ALLAH. Perintah ini tidak pernah dilakukan Nabi Muhammad SAW dulunya, maka orang-orang Islam yang melakukannya bukanlah bertindak bid’ah. Begitu pula mengenai pelaksanaan ibadah Hajji yang dapat dilakukan pada beberapa bulan tertentu di luar zulhijjah, bukanlah ibadah itu bid’ah karena tidak pernah dilakukan Nabi Muhammad SAW dulunya, padahal ayat 2/197 membolehkannya.
Tetapi tidakkah [i]pelontaran jamrah di Mina termasuk bid’ah karena tidak ada dalilnya dalam Alquran? Dan pengalaman membuktikan banyaknya kecelakaan di tempat itu setiap tahun menjadi pertanda tidak termasuk ketentuan ayat 6/82 yang menjamin keamanan bagi orang-orang beriman, begitupun tidak termasuk perbuatan yang ditentukan ALLAH pada ayat 6/153 dan 7/3, tidakkah perbuatan itu termasuk bid'ah menurut hukum yang terantum pada ayat 5/45? Untuk bersikap adil dan tidak termasuk bid’ah hendaklah memahami dan melaksanakan ketentuan ALLAH yang artinya sebagai berikut :
وَأَنَّ هَـذَا صِرَاطِي مُسْتَقِيماً فَاتَّبِعُوهُ
وَلاَ تَتَّبِعُواْ السُّبُلَ فَتَفَرَّقَ بِكُمْ عَن سَبِيلِهِ ذَلِكُمْ وَصَّاكُم بِهِ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ
6/153. Dan bahwa inilah tuntunan KU yang kukuh, maka ikutilah dia (hukum Alquran itu).
Dan janganlah mengikuti garis-garis hukum (lain) lalu hal itu memecah belah kamu dari
garis hukumNYA. Itulah yang DIA wasiatkan padamu semoga kamu menginsyafi.
اتَّبِعُواْ مَا أُنزِلَ إِلَيْكُم مِّن
رَّبِّكُمْ وَلاَ تَتَّبِعُواْ مِن دُونِهِ أَوْلِيَاء قَلِيلاً مَّا تَذَكَّرُونَ
7/3. Ikutilah apa-apa yang diturunkan kepadamu dari TUHAN mu dan
janganlah mengikuti pimpinan-pimpinan selain DIA. Sedikit sekali yang kamu pikirkan.
Nyatalah ada kejadian pada masyarakat ramai bahwa mereka dalam ibadahnya mengikuti hukum thagut yaitu hukum di luar Alquran, dan mereka masih menyatakan beriman seperti tercantum pada ayat 4/60. Mereka digolongkan pada orang-orang fasik dan zalim menurut ayat 5/45 dan 5/47, maka untuk menempatkan diri pada keredhaan ALLAH bagi kelestarian dan keamanan hidup, hendaklah kita benar-benar mengikuti hukum ALLAH yang termuat dalam Alquran seperti dimaksudkan aya 6/153 dan 7/3, kita tidak dibolehkan mengikuti hukum lain agar tidak terpecah belah dan agar tidak termasuk fasik atau zalim.
Karena ibadah Hajji hanya dapat dilaksanakan di Makkah di mana orang-orang Arab berkuasa, dan pada umumnya tradisi mengenai ibadah berasal dari mereka sebagai terbukit dalam sejarah Islam, maka tidak boleh tidak, kita terpaksa mempersoalkan keadaan mereka menurut ketentuan Alquran dengan mana kita dapat memberikan penilaian mengenai tradisi yang sampai kini masih berlaku. Sungguh hal ini hanyalah karena terpaksa dibicarkan, dan bukanlah kita bermaksud mencari kelemahan orang-orang Arab dalam Islam untuk maksud-maksud lain, dan bukan pula bersifat penghinaan. Di antara ayat suci yang sehubungan dengan ini ialah seperti dimaksudkan :
أَجَعَلْتُمْ سِقَايَةَ الْحَاجِّ وَعِمَارَةَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ كَمَنْ آمَنَ بِاللّهِ
وَالْيَوْمِ الآخِرِ وَجَاهَدَ فِي سَبِيلِ اللّهِ لاَ يَسْتَوُونَ عِندَ اللّهِ وَاللّهُ لاَ يَهْدِي الْقَوْمَ الظَّالِمِينَ
9/19. Apakah kamu jadikan perencanaan Hajji dan upacara meramaikan Masjidil Haraam seperti
orang yang beriman pada ALLAH SERTA Hari yang akhir dan berjuang pada garis hukum ALLAH?
Tidaklah mereka itu bersamaan pada ALLAH , dan ALLAH tidak menunjuki kaum yang zalim.
الأَعْرَابُ أَشَدُّ كُفْراً وَنِفَاقاً
وَأَجْدَرُ أَلاَّ يَعْلَمُواْ حُدُودَ مَا أَنزَلَ اللّهُ عَلَى رَسُولِهِ وَاللّهُ عَلِيمٌ حَكِيمٌ
9/97. Orang-orang Arab itu lebih sangat tentang kekafiran dan kemunafikan, dan lebih
bertahan untuk tidak mengetahui batas-batas hukum yang ALLAH turunkan
atas Rasul NYA, dan ALLAH mengetahui lagi bijaksana.
Kedua ayat suci yang artinya kita kutipkan di atas ini memberikan kesan bahwa memang tradisi ibadah Hajji yang berlaku sampai kini banyak sedikitnya tidak sesuai dengan hukum ALLAH, karenanya tradisi itu harus disesuaikan dengan ayat-ayat suci dalam Alquran. Sementara itu keterangan yang menyatakan ibadah Hajji adalah rukun kelima dalam Islam, dan orang telah sempurna Islamnya sesudah selesai melaksanakan Hajji, sebenarnya harus diperbaiki menurut ayat 9/19 bahwa orang-orang yang berjuang pada garis hukum ALLAH bahkan lebih tinggi derajatnya selaku orang-orang bahagia dinyatakan ALLAH pada ayat 9/20.
“Siqaayatul Hajji” bukanlah berarti memberi minum orang yang melakukan Hajji sebagimana biasanya diartikan orang, tetapi perencanaan atau rencana bagi para Hajji. Siqaayah demikian juga tercantum pada ayat 12/70 dimana dinyatakan bahwa Nabi Yusuf melakukan suatu perencanaan pada karung adiknya untuk dapat menahan adiknya dalam karung tersebut dan dikatakan dicuri atau kehilangan pada ayat 12/72.
Begitu pula istilah “Imaarah” bukanlah berarti “memelihara” tetapi “meramaikan” yaitu meramaikan Masjidil Haraam. Sehubungan dengan istilah itu ialah “amara” tercantum pada ayat 9/17, 9/18, 30/9, dan “Umrah” pada ayat 2/196, serta “I’tamara” pada ayat 2/158, masing-masingnya berarti upacara meramaikan dan sama meramaikan Masjidil Haraam, maka melakukan Umrah ialah meramaikan Masjidil Haraam, maka melakukan umrah ialah meramaikan Masjidil Haraam itu, bukan umrah seperti anggapan orang selama ini yang menamakannya sebagai hajji kecil dilakukan dengan miqat makani berpakaian ihram dua helai kain putih dimulai dari Bir Ali atau Tam’im.
Re: Ibadah Hajji boleh dilakukan diluar bulan Zulhijjah. . !
Jadi yang dimaksud dengan umrah atau ‘Imaratul Masjidil Haraam ialah meramaikan tempat suci itu dengan melakukan shalat, tawaf, sa’I, dan zikir atau membaca ayat-ayat Alquran. Lebih jelas untuk persoalan ini, baiklah kita kutipkan pula maksud beberapa ayat suci begitupun yang menyangkut ibadah Hajji dan bulan-bulan Haraam.
وَإِذْ جَعَلْنَا الْبَيْتَ مَثَابَةً لِّلنَّاسِ وَأَمْناً وَاتَّخِذُواْ مِن مَّقَامِ إِبْرَاهِيمَ
مُصَلًّى وَعَهِدْنَا إِلَى إِبْرَاهِيمَ وَإِسْمَاعِيلَ أَن طَهِّرَا بَيْتِيَ لِلطَّائِفِينَ وَالْعَاكِفِينَ وَالرُّكَّعِ السُّجُودِ
2/125. Dan ketika KAMI jadikan rumah itu sumber ilmu bagi manusia dan keamanan, dan adakanlah
dari kebesaran Ibrahim itu jadi Mushalla, dan KAMI tegaskan kepada Ibrahim dan Ismail. Agar ;”Sucikanlah
Rumah KU itu bagi orang-orang yang tawaf dan orang orang-orang yang ukuf serta ruku sujud”.
إِنَّ الصَّفَا وَالْمَرْوَةَ مِن شَعَآئِرِ اللّهِ فَمَنْ حَجَّ الْبَيْتَ أَوِ
اعْتَمَرَ فَلاَ جُنَاحَ عَلَيْهِ أَن يَطَّوَّفَ بِهِمَا وَمَن تَطَوَّعَ خَيْراً فَإِنَّ اللّهَ شَاكِرٌ عَلِيمٌ
2/158. Bahwa Shafa dan Marwah termasuk syiar ALLAH, maka siapa yang menziarahi rumah itu atau
sama meramaikan, tiadalah kejanggalan atasnya untuk tawaf pada keduanya. Dan siapa yang
menyanggupi adalah lebih baik, bahwa ALLAH menghargai lagi mengetahui.
. . . يَسْأَلُونَكَ عَنِ الأهِلَّةِ قُلْ هِيَ مَوَاقِيتُ لِلنَّاسِ وَالْحَجِّ وَلَيْسَ
2/189. Mereka bertanya padamu tentang bulan baru. Katakanlah “Dia adalah untuk
penentuan waktu bagi manusia dan Hajji.. . . .”.
وَأَتِمُّواْ الْحَجَّ وَالْعُمْرَةَ لِلّهِ فَإِنْ أُحْصِرْتُمْ فَمَا اسْتَيْسَرَ مِنَ الْهَدْيِ
وَلاَ تَحْلِقُواْ رُؤُوسَكُمْ حَتَّى يَبْلُغَ الْهَدْيُ مَحِلَّهُ فَمَن كَانَ مِنكُم مَّرِيضاً أَوْ
بِهِ أَذًى مِّن رَّأْسِهِ فَفِدْيَةٌ مِّن صِيَامٍ أَوْ صَدَقَةٍ أَوْ نُسُكٍ فَإِذَا أَمِنتُمْ فَمَن تَمَتَّعَ بِالْعُمْرَةِ
إِلَى الْحَجِّ فَمَا اسْتَيْسَرَ مِنَ الْهَدْيِ فَمَن لَّمْ يَجِدْ فَصِيَامُ ثَلاثَةِ أَيَّامٍ فِي الْحَجِّ وَسَبْعَةٍ إِذَا رَجَعْتُمْ تِلْكَ
عَشَرَةٌ كَامِلَةٌ ذَلِكَ لِمَن لَّمْ يَكُنْ أَهْلُهُ حَاضِرِي الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ وَاتَّقُواْ اللّهَ وَاعْلَمُواْ أَنَّ اللّهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ
2/196. Dan sempurnakanlah Hajji dan umrah (meramaikan Masjidil Haraam) untuk ALLAH, jika kamu dalam keadaan sulit
maka hendaklah yang mudah dari kurban. Dan jangan cukur kepalamu hingga kurban itu sampai pada tempatnya tertentu. Maka siapa
yang sakit dari kamu atau ada gangguan di kepalanya, hendaklah berfidyah terdiri dari berpuasa atau bersedekah atau pengabdian (lainnya).
Jika kamu dalam keadaan aman, maka siapa yang melengkapi dengan umrah sampai pada hajji, hendaklah yang mudah dari korban, maka
siapa yang tidak mendapatkannya, hendaklah berpuasa tiga hari dalam hajji itu dan tujuh (hari) ketika kamu telah kembali. Itulah
sepuluh (hari) yang sempurna. Yang demikian ialah bagi siapa yang keluarganya tidak hadir pada Masjidil Haraam
(bukan penduduk Makkah). Dan insaflah pada ALLAH, dan ketahuilah bahwa ALLAH sangat pemberi balasan.
الْحَجُّ أَشْهُرٌ مَّعْلُومَاتٌ فَمَن فَرَضَ
فِيهِنَّ الْحَجَّ فَلاَ رَفَثَ وَلاَ فُسُوقَ وَلاَ جِدَالَ فِي الْحَجِّ
وَمَا تَفْعَلُواْ مِنْ خَيْرٍ يَعْلَمْهُ اللّهُ وَتَزَوَّدُواْ فَإِنَّ خَيْرَ الزَّادِ التَّقْوَى وَاتَّقُونِ يَا أُوْلِي الأَلْبَابِ
2/197. Hajji adalah pada bulan-bulan tertentu. Siapa yang telah wajib padanya (bulan-bulan itu) melakukan
Hajji, maka tiada lagi jimak (suami istri) dan tiada kefasikan dan tiada perbantahan dalam hajji itu.
Dan apapun yang kamu perbuat dari kebaikan, ALLAH mengetahuinya, maka tambah-tambahlah,
bahwa tambahan yang baik ialah keinsafan dan insaflah pada KU wahai para penyelidik.
لَيْسَ عَلَيْكُمْ جُنَاحٌ أَن تَبْتَغُواْ فَضْلاً مِّن رَّبِّكُمْ فَإِذَا أَفَضْتُم مِّنْ عَرَفَاتٍ فَاذْكُرُ
واْ اللّهَ عِندَ الْمَشْعَرِ الْحَرَامِ وَاذْكُرُوهُ كَمَا هَدَاكُمْ وَإِن كُنتُم مِّن قَبْلِهِ لَمِنَ الضَّآلِّينَ
2/198. Tiadalah kejanggalan atasmu untuk mencari kurnia dari TUHAN mu, maka ketika kamu
telah berombongan dari Arafah ingatlah ALLAH pada Masy’aril Haraam (susunan mulia) dan ingatlah
DIA tunjukkan padamu dan walaupun kamu sebelumnya termasuk orang-orang sesat.
وَاذْكُرُواْ اللّهَ فِي أَيَّامٍ مَّعْدُودَاتٍ فَمَن تَعَجَّلَ فِي يَوْمَيْنِ فَلاَ إِثْمَ عَلَيْهِ
وَمَن تَأَخَّرَ فَلا إِثْمَ عَلَيْهِ لِمَنِ اتَّقَى وَاتَّقُواْ اللّهَ وَاعْلَمُوا أَنَّكُمْ إِلَيْهِ تُحْشَرُونَ
2/203. Dan ingatlah ALLAH pada hari-hari tertentu, maka siapa yang terdahulu dua hari, tiadalah
dosa atasnya, dan siapa yang terlambat, juga tiadalah dosa atasnya, yaitu bagi orang yang insaf.
Dan insaflah pada ALLAH dan ketahuilah bahwa kamu kepada NYA akan dikumpulkan.
إِنَّ أَوَّلَ بَيْتٍ وُضِعَ لِلنَّاسِ لَلَّذِي بِبَكَّةَ مُبَارَكاً وَهُدًى لِّلْعَالَمِينَ
3/96. Bahwa rumah pertama yang didirikan untuk manusia ( di bumi)
ialah yang di Makkah, diberkahi dan petunjuk bagi seluruh manusia.
فِيهِ آيَاتٌ بَيِّـنَاتٌ مَّقَامُ إِبْرَاهِيمَ وَمَن دَخَلَهُ كَانَ آمِناً
وَلِلّهِ عَلَى النَّاسِ حِجُّ الْبَيْتِ مَنِ اسْتَطَاعَ إِلَيْهِ سَبِيلاً وَمَن كَفَرَ فَإِنَّ الله غَنِيٌّ عَنِ الْعَالَمِينَ
3/97. Padanya ada ayat-ayat yang menerangkan, kebesaran Ibrahim dan siapa yang memasukinya
adalah aman. Dan bagi ALLAH atas manusia ialah menziarahi rumah itu yaitu siapa yang menyanggupi
garis hukum kepadanya. Dan siapa yang kafir maka ALLAH lebih kaya dari seluruh manusia.
فَإِذَا انسَلَخَ الأَشْهُرُ الْحُرُمُ فَاقْتُلُواْ الْمُشْرِكِينَ حَيْثُ
وَجَدتُّمُوهُمْ وَخُذُوهُمْ وَاحْصُرُوهُمْ وَاقْعُدُواْ لَهُمْ كُلَّ مَرْصَدٍ فَإِن
تَابُواْ وَأَقَامُواْ الصَّلاَةَ وَآتَوُاْ الزَّكَاةَ فَخَلُّواْ سَبِيلَهُمْ إِنَّ اللّهَ غَفُورٌ رَّحِيمٌ
9/5. maka ketika bulan-bulan Haraam itu telah berlalu, lalu perangilah orang-orang musryik itu dimana saja
kamu dapati mereka, dan tangkaplah mereka dan tawanlah mereka dan dudukilah setiap tempat strategis
terhadap mereka. Jika mereka bertobat dan mendirikan shalat serta membayarkan zakat,
maka aturlah garis hukum mereka, bahwa ALLAH pengampun penyayang.
إِنَّ عِدَّةَ الشُّهُورِ عِندَ اللّهِ اثْنَا عَشَرَ شَهْراً فِي كِتَابِ اللّهِ
يَوْمَ خَلَقَ السَّمَاوَات وَالأَرْضَ مِنْهَا أَرْبَعَةٌ حُرُمٌ ذَلِكَ الدِّينُ الْقَيِّمُ فَلاَ تَظْلِمُواْ
فِيهِنَّ أَنفُسَكُمْ وَقَاتِلُواْ الْمُشْرِكِينَ كَآفَّةً كَمَا يُقَاتِلُونَكُمْ كَآفَّةً وَاعْلَمُواْ أَنَّ اللّهَ مَعَ الْمُتَّقِينَ
9/36. Bahwa bilangan bulan-bulan penanggalan pada ALLAH ialah duabelas bulan dalam ketetapan ALLAH
pada Yaum yang DIA ciptakan planet-planet dan bumi. Daripadanya ada empat yang HUARUM. Itulah agama yang kukuh,
maka janganlah zalimi dirimu pada bulan-bulan itu dan perangilah orang-orang musyrik seluruhnya sebagaimana
mereka memerangi kamu seluruhnya. Dan ketahuilah bahwa ALLAH bersama para muttaqin.
وَإِذْ بَوَّأْنَا لِإِبْرَاهِيمَ مَكَانَ
الْبَيْتِ أَن لَّا تُشْرِكْ بِي شَيْئاً وَطَهِّرْ بَيْتِيَ لِلطَّائِفِينَ وَالْقَائِمِينَ وَالرُّكَّعِ السُّجُودِ
22/26. Dan ketika KAMI tentukan pada Ibrahim tempat rumah itu, agar, janganlah serikatkan pada KU
sesuatu juga, dan sucikanlah rumah KU itu bagi orang-orang yang tawaf dan yang berdiri dan ruku sujud.
وَأَذِّن فِي النَّاسِ بِالْحَجِّ يَأْتُوكَ رِجَالاً وَعَلَى كُلِّ ضَامِرٍ يَأْتِينَ مِن كُلِّ فَجٍّ عَمِيقٍ
22/27. Dan maklumkanlah pada manusia dengan Hajji, mereka akan datang padamu berlaki-laki
dan atas setiap kendaraan (penghubung). Datang dari setiap pelosok yang jauh.
لِيَشْهَدُوا مَنَافِعَ لَهُمْ وَيَذْكُرُوا اسْمَ اللَّهِ فِي أَيَّامٍ
مَّعْلُومَاتٍ عَلَى مَا رَزَقَهُم مِّن بَهِيمَةِ الْأَنْعَامِ فَكُلُوا مِنْهَا وَأَطْعِمُوا الْبَائِسَ الْفَقِيرَ
22/28. Agar mereka menyaksikan manfaat-manfaat bagi mereka dan menyebut nama ALLAH
pada hari-hari tertentu atas apa yang DIA beri rizki pada mereka dari daging ternak.
Maka makanlah daripadanya dan beri makanlah fakir-fakir yang sengsar.
ثُمَّ لْيَقْضُوا تَفَثَهُمْ وَلْيُوفُوا نُذُورَهُمْ وَلْيَطَّوَّفُوا بِالْبَيْتِ الْعَتِيقِ
22/29.Kemudian hendaklah mereka melaksanakan tugas mereka dan menyempurnakan
nazar (niat) mereka dan hendaklah mereka tawaf pada rumah (Ka’bah) yang tua itu.
لَكُمْ فِيهَا مَنَافِعُ إِلَى أَجَلٍ مُّسَمًّى ثُمَّ مَحِلُّهَا إِلَى الْبَيْتِ الْعَتِيقِ
22/33. Bagimu padanya (syiar itu) ada manfaat sampai pada waktu tertentu,
kemudian tempatnya tertentu ialah kepada rumah (ka’bah) yang tua itu.
وَالْبُدْنَ جَعَلْنَاهَا لَكُم مِّن شَعَائِرِ اللَّهِ لَكُمْ فِيهَا
خَيْرٌ فَاذْكُرُوا اسْمَ اللَّهِ عَلَيْهَا صَوَافَّ فَإِذَا وَجَبَتْ جُنُوبُهَا
فَكُلُوا مِنْهَا وَأَطْعِمُوا الْقَانِعَ وَالْمُعْتَرَّ كَذَلِكَ سَخَّرْنَاهَا لَكُمْ لَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ
22/36. Dan binatang-binatang kurban itu KAMI jadikan untuk dari syiar ALLAH, bagimu padanya
ada kebaikan. Maka sebutlah nama ALLAH atasnya yang dalam berbaris. Ketika tubuh-tubuhnya telah
mewajibkan (untuk dimakan) maka makanlah daripadanya dan beri makanlah yang minta-minta dan
yang kekurangan. Seperti itu KAMI edarkan dia untukmu semoga kamu menghargai.
Istlah HAJJU dan HAJJA berarti ZIARAH atau menziarahi Masjidil Haraam yang ada di Makkah. Istilah itu termuat pada ayat 2/158 2/189 2/197 3/97 9/3 dan 22/27. sementara itu orang yang datang ziarah ke sana dinamakan dengan HAAJJU sebagai tercantum pada ayat 9/19 dan dalam masyarakat umum disebut dengan Hajji. Selama di Makkah, pendatang-pendatang itu sama-sama meramaikan Masjidil Haraam, dan perbuatan ini disebut dengn UMRAH.
Walaupun istilah hajji dan umrah sehubungan dengan Masjidil Haraam, tetapi jelaslah bahwa Hajji dimaksudkan bagi orang-orang yang datang mengunjungi Makkah dari daerah lain di bumi ini, dan umrah dimaksudkan bagi orang-orang yang sudah ada di Makkah itu kalau ibadah Hajji harus menurut syarat-syarat tertentu dilaksanakan dalam lingkungan Masjidil Haraam ditambah dengan ukuf di Arafah dan menyembelih kurban di tempat yang kini dinamakan dengan mina, maka umrah hanyalah dilakukan dalam lingkungan Masjidil haraam saja.
Umrah boleh dilaksanakan disembarang waktu sepanjang tahun dan setiap orang beriman boleh saja melakukannya seperti dimaksudkan ayat 2/196, tetapi ibadah hajji hanya dikatakan sah jika dilakukan pada bulan-bulan tertetnu sebagai dinyatakan ALLAH pada ayat 2/197. jadi ibadah Hajji bukanlah harus dilakukan pada bulan zulhijjah saja. Memang bulan itulah dulunya Nabi Muhammad SAW melaksanakn ibadah Hajji ke Makkah dari Madinah yang sampai kini masih menjadi tradisi, tetapi hal itu disebabkan oleh keadaan dan usia beliau yang terbatas, namun yang demikian bukanlah menjadi ketentuan bahwa hajji harus dilakukan pada bulan zulhijjah saja, dan Nabi sendiri tidak pernah menyatakan begitu.
Untuk sementara memang agak aneh jika didengar bahwa ibadah hajji boleh dilakukan diluar bulan zulhijjah tetapi keanehan itu adalah relatif dan hanya dipengaruhi oleh perasaan tradisional semenjak ribuan tahun. Sebaliknya kalau orang berpikir lebih terbuka maka dia akan menganggap lebih aneh jika ibadah hajji ke Makkah hanya boleh dilakukan pada bulan zulhijjah saja karena orang mengetahui bahwa keadaan lingkung di Makkah tidak akan sesuai lagi dengan jemaah hajji yang datang serentak dari segala jurusan muka bumi dengan jumlah jutaan dan dari tahun ke tahun bahkan semakin banyak.
Dalam hal ini ALLAH memberikan ketentuan positif bahwa ibadah itu boleh dilakukan pada bulan-bulan tertentu, dan ketentuan demikian menjadi satu pertanda dari kebesaran ALLAH yang memberikan penjelasan dan penyelesaian bagi berbagai masalah hidup yang demikian menjadi satu pertanda dari kebesaran ALLAH yang memberikan penjelasan dan penyelesaian bagi berbagai masalah hidup yang semuanya terkandung dalam Alquran. Demikian kitab suci itu berfungsi untuk seluruh zaman parallel dengan maksud ayat 16/89, tanpa kontradiksi, pada zaman orang hendaklah mendasarkan hukum agar bertindak produktif dan tidak terbentur pada kekecewaan.
Kini timbul persolaan tentang bulan-bulan tertentu waktu mana orang boleh melakukan ibadah hajji, pada bulan-bulan apakah yang dimaksud ALLAH dalam ayat 2/197 itu? Dapatkah diketahui bulan-bulan itu tanpa hadis Nabi sementara Alquran tidak menyebutkan namanya dan tidak menyatakan jumlahnya?.
Sebagai dikatakan tadi bahwa Nabi Muhammad SAW, tidak pernah menjelaskan bahwa Hajji boleh dilakukan di luar bulan zulhijjah, tetapi membiarkannya menjadi bahan pemikiran dan pelaksanaan bagi generasi kemudiannya sebagi dimaksud ayat 40/78, karenanya jumlah dan nama-nama bulan itu tidak dapat diketahui melalui Hadis Nabi. Tetapi tradisi semenjak dari zaman yang tidak diketahui pasti, mungkin berasal dari zaman Nabi Ibrahim, bahwa dalam Islam diketahui adanya empat bulan suci atau empat bulan mulia yaitu Zulkaedah, Zulhijjah, muharram, dan Rajab. Keempat bulan itu bukanlah sehubungan dengan riwayat manusia, tetai menyangkut dengan posisi bumi dalam orbitnya keliling surya. Karena masyarkat manusia selama beberapa abad tidak mengetahui orbit bumi dan keadaan planet ini secara pasti, dan nama empat bulan mulia itu hanya mereka terima menurut tradisi, maka itulah sebabnya kita mengiranya berasal dari Nabi Ibrahim yang memang master Of Geology atau Master of Astronomy sebagai kita namakan, sesuai dengan kedudukannya jadi IMAM bagi manusia, dinyatakan ALLAH pada ayat 2/124. memang ALLAH telah memilih Ibrahim di dunia ini, maka doktrin hidup yang diwariskannya harus diikuti oleh orang-orang Islam, terkandung dalam Alquran, terutama pada ayat 2/130 16/123 dan 22/78.
ALLAH tidak pula menyebutkan nama keempat bulan mulia itu, dan memang pada banyak hal, ALLAH tidak menyebutkan nama sesuatu terbukti dengan tiadanya nama istri Nabi Adam dalam Alquran, tiadanya nama planet yang tujuh mengorbit di atas garis edaran bumi kecuali Muntaha sebagai planet terpinggir, tiadanya nama istri Ibrahim nma ibu bapak Muhammad, bahkan juga tiadanya nama 12 bulan yang diakui ALLAH pada ayat 9/36. semuanya dibiarkan ALLAH untuk jadi bahan penyelidikan manusia berilmu sebagai tenaga dorong untuk peningkatan peradaban.
Ayat 2/197 juga tidak menyebutkan jumlah dan nama bulan-bulan tertentu itu, tetapi menyatakannya dengan istilah ASYHURUN yaitu BULAN BULAN, plural number atau jamak yang dalam bahasa Alquran nyatalah jumlahnya lebih dari dua. Orang boleh saja menganggapnya lima, enam, atau tiga dan sebagainya, namun kalau ditinjau dari maksud ayat 9/2 9/5 dan 9/36. akan diketahuilah bahwa “asyhurun” pada ayat 2/197 tadi ada sejumlah empat bulan Haraam atau empat bulan mulia yang telah menjadi pengetahuan umum dalam tradisi Islam tadi.
وَإِذْ جَعَلْنَا الْبَيْتَ مَثَابَةً لِّلنَّاسِ وَأَمْناً وَاتَّخِذُواْ مِن مَّقَامِ إِبْرَاهِيمَ
مُصَلًّى وَعَهِدْنَا إِلَى إِبْرَاهِيمَ وَإِسْمَاعِيلَ أَن طَهِّرَا بَيْتِيَ لِلطَّائِفِينَ وَالْعَاكِفِينَ وَالرُّكَّعِ السُّجُودِ
2/125. Dan ketika KAMI jadikan rumah itu sumber ilmu bagi manusia dan keamanan, dan adakanlah
dari kebesaran Ibrahim itu jadi Mushalla, dan KAMI tegaskan kepada Ibrahim dan Ismail. Agar ;”Sucikanlah
Rumah KU itu bagi orang-orang yang tawaf dan orang orang-orang yang ukuf serta ruku sujud”.
إِنَّ الصَّفَا وَالْمَرْوَةَ مِن شَعَآئِرِ اللّهِ فَمَنْ حَجَّ الْبَيْتَ أَوِ
اعْتَمَرَ فَلاَ جُنَاحَ عَلَيْهِ أَن يَطَّوَّفَ بِهِمَا وَمَن تَطَوَّعَ خَيْراً فَإِنَّ اللّهَ شَاكِرٌ عَلِيمٌ
2/158. Bahwa Shafa dan Marwah termasuk syiar ALLAH, maka siapa yang menziarahi rumah itu atau
sama meramaikan, tiadalah kejanggalan atasnya untuk tawaf pada keduanya. Dan siapa yang
menyanggupi adalah lebih baik, bahwa ALLAH menghargai lagi mengetahui.
. . . يَسْأَلُونَكَ عَنِ الأهِلَّةِ قُلْ هِيَ مَوَاقِيتُ لِلنَّاسِ وَالْحَجِّ وَلَيْسَ
2/189. Mereka bertanya padamu tentang bulan baru. Katakanlah “Dia adalah untuk
penentuan waktu bagi manusia dan Hajji.. . . .”.
وَأَتِمُّواْ الْحَجَّ وَالْعُمْرَةَ لِلّهِ فَإِنْ أُحْصِرْتُمْ فَمَا اسْتَيْسَرَ مِنَ الْهَدْيِ
وَلاَ تَحْلِقُواْ رُؤُوسَكُمْ حَتَّى يَبْلُغَ الْهَدْيُ مَحِلَّهُ فَمَن كَانَ مِنكُم مَّرِيضاً أَوْ
بِهِ أَذًى مِّن رَّأْسِهِ فَفِدْيَةٌ مِّن صِيَامٍ أَوْ صَدَقَةٍ أَوْ نُسُكٍ فَإِذَا أَمِنتُمْ فَمَن تَمَتَّعَ بِالْعُمْرَةِ
إِلَى الْحَجِّ فَمَا اسْتَيْسَرَ مِنَ الْهَدْيِ فَمَن لَّمْ يَجِدْ فَصِيَامُ ثَلاثَةِ أَيَّامٍ فِي الْحَجِّ وَسَبْعَةٍ إِذَا رَجَعْتُمْ تِلْكَ
عَشَرَةٌ كَامِلَةٌ ذَلِكَ لِمَن لَّمْ يَكُنْ أَهْلُهُ حَاضِرِي الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ وَاتَّقُواْ اللّهَ وَاعْلَمُواْ أَنَّ اللّهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ
2/196. Dan sempurnakanlah Hajji dan umrah (meramaikan Masjidil Haraam) untuk ALLAH, jika kamu dalam keadaan sulit
maka hendaklah yang mudah dari kurban. Dan jangan cukur kepalamu hingga kurban itu sampai pada tempatnya tertentu. Maka siapa
yang sakit dari kamu atau ada gangguan di kepalanya, hendaklah berfidyah terdiri dari berpuasa atau bersedekah atau pengabdian (lainnya).
Jika kamu dalam keadaan aman, maka siapa yang melengkapi dengan umrah sampai pada hajji, hendaklah yang mudah dari korban, maka
siapa yang tidak mendapatkannya, hendaklah berpuasa tiga hari dalam hajji itu dan tujuh (hari) ketika kamu telah kembali. Itulah
sepuluh (hari) yang sempurna. Yang demikian ialah bagi siapa yang keluarganya tidak hadir pada Masjidil Haraam
(bukan penduduk Makkah). Dan insaflah pada ALLAH, dan ketahuilah bahwa ALLAH sangat pemberi balasan.
الْحَجُّ أَشْهُرٌ مَّعْلُومَاتٌ فَمَن فَرَضَ
فِيهِنَّ الْحَجَّ فَلاَ رَفَثَ وَلاَ فُسُوقَ وَلاَ جِدَالَ فِي الْحَجِّ
وَمَا تَفْعَلُواْ مِنْ خَيْرٍ يَعْلَمْهُ اللّهُ وَتَزَوَّدُواْ فَإِنَّ خَيْرَ الزَّادِ التَّقْوَى وَاتَّقُونِ يَا أُوْلِي الأَلْبَابِ
2/197. Hajji adalah pada bulan-bulan tertentu. Siapa yang telah wajib padanya (bulan-bulan itu) melakukan
Hajji, maka tiada lagi jimak (suami istri) dan tiada kefasikan dan tiada perbantahan dalam hajji itu.
Dan apapun yang kamu perbuat dari kebaikan, ALLAH mengetahuinya, maka tambah-tambahlah,
bahwa tambahan yang baik ialah keinsafan dan insaflah pada KU wahai para penyelidik.
لَيْسَ عَلَيْكُمْ جُنَاحٌ أَن تَبْتَغُواْ فَضْلاً مِّن رَّبِّكُمْ فَإِذَا أَفَضْتُم مِّنْ عَرَفَاتٍ فَاذْكُرُ
واْ اللّهَ عِندَ الْمَشْعَرِ الْحَرَامِ وَاذْكُرُوهُ كَمَا هَدَاكُمْ وَإِن كُنتُم مِّن قَبْلِهِ لَمِنَ الضَّآلِّينَ
2/198. Tiadalah kejanggalan atasmu untuk mencari kurnia dari TUHAN mu, maka ketika kamu
telah berombongan dari Arafah ingatlah ALLAH pada Masy’aril Haraam (susunan mulia) dan ingatlah
DIA tunjukkan padamu dan walaupun kamu sebelumnya termasuk orang-orang sesat.
وَاذْكُرُواْ اللّهَ فِي أَيَّامٍ مَّعْدُودَاتٍ فَمَن تَعَجَّلَ فِي يَوْمَيْنِ فَلاَ إِثْمَ عَلَيْهِ
وَمَن تَأَخَّرَ فَلا إِثْمَ عَلَيْهِ لِمَنِ اتَّقَى وَاتَّقُواْ اللّهَ وَاعْلَمُوا أَنَّكُمْ إِلَيْهِ تُحْشَرُونَ
2/203. Dan ingatlah ALLAH pada hari-hari tertentu, maka siapa yang terdahulu dua hari, tiadalah
dosa atasnya, dan siapa yang terlambat, juga tiadalah dosa atasnya, yaitu bagi orang yang insaf.
Dan insaflah pada ALLAH dan ketahuilah bahwa kamu kepada NYA akan dikumpulkan.
إِنَّ أَوَّلَ بَيْتٍ وُضِعَ لِلنَّاسِ لَلَّذِي بِبَكَّةَ مُبَارَكاً وَهُدًى لِّلْعَالَمِينَ
3/96. Bahwa rumah pertama yang didirikan untuk manusia ( di bumi)
ialah yang di Makkah, diberkahi dan petunjuk bagi seluruh manusia.
فِيهِ آيَاتٌ بَيِّـنَاتٌ مَّقَامُ إِبْرَاهِيمَ وَمَن دَخَلَهُ كَانَ آمِناً
وَلِلّهِ عَلَى النَّاسِ حِجُّ الْبَيْتِ مَنِ اسْتَطَاعَ إِلَيْهِ سَبِيلاً وَمَن كَفَرَ فَإِنَّ الله غَنِيٌّ عَنِ الْعَالَمِينَ
3/97. Padanya ada ayat-ayat yang menerangkan, kebesaran Ibrahim dan siapa yang memasukinya
adalah aman. Dan bagi ALLAH atas manusia ialah menziarahi rumah itu yaitu siapa yang menyanggupi
garis hukum kepadanya. Dan siapa yang kafir maka ALLAH lebih kaya dari seluruh manusia.
فَإِذَا انسَلَخَ الأَشْهُرُ الْحُرُمُ فَاقْتُلُواْ الْمُشْرِكِينَ حَيْثُ
وَجَدتُّمُوهُمْ وَخُذُوهُمْ وَاحْصُرُوهُمْ وَاقْعُدُواْ لَهُمْ كُلَّ مَرْصَدٍ فَإِن
تَابُواْ وَأَقَامُواْ الصَّلاَةَ وَآتَوُاْ الزَّكَاةَ فَخَلُّواْ سَبِيلَهُمْ إِنَّ اللّهَ غَفُورٌ رَّحِيمٌ
9/5. maka ketika bulan-bulan Haraam itu telah berlalu, lalu perangilah orang-orang musryik itu dimana saja
kamu dapati mereka, dan tangkaplah mereka dan tawanlah mereka dan dudukilah setiap tempat strategis
terhadap mereka. Jika mereka bertobat dan mendirikan shalat serta membayarkan zakat,
maka aturlah garis hukum mereka, bahwa ALLAH pengampun penyayang.
إِنَّ عِدَّةَ الشُّهُورِ عِندَ اللّهِ اثْنَا عَشَرَ شَهْراً فِي كِتَابِ اللّهِ
يَوْمَ خَلَقَ السَّمَاوَات وَالأَرْضَ مِنْهَا أَرْبَعَةٌ حُرُمٌ ذَلِكَ الدِّينُ الْقَيِّمُ فَلاَ تَظْلِمُواْ
فِيهِنَّ أَنفُسَكُمْ وَقَاتِلُواْ الْمُشْرِكِينَ كَآفَّةً كَمَا يُقَاتِلُونَكُمْ كَآفَّةً وَاعْلَمُواْ أَنَّ اللّهَ مَعَ الْمُتَّقِينَ
9/36. Bahwa bilangan bulan-bulan penanggalan pada ALLAH ialah duabelas bulan dalam ketetapan ALLAH
pada Yaum yang DIA ciptakan planet-planet dan bumi. Daripadanya ada empat yang HUARUM. Itulah agama yang kukuh,
maka janganlah zalimi dirimu pada bulan-bulan itu dan perangilah orang-orang musyrik seluruhnya sebagaimana
mereka memerangi kamu seluruhnya. Dan ketahuilah bahwa ALLAH bersama para muttaqin.
وَإِذْ بَوَّأْنَا لِإِبْرَاهِيمَ مَكَانَ
الْبَيْتِ أَن لَّا تُشْرِكْ بِي شَيْئاً وَطَهِّرْ بَيْتِيَ لِلطَّائِفِينَ وَالْقَائِمِينَ وَالرُّكَّعِ السُّجُودِ
22/26. Dan ketika KAMI tentukan pada Ibrahim tempat rumah itu, agar, janganlah serikatkan pada KU
sesuatu juga, dan sucikanlah rumah KU itu bagi orang-orang yang tawaf dan yang berdiri dan ruku sujud.
وَأَذِّن فِي النَّاسِ بِالْحَجِّ يَأْتُوكَ رِجَالاً وَعَلَى كُلِّ ضَامِرٍ يَأْتِينَ مِن كُلِّ فَجٍّ عَمِيقٍ
22/27. Dan maklumkanlah pada manusia dengan Hajji, mereka akan datang padamu berlaki-laki
dan atas setiap kendaraan (penghubung). Datang dari setiap pelosok yang jauh.
لِيَشْهَدُوا مَنَافِعَ لَهُمْ وَيَذْكُرُوا اسْمَ اللَّهِ فِي أَيَّامٍ
مَّعْلُومَاتٍ عَلَى مَا رَزَقَهُم مِّن بَهِيمَةِ الْأَنْعَامِ فَكُلُوا مِنْهَا وَأَطْعِمُوا الْبَائِسَ الْفَقِيرَ
22/28. Agar mereka menyaksikan manfaat-manfaat bagi mereka dan menyebut nama ALLAH
pada hari-hari tertentu atas apa yang DIA beri rizki pada mereka dari daging ternak.
Maka makanlah daripadanya dan beri makanlah fakir-fakir yang sengsar.
ثُمَّ لْيَقْضُوا تَفَثَهُمْ وَلْيُوفُوا نُذُورَهُمْ وَلْيَطَّوَّفُوا بِالْبَيْتِ الْعَتِيقِ
22/29.Kemudian hendaklah mereka melaksanakan tugas mereka dan menyempurnakan
nazar (niat) mereka dan hendaklah mereka tawaf pada rumah (Ka’bah) yang tua itu.
لَكُمْ فِيهَا مَنَافِعُ إِلَى أَجَلٍ مُّسَمًّى ثُمَّ مَحِلُّهَا إِلَى الْبَيْتِ الْعَتِيقِ
22/33. Bagimu padanya (syiar itu) ada manfaat sampai pada waktu tertentu,
kemudian tempatnya tertentu ialah kepada rumah (ka’bah) yang tua itu.
وَالْبُدْنَ جَعَلْنَاهَا لَكُم مِّن شَعَائِرِ اللَّهِ لَكُمْ فِيهَا
خَيْرٌ فَاذْكُرُوا اسْمَ اللَّهِ عَلَيْهَا صَوَافَّ فَإِذَا وَجَبَتْ جُنُوبُهَا
فَكُلُوا مِنْهَا وَأَطْعِمُوا الْقَانِعَ وَالْمُعْتَرَّ كَذَلِكَ سَخَّرْنَاهَا لَكُمْ لَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ
22/36. Dan binatang-binatang kurban itu KAMI jadikan untuk dari syiar ALLAH, bagimu padanya
ada kebaikan. Maka sebutlah nama ALLAH atasnya yang dalam berbaris. Ketika tubuh-tubuhnya telah
mewajibkan (untuk dimakan) maka makanlah daripadanya dan beri makanlah yang minta-minta dan
yang kekurangan. Seperti itu KAMI edarkan dia untukmu semoga kamu menghargai.
Istlah HAJJU dan HAJJA berarti ZIARAH atau menziarahi Masjidil Haraam yang ada di Makkah. Istilah itu termuat pada ayat 2/158 2/189 2/197 3/97 9/3 dan 22/27. sementara itu orang yang datang ziarah ke sana dinamakan dengan HAAJJU sebagai tercantum pada ayat 9/19 dan dalam masyarakat umum disebut dengan Hajji. Selama di Makkah, pendatang-pendatang itu sama-sama meramaikan Masjidil Haraam, dan perbuatan ini disebut dengn UMRAH.
Walaupun istilah hajji dan umrah sehubungan dengan Masjidil Haraam, tetapi jelaslah bahwa Hajji dimaksudkan bagi orang-orang yang datang mengunjungi Makkah dari daerah lain di bumi ini, dan umrah dimaksudkan bagi orang-orang yang sudah ada di Makkah itu kalau ibadah Hajji harus menurut syarat-syarat tertentu dilaksanakan dalam lingkungan Masjidil Haraam ditambah dengan ukuf di Arafah dan menyembelih kurban di tempat yang kini dinamakan dengan mina, maka umrah hanyalah dilakukan dalam lingkungan Masjidil haraam saja.
Umrah boleh dilaksanakan disembarang waktu sepanjang tahun dan setiap orang beriman boleh saja melakukannya seperti dimaksudkan ayat 2/196, tetapi ibadah hajji hanya dikatakan sah jika dilakukan pada bulan-bulan tertetnu sebagai dinyatakan ALLAH pada ayat 2/197. jadi ibadah Hajji bukanlah harus dilakukan pada bulan zulhijjah saja. Memang bulan itulah dulunya Nabi Muhammad SAW melaksanakn ibadah Hajji ke Makkah dari Madinah yang sampai kini masih menjadi tradisi, tetapi hal itu disebabkan oleh keadaan dan usia beliau yang terbatas, namun yang demikian bukanlah menjadi ketentuan bahwa hajji harus dilakukan pada bulan zulhijjah saja, dan Nabi sendiri tidak pernah menyatakan begitu.
Untuk sementara memang agak aneh jika didengar bahwa ibadah hajji boleh dilakukan diluar bulan zulhijjah tetapi keanehan itu adalah relatif dan hanya dipengaruhi oleh perasaan tradisional semenjak ribuan tahun. Sebaliknya kalau orang berpikir lebih terbuka maka dia akan menganggap lebih aneh jika ibadah hajji ke Makkah hanya boleh dilakukan pada bulan zulhijjah saja karena orang mengetahui bahwa keadaan lingkung di Makkah tidak akan sesuai lagi dengan jemaah hajji yang datang serentak dari segala jurusan muka bumi dengan jumlah jutaan dan dari tahun ke tahun bahkan semakin banyak.
Dalam hal ini ALLAH memberikan ketentuan positif bahwa ibadah itu boleh dilakukan pada bulan-bulan tertentu, dan ketentuan demikian menjadi satu pertanda dari kebesaran ALLAH yang memberikan penjelasan dan penyelesaian bagi berbagai masalah hidup yang demikian menjadi satu pertanda dari kebesaran ALLAH yang memberikan penjelasan dan penyelesaian bagi berbagai masalah hidup yang semuanya terkandung dalam Alquran. Demikian kitab suci itu berfungsi untuk seluruh zaman parallel dengan maksud ayat 16/89, tanpa kontradiksi, pada zaman orang hendaklah mendasarkan hukum agar bertindak produktif dan tidak terbentur pada kekecewaan.
Kini timbul persolaan tentang bulan-bulan tertentu waktu mana orang boleh melakukan ibadah hajji, pada bulan-bulan apakah yang dimaksud ALLAH dalam ayat 2/197 itu? Dapatkah diketahui bulan-bulan itu tanpa hadis Nabi sementara Alquran tidak menyebutkan namanya dan tidak menyatakan jumlahnya?.
Sebagai dikatakan tadi bahwa Nabi Muhammad SAW, tidak pernah menjelaskan bahwa Hajji boleh dilakukan di luar bulan zulhijjah, tetapi membiarkannya menjadi bahan pemikiran dan pelaksanaan bagi generasi kemudiannya sebagi dimaksud ayat 40/78, karenanya jumlah dan nama-nama bulan itu tidak dapat diketahui melalui Hadis Nabi. Tetapi tradisi semenjak dari zaman yang tidak diketahui pasti, mungkin berasal dari zaman Nabi Ibrahim, bahwa dalam Islam diketahui adanya empat bulan suci atau empat bulan mulia yaitu Zulkaedah, Zulhijjah, muharram, dan Rajab. Keempat bulan itu bukanlah sehubungan dengan riwayat manusia, tetai menyangkut dengan posisi bumi dalam orbitnya keliling surya. Karena masyarkat manusia selama beberapa abad tidak mengetahui orbit bumi dan keadaan planet ini secara pasti, dan nama empat bulan mulia itu hanya mereka terima menurut tradisi, maka itulah sebabnya kita mengiranya berasal dari Nabi Ibrahim yang memang master Of Geology atau Master of Astronomy sebagai kita namakan, sesuai dengan kedudukannya jadi IMAM bagi manusia, dinyatakan ALLAH pada ayat 2/124. memang ALLAH telah memilih Ibrahim di dunia ini, maka doktrin hidup yang diwariskannya harus diikuti oleh orang-orang Islam, terkandung dalam Alquran, terutama pada ayat 2/130 16/123 dan 22/78.
ALLAH tidak pula menyebutkan nama keempat bulan mulia itu, dan memang pada banyak hal, ALLAH tidak menyebutkan nama sesuatu terbukti dengan tiadanya nama istri Nabi Adam dalam Alquran, tiadanya nama planet yang tujuh mengorbit di atas garis edaran bumi kecuali Muntaha sebagai planet terpinggir, tiadanya nama istri Ibrahim nma ibu bapak Muhammad, bahkan juga tiadanya nama 12 bulan yang diakui ALLAH pada ayat 9/36. semuanya dibiarkan ALLAH untuk jadi bahan penyelidikan manusia berilmu sebagai tenaga dorong untuk peningkatan peradaban.
Ayat 2/197 juga tidak menyebutkan jumlah dan nama bulan-bulan tertentu itu, tetapi menyatakannya dengan istilah ASYHURUN yaitu BULAN BULAN, plural number atau jamak yang dalam bahasa Alquran nyatalah jumlahnya lebih dari dua. Orang boleh saja menganggapnya lima, enam, atau tiga dan sebagainya, namun kalau ditinjau dari maksud ayat 9/2 9/5 dan 9/36. akan diketahuilah bahwa “asyhurun” pada ayat 2/197 tadi ada sejumlah empat bulan Haraam atau empat bulan mulia yang telah menjadi pengetahuan umum dalam tradisi Islam tadi.
Re: Ibadah Hajji boleh dilakukan diluar bulan Zulhijjah. . !
Dalam waktu empat bulan itu setiap tahun qamariah orang boleh melaksanakan ibadah Hajji ke Makkah sebagaimana biasanya dilakukan pada bulan zulhijjah saja menurut tradisi. Itupun diberi pula kelonggaran pada ayat 2/203 bahwa orang boleh terdahuulu dua hari atau terlambat dua hari. Kalau pada awal abad ke 15 hijriah jumah jemaah hajji sudah mencapai sejuta orang, maka pada masa-masa mendatang jumlah itu tentulah akan terus meningkat, mungkin mencapai 10 atau 100 juta orang setiap tahunnya. Untuk itu ALLAH menyediakan waktu selama empat bulan tertentu, cukup panjang untuk bergantian menunaikan ibadah hajji ke Makkah yang tentunya juga harus dengan perncanaan dan peraturan tepat dari pemerintah-pemerintah yang bersangkutan. Demikian ibadah itu dapat berlangsung dengan aman, tertib, dan praktis, tidak berdesak-desak dan tidak menimbulkan kecelakaan.
Kini kita kembali kepada istilah ASYURUN MA’LUMAT yang berarti ‘bulan-bulan tertentu” pada ayat 2/197, “maklumaat” atau “tertentu” demikian haruslah menurut dalil Alquran juga yang tentunya dengan alasan tepat, bukan berdasarakan dugaan dan sangkaan belaka. Alasan bagi “bulan-bulan tertentu” itu kita nyatakan jumlahnya empat sebagai bulan-bulan Haraam dikaitkan dengan maksud ayat 9/2 , 9/5 dan 9/36 ialah karena pada keempat bulan itu orang tidak boleh memulai perang kecuali membalas kalau diserang, dan orang tidak boleh berburu di daratan bumi kecuali dilautan. Itulah agama yang kukuh menurut ketentuan ALLAH dengan maksud antara lain bahwa :
1. Memberi kesempatan pada orang-orang kafir selama empat bulan setiap tahun untuk menentukan sikap, apakah akan tetap kafir dengan serangan dari orang-orang Islam selama delapan bulan, ataukah menyatakan diri masuk Islam dengan kehidupan damai dan tenteram.
2. Memberi kesempatan kepada binatang liar untuk hidup berkembangbiak yang kalau diburu terus sepanjang tahun tentulah semuanya akan musnah dan lenyaplah kelestarian alam lingkungan di bumi ini. Namun kalau orang mau, maka lautan tersedia luas untuk kebutuhan makanan manusia bumi sepanjang zaman di mana mereka boleh saja mengadakan penangkapan dan peternakan menurut kesanggupan teknik yang ada.
3. Makanan yang disediakan ALLAH dilautan lebih menyehatkan bagi pertumbuhan diri manusia zahir batin dibanding dengan makanan yang terdiri dari daging hewan yang hidup di daratan bumi. Untuk ini orang boleh melakukan pengujian dan mengambil faedahnya.
4. Memberikan data-data astronomis tentang orbit bumi keliling surya kepada siapa yang sudi menyelidiki, bahwa pada empat bulan Haraam itu berlaku keadaaan penting ketika mana planet ini sedang berada di titik Aphelion orbitnya pada bulan Raja. Dan di titik Pihelion pada akhir bulan zulhijjah. Hal ini penting di ketahui manusia bumi yang memang hidup di permukaan glober angkasa yang senantiasa melayang keliling surya menurut ketentuan ALLAH.
Jadi bukankah larangan membunuh binatang buruan yang tercantum pada ayat 5/95 ditujukan kepada orang-orang di Makkah atau kepada jemaah Hjji saja sebagaimana selama ini dianggap orang, tetapi berlaku untuk semua orang di semua daerah permukaan bumi, karena memang orang-orang di Makkah dan jemaah hajji tidak akan melakukannya. Maka ayat 5/96 memberikan penjelasan untuk menyelesaikannya bahwa di laut manapun orang boleh melakukan perburuan menangkap dan memakan yang dibutuhkan. Kalau ayat 5/95 dan 5/96 itu dianggap orang berlaku bagi penduduk kota Makkah saja maka kenyataan memberikan tantangan bahwa disana tiada orang yang berburu binatang daratan karena daerahnya tandus, dan disana tidak ada pula lautan untuk mencari ikan.
Ayat 5/95 dan 5/96 hendaklah dijadikan pegangan bagi penguasa-penguasa setempat untuk melarang penduduknya berburu pada bulan-bulan Haraam, yang selama ini banyak sekali dilanggar tanpa sadar oleh penganut Islam sendiri. Ingatlah ayat suci itu melarang orang daratan bumi, termasuk biantang merusak tanaman dan berbisa lainnya, bukan hanya binatang yang halal dimakan menurut hukum Islam. Memang selama ini tidak menjadi perhatian orang karena ayat suci itu dianggap orang hanya ditujukan kepada jemaah hajji atau penduduk kota Makkah.
Selanjutnya istilah HURUM yang tercantum pada ayat 5/1 5/95 5/96 9/5 dan 9/36 bukanlah berarti “berpakaian ihram” dua potong kain putih, karena hal ini secara jelas dinyatakan ALLAH pada ayat 5/95 bahwa orang dilarang membunuh binatang buruan daratan dan menghalalkan buruan lautan selama HURUM yaitu selama empat bulan Haraam, di seluruh permukaan bumi, bukan selama berpakaian ihram di Makkah. Tentang perburuan demikian, ALLAH menyatakan memberikan ujian pada manusia tentang kesadaran dan keimanan terhadap hukum NYA, termuat pada ayat suci yang maksudnya :
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ لَيَبْلُوَنَّكُمُ اللّهُ بِشَيْءٍ مِّنَ الصَّيْد
ِ تَنَالُهُ أَيْدِيكُمْ وَرِمَاحُكُمْ لِيَعْلَمَ اللّهُ مَن يَخَافُهُ بِالْغَيْبِ فَمَنِ اعْتَدَى بَعْدَ ذَلِكَ فَلَهُ عَذَابٌ أَلِيمٌ
5/94. Wahai orang-orang beriman, ALLAH akan mengujimu dengan sesuatu dari buruan yang
dicapai oleh tanganmu dan alat-alatmu, agar ALLAH mengetahui siapa yang cemas terhadap NYA
yang dalam ghaib. Maka siapa yang melanggar hukum sesudah itu, untuknya ialah siksaan perih.
Kini para jemaah hajji berpakaian ihram pada waktu-waktu tertentu selama di Makkah, bukan selama empat bulan haraaam, maka hal itu membutkikan bahwa istilah HURUM yang terkandung dalam Alquran bukanlah berarti berpakaian ihram. Namun berpakaian walaupun tidak berdasrakn dalil Alquran tetapi ada baiknya jika ditinjau dari segi sosiologis dan psikologi terhadap jemaah hajji. Dengan berpakaian begitu mereka tidak sempat memperlihatkan ketinggian derajat masing-masing dalam kehidupan sehari-hari walaupun ada yang berjabatan presiden, menteri, dan sebagainya. Mereka berada dalam warna sama menurut pandangan mata, berada ditempat yang sama melakukan tatacara ibadah yang sama. Dalam keadaan demikian, seseorang tidak akan berbuat sombong dalam merendahkan orang lain, masing-masingnya terikat pula dalam peraturan tidak boleh melakukan kefasikan, berbantahan dan larangan lainnya.
Namun cara berpakaian ihram haruslah mendapat perbaikan seperti mengizinkan orang memakai ikat pinggang dan celana dalam agar terlaksana susila yang baik dan keserasian berpakaian, walaupun kedua tambahan ini terdiri dari kain berwarna putih juga. Tambahan lagi, hendaklah diizinkan pula para jemaah hajji menambah pakaian berpakaian dua potong kain bagi para jemaah pada hari-hari tertetnu yang suhu waktu itu menunjukkan 0°C menjadikan air minum sejuk beku berupa batu. Karena berpakaian ihram di Makkah itu tidak berdasarkan dalil Alquran, maka orang patutlah memikirkan perbaikannnya untuk keselamatan dan ketenteraman pelaksanaan ibadah hajji.
Sebaliknya ketentuan bagi perempuan yang pergi ke Makkah menunaikan ibadah Hajji mesti dengan lelaki yang jadi mahramnya adalah berdasarkan dalil Alquran seperti yang dinyatakan ALLAH pada ayat 22/27 dengan istilah RIJAALAN, artinya berlaki-laki. Selama ini orang mengartikan istilah itu dengan “jalan kaki”, maka terjemahan ini bukan saja bertantangan dengan tatabahasa Alquran yang juga memuat istilah yang sama pada ayat 2/228 2/239 4/1 4/32 4/98 7/46 7/48 7/81 12/109 24/37 27/55 29/29 72/6 dan 16/43, maka juga terjemahan itu bersikap meniadakan suatu dalil hukum Alquran mengenai ibadah Hajji yang menentukan perempuan harus dengan lelaki yang jadi mahramnya ke Makkah, sedangkan ketentuan ini setiap tahunnya masih berlaku sampai kini. Dengan hal tersebut kita ketahui bahwa selama ini banyak sekali orang yang tidak memahami ibadah hajji menurut ketentuan ALLAH dalam alquran, atau menganggap bahwa ibadah itu hanyalah tradisi yang berdasarkan sunnah Nabi Muhammad SAW belaka.
Ketentuan Alquran tentang perempuan harus bermahram lelaki demikian memang sangat praktis dan diperlukan, karena orang dapat merasakan betapa sulitnya keadan perempuan dalam lingkungan ratusan ribu manusia jika tidak dengan lelaki pelindung tertentu. Alangkah sulit baginya untuk menjaga keselamatan diri menurut hukum pergaulan dalam Islam begitupun untuk menjaga diri dari perampasan harta benda oleh orang-orang yang tidak bertanggung jawab. Demikian ALLAH Telah Mengatur Segala Sesuatu Untuk Ketinggian Hukum Hidup Yang Telah Ditentukan NYA. Maka kalau orang selama ini tidak menyadari bahwa hukum bermahram itu ada dalam alquran, dapatlah diyakini kenapa seringkali kejadian hal-hal yang tidak wajar tentang muhrim dan mahram dalam pelaksanaan ibadah hajji, dan dapat pula diyakini bahwa banyak sekali ayat suci Alquran yang bernilai hukum dalam agama Islam tidak diketahui oleh kebanyakan orang. Dan seterusnya dapat pula disadarai bahwa tulisan dalam buku ini sangat menggugah masyarakat Islam terutama mereka yang telah dan akan pergi ke Makkah menunaikan ibadah hajji.
Memang sangat menggugah jika dalam ini dikatakan bahwa orang boleh melakukan ibadah itu diluar bulan zulhijjah, tetapi yang dituliskan disini semuanya didasarkan dalil alquran yang menjadi sumber hukum dalam agama Islam. Jika ketentuan Alquran bertantangan dengan tradisi yang berlaku, janganlah ayat-ayat suci yang disalahkan karena semuanya adalah firman ALLAH yang Mahakuasa, tetapi cobalah memeriksa dan meneliti sejarah tradisi itu kembali, semenjak bila terjadinya, kemurnian pencatatannya, begitupun dalil yang dipakainya. Mungkin pula orang akan bertanya; jika hajji boleh dilaksanakan diluar bulan zulhijjah, maka tanggal berapa jemaah, maka tanggal berapa jemaah hajji harus ukuf di Arafah, dan tanggal berapa kurban harus disembelih?.
Wukuf di Arafah dan penyembelihan ternak korban memang ada dasar hukumnya dalam Alquran, tetapi tidak menyebutkan tanggal tertentu namun tentunya sejalan dengan ibadah hajji yang dilaksanakandalam empat bulan setiap tahun. Untuk itulah dibutuhkan peraturan-peraturan baru yang menyangkut ibadah hajji oleh fihak-fihak yang berwenang dimana termasuk pemerintah Saudi Arabia sendiri dan pemerintah lain yang negaranya berpenduduk masyarakat Islam. Alquran memberikan keluasaan tentang waktu ibadah hajji, dan hal ini sangat menguntungkan keadaan yang seharusnya telah diperbaiki dalam pelaksanaan. Ayat 2/197 menyatakan hajji itu pada bulan-bulan tertentu, sedangkan ayat 22/28 menerangkannya pada hari-hari tertentu, dan ayat 2/203 menjelaskannya pada hari-hari berbilang, maka tentulah ukuf dan penyembelihan kurban dilaksanakan dalam waktu beberapa hari jemaah hajji itu berada di Makkah dan sekitarnya. Keadaannya sama dengan pelaksanaan ibadah hajji pada bulan zulhijjah.
Ibadah hajji ialah menziarahi Ka’bah dalam lingkungan Masjidil Haraam, dinyatakan ALLAH pada ayat 3/97, dapat dilakukan pada bulan-bulan tertentu yaitu pada empat bulan Haraam, Zulkedah, Zulhijjah, Muharram dan Rajab. Nama-nama bulan penanggalan Jumadil Awwal, Jumadil Akhir, Rajab, Sya’ban , Ramadhan, Syawal dimulai dengan hilal bulan berbentuk lingkaran sabit jika dipandang dari bumi. Semua nama bulan itu, bersamaan dengan nama hari yang tujuh, adalah tradisi yang dipusakakan Nabi Ibrahim semenjak dulunya, maka bulan-bulan Haraam ialah bulan pertama, ketujuh, kesebelas dan bulan kedua belas setiap tahunnya.
Tahun penanggalan yang sehubugnan dengan posisi bulan di angkasa dinamakan SANAH dalam Alquran, sedangkan tahun penanggalan yang sehubungan dengan pergantian musim dinamakan AAM. Dalam pemakaian umum, SANAH disebut orang dengan tahun Islam, Tahun qamariah, atau Lunar year, sementara AAM disebut orang dengan Tahun Masehi, Tahun Musim, atau Solar Year karena didasarkan pada posisi surya jika dipandang dari bumi.
Dalam kenyataannya tahun qamariah berlaku permanen sepanjang zaman, dapat dipakai diseluruh daerah permukaan bumi tanpa merugikan segolongn penduduk terutama bagi pelaksnaan ibadah hajji, tercantum pada 2/189. sebaliknya tahun musim ternyata waktunya jadi semakin pendek dari zaman ke zaman, karenanya tidak cocok untuk dipakai di seluruh permukaan bumi, bahkan merugikan segolongan penduduk, tercantum pada ayat 9/37.
Jika tahun qamariah dapat diketahui secara nyata oleh setiap orang berdasarkan posisi dan bentuk bulan diangkasa jika dipandang dari bumi, maka tahun musim sangat meragukan karena bulan penanggalannya hanyalah penamaan yang masing-masingnya dimulai tanpa pembuktian yang dijadikan pedoman. Oleh sebab itu ALLAH menetapkan agar tahun qamaraiah dipakai sebagai penanggalan dalam masyarakat manusia seluruhnya, tercantum pada ayat 9/36 10/5 36/39 dan melarang pemakaian tahun musim yang dipergunakan orang-orang kafir untuk menyesatkan orang-orang Islam.
Banyak sekali persoalan yang dapat dibahas mengenai penanggalan yang berlaku, tetapi baiklah kita langsung membicarakan empat bulan Haraam yang menyangkut dengan ibadah hajji. Kalau orang sudi memperhatikan dengan seksama, akan terbuktilah bahwa orbit bumi keliling surya senantiasa melalui lingkaran oval atau bujur telur dimana ada sebentuk busur besar dan sebentuk busur agak kecil:
1. Pada busur kecil tersebut ada titik yang dinamakan orang dengan perihelion yaitu titik dimana bumi waktu itu paling dekat pada surya yang dikitari, dan ketika itu bumi melayang lebih cepat agar tidak tertarik jatuh kepada surya itu.
2. Pada busur besar tadi ada titik lain yang dinamakan orang dengan aphelion yaitu titik dimana bumi paling jauh dari surya yang diorbitnya dan ketika itu bumi melayang paling lambat tetapi tidak keluar dari garis orbitnya karena selalu mendapat tarikan magnet dari surya.
Gerak edaran bumi keliling surya diatar ALLAH secara sangat teliti namun dapat difahami secara logis sehubungan dengan adanya gaya tarik menarik antara keduanya. Sewaktu bumi berada pada titik perihelion, tercatatlah tanggal 1 Muharram. Ketika itu surya tentunya lebih dekat dan kelihatan lebih besar hingga gelombang dilautan lebih aktif sebab mendapat tarikan magnet lebih besar dari surya. Keadaan demikian menyebabkan bencana alam lebih banyak berlaku di permukaan bumi sekitar bulan Muharaam setiap tahunnya.
Sementara itu bumi terus juga bergerak mengitari surya hingga berada dititik apelion orbitnya. Ketika itu tercatat tanggal 1 Rajab dan praktis waktu itu surya kelihatan lebih kecil karena posisinya jauh dari bumi, maka tarikan magnetnya begitu kecil hingga bencana alam agak berkurang dimuka bumi disekitar bulan Rajab jika orang sudi memperhatikan. namun secara astronomis waktu itu dianggap keadan gawat bagi bumi, ditakuti terlepas dan bergerak ke luar dari garis orbitnya.
Tetapi ketika bumi bergerak terus, mulailah dia melayang lebih cepat karena mendapat tarikan yang semakin besar dari surya. Pada bulan zulke\aedah berlakulan keadaan gawat kembali sebab berada paa posisi yang semakin mendekati surya. Keadaan begitu berlaku sampai pada akhir zulhijjah waktu mana bumi menyelesaikan satu kali iorbitnya 345 derajat keliling surya selama satu tahun qamariah, dan mulailah pula penanggalan 1 Muharram untuk tahun berikutnya. Itulah sebabnya kenapa bulan Muharaam, Rajab, Zulkaedah dan Zulhijjah dinamakan empat bulan Haraam dalam Islam, yaitu empat bulan waktu mana bumi secara astronomis dalam keadaan gawat menurut posisinya keliling surya.
Kini kita ketahuilah kenapa bulan Ramadahn tidak dinamakan bula haraam walaupun pada bulan itu Alquran diturunkan dulunya kepada Nabi Muhammad, 2/185 dan pada bulan itu juga orang-orang Islam diwajibkan berpuasa. Begitu pula bulan Rabi’ul Awwal tidak dinamakan bulan haraam walaupun pada bulan itu menurut sejarah Nabi Muhammad lahir ke dunia dan berpulang ke Rahmatullah. Nyatalah penamaan empat bulan Haraam dalam penanggalan tahun Qamariah adalah sehubungan dengan hal-hal astronomis, bukan didasarkan catatan histories dan bukan pula dogmatis.
Pada keempat bulan haram itu orang dilarang membunuh binatang buruan daratan, tetapi dihalalkan baginya berburu dilautan. Juga dilarang mengadakan perang tetapi wajib membalas kalu diserang. Hal ini secara terang dinyatakan ALLAH pada ayat 5/97 9/2 dan 9/5. sebaliknya pada keempat bulan itu orang boleh melakukan ibadah hajji ke Makkah seperti dinyatakan pada ayat 2/197 dan 3/97. dari ayat-ayat suci itu kita dapati suatu hikmah penting bahwa stabilitas keamanan dunia tergantung pada kualitas masyarakat Islam dan pada kegiatannya melaksanakan hukum ALLAH. Mereka mengadakan perang terhadap orang kafir selama delapan bulan dan menghentikannya selama empat bulan haraam waktu mana suasana menjadi aman dan ketika itu mereka melakukan ibadah hajji ke Makkah. Mungkin keadaan itu dulunya telah berlaku dalam sejarah dunia, tetapi kita percaya bahwa dia akan menjadi kenyataan pada masa-masa mendatang.
Dari penganalisaan demikian kita dapati pula kenyataan tentang kebenaran ketentuan ALLAH tercantum pada ayat 3/97 bahwa siapapun yang memasuki tempat kebesaran Ibrahim akan mendapat dan merasakan keamanan. Dia merasakan aman karena telah bersikap benar dalam kehidupan yang diredhai ALLAH, dibuktikan pada ayat 6/82 dan dia mendapat keamanan karena pada bulan-bulan Haraam itu tidak berlaku peperangan, sedangkan pada bulan-bulan lainnya situasi keamanan dunia dipegang oleh masyarakat Islam.
Ka’bah adalah tempat paling mulia di bumi. Di sanalah dulunya kutub utara tempat bumi berputar disumbunya, sekaligus menjadi kutub putaran magnet yang memutar planet ini dengan kecepatan 1.665 km perjam. Di tempat itulah dulunya nenek moyang kita manusia bumi bermukim. Tempat itu diberkahi ALLAH dengan penjagaan sampai keakhir zaman, juga disebutkan dengan sumber ilmu. Di sana banyak terkandung hal-hal yang menerangkan tentang ilmu dan kehidupan selaku petunjuk bagi seluruh manusia. Ke sanalah orang diperintah ALLAH melakukan ibadah hajji yang datang sebelum tanggal 25 zulkaedah dibawa lebih dulu ke Madinah sesudah sampai di Jeddah, padahal Makkah dimana Ka’bah berada dalam lingkungan Masjidil Haraam, hanya sejauh puluhan kilometer saja dari Jeddah sedangkan Madinah yang sehubugan dengan sejarah Islam berada lebih daripada 500 km.
Kini kita kembali kepada istilah ASYURUN MA’LUMAT yang berarti ‘bulan-bulan tertentu” pada ayat 2/197, “maklumaat” atau “tertentu” demikian haruslah menurut dalil Alquran juga yang tentunya dengan alasan tepat, bukan berdasarakan dugaan dan sangkaan belaka. Alasan bagi “bulan-bulan tertentu” itu kita nyatakan jumlahnya empat sebagai bulan-bulan Haraam dikaitkan dengan maksud ayat 9/2 , 9/5 dan 9/36 ialah karena pada keempat bulan itu orang tidak boleh memulai perang kecuali membalas kalau diserang, dan orang tidak boleh berburu di daratan bumi kecuali dilautan. Itulah agama yang kukuh menurut ketentuan ALLAH dengan maksud antara lain bahwa :
1. Memberi kesempatan pada orang-orang kafir selama empat bulan setiap tahun untuk menentukan sikap, apakah akan tetap kafir dengan serangan dari orang-orang Islam selama delapan bulan, ataukah menyatakan diri masuk Islam dengan kehidupan damai dan tenteram.
2. Memberi kesempatan kepada binatang liar untuk hidup berkembangbiak yang kalau diburu terus sepanjang tahun tentulah semuanya akan musnah dan lenyaplah kelestarian alam lingkungan di bumi ini. Namun kalau orang mau, maka lautan tersedia luas untuk kebutuhan makanan manusia bumi sepanjang zaman di mana mereka boleh saja mengadakan penangkapan dan peternakan menurut kesanggupan teknik yang ada.
3. Makanan yang disediakan ALLAH dilautan lebih menyehatkan bagi pertumbuhan diri manusia zahir batin dibanding dengan makanan yang terdiri dari daging hewan yang hidup di daratan bumi. Untuk ini orang boleh melakukan pengujian dan mengambil faedahnya.
4. Memberikan data-data astronomis tentang orbit bumi keliling surya kepada siapa yang sudi menyelidiki, bahwa pada empat bulan Haraam itu berlaku keadaaan penting ketika mana planet ini sedang berada di titik Aphelion orbitnya pada bulan Raja. Dan di titik Pihelion pada akhir bulan zulhijjah. Hal ini penting di ketahui manusia bumi yang memang hidup di permukaan glober angkasa yang senantiasa melayang keliling surya menurut ketentuan ALLAH.
Jadi bukankah larangan membunuh binatang buruan yang tercantum pada ayat 5/95 ditujukan kepada orang-orang di Makkah atau kepada jemaah Hjji saja sebagaimana selama ini dianggap orang, tetapi berlaku untuk semua orang di semua daerah permukaan bumi, karena memang orang-orang di Makkah dan jemaah hajji tidak akan melakukannya. Maka ayat 5/96 memberikan penjelasan untuk menyelesaikannya bahwa di laut manapun orang boleh melakukan perburuan menangkap dan memakan yang dibutuhkan. Kalau ayat 5/95 dan 5/96 itu dianggap orang berlaku bagi penduduk kota Makkah saja maka kenyataan memberikan tantangan bahwa disana tiada orang yang berburu binatang daratan karena daerahnya tandus, dan disana tidak ada pula lautan untuk mencari ikan.
Ayat 5/95 dan 5/96 hendaklah dijadikan pegangan bagi penguasa-penguasa setempat untuk melarang penduduknya berburu pada bulan-bulan Haraam, yang selama ini banyak sekali dilanggar tanpa sadar oleh penganut Islam sendiri. Ingatlah ayat suci itu melarang orang daratan bumi, termasuk biantang merusak tanaman dan berbisa lainnya, bukan hanya binatang yang halal dimakan menurut hukum Islam. Memang selama ini tidak menjadi perhatian orang karena ayat suci itu dianggap orang hanya ditujukan kepada jemaah hajji atau penduduk kota Makkah.
Selanjutnya istilah HURUM yang tercantum pada ayat 5/1 5/95 5/96 9/5 dan 9/36 bukanlah berarti “berpakaian ihram” dua potong kain putih, karena hal ini secara jelas dinyatakan ALLAH pada ayat 5/95 bahwa orang dilarang membunuh binatang buruan daratan dan menghalalkan buruan lautan selama HURUM yaitu selama empat bulan Haraam, di seluruh permukaan bumi, bukan selama berpakaian ihram di Makkah. Tentang perburuan demikian, ALLAH menyatakan memberikan ujian pada manusia tentang kesadaran dan keimanan terhadap hukum NYA, termuat pada ayat suci yang maksudnya :
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ لَيَبْلُوَنَّكُمُ اللّهُ بِشَيْءٍ مِّنَ الصَّيْد
ِ تَنَالُهُ أَيْدِيكُمْ وَرِمَاحُكُمْ لِيَعْلَمَ اللّهُ مَن يَخَافُهُ بِالْغَيْبِ فَمَنِ اعْتَدَى بَعْدَ ذَلِكَ فَلَهُ عَذَابٌ أَلِيمٌ
5/94. Wahai orang-orang beriman, ALLAH akan mengujimu dengan sesuatu dari buruan yang
dicapai oleh tanganmu dan alat-alatmu, agar ALLAH mengetahui siapa yang cemas terhadap NYA
yang dalam ghaib. Maka siapa yang melanggar hukum sesudah itu, untuknya ialah siksaan perih.
Kini para jemaah hajji berpakaian ihram pada waktu-waktu tertentu selama di Makkah, bukan selama empat bulan haraaam, maka hal itu membutkikan bahwa istilah HURUM yang terkandung dalam Alquran bukanlah berarti berpakaian ihram. Namun berpakaian walaupun tidak berdasrakn dalil Alquran tetapi ada baiknya jika ditinjau dari segi sosiologis dan psikologi terhadap jemaah hajji. Dengan berpakaian begitu mereka tidak sempat memperlihatkan ketinggian derajat masing-masing dalam kehidupan sehari-hari walaupun ada yang berjabatan presiden, menteri, dan sebagainya. Mereka berada dalam warna sama menurut pandangan mata, berada ditempat yang sama melakukan tatacara ibadah yang sama. Dalam keadaan demikian, seseorang tidak akan berbuat sombong dalam merendahkan orang lain, masing-masingnya terikat pula dalam peraturan tidak boleh melakukan kefasikan, berbantahan dan larangan lainnya.
Namun cara berpakaian ihram haruslah mendapat perbaikan seperti mengizinkan orang memakai ikat pinggang dan celana dalam agar terlaksana susila yang baik dan keserasian berpakaian, walaupun kedua tambahan ini terdiri dari kain berwarna putih juga. Tambahan lagi, hendaklah diizinkan pula para jemaah hajji menambah pakaian berpakaian dua potong kain bagi para jemaah pada hari-hari tertetnu yang suhu waktu itu menunjukkan 0°C menjadikan air minum sejuk beku berupa batu. Karena berpakaian ihram di Makkah itu tidak berdasarkan dalil Alquran, maka orang patutlah memikirkan perbaikannnya untuk keselamatan dan ketenteraman pelaksanaan ibadah hajji.
Sebaliknya ketentuan bagi perempuan yang pergi ke Makkah menunaikan ibadah Hajji mesti dengan lelaki yang jadi mahramnya adalah berdasarkan dalil Alquran seperti yang dinyatakan ALLAH pada ayat 22/27 dengan istilah RIJAALAN, artinya berlaki-laki. Selama ini orang mengartikan istilah itu dengan “jalan kaki”, maka terjemahan ini bukan saja bertantangan dengan tatabahasa Alquran yang juga memuat istilah yang sama pada ayat 2/228 2/239 4/1 4/32 4/98 7/46 7/48 7/81 12/109 24/37 27/55 29/29 72/6 dan 16/43, maka juga terjemahan itu bersikap meniadakan suatu dalil hukum Alquran mengenai ibadah Hajji yang menentukan perempuan harus dengan lelaki yang jadi mahramnya ke Makkah, sedangkan ketentuan ini setiap tahunnya masih berlaku sampai kini. Dengan hal tersebut kita ketahui bahwa selama ini banyak sekali orang yang tidak memahami ibadah hajji menurut ketentuan ALLAH dalam alquran, atau menganggap bahwa ibadah itu hanyalah tradisi yang berdasarkan sunnah Nabi Muhammad SAW belaka.
Ketentuan Alquran tentang perempuan harus bermahram lelaki demikian memang sangat praktis dan diperlukan, karena orang dapat merasakan betapa sulitnya keadan perempuan dalam lingkungan ratusan ribu manusia jika tidak dengan lelaki pelindung tertentu. Alangkah sulit baginya untuk menjaga keselamatan diri menurut hukum pergaulan dalam Islam begitupun untuk menjaga diri dari perampasan harta benda oleh orang-orang yang tidak bertanggung jawab. Demikian ALLAH Telah Mengatur Segala Sesuatu Untuk Ketinggian Hukum Hidup Yang Telah Ditentukan NYA. Maka kalau orang selama ini tidak menyadari bahwa hukum bermahram itu ada dalam alquran, dapatlah diyakini kenapa seringkali kejadian hal-hal yang tidak wajar tentang muhrim dan mahram dalam pelaksanaan ibadah hajji, dan dapat pula diyakini bahwa banyak sekali ayat suci Alquran yang bernilai hukum dalam agama Islam tidak diketahui oleh kebanyakan orang. Dan seterusnya dapat pula disadarai bahwa tulisan dalam buku ini sangat menggugah masyarakat Islam terutama mereka yang telah dan akan pergi ke Makkah menunaikan ibadah hajji.
Memang sangat menggugah jika dalam ini dikatakan bahwa orang boleh melakukan ibadah itu diluar bulan zulhijjah, tetapi yang dituliskan disini semuanya didasarkan dalil alquran yang menjadi sumber hukum dalam agama Islam. Jika ketentuan Alquran bertantangan dengan tradisi yang berlaku, janganlah ayat-ayat suci yang disalahkan karena semuanya adalah firman ALLAH yang Mahakuasa, tetapi cobalah memeriksa dan meneliti sejarah tradisi itu kembali, semenjak bila terjadinya, kemurnian pencatatannya, begitupun dalil yang dipakainya. Mungkin pula orang akan bertanya; jika hajji boleh dilaksanakan diluar bulan zulhijjah, maka tanggal berapa jemaah, maka tanggal berapa jemaah hajji harus ukuf di Arafah, dan tanggal berapa kurban harus disembelih?.
Wukuf di Arafah dan penyembelihan ternak korban memang ada dasar hukumnya dalam Alquran, tetapi tidak menyebutkan tanggal tertentu namun tentunya sejalan dengan ibadah hajji yang dilaksanakandalam empat bulan setiap tahun. Untuk itulah dibutuhkan peraturan-peraturan baru yang menyangkut ibadah hajji oleh fihak-fihak yang berwenang dimana termasuk pemerintah Saudi Arabia sendiri dan pemerintah lain yang negaranya berpenduduk masyarakat Islam. Alquran memberikan keluasaan tentang waktu ibadah hajji, dan hal ini sangat menguntungkan keadaan yang seharusnya telah diperbaiki dalam pelaksanaan. Ayat 2/197 menyatakan hajji itu pada bulan-bulan tertentu, sedangkan ayat 22/28 menerangkannya pada hari-hari tertentu, dan ayat 2/203 menjelaskannya pada hari-hari berbilang, maka tentulah ukuf dan penyembelihan kurban dilaksanakan dalam waktu beberapa hari jemaah hajji itu berada di Makkah dan sekitarnya. Keadaannya sama dengan pelaksanaan ibadah hajji pada bulan zulhijjah.
Ibadah hajji ialah menziarahi Ka’bah dalam lingkungan Masjidil Haraam, dinyatakan ALLAH pada ayat 3/97, dapat dilakukan pada bulan-bulan tertentu yaitu pada empat bulan Haraam, Zulkedah, Zulhijjah, Muharram dan Rajab. Nama-nama bulan penanggalan Jumadil Awwal, Jumadil Akhir, Rajab, Sya’ban , Ramadhan, Syawal dimulai dengan hilal bulan berbentuk lingkaran sabit jika dipandang dari bumi. Semua nama bulan itu, bersamaan dengan nama hari yang tujuh, adalah tradisi yang dipusakakan Nabi Ibrahim semenjak dulunya, maka bulan-bulan Haraam ialah bulan pertama, ketujuh, kesebelas dan bulan kedua belas setiap tahunnya.
Tahun penanggalan yang sehubugnan dengan posisi bulan di angkasa dinamakan SANAH dalam Alquran, sedangkan tahun penanggalan yang sehubungan dengan pergantian musim dinamakan AAM. Dalam pemakaian umum, SANAH disebut orang dengan tahun Islam, Tahun qamariah, atau Lunar year, sementara AAM disebut orang dengan Tahun Masehi, Tahun Musim, atau Solar Year karena didasarkan pada posisi surya jika dipandang dari bumi.
Dalam kenyataannya tahun qamariah berlaku permanen sepanjang zaman, dapat dipakai diseluruh daerah permukaan bumi tanpa merugikan segolongn penduduk terutama bagi pelaksnaan ibadah hajji, tercantum pada 2/189. sebaliknya tahun musim ternyata waktunya jadi semakin pendek dari zaman ke zaman, karenanya tidak cocok untuk dipakai di seluruh permukaan bumi, bahkan merugikan segolongan penduduk, tercantum pada ayat 9/37.
Jika tahun qamariah dapat diketahui secara nyata oleh setiap orang berdasarkan posisi dan bentuk bulan diangkasa jika dipandang dari bumi, maka tahun musim sangat meragukan karena bulan penanggalannya hanyalah penamaan yang masing-masingnya dimulai tanpa pembuktian yang dijadikan pedoman. Oleh sebab itu ALLAH menetapkan agar tahun qamaraiah dipakai sebagai penanggalan dalam masyarakat manusia seluruhnya, tercantum pada ayat 9/36 10/5 36/39 dan melarang pemakaian tahun musim yang dipergunakan orang-orang kafir untuk menyesatkan orang-orang Islam.
Banyak sekali persoalan yang dapat dibahas mengenai penanggalan yang berlaku, tetapi baiklah kita langsung membicarakan empat bulan Haraam yang menyangkut dengan ibadah hajji. Kalau orang sudi memperhatikan dengan seksama, akan terbuktilah bahwa orbit bumi keliling surya senantiasa melalui lingkaran oval atau bujur telur dimana ada sebentuk busur besar dan sebentuk busur agak kecil:
1. Pada busur kecil tersebut ada titik yang dinamakan orang dengan perihelion yaitu titik dimana bumi waktu itu paling dekat pada surya yang dikitari, dan ketika itu bumi melayang lebih cepat agar tidak tertarik jatuh kepada surya itu.
2. Pada busur besar tadi ada titik lain yang dinamakan orang dengan aphelion yaitu titik dimana bumi paling jauh dari surya yang diorbitnya dan ketika itu bumi melayang paling lambat tetapi tidak keluar dari garis orbitnya karena selalu mendapat tarikan magnet dari surya.
Gerak edaran bumi keliling surya diatar ALLAH secara sangat teliti namun dapat difahami secara logis sehubungan dengan adanya gaya tarik menarik antara keduanya. Sewaktu bumi berada pada titik perihelion, tercatatlah tanggal 1 Muharram. Ketika itu surya tentunya lebih dekat dan kelihatan lebih besar hingga gelombang dilautan lebih aktif sebab mendapat tarikan magnet lebih besar dari surya. Keadaan demikian menyebabkan bencana alam lebih banyak berlaku di permukaan bumi sekitar bulan Muharaam setiap tahunnya.
Sementara itu bumi terus juga bergerak mengitari surya hingga berada dititik apelion orbitnya. Ketika itu tercatat tanggal 1 Rajab dan praktis waktu itu surya kelihatan lebih kecil karena posisinya jauh dari bumi, maka tarikan magnetnya begitu kecil hingga bencana alam agak berkurang dimuka bumi disekitar bulan Rajab jika orang sudi memperhatikan. namun secara astronomis waktu itu dianggap keadan gawat bagi bumi, ditakuti terlepas dan bergerak ke luar dari garis orbitnya.
Tetapi ketika bumi bergerak terus, mulailah dia melayang lebih cepat karena mendapat tarikan yang semakin besar dari surya. Pada bulan zulke\aedah berlakulan keadaan gawat kembali sebab berada paa posisi yang semakin mendekati surya. Keadaan begitu berlaku sampai pada akhir zulhijjah waktu mana bumi menyelesaikan satu kali iorbitnya 345 derajat keliling surya selama satu tahun qamariah, dan mulailah pula penanggalan 1 Muharram untuk tahun berikutnya. Itulah sebabnya kenapa bulan Muharaam, Rajab, Zulkaedah dan Zulhijjah dinamakan empat bulan Haraam dalam Islam, yaitu empat bulan waktu mana bumi secara astronomis dalam keadaan gawat menurut posisinya keliling surya.
Kini kita ketahuilah kenapa bulan Ramadahn tidak dinamakan bula haraam walaupun pada bulan itu Alquran diturunkan dulunya kepada Nabi Muhammad, 2/185 dan pada bulan itu juga orang-orang Islam diwajibkan berpuasa. Begitu pula bulan Rabi’ul Awwal tidak dinamakan bulan haraam walaupun pada bulan itu menurut sejarah Nabi Muhammad lahir ke dunia dan berpulang ke Rahmatullah. Nyatalah penamaan empat bulan Haraam dalam penanggalan tahun Qamariah adalah sehubungan dengan hal-hal astronomis, bukan didasarkan catatan histories dan bukan pula dogmatis.
Pada keempat bulan haram itu orang dilarang membunuh binatang buruan daratan, tetapi dihalalkan baginya berburu dilautan. Juga dilarang mengadakan perang tetapi wajib membalas kalu diserang. Hal ini secara terang dinyatakan ALLAH pada ayat 5/97 9/2 dan 9/5. sebaliknya pada keempat bulan itu orang boleh melakukan ibadah hajji ke Makkah seperti dinyatakan pada ayat 2/197 dan 3/97. dari ayat-ayat suci itu kita dapati suatu hikmah penting bahwa stabilitas keamanan dunia tergantung pada kualitas masyarakat Islam dan pada kegiatannya melaksanakan hukum ALLAH. Mereka mengadakan perang terhadap orang kafir selama delapan bulan dan menghentikannya selama empat bulan haraam waktu mana suasana menjadi aman dan ketika itu mereka melakukan ibadah hajji ke Makkah. Mungkin keadaan itu dulunya telah berlaku dalam sejarah dunia, tetapi kita percaya bahwa dia akan menjadi kenyataan pada masa-masa mendatang.
Dari penganalisaan demikian kita dapati pula kenyataan tentang kebenaran ketentuan ALLAH tercantum pada ayat 3/97 bahwa siapapun yang memasuki tempat kebesaran Ibrahim akan mendapat dan merasakan keamanan. Dia merasakan aman karena telah bersikap benar dalam kehidupan yang diredhai ALLAH, dibuktikan pada ayat 6/82 dan dia mendapat keamanan karena pada bulan-bulan Haraam itu tidak berlaku peperangan, sedangkan pada bulan-bulan lainnya situasi keamanan dunia dipegang oleh masyarakat Islam.
Ka’bah adalah tempat paling mulia di bumi. Di sanalah dulunya kutub utara tempat bumi berputar disumbunya, sekaligus menjadi kutub putaran magnet yang memutar planet ini dengan kecepatan 1.665 km perjam. Di tempat itulah dulunya nenek moyang kita manusia bumi bermukim. Tempat itu diberkahi ALLAH dengan penjagaan sampai keakhir zaman, juga disebutkan dengan sumber ilmu. Di sana banyak terkandung hal-hal yang menerangkan tentang ilmu dan kehidupan selaku petunjuk bagi seluruh manusia. Ke sanalah orang diperintah ALLAH melakukan ibadah hajji yang datang sebelum tanggal 25 zulkaedah dibawa lebih dulu ke Madinah sesudah sampai di Jeddah, padahal Makkah dimana Ka’bah berada dalam lingkungan Masjidil Haraam, hanya sejauh puluhan kilometer saja dari Jeddah sedangkan Madinah yang sehubugan dengan sejarah Islam berada lebih daripada 500 km.
Re: Ibadah Hajji boleh dilakukan diluar bulan Zulhijjah. . !
Nahh Sa'i itulah produk dari peribadatan BERHALA MANAT dari kaum Anshardade wrote: Jadi yang dimaksud dengan umrah atau ‘Imaratul Masjidil Haraam ialah meramaikan tempat suci itu dengan melakukan shalat, tawaf, sa’I, dan zikir atau membaca ayat-ayat Alquran.
Hehehe
Guest- Tamu
Re: Ibadah Hajji boleh dilakukan diluar bulan Zulhijjah. . !
Haji itu memang dilakukan dalam tiga bulan yang disebutkan, yaitu Syawwal, Dzul Qa'dah dan Dzul Hijjah. Namun maksudnya adalah bahwa ibadah itu bisa dimulai semenjak bulan Syawwal berturut-turut ke bulan berikutnya, Dzul Qa'dah dan bulan berikutnya lagi, Dzul Hijjah.
Akan tetapi haji itu ada acara puncaknya, yaitu hari Arafah yang jatuh pada bulan Dzul Hijjah tanggal 9. Acara puncak itu mau tidak mau harus diikuti oleh siapapun yang ingin melakukan ibadah haji. Sebab esensi ibadah haji justru ada pada hari tanggal 9 Dzulhijjah itu. Siapa pun yang pada hari itu tidak mampu hadir di Padang Arafah, maka tidak ada ibadah haji untuknya.
Bahkan mereka yang sedang terbaring lemah di rumah sakit, khusus pada hari itu akan disafari-wuqufkan, yaitu dinaikkan ambulan lalu ambulan itu bergerak ke Arafah. Asal sudah memasuki wilayah Arafah walau hanya beberapa saat, dimulai setelah matahari tergelincir tengah hari pada tanggal itu, sudah sah wuqufnya, sehingga hajinya pun sah juga.
Sebaliknya, walau sejak tanggal 1 Syawwal sudah nongrong di Arafah sampai tiga bulan lamanya, tetapi tepat pada tanggal 9 Dzulhijjah malah tidak berada di sana, tidak ada ibadah haji untuknya. Sesuai dengan sabda Rasulullah SAW
الحج عرفة
Beribadah haji itu (intinya adalah wuquf) di Arafah.
Lagi pula sebenarnya yang rawan berdesakan itu bukan pada hari Arafah, sebab Padang Arafah itu cukup luas untuk dihadiri secara bersama oleh 2 juta jamaah haji.
Yang rawan adalah pada saat melempar jamarah di Mina, yaitu pada tanggal 10, 11, 12 atau 13 Dzulhijjah. Sebab dari segi komposisi ibadahnya, dalam teknis melempar jamarat itu, setiap orang dari 2 juta orang harus satu persatu melakukannya pada 3titik berbeda secara berurutan. Jumlahnya ada 3 titik, yaitu Ulaa, Wustha dan Aqabah. Jumlah lemparannya masing-masing ada 7 lemparan batu kerikil. Jadi sekali berangkat melontar harus menyiapkan 7x3 batu yang berbeda untuk dilakukan di tiga titik berbeda yang saling berdekatan.
Kalau yang melakukannya 10 atau 20 orang, barangkali tidak pernah ada masalah. Tapi bayangkan kalau dilakukan pada jam yang sama oleh 2 juta orang dari berbagai bangsa yang berbeda. Beda bahasa, beda perilaku, beda gaya dan beda strategi melempar. Tentu saja urusannya menjadi hiruk pikuk. Apalagi bentuknya melempar batu. Maka semakin seru saja suasana di Mina. Apalagi kalau mengingat ukuran luas wilayah jamarat yang memang terbatas serta sulit dimodifikasi lagi. Padahal selama ini pemerintah Saudi Arabia telah berinisiatif membuat tempatnya menjadi dua lantai, namun tetap saja titik tempat melempar jamarat adalah titik yang paling rawan.
Mina sendiri pun juga tidak terlalu luas wilayahnya. Sedangkan para jamaah haji tidak tinggal di dalam gedung, melainkan di tenda. Senyaman apapun tenda, tetap saja tenda dengan segala kekurangannya.
Namun kota Makkah, kota Madinah dan Masjid Al-Haram sendiri sangat berbeda suasananya. Tempat-tempat itu penuh dengan gedung megah pencakar langit, demikian juga masjid Al-Haram. Dibangun dengan teknologi tercanggih yang pernah dikenal manusia. Sama sekali tidak ada masalah dengan tempat-tempat itu. Dan selama hampir 40-an hari, para jamaah haji tinggal di Makkah dan Madinah. Kecuali pada tanggal 9 s.d. 13 Dzulqa'dah, barulah mereka berada di Padang Arafah, Muzdalifah dan Mina. Pada hari-hari itulah biasanya rawan terjadi apa yang tidak kita inginkan.
Namun ide untuk mengubah acara puncak haji di luar tanggal 9 s/d 13 Dzul Hijjah adalah ide yang keluar dari syariah haji. Pastilah ide ini akan mengundang kontroversi yang berujung kepada kegagalan. Sebab ritual ibadah haji sudah baku dari segi tanggalnya. Maka kemungkinan terbesar adalah merekonstruksi teknis pelaksanaannya di lapangan. Misalnya mengadakah studi besar-besaran demi menjaga alur jamaah haji ketika melempar jamarah. Dan ide ini setiap saat terbuka untuk terus diperbaharui.
Barangkali anda punya ide? Silahkan sampaikan, tapi jangan ganti tanggalnya.
Akan tetapi haji itu ada acara puncaknya, yaitu hari Arafah yang jatuh pada bulan Dzul Hijjah tanggal 9. Acara puncak itu mau tidak mau harus diikuti oleh siapapun yang ingin melakukan ibadah haji. Sebab esensi ibadah haji justru ada pada hari tanggal 9 Dzulhijjah itu. Siapa pun yang pada hari itu tidak mampu hadir di Padang Arafah, maka tidak ada ibadah haji untuknya.
Bahkan mereka yang sedang terbaring lemah di rumah sakit, khusus pada hari itu akan disafari-wuqufkan, yaitu dinaikkan ambulan lalu ambulan itu bergerak ke Arafah. Asal sudah memasuki wilayah Arafah walau hanya beberapa saat, dimulai setelah matahari tergelincir tengah hari pada tanggal itu, sudah sah wuqufnya, sehingga hajinya pun sah juga.
Sebaliknya, walau sejak tanggal 1 Syawwal sudah nongrong di Arafah sampai tiga bulan lamanya, tetapi tepat pada tanggal 9 Dzulhijjah malah tidak berada di sana, tidak ada ibadah haji untuknya. Sesuai dengan sabda Rasulullah SAW
الحج عرفة
Beribadah haji itu (intinya adalah wuquf) di Arafah.
Lagi pula sebenarnya yang rawan berdesakan itu bukan pada hari Arafah, sebab Padang Arafah itu cukup luas untuk dihadiri secara bersama oleh 2 juta jamaah haji.
Yang rawan adalah pada saat melempar jamarah di Mina, yaitu pada tanggal 10, 11, 12 atau 13 Dzulhijjah. Sebab dari segi komposisi ibadahnya, dalam teknis melempar jamarat itu, setiap orang dari 2 juta orang harus satu persatu melakukannya pada 3titik berbeda secara berurutan. Jumlahnya ada 3 titik, yaitu Ulaa, Wustha dan Aqabah. Jumlah lemparannya masing-masing ada 7 lemparan batu kerikil. Jadi sekali berangkat melontar harus menyiapkan 7x3 batu yang berbeda untuk dilakukan di tiga titik berbeda yang saling berdekatan.
Kalau yang melakukannya 10 atau 20 orang, barangkali tidak pernah ada masalah. Tapi bayangkan kalau dilakukan pada jam yang sama oleh 2 juta orang dari berbagai bangsa yang berbeda. Beda bahasa, beda perilaku, beda gaya dan beda strategi melempar. Tentu saja urusannya menjadi hiruk pikuk. Apalagi bentuknya melempar batu. Maka semakin seru saja suasana di Mina. Apalagi kalau mengingat ukuran luas wilayah jamarat yang memang terbatas serta sulit dimodifikasi lagi. Padahal selama ini pemerintah Saudi Arabia telah berinisiatif membuat tempatnya menjadi dua lantai, namun tetap saja titik tempat melempar jamarat adalah titik yang paling rawan.
Mina sendiri pun juga tidak terlalu luas wilayahnya. Sedangkan para jamaah haji tidak tinggal di dalam gedung, melainkan di tenda. Senyaman apapun tenda, tetap saja tenda dengan segala kekurangannya.
Namun kota Makkah, kota Madinah dan Masjid Al-Haram sendiri sangat berbeda suasananya. Tempat-tempat itu penuh dengan gedung megah pencakar langit, demikian juga masjid Al-Haram. Dibangun dengan teknologi tercanggih yang pernah dikenal manusia. Sama sekali tidak ada masalah dengan tempat-tempat itu. Dan selama hampir 40-an hari, para jamaah haji tinggal di Makkah dan Madinah. Kecuali pada tanggal 9 s.d. 13 Dzulqa'dah, barulah mereka berada di Padang Arafah, Muzdalifah dan Mina. Pada hari-hari itulah biasanya rawan terjadi apa yang tidak kita inginkan.
Namun ide untuk mengubah acara puncak haji di luar tanggal 9 s/d 13 Dzul Hijjah adalah ide yang keluar dari syariah haji. Pastilah ide ini akan mengundang kontroversi yang berujung kepada kegagalan. Sebab ritual ibadah haji sudah baku dari segi tanggalnya. Maka kemungkinan terbesar adalah merekonstruksi teknis pelaksanaannya di lapangan. Misalnya mengadakah studi besar-besaran demi menjaga alur jamaah haji ketika melempar jamarah. Dan ide ini setiap saat terbuka untuk terus diperbaharui.
Barangkali anda punya ide? Silahkan sampaikan, tapi jangan ganti tanggalnya.
keroncong- KAPTEN
-
Age : 70
Posts : 4535
Kepercayaan : Islam
Location : di rumah saya
Join date : 09.11.11
Reputation : 67
Re: Ibadah Hajji boleh dilakukan diluar bulan Zulhijjah. . !
Menteri Agama (Menag), Suryadarma Ali, mengumumkan bahwa Pemerintah Arab Saudi mengurangi kuota jemaah haji Indonesia 2013 sebesar 20 persen atau 42.200 orang, sehingga jemaah haji yang bisa berangkat ke tanah suci pada 2013 turun dari 211.000 jemaah menjadi 168.800 jemaah.
Artinya Daftar Tunggu jemaah Hajji makin panjang, bisa-bisa ada yang menunggu sampai lebih dari 10 tahun, harus ada solusinya
Artinya Daftar Tunggu jemaah Hajji makin panjang, bisa-bisa ada yang menunggu sampai lebih dari 10 tahun, harus ada solusinya
Arinto- PRAJURIT
-
Posts : 12
Kepercayaan : Islam
Location : tAmbuN
Join date : 11.05.13
Reputation : 1
Re: Ibadah Hajji boleh dilakukan diluar bulan Zulhijjah. . !
Menurut hitung-hitungan, jumlah kuota haji Indonesia sekitar 200-ribu lebih. Dengan perincian jumlah 17.000 jamaah haji khusus dan dan selebihnya kuota untuk reguler. Biasanya, setiap tahun jumlah itu selalu ditambah minimal 3000 jemaah, maksimal 6000, bahkan lebih. Karena besarnya animo masyarakat Indonesia menunaikan ibadah haji, kuota 17000 untuk setiap tahunya. Dengan adanya renovasi Masjidilharam, mulai tahun 2013 kuota haji Indonesia berkurang 20%. Jadi, diperkirakan jumlah jamaah haji tahun ini (2013) tidak sebanyak tahun-tahun lalu.
Dengan demikian, cukup banyal calon jamaah haji yang tidak berangkat tahun ini, karena kebijakan pemerintah Arab Saudi mengurangi kuota haji untuk seluruh negara, termasuk Indonesia.
Banyaknya peminat haji Indonesia, membuat antrean makin panjang, sehingga kuota haji 2013, 2014, 2015, 2016, 2017, 2018, 2019, 2020, 2021,2022 sudah terpenuhi. Jika ada yang daftar haji untuk tahun 2013, maka harus ihlas berangkat tahun 2027.
Menurut beberapa penggeola biro perjalanan haji dan umrah, setiap hari jumlah pendaftar haji khusus, kurang lebih 150 jemaah hingga 200 bahkan lebih. Berarti, kuota haji 2015 yang tersedia sudah penuh. Oleh karena itu bagi setiap orang yang ingin haji, jangan menunda pendaftaran haji, karena semakin lama menunda, akan semakin jauh antreannya.
Dengan demikian, cukup banyal calon jamaah haji yang tidak berangkat tahun ini, karena kebijakan pemerintah Arab Saudi mengurangi kuota haji untuk seluruh negara, termasuk Indonesia.
Banyaknya peminat haji Indonesia, membuat antrean makin panjang, sehingga kuota haji 2013, 2014, 2015, 2016, 2017, 2018, 2019, 2020, 2021,2022 sudah terpenuhi. Jika ada yang daftar haji untuk tahun 2013, maka harus ihlas berangkat tahun 2027.
Menurut beberapa penggeola biro perjalanan haji dan umrah, setiap hari jumlah pendaftar haji khusus, kurang lebih 150 jemaah hingga 200 bahkan lebih. Berarti, kuota haji 2015 yang tersedia sudah penuh. Oleh karena itu bagi setiap orang yang ingin haji, jangan menunda pendaftaran haji, karena semakin lama menunda, akan semakin jauh antreannya.
Re: Ibadah Hajji boleh dilakukan diluar bulan Zulhijjah. . !
Jamaah Haji dari seluruh penjuru dunia sudah mulai memadati Makkah.
Kementerian Haji Arab Saudi memperkirakan jumlah jamaah haji tahun 1436 H/ 2015 M sebanyak 1.355.000 jamaah mancanegara
dan 48.000 jamaah domestik.
Kementerian Haji Arab Saudi memperkirakan jumlah jamaah haji tahun 1436 H/ 2015 M sebanyak 1.355.000 jamaah mancanegara
dan 48.000 jamaah domestik.
Re: Ibadah Hajji boleh dilakukan diluar bulan Zulhijjah. . !
sekilas info,
Qs9
6 Dan jika seorang diantara orang-orang musyrikin itu meminta perlindungan kepadamu, maka lindungilah ia supaya ia sempat mendengar firman Allah, kemudian antarkanlah ia ketempat yang aman baginya. Demikian itu disebabkan mereka kaum yang tidak mengetahui.
7 Bagaimana bisa ada perjanjian (aman) dari sisi Allah dan Rasul-Nya dengan orang-orang musyrikin, kecuali orang-orang yang kamu telah mengadakan perjanjian (dengan mereka) di dekat Masjidil haraam? maka selama mereka berlaku lurus terhadapmu, hendaklah kamu berlaku lurus (pula) terhadap mereka. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertakwa.
Qs9
6 Dan jika seorang diantara orang-orang musyrikin itu meminta perlindungan kepadamu, maka lindungilah ia supaya ia sempat mendengar firman Allah, kemudian antarkanlah ia ketempat yang aman baginya. Demikian itu disebabkan mereka kaum yang tidak mengetahui.
7 Bagaimana bisa ada perjanjian (aman) dari sisi Allah dan Rasul-Nya dengan orang-orang musyrikin, kecuali orang-orang yang kamu telah mengadakan perjanjian (dengan mereka) di dekat Masjidil haraam? maka selama mereka berlaku lurus terhadapmu, hendaklah kamu berlaku lurus (pula) terhadap mereka. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertakwa.
njlajahweb- BANNED
-
Posts : 39612
Kepercayaan : Protestan
Location : banyuwangi
Join date : 30.04.13
Reputation : 119
Re: Ibadah Hajji boleh dilakukan diluar bulan Zulhijjah. . !
wahai umat islam..., untuk apakah kalian menjadi haji atau hajah?
memang tidak ada larangan untuk menjadi haji ataupun hajah(bagi yang mampu),
tapi apakah sudah dengan motivasi hati yang benar?
dan jika kalian sudah memiliki gelar(haji atau hajah) itu, apakah hati kalian menjadi panas ketika orang lain tidak memanggil kalian dengan gelar itu? maka jika hati kalian menjadi panas saat orang tidak memanggil kalian dengan gelar itu, berarti ada penyakit dalam hati kalian dan motivasi hati kalian perlu dipertanyakan.
(jadi baik orang memanggil dengan gelar ataupun tidak, janganlah hati kalian menjadi panas.)
memang tidak ada larangan untuk menjadi haji ataupun hajah(bagi yang mampu),
tapi apakah sudah dengan motivasi hati yang benar?
dan jika kalian sudah memiliki gelar(haji atau hajah) itu, apakah hati kalian menjadi panas ketika orang lain tidak memanggil kalian dengan gelar itu? maka jika hati kalian menjadi panas saat orang tidak memanggil kalian dengan gelar itu, berarti ada penyakit dalam hati kalian dan motivasi hati kalian perlu dipertanyakan.
(jadi baik orang memanggil dengan gelar ataupun tidak, janganlah hati kalian menjadi panas.)
njlajahweb- BANNED
-
Posts : 39612
Kepercayaan : Protestan
Location : banyuwangi
Join date : 30.04.13
Reputation : 119
Similar topics
» beberapa kesalahan kecil yang dilakukan saat menunaikan ibadah haji
» [YG bisa terkait][penari](atau)[ tarian/TarianRohani /TarianPenyembahan !!!] Ibadah 02 Tarian "Penciptaan" - Perayaan natal Pemuda GKPS Padang Bulan 2
» Alissa Wahid: MUI itu Ornop, Fatwanya Boleh Diikuti Boleh Tidak
» Mendahulukan Orang Lain dalam perkara Ibadah dan Non Ibadah (Duniawi)
» Jika israel boleh diusir dari palestina,knp rohingya tdk boleh diusir dari myanmar?
» [YG bisa terkait][penari](atau)[ tarian/TarianRohani /TarianPenyembahan !!!] Ibadah 02 Tarian "Penciptaan" - Perayaan natal Pemuda GKPS Padang Bulan 2
» Alissa Wahid: MUI itu Ornop, Fatwanya Boleh Diikuti Boleh Tidak
» Mendahulukan Orang Lain dalam perkara Ibadah dan Non Ibadah (Duniawi)
» Jika israel boleh diusir dari palestina,knp rohingya tdk boleh diusir dari myanmar?
Halaman 1 dari 1
Permissions in this forum:
Anda tidak dapat menjawab topik