definisi akidah
Halaman 1 dari 1 • Share
karakteristik aqidah ahlus sunnah wal jamaah
Sesungguhnya orang yang mau berfikir obyektif, jika ia mau melakukan perbandingan antara berbagai keyakinan yang ada di antara umat manusia saat ini, niscaya ia menemukan beberapa karakteristik dan ciri-ciri dari ‘aqidah Ahlus Sunnah wal Jama’ah yang merupakan ‘aqidah Islamiyah yang haq (benar) berbeda dengan lainnya.
Karakter Dan Ciri-Ciri Itu Diantaranya:
[1]. Keotentikan Sumbernya.
Hal ini karena ‘aqidah Ahlus Sunnah semata-mata hanya bersandarkan kepada al-Qur-an, hadits dan ijma’ para ulama Salaf serta penjelasan dari mereka. Ciri ini tidak terdapat pada aliran-aliran Mutakalimin, ahli bid’ah dan kaum Sufi yang selalu bersandar kepada akal dan pemikiran atau kepada kasyaf, ilham, wujud dan sumber-sumber lain yang berasal dari manusia yang lemah. Mereka jadikan hal tersebut sebagai patokan atau sandaran di dalam masalah-masalah yang ghaib. Padahal ‘aqidah itu semuanya ghaib.
Sedangkan Ahlus Sunnah selalu berpegang teguh al-Qur-an dan Hadits Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam, Ijma’ Salafush Shalih dan penjelasan-penjelasan dari mereka. Jadi, ‘aqidah apa saja yang bersumber dari selain al-Qur-an, hadits, ijma’ Salaf dan penjelasan mereka itu, maka adalah termasuk kesesatan dan kebid’ahan.[1].
[2]. Berpegang Teguh Kepada Prinsip Berserah Diri Kepada Allah Dan Kepada Rasul-Nya Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam
Sebab ‘aqidah adalah masalah yang ghaib, dan hal yang ghaib itu hanya tegak dan bersandar kepada kepasrahan (taslim) dan keyakinan sepenuhnya (mutlak) kepada Allah (dan Rasul-Nya Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam). Maksudnya, hal tersebut adalah apa yang diberitakan Allah dan Rasul-Nya (wajib diterima dan diyakini sepenuhnya. Taslim merupakan ciri dan sifat kaum beriman yang karenanya mereka dipuji oleh Allah, seraya berfirman:
"Artinya : Alif Laam Mim. Kitab al-Qur'an ini tidak ada keraguan padanya, petunjuk bagi mereka yang bertakwa, (yaitu) mereka beriman kepada yang ghaib..."[Al-Baqarah: 1-3]
Perkara ghaib itu tidak dapat diketahui atau dijangkau oleh akal, maka oleh karena itu Ahlus Sunnah membatasi diri di dalam masalah ‘aqidah kepada berita dan wahyu yang datang dari Allah dan Rasul-Nya. Hal ini sangat berbeda dengan Ahli bid’ah dan Ahli Kalam (mutakalimin). Mereka memahami masalah yang ghaib itu dengan berbagai dugaan. Tidak mungkin mereka mengetahui masalah-masalah ghaib. Mereka tidak melapangkan akalnya [2]. dengan taslim, berserah diri kepada Allah dan Rasul-Nya, dan tidak pula menyelamatkan ‘aqidah mereka dengan ittiba’ dan mereka tidak membiarkan kaum Muslimin awam berada pada fitrah yang telah Allah fitrahkan kepada mereka.[3]
[3]. Sejalan Dengan Fitrah Yang Suci Dan Akal Yang Sehat.
Hal itu karena ‘aqidah Ahlus Sunnah wal Jam’ah berdiri di atas prinsip ittiba’ (mengikuti), iqtidha’ (meneladani) dan berpedoman kepada petunjuk Allah, bimbingan Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam dan ‘aqidah generasi terdahulu (Salaful Ummah). ‘Aqidah Ahlus Sunnah bersumber dari sumber fitrah yang suci dan akal yang sehat itu sendiri serta pedoman yang lurus. Betapa sejuknya sumber rujukan ini. Sedangkan ‘aqidah dan keyakinan golongan yang lain itu hanya berupa khayalan dan dugaan-dugaan yang membutakan fitrah dan membingungkan akal belaka.[4].
[4]. Mata Rantai Sanadnya Sampai Kepada Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam, Para Shahabatnya Dan Para Tabi’in Serta Para Imam Yang Mendapatkan Petunjuk
Tidak ada satu dasar pun dari dasar-dasar ‘aqidah Ahlus Sunnah wal Jama’ah yang tidak mempunyai dasar atau sanad atas qudwah (contoh) dari para Shahabat, Tabi’in dan para Imam yang mendapatkan petunjuk hingga Hari Kiamat. Hal ini sangat berbeda dengan ‘aqidah kaum mubtadi‘ah (ahli bid’ah) yang menyalahi kaum Salaf di dalam ber‘aqidah. ‘aqidah mereka merupakan hal yang baru (bid’ah) tidak mempunyai sandaran dari al-Qur'an dan as-sunnah, ataupun dari para Shahabat Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam dan Tabi’in. Oleh karena itu, maka mereka berpegang kepada kebid’ahan sedangkan setiap bid’ah adalah kesesatan.[5]
[5]. Jelas Dan Gamblang.
‘Aqidah Ahlus Sunnah mempunyai ciri khas yaitu gamblang dan jelas, bebas dari kontradiksi dan ketidakjelasan, jauh dari filsafat dan kerumitan kata dan maknanya, karena ‘aqidah Ahlus Sunnah bersumber dari firman Allah yang sangat jelas yang tidak datang kepadanya kebatilan (kepalsuan) baik dari depan maupun dari belakang, dan bersumber dari sabda Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam yang tidak pernah berbicara dengan hawa nafsunya. Sedangkan ‘aqidah dan keyakinan yang lainnya berasal dari ramuan yang dibuat oleh manusia atau ta’wil dan tahrif mereka terhadap teks-teks syar’i. Sungguh sangat jauh perbedaan sumber dari ‘aqidah Ahlus Sunnah dan kelompok yang lainnya. ‘Aqidah Ahlus Sunnah adalah tauqifiyah (berdasarkan dalil/nash) dan bersifat ghaib, tidak ada pintu bagi ijtihad sebagaimana yang telah dimaklumi.[6]
[6]. Bebas Dari Kerancuan, Kontradiksi Dan Kesamaran.
‘Aqidah Islam yang murni ini tidak ada kerancuan padanya, tidak pula kontradiksi dan kesamaran. Hal itu karena ‘aqidah tersebut bersumber dari wahyu, kekuatan hubungan para penganutnya dengan Allah, realisasi ubudiyah (penghambaan) hanya kepada-Nya semata, penuh tawakkal kepada-Nya semata, kekokohan keyakinan mereka terhadap al-haq (kebenaran) yang mereka miliki. Orang yang meyakini ‘aqidah Salaf tidak akan ada kebingungan, kecemasan, keraguan dan syubhat di dalam beragama. Berbeda halnya dengan para ahli bid’ah, tujuan dan sasaran mereka tidak pernah lepas dari penyakit bingung, cemas, ragu, rancu dan mengikuti kesamaran.
Sebagai contoh yang sangat jelas sekali adalah keraguan, kegoncangan dan penyesalan yang terjadi pada para tokoh terkemuka mutakallimin (ahlu kalam), tokoh filosof dan para tokoh sufi sebagai akibat dari sikap mereka menjauhi ‘aqidah Salaf. Dan kembalinya sebagian mereka kepada taslim dan pengakuan terhadap ‘aqidah Salaf, terutama ketika usia mereka sudah lanjut atau mereka meng-hadapi kematian, sebagaimana yang terjadi pada Imam Abul Hasan al-Asy’ari (wafat th. 324 H). Beliau telah merujuk kembali kepada ‘aqidah Ahlus Sunnah wal Jama’ah (‘aqidah Salaf) sebagaimana dinyatakan di dalam kitabnya, al-Ibanah ‘an Ushuliddiyanah, setelah sebelumnya menganut ‘aqidah mu’tazilah, kemudian talfiq (paduan antara ‘aqidah mu’tazilah dan ‘aqidah Salaf) dan akhirnya kembali kepada ‘aqidah Ahlus Sunnah wal Jama’ah. Hal serupa juga dilakukan oleh Imam al-Baqillani (wafat th. 403 H) sebagaimana dinyatakan dalam kitab at-Tamhid, dan masih banyak lagi tokoh terkemuka lainnya. [7]
[7]. ‘Aqidah Ahlus Sunnah Wal Jama’ah Merupakan Faktor Utama Bagi Kemenangan Dan Kebahagian Abadi Di Dunia Dan Akhirat.
‘Aqidah Ahlus Sunnah wal Jama’ah merupakan faktor utama bagi terealisasinya kesuksesan, kemenangan dan keteguhan bagi siapa saja yang menganutnya dan menyerukannya kepada umat manusia dengan penuh ketulusan, kesungguhan dan kesabaran. Golongan yang berpegang teguh kepada ‘aqidah ini yaitu Ahlus Sunnah wal Jama’ah adalah golongan yang diberikan kemenangan dan pertolongan, sebagaimana sabda Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam
"Artinya : Akan tetap ada satu golongan dari umatku yang berdiri tegak di atas al-haq (kebenaran), tidak akan membahayakan bagi mereka siapa yang tidak menghiraukannya hingga datang perintah Allah (hari kiamat) tiba dan mereka tetap seperti itu. [8]
[8]. ‘Aqidah Ahlus Sunnah Wal Jama’ah Adalah ‘Aqidah Yang Dapat Mempersatukan Umat.
‘Aqidah Ahlus Sunnah merupakan jalan yang paling baik untuk menyatukan kekuatan kaum Muslimin, kesatuan barisan mereka dan untuk memperbaiki apa-apa yang rusak dari urusan agama dan dunia. Hal ini dikarenakan ‘aqidah Ahlus Sunnah mampu mengembalikan mereka kepada al-Qur'an dan Sunnah Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam dan jalannya kaum mu’minin yaitu jalannya para Shahabat. Keistimewaan ini tidak mungkin terealisasi pada suatu golongan mana pun, atau lembaga da’wah apapun atau organisasi apapun yang tidak menganut ‘aqidah Ahlus Sunnah wal Jama’ah. Sejarah adalah saksi dari kenyataan ini! Hanya negara-negara yang berpegang teguh kepada ‘aqidah Ahlus Sunnah sajalah yang dapat menyatukan kekuatan kaum Muslimin yang berserakan, hanya dengan ‘aqidah Salaf maka jihad serta amar ma’ruf dan nahi munkar itu tegak dan tercapailah kemuliaan Islam.[9]
[9]. Utuh, Kokoh Dan Tetap Langgeng Sepanjang Masa.
‘Aqidah Ahlus Sunnah wal Jama’ah adalah utuh dan sama dalam masalah prinsipil (ushuludin) sepanjang masa dan akan tetap seperti itu hingga hari Kiamat kelak. Artinya ‘aqidah Ahlus Sunnah selalu sama, utuh dan terpelihara baik secara riwayat maupun keilmuannya, kata-kata, maupun maknanya. Ia diwariskan dari generasi ke generasi berikutnya tanpa mengalami perubahan, pencampuradukan, kerancuan dan tidak mengalami penambahan maupun pengurangan. Hal tersebut karena ‘aqidah Ahlus Sunnah bersumber dari al-Qur'an yang tidak datang kepadanya kebatilan baik dari depan maupun dari belakang dan dari Sunnah Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam yang tidak pernah berbicara dengan hawa nafsu. [10]
[10]. Allah Menjamin Kehidupan Yang Mulia Bagi Orang Yang Menetapi ‘Aqidah Ahlus Sunnah Wal Jama’ah.
Berada dalam naungan ‘aqidah Ahlus Sunnah akan menyebabkan rasa aman dan kehidupan yang mulia. Hal ini karena ‘aqidah Ahlus Sunnah senantiasa menjaga keimanan kepada Allah dan mengandung kewajiban untuk menjadikan Allah sebagai satu-satunya yang berhak diibadahi dengan benar. Orang yang beriman dan bertauhid akan mendapatkan rasa aman, kebaikan, kebahagiaan dunia dan akhirat. Rasa aman senantiasa menyertai keimanan, apabila keimanan itu hilang maka hilang pula rasa aman.
Firman Allah:
"Artinya : Orang-orang yang beriman dan tidak mencampuradukkan iman mereka dengan kezhaliman (syirik), mereka itulah orang-orang yang mendapatkan keamanan dan mereka itulah orang-orang yang mendapat petunjuk." [Al-An’aam: 82].
Orang yang bertaqwa dan beriman akan mendapatkan rasa aman yang sempurna dan petunjuk yang sempurna di dunia dan akhirat. Adapun orang yang berbuat syirik, bid’ah dan maksiyat mereka adalah orang yang selalu diliputi dengan rasa takut, was-was, tidak tenang dan tidak ada rasa aman. Mereka selalu diancam dengan berbagai hukuman dan siksaan pada setiap waktu. [11]
[Disalin dari kitab Syarah Aqidah Ahlus Sunnah Wal Jama'ah Oleh Yazid bin Abdul Qadir Jawas, Penerbit Pustaka At-Taqwa, Po Box 264 Bogor 16001, Cetakan Pertama Jumadil Akhir 1425H/Agustus 2004M]
_________
Foote Note
[1]. Lihat Buhuuts fii ‘Aqiidah Ahlis Sunnah wal Jama’ah hal. 33-34
[2]. Hal ini tidak boleh difahami bahwa Islam mengekang akal, menonaktifkan fungsinya dan menghapus bakat berfikir yang ada pada manusia, namun seba-liknya, Islam menyediakan bagi akal banyak sarana untuk mengetahui, mengamati, berfikir dan berkarya, sesuatu yang cukup merangsang keinginannya terhadap ciptaan Allah. Wallaahu a’lam.
[3]. Buhuuts fii ‘Aqiidah Ahlis Sunnah wal Jama’ah hal. 34.
[4]. Ibid.
[5]. Lihat Majmuu’ Fataawaa Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah (I/9) dan Buhuuts fii ‘Aqiidah Ahlis Sunnah wal Jama’ah (hal. 35).
[6]. Lihat Buhuuts fii ‘Aqiidah Ahlis Sunnah wal Jama’ah (hal. 35).
[7]. Lihat Majmuu’ Fataawa Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah IV/72-73 dan Buhuuts fii ‘Aqiidah Ahlis Sunnah wal Jama’ah hal. 35-36.
[8]. Diriwayatkan oleh Muslim (no. 1920) dan at-Tirmidzi (no. 2229), dari Shahabat Tsauban Radhiyallahu'anhu.
[9]. Lihat Buhuuts fii ‘Aqiidah Ahlis Sunnah wal Jama’ah (hal. 37-38).
[10]. Ibid, hal. 38-39.
[11]. Lihat ‘Aqiidah Ahlus Sunnah wal Jama’ah; Mafhumuha, Khashaa'isuha, Khasaa-isu Ahliha (hal. 37) karya Muhammad bin Ibrahim al-Hamd. Cetakan I-1416 H.
Sumber : http://almanhaj.or.id/index.php?action=more&article_id=1443&bagian=0
Karakter Dan Ciri-Ciri Itu Diantaranya:
[1]. Keotentikan Sumbernya.
Hal ini karena ‘aqidah Ahlus Sunnah semata-mata hanya bersandarkan kepada al-Qur-an, hadits dan ijma’ para ulama Salaf serta penjelasan dari mereka. Ciri ini tidak terdapat pada aliran-aliran Mutakalimin, ahli bid’ah dan kaum Sufi yang selalu bersandar kepada akal dan pemikiran atau kepada kasyaf, ilham, wujud dan sumber-sumber lain yang berasal dari manusia yang lemah. Mereka jadikan hal tersebut sebagai patokan atau sandaran di dalam masalah-masalah yang ghaib. Padahal ‘aqidah itu semuanya ghaib.
Sedangkan Ahlus Sunnah selalu berpegang teguh al-Qur-an dan Hadits Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam, Ijma’ Salafush Shalih dan penjelasan-penjelasan dari mereka. Jadi, ‘aqidah apa saja yang bersumber dari selain al-Qur-an, hadits, ijma’ Salaf dan penjelasan mereka itu, maka adalah termasuk kesesatan dan kebid’ahan.[1].
[2]. Berpegang Teguh Kepada Prinsip Berserah Diri Kepada Allah Dan Kepada Rasul-Nya Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam
Sebab ‘aqidah adalah masalah yang ghaib, dan hal yang ghaib itu hanya tegak dan bersandar kepada kepasrahan (taslim) dan keyakinan sepenuhnya (mutlak) kepada Allah (dan Rasul-Nya Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam). Maksudnya, hal tersebut adalah apa yang diberitakan Allah dan Rasul-Nya (wajib diterima dan diyakini sepenuhnya. Taslim merupakan ciri dan sifat kaum beriman yang karenanya mereka dipuji oleh Allah, seraya berfirman:
"Artinya : Alif Laam Mim. Kitab al-Qur'an ini tidak ada keraguan padanya, petunjuk bagi mereka yang bertakwa, (yaitu) mereka beriman kepada yang ghaib..."[Al-Baqarah: 1-3]
Perkara ghaib itu tidak dapat diketahui atau dijangkau oleh akal, maka oleh karena itu Ahlus Sunnah membatasi diri di dalam masalah ‘aqidah kepada berita dan wahyu yang datang dari Allah dan Rasul-Nya. Hal ini sangat berbeda dengan Ahli bid’ah dan Ahli Kalam (mutakalimin). Mereka memahami masalah yang ghaib itu dengan berbagai dugaan. Tidak mungkin mereka mengetahui masalah-masalah ghaib. Mereka tidak melapangkan akalnya [2]. dengan taslim, berserah diri kepada Allah dan Rasul-Nya, dan tidak pula menyelamatkan ‘aqidah mereka dengan ittiba’ dan mereka tidak membiarkan kaum Muslimin awam berada pada fitrah yang telah Allah fitrahkan kepada mereka.[3]
[3]. Sejalan Dengan Fitrah Yang Suci Dan Akal Yang Sehat.
Hal itu karena ‘aqidah Ahlus Sunnah wal Jam’ah berdiri di atas prinsip ittiba’ (mengikuti), iqtidha’ (meneladani) dan berpedoman kepada petunjuk Allah, bimbingan Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam dan ‘aqidah generasi terdahulu (Salaful Ummah). ‘Aqidah Ahlus Sunnah bersumber dari sumber fitrah yang suci dan akal yang sehat itu sendiri serta pedoman yang lurus. Betapa sejuknya sumber rujukan ini. Sedangkan ‘aqidah dan keyakinan golongan yang lain itu hanya berupa khayalan dan dugaan-dugaan yang membutakan fitrah dan membingungkan akal belaka.[4].
[4]. Mata Rantai Sanadnya Sampai Kepada Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam, Para Shahabatnya Dan Para Tabi’in Serta Para Imam Yang Mendapatkan Petunjuk
Tidak ada satu dasar pun dari dasar-dasar ‘aqidah Ahlus Sunnah wal Jama’ah yang tidak mempunyai dasar atau sanad atas qudwah (contoh) dari para Shahabat, Tabi’in dan para Imam yang mendapatkan petunjuk hingga Hari Kiamat. Hal ini sangat berbeda dengan ‘aqidah kaum mubtadi‘ah (ahli bid’ah) yang menyalahi kaum Salaf di dalam ber‘aqidah. ‘aqidah mereka merupakan hal yang baru (bid’ah) tidak mempunyai sandaran dari al-Qur'an dan as-sunnah, ataupun dari para Shahabat Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam dan Tabi’in. Oleh karena itu, maka mereka berpegang kepada kebid’ahan sedangkan setiap bid’ah adalah kesesatan.[5]
[5]. Jelas Dan Gamblang.
‘Aqidah Ahlus Sunnah mempunyai ciri khas yaitu gamblang dan jelas, bebas dari kontradiksi dan ketidakjelasan, jauh dari filsafat dan kerumitan kata dan maknanya, karena ‘aqidah Ahlus Sunnah bersumber dari firman Allah yang sangat jelas yang tidak datang kepadanya kebatilan (kepalsuan) baik dari depan maupun dari belakang, dan bersumber dari sabda Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam yang tidak pernah berbicara dengan hawa nafsunya. Sedangkan ‘aqidah dan keyakinan yang lainnya berasal dari ramuan yang dibuat oleh manusia atau ta’wil dan tahrif mereka terhadap teks-teks syar’i. Sungguh sangat jauh perbedaan sumber dari ‘aqidah Ahlus Sunnah dan kelompok yang lainnya. ‘Aqidah Ahlus Sunnah adalah tauqifiyah (berdasarkan dalil/nash) dan bersifat ghaib, tidak ada pintu bagi ijtihad sebagaimana yang telah dimaklumi.[6]
[6]. Bebas Dari Kerancuan, Kontradiksi Dan Kesamaran.
‘Aqidah Islam yang murni ini tidak ada kerancuan padanya, tidak pula kontradiksi dan kesamaran. Hal itu karena ‘aqidah tersebut bersumber dari wahyu, kekuatan hubungan para penganutnya dengan Allah, realisasi ubudiyah (penghambaan) hanya kepada-Nya semata, penuh tawakkal kepada-Nya semata, kekokohan keyakinan mereka terhadap al-haq (kebenaran) yang mereka miliki. Orang yang meyakini ‘aqidah Salaf tidak akan ada kebingungan, kecemasan, keraguan dan syubhat di dalam beragama. Berbeda halnya dengan para ahli bid’ah, tujuan dan sasaran mereka tidak pernah lepas dari penyakit bingung, cemas, ragu, rancu dan mengikuti kesamaran.
Sebagai contoh yang sangat jelas sekali adalah keraguan, kegoncangan dan penyesalan yang terjadi pada para tokoh terkemuka mutakallimin (ahlu kalam), tokoh filosof dan para tokoh sufi sebagai akibat dari sikap mereka menjauhi ‘aqidah Salaf. Dan kembalinya sebagian mereka kepada taslim dan pengakuan terhadap ‘aqidah Salaf, terutama ketika usia mereka sudah lanjut atau mereka meng-hadapi kematian, sebagaimana yang terjadi pada Imam Abul Hasan al-Asy’ari (wafat th. 324 H). Beliau telah merujuk kembali kepada ‘aqidah Ahlus Sunnah wal Jama’ah (‘aqidah Salaf) sebagaimana dinyatakan di dalam kitabnya, al-Ibanah ‘an Ushuliddiyanah, setelah sebelumnya menganut ‘aqidah mu’tazilah, kemudian talfiq (paduan antara ‘aqidah mu’tazilah dan ‘aqidah Salaf) dan akhirnya kembali kepada ‘aqidah Ahlus Sunnah wal Jama’ah. Hal serupa juga dilakukan oleh Imam al-Baqillani (wafat th. 403 H) sebagaimana dinyatakan dalam kitab at-Tamhid, dan masih banyak lagi tokoh terkemuka lainnya. [7]
[7]. ‘Aqidah Ahlus Sunnah Wal Jama’ah Merupakan Faktor Utama Bagi Kemenangan Dan Kebahagian Abadi Di Dunia Dan Akhirat.
‘Aqidah Ahlus Sunnah wal Jama’ah merupakan faktor utama bagi terealisasinya kesuksesan, kemenangan dan keteguhan bagi siapa saja yang menganutnya dan menyerukannya kepada umat manusia dengan penuh ketulusan, kesungguhan dan kesabaran. Golongan yang berpegang teguh kepada ‘aqidah ini yaitu Ahlus Sunnah wal Jama’ah adalah golongan yang diberikan kemenangan dan pertolongan, sebagaimana sabda Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam
"Artinya : Akan tetap ada satu golongan dari umatku yang berdiri tegak di atas al-haq (kebenaran), tidak akan membahayakan bagi mereka siapa yang tidak menghiraukannya hingga datang perintah Allah (hari kiamat) tiba dan mereka tetap seperti itu. [8]
[8]. ‘Aqidah Ahlus Sunnah Wal Jama’ah Adalah ‘Aqidah Yang Dapat Mempersatukan Umat.
‘Aqidah Ahlus Sunnah merupakan jalan yang paling baik untuk menyatukan kekuatan kaum Muslimin, kesatuan barisan mereka dan untuk memperbaiki apa-apa yang rusak dari urusan agama dan dunia. Hal ini dikarenakan ‘aqidah Ahlus Sunnah mampu mengembalikan mereka kepada al-Qur'an dan Sunnah Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam dan jalannya kaum mu’minin yaitu jalannya para Shahabat. Keistimewaan ini tidak mungkin terealisasi pada suatu golongan mana pun, atau lembaga da’wah apapun atau organisasi apapun yang tidak menganut ‘aqidah Ahlus Sunnah wal Jama’ah. Sejarah adalah saksi dari kenyataan ini! Hanya negara-negara yang berpegang teguh kepada ‘aqidah Ahlus Sunnah sajalah yang dapat menyatukan kekuatan kaum Muslimin yang berserakan, hanya dengan ‘aqidah Salaf maka jihad serta amar ma’ruf dan nahi munkar itu tegak dan tercapailah kemuliaan Islam.[9]
[9]. Utuh, Kokoh Dan Tetap Langgeng Sepanjang Masa.
‘Aqidah Ahlus Sunnah wal Jama’ah adalah utuh dan sama dalam masalah prinsipil (ushuludin) sepanjang masa dan akan tetap seperti itu hingga hari Kiamat kelak. Artinya ‘aqidah Ahlus Sunnah selalu sama, utuh dan terpelihara baik secara riwayat maupun keilmuannya, kata-kata, maupun maknanya. Ia diwariskan dari generasi ke generasi berikutnya tanpa mengalami perubahan, pencampuradukan, kerancuan dan tidak mengalami penambahan maupun pengurangan. Hal tersebut karena ‘aqidah Ahlus Sunnah bersumber dari al-Qur'an yang tidak datang kepadanya kebatilan baik dari depan maupun dari belakang dan dari Sunnah Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam yang tidak pernah berbicara dengan hawa nafsu. [10]
[10]. Allah Menjamin Kehidupan Yang Mulia Bagi Orang Yang Menetapi ‘Aqidah Ahlus Sunnah Wal Jama’ah.
Berada dalam naungan ‘aqidah Ahlus Sunnah akan menyebabkan rasa aman dan kehidupan yang mulia. Hal ini karena ‘aqidah Ahlus Sunnah senantiasa menjaga keimanan kepada Allah dan mengandung kewajiban untuk menjadikan Allah sebagai satu-satunya yang berhak diibadahi dengan benar. Orang yang beriman dan bertauhid akan mendapatkan rasa aman, kebaikan, kebahagiaan dunia dan akhirat. Rasa aman senantiasa menyertai keimanan, apabila keimanan itu hilang maka hilang pula rasa aman.
Firman Allah:
"Artinya : Orang-orang yang beriman dan tidak mencampuradukkan iman mereka dengan kezhaliman (syirik), mereka itulah orang-orang yang mendapatkan keamanan dan mereka itulah orang-orang yang mendapat petunjuk." [Al-An’aam: 82].
Orang yang bertaqwa dan beriman akan mendapatkan rasa aman yang sempurna dan petunjuk yang sempurna di dunia dan akhirat. Adapun orang yang berbuat syirik, bid’ah dan maksiyat mereka adalah orang yang selalu diliputi dengan rasa takut, was-was, tidak tenang dan tidak ada rasa aman. Mereka selalu diancam dengan berbagai hukuman dan siksaan pada setiap waktu. [11]
[Disalin dari kitab Syarah Aqidah Ahlus Sunnah Wal Jama'ah Oleh Yazid bin Abdul Qadir Jawas, Penerbit Pustaka At-Taqwa, Po Box 264 Bogor 16001, Cetakan Pertama Jumadil Akhir 1425H/Agustus 2004M]
_________
Foote Note
[1]. Lihat Buhuuts fii ‘Aqiidah Ahlis Sunnah wal Jama’ah hal. 33-34
[2]. Hal ini tidak boleh difahami bahwa Islam mengekang akal, menonaktifkan fungsinya dan menghapus bakat berfikir yang ada pada manusia, namun seba-liknya, Islam menyediakan bagi akal banyak sarana untuk mengetahui, mengamati, berfikir dan berkarya, sesuatu yang cukup merangsang keinginannya terhadap ciptaan Allah. Wallaahu a’lam.
[3]. Buhuuts fii ‘Aqiidah Ahlis Sunnah wal Jama’ah hal. 34.
[4]. Ibid.
[5]. Lihat Majmuu’ Fataawaa Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah (I/9) dan Buhuuts fii ‘Aqiidah Ahlis Sunnah wal Jama’ah (hal. 35).
[6]. Lihat Buhuuts fii ‘Aqiidah Ahlis Sunnah wal Jama’ah (hal. 35).
[7]. Lihat Majmuu’ Fataawa Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah IV/72-73 dan Buhuuts fii ‘Aqiidah Ahlis Sunnah wal Jama’ah hal. 35-36.
[8]. Diriwayatkan oleh Muslim (no. 1920) dan at-Tirmidzi (no. 2229), dari Shahabat Tsauban Radhiyallahu'anhu.
[9]. Lihat Buhuuts fii ‘Aqiidah Ahlis Sunnah wal Jama’ah (hal. 37-38).
[10]. Ibid, hal. 38-39.
[11]. Lihat ‘Aqiidah Ahlus Sunnah wal Jama’ah; Mafhumuha, Khashaa'isuha, Khasaa-isu Ahliha (hal. 37) karya Muhammad bin Ibrahim al-Hamd. Cetakan I-1416 H.
Sumber : http://almanhaj.or.id/index.php?action=more&article_id=1443&bagian=0
keroncong- KAPTEN
-
Age : 70
Posts : 4535
Kepercayaan : Islam
Location : di rumah saya
Join date : 09.11.11
Reputation : 67
ciri aqidah aswaja
Syaikh Muhammad bin Ibrahim Al-Hamd
Aqidah Ahlus Sunnah wal Jama'ah memiliki ciri-ciri khusus. Adapun ciri-ciri itu dapat dijelaskan sebagai berikut.
[1] Sumber pengambilannya bersih dan akurat. Hal ini karena aqidah Ahlus Sunnah wal Jama'ah berdasarkan Kitab dan Sunnah serta Ijma' para Salafush Shalih, yang jauh dari keruhnya hawa nafsu dan syubhat.
[2] Ia adalah aqidah yang berlandaskan penyerahan total kepada Allah dan Rasul-Nya. Sebab aqidah ini adalah iman kepada sesuatu yang ghaib. Karena itu, beriman kepada yang ghaib merupakan sifat orang-orang mukmin yang paling agung, sehingga Allah memuji mereka : " Kitab (Al-Qur'an) ini tidak ada keraguan padanya ; petunjuk bagi orang yang bertakwa, (yaitu) mereka yang beriman kepada yang ghaib". [Al-Baqarah : 2-3]. Hal itu karena akal tidak mampu mengetahui hal yang ghaib, juga tidak dapat berdiri sendiri dalam memahami syari'at, karena akal itu lemah dan terbatas. Sebagaimana pendengaran, penglihatan dan kekuatan manusia itu terbatas, demikian pula dengan akalnya. Maka beriman kepada yang ghaib dan menyerah sepenuhnya kepada Allah adalah sesuatu yang niscaya.
[3] Aqidah Ahlus Sunnah wal Jama'ah adalah aqidah yang sejalan dengan fithrah dan logika yang benar, bebas dari syahwat dan syubhat.
[4] Sanadnya bersambung kepada Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam, sahabat, tabi'in dan para imam, baik dalam ucapan, perbuatan maupun keyakinan. Ciri ini banyak diakui oleh para penentangnya. Dan memang -Alhamdulillah- tidak ada suatu prinsip pun dari aqidah Ahlus Sunnah wal Jama'ah yang tidak memiliki dasar Al-Qur'an dan As-Sunnah atau dari Salafus Shalih. Ini tentu berbeda dengan aqidah-aqidah bid'ah lainnya.
[5] Ia adalah aqidah yang mudah dan terang, seterang matahari di siang bolong. Tidak ada yang rancu, masih samar-samar maupun yang sulit. Semua lafazh-lafazh dan maknanya jelas, bisa dipahami oleh orang alim maupun awam, anak kecil maupun dewasa. Ia adalah aqidah yang berdasar kepada Al-Qur'an dan As-Sunnah. Sedangkan dalil-dalil Al-Qur'an dan As-Sunnah laksana makanan yang bermanfaat bagi segenap manusia. Bahkan seperti air yang bermanfaat bagi bayi yang menyusu, anak-anak, orang kuat maupun lemah.
[6] Selamat dari kekacauan, kontradiksi dan kerancuan. Betapa tidak, ia adalah bersumber kepada wahyu yang tak mungkin datang kepadanya kebatilan, dari manapun datangnya. Dan kebenaran tidak mungkin kacau, rancu dan mengandung kontradiksi. Sebaliknya, sebagiannya membenarkan sebagian yang lain. Allah berfirman : "Kalau sekiranya Al-Qur'an itu bukan dari sisi Allah, tentulah mereka mendapatkan pertentangan yang banyak di dalamnya" [An-Nisaa : 82]
[7] Mungkin di dalamnya terdapat sesuatu yang mengandung perdebatan, tetapi tidak mungkin mengandung sesuatu yang mustahil. Dalam aqidah Ahlus Sunnah wal Jama'ah ada hal-hal yang di luar jangkauan akal, atau tidak mampu dipahami. Seperti seluruh masalah ghaib, adzab dan nikmat kubur, shirath, haudh (telaga), surga dan neraka, serta kaifiyah (penggambaran) sifat-sifat Allah. Akal manusia tidak mampu memahami atau mencapai berbagai persoalan di atas, tetapi tidak menganggapnya mustahil. Sebaliknya ia menyerah, patuh dan tunduk kepadanya. Sebab semuanya datang dari wahyu, yang tidak mungkin berdasarkan hawa nafsu.
[8] Ia adalah aqidah yang universal, lengkap dan sesuai dengan setiap zaman, tempat, keadaan dan umat. Bahkan kehidupan ini tidak akan lurus kecuali dengannya.
[9] Ia adalah aqidah yang stabil, tetap dan kekal. Ia tetap teguh menghadapi berbagai benturan yang terus menerus dilancarkan musuh-musuh Islam, baik dari Yahudi, Nashrani, Majusi maupun yang lainnya. Ia adalah akidah yang kekal hingga hari kiamat. Ia akan dijaga oleh Allah sepanjang generasi. Tak akan terjadi penyimpangan, penambahan, pengurangan atau penggantian. Betapa tidak, karena Allah-lah yang menjamin penjagaan dan kekalannya. Ia tidak menyerahkan penjagaan itu kepada seorangpun dari mahluk-Nya, Alah berfirman : "Sesungguhnya Kamilah yang menurunkan Al-Qur'an dan Kamilah yang akan menjaganya". [Al-Hijr : 9]
[10] Ia adalah sebab adanya pertolongan, kemenangan dan keteguhan. Hal itu karena ia adalah aqidah yang benar. Maka orang yang berpegang teguh kepadanya akan menang, berhasil dan ditolong. Hal itu sebagaimana sabda Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam : "Akan senantiasa ada sekelompok dari umatku yang membela kebenaran, yang tidak akan membahayakan mereka orang yang merendahkan mereka sampai datangnya keputusan Allah, dan mereka dalam keadaan demikian". [Hadits Riwayat Muslim 3/1524]. Maka barangsiapa mengambil aqidah tersebut, niscaya Allah akan memuliakannya dan barangsiapa meninggalkannya, niscaya Allah akan menghinakannya. Hal itu telah diketahui oleh setiap orang yang membaca sejarah. Sehingga, ketika umat Islam menjauhi agamanya, terjadilah apa yang terjadi, sebagaimana yang menimpa Andalusia (Spanyol) dan yang lain.
[11] Ia mengangkat derajat para pengikutnya. Barangsiapa memegang teguh aqidah Ahlus Sunnah wal Jama'ah, semakin mendalami ilmu tentangnya, mengamalkan segala konsekwensinya, serta mendakwahkannya kepada manusia, niscaya Allah akan meninggikan derajatnya, meluaskan kemasyhuranya serta keutamaannya akan tersebar, baik sebagai pribadi maupun jama'ah. Hal itu karena akidah Ahlus Sunnah wal Jama'ah adalah akidah terbaik yang sesuai dengan segenap hati dan sebaik-baik yang diketahui akal. Ia menghasilkan berbagai pengetahuan yang bermanfaat dan akhlak yang tinggi.
[12] Aqidah Ahlus Sunnah wal Jama'ah adalah kapal keselamatan. Maka barangsiapa berpegang teguh dengannya, niscaya akan selamat. Sebaliknya barangsiapa meninggalkannya, niscaya tenggelam dan binasa.
[13] Aqidah Ahlus Sunnah wal Jama'ah adalah aqidah kasih sayang dan persatuan. Karena, tidaklah umat Islam itu bersatu dalam kalimat yang sama di berbagai masa dan tempat kecuali karena mereka berpegang teguh dengan aqidah Ahlus Sunnah wal Jama'ah. Sebaliknya, mereka akan berpecah belah dan saling berselisih pendapat jika menjauh darinya.
[14] Aqidah Ahlus Suannah wal Jama'ah adalah aqidah istimewa. Para pengikutnya adalah orang-orang istimewa, jalan mereka lurus dan tujuan-tujuannya jelas.
[15] Ia menjaga para pengikutnya dari bertindak tanpa petunjuk, mengacau dan sikap sia-sia. Manhaj mereka satu, prinsip mereka jelas, tetap dan tidak berubah. Karena itu para pengikutnya selamat dari mengikuti hawa nafsu, selamat dari bertindak tanpa petunjuk dalam soal wala' wal bara' (setia dan berlepas diri dari orang lain), kecintaan dan kebencian kepada orang lain. Sebaliknya, ia memberikan ukuran yang jelas, sehingga tidak akan keliru selamanya. Dengan demikian ia akan selamat dari perpecahan, bercerai berai dan kesia-siaan. Ia akan tahu kepada siapa harus membenci, dan mengetahui pula hak serta kewajibannya.
[16] Ia akan memberikan ketenangan jiwa dan pikiran kepada pengikutnya. Jiwa tidak akan gelisah, tidak akan ada kekacauan dalam pikirannya. Sebab akidah ini menghubungkan antara orang mukmin dengan Tuhannya. Ia akan rela Allah sebagai Tuhan, Pencipta, Hakim dan Pembuat Syari'at. Maka hatinya akan merasa aman dengan takdir-Nya, dadanya akan lapang atas ketentuan-ketentuan hukum-Nya, dan pikirannya akan jernih dengan mengetahui-Nya.
[17] Tujuan dan amal pengikut aqidah ini mejadi selamat. Yakni selamat dari penyimpangan dalam beribadah. Ia tidak akan menyembah selain Allah dan akan mengharapkan kepada selain-Nya.
[18] Ia akan mempengaruhi prilaku, akhlak dan mua'malah. Aqidah ini memerintahkan pengikutnya melakukan setiap kebaikan dan mencegah mereka melakukan setiap kejahatan. Ia memerintahkan keadilan dan berlaku lurus serta mencegah mereka dari kezhaliman dan penyimpangan.
[19] Ia mendorong setiap pengikutnya bersungguh-sungguh dan bersemangat dalam segala sesuatu.
[20] Ia membangkitkan jiwa mukmin agar mengagungkan Al-Qur'an dan As-Sunnah. Sebab ia mengetahui bahwa Al-Qur'an dan As-Sunnah adalah haq, petunjuk dan rahmat, karena itu mereka mengagungkan dan berpegang teguh pada keduanya.
[21] Ia menjamin kehidupan yang mulia bagi pengikutnya. Di bawah naungan aqidah ini akan terwujud keamanan dan hidup mulia. Sebab ia tegak atas dasar iman kepada Allah dan kewajiban beribadah kepada-Nya, dan tidak kepada yang lain. Dan hal itu -dengan tidak diragukan lagi- menjadi sebab keamanan, kebaikan dan kebahagiaan dunia-akhirat. Keamanan adalah sesuatu yang mengiringi iman. Maka, barangsiapa kehilangan iman, ia akan kehilangan keamanan. Allah berfirman : "Orang-orang yang beriman dan tidak mencampuradukkan iman mereka dengan kezhaliman (syirik), mereka itulah orang-orang yang mendapat keamanan dan mereka itulah orang-orang yang mendapat petunjuk". [Al-An'am : 82]. Jadi orang-orang yang bertakwa dan beriman adalah mereka yang memiliki kemanan yang sempurna dan petunjuk yang sempurna pula, baik di dunia maupun di akhirat. Sebaliknya, orang-orang musyrik dan pelaku maksiat adalah orang-orang yang selalu ketakutan. Mereka senantiasa diancam dengan berbagai siksaan di setiap saat.
[22] Aqidah ini menghimpun semua kebutuhan ruh, hati dan jasmani.
[23] Mengakui akal, tetapi membatasi perannya. Ia adalah aqidah yang menghormati akal yang lurus dan tidak mengingkari perannya. Jadi, Islam justru tidak rela jika seorang muslim memadamkan cahaya akalnya, lalu hanya bertaklid buta dalam persoalan aqidah dan lainnya. Meskipun begitu, peran akal tetaplah terbatas.
[24] Mengakui perasaan manusia dan membimbingnya pada jalan yang benar. Perasaan adalah sesuatu yang alami pada diri manusia dan tak seorangpun manusia yang tidak memilikinya. Aqidah ini adalah aqidah yang dinamis, tidak kaku dan beku, ia mengaku adanya perasaan manusia serta menghormatinya, tetapi bukan berarti ia mengumbarnya. Sebaliknya ia meluruskan dan membimbingnya sehingga menjadi sarana perbaikan dan pembangunan, tidak sebagai alat perusak dan penghancur.
[25] Ia menjamin untuk memberi jalan keluar setiap persoalan, baik sosial, politik, ekonomi, pendidikan atau persoalan lainnya.
Dengan aqidah ini, Allah telah menyatukan hati umat Islam yang berpecah belah, hawa nafsu yang bercerai berai, mencukupkan setelah kemiskinan, mengajari ilmu setelah kebodohan, memberi penglihatan setelah buta, memberi makan dari kelaparan dan memberi mereka keamanan dari ketakutan.
[Tasharrufan (saduran) dari Mukhtasar Aqidah Ahlis Sunnah wal Jama'ah, Syaikh Muhammad bin Ibrahim Al-Hamd, Buletin AN NUR Thn. IV/No. 139/Jum'at I/R.Awal 1419H]
Aqidah Ahlus Sunnah wal Jama'ah memiliki ciri-ciri khusus. Adapun ciri-ciri itu dapat dijelaskan sebagai berikut.
[1] Sumber pengambilannya bersih dan akurat. Hal ini karena aqidah Ahlus Sunnah wal Jama'ah berdasarkan Kitab dan Sunnah serta Ijma' para Salafush Shalih, yang jauh dari keruhnya hawa nafsu dan syubhat.
[2] Ia adalah aqidah yang berlandaskan penyerahan total kepada Allah dan Rasul-Nya. Sebab aqidah ini adalah iman kepada sesuatu yang ghaib. Karena itu, beriman kepada yang ghaib merupakan sifat orang-orang mukmin yang paling agung, sehingga Allah memuji mereka : " Kitab (Al-Qur'an) ini tidak ada keraguan padanya ; petunjuk bagi orang yang bertakwa, (yaitu) mereka yang beriman kepada yang ghaib". [Al-Baqarah : 2-3]. Hal itu karena akal tidak mampu mengetahui hal yang ghaib, juga tidak dapat berdiri sendiri dalam memahami syari'at, karena akal itu lemah dan terbatas. Sebagaimana pendengaran, penglihatan dan kekuatan manusia itu terbatas, demikian pula dengan akalnya. Maka beriman kepada yang ghaib dan menyerah sepenuhnya kepada Allah adalah sesuatu yang niscaya.
[3] Aqidah Ahlus Sunnah wal Jama'ah adalah aqidah yang sejalan dengan fithrah dan logika yang benar, bebas dari syahwat dan syubhat.
[4] Sanadnya bersambung kepada Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam, sahabat, tabi'in dan para imam, baik dalam ucapan, perbuatan maupun keyakinan. Ciri ini banyak diakui oleh para penentangnya. Dan memang -Alhamdulillah- tidak ada suatu prinsip pun dari aqidah Ahlus Sunnah wal Jama'ah yang tidak memiliki dasar Al-Qur'an dan As-Sunnah atau dari Salafus Shalih. Ini tentu berbeda dengan aqidah-aqidah bid'ah lainnya.
[5] Ia adalah aqidah yang mudah dan terang, seterang matahari di siang bolong. Tidak ada yang rancu, masih samar-samar maupun yang sulit. Semua lafazh-lafazh dan maknanya jelas, bisa dipahami oleh orang alim maupun awam, anak kecil maupun dewasa. Ia adalah aqidah yang berdasar kepada Al-Qur'an dan As-Sunnah. Sedangkan dalil-dalil Al-Qur'an dan As-Sunnah laksana makanan yang bermanfaat bagi segenap manusia. Bahkan seperti air yang bermanfaat bagi bayi yang menyusu, anak-anak, orang kuat maupun lemah.
[6] Selamat dari kekacauan, kontradiksi dan kerancuan. Betapa tidak, ia adalah bersumber kepada wahyu yang tak mungkin datang kepadanya kebatilan, dari manapun datangnya. Dan kebenaran tidak mungkin kacau, rancu dan mengandung kontradiksi. Sebaliknya, sebagiannya membenarkan sebagian yang lain. Allah berfirman : "Kalau sekiranya Al-Qur'an itu bukan dari sisi Allah, tentulah mereka mendapatkan pertentangan yang banyak di dalamnya" [An-Nisaa : 82]
[7] Mungkin di dalamnya terdapat sesuatu yang mengandung perdebatan, tetapi tidak mungkin mengandung sesuatu yang mustahil. Dalam aqidah Ahlus Sunnah wal Jama'ah ada hal-hal yang di luar jangkauan akal, atau tidak mampu dipahami. Seperti seluruh masalah ghaib, adzab dan nikmat kubur, shirath, haudh (telaga), surga dan neraka, serta kaifiyah (penggambaran) sifat-sifat Allah. Akal manusia tidak mampu memahami atau mencapai berbagai persoalan di atas, tetapi tidak menganggapnya mustahil. Sebaliknya ia menyerah, patuh dan tunduk kepadanya. Sebab semuanya datang dari wahyu, yang tidak mungkin berdasarkan hawa nafsu.
[8] Ia adalah aqidah yang universal, lengkap dan sesuai dengan setiap zaman, tempat, keadaan dan umat. Bahkan kehidupan ini tidak akan lurus kecuali dengannya.
[9] Ia adalah aqidah yang stabil, tetap dan kekal. Ia tetap teguh menghadapi berbagai benturan yang terus menerus dilancarkan musuh-musuh Islam, baik dari Yahudi, Nashrani, Majusi maupun yang lainnya. Ia adalah akidah yang kekal hingga hari kiamat. Ia akan dijaga oleh Allah sepanjang generasi. Tak akan terjadi penyimpangan, penambahan, pengurangan atau penggantian. Betapa tidak, karena Allah-lah yang menjamin penjagaan dan kekalannya. Ia tidak menyerahkan penjagaan itu kepada seorangpun dari mahluk-Nya, Alah berfirman : "Sesungguhnya Kamilah yang menurunkan Al-Qur'an dan Kamilah yang akan menjaganya". [Al-Hijr : 9]
[10] Ia adalah sebab adanya pertolongan, kemenangan dan keteguhan. Hal itu karena ia adalah aqidah yang benar. Maka orang yang berpegang teguh kepadanya akan menang, berhasil dan ditolong. Hal itu sebagaimana sabda Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam : "Akan senantiasa ada sekelompok dari umatku yang membela kebenaran, yang tidak akan membahayakan mereka orang yang merendahkan mereka sampai datangnya keputusan Allah, dan mereka dalam keadaan demikian". [Hadits Riwayat Muslim 3/1524]. Maka barangsiapa mengambil aqidah tersebut, niscaya Allah akan memuliakannya dan barangsiapa meninggalkannya, niscaya Allah akan menghinakannya. Hal itu telah diketahui oleh setiap orang yang membaca sejarah. Sehingga, ketika umat Islam menjauhi agamanya, terjadilah apa yang terjadi, sebagaimana yang menimpa Andalusia (Spanyol) dan yang lain.
[11] Ia mengangkat derajat para pengikutnya. Barangsiapa memegang teguh aqidah Ahlus Sunnah wal Jama'ah, semakin mendalami ilmu tentangnya, mengamalkan segala konsekwensinya, serta mendakwahkannya kepada manusia, niscaya Allah akan meninggikan derajatnya, meluaskan kemasyhuranya serta keutamaannya akan tersebar, baik sebagai pribadi maupun jama'ah. Hal itu karena akidah Ahlus Sunnah wal Jama'ah adalah akidah terbaik yang sesuai dengan segenap hati dan sebaik-baik yang diketahui akal. Ia menghasilkan berbagai pengetahuan yang bermanfaat dan akhlak yang tinggi.
[12] Aqidah Ahlus Sunnah wal Jama'ah adalah kapal keselamatan. Maka barangsiapa berpegang teguh dengannya, niscaya akan selamat. Sebaliknya barangsiapa meninggalkannya, niscaya tenggelam dan binasa.
[13] Aqidah Ahlus Sunnah wal Jama'ah adalah aqidah kasih sayang dan persatuan. Karena, tidaklah umat Islam itu bersatu dalam kalimat yang sama di berbagai masa dan tempat kecuali karena mereka berpegang teguh dengan aqidah Ahlus Sunnah wal Jama'ah. Sebaliknya, mereka akan berpecah belah dan saling berselisih pendapat jika menjauh darinya.
[14] Aqidah Ahlus Suannah wal Jama'ah adalah aqidah istimewa. Para pengikutnya adalah orang-orang istimewa, jalan mereka lurus dan tujuan-tujuannya jelas.
[15] Ia menjaga para pengikutnya dari bertindak tanpa petunjuk, mengacau dan sikap sia-sia. Manhaj mereka satu, prinsip mereka jelas, tetap dan tidak berubah. Karena itu para pengikutnya selamat dari mengikuti hawa nafsu, selamat dari bertindak tanpa petunjuk dalam soal wala' wal bara' (setia dan berlepas diri dari orang lain), kecintaan dan kebencian kepada orang lain. Sebaliknya, ia memberikan ukuran yang jelas, sehingga tidak akan keliru selamanya. Dengan demikian ia akan selamat dari perpecahan, bercerai berai dan kesia-siaan. Ia akan tahu kepada siapa harus membenci, dan mengetahui pula hak serta kewajibannya.
[16] Ia akan memberikan ketenangan jiwa dan pikiran kepada pengikutnya. Jiwa tidak akan gelisah, tidak akan ada kekacauan dalam pikirannya. Sebab akidah ini menghubungkan antara orang mukmin dengan Tuhannya. Ia akan rela Allah sebagai Tuhan, Pencipta, Hakim dan Pembuat Syari'at. Maka hatinya akan merasa aman dengan takdir-Nya, dadanya akan lapang atas ketentuan-ketentuan hukum-Nya, dan pikirannya akan jernih dengan mengetahui-Nya.
[17] Tujuan dan amal pengikut aqidah ini mejadi selamat. Yakni selamat dari penyimpangan dalam beribadah. Ia tidak akan menyembah selain Allah dan akan mengharapkan kepada selain-Nya.
[18] Ia akan mempengaruhi prilaku, akhlak dan mua'malah. Aqidah ini memerintahkan pengikutnya melakukan setiap kebaikan dan mencegah mereka melakukan setiap kejahatan. Ia memerintahkan keadilan dan berlaku lurus serta mencegah mereka dari kezhaliman dan penyimpangan.
[19] Ia mendorong setiap pengikutnya bersungguh-sungguh dan bersemangat dalam segala sesuatu.
[20] Ia membangkitkan jiwa mukmin agar mengagungkan Al-Qur'an dan As-Sunnah. Sebab ia mengetahui bahwa Al-Qur'an dan As-Sunnah adalah haq, petunjuk dan rahmat, karena itu mereka mengagungkan dan berpegang teguh pada keduanya.
[21] Ia menjamin kehidupan yang mulia bagi pengikutnya. Di bawah naungan aqidah ini akan terwujud keamanan dan hidup mulia. Sebab ia tegak atas dasar iman kepada Allah dan kewajiban beribadah kepada-Nya, dan tidak kepada yang lain. Dan hal itu -dengan tidak diragukan lagi- menjadi sebab keamanan, kebaikan dan kebahagiaan dunia-akhirat. Keamanan adalah sesuatu yang mengiringi iman. Maka, barangsiapa kehilangan iman, ia akan kehilangan keamanan. Allah berfirman : "Orang-orang yang beriman dan tidak mencampuradukkan iman mereka dengan kezhaliman (syirik), mereka itulah orang-orang yang mendapat keamanan dan mereka itulah orang-orang yang mendapat petunjuk". [Al-An'am : 82]. Jadi orang-orang yang bertakwa dan beriman adalah mereka yang memiliki kemanan yang sempurna dan petunjuk yang sempurna pula, baik di dunia maupun di akhirat. Sebaliknya, orang-orang musyrik dan pelaku maksiat adalah orang-orang yang selalu ketakutan. Mereka senantiasa diancam dengan berbagai siksaan di setiap saat.
[22] Aqidah ini menghimpun semua kebutuhan ruh, hati dan jasmani.
[23] Mengakui akal, tetapi membatasi perannya. Ia adalah aqidah yang menghormati akal yang lurus dan tidak mengingkari perannya. Jadi, Islam justru tidak rela jika seorang muslim memadamkan cahaya akalnya, lalu hanya bertaklid buta dalam persoalan aqidah dan lainnya. Meskipun begitu, peran akal tetaplah terbatas.
[24] Mengakui perasaan manusia dan membimbingnya pada jalan yang benar. Perasaan adalah sesuatu yang alami pada diri manusia dan tak seorangpun manusia yang tidak memilikinya. Aqidah ini adalah aqidah yang dinamis, tidak kaku dan beku, ia mengaku adanya perasaan manusia serta menghormatinya, tetapi bukan berarti ia mengumbarnya. Sebaliknya ia meluruskan dan membimbingnya sehingga menjadi sarana perbaikan dan pembangunan, tidak sebagai alat perusak dan penghancur.
[25] Ia menjamin untuk memberi jalan keluar setiap persoalan, baik sosial, politik, ekonomi, pendidikan atau persoalan lainnya.
Dengan aqidah ini, Allah telah menyatukan hati umat Islam yang berpecah belah, hawa nafsu yang bercerai berai, mencukupkan setelah kemiskinan, mengajari ilmu setelah kebodohan, memberi penglihatan setelah buta, memberi makan dari kelaparan dan memberi mereka keamanan dari ketakutan.
[Tasharrufan (saduran) dari Mukhtasar Aqidah Ahlis Sunnah wal Jama'ah, Syaikh Muhammad bin Ibrahim Al-Hamd, Buletin AN NUR Thn. IV/No. 139/Jum'at I/R.Awal 1419H]
Segoroasin- SERSAN SATU
-
Posts : 100
Join date : 13.12.11
Reputation : 1
dinamika akidah islam
Di dalam sebuah Hadits yang panjang yang diriwayatkan oleh Al-Bukhari, Muslim, dan Abu Dawud diriwayatkan:
عن خذيفة بن اليمن رضي الله عنه قال: كان التاس يسألون رسول الله ص م عن الخير وكنت أسأله عن الشر مخافة أن يدركني فقلت، يا رسول الله، إنا كنا في جاهلية وشر، فجاءنا الله بهذا الخير فهل بعد هذا الخير من شر؟ قال: نعم، وفيه دخن . قلت: وما دخنه؟ قال: قوم يهدون بغير هديي.—وفي رواية: قوم يستنون بغير سنتي ويهدون بغير هديي.-- تعرف منهم وتنكر. قلت: فهل بعد ذالك الخير من شر؟ قال: نعم، دعاة على أبواب جهنم، من أجابهم إليها قذفوه فيها. قلت: يا رسول الله، صفهم لنا. قال: هم من جلدتنا ويتكلمون بألسنتنا. قلت: فما تأمرني إن أدركني ذلك؟ قال: تلزم جماعة المسلمين وإمامهم. قلت: فإن لم يكن لهم جماعة ولا إمام؟ قال: فاعتزل تلك الفرق كلها ولو أن تعض بأصل شجرة حتى يدركك الموت وأنت على ذلك. (رواه البخاري).
Artinya: Dari Hudzaifah bin Al-Yaman ra, ia berkata; “Adalah orang-orang bertanya kepada Rasulullah saw dari hal kebaikan, tetapi aku bertanya kepadanya dari hal kejahatan, --karena— khawatir apabila kejahatan itu akan menjangkauku, maka aku berkata: “Ya Rasulallah, sesungguhnya kami dulu dalam kejahiliyahan dan keburukan. Lalu Allah mendatangkan kebaikan ini (iman-Islam) kepada kami, maka apakah setelah kebaikan ini akan ada keburukan?”
Beliau bersabda: “Ya, “
Aku bertanya: “Dan apakah setelah keburukan itu ada kebaikan (lagi)?”
Beliau menjawab: “Ya, dan di dalamnya ada kekeruhan.”
Aku bertanya: “Dan apa kekeruhannya?”
Beliau menjawab: “Suatu kaum yang mengambil petunjuk kepada selain petunjukku.”—Dan ada suatu riwayat—Suatu kaum yang mengambil sunnah/ perbuatan kepada selain sunnahku dan mengambil petunjuk kepada selain petunjukku--. Engkau kenal mereka itu dan engkau ingkari.”
Aku bertanya: “Maka apakah setelah kebaikan itu ada keburukan (lagi)?”
Beliau menjawab: “Ya. Juru-juru da’wah/ penyeru-penyeru ada di atas pintu-pintu jahannam, barangsiapa yang menjawab seruan mereka itu, maka mereka lemparkan dia ke dalam jahannam.”
Aku berkata: “Ya Rasulallah, tunjukkanlah sifat-sifat mereka itu kepada kami.”
Beliau menjawab: “Mereka itu dari kulit kita dan mereka berbicara dengan bahasa-bahasa kita.”
Aku bertanya: “Maka apa yang engkau perintahkan kepadaku apabila aku menjumpai yang demikian itu?”
Beliau bersabda: “Kamu tetaplah berada di jama’ah muslimin dan imamnya.”
Aku bertanya: “Apabila mereka (Muslimin) tidak memiliki jama’ah dan tidak punya imam?”
Beliau bersabda: “Maka kamu singkirilah kelompok-kelompok (firqah-firqah) itu seluruhnya walau kamu (harus) menggigit akar pohon sampai kamu menemui kematian dan kamu (tetap) atas yang demikian itu.”
Dari hadits yang panjang itu, Prof Ahmad Muhammad Jamal (almarhum) guru besar kebudayaan Islam pada Universitas Ummul Qura Makkah, mengutip sebagiannya, untuk dijadikan landasan dalam pendahuluan kitabnya yang berjudul Muftaroyaat 'alal Islaam (Kebohongan-kebohongan terhadap Islam) yang diIndonesiakan menjadi Membuka Tabir Upaya Orientalis dalam Memalsukan Islam. Potongan Hadits yang ia kutip adalah: Bahwa sahabat Hudzaifah ibnu Al-Yamani pernah bertanya kepada Rasulullah saw.:
"Wahai Rasulullah, apakah sesudah kebaikan ini akan ada masa keburukan?" Jawab Rasulullah: "Ya., yaitu munculnya kaum yang mengajak orang lain ke neraka jahannam. Barangsiapa memenuhi ajakannya berarti telah menyiapkan dirinya untuk masuk neraka." Aku berkata: "Terangkanlah ciri-ciri mereka itu, wahai Rasulullah!" Jawab Rasul, "Kulit mereka sama dengan kulit kita dan mereka bicara dengan bahasa kita."
Beliau mengemukakan Hadits tersebut, karena menyesalkan sekali adanya orang-orang yang bersikap kebarat-baratan justru dari kalangan kita sendiri, warna kulitnya sejenis dengan kita, bahasanya sama dengan kita, bahkan semboyannya pun seperti semboyan kita. Namun mereka membelakangi sumber-sumber ajaran Islam berupa Al-Quran, Hadits, dan Sejarah Islam. Sebaliknya mereka hadapkan wajah dan hati mereka kepada sumber-sumber Barat. Kemudian mereka menuduh dan membohongkan Islam seperti yang diperbuat orang Barat.
Menurut Syeikh Ahmad Jamal, pengaruh itu masuk ke orang Islam lantaran salah satu dari 3 hal:
1. Karena mereka belajar di perguruan tinggi Barat, Eropa atau Amerika.
2. Karena mereka belajar di bawah asuhan orang-orang Barat di perguruan tinggi di dalam negeri mereka sendiri, atau
3. Karena mereka hanya membaca sumber-sumber dari Barat di luar tempat-tempat pendidikan formal dengan mengenyampingkan sumber-sumber Islami, karena tidak tahu atau karena ingin menyombongkan diri, yakni menganggap remeh terhadap sumber-sumber Islam.
Kalau sudah demikian, tanggung jawab siapa?
Kembali Syeikh Ahmad Jamal mengulasnya, bahwa itu adalah tenggung jawab kita --ummat Islam-- juga. Kenapa? Karena, kitalah yang mengirim mereka ke sekolah-sekolah dan perguruan tinggi Barat dengan aneka alasan. Pengiriman mahasiswa itu tanpa membekali antisipasi untuk mencegah keraguan-raguan yang ditanamkan guru-guru Barat, dan kita tidak menyediakan untuk mahasiswa itu citra dan syiar Islam serta bentuk rumah tangga dan negara yang benar-benar Islami. Hingga kita tidak bisa meluruskan mereka ketika bengkok.
"Ya, kita mengirim mereka ke perguruan-perguruan Barat, namun kita tidak membangun rumah Islam buat mereka yang dapat melindungi mereka dari panah dan hembusan beracun orang-orang Barat." tulis Ahmad Muhammad Jamal.
Dengan tandas, Ustadz itu mengemukakan bahwa di samping bahaya tersebut, masih pula kita mendatangkan tenaga-tenaga pengajar dari Barat untuk memberikan pelajaran di perguruan-perguruan dan universitas-universitas kita. Dapat dipastikan, tenaga-tenaga Barat itu menyampaikan kepentingan-kepentingan mereka sebagaimana yang dilakukan rekan-rekan mereka di negara Barat, yaitu meracuni dan menimbulkan rasa antipati terhadap Islam.
Faktor-faktor itu masih pula ditambah dengan kesalahan kita yaitu membuka pintu lebar-lebar untuk penyebaran kebudayaan Barat, sehingga orang kita begitu saja membenarkan apa-apa yang datang dari Barat dan menerimanya bula-bulat.
Akibat dari itu semua, Ustadz Ahmad Muhammad Jamal (68th) yang wafat di Kairo Mesir pada Hari Arafah 1413H itu mengemukakan peringatan yang cukup tandas:
"Dengan terjadinya hal-hal semacam itu maka juru da'wah Islam hanya dapat berteriak di lembah sunyi dan di padang yang lengang, bahkan mereka hanya dapat membacakan do'a kepada ahli kubur. Hanya sedikit pemuda Muslim yang diselamatkan oleh Allah. Yang sedikit inipun selalu dihalang-halangi kelompok jahat yang mayoritas itu dengan berbagai jalan. Setiap orang beriman ditekan, diintimidasi dan dirintangi dari menjalankan agama Alah."
Menghancurkan Hukum Islam dan sistem Islam
Upaya Barat untuk menghancurkan Islam --setelah selama 6 abad orang Barat belajar kepada kaum Muslimin-- mula-mula yang dihancurkan adalah hukum Islam. Hukum atau syari'at Islam telah berlangsung dan diterapkan sejak kepemimpinan Nabi Muhammad صلى الله عليه وسلم SAW sampai berkembangnya Islam ke berbagai negara di zaman kekhalifahan ataupun kesultanan.
Pada masa pemekaran Islam ke berbagai negara pada abad ketujuh, delapan, dan kesembilan Masehi, Hukum Positif Romawi mulai jatuh dan dilupakan orang, sejak munculnya Justinius pada abad keenam Masehi. Hukum positif itu tidak bisa diberlakukan lagi berabad-abad, kecuali pada abad ke sebelas oleh seorang murid yang sempat belajar hukum Islam di Andalus, yaitu Paus Jerbart seorang Prancis yang dikenal dengan nama Silvestre II (1024M). Ia menjadi murid orang-orang Islam Andalusia abad 11, kemudian kembali ke Prancis dan mengkaji hukum positif Romawi dengan memasukkan unsur-unsur syari'at Islam yang telah ia terima. Tetapi Paus Silvestre dan lainnya tidak berani mempublikasikan ajaran yang membawa pengaruh syari'at Islam itu di depan Gereja. Kemudian hukum positif Romawi yang dibawa oleh Paus dapat diterima oleh Gereja sebagai perkembangan hukum yang terselubung.
Pada periode berikutnya, hukum Islam yang telah diberlakukan di berbagai negeri itu kemudian dipreteli (dilepas) diganti dengan hukum positif. Di saat hampir saja Inggris menduduki India (plus Pakistan dan Bangladesh) tahun 1791, Inggris sudah mengadakan gerakan untuk membatalkan syari'at Islam, kemudian orang Islam di sana mulai didesak untuk meninggalkan ajarannya dan menjalankan hukum mereka. Terjepitlah syari'at Islam pada saat itu, dan perstiwa inilah sebagai awal kemerosotan dunia Islam secara umum.
Di belahan lain di Mesir, berlangsung pula revolusi Prancis yang dipimpin oleh Napoleon Bonaparte hingga tahun 1798. Tiga tahun setelahnya (1801M) mereka keluar dari Mesir setelah di belakang mereka telah disiapkan adanya sejumlah pendukung, percetakan-percetakan dan pemuka-pemukanya termasuk para pemikirnya yang nantinya siap untuk menghembuskan pergolakan pemikiran yang "cemerlang", seperti Muhammad Ali Basya yang menjadi agen Prancis dan mendapat dukungan dari semua warganya kecuali Raja Fuad (rahimahullah) hingga akhirnya Mesir menjadi negara bagian dari Eropa.
Gerakan mereka tidak lain hanyalah perlawanan terhadap kaum Muslimin di Jazirah Arab dan sebagai barisan oposisi gerakan pembaharuan Wahabi.
Adapun dengan Inggris dan Prancis mereka adalah agen-agennya, baik secara moral maupun intelektual. Di kalangan warga negaranya, Muhammad Ali Basya mewajibkan mereka untuk melaksanakan hukum Prancis pada th 1883, di Mesir. Dan ia mendirikan Mahkamah National sesuai dengan hukum Prancis. Tetapi setelah ia merasakan bahwa hukum itu kurang efektif dicabutlah dan diganti dengan hukum Belgia pada tahun 1887, dan setelah ia merasakan bahwa hal itu juga kurang efektif dicabutnya lagi dan diganti dengan hukum Itali pada tahun 1899, begitu seterusnya hingga dibentuk hukum positif Inggris yang berlaku untuk orang-orang Muslim India dan Sudan. Dan itulah yang menjadi hukum permanen di Mesir sebagaimana juga di empat bagian negara Eropa lainnya. Akan tetapi setelah Britania (Inggris) mulai melemah di Mesir, ditetapkan hukum Eropa di setiap lembaga pemerintahan di sana.
Kemudian pengaruh-pengaruh Barat menyeruak ke seluruh daerah-daerah besar lainnya sampai di Turki Utsmani.
Bangkitlah Kamal Ataturk pada tahun 1924M dan meruntuhkan kekhalifahan dan ia mengeluarkan momentum untuk menghapus Islam dengan segala bentuknya dan menegaskan agar seluruh manusia dapat meninggalkan aqidah dan syari'ah Islam.
Di sisi pemikiran lain, muncul dari kelompok mereka, Syeikh Ali Abdul Razik (Mesir), ia termasuk barisan partai Hizbul Ahrar Ad-Dusturiin dan pernah meninggalkan Hizbul Ummah (partai Inggris). Ia mempromosikan bukunya Al-Islam wa Ushulul Hukmi.
Penyelewengan pemikiran dalam buku Ali Abdul Raziq di antaranya:
1. Bahwa Syeikh Ali telah menjadikan syari'at Islam sebagai syari'at rohani semata-mata, tidak ada hubungannya dengan pemerintah dan pelaksanaan hukum dalam urusan duniawi.
2. Berkenaan dengan anggapannya bahwa agama tidak melarang perang jihad Nabi saw. demi mendapatkan kerajaan, bukan dalam rangka fi sabilillah, dan bukan untuk menyampaikan da'wah kepada seluruh alam.
Dia (Ali Abdul Raziq) menulis: ". dan jelaslah sejak pertama bahwa jihad itu tidak semata-mata untuk da'wah agama dan tidak untuk menganjurkan orang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya."
3. Bahwa tatanan hukum di zaman Nabi saw. tidak jelas, meragukan, tidak stabil, tidak sempurna dan menimbulkan berbagai tanda tanya.
Katanya: "Sebenarnya kewalian Muhammad saw. atas segenap kaum mu'minin itu ialah wilayah risalah, tidak bercampur sedikitpun dengan hukum pemerintahan."
Menurut sidang para ulama Al-Azhar yang menghakimi Syeikh Ali Abdul Raziq, cara yang ditempuh Syeikh Ali itu berbahaya, karena ia ingin melucuti Nabi saw. dari hukum pemerintahan. Sudah tentu anggapan Syeikh Ali itu bertentangan dengan bunyi tegas Al-Quranul Kariem yang menyatakan:
"Sesungguhnya Kami telah menurunkan kitab kepadamu dengan (membawa) kebenaran, supaya engkau menghukum antara manusia dengan apa yang diperlihatkan (diturunkan) Allah kepadamu itu." (An-Nisaa': 105).
4. Berkenaan dengan anggapannya bahwa tugas Nabi hanya menyampaikan syari'at lepas dari hukum pemerintahan dan pelaksanaannya.
Kalau anggapan itu benar tentunya ia merupakan penolakan terhadap semua ayat-ayat tentang pemerintahan hukum yang banyak terdapat di Al-Quran. Dan bertentangan juga dengan Sunnah Rasul saw. yang jelas dan tegas.
Masih banyak lagi penyimpangan pemikiran Ali Abdul Raziq, hingga ia diputuskan oleh forum alim ulama Al-Azhar dengan memecatnya dan mengeluarkan dari barisan ulama al-Azhar. Keputusan pemecatan itu dikeluarkan dalam persidangan terhadap Syeikh Ali Abdul Raziq yang dipimpin Abul Fadhal Al-Jizawi dengan anggota 24 ulama Al-Azhar tanggal 22 Muharram1344H/ 12 Agustus 1925M.
Ternyata harian "Leverpool Post" dari Inggris mengungkapkan keburukan dan kejahatan yang diatur oleh penjajah Inggris, dengan menggunakan Ali Abdul Raziq sebagai alat pelaksanaannya, dibantu oleh segerombolan orang dari Partai Hizbul Ahrar Ad-Dusturiin. Berita itu dimuat 13 Agustus 1925.
Ummat kebingungan
Sejak terjadinya pemisahan antara penguasa dengan sumber-sumber hukum Islam di kalangan ummat Islam, di mana manusia merasa kebingungan karena diombang-ambingkan oleh hawa nafsunya; para ulama pun sudah tak mau peduli. Masing-masing sudah sibuk dengan urusannya sendiri dan mereka pandang itulah yang lebih aman dan selamat.
Ketika terjadi kebangkitan Eropa baru, kondisi ummat sama sekali sudah tidak memiliki unsur-unsur kekuatan yang hakiki. Sebut saja akidahnya lemah dan tidak jelas lagi arahnya. Keyakinannya tidak mantap, akhlaqnya merosot, komitmennya hampir tak ada sama sekali. Pemikirannya jumud (beku), ijtihadnya macet total, kefaqihannya (kefahamannnya terhadap Islam) hilang, bid'ah merajalela, sunnah sudah diabaikan, kesadarannya menipis, sampai-sampai yang namanya ummat tidak seperti ummat lagi. Maka orang Barat mengeksploitasi kesempatan tersebut dengan menjajah dan menguasai berbagai negeri dan menghabisi sisa-sisa unsur kekuatan pribadi ummat sampai keadaannya seperti apa yang kita rasakan sekarang. Penuh kehinaan tanpa memiliki wibawa sama sekali. Segala urusan kita berada di tangan musuh, dan nasib kita ditentukan oleh mereka para penjajah itu. Akhirnya kita minta bantuan kepada mereka untuk menyelesaikan segala problem yang timbulnya dari pribadi kita sendiri.
Para penjajah benar-benar memahami karakteristik ummat yang dijajahnya (yang keadaannya telah carut marut itu). Mereka memfokuskan perhatian pada pembentukan program pengajaran dan lembaga-lembaganya, dengan harapan dapat mengubah pemikiran-pemikiran kaum Muslimin sehingga siap untuk menerima pemikiran-pemikiran alam baru dan berusaha menyelaraskannya.
Para penjajah kafir tersebut beranggapan bahwa penerimaan kaum Muslimin terhadap realitas yang baru dapat mendorong mereka untuk mencapai kemajuan.
Hal itu mereka analogikan pada negara-negara Eropa yang tidak merencanakan programnya yang benar-benar mantap untuk mencapai suatu peradaban kecuali setelah melepaskan agamanya dan bebas dari belenggu gereja. Menurut mereka, semua agama hanya merupakan lembaga serta penghalang untuk mencapai tujuan.
Allah SWT berfirman:
كبرت .......... إلا كذبا
"Alangkah jeleknya kata-kata yang keluar dari mulut mereka, mereka tidak mengatakan (sesuatu) kecualidusta." (Al-Kahfi: 5).
Tuduhan-tuduhan mereka itu memang benar untuk agama mereka, namun sangat jauh untuk dikatakan benar terhadap dien Al-Islam. Karena, dengan Islam itu Allah menghendaki agar manusia hidup bahagia dan terwujud segala keinginannya.
Penjajah menekan sistem pengajaran Islam
Dalam rangka usaha untuk memisahkan ummat dari eksistensi dan kehidupannya yang Islami, para penjajah kafir melakukan tekanan-tekanan dan hambatan terhadap sistem pengajaran Islam. Mereka juga menghembuskan pemikiran-pemikiran yang dapat merendahkan kedudukan dan menghina pelajar-pelajaran Islam.
Sebagai kebalikannya, mereka memperhatikan dan membantu murid-murid yang memasuki sekolah-sekolah baru tempat pendidikan mereka (penjajah). Di hadapan mereka dihadapkan pintu masa depan yang gilang-gemilang dan akhirnya posisi kepemimpinan ummat menjadi tergantung kepada mereka (yang diasuh penjajah itu, pen).
Begitulah tekanan-tekanan yang dilancarkan terhadap sistem pendidikan Islam dan bahasa Arab. Semua jalan yang menuju ke sana tertutup rapat. Murid-murid yang tetap tekun hanyalah sebagian kecil saja. Biasanya mereka banyak menghadapi tekanan tekanan yang seringkali mengakibatkan mereka berhenti dan macet di tengah jalan. Kalau tidak, maka mereka dihadapkan pada perlakuan yang berbeda, dengan para lulusan sekolah mereka (penjajah).
Sistem itu masih dilanjutkan pula oleh pemerintahan baru setelah lepas dari jajahan. Walaupun para pemegang tampuk pemerintahan (baru yang sudah merdeka) mengaku dirinya Muslim, namun cara-cara penjajah tetap diterapkan bahkan lebih intensip. Baik itu mengenai sistem hukum/ peradilan dan pemerintahan, maupun sistem pendidikan dan penerimaan pegawai. Istilah lokal Jawa, Londo Ireng (Belanda Hitam alias pribumi, namun kejamnya dan liciknya dalam penerapan kekafiran lebih Belanda /lebih menjajah dibanding Belanda penjajah).
Akibatnya, di samping yang mendapatkan kesempatan memimpin itu orang-orang yang tidak tahu Islam karena pendidikannya ala kafirin, masih pula sikap mereka pun sudah menjadi orang yang sekuler tulen, dalam bentuk keturunan orang Islam. Pola pikirnya sekuler, gaya hidupnya sekuler, pergaulan hidupnya sekuler, penerapan hukum dan pembelaannya ke arah sekuler, anti Islam.
Membentengi ummat dari sekulerisasi dan penyimpangan pemikiran
Tiba gilirannya, kita harus memikirkan, bagaimana membentengi ummat dari penyimpangan pemikiran, dari sekulerisasi dan penjerumusan ke arah kekafiran yang dilancarkan oleh musuh-musuh Islam secara beramai-ramai, walau mereka ada yang mengaku dirinya Muslim.
Ibarat satu kampung, keadaannya sudah ditenggelamkan dalam air seperti kampung-kampung di sekitar Waduk Kedung Ombo di Sragen-Boyolali Jawa Tengah di saat ada pemaksaan dari pemerintahan Orde Baru selama 32 tahun (1966-1997) pimpinan Soeharto tempo hari. Hanya saja penenggelaman dalam pembahasan ini adalah dari segi sistem hukum, sistem pendidikan, dan kebijakan-kebijakan yang menyingkirkan Islam. Maka yang masih tersisa tinggallah yang diselamatkan oleh Allah SWT.
Setelah tenggelam dalam pola pikir yang sekuler, yang tak Islami, lalu harus dibentengi dengan cara bagaimana?
Secara teori, kita harus menyingkirkan segala pemikiran yang tak sesuai dengan Islam. Ibarat air yang telah menggenangi, maka harus ditawu, dipompa untuk dibuang, dan dikuras. Jadi pola pikir sekuler itu harus dikikis, bahkan diperangi agar terkikis habis. Setelah itu diisi dengan pola pikir yang Islami.
Caranya?
Secara teori, sistem hukum dan sistem pendidikan harus dikembalikan ke Islam.
Caranya?
Para pemegang kekuasaan bidang hukum dan pendidikan terdiri dari orang-orang yang berpola pikir Islami. Tetapi itu hanya bisa ditempuh bila pemegang kendali kekuasaan adalah orang-orang yang berpola pikir Islami.
Untuk mencapai itu, mesti diadakan pendidikan yang intensip, yang secara herargis mencapai tingkatan sampai tinggi dan tetap punya komitmen yang tinggi terhadap pola pemikiran yang Islami.
Bukankah nantinya tetap kalah dalam bersaing, karena sistemnya tidak memungkinkan untuk merebut pasar kedudukan?
Di balik upaya manusia, dalam menegakkan kebenaran ini ada dukungan Allah SWT.
يأيها الذين أمنوا إن تنصروا الله ينصركم ويثبت أقدامكم.
"Hai orang-orang yang beriman, jika kamu menolong (agama) Allah, niscaya Dia akan menolongmu dan meneguhkan kedudukanmu." (QS Muhammad/ 47:7).
Itu jaminan Allah SWT.
Di balik itu pula, Nabi SAW bersabda :
لينقضن عرا الإسلام عروة عروة فكلما انتقضت عروة تشبث الناس بالتي تليها وأولهن نقضا الحكم وأخرهن الصلاة. (رواه أحمد).
“Tali-tali Islam pasti akan putus satu tali demi satu tali. Maka setiapkali putus satu tali (lalu) manusia bergantung dengan tali yang berikutnya. Dan tali Islam yang pertama kali putus adalah hukum(nya), sedang yang terakhir (putus) adalah shalat.”
Tali-tali hukum Islam ternyata telah diputus-putus oleh penjajah dan dilanjutkan oleh pemerintah pengganti penjajah, dan para tokoh maupun ilmuwan sekuler, musuh Islam, anti Islam, atau yang alergi Islam. Demikian pula tali-tali sistem pendidikan. Bahkan sistem budaya pula, mereka habisi dari Islam.
Kini hal yang jelas belum diputus adalah shalat (kecuali oleh kelompok sesat yang tak mewajibkan shalat, misalnya kelompok Isa Bugis ataupun Az-Zaitun yang punya sekolahan/ pesantren megah di Indramayu Jawa Barat yang tidak mewajibkan shalat, yang berarti telah menggerogoti Islam sampai batas terakhir), maka kita kembalikan apa yang putus-putus itu dengan membangun kembali shalat kita, dengan berjama'ah ke masjid-masjid dan meningkatkan kekhusyu'an. Dari situ, akan terbina insan-insan Muslim yang tangguh, yang mampu mengendalikan dirinya dari fahsya' (kekejian) dan munkar. Karena Allah SWT berfirman:
إن الصلاة تنهى عن الفحشاء والمنكر. (العنكبوت: 45).
"Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan-perbuatan) keji dan munkar". (QS Al-’Ankabuut 29:45).
Terwujudnya masyarakat yang bisa terhindar dari fahsya’ dan munkar itu hanyalah kalau diselenggarakan shalat berjama’ah di setiap kampung dan pemukiman, atau di mana saja Ummat Islam berada. Sebab, tanpa diselenggarakan shalat berjama’ah, maka Nabi saw memastikan masyarakat itu pasti dikuasai oleh syetan. Nabi saw bersabda:
ما من ثلاثة في قرية ولا بدو لا تقام فيهم صلاة الجماعة إلا استحوذ عليهم الشيطان فعليكم بالجماعة، فإنما يأكل الذئب من الغنم القاصية.
“Tidaklah dari tiga orang di dalam suatu desa dan tidak pula di pedusunan yang tidak didirikan di kalangan mereka itu shalat berjama’ah kecuali terhadap mereka itu syetan menguasainya. Maka wajib atas kalian berjama’ah, maka sesungguhnya serigala itu hanya memakan kambing yang terpencil (dari kawannya).”
Masyarakat Muslim yang aktif melaksanakan shalat berjama’ah insya Allah tidak dikuasai syetan, dan mereka itulah yang insya Allah mampu menghindarkan diri dari perbuatan fakhsya’ dan munkar. Sebaliknya, masyarakat yang tidak menegakkan shalat berjama’ah maka sudah dijelaskan oleh Nabi saw, pasti mereka dikuasai oleh syetan. Itu kalau tingkat kampung atau pedusunan. Lha kalau tingkatnya itu nasional, satu bangsa, yang jumlahnya 200 juta jiwa lebih, dan mayoritas/ kebanyakan mengaku dirinya Muslim, lantas mereka tidak aktif berjama’ah shalat di masjid-masjid dan mushalla, maka mafhum mukhalafah (pengertian tersirat) dari Hadits tersebut adalah: masyarakat itu bisa-bisa dikuasai oleh raja syetan (bukan sekadar syetan desa). Sedang syetan itu menurut Al-Qur’an ada yang dari jenis jin dan ada yang dari jenis manusia. Masih mending kalau dari jenis jin kafir, apabila dibacakan ayat kursi dan lain-lain maka pasti takut. Tetapi kalau syetan yang dari jenis manusia, walaupun dibacakan surat kursi tetap saja mendenges (tidak mempan), tidak takut. Maka ada perintah jihad memerangi orang kafir, musyrik, murtad, orang sekuler (sebab menurut Syeikh Muhammad Al-Ghazali Mesir, orang sekuler itu hukumnya murtad), dan munafiq; soalnya mereka tidak mempan dengan bacaan-bacaan berupa ayat-ayat yang ditakuti oleh syetan. Jadi harus dilawan dengan jihad.
Masyarakat Islam yang taat berjama’ah shalat itulah yang sanggup berjihad melawan syetan-syetan berupa manusia. Dan dari situlah tercipta masyarakat Islam yang utuh, yakni secara rohani mereka sanggup mencegah diri dari fahsya’ dan munkar, sedang dari segi fisik mereka sanggup berjihad untuk meninggikan kalimah Allah SWT, melawan manusia-manusia kafir, durjana, munafik, musyrik, ataupun murtad.
Dengan tumbuhnya sosok-sosok pribadi muslimin yang mampu mengendalikan diri dari fahsya' dan munkar dan berani berjihad itulah maka mereka akan memiliki bashirah (pandangan hati) yang tajam, yang mampu membedakan mana yang haq dan mana yang bathil. Hanya saja semua itu harus dilandasi ilmu Islam yang memadai, sehingga bashirah yang tajam itu akan dibentengi oleh hujjah yang benar. Itulah pokok jalan keluarnya.
Al-hasil, jalan yang harus ditempuh adalah merestorasi pemahaman ummat dengan menanamkan aqidah shahihah, menegakkan shalat berjama'ah, mendisiplinkan da'wah Islamiyah, dan membentuk serta melaksanakan sistem pendidikan yang sesuai dengan Islam. Bila semua itu ditempuh maka pada masanya akan datang kebenaran ke dalam dada-dada Muslimin dan hancurlah kebathilan, tersingkir dari benak-benak Muslimin. Dari individu-individu Muslim, ke tingkat keluarga, ke tingkat kelompok, dan kemudian insya Allah akan ke tingkat yang lebih luas lagi, sehingga akan meratalah pemahaman yang benar tentang Islam. Kalau toh tidak sampai merata, insya Allah pribadi-pribadi yang terselamatkan itu sendiri berarti telah selamat dari kesesatan.
Semua itu harus dimulai. Ibda’ binafsik. Mulailah dengan dirimu sendiri lebih dulu. Mari.
Mudah-mudahan Allah memberikan kekuatan bashirah yang mampu mendeteksi bahwa yang bathil ataupun menyimpang itu tampak bathil, sehingga kita mampu menghindarinya. Amien.
عن خذيفة بن اليمن رضي الله عنه قال: كان التاس يسألون رسول الله ص م عن الخير وكنت أسأله عن الشر مخافة أن يدركني فقلت، يا رسول الله، إنا كنا في جاهلية وشر، فجاءنا الله بهذا الخير فهل بعد هذا الخير من شر؟ قال: نعم، وفيه دخن . قلت: وما دخنه؟ قال: قوم يهدون بغير هديي.—وفي رواية: قوم يستنون بغير سنتي ويهدون بغير هديي.-- تعرف منهم وتنكر. قلت: فهل بعد ذالك الخير من شر؟ قال: نعم، دعاة على أبواب جهنم، من أجابهم إليها قذفوه فيها. قلت: يا رسول الله، صفهم لنا. قال: هم من جلدتنا ويتكلمون بألسنتنا. قلت: فما تأمرني إن أدركني ذلك؟ قال: تلزم جماعة المسلمين وإمامهم. قلت: فإن لم يكن لهم جماعة ولا إمام؟ قال: فاعتزل تلك الفرق كلها ولو أن تعض بأصل شجرة حتى يدركك الموت وأنت على ذلك. (رواه البخاري).
Artinya: Dari Hudzaifah bin Al-Yaman ra, ia berkata; “Adalah orang-orang bertanya kepada Rasulullah saw dari hal kebaikan, tetapi aku bertanya kepadanya dari hal kejahatan, --karena— khawatir apabila kejahatan itu akan menjangkauku, maka aku berkata: “Ya Rasulallah, sesungguhnya kami dulu dalam kejahiliyahan dan keburukan. Lalu Allah mendatangkan kebaikan ini (iman-Islam) kepada kami, maka apakah setelah kebaikan ini akan ada keburukan?”
Beliau bersabda: “Ya, “
Aku bertanya: “Dan apakah setelah keburukan itu ada kebaikan (lagi)?”
Beliau menjawab: “Ya, dan di dalamnya ada kekeruhan.”
Aku bertanya: “Dan apa kekeruhannya?”
Beliau menjawab: “Suatu kaum yang mengambil petunjuk kepada selain petunjukku.”—Dan ada suatu riwayat—Suatu kaum yang mengambil sunnah/ perbuatan kepada selain sunnahku dan mengambil petunjuk kepada selain petunjukku--. Engkau kenal mereka itu dan engkau ingkari.”
Aku bertanya: “Maka apakah setelah kebaikan itu ada keburukan (lagi)?”
Beliau menjawab: “Ya. Juru-juru da’wah/ penyeru-penyeru ada di atas pintu-pintu jahannam, barangsiapa yang menjawab seruan mereka itu, maka mereka lemparkan dia ke dalam jahannam.”
Aku berkata: “Ya Rasulallah, tunjukkanlah sifat-sifat mereka itu kepada kami.”
Beliau menjawab: “Mereka itu dari kulit kita dan mereka berbicara dengan bahasa-bahasa kita.”
Aku bertanya: “Maka apa yang engkau perintahkan kepadaku apabila aku menjumpai yang demikian itu?”
Beliau bersabda: “Kamu tetaplah berada di jama’ah muslimin dan imamnya.”
Aku bertanya: “Apabila mereka (Muslimin) tidak memiliki jama’ah dan tidak punya imam?”
Beliau bersabda: “Maka kamu singkirilah kelompok-kelompok (firqah-firqah) itu seluruhnya walau kamu (harus) menggigit akar pohon sampai kamu menemui kematian dan kamu (tetap) atas yang demikian itu.”
Dari hadits yang panjang itu, Prof Ahmad Muhammad Jamal (almarhum) guru besar kebudayaan Islam pada Universitas Ummul Qura Makkah, mengutip sebagiannya, untuk dijadikan landasan dalam pendahuluan kitabnya yang berjudul Muftaroyaat 'alal Islaam (Kebohongan-kebohongan terhadap Islam) yang diIndonesiakan menjadi Membuka Tabir Upaya Orientalis dalam Memalsukan Islam. Potongan Hadits yang ia kutip adalah: Bahwa sahabat Hudzaifah ibnu Al-Yamani pernah bertanya kepada Rasulullah saw.:
"Wahai Rasulullah, apakah sesudah kebaikan ini akan ada masa keburukan?" Jawab Rasulullah: "Ya., yaitu munculnya kaum yang mengajak orang lain ke neraka jahannam. Barangsiapa memenuhi ajakannya berarti telah menyiapkan dirinya untuk masuk neraka." Aku berkata: "Terangkanlah ciri-ciri mereka itu, wahai Rasulullah!" Jawab Rasul, "Kulit mereka sama dengan kulit kita dan mereka bicara dengan bahasa kita."
Beliau mengemukakan Hadits tersebut, karena menyesalkan sekali adanya orang-orang yang bersikap kebarat-baratan justru dari kalangan kita sendiri, warna kulitnya sejenis dengan kita, bahasanya sama dengan kita, bahkan semboyannya pun seperti semboyan kita. Namun mereka membelakangi sumber-sumber ajaran Islam berupa Al-Quran, Hadits, dan Sejarah Islam. Sebaliknya mereka hadapkan wajah dan hati mereka kepada sumber-sumber Barat. Kemudian mereka menuduh dan membohongkan Islam seperti yang diperbuat orang Barat.
Menurut Syeikh Ahmad Jamal, pengaruh itu masuk ke orang Islam lantaran salah satu dari 3 hal:
1. Karena mereka belajar di perguruan tinggi Barat, Eropa atau Amerika.
2. Karena mereka belajar di bawah asuhan orang-orang Barat di perguruan tinggi di dalam negeri mereka sendiri, atau
3. Karena mereka hanya membaca sumber-sumber dari Barat di luar tempat-tempat pendidikan formal dengan mengenyampingkan sumber-sumber Islami, karena tidak tahu atau karena ingin menyombongkan diri, yakni menganggap remeh terhadap sumber-sumber Islam.
Kalau sudah demikian, tanggung jawab siapa?
Kembali Syeikh Ahmad Jamal mengulasnya, bahwa itu adalah tenggung jawab kita --ummat Islam-- juga. Kenapa? Karena, kitalah yang mengirim mereka ke sekolah-sekolah dan perguruan tinggi Barat dengan aneka alasan. Pengiriman mahasiswa itu tanpa membekali antisipasi untuk mencegah keraguan-raguan yang ditanamkan guru-guru Barat, dan kita tidak menyediakan untuk mahasiswa itu citra dan syiar Islam serta bentuk rumah tangga dan negara yang benar-benar Islami. Hingga kita tidak bisa meluruskan mereka ketika bengkok.
"Ya, kita mengirim mereka ke perguruan-perguruan Barat, namun kita tidak membangun rumah Islam buat mereka yang dapat melindungi mereka dari panah dan hembusan beracun orang-orang Barat." tulis Ahmad Muhammad Jamal.
Dengan tandas, Ustadz itu mengemukakan bahwa di samping bahaya tersebut, masih pula kita mendatangkan tenaga-tenaga pengajar dari Barat untuk memberikan pelajaran di perguruan-perguruan dan universitas-universitas kita. Dapat dipastikan, tenaga-tenaga Barat itu menyampaikan kepentingan-kepentingan mereka sebagaimana yang dilakukan rekan-rekan mereka di negara Barat, yaitu meracuni dan menimbulkan rasa antipati terhadap Islam.
Faktor-faktor itu masih pula ditambah dengan kesalahan kita yaitu membuka pintu lebar-lebar untuk penyebaran kebudayaan Barat, sehingga orang kita begitu saja membenarkan apa-apa yang datang dari Barat dan menerimanya bula-bulat.
Akibat dari itu semua, Ustadz Ahmad Muhammad Jamal (68th) yang wafat di Kairo Mesir pada Hari Arafah 1413H itu mengemukakan peringatan yang cukup tandas:
"Dengan terjadinya hal-hal semacam itu maka juru da'wah Islam hanya dapat berteriak di lembah sunyi dan di padang yang lengang, bahkan mereka hanya dapat membacakan do'a kepada ahli kubur. Hanya sedikit pemuda Muslim yang diselamatkan oleh Allah. Yang sedikit inipun selalu dihalang-halangi kelompok jahat yang mayoritas itu dengan berbagai jalan. Setiap orang beriman ditekan, diintimidasi dan dirintangi dari menjalankan agama Alah."
Menghancurkan Hukum Islam dan sistem Islam
Upaya Barat untuk menghancurkan Islam --setelah selama 6 abad orang Barat belajar kepada kaum Muslimin-- mula-mula yang dihancurkan adalah hukum Islam. Hukum atau syari'at Islam telah berlangsung dan diterapkan sejak kepemimpinan Nabi Muhammad صلى الله عليه وسلم SAW sampai berkembangnya Islam ke berbagai negara di zaman kekhalifahan ataupun kesultanan.
Pada masa pemekaran Islam ke berbagai negara pada abad ketujuh, delapan, dan kesembilan Masehi, Hukum Positif Romawi mulai jatuh dan dilupakan orang, sejak munculnya Justinius pada abad keenam Masehi. Hukum positif itu tidak bisa diberlakukan lagi berabad-abad, kecuali pada abad ke sebelas oleh seorang murid yang sempat belajar hukum Islam di Andalus, yaitu Paus Jerbart seorang Prancis yang dikenal dengan nama Silvestre II (1024M). Ia menjadi murid orang-orang Islam Andalusia abad 11, kemudian kembali ke Prancis dan mengkaji hukum positif Romawi dengan memasukkan unsur-unsur syari'at Islam yang telah ia terima. Tetapi Paus Silvestre dan lainnya tidak berani mempublikasikan ajaran yang membawa pengaruh syari'at Islam itu di depan Gereja. Kemudian hukum positif Romawi yang dibawa oleh Paus dapat diterima oleh Gereja sebagai perkembangan hukum yang terselubung.
Pada periode berikutnya, hukum Islam yang telah diberlakukan di berbagai negeri itu kemudian dipreteli (dilepas) diganti dengan hukum positif. Di saat hampir saja Inggris menduduki India (plus Pakistan dan Bangladesh) tahun 1791, Inggris sudah mengadakan gerakan untuk membatalkan syari'at Islam, kemudian orang Islam di sana mulai didesak untuk meninggalkan ajarannya dan menjalankan hukum mereka. Terjepitlah syari'at Islam pada saat itu, dan perstiwa inilah sebagai awal kemerosotan dunia Islam secara umum.
Di belahan lain di Mesir, berlangsung pula revolusi Prancis yang dipimpin oleh Napoleon Bonaparte hingga tahun 1798. Tiga tahun setelahnya (1801M) mereka keluar dari Mesir setelah di belakang mereka telah disiapkan adanya sejumlah pendukung, percetakan-percetakan dan pemuka-pemukanya termasuk para pemikirnya yang nantinya siap untuk menghembuskan pergolakan pemikiran yang "cemerlang", seperti Muhammad Ali Basya yang menjadi agen Prancis dan mendapat dukungan dari semua warganya kecuali Raja Fuad (rahimahullah) hingga akhirnya Mesir menjadi negara bagian dari Eropa.
Gerakan mereka tidak lain hanyalah perlawanan terhadap kaum Muslimin di Jazirah Arab dan sebagai barisan oposisi gerakan pembaharuan Wahabi.
Adapun dengan Inggris dan Prancis mereka adalah agen-agennya, baik secara moral maupun intelektual. Di kalangan warga negaranya, Muhammad Ali Basya mewajibkan mereka untuk melaksanakan hukum Prancis pada th 1883, di Mesir. Dan ia mendirikan Mahkamah National sesuai dengan hukum Prancis. Tetapi setelah ia merasakan bahwa hukum itu kurang efektif dicabutlah dan diganti dengan hukum Belgia pada tahun 1887, dan setelah ia merasakan bahwa hal itu juga kurang efektif dicabutnya lagi dan diganti dengan hukum Itali pada tahun 1899, begitu seterusnya hingga dibentuk hukum positif Inggris yang berlaku untuk orang-orang Muslim India dan Sudan. Dan itulah yang menjadi hukum permanen di Mesir sebagaimana juga di empat bagian negara Eropa lainnya. Akan tetapi setelah Britania (Inggris) mulai melemah di Mesir, ditetapkan hukum Eropa di setiap lembaga pemerintahan di sana.
Kemudian pengaruh-pengaruh Barat menyeruak ke seluruh daerah-daerah besar lainnya sampai di Turki Utsmani.
Bangkitlah Kamal Ataturk pada tahun 1924M dan meruntuhkan kekhalifahan dan ia mengeluarkan momentum untuk menghapus Islam dengan segala bentuknya dan menegaskan agar seluruh manusia dapat meninggalkan aqidah dan syari'ah Islam.
Di sisi pemikiran lain, muncul dari kelompok mereka, Syeikh Ali Abdul Razik (Mesir), ia termasuk barisan partai Hizbul Ahrar Ad-Dusturiin dan pernah meninggalkan Hizbul Ummah (partai Inggris). Ia mempromosikan bukunya Al-Islam wa Ushulul Hukmi.
Penyelewengan pemikiran dalam buku Ali Abdul Raziq di antaranya:
1. Bahwa Syeikh Ali telah menjadikan syari'at Islam sebagai syari'at rohani semata-mata, tidak ada hubungannya dengan pemerintah dan pelaksanaan hukum dalam urusan duniawi.
2. Berkenaan dengan anggapannya bahwa agama tidak melarang perang jihad Nabi saw. demi mendapatkan kerajaan, bukan dalam rangka fi sabilillah, dan bukan untuk menyampaikan da'wah kepada seluruh alam.
Dia (Ali Abdul Raziq) menulis: ". dan jelaslah sejak pertama bahwa jihad itu tidak semata-mata untuk da'wah agama dan tidak untuk menganjurkan orang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya."
3. Bahwa tatanan hukum di zaman Nabi saw. tidak jelas, meragukan, tidak stabil, tidak sempurna dan menimbulkan berbagai tanda tanya.
Katanya: "Sebenarnya kewalian Muhammad saw. atas segenap kaum mu'minin itu ialah wilayah risalah, tidak bercampur sedikitpun dengan hukum pemerintahan."
Menurut sidang para ulama Al-Azhar yang menghakimi Syeikh Ali Abdul Raziq, cara yang ditempuh Syeikh Ali itu berbahaya, karena ia ingin melucuti Nabi saw. dari hukum pemerintahan. Sudah tentu anggapan Syeikh Ali itu bertentangan dengan bunyi tegas Al-Quranul Kariem yang menyatakan:
"Sesungguhnya Kami telah menurunkan kitab kepadamu dengan (membawa) kebenaran, supaya engkau menghukum antara manusia dengan apa yang diperlihatkan (diturunkan) Allah kepadamu itu." (An-Nisaa': 105).
4. Berkenaan dengan anggapannya bahwa tugas Nabi hanya menyampaikan syari'at lepas dari hukum pemerintahan dan pelaksanaannya.
Kalau anggapan itu benar tentunya ia merupakan penolakan terhadap semua ayat-ayat tentang pemerintahan hukum yang banyak terdapat di Al-Quran. Dan bertentangan juga dengan Sunnah Rasul saw. yang jelas dan tegas.
Masih banyak lagi penyimpangan pemikiran Ali Abdul Raziq, hingga ia diputuskan oleh forum alim ulama Al-Azhar dengan memecatnya dan mengeluarkan dari barisan ulama al-Azhar. Keputusan pemecatan itu dikeluarkan dalam persidangan terhadap Syeikh Ali Abdul Raziq yang dipimpin Abul Fadhal Al-Jizawi dengan anggota 24 ulama Al-Azhar tanggal 22 Muharram1344H/ 12 Agustus 1925M.
Ternyata harian "Leverpool Post" dari Inggris mengungkapkan keburukan dan kejahatan yang diatur oleh penjajah Inggris, dengan menggunakan Ali Abdul Raziq sebagai alat pelaksanaannya, dibantu oleh segerombolan orang dari Partai Hizbul Ahrar Ad-Dusturiin. Berita itu dimuat 13 Agustus 1925.
Ummat kebingungan
Sejak terjadinya pemisahan antara penguasa dengan sumber-sumber hukum Islam di kalangan ummat Islam, di mana manusia merasa kebingungan karena diombang-ambingkan oleh hawa nafsunya; para ulama pun sudah tak mau peduli. Masing-masing sudah sibuk dengan urusannya sendiri dan mereka pandang itulah yang lebih aman dan selamat.
Ketika terjadi kebangkitan Eropa baru, kondisi ummat sama sekali sudah tidak memiliki unsur-unsur kekuatan yang hakiki. Sebut saja akidahnya lemah dan tidak jelas lagi arahnya. Keyakinannya tidak mantap, akhlaqnya merosot, komitmennya hampir tak ada sama sekali. Pemikirannya jumud (beku), ijtihadnya macet total, kefaqihannya (kefahamannnya terhadap Islam) hilang, bid'ah merajalela, sunnah sudah diabaikan, kesadarannya menipis, sampai-sampai yang namanya ummat tidak seperti ummat lagi. Maka orang Barat mengeksploitasi kesempatan tersebut dengan menjajah dan menguasai berbagai negeri dan menghabisi sisa-sisa unsur kekuatan pribadi ummat sampai keadaannya seperti apa yang kita rasakan sekarang. Penuh kehinaan tanpa memiliki wibawa sama sekali. Segala urusan kita berada di tangan musuh, dan nasib kita ditentukan oleh mereka para penjajah itu. Akhirnya kita minta bantuan kepada mereka untuk menyelesaikan segala problem yang timbulnya dari pribadi kita sendiri.
Para penjajah benar-benar memahami karakteristik ummat yang dijajahnya (yang keadaannya telah carut marut itu). Mereka memfokuskan perhatian pada pembentukan program pengajaran dan lembaga-lembaganya, dengan harapan dapat mengubah pemikiran-pemikiran kaum Muslimin sehingga siap untuk menerima pemikiran-pemikiran alam baru dan berusaha menyelaraskannya.
Para penjajah kafir tersebut beranggapan bahwa penerimaan kaum Muslimin terhadap realitas yang baru dapat mendorong mereka untuk mencapai kemajuan.
Hal itu mereka analogikan pada negara-negara Eropa yang tidak merencanakan programnya yang benar-benar mantap untuk mencapai suatu peradaban kecuali setelah melepaskan agamanya dan bebas dari belenggu gereja. Menurut mereka, semua agama hanya merupakan lembaga serta penghalang untuk mencapai tujuan.
Allah SWT berfirman:
كبرت .......... إلا كذبا
"Alangkah jeleknya kata-kata yang keluar dari mulut mereka, mereka tidak mengatakan (sesuatu) kecualidusta." (Al-Kahfi: 5).
Tuduhan-tuduhan mereka itu memang benar untuk agama mereka, namun sangat jauh untuk dikatakan benar terhadap dien Al-Islam. Karena, dengan Islam itu Allah menghendaki agar manusia hidup bahagia dan terwujud segala keinginannya.
Penjajah menekan sistem pengajaran Islam
Dalam rangka usaha untuk memisahkan ummat dari eksistensi dan kehidupannya yang Islami, para penjajah kafir melakukan tekanan-tekanan dan hambatan terhadap sistem pengajaran Islam. Mereka juga menghembuskan pemikiran-pemikiran yang dapat merendahkan kedudukan dan menghina pelajar-pelajaran Islam.
Sebagai kebalikannya, mereka memperhatikan dan membantu murid-murid yang memasuki sekolah-sekolah baru tempat pendidikan mereka (penjajah). Di hadapan mereka dihadapkan pintu masa depan yang gilang-gemilang dan akhirnya posisi kepemimpinan ummat menjadi tergantung kepada mereka (yang diasuh penjajah itu, pen).
Begitulah tekanan-tekanan yang dilancarkan terhadap sistem pendidikan Islam dan bahasa Arab. Semua jalan yang menuju ke sana tertutup rapat. Murid-murid yang tetap tekun hanyalah sebagian kecil saja. Biasanya mereka banyak menghadapi tekanan tekanan yang seringkali mengakibatkan mereka berhenti dan macet di tengah jalan. Kalau tidak, maka mereka dihadapkan pada perlakuan yang berbeda, dengan para lulusan sekolah mereka (penjajah).
Sistem itu masih dilanjutkan pula oleh pemerintahan baru setelah lepas dari jajahan. Walaupun para pemegang tampuk pemerintahan (baru yang sudah merdeka) mengaku dirinya Muslim, namun cara-cara penjajah tetap diterapkan bahkan lebih intensip. Baik itu mengenai sistem hukum/ peradilan dan pemerintahan, maupun sistem pendidikan dan penerimaan pegawai. Istilah lokal Jawa, Londo Ireng (Belanda Hitam alias pribumi, namun kejamnya dan liciknya dalam penerapan kekafiran lebih Belanda /lebih menjajah dibanding Belanda penjajah).
Akibatnya, di samping yang mendapatkan kesempatan memimpin itu orang-orang yang tidak tahu Islam karena pendidikannya ala kafirin, masih pula sikap mereka pun sudah menjadi orang yang sekuler tulen, dalam bentuk keturunan orang Islam. Pola pikirnya sekuler, gaya hidupnya sekuler, pergaulan hidupnya sekuler, penerapan hukum dan pembelaannya ke arah sekuler, anti Islam.
Membentengi ummat dari sekulerisasi dan penyimpangan pemikiran
Tiba gilirannya, kita harus memikirkan, bagaimana membentengi ummat dari penyimpangan pemikiran, dari sekulerisasi dan penjerumusan ke arah kekafiran yang dilancarkan oleh musuh-musuh Islam secara beramai-ramai, walau mereka ada yang mengaku dirinya Muslim.
Ibarat satu kampung, keadaannya sudah ditenggelamkan dalam air seperti kampung-kampung di sekitar Waduk Kedung Ombo di Sragen-Boyolali Jawa Tengah di saat ada pemaksaan dari pemerintahan Orde Baru selama 32 tahun (1966-1997) pimpinan Soeharto tempo hari. Hanya saja penenggelaman dalam pembahasan ini adalah dari segi sistem hukum, sistem pendidikan, dan kebijakan-kebijakan yang menyingkirkan Islam. Maka yang masih tersisa tinggallah yang diselamatkan oleh Allah SWT.
Setelah tenggelam dalam pola pikir yang sekuler, yang tak Islami, lalu harus dibentengi dengan cara bagaimana?
Secara teori, kita harus menyingkirkan segala pemikiran yang tak sesuai dengan Islam. Ibarat air yang telah menggenangi, maka harus ditawu, dipompa untuk dibuang, dan dikuras. Jadi pola pikir sekuler itu harus dikikis, bahkan diperangi agar terkikis habis. Setelah itu diisi dengan pola pikir yang Islami.
Caranya?
Secara teori, sistem hukum dan sistem pendidikan harus dikembalikan ke Islam.
Caranya?
Para pemegang kekuasaan bidang hukum dan pendidikan terdiri dari orang-orang yang berpola pikir Islami. Tetapi itu hanya bisa ditempuh bila pemegang kendali kekuasaan adalah orang-orang yang berpola pikir Islami.
Untuk mencapai itu, mesti diadakan pendidikan yang intensip, yang secara herargis mencapai tingkatan sampai tinggi dan tetap punya komitmen yang tinggi terhadap pola pemikiran yang Islami.
Bukankah nantinya tetap kalah dalam bersaing, karena sistemnya tidak memungkinkan untuk merebut pasar kedudukan?
Di balik upaya manusia, dalam menegakkan kebenaran ini ada dukungan Allah SWT.
يأيها الذين أمنوا إن تنصروا الله ينصركم ويثبت أقدامكم.
"Hai orang-orang yang beriman, jika kamu menolong (agama) Allah, niscaya Dia akan menolongmu dan meneguhkan kedudukanmu." (QS Muhammad/ 47:7).
Itu jaminan Allah SWT.
Di balik itu pula, Nabi SAW bersabda :
لينقضن عرا الإسلام عروة عروة فكلما انتقضت عروة تشبث الناس بالتي تليها وأولهن نقضا الحكم وأخرهن الصلاة. (رواه أحمد).
“Tali-tali Islam pasti akan putus satu tali demi satu tali. Maka setiapkali putus satu tali (lalu) manusia bergantung dengan tali yang berikutnya. Dan tali Islam yang pertama kali putus adalah hukum(nya), sedang yang terakhir (putus) adalah shalat.”
Tali-tali hukum Islam ternyata telah diputus-putus oleh penjajah dan dilanjutkan oleh pemerintah pengganti penjajah, dan para tokoh maupun ilmuwan sekuler, musuh Islam, anti Islam, atau yang alergi Islam. Demikian pula tali-tali sistem pendidikan. Bahkan sistem budaya pula, mereka habisi dari Islam.
Kini hal yang jelas belum diputus adalah shalat (kecuali oleh kelompok sesat yang tak mewajibkan shalat, misalnya kelompok Isa Bugis ataupun Az-Zaitun yang punya sekolahan/ pesantren megah di Indramayu Jawa Barat yang tidak mewajibkan shalat, yang berarti telah menggerogoti Islam sampai batas terakhir), maka kita kembalikan apa yang putus-putus itu dengan membangun kembali shalat kita, dengan berjama'ah ke masjid-masjid dan meningkatkan kekhusyu'an. Dari situ, akan terbina insan-insan Muslim yang tangguh, yang mampu mengendalikan dirinya dari fahsya' (kekejian) dan munkar. Karena Allah SWT berfirman:
إن الصلاة تنهى عن الفحشاء والمنكر. (العنكبوت: 45).
"Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan-perbuatan) keji dan munkar". (QS Al-’Ankabuut 29:45).
Terwujudnya masyarakat yang bisa terhindar dari fahsya’ dan munkar itu hanyalah kalau diselenggarakan shalat berjama’ah di setiap kampung dan pemukiman, atau di mana saja Ummat Islam berada. Sebab, tanpa diselenggarakan shalat berjama’ah, maka Nabi saw memastikan masyarakat itu pasti dikuasai oleh syetan. Nabi saw bersabda:
ما من ثلاثة في قرية ولا بدو لا تقام فيهم صلاة الجماعة إلا استحوذ عليهم الشيطان فعليكم بالجماعة، فإنما يأكل الذئب من الغنم القاصية.
“Tidaklah dari tiga orang di dalam suatu desa dan tidak pula di pedusunan yang tidak didirikan di kalangan mereka itu shalat berjama’ah kecuali terhadap mereka itu syetan menguasainya. Maka wajib atas kalian berjama’ah, maka sesungguhnya serigala itu hanya memakan kambing yang terpencil (dari kawannya).”
Masyarakat Muslim yang aktif melaksanakan shalat berjama’ah insya Allah tidak dikuasai syetan, dan mereka itulah yang insya Allah mampu menghindarkan diri dari perbuatan fakhsya’ dan munkar. Sebaliknya, masyarakat yang tidak menegakkan shalat berjama’ah maka sudah dijelaskan oleh Nabi saw, pasti mereka dikuasai oleh syetan. Itu kalau tingkat kampung atau pedusunan. Lha kalau tingkatnya itu nasional, satu bangsa, yang jumlahnya 200 juta jiwa lebih, dan mayoritas/ kebanyakan mengaku dirinya Muslim, lantas mereka tidak aktif berjama’ah shalat di masjid-masjid dan mushalla, maka mafhum mukhalafah (pengertian tersirat) dari Hadits tersebut adalah: masyarakat itu bisa-bisa dikuasai oleh raja syetan (bukan sekadar syetan desa). Sedang syetan itu menurut Al-Qur’an ada yang dari jenis jin dan ada yang dari jenis manusia. Masih mending kalau dari jenis jin kafir, apabila dibacakan ayat kursi dan lain-lain maka pasti takut. Tetapi kalau syetan yang dari jenis manusia, walaupun dibacakan surat kursi tetap saja mendenges (tidak mempan), tidak takut. Maka ada perintah jihad memerangi orang kafir, musyrik, murtad, orang sekuler (sebab menurut Syeikh Muhammad Al-Ghazali Mesir, orang sekuler itu hukumnya murtad), dan munafiq; soalnya mereka tidak mempan dengan bacaan-bacaan berupa ayat-ayat yang ditakuti oleh syetan. Jadi harus dilawan dengan jihad.
Masyarakat Islam yang taat berjama’ah shalat itulah yang sanggup berjihad melawan syetan-syetan berupa manusia. Dan dari situlah tercipta masyarakat Islam yang utuh, yakni secara rohani mereka sanggup mencegah diri dari fahsya’ dan munkar, sedang dari segi fisik mereka sanggup berjihad untuk meninggikan kalimah Allah SWT, melawan manusia-manusia kafir, durjana, munafik, musyrik, ataupun murtad.
Dengan tumbuhnya sosok-sosok pribadi muslimin yang mampu mengendalikan diri dari fahsya' dan munkar dan berani berjihad itulah maka mereka akan memiliki bashirah (pandangan hati) yang tajam, yang mampu membedakan mana yang haq dan mana yang bathil. Hanya saja semua itu harus dilandasi ilmu Islam yang memadai, sehingga bashirah yang tajam itu akan dibentengi oleh hujjah yang benar. Itulah pokok jalan keluarnya.
Al-hasil, jalan yang harus ditempuh adalah merestorasi pemahaman ummat dengan menanamkan aqidah shahihah, menegakkan shalat berjama'ah, mendisiplinkan da'wah Islamiyah, dan membentuk serta melaksanakan sistem pendidikan yang sesuai dengan Islam. Bila semua itu ditempuh maka pada masanya akan datang kebenaran ke dalam dada-dada Muslimin dan hancurlah kebathilan, tersingkir dari benak-benak Muslimin. Dari individu-individu Muslim, ke tingkat keluarga, ke tingkat kelompok, dan kemudian insya Allah akan ke tingkat yang lebih luas lagi, sehingga akan meratalah pemahaman yang benar tentang Islam. Kalau toh tidak sampai merata, insya Allah pribadi-pribadi yang terselamatkan itu sendiri berarti telah selamat dari kesesatan.
Semua itu harus dimulai. Ibda’ binafsik. Mulailah dengan dirimu sendiri lebih dulu. Mari.
Mudah-mudahan Allah memberikan kekuatan bashirah yang mampu mendeteksi bahwa yang bathil ataupun menyimpang itu tampak bathil, sehingga kita mampu menghindarinya. Amien.
keroncong- KAPTEN
-
Age : 70
Posts : 4535
Kepercayaan : Islam
Location : di rumah saya
Join date : 09.11.11
Reputation : 67
manhaj shahih vs penyeleweng akidah
Tidak diragukan, Islam adalah agama yang haq dari Allah, dan sumbernya jelas berupa wahyu yang tercantum dalam Al-Quran dan As-Sunnah. Untuk mengetahui bagaimana sebenarnya pemahaman Islam yang benar, maka perlu diketahui kaidah-kaidah pokok tentang pengambilan sumber Islam dan cara menggunakan atau mencari dalil yang benar.
Berikut ini penjelasan singkat tentang kaidah-kaidah pokok mengenai manhaj pengambilan sumber aqidah Islam dan pengambilan dalil menurut Dr Nashir Abdul Karim Al-Aql.
1. Sumber aqidah adalah Kitab Allah (Al-Qur’anul Karim), Sunnah Rasul-Nya saw yang shahih, dan ijma’ salafus shalih (kesepakatan generasi terdahulu yang baik).
2. Setiap Sunnah Rasul saw yang shahih wajib diterima, walaupun sifatnya hadits ahad (setiap jenjang, periwayatnya tidak mencapai jumlah mutawatir, sekalipun 3 orang lebih. Kalau hadits mutawatir setiap jenjang diriwayatkan oleh banyak orang).
3. Yang menjadi rujukan dalam memahami Al-Quran dan As-Sunnah adalah nash-nash penjelas (teks ayat ataupun hadits yang menjelaskan maksud-maksud ayat atau hadits). Rujukan lainnya adalah pemahaman salafus shalih, dan pemahaman imam-imam yang berjalan di atas manhaj (jalan) salafus shalih. Dan apa yang telah ditetapkan dari Al-Quran dan As-Sunnah tidak dipertentangkan dengan pengertian (lain) yang semata-mata kemungkinan-kemungkianan dari segi bahasa.
4. Dasar-dasar agama semuanya telah dijelaskan oleh Nabi saw, maka tidak ada hak bagi seorang pun untuk mengadakan sesuatu yang baru dengan anggapan bahwa itu termasuk dalam agama.
5. Pasrah kepada Allah dan kepada Rasul-Nya saw (dalam hal penetapan Islam ini) secara lahir maupun batin. Maka tidak ada hak untuk mempertentangkan satu hal pun dari Al-Quran ataupun dari As-Sunnah yang shahih (baik mempertentangkannya itu) dengan qiyas, ataupun dengan perasaan, kasyf (klaim tersingkapnya hijab/ tabir hingga melihat yang batin/ ghaib), ucapan syaikh, pendapat imam dan sebagainya.
6. Akal yang obyektif dan benar akan sesuai dengan naql (ayat ataupun hadits) yang shahih. Keduanya tidak akan bertentangan selamanya. Dan ketika terjadi kebimbangan yang bertentangan maka didahulukanlah naql (ayat ataupun hadits).
7. Wajib memegangi lafal-lafal syar’i dalam aqidah, dan menjauhi lafal-lafal bid’ah (bikinan baru). Sedangkan lafal-lafal yang mujmal (garis besar/ global) yang mengandung kemungkinan benar dan salah maka ditafsirkan dari makna (lafal)nya, lantas hal yang keadaannya benar maka ditetapkanlah dengan lafal kebenarannya yang syar’i, sedang hal yang batil maka ditolak.
8. Al-’Ishmah (keterpeliharaan dari kesalahan) itu tetap bagi Rasul saw, sedang ummat ini terjaga tidak akan bersepakat atas kesesatan. Adapun orang perorangnya maka tidak ada ‘ishmah (keterpeliharaan dari kesalahan) bagi seseorang pun dari ummat Islam ini. Sedang hal-hal yang ada perselisihan di kalangan para imam dan lainnya maka tempat kembalinya adalah kepada Al-Quran dan As-Sunnah; kemudian mujtahid ummat yang bersalah agar meminta ampun.
9. Di kalangan ummat ada muhaddatsun (orang-orang yang mendapatkan bisikan ghaib), mulahhamun (orang-orang yang mendapatkan ilham), dan mimpi yang benar itu adalah haq/ benar; dan itu adalah sebagian dari nubuwwah (kenabian), dan firasat yang benar itu adalah haq/ benar. Ini semua adalah karomah (kemuliaan) dan mubassyaroot (khabar-khabar gembira) --dengan syarat hal itu sesuai dengan syara’—dan itu semua bukanlah merupakan sumber bagi aqidah dan bukan pula sumber bagi syari’at.
10. Bertengkar dalam agama itu tercela, tetapi berbantahan (mujadalah) dengan baik itu masyru’ah (disyari’atkan). Dalam hal yang jelas dilarang menceburkan diri dalam pembicaraan panjang tentangnya, maka wajib mengikuti larangan itu. Dan wajib mencegah diri dari menceburkan diri untuk berbicara mengenai hal yang memang tidak ada ilmu bagi seorang muslim (misalanya tentang ruh yang ditegaskan bahwa itu termasuk urusan Allah SWT) maka menyerahkan hal itu kepada Allah SWT.
11. Wajib memegangi manhaj wahyu dalam menolak sesuatu, sebagaimana wajib pula memegangi manhaj wahyu itu dalam mempercayai dan menetapkan sesuatu. Maka tidak boleh menolak bid’ah dengan bid’ah, dan tidak boleh melawan tafrith (kelengahan, gegabah/ sembrono, sekenanya saja) dengan ghuluw (berlebih-lebihan, ekstrem), tidak pula sebaliknya, ghuluw dilawan dengan tafrith, itu tidak boleh.
12. Setiap bikinan baru dalam agama itu bid’ah, dan setiap bid’ah tu sesat, dan setiap kesesatan itu di neraka.
Sumber dan penyebab menyimpangnya aqidah
Aqidah itu wajib dijaga kemurniannya, tidak boleh ada penyimpangan atau penyelewengan. Karena, kalau aqidahnya menyimpang berarti keimanannya rusak, akibatnya semua amal tidak diterima. Sebab syarat diterimanya amal itu adalah iman, dalam arti iman yang benar, yang tidak menyimpang.
Sumber dan penyebab menyimpangnya aqidah perlu diketahui, di antaranya sebagai berikut.
1. Akal yang tidak sesuai dengan Al-Quran dan As-Sunnah. Juga kebodohan terhadap aqidah shahihah. Contoh akal yang tak sesuai dengan Al-Quran dan As-Sunnah adalah akal Iblis, yaitu dengan akalnya iblis menentang Allah SWT.
قال ما منعك ألا تسجد إذ أمرتك قال أنا خير منه خلقتني من نار وخلقته من طين.
“Allah berfirman: “Apakah yang menghalangimu untuk bersujud (kepada Adam) di waktu Aku menyuruhmu?” Menjawab iblis: “Saya lebih baik daripadanya: Engkau ciptakan saya dari api sedang dia Engkau ciptakan dari tanah.” (QS Al-A’raaf: 12).
Di samping itu, kebodohan terhadap aqidah yang benar mengakibatkan tidak bisa membedakan mana yang haq dan mana yang bathil. Kebodohan itu disebabkan beberapa faktor di antaranya karena tidak mau mempelajari, tidak diajari sejak kecil hingga tua, bahkan di kalangan Muslimin belum tentu diajarkan aqidah yang benar, karena enggan, karena kurang perhatian, dan ada pula karena desakan yang dahsyat dari pengaruh aqidah-aqidah yang bathil. Maka para ulama, ustadz, da’i dan para orang tua hendaknya memperhatikan ummat dan generasi Muslim agar mereka mengenal aqidah yang benar, supaya tidak tersesat.
2. Mengikuti hawa nafsu. Allah SWT berfirman:
ولا تطع من ............................................. أمره فرطا.
“Dan janganlah kamu ikuti orang yang hatinya telah kami lalaikan dari mengingati Kami, dan menuruti hawa nafsunya, dan adalah keadaannya itu melewati batas.” (QS Al-Kahfi: 28).
Nabi Muhammad Saw bersabda:
إياكم والغلو في الدين فإنما هلك من كان قبلكم بالغلو.
“Iyyaakum walghuluwwa fid diini fainnamaa halaka man kaana qoblakum bilghuluwwi.”
Artinya:
“Jauhilah oleh kamu sekalian sikap ghuluw (berlebih-lebihan) dalam agama karena sesungguhnya rusaknya orang dulu sebelum kamu itu hanyalah karena ghuluw.
3. Karena menirukan penyelewengan tingkah laku pemeluk agama-agama terdahulu. Nabi Saw bersabda:
لتركبن سنن من كان قبلكم شبرا بشبر وذراعا بذراع حتى لو أن أحدهم دخل جحر ضب لدخلتم وحتى لو أن أحدهم جامع امرأته بالطريق لفعلتموه.
“Latarkabunna sunana man kaana qoblakum syibron bi syibrin wadziroo’an bi dziroo’in hattaa lau anna ahadahum dakhola juhro dhobbin ladakholtum wa hattaa lau anna ahadahum jaama’am-ro’atahuu bit-thoriiqi lafa’altumuuhu.”
Artinya:
“Pasti kamu sekalian benar-benar akan melakukan perbuatan-perbuatan orang yang telah ada sebelum kamu, sejengkal demi sejengkal dan sehasta demi sehasta, sehingga seandainya salahsatu mereka masuk lobang biawak pasti kamu masuk (pula), dan sampai-sampai seandainya salahsatu mereka menyetubuhi perempuannya di jalan pasti kamu sekalian melakukannya (pula). Mengikuti kelakuan orang-orang dahulu (Ahli Kitab: Yahudi dan Nasrani) dalam kasus yang dikemukakan Nabi Saw itu tentang keburukan. Sedang mengenai hal-hal yang disyari’atkan untuk umat-umat terdahulu pun tidak boleh dilakukan, kecuali kalau dibolehkan oleh Nabi SAW. Karena Nabi SAW bersabda:
"...والله لو كان موسى حيا لما وسعه إلا أن يتبعني."
“...Walloohi lau kaana Muusaa hayyan lamaa wasa’ahu illaa an yattabi’anii.”
Artinya:
“...Demi Allah, seandainya Musa hidup (sekarang ini) pasti dia tidak ada kelonggarannya kecuali dia harus mengikutiku.”
4. Adat istiadat yang bertentangan dengan Islam, ta’asshub (fanatik suku, golongan dsb), dan taklid buta (mengikuti tanpa tahu dalilnya).
وإذا قيل لهم اتبعوا ............................................ ولا يهتدون.
“Dan apabila dikatakan kepada mereka, Ikutilah apa yang telah diturunkan Allah, mereka menjawab: (Tidak), tetapi kami hanya mengikuti apa yang telah kami dapati dari (perbuatan) nenek moyang kami.” (Apakah mereka akan mengikuti juga), walaupun nenek moyang mereka itu tidak mengetahui suatu apapun, dan tidak mendapat peunjuk?” (QS Al-Baqarah: 170).
Setelah kita bicarakan sumber-sumber pokok pengambilan dan manhaj Islam, demikian pula kita waspadai sumber-sumber penyelewengan aqidah Islam, mudah-mudahan kita terbebas dari segala penyelewengan. Sehingga iman dan Islam kita benar-benar lurus sesuai tuntunan Rasulullah SAW. Mudah-mudahan. Amien.
Sumber:
..Dr. Nashir bin Abdul Karim Al-Aql, Mujmal Ushul Ahl As-Sunnah wal Jama’ah fil ‘Aqidah, Darul Wathan, Riyadh, cet I, Syawwal 1411H
• Mendudukkan Tasawuf, Darul Falah Jakarta, Ramadhan 1420H/ Desember 1999.
• Dr Shaleh bin Fauzan bin Abdullah Al-Fauzan, Kitab Tauhid I, Darul Haq Jakarta, cetakan I, Rajab 420H.
Berikut ini penjelasan singkat tentang kaidah-kaidah pokok mengenai manhaj pengambilan sumber aqidah Islam dan pengambilan dalil menurut Dr Nashir Abdul Karim Al-Aql.
1. Sumber aqidah adalah Kitab Allah (Al-Qur’anul Karim), Sunnah Rasul-Nya saw yang shahih, dan ijma’ salafus shalih (kesepakatan generasi terdahulu yang baik).
2. Setiap Sunnah Rasul saw yang shahih wajib diterima, walaupun sifatnya hadits ahad (setiap jenjang, periwayatnya tidak mencapai jumlah mutawatir, sekalipun 3 orang lebih. Kalau hadits mutawatir setiap jenjang diriwayatkan oleh banyak orang).
3. Yang menjadi rujukan dalam memahami Al-Quran dan As-Sunnah adalah nash-nash penjelas (teks ayat ataupun hadits yang menjelaskan maksud-maksud ayat atau hadits). Rujukan lainnya adalah pemahaman salafus shalih, dan pemahaman imam-imam yang berjalan di atas manhaj (jalan) salafus shalih. Dan apa yang telah ditetapkan dari Al-Quran dan As-Sunnah tidak dipertentangkan dengan pengertian (lain) yang semata-mata kemungkinan-kemungkianan dari segi bahasa.
4. Dasar-dasar agama semuanya telah dijelaskan oleh Nabi saw, maka tidak ada hak bagi seorang pun untuk mengadakan sesuatu yang baru dengan anggapan bahwa itu termasuk dalam agama.
5. Pasrah kepada Allah dan kepada Rasul-Nya saw (dalam hal penetapan Islam ini) secara lahir maupun batin. Maka tidak ada hak untuk mempertentangkan satu hal pun dari Al-Quran ataupun dari As-Sunnah yang shahih (baik mempertentangkannya itu) dengan qiyas, ataupun dengan perasaan, kasyf (klaim tersingkapnya hijab/ tabir hingga melihat yang batin/ ghaib), ucapan syaikh, pendapat imam dan sebagainya.
6. Akal yang obyektif dan benar akan sesuai dengan naql (ayat ataupun hadits) yang shahih. Keduanya tidak akan bertentangan selamanya. Dan ketika terjadi kebimbangan yang bertentangan maka didahulukanlah naql (ayat ataupun hadits).
7. Wajib memegangi lafal-lafal syar’i dalam aqidah, dan menjauhi lafal-lafal bid’ah (bikinan baru). Sedangkan lafal-lafal yang mujmal (garis besar/ global) yang mengandung kemungkinan benar dan salah maka ditafsirkan dari makna (lafal)nya, lantas hal yang keadaannya benar maka ditetapkanlah dengan lafal kebenarannya yang syar’i, sedang hal yang batil maka ditolak.
8. Al-’Ishmah (keterpeliharaan dari kesalahan) itu tetap bagi Rasul saw, sedang ummat ini terjaga tidak akan bersepakat atas kesesatan. Adapun orang perorangnya maka tidak ada ‘ishmah (keterpeliharaan dari kesalahan) bagi seseorang pun dari ummat Islam ini. Sedang hal-hal yang ada perselisihan di kalangan para imam dan lainnya maka tempat kembalinya adalah kepada Al-Quran dan As-Sunnah; kemudian mujtahid ummat yang bersalah agar meminta ampun.
9. Di kalangan ummat ada muhaddatsun (orang-orang yang mendapatkan bisikan ghaib), mulahhamun (orang-orang yang mendapatkan ilham), dan mimpi yang benar itu adalah haq/ benar; dan itu adalah sebagian dari nubuwwah (kenabian), dan firasat yang benar itu adalah haq/ benar. Ini semua adalah karomah (kemuliaan) dan mubassyaroot (khabar-khabar gembira) --dengan syarat hal itu sesuai dengan syara’—dan itu semua bukanlah merupakan sumber bagi aqidah dan bukan pula sumber bagi syari’at.
10. Bertengkar dalam agama itu tercela, tetapi berbantahan (mujadalah) dengan baik itu masyru’ah (disyari’atkan). Dalam hal yang jelas dilarang menceburkan diri dalam pembicaraan panjang tentangnya, maka wajib mengikuti larangan itu. Dan wajib mencegah diri dari menceburkan diri untuk berbicara mengenai hal yang memang tidak ada ilmu bagi seorang muslim (misalanya tentang ruh yang ditegaskan bahwa itu termasuk urusan Allah SWT) maka menyerahkan hal itu kepada Allah SWT.
11. Wajib memegangi manhaj wahyu dalam menolak sesuatu, sebagaimana wajib pula memegangi manhaj wahyu itu dalam mempercayai dan menetapkan sesuatu. Maka tidak boleh menolak bid’ah dengan bid’ah, dan tidak boleh melawan tafrith (kelengahan, gegabah/ sembrono, sekenanya saja) dengan ghuluw (berlebih-lebihan, ekstrem), tidak pula sebaliknya, ghuluw dilawan dengan tafrith, itu tidak boleh.
12. Setiap bikinan baru dalam agama itu bid’ah, dan setiap bid’ah tu sesat, dan setiap kesesatan itu di neraka.
Sumber dan penyebab menyimpangnya aqidah
Aqidah itu wajib dijaga kemurniannya, tidak boleh ada penyimpangan atau penyelewengan. Karena, kalau aqidahnya menyimpang berarti keimanannya rusak, akibatnya semua amal tidak diterima. Sebab syarat diterimanya amal itu adalah iman, dalam arti iman yang benar, yang tidak menyimpang.
Sumber dan penyebab menyimpangnya aqidah perlu diketahui, di antaranya sebagai berikut.
1. Akal yang tidak sesuai dengan Al-Quran dan As-Sunnah. Juga kebodohan terhadap aqidah shahihah. Contoh akal yang tak sesuai dengan Al-Quran dan As-Sunnah adalah akal Iblis, yaitu dengan akalnya iblis menentang Allah SWT.
قال ما منعك ألا تسجد إذ أمرتك قال أنا خير منه خلقتني من نار وخلقته من طين.
“Allah berfirman: “Apakah yang menghalangimu untuk bersujud (kepada Adam) di waktu Aku menyuruhmu?” Menjawab iblis: “Saya lebih baik daripadanya: Engkau ciptakan saya dari api sedang dia Engkau ciptakan dari tanah.” (QS Al-A’raaf: 12).
Di samping itu, kebodohan terhadap aqidah yang benar mengakibatkan tidak bisa membedakan mana yang haq dan mana yang bathil. Kebodohan itu disebabkan beberapa faktor di antaranya karena tidak mau mempelajari, tidak diajari sejak kecil hingga tua, bahkan di kalangan Muslimin belum tentu diajarkan aqidah yang benar, karena enggan, karena kurang perhatian, dan ada pula karena desakan yang dahsyat dari pengaruh aqidah-aqidah yang bathil. Maka para ulama, ustadz, da’i dan para orang tua hendaknya memperhatikan ummat dan generasi Muslim agar mereka mengenal aqidah yang benar, supaya tidak tersesat.
2. Mengikuti hawa nafsu. Allah SWT berfirman:
ولا تطع من ............................................. أمره فرطا.
“Dan janganlah kamu ikuti orang yang hatinya telah kami lalaikan dari mengingati Kami, dan menuruti hawa nafsunya, dan adalah keadaannya itu melewati batas.” (QS Al-Kahfi: 28).
Nabi Muhammad Saw bersabda:
إياكم والغلو في الدين فإنما هلك من كان قبلكم بالغلو.
“Iyyaakum walghuluwwa fid diini fainnamaa halaka man kaana qoblakum bilghuluwwi.”
Artinya:
“Jauhilah oleh kamu sekalian sikap ghuluw (berlebih-lebihan) dalam agama karena sesungguhnya rusaknya orang dulu sebelum kamu itu hanyalah karena ghuluw.
3. Karena menirukan penyelewengan tingkah laku pemeluk agama-agama terdahulu. Nabi Saw bersabda:
لتركبن سنن من كان قبلكم شبرا بشبر وذراعا بذراع حتى لو أن أحدهم دخل جحر ضب لدخلتم وحتى لو أن أحدهم جامع امرأته بالطريق لفعلتموه.
“Latarkabunna sunana man kaana qoblakum syibron bi syibrin wadziroo’an bi dziroo’in hattaa lau anna ahadahum dakhola juhro dhobbin ladakholtum wa hattaa lau anna ahadahum jaama’am-ro’atahuu bit-thoriiqi lafa’altumuuhu.”
Artinya:
“Pasti kamu sekalian benar-benar akan melakukan perbuatan-perbuatan orang yang telah ada sebelum kamu, sejengkal demi sejengkal dan sehasta demi sehasta, sehingga seandainya salahsatu mereka masuk lobang biawak pasti kamu masuk (pula), dan sampai-sampai seandainya salahsatu mereka menyetubuhi perempuannya di jalan pasti kamu sekalian melakukannya (pula). Mengikuti kelakuan orang-orang dahulu (Ahli Kitab: Yahudi dan Nasrani) dalam kasus yang dikemukakan Nabi Saw itu tentang keburukan. Sedang mengenai hal-hal yang disyari’atkan untuk umat-umat terdahulu pun tidak boleh dilakukan, kecuali kalau dibolehkan oleh Nabi SAW. Karena Nabi SAW bersabda:
"...والله لو كان موسى حيا لما وسعه إلا أن يتبعني."
“...Walloohi lau kaana Muusaa hayyan lamaa wasa’ahu illaa an yattabi’anii.”
Artinya:
“...Demi Allah, seandainya Musa hidup (sekarang ini) pasti dia tidak ada kelonggarannya kecuali dia harus mengikutiku.”
4. Adat istiadat yang bertentangan dengan Islam, ta’asshub (fanatik suku, golongan dsb), dan taklid buta (mengikuti tanpa tahu dalilnya).
وإذا قيل لهم اتبعوا ............................................ ولا يهتدون.
“Dan apabila dikatakan kepada mereka, Ikutilah apa yang telah diturunkan Allah, mereka menjawab: (Tidak), tetapi kami hanya mengikuti apa yang telah kami dapati dari (perbuatan) nenek moyang kami.” (Apakah mereka akan mengikuti juga), walaupun nenek moyang mereka itu tidak mengetahui suatu apapun, dan tidak mendapat peunjuk?” (QS Al-Baqarah: 170).
Setelah kita bicarakan sumber-sumber pokok pengambilan dan manhaj Islam, demikian pula kita waspadai sumber-sumber penyelewengan aqidah Islam, mudah-mudahan kita terbebas dari segala penyelewengan. Sehingga iman dan Islam kita benar-benar lurus sesuai tuntunan Rasulullah SAW. Mudah-mudahan. Amien.
Sumber:
..Dr. Nashir bin Abdul Karim Al-Aql, Mujmal Ushul Ahl As-Sunnah wal Jama’ah fil ‘Aqidah, Darul Wathan, Riyadh, cet I, Syawwal 1411H
• Mendudukkan Tasawuf, Darul Falah Jakarta, Ramadhan 1420H/ Desember 1999.
• Dr Shaleh bin Fauzan bin Abdullah Al-Fauzan, Kitab Tauhid I, Darul Haq Jakarta, cetakan I, Rajab 420H.
keroncong- KAPTEN
-
Age : 70
Posts : 4535
Kepercayaan : Islam
Location : di rumah saya
Join date : 09.11.11
Reputation : 67
Re: definisi akidah
[b]BAGAIMANA DENGAN TRADISI MEMPERINGATI MAULID NABI MUHAMMAD ?
Hampir seluruh Muslim di Indonesia melaksanakan kegiatan muludan itu dengan berbagai cara dan ragam.
SALAHKAH ...... ?
Hampir seluruh Muslim di Indonesia melaksanakan kegiatan muludan itu dengan berbagai cara dan ragam.
SALAHKAH ...... ?
Jagona- KAPTEN
-
Age : 78
Posts : 4039
Kepercayaan : Islam
Location : Banten
Join date : 08.01.12
Reputation : 18
Re: definisi akidah
lihat2 dulu niatnya, Maulud Nabinya "dijadian syariat(dijadikan sunnah)" apa nggak?Jagona wrote:[b]BAGAIMANA DENGAN TRADISI MEMPERINGATI MAULID NABI MUHAMMAD ?
Hampir seluruh Muslim di Indonesia melaksanakan kegiatan muludan itu dengan berbagai cara dan ragam.
SALAHKAH ...... ?
frontline defender- MAYOR
- Posts : 6462
Kepercayaan : Islam
Join date : 17.11.11
Reputation : 137
berdakwah mengajak kepada akidah yang benar
Da'wah mengajak kepada tauhid dan menetapkan tauhid di dalam hati manusia mengharuskan kita tidak membiarkan melewati ayat-ayat tanpa perincian sebagai mana pada masa-masa awal. Demikian itu karena, yang pertama mereka memahami ungkapan-ungkapan bahasa Arab dengan mudah, dan yang kedua karena ketika itu tidak ada penyimpangan dalam hal aqidah yang muncul dari ilmu filsafat dan ilmu kalam yang bertentangan dengan aqidah yang lurus. Kondisi kita pada saat ini berbeda dengan kondisi kaum muslimin pada masa-masa awal. Maka tidak boleh kita menganggap bahwa da'wah mengajak kepada aqidah yang benar pada masa ini adalah mudah seperti keadaan masa-masa awal. Dan saya ingin mendekatkan hal ini dengan satu contoh yang dalam contoh ini dua orang tidak saling berselisih, Insya Allah, yaitu :
Diantara kemudahan yang dikenal ketika itu adalah bahwa para sahabat mendengar hadits dari Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam secara langsung, kemudian para tabi'in mendengar hadits dari para sahabat secara langsung ... demikianlah kami mendapati pada tiga generasi yang dipersaksikan memiliki kebaikan. Dan kami bertanya : Apakah ketika itu di sana terdapat suatu ilmu yang disebut dengan ilmu hadits ? Jawabannya "tidak". Dan apakah ketika itu disana terdapat ilmu yang disebut ilmu Jarh wa ta'dil ? Jawabannya "tidak". Adapun sekarang, seseorang penuntut ilmu mesti memiliki kedua ilmu ini, kedua ilmu ini termasuk fardhu kifayah. Hal itu agar seorang 'alim pada saat ini mampu mengetahui suatu hadits apakah shahih atau dhaif. Maka urusannya tidaklah dianggap mudah sebagaimana urusan ini mudah bagi para sahabat, karena para sahabat mengambil hadits dari sahabat lainnya yang mereka itu telah dijamin dengan persaksian Allah Azza wa Jalla atas mereka ... hingga masa akhir. Maka apa-apa yang ketika itu mudah, tidaklah mudah pada masa saat ini dari sisi kejernihan ilmu dan kepercayaan sumber pengambilan ilmu. Oleh karena itu, harus ada perhatian yang serius terhadap masalah ini sebagaimana mestinya berupa apa-apa yang sesuai dengan problem-problem yang mengitari kita sebagai kaum muslimin sekarang ini dimana problem ini tidak dimiliki oleh kaum muslimin generasi awal dari sisi kekotoran aqidah yang menyebabkan (terjadinya) problema-problema dan menimbulkan syubhat-syubhat dari ahli-hali bid'ah yang menyimpang dari aqidah yang shahih dan manhaj yang benar dengan nama yang bermacam-macam, diantaranya adalah seruan untuk mengikuti Al-Qur'an dan As-Sunnah menurut pemikiran mereka, sebagaimana diakui oleh orang-orang yang menisbahkan (diri) kepada ilmu kalam.
Dan ada baiknya di sini kami menyebutkan sebagian apa-apa yang terdapat dalam hadits shahih tentang hal ini, diantaranya adalah bahwa Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam ketika beliau menyebutkan tentang ghuraba' (orang-orang yang asing) pada sebagian hadist-hadits tersebut, beliau bersabda :
"Artinya : 'Bagi satu orang di antara mereka lima puluh pahala' Mereka (para sahabat) berkata (50 pahala) dari kami atau dari mereka ya, Rasulullah ? Beliau menjawab : 'Dari kalian' ". [Hadits Shahih : Diriwayatkan oleh Ath-Thabrani dalam Mu'jam Al-Kabir (10/225) No. 10394, dari hadits Ibnu Mas'ud Radhiyallahu 'anhu. Dan hadits ini memiliki syahid dari hadits 'Uqbah bin Ghazwan salah seorang sahabat Radhiyallahu 'anhu yang diriwayatkan oleh Al-Bazzar sebagaimana dalam Al-Zaqaid (7.282). Dan hadits ini pun memiliki syahid yang lain dari hadits Abu Tsa'labah Al-Khusyani Radhiyallahu 'anhu yang diriwayatkan oleh Abu Daud (4341). Dan dishahihkan oleh Al-Albani dalam Ash-Shahihah (494) ]
Dan ini termasuk dari hasil keterasingan yang sangat bagi Islam pada saat ini dimana keterasingan seperti itu tidak terjadi pada masa-masa generasi awal. Tidak diragukan lagi, bahwa keterasingan pada masa generasi awal adalah keterasingan antara kesyirikan yang jelas dan tauhid yang bersih dari segala noda, antara kekufuran yang nyata dari iman yang benar. Adapun sekarang ni problem yang terjadi adalah di antara kaum muslimin itu sendiri, kebanyakan dari mereka tauhidnya dipenuhi dengan noda syirik, dia memperuntukkan ibadah-ibadah kepada selain Allah dan dia mengaku beriman.
Permasalahan ini harus mendapat perhatian yang pertama. Dan yang kedua, tidak sepatutnya sebagian orang berkata : "Sesungguhnya kita harus berpindah kepada tahap yang lain selain tahap tauhid, yaitu kepada politik !!" Karena da'wah pertama dalam Islam adalah da'wah yang hak (yaitu da'wah mengajak kepada kebenaran) maka tidak sepatutnya kita berkata : "Kami adalah orang Arab dan Al-Qur'an turun dengan bahasa kami" Padahal perlu diingat bahwa orang Arab pada saat ini berbeda dengan orang arab 'ajam yang memahami bahasa mereka sendiri. Hal ini menyebabkan jauhnya mereka dari kitab Rabb mereka dan sunnah Nabi mereka. Taruhlah bahwa kita ini orang Arab dan telah memahami Islam dengan pemahaman yang benar, tetapi tidak mengharuskan kita untuk berpolitik dan menggerakkan manusia dengan gerakan-gerakan politik serta menyibukkan mereka dengan politik, tetapi kewajiban mereka sekarang ini adalah memahami Islam dalam hal aqidah, ibadah, muamalah, dan akhlak !! Saya tidak yakin bahwa sekarang ini terdapat suatu bangsa yang terdiri dari jutaan orang telah memahami Islam dengan pemahaman Islam yang benar dalam hal aqidah, ibadah, dan akhlak, dan mereka telah terdidik atas hal tersebut.
Disalin dari buku At-Tauhid Awwalan Ya Du'atal Islam, edisi Indonesia TAUHID, Priorias Pertama dan Utama, oleh Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani, hal 36-40, terbitan Darul Haq, penerjemah Fariq Gasim Anuz
Diantara kemudahan yang dikenal ketika itu adalah bahwa para sahabat mendengar hadits dari Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam secara langsung, kemudian para tabi'in mendengar hadits dari para sahabat secara langsung ... demikianlah kami mendapati pada tiga generasi yang dipersaksikan memiliki kebaikan. Dan kami bertanya : Apakah ketika itu di sana terdapat suatu ilmu yang disebut dengan ilmu hadits ? Jawabannya "tidak". Dan apakah ketika itu disana terdapat ilmu yang disebut ilmu Jarh wa ta'dil ? Jawabannya "tidak". Adapun sekarang, seseorang penuntut ilmu mesti memiliki kedua ilmu ini, kedua ilmu ini termasuk fardhu kifayah. Hal itu agar seorang 'alim pada saat ini mampu mengetahui suatu hadits apakah shahih atau dhaif. Maka urusannya tidaklah dianggap mudah sebagaimana urusan ini mudah bagi para sahabat, karena para sahabat mengambil hadits dari sahabat lainnya yang mereka itu telah dijamin dengan persaksian Allah Azza wa Jalla atas mereka ... hingga masa akhir. Maka apa-apa yang ketika itu mudah, tidaklah mudah pada masa saat ini dari sisi kejernihan ilmu dan kepercayaan sumber pengambilan ilmu. Oleh karena itu, harus ada perhatian yang serius terhadap masalah ini sebagaimana mestinya berupa apa-apa yang sesuai dengan problem-problem yang mengitari kita sebagai kaum muslimin sekarang ini dimana problem ini tidak dimiliki oleh kaum muslimin generasi awal dari sisi kekotoran aqidah yang menyebabkan (terjadinya) problema-problema dan menimbulkan syubhat-syubhat dari ahli-hali bid'ah yang menyimpang dari aqidah yang shahih dan manhaj yang benar dengan nama yang bermacam-macam, diantaranya adalah seruan untuk mengikuti Al-Qur'an dan As-Sunnah menurut pemikiran mereka, sebagaimana diakui oleh orang-orang yang menisbahkan (diri) kepada ilmu kalam.
Dan ada baiknya di sini kami menyebutkan sebagian apa-apa yang terdapat dalam hadits shahih tentang hal ini, diantaranya adalah bahwa Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam ketika beliau menyebutkan tentang ghuraba' (orang-orang yang asing) pada sebagian hadist-hadits tersebut, beliau bersabda :
"Artinya : 'Bagi satu orang di antara mereka lima puluh pahala' Mereka (para sahabat) berkata (50 pahala) dari kami atau dari mereka ya, Rasulullah ? Beliau menjawab : 'Dari kalian' ". [Hadits Shahih : Diriwayatkan oleh Ath-Thabrani dalam Mu'jam Al-Kabir (10/225) No. 10394, dari hadits Ibnu Mas'ud Radhiyallahu 'anhu. Dan hadits ini memiliki syahid dari hadits 'Uqbah bin Ghazwan salah seorang sahabat Radhiyallahu 'anhu yang diriwayatkan oleh Al-Bazzar sebagaimana dalam Al-Zaqaid (7.282). Dan hadits ini pun memiliki syahid yang lain dari hadits Abu Tsa'labah Al-Khusyani Radhiyallahu 'anhu yang diriwayatkan oleh Abu Daud (4341). Dan dishahihkan oleh Al-Albani dalam Ash-Shahihah (494) ]
Dan ini termasuk dari hasil keterasingan yang sangat bagi Islam pada saat ini dimana keterasingan seperti itu tidak terjadi pada masa-masa generasi awal. Tidak diragukan lagi, bahwa keterasingan pada masa generasi awal adalah keterasingan antara kesyirikan yang jelas dan tauhid yang bersih dari segala noda, antara kekufuran yang nyata dari iman yang benar. Adapun sekarang ni problem yang terjadi adalah di antara kaum muslimin itu sendiri, kebanyakan dari mereka tauhidnya dipenuhi dengan noda syirik, dia memperuntukkan ibadah-ibadah kepada selain Allah dan dia mengaku beriman.
Permasalahan ini harus mendapat perhatian yang pertama. Dan yang kedua, tidak sepatutnya sebagian orang berkata : "Sesungguhnya kita harus berpindah kepada tahap yang lain selain tahap tauhid, yaitu kepada politik !!" Karena da'wah pertama dalam Islam adalah da'wah yang hak (yaitu da'wah mengajak kepada kebenaran) maka tidak sepatutnya kita berkata : "Kami adalah orang Arab dan Al-Qur'an turun dengan bahasa kami" Padahal perlu diingat bahwa orang Arab pada saat ini berbeda dengan orang arab 'ajam yang memahami bahasa mereka sendiri. Hal ini menyebabkan jauhnya mereka dari kitab Rabb mereka dan sunnah Nabi mereka. Taruhlah bahwa kita ini orang Arab dan telah memahami Islam dengan pemahaman yang benar, tetapi tidak mengharuskan kita untuk berpolitik dan menggerakkan manusia dengan gerakan-gerakan politik serta menyibukkan mereka dengan politik, tetapi kewajiban mereka sekarang ini adalah memahami Islam dalam hal aqidah, ibadah, muamalah, dan akhlak !! Saya tidak yakin bahwa sekarang ini terdapat suatu bangsa yang terdiri dari jutaan orang telah memahami Islam dengan pemahaman Islam yang benar dalam hal aqidah, ibadah, dan akhlak, dan mereka telah terdidik atas hal tersebut.
Disalin dari buku At-Tauhid Awwalan Ya Du'atal Islam, edisi Indonesia TAUHID, Priorias Pertama dan Utama, oleh Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani, hal 36-40, terbitan Darul Haq, penerjemah Fariq Gasim Anuz
keroncong- KAPTEN
-
Age : 70
Posts : 4535
Kepercayaan : Islam
Location : di rumah saya
Join date : 09.11.11
Reputation : 67
definisi akidah
Dalam gramatikal bahasa arab aqidah berasal dari hurup ‘Ain – Qof – Dal.
Yang mempunyai arti :
1. Keimanan
Dalam Surat Al Maidah : 1
Hai orang-orang yang beriman, penuhilah aqad-aqad itu . Dihalalkan bagimu binatang ternak, kecuali yang akan dibacakan kepadamu. dengan tidak menghalalkan berburu ketika kamu sedang mengerjakan haji. Sesungguhnya Allah menetapkan hukum-hukum menurut yang dikehendaki-Nya.
2. Janji
Dalam \Surat Al Maidah : 89
Allah tidak menghukum kamu disebabkan sumpah-sumpahmu yang tidak dimaksud , tetapi Dia menghukum kamu disebabkan sumpah-sumpah yang kamu sengaja, maka kaffarat sumpah itu, ialah memberi makan sepuluh orang miskin, yaitu dari makanan yang biasa kamu berikan kepada keluargamu, atau memberi pakaian kepada mereka atau memerdekakan seorang budak. Barang siapa tidak sanggup melakukan yang demikian, maka kaffaratnya puasa selama tiga hari. Yang demikian itu adalah kaffarat sumpah-sumpahmu bila kamu bersumpah . Dan jagalah sumpahmu. Demikianlah Allah menerangkan kepadamu hukum-hukum-Nya agar kamu bersyukur .
3. Ikatan
Dalam Surat Al Falaq :1 –5
Katakanlah: "Aku berlindung kepada Tuhan Yang Menguasai subuh,
dari kejahatan makhluk-Nya, dan dari kejahatan malam apabila telah gelap gulita, dan dari kejahatan wanita-wanita tukang sihir yang menghembus pada buhul-buhul , dan dari kejahatan pendengki bila ia dengki".
Jadi konsisten terhadap Allah.
Rumusan Aqidah :
1. Rob
2. Malik
3. Illah
Dalam Surat 114 : 1-3
Katakanlah: "Aku berlidung kepada Tuhan manusia.
Raja manusia. Sembahan manusia.
Dalam Al ‘Alaq : 1
Bacalah dengan nama Tuhanmu Yang menciptakan,
Orang-orang yang telah Kami berikan kitab kepada mereka bergembira dengan kitab yang diturunkan kepadamu, dan di antara golongan-golongan yang bersekutu, ada yang mengingkari sebahagiannya. Katakanlah "Sesungguhnya aku hanya diperintah untuk menyembah Allah dan tidak mempersekutukan sesuatupun dengan Dia. Hanya kepada-Nya aku seru dan hanya kepada-Nya aku kembali".
Yang mempunyai arti :
1. Keimanan
Dalam Surat Al Maidah : 1
Hai orang-orang yang beriman, penuhilah aqad-aqad itu . Dihalalkan bagimu binatang ternak, kecuali yang akan dibacakan kepadamu. dengan tidak menghalalkan berburu ketika kamu sedang mengerjakan haji. Sesungguhnya Allah menetapkan hukum-hukum menurut yang dikehendaki-Nya.
2. Janji
Dalam \Surat Al Maidah : 89
Allah tidak menghukum kamu disebabkan sumpah-sumpahmu yang tidak dimaksud , tetapi Dia menghukum kamu disebabkan sumpah-sumpah yang kamu sengaja, maka kaffarat sumpah itu, ialah memberi makan sepuluh orang miskin, yaitu dari makanan yang biasa kamu berikan kepada keluargamu, atau memberi pakaian kepada mereka atau memerdekakan seorang budak. Barang siapa tidak sanggup melakukan yang demikian, maka kaffaratnya puasa selama tiga hari. Yang demikian itu adalah kaffarat sumpah-sumpahmu bila kamu bersumpah . Dan jagalah sumpahmu. Demikianlah Allah menerangkan kepadamu hukum-hukum-Nya agar kamu bersyukur .
3. Ikatan
Dalam Surat Al Falaq :1 –5
Katakanlah: "Aku berlindung kepada Tuhan Yang Menguasai subuh,
dari kejahatan makhluk-Nya, dan dari kejahatan malam apabila telah gelap gulita, dan dari kejahatan wanita-wanita tukang sihir yang menghembus pada buhul-buhul , dan dari kejahatan pendengki bila ia dengki".
Jadi konsisten terhadap Allah.
Rumusan Aqidah :
1. Rob
2. Malik
3. Illah
Dalam Surat 114 : 1-3
Katakanlah: "Aku berlidung kepada Tuhan manusia.
Raja manusia. Sembahan manusia.
Dalam Al ‘Alaq : 1
Bacalah dengan nama Tuhanmu Yang menciptakan,
Orang-orang yang telah Kami berikan kitab kepada mereka bergembira dengan kitab yang diturunkan kepadamu, dan di antara golongan-golongan yang bersekutu, ada yang mengingkari sebahagiannya. Katakanlah "Sesungguhnya aku hanya diperintah untuk menyembah Allah dan tidak mempersekutukan sesuatupun dengan Dia. Hanya kepada-Nya aku seru dan hanya kepada-Nya aku kembali".
keroncong- KAPTEN
-
Age : 70
Posts : 4535
Kepercayaan : Islam
Location : di rumah saya
Join date : 09.11.11
Reputation : 67
peranan akidah dalam membentuk masyarakat islam
Seandainya Aqidah undur dan panggung kehidupan, niscaya segala sesuatu yang ada di bumi ini tidak ada yang berada pada tempatnya dan semuanya dalam keadaan yang tidak tetap. Norma-norma akan menjadi tidak karuan dan nilai-nilai menjadi jungkir balik.
Yang kemarin diharamkan, hari ini akan menjadi barang halal. Begitu pula sebaliknya. Apa yang ditetapkan hari ini, esoknya dibatalkan. Dan apa yang ditetapkan esok harinya, lusanya tidak akan berlaku lagi. Hawa nafsu manusia mencoba mengungkap hakikat dirinya dengan teori-teori yang paling bertentangan dan berlawanan. Dan bersama dengan teori-teori tersebut manusia semakin tidak tahu tentang hakrkat dirinya. Tidak tahu mana jalan masuk dan mana jalan keluar. Ia berputar-putar dalam lingkaran syetan. Menggelinding tak tentu arah.
Meski.dininya membayangkan bahwa Ia tahu apa yang ia harus lakukan, namun hakikatnya ia tidak tahu mengapa ia melakukan dan mengapa ia menghendaki? Setiap generasi ingin mengungkap hakkat dininya dengan bentuk yang berbeda dengan orang lain. Di sana tidak ada dasar yang dijadikan rujukan manusia atau diakuinya. Maka kepada seseorang tidak dapat ditegakkan hujjah. Manusia tidak tunduk kepada satu pendapat. Meskipun seseorang atau penguasa menginginkan seluruh manusia kembali kepada satu sistem. Tetapi mereka pasti akan membangkangnya. Merdekakah manusia?
Ketika itulah manusia benar-benar telah menjadi binatang-binatang di hutan belantara. Malah, barangkali, keadaannya lebih buruk dari binatangbinatang itu. Sebab manusia telah mengeksploatasi kemanpun dan fasilitas ilmiyashnya di jalan yang sama sekali menyimpang. Maka binatang paling buruk manapun tidak akan mampu melakukan lebih sedikit saja darinya dengan beribu-nibu kali.
Gambaran tersebut adalah kenyataan manusia sekarang. Dan kenyataan ini akan semakin bertambah buruk. Bukankah jika semakin banyak aparat keamanan, semakin meningkat angka kniminalitas? Bukankah sekarang ini bermunculan general band dan liar. Bukankah dimana-mana telah rnerajalela kebebasan hubungan sex? Bukankah angka orang yang terkena penyakit kelainan sex semakin meningkat sampai di beberapa negara tertentu, mencapai 70% laki-laki yang terkena penyakit tersebut? Bukankah kita melihat teori-teori yang diajukan setiap hari malah menjadikan suatu masalah semakin kacau dan bertentangan? Apa artinya semua itu?
Sekali lagi, undurnya Aqidah dari panggung dunia ini akan menjadikan segala sesuatu berada bukan pada tempatnya. Karena Islam adalah satu-satunya prinsip Rabbani yang benar dan lurus, jauh dan penyimpangan dan kesalahan. Islamlah satu-satunya yang dapat menyempumakan kemanusiaan di bawah naungannya. Tanpa Islam, segala sesuatu yang ada dalam manusia dan untuk manusia akan musnah. Di sini akan diungkapkan 5 persoalan kemanusiaan terpenting, yaitu agama, akal, harta, jiwa dan keturunan. Semua itu akan mumah jika tanpa Islam. Yang akhirnya manusia itu sendini akan musnah bila tanpa Islam.
1. Agama
Dalam sejarah kaum Musliniin, tidak pernah terjadi memaksa seseorang untuk mengubah agama dan keyakinan. Lebih-lebih membunuh seseorang karena memaksa supaya mengubah agama dan keyakinannya.
- Kaum Muslimin pernah menguasai Andalusia. Maka di sana terdapat berjuta-juta kaum Muslimin. Kemudian kaum Muslimin mengalamianil kekalahan. Lalu apa yang terjadi terhadap berjuta-juta kaum Muslimin Andalusia tersebut? Di sana, sekarang tidak ada seorang Muslim pun tersisa.
- Mesir dan Syam juga pernah dikuasai penuh oleh kaum Musliniin. Dan di sana tinggal penduduk beragama Nasrani. Mereka sampai sekarang tetap ada di bawab pemerintahan orang-orang Islam yang datang silih berganti.
- Kaum Muslimin telah memenintah India selama benabad-abad. Padahal kaum Muslimin ketika itu berkemampuan untuk menghabisi semua keyakinan yang berbeda dengan Islam. Tetapi, tidak pernah terjadi satu penistiwa pemaksaan mengubah agama terhadap seseorang. Karena itu penduduk India non-muslim jumlalmya masili tetap melebihi kaum Muslimin.
- Banyak raja-raja di Inggns membunuh beribu-ribu rakyatnya hanya karena berbeda aliran (sekte), bukan karena perbedaan prinsip agama. Hertog, jika bertaubat ia akan memberikan ampunannya. Dan ampunannya berupa pembunuhan dengan pedang sebagai ganti pembunuhan dengan membakar hidup-hidup. Dan kaum Hertogis, jika taubat, akan memberikan ampunannya dengan membunuh musuh-musuhnya hidup-hidup sebagai ganti membakar hidup-hidup. Ampunan itu, katanya, setelah mereka bertaubat. Bayangkan kalau sebelum bertaubat!.
- Mahkamah inguisasi dan pembantaian Protestan semuanya membuktikan bahwa ketiadaan Muslim dan panggung dunia mengakibatkan agama yang diyakini manusia tidak dapat terpelihara. Bagaimanakah kalau kaum Muslimin berperan dalam percaturan dunia?
- Seorang Patnik Yoshua (656 H) berkata, “Orang Arab yang menancapkan kekuasaannya di dunia telah memperlakukan kami dengan adil sebagaimana Anda ketahui.”
- Makarios, seorang Patnik Anthokia mengatakan, “Tuhan melestarikan pemerintahan Turki selama berabad-abad. Maka mereka mengambil pembayaran jizyah (upeti). Mereka tidak mengusik-usik persoalan agama. Malah mereka memelihara orang-orang Masehl, Nashrani, Yahudi dan Samirah dengan adil”.
- Arnold berkata, “Di Italia banyak penduduk yang merindukan kekuasaan Turki (Islam). Mereka mengharap mendapatkan kembali penjagaan mereka seperti pernah terjadi sebeluninya, dengan kebebasan dan toleransi yang tidak pernah didapat dan pemerintahan Kristen manapun”. Selanjutnya Arnold mengatakan, “Orang-orang Yahudi Spanyol yang tertindas melarikan diri dalam kelompok yang besar. Mereka hanya meminta perlIindungan kepada Turki pada akhir abad kelima belas”.
- Richard Steps, seorang dan generasi abad XVI berkata, “Meskipun secara umum orang-orang Turki sebagai bangsa “paling jahat”, tetapi mereka memberikan toleransinya kepada orang-orang Masehi dan Grik dan Latin untuk hidup memelihara agama mereka dan mengemukakan hati nurani mereka sekehendaknya. Memang mereka mencegah penggunaan gereja untuk melaksanakan upacra keagamaan di Konstantinopel dan beberapa tempat lainnya. Pada waktu yang sama saya dapat menunjukkan dengan benar berdasarkan penguasaannya selama 12 abad di Spanyol. Kami tidak pernah menyaksikan serbuan-serbuan yang bersifat keagamaan. Tetapi kita merasa khawatir terhadap kehidupan kita dan anak cucu kita”.
Dewasa ini, yang konon kata orang disebut sebagai era kebebasan beragama, kita mendapatkan sebaliknya. Kebebasan agama, baik secara terselubung ataupun terang-terangan, terampas secara keji. Sehingga para pemeluk agama sendiri merasa tidak aman dalam memelihara agama mereka. Apa lagi memelihara agama orang lain.
Uni Sovyet dan negara-negara sosialis umumnya telah memaksakan ajaran Markisme yang atheistik dan melarang penyebaran agama. Dengan hanya sekali lihat statistik, kita dapat menggambarkan bagaimana nasib kebebasan beragama di negara ini. Bagaimana nasib gereja-gereja, masid-masjid dan berjuta-juta kaum Muslimin? Allah berfirman:
“Dan sekiranya Allah tidak menolak (keganasan) sebagian manusia dengan sebagian yang lain, tentu telah dirobohkan biara-biara Nashrani, gereja-gereja, rumah-rumah ibadat orang Yahudi dan masjid-masjid, yang di dalamnya banyak disebut nama Allah. Sesungguhnya Allah pasti menolong orang yang menolong (agama)Nya. Sesungguhnya Allah benar-benar Mahia Kuat lagi Maha Perkasa. (Yaitu) orang-orang yang jika Kami teguhkan kedudukan mereka di muka bumi niscaya mereka mendirikan shalat, menunaikan zakat, menyuruh berbuat yang ma’ruf dan mencegah dan penbuatan yang munkar; dan kepada Allah-lah kembali segala urusan.” (QS, al-Hajj: 40-41).
Uni Sovyet dan negara-negana sosialis terang-terangan melakukan pemerkosaan dan pemberangusan kebebasan beragama. Sebaliknya di negara-negana kapitalis pemerkosaan dan pemberangusan kebebasan beragama ini dilakukan kadang-kadang dengan terang-terangan dan kadang-kadang dengan sembunyi-sembunyi Operasi pembantaian kaum MusIimin Eryteria dan pembunuhan Malcolm X sebagai bukti kejahatan mereka yang menghantui ke dalam ingatan kita.
Tegasnya, orang tidak akan dapat memeliliara agamanya kecuali Islam hadir di tengah-tengahnya. Tanpa Islam tidak akan ada kebebasan beragama.
2. Akal Manusia
Hanya dengan tegaknya Islam manusia dapat memelihara akalnya. Eksperimen apapun yang dilakukan suatu pemerintahan di dunia sekarang ini, tetap membuktlkan bahwa kebaikan akal hanya dapat dijamin dengan dipraktekkannya hukum Islam.
Di antara fenomena pengabaian akal dewasa ini yang menunjukkan, bahwa dunia sekanang ini dengan sistem pemenintahmya yang dinilai sebagai telah mencapai puncak kemanusiaan, sama sekali bukan untuk kebaikan akal manusia, antara lain:
A. Bahwa sistem pemerintahan yang disebut sebagai pemerintahan sekuler di dunia sekarang ini membuktikan bahwa ilmu berada di satu kutub dan kenyataan berada di kutub lain. Misalnya, ilmu mengatakan, khamer adalah berbahaya, tetapi kenyataan menunjukan lain. Hampir di semua negara dan sistem pemerintahan membolehkannya. Ilmu menyatakan babwa rokok merusak.Tetapi kenyataan menunjukkan, seluruh dunia bahkan menggalakkannya. Ilmu membuktlkan bahwa perzinahan dapat merusak sex manusia. Tetapi kenyataan menunjukkan bahwa di beberapa negara malah menghalalkan perzinahan ini Dan ilmu membuktikan bahwa wanita berbeda dengan pria. Tetapi kenyataan berbicara lain, malah menjadikannya sama dengan kaum lelaki.
B. Di zaman rasionalisme in kebohongan tersebar tanpa batas di majalah, surat kabar dan siaran-siaran. Desas-desus dan gosip bermaharajalela tanpa kontrol. Manipulasi bukti-bukti untuk membenarkan tindakan kniminal telah membudaya. Maka jadilah politlk dan alat pirantinya sebagai kancah dusta dan pcnipuan. Untuk mendukung semua kebejatan tersebut digunakanlah berbagai disiplin ilmu yang dimanipulir. Pokoknya akal manusia sekarang dicekoki berbagai kesalahan dan kesesatan.
C. Ada dua keadaan yang memperburuk akal manusia: Keadaan di mana akal dipaksa untuk menenina satu ide yang tidak boleh diknitik atau dibahas, didalami atau didiskusikan. Dan, keadaan di mana Iisan harus mengatakan sesuatu yang tidak masuk akal Bahkan untuk semata-mata hawa nafsu, syahwat dan kedustaan. Kedua keadaan ini akan muncul kalau tak ada Islam. Misalnya di masyarakat komunis, berflkir dianggap satu kejahatan. Sedangkan di masyarakat lain Anda bebas berbicara, meski tidak masuk akal. Fenomena perusakan akal manusia ini banyak trnlihat. Dan beberapa statistik menelanjangi hakikat kebobrokan ini. Tingkat kecerdasan di dunia semakin menurun. Sedangkan nisbat penyakit akal di dunia meningkat. Dale Carnegi mengatakan, “Kenyataan-kenyataan objektif melukiskan separuh jumlah keluarga yang berada di rumali-nimah sakit kita, disibukkan oleh orang-orang yang berpenyakit saraf dan akal”
Hanya dengan lslamlah manusia dapat memelihara akalnya.
3. Jiwa
Hak hidup adalah hak suci manusia, kccuali dalam beberapa keadaan tertentu. Sehubungan dengan ini Allah berfirman:
“Oleh karena itu Kami tetapkan (suatu hukum) bagj Bani Israil bahwa: Barangsiapa yang membunuh seorang manusia, bukan karena orang itu (membunuh) orang lain, atau bukan karena membuat kerusakan di muka bumi~ maka seakan-akan dia telah membunuh manusia seluruhnya. Dan barangsiapa yang memelihara kehidupan seo rang manusia, maka seolah-olah ia telah memelihara kehidupan manusia seluruhnya”. (QS, al-Ma’idah: 32)
Tidak mudah membunuli manusia yang dimuliakan Allah ini. Dan Allah berfrman: “Dan sesungguhnya telah Kami muliakan bani Adam”. (QS, al-Isra: 70)
Tetapi situasi dunia akan menunjukan kebalikannya jika Islam undur dari percaturan dunia. Orang-orang akan begitu mudah membunuh sesama manusia, semudah meminum air, dengan alasan atau tanpa alasan.
Dunia sekarang, yang dinilai sebagai dunia peradaban, telah menyaksikan kekejian-kekejian yang seratus persen biadab.
Di Rusia saja, untuk mewujudkan dan melaksanakan ajaran komunisme, telah terbunuh 19.000.000 orang. Setelah komunisme berkuasa, telah terhukum secara keji sekitar 2.000.000 orang dan sekitar 4 atau 5 juta orang diusir dari Rusia. Apa artinya angka-angka tersebut? Apakah itu menunjukkan Rusia sebagai negara yang menghargai jiwa manusia?
Apa arti semua pembantaian orang-orang kulit hitam di Amerika dan Afrika Selatan? Apa artinya bom atom dan hidrogin? Apa artinya pembantaian di negara-negara berkembang terhadap rakyatnya yang rnenentang penguasa? Apa artinya pembantaian lawan-lawan politik di negara-negara sekarang ini? Apa artinya pembantaian terus-menerus terhadap Muslim India? Apa artinya membangun istana-istana dan tengkorak manusia? Apa artinya perang dunia? Semua itu menunjukkan bahwa jiwa manusia sudah tidak ada harganya di dunia sekarang ini.
Tetapi, jika Islam hadir secara nyata di tengah-tengah percaturan dunia, maka tidak akan terjadi pembunuhan manusia tanpa haq.
4. Harta
Harta, kata orang, adalah pasangan nyawa. Dan tentang harta ini Allah berfirman: “Dan sesungguhnya dia sangat bakhil karena cintanya kepada harta” (QS, al-’Adiyat: 8) “Dan kamu mencintai harta benda dengan kecintaan yang berlebihan”. (QS, al-Fajr: 20).
Karena itu menjaga dan memelihara harta manusia merupakan sesuatu yang fundamental dan rnerupakan keperluan asasi bagi rnanusia. Tetapi jika tidak ada Islam maka musnahlah harapan terpeliharanya harta benda.
Suatu fenomena historis tentang pemeliharaan harta benda ini terjadi ketika Abu ‘Ubaidah bin Jarrah merasa tidak mampu melindungi penduduk Nashrani, Ia rnengernbalikan jizyah (upeti) yang diterimanya kepada penduduk Nashnani tersebut. Ini jelas lahirnya satu era keadilan yang sukar ditemukan dalam sejarah manusia. Dan lahirnya masyarakat baru yang tidak didapati di dunia sesudah mereka. Yaitu masyarakat yang menjamin seluruh tonggak hidup dan eksistensi manusia.
Bandingkan fenomena tersebut dengan apa yang dilakukan irnperialis di negara-negara jajahan. Bandingkan apa yang terjadi di masyarakat Muslim, di mana individu-individunya tidak mengambil harta kecuali dengan haq dan harta manusia tidak diambil kecuali dengan haq dengan masyarakat komunis dan kapitalis modem.
Di dalam masyarakat komunis tidak dibenarkan hak pemilikan. Karena itu hak pemilikan dan hidup jelas diabaikan. Dan di dalam masyarakat kapitalis secara lahiriah menjaga harta manusia, tapi hakikatnya ia mencuri harta tersebut dengan jalan riba, penimbunan, eksploitasi, menghancurkan hak-hak kaum fuqara’ dan orang-orang miskin dan melakukan jalan culas yang keji.
Harta manusia tidak akan dapat terpelihara oleh manusia kecuali dengan Islam. Islam tidak akan memberikan harta kepada siapapun dengan cara zhalim dan tidak akan mengambil harta dengan cara zhalim pula. Jadi tidak akan ada manusia yang terzhalimi dalam masyarakat Muslim.
5. Keturunan
Memelihara keturunan juga merupakan salah satu dari lima keperluan asasi manusia. Dan pemeliharaan ini dapat melestarikan keturunan manusia.
Manusia tidak akan mampu memelihara keturunannya kecuali dengan tegaknya Islam. Dan apabila kaum Muslimin memerintah dunia, maka keturunan manusia akan lestari dan terpelihara.
Penelitian sederhana tentang apa yang terjadi di dunia sekarang, berkenaan keturunan ini, menjelaskan kepada kita akan ke mana keturunan manuspa ini meluncur? Di Prancis misalnya, angka kelahiran terus menerus menurun sejak dekade enam puluhan.
Dan pada permulaan abad XX pemerintahan militer Prancis terus menerus kekurangan pemuda-pemuda yang laik menjadi sukarelawan, dari segi kesehatan badan dan lain sebagainya dalam waktu hampir setiap delapan tahun. Fenomena seperti ini tenjadi pula di kalangan pemuda-pemuda Amerika. Presiden Amerika pernah mengumumkan bahwa lebih dari satu juta dari sekitar enam juta pemuda-pemuda Amerika yang harus mengikuti wajib militer tidak laik menjadi tentara. Hal itu menunjukkan merosotnya sumber daya manusia Amerika secara umum akibat kehidupan boros yang digelutinya..
Dan dari Viena terbetik sebuah berita bahwa kaum wanitanya sedang berproses menjadi jenis kelamin ketiga, bukan laki-laki dan bukan wanita. Fenomena ini terlihat dalam banyaknya wanita yang tidak dapat hamil tanpa sebab-sebab kemandulan. Lni diakibatkan hilangnya karakteristik kewanitaan yang disebabkan bebasnya mereka bergaul dengan kaum laki-laki dalam tempat pekerjaan dan tempat-tempat lainnya.
Lain halnya di Swedia. Di sana terjadi terus menerus penurunan angka orang-orang berkeluarga dibanding dengan orang yang tidak mau berkeluarga. Tapi anehnya, nisbat kelahiran anak haram terus meningkat dengan pesat. Bersamaan dengan itu, 20 persen dari pemuda pemudi yang sudah akil baligh tidak akan kawin selama-lamanya. Sedangkan nisbat thalaq di Swedia adalah terbesar di dunia. Menurut statistik Kementerian Urusan Sosial Swedia setiap enam atau tujuh daftar statistik terjadi thalaq satu.
Di Prancis, jumlah tentara yang terpaksa harus diberhentikan dan dimasukkan ke rumah sakit, dalam dua tahun pertama setelah terjadi perang dunia pertama, dikarenakan mengidap penyakit kotor (spilis), mencapai 75 ribu orang. Dalam satu tangsi tentara saja, dalam satu waktu, orang yang terjangkit penyakit ini mencapai 242 orang. Penyakit ini akan mempengaruhi keturunannya secara mengerikan. Di Amerika antara 30 sampai 40 ribu anak mati karena korban penyakit kotor orang tuanya dalam setiap tahunnya.
Apa yang terjadi di dunia sekarang ialah, 95% hubungan sexual laki-laki dan perempuan telah berubah. Mereka mengubah cara hubungan sex dan akibat-akibat fithrinya dengan melalui proses pencegahan kehamilan. Sedangkan 5% sisanya yang berhasil hamil dilakukan dengan cara menggugurkan anaknya atau membunuhnya. Hakim Lancy (?) mengatakan, “Di America sekurang-kurangnya satu juta kehamilan dalam satu tahun dan beribu-ribu anak lahir langsung dibunuhnya”.
Gadis-gadis Jerman akan merasa malu jika ia masih perawan. Dan alat-alat pencegah kehamilan tersedia di setiap pinggir jalan. Apakah semua itu untuk kemashlahatan keturunan manusia? Sesungguhnya keturunan manusia tidak akan dapat terpelihara sempurna kecuali dengan diberlakukannya ajaran Islam. Karena itu, manusia tanpa Aqidah Islam berarti membunuh dan menganiaya dininya serta hidup dalam kepedihan, meski bergelimang kemewahan. Kemanusiaan tanpa aqidah Islam berarti menghancurkan dirinya, meruntuhkan kebahagiaannya dan hidup dalam nestapa yang berkepanjangan di dunia, apatah lagi di akhirat.
Wallahu a‘lam bis-shawab. Waassalamu ‘alaikum Wr. Wb.
Tafsir Ali Imran membenarkan semua agama? Pengirim: priyo - yogya
Pertanyaan Ada ayat tentang "seandainya Allah berkehendak, umat ini akan dijadikan satu, tapi Allah jadikan masing-masing umat dgn masing-masing syir‘atan wa minhajan, oleh karena itu berfastabiqul khairat-lah" ada yang menjadikan ayat ini dalil kaum nasrani dan yahudi juga merupakan umat beriman, dan berhak atas klaim kebenaran, karena menurut mereka 3 agama wahyu tersebut tujuannya sama meski jalannya berbeda?
Jawaban Jawaban: Assalamu ‘alaikum Wr. Wb.
Dalam tafsir Ibnu katsir ayat ini dijelaskan bahwa memang Allah telah memberikan syariat yang berbeda-beda pada tiap umat. Syir‘ah dan minhaj itu tidak bisa diartikan sebagai agama, tetapi yang dimaksud adalah tatacara hukum tiap syariat masing-masing agama samawi memang berbeda-beda.
Allah SWT berfirman:
“. . . Untuk tiap-tiap umat di antara kamu, Kami berikan aturan dan jalan yang terang. Sekiranya Allah menghendaki, niscaya kamu dijadikan-Nya satu umat (saja), tetapi Allah hendak menguji kamu terhadap pemberian-Nya kepadamu, maka berlomba-lombalah berbuat kebajikan. Hanya kepada Allah-lah kembali kamu semuanya, lalu diberitahukan-Nya kepadamu apa yang telah kamu perselisihkan itu”. (QS. 48)
Bisa jadi suatu masalah di dalam syariat Yahudi diharamkan, namun kemudian setelah itu dalam syariat yang turun berikutnya hukumnya sudah berubah.
Sebagai contoh, di zaman nabi Daud, puasa yang diwajibkan oleh Allah bukan ramadhan, tetapi setiap dua hari sekali seumur hidup. Sedangkan di zaman nabi Isa atau sebelumnya, puasa itu bukan hanya tidak makan atau tidak minum, tapi juga tidak boleh berbicara. Sedangkan di zaman Rasulullah SAW, puasa nabi Daud masih dipertahankan tapi bukan puasa wajib, tapi cuma puasa sunnah yang boleh saja tidak dikerjakan. Begitu juga dalam masalah yang membatalkan puasa, pada syariat Rasulullah SAW tidak diwajibkan puasa bicara sebagaimana Maryam ibu Nabi Isa AS.
Dalam hukum lainnya seperti hukum Qishash, meski di dalam Islam ada syariat qishash, namun tata caranya sedikit berbeda. Bila qishash dalam agama terdahulu harus diterapkan tanpa ada keringanan sedikit pun, maka dalam hukum Islam ada beberapa perbedaan.
Bila keluarga terbunuh mengampuni pembunuh, maka qishash bisa diganti dengan diyat atau uang tebusan yaitu seharga 100 ekor unta. Bahkan bila pihak keluarga terbunuh merelakan tanpa diyat, maka pembunuhnya bisa bebas.
Begitu juga pada kasus pembunuhan yang tidak disengaja atau mirip sengaja (syibhu ‘amdin), dalam hukum Islam tidak perlu diqishash, cukup bayar diyat. Sedangkan dalam agama Bani Israil terdahulu tidak ada perbedaan antara membunuh dengan sengaja, tidak sengaja, dimaafkan atau tidak, hukum mati qishash tetap wajib dilaksanakan.
Inilah yang dimaksud masing-masing umat memiliki syir‘ah dan minhaj sendiri-sendiri. Tafsirnya dan pengertiannya tidak boleh dibelokkan bahwa Allah meredhai semua agama dan silahkan masing-masing berlomba melakukan kebajikan. Karena semua agama sama dan tujuannya kebajikan semata. Tidak usah menganggap agama masing-masing lebih benar dari lainnya. Dan seterusnya dan seterusnya. Ungkapan sejenis ini tidak lain adalah perkataan para zindiq yang merupakan duri beracun dalam tubuh ummat Islam sendiri.
Karena jelas pengertian seperti itu melecehkan sekian banyak ayat lainnya. Mereka memang punya budaya potong ayat sana potong ayat sini lalu ditambah dengan aksesorisnya sehingga nampak ilmiyah dan meyakinkan.
Bagaimana mereka harus menjawab ayat Allah berikut:
1. Agama yang diredhai Allah hanya Islam saja dan tidak ada agama lain selain Islam:
Sesungguhnya agama (yang diridhai) di sisi Allah hanyalah Islam. Tiada berselisih orang-orang yang telah diberi Al Kitab kecuali sesudah datang pengetahuan kepada mereka, karena kedengkian (yang ada) di antara mereka. Barangsiapa yang kafir terhadap ayat-ayat Allah maka sesungguhnya Allah sangat cepat hisab-Nya.(QS. Ali Imran: 19).
2. Orang nasrani jelas kekafirannya:
Sesungguhnya telah kafirlah orang-orang yang berkata: "Sesungguhnya Allah itu ialah Al Masih putera Maryam". Katakanlah: "Maka siapakah (gerangan) yang dapat menghalang-halangi kehendak Allah, jika Dia hendak membinasakan Al Masih putera Maryam itu beserta ibunya dan seluruh orang-orang yang berada di bumi semuanya?" Kepunyaan Allah-lah kerajaan langit dan bumi dan apa yang di antara keduanya; Dia menciptakan apa yang dikehendaki-Nya. Dan Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.(Al-Maidah: 17)
Sesungguhnya kafirlah orang-orang yang mengatakan: "Bahwasanya Allah salah satu dari yang tiga", padahal sekali-kali tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Tuhan Yang Esa. Jika mereka tidak berhenti dari apa yang mereka katakan itu, pasti orang-orang yang kafir di antara mereka akan ditimpa siksaan yang pedih.(Al-Maidah: 73)
3. Yahudi dan Nasrani adalah orang yang disiksa di neraka:
Orang-orang Yahudi dan Nasrani mengatakan: "Kami ini adalah anak-anak Allah dan kekasih-kekasih-Nya". Katakanlah: "Maka mengapa Allah menyiksa kamu karena dosa-dosamu?" (Kamu bukanlah anak-anak Allah dan kekasih-kekasih-Nya), tetapi kamu adalah manusia (biasa) di antara orang-orang yang diciptakan-Nya. Dia mengampuni bagi siapa yang dikehendaki-Nya dan menyiksa siapa yang dikehendaki-Nya. Dan Kepunyaan Allah-lah kerajaan langit dan bumi serta apa yang ada antara keduanya. Dan kepada Allah-lah kembali (segala sesuatu).(Al-Maidah: 18)
4. Yahudi dan Nasrani dijuluki Allah sebagai umat yang zalim:
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang Yahudi dan Nasrani menjadi pemimpin-pemimpin (mu); sebahagian mereka adalah pemimpin bagi sebahagian yang lain. Barangsiapa di antara kamu mengambil mereka menjadi pemimpin, maka sesungguhnya orang itu termasuk golongan mereka. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim.(l-Maidah: 51)
5. Yahudi dan Nasrani itu secara tegas musyrik dan dilaknat Allah karena menjadikan manusia sebagai anak Allah, bagaimana mungkin mereka mengatakan bahwa agama mereka sama dengan Islam:
Orang-orang Yahudi berkata: "Uzair itu putera Allah" dan orang Nasrani berkata: "Al Masih itu putera Allah". Demikian itulah ucapan mereka dengan mulut mereka, mereka meniru perkataan orang-orang kafir yang terdahulu. Dila‘nati Allah-lah mereka; bagaimana mereka sampai berpaling? (At-Taubah: 30)
6. Prgram sebagian ahli kitab itu membuat orang murtad dari agama dan memaksa masuk ke agama mereka. Jadi nasrani dan yahudi itu pun selalu berdakwah dan mengajak umat Islam masuk agama mereka. Bagaiman mungkin lantas mereka mengatakan bahwa semua semua agama sama saja. Kalo sama, kenapa mereka berdakwah dan memurtadkan umat Islam?:
Orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak akan senang kepada kamu hingga kamu mengikuti agama mereka. Katakanlah: "Sesungguhnya petunjuk Allah itulah petunjuk (yang benar)". Dan sesungguhnya jika kamu mengikuti kemauan mereka setelah pengetahuan datang kepadamu, maka Allah tidak lagi menjadi pelindung dan penolong bagimu.(QS. Al-Baqarah: 120)
Sebahagian besar Ahli Kitab menginginkan agar mereka dapat mengembalikan kamu kepada kekafiran setelah kamu beriman, karena dengki yang (timbul) dari diri mereka sendiri, setelah nyata bagi mereka kebenaran. Maka ma‘afkanlah dan biarkanlah mereka, sampai Allah mendatangkan perintah-Nya. Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.(Al-Baqarah: 109)
7. Segolongan dari Ahli Kitab sesat tapi mereka tidak sadar:
Segolongan dari Ahli Kitab ingin menyesatkan kamu, padahal mereka (sebenarnya) tidak menyesatkan melainkan dirinya sendiri, dan mereka tidak menyadarinya. (QS. Ali Imran: 69)
8. Ahli kitab itu adalah umat yang ingkar pada kitab suci dan ayat Allah, bagaimana mereka bisa disebut benar?
Hai Ahli Kitab, mengapa kamu mengingkari ayat-ayat Allah, padahal kamu mengetahui (kebenarannya).(QS. Ali Imran: 70)
9. Ahli kitab itu kerjanya mencampur aduk antara yang hak dan batil:
Hai Ahli Kitab, mengapa kamu mencampur adukkan yang haq dengan yang bathil, dan menyembunyikan kebenaran, padahal kamu mengetahui? (QS. Ali Imran: 71)
10. Ahli kitab itu ada sebagian yang beriman yaitu yang masuk Islam, dan sebagian besar mereka yaitu yang tidak masuk Islam adalah fasik
Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma‘ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya Ahli Kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka; di antara mereka ada yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik. (QS. Ali Imran: 110)
Kesimpulan: Jadi menggunakan ayat ini untuk ditafsirkan secara keliru dan memutar balik ayat Allah dengan harga yang sedikit adalah sebuha upaya licik membodohi umat Islam. Padahal, tidak ada tafsir seperti ini sebelumnya yang ditulis oleh para ulama, yang dengan itu lantas ayat ini dijadikan pengabsahan atas ‘benarnya’ agama selain Islam.
Bahkan dalam tafsir Ibnu Katsir disebutkan bahwa makna “Fastabiqul Khairat” bukan lah berlomba-lomba dalam kebajikan, tapi berlomba-lombalah untuk taat kepada Allah dan mengikuti ‘syariat yang terbaik’. ‘Al-Khairaat’ yang dimaksud adalah syariat yang terbaik yang menghapus berlakunya semua syariat sebelumya, yaitu SYARIAT ISLAM.
Sedangkan Adh-Dhahhak mengatakan bahwa yang dimaksud dengan “Al-Khairaat” adalah umat Muhammad SAW.
Wassalam
Manusia suci Pengirim: Satoto FE-UGM
Pertanyaan Apakah Ibu Theresa, Paus Johannes Paulus, dan para Romo Katholik dan lain-lain nantinya masuk surga atau neraka, karena mereka bukan pengikut Rasulullah?
Jawaban Assalamu ‘alaikum wr. Wb.
Sesuai dengan keyakinan dan aqidah Islam, maka syarat fundamental seseorang untuk bisa masuk surga adalah syahadatain, dua kalimat yang sederhana lafaznya namun sangat mendalam maknanya.
Kalimat yang pertama mengandung ikrar, janji dan sumpah bahwa tidak ada tuhan yang patut disembah kecuali Allah. Kalimat yang kedua mengandung ikrar, janji dan sumpah bahwa Muhammad SAW adalah nabi dan utusan Allah.
Syarat fundamental berikutnya adalah pengakuan atas Al-Quran sebagai kalam Allah dan kitab suci terakhir yang turun dari-Nya sebagai petunjuk dan way of life bagi semua jenis bangsa manusia hingga hari kiamat.
Dan yang tidak kalah penting adalah pengakuan atas kebenaran agama Islam sebagai agama yang diridhai Allah dan bahwa semua agama yang ada telah dihapus dan tidak berlaku lagi. Andaikan Nabi Isa as turun ke bumi, maka dia bukan sebagai nasrani tetapi sebagai muslim yang menjalankan syariat dan ketentuan agama Islam. Beliau akan shalat bersama muslimin di masjid, menghadap qiblat, mengharamkan khamar, babi dan trinitas. Juyga akan menghancurkan salib yang menjadi sumber kemusyrikan. Statusnya pun bukan lagi sebagai nabi, karena tidak ada kenabian setelah Muhammad, beliau adalah bagian dari umat Islam dan pengikut Rasulullah SAW dan berkitab pada Al-Quran Al-Kariem.
Kalau Nabi Isa saja melakukan itu, lalu apa hak para pendeta, romo, rahib dan semua penganut agama samawi terdahulu untuk tetap bertahan dengan agama yang telah dihapus dan tidak berlaku lagi.
Padahal mereka tahu persis bahwa kedatangan Islam sebagai agama samawi terakhir, telah dijelaskan dengan gamblang dan berulang-ulang dalam perjanjian lama dan perjanjian baru dan kitab-kitab suci yang pernah turun sebelumnya.
Tidak ada seorang nabi pun yang diutus ke muka bumi, kecuali telah mengkhabarkan tentang adanya agama samawi terakhir dengan segala ciri dan karakteristiknya kepada semua elemen umat masing-masing.
Tidak ada satu pun kitab suci yang pernah turun, kecuali telah menceritakan tentang eksistensi agama samawi terakhir yang Islam dan nabinya adalah Muhammad SAW.
Jadi meski seseorang itu secara zahir dikenal sebagai orang suci, baik dan bijak, tapi tanpa ikrar keimanan yang dituntut di atas, semuanya akan menjadi sia-sia saja. Karena syarat yang paling fundamental tidak dipenuhinya. Suci di mata manusia, tapi dimata Allah dan di hati nurani, belum tentu.
Kasus itu bukan hanya terjadi pada pendeta dan tokoh agama lain, tetapi juga terjadi pada keluarga Rasulullah SAW sendiri. Paman beliau yang paling mendukung dakwah dan perjuangan sekalipun tetap masuk neraka akbit tidak mau bersyahadat. Padahal Rasulullah SAW telah berupaya sekuat tenaga untuk membujuknya mengakui eksistensi agama Islam lewat syahadat. Namun kehendak Allah berbicara lain.
Wallahu a‘lam bish-showab, Wassalamu ‘alaikum Wr. Wb.
Silat tifan, tidak syirik? Pengirim: priyo j-teknik kimia ugm
Pertanyaan Setahu saya silat yang menghasilkan tenaga dalam adalah dengan bantuan jin, sementara banyak aktivis islam yang memakai silat tifan yang katanya anti sirik, padahal saya pernah menemui seorang teman yang mengeluarkan tenaga dalam dari hasil silat tifannya. Di silat tersebut juga ada pernafasan-pernafasan mis "pernafasan beruang"
Jawaban Memang sebaiknya untuk menentukan suatu seni bela diri itu sesuai dengan syariah atau tidak, perlu diadakan kajian yang mendalam oleh para pakar syariah.
Bahkan harus ada badan pengawas syariah baik internal atau pun independen. Hal ini penting dan sangat berguna, paling tidak untuk beberapa hal:
1. Memastikan bahwa seni bela diri itu memang tidak bertentangan dengan aqidah atau syariah. Atau -bila memang ada- pada bagian mana yang masih merupakan ikhtilaf di antara para ulama serta bagian mana pula yang perlu dihilangkan. Kajian ini sangat penting agar umat Islam merasa aman dan leluasa mempelajarinya.
2. Merekomendasikan kepada umat Islam untuk mempelajari seni bela diri tersebut secara formal termasuk siapa saja yang telah mendapat rekomendasi untuk mengajarkan seni itu atau perguruan mana saja. Dan adanya pengawas syariah itu bisa dijadikan rujukan bagi umat Islam.
3 Selain itu bisa diterbitkan buku yang mengupas kajian syariah atas seni bela diri tersebut sehingga khalayak bisa melihat bagaimana proses pengambilan hukum halal tidaknya itu dilakukan. Tentu saja buku itu dilengkapi dengan dalil-dalil Al-Quran, As-Sunnah, pendapat para ulama serta ijtihad dan juga sumber-sumber hukum Islam lainnya.
4. Dengan adanya pengawasan syariah itu, maka mutu dan kualitas serta batasan halal haramnya bisa tetap terus diawasi dengan baik oleh para ulama. Bukan pada saat tertentu saja tetapi terus menerus karena pengawas syariah tidak hanya mengawasi sesaat saja.
Yang kemarin diharamkan, hari ini akan menjadi barang halal. Begitu pula sebaliknya. Apa yang ditetapkan hari ini, esoknya dibatalkan. Dan apa yang ditetapkan esok harinya, lusanya tidak akan berlaku lagi. Hawa nafsu manusia mencoba mengungkap hakikat dirinya dengan teori-teori yang paling bertentangan dan berlawanan. Dan bersama dengan teori-teori tersebut manusia semakin tidak tahu tentang hakrkat dirinya. Tidak tahu mana jalan masuk dan mana jalan keluar. Ia berputar-putar dalam lingkaran syetan. Menggelinding tak tentu arah.
Meski.dininya membayangkan bahwa Ia tahu apa yang ia harus lakukan, namun hakikatnya ia tidak tahu mengapa ia melakukan dan mengapa ia menghendaki? Setiap generasi ingin mengungkap hakkat dininya dengan bentuk yang berbeda dengan orang lain. Di sana tidak ada dasar yang dijadikan rujukan manusia atau diakuinya. Maka kepada seseorang tidak dapat ditegakkan hujjah. Manusia tidak tunduk kepada satu pendapat. Meskipun seseorang atau penguasa menginginkan seluruh manusia kembali kepada satu sistem. Tetapi mereka pasti akan membangkangnya. Merdekakah manusia?
Ketika itulah manusia benar-benar telah menjadi binatang-binatang di hutan belantara. Malah, barangkali, keadaannya lebih buruk dari binatangbinatang itu. Sebab manusia telah mengeksploatasi kemanpun dan fasilitas ilmiyashnya di jalan yang sama sekali menyimpang. Maka binatang paling buruk manapun tidak akan mampu melakukan lebih sedikit saja darinya dengan beribu-nibu kali.
Gambaran tersebut adalah kenyataan manusia sekarang. Dan kenyataan ini akan semakin bertambah buruk. Bukankah jika semakin banyak aparat keamanan, semakin meningkat angka kniminalitas? Bukankah sekarang ini bermunculan general band dan liar. Bukankah dimana-mana telah rnerajalela kebebasan hubungan sex? Bukankah angka orang yang terkena penyakit kelainan sex semakin meningkat sampai di beberapa negara tertentu, mencapai 70% laki-laki yang terkena penyakit tersebut? Bukankah kita melihat teori-teori yang diajukan setiap hari malah menjadikan suatu masalah semakin kacau dan bertentangan? Apa artinya semua itu?
Sekali lagi, undurnya Aqidah dari panggung dunia ini akan menjadikan segala sesuatu berada bukan pada tempatnya. Karena Islam adalah satu-satunya prinsip Rabbani yang benar dan lurus, jauh dan penyimpangan dan kesalahan. Islamlah satu-satunya yang dapat menyempumakan kemanusiaan di bawah naungannya. Tanpa Islam, segala sesuatu yang ada dalam manusia dan untuk manusia akan musnah. Di sini akan diungkapkan 5 persoalan kemanusiaan terpenting, yaitu agama, akal, harta, jiwa dan keturunan. Semua itu akan mumah jika tanpa Islam. Yang akhirnya manusia itu sendini akan musnah bila tanpa Islam.
1. Agama
Dalam sejarah kaum Musliniin, tidak pernah terjadi memaksa seseorang untuk mengubah agama dan keyakinan. Lebih-lebih membunuh seseorang karena memaksa supaya mengubah agama dan keyakinannya.
- Kaum Muslimin pernah menguasai Andalusia. Maka di sana terdapat berjuta-juta kaum Muslimin. Kemudian kaum Muslimin mengalamianil kekalahan. Lalu apa yang terjadi terhadap berjuta-juta kaum Muslimin Andalusia tersebut? Di sana, sekarang tidak ada seorang Muslim pun tersisa.
- Mesir dan Syam juga pernah dikuasai penuh oleh kaum Musliniin. Dan di sana tinggal penduduk beragama Nasrani. Mereka sampai sekarang tetap ada di bawab pemerintahan orang-orang Islam yang datang silih berganti.
- Kaum Muslimin telah memenintah India selama benabad-abad. Padahal kaum Muslimin ketika itu berkemampuan untuk menghabisi semua keyakinan yang berbeda dengan Islam. Tetapi, tidak pernah terjadi satu penistiwa pemaksaan mengubah agama terhadap seseorang. Karena itu penduduk India non-muslim jumlalmya masili tetap melebihi kaum Muslimin.
- Banyak raja-raja di Inggns membunuh beribu-ribu rakyatnya hanya karena berbeda aliran (sekte), bukan karena perbedaan prinsip agama. Hertog, jika bertaubat ia akan memberikan ampunannya. Dan ampunannya berupa pembunuhan dengan pedang sebagai ganti pembunuhan dengan membakar hidup-hidup. Dan kaum Hertogis, jika taubat, akan memberikan ampunannya dengan membunuh musuh-musuhnya hidup-hidup sebagai ganti membakar hidup-hidup. Ampunan itu, katanya, setelah mereka bertaubat. Bayangkan kalau sebelum bertaubat!.
- Mahkamah inguisasi dan pembantaian Protestan semuanya membuktikan bahwa ketiadaan Muslim dan panggung dunia mengakibatkan agama yang diyakini manusia tidak dapat terpelihara. Bagaimanakah kalau kaum Muslimin berperan dalam percaturan dunia?
- Seorang Patnik Yoshua (656 H) berkata, “Orang Arab yang menancapkan kekuasaannya di dunia telah memperlakukan kami dengan adil sebagaimana Anda ketahui.”
- Makarios, seorang Patnik Anthokia mengatakan, “Tuhan melestarikan pemerintahan Turki selama berabad-abad. Maka mereka mengambil pembayaran jizyah (upeti). Mereka tidak mengusik-usik persoalan agama. Malah mereka memelihara orang-orang Masehl, Nashrani, Yahudi dan Samirah dengan adil”.
- Arnold berkata, “Di Italia banyak penduduk yang merindukan kekuasaan Turki (Islam). Mereka mengharap mendapatkan kembali penjagaan mereka seperti pernah terjadi sebeluninya, dengan kebebasan dan toleransi yang tidak pernah didapat dan pemerintahan Kristen manapun”. Selanjutnya Arnold mengatakan, “Orang-orang Yahudi Spanyol yang tertindas melarikan diri dalam kelompok yang besar. Mereka hanya meminta perlIindungan kepada Turki pada akhir abad kelima belas”.
- Richard Steps, seorang dan generasi abad XVI berkata, “Meskipun secara umum orang-orang Turki sebagai bangsa “paling jahat”, tetapi mereka memberikan toleransinya kepada orang-orang Masehi dan Grik dan Latin untuk hidup memelihara agama mereka dan mengemukakan hati nurani mereka sekehendaknya. Memang mereka mencegah penggunaan gereja untuk melaksanakan upacra keagamaan di Konstantinopel dan beberapa tempat lainnya. Pada waktu yang sama saya dapat menunjukkan dengan benar berdasarkan penguasaannya selama 12 abad di Spanyol. Kami tidak pernah menyaksikan serbuan-serbuan yang bersifat keagamaan. Tetapi kita merasa khawatir terhadap kehidupan kita dan anak cucu kita”.
Dewasa ini, yang konon kata orang disebut sebagai era kebebasan beragama, kita mendapatkan sebaliknya. Kebebasan agama, baik secara terselubung ataupun terang-terangan, terampas secara keji. Sehingga para pemeluk agama sendiri merasa tidak aman dalam memelihara agama mereka. Apa lagi memelihara agama orang lain.
Uni Sovyet dan negara-negara sosialis umumnya telah memaksakan ajaran Markisme yang atheistik dan melarang penyebaran agama. Dengan hanya sekali lihat statistik, kita dapat menggambarkan bagaimana nasib kebebasan beragama di negara ini. Bagaimana nasib gereja-gereja, masid-masjid dan berjuta-juta kaum Muslimin? Allah berfirman:
“Dan sekiranya Allah tidak menolak (keganasan) sebagian manusia dengan sebagian yang lain, tentu telah dirobohkan biara-biara Nashrani, gereja-gereja, rumah-rumah ibadat orang Yahudi dan masjid-masjid, yang di dalamnya banyak disebut nama Allah. Sesungguhnya Allah pasti menolong orang yang menolong (agama)Nya. Sesungguhnya Allah benar-benar Mahia Kuat lagi Maha Perkasa. (Yaitu) orang-orang yang jika Kami teguhkan kedudukan mereka di muka bumi niscaya mereka mendirikan shalat, menunaikan zakat, menyuruh berbuat yang ma’ruf dan mencegah dan penbuatan yang munkar; dan kepada Allah-lah kembali segala urusan.” (QS, al-Hajj: 40-41).
Uni Sovyet dan negara-negana sosialis terang-terangan melakukan pemerkosaan dan pemberangusan kebebasan beragama. Sebaliknya di negara-negana kapitalis pemerkosaan dan pemberangusan kebebasan beragama ini dilakukan kadang-kadang dengan terang-terangan dan kadang-kadang dengan sembunyi-sembunyi Operasi pembantaian kaum MusIimin Eryteria dan pembunuhan Malcolm X sebagai bukti kejahatan mereka yang menghantui ke dalam ingatan kita.
Tegasnya, orang tidak akan dapat memeliliara agamanya kecuali Islam hadir di tengah-tengahnya. Tanpa Islam tidak akan ada kebebasan beragama.
2. Akal Manusia
Hanya dengan tegaknya Islam manusia dapat memelihara akalnya. Eksperimen apapun yang dilakukan suatu pemerintahan di dunia sekarang ini, tetap membuktlkan bahwa kebaikan akal hanya dapat dijamin dengan dipraktekkannya hukum Islam.
Di antara fenomena pengabaian akal dewasa ini yang menunjukkan, bahwa dunia sekanang ini dengan sistem pemenintahmya yang dinilai sebagai telah mencapai puncak kemanusiaan, sama sekali bukan untuk kebaikan akal manusia, antara lain:
A. Bahwa sistem pemerintahan yang disebut sebagai pemerintahan sekuler di dunia sekarang ini membuktikan bahwa ilmu berada di satu kutub dan kenyataan berada di kutub lain. Misalnya, ilmu mengatakan, khamer adalah berbahaya, tetapi kenyataan menunjukan lain. Hampir di semua negara dan sistem pemerintahan membolehkannya. Ilmu menyatakan babwa rokok merusak.Tetapi kenyataan menunjukkan, seluruh dunia bahkan menggalakkannya. Ilmu membuktlkan bahwa perzinahan dapat merusak sex manusia. Tetapi kenyataan menunjukkan bahwa di beberapa negara malah menghalalkan perzinahan ini Dan ilmu membuktikan bahwa wanita berbeda dengan pria. Tetapi kenyataan berbicara lain, malah menjadikannya sama dengan kaum lelaki.
B. Di zaman rasionalisme in kebohongan tersebar tanpa batas di majalah, surat kabar dan siaran-siaran. Desas-desus dan gosip bermaharajalela tanpa kontrol. Manipulasi bukti-bukti untuk membenarkan tindakan kniminal telah membudaya. Maka jadilah politlk dan alat pirantinya sebagai kancah dusta dan pcnipuan. Untuk mendukung semua kebejatan tersebut digunakanlah berbagai disiplin ilmu yang dimanipulir. Pokoknya akal manusia sekarang dicekoki berbagai kesalahan dan kesesatan.
C. Ada dua keadaan yang memperburuk akal manusia: Keadaan di mana akal dipaksa untuk menenina satu ide yang tidak boleh diknitik atau dibahas, didalami atau didiskusikan. Dan, keadaan di mana Iisan harus mengatakan sesuatu yang tidak masuk akal Bahkan untuk semata-mata hawa nafsu, syahwat dan kedustaan. Kedua keadaan ini akan muncul kalau tak ada Islam. Misalnya di masyarakat komunis, berflkir dianggap satu kejahatan. Sedangkan di masyarakat lain Anda bebas berbicara, meski tidak masuk akal. Fenomena perusakan akal manusia ini banyak trnlihat. Dan beberapa statistik menelanjangi hakikat kebobrokan ini. Tingkat kecerdasan di dunia semakin menurun. Sedangkan nisbat penyakit akal di dunia meningkat. Dale Carnegi mengatakan, “Kenyataan-kenyataan objektif melukiskan separuh jumlah keluarga yang berada di rumali-nimah sakit kita, disibukkan oleh orang-orang yang berpenyakit saraf dan akal”
Hanya dengan lslamlah manusia dapat memelihara akalnya.
3. Jiwa
Hak hidup adalah hak suci manusia, kccuali dalam beberapa keadaan tertentu. Sehubungan dengan ini Allah berfirman:
“Oleh karena itu Kami tetapkan (suatu hukum) bagj Bani Israil bahwa: Barangsiapa yang membunuh seorang manusia, bukan karena orang itu (membunuh) orang lain, atau bukan karena membuat kerusakan di muka bumi~ maka seakan-akan dia telah membunuh manusia seluruhnya. Dan barangsiapa yang memelihara kehidupan seo rang manusia, maka seolah-olah ia telah memelihara kehidupan manusia seluruhnya”. (QS, al-Ma’idah: 32)
Tidak mudah membunuli manusia yang dimuliakan Allah ini. Dan Allah berfrman: “Dan sesungguhnya telah Kami muliakan bani Adam”. (QS, al-Isra: 70)
Tetapi situasi dunia akan menunjukan kebalikannya jika Islam undur dari percaturan dunia. Orang-orang akan begitu mudah membunuh sesama manusia, semudah meminum air, dengan alasan atau tanpa alasan.
Dunia sekarang, yang dinilai sebagai dunia peradaban, telah menyaksikan kekejian-kekejian yang seratus persen biadab.
Di Rusia saja, untuk mewujudkan dan melaksanakan ajaran komunisme, telah terbunuh 19.000.000 orang. Setelah komunisme berkuasa, telah terhukum secara keji sekitar 2.000.000 orang dan sekitar 4 atau 5 juta orang diusir dari Rusia. Apa artinya angka-angka tersebut? Apakah itu menunjukkan Rusia sebagai negara yang menghargai jiwa manusia?
Apa arti semua pembantaian orang-orang kulit hitam di Amerika dan Afrika Selatan? Apa artinya bom atom dan hidrogin? Apa artinya pembantaian di negara-negara berkembang terhadap rakyatnya yang rnenentang penguasa? Apa artinya pembantaian lawan-lawan politik di negara-negara sekarang ini? Apa artinya pembantaian terus-menerus terhadap Muslim India? Apa artinya membangun istana-istana dan tengkorak manusia? Apa artinya perang dunia? Semua itu menunjukkan bahwa jiwa manusia sudah tidak ada harganya di dunia sekarang ini.
Tetapi, jika Islam hadir secara nyata di tengah-tengah percaturan dunia, maka tidak akan terjadi pembunuhan manusia tanpa haq.
4. Harta
Harta, kata orang, adalah pasangan nyawa. Dan tentang harta ini Allah berfirman: “Dan sesungguhnya dia sangat bakhil karena cintanya kepada harta” (QS, al-’Adiyat: 8) “Dan kamu mencintai harta benda dengan kecintaan yang berlebihan”. (QS, al-Fajr: 20).
Karena itu menjaga dan memelihara harta manusia merupakan sesuatu yang fundamental dan rnerupakan keperluan asasi bagi rnanusia. Tetapi jika tidak ada Islam maka musnahlah harapan terpeliharanya harta benda.
Suatu fenomena historis tentang pemeliharaan harta benda ini terjadi ketika Abu ‘Ubaidah bin Jarrah merasa tidak mampu melindungi penduduk Nashrani, Ia rnengernbalikan jizyah (upeti) yang diterimanya kepada penduduk Nashnani tersebut. Ini jelas lahirnya satu era keadilan yang sukar ditemukan dalam sejarah manusia. Dan lahirnya masyarakat baru yang tidak didapati di dunia sesudah mereka. Yaitu masyarakat yang menjamin seluruh tonggak hidup dan eksistensi manusia.
Bandingkan fenomena tersebut dengan apa yang dilakukan irnperialis di negara-negara jajahan. Bandingkan apa yang terjadi di masyarakat Muslim, di mana individu-individunya tidak mengambil harta kecuali dengan haq dan harta manusia tidak diambil kecuali dengan haq dengan masyarakat komunis dan kapitalis modem.
Di dalam masyarakat komunis tidak dibenarkan hak pemilikan. Karena itu hak pemilikan dan hidup jelas diabaikan. Dan di dalam masyarakat kapitalis secara lahiriah menjaga harta manusia, tapi hakikatnya ia mencuri harta tersebut dengan jalan riba, penimbunan, eksploitasi, menghancurkan hak-hak kaum fuqara’ dan orang-orang miskin dan melakukan jalan culas yang keji.
Harta manusia tidak akan dapat terpelihara oleh manusia kecuali dengan Islam. Islam tidak akan memberikan harta kepada siapapun dengan cara zhalim dan tidak akan mengambil harta dengan cara zhalim pula. Jadi tidak akan ada manusia yang terzhalimi dalam masyarakat Muslim.
5. Keturunan
Memelihara keturunan juga merupakan salah satu dari lima keperluan asasi manusia. Dan pemeliharaan ini dapat melestarikan keturunan manusia.
Manusia tidak akan mampu memelihara keturunannya kecuali dengan tegaknya Islam. Dan apabila kaum Muslimin memerintah dunia, maka keturunan manusia akan lestari dan terpelihara.
Penelitian sederhana tentang apa yang terjadi di dunia sekarang, berkenaan keturunan ini, menjelaskan kepada kita akan ke mana keturunan manuspa ini meluncur? Di Prancis misalnya, angka kelahiran terus menerus menurun sejak dekade enam puluhan.
Dan pada permulaan abad XX pemerintahan militer Prancis terus menerus kekurangan pemuda-pemuda yang laik menjadi sukarelawan, dari segi kesehatan badan dan lain sebagainya dalam waktu hampir setiap delapan tahun. Fenomena seperti ini tenjadi pula di kalangan pemuda-pemuda Amerika. Presiden Amerika pernah mengumumkan bahwa lebih dari satu juta dari sekitar enam juta pemuda-pemuda Amerika yang harus mengikuti wajib militer tidak laik menjadi tentara. Hal itu menunjukkan merosotnya sumber daya manusia Amerika secara umum akibat kehidupan boros yang digelutinya..
Dan dari Viena terbetik sebuah berita bahwa kaum wanitanya sedang berproses menjadi jenis kelamin ketiga, bukan laki-laki dan bukan wanita. Fenomena ini terlihat dalam banyaknya wanita yang tidak dapat hamil tanpa sebab-sebab kemandulan. Lni diakibatkan hilangnya karakteristik kewanitaan yang disebabkan bebasnya mereka bergaul dengan kaum laki-laki dalam tempat pekerjaan dan tempat-tempat lainnya.
Lain halnya di Swedia. Di sana terjadi terus menerus penurunan angka orang-orang berkeluarga dibanding dengan orang yang tidak mau berkeluarga. Tapi anehnya, nisbat kelahiran anak haram terus meningkat dengan pesat. Bersamaan dengan itu, 20 persen dari pemuda pemudi yang sudah akil baligh tidak akan kawin selama-lamanya. Sedangkan nisbat thalaq di Swedia adalah terbesar di dunia. Menurut statistik Kementerian Urusan Sosial Swedia setiap enam atau tujuh daftar statistik terjadi thalaq satu.
Di Prancis, jumlah tentara yang terpaksa harus diberhentikan dan dimasukkan ke rumah sakit, dalam dua tahun pertama setelah terjadi perang dunia pertama, dikarenakan mengidap penyakit kotor (spilis), mencapai 75 ribu orang. Dalam satu tangsi tentara saja, dalam satu waktu, orang yang terjangkit penyakit ini mencapai 242 orang. Penyakit ini akan mempengaruhi keturunannya secara mengerikan. Di Amerika antara 30 sampai 40 ribu anak mati karena korban penyakit kotor orang tuanya dalam setiap tahunnya.
Apa yang terjadi di dunia sekarang ialah, 95% hubungan sexual laki-laki dan perempuan telah berubah. Mereka mengubah cara hubungan sex dan akibat-akibat fithrinya dengan melalui proses pencegahan kehamilan. Sedangkan 5% sisanya yang berhasil hamil dilakukan dengan cara menggugurkan anaknya atau membunuhnya. Hakim Lancy (?) mengatakan, “Di America sekurang-kurangnya satu juta kehamilan dalam satu tahun dan beribu-ribu anak lahir langsung dibunuhnya”.
Gadis-gadis Jerman akan merasa malu jika ia masih perawan. Dan alat-alat pencegah kehamilan tersedia di setiap pinggir jalan. Apakah semua itu untuk kemashlahatan keturunan manusia? Sesungguhnya keturunan manusia tidak akan dapat terpelihara sempurna kecuali dengan diberlakukannya ajaran Islam. Karena itu, manusia tanpa Aqidah Islam berarti membunuh dan menganiaya dininya serta hidup dalam kepedihan, meski bergelimang kemewahan. Kemanusiaan tanpa aqidah Islam berarti menghancurkan dirinya, meruntuhkan kebahagiaannya dan hidup dalam nestapa yang berkepanjangan di dunia, apatah lagi di akhirat.
Wallahu a‘lam bis-shawab. Waassalamu ‘alaikum Wr. Wb.
Tafsir Ali Imran membenarkan semua agama? Pengirim: priyo - yogya
Pertanyaan Ada ayat tentang "seandainya Allah berkehendak, umat ini akan dijadikan satu, tapi Allah jadikan masing-masing umat dgn masing-masing syir‘atan wa minhajan, oleh karena itu berfastabiqul khairat-lah" ada yang menjadikan ayat ini dalil kaum nasrani dan yahudi juga merupakan umat beriman, dan berhak atas klaim kebenaran, karena menurut mereka 3 agama wahyu tersebut tujuannya sama meski jalannya berbeda?
Jawaban Jawaban: Assalamu ‘alaikum Wr. Wb.
Dalam tafsir Ibnu katsir ayat ini dijelaskan bahwa memang Allah telah memberikan syariat yang berbeda-beda pada tiap umat. Syir‘ah dan minhaj itu tidak bisa diartikan sebagai agama, tetapi yang dimaksud adalah tatacara hukum tiap syariat masing-masing agama samawi memang berbeda-beda.
Allah SWT berfirman:
“. . . Untuk tiap-tiap umat di antara kamu, Kami berikan aturan dan jalan yang terang. Sekiranya Allah menghendaki, niscaya kamu dijadikan-Nya satu umat (saja), tetapi Allah hendak menguji kamu terhadap pemberian-Nya kepadamu, maka berlomba-lombalah berbuat kebajikan. Hanya kepada Allah-lah kembali kamu semuanya, lalu diberitahukan-Nya kepadamu apa yang telah kamu perselisihkan itu”. (QS. 48)
Bisa jadi suatu masalah di dalam syariat Yahudi diharamkan, namun kemudian setelah itu dalam syariat yang turun berikutnya hukumnya sudah berubah.
Sebagai contoh, di zaman nabi Daud, puasa yang diwajibkan oleh Allah bukan ramadhan, tetapi setiap dua hari sekali seumur hidup. Sedangkan di zaman nabi Isa atau sebelumnya, puasa itu bukan hanya tidak makan atau tidak minum, tapi juga tidak boleh berbicara. Sedangkan di zaman Rasulullah SAW, puasa nabi Daud masih dipertahankan tapi bukan puasa wajib, tapi cuma puasa sunnah yang boleh saja tidak dikerjakan. Begitu juga dalam masalah yang membatalkan puasa, pada syariat Rasulullah SAW tidak diwajibkan puasa bicara sebagaimana Maryam ibu Nabi Isa AS.
Dalam hukum lainnya seperti hukum Qishash, meski di dalam Islam ada syariat qishash, namun tata caranya sedikit berbeda. Bila qishash dalam agama terdahulu harus diterapkan tanpa ada keringanan sedikit pun, maka dalam hukum Islam ada beberapa perbedaan.
Bila keluarga terbunuh mengampuni pembunuh, maka qishash bisa diganti dengan diyat atau uang tebusan yaitu seharga 100 ekor unta. Bahkan bila pihak keluarga terbunuh merelakan tanpa diyat, maka pembunuhnya bisa bebas.
Begitu juga pada kasus pembunuhan yang tidak disengaja atau mirip sengaja (syibhu ‘amdin), dalam hukum Islam tidak perlu diqishash, cukup bayar diyat. Sedangkan dalam agama Bani Israil terdahulu tidak ada perbedaan antara membunuh dengan sengaja, tidak sengaja, dimaafkan atau tidak, hukum mati qishash tetap wajib dilaksanakan.
Inilah yang dimaksud masing-masing umat memiliki syir‘ah dan minhaj sendiri-sendiri. Tafsirnya dan pengertiannya tidak boleh dibelokkan bahwa Allah meredhai semua agama dan silahkan masing-masing berlomba melakukan kebajikan. Karena semua agama sama dan tujuannya kebajikan semata. Tidak usah menganggap agama masing-masing lebih benar dari lainnya. Dan seterusnya dan seterusnya. Ungkapan sejenis ini tidak lain adalah perkataan para zindiq yang merupakan duri beracun dalam tubuh ummat Islam sendiri.
Karena jelas pengertian seperti itu melecehkan sekian banyak ayat lainnya. Mereka memang punya budaya potong ayat sana potong ayat sini lalu ditambah dengan aksesorisnya sehingga nampak ilmiyah dan meyakinkan.
Bagaimana mereka harus menjawab ayat Allah berikut:
1. Agama yang diredhai Allah hanya Islam saja dan tidak ada agama lain selain Islam:
Sesungguhnya agama (yang diridhai) di sisi Allah hanyalah Islam. Tiada berselisih orang-orang yang telah diberi Al Kitab kecuali sesudah datang pengetahuan kepada mereka, karena kedengkian (yang ada) di antara mereka. Barangsiapa yang kafir terhadap ayat-ayat Allah maka sesungguhnya Allah sangat cepat hisab-Nya.(QS. Ali Imran: 19).
2. Orang nasrani jelas kekafirannya:
Sesungguhnya telah kafirlah orang-orang yang berkata: "Sesungguhnya Allah itu ialah Al Masih putera Maryam". Katakanlah: "Maka siapakah (gerangan) yang dapat menghalang-halangi kehendak Allah, jika Dia hendak membinasakan Al Masih putera Maryam itu beserta ibunya dan seluruh orang-orang yang berada di bumi semuanya?" Kepunyaan Allah-lah kerajaan langit dan bumi dan apa yang di antara keduanya; Dia menciptakan apa yang dikehendaki-Nya. Dan Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.(Al-Maidah: 17)
Sesungguhnya kafirlah orang-orang yang mengatakan: "Bahwasanya Allah salah satu dari yang tiga", padahal sekali-kali tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Tuhan Yang Esa. Jika mereka tidak berhenti dari apa yang mereka katakan itu, pasti orang-orang yang kafir di antara mereka akan ditimpa siksaan yang pedih.(Al-Maidah: 73)
3. Yahudi dan Nasrani adalah orang yang disiksa di neraka:
Orang-orang Yahudi dan Nasrani mengatakan: "Kami ini adalah anak-anak Allah dan kekasih-kekasih-Nya". Katakanlah: "Maka mengapa Allah menyiksa kamu karena dosa-dosamu?" (Kamu bukanlah anak-anak Allah dan kekasih-kekasih-Nya), tetapi kamu adalah manusia (biasa) di antara orang-orang yang diciptakan-Nya. Dia mengampuni bagi siapa yang dikehendaki-Nya dan menyiksa siapa yang dikehendaki-Nya. Dan Kepunyaan Allah-lah kerajaan langit dan bumi serta apa yang ada antara keduanya. Dan kepada Allah-lah kembali (segala sesuatu).(Al-Maidah: 18)
4. Yahudi dan Nasrani dijuluki Allah sebagai umat yang zalim:
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang Yahudi dan Nasrani menjadi pemimpin-pemimpin (mu); sebahagian mereka adalah pemimpin bagi sebahagian yang lain. Barangsiapa di antara kamu mengambil mereka menjadi pemimpin, maka sesungguhnya orang itu termasuk golongan mereka. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim.(l-Maidah: 51)
5. Yahudi dan Nasrani itu secara tegas musyrik dan dilaknat Allah karena menjadikan manusia sebagai anak Allah, bagaimana mungkin mereka mengatakan bahwa agama mereka sama dengan Islam:
Orang-orang Yahudi berkata: "Uzair itu putera Allah" dan orang Nasrani berkata: "Al Masih itu putera Allah". Demikian itulah ucapan mereka dengan mulut mereka, mereka meniru perkataan orang-orang kafir yang terdahulu. Dila‘nati Allah-lah mereka; bagaimana mereka sampai berpaling? (At-Taubah: 30)
6. Prgram sebagian ahli kitab itu membuat orang murtad dari agama dan memaksa masuk ke agama mereka. Jadi nasrani dan yahudi itu pun selalu berdakwah dan mengajak umat Islam masuk agama mereka. Bagaiman mungkin lantas mereka mengatakan bahwa semua semua agama sama saja. Kalo sama, kenapa mereka berdakwah dan memurtadkan umat Islam?:
Orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak akan senang kepada kamu hingga kamu mengikuti agama mereka. Katakanlah: "Sesungguhnya petunjuk Allah itulah petunjuk (yang benar)". Dan sesungguhnya jika kamu mengikuti kemauan mereka setelah pengetahuan datang kepadamu, maka Allah tidak lagi menjadi pelindung dan penolong bagimu.(QS. Al-Baqarah: 120)
Sebahagian besar Ahli Kitab menginginkan agar mereka dapat mengembalikan kamu kepada kekafiran setelah kamu beriman, karena dengki yang (timbul) dari diri mereka sendiri, setelah nyata bagi mereka kebenaran. Maka ma‘afkanlah dan biarkanlah mereka, sampai Allah mendatangkan perintah-Nya. Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.(Al-Baqarah: 109)
7. Segolongan dari Ahli Kitab sesat tapi mereka tidak sadar:
Segolongan dari Ahli Kitab ingin menyesatkan kamu, padahal mereka (sebenarnya) tidak menyesatkan melainkan dirinya sendiri, dan mereka tidak menyadarinya. (QS. Ali Imran: 69)
8. Ahli kitab itu adalah umat yang ingkar pada kitab suci dan ayat Allah, bagaimana mereka bisa disebut benar?
Hai Ahli Kitab, mengapa kamu mengingkari ayat-ayat Allah, padahal kamu mengetahui (kebenarannya).(QS. Ali Imran: 70)
9. Ahli kitab itu kerjanya mencampur aduk antara yang hak dan batil:
Hai Ahli Kitab, mengapa kamu mencampur adukkan yang haq dengan yang bathil, dan menyembunyikan kebenaran, padahal kamu mengetahui? (QS. Ali Imran: 71)
10. Ahli kitab itu ada sebagian yang beriman yaitu yang masuk Islam, dan sebagian besar mereka yaitu yang tidak masuk Islam adalah fasik
Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma‘ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya Ahli Kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka; di antara mereka ada yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik. (QS. Ali Imran: 110)
Kesimpulan: Jadi menggunakan ayat ini untuk ditafsirkan secara keliru dan memutar balik ayat Allah dengan harga yang sedikit adalah sebuha upaya licik membodohi umat Islam. Padahal, tidak ada tafsir seperti ini sebelumnya yang ditulis oleh para ulama, yang dengan itu lantas ayat ini dijadikan pengabsahan atas ‘benarnya’ agama selain Islam.
Bahkan dalam tafsir Ibnu Katsir disebutkan bahwa makna “Fastabiqul Khairat” bukan lah berlomba-lomba dalam kebajikan, tapi berlomba-lombalah untuk taat kepada Allah dan mengikuti ‘syariat yang terbaik’. ‘Al-Khairaat’ yang dimaksud adalah syariat yang terbaik yang menghapus berlakunya semua syariat sebelumya, yaitu SYARIAT ISLAM.
Sedangkan Adh-Dhahhak mengatakan bahwa yang dimaksud dengan “Al-Khairaat” adalah umat Muhammad SAW.
Wassalam
Manusia suci Pengirim: Satoto FE-UGM
Pertanyaan Apakah Ibu Theresa, Paus Johannes Paulus, dan para Romo Katholik dan lain-lain nantinya masuk surga atau neraka, karena mereka bukan pengikut Rasulullah?
Jawaban Assalamu ‘alaikum wr. Wb.
Sesuai dengan keyakinan dan aqidah Islam, maka syarat fundamental seseorang untuk bisa masuk surga adalah syahadatain, dua kalimat yang sederhana lafaznya namun sangat mendalam maknanya.
Kalimat yang pertama mengandung ikrar, janji dan sumpah bahwa tidak ada tuhan yang patut disembah kecuali Allah. Kalimat yang kedua mengandung ikrar, janji dan sumpah bahwa Muhammad SAW adalah nabi dan utusan Allah.
Syarat fundamental berikutnya adalah pengakuan atas Al-Quran sebagai kalam Allah dan kitab suci terakhir yang turun dari-Nya sebagai petunjuk dan way of life bagi semua jenis bangsa manusia hingga hari kiamat.
Dan yang tidak kalah penting adalah pengakuan atas kebenaran agama Islam sebagai agama yang diridhai Allah dan bahwa semua agama yang ada telah dihapus dan tidak berlaku lagi. Andaikan Nabi Isa as turun ke bumi, maka dia bukan sebagai nasrani tetapi sebagai muslim yang menjalankan syariat dan ketentuan agama Islam. Beliau akan shalat bersama muslimin di masjid, menghadap qiblat, mengharamkan khamar, babi dan trinitas. Juyga akan menghancurkan salib yang menjadi sumber kemusyrikan. Statusnya pun bukan lagi sebagai nabi, karena tidak ada kenabian setelah Muhammad, beliau adalah bagian dari umat Islam dan pengikut Rasulullah SAW dan berkitab pada Al-Quran Al-Kariem.
Kalau Nabi Isa saja melakukan itu, lalu apa hak para pendeta, romo, rahib dan semua penganut agama samawi terdahulu untuk tetap bertahan dengan agama yang telah dihapus dan tidak berlaku lagi.
Padahal mereka tahu persis bahwa kedatangan Islam sebagai agama samawi terakhir, telah dijelaskan dengan gamblang dan berulang-ulang dalam perjanjian lama dan perjanjian baru dan kitab-kitab suci yang pernah turun sebelumnya.
Tidak ada seorang nabi pun yang diutus ke muka bumi, kecuali telah mengkhabarkan tentang adanya agama samawi terakhir dengan segala ciri dan karakteristiknya kepada semua elemen umat masing-masing.
Tidak ada satu pun kitab suci yang pernah turun, kecuali telah menceritakan tentang eksistensi agama samawi terakhir yang Islam dan nabinya adalah Muhammad SAW.
Jadi meski seseorang itu secara zahir dikenal sebagai orang suci, baik dan bijak, tapi tanpa ikrar keimanan yang dituntut di atas, semuanya akan menjadi sia-sia saja. Karena syarat yang paling fundamental tidak dipenuhinya. Suci di mata manusia, tapi dimata Allah dan di hati nurani, belum tentu.
Kasus itu bukan hanya terjadi pada pendeta dan tokoh agama lain, tetapi juga terjadi pada keluarga Rasulullah SAW sendiri. Paman beliau yang paling mendukung dakwah dan perjuangan sekalipun tetap masuk neraka akbit tidak mau bersyahadat. Padahal Rasulullah SAW telah berupaya sekuat tenaga untuk membujuknya mengakui eksistensi agama Islam lewat syahadat. Namun kehendak Allah berbicara lain.
Wallahu a‘lam bish-showab, Wassalamu ‘alaikum Wr. Wb.
Silat tifan, tidak syirik? Pengirim: priyo j-teknik kimia ugm
Pertanyaan Setahu saya silat yang menghasilkan tenaga dalam adalah dengan bantuan jin, sementara banyak aktivis islam yang memakai silat tifan yang katanya anti sirik, padahal saya pernah menemui seorang teman yang mengeluarkan tenaga dalam dari hasil silat tifannya. Di silat tersebut juga ada pernafasan-pernafasan mis "pernafasan beruang"
Jawaban Memang sebaiknya untuk menentukan suatu seni bela diri itu sesuai dengan syariah atau tidak, perlu diadakan kajian yang mendalam oleh para pakar syariah.
Bahkan harus ada badan pengawas syariah baik internal atau pun independen. Hal ini penting dan sangat berguna, paling tidak untuk beberapa hal:
1. Memastikan bahwa seni bela diri itu memang tidak bertentangan dengan aqidah atau syariah. Atau -bila memang ada- pada bagian mana yang masih merupakan ikhtilaf di antara para ulama serta bagian mana pula yang perlu dihilangkan. Kajian ini sangat penting agar umat Islam merasa aman dan leluasa mempelajarinya.
2. Merekomendasikan kepada umat Islam untuk mempelajari seni bela diri tersebut secara formal termasuk siapa saja yang telah mendapat rekomendasi untuk mengajarkan seni itu atau perguruan mana saja. Dan adanya pengawas syariah itu bisa dijadikan rujukan bagi umat Islam.
3 Selain itu bisa diterbitkan buku yang mengupas kajian syariah atas seni bela diri tersebut sehingga khalayak bisa melihat bagaimana proses pengambilan hukum halal tidaknya itu dilakukan. Tentu saja buku itu dilengkapi dengan dalil-dalil Al-Quran, As-Sunnah, pendapat para ulama serta ijtihad dan juga sumber-sumber hukum Islam lainnya.
4. Dengan adanya pengawasan syariah itu, maka mutu dan kualitas serta batasan halal haramnya bisa tetap terus diawasi dengan baik oleh para ulama. Bukan pada saat tertentu saja tetapi terus menerus karena pengawas syariah tidak hanya mengawasi sesaat saja.
keroncong- KAPTEN
-
Age : 70
Posts : 4535
Kepercayaan : Islam
Location : di rumah saya
Join date : 09.11.11
Reputation : 67
tegaknya islam di atas akidah
Inilah aqidah yang tegak di atasnya masyarakat Islam. yaitu aqidah "Laa ilaaha illallah Muhammadan Rasuulullah." Makna dari ungkapan tersebut adalah bahwa masyarakat Islam benar-benar memuliakan dan menghargai aqidah itu dan berusaha untuk memperkuat aqidah tersebut di dalam akal maupun hati. Masyarakat itu juga mendidik generasi Islam untuk memiliki aqidah tersebut dan berusaha menghalau pemikiran-pemikiran yang tidak benar dan syubhat yang menyesatkan. Ia juga berupaya menampakkan (memperjelas) keutamaan-keutamaan aqidah dan pengaruhnya dalam kehidupan individu maupun sosial dengan (melalui) alat komunikasi yang berpengaruh dalam masyarakat, seperti masjid-masjid, sekolah-sekolah, surat-surat kabar, radio, televisi, sandiwara, bioskop dan seni dalam segala bidang, seperti puisi. prosa, kisah-kisah dan teater.
Bukanlah yang dimaksud membangun masyarakat Islam di atas dasar aqidah Islamiyah adalah dengan memaksa orang-orang non Muslim untuk meninggalkan aqidah mereka. Tidak!, karena hal ini tidak pernah terlintas dalam benak seorang Muslim terdahulu dan tidak akan terlintas di benak mereka untuk selamanya. Bukankah lslam telah mengumumkan dengan kata-kata yang jelas
"Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam); sesunggahnya telah jelas jalan yang benar daripada jalan sesat." (Al Baqarah: 256)
Sejarah telah membuktikan bahwa sesungguhnya masyarakat Islam pada masa-masa keemasannya adalah masyarakat yang paling toleran terhadap para penentangnya dalam aqidah. Fakta ini diperkuat oleh banyak pernyataan kesaksian orang-orang di luar islam sendiri.
Maksud dari tegaknya masyarakat, di atas aqidah Islam adalah bahwa masyarakat Islam itu bukanlah masyarakat yang terlepas dari segala ikatan, tetapi masyarakat yang komitmen dengan aqidah Islam. bukan masyarakat penyembah berhala, dan bukan masyarakat Yahudi atau Nasrani, bukan pula masyarakat liberal atau masyarakat Sosialis Marxisme, tetapi ia adalah masyarakat yang bertumpu pada aqidah tauhid atau aqidah Islam, di mana aqidah Islam itu selalu tinggi dan tidak ada yang menandingi. Islam tidak menerima jika kalian berada di masyarakat sementara kalian tidak berperan apa pun, dan tidak rela mengganti aqidah yang lain dengan aqidah Islamnya, sehingga bisa meluruskan pandangan manusia terhadap Allah, manusia, alam semesta dan kehidupan.
Bukanlah dikatakan masyarakat Islam itu masyarakat yang menyembunyikan asma"Allah" dalam arahan-arahannya, kemudian menggantinya dengan nama"Alam." Sebagai contoh terkadang kita katakan bahwa sungai-sungai adalah pemberian alam, hutan juga pemberian alam, alam itulah yang menciptakan dan yang mengembangkan segala sesuatu, bukan Allah yang menciptakan segala sesuatu, Rabb segala sesuatu dan pengatur segala sesuatu.
Sesungguhnya pandangan masyarakat Barat terhadap masalah ketuhanan dan kaitannya dengan alam semesta adalah bahwa Allah telah menciptakan alam, kemudian membiarkannya, maka tidak ada yang mengatur, tidak ada yang menguasai. Persepsi seperti ini mirip dengan persepsi yang diambil dari para filosof Yunani terhadap masalah ketuhanan, terutama Aristoteles yang tidak mengenal tuhan kecuali bagian dari dirinya, adapun pandangannya tentang alam, alam itu tidak ada yang mengatur dan tidak dikenal baik atau buruk dari tuhan. Dan yang lehih aneh dari pada itu adalah filsafat Aflathun yang tidak mengenal Tuhan sedikit pun, hingga dari dirinya.
Adapun persepsi masyarakat Islam tentang ketuhanan, maka itu tergambar dalam ayat-ayat berikut ini:
"Semua yang berada di langit dan yang berada di bumi bertasbih kepada Allah (menyatakan kebenaran Allah). Dan Dialah Yang Maha Kuasa atas segala sesuatu. Kepunyaan-Nya kerajaan langit dan bumi. Dia menghidupkan dan mematikan. Dan Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu. Dialah Yang Awal dan Yang Akhir Yang Zhahir dan Yang Bathin; dan Dia Maha Mengetahui segala sesuatu. Dialah Yang menciptakan langit dan bumi dalam enam masa; Kemudian Dia bersemayam di atas 'Arsy. Dia mengetahui apa yang masuk ke dalam bumi dan apa yang keluar dari padanya dan apa yang turun dari langit dan apa yang naik kepadanya. Dan Dia bersama kamu di mana saja kamu berada. Dan Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan. Kepunyaan-Nyalah kerajaan langit dan bumi. Dan kepada Allah-lah dikembalikan segala sesuatu. Dialah yang memasukkan malam ke dalam siang dan memasukkan siang ke dalam malam. Dan Dia Maha Mengetahui segala isi hati." (Al Hadid: 14)
Bukanlah masyarakat Islam itu masyarakat yang mana pemahaman iman kepada Allah dan hari kemudian menjadi kendor, kemudian diganti dengan keyakinan terhadap aliran Wujudiyah, Qaumiyah atau Wathaniyah (kebangsaan atau Nasionalis), atau yang selain itu dari berhala-herhala yang disembah oleh manusia di sana sini, dari selain Allah atau bersama Allah, meskipun mereka tidak menamakan itu semua sebagai tuhan-tuhan mereka.
Bukan pula masyarakat Islam, masyarakat yang menyembunyikan nama"Muhammad" yang semestinya dianggap sebagai muwajjih yang ma'shum dan uswah yang ditaati, lalu membanggakan nama"Marx" dan"Lenin" atau yang lainnya dari para pemikir timur dan barat.
Bukan pula masyarakat Islam itu masyarakat yang mengabaikan kitab Allah Al Qur'an yang semestinya menjadi sumber petunjuk. sumber perundang-undangan dan hukum, kemudian memperhatikan kitah-kilab yang lainnya dan mengkultuskannya, dan menjadikan kitab-kitab itu sebagai rujukan pemikiran, perundang-undangan dan sistem perilaku atau diambil dari kitab-kitab itu nilai dan standar kehidupan.
Bukanlah masyarakat Islam itu masyarakat yang Allah, kitab-kitab-Nya dan rasul-rasul-Nya dihina (lecehkan) sementara manusianya diam terhadap kekufuran yang nyata ini, mereka tidak mampu memberikan pengajaran kepada orang yang kafir dan murtad atau menggertak orang zindiq yang menyeleweng, sehingga orang kafir itu berani menyebarkan di berbagai media secara terang-terangan ungkapan sebagai berikut, "Sesungguhnya manusza Arab modern adalah mereka yang menyakini bahwa Allah dan agama-agama adalah sesuatuyang usang dan layak disimpan dalam museum sejarah."
Bukanlah masyarakat Islam itu masyarakat yang mempersilahkan aqidah lain seperti aqidah Komunis, Sosialis dan Nasionalisme ekstrim menggeser aqidah Islamiyah. Sesungguhnya merupakan suatu kesalahan jika ada seseorang mengira bahwa faham Sosialis dan yang lainnya itu bukan aqidah yang bertentangan dengan Islam, tetapi ia sekedar aliran Ekonomi atau Sosial yang mengambil cara tertentu untuk mengatur kehidupan manusia, dan tidak berkaitan langsung dengan agama sehingga dikatakan sebagai aqidah, padahal kenyataannya bahwa Sosialisme menurut pencetusnya merupakan falsafah kehidupan yang komprehensif dan aqidah yang universal yang memberi pandangan terhadap alam, sejarah, kehidupan, manusia dan Tuhan yang jelas-jelas bertentangan dengan Pandangan Islam. Oleh karena itu sebagian orang mengistilahkannya sebagai "Agama tanpa wahyu."2)
Bukan pula masyarakat Islam itu masyarakat yang menjadikan masalah aqidah sebagai masalah sampingan dalam kehidupan ini, sehingga tidak dijadikan sebagai asas dari sistem pendidikan dan pengajaran, sistem pemikiran, sistem penerangan dan pengarahan' tidak pula dalam proses perubahan secara umum kecuali hanya bagian terkecil dan terbatas. Maka aqidah bukanlah pengarah dan penggerak yang pertama, dan bukan pula pengaruh yang pertama dalam kehidupan individu, keluarga maupun kemasyarakatan, akan tetapi aqidah dijadikan nomor dua dan ditempatkan di belakang, itupun kalau memang masih ada tempat.
Aqidah dalam kehidupan masyarakat Islam pertama yang telah dibina oleh Rasulullah SAW dan diwarisi oleh para sahabat dan tabi'in adalah merupakan motivasi, pengarah dan hal pertama yang mewarnai dalam kehidupan mereka, dan akhirnya dia menjadi ikatan pemersatu.
Aqidah merupakan sumber persepsi dan pemikiran. Aqidah juga merupakan asas keterikatan dan persatuan, asas hukum dan syari'at, sebagai motor penggerak dalam berharakah, ia juga merupakan sumber keutamaan dan akhlaq. Aqidah itulah yang telah mencetak para pahlawan (pejuang) di medan jihad dan untuk mencari syahid serta menempa setiap jiwa untuk berkurban dan itsar.
Demikianlah aqidah dan pengaruhnya dalam kehidupan masyarakat Islam yang pertama dan demikianlah hendaknya pengaruh aqidah dalam setiap masyarakat yang menginginkan menjadi masyarakat Islam, saat ini dan di masa yang akan datang.
Sesungguhnya aqidah Islamiyah dengan segala rukun dan karakteristiknya adalah merupakan dasar yang kokoh untuk membangun masyarakat yang kuat, karena itu bangunan yang tidak tegak di atas aqidah Islamiyah maka sama dengan membangun di atas pasir yang mudah runtuh.
Lebih buruk dari itu apabila bangunan yang mengaku Islam, ternyata berdiri di atas fondasi selain aqidah Islam, meskipun telah ditulis di papan nama dengan nama Islam, maka sesungguhnya itu merupakan pemalsuan di dalam materi dasar bangunan yang tidak menutup kemungkinan bangunan itu akan berakibat ambruk seluruhnya dan menimpa orangorang yang ada di dalamnya. Allah SWT berfirman:
"Maka apakah orang-orang yang mendirikan bangunannya di atas dasar taqwa kepada Allah dan keridlaan (Nya) itu yang baik, ataukah orang-orang yang mendirikan bangunannya di tepi jurang yang runtuh, lalu bangunannya itu jatuh bersama dengan dia ke dalam neraka Jahannam? Dan Allah tidak memberikan petunjuk kepada orang-orang yang dzalim." (At-Taubah: 109)
Sungguh kita telah melihat masyarakat Komunis pada masa-masa kejayaannya dan ketika berkuasa, mereka telah menjadikan aqidah Marxisme dan falsafahnya yang materialisme dalam undang-undang mereka secara terang-terangan. Mereka telah menyatakan bahwa tidak ada tuhan dan kehidupan adalah materi dalam aturan undang-undang mereka, dalam pendidikan dan pengajaran mereka dalam kebudayaan dan pers mereka, dan dalam seluruh sistem, lembaga dan sikap kebijakan politik mereka.
Inilah perhatian setiap masyarakat yang berideologi, maka sudah semestinya jika masyarakat Islam menjadi cermin yang akan memproyeksikan aqidah dan keimanannya serta pandangannya terhadap alam, manusia dan kehidupan dan pandangannya terhadap Sang pencipta yang memberikan kehidupan.
2) Lihat Kitab saya 'Min Ajli Shahwatin Islamiyah'
Bukanlah yang dimaksud membangun masyarakat Islam di atas dasar aqidah Islamiyah adalah dengan memaksa orang-orang non Muslim untuk meninggalkan aqidah mereka. Tidak!, karena hal ini tidak pernah terlintas dalam benak seorang Muslim terdahulu dan tidak akan terlintas di benak mereka untuk selamanya. Bukankah lslam telah mengumumkan dengan kata-kata yang jelas
"Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam); sesunggahnya telah jelas jalan yang benar daripada jalan sesat." (Al Baqarah: 256)
Sejarah telah membuktikan bahwa sesungguhnya masyarakat Islam pada masa-masa keemasannya adalah masyarakat yang paling toleran terhadap para penentangnya dalam aqidah. Fakta ini diperkuat oleh banyak pernyataan kesaksian orang-orang di luar islam sendiri.
Maksud dari tegaknya masyarakat, di atas aqidah Islam adalah bahwa masyarakat Islam itu bukanlah masyarakat yang terlepas dari segala ikatan, tetapi masyarakat yang komitmen dengan aqidah Islam. bukan masyarakat penyembah berhala, dan bukan masyarakat Yahudi atau Nasrani, bukan pula masyarakat liberal atau masyarakat Sosialis Marxisme, tetapi ia adalah masyarakat yang bertumpu pada aqidah tauhid atau aqidah Islam, di mana aqidah Islam itu selalu tinggi dan tidak ada yang menandingi. Islam tidak menerima jika kalian berada di masyarakat sementara kalian tidak berperan apa pun, dan tidak rela mengganti aqidah yang lain dengan aqidah Islamnya, sehingga bisa meluruskan pandangan manusia terhadap Allah, manusia, alam semesta dan kehidupan.
Bukanlah dikatakan masyarakat Islam itu masyarakat yang menyembunyikan asma"Allah" dalam arahan-arahannya, kemudian menggantinya dengan nama"Alam." Sebagai contoh terkadang kita katakan bahwa sungai-sungai adalah pemberian alam, hutan juga pemberian alam, alam itulah yang menciptakan dan yang mengembangkan segala sesuatu, bukan Allah yang menciptakan segala sesuatu, Rabb segala sesuatu dan pengatur segala sesuatu.
Sesungguhnya pandangan masyarakat Barat terhadap masalah ketuhanan dan kaitannya dengan alam semesta adalah bahwa Allah telah menciptakan alam, kemudian membiarkannya, maka tidak ada yang mengatur, tidak ada yang menguasai. Persepsi seperti ini mirip dengan persepsi yang diambil dari para filosof Yunani terhadap masalah ketuhanan, terutama Aristoteles yang tidak mengenal tuhan kecuali bagian dari dirinya, adapun pandangannya tentang alam, alam itu tidak ada yang mengatur dan tidak dikenal baik atau buruk dari tuhan. Dan yang lehih aneh dari pada itu adalah filsafat Aflathun yang tidak mengenal Tuhan sedikit pun, hingga dari dirinya.
Adapun persepsi masyarakat Islam tentang ketuhanan, maka itu tergambar dalam ayat-ayat berikut ini:
"Semua yang berada di langit dan yang berada di bumi bertasbih kepada Allah (menyatakan kebenaran Allah). Dan Dialah Yang Maha Kuasa atas segala sesuatu. Kepunyaan-Nya kerajaan langit dan bumi. Dia menghidupkan dan mematikan. Dan Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu. Dialah Yang Awal dan Yang Akhir Yang Zhahir dan Yang Bathin; dan Dia Maha Mengetahui segala sesuatu. Dialah Yang menciptakan langit dan bumi dalam enam masa; Kemudian Dia bersemayam di atas 'Arsy. Dia mengetahui apa yang masuk ke dalam bumi dan apa yang keluar dari padanya dan apa yang turun dari langit dan apa yang naik kepadanya. Dan Dia bersama kamu di mana saja kamu berada. Dan Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan. Kepunyaan-Nyalah kerajaan langit dan bumi. Dan kepada Allah-lah dikembalikan segala sesuatu. Dialah yang memasukkan malam ke dalam siang dan memasukkan siang ke dalam malam. Dan Dia Maha Mengetahui segala isi hati." (Al Hadid: 14)
Bukanlah masyarakat Islam itu masyarakat yang mana pemahaman iman kepada Allah dan hari kemudian menjadi kendor, kemudian diganti dengan keyakinan terhadap aliran Wujudiyah, Qaumiyah atau Wathaniyah (kebangsaan atau Nasionalis), atau yang selain itu dari berhala-herhala yang disembah oleh manusia di sana sini, dari selain Allah atau bersama Allah, meskipun mereka tidak menamakan itu semua sebagai tuhan-tuhan mereka.
Bukan pula masyarakat Islam, masyarakat yang menyembunyikan nama"Muhammad" yang semestinya dianggap sebagai muwajjih yang ma'shum dan uswah yang ditaati, lalu membanggakan nama"Marx" dan"Lenin" atau yang lainnya dari para pemikir timur dan barat.
Bukan pula masyarakat Islam itu masyarakat yang mengabaikan kitab Allah Al Qur'an yang semestinya menjadi sumber petunjuk. sumber perundang-undangan dan hukum, kemudian memperhatikan kitah-kilab yang lainnya dan mengkultuskannya, dan menjadikan kitab-kitab itu sebagai rujukan pemikiran, perundang-undangan dan sistem perilaku atau diambil dari kitab-kitab itu nilai dan standar kehidupan.
Bukanlah masyarakat Islam itu masyarakat yang Allah, kitab-kitab-Nya dan rasul-rasul-Nya dihina (lecehkan) sementara manusianya diam terhadap kekufuran yang nyata ini, mereka tidak mampu memberikan pengajaran kepada orang yang kafir dan murtad atau menggertak orang zindiq yang menyeleweng, sehingga orang kafir itu berani menyebarkan di berbagai media secara terang-terangan ungkapan sebagai berikut, "Sesungguhnya manusza Arab modern adalah mereka yang menyakini bahwa Allah dan agama-agama adalah sesuatuyang usang dan layak disimpan dalam museum sejarah."
Bukanlah masyarakat Islam itu masyarakat yang mempersilahkan aqidah lain seperti aqidah Komunis, Sosialis dan Nasionalisme ekstrim menggeser aqidah Islamiyah. Sesungguhnya merupakan suatu kesalahan jika ada seseorang mengira bahwa faham Sosialis dan yang lainnya itu bukan aqidah yang bertentangan dengan Islam, tetapi ia sekedar aliran Ekonomi atau Sosial yang mengambil cara tertentu untuk mengatur kehidupan manusia, dan tidak berkaitan langsung dengan agama sehingga dikatakan sebagai aqidah, padahal kenyataannya bahwa Sosialisme menurut pencetusnya merupakan falsafah kehidupan yang komprehensif dan aqidah yang universal yang memberi pandangan terhadap alam, sejarah, kehidupan, manusia dan Tuhan yang jelas-jelas bertentangan dengan Pandangan Islam. Oleh karena itu sebagian orang mengistilahkannya sebagai "Agama tanpa wahyu."2)
Bukan pula masyarakat Islam itu masyarakat yang menjadikan masalah aqidah sebagai masalah sampingan dalam kehidupan ini, sehingga tidak dijadikan sebagai asas dari sistem pendidikan dan pengajaran, sistem pemikiran, sistem penerangan dan pengarahan' tidak pula dalam proses perubahan secara umum kecuali hanya bagian terkecil dan terbatas. Maka aqidah bukanlah pengarah dan penggerak yang pertama, dan bukan pula pengaruh yang pertama dalam kehidupan individu, keluarga maupun kemasyarakatan, akan tetapi aqidah dijadikan nomor dua dan ditempatkan di belakang, itupun kalau memang masih ada tempat.
Aqidah dalam kehidupan masyarakat Islam pertama yang telah dibina oleh Rasulullah SAW dan diwarisi oleh para sahabat dan tabi'in adalah merupakan motivasi, pengarah dan hal pertama yang mewarnai dalam kehidupan mereka, dan akhirnya dia menjadi ikatan pemersatu.
Aqidah merupakan sumber persepsi dan pemikiran. Aqidah juga merupakan asas keterikatan dan persatuan, asas hukum dan syari'at, sebagai motor penggerak dalam berharakah, ia juga merupakan sumber keutamaan dan akhlaq. Aqidah itulah yang telah mencetak para pahlawan (pejuang) di medan jihad dan untuk mencari syahid serta menempa setiap jiwa untuk berkurban dan itsar.
Demikianlah aqidah dan pengaruhnya dalam kehidupan masyarakat Islam yang pertama dan demikianlah hendaknya pengaruh aqidah dalam setiap masyarakat yang menginginkan menjadi masyarakat Islam, saat ini dan di masa yang akan datang.
Sesungguhnya aqidah Islamiyah dengan segala rukun dan karakteristiknya adalah merupakan dasar yang kokoh untuk membangun masyarakat yang kuat, karena itu bangunan yang tidak tegak di atas aqidah Islamiyah maka sama dengan membangun di atas pasir yang mudah runtuh.
Lebih buruk dari itu apabila bangunan yang mengaku Islam, ternyata berdiri di atas fondasi selain aqidah Islam, meskipun telah ditulis di papan nama dengan nama Islam, maka sesungguhnya itu merupakan pemalsuan di dalam materi dasar bangunan yang tidak menutup kemungkinan bangunan itu akan berakibat ambruk seluruhnya dan menimpa orangorang yang ada di dalamnya. Allah SWT berfirman:
"Maka apakah orang-orang yang mendirikan bangunannya di atas dasar taqwa kepada Allah dan keridlaan (Nya) itu yang baik, ataukah orang-orang yang mendirikan bangunannya di tepi jurang yang runtuh, lalu bangunannya itu jatuh bersama dengan dia ke dalam neraka Jahannam? Dan Allah tidak memberikan petunjuk kepada orang-orang yang dzalim." (At-Taubah: 109)
Sungguh kita telah melihat masyarakat Komunis pada masa-masa kejayaannya dan ketika berkuasa, mereka telah menjadikan aqidah Marxisme dan falsafahnya yang materialisme dalam undang-undang mereka secara terang-terangan. Mereka telah menyatakan bahwa tidak ada tuhan dan kehidupan adalah materi dalam aturan undang-undang mereka, dalam pendidikan dan pengajaran mereka dalam kebudayaan dan pers mereka, dan dalam seluruh sistem, lembaga dan sikap kebijakan politik mereka.
Inilah perhatian setiap masyarakat yang berideologi, maka sudah semestinya jika masyarakat Islam menjadi cermin yang akan memproyeksikan aqidah dan keimanannya serta pandangannya terhadap alam, manusia dan kehidupan dan pandangannya terhadap Sang pencipta yang memberikan kehidupan.
2) Lihat Kitab saya 'Min Ajli Shahwatin Islamiyah'
keroncong- KAPTEN
-
Age : 70
Posts : 4535
Kepercayaan : Islam
Location : di rumah saya
Join date : 09.11.11
Reputation : 67
dakwah mengajak kepada akidah yang benar
Da'wah mengajak kepada tauhid dan menetapkan tauhid di dalam hati manusia mengharuskan kita tidak membiarkan melewati ayat-ayat tanpa perincian sebagai mana pada masa-masa awal. Demikian itu karena, yang pertama mereka memahami ungkapan-ungkapan bahasa Arab dengan mudah, dan yang kedua karena ketika itu tidak ada penyimpangan dalam hal aqidah yang muncul dari ilmu filsafat dan ilmu kalam yang bertentangan dengan aqidah yang lurus. Kondisi kita pada saat ini berbeda dengan kondisi kaum muslimin pada masa-masa awal. Maka tidak boleh kita menganggap bahwa da'wah mengajak kepada aqidah yang benar pada masa ini adalah mudah seperti keadaan masa-masa awal. Dan saya ingin mendekatkan hal ini dengan satu contoh yang dalam contoh ini dua orang tidak saling berselisih, Insya Allah, yaitu :
Diantara kemudahan yang dikenal ketika itu adalah bahwa para sahabat mendengar hadits dari Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam secara langsung, kemudian para tabi'in mendengar hadits dari para sahabat secara langsung ... demikianlah kami mendapati pada tiga generasi yang dipersaksikan memiliki kebaikan. Dan kami bertanya : Apakah ketika itu di sana terdapat suatu ilmu yang disebut dengan ilmu hadits ? Jawabannya "tidak". Dan apakah ketika itu disana terdapat ilmu yang disebut ilmu Jarh wa ta'dil ? Jawabannya "tidak". Adapun sekarang, seseorang penuntut ilmu mesti memiliki kedua ilmu ini, kedua ilmu ini termasuk fardhu kifayah. Hal itu agar seorang 'alim pada saat ini mampu mengetahui suatu hadits apakah shahih atau dhaif. Maka urusannya tidaklah dianggap mudah sebagaimana urusan ini mudah bagi para sahabat, karena para sahabat mengambil hadits dari sahabat lainnya yang mereka itu telah dijamin dengan persaksian Allah Azza wa Jalla atas mereka ... hingga masa akhir. Maka apa-apa yang ketika itu mudah, tidaklah mudah pada masa saat ini dari sisi kejernihan ilmu dan kepercayaan sumber pengambilan ilmu. Oleh karena itu, harus ada perhatian yang serius terhadap masalah ini sebagaimana mestinya berupa apa-apa yang sesuai dengan problem-problem yang mengitari kita sebagai kaum muslimin sekarang ini dimana problem ini tidak dimiliki oleh kaum muslimin generasi awal dari sisi kekotoran aqidah yang menyebabkan (terjadinya) problema-problema dan menimbulkan syubhat-syubhat dari ahli-hali bid'ah yang menyimpang dari aqidah yang shahih dan manhaj yang benar dengan nama yang bermacam-macam, diantaranya adalah seruan untuk mengikuti Al-Qur'an dan As-Sunnah menurut pemikiran mereka, sebagaimana diakui oleh orang-orang yang menisbahkan (diri) kepada ilmu kalam.
Dan ada baiknya di sini kami menyebutkan sebagian apa-apa yang terdapat dalam hadits shahih tentang hal ini, diantaranya adalah bahwa Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam ketika beliau menyebutkan tentang ghuraba' (orang-orang yang asing) pada sebagian hadist-hadits tersebut, beliau bersabda :
"Artinya : 'Bagi satu orang di antara mereka lima puluh pahala' Mereka (para sahabat) berkata (50 pahala) dari kami atau dari mereka ya, Rasulullah ? Beliau menjawab : 'Dari kalian' ". [Hadits Shahih : Diriwayatkan oleh Ath-Thabrani dalam Mu'jam Al-Kabir (10/225) No. 10394, dari hadits Ibnu Mas'ud Radhiyallahu 'anhu. Dan hadits ini memiliki syahid dari hadits 'Uqbah bin Ghazwan salah seorang sahabat Radhiyallahu 'anhu yang diriwayatkan oleh Al-Bazzar sebagaimana dalam Al-Zaqaid (7.282). Dan hadits ini pun memiliki syahid yang lain dari hadits Abu Tsa'labah Al-Khusyani Radhiyallahu 'anhu yang diriwayatkan oleh Abu Daud (4341). Dan dishahihkan oleh Al-Albani dalam Ash-Shahihah (494) ]
Dan ini termasuk dari hasil keterasingan yang sangat bagi Islam pada saat ini dimana keterasingan seperti itu tidak terjadi pada masa-masa generasi awal. Tidak diragukan lagi, bahwa keterasingan pada masa generasi awal adalah keterasingan antara kesyirikan yang jelas dan tauhid yang bersih dari segala noda, antara kekufuran yang nyata dari iman yang benar. Adapun sekarang ni problem yang terjadi adalah di antara kaum muslimin itu sendiri, kebanyakan dari mereka tauhidnya dipenuhi dengan noda syirik, dia memperuntukkan ibadah-ibadah kepada selain Allah dan dia mengaku beriman.
Permasalahan ini harus mendapat perhatian yang pertama. Dan yang kedua, tidak sepatutnya sebagian orang berkata : "Sesungguhnya kita harus berpindah kepada tahap yang lain selain tahap tauhid, yaitu kepada politik !!" Karena da'wah pertama dalam Islam adalah da'wah yang hak (yaitu da'wah mengajak kepada kebenaran) maka tidak sepatutnya kita berkata : "Kami adalah orang Arab dan Al-Qur'an turun dengan bahasa kami" Padahal perlu diingat bahwa orang Arab pada saat ini berbeda dengan orang arab 'ajam yang memahami bahasa mereka sendiri. Hal ini menyebabkan jauhnya mereka dari kitab Rabb mereka dan sunnah Nabi mereka. Taruhlah bahwa kita ini orang Arab dan telah memahami Islam dengan pemahaman yang benar, tetapi tidak mengharuskan kita untuk berpolitik dan menggerakkan manusia dengan gerakan-gerakan politik serta menyibukkan mereka dengan politik, tetapi kewajiban mereka sekarang ini adalah memahami Islam dalam hal aqidah, ibadah, muamalah, dan akhlak !! Saya tidak yakin bahwa sekarang ini terdapat suatu bangsa yang terdiri dari jutaan orang telah memahami Islam dengan pemahaman Islam yang benar dalam hal aqidah, ibadah, dan akhlak, dan mereka telah terdidik atas hal tersebut.
Disalin dari buku At-Tauhid Awwalan Ya Du'atal Islam, edisi Indonesia TAUHID, Priorias Pertama dan Utama, oleh Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani, hal 36-40, terbitan Darul Haq, penerjemah Fariq Gasim Anuz
Diantara kemudahan yang dikenal ketika itu adalah bahwa para sahabat mendengar hadits dari Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam secara langsung, kemudian para tabi'in mendengar hadits dari para sahabat secara langsung ... demikianlah kami mendapati pada tiga generasi yang dipersaksikan memiliki kebaikan. Dan kami bertanya : Apakah ketika itu di sana terdapat suatu ilmu yang disebut dengan ilmu hadits ? Jawabannya "tidak". Dan apakah ketika itu disana terdapat ilmu yang disebut ilmu Jarh wa ta'dil ? Jawabannya "tidak". Adapun sekarang, seseorang penuntut ilmu mesti memiliki kedua ilmu ini, kedua ilmu ini termasuk fardhu kifayah. Hal itu agar seorang 'alim pada saat ini mampu mengetahui suatu hadits apakah shahih atau dhaif. Maka urusannya tidaklah dianggap mudah sebagaimana urusan ini mudah bagi para sahabat, karena para sahabat mengambil hadits dari sahabat lainnya yang mereka itu telah dijamin dengan persaksian Allah Azza wa Jalla atas mereka ... hingga masa akhir. Maka apa-apa yang ketika itu mudah, tidaklah mudah pada masa saat ini dari sisi kejernihan ilmu dan kepercayaan sumber pengambilan ilmu. Oleh karena itu, harus ada perhatian yang serius terhadap masalah ini sebagaimana mestinya berupa apa-apa yang sesuai dengan problem-problem yang mengitari kita sebagai kaum muslimin sekarang ini dimana problem ini tidak dimiliki oleh kaum muslimin generasi awal dari sisi kekotoran aqidah yang menyebabkan (terjadinya) problema-problema dan menimbulkan syubhat-syubhat dari ahli-hali bid'ah yang menyimpang dari aqidah yang shahih dan manhaj yang benar dengan nama yang bermacam-macam, diantaranya adalah seruan untuk mengikuti Al-Qur'an dan As-Sunnah menurut pemikiran mereka, sebagaimana diakui oleh orang-orang yang menisbahkan (diri) kepada ilmu kalam.
Dan ada baiknya di sini kami menyebutkan sebagian apa-apa yang terdapat dalam hadits shahih tentang hal ini, diantaranya adalah bahwa Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam ketika beliau menyebutkan tentang ghuraba' (orang-orang yang asing) pada sebagian hadist-hadits tersebut, beliau bersabda :
"Artinya : 'Bagi satu orang di antara mereka lima puluh pahala' Mereka (para sahabat) berkata (50 pahala) dari kami atau dari mereka ya, Rasulullah ? Beliau menjawab : 'Dari kalian' ". [Hadits Shahih : Diriwayatkan oleh Ath-Thabrani dalam Mu'jam Al-Kabir (10/225) No. 10394, dari hadits Ibnu Mas'ud Radhiyallahu 'anhu. Dan hadits ini memiliki syahid dari hadits 'Uqbah bin Ghazwan salah seorang sahabat Radhiyallahu 'anhu yang diriwayatkan oleh Al-Bazzar sebagaimana dalam Al-Zaqaid (7.282). Dan hadits ini pun memiliki syahid yang lain dari hadits Abu Tsa'labah Al-Khusyani Radhiyallahu 'anhu yang diriwayatkan oleh Abu Daud (4341). Dan dishahihkan oleh Al-Albani dalam Ash-Shahihah (494) ]
Dan ini termasuk dari hasil keterasingan yang sangat bagi Islam pada saat ini dimana keterasingan seperti itu tidak terjadi pada masa-masa generasi awal. Tidak diragukan lagi, bahwa keterasingan pada masa generasi awal adalah keterasingan antara kesyirikan yang jelas dan tauhid yang bersih dari segala noda, antara kekufuran yang nyata dari iman yang benar. Adapun sekarang ni problem yang terjadi adalah di antara kaum muslimin itu sendiri, kebanyakan dari mereka tauhidnya dipenuhi dengan noda syirik, dia memperuntukkan ibadah-ibadah kepada selain Allah dan dia mengaku beriman.
Permasalahan ini harus mendapat perhatian yang pertama. Dan yang kedua, tidak sepatutnya sebagian orang berkata : "Sesungguhnya kita harus berpindah kepada tahap yang lain selain tahap tauhid, yaitu kepada politik !!" Karena da'wah pertama dalam Islam adalah da'wah yang hak (yaitu da'wah mengajak kepada kebenaran) maka tidak sepatutnya kita berkata : "Kami adalah orang Arab dan Al-Qur'an turun dengan bahasa kami" Padahal perlu diingat bahwa orang Arab pada saat ini berbeda dengan orang arab 'ajam yang memahami bahasa mereka sendiri. Hal ini menyebabkan jauhnya mereka dari kitab Rabb mereka dan sunnah Nabi mereka. Taruhlah bahwa kita ini orang Arab dan telah memahami Islam dengan pemahaman yang benar, tetapi tidak mengharuskan kita untuk berpolitik dan menggerakkan manusia dengan gerakan-gerakan politik serta menyibukkan mereka dengan politik, tetapi kewajiban mereka sekarang ini adalah memahami Islam dalam hal aqidah, ibadah, muamalah, dan akhlak !! Saya tidak yakin bahwa sekarang ini terdapat suatu bangsa yang terdiri dari jutaan orang telah memahami Islam dengan pemahaman Islam yang benar dalam hal aqidah, ibadah, dan akhlak, dan mereka telah terdidik atas hal tersebut.
Disalin dari buku At-Tauhid Awwalan Ya Du'atal Islam, edisi Indonesia TAUHID, Priorias Pertama dan Utama, oleh Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani, hal 36-40, terbitan Darul Haq, penerjemah Fariq Gasim Anuz
keroncong- KAPTEN
-
Age : 70
Posts : 4535
Kepercayaan : Islam
Location : di rumah saya
Join date : 09.11.11
Reputation : 67
akidah yang benar
Akidah adalah tauqifiyah. Artinya, tidak bisa ditetapkan kecuali dengan dalil syar'i, tidak ada medan ijtihad dan berpendapat di dalamnya. Karena itulah, sumber-sumbernya terbatas kepada apa yang ada di dalam Alquran dan sunah. Sebab, tidak seorang pun yang lebih mengetahui tentang Allah, tentang apa-apa yang wajib bagi-Nya dan apa yang harus disucikan dari-Nya, melainkan Allah sendiri. Dan, tidak seorang pun, sesudah Allah, yang mengetahui tentang Allah, selain Rasulullah saw. Oleh karena itu, manhaj salafus saleh dan para pengikutnya dalam mengambil akidah terbatas pada Alquran dan sunah.
Maka, segala apa yang ditunjukkan oleh Alquran dan sunah tentang hak Allah, mereka mengimaninya, meyakininya, dan mengamalkannya. Dan, apa yang tidak ditunjukkan oleh Alquran dan sunah, mereka menolak dan menafikannya dari Allah. Karena itu, tidak ada pertentangan di antara mereka di dalam i’tiqad. Bahkan, akidah mereka adalah satu dan jamaah mereka juga satu. Karena, Allah sudah menjamin orang yang berpegang teguh dengan Alquran dan sunah rasul-Nya dengan kesatuan kata, kebenaran akidah dan kesatuan manhaj. Allah SWT berfirman (yang artinya), "Dan, berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama Allah, dan janganlah kamu bercerai-berai, …." (Ali Imran: 103).
"Maka, jika dating kepadamu petunuk daripada-Ku, lalu barang siapa yang mengikut petunjuk-Ku, ia tidak akan sesat dan tidak akan celaka." (Thaha: 123).
Karena itulah, mereka dinamakan firqah najiyah (golongan yang selamat). Sebab, Rasulullah saw. telah bersaksi bahwa merekalah yang selamat, yaitu ketika memberitahukan bahwa umat ini akan terpecah menjadi 73 golongan yang kesemuanya di neraka, kecuali satu golongan. Ketika ditanya tentang yang satu itu, beliau menjawab, "Mereka adalah orang yang berada di atas ajaran yang sama dengan ajaranku pada hari ini, dan para sahabatku." (HR Ahmad).
Kebenaran sabda Rasulullah saw. tersebut telah terbukti ketika sebagian manusia membangun akidahnya di atas landasan selain kitab dan sunah, yaitu di atas landasan ilmu kalam dan kaidah-kaidah manthiq yang diwarisi dari filsafat Yunani dan Romawi. Maka, terjadilah penyimpangan dan perpecahan dalam akidah yang megnakibatkan pecahnya umat dan retaknya masyarakat Islam.
Sumber: Kitab Tauhid 1 terbitan Yayasan Al-Sofwa, terjemahan dari At-Tauhid Lish-Shaffil Awwal al-‘Aliy, Dr. Shalih bin Fauzan bin Abdullah al-Fauzan
Maka, segala apa yang ditunjukkan oleh Alquran dan sunah tentang hak Allah, mereka mengimaninya, meyakininya, dan mengamalkannya. Dan, apa yang tidak ditunjukkan oleh Alquran dan sunah, mereka menolak dan menafikannya dari Allah. Karena itu, tidak ada pertentangan di antara mereka di dalam i’tiqad. Bahkan, akidah mereka adalah satu dan jamaah mereka juga satu. Karena, Allah sudah menjamin orang yang berpegang teguh dengan Alquran dan sunah rasul-Nya dengan kesatuan kata, kebenaran akidah dan kesatuan manhaj. Allah SWT berfirman (yang artinya), "Dan, berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama Allah, dan janganlah kamu bercerai-berai, …." (Ali Imran: 103).
"Maka, jika dating kepadamu petunuk daripada-Ku, lalu barang siapa yang mengikut petunjuk-Ku, ia tidak akan sesat dan tidak akan celaka." (Thaha: 123).
Karena itulah, mereka dinamakan firqah najiyah (golongan yang selamat). Sebab, Rasulullah saw. telah bersaksi bahwa merekalah yang selamat, yaitu ketika memberitahukan bahwa umat ini akan terpecah menjadi 73 golongan yang kesemuanya di neraka, kecuali satu golongan. Ketika ditanya tentang yang satu itu, beliau menjawab, "Mereka adalah orang yang berada di atas ajaran yang sama dengan ajaranku pada hari ini, dan para sahabatku." (HR Ahmad).
Kebenaran sabda Rasulullah saw. tersebut telah terbukti ketika sebagian manusia membangun akidahnya di atas landasan selain kitab dan sunah, yaitu di atas landasan ilmu kalam dan kaidah-kaidah manthiq yang diwarisi dari filsafat Yunani dan Romawi. Maka, terjadilah penyimpangan dan perpecahan dalam akidah yang megnakibatkan pecahnya umat dan retaknya masyarakat Islam.
Sumber: Kitab Tauhid 1 terbitan Yayasan Al-Sofwa, terjemahan dari At-Tauhid Lish-Shaffil Awwal al-‘Aliy, Dr. Shalih bin Fauzan bin Abdullah al-Fauzan
keroncong- KAPTEN
-
Age : 70
Posts : 4535
Kepercayaan : Islam
Location : di rumah saya
Join date : 09.11.11
Reputation : 67
pentingnya akidah islamiyah
Sesungguhnya agama Islam adalah akidah dan syariah. Adapun yang dimaksud dengan akidah yaitu setiap perkara yang dibenarkan oleh jiwa, yang dengannya hati menjadi tenteram serta menjadi keyakinan bagi para pemeluknya, tidak ada keraguan dan kebimbangan di dalamnya. Adapun yang dimaksud syariah adalah tugas-tugas pekerjaan yang dibebankan oleh Islam, seperti salat, zakat, puasa, berbakti kepada orang tua, dan lain sebagainya.
Landasan akidah Islamiah adalah beriman kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, para rasul-Nya, hari Akhir, dan beriman kepada qadar (takdir), yang baik maupun yang buruk.
Dalilnya adalah firman Allah dalam surah Al-Baqarah ayat 177 yang artinya: "Bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur dan barat itu suatu kebajikan, akan tetapi sesungguhnya kebajikan itu ialah beriman kepada Allah, hari kemudian, malaikat-malaikat, kitab-kitab, dan nabi-nabi."
"Sesungguhnya Kami menciptakan segala sesuatu itu menurut ukuran. Dan perintah Kami hanyalah satu perkataan seperti kejapan mata." (Al-Qamar: 49--50).
Sabda Nabi saw. yang artinya, "Iman adalah hendaknya engkau percaya kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, para rasul-Nya, hari Kemudian, dan percaya kepada qadar (takdir), yang baik maupun yang buruk." (HR Muslim).
Pentingnya Akidah Islamiah
Pentingnya akidah Islamiah tampak dalam banyak hal, di antaranya sebagai berikut.
1. Bahwasanya kebutuhan kita terhadap akidah adalah di atas segala kebutuhan, dan kepentingan kita terhadap akidah adalah di atas segala kepentingan. Sebab, tidak ada kebahagiaan, kenikmatan, dan kegembiraan bagi hati, kecuali dengan beribadah kepada Allah, Rab dan Pencipta segala sesuatu.
2. Bahwasanya akidah Islamiah adalah kewajiban yang paling besar dan yang paling ditekankan. Karena itu, ia adalah sesuatu yang pertama kali diwajibkan kepada manusia. Rasulullah saw. bersabda, "Aku diperintahkan untuk memerangi manusia sampai mereka bersaksi bahwa tidak ada sesembahan yang hak, kecuali Allah dan bahwa Muhammad adalah utusan Allah." (HR Bukhari dan Muslim).
3. Bahwa akidah Islamiah adalah satu-satunya akidah yang bisa mewujudkan keamanan dan kedamaian, kebahagiaan dan kegembiraan. "(Tidak demikian) bahkan barang siapa yang menyerahkan diri kepada Allah, sedang ia berbuat kebajikan, maka baginya pahala pada sisi Tuhannya dan tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati (Al-Baqarah: 112).
Demikian pula, hanya akidah Islamiah satu-satunya akidah yang bisa mewujudkan kecukupan dan kesejahteraan. "Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi." (Al-A'raaf: 96).
4. Sesungguhnya akidah Islamiah adalah sebab sehingga bisa berkuasa di muka bumi dan sebab bagi berdirinya daulah Islamiah. "Dan sungguh telah Kami tulis di dalam Zabur sesudah (Kami tulis dalam) Lauh Mahfuzh, bahwasanya bumi ini dipusakai hamba-hambaKu yang shaleh." (Al-Anbiya': 105)
Sumber: Diadaptasi dari Kitab Tauhid 1 terbitan Yayasan Al-Sofwa, terjemahan dari At-Tauhid Lish-Shaffil Awwal al-'Aliy, Dr. Shalih bin Fauzan bin Abdullah al-Fauzan.
Landasan akidah Islamiah adalah beriman kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, para rasul-Nya, hari Akhir, dan beriman kepada qadar (takdir), yang baik maupun yang buruk.
Dalilnya adalah firman Allah dalam surah Al-Baqarah ayat 177 yang artinya: "Bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur dan barat itu suatu kebajikan, akan tetapi sesungguhnya kebajikan itu ialah beriman kepada Allah, hari kemudian, malaikat-malaikat, kitab-kitab, dan nabi-nabi."
"Sesungguhnya Kami menciptakan segala sesuatu itu menurut ukuran. Dan perintah Kami hanyalah satu perkataan seperti kejapan mata." (Al-Qamar: 49--50).
Sabda Nabi saw. yang artinya, "Iman adalah hendaknya engkau percaya kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, para rasul-Nya, hari Kemudian, dan percaya kepada qadar (takdir), yang baik maupun yang buruk." (HR Muslim).
Pentingnya Akidah Islamiah
Pentingnya akidah Islamiah tampak dalam banyak hal, di antaranya sebagai berikut.
1. Bahwasanya kebutuhan kita terhadap akidah adalah di atas segala kebutuhan, dan kepentingan kita terhadap akidah adalah di atas segala kepentingan. Sebab, tidak ada kebahagiaan, kenikmatan, dan kegembiraan bagi hati, kecuali dengan beribadah kepada Allah, Rab dan Pencipta segala sesuatu.
2. Bahwasanya akidah Islamiah adalah kewajiban yang paling besar dan yang paling ditekankan. Karena itu, ia adalah sesuatu yang pertama kali diwajibkan kepada manusia. Rasulullah saw. bersabda, "Aku diperintahkan untuk memerangi manusia sampai mereka bersaksi bahwa tidak ada sesembahan yang hak, kecuali Allah dan bahwa Muhammad adalah utusan Allah." (HR Bukhari dan Muslim).
3. Bahwa akidah Islamiah adalah satu-satunya akidah yang bisa mewujudkan keamanan dan kedamaian, kebahagiaan dan kegembiraan. "(Tidak demikian) bahkan barang siapa yang menyerahkan diri kepada Allah, sedang ia berbuat kebajikan, maka baginya pahala pada sisi Tuhannya dan tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati (Al-Baqarah: 112).
Demikian pula, hanya akidah Islamiah satu-satunya akidah yang bisa mewujudkan kecukupan dan kesejahteraan. "Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi." (Al-A'raaf: 96).
4. Sesungguhnya akidah Islamiah adalah sebab sehingga bisa berkuasa di muka bumi dan sebab bagi berdirinya daulah Islamiah. "Dan sungguh telah Kami tulis di dalam Zabur sesudah (Kami tulis dalam) Lauh Mahfuzh, bahwasanya bumi ini dipusakai hamba-hambaKu yang shaleh." (Al-Anbiya': 105)
Sumber: Diadaptasi dari Kitab Tauhid 1 terbitan Yayasan Al-Sofwa, terjemahan dari At-Tauhid Lish-Shaffil Awwal al-'Aliy, Dr. Shalih bin Fauzan bin Abdullah al-Fauzan.
keroncong- KAPTEN
-
Age : 70
Posts : 4535
Kepercayaan : Islam
Location : di rumah saya
Join date : 09.11.11
Reputation : 67
meneguhkan akidah
?Islam membebaskan manusia dari penghambaan manusia kepada sesama manusia menuju kepada penghambaan kepada Tuhan dan mengeluarkan mereka dari kesempitan kepada keluasan akhirat?
Ini adalah kata-kata Rib?i bin Amir ketika menjawab pertanyaan Jendral Rustum tentang inti ajaran Islam. Sebuah pernyataan singkat namun sarat makna. Demikianlah ajaran Islam yang telah merubah bangsa Arab yang tinggal di tengah-tengah gurun pasir menjadi sebuah bangsa yang memegang peranan dalam mempersatukan dunia.
Bentuk-bentuk Penyembahan Sesama Manusia
Pertama, menyamakan manusia dengan Tuhan yang disembah dan diibadahi seperti kisah Fir?aun : ?Maka (Fir?aun) mendustakan dan berbuat ma?siat ? Kemudian ia berpaling dan berdusta ? Maka ia mengumpulkan (kaumnya) lalu ia memanggil ? Maka ia berkata : ?Akulah Tuhan Yang Maha Tinggi?? (An-Nazi?at: 21 ? 24 )
Atau seperti menjadikan Isa a.s. putra Maryam sebagai Tuhan : ?Sesungguhnya telah kafir orang-orang yang berkata sesungguhnya Allah adalah Isa putra Maryam dan Al-Masih (Isa) berkata. ?Hai Bani Israil, sembahlah Allah, Tuhan-ku dan Tuhan kalian?
Kedua, percaya kepada paranormal, dukun dan tukang sihir. Firman Allah : ?Apakah kamu tidak memperhatikan orang-orang yang diberi bahagian dari al-Kitab, mereka beriman kepada Jibti dan Thaghut? ( An-Nisa : 51). Jibti yang berarti tukang sihir dan thagut berarti syaitan.
Ketiga, Menghalalkan apa yang Allah haramkan atau mengharamkan apa yang Allah halalkan. Allah mencela Ahli kitab (Yahudi dan Nasrani). Firman Allah : ?Mereka menjadikan orang-orang alim dan rahib-rahib mereka sebagai Tuhan selain Allah dan (juga mereka mempertuhankan) Al-Masih putera Maryam. Padahal mereka hanya disuruh menyembah Tuhan yang Maha Esa. Tidak ada tuhan (yang berhak disembah) selain Dia? (At-Taubah : 31)
Adi bin Hatim, salah seorang Sahabat Rasulullah SAW yang sebelumnya beragama Nasrani bertanya tentang ayat ini, ?Ya Rasulullah, kami tidak pernah menyembah pendeta-pendeta atau pemuka-pemuka agama kami." Rasulullah SAW. menjawab : ?Bukankah ketika mereka (para pemuka agama itu) menghalalkan atau mengharamkan sesuatu yang bertentangan atau menyalahi aturan Allah, kalian menta?atinya ?"
Maka mentaati para pemimpin dan pemuka agama pada peraturan yang bertentangan dengan hukum Allah yang sengaja mereka bikin merupakan satu bentuk penyembahan terhadap makhluk. Termasuk dalam hal ini menjadikan hukum manusia sebagai pengganti hukum Allah, karena menganggap hukum-hukum itu lebih baik.
Kesempatan Dunia Kepada Keluasan Akhirat
Betapa sempitnya manusia bila dia tidak melandasi kehidupannya dengan keimanan kepada Akhirat. Hidup di dunia ini teramat singkat ketika diukur dengan hari, bulan dan tahun, dibandingkan dengan kehidupan akhirat yang kekal. Tiada kematian di sana.Firman Allah SWT: ?Dan barang siapa yang berpaling dari peringatan-Ku, maka baginya kehidupan yang sempit dan Kami mengumpulkannya pada hari Kiamat dalam keadaan buta? (Thaha : 124) Firman Allah : ?Barang siapa yang Allah menghendaki akan memberikan kepadanya petunjuk, nisaya Dia melapangkan dadanya untuk (memeluk agama) Islam. Dan barang siap yang dikehendaki, Allah menjadikan dadanya sesak lagi sempit. Seolah-olah ia sedang mendaki ke langit. Begitulah Allah menimpakan siksa kepada orang-orang yang tidak beriman? (Al-An?am : 125)
Hari Akhirat Bukti Keadilan Allah
Akal sehat mengatakan bahwa keadilan adalah memberikan ganjaran yang baik untuk orang yang berbuat baik dan membalas orang yang berbuat jahat. Dana sekarang kita lihat betapa banyak orang yang berbuat kebaikan di dunia, tetapi dia menginggal dan belum merasakan buah dari kebaikannya. Dan betapa barang orang-orang yang telah berbuat kerusakan di bumi; membunuh ratusan bahkan ribuan, tapi mereka mati dan belum mendapatkan balasan apa-apa, atau mereka dihukum dengan hukum yang tidak sepadan dengan perbuatan mereka.
Begitu juga kita menyaksikan orang-orang tidak bersalah menjadi pesakitan, menderita dengan hukuman atas perbuatan yang tidak pernah dilakukannya. Itulah keadilan dunia dan mahkamah dunia.
Dan akhirat, disana ada Ahkamul Hakimin (Seadil-adilnya Hakim). Orang-orang miskin terlahir ke dunia dalam keadaan miskin bukan karena kehendaknya. Orang-orang cacat, demikian pula. Itu semua adalah ujian Allah.
Akhirnya, marilah kita bermohon kepada Allah Subhanahu waTa?ala agar memberikan ampunannya kepada kita semua dan para pendahulu kita dari kaum muslimin dan muslimat.
"Ya Allah ! Ampunilah kami dan orang-orang sebelum kami yang telah mendahului kami beriman , dan janganlah Engkau jadikan kedengkian dihati kami terhadap orang-orang yang beriman "
"Ya Allah ! Tetapkanlah hati kami atas agama-Mu, tunjukilah kami jalan-Mu yang lurus dan tetapkanlah kami diatasnya ."
" Ya Allah ! Muliakanlah Islam dan kaum muslimin dan ungulkanlah mereka atas orang-orang kafir. Dan Engkau Maha Kuasa atas segala sesuatu. Wahai Sang Pencipta semesta alam, amin ya Rabbal?alamin??..?.."
"Ya Rabb kami berikanlah kami segala kebaikan di dunia dan segala kebaikan di akhirat dan lindungilah kami dari siksa neraka . Wa shallallahu ?ala Muhammadin wal hamdu lillah Rabbil ?alamiin." (bas)
Ini adalah kata-kata Rib?i bin Amir ketika menjawab pertanyaan Jendral Rustum tentang inti ajaran Islam. Sebuah pernyataan singkat namun sarat makna. Demikianlah ajaran Islam yang telah merubah bangsa Arab yang tinggal di tengah-tengah gurun pasir menjadi sebuah bangsa yang memegang peranan dalam mempersatukan dunia.
Bentuk-bentuk Penyembahan Sesama Manusia
Pertama, menyamakan manusia dengan Tuhan yang disembah dan diibadahi seperti kisah Fir?aun : ?Maka (Fir?aun) mendustakan dan berbuat ma?siat ? Kemudian ia berpaling dan berdusta ? Maka ia mengumpulkan (kaumnya) lalu ia memanggil ? Maka ia berkata : ?Akulah Tuhan Yang Maha Tinggi?? (An-Nazi?at: 21 ? 24 )
Atau seperti menjadikan Isa a.s. putra Maryam sebagai Tuhan : ?Sesungguhnya telah kafir orang-orang yang berkata sesungguhnya Allah adalah Isa putra Maryam dan Al-Masih (Isa) berkata. ?Hai Bani Israil, sembahlah Allah, Tuhan-ku dan Tuhan kalian?
Kedua, percaya kepada paranormal, dukun dan tukang sihir. Firman Allah : ?Apakah kamu tidak memperhatikan orang-orang yang diberi bahagian dari al-Kitab, mereka beriman kepada Jibti dan Thaghut? ( An-Nisa : 51). Jibti yang berarti tukang sihir dan thagut berarti syaitan.
Ketiga, Menghalalkan apa yang Allah haramkan atau mengharamkan apa yang Allah halalkan. Allah mencela Ahli kitab (Yahudi dan Nasrani). Firman Allah : ?Mereka menjadikan orang-orang alim dan rahib-rahib mereka sebagai Tuhan selain Allah dan (juga mereka mempertuhankan) Al-Masih putera Maryam. Padahal mereka hanya disuruh menyembah Tuhan yang Maha Esa. Tidak ada tuhan (yang berhak disembah) selain Dia? (At-Taubah : 31)
Adi bin Hatim, salah seorang Sahabat Rasulullah SAW yang sebelumnya beragama Nasrani bertanya tentang ayat ini, ?Ya Rasulullah, kami tidak pernah menyembah pendeta-pendeta atau pemuka-pemuka agama kami." Rasulullah SAW. menjawab : ?Bukankah ketika mereka (para pemuka agama itu) menghalalkan atau mengharamkan sesuatu yang bertentangan atau menyalahi aturan Allah, kalian menta?atinya ?"
Maka mentaati para pemimpin dan pemuka agama pada peraturan yang bertentangan dengan hukum Allah yang sengaja mereka bikin merupakan satu bentuk penyembahan terhadap makhluk. Termasuk dalam hal ini menjadikan hukum manusia sebagai pengganti hukum Allah, karena menganggap hukum-hukum itu lebih baik.
Kesempatan Dunia Kepada Keluasan Akhirat
Betapa sempitnya manusia bila dia tidak melandasi kehidupannya dengan keimanan kepada Akhirat. Hidup di dunia ini teramat singkat ketika diukur dengan hari, bulan dan tahun, dibandingkan dengan kehidupan akhirat yang kekal. Tiada kematian di sana.Firman Allah SWT: ?Dan barang siapa yang berpaling dari peringatan-Ku, maka baginya kehidupan yang sempit dan Kami mengumpulkannya pada hari Kiamat dalam keadaan buta? (Thaha : 124) Firman Allah : ?Barang siapa yang Allah menghendaki akan memberikan kepadanya petunjuk, nisaya Dia melapangkan dadanya untuk (memeluk agama) Islam. Dan barang siap yang dikehendaki, Allah menjadikan dadanya sesak lagi sempit. Seolah-olah ia sedang mendaki ke langit. Begitulah Allah menimpakan siksa kepada orang-orang yang tidak beriman? (Al-An?am : 125)
Hari Akhirat Bukti Keadilan Allah
Akal sehat mengatakan bahwa keadilan adalah memberikan ganjaran yang baik untuk orang yang berbuat baik dan membalas orang yang berbuat jahat. Dana sekarang kita lihat betapa banyak orang yang berbuat kebaikan di dunia, tetapi dia menginggal dan belum merasakan buah dari kebaikannya. Dan betapa barang orang-orang yang telah berbuat kerusakan di bumi; membunuh ratusan bahkan ribuan, tapi mereka mati dan belum mendapatkan balasan apa-apa, atau mereka dihukum dengan hukum yang tidak sepadan dengan perbuatan mereka.
Begitu juga kita menyaksikan orang-orang tidak bersalah menjadi pesakitan, menderita dengan hukuman atas perbuatan yang tidak pernah dilakukannya. Itulah keadilan dunia dan mahkamah dunia.
Dan akhirat, disana ada Ahkamul Hakimin (Seadil-adilnya Hakim). Orang-orang miskin terlahir ke dunia dalam keadaan miskin bukan karena kehendaknya. Orang-orang cacat, demikian pula. Itu semua adalah ujian Allah.
Akhirnya, marilah kita bermohon kepada Allah Subhanahu waTa?ala agar memberikan ampunannya kepada kita semua dan para pendahulu kita dari kaum muslimin dan muslimat.
"Ya Allah ! Ampunilah kami dan orang-orang sebelum kami yang telah mendahului kami beriman , dan janganlah Engkau jadikan kedengkian dihati kami terhadap orang-orang yang beriman "
"Ya Allah ! Tetapkanlah hati kami atas agama-Mu, tunjukilah kami jalan-Mu yang lurus dan tetapkanlah kami diatasnya ."
" Ya Allah ! Muliakanlah Islam dan kaum muslimin dan ungulkanlah mereka atas orang-orang kafir. Dan Engkau Maha Kuasa atas segala sesuatu. Wahai Sang Pencipta semesta alam, amin ya Rabbal?alamin??..?.."
"Ya Rabb kami berikanlah kami segala kebaikan di dunia dan segala kebaikan di akhirat dan lindungilah kami dari siksa neraka . Wa shallallahu ?ala Muhammadin wal hamdu lillah Rabbil ?alamiin." (bas)
keroncong- KAPTEN
-
Age : 70
Posts : 4535
Kepercayaan : Islam
Location : di rumah saya
Join date : 09.11.11
Reputation : 67
penyimpangan akidah
Penyimpangan dari akidah yang benar adalah kehancuran dan kesesatan. Karena, akidah yang benar merupakan motivator utama bagi amal yang bermanfaat. Tanpa akidah yang benar, seseorang akan menjadi mangsa bagi persangkaan dan keragu-raguan yang lama-kelamaan mungkin menumpuk dan menghalangi dari pandangan yang benar terhadap jalan hidup kebahagiaan.
Masyarakat yang tidak dipimpin oleh akidah yang benar merupakan masyarakat hewani (bahimi), tidak memiliki prinsip-prinsip hidup bahagia meskipun mereka bergelimang dengan materi. Dengan materi, mereka terkadang justru sering terperosok pada kehancuran, sebagaimana yang kita lihat pada masyarakat jahiliah. Karena, sesungguhnya kekayaan materi memerlukan taujih (pengarahan) dalam penggunaannya, dan tidak ada pemberi arahan yang benar, kecuali akidah shahihah.
Allah telah berfiman (yang artinya), "Hai rasul-rasul, makanlah dari makanan yang baik-baik, dan kerjakanlah amal yang saleh." (Al-Mukminun: 51).
"Dan, sesungguhnya telah Kami berikan kepada Daud karunia dari Kami. (Kami berfirman): 'Hai gunung-gunung dan burung-burung, bertasbihlah berulang-ulang bersama Daud! dan Kami telah melunakkan besi untuknya, (yaitu) buatlah baju besi yang besar-besar dan ukurlah anyamannya; dan kerjakanlah amalan yang saleh. Sesungguhnya Aku melihat apa yang kamu kerjakan'." (Saba': 10--11).
Maka, kekuatan akidah tidak boleh dipisahkan dari kekuatan maddiyah (materi). Jika hal itu dilakukan dengan menyeleweng kepada akidah batil, kekuatan materi akan berubah menjadi sarana penghancur dan alat perusak, seperti yang terjadi di negara-negara kafir yang memiliki materi tetapi tidak memiliki akidah shahihah.
Sebab-sebab penyimpangan akidah yang harus kita ketahui adalah sebagai berikut.
Kebodohan terhadap akidah shahihah karena tidak mau (enggan) mempelajari dan mengajarkannya, atau karena kurangnya perhatian terhadapnya. Akibatnya, tumbuh suatu generasi yang tidak mengenal akidah shahihah dan juga tidak mengetahui lawan atau kebalikannya. Akibatnya, mereka meyakini yang hak sebagai sesuatu yang batil dan yang batil dianggap sebagai yang hak. Hal itu sebagaimana yang pernah dikatakan oleh Umar r.a. yang artinya, "Sesungguhnya ikatan simpul Islam akan pudar satu demi satu, manakala di dalam Islam terdapat orang yang tumbuh tanpa mengenal kejahiliahan."
Fanatik (ta'ashshub) kepada sesuatu yang diwarisi dari bapak dan nenek moyangnya, sekalipun hal itu batil, dan mencampakkan apa yang menyalahi, sekalipun hal itu benar. Hal itu sebagaimana yang difirmankan Allah SWT dalam surah Al-Baqarah ayat 170, "Dan, apabila dikatakan kepada mereka: 'Ikutilah apa yang telah diturunkan Allah,' mereka menjawab: '(Tidak), tetapi kami hanya mengikuti apa yang telah kami dapati dari (perbuatan) nenek moyang kami.' (Apakah mereka akan mengikuti juga) walaupun nenek moyang mereka itu tidak mengetahui suatu apa pun, dan tidak mendapat petunjuk."
Taklid buta, dengan mengambil pendapat manusia dalam masalah akidah tanpa mengetahui dalilnya dan tanpa menyelidiki seberapa jauh kebenarannya. Hal itu sebagaimana yang terjadi pada golongan-golongan seperti Muktazilah, Jahmiyah, dan lainnya. Mereka bertaklid kepada orang-orang sebelum mereka dari para imam yang sesat, sehingga mereka juga sesat, jauh dari akidah yang lurus.
Berlebihan (ghuluw) dalam mencintai para wali dan orang-orang saleh, serta mengangkat mereka di atas derajat yang semestinya atau terlalu mengagungkannya, sehingga meyakini pada diri mereka sesuatu yang tidak mampu dilakukan kecuali oleh Allah, baik berupa mendatangkan kemanfaatan maupun menolak kemudaratan.
Lalai (ghaflah) terhadap perenungan ayat-ayat Allah yang terhampar di jagat raya ini (ayat-ayat kauniyah) dan ayat-ayat Allah yang tertuang dalam kitab-Nya (ayat-ayat Quraniyah). Di samping itu, juga terbuai dengan hasil-hasil teknologi dan kebudayaan, sampai-sampai mengira bahwa itu semua adalah hasil kreasi manusia semata, sehingga mereka mengagung-agungkan manusia serta menisbatkan seluruh kemajuan ini kepada jerih payah dan penemuan manusia semata. Hal ini sebagaimana kesombongan Qarun yang mengatakan, seperti dalam surah Al-Qashash ayat 78, "Sesungguhnya aku hanya diberi harta itu, karena ilmu yang ada padaku."
Dan, sebagaimana perkataan orang lain yang juga sombong, seperti dalam surah Fushshilat ayat 50, "Ini adalah punyaku …."
Mereka tidak berpikir dan tidak pula melihat keagungan Tuhan yang telah menciptakan alam ini dan yang telah menimbun berbagai macam keistimewaan di dalamnya. Juga yang telah menciptakan manusia lengkap dengan bekal keahlian dan kemampuan guna menemukan keistimewaan-keistimewaan alam serta memfungsikannya demi kepentingan manusia. Perhatikan firman Allah dalam surah Ash-Shaffat ayat 96, "Padahal Allah-lah yang menciptkan kamu dan apa yang kamu perbuat itu."
"Dan, apakah mereka tidak memperhatikan kerajaan langit dan bumi dan segala sesuatu yang diciptakan Allah, ...." (Al-A'raf: 185).
"Allah-lah yang telah menciptakan langit dan bumi dan menurunkan air hujan dari langit, kemudian Dia mengeluarkan dengan air hujan itu berbagai buah-buahan menjadi rezeki untukmu, dan Dia telah menundukkan bahtera bagimu supaya bahtera itu berlayar di lautan dengan kehendaknya dan dia telah menundukkan (pula) bagimu sungai-sungai. Dan, Dia telah menundukkan (pula) bagimu matahari dan bulan yang terus-menerus beredar (dalam orbitnya), dan telah menundukkan bagimu malam dan siang. Dan, Dia telah memberikan kepadamu (keperluanmu) dari segala apa yang kamu mohonkan kepadanya. Dan, jika kamu menghitung nikmat Allah, tidaklah dapat kamu menghinggakannya." (Ibrahim: 32--34).
Pada umumnya rumah tangga sekarang ini kosong dari pengarahan yang benar (menurut Islam). Padahal, baginda Rasul saw. telah bersabda, "Setiap bayi itu dilahirkan atas dasar fitrah. Maka, kedua orang tuanyalah yang (kemudian) membuatnya menjadi Yahudi, Nashrani, atau Majuzi." (HR Al-Bukhari). Jadi, orang tua mempunyai peranan besar dalam meluruskan jalan hidup anak-anaknya.
Enggannya media pendidikan dan media informasi melaksanakan tugasnya. Kurikulum pendidikan kebanyakan tidak memberikan perhatian yang cukup terhadap pendidikan agama Islam, bahkan ada yang tidak peduli sama sekali. Sedangkan media informasi, baik media cetak maupun elektronik, berubah menjadi sarana penghancur dan perusak, atau paling tidak hanya memfokuskan pada hal-hal yang bersifat materi dan hiburan semata. Tidak memperhatikan hal-hal yang dapat meluruskan moral dan menanamkan akidah serta menangkis aliran-aliran sesat. Dari sini, muncullah generasi yang telanjang tanpa senjata, yang tidak berdaya di hadapan pasukan kekufuran yang persenjataannya lengkap.
Cara-Cara Menanggulangi Penyimpangan
Kembali kepada kitabullah dan sunah Rasulullah saw. untuk mengambil akidah shahihah, sebagaimana para salaf saleh mengambil akidahnya dari keduanya. Tidak akan dapat memperbaiki akhir umat ini, kecuali apa yang telah memperbaiki umat pendahulunya. Juga dengan mengkaji akidah golongan sesat dan mengenal syubhat-syubhat mereka untuk kita bantah dan kita waspadai, karena siapa yang tidak mengenal keburukan, ia dikhawatirkan terperosok ke dalamnya.
Memberi perhatian pada pengajaran pemahaman akidah shahihah, akidah salaf, di berbagai jenjang pendidikan. Memberi jam pelajaran yang cukup serta mengadakan evaluasi yang ketat dalam menyajikan materi ini.
Harus ditetapkan kitab-kitab salaf yang bersih sebagai materi pelajaran, sedangkan kitab-kitab kelompok penyeleweng harus dijauhkan.
Menyebar para dai yang meluruskan akidah umat Islam dengan mengajarkan akidah salaf serta menjawab dan menolak seluruh akidah batil.
Sumber: Diadaptasi dari Kitab Tauhid 1 terbitan Yayasan Al-Sofwa, terjemahan dari At-Tauhid Lish-Shaffil Awwal al-'Aliy, Dr. Shalih bin Fauzan bin Abdullah al-Fauzan
Masyarakat yang tidak dipimpin oleh akidah yang benar merupakan masyarakat hewani (bahimi), tidak memiliki prinsip-prinsip hidup bahagia meskipun mereka bergelimang dengan materi. Dengan materi, mereka terkadang justru sering terperosok pada kehancuran, sebagaimana yang kita lihat pada masyarakat jahiliah. Karena, sesungguhnya kekayaan materi memerlukan taujih (pengarahan) dalam penggunaannya, dan tidak ada pemberi arahan yang benar, kecuali akidah shahihah.
Allah telah berfiman (yang artinya), "Hai rasul-rasul, makanlah dari makanan yang baik-baik, dan kerjakanlah amal yang saleh." (Al-Mukminun: 51).
"Dan, sesungguhnya telah Kami berikan kepada Daud karunia dari Kami. (Kami berfirman): 'Hai gunung-gunung dan burung-burung, bertasbihlah berulang-ulang bersama Daud! dan Kami telah melunakkan besi untuknya, (yaitu) buatlah baju besi yang besar-besar dan ukurlah anyamannya; dan kerjakanlah amalan yang saleh. Sesungguhnya Aku melihat apa yang kamu kerjakan'." (Saba': 10--11).
Maka, kekuatan akidah tidak boleh dipisahkan dari kekuatan maddiyah (materi). Jika hal itu dilakukan dengan menyeleweng kepada akidah batil, kekuatan materi akan berubah menjadi sarana penghancur dan alat perusak, seperti yang terjadi di negara-negara kafir yang memiliki materi tetapi tidak memiliki akidah shahihah.
Sebab-sebab penyimpangan akidah yang harus kita ketahui adalah sebagai berikut.
Kebodohan terhadap akidah shahihah karena tidak mau (enggan) mempelajari dan mengajarkannya, atau karena kurangnya perhatian terhadapnya. Akibatnya, tumbuh suatu generasi yang tidak mengenal akidah shahihah dan juga tidak mengetahui lawan atau kebalikannya. Akibatnya, mereka meyakini yang hak sebagai sesuatu yang batil dan yang batil dianggap sebagai yang hak. Hal itu sebagaimana yang pernah dikatakan oleh Umar r.a. yang artinya, "Sesungguhnya ikatan simpul Islam akan pudar satu demi satu, manakala di dalam Islam terdapat orang yang tumbuh tanpa mengenal kejahiliahan."
Fanatik (ta'ashshub) kepada sesuatu yang diwarisi dari bapak dan nenek moyangnya, sekalipun hal itu batil, dan mencampakkan apa yang menyalahi, sekalipun hal itu benar. Hal itu sebagaimana yang difirmankan Allah SWT dalam surah Al-Baqarah ayat 170, "Dan, apabila dikatakan kepada mereka: 'Ikutilah apa yang telah diturunkan Allah,' mereka menjawab: '(Tidak), tetapi kami hanya mengikuti apa yang telah kami dapati dari (perbuatan) nenek moyang kami.' (Apakah mereka akan mengikuti juga) walaupun nenek moyang mereka itu tidak mengetahui suatu apa pun, dan tidak mendapat petunjuk."
Taklid buta, dengan mengambil pendapat manusia dalam masalah akidah tanpa mengetahui dalilnya dan tanpa menyelidiki seberapa jauh kebenarannya. Hal itu sebagaimana yang terjadi pada golongan-golongan seperti Muktazilah, Jahmiyah, dan lainnya. Mereka bertaklid kepada orang-orang sebelum mereka dari para imam yang sesat, sehingga mereka juga sesat, jauh dari akidah yang lurus.
Berlebihan (ghuluw) dalam mencintai para wali dan orang-orang saleh, serta mengangkat mereka di atas derajat yang semestinya atau terlalu mengagungkannya, sehingga meyakini pada diri mereka sesuatu yang tidak mampu dilakukan kecuali oleh Allah, baik berupa mendatangkan kemanfaatan maupun menolak kemudaratan.
Lalai (ghaflah) terhadap perenungan ayat-ayat Allah yang terhampar di jagat raya ini (ayat-ayat kauniyah) dan ayat-ayat Allah yang tertuang dalam kitab-Nya (ayat-ayat Quraniyah). Di samping itu, juga terbuai dengan hasil-hasil teknologi dan kebudayaan, sampai-sampai mengira bahwa itu semua adalah hasil kreasi manusia semata, sehingga mereka mengagung-agungkan manusia serta menisbatkan seluruh kemajuan ini kepada jerih payah dan penemuan manusia semata. Hal ini sebagaimana kesombongan Qarun yang mengatakan, seperti dalam surah Al-Qashash ayat 78, "Sesungguhnya aku hanya diberi harta itu, karena ilmu yang ada padaku."
Dan, sebagaimana perkataan orang lain yang juga sombong, seperti dalam surah Fushshilat ayat 50, "Ini adalah punyaku …."
Mereka tidak berpikir dan tidak pula melihat keagungan Tuhan yang telah menciptakan alam ini dan yang telah menimbun berbagai macam keistimewaan di dalamnya. Juga yang telah menciptakan manusia lengkap dengan bekal keahlian dan kemampuan guna menemukan keistimewaan-keistimewaan alam serta memfungsikannya demi kepentingan manusia. Perhatikan firman Allah dalam surah Ash-Shaffat ayat 96, "Padahal Allah-lah yang menciptkan kamu dan apa yang kamu perbuat itu."
"Dan, apakah mereka tidak memperhatikan kerajaan langit dan bumi dan segala sesuatu yang diciptakan Allah, ...." (Al-A'raf: 185).
"Allah-lah yang telah menciptakan langit dan bumi dan menurunkan air hujan dari langit, kemudian Dia mengeluarkan dengan air hujan itu berbagai buah-buahan menjadi rezeki untukmu, dan Dia telah menundukkan bahtera bagimu supaya bahtera itu berlayar di lautan dengan kehendaknya dan dia telah menundukkan (pula) bagimu sungai-sungai. Dan, Dia telah menundukkan (pula) bagimu matahari dan bulan yang terus-menerus beredar (dalam orbitnya), dan telah menundukkan bagimu malam dan siang. Dan, Dia telah memberikan kepadamu (keperluanmu) dari segala apa yang kamu mohonkan kepadanya. Dan, jika kamu menghitung nikmat Allah, tidaklah dapat kamu menghinggakannya." (Ibrahim: 32--34).
Pada umumnya rumah tangga sekarang ini kosong dari pengarahan yang benar (menurut Islam). Padahal, baginda Rasul saw. telah bersabda, "Setiap bayi itu dilahirkan atas dasar fitrah. Maka, kedua orang tuanyalah yang (kemudian) membuatnya menjadi Yahudi, Nashrani, atau Majuzi." (HR Al-Bukhari). Jadi, orang tua mempunyai peranan besar dalam meluruskan jalan hidup anak-anaknya.
Enggannya media pendidikan dan media informasi melaksanakan tugasnya. Kurikulum pendidikan kebanyakan tidak memberikan perhatian yang cukup terhadap pendidikan agama Islam, bahkan ada yang tidak peduli sama sekali. Sedangkan media informasi, baik media cetak maupun elektronik, berubah menjadi sarana penghancur dan perusak, atau paling tidak hanya memfokuskan pada hal-hal yang bersifat materi dan hiburan semata. Tidak memperhatikan hal-hal yang dapat meluruskan moral dan menanamkan akidah serta menangkis aliran-aliran sesat. Dari sini, muncullah generasi yang telanjang tanpa senjata, yang tidak berdaya di hadapan pasukan kekufuran yang persenjataannya lengkap.
Cara-Cara Menanggulangi Penyimpangan
Kembali kepada kitabullah dan sunah Rasulullah saw. untuk mengambil akidah shahihah, sebagaimana para salaf saleh mengambil akidahnya dari keduanya. Tidak akan dapat memperbaiki akhir umat ini, kecuali apa yang telah memperbaiki umat pendahulunya. Juga dengan mengkaji akidah golongan sesat dan mengenal syubhat-syubhat mereka untuk kita bantah dan kita waspadai, karena siapa yang tidak mengenal keburukan, ia dikhawatirkan terperosok ke dalamnya.
Memberi perhatian pada pengajaran pemahaman akidah shahihah, akidah salaf, di berbagai jenjang pendidikan. Memberi jam pelajaran yang cukup serta mengadakan evaluasi yang ketat dalam menyajikan materi ini.
Harus ditetapkan kitab-kitab salaf yang bersih sebagai materi pelajaran, sedangkan kitab-kitab kelompok penyeleweng harus dijauhkan.
Menyebar para dai yang meluruskan akidah umat Islam dengan mengajarkan akidah salaf serta menjawab dan menolak seluruh akidah batil.
Sumber: Diadaptasi dari Kitab Tauhid 1 terbitan Yayasan Al-Sofwa, terjemahan dari At-Tauhid Lish-Shaffil Awwal al-'Aliy, Dr. Shalih bin Fauzan bin Abdullah al-Fauzan
keroncong- KAPTEN
-
Age : 70
Posts : 4535
Kepercayaan : Islam
Location : di rumah saya
Join date : 09.11.11
Reputation : 67
wasiat aqidah imam syafii
Imam Syafi'i, begitulah orang-orang menyebut dan mengenal nama ini, begitu lekat di dalam hati, setelah nama-nama seperti Khulafaur Rasyidin. Namun sangat disayangkan, orang-orang mengenal Imam Syafi'i hanya dalam kapasitasnya sebagai ahli fiqih. Padahal beliau adalah tokoh Ahlus Sunnah wal Jama'ah dengan multi keahlian. Karena itu ketika memasuki Baghdad, beliau dijuluki Nashirul Hadits (pembela hadits). (Al-Majmu', Syarhul Muhazzab, 1/10). Imam Adz-Dzahabi menjuluki beliau dengan sebutan Nashirus Sunnah (pembela sunnah) dan salah seorang mujaddid (pembaharu) pada abad kedua hijriyah. (Siar A'lam, 10/5-6;46 dan Tadzkiratul Huffazh, 1/361).
Dalam hal aqidah, Imam Syafi'i memiliki wasiat yang sangat berharga. Muhammad bin Ali bin Shabbah Al-Baldani berkata: "Inilah wasiat Imam Syafi'i yang diberikan kepada para sahabatnya, 'Hendaklah Anda bersaksi bahwa tiada Tuhan yang berhak disembah selain Allah Yang Maha Satu, yang tiada sekutu bagiNya. Dan sesungguhnya Muhammad bin Abdillah adalah hamba dan RasulNya. Kami tidak membedakan para rasul antara satu dengan yang lain. Sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidup dan matiku hanya untuk Allah semata, Tuhan semesta alam yang tiada bersekutu dengan sesuatu pun. Untuk itulah aku diperintah, dan saya termasuk golongan orang yang menyerahkan diri kepadaNya. Sesungguhnya Allah membangkitkan orang dari kubur dan sesungguhnya Surga itu haq, Neraka itu haq, adzab Neraka itu haq, hisab itu haq dan timbangan amal serta jembatan itu haq dan benar adanya. Allah membalas hambaNya sesuai dengan amal perbuatannya. Di atas keyakinan ini aku hidup dan mati, dan dibangkitkan lagi Insya Allah. Sesungguhnya Al-Qur'an itu adalah kalam Allah, bukan makhluk ciptaanNya. Sesungguhnya Allah di hari akhir nanti akan dilihat oleh orang-orang mukmin dengan mata telanjang, jelas, terang tanpa ada suatu penghalang, dan mereka mendengar firmanNya, sedangkan Dia berada di atas 'Arsy. Sesungguhnya takdir, baik buruknya adalah berasal dari Allah Yang Maha Perkasa dan Agung. Tidak terjadi sesuatu kecuali apa yang Allah kehendaki dan Dia tetapkan dalam qadha' qadarNya.
Sesungguhnya sebaik-baik manusia setelah Baginda Rasul ` adalah Abu Bakar, Umar, Utsman dan Ali radhiallahu'anhum. Aku mencintai dan setia kepada mereka, dan memohonkan ampun bagi mereka, bagi pengikut perang Jamal dan Shiffin, baik yang membunuh maupun yang terbunuh, dan bagi segenap Nabi. Kami setia kepada pemimpin negara Islam (yang berdasarkan Al-Qur'an dan As-Sunnah) selama mereka mendirikan shalat. Tidak boleh membangkang serta memberontak mereka dengan senjata. Kekhilafahan (kepemimpinan) berada di tangan orang Quraisy. Dan sesungguhnya setiap yang banyaknya memabukkan, maka sedikitnya pun diharamkan. Dan nikah mut'ah adalah haram.
Aku berwasiat kepadamu dengan taqwa kepada Allah, konsisten dengan sunnah dan atsar dari Rasulullah dan para sahabatnya. Tinggalkanlah bid'ah dan hawa nafsu. Bertaqwalah kepada Allah sejauh yang engkau mampu. Ikutilah shalat Jum'at, jama'ah dan sunnah (Rasul). Berimanlah dan pelajarilah agama ini. Siapa yang mendatangiku di waktu ajalku tiba, maka bimbinglah aku membaca "Laailahaillallah wahdahu lasyarikalahu waanna Muhammadan 'abduhu warasuluh".
Di antara yang diriwayatkan Abu Tsaur dan Abu Syu'aib tentang wasiat Imam Syafi'i adalah, 'Aku tidak mengkafirkan seseorang dari ahli tauhid dengan sebuah dosa, sekalipun mengerjakan dosa besar, aku serahkan mereka kepada Allah Azza Wajalla dan kepada takdir serta iradah-Nya, baik atau buruknya, dan keduanya adalah makhluk, diciptakan atas para hamba dari Allah SWT. Siapa yang dikehendaki menjadi kafir, kafirlah dia, dan siapa yang dikehendakiNya menjadi mukmin, mukminlah dia. Tetapi Allah SWT tidak ridha dengan keburukan dan kejahatan dan tidak memerintahkan atau menyukainya. Dia memerintahkan ketaatan, mencintai dan meridhainya. Orang yang baik dari umat Muhammad masuk Surga bukan karena kebaikannya (tetapi karena rahmatNya). Dan orang jahat masuk Neraka bukan karena kejahatannya semata. Dia menciptakan makhluk berdasarkan keinginan dan kehendakNya, maka segala sesuatu dimudahkan bagi orang yang diperuntukkannya, sebagaimana yang terdapat dalam hadits. (Riwayat Al-Bukhari, Muslim dan lainnya).
Aku mengakui hak salaf yang dipilih oleh Allah SWT untuk menyertai NabiNya, mengambil keutamaannya. Aku menutup mulut dari apa yang terjadi di antara mereka, pertentangan ataupun peperangan baik besar maupun kecil. Aku mendahulukan Abu Bakar, kemudian Umar kemudian Utsman kemudian Ali radhiallahu 'anhum. Mereka adalah Khulafaur Rasyidin. Aku ikat hati dan lisanku, bahwa Al-Qur'an adalah kalamullah yang diturunkan, bukan makhluk yang diciptakan. Sedangkan mempermasalahkan lafazh (ucapan seseorang yang melafazhkan Al-Qur'an apakah makhluk atau bukan) adalah bid'ah, begitu pula sikap tawaqquf (diam, tidak mau mengatakan Al-Qur'an itu bukan makhluk, juga tidak mau mengatakan Al-Qur'an itu makhluk") adalah bid'ah. Iman adalah ucapan dan amalan yang mengalami pasang surut. (Lihat Al-Amru bil Ittiba', As-Suyuthi, hal. 152-154, tahqiq Mustofa Asyur; Ijtima'ul Juyusyil Islamiyah, Ibnul Qayyim, 165).
Kesimpulan wasiat di atas yaitu:
Aqidah Imam Syafi'i adalah aqidah Ahlus Sunnah wal Jama'ah;
Sumber aqidah Imam Syafi'i adalah Al-Qur'an dan As-Sunnah. Beliau pernah mengucapkan: "Sebuah ucapan seperti apapun tidak akan pasti (tidak diterima) kecuali dengan (dasar) Kitabullah atau Sunnah RasulNya `. Dan setiap yang berbicara tidak berdasarkan Al-Kitab dan As-Sunnah, maka ia adalah mengigau (membual, tidak ada artinya). Waallu a'lam." (Manaqibusy Syafi'i, 1/470&475);
Manhaj Imam Syafi'i dalam aqidah menetapkan apa yang ditetapkan oleh Allah dan RasulNya, dan menolak apa yang ditolak oleh Allah dan RasulNya. Karena itu beliau menetapkan sifat istiwa' (Allah bersemayam di atas), ru'yatul mukminin lirrabbihim (orang mukmin melihat Tuhannya) dan lain sebagainya;
Dalam hal sifat-sifat Allah, Imam Syafi'i mengimani makna zhahirnya lafazh tanpa takwil (meniadakan makna tersebut) apalagi ta'thil (membelokkan maknanya). Beliau berkata: "Hadits itu berdasarkan zhahirnya. Dan jika ia mengandung makna lebih dari satu, maka makna yang lebih mirip dengan zhahirnya itu yang lebih utama."(Al-Mizanul Kubra, 1/60; Ijtima'ul Juyusy, 95). Imam Syafi'i pernah ditanya tentang sifat-sifat Allah yang harus diimani, maka beliau menjawab, 'Allah memiliki nama-nama dan sifat-sifat yang telah dikabarkan oleh kitabNya dan dijelaskan oleh NabiNya kepada umatnya. Tidak seorang pun boleh menolaknya setelah hujjah (keterangan) sampai kepadanya karena Al-Qur'an turun dengan membawa nama-nama dan sifat-sifat itu. Maka barangsiapa yang menolaknya setelah tegaknya hujjah, ia adalah kafir. Adapun sebelum tegaknya hujjah, ia adalah ma'dzur (diampuni) karena kebodohannya, sebab hal (nama-nama dan sifat-sifat Allah) itu tidak bisa diketahui dengan akal dan pemikiran. Allah memberitahukan bahwa Dia memiliki sifat "Yadaini" (dua tangan), dengan firmanNya: "Tetapi kedua tangan Allah terbuka" (Al-Maidah: 64). Dia memiliki wajah, dengan firmanNya: "Tiap-tiap sesuatu pasti binasa, kecuali wajahNya" (Al-Qashash: 88)." (Manaqib Asy-Syafi'i, Baihaqi, 1/412-413; Ushul I'tiqad Ahlis Sunnah, Al-Lalikai, 2/702; Siyar A'lam An-Nubala', 10/79-80; Ijtima' Al-Juyusy Al-Islamiyah, Ibnul Qayyim, 94).
Kata-kata "As-Sunnah" dalam ucapan dan wasiat Imam Syafi'i dimaksudkan untuk tiga arti. Pertama, adalah apa saja yang diajarkan dan diamalkan oleh Rasulullah ` berarti lawan dari bid'ah. Kedua, adalah aqidah shahihah yang disebut juga tauhid (lawan dari kalam atau ra'yu). Berarti ilmu tauhid adalah bukan ilmu kalam begitu pula sebaliknya. Imam Syafi'i berkata: "Siapa yang mendalami ilmu kalam, maka seakan-akan ia telah menyelam ke dalam samudera ketika ombaknya sedang menggunung". (Al-Mizanul Kubra, Asy-Sya'rani, 1/60). Ketiga, As-Sunnah dimaksudkan sebagai sinonim dari hadits yaitu apa yang datang dari Rasulullah ` selain Al-Qur'an.
Ahlus Sunnah disebut juga oleh Imam Syafi'i dengan sebutan Ahlul Hadits. Karena itu beliau juga berwasiat: "Ikutilah Ahlul Hadits, karena mereka adalah manusia yang paling banyak benarnya." (Al-Adab Asy-Syar'iyah, Ibnu Muflih, 1/231). "Ahli Hadits di setiap zaman adalah bagaikan sahabat Nabi `." (Al-Mizanul Kubra, 1/60). Di antara Ahlul Hadits yang diperintahkan oleh Imam Syafi'i untuk diikuti adalah Imam Ahmad bin Hanbal, murid Imam Syafi'i sendiri yang menurut Imam Nawawi : "Imam Ahmad adalah imamnya Ashhabul Hadits, imam Ahli Hadits." (Al-Majmu', 1/10). (Abu Hamzah).
Dalam hal aqidah, Imam Syafi'i memiliki wasiat yang sangat berharga. Muhammad bin Ali bin Shabbah Al-Baldani berkata: "Inilah wasiat Imam Syafi'i yang diberikan kepada para sahabatnya, 'Hendaklah Anda bersaksi bahwa tiada Tuhan yang berhak disembah selain Allah Yang Maha Satu, yang tiada sekutu bagiNya. Dan sesungguhnya Muhammad bin Abdillah adalah hamba dan RasulNya. Kami tidak membedakan para rasul antara satu dengan yang lain. Sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidup dan matiku hanya untuk Allah semata, Tuhan semesta alam yang tiada bersekutu dengan sesuatu pun. Untuk itulah aku diperintah, dan saya termasuk golongan orang yang menyerahkan diri kepadaNya. Sesungguhnya Allah membangkitkan orang dari kubur dan sesungguhnya Surga itu haq, Neraka itu haq, adzab Neraka itu haq, hisab itu haq dan timbangan amal serta jembatan itu haq dan benar adanya. Allah membalas hambaNya sesuai dengan amal perbuatannya. Di atas keyakinan ini aku hidup dan mati, dan dibangkitkan lagi Insya Allah. Sesungguhnya Al-Qur'an itu adalah kalam Allah, bukan makhluk ciptaanNya. Sesungguhnya Allah di hari akhir nanti akan dilihat oleh orang-orang mukmin dengan mata telanjang, jelas, terang tanpa ada suatu penghalang, dan mereka mendengar firmanNya, sedangkan Dia berada di atas 'Arsy. Sesungguhnya takdir, baik buruknya adalah berasal dari Allah Yang Maha Perkasa dan Agung. Tidak terjadi sesuatu kecuali apa yang Allah kehendaki dan Dia tetapkan dalam qadha' qadarNya.
Sesungguhnya sebaik-baik manusia setelah Baginda Rasul ` adalah Abu Bakar, Umar, Utsman dan Ali radhiallahu'anhum. Aku mencintai dan setia kepada mereka, dan memohonkan ampun bagi mereka, bagi pengikut perang Jamal dan Shiffin, baik yang membunuh maupun yang terbunuh, dan bagi segenap Nabi. Kami setia kepada pemimpin negara Islam (yang berdasarkan Al-Qur'an dan As-Sunnah) selama mereka mendirikan shalat. Tidak boleh membangkang serta memberontak mereka dengan senjata. Kekhilafahan (kepemimpinan) berada di tangan orang Quraisy. Dan sesungguhnya setiap yang banyaknya memabukkan, maka sedikitnya pun diharamkan. Dan nikah mut'ah adalah haram.
Aku berwasiat kepadamu dengan taqwa kepada Allah, konsisten dengan sunnah dan atsar dari Rasulullah dan para sahabatnya. Tinggalkanlah bid'ah dan hawa nafsu. Bertaqwalah kepada Allah sejauh yang engkau mampu. Ikutilah shalat Jum'at, jama'ah dan sunnah (Rasul). Berimanlah dan pelajarilah agama ini. Siapa yang mendatangiku di waktu ajalku tiba, maka bimbinglah aku membaca "Laailahaillallah wahdahu lasyarikalahu waanna Muhammadan 'abduhu warasuluh".
Di antara yang diriwayatkan Abu Tsaur dan Abu Syu'aib tentang wasiat Imam Syafi'i adalah, 'Aku tidak mengkafirkan seseorang dari ahli tauhid dengan sebuah dosa, sekalipun mengerjakan dosa besar, aku serahkan mereka kepada Allah Azza Wajalla dan kepada takdir serta iradah-Nya, baik atau buruknya, dan keduanya adalah makhluk, diciptakan atas para hamba dari Allah SWT. Siapa yang dikehendaki menjadi kafir, kafirlah dia, dan siapa yang dikehendakiNya menjadi mukmin, mukminlah dia. Tetapi Allah SWT tidak ridha dengan keburukan dan kejahatan dan tidak memerintahkan atau menyukainya. Dia memerintahkan ketaatan, mencintai dan meridhainya. Orang yang baik dari umat Muhammad masuk Surga bukan karena kebaikannya (tetapi karena rahmatNya). Dan orang jahat masuk Neraka bukan karena kejahatannya semata. Dia menciptakan makhluk berdasarkan keinginan dan kehendakNya, maka segala sesuatu dimudahkan bagi orang yang diperuntukkannya, sebagaimana yang terdapat dalam hadits. (Riwayat Al-Bukhari, Muslim dan lainnya).
Aku mengakui hak salaf yang dipilih oleh Allah SWT untuk menyertai NabiNya, mengambil keutamaannya. Aku menutup mulut dari apa yang terjadi di antara mereka, pertentangan ataupun peperangan baik besar maupun kecil. Aku mendahulukan Abu Bakar, kemudian Umar kemudian Utsman kemudian Ali radhiallahu 'anhum. Mereka adalah Khulafaur Rasyidin. Aku ikat hati dan lisanku, bahwa Al-Qur'an adalah kalamullah yang diturunkan, bukan makhluk yang diciptakan. Sedangkan mempermasalahkan lafazh (ucapan seseorang yang melafazhkan Al-Qur'an apakah makhluk atau bukan) adalah bid'ah, begitu pula sikap tawaqquf (diam, tidak mau mengatakan Al-Qur'an itu bukan makhluk, juga tidak mau mengatakan Al-Qur'an itu makhluk") adalah bid'ah. Iman adalah ucapan dan amalan yang mengalami pasang surut. (Lihat Al-Amru bil Ittiba', As-Suyuthi, hal. 152-154, tahqiq Mustofa Asyur; Ijtima'ul Juyusyil Islamiyah, Ibnul Qayyim, 165).
Kesimpulan wasiat di atas yaitu:
Aqidah Imam Syafi'i adalah aqidah Ahlus Sunnah wal Jama'ah;
Sumber aqidah Imam Syafi'i adalah Al-Qur'an dan As-Sunnah. Beliau pernah mengucapkan: "Sebuah ucapan seperti apapun tidak akan pasti (tidak diterima) kecuali dengan (dasar) Kitabullah atau Sunnah RasulNya `. Dan setiap yang berbicara tidak berdasarkan Al-Kitab dan As-Sunnah, maka ia adalah mengigau (membual, tidak ada artinya). Waallu a'lam." (Manaqibusy Syafi'i, 1/470&475);
Manhaj Imam Syafi'i dalam aqidah menetapkan apa yang ditetapkan oleh Allah dan RasulNya, dan menolak apa yang ditolak oleh Allah dan RasulNya. Karena itu beliau menetapkan sifat istiwa' (Allah bersemayam di atas), ru'yatul mukminin lirrabbihim (orang mukmin melihat Tuhannya) dan lain sebagainya;
Dalam hal sifat-sifat Allah, Imam Syafi'i mengimani makna zhahirnya lafazh tanpa takwil (meniadakan makna tersebut) apalagi ta'thil (membelokkan maknanya). Beliau berkata: "Hadits itu berdasarkan zhahirnya. Dan jika ia mengandung makna lebih dari satu, maka makna yang lebih mirip dengan zhahirnya itu yang lebih utama."(Al-Mizanul Kubra, 1/60; Ijtima'ul Juyusy, 95). Imam Syafi'i pernah ditanya tentang sifat-sifat Allah yang harus diimani, maka beliau menjawab, 'Allah memiliki nama-nama dan sifat-sifat yang telah dikabarkan oleh kitabNya dan dijelaskan oleh NabiNya kepada umatnya. Tidak seorang pun boleh menolaknya setelah hujjah (keterangan) sampai kepadanya karena Al-Qur'an turun dengan membawa nama-nama dan sifat-sifat itu. Maka barangsiapa yang menolaknya setelah tegaknya hujjah, ia adalah kafir. Adapun sebelum tegaknya hujjah, ia adalah ma'dzur (diampuni) karena kebodohannya, sebab hal (nama-nama dan sifat-sifat Allah) itu tidak bisa diketahui dengan akal dan pemikiran. Allah memberitahukan bahwa Dia memiliki sifat "Yadaini" (dua tangan), dengan firmanNya: "Tetapi kedua tangan Allah terbuka" (Al-Maidah: 64). Dia memiliki wajah, dengan firmanNya: "Tiap-tiap sesuatu pasti binasa, kecuali wajahNya" (Al-Qashash: 88)." (Manaqib Asy-Syafi'i, Baihaqi, 1/412-413; Ushul I'tiqad Ahlis Sunnah, Al-Lalikai, 2/702; Siyar A'lam An-Nubala', 10/79-80; Ijtima' Al-Juyusy Al-Islamiyah, Ibnul Qayyim, 94).
Kata-kata "As-Sunnah" dalam ucapan dan wasiat Imam Syafi'i dimaksudkan untuk tiga arti. Pertama, adalah apa saja yang diajarkan dan diamalkan oleh Rasulullah ` berarti lawan dari bid'ah. Kedua, adalah aqidah shahihah yang disebut juga tauhid (lawan dari kalam atau ra'yu). Berarti ilmu tauhid adalah bukan ilmu kalam begitu pula sebaliknya. Imam Syafi'i berkata: "Siapa yang mendalami ilmu kalam, maka seakan-akan ia telah menyelam ke dalam samudera ketika ombaknya sedang menggunung". (Al-Mizanul Kubra, Asy-Sya'rani, 1/60). Ketiga, As-Sunnah dimaksudkan sebagai sinonim dari hadits yaitu apa yang datang dari Rasulullah ` selain Al-Qur'an.
Ahlus Sunnah disebut juga oleh Imam Syafi'i dengan sebutan Ahlul Hadits. Karena itu beliau juga berwasiat: "Ikutilah Ahlul Hadits, karena mereka adalah manusia yang paling banyak benarnya." (Al-Adab Asy-Syar'iyah, Ibnu Muflih, 1/231). "Ahli Hadits di setiap zaman adalah bagaikan sahabat Nabi `." (Al-Mizanul Kubra, 1/60). Di antara Ahlul Hadits yang diperintahkan oleh Imam Syafi'i untuk diikuti adalah Imam Ahmad bin Hanbal, murid Imam Syafi'i sendiri yang menurut Imam Nawawi : "Imam Ahmad adalah imamnya Ashhabul Hadits, imam Ahli Hadits." (Al-Majmu', 1/10). (Abu Hamzah).
keroncong- KAPTEN
-
Age : 70
Posts : 4535
Kepercayaan : Islam
Location : di rumah saya
Join date : 09.11.11
Reputation : 67
prioritas pembenahan aqidah
Sungguh kita tengah berada dalam arena fitnah yang berkepanjangan. Negeri yang aman kini telah berubah bentuk menjadi negeri yang mencekam dan menakutkan. Kolusi, korupsi, dan nepotisme menjadi bagian penting dalam tubuh para penegak dan penduduknya. Krisis politik, sosial, dan perekonomian terus menggoyang keutuhan negeri ini, diwarnai dengan kerusuhan, keributan, dan demonstrasi yang tak henti-hentinya. Bersamaan dengan itu, semua dekadensi moral, akhlaq, dan aqidah anak-anak bangsa telah mencapai klimaksnya, kewibawaan bangsa dan umat Islam pun yang mayoritas penduduknya lenyap, kehilangan keseimbangannya di tengah-tengah gempuran tekanan kaum kuffar. Quo Vadis bangsa Indonesia??
Sungguh kita tengah berada dalam arena fitnah yang berkepanjangan. Negeri yang aman kini telah berubah bentuk menjadi negeri yang mencekam dan menakutkan. Kolusi, korupsi, dan nepotisme menjadi bagian penting dalam tubuh para penegak dan penduduknya. Krisis politik, sosial, dan perekonomian terus menggoyang keutuhan negeri ini, diwarnai dengan kerusuhan, keributan, dan demonstrasi yang tak henti-hentinya. Bersamaan dengan itu, semua dekadensi moral, akhlaq, dan aqidah anak-anak bangsa telah mencapai klimaksnya, kewibawaan bangsa dan umat Islam pun yang mayoritas penduduknya lenyap, kehilangan keseimbangannya di tengah-tengah gempuran tekanan kaum kuffar. Quo Vadis bangsa Indonesia??
Para pembaca -semoga dirahmati Allah-, amat disayangkan fenomena yang seperti ini disikapi oleh sebagian kaum dengan penuh emosi, hawa nafsu, dan arogansi sehingga bukan menghentikan krisis dan memadamkan api fitnah tetapi justru membuka pintu krisis baru dan menyalakan api fitnah yang kian membara. Mulai dari orasi-orasi di atas mimbar dalam rangka agitasi politik dengan memakai label penjagaan Islam, memompa semangat nasionalisme dengan memakai cap proteksi akan degradasi bangsa dan umat Islam, melawan dan memberontak penguasa / pemerintah dengan judul amar ma'ruf nahi mungkar, bahkan mengkafirkan kaum muslimin dengan alasan al wala' wal bara', hingga aksi pengeboman di berbagai tempat secara serempak dengan mengatasnamakan jihad. Wa ilallahil musytaka.
Hendaknya para pemimpin negara mengetahui kadar pemerintahan dan mengetahui akan tinggi kedudukannya, sesungguhnya pemerintahan itu adalah nikmat di antara nikmat-nikmat Allah ta'ala, barangsiapa yang menegakkannya dengan baik sesuai tuntutan-tuntutannya akan mendapatkan kebahagiaan yang tiada taranya, sebaliknya jika tidak mengerti ukuran nikmat ini kemudian menyibukkan diri dengan kezholiman dan hawa nafsunya, dikhawatirkan akan tergolong pada sebagian musuh-musuh Allah. Pemimpin negara semestinya untuk tidak mengharap keridhoan seorang manusia di atas kebencian Allah disebabkan karena penyelisihan terhadap syari'at, harus dimengerti bahwa baiknya rakyat tergantung pada baiknya perjalanan penguasa. Satu hal lagi yang mesti diingatkan di sini bahwa sudah seyogyanya bagi para pemimpin negara untuk menegakkan amar ma'ruf nahi mungkar sesuai tuntunan syari'at, menutup pintu-pintu kejahatan dan kerusakan, serta melindungi negara dan rakyat dari kejahatan kaum kuffar dan orang-orang yang berniat jahat. Apabila ini semua telah terpenuhi maka kantong amalannya pemerintah sebanding dengan pahala seluruh ibadah rakyat negerinya. Ketika itu negeripun akan makmur dipenuhi dengan ketentraman dan keselamatan serta berkah dalam rizki dan kebutuhan-kebutuhan hidup.
Para pembaca -semoga dirahmati Allah-, adapun rakyat, maka hendaknya menunaikan hak-haknya terhadap pemerintah di antaranya berupa taat dan mendengar pada setiap apa yang diperintah dan dilarangnya kecuali yang bersifat maksiat, ini adalah hak dan kewajiban yang paling besar terhadap pemerintah. Sebab ketaatan merupakan landasan yang kokoh dalam me-manage urusan-urusan negara dan rakyat. Pemerintah dan para pejabat adalah manusia biasa dimana mereka masih membutuhkan nasehat orang-orang yang ikhlas dan bimbingan orang-orang yang bertaqwa. Tugas yang mulia ini dipikul di atas pundak para ulama, merekalah yang melaksanakannya, kepada para ulama Islam serta da'i-da'inya yang ikhlas agar menegakkan apa yang Allah telah wajibkan atas mereka dari menerangkan yang haq, mengingatkannya dan mengarahkan waliyul amri / pemerintah kepada yang ma'ruf serta membantu mereka akan hal itu, mencegah mereka dari yang munkar, memperingatkannya, serta menjelaskan akan keburukan akibatnya dan bahayanya pada umat cepat maupun lambat, bukan malah menjadi pemicu terjadinya fitnah dan kekacauan atau malah berpangku tangan pura-pura tidak tahu dan tidak ada kepedulian akan perbaikan umat, bangsa, dan negara. Kemungkaran yang merajalela dan kerusakan yang tak dapat dibendung serta carut-marutnya wajah bangsa adalah sebah-sebab datangnya musibah dan turunnya adzab. Allah berfirman, "Telah tampak kerusakan di darat dan di laut karena perbuatan tangan manusia, agar Allah merasakan kepada mereka sebagian dari akibat perbuatan mereka, agar mereka kembali ke jalan yang benar." (QS Ar Rum: 41).
Sesungguhnya kehinaan dan malapetaka yang menimpa bangsa ini adalah ketika bangsa ini menghendaki kemuliaan bukan dari Islam, ketika para penguasa dan rakyatnya meninggalkan agama dan cinta yang berlebihan terhadap dunia, hingga akhirnya Allah menimpakan kehinaan yang tidak ada jalan keluarnya kecuali dengan kembali kepada agama. Sebagaimana hal itu telah dijelaskan oleh Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam dalam hadits yang diriwayatkan Imam Ahmad dalam Musnadnya dan Abu Dawud dalam Sunannya dari sahabat Ibnu Umar radhiyallahu 'anhu. Jika masyarakat dilanda krisis aqidah, akhlaq, dan moral, dilanda krisis ekonomi dan krisis politik yang dilematis, maka pembenahan pertama yang mesti dilakukan ialah pembenahan aqidah dan moral dengan segala kemampuan, sebab memperbaiki masalah yang paling berbahaya adalah hal yang disepakati oleh setiap insan berakal. Ketahuilah bahwa kerusakan yang diakibatkan keyakinan / aqidah manusia dari kesyirikan, khurofat, kebid'ahan, dan kesesatan seribu kali jauh lebih berbahaya daripada kerusakan yang ditimbulkan dari rusaknya hukum / undang-undang dan yang lainnya. Terbukti, ketika Allah mengutus para rosul ke tengah-tengah kaum yang dipenuhi dengan penyimpangan-penyimpangan, aqidah yang rusak, moral yang bejat, pola pikir yang salah, dan sistem hukum yang tak beraturan dan menyalahi syari'at, Allah tidak membebani mereka (para rosul) -pada permulaannya- untuk segera mengadakan pembaharuan sistem dalam keadaan umat dikelilingi dengan penyimpangan moral dan aqidah, tetapi justru langkah awal yang ditempuh oleh para rosul adalah pembenahan aqidah dan moral. Para Nabi dan Rosul tidaklah datang dalam rangka menggulingkan negara dan menegakkan negara yang baru, tidak menginginkan kekuasaan, dan tidak pula membentuk organisasi untuk itu, tetapi mereka datang memberi hidayah kepada manusia dan menyelamatkannya dari kesesatan dan kesyirikan, serta mengeluarkannya dari kegelapan menuju cahaya. Inilah jalan lurus yang Allah telah syari'atkan seluruh para nabi dari yang paling awalnya hingga yang paling akhirnya, dan Dialah Allah Maha Pencipta, Maha Bijaksana, Maha Mengetahui akan tabiat manusia dan apa yang bermaslahat untuk mereka. Allah berfirman, "Apakah Allah yang menciptakan itu tidak mengetahui (yang kamu lahirkan dan rahasiakan) dan Dia Maha Halus lagi Maha Mengetahui?" (QS Al Mulk: 14).
Para pembaca -semoga dirahmati Allah- Rosulullah shallallahu 'alaihi wa sallam mendidik para sahabatnya di atas kitab dan hikmah / sunnah, di atas keimanan, kejujuran, serta tauhid, keikhlasan karena Allah dalam setiap amalan, jauh dari uslub-uslub politik dan dari larut dalam hal jabatan yang tinggi.
Dengan demikian jalan yang harus ditempuh dalam mengembalikan kemuliaan Islam, kaum muslimin, bangsa, dan negara ialah:
Pertama: pembenahan dan pembentukan aqidah dan permuniannya dari kesalahan-kesalahannya.
Kedua: mentarbiyah setiap individu-individu masyarakat dan membangun kepribadiannya di atas landasan hukum-hukum Islam dan adab-adabnya sesuai dengan apa yang telah diwariskan kepada kita dari tiga generasi pertama. Inilah jalan penyelamat dan dari sinilah permulaannya yakni mentarbiyah dengan Islam yang bersih dari khurofat dan bid'ah, dari kesyirikan dengan berbagai macam bentuknya dan dari pola pikir yang bertentangan dengan Kitab dan Sunnah serta metodologi salaful ummah. Wal ilmu indallah.
(Buletin Dakwah Al Wala' Wal Bara')
Sungguh kita tengah berada dalam arena fitnah yang berkepanjangan. Negeri yang aman kini telah berubah bentuk menjadi negeri yang mencekam dan menakutkan. Kolusi, korupsi, dan nepotisme menjadi bagian penting dalam tubuh para penegak dan penduduknya. Krisis politik, sosial, dan perekonomian terus menggoyang keutuhan negeri ini, diwarnai dengan kerusuhan, keributan, dan demonstrasi yang tak henti-hentinya. Bersamaan dengan itu, semua dekadensi moral, akhlaq, dan aqidah anak-anak bangsa telah mencapai klimaksnya, kewibawaan bangsa dan umat Islam pun yang mayoritas penduduknya lenyap, kehilangan keseimbangannya di tengah-tengah gempuran tekanan kaum kuffar. Quo Vadis bangsa Indonesia??
Para pembaca -semoga dirahmati Allah-, amat disayangkan fenomena yang seperti ini disikapi oleh sebagian kaum dengan penuh emosi, hawa nafsu, dan arogansi sehingga bukan menghentikan krisis dan memadamkan api fitnah tetapi justru membuka pintu krisis baru dan menyalakan api fitnah yang kian membara. Mulai dari orasi-orasi di atas mimbar dalam rangka agitasi politik dengan memakai label penjagaan Islam, memompa semangat nasionalisme dengan memakai cap proteksi akan degradasi bangsa dan umat Islam, melawan dan memberontak penguasa / pemerintah dengan judul amar ma'ruf nahi mungkar, bahkan mengkafirkan kaum muslimin dengan alasan al wala' wal bara', hingga aksi pengeboman di berbagai tempat secara serempak dengan mengatasnamakan jihad. Wa ilallahil musytaka.
Hendaknya para pemimpin negara mengetahui kadar pemerintahan dan mengetahui akan tinggi kedudukannya, sesungguhnya pemerintahan itu adalah nikmat di antara nikmat-nikmat Allah ta'ala, barangsiapa yang menegakkannya dengan baik sesuai tuntutan-tuntutannya akan mendapatkan kebahagiaan yang tiada taranya, sebaliknya jika tidak mengerti ukuran nikmat ini kemudian menyibukkan diri dengan kezholiman dan hawa nafsunya, dikhawatirkan akan tergolong pada sebagian musuh-musuh Allah. Pemimpin negara semestinya untuk tidak mengharap keridhoan seorang manusia di atas kebencian Allah disebabkan karena penyelisihan terhadap syari'at, harus dimengerti bahwa baiknya rakyat tergantung pada baiknya perjalanan penguasa. Satu hal lagi yang mesti diingatkan di sini bahwa sudah seyogyanya bagi para pemimpin negara untuk menegakkan amar ma'ruf nahi mungkar sesuai tuntunan syari'at, menutup pintu-pintu kejahatan dan kerusakan, serta melindungi negara dan rakyat dari kejahatan kaum kuffar dan orang-orang yang berniat jahat. Apabila ini semua telah terpenuhi maka kantong amalannya pemerintah sebanding dengan pahala seluruh ibadah rakyat negerinya. Ketika itu negeripun akan makmur dipenuhi dengan ketentraman dan keselamatan serta berkah dalam rizki dan kebutuhan-kebutuhan hidup.
Para pembaca -semoga dirahmati Allah-, adapun rakyat, maka hendaknya menunaikan hak-haknya terhadap pemerintah di antaranya berupa taat dan mendengar pada setiap apa yang diperintah dan dilarangnya kecuali yang bersifat maksiat, ini adalah hak dan kewajiban yang paling besar terhadap pemerintah. Sebab ketaatan merupakan landasan yang kokoh dalam me-manage urusan-urusan negara dan rakyat. Pemerintah dan para pejabat adalah manusia biasa dimana mereka masih membutuhkan nasehat orang-orang yang ikhlas dan bimbingan orang-orang yang bertaqwa. Tugas yang mulia ini dipikul di atas pundak para ulama, merekalah yang melaksanakannya, kepada para ulama Islam serta da'i-da'inya yang ikhlas agar menegakkan apa yang Allah telah wajibkan atas mereka dari menerangkan yang haq, mengingatkannya dan mengarahkan waliyul amri / pemerintah kepada yang ma'ruf serta membantu mereka akan hal itu, mencegah mereka dari yang munkar, memperingatkannya, serta menjelaskan akan keburukan akibatnya dan bahayanya pada umat cepat maupun lambat, bukan malah menjadi pemicu terjadinya fitnah dan kekacauan atau malah berpangku tangan pura-pura tidak tahu dan tidak ada kepedulian akan perbaikan umat, bangsa, dan negara. Kemungkaran yang merajalela dan kerusakan yang tak dapat dibendung serta carut-marutnya wajah bangsa adalah sebah-sebab datangnya musibah dan turunnya adzab. Allah berfirman, "Telah tampak kerusakan di darat dan di laut karena perbuatan tangan manusia, agar Allah merasakan kepada mereka sebagian dari akibat perbuatan mereka, agar mereka kembali ke jalan yang benar." (QS Ar Rum: 41).
Sesungguhnya kehinaan dan malapetaka yang menimpa bangsa ini adalah ketika bangsa ini menghendaki kemuliaan bukan dari Islam, ketika para penguasa dan rakyatnya meninggalkan agama dan cinta yang berlebihan terhadap dunia, hingga akhirnya Allah menimpakan kehinaan yang tidak ada jalan keluarnya kecuali dengan kembali kepada agama. Sebagaimana hal itu telah dijelaskan oleh Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam dalam hadits yang diriwayatkan Imam Ahmad dalam Musnadnya dan Abu Dawud dalam Sunannya dari sahabat Ibnu Umar radhiyallahu 'anhu. Jika masyarakat dilanda krisis aqidah, akhlaq, dan moral, dilanda krisis ekonomi dan krisis politik yang dilematis, maka pembenahan pertama yang mesti dilakukan ialah pembenahan aqidah dan moral dengan segala kemampuan, sebab memperbaiki masalah yang paling berbahaya adalah hal yang disepakati oleh setiap insan berakal. Ketahuilah bahwa kerusakan yang diakibatkan keyakinan / aqidah manusia dari kesyirikan, khurofat, kebid'ahan, dan kesesatan seribu kali jauh lebih berbahaya daripada kerusakan yang ditimbulkan dari rusaknya hukum / undang-undang dan yang lainnya. Terbukti, ketika Allah mengutus para rosul ke tengah-tengah kaum yang dipenuhi dengan penyimpangan-penyimpangan, aqidah yang rusak, moral yang bejat, pola pikir yang salah, dan sistem hukum yang tak beraturan dan menyalahi syari'at, Allah tidak membebani mereka (para rosul) -pada permulaannya- untuk segera mengadakan pembaharuan sistem dalam keadaan umat dikelilingi dengan penyimpangan moral dan aqidah, tetapi justru langkah awal yang ditempuh oleh para rosul adalah pembenahan aqidah dan moral. Para Nabi dan Rosul tidaklah datang dalam rangka menggulingkan negara dan menegakkan negara yang baru, tidak menginginkan kekuasaan, dan tidak pula membentuk organisasi untuk itu, tetapi mereka datang memberi hidayah kepada manusia dan menyelamatkannya dari kesesatan dan kesyirikan, serta mengeluarkannya dari kegelapan menuju cahaya. Inilah jalan lurus yang Allah telah syari'atkan seluruh para nabi dari yang paling awalnya hingga yang paling akhirnya, dan Dialah Allah Maha Pencipta, Maha Bijaksana, Maha Mengetahui akan tabiat manusia dan apa yang bermaslahat untuk mereka. Allah berfirman, "Apakah Allah yang menciptakan itu tidak mengetahui (yang kamu lahirkan dan rahasiakan) dan Dia Maha Halus lagi Maha Mengetahui?" (QS Al Mulk: 14).
Para pembaca -semoga dirahmati Allah- Rosulullah shallallahu 'alaihi wa sallam mendidik para sahabatnya di atas kitab dan hikmah / sunnah, di atas keimanan, kejujuran, serta tauhid, keikhlasan karena Allah dalam setiap amalan, jauh dari uslub-uslub politik dan dari larut dalam hal jabatan yang tinggi.
Dengan demikian jalan yang harus ditempuh dalam mengembalikan kemuliaan Islam, kaum muslimin, bangsa, dan negara ialah:
Pertama: pembenahan dan pembentukan aqidah dan permuniannya dari kesalahan-kesalahannya.
Kedua: mentarbiyah setiap individu-individu masyarakat dan membangun kepribadiannya di atas landasan hukum-hukum Islam dan adab-adabnya sesuai dengan apa yang telah diwariskan kepada kita dari tiga generasi pertama. Inilah jalan penyelamat dan dari sinilah permulaannya yakni mentarbiyah dengan Islam yang bersih dari khurofat dan bid'ah, dari kesyirikan dengan berbagai macam bentuknya dan dari pola pikir yang bertentangan dengan Kitab dan Sunnah serta metodologi salaful ummah. Wal ilmu indallah.
(Buletin Dakwah Al Wala' Wal Bara')
keroncong- KAPTEN
-
Age : 70
Posts : 4535
Kepercayaan : Islam
Location : di rumah saya
Join date : 09.11.11
Reputation : 67
aqidah islam
Banyak diantara kita yang dengan segala keterbatasannya kurang memahami kebenaran mutlak Islam, maka timbul kesalahan penafsiran dan pemahamam tentang aqidah Islam yang benar, yang sesuai dengan ajaran Islam dalam Al-Qur'an dan Hadits.
Untuk apa Allah menciptakan kita?
Allah menciptakan kita agar kita beribadah kepadaNya dan tidak menyekutukanNya dengan sesuatu pun.
"Dan tidaklah Aku menciptakan jin dan manusia kecuali agar mereka beribadah kepadaKu." (Adz Dzariyat: 56) "Hak Allah atas segenap hamba(Nya) yaitu hendaknya mereka beribadah kepadaNya dan tidak menyekutukanNya dengan sesuatu pun." (Muttafaq Alaih)
Bagaimana cara kita beribadah kepada Allah?
Kita beribadah kepada Allah sesuai dengan perintah Allah dan RasulNya dengan penuh keikhlasan.
"Dan tidaklah mereka itu diperintahkan kecuali agar mereka beribadah kepada Allah dengan memurnikan keta'atan kepadaNya dalam (menjalankan) agama dengan lurus." (Al Bayyinah: 5) "Siapa saja yang melakukan amalan tidak atas perintah kami maka amalan itu tertolak." (HR. Muslim)
Apakah kita beribadah kepada Allah dengan rasa takut dan harap?
Benar, kita beribadah kepada Allah dengan rasa takut dan harap.
"Dan berdo'alah kepadaNya dengan rasa takut (tidak akan diterima dan harapan (akan dikabulkan)." (Al A'raaf: 56) "Aku memohon Surga kepada Allah dan aku berlindung kepadaNya dari Neraka." (HR. Muslim)
Apakah maksud ihsan dalam beribadah?
Selalu merasa diawasi Allah yang senantiasa melihat kita.
"Sesungguhnya Allah senantiasa menjaga dan mengawasi kamu." (An Nisa': 1) "Ihsan adalah hendaknya engkau beribadah kepada Allah seakan-akan engkau melihatNya dan jika engkau tidak dapat melihatNya maka sesungguhnya Dia melihatmu." (HR. Muslim)
Mengapa Allah mengutus para rasul?
Allah mengutus para rasul untuk berdakwah kepada manusia agar beribadah kepada Allah dan meninggalkan syirik.
"Dan sungguh kami telah mengutus pada tiap-tiap umat seorang utusan agar (menyeru manusia) beribadah kepada Allah dan menjauhi thaghut." "Para nabi itu adalah bersaudara, agama mereka satu. (maksudnya setiap nabi menyeru kepada tauhid)." (Muttafaq Alaih)
Apakah tauhid uluhiyah itu?
Yaitu mengesakanNya dalam beribadah kepadaNya, misalnya dalam berdo'a, bernadzar, memutuskan hukum dll.
"Maka ketahuilah, bahwa tidak ada Tuhan (yang berhak disembah melainkan Allah." (Muhammad: 19) "Maka hendaklah yang pertama kali engkau seru kepadanya yaitu bersaksi bahwa tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) kecuali Allah." (Muttafaq Alaih)
Apa makna "Laa ilaaha illallaah" ?
Maknanya yaitu tidak ada yang berhak disembah kecuali Allah.
"Demikianlah karena sesungguhnya Allah, Dia lah yang hak dan sesungguhnya apa saja yang mereka seru selain dari Allah itulah yang batil dan sesungguhnya Allah Dia lah Yang Maha Tinggi lagi Maha Besar." (Luqman: 30) "Siapa yang mengucapkan tidak ada Tuhan yang berhak disembah kecuali Allah serta mengingkari apa yang disembah selain Allah, niscaya haramlah harta dan darahnya." (HR. Muslim)
Apakah tauhid dalam sifat-sifat Allah itu?
Yaitu menetapkan sifat-sifat yang ditetapkan oleh Allah atas DiriNya, juga yang ditetapkan oleh RasulNya.
"Tidak ada sesuatu pun yang serupa dengan Dia, dan Dia lah Yang Maha Mendengar lagi Maha Melihat." (Asy Syura: 11) "Tuhan kita Tabaraka wa Ta'ala turun ke langit bumi...(turun sesuai dengan keagungannya)." (Muttafaq Alaih)
Apa manfaat tauhid bagi setiap muslim?
Sebagai petunjuk di dunia dan keamanan dari siksa di akherat.
"Orang-orang yang beriman dan tidak mencampuradukkan iman mereka dengan kezhaliman (syirik) mereka itulah orang-orang yang mendapat keamanan dan mereka itu adalah orang-orang yang mendapat petunjuk." (Al An'am: 82) "Hak segenap hamba atas Allah adalah hendaknya tidak disiksa orang yang tidak menyekutukanNya dengan sesuatu pun." (Muttafaq Alaih)
Di manakah Allah?
Allah berada di langit, di atas Arasy.
"(Yaitu) Tuhan Yang Maha Pemurah, Yang bersemayam di atas Arasy." (Thaha: 5) "Sesungguhnya Allah menulis kitab dan ia tertulis di sisinya di atas Arasy." (HR. Al Bukhari)
Apakah Allah bersama kita dengan DzatNya atau dengan ilmuNya?
Allah bersama kita dengan ilmuNya, Ia mendengar dan melihat kita.
"Allah berfirman, janganlah kamu berdua khawatir, sesungguhnya Aku beserta kamu berdua. Aku mendengar dan melihat." (Thaha: 46) "Sesungguhnya kalian berdo'a kepada Dzat Yang Maha Mendengar dan Maha Dekat dan Dia bersama kalian (dengan ilmuNya, Ia mendengar dan melihat kalian)." (HR. Al Bukhari)
Apakah dosa yang paling besar itu?
Dosa paling besar yaitu syirik besar.
"Hai anakku, janganlah kamu mepersekutukan Allah, sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezhaliman yang paling besar." ( Luqman: 13) "Apakah dosa yang paling besar itu? Beliau bersabda, yaitu engkau menjadikan tandingan bagi Allah sedang Dia adalah yang menciptakanmu." (HR. Muslim)
Apakah syirik besar itu?
Yaitu memalingkan ibadah kepada selain Allah, misalnya dalam berdo'a.
"Katakanlah, sesungguhnya aku hanya menyembah Tuhanku dan aku tidak mempersekutukan sesuatupun denganNya." (Al Jin: 20) "Sebesar-besar dosa paling besar adalah menyekutukan Allah." (HR. Al Bukhari)
Apakah syirik terdapat di kalangan umat Islam?
Benar, syirik terdapat di kalangan umat Islam dan jumlahnya banyak sekali.
"Dan sebagian besar mereka tidak beriman kepada Allah melainkan dalam keadaan mempersekutukan Allah (dengan sembahan-sembahan lain)." (Yusuf: 106) "Tidak akan terjadi hari Kiamat sehingga beberapa kabilah dari umatku mengikuti orang-orang musyrik dan sehingga menyembah patung-patung." (HR. At Turmudzi, shahih)
Apa hukum berdo'a kepada selain Allah, misalnya berdo'a meminta kepada wali?
Berdo'a (meminta) kepada mereka adalah syirik dan menyebabkan masuk Neraka.
"Dan janganlah kamu berdo'a (meminta) kepada tuhan lain di samping Allah, yang menyebabkan kamu termasuk orang-orang yang diazab." (Asy Syu'ara': 213) "Siapa yang meninggal sedang dia berdo'a (meminta) kepada selain Allah sebagai tandingan, niscaya ia masuk Neraka." (HR. Al Bukhari)
Apakah berdo'a itu termasuk ibadah kepada Allah Ta'ala?
Benar, berdo'a termasuk ibadah kepada Allah Ta'ala.
"Dan Tuhanmu berfirman, berdo'alah kepadaKu, niscaya Aku mengabulkan permohonanmu." (Fathir: 60) "Do'a adalah ibadah." (HR. At Turmudzi, hadits hasan)
Apakah orang-orang mati bisa mendengarkan seruan (do'a)?
Orang-orang mati tidak dapat mendengarkan seruan (do'a).
"Sesungguhnya kamu tidak dapat menjadikan mendengar orang-orang yang sudah mati ." (An Naml: 80) "Sesungguhnya Allah memiliki malaikat-malaikat yang bertasbih di bumi, mereka menyampaikan salam kepadaku dari umatku." (HR. Ahmad, shahih)
Apakah kita meminta pertolongan kepada orang-orang mati atau kepada orang-orang ghaib (tidak ditempat)?
Tidak, kita tidak meminta pertolongan kepada mereka, tetapi meminta pertolongan kepada Allah.
"(Ingatlah), ketika kamu memohon pertolongan kepada Tuhanmu, lalu diperkenankanNya bagimu." (Al Anfaal: 9) "Wahai Yang Maha Hidup, wahai Yang Maha Tegak, dengan rahmatMu aku memohon pertolongan." (HR. Turmudzi, hasan)
Bolehkah meminta pertolongan kepada selain Allah?
Tidak, tidak boleh meminta pertolongan kecuali kepada Allah.
"KepadaMu lah kami menyembah dan kepadaMu lah kami mohon pertolongan." (Al Fatihah:5) "Jika engkau meminta maka mintalah kepada Allah dan jika engkau memohon pertolongan maka mohonlah pertolongan kepada Allah." (HR. At Turmudzi, hasan shahih)
Bolehkah kita meminta pertolongan kepada orang-orang hidup yang hadir (tidak ghaib)?
Boleh, tetapi sebatas yang meeka mampu.
"Saling bertolong-tolonganlah dalam kebaikan dan takwa." (Al Ma'idah: 2) "Dan Allah akan menolong hambaNya selama hambaNya mau menolong saudaranya." (HR. Muslim)
Bolehkah bernadzar untuk selain Allah?
Tidak, tidak boleh bernadzar untuk selain Allah.
"Ya Tuhanku, sesungguhnya aku menadzarkan kepada Engkau anak yang dalam kandunganku menjadi hamba yang shaleh dan berkhidmat (di Baitul Maqdis)." (Ali Imran: 35) "Siapa yang bernadzar untuk menta'ati Allah maka hendaknya ia menta'atiNya dan siapa yang bernadzar untuk maksiat kepada Allah maka hendaknya ia tidak melakukan maksiat kepadaNya." (HR. Al Bukhari)
Apa hukum menyembelih untuk selain Allah?
Syirik besar.
"Maka dirikanlah shalat karena Tuhanmu dan berkurbanlah." (Al Kautsar: 2) "Allah melaknat orang yang menyembelih untuk selain Allah." (HR. Muslim)
Bolehkah thawaf mengelilingi kuburan?
Tidak boleh melakukan thawaf kecuali sekeliling Ka'bah.
"Dan hendaklah mereka melakukan thawaf sekeliling rumah yang tua ini (Baitullah)." (Al Hajj: 29) "Siapa yang thawaf sekeliling Baitullah sebanyak tujuh kali serta shalat dua rakaat maka itu menyamai memerdekakan hamba sahaya." (HR. Ibnu Majah, shahih)
Bolehkah shalat menghadap ke kuburan?
Tidak boleh shalat menghadap kuburan.
"Palingkanlah mukamu ke arah Masjidil haram." (Al Baqarah: 144) "Janganlah kalian duduk di atas kuburan dan janganlah shalat di atasnya." (HR. Muslim)
Apa hukum melakukan sihir?
Melakukan sihir termasuk kufur.
"Tetapi setan-setan itulah yang kafir (mengerjakan sihir). Mereka mengajarkan sihir kepada manusia." (Al Baqarah: 102) "Jauhilah oleh kalian tujuh hal yang membawa kebinasaan, syirik kepada Allah dan sihir..." (HR. Muslim)
Apakah kita mempercayai dukun dan tukang ramal?
Tidak, kita tidak mempercayainya dalam hal pekabarannya tentang hal-hal ghaib.
"Katakanlah, tidak ada seorangpun di langit dan di bumi yang mengetahui perkara ghaib kecuali Allah." (An Naml: 65) "Siapa yang mendatangi peramal atau dukun kemudian ia mempercayainya dengan apa yang dikatakannya maka dia telah kufur terhadap apa yang diturunkan atas Muhammad." (HR. Ahmad, shahih)
Apakah ada orang yang mengetahui perkara ghaib?
Tak seorangpun yang mengetahui perkara ghaib kecuali Allah.
"Dan di sisi Allah lah kunci-kunci semua yang ghaib, tidak ada yang mengetahuinya kecuali Dia sendiri." (Al An'am: 59) "Tidak ada yang mengetahui masalah ghaib kecuali Allah." (HR. Ath Thabrani, hasan)
Untuk apa Allah menciptakan kita?
Allah menciptakan kita agar kita beribadah kepadaNya dan tidak menyekutukanNya dengan sesuatu pun.
"Dan tidaklah Aku menciptakan jin dan manusia kecuali agar mereka beribadah kepadaKu." (Adz Dzariyat: 56) "Hak Allah atas segenap hamba(Nya) yaitu hendaknya mereka beribadah kepadaNya dan tidak menyekutukanNya dengan sesuatu pun." (Muttafaq Alaih)
Bagaimana cara kita beribadah kepada Allah?
Kita beribadah kepada Allah sesuai dengan perintah Allah dan RasulNya dengan penuh keikhlasan.
"Dan tidaklah mereka itu diperintahkan kecuali agar mereka beribadah kepada Allah dengan memurnikan keta'atan kepadaNya dalam (menjalankan) agama dengan lurus." (Al Bayyinah: 5) "Siapa saja yang melakukan amalan tidak atas perintah kami maka amalan itu tertolak." (HR. Muslim)
Apakah kita beribadah kepada Allah dengan rasa takut dan harap?
Benar, kita beribadah kepada Allah dengan rasa takut dan harap.
"Dan berdo'alah kepadaNya dengan rasa takut (tidak akan diterima dan harapan (akan dikabulkan)." (Al A'raaf: 56) "Aku memohon Surga kepada Allah dan aku berlindung kepadaNya dari Neraka." (HR. Muslim)
Apakah maksud ihsan dalam beribadah?
Selalu merasa diawasi Allah yang senantiasa melihat kita.
"Sesungguhnya Allah senantiasa menjaga dan mengawasi kamu." (An Nisa': 1) "Ihsan adalah hendaknya engkau beribadah kepada Allah seakan-akan engkau melihatNya dan jika engkau tidak dapat melihatNya maka sesungguhnya Dia melihatmu." (HR. Muslim)
Mengapa Allah mengutus para rasul?
Allah mengutus para rasul untuk berdakwah kepada manusia agar beribadah kepada Allah dan meninggalkan syirik.
"Dan sungguh kami telah mengutus pada tiap-tiap umat seorang utusan agar (menyeru manusia) beribadah kepada Allah dan menjauhi thaghut." "Para nabi itu adalah bersaudara, agama mereka satu. (maksudnya setiap nabi menyeru kepada tauhid)." (Muttafaq Alaih)
Apakah tauhid uluhiyah itu?
Yaitu mengesakanNya dalam beribadah kepadaNya, misalnya dalam berdo'a, bernadzar, memutuskan hukum dll.
"Maka ketahuilah, bahwa tidak ada Tuhan (yang berhak disembah melainkan Allah." (Muhammad: 19) "Maka hendaklah yang pertama kali engkau seru kepadanya yaitu bersaksi bahwa tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) kecuali Allah." (Muttafaq Alaih)
Apa makna "Laa ilaaha illallaah" ?
Maknanya yaitu tidak ada yang berhak disembah kecuali Allah.
"Demikianlah karena sesungguhnya Allah, Dia lah yang hak dan sesungguhnya apa saja yang mereka seru selain dari Allah itulah yang batil dan sesungguhnya Allah Dia lah Yang Maha Tinggi lagi Maha Besar." (Luqman: 30) "Siapa yang mengucapkan tidak ada Tuhan yang berhak disembah kecuali Allah serta mengingkari apa yang disembah selain Allah, niscaya haramlah harta dan darahnya." (HR. Muslim)
Apakah tauhid dalam sifat-sifat Allah itu?
Yaitu menetapkan sifat-sifat yang ditetapkan oleh Allah atas DiriNya, juga yang ditetapkan oleh RasulNya.
"Tidak ada sesuatu pun yang serupa dengan Dia, dan Dia lah Yang Maha Mendengar lagi Maha Melihat." (Asy Syura: 11) "Tuhan kita Tabaraka wa Ta'ala turun ke langit bumi...(turun sesuai dengan keagungannya)." (Muttafaq Alaih)
Apa manfaat tauhid bagi setiap muslim?
Sebagai petunjuk di dunia dan keamanan dari siksa di akherat.
"Orang-orang yang beriman dan tidak mencampuradukkan iman mereka dengan kezhaliman (syirik) mereka itulah orang-orang yang mendapat keamanan dan mereka itu adalah orang-orang yang mendapat petunjuk." (Al An'am: 82) "Hak segenap hamba atas Allah adalah hendaknya tidak disiksa orang yang tidak menyekutukanNya dengan sesuatu pun." (Muttafaq Alaih)
Di manakah Allah?
Allah berada di langit, di atas Arasy.
"(Yaitu) Tuhan Yang Maha Pemurah, Yang bersemayam di atas Arasy." (Thaha: 5) "Sesungguhnya Allah menulis kitab dan ia tertulis di sisinya di atas Arasy." (HR. Al Bukhari)
Apakah Allah bersama kita dengan DzatNya atau dengan ilmuNya?
Allah bersama kita dengan ilmuNya, Ia mendengar dan melihat kita.
"Allah berfirman, janganlah kamu berdua khawatir, sesungguhnya Aku beserta kamu berdua. Aku mendengar dan melihat." (Thaha: 46) "Sesungguhnya kalian berdo'a kepada Dzat Yang Maha Mendengar dan Maha Dekat dan Dia bersama kalian (dengan ilmuNya, Ia mendengar dan melihat kalian)." (HR. Al Bukhari)
Apakah dosa yang paling besar itu?
Dosa paling besar yaitu syirik besar.
"Hai anakku, janganlah kamu mepersekutukan Allah, sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezhaliman yang paling besar." ( Luqman: 13) "Apakah dosa yang paling besar itu? Beliau bersabda, yaitu engkau menjadikan tandingan bagi Allah sedang Dia adalah yang menciptakanmu." (HR. Muslim)
Apakah syirik besar itu?
Yaitu memalingkan ibadah kepada selain Allah, misalnya dalam berdo'a.
"Katakanlah, sesungguhnya aku hanya menyembah Tuhanku dan aku tidak mempersekutukan sesuatupun denganNya." (Al Jin: 20) "Sebesar-besar dosa paling besar adalah menyekutukan Allah." (HR. Al Bukhari)
Apakah syirik terdapat di kalangan umat Islam?
Benar, syirik terdapat di kalangan umat Islam dan jumlahnya banyak sekali.
"Dan sebagian besar mereka tidak beriman kepada Allah melainkan dalam keadaan mempersekutukan Allah (dengan sembahan-sembahan lain)." (Yusuf: 106) "Tidak akan terjadi hari Kiamat sehingga beberapa kabilah dari umatku mengikuti orang-orang musyrik dan sehingga menyembah patung-patung." (HR. At Turmudzi, shahih)
Apa hukum berdo'a kepada selain Allah, misalnya berdo'a meminta kepada wali?
Berdo'a (meminta) kepada mereka adalah syirik dan menyebabkan masuk Neraka.
"Dan janganlah kamu berdo'a (meminta) kepada tuhan lain di samping Allah, yang menyebabkan kamu termasuk orang-orang yang diazab." (Asy Syu'ara': 213) "Siapa yang meninggal sedang dia berdo'a (meminta) kepada selain Allah sebagai tandingan, niscaya ia masuk Neraka." (HR. Al Bukhari)
Apakah berdo'a itu termasuk ibadah kepada Allah Ta'ala?
Benar, berdo'a termasuk ibadah kepada Allah Ta'ala.
"Dan Tuhanmu berfirman, berdo'alah kepadaKu, niscaya Aku mengabulkan permohonanmu." (Fathir: 60) "Do'a adalah ibadah." (HR. At Turmudzi, hadits hasan)
Apakah orang-orang mati bisa mendengarkan seruan (do'a)?
Orang-orang mati tidak dapat mendengarkan seruan (do'a).
"Sesungguhnya kamu tidak dapat menjadikan mendengar orang-orang yang sudah mati ." (An Naml: 80) "Sesungguhnya Allah memiliki malaikat-malaikat yang bertasbih di bumi, mereka menyampaikan salam kepadaku dari umatku." (HR. Ahmad, shahih)
Apakah kita meminta pertolongan kepada orang-orang mati atau kepada orang-orang ghaib (tidak ditempat)?
Tidak, kita tidak meminta pertolongan kepada mereka, tetapi meminta pertolongan kepada Allah.
"(Ingatlah), ketika kamu memohon pertolongan kepada Tuhanmu, lalu diperkenankanNya bagimu." (Al Anfaal: 9) "Wahai Yang Maha Hidup, wahai Yang Maha Tegak, dengan rahmatMu aku memohon pertolongan." (HR. Turmudzi, hasan)
Bolehkah meminta pertolongan kepada selain Allah?
Tidak, tidak boleh meminta pertolongan kecuali kepada Allah.
"KepadaMu lah kami menyembah dan kepadaMu lah kami mohon pertolongan." (Al Fatihah:5) "Jika engkau meminta maka mintalah kepada Allah dan jika engkau memohon pertolongan maka mohonlah pertolongan kepada Allah." (HR. At Turmudzi, hasan shahih)
Bolehkah kita meminta pertolongan kepada orang-orang hidup yang hadir (tidak ghaib)?
Boleh, tetapi sebatas yang meeka mampu.
"Saling bertolong-tolonganlah dalam kebaikan dan takwa." (Al Ma'idah: 2) "Dan Allah akan menolong hambaNya selama hambaNya mau menolong saudaranya." (HR. Muslim)
Bolehkah bernadzar untuk selain Allah?
Tidak, tidak boleh bernadzar untuk selain Allah.
"Ya Tuhanku, sesungguhnya aku menadzarkan kepada Engkau anak yang dalam kandunganku menjadi hamba yang shaleh dan berkhidmat (di Baitul Maqdis)." (Ali Imran: 35) "Siapa yang bernadzar untuk menta'ati Allah maka hendaknya ia menta'atiNya dan siapa yang bernadzar untuk maksiat kepada Allah maka hendaknya ia tidak melakukan maksiat kepadaNya." (HR. Al Bukhari)
Apa hukum menyembelih untuk selain Allah?
Syirik besar.
"Maka dirikanlah shalat karena Tuhanmu dan berkurbanlah." (Al Kautsar: 2) "Allah melaknat orang yang menyembelih untuk selain Allah." (HR. Muslim)
Bolehkah thawaf mengelilingi kuburan?
Tidak boleh melakukan thawaf kecuali sekeliling Ka'bah.
"Dan hendaklah mereka melakukan thawaf sekeliling rumah yang tua ini (Baitullah)." (Al Hajj: 29) "Siapa yang thawaf sekeliling Baitullah sebanyak tujuh kali serta shalat dua rakaat maka itu menyamai memerdekakan hamba sahaya." (HR. Ibnu Majah, shahih)
Bolehkah shalat menghadap ke kuburan?
Tidak boleh shalat menghadap kuburan.
"Palingkanlah mukamu ke arah Masjidil haram." (Al Baqarah: 144) "Janganlah kalian duduk di atas kuburan dan janganlah shalat di atasnya." (HR. Muslim)
Apa hukum melakukan sihir?
Melakukan sihir termasuk kufur.
"Tetapi setan-setan itulah yang kafir (mengerjakan sihir). Mereka mengajarkan sihir kepada manusia." (Al Baqarah: 102) "Jauhilah oleh kalian tujuh hal yang membawa kebinasaan, syirik kepada Allah dan sihir..." (HR. Muslim)
Apakah kita mempercayai dukun dan tukang ramal?
Tidak, kita tidak mempercayainya dalam hal pekabarannya tentang hal-hal ghaib.
"Katakanlah, tidak ada seorangpun di langit dan di bumi yang mengetahui perkara ghaib kecuali Allah." (An Naml: 65) "Siapa yang mendatangi peramal atau dukun kemudian ia mempercayainya dengan apa yang dikatakannya maka dia telah kufur terhadap apa yang diturunkan atas Muhammad." (HR. Ahmad, shahih)
Apakah ada orang yang mengetahui perkara ghaib?
Tak seorangpun yang mengetahui perkara ghaib kecuali Allah.
"Dan di sisi Allah lah kunci-kunci semua yang ghaib, tidak ada yang mengetahuinya kecuali Dia sendiri." (Al An'am: 59) "Tidak ada yang mengetahui masalah ghaib kecuali Allah." (HR. Ath Thabrani, hasan)
sungokong- SERSAN SATU
-
Posts : 154
Kepercayaan : Islam
Location : gunung hwa kwou
Join date : 04.05.13
Reputation : 3
Re: definisi akidah
"Dan barangsiapa yang menta'ati Allah dan Rasul-Nya, mereka itu akan bersama-sama dengan orang-orang yang dianugerahi ni'mat Allah, yaitu: Nabi-nabi, para shiddiqin, orang-orang yang mati syahid dan orang-orang shaleh. Dan mereka itulah teman yang sebaik-baiknya" (QS. An-Nisa':69)
Pendahuluan
Nilai suatu ilmu itu ditentukan oleh kandungan ilmu tersebut. Semakin besar dan bermanfaat nilainya semakin penting untuk dipelajarinya. Ilmu yang paling penting adalah ilmu yang mengenalkan kita kepada Allah SWT, Sang Pencipta. Sehingga orang yang tidak kenal Allah SWT disebut kafir meskipun dia Profesor Doktor, pada hakekatnya dia bodoh. Adakah yang lebih bodoh daripada orang yang tidak mengenal yang menciptakannya?
Allah menciptakan manusia dengan seindah-indahnya dan selengkap-lengkapnya dibanding dengan makhluk / ciptaan lainnya. Kemudian Allah bimbing mereka dengan mengutus para Rasul-Nya (Menurut hadits yang disampaikan Abu Dzar bahwa jumlah para Nabi sebanyak 124.000 semuanya menyerukan kepada Tauhid (dikeluarkan oleh Al-Bukhari di At-Tarikhul Kabir 5/447 dan Ahmad di Al-Musnad 5/178-179). Sementara dari jalan sahabat Abu Umamah disebutkan bahwa jumlah para Rasul 313 (dikeluarkan oleh Ibnu Hibban di Al-Maurid 2085 dan Thabrani di Al-Mu'jamul Kabir 8/139)) agar mereka berjalan sesuai dengan kehendak Sang Pencipta melalui wahyu yang dibawa oleh Sang Rasul. Namun ada yang menerima disebut mu'min ada pula yang menolaknya disebut kafir serta ada yang ragu-ragu disebut Munafik yang merupakan bagian dari kekafiran. Begitu pentingnya Aqidah ini sehingga Nabi Muhammad, penutup para Nabi dan Rasul membimbing ummatnya selama 13 tahun ketika berada di Mekkah pada bagian ini, karena aqidah adalah landasan semua tindakan. Dia dalam tubuh manusia seperti kepalanya. Maka apabila suatu ummat sudah rusak, bagian yang harus direhabilitisi adalah kepalanya lebih dahulu. Disinilah pentingnya aqidah ini. Apalagi ini menyangkut kebahagiaan dan keberhasilan dunia dan akherat. Dialah kunci menuju surga.
Aqidah secara bahasa berarti sesuatu yang mengikat. Pada keyakinan manusia adalah suatu keyakinan yang mengikat hatinya dari segala keraguan. Aqidah menurut terminologi syara' (agama) yaitu keimanan kepada Allah, Malaikat-malaikat, Kitab-kitab, Para Rasul, Hari Akherat, dan keimanan kepada takdir Allah baik dan buruknya. Ini disebut Rukun Iman.
Dalam syariat Islam terdiri dua pangkal utama. Pertama : Aqidah yaitu keyakinan pada rukun iman itu, letaknya di hati dan tidak ada kaitannya dengan cara-cara perbuatan (ibadah). Bagian ini disebut pokok atau asas. Kedua : Perbuatan yaitu cara-cara amal atau ibadah seperti sholat, puasa, zakat, dan seluruh bentuk ibadah disebut sebagai cabang. Nilai perbuatan ini baik buruknya atau diterima atau tidaknya bergantung yang pertama. Makanya syarat diterimanya ibadah itu ada dua, pertama : Ikhlas karena Allah SWT yaitu berdasarkan aqidah islamiyah yang benar. Kedua : Mengerjakan ibadahnya sesuai dengan petunjuk Rasulullah SAW. Ini disebut amal sholeh. Ibadah yang memenuhi satu syarat saja, umpamanya ikhlas saja tidak mengikuti petunjuk Rasulullah SAW tertolak atau mengikuti Rasulullah SAW saja tapi tidak ikhlas, karena faktor manusia, umpamanya, maka amal tersebut tertolak. Sampai benar-benar memenuhi dua kriteria itu. Inilah makna yang terkandung dalam Al-Qur'an surah Al-Kahfi 110 yang artinya : "Barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya, maka hendaklah ia mengerjakan amal yang shaleh dan janganlah ia mempersekutukan seorangpun dalam beribadah kepada Tuhannya."
Perkembangan Aqidah
Pada masa Rasulullah SAW, aqidah bukan merupakan disiplin ilmu tersendiri karena masalahnya sangat jelas dan tidak terjadi perbedaan-perbedaan faham, kalaupun terjadi langsung diterangkan oleh beliau. Makanya kita dapatkan keterangan para sahabat yang artinya berbunyi : "Kita diberikan keimanan sebelum Al-Qur'an"
Nah, pada masa pemerintahan khalifah Ali bin Abi Thalib timbul pemahaman -pemahaman baru seperti kelompok Khawarij yang mengkafirkan Ali dan Muawiyah karena melakukan tahkim lewat utusan masing-masing yaitu Abu Musa Al-Asy'ari dan Amru bin Ash. Timbul pula kelompok Syiah yang menuhankan Ali bin Abi Thalib dan timbul pula kelompok dari Irak yang menolak takdir dipelopori oleh Ma'bad Al-Juhani (Riwayat ini dibawakan oleh Imam Muslim, lihat Syarh Shohih Muslim oleh Imam Nawawi, jilid 1 hal. 126) dan dibantah oleh Ibnu Umar karena terjadinya penyimpangan-penyimpangan. Para ulama menulis bantahan-bantahan dalam karya mereka. Terkadang aqidah juga digunakan dengan istilah Tauhid, ushuluddin (pokok-pokok agama), As-Sunnah (jalan yang dicontohkan Nabi Muhammad), Al-Fiqhul Akbar (fiqih terbesar), Ahlus Sunnah wal Jamaah (mereka yang menetapi sunnah Nabi dan berjamaah) atau terkadang menggunakan istilah ahlul hadits atau salaf yaitu mereka yang berpegang atas jalan Rasulullah SAW dari generasi abad pertama sampai generasi abad ketiga yang mendapat pujian dari Nabi SAW. Ringkasnya : Aqidah Islamiyah yang shahih bisa disebut Tauhid, fiqih akbar, dan ushuluddin. Sedangkan manhaj (metode) dan contohnya adalah ahlul hadits, ahlul sunnah dan salaf.
Bahaya Penyimpangan Pada Aqidah
Penyimpangan pada aqidah yang dialami oleh seseorang berakibat fatal dalam seluruh kehidupannya, bukan saja di dunia tetapi berlanjut sebagai kesengsaraan yang tidak berkesudahan di akherat kelak. Dia akan berjalan tanpa arah yang jelas dan penuh dengan keraguan dan menjadi pribadi yang sakit personaliti. Biasanya penyimpangan itu disebabkan oleh sejumlah faktor diantaranya :
Tidak menguasainya pemahaman aqidah yang benar karena kurangnya pengertian dan perhatian. Akibatnya berpaling dan tidak jarang menyalahi bahkan menentang aqidah yang benar.
Fanatik kepada peninggalan adat dan keturunan. Karena itu dia menolak aqidah yang benar. Seperti firman Allah SWT tentang ummat terdahulu yang keberatan menerima aqidah yang dibawa oleh para Nabi dalam Surat Al-Baqarah 170 yang artinya : "Dan apabila dikatakan kepada mereka, "Ikutlah apa yang telah diturunkan Allah," mereka menjawab: "(Tidak), tetapi kami hanya mengikuti apa yang telah kami dapati dari (perbuatan) nenek moyang kami." (Apabila mereka akan mengikuti juga), walaupun nenek moyang mereka itu tidak mengetahui suatu apapun, dan tidak mendapat petunjuk."
Taklid buta kepada perkataan tokoh-tokoh yang dihormati tanpa melalui seleksi yang tepat sesuai dengan argumen Al-Qur'an dan Sunnah. Sehingga apabila tokoh panutannya sesat, maka ia ikut tersesat.
Berlebihan (ekstrim) dalam mencintai dan mengangkat para wali dan orang sholeh yang sudah meninggal dunia, sehingga menempatkan mereka setara dengan Tuhan, atau dapat berbuat seperti perbuatan Tuhan. Hal itu karena menganggap mereka sebagai penengah/arbiter antara dia dengan Allah. Kuburan-kuburan mereka dijadikan tempat meminta, bernadzar dan berbagai ibadah yang seharusnya hanya ditujukan kepada Allah. Demikian itu pernah dilakukan oleh kaumnya Nabi Nuh AS ketika mereka mengagungkan kuburan para sholihin. Lihat Surah Nuh 23 yang artinya : "Dan jangan pula sekali-kali kamu meninggalkan penyembahan) Wadd, dan jangan pula Suwa', Yaghuts, Ya'uq dan Nasr."
Lengah dan acuh tak acuh dalam mengkaji ajara Islam disebabkan silau terhadap peradaban Barat yang materialistik itu. Tak jarang mengagungkan para pemikir dan ilmuwan Barat serta hasil teknologi yang telah dicapainya sekaligus menerima tingkah laku dan kebudayaan mereka.
Pendidikan di dalam rumah tangga, banyak yang tidak berdasar ajaran Islam, sehingga anak tumbuh tidak mengenal aqidah Islam. Pada hal Nabi Muhammad SAW telah memperingatkan yang artinya : "Setiap anak terlahirkan berdasarkan fithrahnya, maka kedua orang tuanya yang meyahudikannya, menashranikannya, atau memajusikannya" (HR: Bukhari).
Apabila anak terlepas dari bimbingan orang tua, maka anak akan dipengaruhi oleh acara / program televisi yang menyimpang, lingkungannya, dan lain sebagainya.
Peranan pendidikan resmi tidak memberikan porsi yang cukup dalam pembinaan keagamaan seseorang. Bayangkan, apa yang bisa diperoleh dari 2 jam seminggu dalam pelajaran agama, itupun dengan informasi yang kering. Ditambah lagi mass media baik cetak maupun elektronik banyak tidak mendidik kearah aqidah bahkan mendistorsinya secara besar-besaran.
Tidak ada jalan lain untuk menghindar bahkan menyingkirkan pengaruh negatif dari hal-hal yang disebut diatas adalah mendalami, memahami dan mengaplikasikan Aqidah Islamiyah yang shahih agar hidup kita yang sekali dapat berjalan sesuai kehendak Sang Khalik demi kebahagiaan dunia dan akherat kita, Allah SWT berfirman dalam Surah An-Nisa' 69 yang artinya : "Dan barangsiapa yang menta'ati Allah dan Rasul-Nya, mereka itu akan bersama-sama dengan orang-orang yang dianugerahi ni'mat Allah, yaitu: Nabi-nabi, para shiddiqin, orang-orang yang mati syahid dan orang-orang shaleh. Dan mereka itulah teman yang sebaik-baiknya."
Dan juga dalam Surah An-Nahl 97 yang artinya : "Barangsiapa yang mengerjakan amal shaleh baik laki-laki maupun perempuan, dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan."
Faedah Mempelajari Aqidah Islamiyah
Karena Aqidah Islamiyah bersumber dari Allah yang mutlak, maka kesempurnaannya tidak diragukan lagi. Berbeda dengan filsafat yang merupakan karya manusia, tentu banyak kelemahannya. Makanya seorang mu'min harus yakin kebenaran Aqidah Islamiyah sebagai poros dari segala pola laku dan tindakannya yang akan menjamin kebahagiannya dunia akherat. Dan merupakan keserasian antara ruh dan jasad, antara siang dan malam, antara bumi dan langit dan antara ibadah dan adat serta antara dunia dan akherat. Faedah yang akan diperoleh orang yang menguasai Aqidah Islamiyah adalah :
Membebaskan dirinya dari ubudiyah / penghambaan kepada selain Allah, baik bentuknya kekuasaan, harta, pimpinan maupun lainnya.
Membentuk pribadi yang seimbang yaitu selalu kepada Allah baik dalam keadaan suka maupun duka.
Dia merasa aman dari berbagai macam rasa takut dan cemas. Takut kepada kurang rizki, terhadap jiwa, harta, keluarga, jin dan seluruh manusia termasuk takut mati. Sehingga dia penuh tawakkal kepad Allah (outer focus of control).
Aqidah memberikan kekuatan kepada jiwa , sekokoh gunung. Dia hanya berharap kepada Allah dan ridho terhadap segala ketentuan Allah.
Aqidah Islamiyah adalah asas persaudaraan / ukhuwah dan persamaan. Tidak beda antara miskin dan kaya, antara pinter dan bodoh, antar pejabat dan rakyat jelata, antara kulit putih dan hitam dan antara Arab dan bukan, kecuali takwanya disisi Allah SWT.
Oleh :
Al-Islam - Pusat Informasi dan Komunikasi Islam Indonesia
Pendahuluan
Nilai suatu ilmu itu ditentukan oleh kandungan ilmu tersebut. Semakin besar dan bermanfaat nilainya semakin penting untuk dipelajarinya. Ilmu yang paling penting adalah ilmu yang mengenalkan kita kepada Allah SWT, Sang Pencipta. Sehingga orang yang tidak kenal Allah SWT disebut kafir meskipun dia Profesor Doktor, pada hakekatnya dia bodoh. Adakah yang lebih bodoh daripada orang yang tidak mengenal yang menciptakannya?
Allah menciptakan manusia dengan seindah-indahnya dan selengkap-lengkapnya dibanding dengan makhluk / ciptaan lainnya. Kemudian Allah bimbing mereka dengan mengutus para Rasul-Nya (Menurut hadits yang disampaikan Abu Dzar bahwa jumlah para Nabi sebanyak 124.000 semuanya menyerukan kepada Tauhid (dikeluarkan oleh Al-Bukhari di At-Tarikhul Kabir 5/447 dan Ahmad di Al-Musnad 5/178-179). Sementara dari jalan sahabat Abu Umamah disebutkan bahwa jumlah para Rasul 313 (dikeluarkan oleh Ibnu Hibban di Al-Maurid 2085 dan Thabrani di Al-Mu'jamul Kabir 8/139)) agar mereka berjalan sesuai dengan kehendak Sang Pencipta melalui wahyu yang dibawa oleh Sang Rasul. Namun ada yang menerima disebut mu'min ada pula yang menolaknya disebut kafir serta ada yang ragu-ragu disebut Munafik yang merupakan bagian dari kekafiran. Begitu pentingnya Aqidah ini sehingga Nabi Muhammad, penutup para Nabi dan Rasul membimbing ummatnya selama 13 tahun ketika berada di Mekkah pada bagian ini, karena aqidah adalah landasan semua tindakan. Dia dalam tubuh manusia seperti kepalanya. Maka apabila suatu ummat sudah rusak, bagian yang harus direhabilitisi adalah kepalanya lebih dahulu. Disinilah pentingnya aqidah ini. Apalagi ini menyangkut kebahagiaan dan keberhasilan dunia dan akherat. Dialah kunci menuju surga.
Aqidah secara bahasa berarti sesuatu yang mengikat. Pada keyakinan manusia adalah suatu keyakinan yang mengikat hatinya dari segala keraguan. Aqidah menurut terminologi syara' (agama) yaitu keimanan kepada Allah, Malaikat-malaikat, Kitab-kitab, Para Rasul, Hari Akherat, dan keimanan kepada takdir Allah baik dan buruknya. Ini disebut Rukun Iman.
Dalam syariat Islam terdiri dua pangkal utama. Pertama : Aqidah yaitu keyakinan pada rukun iman itu, letaknya di hati dan tidak ada kaitannya dengan cara-cara perbuatan (ibadah). Bagian ini disebut pokok atau asas. Kedua : Perbuatan yaitu cara-cara amal atau ibadah seperti sholat, puasa, zakat, dan seluruh bentuk ibadah disebut sebagai cabang. Nilai perbuatan ini baik buruknya atau diterima atau tidaknya bergantung yang pertama. Makanya syarat diterimanya ibadah itu ada dua, pertama : Ikhlas karena Allah SWT yaitu berdasarkan aqidah islamiyah yang benar. Kedua : Mengerjakan ibadahnya sesuai dengan petunjuk Rasulullah SAW. Ini disebut amal sholeh. Ibadah yang memenuhi satu syarat saja, umpamanya ikhlas saja tidak mengikuti petunjuk Rasulullah SAW tertolak atau mengikuti Rasulullah SAW saja tapi tidak ikhlas, karena faktor manusia, umpamanya, maka amal tersebut tertolak. Sampai benar-benar memenuhi dua kriteria itu. Inilah makna yang terkandung dalam Al-Qur'an surah Al-Kahfi 110 yang artinya : "Barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya, maka hendaklah ia mengerjakan amal yang shaleh dan janganlah ia mempersekutukan seorangpun dalam beribadah kepada Tuhannya."
Perkembangan Aqidah
Pada masa Rasulullah SAW, aqidah bukan merupakan disiplin ilmu tersendiri karena masalahnya sangat jelas dan tidak terjadi perbedaan-perbedaan faham, kalaupun terjadi langsung diterangkan oleh beliau. Makanya kita dapatkan keterangan para sahabat yang artinya berbunyi : "Kita diberikan keimanan sebelum Al-Qur'an"
Nah, pada masa pemerintahan khalifah Ali bin Abi Thalib timbul pemahaman -pemahaman baru seperti kelompok Khawarij yang mengkafirkan Ali dan Muawiyah karena melakukan tahkim lewat utusan masing-masing yaitu Abu Musa Al-Asy'ari dan Amru bin Ash. Timbul pula kelompok Syiah yang menuhankan Ali bin Abi Thalib dan timbul pula kelompok dari Irak yang menolak takdir dipelopori oleh Ma'bad Al-Juhani (Riwayat ini dibawakan oleh Imam Muslim, lihat Syarh Shohih Muslim oleh Imam Nawawi, jilid 1 hal. 126) dan dibantah oleh Ibnu Umar karena terjadinya penyimpangan-penyimpangan. Para ulama menulis bantahan-bantahan dalam karya mereka. Terkadang aqidah juga digunakan dengan istilah Tauhid, ushuluddin (pokok-pokok agama), As-Sunnah (jalan yang dicontohkan Nabi Muhammad), Al-Fiqhul Akbar (fiqih terbesar), Ahlus Sunnah wal Jamaah (mereka yang menetapi sunnah Nabi dan berjamaah) atau terkadang menggunakan istilah ahlul hadits atau salaf yaitu mereka yang berpegang atas jalan Rasulullah SAW dari generasi abad pertama sampai generasi abad ketiga yang mendapat pujian dari Nabi SAW. Ringkasnya : Aqidah Islamiyah yang shahih bisa disebut Tauhid, fiqih akbar, dan ushuluddin. Sedangkan manhaj (metode) dan contohnya adalah ahlul hadits, ahlul sunnah dan salaf.
Bahaya Penyimpangan Pada Aqidah
Penyimpangan pada aqidah yang dialami oleh seseorang berakibat fatal dalam seluruh kehidupannya, bukan saja di dunia tetapi berlanjut sebagai kesengsaraan yang tidak berkesudahan di akherat kelak. Dia akan berjalan tanpa arah yang jelas dan penuh dengan keraguan dan menjadi pribadi yang sakit personaliti. Biasanya penyimpangan itu disebabkan oleh sejumlah faktor diantaranya :
Tidak menguasainya pemahaman aqidah yang benar karena kurangnya pengertian dan perhatian. Akibatnya berpaling dan tidak jarang menyalahi bahkan menentang aqidah yang benar.
Fanatik kepada peninggalan adat dan keturunan. Karena itu dia menolak aqidah yang benar. Seperti firman Allah SWT tentang ummat terdahulu yang keberatan menerima aqidah yang dibawa oleh para Nabi dalam Surat Al-Baqarah 170 yang artinya : "Dan apabila dikatakan kepada mereka, "Ikutlah apa yang telah diturunkan Allah," mereka menjawab: "(Tidak), tetapi kami hanya mengikuti apa yang telah kami dapati dari (perbuatan) nenek moyang kami." (Apabila mereka akan mengikuti juga), walaupun nenek moyang mereka itu tidak mengetahui suatu apapun, dan tidak mendapat petunjuk."
Taklid buta kepada perkataan tokoh-tokoh yang dihormati tanpa melalui seleksi yang tepat sesuai dengan argumen Al-Qur'an dan Sunnah. Sehingga apabila tokoh panutannya sesat, maka ia ikut tersesat.
Berlebihan (ekstrim) dalam mencintai dan mengangkat para wali dan orang sholeh yang sudah meninggal dunia, sehingga menempatkan mereka setara dengan Tuhan, atau dapat berbuat seperti perbuatan Tuhan. Hal itu karena menganggap mereka sebagai penengah/arbiter antara dia dengan Allah. Kuburan-kuburan mereka dijadikan tempat meminta, bernadzar dan berbagai ibadah yang seharusnya hanya ditujukan kepada Allah. Demikian itu pernah dilakukan oleh kaumnya Nabi Nuh AS ketika mereka mengagungkan kuburan para sholihin. Lihat Surah Nuh 23 yang artinya : "Dan jangan pula sekali-kali kamu meninggalkan penyembahan) Wadd, dan jangan pula Suwa', Yaghuts, Ya'uq dan Nasr."
Lengah dan acuh tak acuh dalam mengkaji ajara Islam disebabkan silau terhadap peradaban Barat yang materialistik itu. Tak jarang mengagungkan para pemikir dan ilmuwan Barat serta hasil teknologi yang telah dicapainya sekaligus menerima tingkah laku dan kebudayaan mereka.
Pendidikan di dalam rumah tangga, banyak yang tidak berdasar ajaran Islam, sehingga anak tumbuh tidak mengenal aqidah Islam. Pada hal Nabi Muhammad SAW telah memperingatkan yang artinya : "Setiap anak terlahirkan berdasarkan fithrahnya, maka kedua orang tuanya yang meyahudikannya, menashranikannya, atau memajusikannya" (HR: Bukhari).
Apabila anak terlepas dari bimbingan orang tua, maka anak akan dipengaruhi oleh acara / program televisi yang menyimpang, lingkungannya, dan lain sebagainya.
Peranan pendidikan resmi tidak memberikan porsi yang cukup dalam pembinaan keagamaan seseorang. Bayangkan, apa yang bisa diperoleh dari 2 jam seminggu dalam pelajaran agama, itupun dengan informasi yang kering. Ditambah lagi mass media baik cetak maupun elektronik banyak tidak mendidik kearah aqidah bahkan mendistorsinya secara besar-besaran.
Tidak ada jalan lain untuk menghindar bahkan menyingkirkan pengaruh negatif dari hal-hal yang disebut diatas adalah mendalami, memahami dan mengaplikasikan Aqidah Islamiyah yang shahih agar hidup kita yang sekali dapat berjalan sesuai kehendak Sang Khalik demi kebahagiaan dunia dan akherat kita, Allah SWT berfirman dalam Surah An-Nisa' 69 yang artinya : "Dan barangsiapa yang menta'ati Allah dan Rasul-Nya, mereka itu akan bersama-sama dengan orang-orang yang dianugerahi ni'mat Allah, yaitu: Nabi-nabi, para shiddiqin, orang-orang yang mati syahid dan orang-orang shaleh. Dan mereka itulah teman yang sebaik-baiknya."
Dan juga dalam Surah An-Nahl 97 yang artinya : "Barangsiapa yang mengerjakan amal shaleh baik laki-laki maupun perempuan, dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan."
Faedah Mempelajari Aqidah Islamiyah
Karena Aqidah Islamiyah bersumber dari Allah yang mutlak, maka kesempurnaannya tidak diragukan lagi. Berbeda dengan filsafat yang merupakan karya manusia, tentu banyak kelemahannya. Makanya seorang mu'min harus yakin kebenaran Aqidah Islamiyah sebagai poros dari segala pola laku dan tindakannya yang akan menjamin kebahagiannya dunia akherat. Dan merupakan keserasian antara ruh dan jasad, antara siang dan malam, antara bumi dan langit dan antara ibadah dan adat serta antara dunia dan akherat. Faedah yang akan diperoleh orang yang menguasai Aqidah Islamiyah adalah :
Membebaskan dirinya dari ubudiyah / penghambaan kepada selain Allah, baik bentuknya kekuasaan, harta, pimpinan maupun lainnya.
Membentuk pribadi yang seimbang yaitu selalu kepada Allah baik dalam keadaan suka maupun duka.
Dia merasa aman dari berbagai macam rasa takut dan cemas. Takut kepada kurang rizki, terhadap jiwa, harta, keluarga, jin dan seluruh manusia termasuk takut mati. Sehingga dia penuh tawakkal kepad Allah (outer focus of control).
Aqidah memberikan kekuatan kepada jiwa , sekokoh gunung. Dia hanya berharap kepada Allah dan ridho terhadap segala ketentuan Allah.
Aqidah Islamiyah adalah asas persaudaraan / ukhuwah dan persamaan. Tidak beda antara miskin dan kaya, antara pinter dan bodoh, antar pejabat dan rakyat jelata, antara kulit putih dan hitam dan antara Arab dan bukan, kecuali takwanya disisi Allah SWT.
Oleh :
Al-Islam - Pusat Informasi dan Komunikasi Islam Indonesia
sungokong- SERSAN SATU
-
Posts : 154
Kepercayaan : Islam
Location : gunung hwa kwou
Join date : 04.05.13
Reputation : 3
Re: definisi akidah
"Barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya maka hendaklah ia mengerjakan amal yang shaleh dan janganlah ia mempersekutukan seorang pun dalam beribadat kepada Tuhannya."
(Al-Kahfi:110)
Akidah Secara Etimologi
Akidah (Aqidah) berasal dari kata aqd yang berarti pengikatan. "I'taqadtu Kadza," artinya "Saya beritikad begini." Maksudnya, saya mengikat hati terhadap hal tersebut. Akidah adalah apa yang diyakini oleh seseorang. Jika dikatakan, "Dia mempunyai akidah yang benar," berarti akidahnya bebas dari keraguan. Akidah merupakan perbuatan hati, yaitu kepercayaan hati dan pembenarannya kepada sesuatu.
Akidah Secara Syara
Yaitu iman kepada Allah, para malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, para rasul-Nya, dan kepada hari akhir, serta kepada Qadar yang baik maupun yang buruk. Hal ini disebut juga sebagai rukun iman.
Syariat terbagi menjadi dua, yaitu itikadiyah (I'tiqadiyah) dan amaliyah.
Itikadiyah adalah hal-hal yang tidak berhubungan dengan tata cara amal. Seperti kepercayaan (i'tiqad) terhadap rububiyah Allah dan kewajiban beribadah kepada-Nya, juga beritikad terhadap rukun-rukun iman yang lain. Hal ini disebut pokok agama (ashliyah).
Adapun amaliyah adalah segala apa yang berhubungan dengan tata cara amal, seperti salat, zakat, puasa, dan seluruh hukum-hukum amaliyah. Bagian ini disebut cabang agama (far'iyah) karena ia dibangun di atas itikadiyah. Benar dan rusaknya amaliyah tergantung dari benar dan rusaknya itikadiyah.
Akidah yang benar adalah fundamen bagi bangunan agama serta merupakan syarat sahnya amal. Firman Allah SWT yang artinya, "Barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya maka hendaklah ia mengerjakan amal yang saleh dan janganlah ia mempersekutukan seorang pun dalam beribadat kepada Tuhannya." (Al-Kafi: 110).
"Dan sesungguhnya telah diwahyukan kepadamu dan kepada (nabi-nabi) yang sebelumnya: 'Jika kamu mempersekutukan (Tuhan), niscaya akan hapuslah amalmu dan tentulah kamu termasuk orang-orang yang merugi'." (Az-Zumar: 65).
"Maka sembahlah Allah dengan memurnikan keta'atan kepada-Nya. Ingatlah hanya kepunyaan Allah lah agama yang bersih (dari syirik)." (Az-Zumar: 2-3).
Ayat-ayat tersebut di atas dan yang senada dengannya yang masih banyak, menunjukkan bahwa segala amal tidak diterima jika tidak bersih dari syirik. Karena itulah perhatian Nabi saw yang pertama kali adalah pelurusan aqidah. Dan hal pertama yang didakwahkan para rasul kepada umatnya adalah menyembah Allah semata dan meninggalkan segala yang dituhankan selain Dia.
Firman Allah SWT yang artinya:
"Dan sesungguhnya Kami telah mengutus rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan): 'Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah Taghut itu', . . .." (An-Nahl: 36).
Dan setiap rasul mengucapkan pada awal dakwahnya, "Wahai kaumku sembahlah Allah, sekali-kali tak ada tuhan bagimu selain-Nya." (Al-A'raf: 59, 65, 73, 85).
Pernyataan tersebut diucapkan oleh Nabi Nuh, Hud, Shaleh, Syu'aib dan seluruh rasul. Selama 13 tahun di Makkah sesudah bi'tsah, Nabi saw mengajak manusia kepada tauhid dan pelurusan akidah, karena hal itu merupakan landasan bangunan Islam. Para da'i dan para pelurus agama dalam setiap masa telah mengikuti jejak para rasul dalam berdakwah. Sehingga mereka memulai dengan dakwah kepada tauhid dan pelurusan akidah, setelah itu mereka mengajak kepada seluruh perintah agama lainnya.
Sumber-Sumber Akidah yang Benar dan Manhaj Salaf dalam Mengambil Akidah
Akidah adalah tauqifiyah. Artinya, tidak bisa ditetapkan kecuali dengan dalil syar'i, tidak ada medan ijtihad dan berpendapat di dalamnya. Karena itulah sumber-sumbernya terbatas kepada apa yang ada di dalam Alquran dan Sunah. Tidak seorang pun yang lebih mengetahui tentang Allah, tentang apa-apa yang wajib bagi-Nya dan apa yang harus disucikan dari-Nya melainkan Allah sendiri. Tidak seorang pun sesudah Allah yang lebih mengetahui tentang Allah selain Rasulullah saw. Oleh karena itu, manhaj salafu saleh dan para pengikutnya dalam mengambil akidah terbatas pada Alquran dan Sunnah.
Maka segala apa yang ditunjukkan oleh Alquran dan Sunah tentang hak Allah mereka mengimaninya, meyakininya, dan mengamalkannya. Apa yang tidak ditunjukkan oleh Alquran dan Sunah mereka menolak dan menafikannya dari Allah. Oleh karena itu, tidak ada pertentangan di antara mereka di dalam itikad. Bahkan, akidah mereka adalah satu dan jamaah mereka juga satu. Karena Allah sudah menjamin orang yang berpegang teguh dengan Alquran dan Sunah rasul-Nya dengan kesatuan kata, kebenaran akidah dan kesatuan manhaj.
Firman Allah SWT yang artinya:
"Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai berai, ...." (Ali Imran: 103)
"Maka jika datang kepadamu petunjuk daripada-Ku, lalu barangsiapa yang mengikut petunjuk-Ku, ia tidak sesat dan tidak akan celaka." (Thaha: 123)
Karena itulah mereka dinamakan firqah najiyah (golongan yang selamat). Sebab Rasulullah saw telah bersaksi bahwa merekalah yang selamat, ketika memberitahukan bahwa umat ini akan terpecah menjadi 73 golongan yang kesemuanya di neraka, kecuali satu golongan. Ketika ditanya tentang yang satu itu, beliau menjawab,
"Mereka adalah orang yang berada di atas ajaran yang sama dengan ajaranku pada hari ini, dan para shahabatku." (HR Ahmad)
Kebenaran sabda baginda Rasul saw tersebut telah terbukti ketika sebagian manusia membangun aqidahnya di atas landasan selain Kitab dan Sunnah, yaitu di atas landasan ilmu kalam dan kaidah-kaidah manthiq yang diwarisi dari filsafat Yunani dan Romawi. Maka terjadilah penyimpangan dan perpecahan dalam aqidah yang mengakibatkan pecahnya umat dan retaknya masyarakat Islam.
Penyimpangan Akidah dan Cara-Cara Penanggulangannya
Penyimpangan dari akidah yang benar adalah kehancuran dan kesesatan. Karena akidah yang benar merupakan motivator utama bagi amal yang bermanfaat. Tanpa akidah yang benar seseorang akan menjadi mangsa bagi persangkaan dan keragu-raguan yang lama-kelamaan mungkin menumpuk dan menghalangi dari pandangan yang benar terhadap jalan hidup kebahagiaan, sehingga hidupnya terasa sempit, lalu ia ingin terbebas dari kesempitan tersebut dengan menyudahi hidup, sekalipun dengan bunuh diri, sebagaimana yang terjadi pada banyak orang yang telah kehilangan hidayah akidah yang benar. Masyarakat yang tidak dipimpin oleh akidah yang benar merupakan masyarakat hewani (bahimi), tidak memiliki prinsip-prinsip hidup bahagia, sekali pun mereka bergelimang materi tetapi terkadang justru sering menyeret mereka pada kehancuran, sebagaimana yang kita lihat pada masyarakat jahiliyah. Karena sesungguhnya kekayaan materi memerlukan taujih (pengarahan) dalam penggunaannya, dan tidak ada pemberi arahan yang benar, kecuali akidah sahihah.
Allah telah berfiman yang artinya, "Hai rasul-rasul, makanlah dari makanan yang baik-baik, dan kerjakanlah amal yang shalih." (Al-Mukminun: 51).
"Dan sesungguhnya telah Kami berikan kepada Daud kurnia dari Kami. (Kami berfirman): 'Hai gunung-gunung dan burung-burung, bertasbihlah berulang-ulang bersama Daud!, dan Kami telah melunakkan besi untuknya, (yaitu) buatlah baju besi yang besar-besar dan ukurlah anyamannya; dan kerjakanlah amalan yang shaleh. Sesungguhnya Aku melihat apa yang kamu kerjakan'." (Saba': 10-11).
Maka kekuatan aqidah tidak boleh dipisahkan dari kekuatan maddiyah (materi). Jika hal itu dilakukan dengan menyeleweng kepada aqidah batil, maka kekuatan materi akan berubah menjadi sarana penghancur dan alat perusak, seperti yang terjadi di negara-negara kafir yang memiliki materi, tetapi tidak memiliki akidah sahihah.
Sebab-sebab penyimpangan dari aqidah shalehah yang harus kita ketahui adalah:
Kebodohan terhadap akidah sahihah karena tidak mau (enggan) mempelajari dan mengajarkannya, atau karena kurangnya perhatian terhadapnya. Akibatnya, tumbuh suatu generasi yang tidak mengenal akidah sahihah dan juga tidak mengetahui lawan atau kebalikannya. Akibatnya, merek meyakini yang haq sebagai sesuatu yang batil dan yang batil dianggap sebagai yang haq. Sebagaimana yang pernah dikatakan oleh Umar ra yang artinya, "Sesungguhnya ikatan simpul Islam akan pudar satu demi satu, manakala di dalam Islam terdapat orang yang tumbuh tanpa mengenal kejahiliyahan."
Fanatik (ta'ashshub) kepada sesuatu yang diwarisi dari bapak dan nenk moyangnya, sekalipun hal itu batil, dan mencampakkan apa yang menyalahi, sekalipun hal itu benar. Sebagaimana yang difirmankan Allah SWT dalam surah Al-Baqarah: 170 yang artinya, "Dan apabila dikatakan kepada mereka: 'Ikutilah apa yang telah diturunkan Allah', mereka menjawab: '(Tidak), tetapi kami hanya mengikuti apa yang telah kami dapati dari (perbuatan) nenek moyang kami'. (Apakah mereka akan mengikuti juga) walaupun nenek moyang mereka itu tidak mengetahui suatu apapun, dan tidak mendapat petunjuk."
Taklid (taqlid) buta, dengan mengambil pendapat manusia dalam masalah aqidah tanpa mengetahui dalilnya dan tanpa menyelidiki seberapa jauh kebenarannya. Sebagaimana yang terjadi pada golongan-golongan seperti Mu'tazilah, Jahmiyah dan lainnya. Mereka bertaklid kepada orang-orang sebelum mereka dari para imam sesat, sehingga mereka juga sesat, jauh dari aqidah shalehah.
Berlebihan (ghuluw) dalam mencintai para wali dan orang-orang shaleh, serta mengankat mereka di atas derajat yang semestinya atau terlalu mengagungkannya, sehingga meyakini pada diri mereka sesuatu yang tidak mampu dilakukan kecuali oleh Allah, baik berupa mendatangkan kemanfaatan maupun menolak kemudaratan.
Lalai (ghaflah) terhadap perenungan ayat-ayat Allah yang terhampar di jagat raya ini (ayat-ayat kauniyah) dan ayat-ayat Allah yang tertuang dalam kitab-Nya (ayat-ayat Quraniyah). Di samping itu, juga terbuai dengan hasil-hasil teknologi dan kebudayaan, sampai-sampai mengira bahwa itu semua adalah hasil kreasi manusia semata, sehingga mereka mengagung-agungkan manusia serta menisbatkan seluruh kemajuan ini kepada jerih payah dan penemuan manusia semata. Sebagaimana kesombongan Qarun yang mengatakan, seperti dalam surah Al-Qashash : 78 yang artinya, "Sesungguhnya aku hanya diberi harta itu, karena ilmu yang ada padaku."
Dan sebagaimana perkataan orang lain yang juga sombong, seperti dalam surah Fushshilat: 50 yang artinya, "Ini adalah punyaku . . .."
Mereka tidak berpikir dan tidak pula melihat keagungan Tuhan yang telah menciptakan alam ini dan yang telah menimbun berbagai macam keistimewaan di dalamnya. Juga yang telah menciptakan manusia lengkap dengan bekal keahlian dan kemampuan guna menemukan keistimewaan-keistimewaan alam serta memfungsikannya demi kepentingan manusia. Perhatikan firman Allah dalam surah Ash-Shaffat : 96 yang artinya:
"Padahal Allah-lah yang menciptkan kamu dan apa yang kamu perbuat itu."
"Dan apakah mereka tidak memperhatikan kerajaan langit dan bumi dan segala sesuatu yang diciptakan Allah, ...." (Al-A'raf: 185).
"Allah-lah yang telah menciptakan langit dan bumi dan menurunkan air hujan dari langit, kemudian Dia mengeluarkan dengan air hujan itu berbagai buah-buahan menjadi rezki untukmu, dan Dia telah menundukkan bahtera bagimu supaya bahtera itu berlayar di lautan dengan kehendaknya dan dia telah menundukkan (pula) bagimu sungai-sungai. Dan Dia telah menundukkan (pula) bagimu matahari dan bulan yang terus menerus beredar (dalam orbitnya), dan telah menundukkan bagimu malam dan siang. Dan Dia telah memberikan kepadamu (keperluanmu) dari segala apa yang kamu mohonkan kepadanya. dan jika kamu menghitung nikmat Allah, tidaklah dapat kamu menghinggakannya." (Ibrahim: 32-34)
Pada umumnya rumah tangga sekarang ini kosong dari pengarahan yang benar (menurut Islam). Padahal, baginda Rasul saw telah bersabda, "Setiap bayi itu dilahirkan atas dasar fitrah. Maka kedua orang tuanyalah yang (kemudian) membuatnya menjadi Yahudi, Nashrani atau Majuzi." (HR Al-Bukhari). Jadi, orangtua mempunyai peranan besar dalam meluruskan jalan hidup anak-anaknya.
Enggannya media pendidikan dan media informasi melaksanakan tugasnya. Kurikulum pendidikan kebanyakan tidak memberikan perhatian yang cukup terhadap pendidikan agama Islam, bahkan ada yang tidak peduli sama sekali. Sedangkan media informasi, baik media cetak maupun elektronik berubah menjadi sarana penghancur dan perusak, atau paling tidak hanya memfokuskan pada hal-hal yang bersifat materi dan hiburan semata. Tidak memperhatikan hal-hal yang dapat meluruskan moral dan menanamkan akidah serta menangkis aliran-aliran sesat. Dari sini, muncullah generasi yang telanjang tanpa senjata, yang tak berdaya di hadapan pasukan kekufuran yang lengkap persenjataannya.
Cara-Cara Menanggulangi Penyimpangan
Kembali kepada Kitabullah dan Sunah Rasulullah saw untuk mengambil akidah sahihah. Sebagaimana para salaf saleh mengambil akidah mereka dari keduanya. Tidak akan dapat memperbaiki akhir umat ini kecuali apa yang telah memperbaiki umat pendahulunya. Juga dengan mengkaji akidah golongan sesat dan mengenal syubhat-syubhat mereka untuk kita bantah dan kita waspadai, karena siapa yang tidak mengenal keburukan, ia dikhawatirkan terperosok ke dalamnya.
Memberi perhatian pada pengajaran pemahaman akidah sahihah, akidah salaf, di berbagai jenjang pendidikan. Memberi jam pelajaran yang cukup serta mengadakan evaluasi yang ketat dalam menyajikan materi ini.
Harus ditetapkan kitab-kitab salaf yang bersih sebagai materi pelajaran, sedangkan kitab-kitab kelompok penyeleweng harus dijauhkan.
Menyebar para dai yang meluruskan akidah umat Islam dengan mengajarkan akidah salaf serta menjawab dan menolak seluruh akidah batil.
Dan yang tidak kalah penting dari semua hal di atas adalah disamping pemahaman yang benar tentang akidah dan tauhid, tetapi juga bagaimana pemahaman tentang praktik akidah atau tauhid itu sendiri. Hal ini merupakan point yang kadang dilupakan oleh para pengajar ataupun para mubalig, bahkan para pengajar atau mubalig yang dari segi keilmuan dan pemahaman agama dengaan intelektualnya yang tinggi sekalipun belum tentu dapat melaksanakan praktek kehidupan aqidah atau tauhid yang sesungguhnya.
Dan hanya atas pertolongan Allah sajalah, setiap kita dapat berakidah dan betauhid dengan benar. Wallohua'lam.
Sumber: Alladzi Huwa Haqqullah 'Alal 'Abid, Penerbit Darul Haq
(Al-Kahfi:110)
Akidah Secara Etimologi
Akidah (Aqidah) berasal dari kata aqd yang berarti pengikatan. "I'taqadtu Kadza," artinya "Saya beritikad begini." Maksudnya, saya mengikat hati terhadap hal tersebut. Akidah adalah apa yang diyakini oleh seseorang. Jika dikatakan, "Dia mempunyai akidah yang benar," berarti akidahnya bebas dari keraguan. Akidah merupakan perbuatan hati, yaitu kepercayaan hati dan pembenarannya kepada sesuatu.
Akidah Secara Syara
Yaitu iman kepada Allah, para malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, para rasul-Nya, dan kepada hari akhir, serta kepada Qadar yang baik maupun yang buruk. Hal ini disebut juga sebagai rukun iman.
Syariat terbagi menjadi dua, yaitu itikadiyah (I'tiqadiyah) dan amaliyah.
Itikadiyah adalah hal-hal yang tidak berhubungan dengan tata cara amal. Seperti kepercayaan (i'tiqad) terhadap rububiyah Allah dan kewajiban beribadah kepada-Nya, juga beritikad terhadap rukun-rukun iman yang lain. Hal ini disebut pokok agama (ashliyah).
Adapun amaliyah adalah segala apa yang berhubungan dengan tata cara amal, seperti salat, zakat, puasa, dan seluruh hukum-hukum amaliyah. Bagian ini disebut cabang agama (far'iyah) karena ia dibangun di atas itikadiyah. Benar dan rusaknya amaliyah tergantung dari benar dan rusaknya itikadiyah.
Akidah yang benar adalah fundamen bagi bangunan agama serta merupakan syarat sahnya amal. Firman Allah SWT yang artinya, "Barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya maka hendaklah ia mengerjakan amal yang saleh dan janganlah ia mempersekutukan seorang pun dalam beribadat kepada Tuhannya." (Al-Kafi: 110).
"Dan sesungguhnya telah diwahyukan kepadamu dan kepada (nabi-nabi) yang sebelumnya: 'Jika kamu mempersekutukan (Tuhan), niscaya akan hapuslah amalmu dan tentulah kamu termasuk orang-orang yang merugi'." (Az-Zumar: 65).
"Maka sembahlah Allah dengan memurnikan keta'atan kepada-Nya. Ingatlah hanya kepunyaan Allah lah agama yang bersih (dari syirik)." (Az-Zumar: 2-3).
Ayat-ayat tersebut di atas dan yang senada dengannya yang masih banyak, menunjukkan bahwa segala amal tidak diterima jika tidak bersih dari syirik. Karena itulah perhatian Nabi saw yang pertama kali adalah pelurusan aqidah. Dan hal pertama yang didakwahkan para rasul kepada umatnya adalah menyembah Allah semata dan meninggalkan segala yang dituhankan selain Dia.
Firman Allah SWT yang artinya:
"Dan sesungguhnya Kami telah mengutus rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan): 'Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah Taghut itu', . . .." (An-Nahl: 36).
Dan setiap rasul mengucapkan pada awal dakwahnya, "Wahai kaumku sembahlah Allah, sekali-kali tak ada tuhan bagimu selain-Nya." (Al-A'raf: 59, 65, 73, 85).
Pernyataan tersebut diucapkan oleh Nabi Nuh, Hud, Shaleh, Syu'aib dan seluruh rasul. Selama 13 tahun di Makkah sesudah bi'tsah, Nabi saw mengajak manusia kepada tauhid dan pelurusan akidah, karena hal itu merupakan landasan bangunan Islam. Para da'i dan para pelurus agama dalam setiap masa telah mengikuti jejak para rasul dalam berdakwah. Sehingga mereka memulai dengan dakwah kepada tauhid dan pelurusan akidah, setelah itu mereka mengajak kepada seluruh perintah agama lainnya.
Sumber-Sumber Akidah yang Benar dan Manhaj Salaf dalam Mengambil Akidah
Akidah adalah tauqifiyah. Artinya, tidak bisa ditetapkan kecuali dengan dalil syar'i, tidak ada medan ijtihad dan berpendapat di dalamnya. Karena itulah sumber-sumbernya terbatas kepada apa yang ada di dalam Alquran dan Sunah. Tidak seorang pun yang lebih mengetahui tentang Allah, tentang apa-apa yang wajib bagi-Nya dan apa yang harus disucikan dari-Nya melainkan Allah sendiri. Tidak seorang pun sesudah Allah yang lebih mengetahui tentang Allah selain Rasulullah saw. Oleh karena itu, manhaj salafu saleh dan para pengikutnya dalam mengambil akidah terbatas pada Alquran dan Sunnah.
Maka segala apa yang ditunjukkan oleh Alquran dan Sunah tentang hak Allah mereka mengimaninya, meyakininya, dan mengamalkannya. Apa yang tidak ditunjukkan oleh Alquran dan Sunah mereka menolak dan menafikannya dari Allah. Oleh karena itu, tidak ada pertentangan di antara mereka di dalam itikad. Bahkan, akidah mereka adalah satu dan jamaah mereka juga satu. Karena Allah sudah menjamin orang yang berpegang teguh dengan Alquran dan Sunah rasul-Nya dengan kesatuan kata, kebenaran akidah dan kesatuan manhaj.
Firman Allah SWT yang artinya:
"Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai berai, ...." (Ali Imran: 103)
"Maka jika datang kepadamu petunjuk daripada-Ku, lalu barangsiapa yang mengikut petunjuk-Ku, ia tidak sesat dan tidak akan celaka." (Thaha: 123)
Karena itulah mereka dinamakan firqah najiyah (golongan yang selamat). Sebab Rasulullah saw telah bersaksi bahwa merekalah yang selamat, ketika memberitahukan bahwa umat ini akan terpecah menjadi 73 golongan yang kesemuanya di neraka, kecuali satu golongan. Ketika ditanya tentang yang satu itu, beliau menjawab,
"Mereka adalah orang yang berada di atas ajaran yang sama dengan ajaranku pada hari ini, dan para shahabatku." (HR Ahmad)
Kebenaran sabda baginda Rasul saw tersebut telah terbukti ketika sebagian manusia membangun aqidahnya di atas landasan selain Kitab dan Sunnah, yaitu di atas landasan ilmu kalam dan kaidah-kaidah manthiq yang diwarisi dari filsafat Yunani dan Romawi. Maka terjadilah penyimpangan dan perpecahan dalam aqidah yang mengakibatkan pecahnya umat dan retaknya masyarakat Islam.
Penyimpangan Akidah dan Cara-Cara Penanggulangannya
Penyimpangan dari akidah yang benar adalah kehancuran dan kesesatan. Karena akidah yang benar merupakan motivator utama bagi amal yang bermanfaat. Tanpa akidah yang benar seseorang akan menjadi mangsa bagi persangkaan dan keragu-raguan yang lama-kelamaan mungkin menumpuk dan menghalangi dari pandangan yang benar terhadap jalan hidup kebahagiaan, sehingga hidupnya terasa sempit, lalu ia ingin terbebas dari kesempitan tersebut dengan menyudahi hidup, sekalipun dengan bunuh diri, sebagaimana yang terjadi pada banyak orang yang telah kehilangan hidayah akidah yang benar. Masyarakat yang tidak dipimpin oleh akidah yang benar merupakan masyarakat hewani (bahimi), tidak memiliki prinsip-prinsip hidup bahagia, sekali pun mereka bergelimang materi tetapi terkadang justru sering menyeret mereka pada kehancuran, sebagaimana yang kita lihat pada masyarakat jahiliyah. Karena sesungguhnya kekayaan materi memerlukan taujih (pengarahan) dalam penggunaannya, dan tidak ada pemberi arahan yang benar, kecuali akidah sahihah.
Allah telah berfiman yang artinya, "Hai rasul-rasul, makanlah dari makanan yang baik-baik, dan kerjakanlah amal yang shalih." (Al-Mukminun: 51).
"Dan sesungguhnya telah Kami berikan kepada Daud kurnia dari Kami. (Kami berfirman): 'Hai gunung-gunung dan burung-burung, bertasbihlah berulang-ulang bersama Daud!, dan Kami telah melunakkan besi untuknya, (yaitu) buatlah baju besi yang besar-besar dan ukurlah anyamannya; dan kerjakanlah amalan yang shaleh. Sesungguhnya Aku melihat apa yang kamu kerjakan'." (Saba': 10-11).
Maka kekuatan aqidah tidak boleh dipisahkan dari kekuatan maddiyah (materi). Jika hal itu dilakukan dengan menyeleweng kepada aqidah batil, maka kekuatan materi akan berubah menjadi sarana penghancur dan alat perusak, seperti yang terjadi di negara-negara kafir yang memiliki materi, tetapi tidak memiliki akidah sahihah.
Sebab-sebab penyimpangan dari aqidah shalehah yang harus kita ketahui adalah:
Kebodohan terhadap akidah sahihah karena tidak mau (enggan) mempelajari dan mengajarkannya, atau karena kurangnya perhatian terhadapnya. Akibatnya, tumbuh suatu generasi yang tidak mengenal akidah sahihah dan juga tidak mengetahui lawan atau kebalikannya. Akibatnya, merek meyakini yang haq sebagai sesuatu yang batil dan yang batil dianggap sebagai yang haq. Sebagaimana yang pernah dikatakan oleh Umar ra yang artinya, "Sesungguhnya ikatan simpul Islam akan pudar satu demi satu, manakala di dalam Islam terdapat orang yang tumbuh tanpa mengenal kejahiliyahan."
Fanatik (ta'ashshub) kepada sesuatu yang diwarisi dari bapak dan nenk moyangnya, sekalipun hal itu batil, dan mencampakkan apa yang menyalahi, sekalipun hal itu benar. Sebagaimana yang difirmankan Allah SWT dalam surah Al-Baqarah: 170 yang artinya, "Dan apabila dikatakan kepada mereka: 'Ikutilah apa yang telah diturunkan Allah', mereka menjawab: '(Tidak), tetapi kami hanya mengikuti apa yang telah kami dapati dari (perbuatan) nenek moyang kami'. (Apakah mereka akan mengikuti juga) walaupun nenek moyang mereka itu tidak mengetahui suatu apapun, dan tidak mendapat petunjuk."
Taklid (taqlid) buta, dengan mengambil pendapat manusia dalam masalah aqidah tanpa mengetahui dalilnya dan tanpa menyelidiki seberapa jauh kebenarannya. Sebagaimana yang terjadi pada golongan-golongan seperti Mu'tazilah, Jahmiyah dan lainnya. Mereka bertaklid kepada orang-orang sebelum mereka dari para imam sesat, sehingga mereka juga sesat, jauh dari aqidah shalehah.
Berlebihan (ghuluw) dalam mencintai para wali dan orang-orang shaleh, serta mengankat mereka di atas derajat yang semestinya atau terlalu mengagungkannya, sehingga meyakini pada diri mereka sesuatu yang tidak mampu dilakukan kecuali oleh Allah, baik berupa mendatangkan kemanfaatan maupun menolak kemudaratan.
Lalai (ghaflah) terhadap perenungan ayat-ayat Allah yang terhampar di jagat raya ini (ayat-ayat kauniyah) dan ayat-ayat Allah yang tertuang dalam kitab-Nya (ayat-ayat Quraniyah). Di samping itu, juga terbuai dengan hasil-hasil teknologi dan kebudayaan, sampai-sampai mengira bahwa itu semua adalah hasil kreasi manusia semata, sehingga mereka mengagung-agungkan manusia serta menisbatkan seluruh kemajuan ini kepada jerih payah dan penemuan manusia semata. Sebagaimana kesombongan Qarun yang mengatakan, seperti dalam surah Al-Qashash : 78 yang artinya, "Sesungguhnya aku hanya diberi harta itu, karena ilmu yang ada padaku."
Dan sebagaimana perkataan orang lain yang juga sombong, seperti dalam surah Fushshilat: 50 yang artinya, "Ini adalah punyaku . . .."
Mereka tidak berpikir dan tidak pula melihat keagungan Tuhan yang telah menciptakan alam ini dan yang telah menimbun berbagai macam keistimewaan di dalamnya. Juga yang telah menciptakan manusia lengkap dengan bekal keahlian dan kemampuan guna menemukan keistimewaan-keistimewaan alam serta memfungsikannya demi kepentingan manusia. Perhatikan firman Allah dalam surah Ash-Shaffat : 96 yang artinya:
"Padahal Allah-lah yang menciptkan kamu dan apa yang kamu perbuat itu."
"Dan apakah mereka tidak memperhatikan kerajaan langit dan bumi dan segala sesuatu yang diciptakan Allah, ...." (Al-A'raf: 185).
"Allah-lah yang telah menciptakan langit dan bumi dan menurunkan air hujan dari langit, kemudian Dia mengeluarkan dengan air hujan itu berbagai buah-buahan menjadi rezki untukmu, dan Dia telah menundukkan bahtera bagimu supaya bahtera itu berlayar di lautan dengan kehendaknya dan dia telah menundukkan (pula) bagimu sungai-sungai. Dan Dia telah menundukkan (pula) bagimu matahari dan bulan yang terus menerus beredar (dalam orbitnya), dan telah menundukkan bagimu malam dan siang. Dan Dia telah memberikan kepadamu (keperluanmu) dari segala apa yang kamu mohonkan kepadanya. dan jika kamu menghitung nikmat Allah, tidaklah dapat kamu menghinggakannya." (Ibrahim: 32-34)
Pada umumnya rumah tangga sekarang ini kosong dari pengarahan yang benar (menurut Islam). Padahal, baginda Rasul saw telah bersabda, "Setiap bayi itu dilahirkan atas dasar fitrah. Maka kedua orang tuanyalah yang (kemudian) membuatnya menjadi Yahudi, Nashrani atau Majuzi." (HR Al-Bukhari). Jadi, orangtua mempunyai peranan besar dalam meluruskan jalan hidup anak-anaknya.
Enggannya media pendidikan dan media informasi melaksanakan tugasnya. Kurikulum pendidikan kebanyakan tidak memberikan perhatian yang cukup terhadap pendidikan agama Islam, bahkan ada yang tidak peduli sama sekali. Sedangkan media informasi, baik media cetak maupun elektronik berubah menjadi sarana penghancur dan perusak, atau paling tidak hanya memfokuskan pada hal-hal yang bersifat materi dan hiburan semata. Tidak memperhatikan hal-hal yang dapat meluruskan moral dan menanamkan akidah serta menangkis aliran-aliran sesat. Dari sini, muncullah generasi yang telanjang tanpa senjata, yang tak berdaya di hadapan pasukan kekufuran yang lengkap persenjataannya.
Cara-Cara Menanggulangi Penyimpangan
Kembali kepada Kitabullah dan Sunah Rasulullah saw untuk mengambil akidah sahihah. Sebagaimana para salaf saleh mengambil akidah mereka dari keduanya. Tidak akan dapat memperbaiki akhir umat ini kecuali apa yang telah memperbaiki umat pendahulunya. Juga dengan mengkaji akidah golongan sesat dan mengenal syubhat-syubhat mereka untuk kita bantah dan kita waspadai, karena siapa yang tidak mengenal keburukan, ia dikhawatirkan terperosok ke dalamnya.
Memberi perhatian pada pengajaran pemahaman akidah sahihah, akidah salaf, di berbagai jenjang pendidikan. Memberi jam pelajaran yang cukup serta mengadakan evaluasi yang ketat dalam menyajikan materi ini.
Harus ditetapkan kitab-kitab salaf yang bersih sebagai materi pelajaran, sedangkan kitab-kitab kelompok penyeleweng harus dijauhkan.
Menyebar para dai yang meluruskan akidah umat Islam dengan mengajarkan akidah salaf serta menjawab dan menolak seluruh akidah batil.
Dan yang tidak kalah penting dari semua hal di atas adalah disamping pemahaman yang benar tentang akidah dan tauhid, tetapi juga bagaimana pemahaman tentang praktik akidah atau tauhid itu sendiri. Hal ini merupakan point yang kadang dilupakan oleh para pengajar ataupun para mubalig, bahkan para pengajar atau mubalig yang dari segi keilmuan dan pemahaman agama dengaan intelektualnya yang tinggi sekalipun belum tentu dapat melaksanakan praktek kehidupan aqidah atau tauhid yang sesungguhnya.
Dan hanya atas pertolongan Allah sajalah, setiap kita dapat berakidah dan betauhid dengan benar. Wallohua'lam.
Sumber: Alladzi Huwa Haqqullah 'Alal 'Abid, Penerbit Darul Haq
voorman- SERSAN SATU
-
Posts : 155
Kepercayaan : Islam
Location : voorwagens
Join date : 23.05.13
Reputation : 8
Halaman 1 dari 1
Permissions in this forum:
Anda tidak dapat menjawab topik