FORUM LASKAR ISLAM
welcome
Saat ini anda mengakses forum Laskar Islam sebagai tamu dimana anda tidak mempunyai akses penuh turut berdiskusi yang hanya diperuntukkan bagi member LI. Silahkan REGISTER dan langsung LOG IN untuk dapat mengakses forum ini sepenuhnya sebagai member.

Tuhan yang disaksikan VS Tuhan yang didefinisikan - Page 2 Follow_me
@laskarislamcom

Terima Kasih
Salam Admin LI


Join the forum, it's quick and easy

FORUM LASKAR ISLAM
welcome
Saat ini anda mengakses forum Laskar Islam sebagai tamu dimana anda tidak mempunyai akses penuh turut berdiskusi yang hanya diperuntukkan bagi member LI. Silahkan REGISTER dan langsung LOG IN untuk dapat mengakses forum ini sepenuhnya sebagai member.

Tuhan yang disaksikan VS Tuhan yang didefinisikan - Page 2 Follow_me
@laskarislamcom

Terima Kasih
Salam Admin LI
FORUM LASKAR ISLAM
Would you like to react to this message? Create an account in a few clicks or log in to continue.

Tuhan yang disaksikan VS Tuhan yang didefinisikan

Halaman 2 dari 2 Previous  1, 2

Topik sebelumnya Topik selanjutnya Go down

Tuhan yang disaksikan VS Tuhan yang didefinisikan - Page 2 Empty Tuhan yang disaksikan VS Tuhan yang didefinisikan

Post by keroncong Sat Sep 01, 2012 5:25 am

First topic message reminder :

ALKISAH, seorang Arab Badawi bermaksud menjual sekarung gandum ke pasar. Berulangkali ia mencoba meletakkan karung itu di atas punggung unta; dan berulangkah ia gagal. Ketika ia hampir putus asa, terkilas pada pikirannya pemecahan yang sederhana. Ia mengambil satu karung lagi dan mengisinya dengan pasir. Ia merasa lega, ketika kedua karung itu bergantung dengan seimbang pada kendaraannya. Segera ia berangkat ke pasar.

Di tengah jalan, ia bertemu dengan seorang asing yang berpakaian compang-camping dan berkaki telanjang. Ia diajak oleh orang asing itu untuk berhenti sejenak, beristirahat, dan berbincang-bincang. Sebentar saja, orang Badawi itu menyadari bahwa yang mengajaknya berbincang itu orang yang banyak pengetahuan. Ia sangat terkesan karenanya. Tiba-tiba, orang asing itu menyaksikan dua buah karung bergantung pada punggung unta.

"Bapak, katakan apa yang bapak angkut itu; kelihatan sangat berat", tanya orang asing itu. "Salah satu karung itu berisi gandum yang akan saya jual ke pasar. Satu lagi karung berisi pasir untuk menyeimbangkan keduanya pada punggung unta", jawab orang Badawi. Sambil tertawa, orang pintar itu memberi nasehat, "Mengapa tidak ambil setengah dari karung yang satu dan memindahkannya ke karung yang lain. Dengan begitu, unta menanggung beban yang ringan dan ia dapat berjalan lebih cepat."

Orang Badawi takjub. Ia tidak pernah berpikir secerdik itu. Tetapi sejenak kemudian, ketakjubannya berubah menjadi kebingungan. Ia berkata, "Anda memang pintar. Tapi dengan segala kepintaran ini mengapa Anda bergelandangan seperti ini, tidak punya pekerjaan dan bahkan tidak punya sepatu. Mestinya kepandaian Anda yang dapat mengubah tembaga menjadi emas akan memberikan kekayaan kepada Anda."

Orang asing itu menarik nafas panjang, "Jangankan sepatu, hari ini pun saya tidak punya uang sepeser pun untuk makan malam saya. Setiap hari, saya berjalan dengan kaki telanjang untuk mengemis sekerat atau dua kerat roti."

"Lalu apa yang Anda peroleh dengan seluruh kepandaian dan kecerdikan Anda itu."

"Dari semua pelajaran dan pemikiran, aku hanya memperoleh sakit kepala dan khayalan hampa. Percayalah, semuanya itu hanya bencana bagiku, bukan keberuntungan."

Orang Badawi itu berdiri, melepaskan tali unta, dan bersiap-siap untuk pergi. Kepada filsuf yang kelaparan di pinggir jalan, ia memberi nasehat, "Hai, orang yang tersesat. Menjauhlah dariku, karena aku kuatir kemalanganmu akan menular kepadaku. Bawalah semua kepandaianmu itu sejauh-jauhnya dariku. Sekiranya dengan ilmumu itu kamu ambil suatu jalan, aku akan mengambil jalan yang lain. Sekarung gandum dan sekarung pasir boleh jadi berat; tetapi itu lebih baik daripada kecerdikan yang sia-sia. Anda boleh jadi pandai, tetapi kepandaian Anda itu hanya kutukan; saya boleh jadi bodoh, tapi kebodohan saya mendatangkan berkat, karena walaupun saya tidak cerdik, tetapi hati saya dipenuhi rahmat-Nya dan jiwa saya berbakti kepada-Nya."

Kisah Jalal al-Din Rumi, yang saya ceritakan kembali dengan bahasa saya itu, merupakan kritik halus kepada para filsuf yang berusaha mengetahui Tuhan dengan akalnya. Moral cerita ini ditutup dengan kuplet-kuplet berikut:

Jika kau ingin derita
benar-benar hilang dari hidupmu
Berjuanglah untuk melepaskan
'kebijakan' dari kepalamu
Kebijakan yang lahir dari tabiat insani
tak menarik kamu lebih dari khayalan
Karena kebijakan itu tidak diberkati
yang mengalir dari cahaya kemuliaan-Nya
Pengetahuan tentang dunia
hanya memberikan dugaan dan keraguan
Pengetahuan tentang Dia, kebijakan ruhani sejati
membuatmu naik keatas duniawi
Para ilmuwan masa kini telah menghempaskan
semua pengorbanan diri dan kerendahan hati
Mereka sembunyikan hati
dalam kecerdikan dan permainan bahasa
Raja sejati adalah dia
yang menguasai pikirannya
Bukan dia yang pikirannya
Menguasai dunia dan dirinya

Rumi menunjukkan bahwa dengan intelek kita tidak akan memperoleh pengetahuan tentang Tuhan. Intelek mempunyai kemampuan terbatas; dan karena itu, tidak akan mampu mencerap Tuhan yang tidak terbatas. Sekiranya intelek mencoba memahami Tuhan, ia akan memberikan batasan kepada-Nya. Tuhan para pemikir adalah Tuhan yang didefinisikan.

Rumi mewakili para sufi yang ingin mengetahui Tuhan melalui pengabdian, bukan pemikiran; melalui cinta, bukan kata; melalui taqwa bukan hawa. Mereka tidak ingin mendefinisikan Tuhan; mereka ingin menyaksikan Tuhan. Dengan menggunakan intelek, kita hanya akan mencapai pengetahuan yang dipenuhi keraguan dan kontroversi. Melalui mujahadah dan 'amal, kita dapat menyaksikan Tuhan dengan penuh keyakinan.

Dalam Matsnawi, Daftar-e Sevon, Bait 1267, Rumi menyingkatkan pengetahuan hasil pemikiran: Az nazar keh guftesyan syud mukhtalef, an yeki dalesy laqb dad in alef. Karena pemikiran ucapan mereka bertentangan, kata yang satu dal kata yang satu alif. Seperti Kucing Schroedinger dalam fisika, pengamat menciptakan realitas. Tuhan menjadi hasil konstruksi manusia. Tuhan dapat muncul dalam berbagai "bentuk" sesuai dengan siapa yang memahami-Nya.

Seperti Rumi, Ibn 'Arabi menunjukkan kekeliruan pengetahuan tentang Tuhan yang dilakukan oleh para filsuf dan ahli ilmu kalam. Pemikiran tidak mungkin mencapai pengetahuan yang sebenarnya tentang Tuhan; malahan pemikiran seperti itu hanya menghasilkan tipuan, khayalan, dan pertentangan. Ia menulis:

Pengetahuan ahli ilmu kalam dan filsuf berkenaan dengan esensi Tuhan bukanlah cahaya. Tidak ada satu madzhab pun yang tidak punya para pendukungnya. Mereka sendiri tidak sepakat, tetapi mereka tetap juga digambarkan sebagai kaum Mu'tazilah atau Asy'ariyah, seperti itu juga pada filsuf dalam ajaran mereka tentang Tuhan dan apa yang harus dipercayainya. Mereka belum sepakat di antara mereka tetapi setiap kelompok mempunyai status dan nama ... Kita melihat nabi dan rasul yang terdahulu dan yang kemudian sejak Adam sampai Muhammad, termasuk yang datang di antara mereka 'alayhim al-salam; mereka tidak pernah berikhtilaf dalam akar keimanan mereka pada Tuhan ... Jadi, berpegang-teguhlah kepada keimanan dan lakukanlah apa yang diperintahkan Tuhan kepadamu dan ingat Tuhanmu pada waktu pagi dan sore (Q., s. alA'raf/7:205) dengan zikir yang ditetapkan syari'at kepadamu baik dengan mengulangi la ilaha illa Allah (tahlil) atau tasbih dan takutlah kepada Tuhan. Jika al-Haqq berkehendak untuk memberikan kepadamu apa yang Dia mginkan berupa pengetahuan tentang Dia, hadirkan akalmu dan hatimu (lubb) apa yang Dia berikan dan anugerahkan kepadamu berupa pengetahuan tentang Dia. Sesungguhnya inilah pengetahuan yang bermanfaat dan cahaya yang dengan itu hatimu hidup, dan berjalan bersamamu di dunia ini. Dengannya kamu selamat dari kegelapan syubhat dan keraguan yang terjadi pada pengetahuan yang dihasilkan oleh pemikiran (afkar) ... Saya sudah membimbingmu, saudara, bagaimana mencapai jalan pengetahuan yang bermanfaat. Jadi, bila kamu sudah merintis jalan yang lurus, ketahuilah bahwa Tuhan sudah membimbing tanganmu, memeliharamu, dan telah mempersiapkan kamu untuk diri-Nya.

Pada tempat lain, Ibn 'Arabi menulis:

Di antara berbagai kelompok, tidak ada seorang pun yang lebih tinggi dari orang yang memperoleh pengetahuan melalui taqwa. Taqwa terletak pada tingkat pencapaian pengetahuan yang paling tinggi. Ia saja yang memiliki keputusan yang pasti. Otoritasnya berada di atas setiap keputusan yang ada dan di atas setiap orang yang membuat keputusan. Ia adalah qadli yang terbaik. Pengetahuan ini tidak dapat diperoleh pada tingkat permulaan. Karena itu, hanya orang yang berilmu di antara orang yang beriman yang dipilih untuk memperolehnya: yakni, mereka yang tahu bahwa ada Seseorang untuk kembali, dan menyaksikan-Nya dapat diraih. Jika mereka jahil dari pengetahuan ini, aspirasinya (himmah) akan sangat lemah sehingga sekiranya al-Haqq menampakkan diri-Nya (tajalli) kepada mereka, mereka akan menafikan-Nya dan menolak-Nya, karena pandangan mereka dibatasi (muqayyad) oleh sesuatu. Selama faktor pembatas itu tidak ada pada waktu penampakan diri-Nya (tajalli), mereka pasti akan menolak bahwa itu Tuhan, sekalipun Tuhan berbicara kepada mereka secara langsung atau mereka mendengar ucapan bahwa Dia itu Tuhan. Karena tidak memperoleh ilham dan karena pemikiran rasional mereka meyakinkan mereka bahwa tidak mungkin siapa pun dapat melihat al-Haqq --seperti para filsuf dan kaum Mu'tazilah-- bahkan sekiranya kita mengetahui-Nya, mereka niscaya menolak-Nya dalam penampakan-Nya kepada mereka. Diperlukan bagi orang beriman agar cahaya imannya membawanya kepada apa yang telah membawa Musa a.s. ketika ia bertanya: Ya Tuhanku, tampakkan diri-Mu kepadaku agar aku dapat melihat-Mu (Q., s. al-A'raf/7:143).

Apa yang dikritik Ibn 'Arabi dan para sufi lainnya bukan intelek dalam pengertian akal, tetapi salah satu di antara fakultas (quwwah) dibawah kekuasaan akal. Kekuatan itu disebut daya pikir (quwwah mufakkirah). Tidak mungkin kita mengulas epistemologi Ibn 'Arabi di sini, baik karena keterbatasan waktu maupun karena sudah adanya tulisan orang lain yang lebih lengkap. Tetapi secara singkat bisa kita katakan, bahwa Ibn 'Arabi menyatakan bahwa pengetahuan tentang Tuhan hanya dapat diperoleh bila intelek dihadapkan kepada hati dan mengambil pelajaran dari hati.

Sekali intelek diyakinkan tentang perlunya mengambil pelajaran dari hati, manusia memulai kelahiran baru dalam perjalanan panjangnya. Ia akan beristirahat di tempat tinggalnya, berhenti di daerah-daerah pedesaan, merasakan situasi baru setiap saat, menunggu dengan penuh gairah apa yang bakal datang, tetapi ia tidak akan pernah sampai, karena pengetahuan tidak punya akhir dan tidak ada batasnya.

Pengetahuan yang diperoleh melalui hati adalah pengetahuan yang sejati. Pengetahuan ini tidak didasarkan pada pendefinisian Tuhan, tetapi pada penyaksian Tuhan. Dalam istilah al-Qur'an, pengetahuan ini disebut pertemuan (liqa'). Bersama Ibn 'Arabi, al-Ghazali, al-Nasafi, dan tokoh-tokoh sufi lain sepanjang zaman kita diberi petunjuk bagaimana sampai kepada Pertemuan Agung ini.

Sebelum saya mengakhiri makalah ini dengan petunjuk Ibn'Arabi dalam Risalah al Anwar fi ma Yumnah al-Khalkwah min al-Asrar, saya tergoda untuk mengutip al-Syaykh Ahmad Rifa'i al-Husayni, tokoh sufi yang hidup pada abad keenam Hijriyah:

Kebanyakan orang mengetahui Tuhan melalui berita tentang Tawhid yang dibawa dari Nabi Muhammad s.a.w. Mereka membenarkannya dengan hati, mengamalkannya dengan tubuh, tetapi mengotori diri mereka dengan dosa dan maksiat. Maka hiduplah mereka di dunia dalam kebodohan dan kekurangan. Mereka berada dalam bahaya besar kecuali yang disayangi oleh Yang Pengasih dari segala yang mengasihi.

Lebih tinggi dari itu, ada sekelompok manusia yang mengenal Tuhan dengan pembuktian. Mereka adalah ahli pikir, nalar, dan akal. Mereka meyakini tawhid berdasarkan dalil, ayat-ayat, dan tanda-tanda ketuhanan. Mereka mengetahui yang gaib atas dasar yang konkret. Mereka meyakini kebenaran dalil. Mereka berada pada jalan yang benar, hanya saja, mereka terhalang tirai dari Allah Ta'ala dengan perhatian mereka kepada dalil-dalil mereka.

Ahli ma'rifat khusus mengetahuinya dengan keyakinan yang paling utama. Mereka tenteram dalam pengetahuan mereka. Tidak merisaukan mereka dalil. Tidak memalingkan mereka sebab. Dalil mereka Rasulullah s.a.w. Iman mereka al-Qur'an. Cahaya mereka menerangi di hadapan mereka.

Barangsiapa yang mengenal Allah Ta'ala berdasarkan berita maka ia seperti saudara-saudara Yusuf ketika mengetahui rupanya tapi tidak menyadarinya, sehingga mereka dipermalukan di hadapannya, ketika mereka berkata: jika ia mencuri maka sesunggulmya saudaranya telah mencuri pula sebelum itu (Q., s. Yusuf/12:77).

Barangsiapa yang mengenal Tuhan dengan dalil maka ia seperti Ya'qub a.s. ketika tahu bahwa Yusuf masih hidup, sehingga bertambah-tambah tangisan dan penderitaannya, sehingga ditanggungnya berbagai bala sampai putih matanya karena kesedihan, karena tahu bahwa Yusuf masih hidup dan karena rindu untuk berjumpa dengannya. Ia berkata: Pergilah selidiki keadaan Yusuf, aku sudah mencium bau Yusuf. Karena ucapannya itu, orang-orang yang tidak tahu berkata; Demi Allah sesungguhnya engkau dalam kesesatanmu yang terdahulu (Q.,s.Yusuf/12:59). Mereka berkata: Demi Allah, senantiasa kamu mengingat Yusuf sehingga kamu mengidap penyakit yang berat atau termasuk orang-arang yang celaka (Q., s. Yusuf/12:85).

Perumpamaan orang yang mengenal Tuhan melalui Tuhan adalah seperti Bunyamin yang diambil Yusuf untuk dirinya. Yusuf berkata: "Saudaraku, apakah kamu ingin menyaksikanku atau kembali kepada bapakmu?" Ia berkata: "Aku ingin menyaksikanmu". Yusuf berkata: "Jika kamu menginginkan aku, bersabarlah atas ujianku". Ia berkata: "Aku siap, karena engkau akan kupikul segala bencana asalkan aku tinggal bersamamu dan tidak berpisah denganmu". Kemudian Yusuf mengeluarkan gandum dari kantong Bunyamin dan menuduh saudaranya mencuri. Seluruh penduduk kola mengecam dan mengejek Bunyamin. Saudara-saudaranya mempersalahkannya. Tetapi ia sendiri bergembira, tertawa dalam kesendiriannya. Ia tidak takut pada ejekan orang-orang yang mengejek. Inilah perumpamaan ahli yaqin dalam pengetahuan mereka tentang Tuhan.
keroncong
keroncong
KAPTEN
KAPTEN

Male
Age : 70
Posts : 4535
Kepercayaan : Islam
Location : di rumah saya
Join date : 09.11.11
Reputation : 67

Kembali Ke Atas Go down


Tuhan yang disaksikan VS Tuhan yang didefinisikan - Page 2 Empty Re: Tuhan yang disaksikan VS Tuhan yang didefinisikan

Post by Otak Trailer Wed Apr 22, 2015 10:57 am

RHCP wrote: eksistensi Tuhan yang ada dalam hati setiap Muslim adalah suatu keyakinan bahwa Allah itu ADA, Kekuasaan-Nya SANGAT DEKAT, Dia pasti MENDENGAR TIDAK ADA SATUPUN MUNCUL WUJUD (BENTUK) TUHAN DALAM PIKIRAN muslim.
Eksistensi Tuhan menjadi fatamorgana tatkala Muslim gagal mengenali keinginan Tuhan sesuai kehendak Tuhan.Tuhan tidak harus mewujudkan (bertransformasi) ke bentuk yang dapat dikenali manusia dan Tuhan pun tidak harus menyembunyikan diriNya dari manusia.Sejumlah definisi Tuhan menurut Islam sama sekali tidak membuktikan keunikan Tuhan sebagai sesuatu yang khusus dan bersifat absolut.
Otak Trailer
Otak Trailer
SERSAN MAYOR
SERSAN MAYOR

Male
Posts : 542
Location : kolong tanah
Join date : 11.02.12
Reputation : 4

Kembali Ke Atas Go down

Tuhan yang disaksikan VS Tuhan yang didefinisikan - Page 2 Empty Re: Tuhan yang disaksikan VS Tuhan yang didefinisikan

Post by njlajahweb Wed Dec 02, 2015 2:23 pm

Sekilas info,

Bukti bahwa tidak mungkin Tuhan itu tidak ada,
yaitu :

Dengan adanya keteraturan pada peredaran benda-benda langit yang mempunyai orbit, yang beredar dengan teratur dengan tidak berbenturan, dan ini pasti ada yang mengaturnya, yaitu Dia, Tuhan atas segala makhluk.

seperti juga peredaran matahari, bumi, bulan yang beredar secara teratur(seperti robot yang sudah diprogram oleh Sang Pencipta) hingga membentuk terjadinya siang dan malam untuk menandai hari-hari, bulan-bulan dan tahun-tahun.
njlajahweb
njlajahweb
BANNED
BANNED

Female
Posts : 39612
Kepercayaan : Protestan
Location : banyuwangi
Join date : 30.04.13
Reputation : 119

Kembali Ke Atas Go down

Tuhan yang disaksikan VS Tuhan yang didefinisikan - Page 2 Empty Re: Tuhan yang disaksikan VS Tuhan yang didefinisikan

Post by RHCP Wed Dec 02, 2015 6:04 pm

Otak Trailer wrote:
RHCP wrote: eksistensi Tuhan yang ada dalam hati setiap Muslim adalah suatu keyakinan bahwa Allah itu ADA, Kekuasaan-Nya SANGAT DEKAT, Dia pasti MENDENGAR TIDAK ADA SATUPUN MUNCUL WUJUD (BENTUK) TUHAN DALAM PIKIRAN muslim.
Eksistensi Tuhan menjadi fatamorgana tatkala Muslim gagal mengenali keinginan Tuhan sesuai kehendak Tuhan.Tuhan tidak harus mewujudkan (bertransformasi) ke bentuk yang dapat dikenali manusia dan Tuhan pun tidak harus menyembunyikan diriNya dari manusia.Sejumlah definisi Tuhan menurut Islam sama sekali tidak membuktikan keunikan Tuhan sebagai sesuatu yang khusus dan bersifat absolut.
Tuhan ngga pernah NGUMPET. Malahan, Tuhan sejak awal sudah memperlihatkan diri melalui jejakNYA yang "sengaja" ditinggalkan bagi yang mw BERFIKIR, yaitu alam semesta dan segala isi dan kejadian didalamnya. Islam mengajarkan cara mengenal dan membuktikan keberadaan Tuhan dengan cara mengenali dan membuktikan JEJAKNYA/TANDA2NYA.

Masalahnya KEBANYAKAN manusia memilih EGP dalam mengenali dan memahami keberadaan Tuhan (melalui JEJAK/TANDA2NYA).
RHCP
RHCP
LETNAN SATU
LETNAN SATU

Male
Posts : 2942
Kepercayaan : Islam
Location : Jakarta
Join date : 06.12.13
Reputation : 114

Kembali Ke Atas Go down

Tuhan yang disaksikan VS Tuhan yang didefinisikan - Page 2 Empty Re: Tuhan yang disaksikan VS Tuhan yang didefinisikan

Post by njlajahweb Mon Dec 07, 2015 2:08 pm

sekilas info,
tentang penebusan dosa oleh Kristus

*penebusan dosa oleh Kristus adalah penebusan dosa atas ikatan dosa kutuk terbesar.

*penebusan dosa oleh Kristus hanya bisa diperoleh jika manusia telah bisa mempertanggungjawakan akhlak mereka kelak dihari penghakiman, agar mereka yang sudah pantas masuk surga, mereka tidak harus mencicipi neraka dulu.

*penebusan dosa oleh Kristus bukanlah sertifikat untuk kebal dosa atau bukanlah perizinan pada manusia untuk berbuat dosa dengan seenaknya.

*penebusan dosa oleh Kristus berlaku tidak hanya untuk orang Kristen dan tidak harus menjadi Kristen,

*penebusan dosa oleh Kristus juga untuk semua manusia tanpa terkecuali, untuk semua agama termasuk umat Islam, aliran kepercayaan, bahkan atheis, asalkan mereka telah memantaskan diri dengan aklhak mereka yang juga berdasar hati nurani

NB: saya percaya, ketika mereka(nonkristen) mengingat statment bahwa Kristus mampu menyelamatkan seluruh dunia dari dosa kutuk hukum taurat, dan hati mereka diam(tidak membantah)maka hal itu secara otomatis sudah diperhitungkan Kristus sebagai pengakuan, walaupun tidak secara langsung, dan Kristus akan memasukan mereka yang pantas masuk kesurga(yaitu mereka nonkristen yang bisa mempertanggungjawabkan aklaknya terhadap agama,kitabsuci ataupun nurani) tanpa harus mencicipi neraka dulu.(disinilah fungsi penebusan Kristus atas kutuk hukum taurat)
njlajahweb
njlajahweb
BANNED
BANNED

Female
Posts : 39612
Kepercayaan : Protestan
Location : banyuwangi
Join date : 30.04.13
Reputation : 119

Kembali Ke Atas Go down

Tuhan yang disaksikan VS Tuhan yang didefinisikan - Page 2 Empty Re: Tuhan yang disaksikan VS Tuhan yang didefinisikan

Post by Sponsored content


Sponsored content


Kembali Ke Atas Go down

Halaman 2 dari 2 Previous  1, 2

Topik sebelumnya Topik selanjutnya Kembali Ke Atas

- Similar topics

Permissions in this forum:
Anda tidak dapat menjawab topik