hukm talqin mayit
Halaman 1 dari 1 • Share
hukm talqin mayit
1. Definisi Talqin: Talqin dari bahasa arab laqqana yulaqqinu yang artinya menuntun orang untuk mengikuti kata-kata yang diucapkan. 2. Hukum talqin di atas kuburan Kita sebagai seorang muslim disunnahkan untuk mentalqin orang yang akan meninggalkan dunia atau sedang sekarat. Sebagaimana disabdakan Rasulullah SAW: Talqinlah “mautakum” orang-orang yang akan mati dengan kalimah La ilaha illah.” Talqin ini untuk orang yang masih hidup dan menjelang mati. Sedangkan mengenai talqin untuk orang yang sudah mati atau di atas kuburan yang biasanya dilakukan setelah dikubur, dalam hal ini ada tiga pendapat. Pertama: Sunnah menurut sebagian ulama’ hambali dan madzhab syafii
Dalilnya adalah: Diriwayatkan dari Abu Umamah al-Bahili, bahwa Rasulullah SAW. Bersabda: Jika ada di antara kalian yang meninggal dunia, kemudian kuburannya di ratakan dengan tanah, maka hendaknya ada di antara kalian yang berdiri di dekat kepalanya dan berkata: Ya fulan bin fulanah, sesungguhnya dia mendengar tetapi tidak bisa menjawab. Kemudian hendaknya dia mengatakan: Ya fulan bin fulanah untuk yang kedua kalinya. Kemudian dia akan duduk. Kemudian hendaknya dia mengatakan: Ya fulan bin fulanah, maka dia akan berkata: Tunjukilah kami semoga kamu mendapat rahmat Allah. Tetapi kamu tidak mendengarnya. Sebutlah pedoman kamu keluar dari dunia yaitu شهادة أن لا إله إلا الله وأن محمدا عبده ورسوله، وأنك رضيت بالله ربا وبالإسلام دينا وبمحمد نبيا وبالقرآن إماما.
Maka Malaikat Munkar dan Nakir akan terlambat dan salah seorang dari mereka berkata kepada yang lain: pergilah tidak ada yang menyebabkan kita duduk di sisi orang ini karena hujjahnya sudah ditalqin, maka Allah menjadi hujjahnya bagi mereka berdua. Kemudian ada seorang sahabat yang bertanya: Bagaimana kalau seandainya nama ibunya tidak dikenal. Rasul menjawab: Nasabkan dia kepada Hawwa’. Hadits ini diriwayatkan Ibnu Syahin dalam kitab Dzikrul Maut dengan sanadnya. Sedangkan Ibnu Hajar al-Asqalani mengalamatkan hadits ini kepada Thabrani.
Syaikh islam Ibnu Taimiyyah berkata: Talqin yang disebutkan tersebut telah di nukil dari beberapa sahabat, bahkan mereka memerintahkannya seperto Abu Umamah al-Bahili dan lainnya. Ada juga riwayat hadits lain dari Rasulullah namun hadits ini tidak shahih, dan tidak banyak sahabat yang melakukannya.
Kedua: Makruh, bid’ah karena tidak ada sahabat yang melakukannya, ini pendapat madzhab Maliki.
Ketiga: Boleh. Pendapat ini didukung oleh Syaikhul islam Ibnu Taimiyyah, kata beliau; Menurut pendapat yang paling benar menurut saya adalah boleh bukan sunnah. Pendapat ini juga didukung oleh penduduk Syam bahkan mereka senantiasa melakukan talqin ini sejak abad pertama dan zaman setelahnya.
3. 4. Bacaan fatihah atau al-Qur’an yang disampaikan pahalanya kepada mayit. Para ulama berbeda pendapat tentang hukum berdo’a dan mengahadiahkan pahala ibadah kepada orang yang telah meninggal dunia.
A. Pendapat pertama: Hal tersebut tidak diperintahkan agama berdasarkan dalil:
1. Firman Allah surat An-Najm: 38-39
Bahwasannya seorang yang berdosa tidak akan memikul dosa orang lain dan bahwasannya seorang manusia tiada memperoleh selain apa yang telah diusahakannya”
2. Surat Al Baqaraah 286 ” Ia mendapat pahala (dari kebaikan) yang diusahakannya dan mendapat siksa (dari kejahatan) yang dikerjakannya”.
Ayat-ayat diatas adalah sebagai jawaban dari keterangan yang mempunyai maksud yang sama, bahwa orang yang telah mati tidak bisa mendapat tambahan pahala kecuali yang disebutkan dalam hadits: ”Apabila seorang manusia meninggal maka putuslah amalnya, kecuali tiga hal: Sedekah jariyah, anak yang shalih yang mendo’akannya atau ilmu yang bermanfaat sesudahnya”(HR Muslim, Abu Dawud, At-Tirmidzi, Nasa’I dan Ahmad).
B. Pendapat kedua: Membedakan antara ibadah badaniyah dan ibadah maliyah.
Pahala ibadah maliyah seperti shadaqah dan hajji sampai kepada mayyit, sedangkan ibadah badaniyah seperti shalat dan bacaan Alqur’an tidak sampai.
Pendapat ini merupakan pendapat yang masyhur dari Madzhab Syafi’I dan pendapat Madzhab Malik. Mereka berpendapat bahwa ibadah badaniyah adalah termasuk kategori ibadah yang tidak bisa digantikan orang lain, sebagaimana sewaktu hidup seseorang tidak boleh menyertakan ibadah tersebut untuk menggantikan orang lain.
Hal ini sesuai dengan sabda Rasul SAW: ” Seseorang tidak boleh melakukan shalat untuk menggantikan orang lain, dan seseorang tidak boleh melakukan shaum untuk menggantikan orang lain, tetapi ia memberikan makanan untuk satu hari sebanyak satu mud gandum”(HR An-Nasa’I).
C. Pendapat ketiga: Do’a dan ibadah baik maliyah maupun badaniyah bisa bermanfaat untuk mayyit
Dalil yang digunakan adalah: 1. Dalil Alqur’an: ”Dan orang-orang yang datang sesudah mereka (Muhajirin dan Anshor), mereka berdo’a:” Ya Tuhan kami, beri ampunlah kami dan saudar-saudar kami yang telah beriman lebih dahulu dari kami” (QS Al Hasyr: 10) Dalam ayat ini Allah SWT menyanjung orang-orang yang beriman karena mereka memohonkan ampun (istighfar) untuk orang-orang beriman sebelum mereka. Ini menunjukkan bahwa orang yang telah meninggal dapat manfaat dari istighfar orang yang masih hidup.
2. Dalil Hadits a. Dalam hadits banyak disebutkan do’a tentang shalat jenazah, do’a setelah mayyit dikubur dan do’a ziarah kubur.
Tentang do’a shalat jenazah antara lain, Rasulullah SAW bersabda: Dari Auf bin Malik ia berkata: Saya telah mendengar Rasulullah SAW – setelah selesai shalat jenazah-bersabda:” Ya Allah ampunilah dosanya, sayangilah dia, maafkanlah dia, sehatkanlah dia, muliakanlah tempat tinggalnya, luaskanlah kuburannya, mandikanlah dia dengan air es dan air embun, bersihkanlah dari segala kesalahan sebagaimana kain putih bersih dari kotoran, gantikanlah untuknya tempat tinggal yang lebih baik dari tempat tinggalnya, keluarga yang lebih baik dari keluarganya, pasangan yang lebih baik dari pasangannya dan peliharalah dia dari siksa kubur dan siksa neraka” (HR Muslim).
Dalilnya adalah: Diriwayatkan dari Abu Umamah al-Bahili, bahwa Rasulullah SAW. Bersabda: Jika ada di antara kalian yang meninggal dunia, kemudian kuburannya di ratakan dengan tanah, maka hendaknya ada di antara kalian yang berdiri di dekat kepalanya dan berkata: Ya fulan bin fulanah, sesungguhnya dia mendengar tetapi tidak bisa menjawab. Kemudian hendaknya dia mengatakan: Ya fulan bin fulanah untuk yang kedua kalinya. Kemudian dia akan duduk. Kemudian hendaknya dia mengatakan: Ya fulan bin fulanah, maka dia akan berkata: Tunjukilah kami semoga kamu mendapat rahmat Allah. Tetapi kamu tidak mendengarnya. Sebutlah pedoman kamu keluar dari dunia yaitu شهادة أن لا إله إلا الله وأن محمدا عبده ورسوله، وأنك رضيت بالله ربا وبالإسلام دينا وبمحمد نبيا وبالقرآن إماما.
Maka Malaikat Munkar dan Nakir akan terlambat dan salah seorang dari mereka berkata kepada yang lain: pergilah tidak ada yang menyebabkan kita duduk di sisi orang ini karena hujjahnya sudah ditalqin, maka Allah menjadi hujjahnya bagi mereka berdua. Kemudian ada seorang sahabat yang bertanya: Bagaimana kalau seandainya nama ibunya tidak dikenal. Rasul menjawab: Nasabkan dia kepada Hawwa’. Hadits ini diriwayatkan Ibnu Syahin dalam kitab Dzikrul Maut dengan sanadnya. Sedangkan Ibnu Hajar al-Asqalani mengalamatkan hadits ini kepada Thabrani.
Syaikh islam Ibnu Taimiyyah berkata: Talqin yang disebutkan tersebut telah di nukil dari beberapa sahabat, bahkan mereka memerintahkannya seperto Abu Umamah al-Bahili dan lainnya. Ada juga riwayat hadits lain dari Rasulullah namun hadits ini tidak shahih, dan tidak banyak sahabat yang melakukannya.
Kedua: Makruh, bid’ah karena tidak ada sahabat yang melakukannya, ini pendapat madzhab Maliki.
Ketiga: Boleh. Pendapat ini didukung oleh Syaikhul islam Ibnu Taimiyyah, kata beliau; Menurut pendapat yang paling benar menurut saya adalah boleh bukan sunnah. Pendapat ini juga didukung oleh penduduk Syam bahkan mereka senantiasa melakukan talqin ini sejak abad pertama dan zaman setelahnya.
3. 4. Bacaan fatihah atau al-Qur’an yang disampaikan pahalanya kepada mayit. Para ulama berbeda pendapat tentang hukum berdo’a dan mengahadiahkan pahala ibadah kepada orang yang telah meninggal dunia.
A. Pendapat pertama: Hal tersebut tidak diperintahkan agama berdasarkan dalil:
1. Firman Allah surat An-Najm: 38-39
Bahwasannya seorang yang berdosa tidak akan memikul dosa orang lain dan bahwasannya seorang manusia tiada memperoleh selain apa yang telah diusahakannya”
2. Surat Al Baqaraah 286 ” Ia mendapat pahala (dari kebaikan) yang diusahakannya dan mendapat siksa (dari kejahatan) yang dikerjakannya”.
Ayat-ayat diatas adalah sebagai jawaban dari keterangan yang mempunyai maksud yang sama, bahwa orang yang telah mati tidak bisa mendapat tambahan pahala kecuali yang disebutkan dalam hadits: ”Apabila seorang manusia meninggal maka putuslah amalnya, kecuali tiga hal: Sedekah jariyah, anak yang shalih yang mendo’akannya atau ilmu yang bermanfaat sesudahnya”(HR Muslim, Abu Dawud, At-Tirmidzi, Nasa’I dan Ahmad).
B. Pendapat kedua: Membedakan antara ibadah badaniyah dan ibadah maliyah.
Pahala ibadah maliyah seperti shadaqah dan hajji sampai kepada mayyit, sedangkan ibadah badaniyah seperti shalat dan bacaan Alqur’an tidak sampai.
Pendapat ini merupakan pendapat yang masyhur dari Madzhab Syafi’I dan pendapat Madzhab Malik. Mereka berpendapat bahwa ibadah badaniyah adalah termasuk kategori ibadah yang tidak bisa digantikan orang lain, sebagaimana sewaktu hidup seseorang tidak boleh menyertakan ibadah tersebut untuk menggantikan orang lain.
Hal ini sesuai dengan sabda Rasul SAW: ” Seseorang tidak boleh melakukan shalat untuk menggantikan orang lain, dan seseorang tidak boleh melakukan shaum untuk menggantikan orang lain, tetapi ia memberikan makanan untuk satu hari sebanyak satu mud gandum”(HR An-Nasa’I).
C. Pendapat ketiga: Do’a dan ibadah baik maliyah maupun badaniyah bisa bermanfaat untuk mayyit
Dalil yang digunakan adalah: 1. Dalil Alqur’an: ”Dan orang-orang yang datang sesudah mereka (Muhajirin dan Anshor), mereka berdo’a:” Ya Tuhan kami, beri ampunlah kami dan saudar-saudar kami yang telah beriman lebih dahulu dari kami” (QS Al Hasyr: 10) Dalam ayat ini Allah SWT menyanjung orang-orang yang beriman karena mereka memohonkan ampun (istighfar) untuk orang-orang beriman sebelum mereka. Ini menunjukkan bahwa orang yang telah meninggal dapat manfaat dari istighfar orang yang masih hidup.
2. Dalil Hadits a. Dalam hadits banyak disebutkan do’a tentang shalat jenazah, do’a setelah mayyit dikubur dan do’a ziarah kubur.
Tentang do’a shalat jenazah antara lain, Rasulullah SAW bersabda: Dari Auf bin Malik ia berkata: Saya telah mendengar Rasulullah SAW – setelah selesai shalat jenazah-bersabda:” Ya Allah ampunilah dosanya, sayangilah dia, maafkanlah dia, sehatkanlah dia, muliakanlah tempat tinggalnya, luaskanlah kuburannya, mandikanlah dia dengan air es dan air embun, bersihkanlah dari segala kesalahan sebagaimana kain putih bersih dari kotoran, gantikanlah untuknya tempat tinggal yang lebih baik dari tempat tinggalnya, keluarga yang lebih baik dari keluarganya, pasangan yang lebih baik dari pasangannya dan peliharalah dia dari siksa kubur dan siksa neraka” (HR Muslim).
keroncong- KAPTEN
-
Age : 70
Posts : 4535
Kepercayaan : Islam
Location : di rumah saya
Join date : 09.11.11
Reputation : 67
Halaman 1 dari 1
Permissions in this forum:
Anda tidak dapat menjawab topik