selamat natal menurut Qur'an
FORUM LASKAR ISLAM :: PERBANDINGAN AGAMA :: FORUM LINTAS AGAMA :: Menjawab Fitnah, Tuduhan & Misunderstanding
Halaman 2 dari 3 • Share
Halaman 2 dari 3 • 1, 2, 3
Fatwa MUI mengenai perayaan hari natal
First topic message reminder :
Memperhatikan:
1. Perayaan Natal Bersama pada akhir-akhir ini
disalahartikan oleh sebagian ummat Islam dan disangka sama
dengan ummat Islam merayakan Maulid Nabi Besar Muhammad Saw.
2. Karena salah pengertian tersebut ada sebagian orang Islam
yang ikut dalam perayaan Natal dan bahkan duduk dalam
kepanitiaan Natal.
3. Perayaan Natal bagi orang-orang Kristen adalah merupakan
Ibadah.
Menimbang:
1. Ummat Islam perlu mendapat petunjuk yang jelas tentang
Perayaan Natal Bersama.
2. Ummat Islam agar tidak mencampur-adukkan Aqidah dan
Ibadahnya dengan Aqidah dan Ibadah agama lain.
3. Ummat Islam harus berusaha untuk menambah Iman dan
Taqwanya kepada Allah Swt.
4. Tanpa mengurangi usaha ummat Islam dalam Kerukunan Antar
ummat Beragama di Indonesia.
Meneliti kembali:
Ajaran-ajaran agama Islam, antara lain:
A. Bahwa ummat Islam diperbolehkan untuk bekerja sama dan
bergaul dengan ummat agama-agama lain dalam masalah-masalah
yang berhubungan dengan masalah keduniaan, berdasarkan atas:
Al Hujarat: i3; Lukman:15; Mumtahanah: 8 *).
B. Bahwa ummat Islam tidak boleh mencampur-adukkan aqidah
dan peribadatan agamanya dengan aqidah dan peribadatan agama
lain, berdasarkan Al Kafirun: 1-6; Al Baqarah: 42.*)
C. Bahwa ummat Islam harus mengakui kenabian dan kerasulan
Isa Al Masih bin Maryam sebagaimana pengakuan mereka kepada
para Nabi yang lain, berdasarkan: Maryam: 30-32; Al
Maidah:75; Al Baqarah: 285.*)
D. Bahwa barangsiapa berkeyakinan bahwa Tuhan itu lebih
daripada satu, Tuhan itu mempunyai anak dan Isa Al Masih itu
anaknya, maka orang itu kafir dan musyrik, berdasarkan: Al
Maidah:72-73; At Taubah:30.*)
E. Bahwa Allah pada hari kiamat nanti akan menanyakan kepada
Isa, apakah dia pada waktu di dunia menyuruh kaumnya, agar
mereka mengakui Isa dan ibunya (Maryam) sebagai Tuhan. Isa
menjawab Tidak. Hal itu berdasarkan atas Al Maidah:
116-118.*)
F. Islam mengajarkan bahwa Allah Swt itu hanya satu,
berdasarkan atas: Al Ikhlas 1-4.*)
G. Islam mengajarkan kepada ummatnya untuk menjauhkan diri
dari hal-hal yang syubhat dan dari larangan Allah Swt serta
untuk mendahulukan menolak kerusakan daripada menarik
kemaslahatan, berdasarkan atas: hadits Nabi dari Numan bin
Basyir (yang artinya): Sesungguhnya apa-apa yang halal itu
telah jelas dan apa-apa yang haran itu pun telah jelas, akan
tetapi di antara keduanya itu banyak yang syubhat (seperti
halal, seperti haram ), kebanyakan orang tidak mengetahui
yang syubhat itu. Barang siapa memelihara diri dari yang
syubhat itu, maka bersihlah Agamanya dan kehormatannya,
tetapi barangsiapa jatuh pada yang syubhat maka berarti ia
telah jatuh kepada yang haram, misalnya semacam orang yang
menggembalakan binatang di sekitar daerah larangan maka
mungkin sekali binatang itu makan di daerah larangan itu.
Ketahuilah bahwa setiap raja mempunyai larangan dan
ketahuilah bahwa larangan Allah ialah apa-apa yang
diharamkanNya (oleh karena itu yang haram jangan didekati).
Majelis Ulama Indonesia MEMFATWAKAN:
1. Perayaan natal di Indonesia meskipun tujuannya merayakan
dan menghormati Nabi Isa As, akan tetapi natal itu tidak
dapat dipisahkan dari soal-soal yang diterangkan di atas.
2. Mengikuti upacara natal bersama bagi ummat Islam hukumnya
haram.
3. Agar ummat Islam tidak terjerumus kepada syubhat dan
larangan Allah Swt dianjurkan untuk (dalam garis miring):
tidak mengikuti kegiatan-kegiatan natal.
Jakarta, 1 Jumadil Awal 1401 H./ 7 Maret 1981
M. KOMISI FATWA MAJELIS ULAMA INDONESIA
Ketua (K.H.M. Syukri Ghozali),
Sekretaris (Drs. H. Masudi)
--------
*) Catatan: Dalam fatwa itu, ayat-ayar Al Quraan yang
disebutkan tadi ditulis lengkap dalam Bhs Arab
dan terjemahannya, Bhs Indonesia.
Memperhatikan:
1. Perayaan Natal Bersama pada akhir-akhir ini
disalahartikan oleh sebagian ummat Islam dan disangka sama
dengan ummat Islam merayakan Maulid Nabi Besar Muhammad Saw.
2. Karena salah pengertian tersebut ada sebagian orang Islam
yang ikut dalam perayaan Natal dan bahkan duduk dalam
kepanitiaan Natal.
3. Perayaan Natal bagi orang-orang Kristen adalah merupakan
Ibadah.
Menimbang:
1. Ummat Islam perlu mendapat petunjuk yang jelas tentang
Perayaan Natal Bersama.
2. Ummat Islam agar tidak mencampur-adukkan Aqidah dan
Ibadahnya dengan Aqidah dan Ibadah agama lain.
3. Ummat Islam harus berusaha untuk menambah Iman dan
Taqwanya kepada Allah Swt.
4. Tanpa mengurangi usaha ummat Islam dalam Kerukunan Antar
ummat Beragama di Indonesia.
Meneliti kembali:
Ajaran-ajaran agama Islam, antara lain:
A. Bahwa ummat Islam diperbolehkan untuk bekerja sama dan
bergaul dengan ummat agama-agama lain dalam masalah-masalah
yang berhubungan dengan masalah keduniaan, berdasarkan atas:
Al Hujarat: i3; Lukman:15; Mumtahanah: 8 *).
B. Bahwa ummat Islam tidak boleh mencampur-adukkan aqidah
dan peribadatan agamanya dengan aqidah dan peribadatan agama
lain, berdasarkan Al Kafirun: 1-6; Al Baqarah: 42.*)
C. Bahwa ummat Islam harus mengakui kenabian dan kerasulan
Isa Al Masih bin Maryam sebagaimana pengakuan mereka kepada
para Nabi yang lain, berdasarkan: Maryam: 30-32; Al
Maidah:75; Al Baqarah: 285.*)
D. Bahwa barangsiapa berkeyakinan bahwa Tuhan itu lebih
daripada satu, Tuhan itu mempunyai anak dan Isa Al Masih itu
anaknya, maka orang itu kafir dan musyrik, berdasarkan: Al
Maidah:72-73; At Taubah:30.*)
E. Bahwa Allah pada hari kiamat nanti akan menanyakan kepada
Isa, apakah dia pada waktu di dunia menyuruh kaumnya, agar
mereka mengakui Isa dan ibunya (Maryam) sebagai Tuhan. Isa
menjawab Tidak. Hal itu berdasarkan atas Al Maidah:
116-118.*)
F. Islam mengajarkan bahwa Allah Swt itu hanya satu,
berdasarkan atas: Al Ikhlas 1-4.*)
G. Islam mengajarkan kepada ummatnya untuk menjauhkan diri
dari hal-hal yang syubhat dan dari larangan Allah Swt serta
untuk mendahulukan menolak kerusakan daripada menarik
kemaslahatan, berdasarkan atas: hadits Nabi dari Numan bin
Basyir (yang artinya): Sesungguhnya apa-apa yang halal itu
telah jelas dan apa-apa yang haran itu pun telah jelas, akan
tetapi di antara keduanya itu banyak yang syubhat (seperti
halal, seperti haram ), kebanyakan orang tidak mengetahui
yang syubhat itu. Barang siapa memelihara diri dari yang
syubhat itu, maka bersihlah Agamanya dan kehormatannya,
tetapi barangsiapa jatuh pada yang syubhat maka berarti ia
telah jatuh kepada yang haram, misalnya semacam orang yang
menggembalakan binatang di sekitar daerah larangan maka
mungkin sekali binatang itu makan di daerah larangan itu.
Ketahuilah bahwa setiap raja mempunyai larangan dan
ketahuilah bahwa larangan Allah ialah apa-apa yang
diharamkanNya (oleh karena itu yang haram jangan didekati).
Majelis Ulama Indonesia MEMFATWAKAN:
1. Perayaan natal di Indonesia meskipun tujuannya merayakan
dan menghormati Nabi Isa As, akan tetapi natal itu tidak
dapat dipisahkan dari soal-soal yang diterangkan di atas.
2. Mengikuti upacara natal bersama bagi ummat Islam hukumnya
haram.
3. Agar ummat Islam tidak terjerumus kepada syubhat dan
larangan Allah Swt dianjurkan untuk (dalam garis miring):
tidak mengikuti kegiatan-kegiatan natal.
Jakarta, 1 Jumadil Awal 1401 H./ 7 Maret 1981
M. KOMISI FATWA MAJELIS ULAMA INDONESIA
Ketua (K.H.M. Syukri Ghozali),
Sekretaris (Drs. H. Masudi)
--------
*) Catatan: Dalam fatwa itu, ayat-ayar Al Quraan yang
disebutkan tadi ditulis lengkap dalam Bhs Arab
dan terjemahannya, Bhs Indonesia.
keroncong- KAPTEN
-
Age : 70
Posts : 4535
Kepercayaan : Islam
Location : di rumah saya
Join date : 09.11.11
Reputation : 67
Re: selamat natal menurut Qur'an
mang odoy wrote:
Sip betuull ituuu.....
Kecuali kalo Kristen menganggap Yesus sesuai data dialkitab..NABI YESUS..
Itupun perayaan kelahirannya bukan pas 25 Desember (HARI LAHIRNYA DEWA MITRAS/DEWA MATAHARI)...
AKIDAH dan DALIH KERUKUNAN AGAMA harus dipisahkan.....
Kyai NDABLEK itu yang mengatakan MENGUCAPKAN NATAL adalah BOLEH.
Dr. M. Quraish Shihab
adalah kiai ndableg (mang odoy, 2012)
SEGOROWEDI- BRIGADIR JENDERAL
- Posts : 43894
Kepercayaan : Protestan
Join date : 12.11.11
Reputation : 124
Re: selamat natal menurut Qur'an
mang odoy wrote:
hi hi hi.... kalo ada Kyai yang ngomong gitu....berarti emang BUTA KRISTOLOGI...gak tau sejarah ke keristenan.... disangkanya NATAL sama dengan MAULID NABI.... wkwkwkwkwkwk
nanti di hari mulut nabi saya akan ucapkan:
TURUT BERDUKA CITA YANG MENDALAM
SEGOROWEDI- BRIGADIR JENDERAL
- Posts : 43894
Kepercayaan : Protestan
Join date : 12.11.11
Reputation : 124
Re: selamat natal menurut Qur'an
SEGOROWEDI wrote:santri wrote:Silahkan tonton video Perayaan Natal 25 December-Antara Dogma Dan Toleransi di youtube oleh Hj.IRENE HANDONO Mantan Biarawati biar anda-anda penganut Kristen lebih paham tentang kesalahan Natal yang kalian yakini.
Perlu saya ingatkan Beliau bukanlah mantan biarawati ecek-ecek alias bermodal Iman dan Amin, tetapi dia Koordinator Biarawati seluruh Indonesia. Lantas kenapa dia malah memeluk Islam? Pasti pandangan beliau lebih luas dan memahami tentang Agama yang dia imani selama ini salah besar sebelum masuk Islam.
https://www.youtube.com/watch?v=JWg1nRh1S68
biarawati gagal
wed...wed,,,betul" parah kamu. gagalnya dimana ...JELASIN DISINI JANGAN HANYA SMS DOANG....,cb kamu liat biodatanya. dia adalah koordinator misionaris di indonesia dan bolak balik ke vatikan, dia ahli strategi sewaktu agama kristen. Para uskup mengakui kecerdasaanya....lah kamu? apa yang telah kamu perbuat pada Agamamu?[b] satu bukupun gak ada yang kamu tulis tentang kebeneran Kristen kok udah ngeledek orang lain. Betul-betul kacau pikiran kamu wed..haduehhh
santri- SERSAN MAYOR
-
Posts : 275
Join date : 30.07.12
Reputation : 4
Re: selamat natal menurut Qur'an
SEGOROWEDI wrote:mang odoy wrote:
Sip betuull ituuu.....
Kecuali kalo Kristen menganggap Yesus sesuai data dialkitab..NABI YESUS..
Itupun perayaan kelahirannya bukan pas 25 Desember (HARI LAHIRNYA DEWA MITRAS/DEWA MATAHARI)...
AKIDAH dan DALIH KERUKUNAN AGAMA harus dipisahkan.....
Kyai NDABLEK itu yang mengatakan MENGUCAPKAN NATAL adalah BOLEH.
Dr. M. Quraish Shihab
adalah kiai ndableg (mang odoy, 2012)
wahhhh....jangan gitu donggg ndusss....dagang kompor juga sekarang rupanya lu yee......
mang odoy- KAPTEN
- Posts : 4233
Kepercayaan : Islam
Join date : 11.10.11
Reputation : 86
Re: selamat natal menurut Qur'an
santri wrote:SEGOROWEDI wrote:santri wrote:Silahkan tonton video Perayaan Natal 25 December-Antara Dogma Dan Toleransi di youtube oleh Hj.IRENE HANDONO Mantan Biarawati biar anda-anda penganut Kristen lebih paham tentang kesalahan Natal yang kalian yakini.
Perlu saya ingatkan Beliau bukanlah mantan biarawati ecek-ecek alias bermodal Iman dan Amin, tetapi dia Koordinator Biarawati seluruh Indonesia. Lantas kenapa dia malah memeluk Islam? Pasti pandangan beliau lebih luas dan memahami tentang Agama yang dia imani selama ini salah besar sebelum masuk Islam.
https://www.youtube.com/watch?v=JWg1nRh1S68
biarawati gagal
wed...wed,,,betul" parah kamu. gagalnya dimana ...JELASIN DISINI JANGAN HANYA SMS DOANG....,cb kamu liat biodatanya. dia adalah koordinator misionaris di indonesia dan bolak balik ke vatikan, dia ahli strategi sewaktu agama kristen. Para uskup mengakui kecerdasaanya....lah kamu? apa yang telah kamu perbuat pada Agamamu?[b] satu bukupun gak ada yang kamu tulis tentang kebeneran Kristen kok udah ngeledek orang lain. Betul-betul kacau pikiran kamu wed..haduehhh
Peran si nduss .....???? ya jadi "maenan" ane di forum ini......
mang odoy- KAPTEN
- Posts : 4233
Kepercayaan : Islam
Join date : 11.10.11
Reputation : 86
Re: selamat natal menurut Qur'an
santri wrote:
wed...wed,,,betul" parah kamu. gagalnya dimana ...JELASIN DISINI JANGAN HANYA SMS DOANG....,cb kamu liat biodatanya. dia adalah koordinator misionaris di indonesia dan bolak balik ke vatikan, dia ahli strategi sewaktu agama kristen. Para uskup mengakui kecerdasaanya....lah kamu? apa yang telah kamu perbuat pada Agamamu?[b] satu bukupun gak ada yang kamu tulis tentang kebeneran Kristen kok udah ngeledek orang lain. Betul-betul kacau pikiran kamu wed..haduehhh
ajak aja dia ke sini!
atau kamu wakili pemikiranya tentang kristen atau islam kek apa
kita bahas, sebab pernah di radio ada ustatsah yang ngaku mantan pendeta ceramah menjelek-jelekkan alkitab, tetapi ngawur semua..
SEGOROWEDI- BRIGADIR JENDERAL
- Posts : 43894
Kepercayaan : Protestan
Join date : 12.11.11
Reputation : 124
Re: selamat natal menurut Qur'an
mang odoy wrote:
wahhhh....jangan gitu donggg ndusss....dagang kompor juga sekarang rupanya lu yee......
beliau kan bilang boleh
padahal yang bilang boleh kamu katakan kiai ndableg
iya kan SAT?
SEGOROWEDI- BRIGADIR JENDERAL
- Posts : 43894
Kepercayaan : Protestan
Join date : 12.11.11
Reputation : 124
Re: selamat natal menurut Qur'an
SEGOROWEDI wrote:mang odoy wrote:
wahhhh....jangan gitu donggg ndusss....dagang kompor juga sekarang rupanya lu yee......
beliau kan bilang boleh
padahal yang bilang boleh kamu katakan kiai ndableg
iya kan SAT?
ha ha ha...bisa aja lu kalo ngeles...
mang odoy- KAPTEN
- Posts : 4233
Kepercayaan : Islam
Join date : 11.10.11
Reputation : 86
Re: selamat natal menurut Qur'an
Mau tanya ... kalo bilang Selamat Hari Raya Galungan atau Selamat Hari Raya Waisak boleh ga sih menurut akidah ?
dee-nee- LETNAN KOLONEL
-
Posts : 8645
Kepercayaan : Islam
Location : Jakarta
Join date : 02.08.12
Reputation : 182
Re: selamat natal menurut Qur'an
dee-nee wrote:Mau tanya ... kalo bilang Selamat Hari Raya Galungan atau Selamat Hari Raya Waisak boleh ga sih menurut akidah ?
[ngeles mode on:
nah...kalo yang ini tugasnya simbah abu yang ahli dalam bidang perhinduan dan berbudaan.. [ngeles mode off]
mang odoy- KAPTEN
- Posts : 4233
Kepercayaan : Islam
Join date : 11.10.11
Reputation : 86
Re: selamat natal menurut Qur'an
Alyasa' Abubakar : Ucapan Selamat Natal Boleh-Boleh Saja
Hayatullah Zuboidi | The Globe Journal
Sabtu, 24 Desember 2011 00:00 WIB
Banda Aceh - Hukum bagi orang muslim mengucapkan Selamat Natal kepada umat nonmuslim masih menjadi perdebatan hingga saat ini. Menurut Ketua Umum Dewan Pengurus Wilayah Muhammadiyah (DPW) Aceh, Prof. Dr. Aliyasa' Abubakar, kalau sekedar mengucapkan saja untuk menjaga keakraban itu boleh-boleh saja, asal jangan mengikuti seremonial mereka seperti doa, misa, dan jamuan natal, itu haram hukumnya.
"Perayaan natal dibagi dua; yang agama/ibadat dan perayaan biasa. Untuk yang pertama seperti misa/doa/jamuan natal, haram diikuti oleh umat Islam. Sedangkan yang kedua seperti ucapan selamat natal boleh diucapkan oleh umat Islam,"ujar Alyasa' kepada The Globe Journal, Sabtu (14/12).
Sementara dalil yang membolehkan ucapan natal biasa, Alyasa' menjelaskan, untuk menjaga silaturrahim, ada ayat dan hadis, seperti perintah berbuat baik pada orang tua dan keluarga, tetangga, serta sahabat lain yang beda agama.
Sementara dalil yang haram mengikuti seremonial mereka atau untuk tidak mengikuti ibadat agama lain serta mencampur ibadat dengan ibadat agama lain, ada ayat Alqur'an dan Hadis, seperti surat Alkafirun.
Seperti yang dilansir eramuslim.com tahun 2008, diantara tema yang mengandung perdebatan setiap tahunnya adalah ucapan selamat Hari Natal. Para ulama kontemporer berbeda pendapat didalam penentuan hukum fiqihnya antara yang mendukung ucapan selamat dengan yang menentangnya. Kedua kelompok ini bersandar kepada sejumlah dalil.
Meskipun pengucapan selamat hari natal ini sebagiannya masuk didalam wilayah aqidah, namun ia memiliki hukum fiqih yang bersandar kepada pemahaman yang mendalam, penelaahan yang rinci terhadap berbagai nash-nash syar’i.
Ada dua pendapat didalam permasalahan ini, Ibnu Taimiyah, Ibnul Qoyyim dan para pengikutnya seperti Syeikh Ibn Baaz, Syeikh Ibnu Utsaimin–semoga Allah merahmati mereka–serta yang lainnya seperti Syeikh Ibrahim bin Muhammad al Huqoil berpendapat bahwa mengucapkan selamat Hari Natal hukumnya adalah haram karena perayaan ini adalah bagian dari syiar-syiar agama mereka. Allah tidak meredhoi adanya kekufuran terhadap hamba-hamba-Nya. Sesungguhnya didalam pengucapan selamat kepada mereka adalah tasyabbuh (menyerupai) dengan mereka dan ini diharamkan.
Diantara bentuk-bentuk tasyabbuh : 1. Ikut serta didalam hari raya tersebut. 2. Mentransfer perayaan-perayaan mereka ke neger-negeri islam.
Mereka juga berpendapat wajib menjauhi berbagai perayaan orang-orang kafir, menjauhi dari sikap menyerupai perbuatan-perbuatan mereka, menjauhi berbagai sarana yang digunakan untuk menghadiri perayaan tersebut, tidak menolong seorang muslim didalam menyerupai perayaan hari raya mereka, tidak mengucapkan selamat atas hari raya mereka serta menjauhi penggunaan berbagai nama dan istilah khusus didalam ibadah mereka.
Jumhur ulama kontemporer membolehkan mengucapkan selamat Hari Natal. Di antaranya Syeikh Yusuf al Qaradhawi yang berpendapat bahwa perubahan kondisi global lah yang menjadikanku berbeda dengan Syeikhul Islam Ibnu Taimiyah didalam mengharamkan pengucapan selamat hari-hari Agama orang-orang Nasrani atau yang lainnya. Aku (Yusuf al Qaradhawi) membolehkan pengucapan itu apabila mereka (orang-orang Nasrani atau non muslim lainnya) adalah orang-orang yang cinta damai terhadap kaum muslimin, terlebih lagi apabila ada hubungan khsusus antara dirinya (non muslim) dengan seorang muslim, seperti : kerabat, tetangga rumah, teman kuliah, teman kerja dan lainnya. Hal ini termasuk didalam berbuat kebajikan yang tidak dilarang Allah.
http://theglobejournal.com/hukum/alyasa-abubakar--ucapan-selamat-natal-boleh-boleh-saja/index.php
Hayatullah Zuboidi | The Globe Journal
Sabtu, 24 Desember 2011 00:00 WIB
Banda Aceh - Hukum bagi orang muslim mengucapkan Selamat Natal kepada umat nonmuslim masih menjadi perdebatan hingga saat ini. Menurut Ketua Umum Dewan Pengurus Wilayah Muhammadiyah (DPW) Aceh, Prof. Dr. Aliyasa' Abubakar, kalau sekedar mengucapkan saja untuk menjaga keakraban itu boleh-boleh saja, asal jangan mengikuti seremonial mereka seperti doa, misa, dan jamuan natal, itu haram hukumnya.
"Perayaan natal dibagi dua; yang agama/ibadat dan perayaan biasa. Untuk yang pertama seperti misa/doa/jamuan natal, haram diikuti oleh umat Islam. Sedangkan yang kedua seperti ucapan selamat natal boleh diucapkan oleh umat Islam,"ujar Alyasa' kepada The Globe Journal, Sabtu (14/12).
Sementara dalil yang membolehkan ucapan natal biasa, Alyasa' menjelaskan, untuk menjaga silaturrahim, ada ayat dan hadis, seperti perintah berbuat baik pada orang tua dan keluarga, tetangga, serta sahabat lain yang beda agama.
Sementara dalil yang haram mengikuti seremonial mereka atau untuk tidak mengikuti ibadat agama lain serta mencampur ibadat dengan ibadat agama lain, ada ayat Alqur'an dan Hadis, seperti surat Alkafirun.
Seperti yang dilansir eramuslim.com tahun 2008, diantara tema yang mengandung perdebatan setiap tahunnya adalah ucapan selamat Hari Natal. Para ulama kontemporer berbeda pendapat didalam penentuan hukum fiqihnya antara yang mendukung ucapan selamat dengan yang menentangnya. Kedua kelompok ini bersandar kepada sejumlah dalil.
Meskipun pengucapan selamat hari natal ini sebagiannya masuk didalam wilayah aqidah, namun ia memiliki hukum fiqih yang bersandar kepada pemahaman yang mendalam, penelaahan yang rinci terhadap berbagai nash-nash syar’i.
Ada dua pendapat didalam permasalahan ini, Ibnu Taimiyah, Ibnul Qoyyim dan para pengikutnya seperti Syeikh Ibn Baaz, Syeikh Ibnu Utsaimin–semoga Allah merahmati mereka–serta yang lainnya seperti Syeikh Ibrahim bin Muhammad al Huqoil berpendapat bahwa mengucapkan selamat Hari Natal hukumnya adalah haram karena perayaan ini adalah bagian dari syiar-syiar agama mereka. Allah tidak meredhoi adanya kekufuran terhadap hamba-hamba-Nya. Sesungguhnya didalam pengucapan selamat kepada mereka adalah tasyabbuh (menyerupai) dengan mereka dan ini diharamkan.
Diantara bentuk-bentuk tasyabbuh : 1. Ikut serta didalam hari raya tersebut. 2. Mentransfer perayaan-perayaan mereka ke neger-negeri islam.
Mereka juga berpendapat wajib menjauhi berbagai perayaan orang-orang kafir, menjauhi dari sikap menyerupai perbuatan-perbuatan mereka, menjauhi berbagai sarana yang digunakan untuk menghadiri perayaan tersebut, tidak menolong seorang muslim didalam menyerupai perayaan hari raya mereka, tidak mengucapkan selamat atas hari raya mereka serta menjauhi penggunaan berbagai nama dan istilah khusus didalam ibadah mereka.
Jumhur ulama kontemporer membolehkan mengucapkan selamat Hari Natal. Di antaranya Syeikh Yusuf al Qaradhawi yang berpendapat bahwa perubahan kondisi global lah yang menjadikanku berbeda dengan Syeikhul Islam Ibnu Taimiyah didalam mengharamkan pengucapan selamat hari-hari Agama orang-orang Nasrani atau yang lainnya. Aku (Yusuf al Qaradhawi) membolehkan pengucapan itu apabila mereka (orang-orang Nasrani atau non muslim lainnya) adalah orang-orang yang cinta damai terhadap kaum muslimin, terlebih lagi apabila ada hubungan khsusus antara dirinya (non muslim) dengan seorang muslim, seperti : kerabat, tetangga rumah, teman kuliah, teman kerja dan lainnya. Hal ini termasuk didalam berbuat kebajikan yang tidak dilarang Allah.
http://theglobejournal.com/hukum/alyasa-abubakar--ucapan-selamat-natal-boleh-boleh-saja/index.php
hamba tuhan- LETNAN SATU
-
Posts : 1666
Kepercayaan : Islam
Location : Aceh - Pekanbaru
Join date : 07.10.11
Reputation : 19
Re: selamat natal menurut Qur'an
Saya pribadi sesuai dgn naungan organisasi saya sendiri yaitu rabithah thaliban aceh dan Himpunan Ulama Dayah Aceh (HUDA) cukup mengucapkan Selamat Hari Nakal dan Tahun Saru...... heheeeeeee
hamba tuhan- LETNAN SATU
-
Posts : 1666
Kepercayaan : Islam
Location : Aceh - Pekanbaru
Join date : 07.10.11
Reputation : 19
Re: selamat natal menurut Qur'an
hahaha...bisa aja..tapi trims loh mang..uda bantu tebar pesonamang odoy wrote:dee-nee wrote:Mau tanya ... kalo bilang Selamat Hari Raya Galungan atau Selamat Hari Raya Waisak boleh ga sih menurut akidah ?
[ngeles mode on:
nah...kalo yang ini tugasnya simbah abu yang ahli dalam bidang perhinduan dan berbudaan.. [ngeles mode off]
http://www.laskarislam.com/t3496-selamat-hari-galungan-waisak-dalam-perspektif-islam#33941
abu hanan- GLOBAL MODERATOR
-
Age : 90
Posts : 7999
Kepercayaan : Islam
Location : soerabaia
Join date : 06.10.11
Reputation : 224
Re: selamat natal menurut Qur'an
hamba tuhan wrote:Saya pribadi sesuai dgn naungan organisasi saya sendiri yaitu rabithah thaliban aceh dan Himpunan Ulama Dayah Aceh (HUDA) cukup mengucapkan Selamat Hari Nakal dan Tahun Saru...... heheeeeeee
santri- SERSAN MAYOR
-
Posts : 275
Join date : 30.07.12
Reputation : 4
Re: selamat natal menurut Qur'an
SEGOROWEDI wrote:santri wrote:
wed...wed,,,betul" parah kamu. gagalnya dimana ...JELASIN DISINI JANGAN HANYA SMS DOANG....,cb kamu liat biodatanya. dia adalah koordinator misionaris di indonesia dan bolak balik ke vatikan, dia ahli strategi sewaktu agama kristen. Para uskup mengakui kecerdasaanya....lah kamu? apa yang telah kamu perbuat pada Agamamu? satu bukupun gak ada yang kamu tulis tentang kebeneran Kristen kok udah ngeledek orang lain. Betul-betul kacau pikiran kamu wed..haduehhh
ajak aja dia ke sini!
atau kamu wakili pemikiranya tentang kristen atau islam kek apa
kita bahas, sebab pernah di radio ada ustatsah yang ngaku mantan pendeta ceramah menjelek-jelekkan alkitab, tetapi ngawur semua..
OK wed ....saya Sudah terwakili dengan pernyataan berikut ini. Dia adalah saudara kamu dari Kristen.
Sejarah Natal Menurut Sumber Dan Pengakuan Penganut Kristiani Sendiri
Kata natal berasal dari bahasa Latin yang berarti lahir. Secara
istilah Natal berarti upacara yang dilakukan oleh orang Kristen untuk
memperingati hari kelahiran Isa Al Masih – yang mereka sebut Tuhan
Yesus.
Peringatan Natal baru tercetus antara tahun 325 – 354 oleh Paus
Liberius, yang ditetapkan tanggal 25 Desember, sekaligus menjadi
momentum penyembahan Dewa Matahari, yang kadang juga diperingati pada
tanggal 6 Januari, 18 Oktober, 28 April atau 18 Mei. Oleh Kaisar
Konstantin, tanggal 25 Desember tersebut akhirnya disahkan sebagai
kelahiran Yesus (Natal).
Karena perayaan Natal yang diselenggarakan di seluruh dunia ini
berasal dari Katolik Roma, dan tidak memiliki dasar dari kitab suci,
maka marilah kita dengarkan penjelasan dari Katolik Roma dalam Catholic Encyclopedia, edisi 1911, dengan judul “Christmas”, anda akan menemukan kalimat yang berbunyi sebagai berikut:
“Christmas was not among the earliest festivals of Church … the first
evidence of the feast is from Egypt. Pagan customs centering around the
January calends gravitated to christmas.”
“Natal bukanlah diantara upacara-upacara awal Gereja … bukti
awal menunjukkan bahwa pesta tersebut berasal dari Mesir. Perayaan ini
diselenggarakan oleh para penyembah berhala dan jatuh pada bulan Januari
ini, kemudian dijadikan hari kelahiran Yesus.”
Dalam Ensiklopedi itu pula, dengan judul “Natal Day,” Bapak Katolik pertama, mengakui bahwa:
“In the Scriptures, no one is recorded to have kept a feast or held a
great banquet on his birthday. It is only sinners (like Paraoh and
Herod) who make great rejoicings over the day in which they were born
into this world.”
“Di dalam kitab suci, tidak seorang pun yang mengadakan
upacara atau menyelenggarakan perayaan untuk merayakan hari kelahiran
Yesus. Hanyalah orang-orang kafir saja (seperti Firaun dan Herodes) yang
berpesta pora merayakan hari kelahirannya ke dunia ini.”
Encyclopedia Britannica, yang terbit tahun 1946, menjelaskan sebagai berikut:
“Christmas was not among the earliest festivals of the church… It was
not instituted by Christ or the apostles, or by Bible authority. It was
picked up of afterward from paganism.”
“Natal bukanlah upacar – upacara awal gereja. Yesus Kristus
atau para muridnya tidak pernah menyelenggarakannya, dan Bible (Alkitab)
juga tidak pernah menganjurkannya. Upacara ini diambil oleh gereja dari
kepercayaan kafir penyembah berhala.”
Encyclopedia Americana terbitan tahun 1944 juga menyatakan sebagai berikut:
“Christmas…It was, according to many authorities, not celebrated in
the first centuries of the Christian church, as the Christian usage in
general was to celebrate the death of remarkable persons rather than
their birth…” (The “Communion,” which is instituted by New Testament
Bible authority, is a memorial of the death of Christ.) “…A feast was
established in memory of this event (Christ´s birth) in the fourth
century. In the fifth century the Western Church ordered it to be
celebrated forever on the day of the old Roman feast of the birth of
Sol, as no certain knowledge of the day of Christ´s birth existed.”
“Menurut para ahli, pada abad-abad permulaan, Natal tidak pernah
dirayakan oleh umat Kristen. Pada umumnya, umat Kristen hanya merayakan
hari kematian orang-orang terkemuka saja, dan tidak pernah merayakan
hari kelahiran orang tersebut..” (“Perjamuan Suci” yang termaktub dalam
Kitab Perjanjian Baru, hanyalah untuk mengenang kematian Yesus Kristus.)
“…Perayaan Natal yang dianggap sebagai hari kelahiran Yesus, mulai
diresmikan pada abad keempat Masehi. Pada abad kelima, Gereja Barat
memerintahkan kepada umat Kristen untuk merayakan hari kelahiran Yesus,
yang diambil dari hari pesta bangsa Roma yang merayakan hari “Kelahiran
Dewa Matahari.” Sebab tidak seorang pun yang mengetahui hari kelahiran
Yesus.”
Sumber: http://www.einjil.com/cgi-bin/forum_read.pl?forum_id=13660&level=2
santri- SERSAN MAYOR
-
Posts : 275
Join date : 30.07.12
Reputation : 4
Re: selamat natal menurut Qur'an
Apakah boleh memberikan ucapan selamat hari raya atau yang lainnya kepada orang orang Masihiyun (penganut ajaran Isa al Masih)?
Yang benar adalah jika kita mengatakan : Orang-orang nasrani, karena kalimat masihiyun berarti menisbatkan syariat (yang di bawah Nabi Isa) kepada agama mereka, artinya mereka menisbatkan diri mereka kepada Al-Masih Isa bin Maryam.
Padahal telah diketahui bahwa Isa bin Maryam Alaihissalam telah membawa kabar gembira untuk Bani Israil dengan(kedatangan) Muhammad.
Allah Subhanahu wa Taala berfirman: "Dan (ingatlah) ketika Isa Putra Maryam berkata: `Hai Bani Israil, sesungguhnya aku adalah utusan Allah kepadamu, membenarkan kitab (yang turun) sebelumku, yaitu Taurat dan memberi kabar gembira dengan (datangnya) seorang Rasul yang akan datang sesudahku, yang namanya Ahmad (Muhammad)`. Maka tatkala rasul itu datang kepada mereka dengan membawa bukti-bukti yang nyata, mereka berkata: Ini adalah sihir yang nyata" (Ash-Shaff: 6).
Maka jika mereka mengkafiri/mengingkari Muhammad Shallallahu wa `alaihi wa Sallam maka berarti mereka telah mengkafiri Isa, kerena mereka telah menolak kabar gembira yang beliau sampaikan kepada mereka. Dan oleh karena itu kita mensifati mereka dengan apa yang disifatkan Allah atas mereka dalam Al-Qur`an dan dengan apa yang disifatkan oleh Rasulullah Shallallahu wa `alaihi wa Sallam dalam As-Sunnah, dan yang disifatkan/digambarkan oleh para ulama muslimin dengan sifat ini yaitu bahwa mereka adalah nashrani sehingga kitapun mengatakan: sesungguhnya orang-orang nashrani jika mengkafiri Muhammad Shallallahu wa `alaihi wa Sallam maka sebenarnya mereka telah mengkafiri Isa bin Maryam.
Akan tetapi mereka mengatakan: Sesungguhnya Isa bin Maryam telah memberi kabar gembira kepada kami dengan seorang rasul yang akan datang sesudahnya yang namanya Ahmad, sementara yang datang namanya adalah Muhammad. Maka kami menanti (rasul yang bernama) Ahmad, sedangkan Muhammad adalah bukanlah yang dikabargembirakan oleh Isa. Maka apakah jawaban atas penyimpangan ini?
Jawabannya adalah kita mengatakan bahwa Allah telah berfirman: Maka ketika ia (Muhammad) datang kepada mereka dengan penjelasan-penjelasan¡. Ayat ini menunjukkan bahwa rasul tersebut telah datang; dan apakah telah datang kepada mereka seorang rasul selain Muhammad Shallallahu wa `alaihi wa Sallam setelah Isa? Tentu saja tidak, tidak seorang rasulpun yang datang sesudah Isa selain Muhammad Shallallahu wa `alaihi wa Sallam. Dan berdasarkan ini maka wajiblah atas mereka untuk beriman kepada Muhammad Shallallahu wa `alaihi wa Sallam dan juga kepada Isa `Alaihissalam.
Rasul telah beriman kepada Al-Qur`an yang diturunkan kepadanya dari Tuhannya, demikian pula orang-orang yang beriman. Semuanya beriman kepada Allah, Malaikat-malaikatNya, kitab-kitabNya dan rasul-rasulNya (mereka mengakatan): `Kami tidak membeda-bedakan antara seseorangpun (dengan yang lain) dari rasul-rasulNya.¡¦ (Al-Baqarah:285)
Oleh karena itu Nabi Shallallahu wa `alaihi wa Sallam bersabda: Barangsiapa yang bersaksi bahwa tidak ada tuhan yang berhak disembah selain Allah dan bahwa Muhammad adalah utusan Allah dan bahwa Isa adalah hamba dan utusan Allah(Bagian dari hadits yang diriwayatkan oleh Al-Bukhari no. 3435 dalam kitab Ahaditsul Anbiya` bab Qauluhu Ta`ala: Ya Ahal Kitabi La Taghlul Fi Dinikum, dan oleh Muslim no. 28 dalam kitab Al-Iman bab Ad-Dalil `Alaa Inna Man Maata `Alat Tauhiid Dakhalal Jannah Qath`an dari hadits `Ubadah bin Ash-Shamit Radhiallahu Anhu).
Maka tidak sempurna iman kita kecuali dengan beriman kepada Isa Alaihissalam dan bahwa beliau adalah hamba dan utusan Allah, sehingga kita tidak mengatakan sebagaimana yang dikatakan oleh orang-orang nashrani; bahwa ia adalah putra Allah, dan tidak (pula mengatakan) bahwa ia adalah tuhan. Dan kita tidak pula mengatakan sebagaimana yang dikatakan oleh orang yahudi: bahwa beliau adalah pendusta dan bukan seorang Rasul dari Allah, akan tetapi kita mengatkan bahwa Isa di utus kepada kaumnya dan bahwa syariat Isa dan nabi-nabi yang lainnya telah dihapus oleh syariat Nabi Muhammad Shallallahu wa `alaihi wa Sallam.
Adapun memberi ucapan selamat hari raya kepada orang-orang nashrani atau yahudi maka ia adalah haram berdasarkan kesepakatan para ulama sebagaimana disebutkan Ibnul Qayyim Rahimahullah dalam kitab Ahkam Ahli Adz-Dzimmah, dan silahkan anda membaca teks tulisan beliau: "Dan adapun memberikan ucapan selamat untuk syiar-syiar kekufuran yang bersifat khusus maka ia adalah haram secara ijma`, seperti mengucapkan selama untuk hari raya dan puasa mereka dengan mengatakan : "hari raya yang diberkahi untuk anda¡¦ Maka yang seperti ini kalaupun orang yang mengucapkan selamat dari kekufuran maka perbuatan itu termasuk yang diharamkan. Dan ia sama dengan memberikan selamat untuk ujudnya kepada salib. Bahkan itu lebih besar dosanya dan lebih dimurkai oleh Allah daripada memberikan selamat atas perbuatannya meminum khamar, membunuh, melakukan zina dan yang semacamnya. Dan banyak orang yang tidak memiliki penghormatan terhadap Ad-dien terjatuh dalam hal itu dan ia tidak mengetahui apa yang telah ia lakukan". Selesai tulisan beliau.
(Dinukil dari Ash-Shahwah Al-Islamiyah, Dhawabith wa taujihat, oleh Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin).
Apakah boleh berpartisipasi dengan kalangan non muslim dalam Hari-hari Raya mereka (Natal, Tahun Baru, Paskah, dll, red), seperti hari ulang tahun misalnya?
Alhamdulillah. Seorang muslim tidak boleh berpartisipasi dalam hari-hari perayaan mereka dan turut menunjukkan kegembiraan dan keceriaan bersama mereka dalam memperingatinya, atau ikut libur bersama mereka, baik itu peringatan yang bersifat keagamaan atau keduniawiaan. Karena itu menyerupai musuh-musuh Allah yang memang diharamkan, selain juga berarti menolong mereka dalam kebatilan. Diriwayatkan dengan shahih dari Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bahwa beliau bersabda: "Barangsiapa yang menyerupai satu kaum berarti termasuk golongan mereka."
Sementara Allah juga berfirman: "Bertolong-tolonganlah dalam kebaikan dan ketakwaan dan janganlah bertolong-tolongan dalam dosa dan permusuhan; bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah itu Maha Keras siksanya.." (QS.Al-Maa-idah : 2)
Maka kami nasihat agar Anda menelaah kibat Iqtidhaa-ush Shiratil Mustaqiem karya Ibnu Taimiyyah -Rahimahullah-- sebuah buku yang amat bermutu sekali dalam persoalan tersebut. Wabillahit Taufiq. Semoga shalawat dan salam terlimpahkan kepada Nabi Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam.
(Al-Lajnah Ad-Daa-imah Lil Buhuts Ilmiyyah wal Iftaa. Fatwa nomor 2540)
Saya menyaksikan banyak kaum muslimin yang turut berpartisipasi dalam merayakan Hari Natal dan berbagai perayaan lain. Apakah ada dalil dari Al-Qur'an dan Sunnah yang bisa saya tunjukkan kepada mereka bahwa kegiatan tersebut tidaklah disyariatkan?
Ikut serta dalam Hari Raya orang kafir bersama mereka tidak boleh, berdasarkan hal-hal berikut:
Pertama: itu berarti menyerupai mereka. Nabi bersabda: "Barangsiapa menyerupai satu kaum, maka ia termasuk golongan mereka." Diriwayatkan oleh Abu Dawud, dan dikatakan oleh Al-Albani -Rahimahullah-- : "Hasan shahih." (Shahih Abu Dawud II : 761)
Ini merupakan ancaman keras. Abdullah bin Amru bin Ash Radhiallahu 'anhuma pernah menyatakan: "Barangsiapa yang tinggal di negeri kaum musyrikin dan mengkuti acara Nairuz dan festival keagamaan mereka, lalu meniru mereka hingga mati, ia akan merugi di Hari Kiamat nanti."
Kedua: Ikut serta berarti juga menyukai dan mencintai mereka
Allah berfirman: "Janganlah kalian menjadikan orang-orang Yahudi dan Nashrani sebagai wali kalian.."
Demikian juga Allah berfirman: "Hai orang-orang yang beriman; janganlah kalian menjadikan musuh-musuh-Ku dan musuh-musuh kalian sebagai wali yang kalian berikan kepada mereka kecintaan padahal mereka telah kafir terhadap kebenaran yang datang kepada mereka.."
Yang ketiga: Hari Raya adalah masalah agama dan akidah, bukan masalah keduniaan, sebagaimana ditegaskan dalam hadits: "Setiap kaum memiliki Hari Raya, ini adalah Hari Raya kita.." Hari Raya mereka mengekspresikan akidah mereka yang rusak, penuh syirik dan kekafiran.
Keempat: "Dan mereka-mereka yang tidak menghadiri kedustaan (kemaksiatan).." ditafsirkan oleh para ulama bahwa yang dimaksud dengan kedustaan dalam ayat itu adalah Hari-hari Raya kaum musyrikin. Sehingga tidak boleh menghadiahkan kepada mereka kartu ucapan selamat, atau menjualnya kepada mereka, demikian juga tidak boleh menjual segala keperluan Hari Raya mereka, baik itu lilin, pohon natal, makanan-makanan; kalkun, manisan atau kue yang berbentuk stik atau tongkat dan lain-lain.
Kalau yang dimaksud dengan peringatan di situ adalah peringatan Hari Raya orang-orang kafir dan musyrikin tersebut, jelas tidak boleh kita berpartisipasi dalam Hari Raya yang batil tersebut. Karena itu mengandung kerja sama dan menolong mereka dalam berbuat dosa dan permusuhan. Berpartisipasi dalam Hari Raya mereka juga berarti Menyerupai orang-orang kafir. Islam telah melarang menyerupai orang-orang kafir. Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: "Barangsiapa yang menyerupai satu kaum, maka ia termasuk dalam golongan mereka." (Dikeluarkan oleh Abu Dawud dan Ahmad)
Umar bin Al-Khattab pernah menyatakan: "Jauhilah musuh-musuh Allah pada Hari Raya mereka." Dikeluarkan oleh Al-Baihaqi)
Ibnul Qayyim -Rahimahullah-- menyatakan: "Kaum muslimin tidak boleh menghadiri perayaan Hari-hari Raya kaum musyrikin menurut kesepakatan para ulama yang berhak memberikan fatwa. Para ulama fikih dari madzhab yang empat sudah menegaskan hal itu dalam buku-buku mereka. Imam Al-Baihaqi meriwayatkan dengan sanad yang shahih dari Umar bin Al-Khattab Radhiallahu 'anhu bahwa beliau pernah berkata: "Janganlah menemui orang-orang musyrik di gereja-gereja mereka pada Hari Raya mereka. Karena kemurkaan Allah sedang turun di antara mereka." Umar juga pernah berkata: "Jauhilah musuh-musuh Allah itu pada Hari Raya mereka." Imam Al-Baihaqi juga meriwayatkan dengan sanad yang bagus dari Abdullah bin Amru Radhiallahu 'anhuma beliau pernah berkata: "Barangsiapa lewat di negeri non Arab, lalu mereka sedang merayakan Hari Nairuz dan festival keagamaan mereka, lalu ia meniru mereka hingga mati, maka demikianlah ia dibangkitkan bersama mereka di Hari Kiamat nanti." (Lihat Ahkaamu Ahlidz Dzimmah I : 723-724).
Syaikhul Islam Ahmad bin Abdul Halim Ibnu Taimiyyah -Rahimahullah-- menyatakan dalam bukunya yang agung Iqtidha-ush Shirathil Mustaqiem Mukhalafata Ash-haabil Jahiem: "Adapun apabila seorang muslimin menjual kepada mereka pada Hari-hari Raya mereka segala yang mereka gunakan pada Hari Raya tersebut, berupa makanan, pakaian, minyak wangi dan lain-lain, atau menghadiahkannya kepada mereka, maka itu termasuk menolong mereka mengadakan Hari Raya mereka yang diharamkan. Dasarnya satu kaidah: tidak boleh menjual anggur atau juice kepada orang kafir yang jelas digunakan untuk membuat minuman keras. Juga tidak boleh menjual senjata kepada mereka bila digunakan untuk memerangi kaum muslimin."
Kemudian beliau menukil dari Abdul Malik bin Habib dari kalangan ulama Malikiyyah: "Sudah jelas bahwa kaum muslimin tidak boleh menjual kepada orang-orang Nashrani sesuatu yang menjadi kebutuhan Hari Raya mereka, baik itu daging, lauk-pauk atau pakaian. Juga tidak boleh memberikan kendaraan kepada mereka, atau memberikan pertolongan untuk Hari Raya, karena yang demikian itu termasuk memuliakan kemusyrikan mereka dan menolong mereka dalam kekufuran mereka." (Al-Iqtidhaa cet. Darul Makrifah dengan tahqiq Al-Qafiyy hal. 229-231)
Semua perayaan tahunan dan pertemuan tahunan (yang dirayakan non Muslim, red) adalah Hari-hari Raya bid'ah dan ajaran bid'ah yang tidak pernah diturunkan oleh Allah penjelasan tentang hal itu.
Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: "Berhati-hatilah terhadap amalan yang dibuat-buat. Setiap amalan yang dibuat-buat adalah bid'ah dan setiap bid'ah adalah sesat." (Diriwayatkan oleh Ahmad, Abu Dawud dan At-Tirmidzi serta yang lainnya)
Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam juga bersabda: "Masing-masing kaum memiliki Hari Raya, dan ini adalah Hari Raya kita." (HR. Al-Bukhari dan Muslim)
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah -Rahimahullah-- mengulas persoalan tersebut secara panjang lebar dalam buku beliau Iqtidha-ush Shiratil Mustaqiem Mukhalafata Ash-habil Jahiem, berkaitan dengan kecaman terhadap berbagai Hari Raya bid'ah yang tidak ada asalnya dalam ajaran Islam yang lurus. Adapun kerusakan yang terkandung dalam acara-acara tersebut, tidak setiap orang, bahkan juga kebanyakan orang tidak dapat mengetahui kerusakan yang terkandung dalam bentuk bid'ah semacam itu. Apalagi bentuk bid'ah itu adalah bid'ah dalam ibadah syariat. Hanya kalangan cerdik pandai dari para ulama yang dapat mengetahui kerusakan yang terdapat di dalamnya.
Kewajiban umat manusia adalah mengikuti ajaran Kitabullah dan Sunnah Rasul, meskipun ia belum bisa mengetahui maslahat dan kerusakan yang terdapat di dalamnya. Dan bahwasanya orang yang membuat-buat satu amalan pada hari tertentu dalam bentuk shalat, puasa, membuat makanan, banyak-banyak melakukan infak dan sejenisnya, tentu akan diiringi oleh keyakinan hati. Karena ia pasti memiliki keyakinan bahwa hari itu lebih baik dari hari-hari lain. Karena kalau tidak ada keyakinan demikian dalam hatinya, atau dalam hati orang yang mengikutinya, tidak akan mungkin hati itu tergerak untuk mengkhususkan hari tertentu atau malam tertentu dengan ibadah tersebut. Mengutamakan sesuatu tanpa adanya keutamaan adalah tidak mungkin.
Kemudian Hari Raya (Ied) bisa menjadi nama untuk tempat perayaan, waktu perayaan, atau pertemuan pada perayaan tersebut. Ketiganya memunculkan beberapa bentuk bid'ah. Adapun yang berkaitan dengan waktu, ada tiga macam. Terkadang di dalamnya juga tercakup sebagian bentuk tempat dan aktivitas perayaan.
Pertama: Hari yang secara asal memang tidak dimuliakan oleh syariat, tidak pernah pula disebut-sebut oleh para ulama As-Salaf. Tidak ada hal yang terjadi yang menyebabkan hari itu dimuliakan.
Yang kedua: Hari di mana terjadi satu peristiwa sebagaimana terjadi pada hari yang lain, tanpa ada konsekuensi menjadikannya sebagai musim tertentu, para ulama As-Salaf juga tidak pernah memuliakan hari tersebut. Maka orang yang memuliakan hari itu, telah menyerupai umat Nashrani yang menjadikan hari-hari terjadinya beberapa peristiwa terhadap Nabi Isa sebagai Hari Raya. Bisa juga mereka menyerupai orang-orang Yahudi. Sesungguhnya Hari Raya itu adalah syariat yang ditetapkan oleh Allah untuk diikuti. Kalau tidak, maka akan menjadi bid'ah yang diada-adakan dalam agama ini.
Demikian juga banyak bid'ah yang dilakukan masyarakat yang meniru-niru perbuatan umat Nashrani terhadap hari kelahiran Nabi Isa -'Alaihissalam-- , bisa jadi untuk menunjukkan kecintaan terhadap Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam dan memuliakan beliau. Perbuatan semacam itu tidak pernah dilakukan oleh generasi As-Salaf, meskipun yang mengharuskannya (bila memang boleh) sudah ada, dan tidak ada hal yang menghalangi.
Yang ketiga: Hari-hari di mana dilaksanakan banyak syariat, seperti hari Asyura, hari Arafah, dua Hari Raya dan lain-lain. Kemudian sebagian Ahli Bid'ah membuat-buat ibadah pada hari itu dengan keyakinan bahwa itu merupakan keutamaan, padahal itu perbuatan munkar yang dilarang. Seperti orang-orang Syi'ah Rafidhah yang menghaus-hauskan diri dan bersedih-sedih pada hari Asyura' dan lain-lain. Semua itu termasuk perbuatan bid'ah yang tidak pernah disyariatkan oleh Allah Ta'ala dan Rasul-Nya, tidak pula oleh para generasi As-Salaf atau Ahli Bait Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam. Adapun mengadakan pertemuan rutin yang berlangsung secara terus menerus setiap minggu, setiap bulan atau setiap tahun selain pertemuan-pertemuan yang disyariatkan, itu meniru pertemuan rutin dalam shalat lima waktu, Jumat, Ied dan Haji. Yang demikian itu termasuk bid'ah yang dibuat-buat.
Dasarnya adalah bahwa seluruh ibadah-ibadah yang disyariatkan untuk dilakukan secara rutin sehingga menjadi sunnah tersendiri dan memiliki waktu pelaksanaan tersendiri kesemuanya telah ditetapkan oleh Allah. Semua itu sudah cukup menjadi syariat bagi hamba-hamba-Nya. Kalau ada semacam pertemuan yang dibuat-buat sebagai tambahan dari pertemuan-pertemuan tersebut dan dijadikan sebagai kebiasaan, berarti itu upaya menyaingi syariat dan ketetapan Allah. Perbuatan itu mengandung kerusakan yang telah disinggung sebelumnya. Lain halnya dengan bentuk bid'ah yang dilakukan seseorang sendirian, atau satu kelompok tertentu sesekali saja."
Berdasarkan penjelasan sebelumnya, seorang muslim tidak boleh berpartisipasi pada hari-hari yang dirayakan setiap tahun secara rutin, karena itu menyaingi Hari-hari Raya kaum muslimin sebagaimana telah kita jelaskan sebelumnya. Tetapi kalau dilakukan sekali saja, dimisalkan seorang muslim hadir di hari itu untuk memberikan penjelasan kepada kaum muslimin lainnya dan menyampaikan kebenaran kepada mereka, maka tidak apa-apa, insya Allah. Wallahu A'lam.
(Masa-il wa Rasaa-il oleh Muhammad Al-Humud An-Najdi 31)
Yang benar adalah jika kita mengatakan : Orang-orang nasrani, karena kalimat masihiyun berarti menisbatkan syariat (yang di bawah Nabi Isa) kepada agama mereka, artinya mereka menisbatkan diri mereka kepada Al-Masih Isa bin Maryam.
Padahal telah diketahui bahwa Isa bin Maryam Alaihissalam telah membawa kabar gembira untuk Bani Israil dengan(kedatangan) Muhammad.
Allah Subhanahu wa Taala berfirman: "Dan (ingatlah) ketika Isa Putra Maryam berkata: `Hai Bani Israil, sesungguhnya aku adalah utusan Allah kepadamu, membenarkan kitab (yang turun) sebelumku, yaitu Taurat dan memberi kabar gembira dengan (datangnya) seorang Rasul yang akan datang sesudahku, yang namanya Ahmad (Muhammad)`. Maka tatkala rasul itu datang kepada mereka dengan membawa bukti-bukti yang nyata, mereka berkata: Ini adalah sihir yang nyata" (Ash-Shaff: 6).
Maka jika mereka mengkafiri/mengingkari Muhammad Shallallahu wa `alaihi wa Sallam maka berarti mereka telah mengkafiri Isa, kerena mereka telah menolak kabar gembira yang beliau sampaikan kepada mereka. Dan oleh karena itu kita mensifati mereka dengan apa yang disifatkan Allah atas mereka dalam Al-Qur`an dan dengan apa yang disifatkan oleh Rasulullah Shallallahu wa `alaihi wa Sallam dalam As-Sunnah, dan yang disifatkan/digambarkan oleh para ulama muslimin dengan sifat ini yaitu bahwa mereka adalah nashrani sehingga kitapun mengatakan: sesungguhnya orang-orang nashrani jika mengkafiri Muhammad Shallallahu wa `alaihi wa Sallam maka sebenarnya mereka telah mengkafiri Isa bin Maryam.
Akan tetapi mereka mengatakan: Sesungguhnya Isa bin Maryam telah memberi kabar gembira kepada kami dengan seorang rasul yang akan datang sesudahnya yang namanya Ahmad, sementara yang datang namanya adalah Muhammad. Maka kami menanti (rasul yang bernama) Ahmad, sedangkan Muhammad adalah bukanlah yang dikabargembirakan oleh Isa. Maka apakah jawaban atas penyimpangan ini?
Jawabannya adalah kita mengatakan bahwa Allah telah berfirman: Maka ketika ia (Muhammad) datang kepada mereka dengan penjelasan-penjelasan¡. Ayat ini menunjukkan bahwa rasul tersebut telah datang; dan apakah telah datang kepada mereka seorang rasul selain Muhammad Shallallahu wa `alaihi wa Sallam setelah Isa? Tentu saja tidak, tidak seorang rasulpun yang datang sesudah Isa selain Muhammad Shallallahu wa `alaihi wa Sallam. Dan berdasarkan ini maka wajiblah atas mereka untuk beriman kepada Muhammad Shallallahu wa `alaihi wa Sallam dan juga kepada Isa `Alaihissalam.
Rasul telah beriman kepada Al-Qur`an yang diturunkan kepadanya dari Tuhannya, demikian pula orang-orang yang beriman. Semuanya beriman kepada Allah, Malaikat-malaikatNya, kitab-kitabNya dan rasul-rasulNya (mereka mengakatan): `Kami tidak membeda-bedakan antara seseorangpun (dengan yang lain) dari rasul-rasulNya.¡¦ (Al-Baqarah:285)
Oleh karena itu Nabi Shallallahu wa `alaihi wa Sallam bersabda: Barangsiapa yang bersaksi bahwa tidak ada tuhan yang berhak disembah selain Allah dan bahwa Muhammad adalah utusan Allah dan bahwa Isa adalah hamba dan utusan Allah(Bagian dari hadits yang diriwayatkan oleh Al-Bukhari no. 3435 dalam kitab Ahaditsul Anbiya` bab Qauluhu Ta`ala: Ya Ahal Kitabi La Taghlul Fi Dinikum, dan oleh Muslim no. 28 dalam kitab Al-Iman bab Ad-Dalil `Alaa Inna Man Maata `Alat Tauhiid Dakhalal Jannah Qath`an dari hadits `Ubadah bin Ash-Shamit Radhiallahu Anhu).
Maka tidak sempurna iman kita kecuali dengan beriman kepada Isa Alaihissalam dan bahwa beliau adalah hamba dan utusan Allah, sehingga kita tidak mengatakan sebagaimana yang dikatakan oleh orang-orang nashrani; bahwa ia adalah putra Allah, dan tidak (pula mengatakan) bahwa ia adalah tuhan. Dan kita tidak pula mengatakan sebagaimana yang dikatakan oleh orang yahudi: bahwa beliau adalah pendusta dan bukan seorang Rasul dari Allah, akan tetapi kita mengatkan bahwa Isa di utus kepada kaumnya dan bahwa syariat Isa dan nabi-nabi yang lainnya telah dihapus oleh syariat Nabi Muhammad Shallallahu wa `alaihi wa Sallam.
Adapun memberi ucapan selamat hari raya kepada orang-orang nashrani atau yahudi maka ia adalah haram berdasarkan kesepakatan para ulama sebagaimana disebutkan Ibnul Qayyim Rahimahullah dalam kitab Ahkam Ahli Adz-Dzimmah, dan silahkan anda membaca teks tulisan beliau: "Dan adapun memberikan ucapan selamat untuk syiar-syiar kekufuran yang bersifat khusus maka ia adalah haram secara ijma`, seperti mengucapkan selama untuk hari raya dan puasa mereka dengan mengatakan : "hari raya yang diberkahi untuk anda¡¦ Maka yang seperti ini kalaupun orang yang mengucapkan selamat dari kekufuran maka perbuatan itu termasuk yang diharamkan. Dan ia sama dengan memberikan selamat untuk ujudnya kepada salib. Bahkan itu lebih besar dosanya dan lebih dimurkai oleh Allah daripada memberikan selamat atas perbuatannya meminum khamar, membunuh, melakukan zina dan yang semacamnya. Dan banyak orang yang tidak memiliki penghormatan terhadap Ad-dien terjatuh dalam hal itu dan ia tidak mengetahui apa yang telah ia lakukan". Selesai tulisan beliau.
(Dinukil dari Ash-Shahwah Al-Islamiyah, Dhawabith wa taujihat, oleh Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin).
Apakah boleh berpartisipasi dengan kalangan non muslim dalam Hari-hari Raya mereka (Natal, Tahun Baru, Paskah, dll, red), seperti hari ulang tahun misalnya?
Alhamdulillah. Seorang muslim tidak boleh berpartisipasi dalam hari-hari perayaan mereka dan turut menunjukkan kegembiraan dan keceriaan bersama mereka dalam memperingatinya, atau ikut libur bersama mereka, baik itu peringatan yang bersifat keagamaan atau keduniawiaan. Karena itu menyerupai musuh-musuh Allah yang memang diharamkan, selain juga berarti menolong mereka dalam kebatilan. Diriwayatkan dengan shahih dari Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bahwa beliau bersabda: "Barangsiapa yang menyerupai satu kaum berarti termasuk golongan mereka."
Sementara Allah juga berfirman: "Bertolong-tolonganlah dalam kebaikan dan ketakwaan dan janganlah bertolong-tolongan dalam dosa dan permusuhan; bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah itu Maha Keras siksanya.." (QS.Al-Maa-idah : 2)
Maka kami nasihat agar Anda menelaah kibat Iqtidhaa-ush Shiratil Mustaqiem karya Ibnu Taimiyyah -Rahimahullah-- sebuah buku yang amat bermutu sekali dalam persoalan tersebut. Wabillahit Taufiq. Semoga shalawat dan salam terlimpahkan kepada Nabi Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam.
(Al-Lajnah Ad-Daa-imah Lil Buhuts Ilmiyyah wal Iftaa. Fatwa nomor 2540)
Saya menyaksikan banyak kaum muslimin yang turut berpartisipasi dalam merayakan Hari Natal dan berbagai perayaan lain. Apakah ada dalil dari Al-Qur'an dan Sunnah yang bisa saya tunjukkan kepada mereka bahwa kegiatan tersebut tidaklah disyariatkan?
Ikut serta dalam Hari Raya orang kafir bersama mereka tidak boleh, berdasarkan hal-hal berikut:
Pertama: itu berarti menyerupai mereka. Nabi bersabda: "Barangsiapa menyerupai satu kaum, maka ia termasuk golongan mereka." Diriwayatkan oleh Abu Dawud, dan dikatakan oleh Al-Albani -Rahimahullah-- : "Hasan shahih." (Shahih Abu Dawud II : 761)
Ini merupakan ancaman keras. Abdullah bin Amru bin Ash Radhiallahu 'anhuma pernah menyatakan: "Barangsiapa yang tinggal di negeri kaum musyrikin dan mengkuti acara Nairuz dan festival keagamaan mereka, lalu meniru mereka hingga mati, ia akan merugi di Hari Kiamat nanti."
Kedua: Ikut serta berarti juga menyukai dan mencintai mereka
Allah berfirman: "Janganlah kalian menjadikan orang-orang Yahudi dan Nashrani sebagai wali kalian.."
Demikian juga Allah berfirman: "Hai orang-orang yang beriman; janganlah kalian menjadikan musuh-musuh-Ku dan musuh-musuh kalian sebagai wali yang kalian berikan kepada mereka kecintaan padahal mereka telah kafir terhadap kebenaran yang datang kepada mereka.."
Yang ketiga: Hari Raya adalah masalah agama dan akidah, bukan masalah keduniaan, sebagaimana ditegaskan dalam hadits: "Setiap kaum memiliki Hari Raya, ini adalah Hari Raya kita.." Hari Raya mereka mengekspresikan akidah mereka yang rusak, penuh syirik dan kekafiran.
Keempat: "Dan mereka-mereka yang tidak menghadiri kedustaan (kemaksiatan).." ditafsirkan oleh para ulama bahwa yang dimaksud dengan kedustaan dalam ayat itu adalah Hari-hari Raya kaum musyrikin. Sehingga tidak boleh menghadiahkan kepada mereka kartu ucapan selamat, atau menjualnya kepada mereka, demikian juga tidak boleh menjual segala keperluan Hari Raya mereka, baik itu lilin, pohon natal, makanan-makanan; kalkun, manisan atau kue yang berbentuk stik atau tongkat dan lain-lain.
Kalau yang dimaksud dengan peringatan di situ adalah peringatan Hari Raya orang-orang kafir dan musyrikin tersebut, jelas tidak boleh kita berpartisipasi dalam Hari Raya yang batil tersebut. Karena itu mengandung kerja sama dan menolong mereka dalam berbuat dosa dan permusuhan. Berpartisipasi dalam Hari Raya mereka juga berarti Menyerupai orang-orang kafir. Islam telah melarang menyerupai orang-orang kafir. Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: "Barangsiapa yang menyerupai satu kaum, maka ia termasuk dalam golongan mereka." (Dikeluarkan oleh Abu Dawud dan Ahmad)
Umar bin Al-Khattab pernah menyatakan: "Jauhilah musuh-musuh Allah pada Hari Raya mereka." Dikeluarkan oleh Al-Baihaqi)
Ibnul Qayyim -Rahimahullah-- menyatakan: "Kaum muslimin tidak boleh menghadiri perayaan Hari-hari Raya kaum musyrikin menurut kesepakatan para ulama yang berhak memberikan fatwa. Para ulama fikih dari madzhab yang empat sudah menegaskan hal itu dalam buku-buku mereka. Imam Al-Baihaqi meriwayatkan dengan sanad yang shahih dari Umar bin Al-Khattab Radhiallahu 'anhu bahwa beliau pernah berkata: "Janganlah menemui orang-orang musyrik di gereja-gereja mereka pada Hari Raya mereka. Karena kemurkaan Allah sedang turun di antara mereka." Umar juga pernah berkata: "Jauhilah musuh-musuh Allah itu pada Hari Raya mereka." Imam Al-Baihaqi juga meriwayatkan dengan sanad yang bagus dari Abdullah bin Amru Radhiallahu 'anhuma beliau pernah berkata: "Barangsiapa lewat di negeri non Arab, lalu mereka sedang merayakan Hari Nairuz dan festival keagamaan mereka, lalu ia meniru mereka hingga mati, maka demikianlah ia dibangkitkan bersama mereka di Hari Kiamat nanti." (Lihat Ahkaamu Ahlidz Dzimmah I : 723-724).
Syaikhul Islam Ahmad bin Abdul Halim Ibnu Taimiyyah -Rahimahullah-- menyatakan dalam bukunya yang agung Iqtidha-ush Shirathil Mustaqiem Mukhalafata Ash-haabil Jahiem: "Adapun apabila seorang muslimin menjual kepada mereka pada Hari-hari Raya mereka segala yang mereka gunakan pada Hari Raya tersebut, berupa makanan, pakaian, minyak wangi dan lain-lain, atau menghadiahkannya kepada mereka, maka itu termasuk menolong mereka mengadakan Hari Raya mereka yang diharamkan. Dasarnya satu kaidah: tidak boleh menjual anggur atau juice kepada orang kafir yang jelas digunakan untuk membuat minuman keras. Juga tidak boleh menjual senjata kepada mereka bila digunakan untuk memerangi kaum muslimin."
Kemudian beliau menukil dari Abdul Malik bin Habib dari kalangan ulama Malikiyyah: "Sudah jelas bahwa kaum muslimin tidak boleh menjual kepada orang-orang Nashrani sesuatu yang menjadi kebutuhan Hari Raya mereka, baik itu daging, lauk-pauk atau pakaian. Juga tidak boleh memberikan kendaraan kepada mereka, atau memberikan pertolongan untuk Hari Raya, karena yang demikian itu termasuk memuliakan kemusyrikan mereka dan menolong mereka dalam kekufuran mereka." (Al-Iqtidhaa cet. Darul Makrifah dengan tahqiq Al-Qafiyy hal. 229-231)
Semua perayaan tahunan dan pertemuan tahunan (yang dirayakan non Muslim, red) adalah Hari-hari Raya bid'ah dan ajaran bid'ah yang tidak pernah diturunkan oleh Allah penjelasan tentang hal itu.
Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: "Berhati-hatilah terhadap amalan yang dibuat-buat. Setiap amalan yang dibuat-buat adalah bid'ah dan setiap bid'ah adalah sesat." (Diriwayatkan oleh Ahmad, Abu Dawud dan At-Tirmidzi serta yang lainnya)
Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam juga bersabda: "Masing-masing kaum memiliki Hari Raya, dan ini adalah Hari Raya kita." (HR. Al-Bukhari dan Muslim)
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah -Rahimahullah-- mengulas persoalan tersebut secara panjang lebar dalam buku beliau Iqtidha-ush Shiratil Mustaqiem Mukhalafata Ash-habil Jahiem, berkaitan dengan kecaman terhadap berbagai Hari Raya bid'ah yang tidak ada asalnya dalam ajaran Islam yang lurus. Adapun kerusakan yang terkandung dalam acara-acara tersebut, tidak setiap orang, bahkan juga kebanyakan orang tidak dapat mengetahui kerusakan yang terkandung dalam bentuk bid'ah semacam itu. Apalagi bentuk bid'ah itu adalah bid'ah dalam ibadah syariat. Hanya kalangan cerdik pandai dari para ulama yang dapat mengetahui kerusakan yang terdapat di dalamnya.
Kewajiban umat manusia adalah mengikuti ajaran Kitabullah dan Sunnah Rasul, meskipun ia belum bisa mengetahui maslahat dan kerusakan yang terdapat di dalamnya. Dan bahwasanya orang yang membuat-buat satu amalan pada hari tertentu dalam bentuk shalat, puasa, membuat makanan, banyak-banyak melakukan infak dan sejenisnya, tentu akan diiringi oleh keyakinan hati. Karena ia pasti memiliki keyakinan bahwa hari itu lebih baik dari hari-hari lain. Karena kalau tidak ada keyakinan demikian dalam hatinya, atau dalam hati orang yang mengikutinya, tidak akan mungkin hati itu tergerak untuk mengkhususkan hari tertentu atau malam tertentu dengan ibadah tersebut. Mengutamakan sesuatu tanpa adanya keutamaan adalah tidak mungkin.
Kemudian Hari Raya (Ied) bisa menjadi nama untuk tempat perayaan, waktu perayaan, atau pertemuan pada perayaan tersebut. Ketiganya memunculkan beberapa bentuk bid'ah. Adapun yang berkaitan dengan waktu, ada tiga macam. Terkadang di dalamnya juga tercakup sebagian bentuk tempat dan aktivitas perayaan.
Pertama: Hari yang secara asal memang tidak dimuliakan oleh syariat, tidak pernah pula disebut-sebut oleh para ulama As-Salaf. Tidak ada hal yang terjadi yang menyebabkan hari itu dimuliakan.
Yang kedua: Hari di mana terjadi satu peristiwa sebagaimana terjadi pada hari yang lain, tanpa ada konsekuensi menjadikannya sebagai musim tertentu, para ulama As-Salaf juga tidak pernah memuliakan hari tersebut. Maka orang yang memuliakan hari itu, telah menyerupai umat Nashrani yang menjadikan hari-hari terjadinya beberapa peristiwa terhadap Nabi Isa sebagai Hari Raya. Bisa juga mereka menyerupai orang-orang Yahudi. Sesungguhnya Hari Raya itu adalah syariat yang ditetapkan oleh Allah untuk diikuti. Kalau tidak, maka akan menjadi bid'ah yang diada-adakan dalam agama ini.
Demikian juga banyak bid'ah yang dilakukan masyarakat yang meniru-niru perbuatan umat Nashrani terhadap hari kelahiran Nabi Isa -'Alaihissalam-- , bisa jadi untuk menunjukkan kecintaan terhadap Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam dan memuliakan beliau. Perbuatan semacam itu tidak pernah dilakukan oleh generasi As-Salaf, meskipun yang mengharuskannya (bila memang boleh) sudah ada, dan tidak ada hal yang menghalangi.
Yang ketiga: Hari-hari di mana dilaksanakan banyak syariat, seperti hari Asyura, hari Arafah, dua Hari Raya dan lain-lain. Kemudian sebagian Ahli Bid'ah membuat-buat ibadah pada hari itu dengan keyakinan bahwa itu merupakan keutamaan, padahal itu perbuatan munkar yang dilarang. Seperti orang-orang Syi'ah Rafidhah yang menghaus-hauskan diri dan bersedih-sedih pada hari Asyura' dan lain-lain. Semua itu termasuk perbuatan bid'ah yang tidak pernah disyariatkan oleh Allah Ta'ala dan Rasul-Nya, tidak pula oleh para generasi As-Salaf atau Ahli Bait Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam. Adapun mengadakan pertemuan rutin yang berlangsung secara terus menerus setiap minggu, setiap bulan atau setiap tahun selain pertemuan-pertemuan yang disyariatkan, itu meniru pertemuan rutin dalam shalat lima waktu, Jumat, Ied dan Haji. Yang demikian itu termasuk bid'ah yang dibuat-buat.
Dasarnya adalah bahwa seluruh ibadah-ibadah yang disyariatkan untuk dilakukan secara rutin sehingga menjadi sunnah tersendiri dan memiliki waktu pelaksanaan tersendiri kesemuanya telah ditetapkan oleh Allah. Semua itu sudah cukup menjadi syariat bagi hamba-hamba-Nya. Kalau ada semacam pertemuan yang dibuat-buat sebagai tambahan dari pertemuan-pertemuan tersebut dan dijadikan sebagai kebiasaan, berarti itu upaya menyaingi syariat dan ketetapan Allah. Perbuatan itu mengandung kerusakan yang telah disinggung sebelumnya. Lain halnya dengan bentuk bid'ah yang dilakukan seseorang sendirian, atau satu kelompok tertentu sesekali saja."
Berdasarkan penjelasan sebelumnya, seorang muslim tidak boleh berpartisipasi pada hari-hari yang dirayakan setiap tahun secara rutin, karena itu menyaingi Hari-hari Raya kaum muslimin sebagaimana telah kita jelaskan sebelumnya. Tetapi kalau dilakukan sekali saja, dimisalkan seorang muslim hadir di hari itu untuk memberikan penjelasan kepada kaum muslimin lainnya dan menyampaikan kebenaran kepada mereka, maka tidak apa-apa, insya Allah. Wallahu A'lam.
(Masa-il wa Rasaa-il oleh Muhammad Al-Humud An-Najdi 31)
keroncong- KAPTEN
-
Age : 70
Posts : 4535
Kepercayaan : Islam
Location : di rumah saya
Join date : 09.11.11
Reputation : 67
Re: selamat natal menurut Qur'an
Benar bahwa di dalam Al-Quran Al-Karim ada disebutkan salam sejahtera kepada Anbi Isa as. Lengkapnya ayat itu adalah ayat yang ada di surat Maryam dan disebutkan dua kali. Allah SWT berfirman yang artinya :
Berkata Isa: "Sesungguhnya aku ini hamba Allah, Dia memberiku Al Kitab dan Dia menjadikan aku seorang nabi, dan Dia menjadikan aku seorang yang diberkati di mana saja aku berada, dan Dia memerintahkan kepadaku shalat dan zakat selama aku hidup; dan berbakti kepada ibuku, dan Dia tidak menjadikan aku seorang yang sombong lagi celaka. Dan kesejahteraan semoga dilimpahkan kepadaku, pada hari aku dilahirkan, pada hari aku meninggal dan pada hari aku dibangkitkan hidup kembali". Itulah Isa putera Maryam, yang mengatakan perkataan yang benar, yang mereka berbantah-bantahan tentang kebenarannya. (QS. Maryam : 30-36)
Untuk menjawab syuhbat atas kebolehan memberi ucapan selamat natal dengan hujjah ayat ini, ada beberapa hal yang perlu kita cermati dengan baik. Agar kita tidak terlalu terburu-buru mengambil kesimpulan hanya berdasarkan sebuah ayat yang makna dan konteksnya tidak tepat.
Di dalam Al-Quran Al-Karim memang terdapat banyak sekali ungkapan salam kepada para nabi. Namun adanya salam di dalam Al-Quran Al-Karim itu tidak bisa begitu saja diartikan bahwa kita boleh mengucapkan selamat natal pada hari yang selah-olah dianggap hari lahirnya Nabi Isa as. Karena salam di dalam Al-Quran Al-Karim itu bermakna ucapan selamat hari kelahiran setiap nabi. Buktinya umat para nabi itu tidak pernah disyariatkan untuk mengucapkan selamat hari lahir kepada masing-masing nabi mereka. Aalagi umat Isalam, jangan mengucapkan selamat hari lahir kepada nabi-nabi yang lain, mengucapkan selamat hari lahir kepada nabi Muhammad SAW pun tidak disyariatkan.
Bila kita perhatikan ucapan salam sejahtera yang ada di dalam ayat itu, maka konteksnya adalah ucapan bayi Nabi Isa as untuk menjawab cemoohan dan ejekan orang-orang yang memusuhi Maryam, ibunda Nabi Isa. Sama sekali tidak mengandung hukum tentang sunnah atau masyru’iyah untuk mengucapkan selamat sejahtera pada tiap ulang tahun kelahiran nabi Isa. Bahkan murid-murid nabi Isa (al-Hawariyyun) juga tidak pernah mengucapkan selamat ulang tahun atau selamat hari lahir kepada nabi mereka saat nabi Isa masih hidup. Apalagi setelah beliau diangkat ke langit.
Sehingga kalaulah mengucapkan selamat itu menjadi dibolehkan, maka seharusnya para shahabat terdekat nabi Isa yang melakukannya. Tapi kita sama sekali tidak mendapat keterangan tentang itu. Bahkan Nabi Isa sendiri tidak pernah memintanya atau mensyariatkannya.
Selain itu sebagaimana yang tertera dalam ayat itu, kalimat itu menunjukkan bahwa salam sejahtera pada kepada nabi Isa. Bukan pada hari kelahirannya dan bukan juga pada setiap ulang tahun kelahirannya. Ini dua hal yang sangat jauh berbeda.
Bolehlah kita mengucapkan selamat natal bila bunyi ayatnya seperti ini : “Wahai umat Islam, bila pemeluk kristen merayakan natal, maka ucapkanlah : selamat natal”.
Tapi demi Allah SWT yang Maha Agung dan Maha Benar, tidak ada sama sekali ayat itu dalam Al-Quran Al-Karim, tidak juga dalam Injil, Taurat ataupun Zabur. Ayat Al-Quran Al-Karim itu hanya mengatakan bahwa pada hari lahirnya, meninggal dan dibangkitkan semoga dirinya selamat dan sejahtera. Bunyinya adalah “Salamun Alayya” Semoga aku selamat atau semoga Allah mensejahterakan atau menyelamatkan diriku. Jadi bukan harinya yang sejahtera atau selamat, juga bukan ucapan selamat natal.
Dan bila kita buka kitab-kitab tafsir yang muktmad, kita dapati para mufassirin menjelaskan bahwa kalimat Selamat atasku yang dimaksud pada ayat itu adalah selamat dari gangguan syetan, yaitu pada tiga momentum : pada hari kelahiran, kematian dan kebangkitan kembali. Maksudnya bahwa syetan tidak bisa mengganggu nabi Isa as dan tidak bisa mencelakakannya terutama pada tiga momentum itu.
Kalaulah salam itu ditafsirkan sebagai ungkapan atau ucapan salam maka mengirim salam itu adalah salam kepada nabi Isa alaihis salam. Dan mengucapkan kepada para nabi dan rasul memang dibenarkan dan disyariatkan dalam syariah Islam. Dan sebagai muslim, kita mengakui kenabian Isa as serta posisinya sebagai nabi dan rasul. Untuk itu kita juga disunnahkan untuk mengucapkan salam kepada diri beliau.
Namun hal itu jelas jauh berbeda dengan memberi ucapan selamat natal kepada orang kafir. Karena kalangan nasrani itu melakukan kemusyirikan dengan menjadikan nabi Isa sebagai tuhan selain dari Allah SWT. Dan kemusyrikannya itu dirayakan dalam bentuk perayaan natal. Mereka dengan segala keyakinannya mengatakan bahwa pada tanggal 25 Desember itu TUHAN telah lahir. Ini adalah kemusyrikan yang nyata dan terang sekali. Dan mengucapkan selamat natal kepada mereka yang sedang merayakan kemusyrikan berarti ikut meredhai dan mendukung kemusyrikan itu sendiri.
Karena itu sudah terlalu jelas perbedaannya antara bersalawat kepada nabi Isa sebagai nabi dengan menyembah nabi Isa atau menjadikannya sebagai tuhan. Sehingga hanya mereka yang agak rancu pikirannya saja yang memahami ayat ini sebagai ayat yang memerintahkan kita untuk mengucapkan selamat natal kepada orang kafir.
Selain itu yang jelas tidak bisa diterima adalah penetuan hari lahir nabi Isa sendiri yang tidak didukung fakta ilmiyah atau pun dalil yang benar. Tidak ada data akurat pada tanggal berapakah beliau itu lahir. Yang jelas 25 Desember itu bukanlah hari lahirnya karena itu adalah hari kelahiran anak Dewa Matahari di cerita mitos Eropa kuno. Mitos itu pada sekian ratus tahun setelah wafatnya nabi Isa masuk begitu saja ke dalam ajaran kristen lalu diyakini sebagai hari lahir beliau. Padahal tidak ada satu pun ahli sejarah yang membernarkannya. Bahkan British Encylopedia dan American Ensyclopedia sepakat bahwa 25 bukanlah hari lahirnya Isa as.
Apalagi di tengah kancah tarik menarik antar muslim dengan nasrani dimana mereka telah menjadikan bangsa ini sebagai sasaran kristenisasi secara tegas dan terang-terangan. Maka segala upaya untuk memurtadkan umat Islam pastilah dilakukan. Dan salah satu caranya dengan mengadakan natal bersama atau mencari tokoh Islam yang membolehkan ucapan selamat natal. Dengan demikian, terbukalah pintu untuk pemurtadan bangsa yang sejak dahulu telah menjadi pemeluk Islam.
Berkata Isa: "Sesungguhnya aku ini hamba Allah, Dia memberiku Al Kitab dan Dia menjadikan aku seorang nabi, dan Dia menjadikan aku seorang yang diberkati di mana saja aku berada, dan Dia memerintahkan kepadaku shalat dan zakat selama aku hidup; dan berbakti kepada ibuku, dan Dia tidak menjadikan aku seorang yang sombong lagi celaka. Dan kesejahteraan semoga dilimpahkan kepadaku, pada hari aku dilahirkan, pada hari aku meninggal dan pada hari aku dibangkitkan hidup kembali". Itulah Isa putera Maryam, yang mengatakan perkataan yang benar, yang mereka berbantah-bantahan tentang kebenarannya. (QS. Maryam : 30-36)
Untuk menjawab syuhbat atas kebolehan memberi ucapan selamat natal dengan hujjah ayat ini, ada beberapa hal yang perlu kita cermati dengan baik. Agar kita tidak terlalu terburu-buru mengambil kesimpulan hanya berdasarkan sebuah ayat yang makna dan konteksnya tidak tepat.
Di dalam Al-Quran Al-Karim memang terdapat banyak sekali ungkapan salam kepada para nabi. Namun adanya salam di dalam Al-Quran Al-Karim itu tidak bisa begitu saja diartikan bahwa kita boleh mengucapkan selamat natal pada hari yang selah-olah dianggap hari lahirnya Nabi Isa as. Karena salam di dalam Al-Quran Al-Karim itu bermakna ucapan selamat hari kelahiran setiap nabi. Buktinya umat para nabi itu tidak pernah disyariatkan untuk mengucapkan selamat hari lahir kepada masing-masing nabi mereka. Aalagi umat Isalam, jangan mengucapkan selamat hari lahir kepada nabi-nabi yang lain, mengucapkan selamat hari lahir kepada nabi Muhammad SAW pun tidak disyariatkan.
Bila kita perhatikan ucapan salam sejahtera yang ada di dalam ayat itu, maka konteksnya adalah ucapan bayi Nabi Isa as untuk menjawab cemoohan dan ejekan orang-orang yang memusuhi Maryam, ibunda Nabi Isa. Sama sekali tidak mengandung hukum tentang sunnah atau masyru’iyah untuk mengucapkan selamat sejahtera pada tiap ulang tahun kelahiran nabi Isa. Bahkan murid-murid nabi Isa (al-Hawariyyun) juga tidak pernah mengucapkan selamat ulang tahun atau selamat hari lahir kepada nabi mereka saat nabi Isa masih hidup. Apalagi setelah beliau diangkat ke langit.
Sehingga kalaulah mengucapkan selamat itu menjadi dibolehkan, maka seharusnya para shahabat terdekat nabi Isa yang melakukannya. Tapi kita sama sekali tidak mendapat keterangan tentang itu. Bahkan Nabi Isa sendiri tidak pernah memintanya atau mensyariatkannya.
Selain itu sebagaimana yang tertera dalam ayat itu, kalimat itu menunjukkan bahwa salam sejahtera pada kepada nabi Isa. Bukan pada hari kelahirannya dan bukan juga pada setiap ulang tahun kelahirannya. Ini dua hal yang sangat jauh berbeda.
Bolehlah kita mengucapkan selamat natal bila bunyi ayatnya seperti ini : “Wahai umat Islam, bila pemeluk kristen merayakan natal, maka ucapkanlah : selamat natal”.
Tapi demi Allah SWT yang Maha Agung dan Maha Benar, tidak ada sama sekali ayat itu dalam Al-Quran Al-Karim, tidak juga dalam Injil, Taurat ataupun Zabur. Ayat Al-Quran Al-Karim itu hanya mengatakan bahwa pada hari lahirnya, meninggal dan dibangkitkan semoga dirinya selamat dan sejahtera. Bunyinya adalah “Salamun Alayya” Semoga aku selamat atau semoga Allah mensejahterakan atau menyelamatkan diriku. Jadi bukan harinya yang sejahtera atau selamat, juga bukan ucapan selamat natal.
Dan bila kita buka kitab-kitab tafsir yang muktmad, kita dapati para mufassirin menjelaskan bahwa kalimat Selamat atasku yang dimaksud pada ayat itu adalah selamat dari gangguan syetan, yaitu pada tiga momentum : pada hari kelahiran, kematian dan kebangkitan kembali. Maksudnya bahwa syetan tidak bisa mengganggu nabi Isa as dan tidak bisa mencelakakannya terutama pada tiga momentum itu.
Kalaulah salam itu ditafsirkan sebagai ungkapan atau ucapan salam maka mengirim salam itu adalah salam kepada nabi Isa alaihis salam. Dan mengucapkan kepada para nabi dan rasul memang dibenarkan dan disyariatkan dalam syariah Islam. Dan sebagai muslim, kita mengakui kenabian Isa as serta posisinya sebagai nabi dan rasul. Untuk itu kita juga disunnahkan untuk mengucapkan salam kepada diri beliau.
Namun hal itu jelas jauh berbeda dengan memberi ucapan selamat natal kepada orang kafir. Karena kalangan nasrani itu melakukan kemusyirikan dengan menjadikan nabi Isa sebagai tuhan selain dari Allah SWT. Dan kemusyrikannya itu dirayakan dalam bentuk perayaan natal. Mereka dengan segala keyakinannya mengatakan bahwa pada tanggal 25 Desember itu TUHAN telah lahir. Ini adalah kemusyrikan yang nyata dan terang sekali. Dan mengucapkan selamat natal kepada mereka yang sedang merayakan kemusyrikan berarti ikut meredhai dan mendukung kemusyrikan itu sendiri.
Karena itu sudah terlalu jelas perbedaannya antara bersalawat kepada nabi Isa sebagai nabi dengan menyembah nabi Isa atau menjadikannya sebagai tuhan. Sehingga hanya mereka yang agak rancu pikirannya saja yang memahami ayat ini sebagai ayat yang memerintahkan kita untuk mengucapkan selamat natal kepada orang kafir.
Selain itu yang jelas tidak bisa diterima adalah penetuan hari lahir nabi Isa sendiri yang tidak didukung fakta ilmiyah atau pun dalil yang benar. Tidak ada data akurat pada tanggal berapakah beliau itu lahir. Yang jelas 25 Desember itu bukanlah hari lahirnya karena itu adalah hari kelahiran anak Dewa Matahari di cerita mitos Eropa kuno. Mitos itu pada sekian ratus tahun setelah wafatnya nabi Isa masuk begitu saja ke dalam ajaran kristen lalu diyakini sebagai hari lahir beliau. Padahal tidak ada satu pun ahli sejarah yang membernarkannya. Bahkan British Encylopedia dan American Ensyclopedia sepakat bahwa 25 bukanlah hari lahirnya Isa as.
Apalagi di tengah kancah tarik menarik antar muslim dengan nasrani dimana mereka telah menjadikan bangsa ini sebagai sasaran kristenisasi secara tegas dan terang-terangan. Maka segala upaya untuk memurtadkan umat Islam pastilah dilakukan. Dan salah satu caranya dengan mengadakan natal bersama atau mencari tokoh Islam yang membolehkan ucapan selamat natal. Dengan demikian, terbukalah pintu untuk pemurtadan bangsa yang sejak dahulu telah menjadi pemeluk Islam.
keroncong- KAPTEN
-
Age : 70
Posts : 4535
Kepercayaan : Islam
Location : di rumah saya
Join date : 09.11.11
Reputation : 67
Re: selamat natal menurut Qur'an
Sebenarnya sejak awal sejarah hidup berdampingannya umat Islam dengan umat nasrani, tidak pernah muncul masalah tentang hukum ucapan selamat natal. Hal terjadi lantaran sejak dahulu, umat nasrani yang hidup di bawah perlindungan umat Islam selalu melakukan ibadah mereka dengan bebas dan terjamin. Mereka tahu bahwa upacara peribadatan berupa perayaan natal itu hanyalah milik mereka dan bukan milik umat Islam. Sehingga ketika mereka melakukannya, hanya mereka lakukan di dalam rumah ibadah mereka saja. Jadi hanya mereka saja yang hadir dan merupakan acara yang tertutup buat kalangan agama lain seperti muslimin.
Dalam jaminan umat Islam, para pemeluk nasrani itu menghirup udara kebebasan beragama dan menjalankan ibadah mereka sepanjang catatan sejarah. Umat Islam dilarang untuk mengganggu mereka atau ikut campur dalam tata peribadatan mereka. Dan mereka pun tahu diri untuk tidak membawa-bawa upacara ibadah mereka keluar tembok gereja.
Itu yang terjadi sepanjang sejarah, sehingga kita memang tidak mendapatkan nash sharih dari Al-Quran Al-Karim dan sunnah yang memberikan tekanan atas pelarangan mengucapkan selamat natal. Begitu juga dalam kitab-kitab fiqih, kita jarang mendapati ada bab yang secara khusus membahas tentang fatwa ucapan natal.
Namun dalam perkembangan berikutnya, terutama masa ekspansi bangsa Eropa setelah terjadinya perang salib dan pembasmian umat Islam di Spanyol, maka hubungan muslimin dan nasrani mengalami gangguan yang serius. Bangsa Eropa yang nasrani itu telah datang menjajah serta menaklukkan negeri-negeri Islam dan merusaknya serta menjadikan izzah umat Islam porak poranda. Persis seperti yang diungkap ratu Balqis.
Dia (Balqis) berkata: "Sesungguhnya raja-raja apabila memasuki suatu negeri, niscaya mereka merusaknya dan menjadikan izzah penduduknya yang mulia jadi hina; dan demikian pulalah yang akan mereka perbuat.(QS. An-Naml : 34)
Dan sudah bisa dipastikan bahwa salah satu agenda penjajahan itu adalah menyebarkan salib di negeri Islam dan upaya mengkristenkan umat Islam. Sebagia upaya balas dendam atas kekalahan mereka di perang salib. Maka dengan membonceng militer bersenjata, mereka mendirikan gereja di penjuru negeri Islam. Tidak hanya itu, mereka juga mendirikan sekolah, panti asuhan, lembaga sosial dan misi ke pedalaman. Sehingga negeri yang tadinya milik umat Islam menjadi milik nasrani juga.
Bahkan ketika secara resmi penjajahan itu sudah berakhir, para misionaris masih saja bercokol dan bermimpi untuk mengkristenkan dunia Islam. Bahkan negeri kita tercinta ini malah menjadi sasaran utama dari kristenisasi dunia dengan target dalam waktu 25 tahun sudah bisa 50 % penduduknya dikristenkan.
Beragam trik dan siasat licik mereka lontarkan ke kalangan umat Islam untuk bisa memuluskan mega proyek itu. Salah satunya adalah dengan menggencarkan kegiatan natal bersama dan ucapan selamat natal di kalangan umat Islam. Beragam alasan dan alibi mereka keluarkan demi sekedar mendekatkan jarak antara umat Islam dengan pintu masuk nasrani.
Tak terhitung lagi berapa juta bangsa muslim yang telah murtad meninggalkan agama Muhammad SAW lantaran proyek gila-gilaan umat nasrani itu. Berapa banyak keluarga yang hancur berantakan lantaran perkawinan campuran. Berapa banyak orang menjadi tak punya agama atau malah punya agama dua lantaran ulah tokokh kristiani. Bahkan pada era tertentu, pernah kekuatan nasrani begitu merasuk ke sendi-sendi pemerintahan, sampai-sampai hampir semua kebijakan pemerintah lebih condong kepada kalangan yang sebenarnya minoritas ini.
Maka wajarlah bila kalangan ulama melihat gelagat tidak baik ini lantas memberikan peringatan kepada umat Islam untuk tidak terkecoh dengan siasat akal bulus seperti ini. Maka setelah melihat konteks dan trik licik yang sudah sering kali berhasil mengirim umat Islam menjadi murtad dengan cara seperti itu, para ulama pun sepakat untuk mencegah hal itu menjadi semakin besar. Maka dikeluarkanlah fatwa tentang haramnya natal bersama dan ucapan selamat natal sebagai tindakan pencegahan atas program pemurtadan. Apalagi di dalam ucapan natal itu terselip makna pembenaran atas aqidah yang salah tentang masalah ketuhanan. Dan bila dicermati, memang sangat besar maknanya atas keselamatan aqidah islamiyah.
Namun dengan segala kekuasaannya, mereka berhasil menekan sebuah lembaga ulama milik Umat Islam untuk tidak berfatwa tentang haramnya natal bersama. Saat itu, Prof. Dr. Hamka sampai harus mundur dari Majelis Ulama lantaran ditekan untuk mencabut fatwa haramnya natal bersama.
Namun alhamdulillah, sampai saat ini MUI yang jadi harapan banyak umat Islam tidak goyah, lebaga ini pada tanggal 7 Maret tahun 1981 bertepatan dengan tanggal 1 Jumadil Awwal 1401 H telah mengeluarkan fatwa haramnya natal bersama yang ditanda tangai oleh ketuanya K.H.M.. Syukri Ghazali. Salah satu kutipannya adalah :
Perayaan Natal di Indonesia meskipun tujuannya merayakan dan menghormati Nabi Isa A.S, akan tetapi Natal itu tidak dapat dipisahkan dari soal-soal yang diterangkan diatas.
Mengikuti upacara Natal bersama bagi ummat islam hukumnya Haram
Agar ummat islam tidak terjerumus kepada syubhat dan larangan Allah SWT dianjurkan untuk tidak mengikuti kegitan - kegiatan Natal.
Dan secara kajian, kita memahami bahwa larangan melakukan natal bersama itu adalah
1. Haram mencampur aduk aqidah dan ibadha dengan agama lain.
Menghadiri perayaan natal bersama meski tidak disertai dengan keyakinan, namun secara ritual adalah termasuk perbuatan mencampuradukkan aqidah dan ibadah dengan aqidah dan ibadah agama lain. Padahal Allah SWT jelas-jelas mengharamkan hal itu dalam firman-Nya :
"Katakanlah hai orang-orang kafir, aku tidak akan menyembah apa yang kamu sembah. Dan kamu bukan penyembah Tuhan yang aku sembah. Dan akuk tidak pernah menjadi penyembah apa yang kamu sembah. Dan kamu tidak pernah pula menjadi penyembahan Tuhan yang aku sembah. Untukmulah agamamu dan untukkulah agamaku." (QS. Al-Kafirun : 106)
"Janganlah kamu campur-adukkan yang hak denga yang bathil dan janganlah kamu sembunyikan yang hak itu, sedangkan kamu mengetahuinya." (QS. Al-Baqarah : 42)
2. Menghadiri perayaan natal sama dengan menuhankan Nabi Isa
Dan orang yang menjadikan nabi Isa as sebagai tuhan telah ditetapkan sebagai orang kafir. Dan ikut merayakan natal bersama juga tidak bisa dilepaskan dari pengakuan atas ketuhanan nabi Isa as meski hanya secara simbolis. Karena itu tidak halal bagi muslim untuk menghadiri perayaan yang batil itu.
"Sesungguhnya telah kafir orang-orang yang berkata : Sesungguhnya Allah itu ialah Al Masih putera maryam. Padahal Al Masih sendiri berkata: Hai Bani Israil, sembahlah Allah Tuhanku dan Tuhanmu. Sesungguhnya orang yang mempersekutukan (sesuatu dengan) Allah, maka pasti Allah mengharamkan kepadanya surga dan tempatnya ialah neraka, tidak adalah bagi orang zhalim itu seorang penolong pun. (QS. Al-Maidha : 72)
Dalam jaminan umat Islam, para pemeluk nasrani itu menghirup udara kebebasan beragama dan menjalankan ibadah mereka sepanjang catatan sejarah. Umat Islam dilarang untuk mengganggu mereka atau ikut campur dalam tata peribadatan mereka. Dan mereka pun tahu diri untuk tidak membawa-bawa upacara ibadah mereka keluar tembok gereja.
Itu yang terjadi sepanjang sejarah, sehingga kita memang tidak mendapatkan nash sharih dari Al-Quran Al-Karim dan sunnah yang memberikan tekanan atas pelarangan mengucapkan selamat natal. Begitu juga dalam kitab-kitab fiqih, kita jarang mendapati ada bab yang secara khusus membahas tentang fatwa ucapan natal.
Namun dalam perkembangan berikutnya, terutama masa ekspansi bangsa Eropa setelah terjadinya perang salib dan pembasmian umat Islam di Spanyol, maka hubungan muslimin dan nasrani mengalami gangguan yang serius. Bangsa Eropa yang nasrani itu telah datang menjajah serta menaklukkan negeri-negeri Islam dan merusaknya serta menjadikan izzah umat Islam porak poranda. Persis seperti yang diungkap ratu Balqis.
Dia (Balqis) berkata: "Sesungguhnya raja-raja apabila memasuki suatu negeri, niscaya mereka merusaknya dan menjadikan izzah penduduknya yang mulia jadi hina; dan demikian pulalah yang akan mereka perbuat.(QS. An-Naml : 34)
Dan sudah bisa dipastikan bahwa salah satu agenda penjajahan itu adalah menyebarkan salib di negeri Islam dan upaya mengkristenkan umat Islam. Sebagia upaya balas dendam atas kekalahan mereka di perang salib. Maka dengan membonceng militer bersenjata, mereka mendirikan gereja di penjuru negeri Islam. Tidak hanya itu, mereka juga mendirikan sekolah, panti asuhan, lembaga sosial dan misi ke pedalaman. Sehingga negeri yang tadinya milik umat Islam menjadi milik nasrani juga.
Bahkan ketika secara resmi penjajahan itu sudah berakhir, para misionaris masih saja bercokol dan bermimpi untuk mengkristenkan dunia Islam. Bahkan negeri kita tercinta ini malah menjadi sasaran utama dari kristenisasi dunia dengan target dalam waktu 25 tahun sudah bisa 50 % penduduknya dikristenkan.
Beragam trik dan siasat licik mereka lontarkan ke kalangan umat Islam untuk bisa memuluskan mega proyek itu. Salah satunya adalah dengan menggencarkan kegiatan natal bersama dan ucapan selamat natal di kalangan umat Islam. Beragam alasan dan alibi mereka keluarkan demi sekedar mendekatkan jarak antara umat Islam dengan pintu masuk nasrani.
Tak terhitung lagi berapa juta bangsa muslim yang telah murtad meninggalkan agama Muhammad SAW lantaran proyek gila-gilaan umat nasrani itu. Berapa banyak keluarga yang hancur berantakan lantaran perkawinan campuran. Berapa banyak orang menjadi tak punya agama atau malah punya agama dua lantaran ulah tokokh kristiani. Bahkan pada era tertentu, pernah kekuatan nasrani begitu merasuk ke sendi-sendi pemerintahan, sampai-sampai hampir semua kebijakan pemerintah lebih condong kepada kalangan yang sebenarnya minoritas ini.
Maka wajarlah bila kalangan ulama melihat gelagat tidak baik ini lantas memberikan peringatan kepada umat Islam untuk tidak terkecoh dengan siasat akal bulus seperti ini. Maka setelah melihat konteks dan trik licik yang sudah sering kali berhasil mengirim umat Islam menjadi murtad dengan cara seperti itu, para ulama pun sepakat untuk mencegah hal itu menjadi semakin besar. Maka dikeluarkanlah fatwa tentang haramnya natal bersama dan ucapan selamat natal sebagai tindakan pencegahan atas program pemurtadan. Apalagi di dalam ucapan natal itu terselip makna pembenaran atas aqidah yang salah tentang masalah ketuhanan. Dan bila dicermati, memang sangat besar maknanya atas keselamatan aqidah islamiyah.
Namun dengan segala kekuasaannya, mereka berhasil menekan sebuah lembaga ulama milik Umat Islam untuk tidak berfatwa tentang haramnya natal bersama. Saat itu, Prof. Dr. Hamka sampai harus mundur dari Majelis Ulama lantaran ditekan untuk mencabut fatwa haramnya natal bersama.
Namun alhamdulillah, sampai saat ini MUI yang jadi harapan banyak umat Islam tidak goyah, lebaga ini pada tanggal 7 Maret tahun 1981 bertepatan dengan tanggal 1 Jumadil Awwal 1401 H telah mengeluarkan fatwa haramnya natal bersama yang ditanda tangai oleh ketuanya K.H.M.. Syukri Ghazali. Salah satu kutipannya adalah :
Perayaan Natal di Indonesia meskipun tujuannya merayakan dan menghormati Nabi Isa A.S, akan tetapi Natal itu tidak dapat dipisahkan dari soal-soal yang diterangkan diatas.
Mengikuti upacara Natal bersama bagi ummat islam hukumnya Haram
Agar ummat islam tidak terjerumus kepada syubhat dan larangan Allah SWT dianjurkan untuk tidak mengikuti kegitan - kegiatan Natal.
Dan secara kajian, kita memahami bahwa larangan melakukan natal bersama itu adalah
1. Haram mencampur aduk aqidah dan ibadha dengan agama lain.
Menghadiri perayaan natal bersama meski tidak disertai dengan keyakinan, namun secara ritual adalah termasuk perbuatan mencampuradukkan aqidah dan ibadah dengan aqidah dan ibadah agama lain. Padahal Allah SWT jelas-jelas mengharamkan hal itu dalam firman-Nya :
"Katakanlah hai orang-orang kafir, aku tidak akan menyembah apa yang kamu sembah. Dan kamu bukan penyembah Tuhan yang aku sembah. Dan akuk tidak pernah menjadi penyembah apa yang kamu sembah. Dan kamu tidak pernah pula menjadi penyembahan Tuhan yang aku sembah. Untukmulah agamamu dan untukkulah agamaku." (QS. Al-Kafirun : 106)
"Janganlah kamu campur-adukkan yang hak denga yang bathil dan janganlah kamu sembunyikan yang hak itu, sedangkan kamu mengetahuinya." (QS. Al-Baqarah : 42)
2. Menghadiri perayaan natal sama dengan menuhankan Nabi Isa
Dan orang yang menjadikan nabi Isa as sebagai tuhan telah ditetapkan sebagai orang kafir. Dan ikut merayakan natal bersama juga tidak bisa dilepaskan dari pengakuan atas ketuhanan nabi Isa as meski hanya secara simbolis. Karena itu tidak halal bagi muslim untuk menghadiri perayaan yang batil itu.
"Sesungguhnya telah kafir orang-orang yang berkata : Sesungguhnya Allah itu ialah Al Masih putera maryam. Padahal Al Masih sendiri berkata: Hai Bani Israil, sembahlah Allah Tuhanku dan Tuhanmu. Sesungguhnya orang yang mempersekutukan (sesuatu dengan) Allah, maka pasti Allah mengharamkan kepadanya surga dan tempatnya ialah neraka, tidak adalah bagi orang zhalim itu seorang penolong pun. (QS. Al-Maidha : 72)
keroncong- KAPTEN
-
Age : 70
Posts : 4535
Kepercayaan : Islam
Location : di rumah saya
Join date : 09.11.11
Reputation : 67
Re: selamat natal menurut Qur'an
Islam mengakui keberadaan agama nasrani dan yahudi. Juga mengakui kenabian Musa dan Isa sebagai utusan Allah. Bahkan Islam meyakini bahwa kitab suci Taurat dan Inji adalah kitab suci yang Allah turunkan. Semua itu merupakan bagian dari ruun iman dalam ajaran Islam. Syariat kedua agama itu pun diakui Islam sebagai syariat dri Allah kepada manusia dan sebagiannya menjadi bagian dari syariat Islam pula.
Namun sebaliknya, kedua agama itu tidak mengakui Islam sebagai agama. Nabi Muhammmad SAW tidak diakui sebagai nabi utusan Allah. Al-Quran juga tidak diakui sebagai kitab suci yang Allah turunkan. Dan syariat Islam tidak diakui kedua pemeluk agama ini sebagai syariat yang Allah turunkan.
Dalam masalah toleransi beragama, Islam adalah pelopor kerukunan antar agama. Madinah sebagai kota percontohan negara Islam justru dihuni oelh penduduk yang beragam yahudi dan juga nasrani. Bahkan Rasulullah SAW hidup bercampur baur dengan mereka dan berdagang serta bertransaksi bisnis juga.
Dalam masalah sosial, orang yahudi dan nasrani di Madinah mendapatkan hak perlindungan sepenuhnya dari negara. Dan dalam sejarah Islam kita bisa saksikan bagaimana para pelarian yahudi justru ditampung oleh khilafah Bani Ustmani ketika para raja nasrani spanyol membantai habis umat Islam dan Yahudi di semenanjung Iberia itu.
Bahkan ketika Islam mencapai puncak kejayaannya di masa abad pertengahan, orang-orang nasrani mendapatkan kebebasan hidup di negeri Islam, mereka bebas belajar, bekerja, mencari nakah dan mendapatkan produk terbaru peradaban Islam. Oleh prajurit perang salib, aliran peradaban itu mereka bawa ke bumi eropa. Sabun, lensa, ilmu kimia, ilmu kedokteran, ilmu biologi, ilmu bumi dan beragam kekayaan peradaban Islam dengan mudah dibawa ke eropa. Sehingga para sejarawan mengatakan bahwa Eropa berhutang budi pada dunia Islam yang telah menjadi jembatan kebudayaan peradaban mereka.
Dalam kondisi seperti itu, perlu dipahami bahwa Islam memiliki keaslian ajaran yang paling terjaga, baik dari bid‘ah, kemusyrikan ataupun penyelewengan lainnya. Ketika para pemuka agama yahudi dan nasrani sibuk berbeda pendapat tentang inti ajaran mereka, Umat Islam dengan tenang menjalankan agamanya. Hal itu terjadi karena Islam memiliki Al-Quran dan Sunnah yang bersifat abadi serta syariat Islam yang sangat lengkap. Tidak ada kemungkinan umat Islam kehilangan identitas dan jejak ajaran rasul-Nya.
Berbeda dengan kedua agama samawi sebelumnya yang dilanda krisis kemurnian ajaran hingga pada masalah yang paling prinsipil. Seperti yang dialami nasrani tentang ketuhanan Nabi Isa as. Bahkan para sejarawan pun sepakat bahwa kelahirannya bukan tanggal 25 Desember. Ensiklopedi besar dunia macam British atau American pun tidak mencantumkan tanggal itu sebagai hari kelahiran Nabi Isa.
Sejak dari abad ke-4, umat Kristen telah mengambil gagasan yang ada pada kepercayaan orang-orang kafir (penyembah berhala). Barangkali yang paling penting dari ini semua adalah kepercayaan bahwa ada 3 Tuhan: Bapa, Putra dan Roh Kudus (yang disebut Trinitas). Kepercayaan ini adalah sama dengan kepercayaan yang ada pada kepercayaan-kepercayaan sebelumnya seperti antara lain:
1. Hindu (Trinitas dalam Hindu): Brahma (Tuhan Pencipta), Wishnu (Pemelihara), Shiwa (Perusak). Hindu modern mengambil Krishna, anak Divachi, dara suci, sebagai reinkarnasi dari Wishnu. Krisna adalah juru selamat, yang mati untuk menebus dosa-dosa dan harus menderita. Dia disalib, mati dan kemudian dibangkitkan kemudian naik ke langit. Waktu lahir, Krisna akan dibunuh oleh Kansa. Yesus akan dibunuh oleh raja Herodes (Note: menurut penyelidikan akhir-akhir ini, Herodes itu matinya 4 tahun sebelum Yesus lahir. Jadi kesamaan itu bukan bersifat kebetulan, melainkan disengaja oleh penulis Injil).
2. Di Mesir: Ra (Dewa matahari), Osiris (Dewa kematian), Isis (Istri Orisis, Dewa alam dan bunda Tuhan) dan Horus (anak Osiris dan Dewa Cahaya). Di Mesir ada patung Horus dalam pelukan bunda Isis. Dalam Gereja Katholik juga terdapat patung Yesus dalam pelukan Maria.=20
3. Babylonia: Baal (Dewa matahari), Samiramis (bunda suci) dan Nimrod (anak Tuhan). Sebelum dibunuh, Baal dihina dan disiksa. Yesus juga demikian Matius 27: 26;30-31).
4. Buddha: Gautama (Roh kudus), Maya (bunda suci) dan Buddha, anak (yang ditiupkan ke Maya yang di isi dengan Roh kudus) dan juru selamat yang mati dan dibangkitkan kembali.
5. Yunani/Romawi: Zeus/Jupiter (Raja Dewa), Artis/Diana (Dewa kelahiran) dan Mithra (Dewa cahaya). Sarjana-sarjana theology Kristen percaya bahwa penyembahan Isis dan Diana melebur kepada Maria a.s.
Dewa-dewa adalah penebus dosa. Yesus juga (I Timotius 2: 5-6). Dewa-dewa tersebut inkarnasi dari Tuhan. Yesus juga demikian (Philipi 2: 6-7).
Dewa-dewa penebus dosa mati dibunuh/disalib. Yesus juga demikian (Matius, 27: 35-37).
Pada abad ke-4, kapel-kapel dan gereja-gereja mulai dibangun di atas Makam para syuhada dan gereja mengatakan bahwa mereka memiliki kedudukan khusus untuk mendengar doa dan menyampaikannya pada Tuhan. Setiap hari disepanjang tahun doa-doa ditujukan pada orang-orang suci mereka (santa) atau para syuhada tersebut. Ajaran ini adalah bertentangan langsung dengan Galatians 3: 20, yang berbunyi: "Tidaklah diperlukan perantara apabila hanya satu yang terlibat; dan Tuhan adalah Esa." Dan Exodus 20: 5, yang berbunyi: "Janganlah tunduk (ruku‘) pada berhala ataupun menyembahnya, karena Aku adalah Tuhan dan Tuhanmu tidaklah memiliki sekutu.
Dan kita semua mengetahui bahwa kepercayaan seperti ini adalah merupakan syirk besar (menyekutukan Allah) dan kufr pada derajat yang paling tinggi.
Allah berfirman: "Sesungguhnya kafirlah orang-orang yang mengatakan: "Bahwasanya Allah salah seorang dari yang tiga", padahal sekali-kali tidak ada Tuhan selain dari Tuhan Yang Esa..." (QS 5: 73)
"Al Masih putra Maryam itu hanyalah seorang Rasul yang sesungguhnya Telah berlalu sebelumnya beberapa rasul, dan ibunya seorang yang sangat benar, kedua-duanya biasa memakan makanan. Perhatikan bagaimana Kami menjelaskan kepada mereka (ahli kitab) tanda-tanda kekuasaan (Kami), kemudian perhatikanlah bagaimana mereka berpaling (dari memperhatikan ayat-ayat Kami itu)." (QS 5: 75)
"Katakanlah: ‘Mengapa kamu menyembah selain daripada Allah, sesuatu yang tidak dapat memberi mudharat kepadamu dan tidak (pula) memberi Manfa‘at?‘ Dan Allah-lah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui." (QS 5: 76)
"Katakanlah: ‘Hai Ahli Kitab, janganlah kamu berlebih-lebihan (melampaui batas) dengan cara tidak benar dalam agamamu. Dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu orang-orang yang telah sesat dahulunya dan mereka telah menyesatkan kebanyakan (manusia), dan mereka tersesat dari jalan yang lurus." (QS 5: 77)
Sebagian besar syiar yang digunakan dalam natal seperti sinterklas, lilin, hari minggu, salju dan sejenisnya lebih merupakan rekaan sepanjang zaman, termasuk patung Nabi Isa yang ditiaop negeri berbeda bentuk mukanya.
Semua itu alhamdulillah tidak terjadi pada umat Islam. Meski ada perbedaan mazhab fiqih, namun tidak sampai pada masalah yang berkaitan dengan aqidah.
Jadi bila umat Islam tidak ikut merayakan natal bukan berarti tidak hormat kepada pemeluk agama lain. Tapi silahkan selesaikan terlebih dahulu perbedaan pendapat diantara pemeluk nasrani tentang hari lahirnya dan tentang apa benar Nabi Isa itu tuhan, atau anak tuhan atau siapakah dia?
Yang jelas Islam tidak menjadikannya Tuhan, tapi dia adalah Nabi yang sangat dihormati dan dimuliakan oleh Al-Quran dan umat Islam. Ajaran yang dibawanya (selama masih asli dan tidak terkena tangan-tangan kotor) merupakan ajaran dari allah yang wajib kita hormati). Dan juga kitab sucinya, selama tidak dikotori oleh para pemalsunya, kita imani sebagai kitab suci.
Namun sayang, umat nasrani sendiri yang telah berpecah belah dan meruska kesucian agama mereka sendiri sera mengganti ajaran tauhid itu dengan polytiesm dimana tuhan itu mnjadi tiga tetapi satu. Sebuah logika yang mungin buat para filsouf mudah dipahami tapi tidak mudah bagi masyarakat awam. Apakah ini berarti agama ini hanya buat para filsuf, Wallahu a‘lam.
Jadi tidak mengucapkan selamat natal tidak berarti tidak hormat. Jusru umat kristiani harus mengucapkan terima kasih telah diingatkan oleh uamt Islam tentang kenyataan yang ada pada ajaran mereka diman telah terjadi ketidak-jelasan sejarah dan kemungkinan pengkaburan ajaran Nabi Isa dari aslinya.
Yang kedua, karena tanggal 25 Desember pun bukan hari lahirnya Nabi Isa, paling tidak menurut pada sejarawan. Dalam Al-Quran pun disebutkan bahwa saat itu pohon kurma sedang berbuah. Dan pohon kurma tidak pernah berbuah di musim dingin seperti bulan Desember.
Namun sebaliknya, kedua agama itu tidak mengakui Islam sebagai agama. Nabi Muhammmad SAW tidak diakui sebagai nabi utusan Allah. Al-Quran juga tidak diakui sebagai kitab suci yang Allah turunkan. Dan syariat Islam tidak diakui kedua pemeluk agama ini sebagai syariat yang Allah turunkan.
Dalam masalah toleransi beragama, Islam adalah pelopor kerukunan antar agama. Madinah sebagai kota percontohan negara Islam justru dihuni oelh penduduk yang beragam yahudi dan juga nasrani. Bahkan Rasulullah SAW hidup bercampur baur dengan mereka dan berdagang serta bertransaksi bisnis juga.
Dalam masalah sosial, orang yahudi dan nasrani di Madinah mendapatkan hak perlindungan sepenuhnya dari negara. Dan dalam sejarah Islam kita bisa saksikan bagaimana para pelarian yahudi justru ditampung oleh khilafah Bani Ustmani ketika para raja nasrani spanyol membantai habis umat Islam dan Yahudi di semenanjung Iberia itu.
Bahkan ketika Islam mencapai puncak kejayaannya di masa abad pertengahan, orang-orang nasrani mendapatkan kebebasan hidup di negeri Islam, mereka bebas belajar, bekerja, mencari nakah dan mendapatkan produk terbaru peradaban Islam. Oleh prajurit perang salib, aliran peradaban itu mereka bawa ke bumi eropa. Sabun, lensa, ilmu kimia, ilmu kedokteran, ilmu biologi, ilmu bumi dan beragam kekayaan peradaban Islam dengan mudah dibawa ke eropa. Sehingga para sejarawan mengatakan bahwa Eropa berhutang budi pada dunia Islam yang telah menjadi jembatan kebudayaan peradaban mereka.
Dalam kondisi seperti itu, perlu dipahami bahwa Islam memiliki keaslian ajaran yang paling terjaga, baik dari bid‘ah, kemusyrikan ataupun penyelewengan lainnya. Ketika para pemuka agama yahudi dan nasrani sibuk berbeda pendapat tentang inti ajaran mereka, Umat Islam dengan tenang menjalankan agamanya. Hal itu terjadi karena Islam memiliki Al-Quran dan Sunnah yang bersifat abadi serta syariat Islam yang sangat lengkap. Tidak ada kemungkinan umat Islam kehilangan identitas dan jejak ajaran rasul-Nya.
Berbeda dengan kedua agama samawi sebelumnya yang dilanda krisis kemurnian ajaran hingga pada masalah yang paling prinsipil. Seperti yang dialami nasrani tentang ketuhanan Nabi Isa as. Bahkan para sejarawan pun sepakat bahwa kelahirannya bukan tanggal 25 Desember. Ensiklopedi besar dunia macam British atau American pun tidak mencantumkan tanggal itu sebagai hari kelahiran Nabi Isa.
Sejak dari abad ke-4, umat Kristen telah mengambil gagasan yang ada pada kepercayaan orang-orang kafir (penyembah berhala). Barangkali yang paling penting dari ini semua adalah kepercayaan bahwa ada 3 Tuhan: Bapa, Putra dan Roh Kudus (yang disebut Trinitas). Kepercayaan ini adalah sama dengan kepercayaan yang ada pada kepercayaan-kepercayaan sebelumnya seperti antara lain:
1. Hindu (Trinitas dalam Hindu): Brahma (Tuhan Pencipta), Wishnu (Pemelihara), Shiwa (Perusak). Hindu modern mengambil Krishna, anak Divachi, dara suci, sebagai reinkarnasi dari Wishnu. Krisna adalah juru selamat, yang mati untuk menebus dosa-dosa dan harus menderita. Dia disalib, mati dan kemudian dibangkitkan kemudian naik ke langit. Waktu lahir, Krisna akan dibunuh oleh Kansa. Yesus akan dibunuh oleh raja Herodes (Note: menurut penyelidikan akhir-akhir ini, Herodes itu matinya 4 tahun sebelum Yesus lahir. Jadi kesamaan itu bukan bersifat kebetulan, melainkan disengaja oleh penulis Injil).
2. Di Mesir: Ra (Dewa matahari), Osiris (Dewa kematian), Isis (Istri Orisis, Dewa alam dan bunda Tuhan) dan Horus (anak Osiris dan Dewa Cahaya). Di Mesir ada patung Horus dalam pelukan bunda Isis. Dalam Gereja Katholik juga terdapat patung Yesus dalam pelukan Maria.=20
3. Babylonia: Baal (Dewa matahari), Samiramis (bunda suci) dan Nimrod (anak Tuhan). Sebelum dibunuh, Baal dihina dan disiksa. Yesus juga demikian Matius 27: 26;30-31).
4. Buddha: Gautama (Roh kudus), Maya (bunda suci) dan Buddha, anak (yang ditiupkan ke Maya yang di isi dengan Roh kudus) dan juru selamat yang mati dan dibangkitkan kembali.
5. Yunani/Romawi: Zeus/Jupiter (Raja Dewa), Artis/Diana (Dewa kelahiran) dan Mithra (Dewa cahaya). Sarjana-sarjana theology Kristen percaya bahwa penyembahan Isis dan Diana melebur kepada Maria a.s.
Dewa-dewa adalah penebus dosa. Yesus juga (I Timotius 2: 5-6). Dewa-dewa tersebut inkarnasi dari Tuhan. Yesus juga demikian (Philipi 2: 6-7).
Dewa-dewa penebus dosa mati dibunuh/disalib. Yesus juga demikian (Matius, 27: 35-37).
Pada abad ke-4, kapel-kapel dan gereja-gereja mulai dibangun di atas Makam para syuhada dan gereja mengatakan bahwa mereka memiliki kedudukan khusus untuk mendengar doa dan menyampaikannya pada Tuhan. Setiap hari disepanjang tahun doa-doa ditujukan pada orang-orang suci mereka (santa) atau para syuhada tersebut. Ajaran ini adalah bertentangan langsung dengan Galatians 3: 20, yang berbunyi: "Tidaklah diperlukan perantara apabila hanya satu yang terlibat; dan Tuhan adalah Esa." Dan Exodus 20: 5, yang berbunyi: "Janganlah tunduk (ruku‘) pada berhala ataupun menyembahnya, karena Aku adalah Tuhan dan Tuhanmu tidaklah memiliki sekutu.
Dan kita semua mengetahui bahwa kepercayaan seperti ini adalah merupakan syirk besar (menyekutukan Allah) dan kufr pada derajat yang paling tinggi.
Allah berfirman: "Sesungguhnya kafirlah orang-orang yang mengatakan: "Bahwasanya Allah salah seorang dari yang tiga", padahal sekali-kali tidak ada Tuhan selain dari Tuhan Yang Esa..." (QS 5: 73)
"Al Masih putra Maryam itu hanyalah seorang Rasul yang sesungguhnya Telah berlalu sebelumnya beberapa rasul, dan ibunya seorang yang sangat benar, kedua-duanya biasa memakan makanan. Perhatikan bagaimana Kami menjelaskan kepada mereka (ahli kitab) tanda-tanda kekuasaan (Kami), kemudian perhatikanlah bagaimana mereka berpaling (dari memperhatikan ayat-ayat Kami itu)." (QS 5: 75)
"Katakanlah: ‘Mengapa kamu menyembah selain daripada Allah, sesuatu yang tidak dapat memberi mudharat kepadamu dan tidak (pula) memberi Manfa‘at?‘ Dan Allah-lah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui." (QS 5: 76)
"Katakanlah: ‘Hai Ahli Kitab, janganlah kamu berlebih-lebihan (melampaui batas) dengan cara tidak benar dalam agamamu. Dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu orang-orang yang telah sesat dahulunya dan mereka telah menyesatkan kebanyakan (manusia), dan mereka tersesat dari jalan yang lurus." (QS 5: 77)
Sebagian besar syiar yang digunakan dalam natal seperti sinterklas, lilin, hari minggu, salju dan sejenisnya lebih merupakan rekaan sepanjang zaman, termasuk patung Nabi Isa yang ditiaop negeri berbeda bentuk mukanya.
Semua itu alhamdulillah tidak terjadi pada umat Islam. Meski ada perbedaan mazhab fiqih, namun tidak sampai pada masalah yang berkaitan dengan aqidah.
Jadi bila umat Islam tidak ikut merayakan natal bukan berarti tidak hormat kepada pemeluk agama lain. Tapi silahkan selesaikan terlebih dahulu perbedaan pendapat diantara pemeluk nasrani tentang hari lahirnya dan tentang apa benar Nabi Isa itu tuhan, atau anak tuhan atau siapakah dia?
Yang jelas Islam tidak menjadikannya Tuhan, tapi dia adalah Nabi yang sangat dihormati dan dimuliakan oleh Al-Quran dan umat Islam. Ajaran yang dibawanya (selama masih asli dan tidak terkena tangan-tangan kotor) merupakan ajaran dari allah yang wajib kita hormati). Dan juga kitab sucinya, selama tidak dikotori oleh para pemalsunya, kita imani sebagai kitab suci.
Namun sayang, umat nasrani sendiri yang telah berpecah belah dan meruska kesucian agama mereka sendiri sera mengganti ajaran tauhid itu dengan polytiesm dimana tuhan itu mnjadi tiga tetapi satu. Sebuah logika yang mungin buat para filsouf mudah dipahami tapi tidak mudah bagi masyarakat awam. Apakah ini berarti agama ini hanya buat para filsuf, Wallahu a‘lam.
Jadi tidak mengucapkan selamat natal tidak berarti tidak hormat. Jusru umat kristiani harus mengucapkan terima kasih telah diingatkan oleh uamt Islam tentang kenyataan yang ada pada ajaran mereka diman telah terjadi ketidak-jelasan sejarah dan kemungkinan pengkaburan ajaran Nabi Isa dari aslinya.
Yang kedua, karena tanggal 25 Desember pun bukan hari lahirnya Nabi Isa, paling tidak menurut pada sejarawan. Dalam Al-Quran pun disebutkan bahwa saat itu pohon kurma sedang berbuah. Dan pohon kurma tidak pernah berbuah di musim dingin seperti bulan Desember.
keroncong- KAPTEN
-
Age : 70
Posts : 4535
Kepercayaan : Islam
Location : di rumah saya
Join date : 09.11.11
Reputation : 67
Re: selamat natal menurut Qur'an
kalau saya berpegangan pada QS. 5:2, QS. 19:88-90, QS. 4:86, QS. 60:8 ---> jadi mengucapkan selamat Natal nya dengan niat menghormati pemeluk kristen, bukan dengan niat mengakui : 1. Yesus(bukan Isa) benar2 eksis; 2. Tuhan itu Trinitas; 3. Nabi Isa lahir pada "hari Natal"!
frontline defender- MAYOR
- Posts : 6462
Kepercayaan : Islam
Join date : 17.11.11
Reputation : 137
Re: selamat natal menurut Qur'an
Hukum menyambut dan merayakan hari Raya non Muslim (Natal/Tahun Baru, red)
Sesungguhnya di antara konsekwensi terpenting dari sikap membenci orang-orang kafir ialah menjauhi syi'ar dan ibadah mereka. Sedangkan syi'ar mereka yang paling besar adalah hari raya mereka, baik yang berkaitan dengan tempat maupun waktu. Maka orang Islam berkewajiban menjauhi dan meninggalkannya.
Ada seorang lelaki yang datang kepada Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam untuk meminta fatwa karena ia telah bernadzar memotong hewan di Buwanah (nama sebuah tempat), maka Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam menanyakan kepadanya (yang artinya) : " Apakah disana ada berhala, dari berhala-berhala orang Jahiliyah yang disembah ?" Dia menjawab, "Tidak". Beliau bertanya, "Apakah di sana tempat dilaksanakannya hari raya dari hari raya mereka ?" Dia menjawab, "Tidak". Maka Nabi bersabda, "Tepatillah nadzarmu, karena sesungguhnya tidak boleh melaksanakan nadzar dalam maksiat terhadap Allah dalam hal yang tidak dimiliki oleh anak Adam"
[Hadits Riwayat Abu Daud dengan sanad yang sesuai dengan syarat Al-Bukhari dan Muslim]
Hadits diatas menunjukkan, tidak bolehnya menyembelih untuk Allah di bertepatan dengan tempat yang digunakan menyembelih untuk selain Allah ; atau di tempat orang-orang kafir merayakan pesta atau hari raya. Sebab hal itu berarti mengikuti mereka dan menolong mereka di dalam mengagungkan syi'ar-syi'ar mereka, dan juga karena menyerupai mereka atau menjadi wasilah yang mengantarkan kepada syirik. Begitu pula ikut merayakan hari raya (hari besar) mereka mengandung wala' (loyalitas) kepada mereka dan mendukung mereka dalam menghidupkan syi'ar-syi'ar mereka.
Di antara yang dilarang adalah menampakkan rasa gembira pada hari raya mereka, meliburkan pekerjaan (sekolah), memasak makanan-makanan sehubungan dengan hari raya mereka (kini kebanyakan berpesiar, berlibur ke tempat wisata, konser, acara musik, diakhiri mabuk-mabukan atau perzinaan, red).
Dan diantaranya lagi ialah mempergunakan kalender Masehi, karena hal itu menghidupkan kenangan terhadap hari raya Natal bagi mereka. Karena itu para shahabat menggunakan kalender Hijriyah sebagai gantinya.
Syaikhul Islam Ibnu Timiyah berkata, "Ikut merayakan hari-hari besar mereka tidak diperbolehkan karena dua alasan".
Pertama. Bersifat umum, seperti yang telah dikemukakan di atas bahwa hal tersebut berarti mengikuti ahli Kitab, yang tidak ada dalam ajaran kita dan tidak ada dalam kebiaasaan Salaf. Mengikutinya berarti mengandung kerusakan dan meninggalkannya terdapat maslahat menyelisihi mereka. Bahkan seandainya kesamaan yang kita lakukan merupakan sesuatu ketetapan semata, bukan karena
mengambilnya dari mereka, tentu yang disyari'atkan adalah menyelisihiya karena dengan menyelisihinya terdapat maslahat seperti yang telah diisyaratkan di atas. Maka barangsiapa mengikuti mereka, dia telah kehilangan maslahat ini sekali pun tidak melakukan mafsadah (kerusakan) apapun, terlebih lagi kalau dia melakukannya.
Alasan Kedua.
Karena hal itu adalah bid'ah yang diada adakan. Alasan ini jelas menunjukkan bahwa sangat dibenci hukumnya menyerupai mereka dalam hal itu".
Beliau juga mengatakan, "Tidak halal bagi kaum muslimin ber-Tasyabuh (menyerupai) mereka dalam hal-hal yang khusus bagi hari raya mereka ; seperti, makanan, pakaian, mandi, menyalakan lilin, meliburkan kebiasaan seperti bekerja dan beribadah ataupun yang lainnya. Tidak halal mengadakan kenduri atau memberi hadiah atau menjual barang-barang yang diperlukan untuk hari raya tersebut. Tidak halal mengizinkan anak-anak ataupun yang lainnya melakukan permainan pada hari itu, juga tidak boleh menampakkan perhiasan.
Ringkasnya, tidak boleh melakukan sesuatu yang menjadi ciri khas dari syi'ar mereka pada hari itu. (Dalam Iqtidha Shirathal Mustaqim, pentahqiq Dr Nashir Al-'Aql 1/425-426).
Hari raya mereka bagi umat Islam haruslah seperti hari-hari biasanya, tidak ada hal istimewa atau khusus yang dilakukan umat Islam. Adapun jika dilakukan hal-hal tersebut oleh umat Islam dengan sengaja [1] maka berbagai golongan dari kaum salaf dan khalaf menganggapnya makruh. Sedangkan pengkhususan seperti yang tersebut di atas maka tidak ada perbedaan di antara ulama, bahkan sebagian ulama menganggap kafir orang yang melakukan hal tersebut, karena dia telah mengagungkan syi'ar-syi'ar kekufuran.
Segolongan ulama mengatakan. "Siapa yang menyembelih kambing pada hari raya mereka (demi merayakannya), maka seolah-olah dia menyembelih babi". Abdullah bin Amr bin Ash berkata, "Siapa yang mengikuti negera-negara 'ajam (non Islam) dan melakukan perayaan Nairuz [2] dan Mihrajan [3] serta menyerupai mereka sampai ia meninggal dunia dan dia belum bertobat, maka dia akan dikumpulkan bersama mereka pada Hari Kiamat.
Footnote :
[1] Mungkin yang dimaksud (yang benar) adalah 'tanpa sengaja'.
[2] Nairuz atau Nauruz (bahasa Persia) hari baru, pesta tahun baru Iran yang
bertepatan dengan tanggal 21 Maret -pent.
[3] Mihrajan, gabungan dari kata mihr (matahari) dan jan (kehidupan atau
ruh), yaitu perayaan pada pertengahan musim gugur, di mana udara tidak panas
dan tidak dingin. Atau juga merupakan istilah bagi pesta yang diadakan untuk
hari bahagia -pent.
(Dinukil dari tulisan Dr Shalih bin Fauzan bin Abdullah Al-Fauzan, dalam kitab At-Tauhid Lish-Shaffil Awwal Al-Aliy[Edisi Indonesia, Kitab Tauhid 1])
Bagaimana semestinya sikap Muslim yang tepat menyikapi hari raya Natal/Tahun Baru/Non Muslim lainnya ?
Berikut nasihat dari Komisi Tetap Saudi Arabia
"Sesungguhnya nikmat terbesar yang diberikan oleh Allah Subhannahu wa Ta'ala kepada hamba-Nya adalah nikmat Islam dan iman serta istiqomah di atas jalan yang lurus. Allah Subhannahu wa Ta'ala telah memberitahukan bahwa yang dimaksud jalan yang lurus adalah jalan yang ditempuh oleh hamba-hamba-Nya yang telah diberi nikmat dari kalangan para nabi, shiddiqin, syuhadaa dan sholihin (Qs. An Nisaa :69).
Jika diperhatikan dengan teliti, maka kita dapati bahwa musuh-musuh Islam sangat gigih berusaha mema-damkan cahaya Islam, menjauhkan dan menyimpangkan ummat Islam dari jalan yang lurus, sehingga tidak lagi istiqomah.Hal ini diberitahukan sendiri oleh Allah Ta'ala di dalam firman-Nya, diantaranya, yang artinya: "Sebagian besar Ahli Kitab menginginkan agar mereka dapat mengembalikan kamu kepada kekafiran setelah kamu beriman, karena dengki yang (timbul) dari diri mereka sendiri, setelah nyata bagi mereka kebenaran. Maka ma'afkanlah dan biarkanlah mereka, sampai Allah mendatangkan perintah-Nya. Sesung-guh-Nya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu." (QS. 2:109)
Firman Allah Subhannahu wa Ta'ala yang lain, artinya: Katakanlah: "Hai Ahli Kitab, mengapa kamu menghalang-halangi dari jalan Allah orang-orang yang telah beriman, kamu menghendakinya menjadi beng-kok, padahal kamu menyaksikan". Allah sekali-kali tidak lalai dari apa yang kamu kerjakan. (QS. 3:99)
Firman ALLAH (yang artinya) : " Hai orang-orang yang beriman, jika kamu menta'ati orang-orang yang kafir itu, niscaya mereka mengembalikan kamu kebelakang (kepada kekafiran), lalu jadilah kamu orang-orang yang rugi". (QS. 3:149)
Salah satu cara mereka untuk menjauhkan umat Islam dari agama (jalan yang lurus)yakni dengan menyeru dan mempublikasikan hari-hari besar mereka ke seluruh lapisan masyara-kat serta dibuat kesan seolah-oleh hal itu merupakan hari besar yang sifatnya umum dan bisa diperingati oleh siapa saja. Oleh karena itu, Komisi Tetap Urusan Penelitian Ilmiyah dan Fatwa Kerajaan Arab Saudi telah memberikan fatwa berkenaan dengan sikap yang seharusnya dipegang oleh setiap muslim terhadap hari-hari besar orang kafir.Secara garis besar fatwa yang dimaksud adalah:
Sesungguhnya kaum Yahudi dan Nashara menghubungkan hari-hari besar mereka dengan peristiwa-peritiwa yang terjadi dan menjadikannya sebagai harapan baru yang dapat memberikan keselamatan, dan ini sangat tampak di dalam perayaan milenium baru (tahun 2000 lalu), dan sebagian besar orang sangat sibuk memperangatinya, tak terkecuali sebagian saudara kita -kaum muslimin- yang terjebak di dalamnya. Padahal setiap muslim seharusnya menjauhi hari besar mereka dan tak perlu menghiraukannya.
Perayaan yang mereka adakan tidak lain adalah kebatilan semata yang dikemas sedemikian rupa, sehingga kelihatan menarik. Di dalamnya berisikan pesan ajakan kepada kekufuran, kesesatan dan kemungkaran secara syar'i seperti: Seruan ke arah persatuan agama dan persamaan antara Islam dengan agama lain. Juga tak dapat dihindari adanya simbul-simbul keagamaan mereka, baik berupa benda, ucapan ataupun perbuatan yang tujuannya bisa jadi untuk menampakkan syiar dan syariat Yahudi atau Nasrani yang telah terhapus dengan datangnya Islam atau kalau tidak agar orang menganggap baik terhadap syariat mereka, sehingga biasnya menyeret kepada kekufuran. Ini merupakan salah satu cara dan siasat untuk menjauhkan umat Islam dari tuntunan agamanya, sehingga akhirnya merasa asing dengan agamanya sendiri.
Telah jelas sekali dalil-dalil dari Al Quran, Sunnah dan atsar yang shahih tentang larangan meniru sikap dan perilaku orang kafir yang jelas-jelas itu merupakan ciri khas dan kekhususan dari agama mereka, termasuk di dalam hal ini adalah Ied atau hari besar mereka.Ied di sini mencakup segala sesuatu baik hari atau tempat yang diagung-agungkan secara rutin oleh orang kafir, tempat di situ mereka berkumpul untuk mengadakan acara keagamaan, termasuk juga di dalam hal ini adalah amalan-amalan yang mereka lakukan. Keseluruhan waktu dan tempat yang diagungkan oleh orang kafir yang tidak ada tuntunannya di dalam Islam, maka haram bagi setiap muslim untuk ikut mengagungkannya.
Larangan untuk meniru dan memeriahkan hari besar orang kafir selain karena adanya dalil yang jelas juga dikarenakan akan memberi dampak negatif, antara lain:
Orang-orang kafir itu akan merasa senang dan lega dikarenakan sikap mendukung umat Islam atas kebatilan yang mereka lakukan.
Dukungan dan peran serta secara lahir akan membawa pengaruh ke dalam batin yakni akan merusak akidah yang bersangkutan secara bertahap tanpa terasa.
Yang paling berbahaya ialah sikap mendukung dan ikut-ikutan terhadap hari raya mereka akan menumbuhkan rasa cinta dan ikatan batin terhadap orang kafir yang bisa menghapuskan keimanan.Ini sebagaimana yang difirmankan Allah Ta'ala, (yang artinya) : "Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang Yahudi dan Nasrani menjadi pemimpin-pemimpin(mu); sebahagian mereka adalah pemimpin bagi sebahagian yang lain. Barangsiapa di antara kamu mengambil mereka menjadi pemimpin, maka sesungguhnya o-rang itu termasuk golongan mereka. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim". (QS. 5:51)
Dari uraian di atas, maka tidak diperbolehkan bagi setiap muslim yang mengakui Allah sebagai Rabb, Islam sebagai agama dan Muhammad sebagai nabi dan rasul, untuk ikut merayakan hari besar yang tidak ada asalnya di dalam Islam, tidak boleh menghadiri, bergabung dan membantu terselenggaranya acara tersebut.Karena hal ini termasuk dosa dan melanggar batasan Allah.Dia telah melarang kita untuk tolong-menolong di dalam dosa dan pelanggaran, sebagaimana firman Allah, (yang artinya) : "Dan tolong-menolonglah kamu di dalam (mengerjakan) kebajikan dan taqwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertaqwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya." (QS. 5:2)
Tidak diperbolehkan kaum muslimin memberikan respon di dalam bentuk apapun yang intinya ada unsur dukungan, membantu atau memeriahkan perayaan orang kafir, seperti : iklan dan himbauan; menulis ucapan pada jam dinding atau fandel; menyablon/membuat baju bertuliskan perayaan yang dimaksud; membuat cinderamata dan kenang-kenangan; membuat dan mengirimkan kartu ucapan selamat; membuat buku tulis;memberi keistimewaan seperti hadiah /diskon khusus di dalam perdagangan, ataupun(yang banyak terjadi) yaitu mengadakan lomba olah raga di dalam rangka memperingati hari raya mereka. Kesemua ini termasuk di dalam rangka membantu syiar mereka.
Kaum muslimin tidak diperbolehkan beranggapan bahwa hari raya orang kafir seperti tahun baru (masehi), atau milenium baru sebagai waktu penuh berkah(hari baik) yang tepat untuk memulai babak baru di dalam langkah hidup dan bekerja, di antaranya adalah seperti melakukan akad nikah,memulai bisnis, pembukaan proyek-proyek baru dan lain-lain. Keyakinan seperti ini adalah batil dan hari tersebut sama sekali tidak memiliki kelebihan dan ke-istimewaan di atas hari-hari yang lain.
Dilarang bagi umat Islam untuk mengucapkan selamat atas hari raya orang kafir, karena ini menunjukkan sikap rela terhadapnya di samping memberikan rasa gembira di hati mereka.Berkaitan dengan ini Ibnul Qayim rahimahullah pernah berkata, "Mengucapkan selamat terhadap syiar dan simbol khusus orang kafir sudah disepakati kaha-ramannya seperti memberi ucapan selamat atas hari raya mereka, puasa mereka dengan mengucapkan, "Selamat hari raya (dan yang semisalnya), meskipun pengucapnya tidak terjeru-mus ke dalam kekufuran, namun ia telah melakukan keharaman yang besar, karena sama saja kedudukannya dengan mengucapkan selamat atas sujudnya mereka kepada salib. Bahkan di hadapan Allah, hal ini lebih besar dosanya daripada orang yang memberi ucapan selamat kapada peminum khamar, pembunuh, pezina dan sebagainya. Dan banyak sekali orang Islam yang tidak memahami ajaran agamanya, akhirnya terjerumus ke dalam hal ini, ia tidak menyadari betapa besar keburukan yang telah ia lakukan. Dengan demikian, barang siapa memberi ucapan selamat atas kemaksiatan, kebid'ahan dan lebih-lebih kekufuran, maka ia akan berhadapan dengan murka Allah". Demikian ucapan beliau rahimahullah!
Setiap muslim harus merasa bangga dan mulia dengan hari rayanya sendiri termasuk di dalam hal ini adalah kalender dan penanggalan hijriyah yang telah disepakati oleh para shahabat Radhiallaahu anhu, sebisa mungkin kita pertahan kan penggunaannya, walau mungkin lingkungan belum mendukung. Kaum muslimin sepeninggal shahabat hingga sekarang (sudah 14 abad), selalu menggunakannya dan setiap pergantian tahun baru hijriyah ini, tidak perlu dengan mangadakan perayaan-perayaan tertentu.
Demikianlah sikap yang seharusnya dimiliki oleh setiap mukmin, hendaknya ia selalu menasehati dirinya sendiri dan berusaha sekuat tenaga menyelamatkan diri dari apa-apa yang menyebabkan kemurkaan Allah dan laknatNya. Hendaknya ia mengambil petunjuk hanya dari Allah dan menjadikan Dia sebagai penolong.
(Dinukil dari Fatwa Komisi Tetap untuk Penelitian Ilmiyah dan Fatwa Kerajaan Arab Saudi tentang Perayaan Milenium Baru tahun 2000.
Tertanda
Ketua: Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah Alu Syaikh
Anggota: Syaikh Abdullah bin Abdur Rahman Al-Ghadyan, Syaikh Bakr bin Abdullah Abu Zaid, Syakh Shalih bin Fauzan Al Fauzan)
Sesungguhnya di antara konsekwensi terpenting dari sikap membenci orang-orang kafir ialah menjauhi syi'ar dan ibadah mereka. Sedangkan syi'ar mereka yang paling besar adalah hari raya mereka, baik yang berkaitan dengan tempat maupun waktu. Maka orang Islam berkewajiban menjauhi dan meninggalkannya.
Ada seorang lelaki yang datang kepada Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam untuk meminta fatwa karena ia telah bernadzar memotong hewan di Buwanah (nama sebuah tempat), maka Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam menanyakan kepadanya (yang artinya) : " Apakah disana ada berhala, dari berhala-berhala orang Jahiliyah yang disembah ?" Dia menjawab, "Tidak". Beliau bertanya, "Apakah di sana tempat dilaksanakannya hari raya dari hari raya mereka ?" Dia menjawab, "Tidak". Maka Nabi bersabda, "Tepatillah nadzarmu, karena sesungguhnya tidak boleh melaksanakan nadzar dalam maksiat terhadap Allah dalam hal yang tidak dimiliki oleh anak Adam"
[Hadits Riwayat Abu Daud dengan sanad yang sesuai dengan syarat Al-Bukhari dan Muslim]
Hadits diatas menunjukkan, tidak bolehnya menyembelih untuk Allah di bertepatan dengan tempat yang digunakan menyembelih untuk selain Allah ; atau di tempat orang-orang kafir merayakan pesta atau hari raya. Sebab hal itu berarti mengikuti mereka dan menolong mereka di dalam mengagungkan syi'ar-syi'ar mereka, dan juga karena menyerupai mereka atau menjadi wasilah yang mengantarkan kepada syirik. Begitu pula ikut merayakan hari raya (hari besar) mereka mengandung wala' (loyalitas) kepada mereka dan mendukung mereka dalam menghidupkan syi'ar-syi'ar mereka.
Di antara yang dilarang adalah menampakkan rasa gembira pada hari raya mereka, meliburkan pekerjaan (sekolah), memasak makanan-makanan sehubungan dengan hari raya mereka (kini kebanyakan berpesiar, berlibur ke tempat wisata, konser, acara musik, diakhiri mabuk-mabukan atau perzinaan, red).
Dan diantaranya lagi ialah mempergunakan kalender Masehi, karena hal itu menghidupkan kenangan terhadap hari raya Natal bagi mereka. Karena itu para shahabat menggunakan kalender Hijriyah sebagai gantinya.
Syaikhul Islam Ibnu Timiyah berkata, "Ikut merayakan hari-hari besar mereka tidak diperbolehkan karena dua alasan".
Pertama. Bersifat umum, seperti yang telah dikemukakan di atas bahwa hal tersebut berarti mengikuti ahli Kitab, yang tidak ada dalam ajaran kita dan tidak ada dalam kebiaasaan Salaf. Mengikutinya berarti mengandung kerusakan dan meninggalkannya terdapat maslahat menyelisihi mereka. Bahkan seandainya kesamaan yang kita lakukan merupakan sesuatu ketetapan semata, bukan karena
mengambilnya dari mereka, tentu yang disyari'atkan adalah menyelisihiya karena dengan menyelisihinya terdapat maslahat seperti yang telah diisyaratkan di atas. Maka barangsiapa mengikuti mereka, dia telah kehilangan maslahat ini sekali pun tidak melakukan mafsadah (kerusakan) apapun, terlebih lagi kalau dia melakukannya.
Alasan Kedua.
Karena hal itu adalah bid'ah yang diada adakan. Alasan ini jelas menunjukkan bahwa sangat dibenci hukumnya menyerupai mereka dalam hal itu".
Beliau juga mengatakan, "Tidak halal bagi kaum muslimin ber-Tasyabuh (menyerupai) mereka dalam hal-hal yang khusus bagi hari raya mereka ; seperti, makanan, pakaian, mandi, menyalakan lilin, meliburkan kebiasaan seperti bekerja dan beribadah ataupun yang lainnya. Tidak halal mengadakan kenduri atau memberi hadiah atau menjual barang-barang yang diperlukan untuk hari raya tersebut. Tidak halal mengizinkan anak-anak ataupun yang lainnya melakukan permainan pada hari itu, juga tidak boleh menampakkan perhiasan.
Ringkasnya, tidak boleh melakukan sesuatu yang menjadi ciri khas dari syi'ar mereka pada hari itu. (Dalam Iqtidha Shirathal Mustaqim, pentahqiq Dr Nashir Al-'Aql 1/425-426).
Hari raya mereka bagi umat Islam haruslah seperti hari-hari biasanya, tidak ada hal istimewa atau khusus yang dilakukan umat Islam. Adapun jika dilakukan hal-hal tersebut oleh umat Islam dengan sengaja [1] maka berbagai golongan dari kaum salaf dan khalaf menganggapnya makruh. Sedangkan pengkhususan seperti yang tersebut di atas maka tidak ada perbedaan di antara ulama, bahkan sebagian ulama menganggap kafir orang yang melakukan hal tersebut, karena dia telah mengagungkan syi'ar-syi'ar kekufuran.
Segolongan ulama mengatakan. "Siapa yang menyembelih kambing pada hari raya mereka (demi merayakannya), maka seolah-olah dia menyembelih babi". Abdullah bin Amr bin Ash berkata, "Siapa yang mengikuti negera-negara 'ajam (non Islam) dan melakukan perayaan Nairuz [2] dan Mihrajan [3] serta menyerupai mereka sampai ia meninggal dunia dan dia belum bertobat, maka dia akan dikumpulkan bersama mereka pada Hari Kiamat.
Footnote :
[1] Mungkin yang dimaksud (yang benar) adalah 'tanpa sengaja'.
[2] Nairuz atau Nauruz (bahasa Persia) hari baru, pesta tahun baru Iran yang
bertepatan dengan tanggal 21 Maret -pent.
[3] Mihrajan, gabungan dari kata mihr (matahari) dan jan (kehidupan atau
ruh), yaitu perayaan pada pertengahan musim gugur, di mana udara tidak panas
dan tidak dingin. Atau juga merupakan istilah bagi pesta yang diadakan untuk
hari bahagia -pent.
(Dinukil dari tulisan Dr Shalih bin Fauzan bin Abdullah Al-Fauzan, dalam kitab At-Tauhid Lish-Shaffil Awwal Al-Aliy[Edisi Indonesia, Kitab Tauhid 1])
Bagaimana semestinya sikap Muslim yang tepat menyikapi hari raya Natal/Tahun Baru/Non Muslim lainnya ?
Berikut nasihat dari Komisi Tetap Saudi Arabia
"Sesungguhnya nikmat terbesar yang diberikan oleh Allah Subhannahu wa Ta'ala kepada hamba-Nya adalah nikmat Islam dan iman serta istiqomah di atas jalan yang lurus. Allah Subhannahu wa Ta'ala telah memberitahukan bahwa yang dimaksud jalan yang lurus adalah jalan yang ditempuh oleh hamba-hamba-Nya yang telah diberi nikmat dari kalangan para nabi, shiddiqin, syuhadaa dan sholihin (Qs. An Nisaa :69).
Jika diperhatikan dengan teliti, maka kita dapati bahwa musuh-musuh Islam sangat gigih berusaha mema-damkan cahaya Islam, menjauhkan dan menyimpangkan ummat Islam dari jalan yang lurus, sehingga tidak lagi istiqomah.Hal ini diberitahukan sendiri oleh Allah Ta'ala di dalam firman-Nya, diantaranya, yang artinya: "Sebagian besar Ahli Kitab menginginkan agar mereka dapat mengembalikan kamu kepada kekafiran setelah kamu beriman, karena dengki yang (timbul) dari diri mereka sendiri, setelah nyata bagi mereka kebenaran. Maka ma'afkanlah dan biarkanlah mereka, sampai Allah mendatangkan perintah-Nya. Sesung-guh-Nya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu." (QS. 2:109)
Firman Allah Subhannahu wa Ta'ala yang lain, artinya: Katakanlah: "Hai Ahli Kitab, mengapa kamu menghalang-halangi dari jalan Allah orang-orang yang telah beriman, kamu menghendakinya menjadi beng-kok, padahal kamu menyaksikan". Allah sekali-kali tidak lalai dari apa yang kamu kerjakan. (QS. 3:99)
Firman ALLAH (yang artinya) : " Hai orang-orang yang beriman, jika kamu menta'ati orang-orang yang kafir itu, niscaya mereka mengembalikan kamu kebelakang (kepada kekafiran), lalu jadilah kamu orang-orang yang rugi". (QS. 3:149)
Salah satu cara mereka untuk menjauhkan umat Islam dari agama (jalan yang lurus)yakni dengan menyeru dan mempublikasikan hari-hari besar mereka ke seluruh lapisan masyara-kat serta dibuat kesan seolah-oleh hal itu merupakan hari besar yang sifatnya umum dan bisa diperingati oleh siapa saja. Oleh karena itu, Komisi Tetap Urusan Penelitian Ilmiyah dan Fatwa Kerajaan Arab Saudi telah memberikan fatwa berkenaan dengan sikap yang seharusnya dipegang oleh setiap muslim terhadap hari-hari besar orang kafir.Secara garis besar fatwa yang dimaksud adalah:
Sesungguhnya kaum Yahudi dan Nashara menghubungkan hari-hari besar mereka dengan peristiwa-peritiwa yang terjadi dan menjadikannya sebagai harapan baru yang dapat memberikan keselamatan, dan ini sangat tampak di dalam perayaan milenium baru (tahun 2000 lalu), dan sebagian besar orang sangat sibuk memperangatinya, tak terkecuali sebagian saudara kita -kaum muslimin- yang terjebak di dalamnya. Padahal setiap muslim seharusnya menjauhi hari besar mereka dan tak perlu menghiraukannya.
Perayaan yang mereka adakan tidak lain adalah kebatilan semata yang dikemas sedemikian rupa, sehingga kelihatan menarik. Di dalamnya berisikan pesan ajakan kepada kekufuran, kesesatan dan kemungkaran secara syar'i seperti: Seruan ke arah persatuan agama dan persamaan antara Islam dengan agama lain. Juga tak dapat dihindari adanya simbul-simbul keagamaan mereka, baik berupa benda, ucapan ataupun perbuatan yang tujuannya bisa jadi untuk menampakkan syiar dan syariat Yahudi atau Nasrani yang telah terhapus dengan datangnya Islam atau kalau tidak agar orang menganggap baik terhadap syariat mereka, sehingga biasnya menyeret kepada kekufuran. Ini merupakan salah satu cara dan siasat untuk menjauhkan umat Islam dari tuntunan agamanya, sehingga akhirnya merasa asing dengan agamanya sendiri.
Telah jelas sekali dalil-dalil dari Al Quran, Sunnah dan atsar yang shahih tentang larangan meniru sikap dan perilaku orang kafir yang jelas-jelas itu merupakan ciri khas dan kekhususan dari agama mereka, termasuk di dalam hal ini adalah Ied atau hari besar mereka.Ied di sini mencakup segala sesuatu baik hari atau tempat yang diagung-agungkan secara rutin oleh orang kafir, tempat di situ mereka berkumpul untuk mengadakan acara keagamaan, termasuk juga di dalam hal ini adalah amalan-amalan yang mereka lakukan. Keseluruhan waktu dan tempat yang diagungkan oleh orang kafir yang tidak ada tuntunannya di dalam Islam, maka haram bagi setiap muslim untuk ikut mengagungkannya.
Larangan untuk meniru dan memeriahkan hari besar orang kafir selain karena adanya dalil yang jelas juga dikarenakan akan memberi dampak negatif, antara lain:
Orang-orang kafir itu akan merasa senang dan lega dikarenakan sikap mendukung umat Islam atas kebatilan yang mereka lakukan.
Dukungan dan peran serta secara lahir akan membawa pengaruh ke dalam batin yakni akan merusak akidah yang bersangkutan secara bertahap tanpa terasa.
Yang paling berbahaya ialah sikap mendukung dan ikut-ikutan terhadap hari raya mereka akan menumbuhkan rasa cinta dan ikatan batin terhadap orang kafir yang bisa menghapuskan keimanan.Ini sebagaimana yang difirmankan Allah Ta'ala, (yang artinya) : "Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang Yahudi dan Nasrani menjadi pemimpin-pemimpin(mu); sebahagian mereka adalah pemimpin bagi sebahagian yang lain. Barangsiapa di antara kamu mengambil mereka menjadi pemimpin, maka sesungguhnya o-rang itu termasuk golongan mereka. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim". (QS. 5:51)
Dari uraian di atas, maka tidak diperbolehkan bagi setiap muslim yang mengakui Allah sebagai Rabb, Islam sebagai agama dan Muhammad sebagai nabi dan rasul, untuk ikut merayakan hari besar yang tidak ada asalnya di dalam Islam, tidak boleh menghadiri, bergabung dan membantu terselenggaranya acara tersebut.Karena hal ini termasuk dosa dan melanggar batasan Allah.Dia telah melarang kita untuk tolong-menolong di dalam dosa dan pelanggaran, sebagaimana firman Allah, (yang artinya) : "Dan tolong-menolonglah kamu di dalam (mengerjakan) kebajikan dan taqwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertaqwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya." (QS. 5:2)
Tidak diperbolehkan kaum muslimin memberikan respon di dalam bentuk apapun yang intinya ada unsur dukungan, membantu atau memeriahkan perayaan orang kafir, seperti : iklan dan himbauan; menulis ucapan pada jam dinding atau fandel; menyablon/membuat baju bertuliskan perayaan yang dimaksud; membuat cinderamata dan kenang-kenangan; membuat dan mengirimkan kartu ucapan selamat; membuat buku tulis;memberi keistimewaan seperti hadiah /diskon khusus di dalam perdagangan, ataupun(yang banyak terjadi) yaitu mengadakan lomba olah raga di dalam rangka memperingati hari raya mereka. Kesemua ini termasuk di dalam rangka membantu syiar mereka.
Kaum muslimin tidak diperbolehkan beranggapan bahwa hari raya orang kafir seperti tahun baru (masehi), atau milenium baru sebagai waktu penuh berkah(hari baik) yang tepat untuk memulai babak baru di dalam langkah hidup dan bekerja, di antaranya adalah seperti melakukan akad nikah,memulai bisnis, pembukaan proyek-proyek baru dan lain-lain. Keyakinan seperti ini adalah batil dan hari tersebut sama sekali tidak memiliki kelebihan dan ke-istimewaan di atas hari-hari yang lain.
Dilarang bagi umat Islam untuk mengucapkan selamat atas hari raya orang kafir, karena ini menunjukkan sikap rela terhadapnya di samping memberikan rasa gembira di hati mereka.Berkaitan dengan ini Ibnul Qayim rahimahullah pernah berkata, "Mengucapkan selamat terhadap syiar dan simbol khusus orang kafir sudah disepakati kaha-ramannya seperti memberi ucapan selamat atas hari raya mereka, puasa mereka dengan mengucapkan, "Selamat hari raya (dan yang semisalnya), meskipun pengucapnya tidak terjeru-mus ke dalam kekufuran, namun ia telah melakukan keharaman yang besar, karena sama saja kedudukannya dengan mengucapkan selamat atas sujudnya mereka kepada salib. Bahkan di hadapan Allah, hal ini lebih besar dosanya daripada orang yang memberi ucapan selamat kapada peminum khamar, pembunuh, pezina dan sebagainya. Dan banyak sekali orang Islam yang tidak memahami ajaran agamanya, akhirnya terjerumus ke dalam hal ini, ia tidak menyadari betapa besar keburukan yang telah ia lakukan. Dengan demikian, barang siapa memberi ucapan selamat atas kemaksiatan, kebid'ahan dan lebih-lebih kekufuran, maka ia akan berhadapan dengan murka Allah". Demikian ucapan beliau rahimahullah!
Setiap muslim harus merasa bangga dan mulia dengan hari rayanya sendiri termasuk di dalam hal ini adalah kalender dan penanggalan hijriyah yang telah disepakati oleh para shahabat Radhiallaahu anhu, sebisa mungkin kita pertahan kan penggunaannya, walau mungkin lingkungan belum mendukung. Kaum muslimin sepeninggal shahabat hingga sekarang (sudah 14 abad), selalu menggunakannya dan setiap pergantian tahun baru hijriyah ini, tidak perlu dengan mangadakan perayaan-perayaan tertentu.
Demikianlah sikap yang seharusnya dimiliki oleh setiap mukmin, hendaknya ia selalu menasehati dirinya sendiri dan berusaha sekuat tenaga menyelamatkan diri dari apa-apa yang menyebabkan kemurkaan Allah dan laknatNya. Hendaknya ia mengambil petunjuk hanya dari Allah dan menjadikan Dia sebagai penolong.
(Dinukil dari Fatwa Komisi Tetap untuk Penelitian Ilmiyah dan Fatwa Kerajaan Arab Saudi tentang Perayaan Milenium Baru tahun 2000.
Tertanda
Ketua: Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah Alu Syaikh
Anggota: Syaikh Abdullah bin Abdur Rahman Al-Ghadyan, Syaikh Bakr bin Abdullah Abu Zaid, Syakh Shalih bin Fauzan Al Fauzan)
keroncong- KAPTEN
-
Age : 70
Posts : 4535
Kepercayaan : Islam
Location : di rumah saya
Join date : 09.11.11
Reputation : 67
Re: selamat natal menurut Qur'an
musicman wrote:saya muslim..saya Kritis thp Kristen...
btw.....
saya ucapkan natal..
keluarga ibu saya Khatolik semua..
hati saya lempeng2 aja tuh...gk pengaruhi aqidah saya sedikitpun..saya tetap kritis sama yg namanya Kristen
Murtad ngga...percaya Yesus adalah Tuhan juga ngga..
muslim yg ogah ucapkan natal krn takut Murtad atau sebab lainnya..
silahken saja....
maaf kl saya berbeda disini...hanya mencoba jujur
saya ucapkan natal..
keluarga ibu saya Khatolik semua..
hati saya lempeng2 aja tuh...gk pengaruhi aqidah saya sedikitpun..saya tetap kritis sama yg namanya Kristen
Murtad ngga...percaya Yesus adalah Tuhan juga ngga..
bagus kalau hati anda lempeng2 aja alias CUEK tapi apakah anda tidak pernah memikirkan KEMANA ANDA AKAN PERGI SETELAH KEHIDUPAN INI.
secara manusiawi saya bisa katakan: semau lu aja!!!! tetapi seorang Kristen saya harus katakan kepada anda: TUHAN YESUS MENGASIHI ANDA DAN SAYAPUN MENGASIHI ANDA
anda kritis sama yang namanya Kristen, itu ga ngaruh apa2 bagi kami orang Kristen, bahkan kalau anda mengritik Kristen habis2an juga kami TIDAK AKAN MARAH, karena kritikan anda ditujukan kepada Allah yang menciptakan anda dan bukan kepada kami!!! jadi ujung2nya anda AKAN BERURUSAN DENGAN PENCIPTA ANDA!!!
barabasmurtad- SERSAN MAYOR
- Age : 80
Posts : 408
Kepercayaan : Protestan
Location : bandung
Join date : 26.11.11
Reputation : 5
Re: selamat natal menurut Qur'an
Sesungguhnya di antara konsekwensi terpenting dari sikap membenci orang-orang kafir ialah menjauhi syi'ar dan ibadah mereka. Sedangkan syi'ar mereka yang paling besar adalah hari raya mereka, baik yang berkaitan dengan tempat maupun waktu. Maka orang Islam berkewajiban menjauhi dan meninggalkannya.
Hukum menyambut dan merayakan hari Raya non Muslim (Natal/Tahun Baru/Imlek, red)
Sesungguhnya di antara konsekwensi terpenting dari sikap membenci orang-orang kafir ialah menjauhi syi'ar dan ibadah mereka. Sedangkan syi'ar mereka yang paling besar adalah hari raya mereka, baik yang berkaitan dengan tempat maupun waktu. Maka orang Islam berkewajiban menjauhi dan meninggalkannya.
Ada seorang lelaki yang datang kepada Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam untuk meminta fatwa karena ia telah bernadzar memotong hewan di Buwanah (nama sebuah tempat), maka Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam menanyakan kepadanya (yang artinya) : " Apakah disana ada berhala, dari berhala-berhala orang Jahiliyah yang disembah ?" Dia menjawab, "Tidak". Beliau bertanya, "Apakah di sana tempat dilaksanakannya hari raya dari hari raya mereka ?" Dia menjawab, "Tidak". Maka Nabi bersabda, "Tepatillah nadzarmu, karena sesungguhnya tidak boleh melaksanakan nadzar dalam maksiat terhadap Allah dalam hal yang tidak dimiliki Allah SWT anak Adam"
[Hadits Riwayat Abu Daud dengan sanad yang sesuai dengan syarat Al-Bukhari dan Muslim]
Hadits diatas menunjukkan, tidak bolehnya menyembelih untuk Allah di bertepatan dengan tempat yang digunakan menyembelih untuk selain Allah ; atau di tempat orang-orang kafir merayakan pesta atau hari raya. Sebab hal itu berarti mengikuti mereka dan menolong mereka di dalam mengagungkan syi'ar-syi'ar mereka, dan juga karena menyerupai mereka atau menjadi wasilah yang mengantarkan kepada syirik. Begitu pula ikut merayakan hari raya (hari besar) mereka mengandung wala' (loyalitas) kepada mereka dan mendukung mereka dalam menghidupkan syi'ar-syi'ar mereka.
Di antara yang dilarang adalah menampakkan rasa gembira pada hari raya mereka, meliburkan pekerjaan (sekolah), memasak makanan-makanan sehubungan dengan hari raya mereka (kini kebanyakan berpesiar, berlibur ke tempat wisata, konser, acara musik, diakhiri mabuk-mabukan atau perzinaan, red).
Dan diantaranya lagi ialah mempergunakan kalender Masehi, karena hal itu menghidupkan kenangan terhadap hari raya Natal bagi mereka. Karena itu para shahabat menggunakan kalender Hijriyah sebagai gantinya.
Syaikhul Islam Ibnu Timiyah berkata, "Ikut merayakan hari-hari besar mereka tidak diperbolehkan karena dua alasan".
Pertama. Bersifat umum, seperti yang telah dikemukakan di atas bahwa hal tersebut berarti mengikuti ahli Kitab, yang tidak ada dalam ajaran kita dan tidak ada dalam kebiaasaan Salaf. Mengikutinya berarti mengandung kerusakan dan meninggalkannya terdapat maslahat menyelisihi mereka. Bahkan seandainya kesamaan yang kita lakukan merupakan sesuatu ketetapan semata, bukan karena
mengambilnya dari mereka, tentu yang disyari'atkan adalah menyelisihiya karena dengan menyelisihinya terdapat maslahat seperti yang telah diisyaratkan di atas. Maka barangsiapa mengikuti mereka, dia telah kehilangan maslahat ini sekali pun tidak melakukan mafsadah (kerusakan) apapun, terlebih lagi kalau dia melakukannya.
Alasan Kedua.
Karena hal itu adalah bid'ah yang diada adakan. Alasan ini jelas menunjukkan bahwa sangat dibenci hukumnya menyerupai mereka dalam hal itu".
Beliau juga mengatakan, "Tidak halal bagi kaum muslimin ber-Tasyabuh (menyerupai) mereka dalam hal-hal yang khusus bagi hari raya mereka ; seperti, makanan, pakaian, mandi, menyalakan lilin, meliburkan kebiasaan seperti bekerja dan beribadah ataupun yang lainnya. Tidak halal mengadakan kenduri atau memberi hadiah atau menjual barang-barang yang diperlukan untuk hari raya tersebut. Tidak halal mengizinkan anak-anak ataupun yang lainnya melakukan permainan pada hari itu, juga tidak boleh menampakkan perhiasan.
Ringkasnya, tidak boleh melakukan sesuatu yang menjadi ciri khas dari syi'ar mereka pada hari itu. (Dalam Iqtidha Shirathal Mustaqim, pentahqiq Dr Nashir Al-'Aql 1/425-426).
Hari raya mereka bagi umat Islam haruslah seperti hari-hari biasanya, tidak ada hal istimewa atau khusus yang dilakukan umat Islam. Adapun jika dilakukan hal-hal tersebut Allah SWT umat Islam dengan sengaja [1] maka berbagai golongan dari kaum salaf dan khalaf menganggapnya makruh. Sedangkan pengkhususan seperti yang tersebut di atas maka tidak ada perbedaan di antara ulama, bahkan sebagian ulama menganggap kafir orang yang melakukan hal tersebut, karena dia telah mengagungkan syi'ar-syi'ar kekufuran.
Segolongan ulama mengatakan. "Siapa yang menyembelih kambing pada hari raya mereka (demi merayakannya), maka seolah-Allah SWT dia menyembelih babi". Abdullah bin Amr bin Ash berkata, "Siapa yang mengikuti negera-negara 'ajam (non Islam) dan melakukan perayaan Nairuz [2] dan Mihrajan [3] serta menyerupai mereka sampai ia meninggal dunia dan dia belum bertobat, maka dia akan dikumpulkan bersama mereka pada Hari Kiamat.
Footnote :
[1] Mungkin yang dimaksud (yang benar) adalah 'tanpa sengaja'.
[2] Nairuz atau Nauruz (bahasa Persia) hari baru, pesta tahun baru Iran yang
bertepatan dengan tanggal 21 Maret -pent.
[3] Mihrajan, gabungan dari kata mihr (matahari) dan jan (kehidupan atau
ruh), yaitu perayaan pada pertengahan musim gugur, di mana udara tidak panas
dan tidak dingin. Atau juga merupakan istilah bagi pesta yang diadakan untuk
hari bahagia -pent.
(Dinukil dari tulisan Dr Shalih bin Fauzan bin Abdullah Al-Fauzan, dalam kitab At-Tauhid Lish-Shaffil Awwal Al-Aliy[Edisi Indonesia, Kitab Tauhid 1])
Bagaimana semestinya sikap Muslim yang tepat menyikapi hari raya Natal/Tahun Baru/Non Muslim lainnya ?
Berikut nasihat dari Komisi Tetap Saudi Arabia
"Sesungguhnya nikmat terbesar yang diberikan Allah SWT Allah Subhannahu wa Ta'ala kepada hamba-Nya adalah nikmat Islam dan iman serta istiqomah di atas jalan yang lurus. Allah Subhannahu wa Ta'ala telah memberitahukan bahwa yang dimaksud jalan yang lurus adalah jalan yang ditempuh Allah SWT hamba-hamba-Nya yang telah diberi nikmat dari kalangan para nabi, shiddiqin, syuhadaa dan sholihin (Qs. An Nisaa :69).
Jika diperhatikan dengan teliti, maka kita dapati bahwa musuh-musuh Islam sangat gigih berusaha mema-damkan cahaya Islam, menjauhkan dan menyimpangkan ummat Islam dari jalan yang lurus, sehingga tidak lagi istiqomah.Hal ini diberitahukan sendiri Allah SWT Allah Ta'ala di dalam firman-Nya, diantaranya, yang artinya: "Sebagian besar Ahli Kitab menginginkan agar mereka dapat mengembalikan kamu kepada kekafiran setelah kamu beriman, karena dengki yang (timbul) dari diri mereka sendiri, setelah nyata bagi mereka kebenaran. Maka ma'afkanlah dan biarkanlah mereka, sampai Allah mendatangkan perintah-Nya. Sesung-guh-Nya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu." (QS. 2:109)
Firman Allah Subhannahu wa Ta'ala yang lain, artinya: Katakanlah: "Hai Ahli Kitab, mengapa kamu menghalang-halangi dari jalan Allah orang-orang yang telah beriman, kamu menghendakinya menjadi beng-kok, padahal kamu menyaksikan". Allah sekali-kali tidak lalai dari apa yang kamu kerjakan. (QS. 3:99)
Firman ALLAH (yang artinya) : " Hai orang-orang yang beriman, jika kamu menta'ati orang-orang yang kafir itu, niscaya mereka mengembalikan kamu kebelakang (kepada kekafiran), lalu jadilah kamu orang-orang yang rugi". (QS. 3:149)
Salah satu cara mereka untuk menjauhkan umat Islam dari agama (jalan yang lurus)yakni dengan menyeru dan mempublikasikan hari-hari besar mereka ke seluruh lapisan masyara-kat serta dibuat kesan seolah-Allah SWT hal itu merupakan hari besar yang sifatnya umum dan bisa diperingati Allah SWT siapa saja. Allah SWT karena itu, Komisi Tetap Urusan Penelitian Ilmiyah dan Fatwa Kerajaan Arab Saudi telah memberikan fatwa berkenaan dengan sikap yang seharusnya dipegang Allah SWT setiap muslim terhadap hari-hari besar orang kafir.Secara garis besar fatwa yang dimaksud adalah:
Sesungguhnya kaum Yahudi dan Nashara menghubungkan hari-hari besar mereka dengan peristiwa-peritiwa yang terjadi dan menjadikannya sebagai harapan baru yang dapat memberikan keselamatan, dan ini sangat tampak di dalam perayaan milenium baru (tahun 2000 lalu), dan sebagian besar orang sangat sibuk memperangatinya, tak terkecuali sebagian saudara kita -kaum muslimin- yang terjebak di dalamnya. Padahal setiap muslim seharusnya menjauhi hari besar mereka dan tak perlu menghiraukannya.
Perayaan yang mereka adakan tidak lain adalah kebatilan semata yang dikemas sedemikian rupa, sehingga kelihatan menarik. Di dalamnya berisikan pesan ajakan kepada kekufuran, kesesatan dan kemungkaran secara syar'i seperti: Seruan ke arah persatuan agama dan persamaan antara Islam dengan agama lain. Juga tak dapat dihindari adanya simbul-simbul keagamaan mereka, baik berupa benda, ucapan ataupun perbuatan yang tujuannya bisa jadi untuk menampakkan syiar dan syariat Yahudi atau Nasrani yang telah terhapus dengan datangnya Islam atau kalau tidak agar orang menganggap baik terhadap syariat mereka, sehingga biasnya menyeret kepada kekufuran. Ini merupakan salah satu cara dan siasat untuk menjauhkan umat Islam dari tuntunan agamanya, sehingga akhirnya merasa asing dengan agamanya sendiri.
Telah jelas sekali dalil-dalil dari Al Quran, Sunnah dan atsar yang shahih tentang larangan meniru sikap dan perilaku orang kafir yang jelas-jelas itu merupakan ciri khas dan kekhususan dari agama mereka, termasuk di dalam hal ini adalah Ied atau hari besar mereka.Ied di sini mencakup segala sesuatu baik hari atau tempat yang diagung-agungkan secara rutin Allah SWT orang kafir, tempat di situ mereka berkumpul untuk mengadakan acara keagamaan, termasuk juga di dalam hal ini adalah amalan-amalan yang mereka lakukan. Keseluruhan waktu dan tempat yang diagungkan Allah SWT orang kafir yang tidak ada tuntunannya di dalam Islam, maka haram bagi setiap muslim untuk ikut mengagungkannya.
Larangan untuk meniru dan memeriahkan hari besar orang kafir selain karena adanya dalil yang jelas juga dikarenakan akan memberi dampak negatif, antara lain:
Orang-orang kafir itu akan merasa senang dan lega dikarenakan sikap mendukung umat Islam atas kebatilan yang mereka lakukan.
Dukungan dan peran serta secara lahir akan membawa pengaruh ke dalam batin yakni akan merusak akidah yang bersangkutan secara bertahap tanpa terasa.
Yang paling berbahaya ialah sikap mendukung dan ikut-ikutan terhadap hari raya mereka akan menumbuhkan rasa cinta dan ikatan batin terhadap orang kafir yang bisa menghapuskan keimanan.Ini sebagaimana yang difirmankan Allah Ta'ala, (yang artinya) : "Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang Yahudi dan Nasrani menjadi pemimpin-pemimpin(mu); sebahagian mereka adalah pemimpin bagi sebahagian yang lain. Barangsiapa di antara kamu mengambil mereka menjadi pemimpin, maka sesungguhnya o-rang itu termasuk golongan mereka. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim". (QS. 5:51)
Dari uraian di atas, maka tidak diperbolehkan bagi setiap muslim yang mengakui Allah sebagai Rabb, Islam sebagai agama dan Muhammad sebagai nabi dan rasul, untuk ikut merayakan hari besar yang tidak ada asalnya di dalam Islam, tidak boleh menghadiri, bergabung dan membantu terselenggaranya acara tersebut.Karena hal ini termasuk dosa dan melanggar batasan Allah.Dia telah melarang kita untuk tolong-menolong di dalam dosa dan pelanggaran, sebagaimana firman Allah, (yang artinya) : "Dan tolong-menolonglah kamu di dalam (mengerjakan) kebajikan dan taqwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertaqwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya." (QS. 5:2)
Tidak diperbolehkan kaum muslimin memberikan respon di dalam bentuk apapun yang intinya ada unsur dukungan, membantu atau memeriahkan perayaan orang kafir, seperti : iklan dan himbauan; menulis ucapan pada jam dinding atau fandel; menyablon/membuat baju bertuliskan perayaan yang dimaksud; membuat cinderamata dan kenang-kenangan; membuat dan mengirimkan kartu ucapan selamat; membuat buku tulis;memberi keistimewaan seperti hadiah /diskon khusus di dalam perdagangan, ataupun(yang banyak terjadi) yaitu mengadakan lomba Allah SWT raga di dalam rangka memperingati hari raya mereka. Kesemua ini termasuk di dalam rangka membantu syiar mereka.
Kaum muslimin tidak diperbolehkan beranggapan bahwa hari raya orang kafir seperti tahun baru (masehi), atau milenium baru sebagai waktu penuh berkah(hari baik) yang tepat untuk memulai babak baru di dalam langkah hidup dan bekerja, di antaranya adalah seperti melakukan akad nikah,memulai bisnis, pembukaan proyek-proyek baru dan lain-lain. Keyakinan seperti ini adalah batil dan hari tersebut sama sekali tidak memiliki kelebihan dan ke-istimewaan di atas hari-hari yang lain.
Dilarang bagi umat Islam untuk mengucapkan selamat atas hari raya orang kafir, karena ini menunjukkan sikap rela terhadapnya di samping memberikan rasa gembira di hati mereka.Berkaitan dengan ini Ibnul Qayim rahimahullah pernah berkata, "Mengucapkan selamat terhadap syiar dan simbol khusus orang kafir sudah disepakati kaha-ramannya seperti memberi ucapan selamat atas hari raya mereka, puasa mereka dengan mengucapkan, "Selamat hari raya (dan yang semisalnya), meskipun pengucapnya tidak terjeru-mus ke dalam kekufuran, namun ia telah melakukan keharaman yang besar, karena sama saja kedudukannya dengan mengucapkan selamat atas sujudnya mereka kepada salib. Bahkan di hadapan Allah, hal ini lebih besar dosanya daripada orang yang memberi ucapan selamat kapada peminum khamar, pembunuh, pezina dan sebagainya. Dan banyak sekali orang Islam yang tidak memahami ajaran agamanya, akhirnya terjerumus ke dalam hal ini, ia tidak menyadari betapa besar keburukan yang telah ia lakukan. Dengan demikian, barang siapa memberi ucapan selamat atas kemaksiatan, kebid'ahan dan lebih-lebih kekufuran, maka ia akan berhadapan dengan murka Allah". Demikian ucapan beliau rahimahullah!
Setiap muslim harus merasa bangga dan mulia dengan hari rayanya sendiri termasuk di dalam hal ini adalah kalender dan penanggalan hijriyah yang telah disepakati Allah SWT para shahabat Radhiallaahu anhu, sebisa mungkin kita pertahan kan penggunaannya, walau mungkin lingkungan belum mendukung. Kaum muslimin sepeninggal shahabat hingga sekarang (sudah 14 abad), selalu menggunakannya dan setiap pergantian tahun baru hijriyah ini, tidak perlu dengan mangadakan perayaan-perayaan tertentu.
Demikianlah sikap yang seharusnya dimiliki Allah SWT setiap mukmin, hendaknya ia selalu menasehati dirinya sendiri dan berusaha sekuat tenaga menyelamatkan diri dari apa-apa yang menyebabkan kemurkaan Allah dan laknatNya. Hendaknya ia mengambil petunjuk hanya dari Allah dan menjadikan Dia sebagai penolong.
(Dinukil dari Fatwa Komisi Tetap untuk Penelitian Ilmiyah dan Fatwa Kerajaan Arab Saudi tentang Perayaan Milenium Baru tahun 2000.
Tertanda
Ketua: Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah Alu Syaikh
Anggota: Syaikh Abdullah bin Abdur Rahman Al-Ghadyan, Syaikh Bakr bin Abdullah Abu Zaid, Syakh Shalih bin Fauzan Al Fauzan)
(Dikutip dari terjemah Kitab At-Tauhid Lish-Shaffil Awwal Al-Aliy, Edisi Indonesia, Kitab Tauhid, Penulis Dr Shalih bin Fauzan)
Hukum menyambut dan merayakan hari Raya non Muslim (Natal/Tahun Baru/Imlek, red)
Sesungguhnya di antara konsekwensi terpenting dari sikap membenci orang-orang kafir ialah menjauhi syi'ar dan ibadah mereka. Sedangkan syi'ar mereka yang paling besar adalah hari raya mereka, baik yang berkaitan dengan tempat maupun waktu. Maka orang Islam berkewajiban menjauhi dan meninggalkannya.
Ada seorang lelaki yang datang kepada Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam untuk meminta fatwa karena ia telah bernadzar memotong hewan di Buwanah (nama sebuah tempat), maka Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam menanyakan kepadanya (yang artinya) : " Apakah disana ada berhala, dari berhala-berhala orang Jahiliyah yang disembah ?" Dia menjawab, "Tidak". Beliau bertanya, "Apakah di sana tempat dilaksanakannya hari raya dari hari raya mereka ?" Dia menjawab, "Tidak". Maka Nabi bersabda, "Tepatillah nadzarmu, karena sesungguhnya tidak boleh melaksanakan nadzar dalam maksiat terhadap Allah dalam hal yang tidak dimiliki Allah SWT anak Adam"
[Hadits Riwayat Abu Daud dengan sanad yang sesuai dengan syarat Al-Bukhari dan Muslim]
Hadits diatas menunjukkan, tidak bolehnya menyembelih untuk Allah di bertepatan dengan tempat yang digunakan menyembelih untuk selain Allah ; atau di tempat orang-orang kafir merayakan pesta atau hari raya. Sebab hal itu berarti mengikuti mereka dan menolong mereka di dalam mengagungkan syi'ar-syi'ar mereka, dan juga karena menyerupai mereka atau menjadi wasilah yang mengantarkan kepada syirik. Begitu pula ikut merayakan hari raya (hari besar) mereka mengandung wala' (loyalitas) kepada mereka dan mendukung mereka dalam menghidupkan syi'ar-syi'ar mereka.
Di antara yang dilarang adalah menampakkan rasa gembira pada hari raya mereka, meliburkan pekerjaan (sekolah), memasak makanan-makanan sehubungan dengan hari raya mereka (kini kebanyakan berpesiar, berlibur ke tempat wisata, konser, acara musik, diakhiri mabuk-mabukan atau perzinaan, red).
Dan diantaranya lagi ialah mempergunakan kalender Masehi, karena hal itu menghidupkan kenangan terhadap hari raya Natal bagi mereka. Karena itu para shahabat menggunakan kalender Hijriyah sebagai gantinya.
Syaikhul Islam Ibnu Timiyah berkata, "Ikut merayakan hari-hari besar mereka tidak diperbolehkan karena dua alasan".
Pertama. Bersifat umum, seperti yang telah dikemukakan di atas bahwa hal tersebut berarti mengikuti ahli Kitab, yang tidak ada dalam ajaran kita dan tidak ada dalam kebiaasaan Salaf. Mengikutinya berarti mengandung kerusakan dan meninggalkannya terdapat maslahat menyelisihi mereka. Bahkan seandainya kesamaan yang kita lakukan merupakan sesuatu ketetapan semata, bukan karena
mengambilnya dari mereka, tentu yang disyari'atkan adalah menyelisihiya karena dengan menyelisihinya terdapat maslahat seperti yang telah diisyaratkan di atas. Maka barangsiapa mengikuti mereka, dia telah kehilangan maslahat ini sekali pun tidak melakukan mafsadah (kerusakan) apapun, terlebih lagi kalau dia melakukannya.
Alasan Kedua.
Karena hal itu adalah bid'ah yang diada adakan. Alasan ini jelas menunjukkan bahwa sangat dibenci hukumnya menyerupai mereka dalam hal itu".
Beliau juga mengatakan, "Tidak halal bagi kaum muslimin ber-Tasyabuh (menyerupai) mereka dalam hal-hal yang khusus bagi hari raya mereka ; seperti, makanan, pakaian, mandi, menyalakan lilin, meliburkan kebiasaan seperti bekerja dan beribadah ataupun yang lainnya. Tidak halal mengadakan kenduri atau memberi hadiah atau menjual barang-barang yang diperlukan untuk hari raya tersebut. Tidak halal mengizinkan anak-anak ataupun yang lainnya melakukan permainan pada hari itu, juga tidak boleh menampakkan perhiasan.
Ringkasnya, tidak boleh melakukan sesuatu yang menjadi ciri khas dari syi'ar mereka pada hari itu. (Dalam Iqtidha Shirathal Mustaqim, pentahqiq Dr Nashir Al-'Aql 1/425-426).
Hari raya mereka bagi umat Islam haruslah seperti hari-hari biasanya, tidak ada hal istimewa atau khusus yang dilakukan umat Islam. Adapun jika dilakukan hal-hal tersebut Allah SWT umat Islam dengan sengaja [1] maka berbagai golongan dari kaum salaf dan khalaf menganggapnya makruh. Sedangkan pengkhususan seperti yang tersebut di atas maka tidak ada perbedaan di antara ulama, bahkan sebagian ulama menganggap kafir orang yang melakukan hal tersebut, karena dia telah mengagungkan syi'ar-syi'ar kekufuran.
Segolongan ulama mengatakan. "Siapa yang menyembelih kambing pada hari raya mereka (demi merayakannya), maka seolah-Allah SWT dia menyembelih babi". Abdullah bin Amr bin Ash berkata, "Siapa yang mengikuti negera-negara 'ajam (non Islam) dan melakukan perayaan Nairuz [2] dan Mihrajan [3] serta menyerupai mereka sampai ia meninggal dunia dan dia belum bertobat, maka dia akan dikumpulkan bersama mereka pada Hari Kiamat.
Footnote :
[1] Mungkin yang dimaksud (yang benar) adalah 'tanpa sengaja'.
[2] Nairuz atau Nauruz (bahasa Persia) hari baru, pesta tahun baru Iran yang
bertepatan dengan tanggal 21 Maret -pent.
[3] Mihrajan, gabungan dari kata mihr (matahari) dan jan (kehidupan atau
ruh), yaitu perayaan pada pertengahan musim gugur, di mana udara tidak panas
dan tidak dingin. Atau juga merupakan istilah bagi pesta yang diadakan untuk
hari bahagia -pent.
(Dinukil dari tulisan Dr Shalih bin Fauzan bin Abdullah Al-Fauzan, dalam kitab At-Tauhid Lish-Shaffil Awwal Al-Aliy[Edisi Indonesia, Kitab Tauhid 1])
Bagaimana semestinya sikap Muslim yang tepat menyikapi hari raya Natal/Tahun Baru/Non Muslim lainnya ?
Berikut nasihat dari Komisi Tetap Saudi Arabia
"Sesungguhnya nikmat terbesar yang diberikan Allah SWT Allah Subhannahu wa Ta'ala kepada hamba-Nya adalah nikmat Islam dan iman serta istiqomah di atas jalan yang lurus. Allah Subhannahu wa Ta'ala telah memberitahukan bahwa yang dimaksud jalan yang lurus adalah jalan yang ditempuh Allah SWT hamba-hamba-Nya yang telah diberi nikmat dari kalangan para nabi, shiddiqin, syuhadaa dan sholihin (Qs. An Nisaa :69).
Jika diperhatikan dengan teliti, maka kita dapati bahwa musuh-musuh Islam sangat gigih berusaha mema-damkan cahaya Islam, menjauhkan dan menyimpangkan ummat Islam dari jalan yang lurus, sehingga tidak lagi istiqomah.Hal ini diberitahukan sendiri Allah SWT Allah Ta'ala di dalam firman-Nya, diantaranya, yang artinya: "Sebagian besar Ahli Kitab menginginkan agar mereka dapat mengembalikan kamu kepada kekafiran setelah kamu beriman, karena dengki yang (timbul) dari diri mereka sendiri, setelah nyata bagi mereka kebenaran. Maka ma'afkanlah dan biarkanlah mereka, sampai Allah mendatangkan perintah-Nya. Sesung-guh-Nya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu." (QS. 2:109)
Firman Allah Subhannahu wa Ta'ala yang lain, artinya: Katakanlah: "Hai Ahli Kitab, mengapa kamu menghalang-halangi dari jalan Allah orang-orang yang telah beriman, kamu menghendakinya menjadi beng-kok, padahal kamu menyaksikan". Allah sekali-kali tidak lalai dari apa yang kamu kerjakan. (QS. 3:99)
Firman ALLAH (yang artinya) : " Hai orang-orang yang beriman, jika kamu menta'ati orang-orang yang kafir itu, niscaya mereka mengembalikan kamu kebelakang (kepada kekafiran), lalu jadilah kamu orang-orang yang rugi". (QS. 3:149)
Salah satu cara mereka untuk menjauhkan umat Islam dari agama (jalan yang lurus)yakni dengan menyeru dan mempublikasikan hari-hari besar mereka ke seluruh lapisan masyara-kat serta dibuat kesan seolah-Allah SWT hal itu merupakan hari besar yang sifatnya umum dan bisa diperingati Allah SWT siapa saja. Allah SWT karena itu, Komisi Tetap Urusan Penelitian Ilmiyah dan Fatwa Kerajaan Arab Saudi telah memberikan fatwa berkenaan dengan sikap yang seharusnya dipegang Allah SWT setiap muslim terhadap hari-hari besar orang kafir.Secara garis besar fatwa yang dimaksud adalah:
Sesungguhnya kaum Yahudi dan Nashara menghubungkan hari-hari besar mereka dengan peristiwa-peritiwa yang terjadi dan menjadikannya sebagai harapan baru yang dapat memberikan keselamatan, dan ini sangat tampak di dalam perayaan milenium baru (tahun 2000 lalu), dan sebagian besar orang sangat sibuk memperangatinya, tak terkecuali sebagian saudara kita -kaum muslimin- yang terjebak di dalamnya. Padahal setiap muslim seharusnya menjauhi hari besar mereka dan tak perlu menghiraukannya.
Perayaan yang mereka adakan tidak lain adalah kebatilan semata yang dikemas sedemikian rupa, sehingga kelihatan menarik. Di dalamnya berisikan pesan ajakan kepada kekufuran, kesesatan dan kemungkaran secara syar'i seperti: Seruan ke arah persatuan agama dan persamaan antara Islam dengan agama lain. Juga tak dapat dihindari adanya simbul-simbul keagamaan mereka, baik berupa benda, ucapan ataupun perbuatan yang tujuannya bisa jadi untuk menampakkan syiar dan syariat Yahudi atau Nasrani yang telah terhapus dengan datangnya Islam atau kalau tidak agar orang menganggap baik terhadap syariat mereka, sehingga biasnya menyeret kepada kekufuran. Ini merupakan salah satu cara dan siasat untuk menjauhkan umat Islam dari tuntunan agamanya, sehingga akhirnya merasa asing dengan agamanya sendiri.
Telah jelas sekali dalil-dalil dari Al Quran, Sunnah dan atsar yang shahih tentang larangan meniru sikap dan perilaku orang kafir yang jelas-jelas itu merupakan ciri khas dan kekhususan dari agama mereka, termasuk di dalam hal ini adalah Ied atau hari besar mereka.Ied di sini mencakup segala sesuatu baik hari atau tempat yang diagung-agungkan secara rutin Allah SWT orang kafir, tempat di situ mereka berkumpul untuk mengadakan acara keagamaan, termasuk juga di dalam hal ini adalah amalan-amalan yang mereka lakukan. Keseluruhan waktu dan tempat yang diagungkan Allah SWT orang kafir yang tidak ada tuntunannya di dalam Islam, maka haram bagi setiap muslim untuk ikut mengagungkannya.
Larangan untuk meniru dan memeriahkan hari besar orang kafir selain karena adanya dalil yang jelas juga dikarenakan akan memberi dampak negatif, antara lain:
Orang-orang kafir itu akan merasa senang dan lega dikarenakan sikap mendukung umat Islam atas kebatilan yang mereka lakukan.
Dukungan dan peran serta secara lahir akan membawa pengaruh ke dalam batin yakni akan merusak akidah yang bersangkutan secara bertahap tanpa terasa.
Yang paling berbahaya ialah sikap mendukung dan ikut-ikutan terhadap hari raya mereka akan menumbuhkan rasa cinta dan ikatan batin terhadap orang kafir yang bisa menghapuskan keimanan.Ini sebagaimana yang difirmankan Allah Ta'ala, (yang artinya) : "Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang Yahudi dan Nasrani menjadi pemimpin-pemimpin(mu); sebahagian mereka adalah pemimpin bagi sebahagian yang lain. Barangsiapa di antara kamu mengambil mereka menjadi pemimpin, maka sesungguhnya o-rang itu termasuk golongan mereka. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim". (QS. 5:51)
Dari uraian di atas, maka tidak diperbolehkan bagi setiap muslim yang mengakui Allah sebagai Rabb, Islam sebagai agama dan Muhammad sebagai nabi dan rasul, untuk ikut merayakan hari besar yang tidak ada asalnya di dalam Islam, tidak boleh menghadiri, bergabung dan membantu terselenggaranya acara tersebut.Karena hal ini termasuk dosa dan melanggar batasan Allah.Dia telah melarang kita untuk tolong-menolong di dalam dosa dan pelanggaran, sebagaimana firman Allah, (yang artinya) : "Dan tolong-menolonglah kamu di dalam (mengerjakan) kebajikan dan taqwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertaqwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya." (QS. 5:2)
Tidak diperbolehkan kaum muslimin memberikan respon di dalam bentuk apapun yang intinya ada unsur dukungan, membantu atau memeriahkan perayaan orang kafir, seperti : iklan dan himbauan; menulis ucapan pada jam dinding atau fandel; menyablon/membuat baju bertuliskan perayaan yang dimaksud; membuat cinderamata dan kenang-kenangan; membuat dan mengirimkan kartu ucapan selamat; membuat buku tulis;memberi keistimewaan seperti hadiah /diskon khusus di dalam perdagangan, ataupun(yang banyak terjadi) yaitu mengadakan lomba Allah SWT raga di dalam rangka memperingati hari raya mereka. Kesemua ini termasuk di dalam rangka membantu syiar mereka.
Kaum muslimin tidak diperbolehkan beranggapan bahwa hari raya orang kafir seperti tahun baru (masehi), atau milenium baru sebagai waktu penuh berkah(hari baik) yang tepat untuk memulai babak baru di dalam langkah hidup dan bekerja, di antaranya adalah seperti melakukan akad nikah,memulai bisnis, pembukaan proyek-proyek baru dan lain-lain. Keyakinan seperti ini adalah batil dan hari tersebut sama sekali tidak memiliki kelebihan dan ke-istimewaan di atas hari-hari yang lain.
Dilarang bagi umat Islam untuk mengucapkan selamat atas hari raya orang kafir, karena ini menunjukkan sikap rela terhadapnya di samping memberikan rasa gembira di hati mereka.Berkaitan dengan ini Ibnul Qayim rahimahullah pernah berkata, "Mengucapkan selamat terhadap syiar dan simbol khusus orang kafir sudah disepakati kaha-ramannya seperti memberi ucapan selamat atas hari raya mereka, puasa mereka dengan mengucapkan, "Selamat hari raya (dan yang semisalnya), meskipun pengucapnya tidak terjeru-mus ke dalam kekufuran, namun ia telah melakukan keharaman yang besar, karena sama saja kedudukannya dengan mengucapkan selamat atas sujudnya mereka kepada salib. Bahkan di hadapan Allah, hal ini lebih besar dosanya daripada orang yang memberi ucapan selamat kapada peminum khamar, pembunuh, pezina dan sebagainya. Dan banyak sekali orang Islam yang tidak memahami ajaran agamanya, akhirnya terjerumus ke dalam hal ini, ia tidak menyadari betapa besar keburukan yang telah ia lakukan. Dengan demikian, barang siapa memberi ucapan selamat atas kemaksiatan, kebid'ahan dan lebih-lebih kekufuran, maka ia akan berhadapan dengan murka Allah". Demikian ucapan beliau rahimahullah!
Setiap muslim harus merasa bangga dan mulia dengan hari rayanya sendiri termasuk di dalam hal ini adalah kalender dan penanggalan hijriyah yang telah disepakati Allah SWT para shahabat Radhiallaahu anhu, sebisa mungkin kita pertahan kan penggunaannya, walau mungkin lingkungan belum mendukung. Kaum muslimin sepeninggal shahabat hingga sekarang (sudah 14 abad), selalu menggunakannya dan setiap pergantian tahun baru hijriyah ini, tidak perlu dengan mangadakan perayaan-perayaan tertentu.
Demikianlah sikap yang seharusnya dimiliki Allah SWT setiap mukmin, hendaknya ia selalu menasehati dirinya sendiri dan berusaha sekuat tenaga menyelamatkan diri dari apa-apa yang menyebabkan kemurkaan Allah dan laknatNya. Hendaknya ia mengambil petunjuk hanya dari Allah dan menjadikan Dia sebagai penolong.
(Dinukil dari Fatwa Komisi Tetap untuk Penelitian Ilmiyah dan Fatwa Kerajaan Arab Saudi tentang Perayaan Milenium Baru tahun 2000.
Tertanda
Ketua: Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah Alu Syaikh
Anggota: Syaikh Abdullah bin Abdur Rahman Al-Ghadyan, Syaikh Bakr bin Abdullah Abu Zaid, Syakh Shalih bin Fauzan Al Fauzan)
(Dikutip dari terjemah Kitab At-Tauhid Lish-Shaffil Awwal Al-Aliy, Edisi Indonesia, Kitab Tauhid, Penulis Dr Shalih bin Fauzan)
keroncong- KAPTEN
-
Age : 70
Posts : 4535
Kepercayaan : Islam
Location : di rumah saya
Join date : 09.11.11
Reputation : 67
Re: selamat natal menurut Qur'an
gak usah diselamatin gpp
asal jangan dibom
SEGOROWEDI- BRIGADIR JENDERAL
- Posts : 43894
Kepercayaan : Protestan
Join date : 12.11.11
Reputation : 124
Re: selamat natal menurut Qur'an
Dalam minggu ini, gema Natal menyeruak hampir di setiap pertokoan, sekolah-sekolah, hotel, dan perkantoran. Media massa dan elektronik pun tak kalah semaraknya ikut meliput dan menyiarkannya. Pihak keamanan juga telah menurunkan sebagian besar personelnya, guna menjaga keamanan dan keberlangsungan perayaan Natal.
Namun ada kesedihan mendalam, manakala ada sebagian umat Islam secara sadar atau tidak ikut berpartisipasi dalam perayaan tersebut: ikut bernyanyi, mengucapkan selamat, mengirimkan kartu, bahkan ada yang ikut hadir dalam peristiwa sakralnya, misa Natal. Alasan yang biasa mereka kemukakan adalah karena toleransi, hati yang tidak enak, dan kerukunan agama.
Semestinya, umat Islam tidak bersikap demikian. Mengutip fatwa MUI yang telah dikeluarkan pada tahun 1981, menyatakan bahwa menghadiri perayaan Natal pada hakikatnya ikut memuja dan beribadah kepada agama Nasrani. Karena itu MUI memfatwakan haram bagi umat Islam menghadiri perayaan Natal.
Alasan yang dikemukakan oleh MUI adalah pertama, umat Islam tidak boleh mencampuradukan akidah dan peribadatan Islam dengan akidah dan peribadatan agama lain (surat Al-Kafirun: 1-6 dan Al-Baqarah: 42). Kedua, umat Islam harus mengikuti/meyakini atas kenabian dan kerasulan Isa bin Maryam (surat Maryam 30-32, Al-Maidah:75, dan Al-Baqarah: 285). Ketiga, yang berkeyakinan bahwa tuhan lebih dari satu dan Isa al-Masih itu anak tuhan adalah orang kafir dan musyrik. (surat Al-Maidah 72-73 dan At-Taubah: 30). Keempat, Nabi Isa pun tidak mendakwahkan dirinya sebagai anak Allah (Al-Maidah:116-118). Kelima, Islam mengajarkan bahwa Allah SWT hanya satu. (surat Al-Ikhlas:1-4). Keenam, Islam mengajarkan agar umat menjauhi hal-hal yang syubhat (samar-samar) dan hal yang dilarang Allah, serta mendahulukan hal-hal yang menolak kerusakan daripada yang mendatangkan kemaslahatan.
Ironisnya, meskipun fatwa ini telah lama dikeluarkan oleh MUI, masih saja banyak dari umat Islam yang merayakan Natal. Dan bahkan, sebagaimana divisualisasikan oleh media elektronik (Rabu, 25 Desember 2002), seorang anggota MUI ikut hadir dalam perayaan Natal tahun ini. Tidak itu saja, para pejabat pemerintah, presiden, dan tokoh masyarakat ikut pula merayakannya.
Ada deislamisasi yang telah terjadi dalam diri umat ini, sehingga mereka menjadikan agamanya sebagai persoalan yang tidak serius dan bisa dipermainkan. Ini, tentu saja menjadi tanggung jawab kita semua, untuk memperbaikinya. Wallahu a'lam bishshawab.
Namun ada kesedihan mendalam, manakala ada sebagian umat Islam secara sadar atau tidak ikut berpartisipasi dalam perayaan tersebut: ikut bernyanyi, mengucapkan selamat, mengirimkan kartu, bahkan ada yang ikut hadir dalam peristiwa sakralnya, misa Natal. Alasan yang biasa mereka kemukakan adalah karena toleransi, hati yang tidak enak, dan kerukunan agama.
Semestinya, umat Islam tidak bersikap demikian. Mengutip fatwa MUI yang telah dikeluarkan pada tahun 1981, menyatakan bahwa menghadiri perayaan Natal pada hakikatnya ikut memuja dan beribadah kepada agama Nasrani. Karena itu MUI memfatwakan haram bagi umat Islam menghadiri perayaan Natal.
Alasan yang dikemukakan oleh MUI adalah pertama, umat Islam tidak boleh mencampuradukan akidah dan peribadatan Islam dengan akidah dan peribadatan agama lain (surat Al-Kafirun: 1-6 dan Al-Baqarah: 42). Kedua, umat Islam harus mengikuti/meyakini atas kenabian dan kerasulan Isa bin Maryam (surat Maryam 30-32, Al-Maidah:75, dan Al-Baqarah: 285). Ketiga, yang berkeyakinan bahwa tuhan lebih dari satu dan Isa al-Masih itu anak tuhan adalah orang kafir dan musyrik. (surat Al-Maidah 72-73 dan At-Taubah: 30). Keempat, Nabi Isa pun tidak mendakwahkan dirinya sebagai anak Allah (Al-Maidah:116-118). Kelima, Islam mengajarkan bahwa Allah SWT hanya satu. (surat Al-Ikhlas:1-4). Keenam, Islam mengajarkan agar umat menjauhi hal-hal yang syubhat (samar-samar) dan hal yang dilarang Allah, serta mendahulukan hal-hal yang menolak kerusakan daripada yang mendatangkan kemaslahatan.
Ironisnya, meskipun fatwa ini telah lama dikeluarkan oleh MUI, masih saja banyak dari umat Islam yang merayakan Natal. Dan bahkan, sebagaimana divisualisasikan oleh media elektronik (Rabu, 25 Desember 2002), seorang anggota MUI ikut hadir dalam perayaan Natal tahun ini. Tidak itu saja, para pejabat pemerintah, presiden, dan tokoh masyarakat ikut pula merayakannya.
Ada deislamisasi yang telah terjadi dalam diri umat ini, sehingga mereka menjadikan agamanya sebagai persoalan yang tidak serius dan bisa dipermainkan. Ini, tentu saja menjadi tanggung jawab kita semua, untuk memperbaikinya. Wallahu a'lam bishshawab.
keroncong- KAPTEN
-
Age : 70
Posts : 4535
Kepercayaan : Islam
Location : di rumah saya
Join date : 09.11.11
Reputation : 67
Halaman 2 dari 3 • 1, 2, 3
Similar topics
» Selamat Natal 2013 buat teman2 Kristen
» muslim melarang ucapan selamat natal? hahahaha...
» Kristenisasi ; Ucapan "Selamat Natal" yg Salah Alamat
» SELAMAT HARI NATAL 2014 & TAHUN BARU 2015
» nurut ISLAM :Haram bagi muslim mengucapkan selamat Natal.
» muslim melarang ucapan selamat natal? hahahaha...
» Kristenisasi ; Ucapan "Selamat Natal" yg Salah Alamat
» SELAMAT HARI NATAL 2014 & TAHUN BARU 2015
» nurut ISLAM :Haram bagi muslim mengucapkan selamat Natal.
FORUM LASKAR ISLAM :: PERBANDINGAN AGAMA :: FORUM LINTAS AGAMA :: Menjawab Fitnah, Tuduhan & Misunderstanding
Halaman 2 dari 3
Permissions in this forum:
Anda tidak dapat menjawab topik