tadarruj dalam memperjuangkan hukum islam
Halaman 1 dari 1 • Share
tadarruj dalam memperjuangkan hukum islam
Tadarruj maknanya adalah bertahap dalam melaksanakan sesuatu. Dalam masalah syariah, bertadarruj adalah dalam metode melaksanakan atau membangun kembali berlakuna hukum Islam di dalam sebuah negeri yang kita tidak punya kekuasaan sepenuhnya. Sedangkan masalah hukum kewajibannya, sudah tidak ada tadarruj lagi. Sebab sejak berakhirnya masa hidup Rasulullah SAW, syariat Islam sudah menjadi ajaran yang lengkap dan berlaku secara keseluruhannya.
Barangkali itulah yang dimaksud dengan teman dari HTI, yaitu nilai kewajiban untuk menjalankan hukum Islam memang tidak sepotong-sepotong. Semua hukum hudud seperti merajam pezina, membunuh pembiunuh (qishash), memotong tangan pencuri, mencambuk peminum khamar, membunuh orang yang murtad dan lainnya sudah wajib hukumnya bagi umat Islam. Belum pernah hukum ini berkurang menjadi setengah wajib atau tidak wajib. Dalam hal ini memang demikianlah ketentuannya.
Namun tadarruj yang dimaksud adalah dalam upaya merealisasikan hukum itu pada sebuah negara yang secara resmi menolak hukum Islam. Sebagai umat Islam, kita hidup di negeri kafir secara syar’i, yaitu negeri yang tidak mengakui hukum Islam dan menolak secara tegas untuk melaksanakannya.
Lalu apa yang bisa kita lakukan ? Apakah kewajiban untuk menjalankan hukum Islam menjadi gugur begitu saja tanpa ada kewajiban untuk menegakkannya ?
Apakah kita harus menunggu ada khilafah terlebih dahulu baru menjalankan hukum Islam ? Bagaimana kalau pemerintahan memberikan beberapa hak otonomi bagi muslimin untuk menjalankan sebagian dari hukum Islam ? Apakah kita tetap menolak menjalankan hukum Islam juga ? Sementara kesempatannya ada hanya tinggal diraih ?
Menunggu berdirinya khilafah dengan berdiam diri tanpa melakukan sesuatu adalah pekerjaan yang tidak benar. Sebab bekerja jauh lebih baik dari pada sekedar bicara. Apa susahnya bicara ?
Bukankah khilafah itu hanya akan ada dengan cara membangun sistem. Barangkali mulai dari sebuah keluarga, lalu kepada masyarakat hingga kemudian wilayah otonomi Islam dalam sebuah negara. Atau memasukkan beberapa bagian hukum Islam dalam sebuah negara non Islam. Apa yang bisa dilakukan, harus dilakukan. Kesempatan apapun yang mungkin ditembus, harus diusahakan. Tidak ada istilah diam dan menunggu datangnya pertolongan dari Allah tanpa usaha real.
Bicara Perlu Bukti Kita harus buktikan bahwa hukum Islam itu baik dan perlu didemonstrasikan secara real. Bukan dikurung di dalam kitab kuning hingga bulukan dengan alasan karena belum ada khilafah. Kalau hanya bicara bahwa hukum Islam itu bagus tapi tidak pernah didemostrasikan, siapa yang akan tahu bahwa hukum Islam itu memang betul-betul bagus dan terbukti teruji di lapangan.
Biarkan semua mata memandang dengan benar dan jelas, bahwa ternyata memang benar bahwa hukum Islam itu layak dipakai.
Tapi kalau hanya diseminarkan, ditulis dalam buku atau dipasang spanduk iklan tentang harusnya menjalankan hukum Islam, siapakah yang akan percaya ? Sebab yang mengiklannya saja tidak pernah menjalankannya secara langsung.
Akan lain halnya kalau kita kampanye tentang pentingnya hukum Islam, sementara kita pun punya proyek real dimana kita sudah menjalankan langsung apa yang kita kampanyekan. Meskipun belum seluruhnya. Namanya juga demo, tentu bila belum seluruhnya, bisa dimaklumi.
Contoh yang paling mudah misalnya adalah hukum haramnya riba. Ini harus diperjuangkan dalam bentuk real sehingga secara resmi negara mengakui bahwa bunga bank itu memang haram. Paling tidak, akan memberikan kesadaran kepada umat Islam bahwa kita memang serius ketika bicara tentang kewajiban berlakunya hukum Islam.
Sedikit tapi benar-benar ada jauh lebih baik dari pada maunya semua tapi tak satupun yang terealisir. Sebab ketika dahulu Rasulullah melakukan penerapan hukum Islam, beliau pun mulai sedikit-sedikit, tidak langsung jadi. Bahwa kewajiban untuk menerapkan seluruhnya saat ini memang benar, tapi untuk merealisasikannya kembali di negeri yang kafir ini, kita harus membangunnya lagi satu persatu. Sedangkan menunggu untuk terbangun dengan sendirinya tanpa usaha real, atau malah mengejek pihak yang sedang bekarja membangunnya kembali, adalah sifat yang tidak dewasa.
Apalagi negeri ini sebenarnya negeri Islam yang pernah berlaku hukum Islam sebelumnya. Ketika penjajah datang, satu persatu hilanglah hukum Islam itu dan hanya tertinggal pada masalah nikah, talak dan waris saja. Adalah menjadi tugas kita sekarang mengembalikan hukum Islam di negeri kita ini, meski kita hanya baru mampu 10 %, atau 20 % atau 30% atau seberapapun yang kita mampu.
Kursi parlemen harus direbut sebanyak-banyaknya oleh umat Islam, karena dengan merebutnya, hukum Islam bisa kembali di tegakkan secara syah. Selain itu, sosialisasi hukum Islam kepada khalayak ramai pun tidak boleh berhenti. Semua harus bersinergi biar bisa saling menguatkan. Bukan saling caci yang hanya akan saling meniadakan.
Barangkali itulah yang dimaksud dengan teman dari HTI, yaitu nilai kewajiban untuk menjalankan hukum Islam memang tidak sepotong-sepotong. Semua hukum hudud seperti merajam pezina, membunuh pembiunuh (qishash), memotong tangan pencuri, mencambuk peminum khamar, membunuh orang yang murtad dan lainnya sudah wajib hukumnya bagi umat Islam. Belum pernah hukum ini berkurang menjadi setengah wajib atau tidak wajib. Dalam hal ini memang demikianlah ketentuannya.
Namun tadarruj yang dimaksud adalah dalam upaya merealisasikan hukum itu pada sebuah negara yang secara resmi menolak hukum Islam. Sebagai umat Islam, kita hidup di negeri kafir secara syar’i, yaitu negeri yang tidak mengakui hukum Islam dan menolak secara tegas untuk melaksanakannya.
Lalu apa yang bisa kita lakukan ? Apakah kewajiban untuk menjalankan hukum Islam menjadi gugur begitu saja tanpa ada kewajiban untuk menegakkannya ?
Apakah kita harus menunggu ada khilafah terlebih dahulu baru menjalankan hukum Islam ? Bagaimana kalau pemerintahan memberikan beberapa hak otonomi bagi muslimin untuk menjalankan sebagian dari hukum Islam ? Apakah kita tetap menolak menjalankan hukum Islam juga ? Sementara kesempatannya ada hanya tinggal diraih ?
Menunggu berdirinya khilafah dengan berdiam diri tanpa melakukan sesuatu adalah pekerjaan yang tidak benar. Sebab bekerja jauh lebih baik dari pada sekedar bicara. Apa susahnya bicara ?
Bukankah khilafah itu hanya akan ada dengan cara membangun sistem. Barangkali mulai dari sebuah keluarga, lalu kepada masyarakat hingga kemudian wilayah otonomi Islam dalam sebuah negara. Atau memasukkan beberapa bagian hukum Islam dalam sebuah negara non Islam. Apa yang bisa dilakukan, harus dilakukan. Kesempatan apapun yang mungkin ditembus, harus diusahakan. Tidak ada istilah diam dan menunggu datangnya pertolongan dari Allah tanpa usaha real.
Bicara Perlu Bukti Kita harus buktikan bahwa hukum Islam itu baik dan perlu didemonstrasikan secara real. Bukan dikurung di dalam kitab kuning hingga bulukan dengan alasan karena belum ada khilafah. Kalau hanya bicara bahwa hukum Islam itu bagus tapi tidak pernah didemostrasikan, siapa yang akan tahu bahwa hukum Islam itu memang betul-betul bagus dan terbukti teruji di lapangan.
Biarkan semua mata memandang dengan benar dan jelas, bahwa ternyata memang benar bahwa hukum Islam itu layak dipakai.
Tapi kalau hanya diseminarkan, ditulis dalam buku atau dipasang spanduk iklan tentang harusnya menjalankan hukum Islam, siapakah yang akan percaya ? Sebab yang mengiklannya saja tidak pernah menjalankannya secara langsung.
Akan lain halnya kalau kita kampanye tentang pentingnya hukum Islam, sementara kita pun punya proyek real dimana kita sudah menjalankan langsung apa yang kita kampanyekan. Meskipun belum seluruhnya. Namanya juga demo, tentu bila belum seluruhnya, bisa dimaklumi.
Contoh yang paling mudah misalnya adalah hukum haramnya riba. Ini harus diperjuangkan dalam bentuk real sehingga secara resmi negara mengakui bahwa bunga bank itu memang haram. Paling tidak, akan memberikan kesadaran kepada umat Islam bahwa kita memang serius ketika bicara tentang kewajiban berlakunya hukum Islam.
Sedikit tapi benar-benar ada jauh lebih baik dari pada maunya semua tapi tak satupun yang terealisir. Sebab ketika dahulu Rasulullah melakukan penerapan hukum Islam, beliau pun mulai sedikit-sedikit, tidak langsung jadi. Bahwa kewajiban untuk menerapkan seluruhnya saat ini memang benar, tapi untuk merealisasikannya kembali di negeri yang kafir ini, kita harus membangunnya lagi satu persatu. Sedangkan menunggu untuk terbangun dengan sendirinya tanpa usaha real, atau malah mengejek pihak yang sedang bekarja membangunnya kembali, adalah sifat yang tidak dewasa.
Apalagi negeri ini sebenarnya negeri Islam yang pernah berlaku hukum Islam sebelumnya. Ketika penjajah datang, satu persatu hilanglah hukum Islam itu dan hanya tertinggal pada masalah nikah, talak dan waris saja. Adalah menjadi tugas kita sekarang mengembalikan hukum Islam di negeri kita ini, meski kita hanya baru mampu 10 %, atau 20 % atau 30% atau seberapapun yang kita mampu.
Kursi parlemen harus direbut sebanyak-banyaknya oleh umat Islam, karena dengan merebutnya, hukum Islam bisa kembali di tegakkan secara syah. Selain itu, sosialisasi hukum Islam kepada khalayak ramai pun tidak boleh berhenti. Semua harus bersinergi biar bisa saling menguatkan. Bukan saling caci yang hanya akan saling meniadakan.
keroncong- KAPTEN
-
Age : 70
Posts : 4535
Kepercayaan : Islam
Location : di rumah saya
Join date : 09.11.11
Reputation : 67
Similar topics
» hukum nyanyian dan seni musik dalam islam
» Kajian moral dan hukum Islam dalam pernikahan
» tuntutan situasi dalam memahami hukum islam
» implementasi syariat islam dalam perspektif hukum dan politik indonesia
» hukum islam tidak hanya sebatas hukum pidana saja
» Kajian moral dan hukum Islam dalam pernikahan
» tuntutan situasi dalam memahami hukum islam
» implementasi syariat islam dalam perspektif hukum dan politik indonesia
» hukum islam tidak hanya sebatas hukum pidana saja
Halaman 1 dari 1
Permissions in this forum:
Anda tidak dapat menjawab topik