Sebuah keluhan, Hentikan Stigma–Stigma Sesat Terhadap Wahabi
Halaman 1 dari 1 • Share
Sebuah keluhan, Hentikan Stigma–Stigma Sesat Terhadap Wahabi
Hentikan Stigma–Stigma Sesat Terhadap Wahabi
Posted on 20/01/2012 by ademin
Oleh Khairil Miswar – Sebelum menulis tentang persoalan ini, penulis sempat berpikir ratusan kali tentang efek negatif dari sebagian sahabat yang nantinya kebetulan membaca tulisan ini. Sebenarnya, penentangan yang akan datang dari sebagian sahabat menurut penulis wajar–wajar saja dan merupakan konsekuensi yang harus diterima sepenuh hati. Sebelumnya beberapa tulisan dengan tema hampir serupa, baik yang dimuat oleh Harian Aceh maupun di beberapa media online banyak mendapat kritik dan kecaman dengan bahasa yang kurang sedap. Kecaman dan kritik tersebut biasanya terjadi di kolom komentar yang terletak di bawah tulisan (edisi website).
Membaca komentar–komentar tak sedap tersebut penulis bukannya menjadi gentar tapi malah tambah bersemangat untuk menulis. Semakin banyak komentar (meskipun tak sedap) setidaknya menjadi bukti kecil bagi penulis bahwa tulisan tersebut dibaca orang. Persoalan ide dalam tulisan tersebut diterima atau ditolak mentah–mentah itu adalah urusan yang sangat tidak penting untuk digubris. Yang penting tulisannya dibaca dulu, dari dua puluh orang pembaca bukan tidak mungkin ada satu orang yang bisa menerima ide atau pendapat penulis.
Bukankah sesuatu yang banyak itu berawal dari sedikit? Hitungan normal selalu dimulai dari angka satu kemudian dilanjutkan dengan dua dan seterusnya. Menurut penulis, beberapa kalimat di atas sudah memadai sebagai pengantar tulisan singkat ini. Selanjutnya kita akan membahas sebuah topik simalakama sekaligus dilematis, kritis dan kontroversi namun tidak provokatif.
Siapa Wahabi?
Bagi sebagian orang (mayoritas) ketika mendengar istilah wahabi wajahnya menjadi merah menyala, telinga mengembang (bahasa Aceh; capang puny’ung), tangan mengepal, kaki menghentak dan dilengkapi dengan pertemuan dua sisi gigi (atas dan bawah) atau dalam bahasa keren sering diistilahkan dengan “kab igoe”. Mereka adalah orang–orang yang (mungkin) salah faham dan tidak mengenal apa itu wahabi. Namun demikian ada sebagian kecil orang (minoritas) yang tersenyum, hati tenang, pikiran dingin sambil tertunduk dan mengucap doa dalam hati. Mereka adalah orang yang kenal baik dengan wahabi atau setidaknya pernah membaca sejarah wahabi.
Syaikh Muhammad bin Manzhur An–Nu’mani dalam “Di’ayaat Mukatsafah Diddu Asy–Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab hal 105–106 sebagaimana dikutip oleh Sofyan Chalid bin Idham Ruray, dalam bukunya “Salafi Antara Tuduhan dan Kenyataan”, menyebutkan bahwa sejarah telah mencatat bahwa istilah wahabi pertama sekali disematkan kepada Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab dan pengikutnya oleh penjajah Inggris ketika mereka mendapat perlawanan keras dari para mujahid India. Seorang ulama dari Al Azhar Mesir, Syaikh Muhammad Hamid Al–Faqi menyatakan bahwa penisbatan nama Wahabi kepada Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab salah dalam bahasa Arab, yang benar penisbatannya adalah Muhammadiyah (bukan wahabiyah) karena nama beliau adalah Muhammad, sedangkan Abdul Wahab adalah nama ayahnya (Sofyan Chalid: Salafi Antara Tuduhan dan Kenyataan, Toobagus Publishing, 2011, hal. 38).
Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab dilahirkan di ‘Uyainah (Nejd) pada tahun 1115 H. Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab adalah seorang reformis Islam yang telah berjasa memurnikan Islam dari unsur–unsur syirik, bid’ah dan khurafat yang merajalela di wilayah Nejd dan sekitarnya (Abu Mujahid & Haneef Oliver, Virus Wahabi, Toobagus Publishing, 2010, hal. 120 – 121).
Mengkafirkan Kaum Muslimin?
Berkembang fitnah di dunia Islam bahwa Syaikh Muhammad Bin Abdul Wahab mengkafirkan kaum muslimin yang tidak sependapat dengannya. Beliau juga dituduh telah membawa agama baru yang bertentangan dengan Ahlussunnah Waljama’ah. Isu–isu ini masih sangat hangat di Indonesia, khususnya di Aceh mitos ini sudah mengakar yang diturunkan oleh seorang guru kepada muridnya dalam bentuk dogma yang tidak boleh dibantah. Dalam pandangan penulis, cerita–cerita tersebut adalah fitnah besar yang sengaja dihembuskan oleh orang–orang yang tidak senang dengan dakwah tauhid yang beliau bawa.
Syaikh Muhammad bin Jamil Zainu dalam risalahnyanya menyebutkan bahwa Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab dalam suratnya yang dikirimkan kepada salah seorang ulama Iraq bernama As Suaidi. Dalam surat tersebut Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab berkata (menulis): “Adapun saya menjelaskan kepada manusia pemurnian agama kepada Allah, saya melarang mereka dari menyeru kepada orang–orang yang masih hidup namun tidak hadir di tempat tersebut atau orang shalih yang telah mati. Saya juga melarang mereka dari mempersekutukan Allah. Di antara apa yang anda sebutkan bahwasanya saya mengkafirkan seluruh manusia kecuali yang mengikuti saya, betapa mengherankannya hal ini. Bagaimana hal ini bisa masuk ke dalam akal seorang yang berakal? Apakah ada seorang muslim yang mengatakan hal ini? Saya berlepas diri kepada Allah dari ucapan yang tidak keluar kecuali dari orang yang kurang akal ini” (Muhammad Jamil Zainu, Mitos Wahabi, terj.Abu Muhammad Farhan&Abu Yusuf, 2010, hal. 45 – 46). Dalam isi surat tersebut Nnampak jelas bahwa Syaikh Muhamamd bin Abdul Wahab membantah tuduhan dari orang–orang yang anti terhadap dakwah beliau.
Benarkah Wahabi Sesat?
Salah satu kitab yang pernah ditulis oleh Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab adalah “Kitabut Tauhid”, di dalamnya banyak berisi ayat–ayat Al Quran dan juga hadits Nabi Saw. Dalam kitab tersebut terdapat dalil–dalil tentang keutamaan tauhid. Dalam kitab tersebut beliau tidak pernah mengajak untuk menyembah selain Allah, dan malah beliau adalah orang yang paling tegas dalam menolak segala jenis kesyirikan (Muhammad bin Abdul Wahab, Kitab Tauhid, terj. Abu Ismail Fuad, Yogyakarta: Pustaka Al Haura, 2009).
Tentang aqidah yang dianut oleh Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab juga sudah banyak disyarah oleh para ulama, di antaranya Syarah Aqidah Muhammad bin Abdul Wahab yang ditulis oleh Syaih Zaid bin Muhammad Al–Madkhaly. Di dalam kitab tersebut beliau membahas secara jelas dan rinci tentang aqidah Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab (Zaid bin Muhammad Al–Madkhaly, Syarah Aqidah Muhammad bin Abdul Wahab, terj. Hanan Hoesin Bahanan, Solo, Pustaka Ar–Rayyan, 2007). Seorang ulama besar Saudi, Syaikh Muhammad bin Shalih Al–‘Utsaimin juga telah banyak melakukan pensyarahan terhadap kitab–kitab Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab, di antaranya Syarah Tsalasatul Ushul yang berisi tentang tiga landasan agama; pengetahuan hamba terhadap Rabbnya, pengetahuan hamba terhadap agamanya, pengetahuan hamba terhadap Nabinya (Muhammad bin Shalih Al–‘Utsaimin, Syarah Tiga Landasan Agama, terj. Abu ‘Abdirrahman Muhammad, Tegal: Ash – Shaf Media, 2009).
Dari sumber–sumber yang penulis sebutkan di atas tidak ditemukan adanya penyelewengan ataupun kesesatan yang selama ini dituduhkan kepada Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab. Jika ada sahabat yang ingin meneliti lebih dalam bisa merujuk kepada beberapa sumber tersebut dan juga sumber–sumber lain yang tidak mungkin semuanya penulis sebutkan di sini. Penulis menyarankan para sahabat untuk membaca langsung di kitab aslinya. Namun jika tidak faham bahasa Arab, para sahabat bisa juga mencari edisi terjemahan yang sudah banyak beredar di Indonesia.
Jangan Lagi Menghujat
Di akhir tulisan ini penulis mengajak para sahabat yang selama ini sudah terlanjur menghujat dan menyesatkan Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab dan juga pejuang sunnah lainnya seperti Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah, Syaikh Ibnu Qayyim Al Jauziyah, Syaikh Muhammad Abduh, Syaikh Rasyid Ridha, Syaikh Abdul ‘Aziz bin Abdullah bin Bazz, Syaikh Muhammad bin Shalih Al ‘Utsaimin, Syaikh Muhammad Nashieruddin Al Al Bani, Syaikh Shalih bin Fauzan Al Fauzan dan sederetan ulama lainnya yang tidak mungkin penulis sebutkan semuanya di sini. Berhentilah menghujat mereka, apalagi sebagian dari mereka telah meninggal dunia dan tidak lagi mampu membalas fitnah–fitnah yang selama ini kita tuduhkan kepada mereka.
Apa gunanya menghujat orang yang sudah meninggalkan dunia ini. Jika memang ada pendapat ataupun fatwa mereka yang mungkin tidak bersesuaian dengan pandangan kita jangan diikuti tanpa perlu mencela. Ulama–ulama tersebut yang oleh sebagian orang diklaim sebagai “WAHABI” bukanlah kumpulan malaikat, mereka manusia biasa seperti kita, mereka tidak “ma’shum”. Mereka juga tidak terlepas dari salah dan silap, namun berjiwa besarlah terhadap kebenaran yang mereka bawa. Kita tidak bisa menafikan jasa–jasa mereka terhadap umat ini. Jika ada kesilapan yang telah mereka lakukan jadikanlah sebagai alasan bagi kita untuk mendoakan mereka, jangan sebaliknya menjadikan kesilapan dan kesalahan mereka sebagai bibit kebencian dan alasan untuk menghujat para ulama. Ingatlah, ulama adalah pewaris para Nabi. Wallahul Waliyut Taufiq.
*Penulis adalah Alumni IAIN Ar Raniry/Peminat Kajian Sosial, Politik dan Keagamaan.
http://harian-aceh.com/2012/01/20/hentikan-stigma-stigma-sesat-terhadap-wahabi
Posted on 20/01/2012 by ademin
Oleh Khairil Miswar – Sebelum menulis tentang persoalan ini, penulis sempat berpikir ratusan kali tentang efek negatif dari sebagian sahabat yang nantinya kebetulan membaca tulisan ini. Sebenarnya, penentangan yang akan datang dari sebagian sahabat menurut penulis wajar–wajar saja dan merupakan konsekuensi yang harus diterima sepenuh hati. Sebelumnya beberapa tulisan dengan tema hampir serupa, baik yang dimuat oleh Harian Aceh maupun di beberapa media online banyak mendapat kritik dan kecaman dengan bahasa yang kurang sedap. Kecaman dan kritik tersebut biasanya terjadi di kolom komentar yang terletak di bawah tulisan (edisi website).
Membaca komentar–komentar tak sedap tersebut penulis bukannya menjadi gentar tapi malah tambah bersemangat untuk menulis. Semakin banyak komentar (meskipun tak sedap) setidaknya menjadi bukti kecil bagi penulis bahwa tulisan tersebut dibaca orang. Persoalan ide dalam tulisan tersebut diterima atau ditolak mentah–mentah itu adalah urusan yang sangat tidak penting untuk digubris. Yang penting tulisannya dibaca dulu, dari dua puluh orang pembaca bukan tidak mungkin ada satu orang yang bisa menerima ide atau pendapat penulis.
Bukankah sesuatu yang banyak itu berawal dari sedikit? Hitungan normal selalu dimulai dari angka satu kemudian dilanjutkan dengan dua dan seterusnya. Menurut penulis, beberapa kalimat di atas sudah memadai sebagai pengantar tulisan singkat ini. Selanjutnya kita akan membahas sebuah topik simalakama sekaligus dilematis, kritis dan kontroversi namun tidak provokatif.
Siapa Wahabi?
Bagi sebagian orang (mayoritas) ketika mendengar istilah wahabi wajahnya menjadi merah menyala, telinga mengembang (bahasa Aceh; capang puny’ung), tangan mengepal, kaki menghentak dan dilengkapi dengan pertemuan dua sisi gigi (atas dan bawah) atau dalam bahasa keren sering diistilahkan dengan “kab igoe”. Mereka adalah orang–orang yang (mungkin) salah faham dan tidak mengenal apa itu wahabi. Namun demikian ada sebagian kecil orang (minoritas) yang tersenyum, hati tenang, pikiran dingin sambil tertunduk dan mengucap doa dalam hati. Mereka adalah orang yang kenal baik dengan wahabi atau setidaknya pernah membaca sejarah wahabi.
Syaikh Muhammad bin Manzhur An–Nu’mani dalam “Di’ayaat Mukatsafah Diddu Asy–Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab hal 105–106 sebagaimana dikutip oleh Sofyan Chalid bin Idham Ruray, dalam bukunya “Salafi Antara Tuduhan dan Kenyataan”, menyebutkan bahwa sejarah telah mencatat bahwa istilah wahabi pertama sekali disematkan kepada Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab dan pengikutnya oleh penjajah Inggris ketika mereka mendapat perlawanan keras dari para mujahid India. Seorang ulama dari Al Azhar Mesir, Syaikh Muhammad Hamid Al–Faqi menyatakan bahwa penisbatan nama Wahabi kepada Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab salah dalam bahasa Arab, yang benar penisbatannya adalah Muhammadiyah (bukan wahabiyah) karena nama beliau adalah Muhammad, sedangkan Abdul Wahab adalah nama ayahnya (Sofyan Chalid: Salafi Antara Tuduhan dan Kenyataan, Toobagus Publishing, 2011, hal. 38).
Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab dilahirkan di ‘Uyainah (Nejd) pada tahun 1115 H. Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab adalah seorang reformis Islam yang telah berjasa memurnikan Islam dari unsur–unsur syirik, bid’ah dan khurafat yang merajalela di wilayah Nejd dan sekitarnya (Abu Mujahid & Haneef Oliver, Virus Wahabi, Toobagus Publishing, 2010, hal. 120 – 121).
Mengkafirkan Kaum Muslimin?
Berkembang fitnah di dunia Islam bahwa Syaikh Muhammad Bin Abdul Wahab mengkafirkan kaum muslimin yang tidak sependapat dengannya. Beliau juga dituduh telah membawa agama baru yang bertentangan dengan Ahlussunnah Waljama’ah. Isu–isu ini masih sangat hangat di Indonesia, khususnya di Aceh mitos ini sudah mengakar yang diturunkan oleh seorang guru kepada muridnya dalam bentuk dogma yang tidak boleh dibantah. Dalam pandangan penulis, cerita–cerita tersebut adalah fitnah besar yang sengaja dihembuskan oleh orang–orang yang tidak senang dengan dakwah tauhid yang beliau bawa.
Syaikh Muhammad bin Jamil Zainu dalam risalahnyanya menyebutkan bahwa Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab dalam suratnya yang dikirimkan kepada salah seorang ulama Iraq bernama As Suaidi. Dalam surat tersebut Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab berkata (menulis): “Adapun saya menjelaskan kepada manusia pemurnian agama kepada Allah, saya melarang mereka dari menyeru kepada orang–orang yang masih hidup namun tidak hadir di tempat tersebut atau orang shalih yang telah mati. Saya juga melarang mereka dari mempersekutukan Allah. Di antara apa yang anda sebutkan bahwasanya saya mengkafirkan seluruh manusia kecuali yang mengikuti saya, betapa mengherankannya hal ini. Bagaimana hal ini bisa masuk ke dalam akal seorang yang berakal? Apakah ada seorang muslim yang mengatakan hal ini? Saya berlepas diri kepada Allah dari ucapan yang tidak keluar kecuali dari orang yang kurang akal ini” (Muhammad Jamil Zainu, Mitos Wahabi, terj.Abu Muhammad Farhan&Abu Yusuf, 2010, hal. 45 – 46). Dalam isi surat tersebut Nnampak jelas bahwa Syaikh Muhamamd bin Abdul Wahab membantah tuduhan dari orang–orang yang anti terhadap dakwah beliau.
Benarkah Wahabi Sesat?
Salah satu kitab yang pernah ditulis oleh Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab adalah “Kitabut Tauhid”, di dalamnya banyak berisi ayat–ayat Al Quran dan juga hadits Nabi Saw. Dalam kitab tersebut terdapat dalil–dalil tentang keutamaan tauhid. Dalam kitab tersebut beliau tidak pernah mengajak untuk menyembah selain Allah, dan malah beliau adalah orang yang paling tegas dalam menolak segala jenis kesyirikan (Muhammad bin Abdul Wahab, Kitab Tauhid, terj. Abu Ismail Fuad, Yogyakarta: Pustaka Al Haura, 2009).
Tentang aqidah yang dianut oleh Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab juga sudah banyak disyarah oleh para ulama, di antaranya Syarah Aqidah Muhammad bin Abdul Wahab yang ditulis oleh Syaih Zaid bin Muhammad Al–Madkhaly. Di dalam kitab tersebut beliau membahas secara jelas dan rinci tentang aqidah Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab (Zaid bin Muhammad Al–Madkhaly, Syarah Aqidah Muhammad bin Abdul Wahab, terj. Hanan Hoesin Bahanan, Solo, Pustaka Ar–Rayyan, 2007). Seorang ulama besar Saudi, Syaikh Muhammad bin Shalih Al–‘Utsaimin juga telah banyak melakukan pensyarahan terhadap kitab–kitab Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab, di antaranya Syarah Tsalasatul Ushul yang berisi tentang tiga landasan agama; pengetahuan hamba terhadap Rabbnya, pengetahuan hamba terhadap agamanya, pengetahuan hamba terhadap Nabinya (Muhammad bin Shalih Al–‘Utsaimin, Syarah Tiga Landasan Agama, terj. Abu ‘Abdirrahman Muhammad, Tegal: Ash – Shaf Media, 2009).
Dari sumber–sumber yang penulis sebutkan di atas tidak ditemukan adanya penyelewengan ataupun kesesatan yang selama ini dituduhkan kepada Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab. Jika ada sahabat yang ingin meneliti lebih dalam bisa merujuk kepada beberapa sumber tersebut dan juga sumber–sumber lain yang tidak mungkin semuanya penulis sebutkan di sini. Penulis menyarankan para sahabat untuk membaca langsung di kitab aslinya. Namun jika tidak faham bahasa Arab, para sahabat bisa juga mencari edisi terjemahan yang sudah banyak beredar di Indonesia.
Jangan Lagi Menghujat
Di akhir tulisan ini penulis mengajak para sahabat yang selama ini sudah terlanjur menghujat dan menyesatkan Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab dan juga pejuang sunnah lainnya seperti Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah, Syaikh Ibnu Qayyim Al Jauziyah, Syaikh Muhammad Abduh, Syaikh Rasyid Ridha, Syaikh Abdul ‘Aziz bin Abdullah bin Bazz, Syaikh Muhammad bin Shalih Al ‘Utsaimin, Syaikh Muhammad Nashieruddin Al Al Bani, Syaikh Shalih bin Fauzan Al Fauzan dan sederetan ulama lainnya yang tidak mungkin penulis sebutkan semuanya di sini. Berhentilah menghujat mereka, apalagi sebagian dari mereka telah meninggal dunia dan tidak lagi mampu membalas fitnah–fitnah yang selama ini kita tuduhkan kepada mereka.
Apa gunanya menghujat orang yang sudah meninggalkan dunia ini. Jika memang ada pendapat ataupun fatwa mereka yang mungkin tidak bersesuaian dengan pandangan kita jangan diikuti tanpa perlu mencela. Ulama–ulama tersebut yang oleh sebagian orang diklaim sebagai “WAHABI” bukanlah kumpulan malaikat, mereka manusia biasa seperti kita, mereka tidak “ma’shum”. Mereka juga tidak terlepas dari salah dan silap, namun berjiwa besarlah terhadap kebenaran yang mereka bawa. Kita tidak bisa menafikan jasa–jasa mereka terhadap umat ini. Jika ada kesilapan yang telah mereka lakukan jadikanlah sebagai alasan bagi kita untuk mendoakan mereka, jangan sebaliknya menjadikan kesilapan dan kesalahan mereka sebagai bibit kebencian dan alasan untuk menghujat para ulama. Ingatlah, ulama adalah pewaris para Nabi. Wallahul Waliyut Taufiq.
*Penulis adalah Alumni IAIN Ar Raniry/Peminat Kajian Sosial, Politik dan Keagamaan.
http://harian-aceh.com/2012/01/20/hentikan-stigma-stigma-sesat-terhadap-wahabi
mencari petunjuk- SERSAN SATU
- Posts : 192
Join date : 27.10.11
Reputation : 6
Re: Sebuah keluhan, Hentikan Stigma–Stigma Sesat Terhadap Wahabi
Pro-Kontra Soal Wahabi Tiada Akhir
Posted on 24/01/2012 by ademin
(Tanggapan Atas Tulisan Khairil Miswar)
Oleh Umar Rafsanjani – Persoalan ini sebenarnya sudah sangat usang, dan sampai kapan pun tidak akan selesai untuk dibahas dan tidak akan ada titik temu antara pihak pro dan kontra terhadap pemahaman yang dikenal dengan istilah ‘Wahabi’. Jauh sebelum kita dilahirkan, ulama dan cendekiawan tersohor sudah mencoba duduk untuk merembuk persoalan ini, tetapi tidak tercapai suatu kesepakatan yang diperoleh melainkan masalah baru yang semakin bertambah.
Ketika membaca tulisan Khairil Miswar kemudian disebut KM (Harian Aceh 20/01/10) yang bertema “Hentikan Stigma-stigma Sesat terhadap Wahabi” maka penulis juga ingin nimbrung dan mencoba mengetengahkan tanggapan terhadap substansi permasalahan yang dilempar oleh KM ke publik. Karena penulis melihat ada beberapa masalah yang perlu direvisi keabsahannya.
Begitu semangatnya KM untuk membahas masalah ini sehingga dengan antusiasnya KM berkata bahwa sedikit pun KM tidak gentar untuk terus menulis tentang keyakinannya itu, kendatipun di sana banyak orang-orang yang tidak sejalur dengannya. Jika diteliti lebih lanjut sebenarnya apasih yang membuat KM begitu bersemangat seperti seolah-olah mau berjihad di medan perang untuk mencapai pahala syahid? Ya, mungkin saja di antara salah satu penyebabnya adalah KM sudah sangat yakin dan percaya terhadap pemahaman dan keyakinannya itu.
Tetapi dari sisi lain sebenarnya KM juga harus menyadari bahwa masalah ini bukanlah masalah yang baru dalam konteks Islam. Dan KM juga jangan lupa bahwa masalah ini juga bukan hanya terjadi di Aceh, yang kesannya nanti orang-orang Aceh yang kontra Wahabi tervirus oleh doktrin dari kalangan Tengku Dayah yang kapasitas ilmunya terbatas. Jika memang di sana ada banyak orang yang bersikap brutal dalam merespon pihak-pihak yang pro terhadap Wahabi, tetapi keadaan brutal ini juga sebenarnya terjadi di kalangan pro Wahabi dalam menolak pendapat pihak-pihak yang kontra Wahabi. Contohnya seperti KM yang begitu ngotot dan bersemangat dalam persoalan ini. Jadi, apa bedanya?
Sungguh sangat berlebihan anggapan KM yang menyatakan bahwa mayoritas orang Aceh ketika mendengar istilah Wahabi langsung merah menyala wajahnya, telinga mengembang(capang), kaki terhentak, bertemu dua sisi gigi (kap igoe). Namun bagi penulis tetap berprasangka baik, mungkin saja KM hanya menggunakan kata-kata kiasan atau sindiran yang mudah untuk dipahami, atau sekedar meluwahkan geramnya karena sudah tidak tahan lagi terhadap komentar kawan-kawan yang tidak searah dengannya. Tetapi pada prinsipnya hal-hal yang demikian kurang etis untuk dibiasakan, apalagi jika terjadi di dalam forum yang mana di sana ada dua elemen yang saling kontroversial.
Siapa Wahabi?
Penulis rasa KM begitu ringkas dalam mendefinisikan dan menceritakan siapa itu Wahabi. Lagipula rujukan KM hanya berlandaskan kitab-kitab Ulama-ulama yang pro Wahabi, yang secara automatis Mereka akan membela dan menceritakan yang baik-baik saja tentang Wahabi. Oleh itu di sini penulis akan memperkenalkan siapa itu Wahabi dari versi lain.
Gerakan Wahabi diasaskan oleh Imam Muhammad bin Abdul Wahhab At-Tamimi (1703 M–1791 M) lahir di Uyainah Utara Riyadh di daerah Nejad Arab Saudi. Bapanya adalah seorang kadhi di Nejad yang berpegang kepada akidah Ahli Sunnah wal-Jama’ah.
Selain berguru dengan bapanya beliau juga berguru dengan Ulama-ulama Ahlu Sunnah Wal-Jama’ah di Mekah dan Madinah. Gurunya yang terkenal di Madinah ialah Syeikh Muhammad Hayat yang menulis kitab Al-Hashiyah ‘Ala Sahih al-Bukhari. Imam Muhammad bin Abdul Wahhab merupakan seorang Ulama yang banyak dipengaruhi oleh Mazhab Hanbali tetapi pegangan tauhidnya berasaskan fikrah (pemikiran) Ibnu Taimiyyah dan Ibnu Qayyim yang juga bermazhab Hanbali pada awalnya.
Beliau tertarik dengan pemikiran dua pemikir ini dan mencoba menghidupkan kembali konsep pemikiran Ibnu Taimiyyah dan Ibnu Qayyim. Ibnu Taimiyyah ( 1263 – 1328 M) adalah seorang pemikir besar umat Islam. Pemikiran Ibnu Taimiyyah menimbulkan bantahan beberapa Ulama berfahaman akidah Ahli Sunnah Wal-Jamaah yang sedang menguasai pemikiran akidah pada masa itu sehingga ia di penjara, dilarang menulis dalam penjara dan akhirnya meninggal dunia dalam penjara di Damsyik Syiria.
Ibnu Qayyim (1292 – 1350 M) adalah juga murid kepada Ibnu Taimiyyah. Secara umumnya Syeikh Muhammad bin Abdul Wahhab muncul ketika pengaruh Mazhab Hanbali sedang merosot dan umat Islam pada masa itu banyak melakukan pencemaran akidah menurut Mereka seperti khurafat, bid’ah, dan wakil Gubernur Turki pula terlibat dengan koropsi. Beliau telah melancarkan reformasi dan pembaharuan di semenanjung Arab dalam usaha membersihkan dan mengembalikan umat Islam kepada ajaran sebenar al-Quran dan Hadis Rasulullah SAW.
Usahanya mendapat sokongan beberapa pemimpin kabilah Arab di Nejad. Berasaskan gerakan reformasi inilah maka ia beruasaha menghapuskan segala macam bid’ah, khurafat dan berbagai perbuatan yang membawa kepada syirik menurut mereka. Penegak-penegak paham Wahabi ini juga menamakan pahaman mereka sebagai kumpulan Salafi yaitu kumpulan yang tidak terikat dengan mana-mana mazhab seperti mana yang berlaku di zaman Rasulullah dan kepemimpinan Sahabat-sahabat selepas Nabi. Bagaimana pun terdapat juga penganalisis politik Arab bahawa gerakan Wahabi ini lahir sebagai usaha untuk membebaskan bangsa Arab dari pemerintahan Kerajaan Usmaniyah Turki yang menguasai Negara Arab pada masa itu.
Muhammad bin Sa’ud (Pengasas pemerintah Kerajaan Arab Saudi sekarang) telah memimpin kabilah Arab dan mendapat sokongan British (Inggris) berhasil memerintah Arab Saudi, masa itulah baru timbul nama “Arab Saudi” diambil dari nama bapaknya “Sa’ud” yang juga mendapat kecaman dari orang-orang Arab yang lain. Muhammad bin Sa’ud dan pengasas fahaman Wahabi Muhammad bin Abdul Wahhab telah bersatu dalam usaha mengukuhkan kepentingan masing-masing dan saling memerlukan. Kepentingan Muhammad bin Abdul Wahab untuk menyebarkan da’wahnya sehingga memerlukan bantuan kerajaan, sedangkan kepentingan Muhammad Bin Sa’ud untuk merebut kekuasaan Arab sehingga memerlukan massa pendukungnya, dan usaha mereka berhasil. Kerajaan Usmaniyah Turki gagal mengawal kebangkitan Muhammad Bin Sa’ud dan perkembangan gerakan Wahabi Muhammad bin Abdul Wahhab, kerana sibuk memperkukuhkan penyebaran Islam di Eropa. Menurut sumber sejarah Ulama Mekah dan Madinah pada awalnya Mereka juga menentang fahaman Wahabi di mana berlaku isu kafir mengkafir yang hebat di antara ulama Ahli Sunnah Wal-Jamaah dengan Ulama Wahabi kala itu.
Mengkafirkan Kaum Muslimin?
Sudah menjadi rahasia/pengetahuan umum bahwa kafir mengakfirkan yang timbul dari kalangan Ulama Wahabi adalah bukan berbentuk fitnah. Selain disokong oleh tulisan-tulisan ulama-ulama turast (klasik), ulama-ulama kontemporer juga banyak menulis tentang perilaku Muhammad Bin Abdul Wahhab dan pengikut-pengikutnya dalam mengkafirkan orang-orang Islam yang ditinjau dari sudut amalan dan kepercayaannya. Misalnya saja dengan mengatakan kepada para penzirah kubur itu syirik berarti mereka telah menuduh penziarah kubur itu musyrik alias kafir. Dengan adanya larangan supaya jangan cium tangan apalagi berjalan merangkak mencium lutut dan kaki guru serta jangan menghormatinya berlebih-lebihan adalah perbuatan yang dekat dengan syirik bermakna mereka telah menuduh murid itu musyrik/kafir karena telah menyembah Gurunya.
Padahal kalau ditinjau secara seksama antara iman san syirik adalah saling bertolak belakang, yang dalam istilah Arab dikatakan dengan “ziddain” artinya saling berlawan dan tidak akan pernah bersatu dalam hati, seperti malam dan hari. Kalau siang muncul maka malam akan hilang begitu juga sebaliknya. Penziarah kubur dengan keadaannya sebagai seorang Mu’min yang datang ke kubur berarti dia adalah seorang yang beriman bukan musyrik. Lagipula antara iman dan syirik adalah urusan hati/batin, jadi yang tau apakah dia itu seorang mu’min atau kafir adalah yang punya hati itu. Maka siapa pun tidak punya hak untuk menuduh atau menilai keadaan mutu dan kualitas hatinya seseorang selain Allah SWT. Perilaku tuduh menuduh seperti inilah yang bersumber dari kalangan pengikut Wahabi dari dulu sampai sekarang, dan ini fakta. Makanya banyak Ulama-ulama yang menentang sikap salah kaprah ini.
Benarkah Wahabi Sesat?
Meskipun dalil-dalil yang dibawa oleh Imam Muhammad Bin Abdul Wahhab di dalam kitabnya hampir kesemuanya berisikan Ayat-ayat dan Hadis, tetapi menurut Ulama-ulama Ahli Sunnah yang lain menganggap bahwa sebahagian dalil-dalil itu tidak sesuai dengan subjek permasalahan. Misalnya Ayat atau Hadis untuk orang-orang musyrik/kafir ditujukan untuk orang-orang Islam. Hadis “Syiddah Rihal (pergi ziarah masjid)” hanya kepada 3 masjid yaitu Masjid Haram, Aqsa, Nabawi di jadikan dalil haramnya ziarah kubur. Maka sebahagian Ulama Ahli Sunnah menganggap faham Muhammad Bin Abdul Wahhab ini sesat, maksudnya sesat dalam pemahaman karena hanya melihat kepada zahir makna nash saja, bukan berarti sesat keluar dari Islam.
Ini bisa dibaca dalam kitab “Tarikh Aly Su’udiy” karangan Ulama Libanon yang meninggal di bunuh oleh suruhan pemerintah Arab Saudi. Kitab “Akhta’ Ibnu Taimiyah fi haqqi Rasulillah SAW wa ahli baitihi”. Tulisan DR Shabih Ulama al-Azhar Cairo. Buku “Syawahidul haqq” karya Syekh Yusuf an-Nabhani. Buku “Maqalatus Sunniyyin” karya Abdullah al-Harari yang dituduh Ahbasy. Buku “Alla Mazhabiyyah” karya Syekh Ramadhan al-Bouthi”. Buku “Ibadah-ibadah yang diperselisihkan” karya Syekh Aly Jum’ah (edisi Indonesia) dan lain-lain. Yang kesemua kitab itu ada pada penulis dan boleh pinjam. Dan kalau hanya untuk peringkat asas boleh baca buku-buku karya KH Sirajuddin Abbas Ulama asal Bukit Tinggi Sumatera Barat. Itu cukup sebagai bukti bahwa ada Ulama-ulama yang mengatakan bahwa Wahabi itu sesat dan keliru dalam pemahaman.
Jangan Lagi Menghujat?
Penulis rasa apa yang diharapkan oleh KM pada akhir tulisannya agar tidak ada lagi hujatan-hujatan terhadap Wahabi hanya dengan keterangan-keterangan yang sepintas lalu KM ketengahkan adalah mustahil dan sia-sia. Selain yang seperti penulis katakan pada awal-awal tulisan tadi, juga fakta ini bisa kita lihat hasilnya dari komen kawan-kawan yang menanggapi di bawah tulisan KM (edisi websete). Untuk menghidari segala bentuk hujatan dan sumpah serapah itu, KM tidak cukup dengan hanya mengandalkan tulisannya serta mengedepankan dan mengandalkan nama-nama Ulama-ulama terkemuka versi Wahabi seperti Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah, Syaikh Ibnu Qayyim Al Jauziyah, Syaikh Muhammad Abduh, Syaikh Rasyid Ridha, Syaikh Abdul ‘Aziz bin Abdullah bin Bazz, Syaikh Muhammad bin Shalih Al ‘Utsaimin, Syaikh Muhammad Nashieruddin Al-Bani, Syaikh Shalih bin Fauzan Al Fauzan dan sederetan ulama lainnya. Karena pada waktu sama bagi pihak yang kontra Wahabi juga bisa menulis dan punya juga andalan Nama-nama Ulama terkemuka versi dan rujukan mereka seperti Syekh Wahbah Zuhaili, Syekh Ramadhan al-Bouthi, Syekh Aly Jum’ah Mufti Mesir, Syekh Mutawali Sya’rawi, Syekh Alawi Maliki, Habib Umar, Habib Aly Jifri dan seluruh Ulama-ulama Dayah Aceh dan Manyoritas Ulama NU di Indonesia.
Di akhir tulisan ini, walaupun stigma-stigma terhadap Wahabi tidak akan pernah berhenti tetapi penulis mencoba mengajak para sahabat-sahabat baik yang pro atau yang kontra Wahabi untuk berdamai dan lebih banyak membaca, lebih-lebih bacaan-bacaan yang berseberangan. Dan mari kita beramal menurut ilmu dan keyakinan kita masing-masing karena semua tujuan kita adalah mencari keridhaan Allah SWT. Walaupaun di sana masih banyak permasalahan yang tidak pernah ada titik temunya tetapi kita juga harus ingat bahwa di sana juga terdapat jutaan masalah yang ada titik temunya alias sepakat. Jadi janganlah dikarenakan ada perbedaan dalam beberapa masalah menjadi dalang perpecahan Ummat Islam yang semakin terpuruk abad ini. Semoga saja!.
*Penulis adalah Alumni Dayah Darussalam L. Haji, Dayah Al-Azhar Cairo, Dayah Ezzaitunah Tunisia, Pelajar Pasca Sarjana USM Penang Malaysia.
http://harian-aceh.com/2012/01/24/pro-kontra-soal-wahabi-tiada-akhir
Posted on 24/01/2012 by ademin
(Tanggapan Atas Tulisan Khairil Miswar)
Oleh Umar Rafsanjani – Persoalan ini sebenarnya sudah sangat usang, dan sampai kapan pun tidak akan selesai untuk dibahas dan tidak akan ada titik temu antara pihak pro dan kontra terhadap pemahaman yang dikenal dengan istilah ‘Wahabi’. Jauh sebelum kita dilahirkan, ulama dan cendekiawan tersohor sudah mencoba duduk untuk merembuk persoalan ini, tetapi tidak tercapai suatu kesepakatan yang diperoleh melainkan masalah baru yang semakin bertambah.
Ketika membaca tulisan Khairil Miswar kemudian disebut KM (Harian Aceh 20/01/10) yang bertema “Hentikan Stigma-stigma Sesat terhadap Wahabi” maka penulis juga ingin nimbrung dan mencoba mengetengahkan tanggapan terhadap substansi permasalahan yang dilempar oleh KM ke publik. Karena penulis melihat ada beberapa masalah yang perlu direvisi keabsahannya.
Begitu semangatnya KM untuk membahas masalah ini sehingga dengan antusiasnya KM berkata bahwa sedikit pun KM tidak gentar untuk terus menulis tentang keyakinannya itu, kendatipun di sana banyak orang-orang yang tidak sejalur dengannya. Jika diteliti lebih lanjut sebenarnya apasih yang membuat KM begitu bersemangat seperti seolah-olah mau berjihad di medan perang untuk mencapai pahala syahid? Ya, mungkin saja di antara salah satu penyebabnya adalah KM sudah sangat yakin dan percaya terhadap pemahaman dan keyakinannya itu.
Tetapi dari sisi lain sebenarnya KM juga harus menyadari bahwa masalah ini bukanlah masalah yang baru dalam konteks Islam. Dan KM juga jangan lupa bahwa masalah ini juga bukan hanya terjadi di Aceh, yang kesannya nanti orang-orang Aceh yang kontra Wahabi tervirus oleh doktrin dari kalangan Tengku Dayah yang kapasitas ilmunya terbatas. Jika memang di sana ada banyak orang yang bersikap brutal dalam merespon pihak-pihak yang pro terhadap Wahabi, tetapi keadaan brutal ini juga sebenarnya terjadi di kalangan pro Wahabi dalam menolak pendapat pihak-pihak yang kontra Wahabi. Contohnya seperti KM yang begitu ngotot dan bersemangat dalam persoalan ini. Jadi, apa bedanya?
Sungguh sangat berlebihan anggapan KM yang menyatakan bahwa mayoritas orang Aceh ketika mendengar istilah Wahabi langsung merah menyala wajahnya, telinga mengembang(capang), kaki terhentak, bertemu dua sisi gigi (kap igoe). Namun bagi penulis tetap berprasangka baik, mungkin saja KM hanya menggunakan kata-kata kiasan atau sindiran yang mudah untuk dipahami, atau sekedar meluwahkan geramnya karena sudah tidak tahan lagi terhadap komentar kawan-kawan yang tidak searah dengannya. Tetapi pada prinsipnya hal-hal yang demikian kurang etis untuk dibiasakan, apalagi jika terjadi di dalam forum yang mana di sana ada dua elemen yang saling kontroversial.
Siapa Wahabi?
Penulis rasa KM begitu ringkas dalam mendefinisikan dan menceritakan siapa itu Wahabi. Lagipula rujukan KM hanya berlandaskan kitab-kitab Ulama-ulama yang pro Wahabi, yang secara automatis Mereka akan membela dan menceritakan yang baik-baik saja tentang Wahabi. Oleh itu di sini penulis akan memperkenalkan siapa itu Wahabi dari versi lain.
Gerakan Wahabi diasaskan oleh Imam Muhammad bin Abdul Wahhab At-Tamimi (1703 M–1791 M) lahir di Uyainah Utara Riyadh di daerah Nejad Arab Saudi. Bapanya adalah seorang kadhi di Nejad yang berpegang kepada akidah Ahli Sunnah wal-Jama’ah.
Selain berguru dengan bapanya beliau juga berguru dengan Ulama-ulama Ahlu Sunnah Wal-Jama’ah di Mekah dan Madinah. Gurunya yang terkenal di Madinah ialah Syeikh Muhammad Hayat yang menulis kitab Al-Hashiyah ‘Ala Sahih al-Bukhari. Imam Muhammad bin Abdul Wahhab merupakan seorang Ulama yang banyak dipengaruhi oleh Mazhab Hanbali tetapi pegangan tauhidnya berasaskan fikrah (pemikiran) Ibnu Taimiyyah dan Ibnu Qayyim yang juga bermazhab Hanbali pada awalnya.
Beliau tertarik dengan pemikiran dua pemikir ini dan mencoba menghidupkan kembali konsep pemikiran Ibnu Taimiyyah dan Ibnu Qayyim. Ibnu Taimiyyah ( 1263 – 1328 M) adalah seorang pemikir besar umat Islam. Pemikiran Ibnu Taimiyyah menimbulkan bantahan beberapa Ulama berfahaman akidah Ahli Sunnah Wal-Jamaah yang sedang menguasai pemikiran akidah pada masa itu sehingga ia di penjara, dilarang menulis dalam penjara dan akhirnya meninggal dunia dalam penjara di Damsyik Syiria.
Ibnu Qayyim (1292 – 1350 M) adalah juga murid kepada Ibnu Taimiyyah. Secara umumnya Syeikh Muhammad bin Abdul Wahhab muncul ketika pengaruh Mazhab Hanbali sedang merosot dan umat Islam pada masa itu banyak melakukan pencemaran akidah menurut Mereka seperti khurafat, bid’ah, dan wakil Gubernur Turki pula terlibat dengan koropsi. Beliau telah melancarkan reformasi dan pembaharuan di semenanjung Arab dalam usaha membersihkan dan mengembalikan umat Islam kepada ajaran sebenar al-Quran dan Hadis Rasulullah SAW.
Usahanya mendapat sokongan beberapa pemimpin kabilah Arab di Nejad. Berasaskan gerakan reformasi inilah maka ia beruasaha menghapuskan segala macam bid’ah, khurafat dan berbagai perbuatan yang membawa kepada syirik menurut mereka. Penegak-penegak paham Wahabi ini juga menamakan pahaman mereka sebagai kumpulan Salafi yaitu kumpulan yang tidak terikat dengan mana-mana mazhab seperti mana yang berlaku di zaman Rasulullah dan kepemimpinan Sahabat-sahabat selepas Nabi. Bagaimana pun terdapat juga penganalisis politik Arab bahawa gerakan Wahabi ini lahir sebagai usaha untuk membebaskan bangsa Arab dari pemerintahan Kerajaan Usmaniyah Turki yang menguasai Negara Arab pada masa itu.
Muhammad bin Sa’ud (Pengasas pemerintah Kerajaan Arab Saudi sekarang) telah memimpin kabilah Arab dan mendapat sokongan British (Inggris) berhasil memerintah Arab Saudi, masa itulah baru timbul nama “Arab Saudi” diambil dari nama bapaknya “Sa’ud” yang juga mendapat kecaman dari orang-orang Arab yang lain. Muhammad bin Sa’ud dan pengasas fahaman Wahabi Muhammad bin Abdul Wahhab telah bersatu dalam usaha mengukuhkan kepentingan masing-masing dan saling memerlukan. Kepentingan Muhammad bin Abdul Wahab untuk menyebarkan da’wahnya sehingga memerlukan bantuan kerajaan, sedangkan kepentingan Muhammad Bin Sa’ud untuk merebut kekuasaan Arab sehingga memerlukan massa pendukungnya, dan usaha mereka berhasil. Kerajaan Usmaniyah Turki gagal mengawal kebangkitan Muhammad Bin Sa’ud dan perkembangan gerakan Wahabi Muhammad bin Abdul Wahhab, kerana sibuk memperkukuhkan penyebaran Islam di Eropa. Menurut sumber sejarah Ulama Mekah dan Madinah pada awalnya Mereka juga menentang fahaman Wahabi di mana berlaku isu kafir mengkafir yang hebat di antara ulama Ahli Sunnah Wal-Jamaah dengan Ulama Wahabi kala itu.
Mengkafirkan Kaum Muslimin?
Sudah menjadi rahasia/pengetahuan umum bahwa kafir mengakfirkan yang timbul dari kalangan Ulama Wahabi adalah bukan berbentuk fitnah. Selain disokong oleh tulisan-tulisan ulama-ulama turast (klasik), ulama-ulama kontemporer juga banyak menulis tentang perilaku Muhammad Bin Abdul Wahhab dan pengikut-pengikutnya dalam mengkafirkan orang-orang Islam yang ditinjau dari sudut amalan dan kepercayaannya. Misalnya saja dengan mengatakan kepada para penzirah kubur itu syirik berarti mereka telah menuduh penziarah kubur itu musyrik alias kafir. Dengan adanya larangan supaya jangan cium tangan apalagi berjalan merangkak mencium lutut dan kaki guru serta jangan menghormatinya berlebih-lebihan adalah perbuatan yang dekat dengan syirik bermakna mereka telah menuduh murid itu musyrik/kafir karena telah menyembah Gurunya.
Padahal kalau ditinjau secara seksama antara iman san syirik adalah saling bertolak belakang, yang dalam istilah Arab dikatakan dengan “ziddain” artinya saling berlawan dan tidak akan pernah bersatu dalam hati, seperti malam dan hari. Kalau siang muncul maka malam akan hilang begitu juga sebaliknya. Penziarah kubur dengan keadaannya sebagai seorang Mu’min yang datang ke kubur berarti dia adalah seorang yang beriman bukan musyrik. Lagipula antara iman dan syirik adalah urusan hati/batin, jadi yang tau apakah dia itu seorang mu’min atau kafir adalah yang punya hati itu. Maka siapa pun tidak punya hak untuk menuduh atau menilai keadaan mutu dan kualitas hatinya seseorang selain Allah SWT. Perilaku tuduh menuduh seperti inilah yang bersumber dari kalangan pengikut Wahabi dari dulu sampai sekarang, dan ini fakta. Makanya banyak Ulama-ulama yang menentang sikap salah kaprah ini.
Benarkah Wahabi Sesat?
Meskipun dalil-dalil yang dibawa oleh Imam Muhammad Bin Abdul Wahhab di dalam kitabnya hampir kesemuanya berisikan Ayat-ayat dan Hadis, tetapi menurut Ulama-ulama Ahli Sunnah yang lain menganggap bahwa sebahagian dalil-dalil itu tidak sesuai dengan subjek permasalahan. Misalnya Ayat atau Hadis untuk orang-orang musyrik/kafir ditujukan untuk orang-orang Islam. Hadis “Syiddah Rihal (pergi ziarah masjid)” hanya kepada 3 masjid yaitu Masjid Haram, Aqsa, Nabawi di jadikan dalil haramnya ziarah kubur. Maka sebahagian Ulama Ahli Sunnah menganggap faham Muhammad Bin Abdul Wahhab ini sesat, maksudnya sesat dalam pemahaman karena hanya melihat kepada zahir makna nash saja, bukan berarti sesat keluar dari Islam.
Ini bisa dibaca dalam kitab “Tarikh Aly Su’udiy” karangan Ulama Libanon yang meninggal di bunuh oleh suruhan pemerintah Arab Saudi. Kitab “Akhta’ Ibnu Taimiyah fi haqqi Rasulillah SAW wa ahli baitihi”. Tulisan DR Shabih Ulama al-Azhar Cairo. Buku “Syawahidul haqq” karya Syekh Yusuf an-Nabhani. Buku “Maqalatus Sunniyyin” karya Abdullah al-Harari yang dituduh Ahbasy. Buku “Alla Mazhabiyyah” karya Syekh Ramadhan al-Bouthi”. Buku “Ibadah-ibadah yang diperselisihkan” karya Syekh Aly Jum’ah (edisi Indonesia) dan lain-lain. Yang kesemua kitab itu ada pada penulis dan boleh pinjam. Dan kalau hanya untuk peringkat asas boleh baca buku-buku karya KH Sirajuddin Abbas Ulama asal Bukit Tinggi Sumatera Barat. Itu cukup sebagai bukti bahwa ada Ulama-ulama yang mengatakan bahwa Wahabi itu sesat dan keliru dalam pemahaman.
Jangan Lagi Menghujat?
Penulis rasa apa yang diharapkan oleh KM pada akhir tulisannya agar tidak ada lagi hujatan-hujatan terhadap Wahabi hanya dengan keterangan-keterangan yang sepintas lalu KM ketengahkan adalah mustahil dan sia-sia. Selain yang seperti penulis katakan pada awal-awal tulisan tadi, juga fakta ini bisa kita lihat hasilnya dari komen kawan-kawan yang menanggapi di bawah tulisan KM (edisi websete). Untuk menghidari segala bentuk hujatan dan sumpah serapah itu, KM tidak cukup dengan hanya mengandalkan tulisannya serta mengedepankan dan mengandalkan nama-nama Ulama-ulama terkemuka versi Wahabi seperti Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah, Syaikh Ibnu Qayyim Al Jauziyah, Syaikh Muhammad Abduh, Syaikh Rasyid Ridha, Syaikh Abdul ‘Aziz bin Abdullah bin Bazz, Syaikh Muhammad bin Shalih Al ‘Utsaimin, Syaikh Muhammad Nashieruddin Al-Bani, Syaikh Shalih bin Fauzan Al Fauzan dan sederetan ulama lainnya. Karena pada waktu sama bagi pihak yang kontra Wahabi juga bisa menulis dan punya juga andalan Nama-nama Ulama terkemuka versi dan rujukan mereka seperti Syekh Wahbah Zuhaili, Syekh Ramadhan al-Bouthi, Syekh Aly Jum’ah Mufti Mesir, Syekh Mutawali Sya’rawi, Syekh Alawi Maliki, Habib Umar, Habib Aly Jifri dan seluruh Ulama-ulama Dayah Aceh dan Manyoritas Ulama NU di Indonesia.
Di akhir tulisan ini, walaupun stigma-stigma terhadap Wahabi tidak akan pernah berhenti tetapi penulis mencoba mengajak para sahabat-sahabat baik yang pro atau yang kontra Wahabi untuk berdamai dan lebih banyak membaca, lebih-lebih bacaan-bacaan yang berseberangan. Dan mari kita beramal menurut ilmu dan keyakinan kita masing-masing karena semua tujuan kita adalah mencari keridhaan Allah SWT. Walaupaun di sana masih banyak permasalahan yang tidak pernah ada titik temunya tetapi kita juga harus ingat bahwa di sana juga terdapat jutaan masalah yang ada titik temunya alias sepakat. Jadi janganlah dikarenakan ada perbedaan dalam beberapa masalah menjadi dalang perpecahan Ummat Islam yang semakin terpuruk abad ini. Semoga saja!.
*Penulis adalah Alumni Dayah Darussalam L. Haji, Dayah Al-Azhar Cairo, Dayah Ezzaitunah Tunisia, Pelajar Pasca Sarjana USM Penang Malaysia.
http://harian-aceh.com/2012/01/24/pro-kontra-soal-wahabi-tiada-akhir
mencari petunjuk- SERSAN SATU
- Posts : 192
Join date : 27.10.11
Reputation : 6
Re: Sebuah keluhan, Hentikan Stigma–Stigma Sesat Terhadap Wahabi
Salafy/Wahabi sebenarnya lahir dari niat baik, yaitu agar bagaimana bisa seaman dan sehati2 mungkin...
...hanya saja dalam penyampaiannya kadang2 mereka kurang bijaksana ("yang seperti itu tidak ada tuntunannya...", "...kalau tidak ada tuntunannya termasuk bid'ah", "...bid'ah adalah perbuatan yang..."), tetapi jangan salah sangka, mereka begitu itu karena mengkhawatirkan saudaranya sesama muslim!
intinya, Salafy/Wahabi itu, adalah golongan muslim yang bermindset kehati2an!
...hanya saja dalam penyampaiannya kadang2 mereka kurang bijaksana ("yang seperti itu tidak ada tuntunannya...", "...kalau tidak ada tuntunannya termasuk bid'ah", "...bid'ah adalah perbuatan yang..."), tetapi jangan salah sangka, mereka begitu itu karena mengkhawatirkan saudaranya sesama muslim!
intinya, Salafy/Wahabi itu, adalah golongan muslim yang bermindset kehati2an!
frontline defender- MAYOR
- Posts : 6462
Kepercayaan : Islam
Join date : 17.11.11
Reputation : 137
Re: Sebuah keluhan, Hentikan Stigma–Stigma Sesat Terhadap Wahabi
frontline defender wrote:Salafy/Wahabi sebenarnya lahir dari niat baik, yaitu agar bagaimana bisa seaman dan sehati2 mungkin...
...hanya saja dalam penyampaiannya kadang2 mereka kurang bijaksana ("yang seperti itu tidak ada tuntunannya...", "...kalau tidak ada tuntunannya termasuk bid'ah", "...bid'ah adalah perbuatan yang..."), tetapi jangan salah sangka, mereka begitu itu karena mengkhawatirkan saudaranya sesama muslim!
intinya, Salafy/Wahabi itu, adalah golongan muslim yang bermindset kehati2an!
“Innamal A’malu Binniat Wa Innama Likullimriin Ma Nawa. Famankana Hijratuhu illallah Wa Rasulihi Fahijratuhu Illallah Wa Rasulihi. Wa Mankanat Hijratuhu liddunya Yushibuha Au Imraatu Yankikhuha Fahijratuhu Ila ma Hajara Ilaihi” (HR Bukhari Muslim)
Sesungguhnya Segala Perbuatan Itu Disertai Dengan Niat dan Segala Perkara itu Tergantung apa yang diniatkan. Maka Barang siapa hijrahnya karena Allah dan rasulnya Maka Hijrahnya untuk Allah dan Rasulnya. Dan Barang Siapa Hijrahnya karena Urusan Dunia Atau Wanita untuk dinikahi Maka Hijrahnya Untuk Apa yang telah Dihijrahinya Tersebut
Faedah Niat = Untuk Membedakan mana yang ibadah mana yang bukan ibadah. Karena hal sekecil Apapun /perkara mubah bisa menjadi ibadah jika kita niatkan untuk hal yang baik. Dan sebaliknya.
mencari petunjuk- SERSAN SATU
- Posts : 192
Join date : 27.10.11
Reputation : 6
Re: Sebuah keluhan, Hentikan Stigma–Stigma Sesat Terhadap Wahabi
mencari petunjuk wrote:frontline defender wrote:Salafy/Wahabi sebenarnya lahir dari niat baik, yaitu agar bagaimana bisa seaman dan sehati2 mungkin...
...hanya saja dalam penyampaiannya kadang2 mereka kurang bijaksana ("yang seperti itu tidak ada tuntunannya...", "...kalau tidak ada tuntunannya termasuk bid'ah", "...bid'ah adalah perbuatan yang..."), tetapi jangan salah sangka, mereka begitu itu karena mengkhawatirkan saudaranya sesama muslim!
intinya, Salafy/Wahabi itu, adalah golongan muslim yang bermindset kehati2an!
“Innamal A’malu Binniat Wa Innama Likullimriin Ma Nawa. Famankana Hijratuhu illallah Wa Rasulihi Fahijratuhu Illallah Wa Rasulihi. Wa Mankanat Hijratuhu liddunya Yushibuha Au Imraatu Yankikhuha Fahijratuhu Ila ma Hajara Ilaihi” (HR Bukhari Muslim)
Sesungguhnya Segala Perbuatan Itu Disertai Dengan Niat dan Segala Perkara itu Tergantung apa yang diniatkan. Maka Barang siapa hijrahnya karena Allah dan rasulnya Maka Hijrahnya untuk Allah dan Rasulnya. Dan Barang Siapa Hijrahnya karena Urusan Dunia Atau Wanita untuk dinikahi Maka Hijrahnya Untuk Apa yang telah Dihijrahinya Tersebut
Faedah Niat = Untuk Membedakan mana yang ibadah mana yang bukan ibadah. Karena hal sekecil Apapun /perkara mubah bisa menjadi ibadah jika kita niatkan untuk hal yang baik. Dan sebaliknya.
bener bro MP... insyaallah dalam bulan ramadhan ini ada saudara2 kita dr salafi lulusan IAIN dgn insyafnya dan kami kembalikan ke pesantren mudi mesra aceh sebanyak 3 org, Amin.... makanya niatnya itu sangat urgent...
hamba tuhan- LETNAN SATU
-
Posts : 1666
Kepercayaan : Islam
Location : Aceh - Pekanbaru
Join date : 07.10.11
Reputation : 19
Similar topics
» teologi inklusif sesat
» Siapakah kaum Salafi & Wahabi ?
» kami kaum wahabi menyembah matahari
» Mengapa harus ada agama?
» aliran sesat isa bugis
» Siapakah kaum Salafi & Wahabi ?
» kami kaum wahabi menyembah matahari
» Mengapa harus ada agama?
» aliran sesat isa bugis
Halaman 1 dari 1
Permissions in this forum:
Anda tidak dapat menjawab topik