FORUM LASKAR ISLAM
welcome
Saat ini anda mengakses forum Laskar Islam sebagai tamu dimana anda tidak mempunyai akses penuh turut berdiskusi yang hanya diperuntukkan bagi member LI. Silahkan REGISTER dan langsung LOG IN untuk dapat mengakses forum ini sepenuhnya sebagai member.

Persoalan Mimpi Follow_me
@laskarislamcom

Terima Kasih
Salam Admin LI


Join the forum, it's quick and easy

FORUM LASKAR ISLAM
welcome
Saat ini anda mengakses forum Laskar Islam sebagai tamu dimana anda tidak mempunyai akses penuh turut berdiskusi yang hanya diperuntukkan bagi member LI. Silahkan REGISTER dan langsung LOG IN untuk dapat mengakses forum ini sepenuhnya sebagai member.

Persoalan Mimpi Follow_me
@laskarislamcom

Terima Kasih
Salam Admin LI
FORUM LASKAR ISLAM
Would you like to react to this message? Create an account in a few clicks or log in to continue.

Persoalan Mimpi

Topik sebelumnya Topik selanjutnya Go down

Persoalan Mimpi Empty Persoalan Mimpi

Post by Admin Mon May 07, 2012 10:48 pm

Imam Ibn Sirin, dalam bukunya Tafsir Al-Ahlam al-Kabier, berkata: “Tidak semua mimpi dapat ditafsirkan makna yang terkandung di dalamnya. Adakala, mimpi bagaikan angin lalu namun ada yang benar-benar menjadi kenyataan. Mimpi insan yang bertakwa merupakan perkhabaran yang akan berlaku, kerana Rasulullah s.a.w tidak bermimpi melainkan mimpi baginda menjadi kenyataan. Sedangkan mimpi insan yang tidak beriman merupakan berita yang disebarkan oleh syaitan.

Dalam suatu riwayat dikisahkan, seorang wanita bertanya, “Wahai Rasulullah, sesungguhnya saya bermimpi melihat sebahagian tubuh baginda berada di rumahku.” Baginda menjawab, “Sesungguhnya Fatimah akan melahirkan seorang anak lelaki, kemudian engkau yang akan menyusukannya”. Tidak lama kemudian Fatimah melahirkan Hussein dan disusukan oleh wanita tersebut.

Sesungguhnya mimpi itu dapat ditafsirkan, namun tidak semua orang mampu mentafsirkan kebenarannya. Mimpi diakui ada dalam syariat Islam. Sedangkan ilmu untuk mentakwil, mentakbir atau mentafsirkannya diiktiraf oleh ramai ulama. Ramai ulama yang ingin mendalami masalah takwil atau tafsir mimpi tetapi tidak ramai yang mengetahuinya.”

Tafsir mimpi menurut pendapat Barat pula telah diamalkan sejak zaman Babylon beribu-ribu tahun yang lalu. Aflatun, Aristu, Cicero, kitab Injil, Shakespeare, Goethe dan Napoleon percaya bahawa mimpi ada tafsirannya. Manusia sudah mentafsirkan lambang dalam mimpi menurut tamadun dan masyarakatnya. Tiada apa pun yang muncul dalam mimpi secara kebetulan.

Hakikat Mimpi dalam Al-Quran dan Al-Sunnah :Allah swt berfirman dalam surah al-fath :“Sesungguhnya Allah akan membuktikan kepada Rasul-Nya, tentang kebenaran mimpinya dengan sebenarnya bahwa sesungguhnya kamu pasti akan memasuki Masjidil Haram, insya Allah dalam keadaan aman, dengan mencukur rambut kepala dan mengguntingnya, sedang kamu tidak merasa takut. Maka Allah mengetahui apa yang tiada kamu ketahui dan Dia memberikan sebelum itu kemenangan yang dekat .?” ( Al-Fath : 27)

Dalam sebuah hadith Nabi saw telah bersabda Mimpi yang benar dari Allah dan mimpi yang buruk dari syaitan ( HR Al-Bukhari dan Muslim )



Dalam hadith yang berasingan nabi bersabda : Mimpi yang benar dari Allah dan mimpi yang buruk dari syaitan , maka apabila kamu melihat yang buruk maka hendaklah mengucapkan ‘A’uzubillah… dan berludah secara isyarat ke sebelah kiri kerana ia tak akan memudharatkan kamu ! ( HR Al-Bukhari dan Muslim )

Tiga Jenis Mimpi

1. Mimpi jasmaniah. Mimpi ini juga dipanggil mainan tidur . Ia sebenarnya adalah tidak penting dan disebabkan oleh fikiran yang kacau, demam, ramuan ubat, dadah dan penyakit. Mimpi ini tiada ramalannya.
2. Mimpi subjektif yang berdasarkan pandangan sendiri. Mimpi ini penuh dengan pelbagai pertanyaan. Walau bagaimanapun, makna sebenar mimpi itu tersembunyi di sebaliknya dan berkiasan. Mimpi ini yang telah dilalui oleh Aziz Misr ( pemimpin Mesir ) yang menyebabkannya bertanya pada Nabi Yusuf as.
3. Mimpi rohaniah. Mimpi ini dijalani oleh roh sendiri. Mimpi ini adalah seperti yang dilalui Abdullah bin Salam ra yang memasuki Islam selepas meyakini kebenarannya.

Jangan khuatir jika anda bermimpi ngeri. Mimpi-mimpi sebegitu biasanya hanya membesar-besarkan situasi yang anda sedang alami atau sesuatu kejadian yang akan berlaku. Mimpi ngeri biasanya mencerminkan sesuatu yang berkaitan dengan situasi pada masa lampau, sekarang atau masa akan datang kejadian tersebut akan terjadi.



Sejauh Mana Kita Boleh Mempercayai Mimpi

Al-Quran menerangkan bahwa sebagian mimpi itu memang ada yang bermakna dan memiliki nilai informasi. Meski tidak semua mimpi seperti itu. Mimpi yang memiliki makna dan bernilai informasi hanya bisa dibaca atau diterjemahkan oleh mereka yang memiliki ilmu tersebut.

Diantara mereka yang secara pasti dan tegas diberi ilmu seperti itu adalah Nabi Yusuf as. Tercatat dalam Al-Quran Nabi Yusuf mentakwilkan mimpi. Yang pertama mimpi melihat sebelas bintang, matahari dan bulan bersujud kepadanya. Dan yang kedua adalah mimpi sang Raja.

Allah SWT berfirman: Ketika Yusuf berkata kepada ayahnya:

“Wahai ayahku , sesungguhnya aku bermimpi melihat sebelas bintang, matahari dan bulan; kulihat semuanya sujud kepadaku. Ayahnya berkata: “Hai anakku, janganlah kamu ceritakan mimpimu itu kepada saudara-saudaramu, maka mereka membuat makar mu. Sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata bagi manusia.” Dan demikianlah Tuhanmu, memilih kamu dan diajarkan-Nya kepadamu sebahagian dari ta’bir mimpi-mimpi dan disempurnakan-Nya ni’mat-Nya kepadamu dan kepada keluarga Ya’qub, sebagaimana Dia telah menyempurnakan ni’mat-Nya kepada dua orang bapakmu sebelum itu, Ibrahim dan Ishak. Sesungguhnya Tuhanmu Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.” (Yusuf : 4-6)



Dan seterusnya tatkala beliau diminta menjelaskan tentang mimpi raja. Firman Allah swt dalam surah yang sama ayat 43-49 maksudnya :

Dan (pada suatu hari) raja Mesir berkata: “Sesungguhnya aku mimpi melihat: tujuh ekor lembu yang gemuk dimakan oleh tujuh ekor lembu yang kurus, dan aku melihat tujuh tangkai (biji-bijian) yang hijau dan tujuh tangkai lagi yang kering. Wahai ketua-ketua kaum (yang hadir, terangkanlah kepadaku tentang mimpiku ini, kalau kamu orang yang pandai menafsirkan mimpi”.Mereka menjawab: “Yang demikian itu ialah mimpi-mimpi yang bercampur aduk, dan kami bukanlah orang-orang yang mengetahui mimpi-mimpi (yang sedemikian) itu”.Dan (pada saat itu) berkatalah orang yang terselamat di antara mereka yang berdua itu, dan yang baharu mengingati (akan pesanan Yusuf) sesudah berlalu suatu masa yang lanjut: “Aku akan memberi tahu kepada kamu tafsirannya. Oleh itu hantarkanlah daku pergi (kepada orang yang mengetahui tafsirannya) “.(Setelah ia berjumpa dengan Yusuf, berkatalah ia): “Yusuf, Wahai orang yang benar (pada segala-galanya)! tafsirkanlah kepada kami (seorang bermimpi melihat): tujuh ekor lembu yang gemuk dimakan oleh tujuh ekor lembu yang kurus; dan tujuh tangkai (biji-bijian) yang hijau serta tujuh tangkai lagi yang kering; (tafsirkanlah) supaya aku kembali kepada orang-orang yang mengutusku itu, semoga mereka dapat mengetahui tafsirannya”.Yusuf menjawab: “Hendaklah kamu menanam bersungguh-sungguh tujuh tahun berturut-turut, kemudian apa yang kamu ketam biarkanlah dia pada tangkai-tangkainya; kecuali sedikit dari bahagian yang kamu jadikan untuk makan. Kemudian akan datang selepas tempoh itu, tujuh tahun kemaraun yang besar, yang akan menghabiskan makanan yang kamu sediakan baginya; kecuali sedikit dari apa yang kamu simpan (untuk dijadikan benih). “Kemudian akan datang pula sesudah itu tahun yang padanya orang ramai beroleh rahmat hujan, dan padanya mereka dapat memerah (hasil anggur, zaitun dan sebagainya)”.

Mimpi sebagai metode pemberian wahyu dan syariat. Sebagian dari mimpi merupakan wahyu dan pensyariatan suatu hukum. Namun itu terbatas pada para Nabi dan Rasul saja. Sedangkan manusia biasa sama sekali tidak dibolehkan mengaku mendapat perintah dari Allah melalui mimpi.

Firman Allah dalam surah al-Saffat ayat 102 :

Maka tatkala anak itu sampai berusaha bersama-sama Ibrahim, Ibrahim berkata: “Hai anakku sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka fikirkanlah apa pendapatmu!” Ia menjawab: “Hai bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; insya Allah kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar”.?( Al-Saaffaat : 102).



Mimpi Sebagai Suatu anugerah Buat Orang-orang Yang Salih orang-orang shalih



Orang-orang yang shalih selalu diilhamkan informasi berita dari Allah tentang peristiwa yang akan terjadi. Namun sifatnya sebagai isyarat saja dan bukan informasi yang detail. Lagi pula tidak dibenarkan mimpi mendapat perintah bentuk ibadah tertentu dari Allah, karena Islam ini sudah lengkap semenjak Rasulullah SAW wafat 1400 tahun yang lalu. Firman Allah dalam surah al-ma`idah ayat ke 3:

maksudnya : Pada hari ini, Aku telah sempurnakan bagi kamu ugama kamu, dan Aku telah cukupkan nikmatKu kepada kamu, dan Aku telah redakan Islam itu menjadi ugama untuk kamu.

Dalam hadith yang sahih Nabi bersabda: Apabila berakhir kenabian , maka tiada lagi al-Mubassyirat, lalu mereka bertanya apakah itu al-Mubassyirat , jawab baginda : Mimpi yang baik ! ( HR Al-Bukhari dan Muslim )



Sabda baginda lagi :

Maksudnya : Sesiapa yang melihatku dlam mimpinya maka dia akan melihatku secara hidup , kerana syaitan tidak akan menyerupaiku , dan mimpi mukmin merupakan satu dari 46 bahagian wahyu !(HR Al-Bukhari dan Muslim )

Mimpi terbagi dua: mimpi yang benar dan yang batil.



Mimpi yang benar ialah yang dialami manusia tatkala kondisi psikologinya seimbang dan keadaan cuaca sedang seperti ditandai oleh bergoyangnya pepohonan hingga berjatuhannya dedaunan. Mimpi yang benar tidak didahului dengan adanya pikiran dan keinginan akan sesuatu yang kemudian muncul dalam mimpi. Kebenaran mimpi juga tidak ternodai oleh peristiwa junub dan haid.

Adapun mimpi yang batil ialah yang ditimbulkan oleh bisikan nafsu, keinginan, dan hasrat. Mimpi demikian tidak dapat ditakwilkan. Demikian pula mimpi “basah” dan mimpi lain yang mewajibkan mandi dikategorikan sebagai mimpi yang batil karena tidak mengandung makna. Sama halnya dengan mimpi yang menakutkan dan menyedihkan karena berasal dari syaitan. Allah Ta’ala berfirman,

“Sesungguhnya pembicaraan rahasia itu adalah dari syaitan, supaya orang-orang yang beriman itu berduka cita, sedang pembicarana itu tiadalah memberi mudharat sedikitpun kepada mereka, kecuali dengan izin Allah dan kepada Allahlah hendaknya orang-orang yang beriman bertawakal.”(al-Mujaadilah: 10)

Jika seseorang mengalami mimpi yang tidak disukai, disunnahkan melakukan lima perbuatan. Yaitu, mengubah posisi tidur, meludah ke kiri sebanyak tiga kali, memohon perlindungan kepada Allah dari godaan syaitan yang terkutuk, bangun dan shalat, dan tidak menceritakan mimpinya kepada siapa pun Mimpi Anda



Anda boleh saja percaya kepada mimpi itu sebagai salah satu bentuk khabar gembira. Tapi kami ingatkan bahwa mimpi kebanyakan manusia juga tidak lepas dari pengaruh syaitan yang kerjanya suka menipu dan menghiasai perbuatan kotor seolah-olah baik. Waspadai mimpi itu karena Anda berkenalan lewat chatting dengan seorang wanita bukan mahram. Syaitan pasti sibuk meniupkan bisikannya ke hati Anda dan memancing Anda berbuat lebih jauh yang pada akhirnya melanggar batas-batas syar`i. Paling tidak, sekarang ini Anda jadi seronok terganggu dengan sosok bayangan dalam mimpi itu. Tapi bukan berarti penulis berburuk sangka dengan mimpi Anda, disarankan Anda lebih waspada, jangan sampai mimpi itu mendorong Anda untuk bertindak terlalu jauh dari batas syar`i.

Ada juga mimpi yang dianugerahkan Allah kepada yang dikehendakinya agar ia mendapatkan hidayah. Ini berdasarkan riwayat al-Hakim mengenai keislaman seorang seorang sahabat, Khalid bin Sa’id bin ‘Ash. Keislaman ini terjadi setelah Khalid mengalami mimpi yang sangat menyeramkan. Dalam mimpinya, dia melihat seakan-akan ayahnya hendak mendorongnya ke neraka, sementara Rasulullah saw. berusaha memegang pinggangnya agai ia tidak terjatuh. Juga atas dasar tafsiran Ibn Hasyirin ketika ia didatangi seseorang yang bermimpi jari-jari tangannya yang ketiga dan keempat kudung. Ia mentakwilkan bahwa mimpi tersebut sebagai peringatan pada orang itu karena salatnya belum sempurna. Sebaik sahaja dia pulang dari bertemu Ibn Hasyirin, ia pun bertobat.

Mimpi Bukannya Hukum

Mimpi tertakluk kepada berbagai persepsi. Bagi para nabi dan rasul, mimpi mereka umumnya adalah saranan wahyu dari Allah SWT. Meski tidak selalu dapat dipastikan demikian. Bukankah dahulu ketika Nabi Ibrahim bermimpi menyembelih anaknya, beliau pun masih perlu melakukan konfirmasi kepada Allah SWT. Sebab beliau masih takut jangan-jangan mimpi itu hanya datang dari syaitan. Maka tatkala anak itu sampai berusaha bersama-sama Ibrahim, Ibrahim berkata: “Hai anakku sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka fikirkanlah apa pendapatmu!” Ia menjawab: “Hai bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; insya Allah kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar”.Setelah keduanya berserah bulat-bulat (menjunjung perintah Allah itu), dan Nabi Ibrahim merebahkan anaknya dengan meletakkan iringan mukanya di atas tompok tanah, (Kami sifatkan Ibrahim – dengan kesungguhan azamnya itu telah menjalankan perintah Kami), Serta Kami menyerunya: “Wahai Ibrahim! “Engkau telah menyempurnakan maksud mimpi yang engkau lihat itu”. Demikianlah sebenarnya Kami membalas orang-orang yang berusaha mengerjakan kebaikan..(QS. As-Shaaffaat : 102-105)Sebagian dari mimpi manusia pun bisa menjadi ilham atau petunjuk yang bersifat subjektif bagi dirinya atau orang lain. Misalnya seseorang melakukan shalat istikharah untuk mendapatkan petunjuk dari Allah SWT atas pilihan yang ada. Allah SWT boleh memberikan petunjuk melalui mimpi-mimpi. Namun sama sekali tidak mungkin bila manusia biasa bermimpi yang ketetapannya berupa aturan baku yang formal tentang syariat. Sebab yang berhak mendapatkan mimpi berupa syariat hanyalah para nabi dan rasul saja. Karena manusia yang dipilih Allah untuk menyampaikan syariat hanyalah nabi dan rasul.

Bahkan ketika Umar bin Al-Khattab bermimpi tentang azan untuk memanggil manusia untuk shalat, azan tidak lantas begitu saja di’endorse’ kan sebagai syariat sebelum Rasulullah SAW memastikannya dan meresmikannya. Dan sebagian mimpi lainnya tidak lebih dari bunga tidur, bahkan mungkin saja datang dari syaitan. Misalnya mimpi buruk. Oleh Rasulullah SAW, bila seseorang mendapatkan mimpi buruk, hendaknya berta`awuz, membaca surat Al-Falaq dan An-Nas serta berlindung kepada Allah SWT. Sedangkan ramalan itu biasanya dilakukan oleh dukun, tukang tenung atau ahli sihir yang mendapat bisikan halus dari syaitan atau jin. Sumbernya adalah informasi yang mereka curi dari langit lalu ditambahkan dengan kebohongan. Firman Allah swt dalam surah al-Hijr ayat 18 :

Maksudnya : kecuali syaitan yang mencuri-curi yang dapat didengar lalu dia dikejar oleh semburan api yang terang.(QS. Al-Hijr : 18) Mendatangi peramal tanpa mempercayainya sudah termasuk perbuatan musyrik, meski hanya main-main. Apalagi mempercayainya. Jelas lebih berat dosa syiriknya.

Melihat Rosulullah Dalam Mimpi

Sabda Nabi : Sesiapa yang melihatku dlam mimpinya maka dia akan melihatku secara hidup , kerana syaitan tidak akan menyerupaiku ! ( HR Al-Bukhari dan Muslim )

Muhammad bin Sirin menjelaskan , maksudnya ialah orang yang menhkaji tentang Nabi sahaja yang dijanjikan dengan kelebihan ini .



Namun haruslah diingat , mimpi bertemu dengan Rasulullah SAW tidak menjamin bahwa orang tersebut adalah orang yang sholih. Ini disebabkan hadis yang menyatakan “Barangsiapa yang melihatku dalam mimpinya, maka aku telah mengharamkan baginya api neraka” merupakan hadis yang tidak jelas asal ushulnya, menyebabkan ianya tidak boleh menjadi pegangan.

Jika yang terlihat dalam mimpi tersebut memiliki sifat-sifat seperti Rasulullah SAW sebagaimana yang dijelaskan oleh hadis-hadis yang shohih, maka mereka inilah yang dimaksudkan dalam hadith di atas memang benar-benar Rasulullah SAW.

Tetapi, jika kita tidak mengetahui bagaimana shifat-shifat Rasulullah SAW sebagaimana yang dijelaskan oleh hadis-hadis yang shohih, maka apa yang kita lihat belum tentu merupakan sosok Rasulullah SAW. Karena bisa saja itu adalah syaitan yang mengaku-aku sebagai Rasulullah saw.Di sini kita dituntut mendalami ilmu-ilmu syariat dan mengkaji seerah Nabi saw supaya dapat mendekatkan diri kepada Islam.

Secara logic Rasulullah SAW itu tidak dapat diserupai oleh makhluq seperti jin dan lainnya. Sehingga bila seseorang bertemu dalam mimpi bertemu dengan Rasulullah SAW, maka memang benar itu adalah Rasulullah SAW dan bukan makhluk yang menyamar. Namun perlu diketahui bahwa hanya ada dua orang yang salih dan beriman sahaja dibenarkan perkataannya bila mengaku bermimpi bertemu Rasulullah SAW.

Pertama, para shahabat Rasulullah SAW, yaitu orang yang pernah bertemu dengan Rasulullah SAW walaupun hanya sekali saja dan dia dalam keadaan muslim saat bertemunya hingga matinya. Bila pengakuan itu datang dari para shahabat, maka 100 % hal itu bisa diterima, karena selain mereka memang mengenal persis sosok Rasulullah SAW , mereka juga adalah orang yang diridhai oleh Allah SWT. Kedua, orang yang telah mempelajari, mengkaji dan mendalami sirah nabawiyah dengan sumber-seumber yang shahih dari Al-Quran dan As-Sunnah bahkan sampai detail-detail ciri pisik Nabi Muhammad SAW.

Bila seseorang mengaku bermimpi bertemu Rasulullah SAW tapi bukan shahabat dan juga bukan orang memenuhi kriteria ke dua di atas, maka bisa dikatakan bahwa apa yang dikatakannya itu tidak benar. Karena bisa saja dia menganggap bahwa orang dalam mimpinya itu sebagai Rasulullah SAW, padahal dia tidak pernah mengetahui seperti apa sosok Rasulullah SAW itu sendiri. Jadi dari mana dia bisa tahu bahwa itu adalah Rasulullah SAW ? Sebenarnya orang yang dilihat itu bukan Rasulullah SAW, tapi karena dia tidsk mengkaji tentang sirah nabawiyah, maka dengan mudah terpedaya oleh perasaannya atau oleh syetan untuk mengatakan bahwa itu adalah Rasulullah SAW.Apalagi bila dalam cerita mimpinya itu dia bercakap-cakap dengan Rasulullah SAW, padahal dia tidak bisa bahasa Arab dan Rasulullah SAW hanya bisa bahasa Arab saja. Tentu saja semua itu menjadi sumber pertanyaan yang harus dijawab. Jadi ketidak-benaran pengakuan itu bisa ada pada dua perkara. Pertama, pengakuan itu salah duga, karena dia menganggap orang dalam mimpinya itu Rasulullah SAW padahal bukan dan hal itu bisa dibuktikan setelah dibandingkan dengan ciri-ciri beliau dalam kitab-kitab sirah nabawiyah. Kedua, bisa saja orang tersebut memang tahu ciri-ciri Rasulullah SAW namun dia berbohong untuk kepentingan tertentu. Tapi yang paling pokok yang harus dipahami adalah bahwa mimpi itu bukan saranan untuk mendapatkan hukum syariat baru. Sehingga bila seseorang mengaku bermimpi bertemu Rasulullah SAW lalu bercerita bahwa Rasulullah SAW memerintahkan ini dan itu yang berkaitan dengan hukum syariat, jelas itu adalah dusta. Karena setelah beliau wafat, syariat Islam telah lengkap dan tidak ada lagi wahyu yang turun, termasuk ?anggapan? bahwa Rasulullah SAW masih kembali ke dunia untuk meneruskan dakwahnya. Tapi bila pengakuan itu datang dari orang yang shalih, berilmu ,dan isi mimpinya tidak mengandung hukum syariat, kita boleh percaya atas perkataannya. Asal sekali lagi apa yang diceritakan dalam mimpi itu tidak berkaitan dengan petunjuk syariat.

Takwil Mimpi Menerusi Al-Quran Dan Al-Sunnah



Rasulullah saw. bersabda, “Mimpi itu ada tiga. Mimpi yang baik merupakan kabar gembira dari Allah. Mimpi yang menyedihkan berasal dari syaitan, dan mimpi yang datang dari obsesi seseorang. Jika salah seorang di antara kalian mimpi yang menyedihkan maka hendaklah dia bangun lalu shalat dan tidak menceritakannya pada orang lain.” (H.R. Bukhari dan Muslim)

Rasulullah saw. bersabda, “Mimpi yang baik adalah dari Allah. Sedangkan mimpi yang menakutkan berasal dari syaitan. Barangsiapa mimpi yang tidak menyenangkan maka hendaklah dia meludah ke sebelah kirinya tiga kali dan berlindung diri kepada Allah dari syaitan, maka mimpi tersebut tidak akan membahayakannya” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)

Bertolak dari hadis-hadis di atas, menurut Aam Amiruddin dalam bukunya Memahami Strategi Jin, kita bisa membuat sejumlah kesimpulan.

Mimpi bisa terjadi karena suatu obsesi. Obsesi tersebut begitu kuat dalam memori kita sehingga muncul dalam mimpi. Misalnya, seorang pemuda yang terobsesi menikahi seseorang gadis jelita, sangat mungkin dia bermimpi menikah atau bertemu dengannya. Ini adalah mimpi yang bersifat fitriah atau alamiah.

Bermimpi yang baik. Mimpi ini datangnya dari Allah, kita wajib mensyukurinya dan boleh menceritakannya pada orang lain sebagai wujud rasa syukur.

Mimpi buruk atau menakutkan. Mimpi ini datangnya dari syaitan. Kita wajib berlindung diri pada Allah, bahkan kalau memungkinkan meludah tiga kali ke sebelah kiri dan jangan menceritakannya pada orang lain –kecuali kalau ingin mengetahui takwil mimpi tersebut. Sebab kalau kita menceritakannya, syaitan akan merasa senang kalau gangguannya itu menjadi bahan pembicaraan manusia.

Berhati-hatilah jika kita bermimpi bertemu dengan orang yang sudah meninggal, misalnya bertemu dengan ayah atau ibu kita yang sudah wafat, sebab dikhawatirkan syaitan menyerupainya. Jadi, kalau kita bermimpi bertemu dengan orang yang sudah wafat, sebaiknya bersegeralah berlindung kepada Allah.



Ustadz Abu Sa’ad al-Wa’izh berkata, “Pada prinsipnya mimpi yang baik itu bersumber dari aneka amal yang benar dan mengingatkan akan aneka akibat dari berbagai urusan. Dari mimpi yang baik itu muncullah aneka perintah, larangan, berita gembira, dan peringatan. Dikatakan demikian karena mimpi yang baik merupakan sisa dan bagian dari kenabian, bahkan ia merupakan satu dari dua bagian kenabian, sebab ada nabi yang wahyunya berupa mimpi. Orang yang menerima wahyu melalui mimpi disebut Nabi. Adapun orang yang menerima ucapan malaikat saat dia terjaga disebut Rasul. Inilah yang membedakan antara nabi dan rasul.”

Abu Ali Hamid bin Muhammad bin Abdullah ar-Rafa` memberitahukan kepada kami, dari Muhammad ibnul-Mughirah, dari Makki bin Ibrahim, dari Hisyam bin Hasan, dari Muhammad bin Sirin, dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah bersabda,

“Jika masa semakin dekat, mimpi seorang muslim nyaris tidak pernah dusta. Muslim yang paling benar mimpinya adalah yang paling jujur perkataannya. Mimpi seorang mukmin merupakan satu bagian dari 46 bagian kenabian. Mimpi ada tiga macam: mimpi yang baik sebagai berita gembira dari Allah ‘azza wa jalla, mimpi seorang muslim yang dialami oleh dirinya sendiri, dan mimpi sedih yang berasal dari syaitan. Jika salah seorang di antara kamu mengalami mimpi yang tidak disukai, janganlah menceritakannya kepada orang lain, bangunlah, kemudian shalatlah.” (Muttafaq ‘alaih)

Beliau bersabda,

“Aku menyukai mimpi ihwal rantai, tetapi tidak menyukai mimpi ihwal belenggu.” (Shahih al-Jami’)

Rantai ditakwilkan dengan keteguhan pada agama.



Abu Abdullah al-Mahlabi dan Muhammad bin Ya’qub bin Yusuf menceritakan kepada kami dari al-‘Abbas ibnul-Walid bin Mazid, dari ‘Uqbah bin ‘Alqamah al-Mu’arifi, dari al-Auza’i, dari Yahya bin Abi Katsir, dari Abi Salamah bin Abdurrahman, dari ‘Ubadah ibnush-Shamit bahwa ia bertanya kepada Rasulullah tentang ayat 63-63 surah Yunus, “Yaitu orang-orang yang beriman dan mereka selalu bertakwa. Bagi mereka berita gembira di dalam kehidupan di dunia dan dalam kehidupan di akhirat.” Maka, Rasulullah menjawab,

“Sungguh kamu telah menanyakan sesuatu kepadaku yang belum pernah ditanyakan oleh seorang pun selainmu. Al-busyra ialah mimpi yang baik yang dialami oleh seseorang atau dianugerahkan Allah kepadanya.” (As-Silsilah ash-Shahihah)

Ustadz Abu Sa’ad berkata, “Hadits-hadits yang kami riwayatkan tersebut menunjukkan bahwa mimpi itu memang sesuatu yang benar secara substansial dan bahwa mimpi itu memiliki ketentuan dan dampak.”

Di antara dalil yang menunjukkan kebenaran mimpi ialah bahwa saat Ibrahim tidur, Allah memperlihatkan kepadanya seolah-olah dia menyembelih putranya. Setelah bangun, dia pun melaksanakan apa yang diperintahkan kepadanya saat tidur. Allah Ta’ala mengisahkan kejadian tersebut,

“Maka tatkala anak itu mencapai kesanggupan berusaha bersama-sama Ibrahim, Ibrahim berkata, ‘Hai anakku sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka, pikirkanlah apa pendapatmu!’ Dia menjawab, ‘Hai bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; insya Allah kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar.’” (ash-Shaaffat: 102)

Setelah Ibrahim a.s. memahami mimpinya dan berupaya melaksanakannya, lalu Allah memberinya jalan keluar karena kasih-sayang-Nya, dia mengetahui bahwa mimpi itu merupakan hukum. Demikian pula halnya dengan mimpi yang dialami Yusuf a.s., yang dikisahkan Allah dalam Al-Qur`an sebagai kisah yang populer dan terkenal.

Abu Sa’id Ahmad bin Muhammad bin Ibrahim meriwayatkan kepada kami dari Ali bin Muhammad al-Waraq, dari Ahmad bin Muhammad bin Nashr, dari Yusuf bin Bilal, dari Muhammad bin Marwan al-Kalbi, dari Abu Shalih, dari Ibnu Abbas bahwa Aisyah berkata, “Rasulullah terkena sihir. Maka, beliau jatuh sakit, sehingga kami mengkhawatirkannya. Ketika beliau berada antara tidur dan terjaga, tiba-tiba turun dua malaikat: yang satu berada di dekat kepala Rasulullah dan yang lain berada di dekat kaki beliau. Malaikat yang berada dekat kepala berkata kepada malaikat yang berada dekat kaki, ‘Mengapa dia sakit?’ Malaikat bertanya demikian supaya Nabi saw. memahami persoalannya.

Temannya menjawab, ‘Terkena sihir.’

‘Siapa yang melakukannya?’

‘Lubaid bin A’sham, orang Yahudi.’

‘Di mana dia melakukannya?’

‘Di sumur Dzarwan.’

‘Bagaimana mengobatinya?’

‘Kirimlah orang ke sumur itu dan keringkan airnya. Jika tampak sebuah batu besar, singkirkanlah karena di bawahnya terdapat tali busur yang berpintal sebelas dan diletakkan di dalam kantong. Setelah itu bakarlah ia. Insya Allah dia sembuh. Jika dia menyuruh orang, hendaknya dia mengeluarkan kantong itu.’”

Ibnu Abbas melanjutkan, “Nabi pun bangun dan beliau telah memahami apa yang dikatakan kepadanya oleh malaikat. Beliau menyuruh ‘Ammar bin Yasir dan sekelompok sahabatnya ke sumur tersebut yang airnya telah berubah seperti inai. Kemudian sumur itu dikeringkan. Setelah tampak batu besar, ia pun digulingkan, dan tampaklah di bawahnya kantong yang berisikan tali busur bersimpul sebelas. Kemudian mereka membawanya kepada Rasulullah. Maka, turunlah surah al-Falaq dan surah an-Naas. Kedua surah ini berjumlah 11 ayat dan sama dengan banyaknya buhul yang berjumlah 11 pula. Setiap kali beliau membaca satu ayat, lepaslah satu buhul. Setelah seluruh buhulnya terbuka, Rasulullah dapat bangkit dan seolah-olah terlepas dari ikatan. Buhul itu pun dibakar. Nabi menyuruh kita berlindung kepada Allah melalui kedua surah tersebut. Lubaid mengunjungi Rasulullah. Meskipun beliau menceritakan kejadian di atas, pada wajah Lubaid tidak tampak perubahan apa pun.”

Hadits di atas menunjukkan kebenaran masalah mimpi dan keberadaannya di dalam banyak hadits, sehingga terlampau panjang untuk menceritakannya.

Ustadz Abu Sa’ad berkata, “Aku melihat bahwa ilmu itu terdiri atas beberapa jenis, di antaranya ada yang bermanfaat bagi dunia, tetapi tidak bermanfaat bagi agama; ada yang bermanfaat bagi dunia dan agama. Ilmu tentang mimpi termasuk ilmu yang bermanfaat bagi dunia dan agama. Kemudian aku shalat istikharah sebelum mengumpulkan apa yang berasal dari Allah dan menempuh metode peringkasan seraya memohon pertolongan kepada-Nya dalam menyempurnakan apa yang diridhai dan dicintai-Nya. Juga berlindung kepada-Nya dari ujian dan fitnah-Nya. Allahlah Pemilik taufik. Cukuplah Dia bagi kami. Dia adalah sebaik-baik Pelindung.”

Petua Mendapat Mimpi Yang Baik



Menerusi perbahasan di atas , jelas kepada kita bahawa kita perlu kepada petunjuk allah dalam segala gerak kerja yang dilakukan. Atau dalam erti kata yang lain mimpi-mimpi yang baik dari Allah merupakan anugerah yang besar untuk kita melalui hari-hari hadapan yang belum pasti .

Ustadz Abu Sa’ad berkata, “Orang perlu menjadi salih dan istiqamah dalam amalnya agar mimpinya mendekati kebenaran. Di antara adab kesopanan itu ialah membiasakan diri berkata jujur. Nabi bersabda dalam hadits muttafaq alaih, ‘Orang yang paling benar mimpinya ialah yang paling benar perkataannya.’”

Adab lainnya ialah tidur dengan punya wudhu. Abu Dzar berkata, “Kekasihku (Muhammad saw.) memberikan tiga pesan kepadaku yang tidak pernah aku tinggalkan hingga mati. Yaitu, puasa tiga hari pada setiap bulan, dua rakaat shalat fajar, dan tidak tidur kecuali dalam berwudhu.” Demikian yang diriwayatkan Bukhari dan Muslim.

Adab lainnya ialah tidur dengan berbaring ke sisi kanan tubuh karena Nabi saw. menyukai bagian kanan dalam segala hal. Diriwayatkan bahwa beliau tidur pada sisi kanan tubuhnya seraya meletakkan tangan kanannya di bawah pipi kanan, lalu berdoa,

“Ya Allah, lindungilah aku dari azab-Mu pada saat Engkau mengumpulkan hamba-hamba-Mu.” (HR Tirmidzi dan Abu Dawud)



Adab-adab Tidur

Agar kita tetap berada dalam lindungan Allah swt., bahkan di saat tidur, perhatikanlah beberapa adab yang dinukil dari hadis-hadis yang tidak diragukan lagi kesahihannya. Adab-adab sebelum tidur tersebut adalah:

memadamkan lampu, mengunci pintu, mengikat gerabah (tempat air), dan menutup makanan

mematikan api (kompor)

wudlu. Wudlu tak hanya dilakukan ketika akan shalat, tetapi bisa dilakukan kapan saja. Bahkan, Rasulullah saw. selalu dalam keadaan suci dari hadas, alias selalu mempunyai wudlu.

shalat witir. Shalat witir adalah salat yang dilakukan antara ba’da Isya hingga menjelang subuh dengan jumlah rakaat yang ganjil misalnya satu, tiga, lima, bahkan tujuh rakaat.

membaca Al Quran. Adapun ayat yang dianjurkan di antaranya adalah Surat Al Baqarah ayat 285-286, Surat Al Ikhlas, Al Falaq, An-Nas, dan ayat-ayat kursi.

membersihkan kasur, berbaring ke arah kanan dan meletakkan tangan di bawah kepala, dan berdoa, “Maha Suci Engkau, ya Allah Tuhanku, karena Engkaulah aku membaringkan tubuhku dan karena Engkau pulalah aku mengangkatnya. Apabila Engkau mencabut jiwaku, maka ampunilah ia dan apabila Engkau melepaskannya (menghidupkan) maka jagalah ia sebagaimana Engkau menjaga hamba-hamba-Mu yang saleh.”

Tanda2 Mimpi yang baik :



Khalid al-Anbari dalam bukunya Kamus Tafsir Mimpi menyebutkan bahwa tanda mimpi yang benar adalah sebagai berikut.

Bersih dari mimpi kosong, bayangan-bayangan yang meresahkan dan menakutkan.

Dapat dipahami ketika terjaga.

Tidur dalam keadaan pikiran jernih, tidak disibukkan oleh persoalan apa pun.

Mimpi tersebut dapat ditakwilkan sesuai dengan apa yang ada di Lauh Mahfuzh.



Sedangkan adab bangun tidur adalah sebagai berikut.

berdoa

istintsar (mengeluarkan air dari hidung) tiga kali

membasuh tangan tiga kali

membasuh wajah dan kedua tangan

berwudlu dan shalat



Ada beberapa waktu tidur yang dibenci Rasulullah, yaitu:

1. antara Shalat Subuh dan terbitnya matahari

2. setelah Shalat Ashar

2. sebelum Shalat Isya

Panduan Buat Para Pentakwil Mimpi :

Ustadz Abu Sa’ad berkata, “Pelaku mimpi hendaknya memelihara etika yang perlu dipegang teguh dan memiliki batasan-batasan yang selayaknya tidak dilampaui. Demikian pula halnya dengan pentakwil.”

Bolehkah kita menakwilkan mimpi? Mari kita becermin pada sejarah. Nabi Yusuf a.s. pernah menakwilkan mimpi dua orang tahanan ketika ia dipenjara bersama mereka dan juga mimpi seorang Raja Mesir. Abu Bakar merupakan orang yang pandai menakwilkan mimpi, salah satunya dengan takwilnya dalam peristiwa di atas. Ini membuktikan bahwa menakwilkan mimpi dibenarkan dalam ajaran Islam, namun kriteria seorang penakwil mimpi sangat jauh dari mudah.

Seorang penakwil mimpi haruslah orang yang jujur (sidiq), cerdas, cerdik, dan suci dari perbuatan keji. Ia mesti belajar tentang Kitab Allah dan sunnah Rasulullah dan ia pun harus paham benar ilmu mentakwilkan mimpi. Ini sejalan dengan apa yang diungkapkan Imam al-Gazali yang menyatakan bahwa fungsi roh sebagai penangkap isyarat Ilahi bagaikan cermin. Dia mampu memantulkan cahaya. Orang yang sidiq merupakan cermin yang paling bersih dan paling bening di mana cahayanya tidak serong sama sekali. Jadi, dia akan menangkap isyarat tersebut.

Untuk menjadi seorang penafsir mimpi, ada beberapa etika yang harus diperhatikan, di antaranya adalah menggembirakan saudaranya ketika ia menceritakan mimpinya; tidak menyebarkan mimpi tersebut karena itu merupakan amanah; tidak menakwilkannya dengan tergesa-gesa; jika dia tidak berkemampuan menakwilkan mimpi tersebut, jangan ragu untuk melimpahkan kepada orang yang lebih tahu (berilmu) dan jangan merasa berat melakukannya; memperlakukan pelaku mimpi secara berbeda, maksudnya tidak menakwilkan mimpi raja seperti menakwilkan mimpi rakyat, sebab mimpi itu berbeda karena perbedaan kondisi pelakunya; dan sebagainya.

Sayangnya mutakhir ini terlalu banyak orang yang secara sembarangan menakwikan mimpi. Di antara alasan keberanian mereka adalah adalah (1) lemahnya keimanan; (2) lalai dari kehidupan akhirat; (3) cinta kemasyhuran; dan (4) kurangnya ilmu.

Dari syarat-syarat yang dikemukakan di atas, tak heran jika ada sebagian masyarakat yang mengharamkan penafsiran mimpi karena dikhawatirkan akan terjebak pada kemusyrikan. Pun dalam buku-buku takwil mimpi, tidak disebutkan secara gamblang tafsiran tersebut. Dalam satu mimpi saja, seorang penakwil bisa megartikan mimpi tersebut menjadi beberapa arti dan tidak ada jaminan mana yang benar. Bahkan mereka pun menganalogikan mimpi tersebut sebagai ramalan cuaca. Kita bisa meramalkan cuaca, namun tidak pasti karena Allah yang menentukan. Wallahu a’lam



Secara umumnya , Etika pelaku mimpi ialah, pertama, dia tidak menceritakan mimpinya kepada orang yang hasad sebagaimana dikatakan Ya’kub kepada Yusuf,

“Ayahnya berkata, ‘Hai anakku, janganlah kamu ceritakan mimpimu itu kepada saudara-saudaramu, maka mereka akan membuat makar untuk membinasakanmu.’” (Yusuf: 5)

Kedua, jangan menceritakan mimpinya kepada orang yang bodoh. Nabi saw. bersabda, “Janganlah kamu menceritakan mimpimu kecuali kepada orang yang dicintai atau kepada orang yang pandai.”

Ketiga, janganlah menceritakan mimpi kecuali secara rahasia karena dia pun melihatnya secara rahasia pula. Jangan menceritakannya kepada anak-anak dan wanita. Sebaiknya mimpi itu diceritakan menjelang awal tahun dan pada pagi hari, bukan sesudah keduanya berakhir .



Selain itu Ustadz Abu Sa’ad berkata, meletakkan syarat-syarat yang lain sebagai berikut.

Pertama, jika saudaranya menceritakan mimpi kepadanya, maka katakanlah, “Aku kira mimpi itu baik.”

Kedua, hendaknya menakwilkan mimpi dengan cara yang paling baik. Diriwayatkan bahwa Nabi saw. bersabda, “Mimpi akan terjadi sebagaimana ia ditakwilkan.” Juga diriwayatkan bahwa beliau bersabda, “Mimpi itu bagaikan kaki yang menggantung selama belum diungkapkan. Jika telah diungkapkan, maka terjadilah.” Demikian yang disebut dalam as-Silsilah ash-Shahihah.

Ketiga, menyimak mimpi dengan baik, kemudian menjawab si penanya dengan jawaban yang mudah dipahami.

Keempat, jangan tergesa-gesa menakwilkan mimpi. Lakukanlah dengan hati-hati.

Kelima, menyembunyikan mimpi dan tidak menyebarkannya sebab ia merupakan amanat. Jangan menakwilkan mimpi ketika matahari terbit, ketika tergelincir, dan ketika terbenam.

Keenam, memperlakukan pelaku mimpi secara berbeda. Janganlah menakwilkan mimpi raja seperti menakwilkan mimpi rakyat, sebab mimpi itu berbeda karena perbedaan kondisi pelakunya.

Ketujuh, merenungkan mimpi yang dikemukakan kepadanya. Jika mimpi itu baik, maka takwilkanlah dan sampaikanlah kabar gembira kepada pelakunya sebelum mimpi itu ditakwilkan. Jika mimpi itu buruk, maka janganlah menakwillkannya atau takwilkanlah bagian mimpi yang takwilnya paling baik. Jika sebagian mimpi itu merupakan kebaikan dan sebagian lagi keburukan, maka bandingkanlah keduanya, lalu ambillah mimpi yang paling tepat dan paling kuat pokoknya. Jika pentakwil mengalami kesulitan, bertanyalah kepada pelaku mimpi ihwal namanya, lalu takwilkannya berdasarkan namanya itu.

Paparan singkat ini cukup kaya bagi orang yang mau merenungkannya dan mencermati maknanya.



Kesimpulan :

Mimpi mungkin menjadi isyarat yang diberikan oleh Allah kepada hambanya berupa berita baik atau buruk dan mimpi ada yang memiliki makna dan ada pula yang berupa mimpi kosong sekadar permainan syaitan kepada manusia.

Mentakwilkan mimpi dibenarkan dalam ajaran Islam, namun seseorang itu mestilah menepati kriteria seorang penakwil mimpi

Manusia biasa sama sekali tidak dibenarkan bila mengaku mendapat perintah dari Allah melalui mimpi

Hujjah yang paling lemah adalah hujjah suatu kaum yang menyandarkan kepada mimpi-mimpi untuk melaksanakan atau meninggalkan suatu amalan

Suatu hukum tidak boleh diambil dari mimpi-mimpi sebelum dipastikan terlebih dahulu dengan dalil, karena gambaran yang ada dalam mimpi kemungkinan tercampur dengan kebatilan

Bagi para nabi dan rasul, mimpi mereka umumnya adalah sarana wahyu dari Allah SWT

Bila salah seorang diantaramu mengalami mimpi buruk yang tidak disukainya, maka hendaknya meludah ke kiri tiga kali dan mohonlah perlindungan kepada Allah dari keburukannya.

Bila seseorang bertemu dalam mimpi bertemu dengan Rasulullah SAW, maka memang benar itu adalah Rasulullah SAW dan bukan makhluk yang menyamar.

Disesuaikan dari beberapa website, dan buku-buku.

sumber: http://zahazanmohamed.blogspot.com/2008/02/kedudukan-mimpi-dalam-islam.html
Admin
Admin
Administrator
Administrator

Male
Posts : 1100
Kepercayaan : Islam
Location : Tanah Melayu
Join date : 03.08.11
Reputation : 55

https://laskarislam.indonesianforum.net

Kembali Ke Atas Go down

Topik sebelumnya Topik selanjutnya Kembali Ke Atas

- Similar topics

Permissions in this forum:
Anda tidak dapat menjawab topik