berlemah lembut sesama aswaja
Halaman 1 dari 1 • Share
berlemah lembut sesama aswaja
Bid’ah adalah keburukan yang menimpa banyak orang yang datang setelah para sahabat. Mereka adalah orang-orang yang melakukan penyimpangan terhadap apa-apa yang dilakukan dan dipegangi oleh para sahabat Radhiyallahu anhu. Imam Malik berkata.
“Artinya : Umat ini tidak akan baik kecuali dengan hal-hal yang telah menyebabkan baik generasi awalnya”
Oleh karena itu, Ahlus Sunnah selalu menyandarkan dirinya kepada sunnah. Adapun selain Ahlus Sunnah, seperti kelompok Jabariyah, Qadariyah, Murji’ah dan Al-Imamiyah Itsna ‘Asyaariyah, mereka menyandarkan diri kepada prinsip mereka yang batil, atau menyandarkan diri kepada prinsip mereka yang batil, atau menyandarkan kepada tokoh-tokoh mereka, seperti kelompok Jahmiyah, Zaidiyah, Asy’ariyah, dan Ibadiyah.
Dalam hal ini, tidak bisa Ahlus Sunnah dikatakan sebagai Wahabiyah, yaitu dinisbatkan kepada Syaikh Muhamamad bin Abdul Wahhab Rahimahullah. Hal ini karena Ahlus Sunnah tidak pernah menyandarkan diri kepada beliau baik ketika belaiu masih hidup maupun setelah wafatnya. Syaikh Muhamamd bin Adbul Wahhab sendiri tidak pernah mengajarkan sesuatu yang baru untuk kemudian ajaran tersebut dinisbatkan kepada dirinya. Bahkan sebaliknya, beliau adalah orang yang teguh mengikuti jalan para Salafush Shalih, menampakkan, menyebarkan dan mengajak orang-orang untuk berpegang teguh dengan Sunnah.
Memang ada sementara orang yang menyebut Ahlus Sunnah sebagai aliran wahabi. Pemberian gelaran ini dilakukan oleh orang-orang yang tidak suka dan dengki atas gencarnya dakwah Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab Rahimahullah. Gelaran seperti ini sengaja dihembuskan agar orang-orang ragu mengikuti kebenaran dan petunjuk yang diajarkan beliau. Gelaran seperti itu juga digunakan agar orang-orang tetap tenggelam dalam bid’ah yang mereka ada-adakan, tindakan yang menyelisihi prinsip Ahlus Sunnah.
Imam Syahtibi berkata dalam kitab Al-I’tisham (I/79), “Abdurrahman Al-Mahdi berkata, ‘Malik bin Anas pernah ditanya tentang Ahlus Sunnah.’ Beliau menjawab, ‘Dia adalah nama yang tidak mempunyai sandaran selain As-Sunnah. Kemudian beliau membaca firman Allah.
“Artinya : Sesungguhnya ini adalah jalan-Ku yang lurus. Oleh karena itu, ikutilah jalan tersebut ! Janganlah kamu mengikuti jalan-jalan lain, karena jalan-jalan itu akan mencerai-beraikan kamu dari jalanNya” [Al-An’am : 153]
Ibnul Qayyim berkata dalam kitab Madarijus Salikin (III/179), “Pernah sebagai Imam (Ulama terkemuka) kaum muslimin ditanya tentang sunnah. Mereka menjawab, ‘As-Sunnah adalah nama yang tidak mempunyai sandaran melainkan As-Sunnah itu sendiri.’ Maksudnya bahwa Ahlus Sunnah tidak mempunyai nama yang dijadikan penisbatan selain As-Sunnah”.
Dalam kitab Al-Intiqa (hal.35) karya Ibnu Abdil Barr disebutkan bahwa pernah ada seseorang bertanya kepada Imam Malik. Orang tersebut bertanya, ‘Siapakah Ahlus Sunnah ?’. Beliau menjawab, “Ahlus Sunnah adalah orang yang tidak mempunyai julukan tertentu untuk mengenali diri mereka. Mereka bukanlah jahmi, tidak pula qadari, juga bukan rafidhi”.
Tidak diragukan lagi, menjadi kewajiban Ahlus Sunnah di setiap zaman dan di setiap tempat untuk saling bersatu dan saling berkasih sayang di antara mereka, serta saling menolong dalam perkara kebaikan dan takwa.
Akan tetapi, sungguh amat disayangkan, sekarang ini banyak muncul pertentangan dan perpecahan di kalangan Ahlus Sunnah. Sebagian dari mereka sibuk mencela saudaranya sesama Ahlus Sunnah, memprovokasi orang-orang untuk menjauhi, dan terkadang melakukan tindakan boikot terhadapnya. Padahal sikap seperti itu semestinya dialamatkan kepada orang-orang yang bukan Ahlus Sunnah, yaitu kepada orang-orang kafir dan ahli bid’ah yang memusuhi Ahlus Sunnah. Adapun sesama Ahlus Sunnah hendaknya ditumbuhkan sikap saling lemah lembut dan saling berkasih sayang. Kalau umpanya suatu ketika mereka perlu mengingatkan saudaranya yang salah, itupun hendaknya dilakukan dengan cara yang halus dan lembut.
Memperhatikan keadaan yang seperti itu, saya memandang perlu menulis beberapa nasehat untuk mereka. Saya memohon keapda Allah Ta’ala semoga Dia berkenan memberikan manfaat dari kalimat-kalimat yang akan saya sampaikan ini.
Dengan tulisan ini saya tidak lain hanyalah bermaksud mengadakan perbaikan semampu saya. Dan tulisan ini hanya akan membawa manfaat bila mendapat taufik dari Allah Ta’ala. Hanya kepada Allah saya bertawakkal dan hanya kepadaNya-lah saya kembali. Selanjutnya, kitab ini saya beri judul :
RIFQAN AHLUSSUNNAH BI AHLISSUNNAH
[Lemah Lembut Sesama Ahlus Sunnah]
Saya bermohon semoga Allah memberi taufik dan keteguhan kepada saya, juga kepada semuanya, serta memperbaiki hubungan mereka, mempertautkan hati mereka, menunjuki mereka jalan keselamatan dan mengeluarkan mereka dari kegelapan menuju cahaya. Sesungguhnya Dia Maha Mendengar lagi Maha Mengabulkan do’a.
[Disalin dari buku Rifqon Ahlassunnah Bi Ahlissunnah Menyikapi Fenomena Tahdzir & Hajr, Penulis Syaikh Abdul Muhsin Bin Hamd Al’Abbad Al-Badr, hal 7-16, Terbitan Titian Hidayah Ilahi]
“Artinya : Umat ini tidak akan baik kecuali dengan hal-hal yang telah menyebabkan baik generasi awalnya”
Oleh karena itu, Ahlus Sunnah selalu menyandarkan dirinya kepada sunnah. Adapun selain Ahlus Sunnah, seperti kelompok Jabariyah, Qadariyah, Murji’ah dan Al-Imamiyah Itsna ‘Asyaariyah, mereka menyandarkan diri kepada prinsip mereka yang batil, atau menyandarkan diri kepada prinsip mereka yang batil, atau menyandarkan kepada tokoh-tokoh mereka, seperti kelompok Jahmiyah, Zaidiyah, Asy’ariyah, dan Ibadiyah.
Dalam hal ini, tidak bisa Ahlus Sunnah dikatakan sebagai Wahabiyah, yaitu dinisbatkan kepada Syaikh Muhamamad bin Abdul Wahhab Rahimahullah. Hal ini karena Ahlus Sunnah tidak pernah menyandarkan diri kepada beliau baik ketika belaiu masih hidup maupun setelah wafatnya. Syaikh Muhamamd bin Adbul Wahhab sendiri tidak pernah mengajarkan sesuatu yang baru untuk kemudian ajaran tersebut dinisbatkan kepada dirinya. Bahkan sebaliknya, beliau adalah orang yang teguh mengikuti jalan para Salafush Shalih, menampakkan, menyebarkan dan mengajak orang-orang untuk berpegang teguh dengan Sunnah.
Memang ada sementara orang yang menyebut Ahlus Sunnah sebagai aliran wahabi. Pemberian gelaran ini dilakukan oleh orang-orang yang tidak suka dan dengki atas gencarnya dakwah Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab Rahimahullah. Gelaran seperti ini sengaja dihembuskan agar orang-orang ragu mengikuti kebenaran dan petunjuk yang diajarkan beliau. Gelaran seperti itu juga digunakan agar orang-orang tetap tenggelam dalam bid’ah yang mereka ada-adakan, tindakan yang menyelisihi prinsip Ahlus Sunnah.
Imam Syahtibi berkata dalam kitab Al-I’tisham (I/79), “Abdurrahman Al-Mahdi berkata, ‘Malik bin Anas pernah ditanya tentang Ahlus Sunnah.’ Beliau menjawab, ‘Dia adalah nama yang tidak mempunyai sandaran selain As-Sunnah. Kemudian beliau membaca firman Allah.
“Artinya : Sesungguhnya ini adalah jalan-Ku yang lurus. Oleh karena itu, ikutilah jalan tersebut ! Janganlah kamu mengikuti jalan-jalan lain, karena jalan-jalan itu akan mencerai-beraikan kamu dari jalanNya” [Al-An’am : 153]
Ibnul Qayyim berkata dalam kitab Madarijus Salikin (III/179), “Pernah sebagai Imam (Ulama terkemuka) kaum muslimin ditanya tentang sunnah. Mereka menjawab, ‘As-Sunnah adalah nama yang tidak mempunyai sandaran melainkan As-Sunnah itu sendiri.’ Maksudnya bahwa Ahlus Sunnah tidak mempunyai nama yang dijadikan penisbatan selain As-Sunnah”.
Dalam kitab Al-Intiqa (hal.35) karya Ibnu Abdil Barr disebutkan bahwa pernah ada seseorang bertanya kepada Imam Malik. Orang tersebut bertanya, ‘Siapakah Ahlus Sunnah ?’. Beliau menjawab, “Ahlus Sunnah adalah orang yang tidak mempunyai julukan tertentu untuk mengenali diri mereka. Mereka bukanlah jahmi, tidak pula qadari, juga bukan rafidhi”.
Tidak diragukan lagi, menjadi kewajiban Ahlus Sunnah di setiap zaman dan di setiap tempat untuk saling bersatu dan saling berkasih sayang di antara mereka, serta saling menolong dalam perkara kebaikan dan takwa.
Akan tetapi, sungguh amat disayangkan, sekarang ini banyak muncul pertentangan dan perpecahan di kalangan Ahlus Sunnah. Sebagian dari mereka sibuk mencela saudaranya sesama Ahlus Sunnah, memprovokasi orang-orang untuk menjauhi, dan terkadang melakukan tindakan boikot terhadapnya. Padahal sikap seperti itu semestinya dialamatkan kepada orang-orang yang bukan Ahlus Sunnah, yaitu kepada orang-orang kafir dan ahli bid’ah yang memusuhi Ahlus Sunnah. Adapun sesama Ahlus Sunnah hendaknya ditumbuhkan sikap saling lemah lembut dan saling berkasih sayang. Kalau umpanya suatu ketika mereka perlu mengingatkan saudaranya yang salah, itupun hendaknya dilakukan dengan cara yang halus dan lembut.
Memperhatikan keadaan yang seperti itu, saya memandang perlu menulis beberapa nasehat untuk mereka. Saya memohon keapda Allah Ta’ala semoga Dia berkenan memberikan manfaat dari kalimat-kalimat yang akan saya sampaikan ini.
Dengan tulisan ini saya tidak lain hanyalah bermaksud mengadakan perbaikan semampu saya. Dan tulisan ini hanya akan membawa manfaat bila mendapat taufik dari Allah Ta’ala. Hanya kepada Allah saya bertawakkal dan hanya kepadaNya-lah saya kembali. Selanjutnya, kitab ini saya beri judul :
RIFQAN AHLUSSUNNAH BI AHLISSUNNAH
[Lemah Lembut Sesama Ahlus Sunnah]
Saya bermohon semoga Allah memberi taufik dan keteguhan kepada saya, juga kepada semuanya, serta memperbaiki hubungan mereka, mempertautkan hati mereka, menunjuki mereka jalan keselamatan dan mengeluarkan mereka dari kegelapan menuju cahaya. Sesungguhnya Dia Maha Mendengar lagi Maha Mengabulkan do’a.
[Disalin dari buku Rifqon Ahlassunnah Bi Ahlissunnah Menyikapi Fenomena Tahdzir & Hajr, Penulis Syaikh Abdul Muhsin Bin Hamd Al’Abbad Al-Badr, hal 7-16, Terbitan Titian Hidayah Ilahi]
keroncong- KAPTEN
-
Age : 70
Posts : 4535
Kepercayaan : Islam
Location : di rumah saya
Join date : 09.11.11
Reputation : 67
Similar topics
» definisi aswaja
» metode dakwah aswaja
» definisi akidah
» sejarah munculnya nama aswaja
» DO'A-LAH DENGAN SUARA LEMBUT
» metode dakwah aswaja
» definisi akidah
» sejarah munculnya nama aswaja
» DO'A-LAH DENGAN SUARA LEMBUT
Halaman 1 dari 1
Permissions in this forum:
Anda tidak dapat menjawab topik