Imam As -Syafi'i dan Peng-ingkar as-sunnah
Halaman 1 dari 1 • Share
Imam As -Syafi'i dan Peng-ingkar as-sunnah
السلام عليكم ورحمة الله وبركاته
أعوذ بالله من الشيطان الرجيم
بسم الله الرحمن الرحيم
Bantahan Imam asy-Syafi'i " Terhadap orang yang Mengingkari as-Sunnah Sebagai Dasar Hukum “
Imam asy-Syafi'i berkata: "Aku tidak pernah mendengar seorang pun yang dipandang ulama berselisih pendapat bahwa Allah swt telah mewajibkan kita untuk mengikuti perintah Rasulullah saw. dan tunduk kepada keputusannya. Allah swt tidak membolehkan seorang pun untuk mengikuti, kecuali kepada Rasul-Nya; ucapan siapa pun tidak wajib diikuti, kecuali jika sesuai dengan Kitabullah atau Sunnah Rasul saw. Sementara itu, selain dari keduanya mengikutinya, juga mereka tidak berselisih bahwa Allah swt mewajibkan kepada kita serta generasi sesudah dan sebelum kita untuk menerima berita dari Rasulullah saw . Kecuali firqah-firqah yang menolaknya, yang pendapatnya akan kami kutipkan, insya Allah.
Lebih lanjut, Imam asy-Syafi'i rohimahulloh berkata: "Ahli kalam berselisih secara tajam dalam mengakui hadits Rasulullah saw . Terjadi juga perselisihan di kalangan orang-orang yang dianggap oleh orang awam sebagai para ulama fiqih dalam masalah berhujjah dengan sunnah dalam beberapa pendapat.
Adapun sebagian yang lain ada yang memperbanyak taklid , meremehkan untuk mengkaji suatu masalah, lalai, dan rakus akan kedudukan." Akan kusebutkan contoh ucapan setiap golongan dari mereka yang kuketahui, insya Allah.
Kemudian, beliau membagi kelompok yang mengingkari sunnah menjadi tiga golongan atau kelompok:
1. Kelompok yang mengingkari sunnah secara totalitas, global, dan rinci. Kelompok ini menolak Sunnah sebagai salah satu dasar syari'at Islam dengan alasan al-Qur-an al-Karim bersifat universal, mencakup segala persoalan apa saja sehingga tak perlu kepada hadits yang para perawinya adalah manusia biasa, yang mempunyai sifat salah dan lupa.
2. Kelompok yang menolak sunnah jika membawa hukum baru yang menambahkan apa yang tidak ada dalam al-Qur-an. Mereka hanya menerima hadits/sunnah yang isinya menjelaskan al-Qur-an.
3. Kelompok yang hanya menolak hadits-hadits ahad sekalipun perawinya adil dan dhabit. Kelompok ini hanya menerima hadits-hadits Rasulullah saw yang mutawatir.
Bantahan Imam asy-Syafi'i terhadap kelompok ketiga ini, akan saya kutipkan saat mcnjelaskan sikapny a tcrhadap hadits ahad, insya Allah.
Adapun kelompok pertama, yang telah menolak Sunnah sama sekali dan hanya mengambil al-Qur-an, ucapan mereka berikut argumentasinya telah dikutip oleh Imam asy-Syafi'i rohimahulloh dengan rinci dan di sini kami akan menyebutkan sebagiannya saja. Perhatikan dialog antara Imam asy-Syafi'i , dengan pengingkar sunnah berikut ini:
Imam asy-Syafi'i rohimahulloh menceritakan bahwa salah seorang pengingkar sunnah berkata: "Sebutkanlah kepadaku dalilmu?" Imam asy-Syafi'i menjawab: "Allah berfirman:
هُوَ الَّذي بَعَثَ فِي الْأُمِّيِّينَ رَسُولاً مِنْهُمْ يَتْلُوا عَلَيْهِمْ آياتِهِ وَ يُزَكِّيهِمْ وَ يُعَلِّمُهُمُ الْكِتابَ وَ الْحِكْمَةَ وَ إِنْ كانُوا مِنْ قَبْلُ لَفي ضَلالٍ مُبينٍ
`Dialah yang mengutus kcpada orang-orang yang buta huruf (bangsa Arab) seorang Rasul di antara mereka, yang membacakan ayat-ayat-Nya kepada mereka, mensucikan mereka, dan mengajarkan kepada mereka Kitab dan Hikmah (Sunnah). Dan sesungguhnya mereka sebelumnya benar-benar dalam kesesatan yang nyata.'" (QS. A1 Jumu'ah: 2)
Pengingkar sunnah itu bcrkata: "Kami tahu yang dimaksud dengan al-Kitab pada ayat tersebut adalah Kitabullah al-Qur-an, sementara tentang al-Hikmah, apa maksudnya?"
Imam asy-Syafi'i menjawab: "Yaitu, sunnah Rasulullah saw
Pengingkar sunnah bertanya lagi: "Apakah mungkin Rasul mengajarkan kepada mereka al-Qur-an secara keseluruhan kemudian mengajarkan al-Hikmah secara khusus padahal ia juga termasuk dari hukum-hukum Allah?"
Imam asy-Syafi'i menjawab: "Maksudnya adalah Rasulullah saw menjelaskan kepada mereka apa yang datang dari Allah swt, misalnya menjelaskan tentang amal-amal yang fardhu, seperti shalat, zakat, haji, dan lain-lain. Dengan kata lain, Allah swt menetapkan fardhu-fardhu-Nya dengan kitab-Nya dan menjelaskan caranya melalui lisan Rasul-Nya saw."
la menukas: "Kalau seperti itu, jawaban Anda adalah salah satu kemungkinan."
Imam asy-Syafi'i berkata: "Apabila engkau bcrpendapat seperti itu, sesungguhnya makna al-Hikmah sama dengan al-Kitab (sama-sama wahyu). Begitu juga dengan apa yang tidak engkau pahami, kecuali dengan penjelasan dari Rasulullah (yakni, bahwa sunnah Rasulullah saw adalah penjelas dari al-Qur-an)."
Si pria berkata: "Jika aku mengatakan bahwa al-Hikmah itu maksudnya adalah al-Qur-an, bukan as-Sunnah seperti yang dikatakan oleh ahli hadits?"
Imam asy-Syafi'i menjawab: "Ketika kata al-Kitab dan alHikmah sebagai dua kata yang berbeda disebut bergandengan, manakah yang lebih bisa diterima: keduanya adalah dua hal yang berbeda atau keduanya satu hal yang sama yang disebut dua kali?"
Si pengingkar sunnah menjawab: "Bisa jadi maksudnya adalah dua hal yang berbeda seperti pendapat engkau, yakni al-Kitab dan asSunnah, bisa juga maksudnya hanya satu."
Imam asy-Syafi'i berkata: "Yang lebih mungkin adalah yang kukatakan karena hal itu didukung oleh ayat dan bertentangan dengan pendapatmu."
"Coba sebutkan ayat itu!" ucap si pria.
Imam asy-Syafi'i berkata: "Allah berfirman:
وَ اذْكُرْنَ ما يُتْلى في بُيُوتِكُنَّ مِنْ آياتِ اللهِ وَ الْحِكْمَةِ إِنَّ اللهَ كانَ لَطيفاً خَبيراً
"Dan ingatlah, apa yang dibacakan di rumahmu dari ayat-ayat Allah dan al-Hikmah (Srrnnah Nabimu). Sesungguhnya Allah adalah Maha lembut lagi Maha Mengetahui.' (QS. Al-Ahzaab: 34)
Pada ayat ini Allah memberitahukan bahwa di rumah-rumah mereka dibacakan dua bacaan (bukan satu bacaan)."
Si pria menukas: "Al-Qur-an memang sebagai bacaan sehingga ia dibaca, tetapi kaitannya dengan membaca al-Hikmah, bagaimana al-Hikmah itu dibacakan?"
Imam asy-Syafi'i berkata: "Makna tilaurah (membaca) tidak lain adalah mengucap dengan al-Qur-an dan as-Sunnah."
"Sekarang barulah jelas bahwa al-Hikmah maksudnya adalah bukan al-Qur-an," ucap si pria pengingkar sunnah itu.
أعوذ بالله من الشيطان الرجيم
بسم الله الرحمن الرحيم
Bantahan Imam asy-Syafi'i " Terhadap orang yang Mengingkari as-Sunnah Sebagai Dasar Hukum “
Imam asy-Syafi'i berkata: "Aku tidak pernah mendengar seorang pun yang dipandang ulama berselisih pendapat bahwa Allah swt telah mewajibkan kita untuk mengikuti perintah Rasulullah saw. dan tunduk kepada keputusannya. Allah swt tidak membolehkan seorang pun untuk mengikuti, kecuali kepada Rasul-Nya; ucapan siapa pun tidak wajib diikuti, kecuali jika sesuai dengan Kitabullah atau Sunnah Rasul saw. Sementara itu, selain dari keduanya mengikutinya, juga mereka tidak berselisih bahwa Allah swt mewajibkan kepada kita serta generasi sesudah dan sebelum kita untuk menerima berita dari Rasulullah saw . Kecuali firqah-firqah yang menolaknya, yang pendapatnya akan kami kutipkan, insya Allah.
Lebih lanjut, Imam asy-Syafi'i rohimahulloh berkata: "Ahli kalam berselisih secara tajam dalam mengakui hadits Rasulullah saw . Terjadi juga perselisihan di kalangan orang-orang yang dianggap oleh orang awam sebagai para ulama fiqih dalam masalah berhujjah dengan sunnah dalam beberapa pendapat.
Adapun sebagian yang lain ada yang memperbanyak taklid , meremehkan untuk mengkaji suatu masalah, lalai, dan rakus akan kedudukan." Akan kusebutkan contoh ucapan setiap golongan dari mereka yang kuketahui, insya Allah.
Kemudian, beliau membagi kelompok yang mengingkari sunnah menjadi tiga golongan atau kelompok:
1. Kelompok yang mengingkari sunnah secara totalitas, global, dan rinci. Kelompok ini menolak Sunnah sebagai salah satu dasar syari'at Islam dengan alasan al-Qur-an al-Karim bersifat universal, mencakup segala persoalan apa saja sehingga tak perlu kepada hadits yang para perawinya adalah manusia biasa, yang mempunyai sifat salah dan lupa.
2. Kelompok yang menolak sunnah jika membawa hukum baru yang menambahkan apa yang tidak ada dalam al-Qur-an. Mereka hanya menerima hadits/sunnah yang isinya menjelaskan al-Qur-an.
3. Kelompok yang hanya menolak hadits-hadits ahad sekalipun perawinya adil dan dhabit. Kelompok ini hanya menerima hadits-hadits Rasulullah saw yang mutawatir.
Bantahan Imam asy-Syafi'i terhadap kelompok ketiga ini, akan saya kutipkan saat mcnjelaskan sikapny a tcrhadap hadits ahad, insya Allah.
Adapun kelompok pertama, yang telah menolak Sunnah sama sekali dan hanya mengambil al-Qur-an, ucapan mereka berikut argumentasinya telah dikutip oleh Imam asy-Syafi'i rohimahulloh dengan rinci dan di sini kami akan menyebutkan sebagiannya saja. Perhatikan dialog antara Imam asy-Syafi'i , dengan pengingkar sunnah berikut ini:
Imam asy-Syafi'i rohimahulloh menceritakan bahwa salah seorang pengingkar sunnah berkata: "Sebutkanlah kepadaku dalilmu?" Imam asy-Syafi'i menjawab: "Allah berfirman:
هُوَ الَّذي بَعَثَ فِي الْأُمِّيِّينَ رَسُولاً مِنْهُمْ يَتْلُوا عَلَيْهِمْ آياتِهِ وَ يُزَكِّيهِمْ وَ يُعَلِّمُهُمُ الْكِتابَ وَ الْحِكْمَةَ وَ إِنْ كانُوا مِنْ قَبْلُ لَفي ضَلالٍ مُبينٍ
`Dialah yang mengutus kcpada orang-orang yang buta huruf (bangsa Arab) seorang Rasul di antara mereka, yang membacakan ayat-ayat-Nya kepada mereka, mensucikan mereka, dan mengajarkan kepada mereka Kitab dan Hikmah (Sunnah). Dan sesungguhnya mereka sebelumnya benar-benar dalam kesesatan yang nyata.'" (QS. A1 Jumu'ah: 2)
Pengingkar sunnah itu bcrkata: "Kami tahu yang dimaksud dengan al-Kitab pada ayat tersebut adalah Kitabullah al-Qur-an, sementara tentang al-Hikmah, apa maksudnya?"
Imam asy-Syafi'i menjawab: "Yaitu, sunnah Rasulullah saw
Pengingkar sunnah bertanya lagi: "Apakah mungkin Rasul mengajarkan kepada mereka al-Qur-an secara keseluruhan kemudian mengajarkan al-Hikmah secara khusus padahal ia juga termasuk dari hukum-hukum Allah?"
Imam asy-Syafi'i menjawab: "Maksudnya adalah Rasulullah saw menjelaskan kepada mereka apa yang datang dari Allah swt, misalnya menjelaskan tentang amal-amal yang fardhu, seperti shalat, zakat, haji, dan lain-lain. Dengan kata lain, Allah swt menetapkan fardhu-fardhu-Nya dengan kitab-Nya dan menjelaskan caranya melalui lisan Rasul-Nya saw."
la menukas: "Kalau seperti itu, jawaban Anda adalah salah satu kemungkinan."
Imam asy-Syafi'i berkata: "Apabila engkau bcrpendapat seperti itu, sesungguhnya makna al-Hikmah sama dengan al-Kitab (sama-sama wahyu). Begitu juga dengan apa yang tidak engkau pahami, kecuali dengan penjelasan dari Rasulullah (yakni, bahwa sunnah Rasulullah saw adalah penjelas dari al-Qur-an)."
Si pria berkata: "Jika aku mengatakan bahwa al-Hikmah itu maksudnya adalah al-Qur-an, bukan as-Sunnah seperti yang dikatakan oleh ahli hadits?"
Imam asy-Syafi'i menjawab: "Ketika kata al-Kitab dan alHikmah sebagai dua kata yang berbeda disebut bergandengan, manakah yang lebih bisa diterima: keduanya adalah dua hal yang berbeda atau keduanya satu hal yang sama yang disebut dua kali?"
Si pengingkar sunnah menjawab: "Bisa jadi maksudnya adalah dua hal yang berbeda seperti pendapat engkau, yakni al-Kitab dan asSunnah, bisa juga maksudnya hanya satu."
Imam asy-Syafi'i berkata: "Yang lebih mungkin adalah yang kukatakan karena hal itu didukung oleh ayat dan bertentangan dengan pendapatmu."
"Coba sebutkan ayat itu!" ucap si pria.
Imam asy-Syafi'i berkata: "Allah berfirman:
وَ اذْكُرْنَ ما يُتْلى في بُيُوتِكُنَّ مِنْ آياتِ اللهِ وَ الْحِكْمَةِ إِنَّ اللهَ كانَ لَطيفاً خَبيراً
"Dan ingatlah, apa yang dibacakan di rumahmu dari ayat-ayat Allah dan al-Hikmah (Srrnnah Nabimu). Sesungguhnya Allah adalah Maha lembut lagi Maha Mengetahui.' (QS. Al-Ahzaab: 34)
Pada ayat ini Allah memberitahukan bahwa di rumah-rumah mereka dibacakan dua bacaan (bukan satu bacaan)."
Si pria menukas: "Al-Qur-an memang sebagai bacaan sehingga ia dibaca, tetapi kaitannya dengan membaca al-Hikmah, bagaimana al-Hikmah itu dibacakan?"
Imam asy-Syafi'i berkata: "Makna tilaurah (membaca) tidak lain adalah mengucap dengan al-Qur-an dan as-Sunnah."
"Sekarang barulah jelas bahwa al-Hikmah maksudnya adalah bukan al-Qur-an," ucap si pria pengingkar sunnah itu.
ibrahim_kf- KOPRAL
-
Posts : 21
Join date : 16.12.11
Reputation : 0
Re: Imam As -Syafi'i dan Peng-ingkar as-sunnah
Kemudian, Imam asy-Syafi'i menjelaskan dalil lain yang menunjukkan bahwa as-Sunnah adalah dasar hukum selain al-Qur-an. Beliau berkata: "Allah swt mewajibkan kepada kita untuk mengikuti Nabi-Nya."
"Mana dalilnya?" tanya si Pria.
Imam asy-Syafi'i menjawab: "Firman Allah swt:
فَلا وَ رَبِّكَ لا يُؤْمِنُونَ حَتَّى يُحَكِّمُوكَ فيما شَجَرَ بَيْنَهُمْ ثُمَّ لا يَجِدُوا في أَنْفُسِهِمْ حَرَجاً مِمَّا قَضَيْتَ وَ يُسَلِّمُوا تَسْليماً
`Maka -demi Rabbmu- mereka tidak heriman sehingga mereka menjadikanmu hakim dalam apa yang diperselisihkan antara mereka, kemudian mereka tidak mendapati rasa keberatan pada diri mereka dengan apa yang engkau putuskan dan mereka pasrah (menerima) dengan sepasrah-pasrahnya.' (QS. An-Nisaa': 65)
مَنْ يُطِعِ الرَّسُولَ فَقَدْ أَطاعَ اللهَ
" Barang siapa mentaati Rasul, maka berarti mentaati Allah.'"(QS. An-Nisaa' : 80)
فَلْيَحْذَرِ الَّذينَ يُخالِفُونَ عَنْ أَمْرِهِ أَنْ تُصيبَهُمْ فِتْنَةٌ أَوْ يُصيبَهُمْ عَذابٌ أَليمٌ
"Maka hendaklah orang-orang yang menyalahi perintah Rasul takut akan ditimpa cobaan atau ditimpa adzab yang pedih. "' (QS. An-Nuur: 63)
Si pria bertutur: "Yang lebih cocok memang a1-Hikmah tersebut diartikan dengan sunnah Rasulullah saw Akan tetapi, ada sebagian teman-temanku yang mengatakan bahwa Allah menyuruh kita pasrah kepada hukum Rasulullah dan hikmahnya, sementara al-Hikmah adalah bagian dari apa yang diturunkan oleh Allah.
Dengan demikian , tentu orang yang tidak mengambil sunnah pun bisa dikatakan pasrah kepada hukum Rasulullah saw .
Imam asy-Syafi'i berkata: "Allah swt benar-benar telah menyuruh kita untuk mengikuti perintahnya melalui firman-Nya yang berbunyi:
وَ ما آتاكُمُ الرَّسُولُ فَخُذُوهُ وَ ما نَهاكُمْ عَنْهُ فَانْتَهُوا وَ اتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ شَديدُ الْعِقابِ
"Apa yang dibawa oleh Rasul kepadamu, maka ambillah; dan apa yang kamu dilarang olehnya, maka tinggalkanlah.'" (QS. AlHasyr: 7).
Si pria kembali berkata: "Memang telah jelas didapati dalam al-Qur-an bahwa Allah mewajibkan bagi kita untuk mematuhi apa yang diperintahkan dan yang dilarang oleh Rasulullah saw kepada kita."
Imam asy-Syafi'i mengomentari: "Kewajiban itu berlaku untuk kita, orang sebelum kita, dan orang sesudah kita."
"Ya," jawab si pria.
"Kalau begitu, bukankah perintah-Nya itu berarti menunjukkan bahwa kita wajib mengambil sunnahnya?" tutur Imam asy-Syafi'i rohimahulloh .
"Ya," jawab si pria.
Maka Imam asy-Syafi'i berkata: "Apakah engkau, orang sebelummu, dan orang yang datang sesudahmu yang belum melihat Rasulullah saw menentukan jalan untuk menunaikan kewajiban yang Allah swt wajibkan dalam mengikuti perintah Rasulullah saw selain keharusan untuk menerima berita yang datang darinya ? Sikapku adalah tidak akan bisa mendapatkan (berita dari Nabi) itu, kecuali melalui khabar (hadits) yang datang dari Rasulullah saw, karena hal itu telah menunjukkan kepadaku bahwasanya Allah telah mewajibkanku untuk mengambil dari Rasulullah saw .
Selanjutnya, Imam asy-Syafi'i , berargumentasi dengan nasakh mansukh dalam al-Qur-an lalu berkata: "Anda juga harus percaya akan adanya nasakh dan mansukh dalam al-Qur-an (penghapusan hukum dengan hukum yang lain)."
"Mana contohnya?" tanyanya.
Imam asy-Syafi'i berkata: "Firman Allah swt :
كُتِبَ عَلَيْكُمْ إِذَا حَضَرَ أَحَدَكُمُ الْمَوْتُ إِنْ تَرَكَ خَيْرًا الْوَصِيَّةُ لِلْوَالِدَيْنِ وَ الْأقْرَبِيْنَ بِالْمَعْرُوفِ حَقًّا عَلَى الْمُتَّقِيْنَ
" Diwajihkan atas kamu apahila seorang di antara kamu kedatangan (tanda-tanda) maut , jika ia meninggalkan harta yang hanyak, (hendaklah) berwiat untuk ibu bapak, dan karib kerahatnya secara ma'ruf.' (QS. Al-Baqarah: 180).
Allah swt berfirman berkenaan dengan Faraidh
وَ لِأَبَوَيْهِ لِكُلِّ واحِدٍ مِنْهُمَا السُّدُسُ مِمَّا تَرَكَ إِنْ كانَ لَهُ وَلَدٌ فَإِنْ لَمْ يَكُنْ لَهُ وَلَدٌ وَ وَرِثَهُ أَبَواهُ فَلِأُمِّهِ الثُّلُثُ فَإِنْ كانَ لَهُ إِخْوَةٌ فَلِأُمِّهِ السُّدُسُ مِنْ بَعْدِ وَصِيَّةٍ يُوصي بِها أَوْ دَيْنٍ آباؤُكُمْ وَ أَبْناؤُكُمْ لا تَدْرُونَ أَيُّهُمْ أَقْرَبُ لَكُمْ نَفْعاً فَريضَةً مِنَ اللهِ إِنَّ اللهَ كانَ عَليماً حَكيماً
" Dan untuk dua orang ibu bapak, bagi mereka masing-masing seperenam dari harta yang ditinggalkannya, jika yang meninggal itu mempunyai anak. Apabila orang yang meninggal itu tidak mempunyai anak (dan ia diwarisi oleh ibu bapaknya saja, maka ibunya mendapat sepertiga , jika yang meninggal itu memiliki heherapa uurdara, maka ibunya mendapat seperenam ".(QS. An-Nisaa: 11).
Berdasarkan hadits yang sampai kepada kita, kita mengatakan bahwa ayat faraidh me-mansukh (menghapus) ayat wasiat kepada ibu bapak. Andaikata kita menolak hadits, akan ada seseorang yang berpendapat: `Wasiat menghapus faraidh.' Apakah kita dapati hujjah yang dapat menanggapi anggapan ini selain dari sunnah Rasulullah saw .
Reff:kupi pastel dari kitab manhaj aqidah imam syafi'i
"Mana dalilnya?" tanya si Pria.
Imam asy-Syafi'i menjawab: "Firman Allah swt:
فَلا وَ رَبِّكَ لا يُؤْمِنُونَ حَتَّى يُحَكِّمُوكَ فيما شَجَرَ بَيْنَهُمْ ثُمَّ لا يَجِدُوا في أَنْفُسِهِمْ حَرَجاً مِمَّا قَضَيْتَ وَ يُسَلِّمُوا تَسْليماً
`Maka -demi Rabbmu- mereka tidak heriman sehingga mereka menjadikanmu hakim dalam apa yang diperselisihkan antara mereka, kemudian mereka tidak mendapati rasa keberatan pada diri mereka dengan apa yang engkau putuskan dan mereka pasrah (menerima) dengan sepasrah-pasrahnya.' (QS. An-Nisaa': 65)
مَنْ يُطِعِ الرَّسُولَ فَقَدْ أَطاعَ اللهَ
" Barang siapa mentaati Rasul, maka berarti mentaati Allah.'"(QS. An-Nisaa' : 80)
فَلْيَحْذَرِ الَّذينَ يُخالِفُونَ عَنْ أَمْرِهِ أَنْ تُصيبَهُمْ فِتْنَةٌ أَوْ يُصيبَهُمْ عَذابٌ أَليمٌ
"Maka hendaklah orang-orang yang menyalahi perintah Rasul takut akan ditimpa cobaan atau ditimpa adzab yang pedih. "' (QS. An-Nuur: 63)
Si pria bertutur: "Yang lebih cocok memang a1-Hikmah tersebut diartikan dengan sunnah Rasulullah saw Akan tetapi, ada sebagian teman-temanku yang mengatakan bahwa Allah menyuruh kita pasrah kepada hukum Rasulullah dan hikmahnya, sementara al-Hikmah adalah bagian dari apa yang diturunkan oleh Allah.
Dengan demikian , tentu orang yang tidak mengambil sunnah pun bisa dikatakan pasrah kepada hukum Rasulullah saw .
Imam asy-Syafi'i berkata: "Allah swt benar-benar telah menyuruh kita untuk mengikuti perintahnya melalui firman-Nya yang berbunyi:
وَ ما آتاكُمُ الرَّسُولُ فَخُذُوهُ وَ ما نَهاكُمْ عَنْهُ فَانْتَهُوا وَ اتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ شَديدُ الْعِقابِ
"Apa yang dibawa oleh Rasul kepadamu, maka ambillah; dan apa yang kamu dilarang olehnya, maka tinggalkanlah.'" (QS. AlHasyr: 7).
Si pria kembali berkata: "Memang telah jelas didapati dalam al-Qur-an bahwa Allah mewajibkan bagi kita untuk mematuhi apa yang diperintahkan dan yang dilarang oleh Rasulullah saw kepada kita."
Imam asy-Syafi'i mengomentari: "Kewajiban itu berlaku untuk kita, orang sebelum kita, dan orang sesudah kita."
"Ya," jawab si pria.
"Kalau begitu, bukankah perintah-Nya itu berarti menunjukkan bahwa kita wajib mengambil sunnahnya?" tutur Imam asy-Syafi'i rohimahulloh .
"Ya," jawab si pria.
Maka Imam asy-Syafi'i berkata: "Apakah engkau, orang sebelummu, dan orang yang datang sesudahmu yang belum melihat Rasulullah saw menentukan jalan untuk menunaikan kewajiban yang Allah swt wajibkan dalam mengikuti perintah Rasulullah saw selain keharusan untuk menerima berita yang datang darinya ? Sikapku adalah tidak akan bisa mendapatkan (berita dari Nabi) itu, kecuali melalui khabar (hadits) yang datang dari Rasulullah saw, karena hal itu telah menunjukkan kepadaku bahwasanya Allah telah mewajibkanku untuk mengambil dari Rasulullah saw .
Selanjutnya, Imam asy-Syafi'i , berargumentasi dengan nasakh mansukh dalam al-Qur-an lalu berkata: "Anda juga harus percaya akan adanya nasakh dan mansukh dalam al-Qur-an (penghapusan hukum dengan hukum yang lain)."
"Mana contohnya?" tanyanya.
Imam asy-Syafi'i berkata: "Firman Allah swt :
كُتِبَ عَلَيْكُمْ إِذَا حَضَرَ أَحَدَكُمُ الْمَوْتُ إِنْ تَرَكَ خَيْرًا الْوَصِيَّةُ لِلْوَالِدَيْنِ وَ الْأقْرَبِيْنَ بِالْمَعْرُوفِ حَقًّا عَلَى الْمُتَّقِيْنَ
" Diwajihkan atas kamu apahila seorang di antara kamu kedatangan (tanda-tanda) maut , jika ia meninggalkan harta yang hanyak, (hendaklah) berwiat untuk ibu bapak, dan karib kerahatnya secara ma'ruf.' (QS. Al-Baqarah: 180).
Allah swt berfirman berkenaan dengan Faraidh
وَ لِأَبَوَيْهِ لِكُلِّ واحِدٍ مِنْهُمَا السُّدُسُ مِمَّا تَرَكَ إِنْ كانَ لَهُ وَلَدٌ فَإِنْ لَمْ يَكُنْ لَهُ وَلَدٌ وَ وَرِثَهُ أَبَواهُ فَلِأُمِّهِ الثُّلُثُ فَإِنْ كانَ لَهُ إِخْوَةٌ فَلِأُمِّهِ السُّدُسُ مِنْ بَعْدِ وَصِيَّةٍ يُوصي بِها أَوْ دَيْنٍ آباؤُكُمْ وَ أَبْناؤُكُمْ لا تَدْرُونَ أَيُّهُمْ أَقْرَبُ لَكُمْ نَفْعاً فَريضَةً مِنَ اللهِ إِنَّ اللهَ كانَ عَليماً حَكيماً
" Dan untuk dua orang ibu bapak, bagi mereka masing-masing seperenam dari harta yang ditinggalkannya, jika yang meninggal itu mempunyai anak. Apabila orang yang meninggal itu tidak mempunyai anak (dan ia diwarisi oleh ibu bapaknya saja, maka ibunya mendapat sepertiga , jika yang meninggal itu memiliki heherapa uurdara, maka ibunya mendapat seperenam ".(QS. An-Nisaa: 11).
Berdasarkan hadits yang sampai kepada kita, kita mengatakan bahwa ayat faraidh me-mansukh (menghapus) ayat wasiat kepada ibu bapak. Andaikata kita menolak hadits, akan ada seseorang yang berpendapat: `Wasiat menghapus faraidh.' Apakah kita dapati hujjah yang dapat menanggapi anggapan ini selain dari sunnah Rasulullah saw .
Reff:kupi pastel dari kitab manhaj aqidah imam syafi'i
ibrahim_kf- KOPRAL
-
Posts : 21
Join date : 16.12.11
Reputation : 0
Similar topics
» wasiat imam syafii
» definisi akidah
» perkataan 4 imam mazhab mengikuti ahli sunnah
» Buat Sha-Sha CS: Kisah ini ingkar janji apa bukan?
» mengagungkan sunnah
» definisi akidah
» perkataan 4 imam mazhab mengikuti ahli sunnah
» Buat Sha-Sha CS: Kisah ini ingkar janji apa bukan?
» mengagungkan sunnah
Halaman 1 dari 1
Permissions in this forum:
Anda tidak dapat menjawab topik