FORUM LASKAR ISLAM
welcome
Saat ini anda mengakses forum Laskar Islam sebagai tamu dimana anda tidak mempunyai akses penuh turut berdiskusi yang hanya diperuntukkan bagi member LI. Silahkan REGISTER dan langsung LOG IN untuk dapat mengakses forum ini sepenuhnya sebagai member.

Orientalis dan Pencitraan Sang Nabi serta Islam Follow_me
@laskarislamcom

Terima Kasih
Salam Admin LI


Join the forum, it's quick and easy

FORUM LASKAR ISLAM
welcome
Saat ini anda mengakses forum Laskar Islam sebagai tamu dimana anda tidak mempunyai akses penuh turut berdiskusi yang hanya diperuntukkan bagi member LI. Silahkan REGISTER dan langsung LOG IN untuk dapat mengakses forum ini sepenuhnya sebagai member.

Orientalis dan Pencitraan Sang Nabi serta Islam Follow_me
@laskarislamcom

Terima Kasih
Salam Admin LI
FORUM LASKAR ISLAM
Would you like to react to this message? Create an account in a few clicks or log in to continue.

Orientalis dan Pencitraan Sang Nabi serta Islam

Topik sebelumnya Topik selanjutnya Go down

Orientalis dan Pencitraan Sang Nabi serta Islam Empty Orientalis dan Pencitraan Sang Nabi serta Islam

Post by abu hanan Wed Dec 26, 2012 12:09 pm

Kandungan al-Quran yang mengecam ajaran Yahudi dan Kristen seperti itu jelas akan menuai reaksi balik sepanjang masa. Seorang Kaisar Bizantin, Leo III (717-741 M), misalnya, telah menuduh al-Hajjaj ibn Yusuf al-Tsaqafi, seorang gubernur di zaman kekhalifahan Abdul Malik ibn Marwan (684-704 M) telah mengubah al-Quran (Arthur Jeffery, “Ghevond’s Text of the Correspondence between Umar II and Leo III, Harvard Theological Review, 269-332).

Peter, pendeta di Maimuma, pada tahun 743 menyebut Rasululllah SAW sebagai nabi palsu. Yahya al-Dimasyqi atau dikenal juga sebagai John of Damascus (m. 750) juga menulis dalam bahasa Yunani kuno kepada kalangan Kristen ortodoks bahwa Islam mengajarkan anti-Kristus. John of Damascus berpendapat bahwa Muhammad adalah seorang penipu kepada orang Arab yang bodoh. Dengan liciknya, katanya, Muhammad bisa mengawini Khadijah sehingga mendapat kekayaan dan kesenangan.

Dengan cerdasnya, Muhammad menyembunyikan penyakit epilepsinya ketika menerima wahyu dari Jibril. Muhammad memiliki hobi perang karena nafsu seksnya tidak tersalurkan. (Daniel J Sahas, John of Damascus on Islam: “The Heresy of the Ishmaelites”, Leiden: E. J. Brill, 1972, hlm. 67-95).John atau Johannes berpendapat bahwa Mamed adalah seorang nabi palsu dan secara kebetulan mengetahui isi Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru serta berpura-pura pernah bertemu dengan Arius. Setelah itu, Mamed membuat sendiri ajaran sesatnya. Johannes menegaskan Mamed sendiri tidak sadar kalau menerima wahyu karena mendapatkannya ketika sedang tidur.

Tak cukup itu, Johannes juga mengatakan bahwa Mamed bukanlah seorang nabi (alias nabi palsu) karena perilakunya yang tidak bermoral. Mamed, katanya, membolehkan mengawini banyak perempuan dan ia sendiri mengawini istri anak angkatnya sendiri.

Seirama dengan John of Damascus, Pastor Bede dari Inggris yang hidup pada tahun 673-735 M berpendapat bahwa Muhammad adalah seorang manusia padang pasir yang liar (a wild man of desert). Bede menggambarkan Muhammad sebagai kasar, cinta perang dan biadab, buta huruf, status sosial yang rendah, bodoh tentang dogma Kristen, dan tamak kuasa, sehingga ia menjadi penguasa dan mengklaim sebagai seorang nabi.

Sikap menghina Rasulullah SAW berlanjut pada zaman pertengahan Barat. Pada saat itu, Rasulullah SAW disebut sebagai Mahound, atau juga Mahoun, Mahun, Mahomet, di dalam bahasa Prancis Mahon, di dalam bahasa Jerman Machmet, yang sinonim dengan s*t*n, berhala. Jadi, Muhammad bukan sebagai seorang nabi palsu. Lebih dari itu, ia merupakan seorang penyembah berhala yang disembah oleh orang Arab yang bodoh.

Hujatan kepada Rasulullah juga dilakukan oleh para rahib terkemuka Kristen yang lain. Misalnya dilontarkan oleh Pierre Maurice de Montboissier yang juga dikenal sebagai Petrus Venerabilis alias Peter the Venerable (1049-1156), seorang kepala biara Cluny di Perancis.
Dalam buku Popular Attitudes Towards Islam in Medieval Europe, juga dalam Western Views of Islam in Medieval and Early Modern Europe (editor Michael Frasseto and Davis R Blanks), Pierre Maurice pernah menegaskan bahwa Mahomet adalah an evil man (orang jahat) dan satan (s*t*n) karena mengajarkan anti-Kristus.

Hujatan demi hujatan terus berlanjut. Ricoldus de Monte Crucis alias Ricoldo da Monte Croce (±1243-1320), seorang biarawan Dominikus, menulis beberapa karya yang juga menghujat Islam. Menurut Ricoldo, yang mengarang Al-Qur`an dan membuat Islam adalah s*t*n.
Kata Ricoldo, sebagaimana dikutip Patrick O’Hair Cate dalam Each Other’s Scripture:
“Pengarang bukanlah manusia tetapi s*t*n, yang dengan kejahatannya serta izin Tuhan dengan pertimbangan dosa manusia, telah berhasil untuk memulai karya anti-Kristus. s*t*n tersebut, ketika melihat iman Kristiani semakin bertambah besar di Timur dan berhala semakin berkurang, dan Heraclius, yang menghancurkan menara menjulang yang dibangun oleh Chosroes dengan emas, perak dan batu-batu permata untuk menyembah berhala-berhala, mengatasi Chosroes pembela berhala. Dan ketika s*t*n melihat palang salib Kristus diangkat oleh Heraclius, dan tidaklah mungkin lagi untuk membela banyak tuhan atau menyangkal Hukum Musa dan Bibel Kristus, yang telah menyebar ke seluruh dunia, s*t*n tersebut merancang sebuah bentuk hukum (agama) yang pertengahan jalan antara Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru, dalam rangka untuk menipu dunia. Dengan maksud ini ia memilih Muhammad.”

Pada zaman kelahiran kembali (Renaissance) Barat dan zaman Reformasi (Reformation) Barat, image buruk terus berlanjut. Marlowes Tamburlaine menuduh al-Quran sebagai karya s*t*n. Martin Luther menganggap Muhammad sebagai orang jahat dan mengutuknya sebagai anak s*t*n.
Martin Luther (1483-1546) berpendapat, “The devil is the ultimate author of the Qur`an (s*t*n adalah pengarang terakhir Al-Qur`an). Pendapat Luther didasarkan kepada penafsirannya terhadap Yohannes 8 (44).Luther berpendapat bahwa s*t*n adalah a liar and murderer (seorang pembohong dan pembunuh). Al-Qur`an mengajarkan kebohongan dan pembunuhan. Oleh sebab itu, yang mengarang Al-Qur`an (Mahomet) dikontrol oleh s*t*n.

Luther juga menyatakan, “Jadi ketika jiwa pembohong mengontrol Mahomet, dan s*t*n telah membunuh jiwa-jiwa Mahomet dengan Al-Qur`an dan telah menghancurkan keimanan orang-orang Kristen, s*t*n harus terus mengambil pedang dan mulai membunuh tubuh-tubuh mereka.” (Lihat Martin Luther, On War Against the Turk, penerjemah Charles M Jacobs)
Menurut Luther, Mahomet, Al-Qur`an, dan orang-orang Turki semuanya adalah produksi s*t*n. “Namun sebagaimana Paus yang anti-Kristus, begitu juga orang-orang Turki yang merupakan penjelmaan s*t*n,” ujar Luther.

Sebagaimana Ricoldo, Luther menganggap Tuhan orang-orang Turki adalah demon (s*t*n) karena ketika orang-orang Turki berperang, mereka berteriak Allah! Allah! Ini sama halnya dengan tentara-tentara Paus ketika berperang berteriak Ecclesia! Ecclesia! Bagi Luther, teriakan gereja (ecclesia) berasal dari s*t*n.

Luther menegaskan, dalam peperangan, sebenarnya Tuhan orang-orang Turki yang lebih banyak bertindak dibanding orang-orang Turki sendiri. Tuhan mereka yang memberi keberanian dan trik, yang mengarahkan pedang dan tangan, kuda dan manusia.
Luther menyimpulkan Mahomet mengajarkan kebohongan, pembunuhan dan tidak menghargai perkawinan. Mahomet bohong karena menolak kematian Yesus dan ketuhanan Yesus sebagaimana yang diajarkan Bibel.

Tak hanya menghina, Luther juga memfitnah dengan mengatakan bahwa Mahomet mengajarkan bahwa hukum ditegakkan dengan pedang dan keimanan Kristiani dan pemerintahan Muslim perlu dihancurkan, dan Turki (Muslim) adalah pembunuh. (Lihat Patrick O’Hair Cate, Each Other’s Scripture).

Dalam pandangan Luther, Mahomet membolehkan siapa saja untuk beristri sebanyak yang diinginkan. Menurutnya, merupakan kebiasaan bagi seorang laki-laki Turki untuk memiliki sepuluh atau dua puluh istri dan meninggalkan atau menjual siapa yang dia inginkan. Sehingga wanita-wanita Turki dianggap murah yang tidak ada harganya dan dianggap rendah; mereka dibeli dan dijual seperti binatang ternak. (Martin Luther, On War Against the Turk)

Pada zaman Pencerahan Barat, Voltaire menganggap Muhammad sebagai fanatik, ekstremis, dan pendusta yang paling canggih. Biografi Rasulullah SAW beserta al-Quran terus menjadi target.

Snouck Hurgronje mengatakan: “Pada zaman skeptik kita ini, sangat sedikit sekali yang di atas kritik, dan suatu hari nanti kita mungkin mengharapkan untuk mendengar bahwa Muhammad tidak pernah ada (in our skeptical times there is very little that is above criticism, and one day or other we may expect to hear that Muhammad never existed).
Harapan Hurgronje ini selanjutnya terealisasikan dalam pemikiran Klimovich, yang menulis sebuah artikel diterbitkan pada tahun 1930 dengan berjudul “Did Muhammad Exist?” Dalam artikel tersebut, Klimovich menyimpulkan bahwa semua sumber informasi tentang kehidupan Muhammad adalah buat-buatan. Muhammad adalah fiksi yang wajib karena selalu adanya asumsi bahwa setiap agama harus mempunyai pendiri. Sikap para orientalis seperti itu tidak bisa disederhanakan kategorisasinya menjadi orientalis klasik yang berbeda dengan orientalis kontemporer.

Orientalis kontemporer tetap mengusung gagasan orientalis klasik sekalipun dengan kadar, level, cara dan strategi yang berbeda. Intinya sama saja yaitu mengingkari kenabian Muhammad dan kebenaran al-Quran. Penolakan seperti itu adalah loci communes (common places) dalam pemikiran para orientalis. Ini bisa dimengerti karena eksistensi agama mereka tergugat dengan munculnya Islam. Karena hal ini juga, wajar jika kajian mereka kepada Rasulullah SAW dan al-Quran tidak dibangun dari keimanan, sebagaimana sikap seorang Muslim.

Para orientalis yang mengkaji bidang teologi dan filsafat Islam sejak DB MacDonald, Alfred Gullimaune, Montgomery Watt, atau sebelumnya hingga Majid Fakhry, Henry Corbin, Michael Frank, Richard J McCarthy, Harry A Wolfson, Shlomo Pines, dan lain-lain mempunyai pandangan yang hampir sama. Di antara asumsi yang umum mereka pegang erat-erat adalah bahwa filsafat, sains, dan hal-hal yang rasional tidak ada akarnya dalam Islam
. Islam hanyalah “carbon copy” dari pemikiran Yunani. Padahal diskursus filsafat di Ionia tidak ada apa-apanya dibandingkan wacana yang bersifat metafisis pada awal tradisi pemikiran Islam yang berkembang di zaman Nabi dan sahabat.
Artinya para orientalis tidak mau mengakui bahwa pandangan hidup Islam adalah unsur utama berkembangnya peradaban Islam.
Sikap simpatik para orientalis terhadap Islam tidak serta merta menjadikan pemikiran mereka menjadi benar. Sebab, asumsi dan juga konsekuensi di atas adalah pengingkaran terhadap tradisi intelektual Islam yang berbasis pada wahyu. Transmisi ilmu pengetahuan melalui sumber yang disebut kabar mutawatir tidak diakui oleh mereka sebagai valid.



Terakhir diubah oleh abu hanan tanggal Tue Jan 15, 2013 6:02 pm, total 1 kali diubah
abu hanan
abu hanan
GLOBAL MODERATOR
GLOBAL MODERATOR

Male
Age : 90
Posts : 7999
Kepercayaan : Islam
Location : soerabaia
Join date : 06.10.11
Reputation : 224

Kembali Ke Atas Go down

Orientalis dan Pencitraan Sang Nabi serta Islam Empty Re: Orientalis dan Pencitraan Sang Nabi serta Islam

Post by abu hanan Wed Dec 26, 2012 12:10 pm

Jadi, sekalipun pengetahuan mereka tentang sejarah pemikiran keislaman mendalam, namun kajian mereka tetap fragmentatif. Mereka tidak menghubungkan kajian mereka tentang Islam yang spesifik dengan prinsip yang umum dan universal. Kajian mereka tentang hal-hal yang spesifik seperti tentang sejarah al-Quran, etika dalam Islam, politik dalam Islam, dan lain-lain tidak dikaitkan dengan makna Islam sebagai suatu agama dan pandangan hidup yang memiliki prinsip dan tradisinya sendiri.

Prinsip bahwa ilmu mendorong kepada iman, misalnya, tidak tecermin dalam tulisan-tulisan mereka. Ilmu-ilmu keislaman yang mereka miliki tidak mendorong pembacanya untuk beriman kepada Allah SWT. Tidak juga membuat mereka sendiri yakin dengan kebenaran Islam. Dan yang jelas mereka tidak bisa disebut sebagai ulama.

Dan ternyata, hujatan dan hinaan tersebut telah menjadi bagian dari studi orientalisme.

Tuduhan Pengaruh Yahudi
Gagasan bahwa ajaran Yahudi banyak mempengaruhi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam diprakarsai oleh Abraham Geiger (1810-1874), intelektual sekaligus rabi dan pendiri Yahudi Liberal di Jerman.
Tulisnya dalam buku “Was hat Muhammad aus dem Judenthume aufgenommen? “ (Apa yang Telah Muhammad Pinjam dari Yahudi?), terbit 1833, untuk mengarang Al-Qur`an, Muhammad telah meminjam sejumlah kosa kata Ibrani seperti tabut, Taurat, jannatu ‘adn, jahannam, ahbar, darasa, Rabbani, sabt, thaghut, furqan, ma’un, mathani, malakut.

Agama Yahudi dianggap mempengaruhi Muhammad ketika mengemukakan hal-hal yang menyangkut keimanan dan doktrin, peraturan-peraturan hukum dan moral, serta pandangan tentang kehidupan. Cerita-cerita dalam Al-Qur`an pun tidak terlepas dari pengaruh Yahudi.
Adanya kecaman Al-Qur`an terhadap Yahudi dianggap sebagai kesalahan Muhammad karena telah menyimpang dan salah mengerti doktrin-doktrin agama Yahudi.

Sementara Theodor Nöldeke, sarjana Kristen dari Jerman, berpendapat bahwa karangan Muhammad (Al-Qur`an) salah fatal karena menyebut Haman adalah menteri Fir’aun, padahal menteri Ahasuerus; menyamakan Maryam, saudara perempuan Musa, dengan Maryam Ibunya Nabi Isa. “Orang Yahudi yang paling t*l*l pun tidak akan melakukan kesalahan seperti Muhammad,” katanya.

Kesalahan fatal Al-Qur`an yang lain, menurut Nöldeke, adalah anggapan Muhammad bahwa tanah Mesir subur disebabkan hujan. Muhammad banyak salah-paham, misalnya ketika menerapkan ungkapan-ungkapan Aramaik. Furqan, misalnya, sebenarnya bermakna redemption (penebusan), namun bagi Muhammad makna tersebut dalam bahasa Arab menjadi revelation (wahyu). Millah sepatutnya bermakna word (kata), namun dalam Al-Qur`an menjadi agama. (Theodore Nöldeke, Sketches from Eastern History, London, 1985, hal 37-38).

Para sarjana itu melacak pengaruh Yahudi-Kristen kepada Muhammad karena ingin mengungkap orisinalitas ide dan wawasan Muhammad. Menurut Hartwig Hirschfeld, seorang Yahudi Jerman kelahiran Prussia, “Pengetahuan tentang sumber-sumber orisinal yang hanya dapat menerangkan apa yang sering nampak pada awal mulanya kabur dan tidak bermakna. Salah satu kesulitan utama di hadapan kita adalah untuk memastikan apakah ide atau ekspresi adalah properti spiritualitas Muhammad atau dipinjam dari yang lain, bagaimana dia mempelajarinya, dan sejauh mana itu diubah mengikut tujuan-tujuannya.”

Bagi Hirshfeld, sebelum mengaku menjadi Nabi, Muhammad telah menjalani kursus pelatihan Bibel. Bagaimanapun, kata dia, kursus tersebut tidak berjalan secara sistematis karena tidak mengikuti instruksi para guru dengan teratur. Muhammad lebih otodidak. (Hartwig Hirschfeld, New Research into the Composition and Exegesis of the Qoran, London, 1901, hal 4)
.
Dalam disertasi berjudul Die Abhängigkeit des Qorans von Judentum und Christentum, Stuttgart, 1922 (Ketergantungan Al-Quran terhadap Yahudi dan Kristen), Wilhelm Rudolph menyimpulkan bahwa Islam sebenarnya berasal dari Kristen). Kristen adalah die wiege des Islam (buaian Islam). Ide-ide Muhammad bukanlah penemuannya sendiri, tetapi hasil dari pergaulannya dengan Yahudi Makkah, dan kemungkinan pergaulannya dengan orang-orang Kristen.

Sementara Tor Andrae menulis Der Ursprung des Islams und das Christentum (Asal Mula Islam dan Kristen). Katanya, ajaran-ajaran Al-Qur`an memiliki contoh-contoh yang jelas dalam Literatur Syiriak.

Kata Andrae, “Konsep kenabian sebagai sesuatu yang hidup dan aktual, sesuatu yang milik sekarang dan akan datang, sukar, sejauh yang aku lihat, muncul di dalam jiwa Muhammad jika ia tidak mengetahui mengenai nabi-nabi dan kenabian yang telah diajarkan Yahudi dan gereja-fereja Kristen di Timur.” (Tor Andrae, Mohammed: The Man and His Faith, pen Theophil Menzel, London, 1936).

Menjabarkan hegemoni Kristen terhadap Muhammad, Richard Bell menulis buku berjudul The Origin of Islam in its Christian Environment (London: 1926). Bell menyimpulkan bahwa pengaruh Kristen datang dari Syiria (Suriah), Mesopotamia, dan Ethiopia. Kosa kata Aramaik dan Ethiopia yang digunakan oleh orang-orang Kristen, diketahui oleh Muhammad, yang selanjutnya memasukkannya ke dalam Al-Qur`an.

Pada tahun 1927, Alphonso Mingana, pendeta Kristen asal Iraq, menyimpulkan wujudnya 100 persen pengaruh asing kepada Al-Qur`an. Ethiopia mewakili 5 persen, Ibrani 10 persen, bahasa Yunani-Romawi 10 persen, Persia 5 persen, dan Syiriak 70 persen.

K Ahren menulis Christlisches im Koran: Eine Nachlese (Kristen di dalam Al-Quran: Sebuah Investigasi) . Ia menyimpulkan argumentasi Muhammad untuk menentang Kristen pun sebenarnya berasal dari fraksi-fraksi Kristen.

Dengan menggali karya para orientalis sebelumnya, Arthur Jeffery yang konon menguasai 19 bahasa dan penulis The Foreign Vocabulary of the Quran (Kosa Kata Asing Al-Qur`an) menyimpulkan bahwa dengan melacak kata-kata tersebut kembali kepada sumbernya, maka sejauh mana pengaruh yang terjadi kepada Muhammad dalam berbagai periode misinya akan dapat diperkirakan.

Memang terdapat kesamaan antara ajaran Islam dengan sebagian ajaran Nabi Musa ‘alaihissalaam dan Nabi Isa ‘alaihissalaam. Semua nabi membawa wahyu dari Allah Subhanahu wa Ta’ala. Namun, karena ada penyimpangan- penyimpangan dalam agama Yahudi-Kristen, maka Nabi Muhammad membawa Islam yang menunjukkan penyimpangan tersebut. Oleh sebab itu, terdapat perbedaan mendasar antara Al-Qur`an dengan ajaran-ajaran Yahudi-Kristen. Namun para orientalis mengganggap perbedaan tersebut disebabkan kesalahan Rasulullah.

Muhammad bukan Ummiy?

Tuduhan adanya keterpengaruhan itu sebenarnya bertujuan untuk menunjukkan bahwa Muhammad bukanlah seorang yang ummiy (buta huruf).

Nöldeke, misalnya, berpendapat ayat-ayat tentang ummiy berada dalam periode Madinah. Konsep itu dalam Al-Qur`an bertentangan dengan ahlul-kitab. Pasalnya, ummiy merujuk pada masyarakat tanpa Wahyu.

Friedrich Schwally pun mengatakan bahwa ummiy berasal dari kata umma (bangsa, masyarakat) dan ini paralel dengan bahasa Yunani kuno λαιχος (laikhos) dari λαος (laos) yang artinya masyarakat. Kata tersebut paralel juga dengan bahasa Syiro-Aramaik almaya (saecularis) . Schwally merujuk kata ummiy kepada kosa kata Ibrani, am-ha-ares.

Hirshfeld menyatakan, Muhammad bukan ummiy, bisa membaca dan menulis. Menurutnya, Muhammad mengetahui aksara Ibrani tatkala berkunjung ke Syiria. Selain itu, fakta menunjukkan bahwa Muhammad bisa menulis ketika di Madinah.

Sulit dipercaya, tegas Hirshfeld, jika Muhammad tidak bisa menulis ketika berusia di atas 50 tahun. Selain itu, kata Hirshfeld, banyaknya nama-nama dan kata-kata yang diungkapkan di dalam Al-Qur`an menunjukkan bahwa Muhammad salah membaca di dalam catatan-catatannya yang ditulis tanpa kemahiran.

Ringkasnya, dengan menunjukkan Rasulullah bukan seorang ummiy berarti membuktikan bahwa Muhammad adalah pengarang Al-Qur`an. Ini tujuan terpenting bagi mereka.

Al-Zajjaj, pakar bahasa Arab, berpendapat, “Kata ummiy berarti umat yang kondisinya seperti saat dilahirkan oleh ibu, tidak mempelajari tulisan, dan tetap seperti itu hingga dewasa.”

Ibn Manzur, pengarang Lisan al-Arab, menyatakan kata ummiy bermakna tidak bisa menulis. Menafsirkan Surat Al-Ankabut ayat 48, Manzur menyatakan Rasulullah disebut ummiy karena umat Arab tidak bisa menulis dan membaca. Allah mengutus Muhammad dan beliau tidak bisa menulis dan membaca dari kitab, dan sifat ini merupakan salah satu mukjizatnya, karena ia mengulangi Kitab Allah dengan sangat teratur, tepat, tidak kurang dan tidak lebih, tidak seperti orator Arab yang lain.

Tuduhan kaum orientalis memang tidak dapat dipisahkan dari prejudis, baik disadari ataupun tidak. Meskipun mereka ingin menunjukkan “objektivitas” dan mengaplikasikan metode kritis-historis, namun pandangan-hidup Yahudi-Kristen sebenarnya tetap menjadi dasarnya.

Metode yang disebut “kritis-historis” itu dibangun atas faham empirisisme. Secara epistemologis, metode ini tidak sesuai untuk diterapkan dalam studi Islam. Islam bersumber dari Wahyu yang memuat sejumlah kepastian dan keyakinan, sedangkan metode tersebut berasal dari paham positivisme yang mengabaikan kepastian Wahyu yang kebenarannya tidak terbatas kepada fenomena empiris saja.

Ucapan dan pernyataan kaum orientalis yang mengaku ilmiah dan objektif tentang Muhammad hanyalah bertujuan untuk mengaburkan dan meragukan kebenaran Al-Qur`an. Kaum Muslimin harus bisa “membaca” hal ini dengan seksama.

http://www.hidayatullah.com/read/21005/06/02/2012/orientalisme-dan-hujatan-terhadap-rasulullah-.html dan berbagai sumber
abu hanan
abu hanan
GLOBAL MODERATOR
GLOBAL MODERATOR

Male
Age : 90
Posts : 7999
Kepercayaan : Islam
Location : soerabaia
Join date : 06.10.11
Reputation : 224

Kembali Ke Atas Go down

Orientalis dan Pencitraan Sang Nabi serta Islam Empty Re: Orientalis dan Pencitraan Sang Nabi serta Islam

Post by abu hanan Tue Jan 15, 2013 6:01 pm

Walaupun terjadi keruntuhan dalam peradaban Islam dan kemunduran telah dialami oleh begitu banyak umat Muslim sebagai akibat penerapan ideologi asing, pada kenyataannya Islam masih tetap merupakan kekuatan aktif dan vital di dunia. Lewat studi orientalisme, Barat mencoba untuk memahami Islam agar dapat dihancurkan dari dalam dan menggagalkan setiap usaha untuk membangkitkan kembali peradaban Islam.

Barat yang di satu sisi mewakili Kristen, memandang Islam sebagai agama yang sejak awal menentang doktrin-doktrinnya. Bahkan ada yang menganggap bahwa perseteruan itu ada sejak sebelum Islam datang. Sedangkan motivasi politik, disebabkan karena Barat menganggap bahwa Islam adalah peradaban yang tersebar dan menguasai peradaban dunia secara cepat. Barat sebagai peradaban yang baru bangkit dari kegelapan melihat Islam sebagai ancaman langsung yang besar bagi kekuasaan politik dan agama mereka.

Sejak berakhirnya Perang Dunia II ajaran Kristen hampir seluruhnya dicampakkan dalam rangka mendukung materialisme murni. Ketika itu Islam tidak lagi dikutuk lantaran penolakannya terhadap doktrin Trinitas, ketuhanan Yesus Kristus ataupun doktrin dosa waris. Masa-masa ini adalah awal dimulainya Islam menjadi sasaran pertama dan terakhir dari segala macam propaganda anti-agama karena ia secara tegas menolak relativitas moral dan dengan penuh keyakinan mengakui adanya tujuan transendental.Islam mampu mematahkan semua doktrin materialisme kontemporer, terutama yang didasarkan atas ajaran Karl Marx.Menurut paham ini (Marxisme) agama benar-benar merupakan lembaga kemanusiaan yang diciptakan oleh manusia sebagai pelayan masyarakat pada suatu fase dalam sejarahnya. Karena hukum-hukum agama yang pada hakikatnya tidak lebih daripada sekadar hukum-hukum perdata yang diperlukan masyarakat pada fase tertentu dalam evolusinya itu, maka tidak ada sesuatu pun yang tidak dapat diubah, abadi, dan tetap. Dengan kata lain, tidak ada sesuatu pun yang bisa disebut kebenaran mutlak, sebab agama pun tidak lebih daripada norma-norma tingkah laku sosial yang berlaku.

Dr. Hitti yang lahir dalam lingkungan keluarga Kristen di Libanon, memperoleh pendidikan tinggi di Universitas Amerika di Beirut, kemudian dia berhijrah ke Amerika Serikat pada tahun 1913 dimana dia berhasil memperoleh gelar doktor dua tahun berikutnya dari Universitas Columbia.Salah satu karyanya, Islam and the West : An Historical, Cultural Survey, yang meskipun ringkas, namun secara garis besar menyoroti berbagai hal paling penting mengenai hubungan antara dua peradaban yang berlawanan (Islam dan Barat) semenjak abad pertengahan hingga sekarang.Hitti melancarkan tuduhan bahwa Nabi Muhammad SAW adalah seorang penipu yang lihai. Uraian yang dikemukakannya tentang kehidupan beliau SAW, memberikan kesan kepada pembacanya bahwa dia benar-benar telah merencanakan tulisan itu secara cermat. Dalam komentarnya mengenai berbagai kejadian sesudah hijrah Nabi SAW, dia menulis sebagai berikut :
  • Di Madinah orang-orang yang menunggu beliau secara berangsur-angsur surut ke belakang, karena munculnya tokoh politisi dan praktisi yang mengelola urusan mereka. Suatu perubahan dalam sifat wahyu-wahyu [kepada Nabi] nampak jelas. Wahyu-wahyu yang tegas dan keras yang menekankan keesaan Allah, sifat-sifat-Nya dan kewajiban manusia terhadap-Nya, dan yang disampaikan dalam gaya sastrawi dan penuh berirama, sekarang berubah menjadi wahyu-wahyu berkepanjangan yang kurang menarik berisi pembicaraan tentang persoalan-persoalan seperti ibadat dan salat, perkawinan dan perceraian, budak dan tawanan perang.


Hitti ternyata telah gagal mengungkapkan makna yang sebenarnya dari peristiwa hijrah. Di Mekkah, Nabi Muhammad SAW adalah seorang penyampai suatu ajaran, sedangkan di Madinah beliau SAW mengorganisasikan orang-orang mukmin menjadi suatu masyarakat yang bersatu dengan kuatnya, sehingga dengan perkataan lain beliau SAW menerjemahkan ajaran yang beliau SAW bawa itu ke dalam kehidupan nyata. Apa yang terjadi di Madinah setelah hijrah, jelas diyakini – baik oleh orang-orang non-Muslim maupun Muslim – bahwa Nabi Muhammad SAW menjadi penegak hukum terbesar yang dikenal dalam sejarah. Dr. Hitti tidak dapat memahami bahwa Allah SWT telah menyelamatkan Nabi Muhammad SAW dari orang-orang kafir Quraisy yang ingin membunuh beliau SAW, agar Nabi Muhammad SAW bisa membangun negara Madinah untuk mengatur urusan sesama umat Islam dan urusan umat Islam dengan umat non-Muslim.

Menurut Dr. Hitti, Islam tidak lebih daripada warisan orang Yahudi – Kristen yang “diarabisasikan” dan “dinasionalisasikan”. Mengenai hal ini, Dr. Yusuf Qaradhawi memberikan penjelasan yang amat bagus. Beliau menyatakan bahwa barangsiapa yang membaca AL-Qur’an dan mentadaburinya serta mempunyai sedikit pengetahuan tentang kondisi masyarakat Arab, juga masyarakat-masyarakat lain, maka pada saat Al-Qur’an diturunkan, seseorang akan menemukan – dengan penuh keyakinan – bahwa Al-Qur’an adalah faktor yang aktif bukan proaktif, dan yang memberikan pengaruh bukan dipengaruhi. Ia meluruskan kepercayaan-kepercayaan batil yang sedang berkembang pada saat itu, mengoreksi pemahaman-pemahaman yang salah, menghapuskan tradisi-tradisi dzalim, melenyapkan kondisi yang rusak, dan menyerang kebatilan-kebatilan yang telah dijalankan oleh manusia secara turun-temurun dengan amat keras, menolak orang-orang musyrik, ahli kitab dari bangsa Yahudi dan Nasrani yang mengingkarinya. Al-Qur’an juga menjelaskan kepada Yahudi dan Nasrani bahwa mereka telah melakukan perubahan dan penggantian kitab-kitab mereka, serta mereka menulis kitab-kitab mereka itu dengan tangan mereka, kemudian mereka berkata bahwa ini datang dari Allah SWT. Kemudian dengannya, mereka menjual agama mereka dengan amat murah.

abu hanan
abu hanan
GLOBAL MODERATOR
GLOBAL MODERATOR

Male
Age : 90
Posts : 7999
Kepercayaan : Islam
Location : soerabaia
Join date : 06.10.11
Reputation : 224

Kembali Ke Atas Go down

Orientalis dan Pencitraan Sang Nabi serta Islam Empty Re: Orientalis dan Pencitraan Sang Nabi serta Islam

Post by abu hanan Tue Jan 15, 2013 6:06 pm

Dr. Hitti juga menyangkal habis-habisan tentang kerasulan Nabi Muhammad SAW dan tidak ingin mengakui kebesaran profil Rasulullah SAW, meskipun bukti-bukti tertulis dan tidak tertulis telah membuktikan bahwa beliau SAW melakukan perubahan yang besar-besaran dalam kehidupan sebagian besar umat manusia di dunia dan menegakkan rasa cinta, kesetiaan dan pengabdian hingga akhir hayat beliau SAW demi kepentingan berjuta-juta umat manusia selama lima belas abad. Dr. Hitti menulis :
Walaupun dilahirkan dalam kerangka sejarah yang jelas, namun keberadaan Muhammad sebagai tokoh historik tidak dapat kita terima. Penulis biografi beliau yang pertama meninggal dunia di Baghdad sekitar 140 tahun setelah beliau wafat dan bahkan biografi itu hanya tertulis dalam resensi di belakang hari dalam tulisan Ibnu Hisyam yang meninggal di Kairo pada tahun 833. sebelum itu para penulis biografi sudah biasa menulis pahlawan mereka berdasarkan apa yang sesungguhnya. Penghormatan yang berlebih-lebihan kepada tokoh pendiri agama dan pembawa kemenangan mereka telah melampaui tingkatan idealisasi menuju kepada idolisasi [pendewa-dewaan] dan setidak-tidaknya dalam agama rakyat, dalam bentuk sesembahan. Dua sarana yang senantiasa diperlukan oleh umat Muslim pada masa-masa pertama [yaitu al-Qur’an dan al-Hadits] dimanfaatkan untuk mengendorkan kekakuan kepercayaan-kepercayaan [‘aqidah] dan ibadah. Berbagai pernyataan disuruhucapkan atau berbagai jenis perbuatan disuruhlakukan oleh Nabi karena diyakini bahwa apa yang beliau lakukan dan katakan itu ditujukan untuk menghadapi situasi tertentu.

Otoritas hadits, seandainya dapat diyakini kebenarannya, hanya menempati urutan kedua setelah al-Qur’an. Karena umat itu merupakan jama’ah tanpa kepemimpinan keagamaan yang terpusatkan, maka kesepakatan (ijma’) umat diakui adanya untuk menutup kekurangan tersebut. Untuk memberikan dukungan lebih kuat terhadap otoritas pendapat khalayak (public opini) tersebut, sebuah hadits Nabi menyatakan : “Umatku tidak akan bersepakat mengenai hal-hal yang salah”.
Dengan menggunakan sarana inilah mu’jizat-mu’jizat Nabi Muhammad diakui kebenarannya, ajaran para orang suci beserta kuburan-kuburannya, ibadah haji berikut upacara-upacaranya diterima dengan baik; tradisi bersunat yang tidak disebutkan dalam sebuah ayat al-Qur’an pun diakui kedudukan hukumnya seperti pembaptisan dalam gereja Kristen dan minuman kopi – yang mula-mula dianggap sebagai salah satu jenis anggur – ditentukan sebagai minuman tradisional Arab. Pendek kata apa yang dianggap berguna, dimasukkan untuk melengkapi wahyu atau untuk mendukungnya.

Kemudian Dr. Hitti menampilkan Islam sebagai agama yang tidak memiliki tujuan transendental. Menurut Dr. Hitti, semua syiar Islam hanyalah demi kepentingan ekonomi. Berikut petikannya :
Para ahli sejarah Arab, yang kebanyakan adalah ‘ulama’, memberikan penjelasan sederhana bahwa perluasan wilayah Arab tidak begitu penting secara internasional menimbulkan kehancuran sama sekali di Timur dan memberikan kekuatan yang paling besar di Barat. Hal itu memang sudah ditakdirkan Tuhan, sama sebagaimana penjelasan gereja tentang penyebaran agama Kristen dan penjelasan orang Yahudi tentang penaklukan wilayah Kanaan. Kita mendapatkan penjelasan bahwa motivasi perluasan wilayah itu bersifat keagamaan – untuk menyiarkan agama Islam. Tetapi kenyataannya, motivasi yang paling utama bersifat ekonomik. Kelebihan penduduk wilayah jaziah berpadang pasir itu harus dipindahkan ke wilayah-wilayah lain yang berdekatan sehingga mereka bebas bergerak. Keinginan untuk mendapatkan wilayah jajahan sama sekali tidak dapat diingkari oleh para ahli sejarah di masa-masa pertama penaklukkan itu. Jadi Islam yang pertama kali menaklukkan bukan Islam sebagai agama melainkan sebagai negara – bukan Mohammadanism melainkan Arabianism. Bangsa Arab bertebaran secara tiba-tiba di dunia sebagai teokrasi nasionalis, yang berusaha mencari kehidupan duniawi yang lebih sempurna. Dua atau tiga abad lamanya harus dilalui sebelum Syria, Irak, dan Persia [Iran] menunjukkan ciri-ciri negara Islam. Ketika bangsa masing-masing dipersatukan dalam ikatan Islam, mereka pada umumnya terdorong oleh kepentingan pribadi – baik ekonomik maupun politik.
maka jelaslah sudah, Dr. Hitti menolak adanya validitas moral dan spiritual Islam sebagai daya tarik utama bagi orang luar untuk menyatu di dalamnya, memeluk Islam, menjadi seorang Muslim. Jika penjelasan mengenai ekspansi Islam yang berjalan dengan cepat itu benar-benar hanya bermotif ekonomi, lantas bagaimana Dr. Hitti harus menjelaskan mengenai kenyataan yang menunjukkan bahwa para mujahidin di masa Nabi SAW dan di masa Khulafaur Rasyidin yang tidak menginginkan kenikmatan duniawi, bahkan rela mati demi memperoleh surga di akhirat. Bagaimana Dr. Hitti bisa menjelaskan konsep jihad? Dan jika mereka benar-benar berperang karena didorong oleh alasan-alasan pribadi, tentunya mereka tidak akan pernah berhasil menjaga kedisiplinan, semangat juang, keteguhan hati, dan semangat berkorban sehingga mampu mengalahkan musuh-musuh mereka yang jauh lebih banyak dan jauh lebih baik persenjataannya. Jika Islam benar-benar sama dengan nasionalisme Arab, lantas apa yang mendorong Bilal dari Abessinia (Ethiopia), Suhail dari Romawi atau Salman dari Persia (Iran) untuk menjadi sahabat-sahabat Nabi SAW yang setia? Jika orang-orang non-Muslim memeluk Islam karena tujuan-tujuan duniawi, lantas apa yang menghalangi mereka untuk murtad pada saat suasana kacau dan selama beradab-abad berada di bawah dominasi pihak yang memusuhi Islam? Dan bagaimana harus dijelaskan tentang ratusan juta umat Islam yang sekarang tersebar di seluruh dunia?

Ketika membicarakan sumbangan-sumbangan peradaban Islam kepada umat manusia, Dr. Hitti dalam beberapa halaman mengungkapkan kisah kehidupan sejumlah raja yang terlalu mewah dengan sejumlah wanita simpanannya, gadis-gadis penyanyi cantik dari Persia dan Byzantium serta minuman-minumam anggur dari Syria atau “sumbangan-sumbangan” para seniman Muslim dari Spanyol yang mereka berikan kepada cerita rakyat (folklore) Eropa.

Sumbangan-sumbangan yang benar-benar berharga dari para ilmuwan Muslim yang diberikan kepada Eropa dalam bidang matematika, sains, kedokteran, pendidikan, dan filsafat disebutnya hanya selayang pandang.
abu hanan
abu hanan
GLOBAL MODERATOR
GLOBAL MODERATOR

Male
Age : 90
Posts : 7999
Kepercayaan : Islam
Location : soerabaia
Join date : 06.10.11
Reputation : 224

Kembali Ke Atas Go down

Orientalis dan Pencitraan Sang Nabi serta Islam Empty Re: Orientalis dan Pencitraan Sang Nabi serta Islam

Post by Sponsored content


Sponsored content


Kembali Ke Atas Go down

Topik sebelumnya Topik selanjutnya Kembali Ke Atas

- Similar topics

Permissions in this forum:
Anda tidak dapat menjawab topik