Al Qur'an menjawab misteri di balik utuhnya jasad Firaun pengejar Musa yang tenggelam di laut selama ribuan tahun
Halaman 1 dari 1 • Share
Al Qur'an menjawab misteri di balik utuhnya jasad Firaun pengejar Musa yang tenggelam di laut selama ribuan tahun
Fir’aun atau Pharaoh, adalah julukan bagi raja-raja Mesir kuno. Yang memerintah sesuai garis keturunan yang mereka miliki. Dari sekian banyaknya fir’aun Mesir yang telah berkuasa, paling menonjol adalah fir’aun Ramses II, yang berkuasa pada abad ke 14 SM. Pada masa pemerintahan fir’aun Ramses II inilah, kejayaan keluarga dinasti fir’aun dicapai. Ramses II, adalah fir’aun yang paling lama memerintah dalam sejarah Mesir kuno, yaitu +/- 60an tahun. Ia juga dikenal sebagai fir’aun penindas dan sangat kejam terhadap kaum minoritas bani Israil, serta ingin diakui sebagai tuhan, kerena dengan kuasanya dia berhak untuk menentukan seseorang hidup atau mati . Pada masa itu Fir'aun pernah bermimpi ada lelaki yang membuatnya jatuh dari kekuasaan di Mesir, maka keesokan harinya pun ia mememerintahkan untuk membunuh semua bayi laki-laki tanpa terkecuali, namun mukjizat telah berhasil meloloskan bayi Musa dari kekejaman Fir'aun. Bayi Musa terpaksa dihanyutkan melalui sungai untuk menghindari pembunuhan massal. Hingga akhirnya Musa beranjak dewasa dan diutus menjadi seorang Nabi. Ia pun menyeru kepada penduduk Mesir untuk menyembah hanya satu tuhan, ialah Allah SWT. Hingga akhirnya ia pun hendak dibunuh oleh Fir'aun
Setelah Musa A.S. dan pengikutnya mengetahui, bahwa bala tentara fir’aun sedang mengejar untuk membinasakan mereka, maka kucar-kacirlah mereka para kaum bani Israil, mereka meminta Musa a.s. untuk mencarikan jalan keluar untuk bisa selamat dari pengejaran fir’aun tersebut. Disaat itulah Muasa a.s. menerima wahyu dari Allah SWT, untuk memukulkan tongkatnya ke air laut merah. Seketika, laut pun terbelah dua, seakan memberikan jalan untuk mereka. Tanpa pikir panjang, Musa a.s. dan pengikutnya langsung menyeberangi laut tersebut, hingga sampai dengan selamat ke tepi pantai bagian timur daratan Hijaz. Seketika, bani Israil melihat dengan cemas, bahwa bala tentara fir’aun juga sedang melakukan penyeberangan melewati jalan mereka tadi. Namun, berselang beberapa saat kemudian, air laut pun kembali menyatu, serta membinasakan semua bala tentara fir’aun, termasuk fir’aun itu sendiri. Hingga akhirnya jenazah Fir'aun baru diketemukan setelah beberapa abad kemudian, namun mengejutkan bahwa jenazah fir'aun masih tetap utuh setelah tenggelam di lautan, sementara ratusan bahkan ribuan pasukan yang turut serta tenggelam, tidak diketemukan jenazahnya. Pada 1898, purbakalawan Loret, menemukan jenazah tokoh tersebut Fir'aun dalam bentuk mumi di Wadi Al-Muluk (Lembah Para Raja) berada di daerah Thaba, Luxor, di seberang Sungai Nil, Mesir. Kemudian 8 Juli 1907, Elliot Smith membuka pembalut-pembalut mumi itu dan ternyata badan Fir’aun tersebut masih dalam keadaan utuh.
090. Dan Kami memungkinkan Bani Israil melintasi laut, lalu mereka diikuti oleh Fir`aun dan bala tentaranya, karena hendak menganiaya dan menindas (mereka); hingga bila Fir`aun itu telah hampir tenggelam berkatalah dia: “Saya percaya bahwa tidak ada Tuhan melainkan Tuhan yang dipercayai oleh Bani Israil, dan saya termasuk orang-orang yang berserah diri (kepada Allah)”. 091. Apakah sekarang (baru kamu percaya), padahal sesungguhnya kamu telah durhaka sejak dahulu, dan kamu termasuk orang-orang yang berbuat kerusakan. 092. Maka pada hari ini Kami selamatkan badanmu supaya kamu dapat menjadi pelajaran bagi orang-orang yang datang sesudahmu dan sesungguhnya kebanyakan dari manusia lengah dari tanda-tanda kekuasaan Kami. (QS. Yunus [10] : 90-92)
tahun 1975, sebuah tawaran dari pemerintah Prancis datang kepada pemerintah Mesir. Perancis menawarkan bantuan untuk meneliti, mempelajari, dan menganalisis mumi Firaun. Mumi itu pun dibawa ke ruang khusus di Pusat Purbakala Prancis. Pemimpin ahli bedah sekaligus penanggung jawab utama dalam penelitian mumi ini adalah Prof Dr Maurice Bucaille. Bucaille adalah ahli bedah kenamaan Prancis dan pernah mengepalai klinik bedah di Universitas Paris. Bucaille memulai kariernya di bidang kedokteran pada 1945 sebagai ahli gastroenterology.
Setelah melakukan peneltian terhadap mumi tsb, ternyata hasil akhir yang ia peroleh sangat mengejutkan! Sisa-sisa garam yang melekat pada tubuh sang mumi adalah bukti terbesar bahwa dia telah mati karena tenggelam. Jasadnya segera dikeluarkan dari laut dan kemudian dibalsem untuk segera dijadikan mumi agar awet. Namun penemuan tersebut masih menyisakan sebuah pertanyaan dalam kepala sang professor: “Bagaimana jasad tersebut bisa lebih baik dari jasad-jasad yang lain, padahal dia dikeluarkan dari laut?”
Prof. Bucaille lantas menyiapkan laporan akhir tentang sesuatu yang diyakininya sebagai penemuan baru, yaitu tentang penyelamatan mayat Firaun dari laut dan pengawetannya. Laporan akhirnya ini dia terbitkan dengan judul Mumi Firaun; Sebuah Penelitian Medis Modern, dengan judul aslinya, Les momies des Pharaons et la midecine. Berkat buku ini, dia menerima penghargaan Le prix Diane-Potier-Boes (penghargaan dalam sejarah) dari Academie Frantaise dan Prix General (Penghargaan umum) dari Academie Nationale de Medicine, Prancis.
Terkait dengan laporan akhir yang disusunnya, salah seorang di antara rekannya membisikkan sesuatu di telinganya seraya berkata: ”Jangan tergesa-gesa karena sesungguhnya kaum Muslimin telah berbicara tentang tenggelamnya mumi ini”. Bucaille awalnya mengingkari kabar ini dengan keras sekaligus menganggapnya mustahil. Menurutnya, pengungkapan rahasia seperti ini tidak mungkin diketahui kecuali dengan perkembangan ilmu modern, melalui peralatan canggih yang mutakhir dan akurat.
Hingga salah seorang di antara mereka berkata bahwa Al Qur'an yang diyakini umat Islam telah meriwayatkan kisah tenggelamnya Firaun dan kemudian diselamatkan mayatnya. Ungkapan itu makin membingungkan Bucaille. Lalu, dia mulai berpikir dan bertanya-tanya. Bagaimana mungkin hal itu bisa terjadi? Bahkan, mumi tersebut baru ditemukan tahun 1898 M, sementara Alquran telah ada ribuan tahun sebelumnya.
Ia duduk semalaman memandang mayat Firaun dan terus memikirkan hal tersebut. Ucapan rekannya masih terngiang-ngiang dibenaknya, bahwa Alquran–kitab suci umat Islam–telah membicarakan kisah Firaun yang jasadnya diselamatkan dari kehancuran sejak ribuan tahun lalu. Sementara itu, dalam kitab suci agama lain, hanya membicarakan tenggelamnya Firaun di tengah lautan saat mengejar Musa, dan tidak membicarakan tentang mayat Firaun. Bucaille pun makin bingung dan terus memikirkan hal itu. Ia berkata pada dirinya sendiri. ”Apakah masuk akal mumi di depanku ini adalah Firaun yang akan menangkap Musa? Apakah masuk akal, Muhammad mengetahui hal itu, padahal kejadiannya ada sebelum Alquran diturunkan?”
Prof Bucaille tidak bisa tidur, dia meminta untuk didatangkan Kitab Taurat (Perjanjian Lama). Diapun membaca Taurat yang menceritakan: ”Airpun kembali (seperti semula), menutupi kereta, pasukan berkuda, dan seluruh tentara Firaun yang masuk ke dalam laut di belakang mereka, tidak tertinggal satu pun di antara mereka” (mereka mati semua termasuk Firaun) [Kitab Keluaran 14:28]. Kemudian dia membandingkan dengan Injil-Perjanjian Baru. Ternyata, kitab tsb juga tidak membicarakan tentang diselamatkannya jasad Firaun dan masih tetap utuh. Karena itu, ia semakin bingung.
Setelah perbaikan terhadap mayat Firaun dan pemumiannya, Prancis mengembalikan mumi tersebut ke Mesir. Akan tetapi, tidak ada keputusan yang menggembirakannya, tidak ada pikiran yang membuatnya tenang semenjak ia mendapatkan temuan dan kabar dari rekannya tersebut, yakni kabar bahwa kaum Muslimin telah saling menceritakan tentang penyelamatan mayat tersebut. Dia pun memutuskan untuk menemui sejumlah ilmuwan otopsi dari kaum Muslimin.
Dari sini kemudian terjadilah perbincangan untuk pertama kalinya dengan peneliti dan ilmuwan Muslim. Ia bertanya tentang kehidupan Musa, perbuatan yang dilakukan Firaun, dan pengejarannya pada Musa hingga dia tenggelam dan bagaimana jasad Firaun diselamatkan dari laut. Maka, berdirilah salah satu di antara ilmuwan Muslim tersebut seraya membuka mushaf Alquran dan membacakan untuk Bucaille firman Allah SWT yang artinya: ”Maka pada hari ini kami selamatkan badanmu supaya kamu dapat menjadi pelajaran bagi orang-orang yang datang sesudahmu dan sesungguhnya kebanyakan dari manusia lengah dari tanda-tanda kekuasaan Kami.” (QS Yunus: 92).
Ayat ini sangat menyentuh hati Bucaille. Ia mengatakan bahwa ayat Alquran tersebut masuk akal dan mendorong sains untuk maju. Hatinya bergetar, dan getaran itu membuatnya berdiri di hadapan orang-orang yang hadir seraya menyeru dengan lantang: ”Sungguh aku masuk Islam dan aku beriman dengan Alquran ini.
Informasi yang tertuang di dalam Al Qur’an, mengenai Fir’aun yang hidup pada masa nabi Musa AS (setelah ia tenggelam di laut), dan keberadaan jasadnya yang masih utuh hingga hari ini, merupakan tanda-tanda kebesaran Allah SWT terhadap alam semesta ini.
Pada 1975, di Cairo (Mesir) berhasil dilakukan pengambilan salah satu sampel organ tubuh berkat bantuan dari Prof. Michel Durigon. Pemeriksaan yang sangat teliti dengan microscop, menunjukkan kondisi utuh yang sangat sempurna dari objek penelitian itu.
Fir’aun Mineptah
Juga menunjukkan, bahwa keutuhan yang sangat sempurna seperti ini tidak mungkin terjadi, andaikan jasad tersebut berada (tenggelam) di dalam laut selama beberapa waktu, bahkan sekali pun ia berada untuk waktu yang sekian lama di luar air, sebelum dilakukan langkah pengawetan pertama.
Di pertengahan tahun 1975, sebuah tawaran dari pemerintah Prancis datang kepada pemerintah Mesir. Negara Eropa tersebut menawarkan bantuan untuk meneliti, mempelajari, dan menganalisis mumi Fir’aun. Tawaran tersebut disambut baik oleh Mesir, mumi Fir’aun kemudian dibawa ke Prancis.
Bahkan, pihak Prancis membuat pesta penyambutan kedatangan mumi Fir’aun yang dzalim itu, dengan pesta yang sangat meriah. Mumi pun dibawa ke ruang khusus di Pusat Purbakala Prancis, dilakukanlah penelitian sekaligus mengungkap rahasia yang ada di baliknya oleh para ilmuwan terkemuka dan para pakar dokter bedah dan otopsi di Prancis.
Pemimpin ahli bedah sekaligus penanggung jawab utama dalam penelitian mumi ini adalah Prof. Dr. Maurice Bucaille. Bucaille adalah ahli bedah kenamaan Prancis, dan pernah mengepalai klinik bedah di Universitas Paris. Ia dilahirkan di Pont-L'Eveque, Prancis, pada 19 Juli 1920.
Bucaille memulai kariernya di bidang kedokteran pada 1945 sebagai ahli gastroenterology. Dan, pada 1973, ia ditunjuk menjadi dokter keluarga oleh Raja Faisal dari Arab Saudi. Tidak hanya anggota keluarga Raja Faisal, anggota keluarga Presiden Mesir kala itu, Anwar Sadat, juga termasuk dalam daftar pasien yang pernah menggunakan jasanya.
Ketertarikan Bucaille terhadap Islam mulai muncul, ketika secara intens dia mendalami kajian biologi dan hubungannya dengan beberapa doktrin agama. Karenanya, sebuah kesempatan bagi Bucaille untuk meneliti, mempelajari, dan menganalisis mumi Fir’aun.
Hasil akhir yang diperolehnya sangat mengejutkan. Sisa-sisa garam yang melekat pada tubuh mumi adalah bukti terbesar, bahwa dia mati karena tenggelam. Jasadnya dikeluarkan dari laut, dan kemudian di balsem untuk segera dijadikan mumi agar awet.
Penemuannya itu masih mengganjal dalam pikiran sang professor. Bagaimana jasad tersebut bisa lebih baik dari jasad-jasad mumi yang lain, padahal dia dikeluarkan dari laut?
Kami sudah melakukan lebih dari itu dan menitikkan perhatian pada pencarian kemungkinan penyebab kematian Fir’aun, dimana dilakukan penelitian medis legal terhadap mumi tersebut berkat bantuan Ceccaldi, direktur laboratorium satelit udara di Paris dan Prof. Durigon.
Dalam pengecekan itu, tim medis berupaya mengetahui sebab di balik kematian ‘ekspress’ akibat adanya memar di bagian kepala tengkorak. Jelas pada setiap penelitian ini sangat sesuai dengan kisah-kisah yang terdapat di dalam kitab-kitab suci, yang menyiratkan bahwa Fir’aun sudah mati saat ombak menelannya.
Bangkai Poros Roda Dari Salah Satu Kereta Kuda Pasukan Fir’aun
Di Laut Merah
Prof. Bucaille lantas menyiapkan laporan akhir tentang sesuatu yang diyakininya sebagai penemuan baru, yaitu tentang penyelamatan mayat Fir’aun dari laut dan pengawetannya. Terkait dengan laporan akhir yang disusunnya, salah seorang rekannya membisikkan sesuatu dan berkata : "Jangan tergesa-gesa, karena sesungguhnya kaum Muslimin telah berbicara tentang tenggelamnya mumi ini".
Awalnya Bucaille tidak menghiraukan kabar ini, sekaligus menganggapnya mustahil. Menurutnya, pengungkapan rahasia seperti ini tidak mungkin diketahui, kecuali dengan perkembangan ilmu modern, melalui peralatan canggih yang mutakhir dan akurat.
Hingga laporan akhirnya ini diterbitkannya dengan judul "Les momies des Pharaons et la midecine" (Mumi Fir’aun; Sebuah Penelitian Medis Modern). Berkat bukunya inilah, dia menerima penghargaan "Le prix Diane-PotierBoes" (penghargaan dalam sejarah) dari Academie Frantaise dan "Prix General" (Penghargaan umum) dari Academie Nationale de Medicine, Prancis.
Salah seorang di antara mereka berkata, bahwa Al Qur’an yang diyakini umat Islam, telah meriwayatkan kisah tenggelamnya Fir’aun yang kemudian diselamatkannya mayatnya. Ungkapan itu semakin membingungkan Bucaille. Lalu, dia mulai berpikir dan bertanya-tanya. Bagaimana mungkin hal itu bisa terjadi?
Bahkan, mumi tersebut baru ditemukan sekitar tahun 1898 M, sedangkan Al Qur’an telah ada ribuan tahun sebelumnya. Sementara dalam kitab suci agama lain, hanya membicarakan tenggelamnya Fir’aun di tengah lautan saat mengejar Musa, dan tidak membicarakan tentang mayat Fir’aun. Bucaille pun semakin bingung dan terus memikirkan hal itu.
Bangkai Roda Kereta Fir’aun Yang Ditemukan Oleh Arkeolog bernama Ron Wyatt Di Laut Merah 1988
Prof. Bucaille akhirnya meminta untuk di datangkan Kitab Taurat (Perjanjian Lama). Diapun membaca Taurat yang menceritakan : "Airpun kembali (seperti semula), menutupi kereta, pasukan berkuda, dan seluruh tentara Fir’aun yang masuk ke dalam laut di belakang mereka, tidak tertinggal satu pun di antara mereka."
Prof. Bucaille melanjutkan, riwayat versi Taurat yang terkait dengan kisah keberangkatan bangsa Yahudi bersama Musa AS dari Mesir menguatkan analisa yang mengatakan bahwa Mineptah, pengganti Ramses II adalah Fir’aun Mesir di masa nabi Musa AS.
"Sebagai catatan : Fir’aun itu bukanlah merupakan nama orang, melainkan sebuah gelar bagi raja-raja Mesir yang ada pada zaman dulu kala. Menurut sejarah, Fir`aun di masa Nabi Musa adalah Minephtah (1232 - 1224 SM), yaitu putra dari Ramses II. Tetapi, ada juga yang menyebutnya dengan Minfitah. Sebagian kisah terkait Raja Fir`aun yang menentang Nabi Musa, sering disebut-sebut sebagai Ramses II, dan bukan Minephtah. Namun setelah diselidiki, ternyata Ramses II justru seorang raja yang baik. Ia bahkan memerintah rakyatnya untuk selalu berbuat adil. Ia memerintah selama 68 tahun pada 1304 - 1237 SM. Sedang anaknya, Minephtah, dikenal sebagai raja yang sangat kejam, lalim dan congkak. Dia itulah yang telah menentang Nabi Musa AS dan bahkan dengan sangat berani mengakui dirinya sebagai tuhan."
Penelitian medis terhadap mumi Mineptah mengemukakan kepada kita, informasi penting lainnya mengenai apa kemungkinan penyebab kematian Fir’aun ini. Kemudian dia membandingkan dengan Injil. Ternyata, Injil tidak membicarakan tentang diselamatkannya jasad Fir’aun yang masih tetap utuh.
Oleh karenanya, ia pun semakin bingung. Setelah perbaikan terhadap mayat Fir’aun dan pemumiannya, Prancis mengembalikan mumi tersebut ke Mesir. Prof. Bucaille memutuskan untuk menemui sejumlah ilmuwan otopsi dari kaum Muslimin.
Dari sinilah kemudian terjadi perbincangan untuk pertama kalinya dengan peneliti dan ilmuwan Muslim. Ia bertanya tentang kehidupan Musa, perbuatan yang dilakukan Fir’aun, dan pengejarannya terhadap Musa, hingga dia tenggelam, dan bagaimana jasad Fir’aun diselamatkan dari laut.
Jasad Fir’aun Ditemukan Pertama Kali Di Laut Merah 1898
Dalam Posisi Bersujud
Maka, berdirilah salah satu di antara ilmuwan Muslim tersebut, seraya membuka mushaf Al Qur’an dan membacakan firman Allah SWT yang artinya :
"Maka pada hari ini kami selamatkan badanmu supaya kamu dapat menjadi pelajaran bagi orang-orang yang datang sesudahmu dan sesungguhnya kebanyakan dari manusia lengah dari tanda-tanda kekuasaan Kami." (QS. Yunus : 92)
Ayat ini pun lantas sangat menyentuh hati Bucaille. Ia mengatakan, bahwa ayat Al Qur’an tersebut masuk akal dan mendorong sains untuk maju. Hatinya bergetar, dan getaran itu membuatnya berdiri di hadapan orang-orang yang hadir, seraya menyeru : "Sungguh, aku masuk Islam dan aku beriman dengan Al Qur’an ini."
Ia pun kembali ke Prancis dengan wajah baru, dan nama Islam yang Baru, "Prof. Dr. Yahya Maurice Bucaille". Sejak memeluk Islam, ia menghabiskan waktunya untuk meneliti tingkat kesesuaian hakikat ilmiah dan penemuan-penemuan modern dengan Al Qur’an, serta mencari satu pertentangan ilmiah yang dibicarakan Al Qur’an.
Prof. Dr. Yahya Maurice Bucaille Dan Bukunya
Namanya mulai terkenal ketika ia merangkum semua hasil penelitiannya tersebut yang kemudian dibukukan dengan judul "La Bible, le Coran et la Science" (Bibel, Al Qur’an, dan Ilmu Pengetahuan Modern). Buku yang dirilis tahun 1976 ini, menjadi best-seller internasional dan diterjemahkan ke hampir semua bahasa.
Seorang arkeolog bernama Ron Wyatt pada akhir tahun 1988 menyatakan bahwa dirinya telah menemukan beberapa bangkai roda kereta tempur kuno didasar laut merah. Menurutnya, mungkin ini merupakan bangkai kereta tempur Pharaoh (Firaun) yang tenggelam dilautan ketika digunakan untuk mengejar Musa bersama para pengikutnya.
Ron Wyatt, arkeolog dan petualang yang berjasa menemukan penemuan penting
Menurut pengakuannya, selain menemukan beberapa bangkai roda kereta tempur berkuda, Wyatt bersama para krunya juga menemukan beberapa tulang manusia dan tulang kuda ditempat yang sama.
Penemuan ini tentunya semakin memperkuat dugaan bahawa sisa-sisa tulang belulang itu merupakan bagian dari kerangka para tentara Pharaoh yang tenggelam di laut Merah. Apalagi dari hasil pengujian yang dilakukan di Stockhlom University terhadap beberapa sisa tulang belulang yang berhasil ditemukan, memang benar adanya bahwa struktur dan kandungan beberapa tulang telah berusia sekitar 3500 tahun silam, dimana menurut sejarah,kejadian pengejaran itu juga terjadi dalam kurun waktu yang sama.
Selain itu, ada suatu benda menarik yang juga berhasil ditemukan, yaitu poros roda dari salah satu kereta kuda yang kini keseluruhannya telah tertutup oleh batu karang, sehingga untuk saat ini bentuk aslinya sangat sulit untuk dilihat secara jelas.
Kereta firaun terlihat di dasar laut merah, posisi kereta berdiri dan tertutupi karang
Apabila dilihat dari dekat dan karangnya di bongkar, terlihat jelas poros roda kereta kudanya
Tak jauh dari lokasi yang sama, ditemukan roda emas kereta firaun yang masih utuh.
Kereta tersebut persis seperti lukisan kuno bangsa mesir saat itu
Di atas adalah tapak kuda kereta firaun yang menyusut karena mengering
Apalagi dari hasil pengujian yang dilakukan di Stockhlom University terhadap beberapa sisa tulang belulang yang berhasil ditemukan, memang benar adanya bahwa struktur dan kandungan beberapa tulang telah berusia sekitar 3500 tahun silam. Dimana menurut sejarah, kejadian pengejaran itu juga terjadi dalam kurun waktu yang sama.
Penemuan Jasad Firaun
Kisah mengenai Mukjizat Nabi Musa (Moses) yang membelah Laut Merah dengan tongkatnya untuk menghindari kejaran Firaun dan bala tentaranya tentunya sudah tak asing lagi ditelinga kita. Di kitab suci Al-Qur’an dan Alkitab, kronologi pengejaran dikisahkan begitu gamblang walaupun terdapat sedikit perberbedaan kisah diatara keduanya. Namun yang pasti, kedua kitab suci tersebut mengisahkan kepada kita mengenai akhir yang menggembirakan bagi Musa beserta Kaum Bani Israel karena dapat meloloskan diri dari kejaran Firaun beserta bala tentaranya. Dan bagi sang Firaun, ia justru menemui ajalnya setelah tenggelam bersama pasukannya di Laut Merah.
Sejauh ini telah banyak studi yang dilakukan untuk mengidentifikasi siapakah Firaun yang sedang berkuasa saat peristiwa keluarnya Musa beserta Bani Israel dari tanah Mesir. Berikut beberapa kandidatnya :
- Ahmose I (1550 SM – 1525 SM)
- Thutmose I (1506 SM – 1493 SM)
- Thutmose II (1494 SM – 1479 SM)
- Thutmose III (1479 SM – 1425 SM)
- Amenhotep II (1427 SM – 1401 SM)
- Amenhotep IV (1352 SM – 1336 SM)
- Horemheb (sekitar 1319 SM – 1292 SM)
- Ramesses I (sekitar 1292 SM – 1290 SM)
- Seti I (sekitar 1290 SM – 1279 SM)
- Ramesses II (1279 SM – 1213 SM)
- Merneptah (1213 SM – 1203 SM)
- Amenmesse (1203 SM – 1199 SM)
- Setnakhte (1190 SM – 1186 SM)
Dari daftar beberapa Firaun diatas, nama Ramesses II selama ini memang kerap diidentifikasikan sebagai Firaun yang sedang berkuasa pada saat itu. Ia merupakan sosok Firaun terbesar dan terkuat yang pernah memimpin peradaban Mesir kuno. Ramesses II juga merupakan salah satu Firaun yang paling lama berkuasa, yakni 66 tahun lamanya.
Inilah foto-foto jasad firaun yang telah ditemukan.
Jasad Ramesses II yang masih utuh ini, diduga kuat adalah Firaun pada masa Nabi Musa as
Penyebrangan Laut Merah
Lokasi penyeberangan Nabi Musa a.s dan tempat tenggelamnya Firaun diperkirakan berada di Teluk Aqaba di Nuweiba, pesisir Laut Merah. Kedalaman maksimum perairan di sekitar lokasi penyeberangan adalah 800 meter di sisi ke arah Mesir dan 900 meter di sisi ke arah Arab. Sementara itu di sisi utara dan selatan lintasan penyeberangan (lihat panah merah) kedalamannya mencapai 1500 meter. Kecerunan laut dari Nuweiba ke arah Teluk Aqaba sekitar 1/14 atau 4 darjah, sementara itu dari Teluk Nuweiba ke arah daratan Arab sekitar 1/10 atau 6 darjah. Diperkirakan jarak antara Nuweiba ke Arab sekitar 1800 meter. Lebar lintasan Laut Merah yang terbelah diperkirakan 900 meter.
Penemuan Artefak-artefak Kuno Firaun lainnya
Sekumpulan ilmuan arkeolog dari IEASM (European Institute for Underwater Archaeology), yang diketuai oleh seorang ahli arkeolog Perancis, Franck Goddio menemukan beberapa peninggalan firaun di bawah laut, ini adalah salah satu penemuan terbesar dalam abad ke-21. Berikut adalah foto-foto yang telah ditemukan para ilmuan tersebut.
keroncong- KAPTEN
-
Age : 70
Posts : 4535
Kepercayaan : Islam
Location : di rumah saya
Join date : 09.11.11
Reputation : 67
Re: Al Qur'an menjawab misteri di balik utuhnya jasad Firaun pengejar Musa yang tenggelam di laut selama ribuan tahun
nyontek alkitab
SEGOROWEDI- BRIGADIR JENDERAL
- Posts : 43894
Kepercayaan : Protestan
Join date : 12.11.11
Reputation : 124
Similar topics
» MISTERI DI BALIK SHOLAT DZUHUR YANG TERUNGKAP
» Ray Sahetapy, Aktor the raid yang sudah menjadi muallaf selama 20 tahun
» dialog musa dengan firaun
» [terkait pemakan hewan][cina yang doyan makan tikus] Kisah Kakek Pemangsa Tikus Selama 20 Tahun
» Pembela Kristen:Firaun tak ditenggelamkan karena memang tak mengejar Musa
» Ray Sahetapy, Aktor the raid yang sudah menjadi muallaf selama 20 tahun
» dialog musa dengan firaun
» [terkait pemakan hewan][cina yang doyan makan tikus] Kisah Kakek Pemangsa Tikus Selama 20 Tahun
» Pembela Kristen:Firaun tak ditenggelamkan karena memang tak mengejar Musa
Halaman 1 dari 1
Permissions in this forum:
Anda tidak dapat menjawab topik