ketika rumah mengubah sejarah
Halaman 1 dari 1 • Share
ketika rumah mengubah sejarah
Oleh: Ustadzah Yoyoh Yusroh
Saudara-saudaraku Muslimah tercinta yang dimuliakan Allah SWT, perkenankan pada tulisan ini saya ingin menyampaikan sebuah bingkisan hati, sebagai tanda kasih dari seorang hamba pada saudara-saudara yang dicintainya, agar Allah menautkan hati-hati kita dalam cinta dan syukur kepada-Nya. Bingkisan ini pula sebagai tanda sayang pada negeri tercinta nusantara, yang diatas bumi-Nya lah Allah mentakdirkan kita mengabdi kepada-Nya.
Bukan karena saya seorang perempuan bila bingkisan ini menyinggung soal rumah. Namun berangkat dari sebuah kesadaran dan kedalaman kalbu kita semua, bahwa siapapun kita, apapun jabatan kita, seberapapun harta yang kita miliki, setinggi apapun status akademik kita, selalu dan selalu kita membutuhkan tempat untuk kembali. Tempat dimana kita diidentifikasi secara apa adanya, dalam seluruh dimensi kemanusiaan kita. Tempat itu adalah rumah.
Saudraku musllimah tercinta, bukanlah hal yang baru bagi kita, bahwa sebuah rumah memiliki arti lebih dari sekedar keberadaannya secara fisik. Bahwa dimensi non fisik adalah kekuatan yang sesungguhnya dari sebuah rumah. Bila ada seseorang yang berprestasi, atau selebriti sering informasi selanjutnya yang dituju adalah rumahnya. Demikian pula bila ada yang berbuat jahat, publik pun ingin tahu dari rumah seperti apa dia berasal. Rumah, ternyata punya pengaruh yang cukup kuat pada waarna keadaan di sekelilingnya. Rumah – ternyata – tidak melulu berurusan dengan hal-hal mikro dan teknis. Namun patut diakui bahwa urusan makro, selalu mempunyai kaitan dengan rumah, setipis apapun itu. Setidaknya demikian kenyataan yang masih kita jumpai di negeri tercinta ini.
Sahabat-sahabat muslimahtercinta, dan hadirin yang dimuliakan Allah. Kita insan-insan rumahan ini, akhirnya sampai pada sebuah pertanyaan yang menggetarkan kalbu. Dari manakah gerangan rumah-rumah kita memperoleh kekuatan, agar penghuninya dapat menambah indah warna kehidupannya? Marilah sejenak kita membayangkan rumah-rumah kita. Dari manakah asal kekuatan berdaya elektromagnetis tinggi itu?
Ternyata ada sebuah ‘rumah’ di dalam rumah, yang tak henti memancarkan gelombang pada setiap penghuninya. Ialah rumah hati. Sebuah ruang yang tak terdefinisikan secara fisik, namun dia ada. Kita semua dapat merasakannya. Rumah hati, adalah ruang milik bersama, seluruh anggota keluarga, segenap penghuni rumah. Rumah hati, adalah tempat diletakkannya definisi-definisi dasar, pemahaman-pemahaman pokok tentang kehidupan, perasaan, cara pandang bahkan tindak-tanduk dan tutur kata. Rumah hati adalah ruang yang senantiasa menyatukan setiap anggota keluarga seberapapun jauhnya mereka dari rumah. Rumah hati adalah ruang yang selalu menyediakan bahasa seberapapun sulitnya mereka berkata-kata. Itulah sebuah ruang, yang hidup karena kesadaran akan hakekat penghambaan. Sebuah ruang yang ada, karena terpeliharanya keyakinan akan arti sebuah perjalanan menuju ridho Allah.
Saudaraku yang dimuliakan Allah, hati keluarga, membutuhkan penjaga, agar nyala kesadarannya tak redup tanpa seorangpun menyadarinya. Disinilah seorang ibu, mendapat kehormatan tugas peradabannya. Kepada rumah hati keluargalah seorang ibu, meletakkan prioritas upayanya :menjaga cahayanya, dan mengajak segenap anggota keluarga turut mencerahkannya. Demikianlah sebuah rumah terpelihara kekuatannya, dan lahirlah manusia-manusia berkualitas darinya.
Inilah yang dapat menjelaskan pada kita mengapa lahir para pahlawan perwira, yang tak gentar berada di garda terdepan perjuangan menegakkan kebenaran. Di awal abad ke 16, tampil Laksamana Keumalahayati pemimpin satu-satunya armada wanita di dunia, seorang jandadari para syuhada pertempuran teluk Haru. Komandan armada VOC pun tewas di ujung rencongnya. Allohu Akbar.
Di abad 19 ada Cut Nyak Dhien, Cut Meutia, Teungku Fakinah, dan ribuan mujahidah Aceh lainnya. Mereka menembus rimba demi rimba, berjalan berpuluh kilometer, membela tumpah darah tercinta dari jarahan para durjana. Mereka memimpin pasukan dengan gagah berani, meneruskan perjuangan para suami yang telah syahid. Saat dimana perempuan-perempuan di belahan barat dunia masih harus berjuang untuk mendapat pengakuan bahwa mereka punya hak sebagai manusia.
Lalu ada Rahmah al Yunusiah, Rohana Kudus, Nyai Ahmad Dahlan, dan para tokoh pemberdayaan masyarakat lainnya. Mereka berjuang penuh keikhlasan, mengorbankan harta milik pribadinya untuk mencerdaskan ummat, tanpa pernah menghitung-hitungnya kembali. Subhanallah.
Saudara-saudaraku muslimah tercinta yang dimuliakan Allah. Ketika perempuan disandingkan dengan rumah, beberapa pihak memandangnya dengan penuh keprihatinan. Seolah perempuan telah kehilangan masa depannya. Tidakkah kita mencoba melihat dengan lebih jeli, bahwa mulai dari rumahlah masa depan dirajut?
Pertanyaan yang lebih mendasar terus mengejar kita. Agar rumah hati keluarga kokoh berdiri, pilar-pilar apakah yang menyangganya? Ketika badai melanda, apa yang dapat membuatnya tetap bertahan?
Disinilah saudaraku, kita menyadari, betapa komitmen kita sebagai seorang muslim pada syariat Islam mengambil tempatnya. Kesadaran kita untuk selalu meneggakkan perintah Allah, menjauhi larangannya, serta menegakkan sunnah Rasul-Nya. Itulah yang menjaga kekokohan rumah hati keluarga kita. Hingga akhirnya lingkungan kita pun merasakan sejuknya Islam, dan indahnya syariat Allah SWT.
Dari rumahlahlah segalanya berawal. Dari rumah yang memiliki rumah hati yang hidup dan kokoh berdiri . Rumah yang bersendikan syariat ilahi.
Ketika itulah, saudara-saudaraku tercinta, sejarah akan berubah, insya Allah. Mengukirkan prestasi demi prestasi dari hamba-hamba Allah yang ikhlas bekerja di jalan dakwah. Ketika itulah rumah mengubah sejarah.
Kita tidak menutup mata dari berbagai masalah yang ditanggung oleh sahabat-sahabat perempuan diberbagai pelosok negeri. Ketidakadilan, eksploitasi, bahkan masih juga kita temui diskriminasi dan tindak kekerasan disana-sini. Adalah komitmen kita untuk mencari solusi. Karena dakwah ini adalah sebuah ruang empati, tempat kita berbagi dan saling menguatkan. Namun kita memilih solusi hakiki, yang menyelisik masalah hingga ke akar tunggangnya. Bukan hanya sekedar menyapu fenomena.
Kembali pada kekokohan keluarga adalah jawabannya. Persoalan perempuan niscaya tidak akan dapat selsai tanpa dianalisis dalam kerangka komprehensif, ialah kerangka keluarga. Sebab masyarakat kita , adalah masyarakat berbasis keluarga, bukan individu.
Saudara-saudaraku Muslimah tercinta yang dimuliakan Allah SWT, perkenankan pada tulisan ini saya ingin menyampaikan sebuah bingkisan hati, sebagai tanda kasih dari seorang hamba pada saudara-saudara yang dicintainya, agar Allah menautkan hati-hati kita dalam cinta dan syukur kepada-Nya. Bingkisan ini pula sebagai tanda sayang pada negeri tercinta nusantara, yang diatas bumi-Nya lah Allah mentakdirkan kita mengabdi kepada-Nya.
Bukan karena saya seorang perempuan bila bingkisan ini menyinggung soal rumah. Namun berangkat dari sebuah kesadaran dan kedalaman kalbu kita semua, bahwa siapapun kita, apapun jabatan kita, seberapapun harta yang kita miliki, setinggi apapun status akademik kita, selalu dan selalu kita membutuhkan tempat untuk kembali. Tempat dimana kita diidentifikasi secara apa adanya, dalam seluruh dimensi kemanusiaan kita. Tempat itu adalah rumah.
Saudraku musllimah tercinta, bukanlah hal yang baru bagi kita, bahwa sebuah rumah memiliki arti lebih dari sekedar keberadaannya secara fisik. Bahwa dimensi non fisik adalah kekuatan yang sesungguhnya dari sebuah rumah. Bila ada seseorang yang berprestasi, atau selebriti sering informasi selanjutnya yang dituju adalah rumahnya. Demikian pula bila ada yang berbuat jahat, publik pun ingin tahu dari rumah seperti apa dia berasal. Rumah, ternyata punya pengaruh yang cukup kuat pada waarna keadaan di sekelilingnya. Rumah – ternyata – tidak melulu berurusan dengan hal-hal mikro dan teknis. Namun patut diakui bahwa urusan makro, selalu mempunyai kaitan dengan rumah, setipis apapun itu. Setidaknya demikian kenyataan yang masih kita jumpai di negeri tercinta ini.
Sahabat-sahabat muslimahtercinta, dan hadirin yang dimuliakan Allah. Kita insan-insan rumahan ini, akhirnya sampai pada sebuah pertanyaan yang menggetarkan kalbu. Dari manakah gerangan rumah-rumah kita memperoleh kekuatan, agar penghuninya dapat menambah indah warna kehidupannya? Marilah sejenak kita membayangkan rumah-rumah kita. Dari manakah asal kekuatan berdaya elektromagnetis tinggi itu?
Ternyata ada sebuah ‘rumah’ di dalam rumah, yang tak henti memancarkan gelombang pada setiap penghuninya. Ialah rumah hati. Sebuah ruang yang tak terdefinisikan secara fisik, namun dia ada. Kita semua dapat merasakannya. Rumah hati, adalah ruang milik bersama, seluruh anggota keluarga, segenap penghuni rumah. Rumah hati, adalah tempat diletakkannya definisi-definisi dasar, pemahaman-pemahaman pokok tentang kehidupan, perasaan, cara pandang bahkan tindak-tanduk dan tutur kata. Rumah hati adalah ruang yang senantiasa menyatukan setiap anggota keluarga seberapapun jauhnya mereka dari rumah. Rumah hati adalah ruang yang selalu menyediakan bahasa seberapapun sulitnya mereka berkata-kata. Itulah sebuah ruang, yang hidup karena kesadaran akan hakekat penghambaan. Sebuah ruang yang ada, karena terpeliharanya keyakinan akan arti sebuah perjalanan menuju ridho Allah.
Saudaraku yang dimuliakan Allah, hati keluarga, membutuhkan penjaga, agar nyala kesadarannya tak redup tanpa seorangpun menyadarinya. Disinilah seorang ibu, mendapat kehormatan tugas peradabannya. Kepada rumah hati keluargalah seorang ibu, meletakkan prioritas upayanya :menjaga cahayanya, dan mengajak segenap anggota keluarga turut mencerahkannya. Demikianlah sebuah rumah terpelihara kekuatannya, dan lahirlah manusia-manusia berkualitas darinya.
Inilah yang dapat menjelaskan pada kita mengapa lahir para pahlawan perwira, yang tak gentar berada di garda terdepan perjuangan menegakkan kebenaran. Di awal abad ke 16, tampil Laksamana Keumalahayati pemimpin satu-satunya armada wanita di dunia, seorang jandadari para syuhada pertempuran teluk Haru. Komandan armada VOC pun tewas di ujung rencongnya. Allohu Akbar.
Di abad 19 ada Cut Nyak Dhien, Cut Meutia, Teungku Fakinah, dan ribuan mujahidah Aceh lainnya. Mereka menembus rimba demi rimba, berjalan berpuluh kilometer, membela tumpah darah tercinta dari jarahan para durjana. Mereka memimpin pasukan dengan gagah berani, meneruskan perjuangan para suami yang telah syahid. Saat dimana perempuan-perempuan di belahan barat dunia masih harus berjuang untuk mendapat pengakuan bahwa mereka punya hak sebagai manusia.
Lalu ada Rahmah al Yunusiah, Rohana Kudus, Nyai Ahmad Dahlan, dan para tokoh pemberdayaan masyarakat lainnya. Mereka berjuang penuh keikhlasan, mengorbankan harta milik pribadinya untuk mencerdaskan ummat, tanpa pernah menghitung-hitungnya kembali. Subhanallah.
Saudara-saudaraku muslimah tercinta yang dimuliakan Allah. Ketika perempuan disandingkan dengan rumah, beberapa pihak memandangnya dengan penuh keprihatinan. Seolah perempuan telah kehilangan masa depannya. Tidakkah kita mencoba melihat dengan lebih jeli, bahwa mulai dari rumahlah masa depan dirajut?
Pertanyaan yang lebih mendasar terus mengejar kita. Agar rumah hati keluarga kokoh berdiri, pilar-pilar apakah yang menyangganya? Ketika badai melanda, apa yang dapat membuatnya tetap bertahan?
Disinilah saudaraku, kita menyadari, betapa komitmen kita sebagai seorang muslim pada syariat Islam mengambil tempatnya. Kesadaran kita untuk selalu meneggakkan perintah Allah, menjauhi larangannya, serta menegakkan sunnah Rasul-Nya. Itulah yang menjaga kekokohan rumah hati keluarga kita. Hingga akhirnya lingkungan kita pun merasakan sejuknya Islam, dan indahnya syariat Allah SWT.
Dari rumahlahlah segalanya berawal. Dari rumah yang memiliki rumah hati yang hidup dan kokoh berdiri . Rumah yang bersendikan syariat ilahi.
Ketika itulah, saudara-saudaraku tercinta, sejarah akan berubah, insya Allah. Mengukirkan prestasi demi prestasi dari hamba-hamba Allah yang ikhlas bekerja di jalan dakwah. Ketika itulah rumah mengubah sejarah.
Kita tidak menutup mata dari berbagai masalah yang ditanggung oleh sahabat-sahabat perempuan diberbagai pelosok negeri. Ketidakadilan, eksploitasi, bahkan masih juga kita temui diskriminasi dan tindak kekerasan disana-sini. Adalah komitmen kita untuk mencari solusi. Karena dakwah ini adalah sebuah ruang empati, tempat kita berbagi dan saling menguatkan. Namun kita memilih solusi hakiki, yang menyelisik masalah hingga ke akar tunggangnya. Bukan hanya sekedar menyapu fenomena.
Kembali pada kekokohan keluarga adalah jawabannya. Persoalan perempuan niscaya tidak akan dapat selsai tanpa dianalisis dalam kerangka komprehensif, ialah kerangka keluarga. Sebab masyarakat kita , adalah masyarakat berbasis keluarga, bukan individu.
keroncong- KAPTEN
-
Age : 70
Posts : 4535
Kepercayaan : Islam
Location : di rumah saya
Join date : 09.11.11
Reputation : 67
Similar topics
» [YG bisa terkait cara mengubaH] CARA MENGUBAH JASA KIRIM YANG DIPILIH OLEH SISTEM SHOPEE || Perubahan Layanan Jasa Kirim Shopee
» [info terkait tanaman yg bs/dapat ditanam diarea rumah] Panduan Menanam Tomat Organik Di Pekarangan Rumah
» [hambaTuhan][Ps. Dr. Anthony Chang Preacher]▒▓►SEKELUARGA DAPAT RUMAH PENGGANTI RUMAH KUMUH : LACMI SETULUS HATI EPS. 21
» Cantik dan Unik, Rumah-rumah Bekas Gereja
» [bisa dijual][bisa dari kayu & nggak hrs bertema dg seperti ini] RUMAH NENEK SIHIR!!! Cara buat rumah dari kardus bekas - Kreasi unik kerajinan tangan
» [info terkait tanaman yg bs/dapat ditanam diarea rumah] Panduan Menanam Tomat Organik Di Pekarangan Rumah
» [hambaTuhan][Ps. Dr. Anthony Chang Preacher]▒▓►SEKELUARGA DAPAT RUMAH PENGGANTI RUMAH KUMUH : LACMI SETULUS HATI EPS. 21
» Cantik dan Unik, Rumah-rumah Bekas Gereja
» [bisa dijual][bisa dari kayu & nggak hrs bertema dg seperti ini] RUMAH NENEK SIHIR!!! Cara buat rumah dari kardus bekas - Kreasi unik kerajinan tangan
Halaman 1 dari 1
Permissions in this forum:
Anda tidak dapat menjawab topik