FORUM LASKAR ISLAM
welcome
Saat ini anda mengakses forum Laskar Islam sebagai tamu dimana anda tidak mempunyai akses penuh turut berdiskusi yang hanya diperuntukkan bagi member LI. Silahkan REGISTER dan langsung LOG IN untuk dapat mengakses forum ini sepenuhnya sebagai member.

Haruskah Islam yang Jadi Kambing Congek,,?? Follow_me
@laskarislamcom

Terima Kasih
Salam Admin LI


Join the forum, it's quick and easy

FORUM LASKAR ISLAM
welcome
Saat ini anda mengakses forum Laskar Islam sebagai tamu dimana anda tidak mempunyai akses penuh turut berdiskusi yang hanya diperuntukkan bagi member LI. Silahkan REGISTER dan langsung LOG IN untuk dapat mengakses forum ini sepenuhnya sebagai member.

Haruskah Islam yang Jadi Kambing Congek,,?? Follow_me
@laskarislamcom

Terima Kasih
Salam Admin LI
FORUM LASKAR ISLAM
Would you like to react to this message? Create an account in a few clicks or log in to continue.

Haruskah Islam yang Jadi Kambing Congek,,??

Topik sebelumnya Topik selanjutnya Go down

Haruskah Islam yang Jadi Kambing Congek,,?? Empty Haruskah Islam yang Jadi Kambing Congek,,??

Post by JN-SeJenis Tomat Sat Dec 24, 2011 1:24 am

Sejak peristiwa Bom Solo (25 September 2011) yang di lakukan oleh seseorang diduga bernama Achmad Yosepa Hayat alias Ahmad Abu Daud. Isu terorisme kembali menjadi "komoditas laris" oleh sebagian besar media. Dalam hitungan 6 jam paska ledakan, digelar jumpa pers. Presidenpun lalu “memvonis” siapa pelaku dan kelompok jaringannya. Lagi-lagi. yang menjadi korban adalah sama “Islam dan kelompok-kelompok Islam”.


Tak heran Umat Islam selalu jadi korban, karena kerangka besar “Global war on terrorism” yang di kumandangkan Amerika paska runtuhnya gedung WTC, menjadikan Indonesia berada dibelakang barisan Amerika. Ini terbukti dengan lahirnya UU Terorisme No 15 Tahun 2003, kemudian juga lahirnya Detasemen 88 yang awal terbentuknya Amerika cs mensuport habis baik teknis dan dananya.

Bahkan sampai detik ini, masih terlihat benang merah adanya satu rangkaian upaya penguatan legal frame untuk memperkokoh proyek “war on terrorism” dalam konteks domestic.Misalkan di DPR saat ini progress RUU Kamnas, RUU Intelijen, dan juga sudah di wacanakan perlunya revisi UU terorisme dan UU Keormasan. Begitupun melalui BNPT sudah di usulkan perlunya pengadilan khusus Tipeter (tindak pidana terorisme).

Namun sangat disayangkan, Indonesia sikap politiknya tidak obyektif dan proporsional. Mengabaikan konstalasi politik global, dimana Amerika menjadi episentrum lahirnya ketidakstabilan di negeri-negeri Islam.Sikap politik arogan imperialis AS tidak pernah menjadi catatan atau kritik dari Indonesia, justru seolah mengaminkan semua tindakan Amerika dengan tanpa koreksi.

Langkah arogan AS-lah yang menstimulasi perlawanan-perlawanan dipusat pergolakan, atau bahkan perlawanan sporadis dengan berbagai bentuk dan tehniknya di luar wilayah pergolakan. Dan perkara diatas seolah tidak disadari oleh pemerintah Indonesia dimana posisi kekeliruan, malah sebaliknya membabi buta menyudutkan kelompok muslim tertentu dan menyalahkan Islam sebagai ideology.

Padahal dari proyek war on terrorism melahirkan turunan-turunan langkah yang dilakukan aparat Densus88 sesuatu yang “luar biasa”.Sejak operasi pemburuan di mulai hingga tahun 2011, sudah 650 orang lebih di tangkap dan di tahan. Bahkan lebih dari 50 orang tewas dalam berbagai aksi penggrebekan. Banyak orang ditangkap hanya karena sangkaan, dugaan, dan banyak orang tewas diluar proses hukum peradilan (extra judicial killing).

Dalam catatan evaluasi Komnas HAM akhir tahun 2010; Densus88 banyak melakukan pelanggaran HAM secara serius. Bukankah dalam UU Terorisme no 15 tahun 2003, amanahnya adalah penahanan dan di adili? Bukan di grebek dan di eksekusi. Bukan ditembak ditempat hanya dengan asumsi obyek sangat membahayakan. Jika operasi dengan target mati, mungkin lebih cocok kalau yang terlibat dalam operasi kontra-terorisme adalah Militer(TNI), bukan aparat kepolisian. Tapi hari ini masyarakat melihat logika-logika langkah yang terbalik dan merancukan semua aturan serta prosedur.

Cara-cara hard power untuk mengikis terorisme terbukti banyak melahirkan korban, bahkan keluarga mereka yang tidak tersangkutpun menjadi korban (dengan hukuman sosial dari masyarakat sekitar). Dan cara-cara yang tidak proporsional (cenderung arogan) melahirkan sikap “dendam” dan antipasti dari kelompok korban. Bahkan semua tindakan “arogan” tersebut menjadi dasar legitimasi kelompok “teroris” makin massif untuk melakukan perlawanan sampai batas kemampuan yang mereka miliki. Baik operasional lapangnya bersama-sama atau sendiri-sendiri.

Di sisi lain, kedzaliman-kedzaliman yang ditampilkan secara arogan oleh aparat dan pengadilan-pengadilan yang sarat dengan rakayasa dalam kasus terorisme menjadi stimulus tersendiri lahirnya kekerasan baru. Banyak individu yang empati atas nasib saudaranya yang terdzalimi. Cara empatinya di ekspresikan dalam bentuk perlawanan, baik sendiri atau kemudian mengabungkan diri bersama tandzim yang ada.

Atau mengispirasi untuk membentuk tandzim baru yang dihimpun didalamnya orang-orang baru dengan spirit yang sama dengan visi perlawanan yang sama. Ini terlihat jelas dari pelaku-pelaku baru yang mereka tidak terkait dengan jihad di Afghanistan pada masa lampau, jihad Ambon dan Poso.
Langkah pemerintah melalui aparatnya ini juga seolah tidak disadari sama sekali telah menjadi sumber dan lahirnya siklus kekerasan yang tidak berujung.

Bahkan ditataran soft power yang saat ini menjadi fokus banyak instrument pemerintah juga melahirkan masalah tersendiri. Lebih-lebih paska terbentuknya BNPT (Badan Nasional Penanggulangan Terorisme) yang di ketuai Ansyad Mbai. Karena langkah soft power dalam bentuk proyek penguatan legal frame dan deradikalisasi, mengandung muatan yang sangat sensitive terhadap umat Islam. Bahkan cara-cara implementasi proyek deradikalisasi kurang “makruf”.

Sekarang ramai di bicarakan RUU Intelijen, satu piranti penting yang bisa memberi dukungan kontra-terorisme secara maksimal memuat substansi pasal-pasal yang sangat bermasalah dan rentan terjadinya “abuse of power”.Bahkan akan membungkam siapa saja yang bersebrangan dengan status quo hanya dengan alasan atau asumsi subyektif yaitu membahayakan keamanan nasional.

Deradikalisasi yang dikomandoi BNPT dengan anggaran 90 Miliar rupiah dan tahun depan di usulkan 126 Miliar rupiah, melahirkan kritik dan kontraksi internal umat Islam. Dengan cara pandang dan paradigma sekuler yang di miliki BNPT, kemudian menebar persepsi dan paradigma tentang akar terorisme dan solusinya. Intinya, Islam Idologilah atau Islam Fundamentalis radikal yang dituduh menjadi akar terorisme di negeri Indonesia. Dan dalam pandangan BNPT perlunya dikembangkan Islam Rahmatan (bahasa halus dari keyakinan liberal dan moderat sebagai seorang muslim).

Akhirnya mereka mengenalkan definisi-definisi baru terhadap Islam dalam level pokok atau perkara cabangnya. Menggelar berbagai workshop, seminar, talkshow, dan semisalnya untuk menebarkan pandangan sekuler ala BNPT, dengan mengandeng NGO-NGO atau ormas yang ada atau bahkan mencatut MUI secara illegal untuk melaksanakan Halqoh Nasional Penanggulangan Terorisme diberbagai kota. Perkara dan langkah ini, pemerintah telah membuat polarisasi kehidupan sosial politik masyarakat Indonesia (khususnya umat Islam).

Lebih-lebih pemerintah dan media masa sekuler seperti setali tiga uang. Media kompak untuk berteriak menjadi corong proyek kontra-terorisme.Tanpa lagi melakukan kajian elaborative dan holistic terhadap fenomena terorisme. Jika ada media yang investigative, faktanya ditemukan “deal” transaksi data-data aparat plus paradigmanya dengan pihak media tersebut, kemudian di ekspos plus vonis-vonis tendensiusnya. Media membranding isu terorisme dengan menjadikan para pengamat (tepatnya:komentator pesanan), untuk mematangkan opini dan isu dan mengkonstruksi persepsi masyarakat mengarah kepada kesimpulan tertentu.

Betapa timpangnya media melihat isu seksi “terorisme”, begitu gegabahnya media menghakimi dan mengarahkan persepsi masyarakat kepada kesimpulan-kesimpulan premature.Lihatlah, bagaimana orang membuat bom selevel petasan kemudian opini di giring bahwa NKRI, dan pilar-pilar bangsa yang ada dalam ancaman serius. Bahkan “teroris” hendak mengganti NKRI menjadi negara Islam. Atau bopengnya media terlihat dari kasus terbaru, rusuh Ambon paska Idul fitri kemarin.

Seolah Media sekuler bungkam seribu bahasa, tapi ganti kasus menimpa kepada penganut minoritas (Kristen) di negeri ini mereka berteriak menggonggong secara massif. Apakah karena di Ambon yang menjadi korban adalah umat Islam? Dan apakah karena di Solo korban luka-lukanya orang Kristen? Tentu media akan bersilat lidah menjawab tidak, tapi fakta tindakan dan sikap media jelas-jelas tidak berimbang dan tidak lagi bisa obyektif. Apakah kita sadar dalam kontek isu terorisme media telah menjadi salah satu pemicu munculnya “teroris-teroris” baru.

Bagaimana tidak, ekspos secara fulgar operasi aparat yang ditampakkan bak jagoan “Rambo”, tapi semua orang muslim Indonesia “ngeh” bahwa itu arogansi dan kedzaliman. Dan ini menjadi catatan alam bawah sadar untuk generasi Islam, pada kesempatan mendatang mereka akan teriak “melawan” ketika akumulasi kedzaliman yang mereka saksikan sudah overload di benak dan perasaan mereka.

Sikap penguasa juga tidak jauh beda dengan media. Melalui Presiden SBY, kesannya terlalu sumbang menyikapi Bom Petasan di Solo.Justru langkah sigap ditengah carut marut dan bopengnya pemerintahan SBY yang di jerat kasus korupsi dan intrik-intrik politik lainya, dimaknai lain. Teori konspirasi banyak tersingkap di kemudian hari di negeri ini, dan masyarakat juga percaya dengan logika sederhana bahwa bom Solo kali ini bisa jadi produk operasi intelijen.

Artinya, ada upaya pengalihan isu dari bobroknya pemerintah dan partai penguasa dengan kasus korupsinya (bahkan cenderung mendelegitimasi status quo) kepada isu terorisme. Seolah isu terorisme selalu menjadi tumbal untuk menutupi rusaknya sistem dan para penguasanya. Atau bahkan ada pihak-pihak yang bermain dengan motif politik lainya, missal; menjadi penguatan untuk melegislasi RUU Intelijen, atau memelihara proyek War On Terrorism yang di komandani oleh BNPT. Kenapa tidak?

Kalau realitas diatas terus saja di pelihara maka siapa sebenarnya yang menjadi sumber dan akar siklus kekerasan yang tidak berujung ini? Apakah akan terus-terusan Islam Ideologi (Islamis) yang dikambing hitamkan untuk menerima semua kesalahan? Apakah para pengusung syariat dan ideologi jihad yang akan di salahkan? Dan sangat aneh lagi, yang menuduh dan menyudutkan Islam dan umatnya adalah anak dan cucu umat Islam sendiri.

Kenapa pemerintah tidak pernah berbenah diri dalam sikap politik luar negeri dan domestiknya yang ramah terhadap kepentingan umat Islam? Nota bene mereka adalah mayoritas penghuni negeri ini. Kenapa pemerintah tidak sigap dan serius menciptakan keadilan dan kesejahteraan untuk rakyat ini? Justru loyalitas dan kepentingan Asing di negeri ini lebih dominan. Dan Kenapa pemerintah membisu terhadap VOC-VOC gaya baru sekarang? Benar memang, Amerika cs tidak menjajah secara fisik, tapi banyak aspek (dalam bidang;politik, ekonomi, pendidikan, budaya, hukum dan lainya) negeri ini dikelola mengikuti arahan dan kepentingan asing (Amerika).

Tidakkah bisa berharap banyak kepada para penguasa di negeri ini untuk bisa mewujudkan keadilan dan kesejahteraan bagi umat Islam di negeri ini. Apakah, karena ideologi sistem yang dipakai adalah sistem sekuler-liberal, sehingga menjadi akar carut marutnya negeri Indonesia termasuk negara pengusungnya (Amerika cs)?.

Realita menunjukkan, Sistem ini telah melahirkan krisis permanen dan periodik.Ditambah lagi pejabat yang tidak amanah, dengan mekanisme sistem politik demokrasi mereka tersandra oleh uang dan kepentingan kelompok.
Wajar jika sampai hari ini isu terorisme dan kontra-terorisme baik di ranah global atau domestik, hanya menjadi kedok dan tumbal dari kepentingan-kepentingan pragmatis para opuntunir lokal dan imperialisme global. Dan sekaligus dijadikan alat untuk memberangus (dengan cara hard power maupun soft power) setiap gejolak kebangkitan (islam ideologis) yang akan meruntuhkan dominasinya pada masa yang akan datang.

http://www.suara-media.com/2011/09/lagi-lagi-umat-islamkelompok-islam.html
JN-SeJenis Tomat
JN-SeJenis Tomat
SERSAN MAYOR
SERSAN MAYOR

Male
Age : 34
Posts : 250
Kepercayaan : Islam
Location : SumSel
Join date : 14.11.11
Reputation : 4

Kembali Ke Atas Go down

Topik sebelumnya Topik selanjutnya Kembali Ke Atas

- Similar topics

Permissions in this forum:
Anda tidak dapat menjawab topik