membentengi umat dari sekulerisasi
Halaman 1 dari 1 • Share
membentengi umat dari sekulerisasi
Di dalam sebuah Hadits yang panjang yang diriwayatkan oleh Al-Bukhari,
Muslim, dan Abu Dawud diriwayatkan:
عن
خذيفة بن اليمن رضي الله عنه قال: كان التاس يسألون رسول الله ص م عن الخير وكنت
أسأله عن الشر مخافة أن يدركني فقلت، يا رسول الله، إنا كنا في جاهلية وشر، فجاءنا
الله بهذا الخير فهل بعد هذا الخير من شر؟ قال: نعم، وفيه دخن . قلت: وما دخنه؟
قال: قوم يهدون بغير هديي.—وفي رواية: قوم يستنون بغير سنتي ويهدون بغير
هديي.-- تعرف منهم وتنكر. قلت: فهل بعد
ذالك الخير من شر؟ قال: نعم، دعاة على أبواب جهنم، من أجابهم إليها قذفوه فيها.
قلت: يا رسول الله، صفهم لنا. قال: هم من جلدتنا ويتكلمون بألسنتنا. قلت: فما
تأمرني إن أدركني ذلك؟ قال: تلزم جماعة
المسلمين وإمامهم. قلت: فإن لم يكن لهم جماعة ولا إمام؟ قال: فاعتزل تلك الفرق
كلها ولو أن تعض بأصل شجرة حتى يدركك الموت وأنت على ذلك. (رواه البخاري).
Artinya: Dari Hudzaifah bin
Al-Yaman ra, ia berkata; “Adalah orang-orang bertanya kepada Rasulullah saw
dari hal kebaikan, tetapi aku bertanya kepadanya dari hal kejahatan, --karena—
khawatir apabila kejahatan itu akan menjangkauku, maka aku berkata: “Ya
Rasulallah, sesungguhnya kami dulu dalam kejahiliyahan dan keburukan. Lalu
Allah mendatangkan kebaikan ini
(iman-Islam) kepada kami, maka apakah setelah kebaikan ini akan ada keburukan?”
Beliau bersabda: “Ya, “
Aku bertanya: “Dan apakah setelah keburukan itu ada
kebaikan (lagi)?”
Beliau menjawab: “Ya, dan di dalamnya ada kekeruhan.”
Aku bertanya:
“Dan apa kekeruhannya?”
Beliau menjawab: “Suatu kaum
yang mengambil petunjuk kepada selain petunjukku.”—Dan ada suatu riwayat—Suatu
kaum yang mengambil sunnah/ perbuatan kepada selain sunnahku
dan mengambil petunjuk kepada selain
petunjukku--. Engkau kenal mereka itu dan engkau ingkari.”
Aku bertanya: “Maka apakah setelah kebaikan itu ada
keburukan (lagi)?”
Beliau menjawab: “Ya.
Juru-juru da’wah/ penyeru-penyeru ada
di atas pintu-pintu jahannam, barangsiapa yang menjawab seruan mereka itu, maka
mereka lemparkan dia ke dalam jahannam.”
Aku berkata: “Ya Rasulallah,
tunjukkanlah sifat-sifat mereka itu kepada kami.”
Beliau menjawab: “Mereka itu
dari kulit kita dan mereka berbicara dengan bahasa-bahasa kita.”
Aku bertanya: “Maka apa yang
engkau perintahkan kepadaku apabila aku menjumpai yang demikian itu?”
Beliau bersabda: “Kamu tetaplah berada di jama’ah
muslimin dan imamnya.”
Aku bertanya: “Apabila
mereka (Muslimin) tidak memiliki jama’ah dan tidak punya imam?”
Beliau bersabda: “Maka kamu
singkirilah kelompok-kelompok (firqah-firqah) itu seluruhnya walau kamu (harus)
menggigit akar pohon sampai kamu menemui kematian dan kamu (tetap) atas yang
demikian itu.”[1]
Dari hadits yang panjang itu, Prof Ahmad
Muhammad Jamal (almarhum) guru besar kebudayaan Islam pada Universitas Ummul
Qura Makkah, mengutip sebagiannya, untuk dijadikan landasan dalam pendahuluan
kitabnya yang berjudul Muftaroyaat 'alal Islaam (Kebohongan-kebohongan
terhadap Islam) yang diIndonesiakan menjadi Membuka Tabir Upaya
Orientalis dalam Memalsukan Islam. Potongan Hadits yang ia kutip adalah:
Bahwa sahabat Hudzaifah ibnu Al-Yamani pernah bertanya kepada Rasulullah saw.:
"Wahai Rasulullah, apakah sesudah kebaikan ini akan ada masa
keburukan?" Jawab Rasulullah:
"Ya., yaitu munculnya kaum yang mengajak orang lain ke neraka
jahannam. Barangsiapa memenuhi ajakannya berarti telah menyiapkan dirinya untuk
masuk neraka." Aku berkata: "Terangkanlah ciri-ciri mereka itu, wahai
Rasulullah!" Jawab Rasul,
"Kulit mereka sama dengan kulit kita dan mereka bicara dengan
bahasa kita."
Beliau mengemukakan Hadits tersebut, karena
menyesalkan sekali adanya orang-orang yang bersikap kebarat-baratan justru dari
kalangan kita sendiri, warna kulitnya sejenis dengan kita, bahasanya sama
dengan kita, bahkan semboyannya pun seperti semboyan kita. Namun mereka
membelakangi sumber-sumber ajaran Islam berupa Al-Quran, Hadits, dan Sejarah
Islam. Sebaliknya mereka hadapkan wajah dan hati mereka kepada sumber-sumber
Barat. Kemudian mereka menuduh dan membohongkan Islam seperti yang diperbuat
orang Barat.
Menurut Syeikh Ahmad Jamal, pengaruh itu masuk ke orang Islam lantaran
salah satu dari 3 hal:
1. Karena mereka belajar di perguruan tinggi Barat, Eropa atau Amerika.
2. Karena mereka belajar di bawah asuhan orang-orang Barat di perguruan
tinggi di dalam negeri mereka sendiri, atau
3. Karena mereka hanya membaca sumber-sumber dari Barat di luar
tempat-tempat pendidikan formal dengan mengenyampingkan sumber-sumber Islami,
karena tidak tahu atau karena ingin menyombongkan diri, yakni menganggap remeh
terhadap sumber-sumber Islam.
Kalau sudah demikian, tanggung jawab siapa?
Kembali Syeikh Ahmad Jamal mengulasnya, bahwa itu adalah tenggung jawab
kita --ummat Islam-- juga. Kenapa? Karena, kitalah yang mengirim mereka ke
sekolah-sekolah dan perguruan tinggi Barat dengan aneka alasan. Pengiriman
mahasiswa itu tanpa membekali antisipasi untuk mencegah keraguan-raguan yang
ditanamkan guru-guru Barat, dan kita tidak menyediakan untuk mahasiswa itu
citra dan syiar Islam serta bentuk rumah tangga dan negara yang benar-benar
Islami. Hingga kita tidak bisa meluruskan mereka ketika bengkok.
"Ya, kita mengirim mereka ke perguruan-perguruan Barat, namun kita
tidak membangun rumah Islam buat mereka yang dapat melindungi mereka dari panah
dan hembusan beracun orang-orang Barat." tulis Ahmad Muhammad Jamal.
Dengan tandas, Ustadz itu mengemukakan bahwa di samping bahaya tersebut,
masih pula kita mendatangkan tenaga-tenaga pengajar dari Barat untuk memberikan
pelajaran di perguruan-perguruan dan universitas-universitas kita. Dapat
dipastikan, tenaga-tenaga Barat itu menyampaikan kepentingan-kepentingan mereka
sebagaimana yang dilakukan rekan-rekan mereka di negara Barat, yaitu meracuni
dan menimbulkan rasa antipati terhadap Islam.
Faktor-faktor itu masih pula ditambah dengan kesalahan kita yaitu
membuka pintu lebar-lebar untuk penyebaran kebudayaan Barat, sehingga orang
kita begitu saja membenarkan apa-apa yang datang dari Barat dan menerimanya
bula-bulat.
Akibat dari itu semua, Ustadz Ahmad Muhammad Jamal (68th) yang wafat di
Kairo Mesir pada Hari Arafah 1413H itu mengemukakan peringatan yang cukup
tandas:
"Dengan terjadinya hal-hal semacam itu maka juru da'wah Islam hanya
dapat berteriak di lembah sunyi dan di padang yang lengang, bahkan mereka hanya
dapat membacakan do'a kepada ahli kubur. Hanya sedikit pemuda Muslim yang
diselamatkan oleh Allah. Yang sedikit inipun selalu dihalang-halangi kelompok
jahat yang mayoritas itu dengan berbagai jalan. Setiap orang beriman ditekan,
diintimidasi dan dirintangi dari menjalankan agama Alah."
Menghancurkan
Hukum Islam dan sistem Islam
Upaya Barat untuk menghancurkan Islam --setelah selama 6 abad orang
Barat belajar kepada kaum Muslimin-- mula-mula yang dihancurkan adalah hukum
Islam. Hukum atau syari'at Islam telah berlangsung dan diterapkan sejak
kepemimpinan Nabi Muhammad صلى الله عليه وسلم SAW sampai berkembangnya Islam ke berbagai negara di
zaman kekhalifahan ataupun kesultanan.
Pada masa pemekaran Islam ke berbagai negara pada abad ketujuh, delapan,
dan kesembilan Masehi, Hukum Positif Romawi mulai jatuh dan dilupakan orang,
sejak munculnya Justinius pada abad keenam Masehi. Hukum positif itu tidak bisa
diberlakukan lagi berabad-abad, kecuali pada abad ke sebelas oleh seorang murid
yang sempat belajar hukum Islam di Andalus, yaitu Paus Jerbart seorang Prancis
yang dikenal dengan nama Silvestre II (1024M). Ia menjadi murid orang-orang
Islam Andalusia abad 11, kemudian kembali ke Prancis dan mengkaji hukum positif
Romawi dengan memasukkan unsur-unsur syari'at Islam yang telah ia terima.
Tetapi Paus Silvestre dan lainnya tidak berani mempublikasikan ajaran yang
membawa pengaruh syari'at Islam itu di depan Gereja. Kemudian hukum positif
Romawi yang dibawa oleh Paus dapat diterima oleh Gereja sebagai perkembangan
hukum yang terselubung. [2]
Pada periode berikutnya, hukum Islam yang telah diberlakukan di berbagai
negeri itu kemudian dipreteli (dilepas) diganti dengan hukum positif. Di saat
hampir saja Inggris menduduki India (plus Pakistan dan Bangladesh) tahun 1791,
Inggris sudah mengadakan gerakan untuk membatalkan syari'at Islam, kemudian
orang Islam di sana mulai didesak untuk meninggalkan ajarannya dan menjalankan
hukum mereka. Terjepitlah syari'at Islam pada saat itu, dan perstiwa inilah
sebagai awal kemerosotan dunia Islam secara umum.
Di belahan lain di Mesir, berlangsung pula revolusi Prancis yang
dipimpin oleh Napoleon Bonaparte hingga tahun 1798. Tiga tahun setelahnya
(1801M) mereka keluar dari Mesir setelah di belakang mereka telah disiapkan
adanya sejumlah pendukung, percetakan-percetakan dan pemuka-pemukanya termasuk
para pemikirnya yang nantinya siap untuk menghembuskan pergolakan pemikiran
yang "cemerlang", seperti Muhammad Ali Basya yang menjadi agen
Prancis dan mendapat dukungan dari semua warganya kecuali Raja Fuad
(rahimahullah) hingga akhirnya Mesir menjadi negara bagian dari Eropa.
Gerakan mereka tidak lain hanyalah perlawanan terhadap kaum Muslimin di
Jazirah Arab dan sebagai barisan oposisi gerakan pembaharuan Wahabi.
Adapun dengan Inggris dan Prancis mereka adalah agen-agennya, baik
secara moral maupun intelektual. Di kalangan warga negaranya, Muhammad Ali
Basya mewajibkan mereka untuk melaksanakan hukum Prancis pada th 1883, di
Mesir. Dan ia mendirikan Mahkamah National sesuai dengan hukum Prancis. Tetapi
setelah ia merasakan bahwa hukum itu kurang efektif dicabutlah dan diganti
dengan hukum Belgia pada tahun 1887, dan setelah ia merasakan bahwa hal itu
juga kurang efektif dicabutnya lagi dan diganti dengan hukum Itali pada tahun
1899, begitu seterusnya hingga dibentuk hukum positif Inggris yang berlaku
untuk orang-orang Muslim India dan Sudan. Dan itulah yang menjadi hukum
permanen di Mesir sebagaimana juga di empat bagian negara Eropa lainnya. Akan
tetapi setelah Britania (Inggris) mulai melemah di Mesir, ditetapkan hukum
Eropa di setiap lembaga pemerintahan di sana.
Kemudian pengaruh-pengaruh Barat menyeruak ke seluruh daerah-daerah
besar lainnya sampai di Turki Utsmani.
Bangkitlah Kamal Ataturk pada tahun 1924M dan meruntuhkan kekhalifahan
dan ia mengeluarkan momentum untuk menghapus Islam dengan segala bentuknya dan
menegaskan agar seluruh manusia dapat meninggalkan aqidah dan syari'ah Islam.
Di sisi pemikiran lain, muncul dari kelompok mereka, Syeikh Ali Abdul
Razik (Mesir), ia termasuk barisan partai Hizbul Ahrar Ad-Dusturiin dan pernah
meninggalkan Hizbul Ummah (partai Inggris). Ia mempromosikan bukunya Al-Islam
wa Ushulul Hukmi. [3]
Penyelewengan
pemikiran dalam buku Ali Abdul Raziq di antaranya:
1. Bahwa
Syeikh Ali telah menjadikan syari'at Islam sebagai syari'at rohani semata-mata,
tidak ada hubungannya dengan pemerintah dan pelaksanaan hukum dalam urusan
duniawi.
2. Berkenaan dengan anggapannya bahwa agama tidak melarang perang jihad
Nabi saw. demi mendapatkan kerajaan, bukan dalam rangka fi sabilillah, dan
bukan untuk menyampaikan da'wah kepada seluruh alam.
Dia (Ali Abdul Raziq) menulis: ". dan jelaslah sejak pertama bahwa
jihad itu tidak semata-mata untuk da'wah agama dan tidak untuk menganjurkan
orang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya."
3. Bahwa tatanan hukum di zaman Nabi saw. tidak jelas, meragukan, tidak
stabil, tidak sempurna dan menimbulkan berbagai tanda tanya.
Katanya: "Sebenarnya kewalian Muhammad saw. atas segenap kaum
mu'minin itu ialah wilayah risalah, tidak bercampur sedikitpun dengan hukum
pemerintahan."
Menurut sidang para ulama Al-Azhar yang menghakimi Syeikh Ali Abdul
Raziq, cara yang ditempuh Syeikh Ali itu berbahaya, karena ia ingin melucuti Nabi
saw. dari hukum pemerintahan. Sudah tentu anggapan Syeikh Ali itu bertentangan
dengan bunyi tegas Al-Quranul Kariem yang menyatakan:
"Sesungguhnya Kami telah menurunkan kitab kepadamu dengan (membawa) kebenaran, supaya engkau menghukum
antara manusia dengan apa yang diperlihatkan (diturunkan) Allah kepadamu
itu." (An-Nisaa': 105).
4.
Berkenaan dengan anggapannya bahwa tugas Nabi hanya menyampaikan syari'at lepas
dari hukum pemerintahan dan pelaksanaannya.
Kalau anggapan itu benar tentunya ia merupakan penolakan terhadap semua
ayat-ayat tentang pemerintahan hukum yang banyak terdapat di Al-Quran. Dan
bertentangan juga dengan Sunnah Rasul saw. yang jelas dan tegas.
Masih banyak lagi penyimpangan pemikiran Ali Abdul Raziq, hingga ia diputuskan
oleh forum alim ulama Al-Azhar dengan memecatnya dan mengeluarkan dari barisan
ulama al-Azhar. Keputusan pemecatan itu dikeluarkan dalam persidangan terhadap
Syeikh Ali Abdul Raziq yang dipimpin Abul Fadhal Al-Jizawi dengan anggota 24
ulama Al-Azhar tanggal 22 Muharram1344H/ 12 Agustus 1925M.
Ternyata harian "Leverpool Post" dari Inggris mengungkapkan
keburukan dan kejahatan yang diatur oleh penjajah Inggris, dengan menggunakan
Ali Abdul Raziq sebagai alat pelaksanaannya, dibantu oleh segerombolan orang
dari Partai Hizbul Ahrar Ad-Dusturiin. Berita itu dimuat 13 Agustus 1925.[4]
Ummat kebingungan
Sejak terjadinya pemisahan antara penguasa dengan sumber-sumber hukum
Islam di kalangan ummat Islam, di mana manusia merasa kebingungan karena diombang-ambingkan
oleh hawa nafsunya; para ulama pun sudah tak mau peduli. Masing-masing sudah
sibuk dengan urusannya sendiri dan mereka pandang itulah yang lebih aman dan
selamat.
Ketika terjadi kebangkitan Eropa
baru, kondisi ummat sama sekali sudah tidak memiliki unsur-unsur kekuatan yang
hakiki. Sebut saja akidahnya lemah dan tidak jelas lagi arahnya. Keyakinannya
tidak mantap, akhlaqnya merosot, komitmennya hampir tak ada sama sekali.
Pemikirannya jumud (beku), ijtihadnya macet total, kefaqihannya (kefahamannnya
terhadap Islam) hilang, bid'ah merajalela, sunnah sudah diabaikan, kesadarannya
menipis, sampai-sampai yang namanya
ummat tidak seperti ummat lagi. Maka orang Barat mengeksploitasi kesempatan
tersebut dengan menjajah dan menguasai berbagai negeri dan menghabisi sisa-sisa
unsur kekuatan pribadi ummat sampai keadaannya seperti apa yang kita rasakan
sekarang. Penuh kehinaan tanpa memiliki wibawa sama sekali. Segala urusan kita
berada di tangan musuh, dan nasib kita ditentukan oleh mereka para penjajah
itu. Akhirnya kita minta bantuan kepada mereka untuk menyelesaikan segala
problem yang timbulnya dari pribadi kita sendiri. [5]
Para penjajah benar-benar
memahami karakteristik ummat yang dijajahnya (yang keadaannya telah
carut marut itu). Mereka memfokuskan perhatian pada pembentukan program
pengajaran dan lembaga-lembaganya, dengan harapan dapat mengubah
pemikiran-pemikiran kaum Muslimin sehingga siap untuk menerima
pemikiran-pemikiran alam baru dan berusaha menyelaraskannya.
Para penjajah kafir tersebut beranggapan bahwa penerimaan kaum Muslimin
terhadap realitas yang baru dapat mendorong mereka untuk mencapai kemajuan.
Hal itu mereka analogikan pada negara-negara Eropa yang tidak
merencanakan programnya yang benar-benar mantap untuk mencapai suatu peradaban
kecuali setelah melepaskan agamanya dan bebas dari belenggu gereja. Menurut
mereka, semua agama hanya merupakan lembaga serta penghalang untuk mencapai
tujuan.
Allah SWT berfirman:
كبرت ..........
إلا كذبا
"Alangkah
jeleknya kata-kata yang keluar dari mulut mereka, mereka tidak mengatakan
(sesuatu) kecualidusta." (Al-Kahfi: 5).
Tuduhan-tuduhan mereka itu memang benar untuk agama mereka, namun sangat
jauh untuk dikatakan benar terhadap dien Al-Islam. Karena, dengan Islam itu
Allah menghendaki agar manusia hidup bahagia dan terwujud segala keinginannya.[6]
Penjajah menekan sistem pengajaran Islam
Dalam rangka usaha untuk memisahkan ummat dari eksistensi dan
kehidupannya yang Islami, para penjajah kafir melakukan tekanan-tekanan dan
hambatan terhadap sistem pengajaran Islam. Mereka juga menghembuskan
pemikiran-pemikiran yang dapat merendahkan kedudukan dan menghina pelajar-pelajaran
Islam.
Sebagai kebalikannya, mereka memperhatikan dan membantu murid-murid yang
memasuki sekolah-sekolah baru tempat pendidikan mereka (penjajah). Di hadapan
mereka dihadapkan pintu masa depan yang
gilang-gemilang dan akhirnya posisi kepemimpinan ummat menjadi tergantung
kepada mereka (yang diasuh penjajah itu, pen).
Begitulah tekanan-tekanan yang dilancarkan terhadap sistem pendidikan
Islam dan bahasa Arab. Semua jalan yang menuju ke sana tertutup rapat.
Murid-murid yang tetap tekun hanyalah sebagian kecil saja. Biasanya mereka
banyak menghadapi tekanan tekanan yang seringkali mengakibatkan mereka berhenti
dan macet di tengah jalan. Kalau tidak, maka mereka dihadapkan pada perlakuan
yang berbeda, dengan para lulusan sekolah mereka (penjajah).[7]
Sistem itu masih dilanjutkan pula oleh pemerintahan baru setelah lepas
dari jajahan. Walaupun para pemegang tampuk pemerintahan (baru yang sudah
merdeka) mengaku dirinya Muslim, namun cara-cara penjajah tetap diterapkan
bahkan lebih intensip. Baik itu mengenai sistem hukum/ peradilan dan
pemerintahan, maupun sistem pendidikan dan penerimaan pegawai. Istilah lokal
Jawa, Londo Ireng (Belanda Hitam alias pribumi, namun kejamnya dan
liciknya dalam penerapan kekafiran lebih Belanda /lebih menjajah dibanding
Belanda penjajah).
Akibatnya, di samping yang mendapatkan kesempatan memimpin itu
orang-orang yang tidak tahu Islam karena pendidikannya ala kafirin, masih pula
sikap mereka pun sudah menjadi orang yang sekuler tulen, dalam bentuk keturunan
orang Islam. Pola pikirnya sekuler, gaya hidupnya sekuler, pergaulan hidupnya
sekuler, penerapan hukum dan pembelaannya ke arah sekuler, anti Islam.
Membentengi
ummat dari sekulerisasi dan penyimpangan pemikiran
Tiba gilirannya, kita harus memikirkan, bagaimana membentengi ummat dari
penyimpangan pemikiran, dari sekulerisasi dan penjerumusan ke arah kekafiran
yang dilancarkan oleh musuh-musuh Islam secara beramai-ramai, walau mereka ada
yang mengaku dirinya Muslim.
Ibarat satu kampung, keadaannya sudah ditenggelamkan dalam air seperti
kampung-kampung di sekitar Waduk Kedung Ombo di Sragen-Boyolali Jawa Tengah di
saat ada pemaksaan dari pemerintahan Orde Baru selama 32 tahun (1966-1997)
pimpinan Soeharto tempo hari. Hanya saja penenggelaman dalam pembahasan ini
adalah dari segi sistem hukum, sistem pendidikan, dan kebijakan-kebijakan yang
menyingkirkan Islam. Maka yang masih tersisa tinggallah yang diselamatkan oleh
Allah SWT.
Setelah tenggelam dalam pola pikir yang sekuler, yang tak Islami, lalu harus
dibentengi dengan cara bagaimana?
Secara teori, kita harus menyingkirkan segala pemikiran yang tak sesuai
dengan Islam. Ibarat air yang telah menggenangi, maka harus ditawu,
dipompa untuk dibuang, dan dikuras. Jadi pola pikir sekuler itu harus dikikis,
bahkan diperangi agar terkikis habis. Setelah itu diisi dengan pola pikir yang
Islami.
Caranya?
Secara teori, sistem hukum dan sistem pendidikan harus dikembalikan ke
Islam.
Caranya?
Para pemegang kekuasaan bidang hukum dan pendidikan terdiri dari
orang-orang yang berpola pikir Islami. Tetapi itu hanya bisa ditempuh bila
pemegang kendali kekuasaan adalah orang-orang yang berpola pikir Islami.
Untuk mencapai itu, mesti diadakan pendidikan yang intensip, yang secara
herargis mencapai tingkatan sampai tinggi dan tetap punya komitmen yang tinggi
terhadap pola pemikiran yang Islami.
Bukankah nantinya tetap kalah dalam bersaing, karena sistemnya tidak
memungkinkan untuk merebut pasar kedudukan?
Di balik upaya manusia, dalam menegakkan kebenaran ini ada dukungan
Allah SWT.
يأيها الذين أمنوا إن تنصروا الله ينصركم ويثبت
أقدامكم.
"Hai orang-orang yang beriman, jika
kamu menolong (agama) Allah, niscaya Dia akan menolongmu dan meneguhkan
kedudukanmu." (QS Muhammad/ 47:7).
Itu
jaminan Allah SWT.
Di balik itu pula, Nabi SAW bersabda :
لينقضن
عرا الإسلام عروة عروة فكلما انتقضت عروة تشبث الناس بالتي تليها وأولهن نقضا
الحكم وأخرهن الصلاة. (رواه أحمد).
“Tali-tali
Islam pasti akan putus satu tali demi satu tali. Maka setiapkali putus satu
tali (lalu) manusia bergantung dengan tali yang berikutnya. Dan tali Islam yang
pertama kali putus adalah hukum(nya), sedang yang terakhir (putus) adalah
shalat.” [8]
Tali-tali hukum Islam ternyata telah diputus-putus oleh penjajah dan
dilanjutkan oleh pemerintah pengganti penjajah, dan para tokoh maupun ilmuwan
sekuler, musuh Islam, anti Islam, atau yang alergi Islam. Demikian pula
tali-tali sistem pendidikan. Bahkan sistem budaya pula, mereka habisi dari
Islam.
Kini hal yang jelas belum diputus adalah shalat (kecuali oleh kelompok
sesat yang tak mewajibkan shalat, misalnya kelompok Isa Bugis ataupun Az-Zaitun
yang punya sekolahan/ pesantren megah di Indramayu Jawa Barat yang tidak
mewajibkan shalat, yang berarti telah menggerogoti Islam sampai batas
terakhir), maka kita kembalikan apa yang putus-putus itu dengan membangun
kembali shalat kita, dengan berjama'ah ke masjid-masjid dan meningkatkan
kekhusyu'an. Dari situ, akan terbina insan-insan Muslim yang tangguh, yang
mampu mengendalikan dirinya dari fahsya' (kekejian) dan munkar. Karena
Allah SWT berfirman:
إن
الصلاة تنهى عن الفحشاء والمنكر. (العنكبوت: 45).
"Sesungguhnya shalat itu mencegah
dari (perbuatan-perbuatan) keji dan munkar". (QS Al-’Ankabuut 29:45).
Terwujudnya masyarakat yang bisa terhindar dari fahsya’ dan munkar itu
hanyalah kalau diselenggarakan shalat berjama’ah di setiap kampung dan
pemukiman, atau di mana saja Ummat Islam berada. Sebab, tanpa diselenggarakan
shalat berjama’ah, maka Nabi saw memastikan masyarakat itu pasti dikuasai oleh
syetan. Nabi saw bersabda:
ما
من ثلاثة في قرية ولا بدو لا تقام فيهم صلاة الجماعة إلا استحوذ عليهم الشيطان
فعليكم بالجماعة، فإنما يأكل الذئب من الغنم القاصية.
“Tidaklah dari tiga orang di dalam suatu desa dan tidak
pula di pedusunan yang tidak didirikan di kalangan mereka itu shalat berjama’ah
kecuali terhadap mereka itu syetan menguasainya. Maka wajib atas kalian
berjama’ah, maka sesungguhnya serigala itu hanya memakan kambing yang terpencil
(dari kawannya).” [9]
Masyarakat Muslim yang aktif melaksanakan
shalat berjama’ah insya Allah tidak dikuasai syetan, dan mereka itulah yang
insya Allah mampu menghindarkan diri dari perbuatan fakhsya’ dan munkar.
Sebaliknya, masyarakat yang tidak menegakkan shalat berjama’ah maka sudah
dijelaskan oleh Nabi saw, pasti mereka dikuasai oleh syetan. Itu kalau tingkat
kampung atau pedusunan. Lha kalau tingkatnya itu nasional, satu bangsa, yang
jumlahnya 200 juta jiwa lebih, dan mayoritas/ kebanyakan mengaku dirinya
Muslim, lantas mereka tidak aktif berjama’ah shalat di masjid-masjid dan mushalla,
maka mafhum mukhalafah (pengertian tersirat) dari Hadits tersebut
adalah: masyarakat itu bisa-bisa dikuasai oleh raja syetan (bukan sekadar
syetan desa). Sedang syetan itu menurut Al-Qur’an ada yang dari jenis jin dan
ada yang dari jenis manusia. Masih mending kalau dari jenis jin kafir, apabila
dibacakan ayat kursi dan lain-lain maka pasti takut. Tetapi kalau syetan yang
dari jenis manusia, walaupun dibacakan surat kursi tetap saja mendenges (tidak
mempan), tidak takut. Maka ada perintah jihad memerangi orang kafir, musyrik,
murtad, orang sekuler (sebab menurut Syeikh Muhammad Al-Ghazali Mesir, orang
sekuler itu hukumnya murtad), dan munafiq; soalnya mereka tidak mempan dengan
bacaan-bacaan berupa ayat-ayat yang ditakuti oleh syetan. Jadi harus dilawan dengan
jihad.
Masyarakat Islam yang taat berjama’ah shalat itulah yang sanggup
berjihad melawan syetan-syetan berupa manusia. Dan dari situlah tercipta
masyarakat Islam yang utuh, yakni secara rohani mereka sanggup mencegah diri
dari fahsya’ dan munkar, sedang dari segi fisik mereka sanggup berjihad untuk
meninggikan kalimah Allah SWT, melawan manusia-manusia kafir, durjana, munafik,
musyrik, ataupun murtad.
Dengan tumbuhnya sosok-sosok pribadi muslimin yang mampu mengendalikan
diri dari fahsya' dan munkar dan berani berjihad itulah maka mereka akan
memiliki bashirah (pandangan hati) yang tajam, yang mampu membedakan
mana yang haq dan mana yang bathil. Hanya saja semua itu harus dilandasi ilmu
Islam yang memadai, sehingga bashirah yang tajam itu akan dibentengi
oleh hujjah yang benar. Itulah pokok jalan keluarnya.
Al-hasil, jalan yang harus ditempuh adalah merestorasi pemahaman ummat
dengan menanamkan aqidah shahihah, menegakkan shalat berjama'ah, mendisiplinkan
da'wah Islamiyah, dan membentuk serta melaksanakan sistem pendidikan yang
sesuai dengan Islam. Bila semua itu ditempuh maka pada masanya akan datang
kebenaran ke dalam dada-dada Muslimin dan hancurlah kebathilan, tersingkir dari
benak-benak Muslimin. Dari individu-individu Muslim, ke tingkat keluarga, ke
tingkat kelompok, dan kemudian insya Allah akan ke tingkat yang lebih luas
lagi, sehingga akan meratalah pemahaman yang benar tentang Islam. Kalau toh
tidak sampai merata, insya Allah pribadi-pribadi yang terselamatkan itu sendiri
berarti telah selamat dari kesesatan.
Semua itu harus dimulai. Ibda’ binafsik. Mulailah dengan dirimu
sendiri lebih dulu. Mari.
Mudah-mudahan Allah memberikan kekuatan bashirah yang mampu
mendeteksi bahwa yang bathil ataupun menyimpang itu tampak bathil, sehingga
kita mampu menghindarinya. Amien.
[1] (HR
Al-Bukhari, Muslim, dan Abu Daud,
shahih).
[2] (Dr
Abdul Halim Uwies, Al-Islaamu kamaa yanbaghi an nu'mina bih, diindonesiakan
menjadi Koreksi terhadap Ummat Islam, Darul Ulum Press, Jakarta, cet pertama,
1989, hal 82).
[3] (ibid,
hal 84).
[4] (Dari Al-Milal wan Nihal oleh Asy Syahrastani,
dikutip Fathi Yakan, Islam di tengah persekongkolan musuh abad 20, GIP cet 6,
1993, hal 113, lihat H Hartono A Jaiz, Bila Hak Muslimin Dirampas, Pustaka
Al-Kutsar, 1994, hal 83-84).
[5] (Dr.
Thoha Jabir Fayyadh al-'Ulwani, Adabul Ikhtilaf fil Islam/ Beda Pendapat
bagaimana menurut Islam, GIP, 1991, hal 135).
[6] (ibid, hal 139).
[7] (ibid, 140).
[8] (Hadits
riwayat Ahmad dari Abi Umamah).
[9] HR Ahmad, Abu Daud, An-Nasaa’i,
dan Al-Hakim, dan dia itu shahih.
Muslim, dan Abu Dawud diriwayatkan:
عن
خذيفة بن اليمن رضي الله عنه قال: كان التاس يسألون رسول الله ص م عن الخير وكنت
أسأله عن الشر مخافة أن يدركني فقلت، يا رسول الله، إنا كنا في جاهلية وشر، فجاءنا
الله بهذا الخير فهل بعد هذا الخير من شر؟ قال: نعم، وفيه دخن . قلت: وما دخنه؟
قال: قوم يهدون بغير هديي.—وفي رواية: قوم يستنون بغير سنتي ويهدون بغير
هديي.-- تعرف منهم وتنكر. قلت: فهل بعد
ذالك الخير من شر؟ قال: نعم، دعاة على أبواب جهنم، من أجابهم إليها قذفوه فيها.
قلت: يا رسول الله، صفهم لنا. قال: هم من جلدتنا ويتكلمون بألسنتنا. قلت: فما
تأمرني إن أدركني ذلك؟ قال: تلزم جماعة
المسلمين وإمامهم. قلت: فإن لم يكن لهم جماعة ولا إمام؟ قال: فاعتزل تلك الفرق
كلها ولو أن تعض بأصل شجرة حتى يدركك الموت وأنت على ذلك. (رواه البخاري).
Artinya: Dari Hudzaifah bin
Al-Yaman ra, ia berkata; “Adalah orang-orang bertanya kepada Rasulullah saw
dari hal kebaikan, tetapi aku bertanya kepadanya dari hal kejahatan, --karena—
khawatir apabila kejahatan itu akan menjangkauku, maka aku berkata: “Ya
Rasulallah, sesungguhnya kami dulu dalam kejahiliyahan dan keburukan. Lalu
Allah mendatangkan kebaikan ini
(iman-Islam) kepada kami, maka apakah setelah kebaikan ini akan ada keburukan?”
Beliau bersabda: “Ya, “
Aku bertanya: “Dan apakah setelah keburukan itu ada
kebaikan (lagi)?”
Beliau menjawab: “Ya, dan di dalamnya ada kekeruhan.”
Aku bertanya:
“Dan apa kekeruhannya?”
Beliau menjawab: “Suatu kaum
yang mengambil petunjuk kepada selain petunjukku.”—Dan ada suatu riwayat—Suatu
kaum yang mengambil sunnah/ perbuatan kepada selain sunnahku
dan mengambil petunjuk kepada selain
petunjukku--. Engkau kenal mereka itu dan engkau ingkari.”
Aku bertanya: “Maka apakah setelah kebaikan itu ada
keburukan (lagi)?”
Beliau menjawab: “Ya.
Juru-juru da’wah/ penyeru-penyeru ada
di atas pintu-pintu jahannam, barangsiapa yang menjawab seruan mereka itu, maka
mereka lemparkan dia ke dalam jahannam.”
Aku berkata: “Ya Rasulallah,
tunjukkanlah sifat-sifat mereka itu kepada kami.”
Beliau menjawab: “Mereka itu
dari kulit kita dan mereka berbicara dengan bahasa-bahasa kita.”
Aku bertanya: “Maka apa yang
engkau perintahkan kepadaku apabila aku menjumpai yang demikian itu?”
Beliau bersabda: “Kamu tetaplah berada di jama’ah
muslimin dan imamnya.”
Aku bertanya: “Apabila
mereka (Muslimin) tidak memiliki jama’ah dan tidak punya imam?”
Beliau bersabda: “Maka kamu
singkirilah kelompok-kelompok (firqah-firqah) itu seluruhnya walau kamu (harus)
menggigit akar pohon sampai kamu menemui kematian dan kamu (tetap) atas yang
demikian itu.”[1]
Dari hadits yang panjang itu, Prof Ahmad
Muhammad Jamal (almarhum) guru besar kebudayaan Islam pada Universitas Ummul
Qura Makkah, mengutip sebagiannya, untuk dijadikan landasan dalam pendahuluan
kitabnya yang berjudul Muftaroyaat 'alal Islaam (Kebohongan-kebohongan
terhadap Islam) yang diIndonesiakan menjadi Membuka Tabir Upaya
Orientalis dalam Memalsukan Islam. Potongan Hadits yang ia kutip adalah:
Bahwa sahabat Hudzaifah ibnu Al-Yamani pernah bertanya kepada Rasulullah saw.:
"Wahai Rasulullah, apakah sesudah kebaikan ini akan ada masa
keburukan?" Jawab Rasulullah:
"Ya., yaitu munculnya kaum yang mengajak orang lain ke neraka
jahannam. Barangsiapa memenuhi ajakannya berarti telah menyiapkan dirinya untuk
masuk neraka." Aku berkata: "Terangkanlah ciri-ciri mereka itu, wahai
Rasulullah!" Jawab Rasul,
"Kulit mereka sama dengan kulit kita dan mereka bicara dengan
bahasa kita."
Beliau mengemukakan Hadits tersebut, karena
menyesalkan sekali adanya orang-orang yang bersikap kebarat-baratan justru dari
kalangan kita sendiri, warna kulitnya sejenis dengan kita, bahasanya sama
dengan kita, bahkan semboyannya pun seperti semboyan kita. Namun mereka
membelakangi sumber-sumber ajaran Islam berupa Al-Quran, Hadits, dan Sejarah
Islam. Sebaliknya mereka hadapkan wajah dan hati mereka kepada sumber-sumber
Barat. Kemudian mereka menuduh dan membohongkan Islam seperti yang diperbuat
orang Barat.
Menurut Syeikh Ahmad Jamal, pengaruh itu masuk ke orang Islam lantaran
salah satu dari 3 hal:
1. Karena mereka belajar di perguruan tinggi Barat, Eropa atau Amerika.
2. Karena mereka belajar di bawah asuhan orang-orang Barat di perguruan
tinggi di dalam negeri mereka sendiri, atau
3. Karena mereka hanya membaca sumber-sumber dari Barat di luar
tempat-tempat pendidikan formal dengan mengenyampingkan sumber-sumber Islami,
karena tidak tahu atau karena ingin menyombongkan diri, yakni menganggap remeh
terhadap sumber-sumber Islam.
Kalau sudah demikian, tanggung jawab siapa?
Kembali Syeikh Ahmad Jamal mengulasnya, bahwa itu adalah tenggung jawab
kita --ummat Islam-- juga. Kenapa? Karena, kitalah yang mengirim mereka ke
sekolah-sekolah dan perguruan tinggi Barat dengan aneka alasan. Pengiriman
mahasiswa itu tanpa membekali antisipasi untuk mencegah keraguan-raguan yang
ditanamkan guru-guru Barat, dan kita tidak menyediakan untuk mahasiswa itu
citra dan syiar Islam serta bentuk rumah tangga dan negara yang benar-benar
Islami. Hingga kita tidak bisa meluruskan mereka ketika bengkok.
"Ya, kita mengirim mereka ke perguruan-perguruan Barat, namun kita
tidak membangun rumah Islam buat mereka yang dapat melindungi mereka dari panah
dan hembusan beracun orang-orang Barat." tulis Ahmad Muhammad Jamal.
Dengan tandas, Ustadz itu mengemukakan bahwa di samping bahaya tersebut,
masih pula kita mendatangkan tenaga-tenaga pengajar dari Barat untuk memberikan
pelajaran di perguruan-perguruan dan universitas-universitas kita. Dapat
dipastikan, tenaga-tenaga Barat itu menyampaikan kepentingan-kepentingan mereka
sebagaimana yang dilakukan rekan-rekan mereka di negara Barat, yaitu meracuni
dan menimbulkan rasa antipati terhadap Islam.
Faktor-faktor itu masih pula ditambah dengan kesalahan kita yaitu
membuka pintu lebar-lebar untuk penyebaran kebudayaan Barat, sehingga orang
kita begitu saja membenarkan apa-apa yang datang dari Barat dan menerimanya
bula-bulat.
Akibat dari itu semua, Ustadz Ahmad Muhammad Jamal (68th) yang wafat di
Kairo Mesir pada Hari Arafah 1413H itu mengemukakan peringatan yang cukup
tandas:
"Dengan terjadinya hal-hal semacam itu maka juru da'wah Islam hanya
dapat berteriak di lembah sunyi dan di padang yang lengang, bahkan mereka hanya
dapat membacakan do'a kepada ahli kubur. Hanya sedikit pemuda Muslim yang
diselamatkan oleh Allah. Yang sedikit inipun selalu dihalang-halangi kelompok
jahat yang mayoritas itu dengan berbagai jalan. Setiap orang beriman ditekan,
diintimidasi dan dirintangi dari menjalankan agama Alah."
Menghancurkan
Hukum Islam dan sistem Islam
Upaya Barat untuk menghancurkan Islam --setelah selama 6 abad orang
Barat belajar kepada kaum Muslimin-- mula-mula yang dihancurkan adalah hukum
Islam. Hukum atau syari'at Islam telah berlangsung dan diterapkan sejak
kepemimpinan Nabi Muhammad صلى الله عليه وسلم SAW sampai berkembangnya Islam ke berbagai negara di
zaman kekhalifahan ataupun kesultanan.
Pada masa pemekaran Islam ke berbagai negara pada abad ketujuh, delapan,
dan kesembilan Masehi, Hukum Positif Romawi mulai jatuh dan dilupakan orang,
sejak munculnya Justinius pada abad keenam Masehi. Hukum positif itu tidak bisa
diberlakukan lagi berabad-abad, kecuali pada abad ke sebelas oleh seorang murid
yang sempat belajar hukum Islam di Andalus, yaitu Paus Jerbart seorang Prancis
yang dikenal dengan nama Silvestre II (1024M). Ia menjadi murid orang-orang
Islam Andalusia abad 11, kemudian kembali ke Prancis dan mengkaji hukum positif
Romawi dengan memasukkan unsur-unsur syari'at Islam yang telah ia terima.
Tetapi Paus Silvestre dan lainnya tidak berani mempublikasikan ajaran yang
membawa pengaruh syari'at Islam itu di depan Gereja. Kemudian hukum positif
Romawi yang dibawa oleh Paus dapat diterima oleh Gereja sebagai perkembangan
hukum yang terselubung. [2]
Pada periode berikutnya, hukum Islam yang telah diberlakukan di berbagai
negeri itu kemudian dipreteli (dilepas) diganti dengan hukum positif. Di saat
hampir saja Inggris menduduki India (plus Pakistan dan Bangladesh) tahun 1791,
Inggris sudah mengadakan gerakan untuk membatalkan syari'at Islam, kemudian
orang Islam di sana mulai didesak untuk meninggalkan ajarannya dan menjalankan
hukum mereka. Terjepitlah syari'at Islam pada saat itu, dan perstiwa inilah
sebagai awal kemerosotan dunia Islam secara umum.
Di belahan lain di Mesir, berlangsung pula revolusi Prancis yang
dipimpin oleh Napoleon Bonaparte hingga tahun 1798. Tiga tahun setelahnya
(1801M) mereka keluar dari Mesir setelah di belakang mereka telah disiapkan
adanya sejumlah pendukung, percetakan-percetakan dan pemuka-pemukanya termasuk
para pemikirnya yang nantinya siap untuk menghembuskan pergolakan pemikiran
yang "cemerlang", seperti Muhammad Ali Basya yang menjadi agen
Prancis dan mendapat dukungan dari semua warganya kecuali Raja Fuad
(rahimahullah) hingga akhirnya Mesir menjadi negara bagian dari Eropa.
Gerakan mereka tidak lain hanyalah perlawanan terhadap kaum Muslimin di
Jazirah Arab dan sebagai barisan oposisi gerakan pembaharuan Wahabi.
Adapun dengan Inggris dan Prancis mereka adalah agen-agennya, baik
secara moral maupun intelektual. Di kalangan warga negaranya, Muhammad Ali
Basya mewajibkan mereka untuk melaksanakan hukum Prancis pada th 1883, di
Mesir. Dan ia mendirikan Mahkamah National sesuai dengan hukum Prancis. Tetapi
setelah ia merasakan bahwa hukum itu kurang efektif dicabutlah dan diganti
dengan hukum Belgia pada tahun 1887, dan setelah ia merasakan bahwa hal itu
juga kurang efektif dicabutnya lagi dan diganti dengan hukum Itali pada tahun
1899, begitu seterusnya hingga dibentuk hukum positif Inggris yang berlaku
untuk orang-orang Muslim India dan Sudan. Dan itulah yang menjadi hukum
permanen di Mesir sebagaimana juga di empat bagian negara Eropa lainnya. Akan
tetapi setelah Britania (Inggris) mulai melemah di Mesir, ditetapkan hukum
Eropa di setiap lembaga pemerintahan di sana.
Kemudian pengaruh-pengaruh Barat menyeruak ke seluruh daerah-daerah
besar lainnya sampai di Turki Utsmani.
Bangkitlah Kamal Ataturk pada tahun 1924M dan meruntuhkan kekhalifahan
dan ia mengeluarkan momentum untuk menghapus Islam dengan segala bentuknya dan
menegaskan agar seluruh manusia dapat meninggalkan aqidah dan syari'ah Islam.
Di sisi pemikiran lain, muncul dari kelompok mereka, Syeikh Ali Abdul
Razik (Mesir), ia termasuk barisan partai Hizbul Ahrar Ad-Dusturiin dan pernah
meninggalkan Hizbul Ummah (partai Inggris). Ia mempromosikan bukunya Al-Islam
wa Ushulul Hukmi. [3]
Penyelewengan
pemikiran dalam buku Ali Abdul Raziq di antaranya:
1. Bahwa
Syeikh Ali telah menjadikan syari'at Islam sebagai syari'at rohani semata-mata,
tidak ada hubungannya dengan pemerintah dan pelaksanaan hukum dalam urusan
duniawi.
2. Berkenaan dengan anggapannya bahwa agama tidak melarang perang jihad
Nabi saw. demi mendapatkan kerajaan, bukan dalam rangka fi sabilillah, dan
bukan untuk menyampaikan da'wah kepada seluruh alam.
Dia (Ali Abdul Raziq) menulis: ". dan jelaslah sejak pertama bahwa
jihad itu tidak semata-mata untuk da'wah agama dan tidak untuk menganjurkan
orang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya."
3. Bahwa tatanan hukum di zaman Nabi saw. tidak jelas, meragukan, tidak
stabil, tidak sempurna dan menimbulkan berbagai tanda tanya.
Katanya: "Sebenarnya kewalian Muhammad saw. atas segenap kaum
mu'minin itu ialah wilayah risalah, tidak bercampur sedikitpun dengan hukum
pemerintahan."
Menurut sidang para ulama Al-Azhar yang menghakimi Syeikh Ali Abdul
Raziq, cara yang ditempuh Syeikh Ali itu berbahaya, karena ia ingin melucuti Nabi
saw. dari hukum pemerintahan. Sudah tentu anggapan Syeikh Ali itu bertentangan
dengan bunyi tegas Al-Quranul Kariem yang menyatakan:
"Sesungguhnya Kami telah menurunkan kitab kepadamu dengan (membawa) kebenaran, supaya engkau menghukum
antara manusia dengan apa yang diperlihatkan (diturunkan) Allah kepadamu
itu." (An-Nisaa': 105).
4.
Berkenaan dengan anggapannya bahwa tugas Nabi hanya menyampaikan syari'at lepas
dari hukum pemerintahan dan pelaksanaannya.
Kalau anggapan itu benar tentunya ia merupakan penolakan terhadap semua
ayat-ayat tentang pemerintahan hukum yang banyak terdapat di Al-Quran. Dan
bertentangan juga dengan Sunnah Rasul saw. yang jelas dan tegas.
Masih banyak lagi penyimpangan pemikiran Ali Abdul Raziq, hingga ia diputuskan
oleh forum alim ulama Al-Azhar dengan memecatnya dan mengeluarkan dari barisan
ulama al-Azhar. Keputusan pemecatan itu dikeluarkan dalam persidangan terhadap
Syeikh Ali Abdul Raziq yang dipimpin Abul Fadhal Al-Jizawi dengan anggota 24
ulama Al-Azhar tanggal 22 Muharram1344H/ 12 Agustus 1925M.
Ternyata harian "Leverpool Post" dari Inggris mengungkapkan
keburukan dan kejahatan yang diatur oleh penjajah Inggris, dengan menggunakan
Ali Abdul Raziq sebagai alat pelaksanaannya, dibantu oleh segerombolan orang
dari Partai Hizbul Ahrar Ad-Dusturiin. Berita itu dimuat 13 Agustus 1925.[4]
Ummat kebingungan
Sejak terjadinya pemisahan antara penguasa dengan sumber-sumber hukum
Islam di kalangan ummat Islam, di mana manusia merasa kebingungan karena diombang-ambingkan
oleh hawa nafsunya; para ulama pun sudah tak mau peduli. Masing-masing sudah
sibuk dengan urusannya sendiri dan mereka pandang itulah yang lebih aman dan
selamat.
Ketika terjadi kebangkitan Eropa
baru, kondisi ummat sama sekali sudah tidak memiliki unsur-unsur kekuatan yang
hakiki. Sebut saja akidahnya lemah dan tidak jelas lagi arahnya. Keyakinannya
tidak mantap, akhlaqnya merosot, komitmennya hampir tak ada sama sekali.
Pemikirannya jumud (beku), ijtihadnya macet total, kefaqihannya (kefahamannnya
terhadap Islam) hilang, bid'ah merajalela, sunnah sudah diabaikan, kesadarannya
menipis, sampai-sampai yang namanya
ummat tidak seperti ummat lagi. Maka orang Barat mengeksploitasi kesempatan
tersebut dengan menjajah dan menguasai berbagai negeri dan menghabisi sisa-sisa
unsur kekuatan pribadi ummat sampai keadaannya seperti apa yang kita rasakan
sekarang. Penuh kehinaan tanpa memiliki wibawa sama sekali. Segala urusan kita
berada di tangan musuh, dan nasib kita ditentukan oleh mereka para penjajah
itu. Akhirnya kita minta bantuan kepada mereka untuk menyelesaikan segala
problem yang timbulnya dari pribadi kita sendiri. [5]
Para penjajah benar-benar
memahami karakteristik ummat yang dijajahnya (yang keadaannya telah
carut marut itu). Mereka memfokuskan perhatian pada pembentukan program
pengajaran dan lembaga-lembaganya, dengan harapan dapat mengubah
pemikiran-pemikiran kaum Muslimin sehingga siap untuk menerima
pemikiran-pemikiran alam baru dan berusaha menyelaraskannya.
Para penjajah kafir tersebut beranggapan bahwa penerimaan kaum Muslimin
terhadap realitas yang baru dapat mendorong mereka untuk mencapai kemajuan.
Hal itu mereka analogikan pada negara-negara Eropa yang tidak
merencanakan programnya yang benar-benar mantap untuk mencapai suatu peradaban
kecuali setelah melepaskan agamanya dan bebas dari belenggu gereja. Menurut
mereka, semua agama hanya merupakan lembaga serta penghalang untuk mencapai
tujuan.
Allah SWT berfirman:
كبرت ..........
إلا كذبا
"Alangkah
jeleknya kata-kata yang keluar dari mulut mereka, mereka tidak mengatakan
(sesuatu) kecualidusta." (Al-Kahfi: 5).
Tuduhan-tuduhan mereka itu memang benar untuk agama mereka, namun sangat
jauh untuk dikatakan benar terhadap dien Al-Islam. Karena, dengan Islam itu
Allah menghendaki agar manusia hidup bahagia dan terwujud segala keinginannya.[6]
Penjajah menekan sistem pengajaran Islam
Dalam rangka usaha untuk memisahkan ummat dari eksistensi dan
kehidupannya yang Islami, para penjajah kafir melakukan tekanan-tekanan dan
hambatan terhadap sistem pengajaran Islam. Mereka juga menghembuskan
pemikiran-pemikiran yang dapat merendahkan kedudukan dan menghina pelajar-pelajaran
Islam.
Sebagai kebalikannya, mereka memperhatikan dan membantu murid-murid yang
memasuki sekolah-sekolah baru tempat pendidikan mereka (penjajah). Di hadapan
mereka dihadapkan pintu masa depan yang
gilang-gemilang dan akhirnya posisi kepemimpinan ummat menjadi tergantung
kepada mereka (yang diasuh penjajah itu, pen).
Begitulah tekanan-tekanan yang dilancarkan terhadap sistem pendidikan
Islam dan bahasa Arab. Semua jalan yang menuju ke sana tertutup rapat.
Murid-murid yang tetap tekun hanyalah sebagian kecil saja. Biasanya mereka
banyak menghadapi tekanan tekanan yang seringkali mengakibatkan mereka berhenti
dan macet di tengah jalan. Kalau tidak, maka mereka dihadapkan pada perlakuan
yang berbeda, dengan para lulusan sekolah mereka (penjajah).[7]
Sistem itu masih dilanjutkan pula oleh pemerintahan baru setelah lepas
dari jajahan. Walaupun para pemegang tampuk pemerintahan (baru yang sudah
merdeka) mengaku dirinya Muslim, namun cara-cara penjajah tetap diterapkan
bahkan lebih intensip. Baik itu mengenai sistem hukum/ peradilan dan
pemerintahan, maupun sistem pendidikan dan penerimaan pegawai. Istilah lokal
Jawa, Londo Ireng (Belanda Hitam alias pribumi, namun kejamnya dan
liciknya dalam penerapan kekafiran lebih Belanda /lebih menjajah dibanding
Belanda penjajah).
Akibatnya, di samping yang mendapatkan kesempatan memimpin itu
orang-orang yang tidak tahu Islam karena pendidikannya ala kafirin, masih pula
sikap mereka pun sudah menjadi orang yang sekuler tulen, dalam bentuk keturunan
orang Islam. Pola pikirnya sekuler, gaya hidupnya sekuler, pergaulan hidupnya
sekuler, penerapan hukum dan pembelaannya ke arah sekuler, anti Islam.
Membentengi
ummat dari sekulerisasi dan penyimpangan pemikiran
Tiba gilirannya, kita harus memikirkan, bagaimana membentengi ummat dari
penyimpangan pemikiran, dari sekulerisasi dan penjerumusan ke arah kekafiran
yang dilancarkan oleh musuh-musuh Islam secara beramai-ramai, walau mereka ada
yang mengaku dirinya Muslim.
Ibarat satu kampung, keadaannya sudah ditenggelamkan dalam air seperti
kampung-kampung di sekitar Waduk Kedung Ombo di Sragen-Boyolali Jawa Tengah di
saat ada pemaksaan dari pemerintahan Orde Baru selama 32 tahun (1966-1997)
pimpinan Soeharto tempo hari. Hanya saja penenggelaman dalam pembahasan ini
adalah dari segi sistem hukum, sistem pendidikan, dan kebijakan-kebijakan yang
menyingkirkan Islam. Maka yang masih tersisa tinggallah yang diselamatkan oleh
Allah SWT.
Setelah tenggelam dalam pola pikir yang sekuler, yang tak Islami, lalu harus
dibentengi dengan cara bagaimana?
Secara teori, kita harus menyingkirkan segala pemikiran yang tak sesuai
dengan Islam. Ibarat air yang telah menggenangi, maka harus ditawu,
dipompa untuk dibuang, dan dikuras. Jadi pola pikir sekuler itu harus dikikis,
bahkan diperangi agar terkikis habis. Setelah itu diisi dengan pola pikir yang
Islami.
Caranya?
Secara teori, sistem hukum dan sistem pendidikan harus dikembalikan ke
Islam.
Caranya?
Para pemegang kekuasaan bidang hukum dan pendidikan terdiri dari
orang-orang yang berpola pikir Islami. Tetapi itu hanya bisa ditempuh bila
pemegang kendali kekuasaan adalah orang-orang yang berpola pikir Islami.
Untuk mencapai itu, mesti diadakan pendidikan yang intensip, yang secara
herargis mencapai tingkatan sampai tinggi dan tetap punya komitmen yang tinggi
terhadap pola pemikiran yang Islami.
Bukankah nantinya tetap kalah dalam bersaing, karena sistemnya tidak
memungkinkan untuk merebut pasar kedudukan?
Di balik upaya manusia, dalam menegakkan kebenaran ini ada dukungan
Allah SWT.
يأيها الذين أمنوا إن تنصروا الله ينصركم ويثبت
أقدامكم.
"Hai orang-orang yang beriman, jika
kamu menolong (agama) Allah, niscaya Dia akan menolongmu dan meneguhkan
kedudukanmu." (QS Muhammad/ 47:7).
Itu
jaminan Allah SWT.
Di balik itu pula, Nabi SAW bersabda :
لينقضن
عرا الإسلام عروة عروة فكلما انتقضت عروة تشبث الناس بالتي تليها وأولهن نقضا
الحكم وأخرهن الصلاة. (رواه أحمد).
“Tali-tali
Islam pasti akan putus satu tali demi satu tali. Maka setiapkali putus satu
tali (lalu) manusia bergantung dengan tali yang berikutnya. Dan tali Islam yang
pertama kali putus adalah hukum(nya), sedang yang terakhir (putus) adalah
shalat.” [8]
Tali-tali hukum Islam ternyata telah diputus-putus oleh penjajah dan
dilanjutkan oleh pemerintah pengganti penjajah, dan para tokoh maupun ilmuwan
sekuler, musuh Islam, anti Islam, atau yang alergi Islam. Demikian pula
tali-tali sistem pendidikan. Bahkan sistem budaya pula, mereka habisi dari
Islam.
Kini hal yang jelas belum diputus adalah shalat (kecuali oleh kelompok
sesat yang tak mewajibkan shalat, misalnya kelompok Isa Bugis ataupun Az-Zaitun
yang punya sekolahan/ pesantren megah di Indramayu Jawa Barat yang tidak
mewajibkan shalat, yang berarti telah menggerogoti Islam sampai batas
terakhir), maka kita kembalikan apa yang putus-putus itu dengan membangun
kembali shalat kita, dengan berjama'ah ke masjid-masjid dan meningkatkan
kekhusyu'an. Dari situ, akan terbina insan-insan Muslim yang tangguh, yang
mampu mengendalikan dirinya dari fahsya' (kekejian) dan munkar. Karena
Allah SWT berfirman:
إن
الصلاة تنهى عن الفحشاء والمنكر. (العنكبوت: 45).
"Sesungguhnya shalat itu mencegah
dari (perbuatan-perbuatan) keji dan munkar". (QS Al-’Ankabuut 29:45).
Terwujudnya masyarakat yang bisa terhindar dari fahsya’ dan munkar itu
hanyalah kalau diselenggarakan shalat berjama’ah di setiap kampung dan
pemukiman, atau di mana saja Ummat Islam berada. Sebab, tanpa diselenggarakan
shalat berjama’ah, maka Nabi saw memastikan masyarakat itu pasti dikuasai oleh
syetan. Nabi saw bersabda:
ما
من ثلاثة في قرية ولا بدو لا تقام فيهم صلاة الجماعة إلا استحوذ عليهم الشيطان
فعليكم بالجماعة، فإنما يأكل الذئب من الغنم القاصية.
“Tidaklah dari tiga orang di dalam suatu desa dan tidak
pula di pedusunan yang tidak didirikan di kalangan mereka itu shalat berjama’ah
kecuali terhadap mereka itu syetan menguasainya. Maka wajib atas kalian
berjama’ah, maka sesungguhnya serigala itu hanya memakan kambing yang terpencil
(dari kawannya).” [9]
Masyarakat Muslim yang aktif melaksanakan
shalat berjama’ah insya Allah tidak dikuasai syetan, dan mereka itulah yang
insya Allah mampu menghindarkan diri dari perbuatan fakhsya’ dan munkar.
Sebaliknya, masyarakat yang tidak menegakkan shalat berjama’ah maka sudah
dijelaskan oleh Nabi saw, pasti mereka dikuasai oleh syetan. Itu kalau tingkat
kampung atau pedusunan. Lha kalau tingkatnya itu nasional, satu bangsa, yang
jumlahnya 200 juta jiwa lebih, dan mayoritas/ kebanyakan mengaku dirinya
Muslim, lantas mereka tidak aktif berjama’ah shalat di masjid-masjid dan mushalla,
maka mafhum mukhalafah (pengertian tersirat) dari Hadits tersebut
adalah: masyarakat itu bisa-bisa dikuasai oleh raja syetan (bukan sekadar
syetan desa). Sedang syetan itu menurut Al-Qur’an ada yang dari jenis jin dan
ada yang dari jenis manusia. Masih mending kalau dari jenis jin kafir, apabila
dibacakan ayat kursi dan lain-lain maka pasti takut. Tetapi kalau syetan yang
dari jenis manusia, walaupun dibacakan surat kursi tetap saja mendenges (tidak
mempan), tidak takut. Maka ada perintah jihad memerangi orang kafir, musyrik,
murtad, orang sekuler (sebab menurut Syeikh Muhammad Al-Ghazali Mesir, orang
sekuler itu hukumnya murtad), dan munafiq; soalnya mereka tidak mempan dengan
bacaan-bacaan berupa ayat-ayat yang ditakuti oleh syetan. Jadi harus dilawan dengan
jihad.
Masyarakat Islam yang taat berjama’ah shalat itulah yang sanggup
berjihad melawan syetan-syetan berupa manusia. Dan dari situlah tercipta
masyarakat Islam yang utuh, yakni secara rohani mereka sanggup mencegah diri
dari fahsya’ dan munkar, sedang dari segi fisik mereka sanggup berjihad untuk
meninggikan kalimah Allah SWT, melawan manusia-manusia kafir, durjana, munafik,
musyrik, ataupun murtad.
Dengan tumbuhnya sosok-sosok pribadi muslimin yang mampu mengendalikan
diri dari fahsya' dan munkar dan berani berjihad itulah maka mereka akan
memiliki bashirah (pandangan hati) yang tajam, yang mampu membedakan
mana yang haq dan mana yang bathil. Hanya saja semua itu harus dilandasi ilmu
Islam yang memadai, sehingga bashirah yang tajam itu akan dibentengi
oleh hujjah yang benar. Itulah pokok jalan keluarnya.
Al-hasil, jalan yang harus ditempuh adalah merestorasi pemahaman ummat
dengan menanamkan aqidah shahihah, menegakkan shalat berjama'ah, mendisiplinkan
da'wah Islamiyah, dan membentuk serta melaksanakan sistem pendidikan yang
sesuai dengan Islam. Bila semua itu ditempuh maka pada masanya akan datang
kebenaran ke dalam dada-dada Muslimin dan hancurlah kebathilan, tersingkir dari
benak-benak Muslimin. Dari individu-individu Muslim, ke tingkat keluarga, ke
tingkat kelompok, dan kemudian insya Allah akan ke tingkat yang lebih luas
lagi, sehingga akan meratalah pemahaman yang benar tentang Islam. Kalau toh
tidak sampai merata, insya Allah pribadi-pribadi yang terselamatkan itu sendiri
berarti telah selamat dari kesesatan.
Semua itu harus dimulai. Ibda’ binafsik. Mulailah dengan dirimu
sendiri lebih dulu. Mari.
Mudah-mudahan Allah memberikan kekuatan bashirah yang mampu
mendeteksi bahwa yang bathil ataupun menyimpang itu tampak bathil, sehingga
kita mampu menghindarinya. Amien.
[1] (HR
Al-Bukhari, Muslim, dan Abu Daud,
shahih).
[2] (Dr
Abdul Halim Uwies, Al-Islaamu kamaa yanbaghi an nu'mina bih, diindonesiakan
menjadi Koreksi terhadap Ummat Islam, Darul Ulum Press, Jakarta, cet pertama,
1989, hal 82).
[3] (ibid,
hal 84).
[4] (Dari Al-Milal wan Nihal oleh Asy Syahrastani,
dikutip Fathi Yakan, Islam di tengah persekongkolan musuh abad 20, GIP cet 6,
1993, hal 113, lihat H Hartono A Jaiz, Bila Hak Muslimin Dirampas, Pustaka
Al-Kutsar, 1994, hal 83-84).
[5] (Dr.
Thoha Jabir Fayyadh al-'Ulwani, Adabul Ikhtilaf fil Islam/ Beda Pendapat
bagaimana menurut Islam, GIP, 1991, hal 135).
[6] (ibid, hal 139).
[7] (ibid, 140).
[8] (Hadits
riwayat Ahmad dari Abi Umamah).
[9] HR Ahmad, Abu Daud, An-Nasaa’i,
dan Al-Hakim, dan dia itu shahih.
keroncong- KAPTEN
-
Age : 70
Posts : 4535
Kepercayaan : Islam
Location : di rumah saya
Join date : 09.11.11
Reputation : 67
Similar topics
» membentengi umat dari penyimpangan pemikiran
» membentengi rumh dari godaan setan
» menelusuri gagasan sekulerisasi cak nur
» menelusuri jejak sekulerisasi
» penyelewengan umat dari agama yang benar
» membentengi rumh dari godaan setan
» menelusuri gagasan sekulerisasi cak nur
» menelusuri jejak sekulerisasi
» penyelewengan umat dari agama yang benar
Halaman 1 dari 1
Permissions in this forum:
Anda tidak dapat menjawab topik