membentengi umat dari penyimpangan pemikiran
Halaman 1 dari 1 • Share
membentengi umat dari penyimpangan pemikiran
Ummat Kebingungan
Sejak terjadinya pemisahan antara penguasa dengan sumber-sumber hukum Islam di kalangan ummat Islam, di mana manusia merasa kebingungan karena diombang-ambingkan oleh hawa nafsunya, para ulam pun sudah tak mau peduli. Masing-masing sudah sibuk dengan urusannya sendiri dan mereka pandang itulah yang lebih aman dan selamat.
Ketika terjadi kebangkitan Eropa baru, kondisi ummat sama sekali sudah tidak memiliki unsur-unsur kekuatan yang hakiki. Sebut saja aqidahnya lemah dan tidak jelas lagi arahnya. Keyakinannya tidak mantap, akhlaknya merosot, komitmennya hampir tak ada sama sekali. Pemikirannya jumud (beku), ijtihadnya macet total, kefaqihannya (kefahamannya terhadap Islam) hilang, bid'ah merajalela, sunnah sudah diabaikan, kesadarannya menipis, sampai-sampai yang namanya ummat tidak seperti ummat lagi. Maka orang Barat mengeksploitasi kesempatan tersebut dengan menjajah dan menguasai berbagai negeri dan menghabisi sisa-sisa unsur kekuatan pribadi ummat sampai keadaannya seperti apa yang kita rasakan sekarang. Penuh kehinaan tanpa memiliki wibawa sama sekali. Segala urusan kita berada di tangan musuh dan nasib kita ditentukan oleh mereka para penjajah itu. Akhirnya kita minta bantuan kepada mereka untuk menyelesaikan segala problem yang timbulnya dari pribadi kita sendiri. (Dr. Thoha Jabir Fayyadh Al-Ulwani, Adabul Ikhtilaf fil Islam / Beda pendapat bagaimana menurut Islam, GIP, 1991, hal. 135).
Para penjajah benar-benar memahami karakteristik ummat yang dijajahnya (yang keadaannya telah carut marut itu). Mereka memfokuskan perhatian pada pembentukan program pengajaran dan lembaga-lembaganya, dengan harapan dapat mengubah pemikiran-pemikiran kaum Muslimin sehingga siap untuk menerima pemikiran-pemikiran alam baru dan berusaha menyelaraskannya.
Para penjajah kafir tersebut beranggapan bahwa penerimaan kaum Muslimin terhadap realitas yang baru dapat mendorong mereka untuk mencapai kemauan.
Hal itu mereka analogikan pada negara-negara Eropa yang tidak merencanakan programnya yang benar-benar mantap untuk mencapai suatu peradaban kecuali setelah melepaskan agamanya dan bebas dari belenggu gereja. Menurut mereka, semua agama hanya merupakan lembaga serta penghalang untuk mencapai tujuan.
Allah SWT berfirman dalam Al-Qur'an Surah Al-Kahfi : 5 yang artinya:
"Alangkah jeleknya kata-kata yang keluar dari mulut mereka, mereka tidak mengatakan (sesuatu) kecuali dusta."
Tuduhan-tuduhan mereka itu memang benar untuk agama mereka, namun sangat jauh untuk dikatakan benar-benar terhadap dien Al-Islam. Karena, dengan Islam itu Allah menghendaki agar manusia hidup bahagia dan terwujud segala keinginannya. (ibid, hal. 139).
Penjajah menekan sistem pengajaran Islam
Dalam rangka usaha untuk memisahkan ummat dari eksistensi dan kehidupannya yang Islami, para penjajah kafir melakukan tekanan-tekanan dan hambatan terhadap sistem pengajaran Islam. Mereka juga menghembuskan pemikiran-pemikiran yang dapat merendahkan kedudukan dan menghina pelajaran-pelajaran Islam.
Sebagai kebalikannya, mereka memperhatikan dan membantu murid-murid yang memasuki sekolah-sekolah baru tempat pendidikan mereka (penjajah). Di hadapan mereka dihadapkan pintu masa depan yang gilang-gemilang dan akhirnya posisi kepemimpinan ummat menjadi tergantung kepada mereka (yang diasuh penjajah itu, pen.)
Begitulah tekanan-tekanan yang dilancarkan terhadap sistem pendidikan Islam dan bahasa Arab. Semua jalan yang menuju ke sana tertutup rapat. Murid-murid yang tetap tekun hanyalah sebagian kecil saja. Biasanya mereka banyak mengahadapi tekanan-tekanan yang seringkali mengakibatkan mereka berhenti dan macet di tengah jalan. Kalau tidak, maka mereka dihadapkan pada perlakuan yang berbeda, dengan para lulusan sekolah mereka (penjajah) (ibid, 140).
Sistem itu masih dilanjutkan pula oleh pemerintahan baru setelah lepas dari jajahan. Walaupun para pemegang tampuk pemerintahan mengaku dirinya Muslim, namun cara-cara penjajah tetap diterapkan bahkan lebih intensif. Baik itu mengenai sistem hukum / peradilan dan pemerintahan, maupun sistem pendidikan dan penerimaan pegawai. Istilah lokal Jawa, Londo Ireng (Belanda Hitam alias pribumi, namun kejamnya dan liciknya dalam penerapan kekafiran lebih Belanda / lebih menjajah dibanding Belanda penjajah).
Akibatnya, di samping yang mendapatkan kesempatan memimpin itu orang-orang yang tidak tahu Islam karena pendidikannya ala kafirin, masih pula sikap mereka pun sudah menjadi orang yang sekuler tulen, dalam bentuk keturunan orang Islam. Pola pikirnya sekuler, gaya hidupnya sekuler, pergaulan hidupnya sekuler, penerapan hukum dan pembelaannya ke arah sekuler.
Membentengi ummat dari penyimpangan pemikiran ?
Tiba gilirannya untuk menjawab judul makalah ini, bagaimana membentengi ummat dari penyimpangan pemikiran.
Ibarat satu kampung, keadaannya sudah ditenggelamkan dalam air seperti kampung-kampung di sekitar Waduk Kedung Ombo di Sragen, Boyolali, Jawa Tengah disaat ada pemaksaan dari pemerintahan Orde Baru pimpinan Soeharto tempo hari. Hanya saja penenggelaman ini dari segi sistem hukum, sistem pendidikan, dan kebijakan-kebijakan yang menyingkirkan Islam. Maka yan gmasih tersisa tinggallah yang diselamatkan oleh Allah SWT.
Setelah tenggelam dalam pola pikir yang sekuler, yang tak Islami, lalu harus dibentengi bagaimana?
Secara teori, kita harus menyingkirkan segala pemikiran yang tak sesuai dengan Islam. Ibarat air yang telah menggenangi, maka harus ditawa, dipompa untuk dibuang, dan dikuras. Jadi pola pikir sekuler itu harus dikikis, bahkan diperangi agar terkikis habis. Setelah itu diisi dengan pola yang Islami.
Caranya ?
Secara teori, sistem hukum dan sistem pendidikan harus dikembalikan ke Islam.
Caranya ?
Para pemegang kekuasaan bidang hukum dan pendidikan terdiri dari orang-orang yang berpola pikir Islami. Tetapi itu hanya bisa ditempuh bila pemegang kendali kekuasaan adalah orang-orang yang berpola pikir Islami.
Untuk mencapai itu, mesti diadakan pendidikan yang intensif, yang secara herarkis mencapai tingkatan sampai tinggi dan tetap punya komitmen yang tinggi terhadap pola pemikiran yang Islami.
Bukankah nantinya tetap kalah dalam bersaing, karena sistemnya tidak memungkinkah untuk merebut pasar kedudukan?
Di balik upaya manusia, dalam menegakkan kebenaran ini ada dukungan Allah SWT. "Apabila kalian menolong (agama) Allah maka pasti Allah menolong kalian." Itu jaminan Allah SWT.
Dibalik itu pula, Nabi SAW bersabda yang artinya : "Tali-tali Islam pasi akan putus satu tali demi satu tali. Maka setiapkali putus satu tali (lalu) manusia bergantung dengan tali yang berikutnya. Dan tali Islam yang pertama kali putus adalah hukum (nya), sedang yang terakhir (putus) adalah shalat." (HR. Ahmad dari Abi Umamah).
Tali-tali hukum Islam ternyata telah diputus-putus oleh penjajah dan dilanjutkan oleh pemerintah penggati penjajah. Demikian pula tali-tali sistem pendidikan. Bahkan sistem budaya pula. Kini hal yang jelas belum diputus adalah shalat, maka kita kembalikan apa yang putus-putus itu dengan membangun kembali shalat kita dengan berjamaah ke masjid-masjid dan meningkatkan kekhusyu'an. Dari situ, akan terbina insan-insan Muslim yang tangguh yang mampu mengendalikan dirinya dari fahsya' dan munkar. Karena Allah SWT berfirman dalam Surah yang Al-Ankabut : 45 artinya :"Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan-perbuatan) keji dan munkar."
Dengan tumbuhnya sosok-sosok pribadi muslimin yang mampu mengendalikan diri dari fahsya' dan munkar itu maka akan memiliki bashirah yang tajam, yang mampu membedakan mana yang haq dan mana yang batil. Hanya saja semua itu harus dilandasi ilmu Islam yang memadai, sehingga bashirah yang tajam itu akan dibentengi oleh hujjah yang benar. Itulah pokok jalan keluarnya.
Al-hasil, jalan yang harus ditempuh adalah merestorasi pemahaman ummat dengan menanamkan aqidah shahihah, menegakkan shalat berjemaah, mendisiplinkan da'wah Islamiyah, dan membentuk serta melaksanakan sistem pendidikan yang sesuai dengan Islam. Bila semua itu ditempuh maka pada masanya akan datang kebenaran pada hati-hati Muslimin dan hancurlah kebatilan, tersingkir dari benak-benak Muslimin. Dari individu-individu Muslim, ke tingkat keluarga, ke tingkat kelompok, dan kemudian insya Allah akan ke tingkat yang lebih luas lagi, sehingga akan meratalah pemahaman yang benar tentang Islam. Kalau toh tidak sampai merata, insya Allah pribadi-pribadi yang terselamatkan itu sendiri berarti telah selamat dari kesesatan pemikiran.
Semua itu harus dimulai, Ibda' binafsik. Mulailah dengan dirimu sendiri lebih dulu, Mari.
Mudah-mudahan Allah memberikan kekuatan bashirah yang mampu mendeteksi bahwa yang batil ataupun menyimpang itu tampak batil, sehingga kita mampu menghindarinya. Amien.
Sejak terjadinya pemisahan antara penguasa dengan sumber-sumber hukum Islam di kalangan ummat Islam, di mana manusia merasa kebingungan karena diombang-ambingkan oleh hawa nafsunya, para ulam pun sudah tak mau peduli. Masing-masing sudah sibuk dengan urusannya sendiri dan mereka pandang itulah yang lebih aman dan selamat.
Ketika terjadi kebangkitan Eropa baru, kondisi ummat sama sekali sudah tidak memiliki unsur-unsur kekuatan yang hakiki. Sebut saja aqidahnya lemah dan tidak jelas lagi arahnya. Keyakinannya tidak mantap, akhlaknya merosot, komitmennya hampir tak ada sama sekali. Pemikirannya jumud (beku), ijtihadnya macet total, kefaqihannya (kefahamannya terhadap Islam) hilang, bid'ah merajalela, sunnah sudah diabaikan, kesadarannya menipis, sampai-sampai yang namanya ummat tidak seperti ummat lagi. Maka orang Barat mengeksploitasi kesempatan tersebut dengan menjajah dan menguasai berbagai negeri dan menghabisi sisa-sisa unsur kekuatan pribadi ummat sampai keadaannya seperti apa yang kita rasakan sekarang. Penuh kehinaan tanpa memiliki wibawa sama sekali. Segala urusan kita berada di tangan musuh dan nasib kita ditentukan oleh mereka para penjajah itu. Akhirnya kita minta bantuan kepada mereka untuk menyelesaikan segala problem yang timbulnya dari pribadi kita sendiri. (Dr. Thoha Jabir Fayyadh Al-Ulwani, Adabul Ikhtilaf fil Islam / Beda pendapat bagaimana menurut Islam, GIP, 1991, hal. 135).
Para penjajah benar-benar memahami karakteristik ummat yang dijajahnya (yang keadaannya telah carut marut itu). Mereka memfokuskan perhatian pada pembentukan program pengajaran dan lembaga-lembaganya, dengan harapan dapat mengubah pemikiran-pemikiran kaum Muslimin sehingga siap untuk menerima pemikiran-pemikiran alam baru dan berusaha menyelaraskannya.
Para penjajah kafir tersebut beranggapan bahwa penerimaan kaum Muslimin terhadap realitas yang baru dapat mendorong mereka untuk mencapai kemauan.
Hal itu mereka analogikan pada negara-negara Eropa yang tidak merencanakan programnya yang benar-benar mantap untuk mencapai suatu peradaban kecuali setelah melepaskan agamanya dan bebas dari belenggu gereja. Menurut mereka, semua agama hanya merupakan lembaga serta penghalang untuk mencapai tujuan.
Allah SWT berfirman dalam Al-Qur'an Surah Al-Kahfi : 5 yang artinya:
"Alangkah jeleknya kata-kata yang keluar dari mulut mereka, mereka tidak mengatakan (sesuatu) kecuali dusta."
Tuduhan-tuduhan mereka itu memang benar untuk agama mereka, namun sangat jauh untuk dikatakan benar-benar terhadap dien Al-Islam. Karena, dengan Islam itu Allah menghendaki agar manusia hidup bahagia dan terwujud segala keinginannya. (ibid, hal. 139).
Penjajah menekan sistem pengajaran Islam
Dalam rangka usaha untuk memisahkan ummat dari eksistensi dan kehidupannya yang Islami, para penjajah kafir melakukan tekanan-tekanan dan hambatan terhadap sistem pengajaran Islam. Mereka juga menghembuskan pemikiran-pemikiran yang dapat merendahkan kedudukan dan menghina pelajaran-pelajaran Islam.
Sebagai kebalikannya, mereka memperhatikan dan membantu murid-murid yang memasuki sekolah-sekolah baru tempat pendidikan mereka (penjajah). Di hadapan mereka dihadapkan pintu masa depan yang gilang-gemilang dan akhirnya posisi kepemimpinan ummat menjadi tergantung kepada mereka (yang diasuh penjajah itu, pen.)
Begitulah tekanan-tekanan yang dilancarkan terhadap sistem pendidikan Islam dan bahasa Arab. Semua jalan yang menuju ke sana tertutup rapat. Murid-murid yang tetap tekun hanyalah sebagian kecil saja. Biasanya mereka banyak mengahadapi tekanan-tekanan yang seringkali mengakibatkan mereka berhenti dan macet di tengah jalan. Kalau tidak, maka mereka dihadapkan pada perlakuan yang berbeda, dengan para lulusan sekolah mereka (penjajah) (ibid, 140).
Sistem itu masih dilanjutkan pula oleh pemerintahan baru setelah lepas dari jajahan. Walaupun para pemegang tampuk pemerintahan mengaku dirinya Muslim, namun cara-cara penjajah tetap diterapkan bahkan lebih intensif. Baik itu mengenai sistem hukum / peradilan dan pemerintahan, maupun sistem pendidikan dan penerimaan pegawai. Istilah lokal Jawa, Londo Ireng (Belanda Hitam alias pribumi, namun kejamnya dan liciknya dalam penerapan kekafiran lebih Belanda / lebih menjajah dibanding Belanda penjajah).
Akibatnya, di samping yang mendapatkan kesempatan memimpin itu orang-orang yang tidak tahu Islam karena pendidikannya ala kafirin, masih pula sikap mereka pun sudah menjadi orang yang sekuler tulen, dalam bentuk keturunan orang Islam. Pola pikirnya sekuler, gaya hidupnya sekuler, pergaulan hidupnya sekuler, penerapan hukum dan pembelaannya ke arah sekuler.
Membentengi ummat dari penyimpangan pemikiran ?
Tiba gilirannya untuk menjawab judul makalah ini, bagaimana membentengi ummat dari penyimpangan pemikiran.
Ibarat satu kampung, keadaannya sudah ditenggelamkan dalam air seperti kampung-kampung di sekitar Waduk Kedung Ombo di Sragen, Boyolali, Jawa Tengah disaat ada pemaksaan dari pemerintahan Orde Baru pimpinan Soeharto tempo hari. Hanya saja penenggelaman ini dari segi sistem hukum, sistem pendidikan, dan kebijakan-kebijakan yang menyingkirkan Islam. Maka yan gmasih tersisa tinggallah yang diselamatkan oleh Allah SWT.
Setelah tenggelam dalam pola pikir yang sekuler, yang tak Islami, lalu harus dibentengi bagaimana?
Secara teori, kita harus menyingkirkan segala pemikiran yang tak sesuai dengan Islam. Ibarat air yang telah menggenangi, maka harus ditawa, dipompa untuk dibuang, dan dikuras. Jadi pola pikir sekuler itu harus dikikis, bahkan diperangi agar terkikis habis. Setelah itu diisi dengan pola yang Islami.
Caranya ?
Secara teori, sistem hukum dan sistem pendidikan harus dikembalikan ke Islam.
Caranya ?
Para pemegang kekuasaan bidang hukum dan pendidikan terdiri dari orang-orang yang berpola pikir Islami. Tetapi itu hanya bisa ditempuh bila pemegang kendali kekuasaan adalah orang-orang yang berpola pikir Islami.
Untuk mencapai itu, mesti diadakan pendidikan yang intensif, yang secara herarkis mencapai tingkatan sampai tinggi dan tetap punya komitmen yang tinggi terhadap pola pemikiran yang Islami.
Bukankah nantinya tetap kalah dalam bersaing, karena sistemnya tidak memungkinkah untuk merebut pasar kedudukan?
Di balik upaya manusia, dalam menegakkan kebenaran ini ada dukungan Allah SWT. "Apabila kalian menolong (agama) Allah maka pasti Allah menolong kalian." Itu jaminan Allah SWT.
Dibalik itu pula, Nabi SAW bersabda yang artinya : "Tali-tali Islam pasi akan putus satu tali demi satu tali. Maka setiapkali putus satu tali (lalu) manusia bergantung dengan tali yang berikutnya. Dan tali Islam yang pertama kali putus adalah hukum (nya), sedang yang terakhir (putus) adalah shalat." (HR. Ahmad dari Abi Umamah).
Tali-tali hukum Islam ternyata telah diputus-putus oleh penjajah dan dilanjutkan oleh pemerintah penggati penjajah. Demikian pula tali-tali sistem pendidikan. Bahkan sistem budaya pula. Kini hal yang jelas belum diputus adalah shalat, maka kita kembalikan apa yang putus-putus itu dengan membangun kembali shalat kita dengan berjamaah ke masjid-masjid dan meningkatkan kekhusyu'an. Dari situ, akan terbina insan-insan Muslim yang tangguh yang mampu mengendalikan dirinya dari fahsya' dan munkar. Karena Allah SWT berfirman dalam Surah yang Al-Ankabut : 45 artinya :"Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan-perbuatan) keji dan munkar."
Dengan tumbuhnya sosok-sosok pribadi muslimin yang mampu mengendalikan diri dari fahsya' dan munkar itu maka akan memiliki bashirah yang tajam, yang mampu membedakan mana yang haq dan mana yang batil. Hanya saja semua itu harus dilandasi ilmu Islam yang memadai, sehingga bashirah yang tajam itu akan dibentengi oleh hujjah yang benar. Itulah pokok jalan keluarnya.
Al-hasil, jalan yang harus ditempuh adalah merestorasi pemahaman ummat dengan menanamkan aqidah shahihah, menegakkan shalat berjemaah, mendisiplinkan da'wah Islamiyah, dan membentuk serta melaksanakan sistem pendidikan yang sesuai dengan Islam. Bila semua itu ditempuh maka pada masanya akan datang kebenaran pada hati-hati Muslimin dan hancurlah kebatilan, tersingkir dari benak-benak Muslimin. Dari individu-individu Muslim, ke tingkat keluarga, ke tingkat kelompok, dan kemudian insya Allah akan ke tingkat yang lebih luas lagi, sehingga akan meratalah pemahaman yang benar tentang Islam. Kalau toh tidak sampai merata, insya Allah pribadi-pribadi yang terselamatkan itu sendiri berarti telah selamat dari kesesatan pemikiran.
Semua itu harus dimulai, Ibda' binafsik. Mulailah dengan dirimu sendiri lebih dulu, Mari.
Mudah-mudahan Allah memberikan kekuatan bashirah yang mampu mendeteksi bahwa yang batil ataupun menyimpang itu tampak batil, sehingga kita mampu menghindarinya. Amien.
keroncong- KAPTEN
-
Age : 70
Posts : 4535
Kepercayaan : Islam
Location : di rumah saya
Join date : 09.11.11
Reputation : 67
Similar topics
» penyelewengan umat dari agama yang benar
» membentengi rumh dari godaan setan
» BOM WAKTU dalam pemikiran Umat Islam
» Dr. zakir Naik | Umat Islam Lebih Kristen Dari pada Umat Kristen
» pelajaran dari umat terdahulu
» membentengi rumh dari godaan setan
» BOM WAKTU dalam pemikiran Umat Islam
» Dr. zakir Naik | Umat Islam Lebih Kristen Dari pada Umat Kristen
» pelajaran dari umat terdahulu
Halaman 1 dari 1
Permissions in this forum:
Anda tidak dapat menjawab topik