Menjawab FITNAH tentang perkawinan Nabi dengan Safiyah
Halaman 1 dari 1 • Share
Menjawab FITNAH tentang perkawinan Nabi dengan Safiyah
[9:32] Mereka berkehendak memadamkan cahaya (agama) Allah dengan mulut (ucapan-ucapan) mereka, dan Allah tidak menghendaki selain menyempurnakan cahayaNya, walaupun orang-orang yang kafir tidak menyukai.
Nabi itu bukan manusia biasa, beliau mengemban tugas dari tuhan.
Pernikahan nabi BUKAN karena nafsu, tapi untuk :
1) melindungi para janda menjadi korban kejahatan perang, dalam situasi damai seperti sekarang ini saja janda banyak dilecehkan apalagi pada masa perang, itulah mengapa nabi harus mengawininya, untuk status bersuami, ber mahram. Jadi bukan dengan sekedar menolong dengan memberi uang dll.
2) untuk melindungi wanita suku asing yang mau mualaf dari ancaman pembunuhan sukunya.
Seperti kasus ini, ayahnya dan suaminya yang kejam sudah sejak awal mengancam akan membunuhnya jika ia mualaf. Nabi memberikan perlindungan terhadap nyawanya, dengan mengawininya. Supaya tak ada lagi orang sesukunya yang berani membunuhnya.
3)untuk syiar Islam. Sumber hukum agama, tidak boleh hanya dari satu sumber, kecuali dari nabi. oleh karena itu, untuk hadis kewanitaan dan yang terkait hubungan suami istri kerumahtanggaan, tak boleh hanya dari satu sumber saja, 1 istri nabi, karena ia manusia biasa, bukan nabi, hanya nabi seorang yang ditunjuk Allah untuk jadi nabi, bukan istrinya sekalipun. Oleh karena itu harus bisa dicrosscheck dengan narasumber lainnya, yaitu istri yang lain, supaya sahih informasinya.
Spt Aisyah misalnya, yg ditunjuk Allah menjadi perawi dan penyebar hadis, dengan dikaruniai umur panjang setelah nabi wafat, sehingga sempat menyebarkan banyak hadis, menumpas tradisi kafir yang menghinakan perempuan.Seperti tradisi kafir Qurais mengubur bayi perempuan hidup-hidup, hingga ajaran menajiskan wanita haid dalam Imamat, dan kesesatan kafir kristen yang melecehkan istri haid sesuai Imamat dll.
Dengan menjadi istri nabi maka ia bisa menjadi saksi hidup atas keseharian nabi, hingga ke sedetil-detilnya kehidupan beliau.
Jaman sekarang saja, dalam kondisi damai, status janda sering dilecehkan, apalagi pada saat masa perang. Dan memang tidak semua janda yang dinikahi nabi, tapi para janda dari sahabat yang tewas di medan perang, yang telah banyak berjasa pada Islam.
Di kristen biadab, menikahi janda dilarang,dianggap zina,tapi berselingkuh dengan istri orang justru tak dianggap zina.
Pasukan muslim tidak bertujuan untuk membunuh suami dan ayah Safiyah, semata demi Safiyah, tapi karena mereka lah yang sengaja memusuhi muslim dan menantang perang, bahkan mau menyerbu kota nabi yang dipenuhi para wanita dan anak-anak. Nabi mengklarifikasi, mengajak damai, tapi ayah Sofiyah sang kepala suku tetap keras kepala, dan mengancam keselamatan para muslim. Terjadilah perang, dalam perang tersebutlah ayah dan suami Sofiyah yang kejam tewas dalam peperangan!
Sehingga secara tak sengaja Sofiyah terbebas dari kekejaman ayah dan suaminya yang selalu ingin membunuhnya pula jika Sofiyah masih tetap mau mualaf.
Jadi bukan kesengajaan nabi untuk membunuh ayah dan suami Sofiyah, cuma sekedar untuk bisa memperistri Sofiyah. Tak ada itu!
Mengapa nabi mengabaikan masa idah. KArena nabi tahu bahwa Sofiyah belum disentuh oleh suaminya yang kejam, panglima perang disukunya, yang ayahnya jodohkan supaya Sofiyah takut dan tak jadi untuk mualaf.
Mengapa pula nabi memeriahkan pesta perkawiannnya dengan Sofiyah secara besar-besaran?
Karena nabi ingin mengumumkan kepada para anak buah suami Sofiyah bahwa sekarang Sofiyah dalam perlindungan nabi. Sehingga anak buah suami kafirnya itu, panglima perang di sukunya yang kejam itu,berhenti memburu dan takut untuk membunuh Sofiyah.
Salah satu gugatan dan hujatan para Kufar adalah terkait denga Pernikahan Rasulullah Shollallahu alaihi wassalam dengan Shafiyyah binti Huyai. dan Gugatan dan hujatan tersebut bahwa nabi SAW melakukan perzinahan/pemerkosaan sebelum ia menikahi Shafiyyah binti Huyai.
“Safiyah dilahirkan di Medina. Ia berasal dari suku Yahudi Banu I-Nadir. Ketika suku ini diusir dari Medina tahun 4 AH, Huyai adalah salah… satu dari orang-orang yang menetap di wilayah subur Khaibar bersama Kinana Ibn al-Rabi’ yang menikahi Safiyah sesaat sebelum Muslim menyerang Khaibar. Ia berumur 17 tahun. Sebelumnya ia adalah istri dari Sallam Ibn Mishkam yang menceraikannya. Disinilah, satu mil dari Khaibar, Nabi menikahi Safiyah. Dia dipelihara dan dirawat untuk Nabi oleh Umm Sulaim, ibu dari Anas Ibn Malik. Mereka menginap disana. Abu Ayyub al-Ansari menjaga tenda Nabi sepanjang malam. Pada saat subuh, Nabi yang melihat Abu Ayyub berjalan hilir mudik itupun bertanya kepadanya apa maksudnya, dan ia menjawab: “Saya khawatir akan engkau karena perempuan muda itu. Engkau telah membunuh ayahnya, suaminya, dan banyak dari keluarganya, dan dia juga masih seorang kafir. Saya sungguh khawatir terjadi apa-apa karena dia. Nabipun mendoakan Abu Ayyub al-Ansari (Ibn Hisham, p.766). Safiyah telah meminta kepada Nabi untuk menunggu hingga ia telah lebih menjauh dari Khaibar. “Kenapa?” tanya Nabi. “Saya mengkhawatirkan engkau karena orang-orang Yahudi yang masih dekat dengan Khaibar!”
Kisah di atas adalah sebuah ringkasan sejarah tentang pasca penaklukkan Khaibar. Entah dasar dari mana, penuding mengartikan literatur di atas, bahwa nabi SAW memiliki sifat tercela seperti (fitnah mereka terhadap) nabi telah melakukan perzinahan atau bahkan pemerkosaan kepada Shafiyyah sebelum beliau SAW mengambilnya jadi istri. Semoga Allah melaknat (mereka) para pendengki dan penghujat agama yang lurus dan nabi yang mulia ini.
Mari perhatikan kata per kata dari literatur tabaqat yang dijadikan rujukan tersebut, lalu kita sejenak berhenti pada kalimat:
” Sebelumnya ia adalah istri dari Sallam Ibn Mishkam yang menceraikannya. Disinilah, satu mil dari Khaibar, Nabi menikahi Safiyah. Dia dipelihara dan dirawat untuk Nabi oleh Umm Sulaim, ibu dari Anas Ibn Malik.”
Maka akan terbukti kebohongan dan fitnah mereka, sebab dalam rangkaian cerita literatur di atas, Nabi SAW sudah terlebih dahulu menikahi Shafiyyah. Dan oleh penuding, atas dasar asumsinya, mengutip cerita tersebut (penekanan) mereka lebih kepada kalimat:
“Mereka menginap disana. Abu Ayyub al-Ansari menjaga tenda Nabi sepanjang malam. Pada saat subuh, Nabi yang melihat Abu Ayyub berjalan hilir mudik itupun bertanya kepadanya apa maksudnya, dan ia menjawab: “Saya khawatir akan engkau karena perempuan muda itu. Engkau telah membunuh ayahnya, suaminya, dan banyak dari keluarganya, dan dia juga masih seorang kafir. Saya sungguh khawatir terjadi apa-apa karena dia. Nabipun mendoakan Abu Ayyub al-Ansari.” (Ibn Hisham, p.766).
Apakah salah, Nabi SAW menginap bersama Shafiyyah yang notabene sudah sah menjadi istri beliau? Dimanakah perbuatan tercela beliau pada kisah ini? Sementara beliau SAW adalah orang yang terjaga dari perbuatan maksiat, bahkan untuk berduaan dengan seorang yang BUKAN muhrimnya saja, beliau sangat mengharamkam perbuatan tersebut, apalagi sampai melakukan tindakan asusila? Naudzu billah min dzalik..
Rasulullah SAW bersabda: “Janganlah sekali-kali seorang laki-laki berduaan dengan seorang wanita kecuali wanita disertai muhrimnya. Dan seorang wanita itu juga tidak boleh bepergian sendirian, kecuali ditemani oleh mahramnya.” (Shahih Muslim: 2391)
“Janganlah sekali-kali seorang laki-laki berduaan dengan seorang wanita melainkan yang ketiganya adalah setan.” (HR.Tirmidzi 2165)
QS. 17.32. Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji. Dan suatu jalan yang buruk.
Dan masih banyak lagi sifat-sifat mulia rasulullah SAW dan larangan-larangan serta keladanan yang ditunjukkan oleh beliau agar tidak berbuat maksiat dan melakukan perbuatan tercela lainnya.
Adapun dari sikap Abu Ayyub al-Ansari yang melakukan penjagaan sepanjang malam di depan tenda nabi adalah sikap yang menggambarkan kesetiannya kepada nabi yang memang selalu menjaga perkemahan nabi ketika beliau sedang istirahat setelah menaklukan Khaibar.
Riwayat tentang penjagaan Abu Ayyub yang sering diplintir kafir dan disalahtafsirkan tersebut adalah sebagai berikut:
“Pada malam itu nabi SAW bermalam di sebuah kemah tempat kediaman beliau selama di Khaibar bersama ISTRI BELIAU yang baru dikawini (Shafiyyah) itu. Pada malam itu Abu Ayyub al-Anshari, tanpa diketahui oleh Nabi, mengawal dengan pedang terhunus sepanjang malam di depan kemah Nabi.
Abu Ayyub melakukan itu karena sangsi dan curiga, kalau-kalau wanita Yahudi yang baru dikawini oleh Nabi SAW itu berbuat jahat atas diri beliau.
Kecurigaan Abu Ayyub itu didasarkan karena ayah dari wanita itu mati terbunuh oleh kaum muslimin dengan perintah Nabi SAW Dan suami wanita itu mati juga karena bertempur dengan tentara kaum muslimin yang dipimpin Nabi SAW.
Sampai pagi hari Abu Ayyub tetap mengawal dan mengelilingi kemah Nabi. Maka, pada pagi harinya setelah Nabi melihat Abu Ayyub mengawal dan mengelilingi kemah beliau dengan pedang terhunus, beliau pun bertanya, “Hai Abu Ayyub, rnengapa engkau berbuat seperti ini?”
Sahabat yang amat setia itu menjawab, “Karena saya khawatir, ya Rasulullah! Saya sangat mengkhawatirkan engkau, kalau-kalau wanita itu berbuat jahat kepada engkau. Karena selalu teringat oleh saya bahwa ayah wanita itu, suaminya, dan kaumnya telah mati dibunuh oleh dan atas perintah engkau.”
Mendengar jawaban Abu Ayyub, Nabi SAW. lalu diam sambil tersenyum. Demikianlah di antara kesetiaan sahabat Nabi saw. terhadap beliau.” (Tarikh jilid 2)
Dan (lalu) kemudian mereka (para penghujat) menghubungkannya dengan kitab Tabaqat yang bunyinya seperti di bawah ini, agar terkesan—menurut asumsi mereka yang didasari atas kebencian— seolah-olah nabi melakukan pemaksaan (pemerkosaan):
“Safiyah telah meminta kepada Nabi untuk menunggu hingga ia telah lebih menjauh dari Khaibar. “Kenapa?” tanya Nabi. “Saya mengkhawatirkan engkau karena orang-orang Yahudi yang masih dekat dengan Khaibar!”
Bahwa pernyataan Shafiyyah di atas adalah sebuah kekhawatiran sekaligus menunjukan rasa cinta dan perhatiannya kepada nabi, sebab tempat orang-orang Yahudi dengan jarak mereka saat itu masih sangat dekat . Yang dengan segala kemungkinan, bisa saja orang-orang Yahudi yang sudah terkalahkan itu datang menyusul untuk melakukan balas dendam. Bukan seperti tudingan si penghujat yang mengatakan nabi SAW melakukan pemaksaan, atau percobaan pemerkosaan atau apapun namanya.
Maka begitu jarak kaum muslimin dengan orang-orang Yahudi sudah dianggap cukup jauh (12 mil dari Khaibar), beliau turun istirahat bersama Shafiyyah. Kemudian Ummu Salim mendandani Shafiyyah sebagaiman layaknya orang yang akan menikah.
Ummu Sinan Al-Aslamiyyah berkata, “Shafiyyah adalah seorang perempuan yang paling bersih di antara perempuan-perempuan lain. Kemudian Rasulullah SAW memasuki rumah keluarganya.
Tatkala hari sudah pagi, aku bertanya kepada Shaiiyyah mengenai apa yang dikatakan Rasulullah SAW. kepadanya. Lalu dia bercerita, ‘Rasulullah bertanya kepadaku, ‘Kenapa kamu tidak mau berhenti pada tempat yang pertama? Aku menjawab, Aku takut engkau terlalu dkat dengan ternpat orang-orang Yahudi.”’
Dan Shafiyyah adalah sosok yang paling benar dan ini telah disaksikan sendiri oleh Rasulullah SAW. Bahwa keputusannya untuk tidak berhenti pada tempat yang pertama adalah benar.
Seperti apa sosok Shafiyyah itu? Berikut riwayat singkat kehidupannya:
Nama lengkapnya adalah Shafiyya binti Huyai bin Akhtahb Al-Yahudi. Ia adalah salah satu tawanan dari perang Khaibar. Pada perang itulah keluarga terdekatnya meninggal dunia, di antaranya: suami, ayah, saudara laki-laki dan pamannya. Lalu sebagai penghormatan, duka cita dan kasih Nabi terhadapnya, beliau akhirnya menikahi Shafiyyah.
Sebelum Shafiyyah dinikahkan dengan suami pertamanya, ia sebenarnya pernah bermimpi melihat bulan purnama terjatuh ke dalam kamarnya.
Anar R.A berkata, bcrkata, ”Rasulullah ketika hendak menikahi Shafiyyah binti Huyai, beliau SAW bertanya kepadanya, ‘Adakah sesuatu yang engkau ketahui tentang diriku?’ Dia menjawab, ‘Ya Rasulullah, aku Sudah mengharapkanmu sejak aku masih musyrik, dan memikirkan seandainya Allah mengabulkan keinginanku itu ketika aku sudah memeluk Islam.”
Ungkapan Shafiyyah tersebut menunjukkan rasa percayanya kepada Rasulullah dan rindunya terhadap Islam.
Bukti-bukti yang jelas tentang keimanan Shafiyyah dapat terlihat ketika dia memimpikan sesuatu dalam tidurnya, kemudian dia ceritakan mimpi itu kepada suami pertamanya (Al-Harits bin Harb).
Mengetahui takwil dari mimpi itu, suaminya marah dan menampar wajah Shafiyyah sehingga berbekas di wajahnya. Rasulullah melihat bekas di wajah Shafiyyah dan bertanya, ”Apa ini?” Dia menjawab, “Ya Rasul, suatu malam aku bermimpi melihat bulan muncul di Yastrib, kernudian jatuh di kamarku. Lalu aku ceritakan mimpi itu kepada suamiku, Kinanah. Dia berkata, ’Apakah engkau suka menjadi pengikut raja yang datang dari Madinah? Kemudian dia menampar wajahku.”
Ibn Sa‘ad meriwayatkan dari Nha ibn Yasar, dia berkata, “Ketika Shafiyyah datang dari Khaibar, dia tinggal di rumah Haritsah ibn Al-Nu‘man. Para perempuan Anshar mendengar kabar ini dan langsung mendatangi rumah Haritsah untuk me lihat kecantikannya, termasuk Aisyah yang datang untuk menyelidikinya. Setelah Aisyah ra keluar, Rasulullah SAW lalu menanyakan kesannya terhadap Shafiyyah seraya bertanya, ‘Bagaimana kamu menilainya?’
Aisyah menjawab, Aku hanya melihat seorang perempuan Yahudi. ‘Nabi bersabda Iagi, janganlah kamu berkata seperti ini, karena dia telah memeluk Islam.”
Kecemburuan seperti ini bukan hanya menimpa Aisyah r.a., melainkan sudah menyebar ke dalam hati semua istri Nabi SAW.
Ibn Sa‘ad meriwayatkan lagi dari Aisyah., “Suatu saat Rasulullah SAW sedang dalam perjalanan, lalu kemudian unta kepunyaan Shafiyyah mengalami sakit, sedangkan Zainab binti Jahsy memiliki unta yang lain. Rasulullah SAW pun bersabda kepada Zainab, ‘Uma kepunyaan Shaiiyyah terkena sakit, bisakah kamu memberinya unta yang lain?’ Zainab menjawab, ‘Mengapa aku harus memberi perempuan Yahudi itu?’ Karena sikap Zainab yang seperti itu, Rasulullah Saw meninggalkannya pada bulan Dzulhijjah dan Muharram, dan tidak pernah mendatanginya. Zainab berkata, ‘Bahkan sampai aku merasa putus asa menghadapinya”
Dalam riwayat lain, Shafiyyah r.a. bercerita, “Suatu ketika Rasulullah masuk menemuiku, sedangkan aku telah mendengar sesuatu yang telah dikatakan Aisyah dan Hafshah yang menyatakan, ‘Kami lebih mulia di hadapan Rasulullah daripada Shafiyyah. Kami adalah istri-istrinya dan putri-putri dari pamannya.
Kata-kata itu pun sampai ke telinga Rasulullah, sehinga heliau bersabda, ‘Kenapa tidak kamu (Shaiiyyah) jawab kepada mereka, ‘Bagaimana kalian lebih baik dariku, sementara suami ku adalah Muhammad, ayahku adalah Harun a.s., dan pamanku adalah Musa a.s.?”’
Shafiyyah juga merawikan 10 hadits dari Nabi. Di antaranya, ia berkata, “Suatu malam, Nabi beriítikaf di masjid, lalu aku datang mengunjungi Beliau. Setelah selesai mengobrol, aku berdiri dan hendak pulang. Beliau pun berdiri untuk mengantarku. Tiba-tiba dua laki-laki Anshar lewat. Tatkala mereka melihat Nabi, mereka mempercepat langkah mereka. “Perlambatlah langkah kalian! Sesungguhnya ini adalah Shafiyah binti Huyai,’kata Nabi. “Maha suci Allah, wahai Rasulullah, kata mereka. Beliau mengatakan, ‘Sesungguhnya setan itu berjalan pada aliran darah manusia. Sebenarnya aku khawatir, kalau-kalau setan membisikkan tuduhan dusta atau hal yang tidak baik dalam hati kalian.” (HR. Al-Bukhari).
Di hari-hari terakhir kehidupan Utsman bin Affan, Shafiyyah menorehkan sikap mulia yang menunjukkan keutamaan dan pengakuannya terhadap kedudukan Utsman bin Affan. Kinanah berkata, “Aku menuntun kendaraan Shafiyyah ketika hendak membela Utsman. Kami dihadang oleh Al-Asytar, lalu ia memukul wajah keledainya hingga miring. Melihat hal itu, Shafiyyah berkata, “Biarkan aku kembali, jangan sampai orang ini mempermalukanku.” Kemudian, Shafiyyah membentangkan kayu antara rumahnya dengan rumah Utsman guna menyalurkan makanan dan air minum.”
Sikap mulia ini menunjukkan ketidaksukaan Ummul Mukminin Shafiyyah terhadap orang-orang yang menzhalimi dan menekan Utsman, bahkan membiarkannya kelaparan dan kehausan.
Ibnu Al-Atsir dan An-Nawawi rakimahumallah, memujinya seperti berikut, “Shafiyyah adalah seorang wanita yang sangat cerdas.” Sedangkan Ibnu Katsir rahimahullah, berkata, “Shafiyyah adalah seorang wanita yang sangat menonjol dalam ibadah, kewaraían, kezuhudan, kebaikan, dan shadaqahnya.”
Shafiyyah juga adalah orang yang jujur. Hal ini dapat dilihat dari kesaksian Rasulullah terhadap kejujuran Shafiyyah dan memuliakannya dengan kesaksian dari mulut yang tidak berkata berdasarkan hawa nafsunya.
Ibn Sa‘ad meriwayatkan dari Zaid ibn Aslarn, “Suatu hari istri-istri Nabi berkumpul di hadapan Nabi yang sedang sakit sebelum wafatnya. Lalu Shafiyyah berkata, ‘Wahai Nabi utusan Allah, demi Allah, sungguh aku sangat senang selama engkau bersamaku. Kemudian istri-islri Nabi yang lain saling memberi isyarat dengan pandangannya. Melihat hal itu, beliau bersabda, ‘Berkumur-kurnurlah kalianl’ Mereka pun bertanya, ‘Untuk alasan apa, wahai Rasulullah?’ Beliau menjawab, ‘Karena isyarat pandangan kalian kepadanya.”
Shafiyyah benar-benar orang yang jujur. Shafiyyah hidup sebagai Ummul Mukminin dengan mulia dan terhormat. Dia wafat pada tahun 52 H pada zaman pemerintahan Muawiyah ibn Abu Sufyan.
Dari uraian jawaban diatas, telah jelas terbukti fitnah mereka yang mengada-ngada. Maha benar Allah dengan segala firman-Nya.
Nabi itu tidak suka bermewah-mewahan berpesta, namun mengapa saat pernikahan beliau dengan Safiyah dipestakan besar-besaran secara merisah sampai 3 hari 3 malam, semua itu ada PENYEBABnya.
yakni untuk: MENYELAMATKAN NYAWA SAFIYAH.
itulah penyebab nabi harus SEGERA menikahi Safiyah dan mempestakannya secara besar-besaran, karena itu sebagai PENGUMUMAN kepada PARA PENGINCAR NYAWA safiyah yang DIANCAM AKAN DIBUNUH KALAU BERANI MUALAF, bahwa sejak saat itu Safiyah telah menjadi istri nabi.
Sehingga para pengincar nyawa Safiyah itu BERHENTI MEMBURU Sayafiah dan TIDAK BERANI LAGI UNTUK MAU MEMBUNUH Safiyah.
Safiyah itu anak kepala suku yahudi kafir yang sangat membenci Islam dan nabi tentu saja. Tapi hidayah Allah tak dapat dihalangi manusia, siapapun itu. Safiyah mendengar berita tentang agama Islam dan Nabi Muhmmad, Safiyah justru ingin mualaf dan sangat ingin menjadi istri nabi, ia mengutarakan keinginannya untuk mualaf tersebut, tapi ayahnya justru sangat murka lalu mengancam akan membunuhnya kalau ia nekad mualaf, ayahnya lalu mengawinakn Safiyah dengan Panglima perangnya yang kasar dan kafir juga tentu saja, sehingga Safiyah makin menderita.
Kabar suku yahuDi Kaybar yang memusuhi nabi dan ingin menyerang Madinah sampai kepada nabi. MEngingat Madinah banyak anak-anak, wanita hamil dan orang tua yang perlu dilindungi dari pecahnya perang, lalu nabi mendatangi Kaybar untuk MENCEGAH PECAHNYA PERANG.
Ketika diajak berunding, malah ayahnya Safiyah si kepala suku Kaybar menantang perang nabi. Pasukan nabi diserang, terjadilah perang, dalam perang tersebut matilah ayahnya Safiyah beserta panglima perangnya yang adalah suami kafir Safiyah.
Setelah ayah dan suaminya tewas DI MEDAN PERANG, akibat tindakannya sendiri menatang-nantang perang, memusuhi Islam, maka nyawa Safiyah menjadi makin terancam. KArena anak buah suaminya dan kaumnya sendiri, anak buah ayahnya selalu mengincar nyawa Safiyah jika ia mau mualaf, sesuai pesan ayah dan suami Safiyah agar siapapun membunuh Safiyah kalau ia sampai mualaf.
Lalu Safiyah pun menyelamatkan diri, dengan mendatangi pasukan Islam untuk minta perlindungan. Semua ada prajurit yang mau menikahi Safiyah supaya ia bisa mualaf secara bebas dan dapat dilindungi, tapi hal itu sangat membahayakan nyawa prajurit Islam itu karena pasti akan menjadi incaran anak buah ayah dan suami kafir Safiyah untuk dibunuh. Hingga akhirnya nabi lah yang akan menikahi Safiyah, dan mengumumkannya kepada seluruh pengikut anak buah ayah dan suami kafir Safiyah yang kejam itu, supaya tak lagi berani mengancam nyawa Safiyah.
Sehingga pada akhirnya Safiyah pun BISA MUALAF DENGAN SELAMAT, dibawah perlindungan nabi.Dan di kemudian hari Safiyah menjadi PENDAKWAH yang sukses, mengisalmkan banyak kaumnya sendiri, para yahudi yang mualaf mengikuti jejaknya.
itulah PENYEBAB mengapa nabi harus segera menikahi Safiyah dan mempestakannya secara besar-besaran selama 3 hari 3 malam.
QS. 61.8. Mereka ingin memadamkan cahaya Allah dengan mulut (tipu daya) mereka, tetapi Allah (justru) menyempurnakan cahaya-Nya, walau orang-orang kafir membencinya”.
QS. 21.107. Dan tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam.
Nabi itu bukan manusia biasa, beliau mengemban tugas dari tuhan.
Pernikahan nabi BUKAN karena nafsu, tapi untuk :
1) melindungi para janda menjadi korban kejahatan perang, dalam situasi damai seperti sekarang ini saja janda banyak dilecehkan apalagi pada masa perang, itulah mengapa nabi harus mengawininya, untuk status bersuami, ber mahram. Jadi bukan dengan sekedar menolong dengan memberi uang dll.
2) untuk melindungi wanita suku asing yang mau mualaf dari ancaman pembunuhan sukunya.
Seperti kasus ini, ayahnya dan suaminya yang kejam sudah sejak awal mengancam akan membunuhnya jika ia mualaf. Nabi memberikan perlindungan terhadap nyawanya, dengan mengawininya. Supaya tak ada lagi orang sesukunya yang berani membunuhnya.
3)untuk syiar Islam. Sumber hukum agama, tidak boleh hanya dari satu sumber, kecuali dari nabi. oleh karena itu, untuk hadis kewanitaan dan yang terkait hubungan suami istri kerumahtanggaan, tak boleh hanya dari satu sumber saja, 1 istri nabi, karena ia manusia biasa, bukan nabi, hanya nabi seorang yang ditunjuk Allah untuk jadi nabi, bukan istrinya sekalipun. Oleh karena itu harus bisa dicrosscheck dengan narasumber lainnya, yaitu istri yang lain, supaya sahih informasinya.
Spt Aisyah misalnya, yg ditunjuk Allah menjadi perawi dan penyebar hadis, dengan dikaruniai umur panjang setelah nabi wafat, sehingga sempat menyebarkan banyak hadis, menumpas tradisi kafir yang menghinakan perempuan.Seperti tradisi kafir Qurais mengubur bayi perempuan hidup-hidup, hingga ajaran menajiskan wanita haid dalam Imamat, dan kesesatan kafir kristen yang melecehkan istri haid sesuai Imamat dll.
Dengan menjadi istri nabi maka ia bisa menjadi saksi hidup atas keseharian nabi, hingga ke sedetil-detilnya kehidupan beliau.
Jaman sekarang saja, dalam kondisi damai, status janda sering dilecehkan, apalagi pada saat masa perang. Dan memang tidak semua janda yang dinikahi nabi, tapi para janda dari sahabat yang tewas di medan perang, yang telah banyak berjasa pada Islam.
Di kristen biadab, menikahi janda dilarang,dianggap zina,tapi berselingkuh dengan istri orang justru tak dianggap zina.
Pasukan muslim tidak bertujuan untuk membunuh suami dan ayah Safiyah, semata demi Safiyah, tapi karena mereka lah yang sengaja memusuhi muslim dan menantang perang, bahkan mau menyerbu kota nabi yang dipenuhi para wanita dan anak-anak. Nabi mengklarifikasi, mengajak damai, tapi ayah Sofiyah sang kepala suku tetap keras kepala, dan mengancam keselamatan para muslim. Terjadilah perang, dalam perang tersebutlah ayah dan suami Sofiyah yang kejam tewas dalam peperangan!
Sehingga secara tak sengaja Sofiyah terbebas dari kekejaman ayah dan suaminya yang selalu ingin membunuhnya pula jika Sofiyah masih tetap mau mualaf.
Jadi bukan kesengajaan nabi untuk membunuh ayah dan suami Sofiyah, cuma sekedar untuk bisa memperistri Sofiyah. Tak ada itu!
Mengapa nabi mengabaikan masa idah. KArena nabi tahu bahwa Sofiyah belum disentuh oleh suaminya yang kejam, panglima perang disukunya, yang ayahnya jodohkan supaya Sofiyah takut dan tak jadi untuk mualaf.
Mengapa pula nabi memeriahkan pesta perkawiannnya dengan Sofiyah secara besar-besaran?
Karena nabi ingin mengumumkan kepada para anak buah suami Sofiyah bahwa sekarang Sofiyah dalam perlindungan nabi. Sehingga anak buah suami kafirnya itu, panglima perang di sukunya yang kejam itu,berhenti memburu dan takut untuk membunuh Sofiyah.
Salah satu gugatan dan hujatan para Kufar adalah terkait denga Pernikahan Rasulullah Shollallahu alaihi wassalam dengan Shafiyyah binti Huyai. dan Gugatan dan hujatan tersebut bahwa nabi SAW melakukan perzinahan/pemerkosaan sebelum ia menikahi Shafiyyah binti Huyai.
“Safiyah dilahirkan di Medina. Ia berasal dari suku Yahudi Banu I-Nadir. Ketika suku ini diusir dari Medina tahun 4 AH, Huyai adalah salah… satu dari orang-orang yang menetap di wilayah subur Khaibar bersama Kinana Ibn al-Rabi’ yang menikahi Safiyah sesaat sebelum Muslim menyerang Khaibar. Ia berumur 17 tahun. Sebelumnya ia adalah istri dari Sallam Ibn Mishkam yang menceraikannya. Disinilah, satu mil dari Khaibar, Nabi menikahi Safiyah. Dia dipelihara dan dirawat untuk Nabi oleh Umm Sulaim, ibu dari Anas Ibn Malik. Mereka menginap disana. Abu Ayyub al-Ansari menjaga tenda Nabi sepanjang malam. Pada saat subuh, Nabi yang melihat Abu Ayyub berjalan hilir mudik itupun bertanya kepadanya apa maksudnya, dan ia menjawab: “Saya khawatir akan engkau karena perempuan muda itu. Engkau telah membunuh ayahnya, suaminya, dan banyak dari keluarganya, dan dia juga masih seorang kafir. Saya sungguh khawatir terjadi apa-apa karena dia. Nabipun mendoakan Abu Ayyub al-Ansari (Ibn Hisham, p.766). Safiyah telah meminta kepada Nabi untuk menunggu hingga ia telah lebih menjauh dari Khaibar. “Kenapa?” tanya Nabi. “Saya mengkhawatirkan engkau karena orang-orang Yahudi yang masih dekat dengan Khaibar!”
Kisah di atas adalah sebuah ringkasan sejarah tentang pasca penaklukkan Khaibar. Entah dasar dari mana, penuding mengartikan literatur di atas, bahwa nabi SAW memiliki sifat tercela seperti (fitnah mereka terhadap) nabi telah melakukan perzinahan atau bahkan pemerkosaan kepada Shafiyyah sebelum beliau SAW mengambilnya jadi istri. Semoga Allah melaknat (mereka) para pendengki dan penghujat agama yang lurus dan nabi yang mulia ini.
Mari perhatikan kata per kata dari literatur tabaqat yang dijadikan rujukan tersebut, lalu kita sejenak berhenti pada kalimat:
” Sebelumnya ia adalah istri dari Sallam Ibn Mishkam yang menceraikannya. Disinilah, satu mil dari Khaibar, Nabi menikahi Safiyah. Dia dipelihara dan dirawat untuk Nabi oleh Umm Sulaim, ibu dari Anas Ibn Malik.”
Maka akan terbukti kebohongan dan fitnah mereka, sebab dalam rangkaian cerita literatur di atas, Nabi SAW sudah terlebih dahulu menikahi Shafiyyah. Dan oleh penuding, atas dasar asumsinya, mengutip cerita tersebut (penekanan) mereka lebih kepada kalimat:
“Mereka menginap disana. Abu Ayyub al-Ansari menjaga tenda Nabi sepanjang malam. Pada saat subuh, Nabi yang melihat Abu Ayyub berjalan hilir mudik itupun bertanya kepadanya apa maksudnya, dan ia menjawab: “Saya khawatir akan engkau karena perempuan muda itu. Engkau telah membunuh ayahnya, suaminya, dan banyak dari keluarganya, dan dia juga masih seorang kafir. Saya sungguh khawatir terjadi apa-apa karena dia. Nabipun mendoakan Abu Ayyub al-Ansari.” (Ibn Hisham, p.766).
Apakah salah, Nabi SAW menginap bersama Shafiyyah yang notabene sudah sah menjadi istri beliau? Dimanakah perbuatan tercela beliau pada kisah ini? Sementara beliau SAW adalah orang yang terjaga dari perbuatan maksiat, bahkan untuk berduaan dengan seorang yang BUKAN muhrimnya saja, beliau sangat mengharamkam perbuatan tersebut, apalagi sampai melakukan tindakan asusila? Naudzu billah min dzalik..
Rasulullah SAW bersabda: “Janganlah sekali-kali seorang laki-laki berduaan dengan seorang wanita kecuali wanita disertai muhrimnya. Dan seorang wanita itu juga tidak boleh bepergian sendirian, kecuali ditemani oleh mahramnya.” (Shahih Muslim: 2391)
“Janganlah sekali-kali seorang laki-laki berduaan dengan seorang wanita melainkan yang ketiganya adalah setan.” (HR.Tirmidzi 2165)
QS. 17.32. Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji. Dan suatu jalan yang buruk.
Dan masih banyak lagi sifat-sifat mulia rasulullah SAW dan larangan-larangan serta keladanan yang ditunjukkan oleh beliau agar tidak berbuat maksiat dan melakukan perbuatan tercela lainnya.
Adapun dari sikap Abu Ayyub al-Ansari yang melakukan penjagaan sepanjang malam di depan tenda nabi adalah sikap yang menggambarkan kesetiannya kepada nabi yang memang selalu menjaga perkemahan nabi ketika beliau sedang istirahat setelah menaklukan Khaibar.
Riwayat tentang penjagaan Abu Ayyub yang sering diplintir kafir dan disalahtafsirkan tersebut adalah sebagai berikut:
“Pada malam itu nabi SAW bermalam di sebuah kemah tempat kediaman beliau selama di Khaibar bersama ISTRI BELIAU yang baru dikawini (Shafiyyah) itu. Pada malam itu Abu Ayyub al-Anshari, tanpa diketahui oleh Nabi, mengawal dengan pedang terhunus sepanjang malam di depan kemah Nabi.
Abu Ayyub melakukan itu karena sangsi dan curiga, kalau-kalau wanita Yahudi yang baru dikawini oleh Nabi SAW itu berbuat jahat atas diri beliau.
Kecurigaan Abu Ayyub itu didasarkan karena ayah dari wanita itu mati terbunuh oleh kaum muslimin dengan perintah Nabi SAW Dan suami wanita itu mati juga karena bertempur dengan tentara kaum muslimin yang dipimpin Nabi SAW.
Sampai pagi hari Abu Ayyub tetap mengawal dan mengelilingi kemah Nabi. Maka, pada pagi harinya setelah Nabi melihat Abu Ayyub mengawal dan mengelilingi kemah beliau dengan pedang terhunus, beliau pun bertanya, “Hai Abu Ayyub, rnengapa engkau berbuat seperti ini?”
Sahabat yang amat setia itu menjawab, “Karena saya khawatir, ya Rasulullah! Saya sangat mengkhawatirkan engkau, kalau-kalau wanita itu berbuat jahat kepada engkau. Karena selalu teringat oleh saya bahwa ayah wanita itu, suaminya, dan kaumnya telah mati dibunuh oleh dan atas perintah engkau.”
Mendengar jawaban Abu Ayyub, Nabi SAW. lalu diam sambil tersenyum. Demikianlah di antara kesetiaan sahabat Nabi saw. terhadap beliau.” (Tarikh jilid 2)
Dan (lalu) kemudian mereka (para penghujat) menghubungkannya dengan kitab Tabaqat yang bunyinya seperti di bawah ini, agar terkesan—menurut asumsi mereka yang didasari atas kebencian— seolah-olah nabi melakukan pemaksaan (pemerkosaan):
“Safiyah telah meminta kepada Nabi untuk menunggu hingga ia telah lebih menjauh dari Khaibar. “Kenapa?” tanya Nabi. “Saya mengkhawatirkan engkau karena orang-orang Yahudi yang masih dekat dengan Khaibar!”
Bahwa pernyataan Shafiyyah di atas adalah sebuah kekhawatiran sekaligus menunjukan rasa cinta dan perhatiannya kepada nabi, sebab tempat orang-orang Yahudi dengan jarak mereka saat itu masih sangat dekat . Yang dengan segala kemungkinan, bisa saja orang-orang Yahudi yang sudah terkalahkan itu datang menyusul untuk melakukan balas dendam. Bukan seperti tudingan si penghujat yang mengatakan nabi SAW melakukan pemaksaan, atau percobaan pemerkosaan atau apapun namanya.
Maka begitu jarak kaum muslimin dengan orang-orang Yahudi sudah dianggap cukup jauh (12 mil dari Khaibar), beliau turun istirahat bersama Shafiyyah. Kemudian Ummu Salim mendandani Shafiyyah sebagaiman layaknya orang yang akan menikah.
Ummu Sinan Al-Aslamiyyah berkata, “Shafiyyah adalah seorang perempuan yang paling bersih di antara perempuan-perempuan lain. Kemudian Rasulullah SAW memasuki rumah keluarganya.
Tatkala hari sudah pagi, aku bertanya kepada Shaiiyyah mengenai apa yang dikatakan Rasulullah SAW. kepadanya. Lalu dia bercerita, ‘Rasulullah bertanya kepadaku, ‘Kenapa kamu tidak mau berhenti pada tempat yang pertama? Aku menjawab, Aku takut engkau terlalu dkat dengan ternpat orang-orang Yahudi.”’
Dan Shafiyyah adalah sosok yang paling benar dan ini telah disaksikan sendiri oleh Rasulullah SAW. Bahwa keputusannya untuk tidak berhenti pada tempat yang pertama adalah benar.
Seperti apa sosok Shafiyyah itu? Berikut riwayat singkat kehidupannya:
Nama lengkapnya adalah Shafiyya binti Huyai bin Akhtahb Al-Yahudi. Ia adalah salah satu tawanan dari perang Khaibar. Pada perang itulah keluarga terdekatnya meninggal dunia, di antaranya: suami, ayah, saudara laki-laki dan pamannya. Lalu sebagai penghormatan, duka cita dan kasih Nabi terhadapnya, beliau akhirnya menikahi Shafiyyah.
Sebelum Shafiyyah dinikahkan dengan suami pertamanya, ia sebenarnya pernah bermimpi melihat bulan purnama terjatuh ke dalam kamarnya.
Anar R.A berkata, bcrkata, ”Rasulullah ketika hendak menikahi Shafiyyah binti Huyai, beliau SAW bertanya kepadanya, ‘Adakah sesuatu yang engkau ketahui tentang diriku?’ Dia menjawab, ‘Ya Rasulullah, aku Sudah mengharapkanmu sejak aku masih musyrik, dan memikirkan seandainya Allah mengabulkan keinginanku itu ketika aku sudah memeluk Islam.”
Ungkapan Shafiyyah tersebut menunjukkan rasa percayanya kepada Rasulullah dan rindunya terhadap Islam.
Bukti-bukti yang jelas tentang keimanan Shafiyyah dapat terlihat ketika dia memimpikan sesuatu dalam tidurnya, kemudian dia ceritakan mimpi itu kepada suami pertamanya (Al-Harits bin Harb).
Mengetahui takwil dari mimpi itu, suaminya marah dan menampar wajah Shafiyyah sehingga berbekas di wajahnya. Rasulullah melihat bekas di wajah Shafiyyah dan bertanya, ”Apa ini?” Dia menjawab, “Ya Rasul, suatu malam aku bermimpi melihat bulan muncul di Yastrib, kernudian jatuh di kamarku. Lalu aku ceritakan mimpi itu kepada suamiku, Kinanah. Dia berkata, ’Apakah engkau suka menjadi pengikut raja yang datang dari Madinah? Kemudian dia menampar wajahku.”
Ibn Sa‘ad meriwayatkan dari Nha ibn Yasar, dia berkata, “Ketika Shafiyyah datang dari Khaibar, dia tinggal di rumah Haritsah ibn Al-Nu‘man. Para perempuan Anshar mendengar kabar ini dan langsung mendatangi rumah Haritsah untuk me lihat kecantikannya, termasuk Aisyah yang datang untuk menyelidikinya. Setelah Aisyah ra keluar, Rasulullah SAW lalu menanyakan kesannya terhadap Shafiyyah seraya bertanya, ‘Bagaimana kamu menilainya?’
Aisyah menjawab, Aku hanya melihat seorang perempuan Yahudi. ‘Nabi bersabda Iagi, janganlah kamu berkata seperti ini, karena dia telah memeluk Islam.”
Kecemburuan seperti ini bukan hanya menimpa Aisyah r.a., melainkan sudah menyebar ke dalam hati semua istri Nabi SAW.
Ibn Sa‘ad meriwayatkan lagi dari Aisyah., “Suatu saat Rasulullah SAW sedang dalam perjalanan, lalu kemudian unta kepunyaan Shafiyyah mengalami sakit, sedangkan Zainab binti Jahsy memiliki unta yang lain. Rasulullah SAW pun bersabda kepada Zainab, ‘Uma kepunyaan Shaiiyyah terkena sakit, bisakah kamu memberinya unta yang lain?’ Zainab menjawab, ‘Mengapa aku harus memberi perempuan Yahudi itu?’ Karena sikap Zainab yang seperti itu, Rasulullah Saw meninggalkannya pada bulan Dzulhijjah dan Muharram, dan tidak pernah mendatanginya. Zainab berkata, ‘Bahkan sampai aku merasa putus asa menghadapinya”
Dalam riwayat lain, Shafiyyah r.a. bercerita, “Suatu ketika Rasulullah masuk menemuiku, sedangkan aku telah mendengar sesuatu yang telah dikatakan Aisyah dan Hafshah yang menyatakan, ‘Kami lebih mulia di hadapan Rasulullah daripada Shafiyyah. Kami adalah istri-istrinya dan putri-putri dari pamannya.
Kata-kata itu pun sampai ke telinga Rasulullah, sehinga heliau bersabda, ‘Kenapa tidak kamu (Shaiiyyah) jawab kepada mereka, ‘Bagaimana kalian lebih baik dariku, sementara suami ku adalah Muhammad, ayahku adalah Harun a.s., dan pamanku adalah Musa a.s.?”’
Shafiyyah juga merawikan 10 hadits dari Nabi. Di antaranya, ia berkata, “Suatu malam, Nabi beriítikaf di masjid, lalu aku datang mengunjungi Beliau. Setelah selesai mengobrol, aku berdiri dan hendak pulang. Beliau pun berdiri untuk mengantarku. Tiba-tiba dua laki-laki Anshar lewat. Tatkala mereka melihat Nabi, mereka mempercepat langkah mereka. “Perlambatlah langkah kalian! Sesungguhnya ini adalah Shafiyah binti Huyai,’kata Nabi. “Maha suci Allah, wahai Rasulullah, kata mereka. Beliau mengatakan, ‘Sesungguhnya setan itu berjalan pada aliran darah manusia. Sebenarnya aku khawatir, kalau-kalau setan membisikkan tuduhan dusta atau hal yang tidak baik dalam hati kalian.” (HR. Al-Bukhari).
Di hari-hari terakhir kehidupan Utsman bin Affan, Shafiyyah menorehkan sikap mulia yang menunjukkan keutamaan dan pengakuannya terhadap kedudukan Utsman bin Affan. Kinanah berkata, “Aku menuntun kendaraan Shafiyyah ketika hendak membela Utsman. Kami dihadang oleh Al-Asytar, lalu ia memukul wajah keledainya hingga miring. Melihat hal itu, Shafiyyah berkata, “Biarkan aku kembali, jangan sampai orang ini mempermalukanku.” Kemudian, Shafiyyah membentangkan kayu antara rumahnya dengan rumah Utsman guna menyalurkan makanan dan air minum.”
Sikap mulia ini menunjukkan ketidaksukaan Ummul Mukminin Shafiyyah terhadap orang-orang yang menzhalimi dan menekan Utsman, bahkan membiarkannya kelaparan dan kehausan.
Ibnu Al-Atsir dan An-Nawawi rakimahumallah, memujinya seperti berikut, “Shafiyyah adalah seorang wanita yang sangat cerdas.” Sedangkan Ibnu Katsir rahimahullah, berkata, “Shafiyyah adalah seorang wanita yang sangat menonjol dalam ibadah, kewaraían, kezuhudan, kebaikan, dan shadaqahnya.”
Shafiyyah juga adalah orang yang jujur. Hal ini dapat dilihat dari kesaksian Rasulullah terhadap kejujuran Shafiyyah dan memuliakannya dengan kesaksian dari mulut yang tidak berkata berdasarkan hawa nafsunya.
Ibn Sa‘ad meriwayatkan dari Zaid ibn Aslarn, “Suatu hari istri-istri Nabi berkumpul di hadapan Nabi yang sedang sakit sebelum wafatnya. Lalu Shafiyyah berkata, ‘Wahai Nabi utusan Allah, demi Allah, sungguh aku sangat senang selama engkau bersamaku. Kemudian istri-islri Nabi yang lain saling memberi isyarat dengan pandangannya. Melihat hal itu, beliau bersabda, ‘Berkumur-kurnurlah kalianl’ Mereka pun bertanya, ‘Untuk alasan apa, wahai Rasulullah?’ Beliau menjawab, ‘Karena isyarat pandangan kalian kepadanya.”
Shafiyyah benar-benar orang yang jujur. Shafiyyah hidup sebagai Ummul Mukminin dengan mulia dan terhormat. Dia wafat pada tahun 52 H pada zaman pemerintahan Muawiyah ibn Abu Sufyan.
Dari uraian jawaban diatas, telah jelas terbukti fitnah mereka yang mengada-ngada. Maha benar Allah dengan segala firman-Nya.
Nabi itu tidak suka bermewah-mewahan berpesta, namun mengapa saat pernikahan beliau dengan Safiyah dipestakan besar-besaran secara merisah sampai 3 hari 3 malam, semua itu ada PENYEBABnya.
yakni untuk: MENYELAMATKAN NYAWA SAFIYAH.
itulah penyebab nabi harus SEGERA menikahi Safiyah dan mempestakannya secara besar-besaran, karena itu sebagai PENGUMUMAN kepada PARA PENGINCAR NYAWA safiyah yang DIANCAM AKAN DIBUNUH KALAU BERANI MUALAF, bahwa sejak saat itu Safiyah telah menjadi istri nabi.
Sehingga para pengincar nyawa Safiyah itu BERHENTI MEMBURU Sayafiah dan TIDAK BERANI LAGI UNTUK MAU MEMBUNUH Safiyah.
Safiyah itu anak kepala suku yahudi kafir yang sangat membenci Islam dan nabi tentu saja. Tapi hidayah Allah tak dapat dihalangi manusia, siapapun itu. Safiyah mendengar berita tentang agama Islam dan Nabi Muhmmad, Safiyah justru ingin mualaf dan sangat ingin menjadi istri nabi, ia mengutarakan keinginannya untuk mualaf tersebut, tapi ayahnya justru sangat murka lalu mengancam akan membunuhnya kalau ia nekad mualaf, ayahnya lalu mengawinakn Safiyah dengan Panglima perangnya yang kasar dan kafir juga tentu saja, sehingga Safiyah makin menderita.
Kabar suku yahuDi Kaybar yang memusuhi nabi dan ingin menyerang Madinah sampai kepada nabi. MEngingat Madinah banyak anak-anak, wanita hamil dan orang tua yang perlu dilindungi dari pecahnya perang, lalu nabi mendatangi Kaybar untuk MENCEGAH PECAHNYA PERANG.
Ketika diajak berunding, malah ayahnya Safiyah si kepala suku Kaybar menantang perang nabi. Pasukan nabi diserang, terjadilah perang, dalam perang tersebut matilah ayahnya Safiyah beserta panglima perangnya yang adalah suami kafir Safiyah.
Setelah ayah dan suaminya tewas DI MEDAN PERANG, akibat tindakannya sendiri menatang-nantang perang, memusuhi Islam, maka nyawa Safiyah menjadi makin terancam. KArena anak buah suaminya dan kaumnya sendiri, anak buah ayahnya selalu mengincar nyawa Safiyah jika ia mau mualaf, sesuai pesan ayah dan suami Safiyah agar siapapun membunuh Safiyah kalau ia sampai mualaf.
Lalu Safiyah pun menyelamatkan diri, dengan mendatangi pasukan Islam untuk minta perlindungan. Semua ada prajurit yang mau menikahi Safiyah supaya ia bisa mualaf secara bebas dan dapat dilindungi, tapi hal itu sangat membahayakan nyawa prajurit Islam itu karena pasti akan menjadi incaran anak buah ayah dan suami kafir Safiyah untuk dibunuh. Hingga akhirnya nabi lah yang akan menikahi Safiyah, dan mengumumkannya kepada seluruh pengikut anak buah ayah dan suami kafir Safiyah yang kejam itu, supaya tak lagi berani mengancam nyawa Safiyah.
Sehingga pada akhirnya Safiyah pun BISA MUALAF DENGAN SELAMAT, dibawah perlindungan nabi.Dan di kemudian hari Safiyah menjadi PENDAKWAH yang sukses, mengisalmkan banyak kaumnya sendiri, para yahudi yang mualaf mengikuti jejaknya.
itulah PENYEBAB mengapa nabi harus segera menikahi Safiyah dan mempestakannya secara besar-besaran selama 3 hari 3 malam.
QS. 61.8. Mereka ingin memadamkan cahaya Allah dengan mulut (tipu daya) mereka, tetapi Allah (justru) menyempurnakan cahaya-Nya, walau orang-orang kafir membencinya”.
QS. 21.107. Dan tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam.
Mutiaraa- LETNAN DUA
-
Posts : 1445
Kepercayaan : Islam
Location : DKI
Join date : 20.01.14
Reputation : 29
Re: Menjawab FITNAH tentang perkawinan Nabi dengan Safiyah
Shafiyah binti Hay, Istri Nabi Keturunan Nabi
Dia seorang yang utama, cerdas dan amat lembut yang mempunyai kecantikan luar biasa, dimuliakan dan mempunyai derajat nasab yang tinggi. Bahkan garis keturunannya sampai pada Nabi Harun AS.
Sebelumnya dia menikah dengan Salam bin Musykam Al-Qarzhi kemudian dipisah. Lalu dia menikah dengan Kinanah bin Rabi bin Abu Al-Haqiq Al-Nadzri, kemudian suaminya itu terbunuh pada peristiwa Khaibar.
Ketika Rasulullah mendapatkan kemenangan dan masuk ke dalam Qamus, Hushni bin Abu Al-Haqiq mendatangi Rasulullah SAW dengan membawa Shafiyah binti Hay. Ketika Rasulullah melihatnya, beliau memerintahkan pada Shafiyah untuk melangkah di belakangnya. Kemudian beliau melemparkan selendangnya pada Shafiyah. Kaum Muslimin mengerti bahwa itu pertanda bahwa Rasulullah SAW telah memilih Shafiyah untuk dirinya.
Dalam sebuah riwayat yang lain disebutkan bahwa Rasulullah ketika mengumpulkan tawanan Perang Khaibar, Dahyah datang pada Rasul, kemudian berkata, “Berilah padaku seorang budak perempuan dari para tawanan.”
Rasulullah berkata, “Pergilah dan ambillah seorang budak perempuan!”
Kemudian Dahyah mengambil Shafiyah binti Hay, lalu berkata, “Wahai Rasulullah, sesungguhnya dia seorang sayyidah (wanita terhormat) dari Bani Quraizhah dan Bani Nadzir yang cocok buatmu.”
Kemudian Rasulullah SAW berkata, “Ambillah seorang budak perempuan selain dirinya!”
Ketika Shafiyah mengunjungi Rasulullah, beliau berkata padanya, “Ayahmu masih saja seorang Yahudi yang keras kepala dan sangat memusuhi diriku, sehingga Allah mencabut nyawanya.”
Shafiyah menimpali, “Wahai Rasulullah, sesungguhnya Allah berfirman dalam kitab-Nya: “Dan seorang yang berdosa tidak akan memikul dosa orang lain.”
Rasulullah berkata padanya, “Pilihlah menurut kemauan dirimu, bila kau memilih Islam, aku akan menjamin dirimu dengan diriku. Apabila kau memilih menjadi seorang Yahudi, semoga aku melepaskan dirimu dan mengembalikanmu bergabung dengan kaummu.”
“Wahai Rasulullah,” jawab Shafiyah, “Aku telah mencintai Islam, dan aku percaya padamu sebelum kau menyerukan hal tersebut padaku. Aku telah menjadi orang yang bergabung dengan dirimu. Aku tidak punya siapa-siapa lagi di kaum Yahudi. Aku tidak mempunyai ayah ataupun saudara. Sedangkan engkau memberikan pilihan antara kafir dan Islam. Tentu saja Allah dan Rasul-Nya lebih aku cintai dari pada dilepaskan dalam keadaan kafir.”
Maka Rasulullah memperistri Shafiyah. Ketika Rasulullah kembali dari pertempuran Khaibar dan turut serta membawa Shafiyah bersama beliau, Shafiyah dititipkan di salah satu rumah Haritsah bin Nu’man.
Kemudian beberapa wanita kalangan Anshar mendengar berita tersebut, mereka mendengar tentang kecantikan Shafiyah, sehingga banyak orang yang datang padanya. Aisyah, Ummul Mukminin, juga datang mengunjunginya dengan mengenakan cadar.
Aisyah masuk ke dalam dan berkenalan dengannya. Ketika Aisyah keluar, Rasulullah juga keluar dan berkata padanya, “Bagaimana menurutmu, wahai Aisyah?”
Aisyah menjawab, “Aku melihat seorang perempuan Yahudi.”
“Janganlah kau mengatakan hal semacam itu, wahai Aisyah. Sesungguhnya dia telah masuk Islam dan baik pula keadaan Islamnya,” kata Rasulullah.
Suatu ketika Shafiyah menangis terisak karena mendengar perkataan Hafshah, Ummul Mukminin, yang mengatakan dirinya seorang peranakan Yahudi. Ketika Rasulullah SAW mengunjungi Shafiyah dan melihatnya menangis, beliau bertanya, “Mengapa engkau menangis?”
Shafiyah menjawab, “Hafshah binti Umar berkata padaku bahwa aku adalah peranakan Yahudi.”
Nabi SAW berkata, “Sesungguhnya kau adalah keturunan nabi, dan pamanmu juga berasal dari keturunan nabi. Sungguh dirimu berada di garis keturunan nabi.”
Kemudian Rasulullah berkata Hafshah, “Bertakwalah pada Allah, wahai Hafshah!”
Pada saat Nabi SAW menderita sakit, para istrinya berkumpul di tempat Aisyah, rumah di mana Nabi meninggal dunia. Kemudian Shafiyah berkata, “Demi Allah, Wahai Nabi Allah, sungguh aku senang sekali menemani dirimu dan selalu mendampingimu.”
Kemudian terdengar istri-istri Nabi mengejeknya. Rasulullah memberikan penjelasan pada mereka, lalu berkata, “Kalian ini bergumam.”
Mereka berkata, “Karena apa, wahai Rasulullah?”
Nabi berkata, “Karena ejekan kalian terhadap sahabat kalian tadi. Demi Allah, dia benar-benar tulus dan jujur.”
Suatu ketika, sejumlah orang berkumpul di dalam kamar Shafiyah, kemudian mereka melakukan dzikir kepada Allah dan membaca Al-Quran dan bersujud. Kemudian Shafiyah memanggil mereka. Seorang budak perempuan Umar bin Khattab juga datang pada Shafiyah.
Ketika pulang ia berkata kepada Umar, “Sesungguhnya Shafiyah menyukai hari Sabtu dan masih menyambung tali silaturrahmi dengan Yahudi.”
Umar lalu mengutus budak perempuan itu untuk menanyakan tentang hal tersebut? Shafiyah menjawab, “Adapun hari Sabtu, sungguh aku tidak menyukainya sejak Allah telah menggantikan buat diriku hari Jum’at. Sedangkan mengenai Yahudi, sesungguhnya aku sempat berada di tengah-tengah mereka dengan penuh kasih sayang, maka aku menyambung tali silaturrahmi dengan mereka.”
Kemudian dia berkata pada budak perempuan itu, “Apa yang membuatmu melakukan hal itu?”
Si budak menjawab, “Syetan.”
Lalu Shafiyah berkata, “Pergilah, kau telah bebas!”
Shafiyah meriwayatkan sekitar sepuluh hadits dari Rasulullah SAW, dan beberapa orang meriwayatkan darinya. Di antara mereka Yazid bin Mu’tab, Ishaq bin Abdullah bin Harits, dan Muslim bin Shofwan. Shafiyah meninggal dunia pada zaman kekhalifahan Muawiyah tahun 50 H, atau di riyawat lain pada 52 H. Dan ada pula yang meriwayatkan dia meninggal pada tahun 36 H.
-----------
sekilas orang kalau membaca riwayat gitu suka salahpaham, apalagi yang tidak terlalu pintar mencermati makna apalagi kalau hatinya sudah iri dengki kepada nabi dan kafir memang doyan memelintir, sehingga mereka bumbu-bumbui dengan khayalan bodoh mereka sendiri.
amara- SERSAN MAYOR
-
Posts : 639
Kepercayaan : Islam
Location : Jakarta
Join date : 20.01.14
Reputation : 6
Re: Menjawab FITNAH tentang perkawinan Nabi dengan Safiyah
Nice Info syukron :)
roswan- SERSAN MAYOR
-
Posts : 493
Kepercayaan : Islam
Location : jakarta
Join date : 19.01.14
Reputation : 5
Similar topics
» Menjawab Fitnah:Apakah Nabi Muhammad bersenggama dengan sepupunya (Umi Hani)?
» Menjawab Fitnah “Hadist Nabi Tentang Minum Air Kencing Unta dan Susu Unta?”
» menjawab fitnah pendeta: benarkah nabi muhammad beribadah secara kristen dan hafal bibel?
» Masa Iddah dalam Perkawinan Muhammad dan Safiyah
» Menjawab FFI : Apakah sang Nabi Wafat Saat Sedang Ngesex dengan Aisyah
» Menjawab Fitnah “Hadist Nabi Tentang Minum Air Kencing Unta dan Susu Unta?”
» menjawab fitnah pendeta: benarkah nabi muhammad beribadah secara kristen dan hafal bibel?
» Masa Iddah dalam Perkawinan Muhammad dan Safiyah
» Menjawab FFI : Apakah sang Nabi Wafat Saat Sedang Ngesex dengan Aisyah
Halaman 1 dari 1
Permissions in this forum:
Anda tidak dapat menjawab topik