hukum mencangkok organ tubuh
Halaman 1 dari 1 • Share
hukum mencangkok organ tubuh
Sebenarnya, kajian yang membahas hukum syariah tentang praktek transplantasi jaringan maupun organ dalam khazanah intelektual dan keilmuan fikih Islam klasik relatif jarang dan hampir tidak pernah dikupas oleh para fukaha secara mendetail dan jelas yang mungkin karena faktor barunya masalah ini dan dimensi terkaitnya yang komplek yang meliputi kasus transplantasi.
Oleh karena itu tidak heran jika hasil ijtihad dan penjelasan syar�i tentang masalah ini banyak berasal dari pemikiran para ahli fikih kontemporer, keputusan lembaga dan institusi Islam serta simposium nasional maupun internasional
Mengingat transplantasi organ merupakan suatu tuntutan, kebutuhan dan alternatif medis modern, pada dasarnya secara global tidak ada perselisihan dalam hal bolehnya transplantasi organ. Dalam simposium Nasional II mengenai masalah �Transplantasi Organ� yang telah diselenggarakan oleh Yayasan Ginjal Nasional pada tangal 8 September 1995 di arena PRJ Kemayoran, telah ditandatangani sebuah persetujuan antara lain wakil dari PB NU, PP Muhammadiyah, MUI disetujui pula oleh wakil-wakil lain dari berbagai kelompok agama di Indonesia
Bolehnya transplantasi organ tersebut juga ditegaskan oleh DR. Quraisy Syihab bahwa; �Prinsipnya, maslahat orang yang hidup lebih didahulukan.� selain itu KH. Ali Yafie juga menguatkan bahwa ada kaedah ushul fiqh yang dapat dijadikan penguat pembolehan transplantasi yaitu �hurmatul hayyi a�dhamu min hurmatil mayyiti� (kehormatan orang hidup lebih besar keharusan pemeliharaannya daripada yang mati.)
Meskipun demikian sangat perlu dan harus ada penjelasan hukum syariah yang lebih detail dan tegas dalam masalah ini dan tidak boleh ta�mim (generalisasi) hukum terlepas dari batas dan ketentuan serta syarat-syarat lebih lanjut agar tidak keluar dari hikmah kemanusiaan dan norma agama serta moral samawi sehingga menjadi praktek netralitas etis yang tidak sesuai dengan budaya manusiawi dan keagamaan.
Masalah transplantasi dalam kajian hukum syariah Islam diuraikan menjadi dua bagian besar pembahasan yaitu sebagai berikut
Pertama : Penanaman jaringan/organ tubuh yang diambil dari tubuh yang sama.
Kedua : Penanaman jaringan/organ yang diambil dari individu lain yaitu sbb:
A. Penanaman jaringan/organ yang diambil dari individu orang lain.
a.1. Penanaman jaringan/organ yang diambil dari individu orang hidup.
a.2. Penanaman jaringan/organ yang diambil dari individu orang mati.
B. Penanaman jaringan/organ yang diambil dari individu binatang.
b.1. Penanaman jaringan/organ yang diambil dari binatang tidak najis/halal.
b.2. Penanaman jaringan/organ yang diambil dari binatang najis/haram.
Masalah Pertama: Penanaman organ/jaringan yang diambil dari tubuh ke daerah lain pada tubuh tersebut.
Seperti, praktek transplantasi kulit dari suatu bagian tubuh ke bagian lain dari tubuhnya yang terbakar atau dalam kasus transplantasi penyumbatan dan penyempitan pembuluh darah jantung dengan mengambil pembuluh darah pada bagian kaki.
Masalah ini hukumnya adalah boleh berdasarkan analogi (qiyas) diperbolehkannya seseorang untuk memotong bagian tubuhnya yang membahayakan keselamatan jiwanya karena suatu sebab. ( lihat, Dr. Al-Ghossal, Naql wa Zar�ul A�dha (Transplantasi Organ) : 16-20, Dr. As-Shofi, Gharsul A�dha:126).
Masalah Kedua : Penanaman jaringan/organ yang diambil dari individu lain.
A. Penanaman jaringan/organ yang diambil dari orang lain.
A.1. Penanaman jaringan/organ yang diambil dari orang lain yang masih hidup.
Kasus Pertama : Penanaman jaringan/organ tunggal yang dapat mengakibatkan kematian donaturnya bila diambil. Seperti, jantung, hati dan otak. Maka hukumnya adalah tidak boleh . Atas dasar firman Allah:
Dan belanjakanlah (harta bendamu) di jalan Allah, dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan, dan berbuat baiklah, karena sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik. (QS Al Baqarah:195.)
Dan janganlah kamu membunuh dirimu sendiri, sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu (QS An-Nisa 29)
Dan tolong menolonglah kamu dalam kebaikan dan takwa, dan jangan tolong menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran (QS Al-Maa-idah 2).
Kasus kedua : Penanaman jaringan/organ yang diambil dari orang lain yang masih hidup yang tidak mengakibatkan kematiannya seperti, organ tubuh ganda diantaranya ginjal atau kulit atau dapat juga dikategorikan disini praktek donor darah.
Pada dasarnya masalah ini diperbolehkan hanya harus memenuhi syarat-syarat berikut dalam prakteknya yaitu :
1. Tidak akan membahayakan kelangsungan hidup yang wajar bagi donatur jaringan/organ. Karena kaidah hukum islam menyatakan bahwa suatu bahaya tidak boleh dihilangkan dengan resiko mendatangkan bahaya serupa/sebanding
2. Hal itu harus dilakukan oleh donatur dengan sukarela tanpa paksaan dan tidak boleh diperjual belikan.
3. Boleh dilakukan bila memang benar-benar transplantasi sebagai alternatif peluang satu-satunya bagi penyembuhan penyakit pasien dan benar-benar darurat.
4. Boleh dilakukan bila kemumgkinan keberhasilan transplantasi tersebut peluangnya optimis sangat besar. (Lihat hasil mudzakarah lembaga fiqh islam dari Liga Dunia Islam/Rabithah Alam Islami, edisi Januari 1985 M.)
Namun demikian, ada pengecualian dari semua kasus transplantasi yang diperbolehkan yaitu tidak dibolehkan transplantasi buah zakar meskipun organ ini ganda karena beberapa alasan sbb.
1. Merusak citra dan penampilan lahir ciptaan manusia
2. Mengakibatkan terputusnya keturunan bagi donatur yang masih hidup
3. Dalam hal ini transplantasi tidak dinilai darurat dan kebutuhannya tidak mendesak
4. Dapat mengacaukan garis keturunan. Sebab menurut ahli kedokteran, organ ini punya pengaruh dalam menitiskan sifat keturunan
Ensiklopedi kedokteran modern edisi bahasa arab vol. III hal. 583, Dr. Albairum, Ensiklopedi Kedokteran Arab, hal 134
A.2. Penanaman jaringan/organ tubuh yang diambil dari orang mati.
Dalam kasus ini penanaman jaringan/organ tubuh diambil dari orang yang kondisinya benar-benar telah mati (kematian otak dan jantungnya sekaligus). Organ/jaringan yang akan ditransfer tersebut dirawat dan disimpan dengan cara khusus agar dapat difungsikan. ( Kajilah QS. 18:9-12, kaedah-kaedah hukum Islam al.: Suatu hal yang telah yakin tidak dapat dihilangkan dengan suatu keraguan/tidak yakin ; Dasar pengambilan hukum adalah tetap berlangsungnya suatu kondisi yang lama sampai ada indikasi pasti perubahannya.
Sesungguhnya telah banyak fatwa dan konsensus mufakat para ulama dari berbagai muktamar, lembaga, organisasi dan institusi internasional yang membolehkan praktek transplantasi ini diantaranya adalah sbb.
A. Konperensi OKI ( di Malaysia, April 1969 M ). dengan ketentuan kondisinya darurat dan tidak boleh diperjualbelikan
B. Lembaga Fikih Islam dari Liga Dunia Islam ( dalam keputusan mudzakarohnya di Mekkah, Januari 1985 M
C. Majlis Ulama Arab Saudi ( dalam keputusannya no. 99 tgl. 6/11/1402 H
D. Panitia Tetap Fawa Ulama dari negara-negara Islam diantaranya seperti :
Kerajaan Yordania dengan ketentuan ( syarat-syarat ) sbb. :
1. Harus dengan persetujuan orang tua mayit / walinya atau wasiat mayit.
2. Hanya bila dirasa benar-benar memerlukan dan darurat.
3. Bila tidak darurat dan keperluannya tidak urgen atau mendesak, maka harus memberikan imbalan pantas kepada ahli waris donatur ( tanpa transaksi dan kontrak jual-beli
E. Negara Kuwait ( oleh Dirjen Fatwa Dept. Wakaf dan Urusan Islam keputusan no.97 tahun 1405 H. ) dengan ketentuan seperti di atas.
F. Rep. Mesir. ( dengan keputusan Panitia Tetap fatwa Al-Azhar no. 491 )
G. Rep. Al-Jazair ( Keputusan Panitia Tetap Fatwa Lembaga Tinggi Islam Aljazair, 20/4/1972)
Disamping itu banyak fatwa dari kalangan ulama bertaraf internasional yang membolehkan praktek tersebut diantaranya adalah :
A. Abdurrahman bin Sa'di ( 1307-1367H.),
B. Ibrahim Alyakubi ( dalam bukunya Syifa Alqobarih ),
C. Jadal Haq ( mufti Mesir dalam majalah Al-Azhar vol. 7 edisi Romadhon 1403),
D. DR. Yusuf Qordhowi ( dalam Fatawa Mu'ashiroh II/530 ),
E. DR. Ahmad Syarofuddin ( hal. 128 ),
F. DR. Rouf Syalabi ( harian Syarq Ausath, edisi 3725, Rabu 8/2/1989 )
G. DR. Abd. Jalil Syalabi (harian Syarq Ausath edisi 3725, 8/2/1989M.)
H. DR. Mahmud As-Sarthowi ( dalam bukunya Zar'ul A'dho, Yordania),
I. DR. Hasyim Jamil ( majalah Risalah Islamiyah, edisi 212 hal. 69).
Secara umum dan pada prinsipnya mereka membolehkannya dengan alasan dan dalil sebagai berikut:
a. Ayat-ayat tentang dibolehkannya mengkonsumsi barang-barang haram dalam kondisi benar-benar darurat. al. QS. 2:173, 5:3, 6:119,145.
b. Firman Allah swt. yang artinya : ...dan barang siapa yang memelihara kehidupan seorang manusia, maka seolah-olah dia telah memelihara kehidupan manusia semuanya. QS. Al-Maidah (5): 32.
c. ayat-ayat tentang keringanan dan kemudahan dalam Islam al.QS. 2:185, 4:28, 5:6, 22:78
d. Hal itu sebagai amal jariyah bagi donatur yang telah mati dan sangat berguna bagi kemanusiaan.
e. Allah sangat menghargai dan memuji orang-orang yang berlaku 'itsaar' tanpa pamrih dan dengan tidak sengaja membahayakan dirinya atau membinasakannya.QS. 95:9
f. Kaedah-kaedah umum hukum Islam yang mengharuskan dihilangkannya segala bahaya.
Sebenarnya hampir semua ulama mendukung praktek ini asalkan mengikuti ketentuan-ketentuan kaedah syari'ah kecuali sebagian kecil dari mereka yang keberatan dan tidak memperbolehkannya seperti : Syeikh As-Sya'rowi ( harian Alliwa edisi 226, 27/6/1407), Al-Ghomari ( dalam bukunya ttg. haramnya transplantasi ), Assumbuhli ( Qodhoya fiqhiyyah mu'ashiroh, hal.27), Hasan Assegaf ( dalam bukunya ttg transplantasi) dan DR. Abd. Salam Asssakri ( dalam bukunya ttg transplantasi) dan lainnya.
Alasan mereka secara umum adalah keberatan mereka terhadap praktek transplantasi karena dapat berakibat dan menjurus kepada tindakan merubah dan merusak kehormatan jasad manusia yang telah dimulyakan Allah. Semuanya itu sebenarnya dapat ditangkal dan diatasi atau ditanggulangi dengan mengikuti ketentuan-ketentuan medis dan syari'eh yang berlaku dengan penuh kehati-hatian dan amanah. ( lihat, QS. 17:70, 4:29. )
B. Penanaman jaringan/organ yang diambil dari tubuh binatang.
b.1. Kasus Pertama: Binatang tersebut tidak najis/halal, seperti binatang ternak (sapi, kerbau, kambing ). Dalam hal ini tidak ada larangan bahkan diperbolehkan dan termasuk dalam kategori obat yang mana kita diperintahkan Nabi untuk mencarinya bagi yang sakit.
b.2. Kasus Kedua : Binatang tersebut najis/ haram seperti, babi atau bangkai binatang dikarenakan mati tanpa disembelih secara islami terlebih dahulu. Dalam hal ini tidak dibolehkan kecuali dalam kondisi yang benar-benar gawat darurat dan tidak ada pilihan (alternatif organ) lain. (lihat; QS Al Baqarah:173, Al Maidah:3, Majma' Annahr : II/535, An-Nawawi dalam Al-Majmu' : III/138).
PENUTUP (CATATAN):
Mengingat kondisi darurat, kebutuhan dan kompleksitas dimensi masalah serta keterbasan jaringan/organ transplan yang layak, maka menurut hemat saya semua kasus yang diperbolehkan di ataspun dalam prakteknya harus dilakukan dengan ketentuan skala prioritas sebagai berikut :
I. Segi Resipien atau Reseptor harus diperhatikan hal-hal berikut untuk didahulukan antara lain:
1. Keyakinan agamanya (QS. Al Hujurat: 1, Ali Imran: 28, Al Mumtahanah: 8).
2. Peranan, Jasa atau kiprahnya dalam kehidupan umat. (QS. Shaad: 28)
3. Kesholehan, ketaatan dan pengetahuannya ttg ajaran Islam. (Al Mujadalah: 11)
4. Hubungan kekerabatan dan tali silatur rahmi ( QS. Al Ahzab: 6)
5. Tingkatan kebutuhan dan kondisi gawat daruratnya dengan melihat persediaan.
II. Segi Donor juga harus diperhatikan ketentuan berikut dalam prioritas pengambilan:
1. Menanam jaringan/organ imitasi buatan bila memungkinkan secara medis.
2. Mengambil jaringan/organ dari tubuh orang yang sama selama memungkinkan karena dapat tumbuh kembali seperti, kulit dan lainnya.
3. Mengambil dari organ/jaringan binatang yang halal, adapun binatang lainnya dalam kondisi gawat darurat dan tidak ditemukan yang halal. Dalam sebuah riwayat atsar disebutkan: �Berobatlah wahai hamba-hamba Allah, namun janganlah berobat dengan barang haram.� Tetapi dalam kondisi �darurat syar�i� sebagaimana dalam kaedah fiqh disebutkan �Adh Dharurat Tubihul Mahdhuraat� (darurat membolehkan pemanfaatan hal yang haram) atau kaedah �Adh Dhararu Yuzaal� (Bahaya harus dihilangkan) yang mengacu pada ayar dharurat seperti surat Al Maidah: 3 maka boleh memanfaatkan barang haram dengan sekedar kebutuhan dan tidak boleh berlebihan dan jadi kebiasaan sebab dalam kaedah fiqh dijelaskan �Adh Dharurat Tuqaddar Biqadarihaa� (Peertimbangan Kondisi Darurat Harus Dibatasi Sekedarnya) sebagaimana mengacu pada batasan dalam ayat darurat tersebut diatas; fii makhmashah ghaira mutajanifin lill itsmi (karena kondisi �kelaparan� tanpa sengaja berbuat dosa) atau dalam surat Al Baqarah: 173 dibatasi; famanidh dhuturra ghaira baaghin walaa �aadin falaa itsma �alaih (Tetapi barang siapa dalam keadaan terpaksa/darurat sedang ia tidak menginginkannya dan tidak melampaui batas, maka tidak ada dosa baginya).
4. Mengambil dari tubuh orang yang mati dengan ketentuan seperti penjelasan di atas.
5. Mengambil dari tubuh orang yang masih hidup dengan ketentuan seperti diatas disamping orang tersebut adalah mukallaf ( baligh dan berakal ) dengan kesadaran, pengertian, suka rela atau tanpa paksaan.
Oleh karena itu tidak heran jika hasil ijtihad dan penjelasan syar�i tentang masalah ini banyak berasal dari pemikiran para ahli fikih kontemporer, keputusan lembaga dan institusi Islam serta simposium nasional maupun internasional
Mengingat transplantasi organ merupakan suatu tuntutan, kebutuhan dan alternatif medis modern, pada dasarnya secara global tidak ada perselisihan dalam hal bolehnya transplantasi organ. Dalam simposium Nasional II mengenai masalah �Transplantasi Organ� yang telah diselenggarakan oleh Yayasan Ginjal Nasional pada tangal 8 September 1995 di arena PRJ Kemayoran, telah ditandatangani sebuah persetujuan antara lain wakil dari PB NU, PP Muhammadiyah, MUI disetujui pula oleh wakil-wakil lain dari berbagai kelompok agama di Indonesia
Bolehnya transplantasi organ tersebut juga ditegaskan oleh DR. Quraisy Syihab bahwa; �Prinsipnya, maslahat orang yang hidup lebih didahulukan.� selain itu KH. Ali Yafie juga menguatkan bahwa ada kaedah ushul fiqh yang dapat dijadikan penguat pembolehan transplantasi yaitu �hurmatul hayyi a�dhamu min hurmatil mayyiti� (kehormatan orang hidup lebih besar keharusan pemeliharaannya daripada yang mati.)
Meskipun demikian sangat perlu dan harus ada penjelasan hukum syariah yang lebih detail dan tegas dalam masalah ini dan tidak boleh ta�mim (generalisasi) hukum terlepas dari batas dan ketentuan serta syarat-syarat lebih lanjut agar tidak keluar dari hikmah kemanusiaan dan norma agama serta moral samawi sehingga menjadi praktek netralitas etis yang tidak sesuai dengan budaya manusiawi dan keagamaan.
Masalah transplantasi dalam kajian hukum syariah Islam diuraikan menjadi dua bagian besar pembahasan yaitu sebagai berikut
Pertama : Penanaman jaringan/organ tubuh yang diambil dari tubuh yang sama.
Kedua : Penanaman jaringan/organ yang diambil dari individu lain yaitu sbb:
A. Penanaman jaringan/organ yang diambil dari individu orang lain.
a.1. Penanaman jaringan/organ yang diambil dari individu orang hidup.
a.2. Penanaman jaringan/organ yang diambil dari individu orang mati.
B. Penanaman jaringan/organ yang diambil dari individu binatang.
b.1. Penanaman jaringan/organ yang diambil dari binatang tidak najis/halal.
b.2. Penanaman jaringan/organ yang diambil dari binatang najis/haram.
Masalah Pertama: Penanaman organ/jaringan yang diambil dari tubuh ke daerah lain pada tubuh tersebut.
Seperti, praktek transplantasi kulit dari suatu bagian tubuh ke bagian lain dari tubuhnya yang terbakar atau dalam kasus transplantasi penyumbatan dan penyempitan pembuluh darah jantung dengan mengambil pembuluh darah pada bagian kaki.
Masalah ini hukumnya adalah boleh berdasarkan analogi (qiyas) diperbolehkannya seseorang untuk memotong bagian tubuhnya yang membahayakan keselamatan jiwanya karena suatu sebab. ( lihat, Dr. Al-Ghossal, Naql wa Zar�ul A�dha (Transplantasi Organ) : 16-20, Dr. As-Shofi, Gharsul A�dha:126).
Masalah Kedua : Penanaman jaringan/organ yang diambil dari individu lain.
A. Penanaman jaringan/organ yang diambil dari orang lain.
A.1. Penanaman jaringan/organ yang diambil dari orang lain yang masih hidup.
Kasus Pertama : Penanaman jaringan/organ tunggal yang dapat mengakibatkan kematian donaturnya bila diambil. Seperti, jantung, hati dan otak. Maka hukumnya adalah tidak boleh . Atas dasar firman Allah:
Dan belanjakanlah (harta bendamu) di jalan Allah, dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan, dan berbuat baiklah, karena sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik. (QS Al Baqarah:195.)
Dan janganlah kamu membunuh dirimu sendiri, sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu (QS An-Nisa 29)
Dan tolong menolonglah kamu dalam kebaikan dan takwa, dan jangan tolong menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran (QS Al-Maa-idah 2).
Kasus kedua : Penanaman jaringan/organ yang diambil dari orang lain yang masih hidup yang tidak mengakibatkan kematiannya seperti, organ tubuh ganda diantaranya ginjal atau kulit atau dapat juga dikategorikan disini praktek donor darah.
Pada dasarnya masalah ini diperbolehkan hanya harus memenuhi syarat-syarat berikut dalam prakteknya yaitu :
1. Tidak akan membahayakan kelangsungan hidup yang wajar bagi donatur jaringan/organ. Karena kaidah hukum islam menyatakan bahwa suatu bahaya tidak boleh dihilangkan dengan resiko mendatangkan bahaya serupa/sebanding
2. Hal itu harus dilakukan oleh donatur dengan sukarela tanpa paksaan dan tidak boleh diperjual belikan.
3. Boleh dilakukan bila memang benar-benar transplantasi sebagai alternatif peluang satu-satunya bagi penyembuhan penyakit pasien dan benar-benar darurat.
4. Boleh dilakukan bila kemumgkinan keberhasilan transplantasi tersebut peluangnya optimis sangat besar. (Lihat hasil mudzakarah lembaga fiqh islam dari Liga Dunia Islam/Rabithah Alam Islami, edisi Januari 1985 M.)
Namun demikian, ada pengecualian dari semua kasus transplantasi yang diperbolehkan yaitu tidak dibolehkan transplantasi buah zakar meskipun organ ini ganda karena beberapa alasan sbb.
1. Merusak citra dan penampilan lahir ciptaan manusia
2. Mengakibatkan terputusnya keturunan bagi donatur yang masih hidup
3. Dalam hal ini transplantasi tidak dinilai darurat dan kebutuhannya tidak mendesak
4. Dapat mengacaukan garis keturunan. Sebab menurut ahli kedokteran, organ ini punya pengaruh dalam menitiskan sifat keturunan
Ensiklopedi kedokteran modern edisi bahasa arab vol. III hal. 583, Dr. Albairum, Ensiklopedi Kedokteran Arab, hal 134
A.2. Penanaman jaringan/organ tubuh yang diambil dari orang mati.
Dalam kasus ini penanaman jaringan/organ tubuh diambil dari orang yang kondisinya benar-benar telah mati (kematian otak dan jantungnya sekaligus). Organ/jaringan yang akan ditransfer tersebut dirawat dan disimpan dengan cara khusus agar dapat difungsikan. ( Kajilah QS. 18:9-12, kaedah-kaedah hukum Islam al.: Suatu hal yang telah yakin tidak dapat dihilangkan dengan suatu keraguan/tidak yakin ; Dasar pengambilan hukum adalah tetap berlangsungnya suatu kondisi yang lama sampai ada indikasi pasti perubahannya.
Sesungguhnya telah banyak fatwa dan konsensus mufakat para ulama dari berbagai muktamar, lembaga, organisasi dan institusi internasional yang membolehkan praktek transplantasi ini diantaranya adalah sbb.
A. Konperensi OKI ( di Malaysia, April 1969 M ). dengan ketentuan kondisinya darurat dan tidak boleh diperjualbelikan
B. Lembaga Fikih Islam dari Liga Dunia Islam ( dalam keputusan mudzakarohnya di Mekkah, Januari 1985 M
C. Majlis Ulama Arab Saudi ( dalam keputusannya no. 99 tgl. 6/11/1402 H
D. Panitia Tetap Fawa Ulama dari negara-negara Islam diantaranya seperti :
Kerajaan Yordania dengan ketentuan ( syarat-syarat ) sbb. :
1. Harus dengan persetujuan orang tua mayit / walinya atau wasiat mayit.
2. Hanya bila dirasa benar-benar memerlukan dan darurat.
3. Bila tidak darurat dan keperluannya tidak urgen atau mendesak, maka harus memberikan imbalan pantas kepada ahli waris donatur ( tanpa transaksi dan kontrak jual-beli
E. Negara Kuwait ( oleh Dirjen Fatwa Dept. Wakaf dan Urusan Islam keputusan no.97 tahun 1405 H. ) dengan ketentuan seperti di atas.
F. Rep. Mesir. ( dengan keputusan Panitia Tetap fatwa Al-Azhar no. 491 )
G. Rep. Al-Jazair ( Keputusan Panitia Tetap Fatwa Lembaga Tinggi Islam Aljazair, 20/4/1972)
Disamping itu banyak fatwa dari kalangan ulama bertaraf internasional yang membolehkan praktek tersebut diantaranya adalah :
A. Abdurrahman bin Sa'di ( 1307-1367H.),
B. Ibrahim Alyakubi ( dalam bukunya Syifa Alqobarih ),
C. Jadal Haq ( mufti Mesir dalam majalah Al-Azhar vol. 7 edisi Romadhon 1403),
D. DR. Yusuf Qordhowi ( dalam Fatawa Mu'ashiroh II/530 ),
E. DR. Ahmad Syarofuddin ( hal. 128 ),
F. DR. Rouf Syalabi ( harian Syarq Ausath, edisi 3725, Rabu 8/2/1989 )
G. DR. Abd. Jalil Syalabi (harian Syarq Ausath edisi 3725, 8/2/1989M.)
H. DR. Mahmud As-Sarthowi ( dalam bukunya Zar'ul A'dho, Yordania),
I. DR. Hasyim Jamil ( majalah Risalah Islamiyah, edisi 212 hal. 69).
Secara umum dan pada prinsipnya mereka membolehkannya dengan alasan dan dalil sebagai berikut:
a. Ayat-ayat tentang dibolehkannya mengkonsumsi barang-barang haram dalam kondisi benar-benar darurat. al. QS. 2:173, 5:3, 6:119,145.
b. Firman Allah swt. yang artinya : ...dan barang siapa yang memelihara kehidupan seorang manusia, maka seolah-olah dia telah memelihara kehidupan manusia semuanya. QS. Al-Maidah (5): 32.
c. ayat-ayat tentang keringanan dan kemudahan dalam Islam al.QS. 2:185, 4:28, 5:6, 22:78
d. Hal itu sebagai amal jariyah bagi donatur yang telah mati dan sangat berguna bagi kemanusiaan.
e. Allah sangat menghargai dan memuji orang-orang yang berlaku 'itsaar' tanpa pamrih dan dengan tidak sengaja membahayakan dirinya atau membinasakannya.QS. 95:9
f. Kaedah-kaedah umum hukum Islam yang mengharuskan dihilangkannya segala bahaya.
Sebenarnya hampir semua ulama mendukung praktek ini asalkan mengikuti ketentuan-ketentuan kaedah syari'ah kecuali sebagian kecil dari mereka yang keberatan dan tidak memperbolehkannya seperti : Syeikh As-Sya'rowi ( harian Alliwa edisi 226, 27/6/1407), Al-Ghomari ( dalam bukunya ttg. haramnya transplantasi ), Assumbuhli ( Qodhoya fiqhiyyah mu'ashiroh, hal.27), Hasan Assegaf ( dalam bukunya ttg transplantasi) dan DR. Abd. Salam Asssakri ( dalam bukunya ttg transplantasi) dan lainnya.
Alasan mereka secara umum adalah keberatan mereka terhadap praktek transplantasi karena dapat berakibat dan menjurus kepada tindakan merubah dan merusak kehormatan jasad manusia yang telah dimulyakan Allah. Semuanya itu sebenarnya dapat ditangkal dan diatasi atau ditanggulangi dengan mengikuti ketentuan-ketentuan medis dan syari'eh yang berlaku dengan penuh kehati-hatian dan amanah. ( lihat, QS. 17:70, 4:29. )
B. Penanaman jaringan/organ yang diambil dari tubuh binatang.
b.1. Kasus Pertama: Binatang tersebut tidak najis/halal, seperti binatang ternak (sapi, kerbau, kambing ). Dalam hal ini tidak ada larangan bahkan diperbolehkan dan termasuk dalam kategori obat yang mana kita diperintahkan Nabi untuk mencarinya bagi yang sakit.
b.2. Kasus Kedua : Binatang tersebut najis/ haram seperti, babi atau bangkai binatang dikarenakan mati tanpa disembelih secara islami terlebih dahulu. Dalam hal ini tidak dibolehkan kecuali dalam kondisi yang benar-benar gawat darurat dan tidak ada pilihan (alternatif organ) lain. (lihat; QS Al Baqarah:173, Al Maidah:3, Majma' Annahr : II/535, An-Nawawi dalam Al-Majmu' : III/138).
PENUTUP (CATATAN):
Mengingat kondisi darurat, kebutuhan dan kompleksitas dimensi masalah serta keterbasan jaringan/organ transplan yang layak, maka menurut hemat saya semua kasus yang diperbolehkan di ataspun dalam prakteknya harus dilakukan dengan ketentuan skala prioritas sebagai berikut :
I. Segi Resipien atau Reseptor harus diperhatikan hal-hal berikut untuk didahulukan antara lain:
1. Keyakinan agamanya (QS. Al Hujurat: 1, Ali Imran: 28, Al Mumtahanah: 8).
2. Peranan, Jasa atau kiprahnya dalam kehidupan umat. (QS. Shaad: 28)
3. Kesholehan, ketaatan dan pengetahuannya ttg ajaran Islam. (Al Mujadalah: 11)
4. Hubungan kekerabatan dan tali silatur rahmi ( QS. Al Ahzab: 6)
5. Tingkatan kebutuhan dan kondisi gawat daruratnya dengan melihat persediaan.
II. Segi Donor juga harus diperhatikan ketentuan berikut dalam prioritas pengambilan:
1. Menanam jaringan/organ imitasi buatan bila memungkinkan secara medis.
2. Mengambil jaringan/organ dari tubuh orang yang sama selama memungkinkan karena dapat tumbuh kembali seperti, kulit dan lainnya.
3. Mengambil dari organ/jaringan binatang yang halal, adapun binatang lainnya dalam kondisi gawat darurat dan tidak ditemukan yang halal. Dalam sebuah riwayat atsar disebutkan: �Berobatlah wahai hamba-hamba Allah, namun janganlah berobat dengan barang haram.� Tetapi dalam kondisi �darurat syar�i� sebagaimana dalam kaedah fiqh disebutkan �Adh Dharurat Tubihul Mahdhuraat� (darurat membolehkan pemanfaatan hal yang haram) atau kaedah �Adh Dhararu Yuzaal� (Bahaya harus dihilangkan) yang mengacu pada ayar dharurat seperti surat Al Maidah: 3 maka boleh memanfaatkan barang haram dengan sekedar kebutuhan dan tidak boleh berlebihan dan jadi kebiasaan sebab dalam kaedah fiqh dijelaskan �Adh Dharurat Tuqaddar Biqadarihaa� (Peertimbangan Kondisi Darurat Harus Dibatasi Sekedarnya) sebagaimana mengacu pada batasan dalam ayat darurat tersebut diatas; fii makhmashah ghaira mutajanifin lill itsmi (karena kondisi �kelaparan� tanpa sengaja berbuat dosa) atau dalam surat Al Baqarah: 173 dibatasi; famanidh dhuturra ghaira baaghin walaa �aadin falaa itsma �alaih (Tetapi barang siapa dalam keadaan terpaksa/darurat sedang ia tidak menginginkannya dan tidak melampaui batas, maka tidak ada dosa baginya).
4. Mengambil dari tubuh orang yang mati dengan ketentuan seperti penjelasan di atas.
5. Mengambil dari tubuh orang yang masih hidup dengan ketentuan seperti diatas disamping orang tersebut adalah mukallaf ( baligh dan berakal ) dengan kesadaran, pengertian, suka rela atau tanpa paksaan.
engkong- SERSAN SATU
-
Posts : 150
Kepercayaan : Islam
Location : betawi
Join date : 03.08.13
Reputation : 2
Similar topics
» pengaruh bacaan Qur'an terhadap organ tubuh
» pengaruh Quran terhadap organ tubuh
» hukum islam tidak hanya sebatas hukum pidana saja
» SBY: Ahok Harus Diproses Secara Hukum, Jangan Sampai Dianggap Kebal Hukum
» Ternyata Hukum Kasihilah Sesamamu Tidaklah Menggenapi Hukum PL
» pengaruh Quran terhadap organ tubuh
» hukum islam tidak hanya sebatas hukum pidana saja
» SBY: Ahok Harus Diproses Secara Hukum, Jangan Sampai Dianggap Kebal Hukum
» Ternyata Hukum Kasihilah Sesamamu Tidaklah Menggenapi Hukum PL
Halaman 1 dari 1
Permissions in this forum:
Anda tidak dapat menjawab topik