FORUM LASKAR ISLAM
welcome
Saat ini anda mengakses forum Laskar Islam sebagai tamu dimana anda tidak mempunyai akses penuh turut berdiskusi yang hanya diperuntukkan bagi member LI. Silahkan REGISTER dan langsung LOG IN untuk dapat mengakses forum ini sepenuhnya sebagai member.

kesalahan dalam shalat berjamaah Follow_me
@laskarislamcom

Terima Kasih
Salam Admin LI


Join the forum, it's quick and easy

FORUM LASKAR ISLAM
welcome
Saat ini anda mengakses forum Laskar Islam sebagai tamu dimana anda tidak mempunyai akses penuh turut berdiskusi yang hanya diperuntukkan bagi member LI. Silahkan REGISTER dan langsung LOG IN untuk dapat mengakses forum ini sepenuhnya sebagai member.

kesalahan dalam shalat berjamaah Follow_me
@laskarislamcom

Terima Kasih
Salam Admin LI
FORUM LASKAR ISLAM
Would you like to react to this message? Create an account in a few clicks or log in to continue.

kesalahan dalam shalat berjamaah

Topik sebelumnya Topik selanjutnya Go down

kesalahan dalam shalat berjamaah Empty kesalahan dalam shalat berjamaah

Post by sungokong Mon Jun 24, 2013 6:16 am

Di dalam shalat berjama’ah, kita sering menjumpai berbagai pemandangan dan perilaku yang beraneka ragam. Di antaranya, ada yang terkesan mengganggu dan kurang membuat enak di antara para jama’ah. Tulisan di bawah merupakan kumpulan dari berbagai hal yang sering dijumpai di dalam shalat berjama’ah. Disusun berdasarkan pengalaman yang dialami sendiri oleh penulis dan dari hasil tanya jawab dengan beberapa orang jama’ah.

Di antara yang pokok dan perlu untuk diketengahkan adalah sebagai berikut:

Ada sebagian orang yang berdiri di dalam shaf secara tidak tegak lurus, meliuk-liuk ke kanan dan ke kiri (gontai), kadang kaki kanan maju dan kadang kaki kiri layaknya orang yang tidak kuat berdiri. Jika ia orang yang sudah tua mungkin bisa dimaklumi, akan tetapi jika yang melakukan hal itu seorang yang masih gagah dan kedua kakinya pun kokoh, maka hal itu tidak sepantasnya. Biasanya orang yang demikian karena merasa malas dan berat dalam menunaikan shalat.

Ada di antara sebagian orang yang ketika shalat dimulai, langsung menerobos ke shaf awal atau mencari tempat tepat di belakang imam. Padahal shaf depan telah penuh dan ia datang belakangan sehingga menjadi saling berhimpitan dan membuat orang lain terganggu. Jika ia memang menginginkan shaf depan atau di belakang imam, maka seharusnya ia datang lebih awal.

Dan sebaliknya ada juga sebagian orang yang datang ke masjid lebih awal, namun ia tidak segera menempati shaf depan tetapi malah mengam-bil tempat di bagian tengah atau belakang, ia biarkan shaf depan atau posisi belakang imam diambil orang lain, padahal ia merupakan tempat yang utama. Ini adalah kerugian, karena telah membiarkan sesuatu yang berharga lewat begitu saja tanpa mengambilnya serta menghalangi dirinya dari memperoleh kebaikan.

Sebagian orang juga ada yang berlebih-lebihan di dalam merapatkan shaf, yakni terus mendorongkan kakinya dengan kuat, padahal antara dia dan sebelahnya sudah saling merapat-kan kaki. Sehingga menjadikan orang yang berada di sebelahnya terganggu, tidak tenang dan tidak khusyu’ di dalam shalatnya. Sebaliknya, ada orang yang meremehkan masalah ini, sehingga membiarkan antara dia dengan orang di sebelahnya ada celah untuk syetan.

Ada sebagian juga yang bersemangat dalam menerapkan sunnah di dalam shalat, namun terkadang dengan cara terlarang yaitu mengganggu sesama muslim. Dan sudah maklum, bahwa menjauhi sesuatu yang terlarang lebih didahulukan daripada menjalankan yang mustahab (sunnah). Sebagai contoh adalah seseorang yang merenggangkan kedua tangannya ketika sujud, sehingga sikunya mendorong bagian dada orang yang di sampingnya, atau duduk tawaruk (tahiyat akhir) dalam shaf yang sempit dan membiarkan badannya mendorong kepada orang yang di sebelahnya sehingga mengganggunya.

Ada juga di antara mereka yang tatkala berdiri dalam shalat dan bersedekap, sikunya di dada orang lain yang ada di sampingnya, apalagi dalam kondisi shaf yang rapat, tempat yang sempit dan berdesakan. Seharusnya ia bersikap lemah-lembut terhadap sesama muslim, sebisa mungkin merubah posisi dengan menyelaraskan kedua tangan yang bersedekap terhadap orang yang berada di sampingnya.

Ada pula di antara jama’ah yang ketika mendapati imam sedang sujud atau duduk, ia tidak segera mengikuti apa yang sedang dilakukan imam tersebut. Akan tetapi, ia menunggu hingga imam berdiri untuk raka’at selanjutnya. Kesalahan ini sering sekali terjadi, padahal yang benar adalah hendaknya ia bersegera mengi-kuti imam masuk ke dalam jama’ah shalat, tanpa memandang apa yang sedang dilakukan imam. Mengenai hal ini, Nabi Shallallaahu alaihi wa Salam telah bersabda,
"Apabila kalian mendatangi shalat sedangkan kami sedang sujud, maka ikutlah sujud, dan janganlah kalian memperhitungkannya dengan sesuatu.”
Walaupun ia tidak mendapatkan raka’at tersebut (kecuali jika mendapatkan rukuk), namun ia mendapatkan pahala atas apa yang telah ia kerjakan itu.

Ada pula sebagian jama’ah yang ketika datang dan mendapati imam sedang rukuk, ia lalu berdehem, pura-pura batuk, atau berbicara dengan suara agak keras supaya imam mendengar lalu menunggunya (memanjangkan rukuknya). Hal ini jelas mengganggu orang-orang yang sedang shalat, dan membuat mereka tidak tenang (gelisah). Yang diperintahkan syari’at adalah hendaknya ia masuk shaf dalam keadaan tenang dan tidak terburu-buru, jika mendapatkan rukuk, maka alhamdulillah dan kalau ketinggalan, maka hendaknya ia menyempurnakan.

Di antara sebagian orang ada pula yang terburu-buru masuk shaf untuk mengejar rukuk, ia bertakbir dengan tujuan untuk rukuk, padahal seharusnya takbir itu adalah takbiratul ihram yang memang hanya dilakukan dalam posisi berdiri. Yang disyariatkan adalah hendaknya ia bertakbir dua kali, pertama takbiratul ihram dan ini merupakan rukun, sedang takbir kedua untuk rukuk yang dalam hal ini adalah mustahab (sunnah).

Ada juga orang yang bertakbir untuk mengejar rukuk, namun imam keburu mengangkat kepala. Maka berarti ia memulai rukuk ketika imam telah selesai mengerjakannya, dan ia menganggap, bahwa dirinya telah mendapatkan satu raka’at. Ini merupakan kesalahan dan ia tidak terhitung mendapatkan satu raka’at, sebab untuk mendapatkan satu raka’at seseorang harus mengucapkan minimalnya satu bacaan tasbih (subhana rabbiyal ‘adzim) secara tuma’ninah bersama rukuknya imam.

Terkadang pula kita mendapati orang (makmum) yang mengeraskan bacaan shalat dalam shalat sirriyah, sehingga mengganggu orang yang berada di sebelahnya. Selayaknya dalam shalat jama’ah, seseorang jangan mengangkat suaranya hingga terdengar orang lain, cukuplah bacaan itu terdengar oleh dirinya sendiri. Termasuk dalam hal ini adalah seseorang yang membaca al-Fatihah dengan suara agak keras dalam shalat jahar setelah imam selesai membacanya. Sebaiknya, ia diam untuk mendengarkan bacaan imam atau membaca Al-Fatihah sekedar yang terdengar oleh dirinya sendiri. Juga orang yang melafalkan niat dengan suara yang terdengar orang lain, bahkan hal ini merupakan perkara bid’ah, karena niat itu tempatnya di hati dan Nabi serta para shahabat tidak pernah melafalkan niat.

Sebagian orang ada yang shalat di masjid dengan mengenakan pakaian kumal seadanya, pakaian kotor atau pakaian tidur. Padahal Allah Subhannahu wa Ta'ala telah berfirman dalam surat al-A’raf : 31. “Hai anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah di setiap (memasuki) mesjid, makan dan minumlah, dan jangan berlebih-lebihan.” (QS. 7:31)

Jika seseorang akan masuk ke rumah seorang pejabat, atau mau berangkat ke kantor, maka tentu ia akan memilih pakaian yang bagus bahkan yang paling bagus. Maka ketika akan ke masjid tentu lebih utama lagi. Sebagian orang memang ada yang bekerja di tempat-tempat yang mengharuskan pakaian mereka kotor (seperti bengkel, buruh, tani dan lain-lain, red), sehingga ketika shalat dengan baju kotor mereka beralasan karena kondisi pekerjaan yang mengharuskan demikian. Maka penulis menyarankan agar orang tersebut mengkhususkan satu pakaian yang bersih dan hanya dipakai waktu shalat saja.

Ada pula sebagian orang yang mendatangi masjid, padahal baru saja makan bawang merah atau bawang putih (dan yang semisalnya seperti petai, jengkol dan lain-lain, red), sehingga menebarkan aroma yang tidak sedap. Dalam sebuah hadits, Nabi Shalallahu 'alaihi wa sallam telah bersabda, “Barang siapa yang makan bawang merah atau bawang putih, maka janganlah sekali-kali mendekati masjid kami.”

Sama halnya dengan orang yang menghisap rokok yang juga menebarkan bau tidak sedap sebagaimana bawang dan yang semisalnya. Para ulama sepakat bahwa rokok itu merusak dan berbahaya, serta menghisapnya adalah haram pada setiap waktu, bukan ketika mau shalat saja.

Ada pula di antara sebagian jama’ah yang tidak perhatian terhadap lurusnya shaf dalam shalat. Maka kita melihat di antara mereka ada yang agak lebih maju atau lebih mundur di dalam shaf, dan tidak lurus dengan para jama’ah yang lain, padahal masjid-masjid sekarang pada umumnya telah membuat garis shaf atau tanda-tanda lain. Nabi Shallallaahu alaihi wa Salam telah memperingatkan hal itu dengan sabdanya, “Janganlah kalian berbeda (berselisih) di dalam shaf, sebab hati kalian akan menjadi berselisih juga.”
Seharusnya setiap makmum berusaha meluruskan diri dengan melihat kanan kirinya, kemudian merapatkan pundak dan telapak kaki antara satu dengan yang lain.

KLASIFIKASI ORANG DI DALAM MELAKSANAKAN SHALAT

1. Orang yang selalu Menjaga Shalatnya.

Yaitu dengan menunaikannya secara baik dan benar serta berjama’ah di masjid. Ia segera memenuhi panggilan shalat ketika mendengar adzan, selalu berusaha berada di shaf terdepan di belakang imam. Di sela-sela menunggu imam, ia gunakan waktu untuk berdzikir, membaca Al-Qur’an hingga didirikan shalat. Orang yang melakukan ini akan mendapatkan pahala yang besar dan terbebas dari dua hal, yaitu dari api neraka dan dari nifaq, sebagaimana tersebut dalam hadits riwayat Imam at-Tirmidzi dari Anasz.

2. Orang yang Melakukan Shalat dengan Berjama’ah namun Sering atau selalu Terlambat.

Ia selalu ketinggalan takbiratul ihram, satu atau dua raka’at dan bahkan sering datang pada waktu tahiyat akhir. Bagi para salaf ketinggalan takbiratul ihram bukanlah masalah kecil, sehingga mereka sangat perhatian agar tidak ketinggalan di dalamnya.

3. Orang Melakukan Shalat Secara Berjama’ah karena Takut Orang Tua.

Mereka melakukan shalat dengan berjama’ah karena mencari ridha orang tuanya, sehingga tatkala orang tuanya tidak ada di rumah atau sedang bepergian, maka ia tidak lagi mau berjama’ah, lebih-lebih dalam shalat Shubuh.

4. Orang yang Tidak Pernah Shalat Berjama’ah di Masjid.

Ia mendatangi masjid hanya sekali dua kali saja atau ketika Hari Jum’at saja, mereka berdalil dengan pendapat sebagian orang yang mengatakan, bahwa shalat berjama’ah itu bukan sesuatu yang wajib. Padahal Nabi Shallallaahu alaihi wa Salam tidak memberikan rukhshah kepada seorang yang buta untuk shalat di rumah, maka selayaknya seorang muslim mendahulukan ucapan Nabinya.

5. Orang Melakukan Shalat Secara Asal-asalan.

Yaitu tidak menyempurnakan rukuk, sujud serta rukun-rukun dan kewajiban yang lain. Dalam shalatnya ia tidak mengingat Allah kecuali sedikit sekali, bahkan mungkin hanya sekedar ikut-ikutan shalat dan gerak saja.

6. Orang yang Melakukan Shalat sesuai Syarat dan Rukunnya, namun Ia Tidak Menghayati dan Mengerti.

Ia melakukan shalat dengan raga-nya secara baik, akan tetapi pikirannya mengembara dalam urusan dunia, hatinya pun tidak tertuju pada apa yang sedang ia kerjakan saat itu.
sungokong
sungokong
SERSAN SATU
SERSAN SATU

Male
Posts : 154
Kepercayaan : Islam
Location : gunung hwa kwou
Join date : 04.05.13
Reputation : 3

Kembali Ke Atas Go down

kesalahan dalam shalat berjamaah Empty Re: kesalahan dalam shalat berjamaah

Post by sungokong Thu Jun 27, 2013 5:02 am

Ada sebagian orang yang ketika membaca doa-doa di dalam shalatnya hanya membaca di dalam hati tanpa melafadzkannya. Hal ini termasuk kesalahan di dalam shalat. Artikel ini mengupas syubhat dan bantahan terhadap pendapat yang menyatakan bahwa bacaan di dalam hati sudah mencukupi di dalam shalat serta penjelasan seberapa keras yang seharusnya diucapkan ketika membaca doa-doa di dalam shalat. Artikel ini diambil dari Qoulul Mubin fii Akhthail Mushalin karya Syaikh Mashur Hasan Salman.
Termasuk diantara kesalahan di dalam shalat yaitu tidak menggerakkan lidah (melafadzkan) bacaan-bacaan dalam shalat, sehingga shalat seakan hanyalah gerakan tanpa ada do`a-do`a.

Mereka beralasan:
1. Firman Allah ta`ala: Dan dirikanlah oleh kalian shalat (Al-Baqarah:43)
2. Hadits Nabi shallallahu `alaihi wa sallam: Shalatlah kalian seperti kalian melihat aku shalat (HR. Bukhari, Muslim, Abu Daud)
Berdasarkan 2 nash diatas mereka memahami bahwasanya yang menjadi cermin adalah gerakan nabi bukan perkataannya, oleh karena itu yang dimaksud shalat adalah gerakannya, orang yang tidak melakukan gerakan-gerakan shalat dianggap shalatnya gugur, sekalipun dia bisa mengucapkan doa-doa dalam shalatnya.

Bantahan terhadap syubhat diatas
Pendapat diatas tidaklah benar dan bertentangan dengan nash-nash syar`i:

Allah berfirman: Karena itu bacalah apa yang mudah bagimu dari Al-Qur`an (Muzammil:20). Ayat ini membantah yang mengatakan shalat hanyalah gerakan tanpa perkataan, dan juga adanya hadits yang menyatakan: Tidak sah shalat kecuali dengan membaca surat pembuka Al-Kitab (Al-Fatihah) (HR. Bukhari, Muslim).

Adapun sabda Rasulullah shallallahu `alaihi wa sallam: Shalatlah kalian sebagaimana aku mengerjakan shalat, maka fokusnya adalah diri Rasulullah yang mengerjakan tata-cara shalat, bukan berarti shalat itu hanya gerakan tanpa ucapan. Dengan demikian, tidak ada pertentangan dengan dalil yang mengatakan bahwa di dalam shalat juga membaca doa-doa tertentu yang sudah ditentukan. Membaca Al-Fatihah adalah hal yang fardhu di dalam shalat seperti pendapat yang dianut oleh mayoritas ulama dan mayoritas shahabat nabi radhiyallahu`anhum. (Badaa`I Al-Sanaa`i I/110)

Seandainya membaca ayat berulang kali namun hanya di dalam hati sudah dianggap cukup di dalam shalat -dan itu tidak akan pernah terjadi- Rasulullah shallallahu `alaihi wa sallam tidak akan menjawab pertanyaan orang yang minta diajari shalat dengan Kemudian bacalah olehmu ayat Al-Qur`an yang kamu anggap mudah (HR. Bukhari, Muslim, Abu Daud), karena yang dimaksud dengan membaca itu bukan hanya terlintas di dalam hati, akan tetapi yang dimaksud dengan membaca -baik dalam pengertian bahasa maupun syariat- adalah menggerakkan lidah seperti yang telah maklum adanya. Diantara dalil yang memperkuat pernyataan ini adalah firman Allah ta`ala Janganlah kamu gerakkan lidahmu untuk membaca Al-Qur`an karena hendak cepat-cepat (menguasainya) (Al-Qiyamah:16)

Oleh karena itulah para ulama yang melarang orang junub membaca ayat Al-Qur`an memperbolehkan melintaskan bacaan ayat hanya di dalam hati, sebab dengan sekedar melintaskan bacaan ayat dalam hati, tidak digolongkan membaca. An-Nawawi rahimahullah berkata: Orang yang sedang junub, haidh, dan nifas boleh melintaskan bacaan ayat Al-Qur`an di dalam hati tanpa melafadzkannya, begitu juga dia diperbolehkan melihat mushaf sambil membacanya di dalam hati (Al-Adzkar halaman 10)

Muhammad Ibnu Rusyd berkata: Adapun seseorang yang membaca di dalam hati, tanpa menggerakkan lidahnya, maka hal itu tidak disebut dengan membaca, karena yang disebut membaca adalah dengan melafadzkannya di mulut. Dengan suara hati inilah perbuatan manusia tidak dianggap hukumnya. Allah azza wa jalla berfirman: Ia mendapat pahala (dari kebajikan) yang diusahakannya dan ia mendapat siksa (dari kejahatan) yang ia kerjakan (Al-Baqarah: 286)

Rasulullah shallallahu `alaihi wa sallam bersabda: Allah mengampuni dari umatku terhadap apa yang masih terlintas di dalam hati mereka (Hadits Shahih, Irwaa`al Ghalil VII/139 nomor 2026)

Sebagaimana telah diketahui bahwa keburukan yang masih berada di dalam hati manusia tidak diberi hukuman dan tidak membahayakan bagi dirinya di sisi Allah, maka sama halnya dengan bacaan atau kebaikan yang masih berada di dalam hati juga tidak akan dibalas ataupun dianggap ada. Yang dianggap adalah bacaan yang disertai dengan menggerakkan mulut dan kebaikan yang telah direalisasikan dalam perbuatan (Al-Bayan wa Al-Tahshiil I/491)

Seberapa keras bacaan di dalam shalat diucapkan?
Al-Nawawi berkata: Adapun selain imam, maka disunahkan baginya untuk tidak mengeraskan suara ketika membaca lafadz takbir, baik dia menjadi makmum atau ketika shalat sendiri (munfarid). Tidak mengeraskan suara ini jika dia tidak menjumpai rintangan, seperti suara yang sangat gaduh. Batas minimal suara yang pelan adalah bisa didengar oleh dirinya sendiri jika pendengarannya normal. Ini berlaku secara umum baik ketika membaca ayat-ayat Al-Qur`an, takbir, membaca tasbih ketika ruku`, tasyahud, salam dan doa-doa dalam shalat baik yang hukumnya wajib maupun sunnah. Apa yang dia baca tidak dianggap cukup selama masih belum terdengar oleh dirinya sendiri, dengan syarat pendengarannya normal dan tidak diganggu dengan hal-hal lainnya seperti dijelaskan di atas. Jika tidak demikian, maka dia harus mengeraskan suara sampai dia bisa mendengar suaranya sendiri, setelah itu barulah bacaan yang dia kerjakan dianggap mencukupi. Demikianlah nash yang dikemukakan oleh Syafi`i dan disepakati oleh pengikutnya. Sedangkan rekan-rekan kami berkata: Disunnahkan agar tidak menambah volume suara yang sudah dapat dia dengarkan sendiri. As-Syafi`i berkata di dalam Al-Umm: Hendaklah suaranya bisa didengar sendiri dan orang yang berada di sampingnya. Tidak patut dia menambah volume suara lebih dari ukuran itu (Al-Majmuu` III/295)

Para ulama madzhab Syafi`i berpendapat bahwa orang yang bisu bukan sejak lahir -mengalami kecelakaan di masa perkembangannya- wajib menggerakkan mulutnya ketika membaca lafadz takbir, ayat-ayat Al-Qur`an doa tasyahud dan lain sebagainya, karena dengan melaksanakan demikian, dia dianggap melafadzkan dan menggerakkan mulut, sebab perbuatan yang tidak mampu dikerjakan akan dimaafkan, akan tetapi selagi masih mampu dikerjakan maka harus dilakukan (Fatawa al Ramli I/140 dan Hasyiyah Qulyubiy I/143)

Kebayakan ulama lebih memilih untuk mensyaratkan bacaan minimal bisa didengar oleh pembacanya sendiri. Sedangkan menurut ulama madzhab Maliki cukup menggerakkan mulut saja ketika membaca ayat-ayat Al-Qur`an, namun lebih baik jika sampai bisa didengar oleh dirinya sendiri sebagai upaya untuk menghindar dari perselisihan pendapat (Ad Diin al Khalish II/143)

Catatan:
Bacaan-bacaan yang dilafadzkan di dalam pembahasan ini adalah bacaan di dalam shalat yaitu dari takbir sampai dengan salam. Adapun niat adalah tempatnya di hati, melafadzkannya [misalnya dengan usholli...dst] merupakan bid`ah. Dalam hadits yang diriwayatkan oleh Abdullah bin Umar radhiallahu`anhuma, dia berkata: Aku telah menyaksikan Rasulullah shallallahu `alaihi wa sallam membuka (memulai) shalatnya dengan takbir, kemudian mengangkat tangannya (HR.Bukhari)

Referensi : Qoulul Mubin fii Akhthail Mushalin, Syaikh Mashur Hasan Salman
sungokong
sungokong
SERSAN SATU
SERSAN SATU

Male
Posts : 154
Kepercayaan : Islam
Location : gunung hwa kwou
Join date : 04.05.13
Reputation : 3

Kembali Ke Atas Go down

kesalahan dalam shalat berjamaah Empty Re: kesalahan dalam shalat berjamaah

Post by njlajahweb Sat Apr 07, 2018 1:49 pm

yang juga bisa termasuk sebagai kesalahan, 

adalah ketika mereka beribadah dengan motivasi hati yang salah, 

juga apabila lebih didominasi oleh rasa kemalasan, dari pada rasa tidak ingin malas.
---
Qs 4:142  Sesungguhnya orang-orang munafik itu menipu Allah, dan Allah akan membalas tipuan mereka. Dan apabila mereka berdiri untuk shalat mereka berdiri dengan malas. Mereka bermaksud riya (dengan shalat) di hadapan manusia. Dan tidaklah mereka menyebut Allah kecuali sedikit sekali.
njlajahweb
njlajahweb
BANNED
BANNED

Female
Posts : 39612
Kepercayaan : Protestan
Location : banyuwangi
Join date : 30.04.13
Reputation : 119

Kembali Ke Atas Go down

kesalahan dalam shalat berjamaah Empty Re: kesalahan dalam shalat berjamaah

Post by Sponsored content


Sponsored content


Kembali Ke Atas Go down

Topik sebelumnya Topik selanjutnya Kembali Ke Atas

- Similar topics

Permissions in this forum:
Anda tidak dapat menjawab topik