Tajjarud, Ukhuwah dan Tsiqah
Halaman 1 dari 1 • Share
Tajjarud, Ukhuwah dan Tsiqah
Menjadi seorang kader da’wah selalu dihadapkan pada tuntutan-tuntutan idealis, karenanya dia harus memiliki tolok ukur dan berusaha semaksimal mungkin menyesuaikan diri dengan tolok ukur itu. Disamping beberapa poin yang sudah kita bahas pada makalah terdahulu seperti faham, ikhlas, amal, jihad, tadhhiyyah, ta’ah dan ats tsabat. Pada makalah ini akan kita bahas tiga hal lagi, yakni tajarrud (bersih/murni), ukhuwwah (persaudaraan) dan tsiqah (percaya).
TAJARRUD
Secara harfiyyah, tajarrud artinya kemurnian atau kebersihan. Ustadz Hasan Al Banna menyebutkan: “Yang saya maksud dengan tajarrud adalah hendaknya engkau memurnikan pola pikirmu dari berbagai prinsip nilai lain dan individu, karena fikrah Islam inilah yang paling menyeluruh dan paling tinggi”.
Dari maksud Al Banna di atas, nampak sekali bahwa da’wah yang dilakukan oleh Ikhwan merupakan da’wah dengan pemahaman yang bersih tentang Islam, karenanya amat baik untuk dijadikan sarana perjuangan Islam. Kebersihan ini juga bisa diukur manakala seseorang memiliki loyalitas terhadap muslim yang berjuang di jalan Islam.
Kemurnian merupakan pilar penting dalam jamaah da’wah, tanpa kemurnian berarti tidak akan ada jamaah da’wah yang sesungguhnya, apalagi da’wah tidak mungkin dilakukan manakala taktik dan strateginya bercampur dengan hal-hal yang tidak Islami, karena da’wah memang tidak dibenarkan menggunakan segala cara yang tidak sesuai dengan Islam.
Para da’i merupakan kelompok manusia yang paling mulia. DR. Abdul Halim Mahmud dalam bukunya Manhaj Tarbiyyah ‘Inda Ikhwanul Muslimin merinci klasifikasi manusia.
1. Muslim perjuang di jalan Allah yang bekerja untuk Islam dan berjuang di jalannya. Perjuangan orang semacam ini harus dibantu, didukung dan ditolong.
2. Muslim yang berpangku tangan, tidak berjihad di jalan Allah dan tidak berda’wah. Orang yang demikian harus diberi nasihat, pelajaran dan diminta untuk bekerja. Jika memberi respon yang positif, dia termasuk kelompok da’i. Sebaliknya, jika ia menolak, fokuskanlah perhatiannya pada kebenaran.
3. Muslim yang berdosa karena ketiadaan kebenaran, jika ketiadaannya itu disebabkan alasan yang dapat diterima, maka maklumilah, jika tidak serulah, nasihatilah dan fokuskanlah perhatiannya pada kebenaran.
4. Kafir dzimmi yang berjanji, haknya harus dipenuhi karena jaminannya, jika ia mengingkari janji, dia harus dihukum seperti orang yang memusuhi Islam dan diperlakukan seperti mereka.
5. Orang yang bersikap antara kafir dan Islam. Jika dia menonjolkan keislamannya dengan menyembunyikan kekafirannya, maka dia munafik dan diperlakukan sebagaimana orang munafik. Jika ia menonjolkan kekafirannya, maka dia diperlakukan seperti orang kafir.
6. Orang yang memusuhi Islam dan kaum muslimin, orang seperti ini wajib diperangi oleh kaum muslimin.
Kemurnian ini menjadi sesuatu yang mendasar dalam da’wah, bila tidak, bisa jadi kaum muslimin mencampuradukkan antara Islam dengan konsep-konsep kekufuran, bahkan tanpa disadari dia telah keluar dari jalan Islam.
UKHUWWAH
Da’wah merupakan tugas berat yang harus dipikul bersama dengan kerjasama yang baik diantara para aktifisnya. Untuk itu diperlukan adanya ukhuwah diantara sesamanya. Imam Syahid Hasan Al Banna menyatakan: “Yang saya maksud dengan persaudaraan adalah kondisi hati dan jiwa yang diikat dengan ikatan aqidah. Aqidah merupakan ikatan yang paling kuat dan paling mahal.Persaudaraan merupakan buah dari keimanan dan perpecahan merupakan buah dari kekufuran. Kekuatan pertama dalam persaudaraan adalah persatuan dan tidak ada persatuan tanpa cinta. Derajat cinta yang paling rendah adalah bersihnya hati dan cinta yang paling tinggi adalah mengutamakan pihak lain”.
Di dalam Al-Qur’an, Allah Swt menyebutkan bahwa mu’min itu bersaudara, ini berarti keimanan itu harus dibuktikan dalam bentuk persaudaraan sesama mu’min, dan bila persaudaraan itu tidak nampak, itu menunjukkan keimanan yang lemah. Bila persaudaraan telah ditunjukkan, maka salah satu yang nampak adalah adanya saling tolong menolong, bahkan tidak hanya menolong orang-orang yang dizalimi, tapi juga menolong orang yang berbuat zalim. Rasulullah Saw bersabda: Tolonglah saudaramu yang dizalimi dan yang berbuat zalim. Anas berkata: “Ya Rasulullah, kami dapat memahami bila menolong orang yang dizalimi, namun bagaimana kami harus menolong orang yang berbuat zalim?. Rasulullah Saw bersabda: “Cegahlah dia dari berbuat zalim” (HR. Bukhari).
Karena begitu penting kedudukan ukhuwah dalam perjuangan, maka yang pertama dilakukan oleh Rasulullah Saw ketika sampai di Madinah dalam perjalanan hijrah adalah melakukan apa yang disebut dengan al mu’akhoh (mempersaudarakan) antara orang-orang Muhajirin dari Makkah dengan orang-orang Anshar dari Madinah. Bahkan setelah itu persaudaraan ini harus terus diperkokoh agar tidak terjadi penurunan, karenanya Rasulullah Saw merasa perlu memiliki sarana untuk memperkokoh ukhuwah itu, dan sarana itu adalah masjid. Itu sebabnya, Rasulullah Saw bersama para sahabatnya mendirikan masjid, bangunan yang pertama kali didirikan di Madinah setelah hijrah..
TSIQAH
Saling percaya mempercayai antar para aktifis da’wah merupakan sesuatu yang sangat penting, apalagi antara orang yang dipimpin dengan pemimpinnya sehingga orang yang dipimpin tidak terlalu curiga dan banyak tanya kepada pemimpinnya. Ustadz Hasan Al Banna menyatakan: Yang saya maksud dengan tsiqah adalah kepercayaan dan ketentraman seorang bawahan kepada atasannya dalam hal tanggung jawab dan rasa cinta, penghargaan, kehormatan dan ketaatan”.
Dalam jamaah da’wah, pemimpin merupakan bagian yang sangat penting, Dia seperti ayah dalam ikatan hati, guru dalam kaitan ilmu, syaikh dalam pendidikan rohani dan pimpinan dalam bidang politik dan kebijakan umum, disinilah letak pentingnya pemimpin, demikian menurut Sa’id Hawwa.
Oleh karena itu, seorang ikhwan sejati harus bertanya kepada dirinya sendiri guna mengetahui sejauhmana kepercayaannya kepada pemimpin. Pertanyaan itu meliputi:
1. Apakah dia sudah mengenal pemimpinnya dan mempelajari kondisi kehidupannya?.
2. Apakah dia merasa tentram dengan kompetensi dan keikhlasan pemimpinnya?.
3. Apakah dia memiliki kesiapan untuk menjalankan berbagai perintah –tentu yang bukan maksiat--yang berasal dari pemimpin secara pasti, tidak dibantah, tidak diragukan, tidak dikurangi serta tidak bertele-tele?.
4. Apakah dia memiliki kesiapan untuk mengaku salah dan membenarkan pemimpinnya jika terjadi kontradiksi antara perintah pemimpinnya dengan sesuatu yang telah dipelajarinya mengenai masalah-masalah ijtihadiyah yang tidak terdapat nash syari’ahnya.
5. Apakah dia sudah siap untuk menempatkan berbagai situasi kehidupan di bawah pengaturan da’wah?. Apakah dia memiliki jiwa kepemimpinan dalam memandang secara cermat antara kepentingan pribadi yang khusus dengan kepentingan da’wah yang umum?.
Begitulah pendapat Ustadz Hasan Al Banna tentang tsiqah. Kalau beliau memasukkan tsiqah ini ke dalam rukun bai’ah, itu menunjukkan betapa pentingnya dalam kehidupan berjamaah. Abdul Halim Mahmud menyatakan: “Meskipun seorang pemimpin telah memiliki sifat kepemimpinan yang unggul serta perintah atau keputusannya sangat bagus, sangat bermanfaat bagi pekerjaan, dan sangat cocok dengan kemampuan individu, keputusan itu tidak akan bernilai jika tidak ada kepercayaan pada diri individu yang menerima dan menjalankan keputusan tersebut”.
Dari sepuluh rukun bai’ah yang telah digambarkan secara umum di atas, terasa begitu penting kesepuluh rukun itu untuk dimiliki oleh setiap aktifis da’wah agar tugas, beban dan tantangan da’wah bisa dilaksanakan dan dihadapi serta diatasi dengan sebaik-baiknya.
TAJARRUD
Secara harfiyyah, tajarrud artinya kemurnian atau kebersihan. Ustadz Hasan Al Banna menyebutkan: “Yang saya maksud dengan tajarrud adalah hendaknya engkau memurnikan pola pikirmu dari berbagai prinsip nilai lain dan individu, karena fikrah Islam inilah yang paling menyeluruh dan paling tinggi”.
Dari maksud Al Banna di atas, nampak sekali bahwa da’wah yang dilakukan oleh Ikhwan merupakan da’wah dengan pemahaman yang bersih tentang Islam, karenanya amat baik untuk dijadikan sarana perjuangan Islam. Kebersihan ini juga bisa diukur manakala seseorang memiliki loyalitas terhadap muslim yang berjuang di jalan Islam.
Kemurnian merupakan pilar penting dalam jamaah da’wah, tanpa kemurnian berarti tidak akan ada jamaah da’wah yang sesungguhnya, apalagi da’wah tidak mungkin dilakukan manakala taktik dan strateginya bercampur dengan hal-hal yang tidak Islami, karena da’wah memang tidak dibenarkan menggunakan segala cara yang tidak sesuai dengan Islam.
Para da’i merupakan kelompok manusia yang paling mulia. DR. Abdul Halim Mahmud dalam bukunya Manhaj Tarbiyyah ‘Inda Ikhwanul Muslimin merinci klasifikasi manusia.
1. Muslim perjuang di jalan Allah yang bekerja untuk Islam dan berjuang di jalannya. Perjuangan orang semacam ini harus dibantu, didukung dan ditolong.
2. Muslim yang berpangku tangan, tidak berjihad di jalan Allah dan tidak berda’wah. Orang yang demikian harus diberi nasihat, pelajaran dan diminta untuk bekerja. Jika memberi respon yang positif, dia termasuk kelompok da’i. Sebaliknya, jika ia menolak, fokuskanlah perhatiannya pada kebenaran.
3. Muslim yang berdosa karena ketiadaan kebenaran, jika ketiadaannya itu disebabkan alasan yang dapat diterima, maka maklumilah, jika tidak serulah, nasihatilah dan fokuskanlah perhatiannya pada kebenaran.
4. Kafir dzimmi yang berjanji, haknya harus dipenuhi karena jaminannya, jika ia mengingkari janji, dia harus dihukum seperti orang yang memusuhi Islam dan diperlakukan seperti mereka.
5. Orang yang bersikap antara kafir dan Islam. Jika dia menonjolkan keislamannya dengan menyembunyikan kekafirannya, maka dia munafik dan diperlakukan sebagaimana orang munafik. Jika ia menonjolkan kekafirannya, maka dia diperlakukan seperti orang kafir.
6. Orang yang memusuhi Islam dan kaum muslimin, orang seperti ini wajib diperangi oleh kaum muslimin.
Kemurnian ini menjadi sesuatu yang mendasar dalam da’wah, bila tidak, bisa jadi kaum muslimin mencampuradukkan antara Islam dengan konsep-konsep kekufuran, bahkan tanpa disadari dia telah keluar dari jalan Islam.
UKHUWWAH
Da’wah merupakan tugas berat yang harus dipikul bersama dengan kerjasama yang baik diantara para aktifisnya. Untuk itu diperlukan adanya ukhuwah diantara sesamanya. Imam Syahid Hasan Al Banna menyatakan: “Yang saya maksud dengan persaudaraan adalah kondisi hati dan jiwa yang diikat dengan ikatan aqidah. Aqidah merupakan ikatan yang paling kuat dan paling mahal.Persaudaraan merupakan buah dari keimanan dan perpecahan merupakan buah dari kekufuran. Kekuatan pertama dalam persaudaraan adalah persatuan dan tidak ada persatuan tanpa cinta. Derajat cinta yang paling rendah adalah bersihnya hati dan cinta yang paling tinggi adalah mengutamakan pihak lain”.
Di dalam Al-Qur’an, Allah Swt menyebutkan bahwa mu’min itu bersaudara, ini berarti keimanan itu harus dibuktikan dalam bentuk persaudaraan sesama mu’min, dan bila persaudaraan itu tidak nampak, itu menunjukkan keimanan yang lemah. Bila persaudaraan telah ditunjukkan, maka salah satu yang nampak adalah adanya saling tolong menolong, bahkan tidak hanya menolong orang-orang yang dizalimi, tapi juga menolong orang yang berbuat zalim. Rasulullah Saw bersabda: Tolonglah saudaramu yang dizalimi dan yang berbuat zalim. Anas berkata: “Ya Rasulullah, kami dapat memahami bila menolong orang yang dizalimi, namun bagaimana kami harus menolong orang yang berbuat zalim?. Rasulullah Saw bersabda: “Cegahlah dia dari berbuat zalim” (HR. Bukhari).
Karena begitu penting kedudukan ukhuwah dalam perjuangan, maka yang pertama dilakukan oleh Rasulullah Saw ketika sampai di Madinah dalam perjalanan hijrah adalah melakukan apa yang disebut dengan al mu’akhoh (mempersaudarakan) antara orang-orang Muhajirin dari Makkah dengan orang-orang Anshar dari Madinah. Bahkan setelah itu persaudaraan ini harus terus diperkokoh agar tidak terjadi penurunan, karenanya Rasulullah Saw merasa perlu memiliki sarana untuk memperkokoh ukhuwah itu, dan sarana itu adalah masjid. Itu sebabnya, Rasulullah Saw bersama para sahabatnya mendirikan masjid, bangunan yang pertama kali didirikan di Madinah setelah hijrah..
TSIQAH
Saling percaya mempercayai antar para aktifis da’wah merupakan sesuatu yang sangat penting, apalagi antara orang yang dipimpin dengan pemimpinnya sehingga orang yang dipimpin tidak terlalu curiga dan banyak tanya kepada pemimpinnya. Ustadz Hasan Al Banna menyatakan: Yang saya maksud dengan tsiqah adalah kepercayaan dan ketentraman seorang bawahan kepada atasannya dalam hal tanggung jawab dan rasa cinta, penghargaan, kehormatan dan ketaatan”.
Dalam jamaah da’wah, pemimpin merupakan bagian yang sangat penting, Dia seperti ayah dalam ikatan hati, guru dalam kaitan ilmu, syaikh dalam pendidikan rohani dan pimpinan dalam bidang politik dan kebijakan umum, disinilah letak pentingnya pemimpin, demikian menurut Sa’id Hawwa.
Oleh karena itu, seorang ikhwan sejati harus bertanya kepada dirinya sendiri guna mengetahui sejauhmana kepercayaannya kepada pemimpin. Pertanyaan itu meliputi:
1. Apakah dia sudah mengenal pemimpinnya dan mempelajari kondisi kehidupannya?.
2. Apakah dia merasa tentram dengan kompetensi dan keikhlasan pemimpinnya?.
3. Apakah dia memiliki kesiapan untuk menjalankan berbagai perintah –tentu yang bukan maksiat--yang berasal dari pemimpin secara pasti, tidak dibantah, tidak diragukan, tidak dikurangi serta tidak bertele-tele?.
4. Apakah dia memiliki kesiapan untuk mengaku salah dan membenarkan pemimpinnya jika terjadi kontradiksi antara perintah pemimpinnya dengan sesuatu yang telah dipelajarinya mengenai masalah-masalah ijtihadiyah yang tidak terdapat nash syari’ahnya.
5. Apakah dia sudah siap untuk menempatkan berbagai situasi kehidupan di bawah pengaturan da’wah?. Apakah dia memiliki jiwa kepemimpinan dalam memandang secara cermat antara kepentingan pribadi yang khusus dengan kepentingan da’wah yang umum?.
Begitulah pendapat Ustadz Hasan Al Banna tentang tsiqah. Kalau beliau memasukkan tsiqah ini ke dalam rukun bai’ah, itu menunjukkan betapa pentingnya dalam kehidupan berjamaah. Abdul Halim Mahmud menyatakan: “Meskipun seorang pemimpin telah memiliki sifat kepemimpinan yang unggul serta perintah atau keputusannya sangat bagus, sangat bermanfaat bagi pekerjaan, dan sangat cocok dengan kemampuan individu, keputusan itu tidak akan bernilai jika tidak ada kepercayaan pada diri individu yang menerima dan menjalankan keputusan tersebut”.
Dari sepuluh rukun bai’ah yang telah digambarkan secara umum di atas, terasa begitu penting kesepuluh rukun itu untuk dimiliki oleh setiap aktifis da’wah agar tugas, beban dan tantangan da’wah bisa dilaksanakan dan dihadapi serta diatasi dengan sebaik-baiknya.
darussalam- Co-Administrator
-
Posts : 411
Kepercayaan : Islam
Location : Brunei Darussalam
Join date : 25.11.11
Reputation : 10
Re: Tajjarud, Ukhuwah dan Tsiqah
Qs5:3 (5:2) Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu melanggar syi’ar-syi’ar Allah, dan jangan melanggar kehormatan bulan-bulan haram, jangan (mengganggu) binatang-binatang had-ya, dan binatang-binatang qalaa-id, dan jangan (pula) mengganggu orang-orang yang mengunjungi Baitullah sedang mereka mencari kurnia dan keridhaan dari Tuhannya dan apabila kamu telah menyelesaikan ibadah haji, maka bolehlah berburu. Dan janganlah sekali-kali kebencian( mu) kepada sesuatu kaum karena mereka menghalang-halangi kamu dari Masjidilharam, mendorongmu berbuat aniaya (kepada mereka). Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertakwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya.
njlajahweb- BANNED
-
Posts : 39612
Kepercayaan : Protestan
Location : banyuwangi
Join date : 30.04.13
Reputation : 119
Similar topics
» apa itu ukhuwah islamiyah?
» ukhuwah islam
» mengenai ukhuwah
» landasan membangun ukhuwah
» mempererat ukhuwah islam
» ukhuwah islam
» mengenai ukhuwah
» landasan membangun ukhuwah
» mempererat ukhuwah islam
Halaman 1 dari 1
Permissions in this forum:
Anda tidak dapat menjawab topik