FORUM LASKAR ISLAM
welcome
Saat ini anda mengakses forum Laskar Islam sebagai tamu dimana anda tidak mempunyai akses penuh turut berdiskusi yang hanya diperuntukkan bagi member LI. Silahkan REGISTER dan langsung LOG IN untuk dapat mengakses forum ini sepenuhnya sebagai member.

protestan dan katolik saling bunuh (konflik irlandia utara) Follow_me
@laskarislamcom

Terima Kasih
Salam Admin LI


Join the forum, it's quick and easy

FORUM LASKAR ISLAM
welcome
Saat ini anda mengakses forum Laskar Islam sebagai tamu dimana anda tidak mempunyai akses penuh turut berdiskusi yang hanya diperuntukkan bagi member LI. Silahkan REGISTER dan langsung LOG IN untuk dapat mengakses forum ini sepenuhnya sebagai member.

protestan dan katolik saling bunuh (konflik irlandia utara) Follow_me
@laskarislamcom

Terima Kasih
Salam Admin LI
FORUM LASKAR ISLAM
Would you like to react to this message? Create an account in a few clicks or log in to continue.

protestan dan katolik saling bunuh (konflik irlandia utara)

Topik sebelumnya Topik selanjutnya Go down

protestan dan katolik saling bunuh (konflik irlandia utara) Empty protestan dan katolik saling bunuh (konflik irlandia utara)

Post by keroncong Tue Apr 16, 2013 10:09 am

Konflik Irlandia Utara (bahasa Inggris: The Troubles, bahasa Irlandia: Na Trioblóidí) adalah suatu periode koflik etnis yg terjadi di Irlandia Utara sejak tahun 1969 dan dianggap secara resmi sudah berakhir sejak tahun 1998 - walaupun konflik-konflik dalam skala jauh lebih kecil masih berlangsung hingga sekarang. Konflik pada The Troubles melibatkan kaum loyalis & unionis (umumnya Protestan) yg pro bersatu dengan Inggris melawan kaum nasionalis & republikan (umumnya Katolik) yg pro bersatu dengan Irlandia di mana selama periode konflik itu, tentara Inggris & Irlandia juga terlibat. Tercatat antara tahun 1969 hingga 2001, jumlah korban tewas dalam The Troubles mencapai 3500 lebih.

Latar belakang
1609–1912
Pertempuran Boyne (12 Juli 1690)

Sejak kedatangan kaum imigran Inggris Protestan pada tahun 1609 di tanah Irlandia untuk menetap di sana pasca invasi bangsa Normandia ke tanah Irlandia (dikenal juga sebagai "plantation of Ulster"). Kedatangan mereka mendesak keberadaan penduduk asli Katolik Irlandia sehingga muncul konflik antara kedua komunitas tersebut. Perang tersebut mayoritasnya dimenangi oleh kaum Protestan sehingga memberi mereka dominasi kekuasaan di Pulau Irlandia sekaligus menciptakan diskriminasi atas penduduk asli setempat.

Seiring waktu, terutama sejak Inggris menjadikan Irlandia sebagai bagian dari wilayahnya sejak awal abad ke-19, muncullah 2 kelompok besar di Irlandia : kelompok loyalis & unionis (mayoritasnya Protestan) yang dekat dengan Inggris serta golongan nasionalis (mayoritasnya Katolik) yg menginginkan restorasi parlemen yg berkuasa di Irlandia agar kaum Katolik Irlandia bisa mendapatkan kesetaraan dengan kaum Protestan.
1912–1922
Proklamasi Republik Irlandia yang diberitakan pada bulan April 1916.

Permulaan abad ke-20, terjadi gejolak dalam tubuh Partai Parlementer Irlandia yang memegang peranan penting dalam aktivitas politik internal Irlandia & berhaluan loyalis-unionis sehingga memberi keleluasaan bagi kaum nasionalis dan republik untuk segera mengupayakan restorasi parlemen Irlandia. Peristiwa tersebut membawa ketakutan bagi kaum unionis dan loyalis yg mayoritasnya adalah Protestan. Mereka khawatir jika restorasi parlemen itu benar-benar terwujud, nasib mereka sebagai kaum minoritas di pulau tersebut bakal terancam. Tahun 1912, kaum unionis & loyalis akhirnya mendirikan angkatan bersenjata bernama Ulster Volunteers. Tak lama kemudian, kaum nasionalis & republik mendirikan angkatan bersenjata bernama Irish Volunteers dengan tujuan mengimbangi aktivitas Ulster Volunteers.

Tahun 1916 terjadi salah satu peristiwa terpenting dalam sejarah Irlandia. Sekelompok simpatisan nasionalis republik menyandera kantor pos di kota Dublin, lalu mengibarkan bendera hijau yg menyimbolkan "Republik Irlandia" sambil memproklamasikan kemerdekaan Irlandia. Peristiwa yg juga dikenal sebagai "Easter Rising" tersebut pada awalnya tidak dipedulikan oleh mayoritas rakyat Irlandia, namun semuanya berubah ketika ke-16 orang yg dianggap terlibat dalam peristiwa tersebut dieksekusi 2 tahun sesudahnya oleh pihak Inggris. Tindakan eksekusi tersebut - diikuti dengan aksi mogok tentara asal Irlandia yg berada dalam angkatan perang Inggris - menimbulkan aksi perlawanan dari rakyat Irlandia yg dimotori oleh angkatan bersenjata Pasukan Republik Irlandia (IRA) yg merupakan hasil reorganisasi dari angkatan bersenjata Irish Volunteers.

Memanfaatkan opini mayoritas publik Irlandia saat itu yg menolak keberadaan Inggris di Pulau Irlandia, partai Sinn Fein yg berhaluan nasionalis republik berhasil meraih suara dominan di banyak wilayah di Irlandia dalam pemilu pada tahun 1918, namun hanya meraih sedikit suara di wilayah utara Irlandia atau Ulster. Keberhasilan Sinn Fein meraih banyak suara di Irlandia itu memberi mereka dominasi dalam parlemen Irlandia sehingga memberi mereka keleluasaan untuk membentuk parlemen sendiri (Dail) & melakukan negosiasi dengan Kerajaan Inggris untuk menentukan nasib Irlandia selanjutnya.

Tahun 1920, melalui Traktat Anglo-Inggris yg disepakati dengan parlemen Irlandia, Kerajaan Inggris akhirnya memberi kemerdekaan pada mayoritas wilayah Irlandia sebagai negara merdeka berstatus dominion hingga merdeka penuh sebagai repubik usai Perang Dunia II, namun tetap memasukkan wilayah Irlandia Utara (Ulster) sebagai bagian dari kerajaannya. Inggris beralasan kebijakan itu sudah disepakati dalam traktat yg intinya menyatakan bahwa dalam pemilu yg dilakukan, mayoritas rakyat di sejumlah wilayah Irlandia Utara memilih tetap bergabung dengan Inggris.

Keputusan Inggris tersebut disambut baik kaum loyalis & unionis, namun ditolak oleh kaum nasionalis & republik yg menyatakan bahwa keputusan tersebut menentang keinginan mayoritas rakyat Irlandia keseluruhan. Sedikit info, kaum unionis, loyalis, & Protestan merupakan mayoritas di wilayah Irlandia Utara, namun merupakan minoritas di wilayah Pulau Irlandia keseluruhan. Kebijakan tersebut lalu menimbulkan friksi dalam tubuh IRA sehingga terjadilah perang sipil Irlandia antara kelompok IRA yg pro-traktat dengan kelompok IRA yg anti-traktat & menghendaki Irlandia bersatu. Perang yg dikenal sebagai Perang Sipil Irlandia itu berakhir dengan kemenangan IRA pro-traktat yg saat itu juga dibantu Inggris.

Meskipun kalah, kelompok IRA yg anti-traktat - belakangan hanya dikenal dengan nama IRA setelah IRA yg pro-traktat bergabung dengan tentara nasional Irlandia - tetap menjalankan aksi-aksi bersenjatanya yg mencakup peledakan bom, penyerangan, & sabotase di sejumlah wilayah di Inggris & Irlandia. Sebagai respon atas tindakan IRA yg merajarela tersebut, pemerintah Irlandia mengeluarkan wewenang bagi kepolisian untuk menangkap mereka yg dianggap terlibat dengan IRA tanpa harus melalui proses peradilan. Kebijakan tersebut membawa konsekuensi & tekanan bagi kaum Katolik di Irlandia Utara sehingga menjelang dekade 1960-an, IRA memutuskan untuk menghentikan aktivitas bersenjatanya.

Sebagai bagian dari Kerajaan Inggris, Irlandia Utara memiliki hak istimewa untuk mendirikan parlemen sendiri. Di dalam pemerintahannya, Irlandia Utara menerapkan kebijakan yg cenderung mengistimewakan kaum mayoritas Protestan & mengesampingkan kaum Katolik dalam berbagai bidang kehidupan seperti pendidikan, pekerjaan, perumahan, & hak suara dalam pemilu. Konflik & intimidasi juga terjadi di daerah-daerah yg didominasi oleh kaum agama tertentu sehingga sebagai akibatnya, masyarakat Irlandia Utara pun ibarat terpolar menjadi wilayah timur yg didominasi kaum Protestan (berpusat di Belfast) & wilayah barat yg didominasi oleh kaum Katolik (berpusat di Derry).
1966 - 1969

Pada tahun 1966, sekelompok besar simpatisan republik melakukan pawai di Belfast memperingati momen 50 tahun pasca Easter Rising. Di tahun yg sama juga terjadi ledakan bom di Belfast yg dilakukan oleh mantan anggoata IRA. Sementara sejak awal dekade 60-an, sekelompok orang dari kaum Katolik yg menyebut diri mereka Northern Ireland Civil Rights Association (NICRA) melakukan protes atas sejumlah kebijakan yg dianggap diskriminatif & memojokkan kaum Katolik. Protes mereka mulai menemukan titik terang ketika Terrence O'Neill, perdana menteri Irlandia Utara waktu itu, mengatakan bahwa ia akan mendengarkan protes mereka & menjanjikan akan ada perubahan. Hal tersebut mengundang ketakutan dari kaum unionis & loyalis - yg didominasi Protestan - yg khawatir bahwa mereka akan kehilangan dominasi di Irlandia Utara.
Lukisan dinding Ulster Volunteer Force di Belfast

Pertengahan tahun 1966, sekelompok simpatisan dari kaum unionis & loyalis mendirikan suatu kelompok paramiliter bernama Ulster Volunteer Force (UVF). Di awal berdirinya, kelompok tersebut langsung menyatakan perang terhadap IRA & menyatakan pula akan langsung mengeksekusi orang-orang yg dianggap sebagai simpatisan IRA. Beberapa aksi mereka adalah menyerang sebuah pub milik kaum Katolik di Belfast pada tahun 1966, membunuh seorang warga Katolik di wilayah lain Belfast pada tahun yg sama, serta meledakkan instalasi listrik & air bersih di beberapa titik di Irlandia Utara pada tahun 1969. Akibat aksi-aksi mereka, pemerintah Irlandia Utara menyatakan UVF sebagai gerakan ilegal & menangkap pemimpinnya, namun faktanya UVF tetap melancarkan aksinya walau secara sembunyi-sembunyi.

Tahun 1969, terjadi kerusuhan besar yg dikenal sebagai Pertempuran Bogside antara penduduk lokal Derry dengan polisi keamanan RUC di area Bogside, kota Derry. Konflik bermula ketika pada tanggal 12 Agustus, iring-iringan Apprentice Boys - yg memperingati kemenangan kaum Protestan dalam penaklukkan Derry pada abad ke-17 - terlibat aksi saling lempar batu dengan sejumlah penduduk lokal ketika iring-iringan tersebut mendekati Kota Derry yg didominasi kaum Katolik. RUC yg ditugaskan menjaga parade berhasil memaksa penduduk lokal yg terlibat kerusuhan kembali masuk ke Kota Derry. Namun ketika RUC berusaha merengsek lebih jauh ke dalam kota, mereka langsung dihujani lemparan batu & bom molotov oleh penduduk Derry. RUC lantas membalasnya dengan melepaskan gas air mata ke dalam kota sehingga sejumlah penduduk menderita gangguan pernapasan. Tak ada korban jiwa dalam "pertempuran" yg berlangsung hingga tanggal 14 Agustus tersebut, namun korban terluka diperkirakan mencapai ribuan orang.

Jika ditelusuri hingga beberapa bulan sebelumnya, Pertempuran Bogside bisa dikatakan merupakan puncak kekesalan warga Katolik & nasionalis terhadap kinerja polisi RUC - yg dianggap sebagai perpanjangan tangan kaum loyalis karena anggotanya didominasi Protestan. Awal tahun 1969 misalnya, terjadi kerusuhan antara warga Derry dengan RUC setelah parade People's Democracy yg berhaluan nasionalis diserang oleh massa loyalis di perjalanan menuju Derry, sementara RUC yg ditugaskan dianggap tidak berusaha melindungi parade. Malam harinya, RUC mendobrak pintu rumah-rumah warga Derry yg dianggap terlibat dalam kerusuhan itu & memukuli mereka. Bulan April 1969, seorang warga Derry bernama Sammy Devenny dipukuli hingga tewas oleh RUC di rumahnya sendiri usai kerusuhan yg terjadi di Derry pada bulan yg sama. Peristiwa-peristiwa tersebut akhirnya memunculkan kebencian dari warga Derry yg berpuncak pada Pertempuran Bogside.

Sebagai aksi protes terhadap RUC yg dianggap bertindak semena-mena dalam Pertempuran Bogside, pada tanggal 13 Agustus 1969 sekelompok orang yg terdiri dari kaum Katolik & nasionalis melakukan demonstrasi di kota Belfast. Namun entah kenapa, demonstrasi yg semula direncanakan berjalan damai tersebut berubah menjadi rusuh ketika para demonstran menyerang properti milik RUC & kaum Protestan. Malam harinya, kaum loyalis & Protestan melakukan aksi balasan berupa perusakan & pembakaran rumah-rumah komunitas Katolik di Belfast sehingga ribuan warga Katolik di Belfast kehilangan tempat tinggal. Belfast lalu berubah menjadi medan perang yg mencekam ketika terjadi saling serang & baku tembak di antara komunitas Katolik-nasionalis, Protestan-loyalis, serta polisi keamanan RUC. Tercatat 7 orang tewas & ribuan lainnya luka-luka dalam kerusuhan besar yg berlangsung hingga 17 Agustus tersebut. Kerusuhan dalam skala lebih kecil juga terjadi di kota-kota selain Belfast.

Merasa tidak bisa mengendalikan keadaan, pemerintah Irlandia Utara akhirnya meminta penerjunan tentara Inggris di sejumlah wilayah konflik di Irlandia Utara untuk memulihkan kondisi di Irlandia Utara & mencegah konflik sektarian lebih jauh. Kebijakan penempatan tentara Inggris di Irlandia Utara tersebut juga dikenal sebagai "Operasi Banner". Di awal kedatangannya, tentara Inggris disambut dengan hangat oleh komunitas Katolik yg memang sudah muak dengan aktivitas polisi RUC yg dianggap tidak serius mencegah konflik sektarian sambil berharap tentara Inggris bisa bertindak sebagai pihak netral dalam menengahi konflik & melindungi mereka dari serangan-serangan yg dilakukan kelompok loyalis & Protestan.

Sejumlah pihak dari kubu Katolik & nasionalis menuding IRA gagal melaksanakan tugasnya untuk melindungi komunitas Katolik yg ada di Belfast. IRA sendiri beralasan mereka berusaha menghindari baku tembak di wilayah padat penduduk untuk mencegah terjadinya konflik sektarian lebih jauh. Kebijakan IRA tersebut menimbulkan perpecahan internal sehingga sejak akhir tahun 1969, IRA terpecah menjadi 2 : Provisional IRA (PIRA) yg berhaluan nasionalis republik & Official IRA (OIRA) yg berhaluan sosialis. Keduanya memiliki tujuan yg sama : menyatukan Irlandia menjadi satu negara, namun dengan cara yg agak berbeda. OIRA berusaha menghindari kontak senjata di wilayah padat penduduk dengan harapan bisa menyatukan komunitas Katolik & Protestan, sementara PIRA tidak segan-segan melakukan aksi bersenjata di wilayah padat penduduk - termasuk aksi pengeboman - dengan tujuan membuat korban dari pihak musuh sebanyak mungkin hingga Inggris setuju untuk pergi dari Irlandia Utara.

Terpecahnya IRA yg diikuti dengan berdirinya PIRA yg menyatakan tidak segan-segan melakukan aksi bersenjata terhadap kaum loyalis memunculkan ketakutan baru bagi kaum loyalis & Protestan. Maka pada tahun 1971, kaum loyalis kembali membentuk organisasi paramiliter baru bernama Ulster Defence Association (UDA) yg bertujuan untuk melindungi keberadaan kaum loyalis-Protestan & mengimbangi aktivitas PIRA di mana mereka menyatakan baru akan berhenti beraksi bila PIRA juga menghentikan aksinya. Terpecahnya IRA & kemunculan UDA - beserta UVF beberapa tahun sebelumnya - menandai periode baru dalam The Troubles di mana konflik yg semula hanya sebatas kerusuhan sipil berubah menjadi perang bersenjata...
1970an
Broom icon.svg
Artikel ini perlu dirapikan agar memenuhi standar Wikipedia
Merapikan artikel bisa berupa membagi artikel ke dalam paragraf atau wikifikasi artikel. Setelah dirapikan, tolong hapus pesan ini.

Awal hingga pertengahan dekade 1970-an merupakan salah satu era paling berdarah dalam perkembangan The Troubles karena di masa ini, IRA - terutama PIRA - sedang giat-giatnya melakukan aksi bersenjata yg ditujukan terhadap tentara Inggris & kaum loyalis. Tanggal 25 Mei 1971 misalnya, PIRA meledakkan bom waktu di markas tentara Inggris di Belfast yg menewaskan seorang sersan Inggris & melukai 2 tentara Inggris, 1 polisi RUC, serta 18 warga sipil. Aksi-aksi bersenjata juga dilakukan oleh kelompok paramiliter loyalis - terutama UVF - yg ditujukan terhadap mereka yg dianggap terlibat dalam jaringan IRA, salah satunya adalah aksi pengeboman bar McGurk yg mengakibatkan 15 warga sipil tewas & 17 lainnya luka-luka.

Salah satu peristiwa paling penting dalam dekade 1970-an adalah insiden Minggu Berdarah yg terjadi pada tanggal 30 Januari 1972 di area Bogside (lagi), Kota Derry. Ada sejumlah versi mengenai apa yg sebenarnya terjadi dalam peristiwa itu, namun versi yg banyak diyakini adalah pihak militer Inggris mendengar bahwa ada sejumlah sniper IRA yg menyamar dalam demonstrasi yg dilakukan NICRA. Kabar tersebut lalu direspon dengan penerjunan pasukan Inggris ke wilayah Bogside, Derry, yg kemudian melepaskan tembakan ke arah kerumuman demonstran sehingga 14 orang tewas tertembak & 13 lainnya terluka. Pihak tentara mengatakan bahwa mereka hanya bereaksi karena diserang lebih dulu oleh demonstran memakai senapan & bom rakitan, namun klaim itu dibantah oleh saksi mata yg mengatakan tak satupun dari demonstran yg ditembak membawa atau menggunakan senjata.

Lepas dari klaim masing-masing pihak, peristiwa Minggu Berdarah membawa dampak negatif, baik bagi tentara Inggris maupun perkembangan The Troubles sendiri. Sebelum peristiwa Minggu Berdarah, warga Katolik bersikap hangat kepada tentara Inggris karena menganggap mereka sebagai pihak netral yg bisa diandalkan untuk melindungi mereka dari konflik sektarian. Namun usai peristiwa penembakan tersebut, opini mereka berubah di mana mereka kemudian menganggap pihak tentara tidak ada bedanya dengan kelompok paramiliter Ulster & polisi RUC yg semena-mena. Di sisi lain, berubahnya opini warga Katolik terhadap tentara Inggris membuat perkembangan The Troubles semakin rumit karena sesudah peristiwa Bloody Sunday, jumlah orang yg bergabung ke PIRA bertambah banyak. Politikus William Craig bahkan menyatakan bahwa pasca peristiwa ini, cara terbaik untuk meredakan konflik adalah membiarkan wilayah-wilayah di Irlandia Utara yg didominasi Katolik untuk bergabung ke Irlandia.

Pertengahan 1972, OIRA memutuskan untuk melakukan gencatan senjata. Dua tahun sesudahnya, OIRA terpecah menjadi Partai Pekerja (Worker's Party) yg dibentuk sebagai upaya oleh sejumlah mantan anggota IRA menggapai tujuannya tanpa jalan kekerasan & Pasukan Pembebasan Nasional Irlandia (Irish National Liberation Army; INLA) yg berisi sisa-sisa anggota OIRA yg memilih tetap melanjutkan aksi-aksi bersenjata. INLA juga memiliki partai politik tersendiri, yaitu Irish Republican Socialist Party (IRSP) di mana keduanya sama-sama berhaluan sosialis Marxis. Di lain pihak, PIRA sempat mengumumkan gencatan senjata pada tahun 1975, namun gencatan senjata tersebut hanya berlangsung selama beberapa bulan & sesudah itu, PIRA kembali memulai aksi bersenjatanya.

Tahun 1973, sempat dilakukan perundingan antara perwakilan Inggris, Irlandia, kaum nasionalis, & kaum unionis. Perundingan itu lalu menghasilkan kesepakatan yg dikenal sebagai Perjanjian Sunningdale. Inti dari Perjanjian Sunningdale adalah membentuk parlemen eksekutif di mana kaum loyalis akan berbagi kekuasaan dengan kaum nasionalis & pembentukan konsul yg diharapkan bisa meningkatkan kerja sama antara Irlandia Utara dengan Republik Irlandia. Perjanjian tersebut didukung oleh sejumlah partai unionis & nasionalis, namun ditolak oleh PIRA yg hanya menginginkan "Irlandia bersatu" sebagai solusi akhir bagi aksi perlawanan mereka. Di lain pihak, kaum unionis & loyalis garis keras juga menolak perjanjian tersebut karena perjanjian tersebut dianggap terlalu pro-Irlandia & kaum nasionalis.

Perjanjian Sunningdale tidak berumur panjang setelah Brian Faulkner selaku kepala badan eksekutif mengundurkan diri usai partainya, Ulster Unionist Party (UUP), menarik diri dari perjanjian. Mundurnya Faulkner & partainya disebabkan oleh tekanan akibat aksi-aksi kekerasan & sabotase massal di Irlandia Utara oleh Ulster Workers' Council yg dibentuk dari kelompok pekerja simpatisan loyalis & unionis yg anti Perjanjian Sunningdale. UUP lalu membentuk United Ulster Unionist Council (UUUC) sebagai semacam koalisi dengan partai-partai unionis lain yg menentang Perjanjian Sunningdale untuk mengikuti pemilu beberapa bulan pasca mundurnya Faulkner. Hasilnya, mereka yg menentang Perjanjian Sunningdale berhasil memenangkan suara mayoritas sehingga perjanjian itu pun resmi berakhir sejak pertengahan 1974.

Bulan Mei 1974, terjadi insiden ledakan bom di kota Dublin & Monaghan, Republik Irlandia, yg mengakibatkan tewasnya 33 orang & melukai ratusan orang lainnya. Aksi pengeboman tersebut juga disebut-sebut sebagai aksi pengeboman dalam satu peristiwa yg paling banyak mengakibatkan korban selama The Troubles. Agak ironis mengetahui bahwa insiden yg memakan korban sebesar itu dalam satu peristiwa justru terjadi di luar wilayah konflik yg sebenarnya (baca : Irlandia Utara). Tidak ada yg mengaku bertanggung jawab dalam insiden tersebut sebelum kelompok loyalis UVF mengaku pada tahun 1993 bahwa mereka yg melakukan aksi pengeboman tersebut.

Tahun 1979, Inggris dikejutkan oleh kematian 3 figur pentingnya, yaitu Richard Sykes (duta besar Inggris untuk Belanda), Airey Neave (anggota parlemen Partai Konservatif Inggris), & Lord Louis Mountbatten (sepupu Ratu Elizabeth yg juga merupakan veteran Perang Dunia II). Sykes dibunuh oleh anggota PIRA di Den Haag, Neave terbunuh ketika mobil pribadinya diledakkan oleh anggota INLA, sementara Mountbatten tewas bersama 5 anggota keluarganya setelah kapal pesiar pribadi yg mereka naiki meledak di perairan laut dekat Sligo, Irlandia. Selain ketiga figur penting tersebut, jumlah korban tewas dari pihak tentara Inggris & polisi RUC juga terus bertambah akibat aksi-aksi pembunuhan yg sebagian besar dilakukan oleh PIRA.
1980-1990

Awal dekade 1980 dibuka dengan aksi mogok makan yg dilakukan oleh 7 orang simpatisan republik yg ditahan oleh Inggris di Penjara Maze. Aksi mogok makan tersebut dilakukan sebagai aksi protes terhadap kebijakan Pemerintah Inggris yg menangkap mereka yg diduga sebagai simpatisan republik tanpa proses pengadilan & tindakan kasar petugas penjara terhadap tahanan. Sebelumnya, pada tahun 1976 sekelompok simpatisan republikan yg ditahan di penjara yg sama juga melakukan aksi protes berupa penolakan memakai seragam penjara yg diikuti dengan aksi mengotori dinding penjara dengan kotoran & air seni 2 tahun sesudahnya. Aksi mogok makan yg dilakukan pada tahun 1980 tersebut berlangsung selama 53 hari, yaitu dimulai pada tanggal 27 Oktober & berakhir pada tanggal 18 Desember.

Setahun kemudian, ketika mengetahui bahwa tuntutan para peserta aksi mogok makan pada tahun 1980 tidak dipenuhi, para tahanan simpatisan republik kembali melakukan aksi mogok makan. Berbeda dengan aksi mogok makan sebelumnya, aksi mogok makan pada tahun 1981 dilakukan dengan interval beberapa hari antar pesertanya dengan tujuan untuk menarik perhatian publik lebih besar. Aksi mogok makan dimulai oleh Bobby Sands pada tanggal 1 Maret 1981. Uniknya, saat dia menjalani aksi mogok makan tersebut, ia terpilih sebagai salah satu anggota parlemen di Westminster. 66 hari sesudah ia memulai aksi mogok makannya, Bobby Sands akhirnya meninggal akibat kelaparan & prosesi pemakamannya di Belfast dihadiri oleh 100.000 orang lebih. Meninggalnya Sands akibat aksi mogok makan kemudian diikuti oleh kematian kesembilan peserta mogok makan lainnya selama 3 bulan berikutnya.

Sesuai keinginan penggagas & pesertanya, aksi mogok makan yg dilakukan pada tahun 1981 berhasil menarik perhatian masyarakat dunia & menaikkan pamor komunitas nasionalis republik. Beberapa tempat di dunia didirikan atau diberi nama yg mengandung unsur "Bobby sands" sebagai bentuk penghormatan, sementara di wilayah lain aksi-aksi protes mengecam pemerintah Inggris meledak pasca meninggalnya Bobby Sands. Di lain pihak, jumlah pemuda yg bergabung ke dalam kelompok paramiliter PIRA juga meningkat pesat. Hal tersebut mengikuti tren yg terjadi pasca insiden Bloody Sunday pada tahun 1972 di mana semakin banyak yg tertarik untuk bergabung ke PIRA & secara langsung menambah kekuatan bagi mereka untuk terus menjalankan aksi-aksi bersenjata.

Tanggal 12 Oktober 1984, terjadi aksi pengeboman di Hotel Grand di Brighton, Inggris. Aksi pengeboman tersebut menarik atensi publik begitu besar karena di saat bersamaan, Perdana Menteri Inggris Margaret Thatcher sedang berada di sana dalam kongres Partai Konservatif. Tercatat 5 orang terbunuh & 34 lainnya luka-luka, namun Thatcher sendiri selamat dalam aksi pengeboman tersebut. Aksi pengeboman tersebut dianggap sebagai aksi balas dendam PIRA terhadap pemerintah Inggris atas kematian Bobby Sands & simpatisan republikan lainnya dalam aksi mogok makan tahun 1981.

Lima tahun pasca aksi mogok makan tahun 1981, terjadi perpecahan dalam tubuh partai republikan Sinn Fein - partai yg disebut-sebut sebagai sayap politik PIRA. Perpecahan tersebut disebabkan karena sejumlah anggota Sinn Fein berusaha memanfaatkan momentum untuk menggalang dukungan melalui jalan politik pasca aksi mogok makan yg menaikkan pamor kaum nasionalis republik. Upaya tersebut dianggap bertentangan dengan kebijakan Sinn Fein untuk selalu menolak mengambil jatah kursi parlemen di Irlandia Utara sejak Irlandia Utara pertama kali terbentuk. Perbedaan pendapat tersebut membuat Sinn Fein terpecah menjadi 2 di mana pecahannya menamakan diri mereka Republican Sinn Fein. Terpecahnya Sinn Fein juga diikuti dengan munculnya pecahan baru dari kelompok PIRA bernama Continuity Irish Republican Army (CIRA) pada tahun yg sama.

Tahun 1985, Inggris melakukan pembicaraan dengan Irlandia & menghasilkan suatu kesepakatan yg dikenal sebagai Perjanjian Anglo-Irlandia. Inti dari perjanjian tersebut adalah pemberian hak kepada Irlandia sebagai penasihat bagi Irlandia Utara untuk menyelesaikan konflik & tidak akan ada perubahan dalam konstitusi Irlandia Utara, kecuali mayoritas dari anggotanya memilih untuk bergabung ke dalam komunitas republik. Namun, perjanjian tersebut juga mendapat penolakan baik dari kaum unionis maupun republik. Kaum unionis menolak perjanjian tersebut karena memberi keleluasaan bagi Irlandia untuk mencampuri kegiatan politik Irlandia Utara, sementara kaum republikan - khususnya PIRA - melakukan penolakan karena perjanjian tersebut masih menetapkan Irlandia Utara sebagai bagian dari Inggris. Lepas dari penolakan yg diterima, perjanjian tersebut tetap diimplementasikan oleh Inggris & Irlandia.
1991-1998

Awal dekade ini ditandai dengan mundurnya Margaret Thatcher dari kursi Perdana Menteri Inggris pada bulan November 1990. Secara keseluruhan, aksi-aksi kekerasan masih terjadi selama dekade 1990-an, namun intensitasnya sedikit lebih menurun dibandingkan dekade-dekade sebelumnya. Yg menarik, pada permulaan dekade ini jumlah korban tewas akibat serangan kaum loyalis sempat melampaui jumlah korban tewas akibat serangan kaum republikan. Belakangan diketahui bahwa pada periode ini, milisi-milisi loyalis mendapatkan sokongan senjata & informasi rahasia dari anggota intelijen Inggris.

Salah satu peristiwa kekerasan terbesar dalam dekade ini adalah peristiwa ledakan bom di pusat kota Manchester pada tanggal 15 Juni 1996. Insiden ledakan tersebut begitu diingat karena begitu besarnya dampak kerusakan yg ditimbulkan & korban cedera yg mencapai 200 orang. Ledakan tersebut juga disebut-sebut sebagai ledakan bom terbesar yg menimpa Inggris sejak Perang Dunia II. Sebagai akibatnya, banyak bangunan yg terpaksa dihancurkan & dibangun kembali. Belakangan diketahui bahwa PIRA yg melakukan aksi tersebut. Selain aksi ledakan bom di Manchester, PIRA juga meledakkan bom di London beberapa bulan sebelumnya di awal 1996 yg mengakibatkan kerugian puluhan juta poundsterling & bila ditotal dengan kerusakan dari pemboman Manchester, kerugian yg diderita mencapai setengah milyar poundsterling.

Lepas dari konflik yg masih terus berlanjut, upaya untuk mengakhiri konflik di Irlandia Utara semakin menemukan titik terang. Tahun 1998, pasca pembicaraan panjang yg diadakan sejak beberapa tahun sebelumnya antar partai-partai di Irlandia Utara beserta pemerintah Inggris & Irlandia, Perjanjian Belfast (dikenal juga sebagai Perjanjian Jumat Agung dirumuskan. Sejumlah poin penting dalam perjanjian ini antara lain Irlandia Utara tetap menjadi bagian dari Inggris kecuali mayoritas rakyatnya berubah pendirian, pendirian komisi HAM di Irlandia Utara, penyusunan sistem pemerintahan di Irlandia Utara yg komposisi anggotanya harus terdiri dari partai loyalis & republik, serta berakhirnya operasi militer Inggris di Irlandia Utara. Dicapainya Perjanjian Belfast juga disebut-sebut sebagai akhir dari The Troubles.

Berbagai perubahan dilakukan sebagai penerapan lanjutan dari Perjanjian Belfast. Salah satu perubahan penting yg dilakukan adalah reformasi dalam tubuh kepolisian RUC (Royal Ulster Constabulary) di mana pada tahun 2001, namanya diubah menjadi Police Service of Northern Ireland (PSNI) yg komposisi anggotanya terdiri dari 50% Katolik & 50% Protestan. Perubahan tersebut dilakukan untuk menghapus citra polisi di Irlandia Utara yg selama ini dianggap diskriminatif & semena-mena terhadap komunitas Katolik & nasionalis serta mengembalikan peran mereka sebagai penjaga ketertiban di Irlandia Utara usai penarikan mundur tentara Inggris.

Menjelang Perjanjian Belfast, kelompok-kelompok paramiliter di Irlandia Utara menghentikan aktivitas bersenjatanya untuk sementara waktu. Usai Perjanjian Belfast disahkan, pelucutan senjata masing-masing kelompok paramiliter dilakukan. Fokus utama dalam upaya pelucutan senjata adalah PIRA mengingat PIRA merupakan kelompok paramiliter terbesar & paling dominan semasa The Troubles berlangsung. Upaya tersebut akhirnya terwujud setelah pada tahun 2005, PIRA dipastikan sudah menghancurkan semua stok persenjataannya dengan disaksikan oleh tim pengawas independen. Setelah pelucutan senjata milik PIRA dilakukan, pelucutan senjata dilakukan kepada kelompok-kelompok paramiliter lain seperti UDA & UVF.

Kebijakan PIRA untuk mengakhiri kegiatan bersenjatanya ternyata tetap mendapat penolakan dari sejumlah simpatisannya. Oleh karena itu, pada tahun 1998 sejumlah simpatisan PIRA memutuskan untuk membelot & membentuk kelompok paramiliter baru bernama Real IRA (RIRA). RIRA memiliki agenda untuk melanjutkan aktivitas bersenjata yg selama ini dilakukan oleh PIRA. Dalam sejumlah aksinya, mereka diketahui bekerja sama dengan Continuity IRA (CIRA) yg juga merupakan pecahan dari PIRA tahun 1986. Bisa dibilang, tinggal RIRA & CIRA kelompok paramiliter di Irlandia Utara yg masih aktif sampai sekarang.
1999-2010

Lepas dari keberadaan kelompok-kelompok paramiliter kecil yg masih aktif hingga sekarang, usai tahun 2000 kondisi di Irlandia Utara sudah jauh lebih kondusif. Irlandia Utara sekarang menjadi salah satu lokasi tujuan investor & wisatawan di Britania Raya. Lukisan-lukisan dinding (mural) yg selama ini menjadi visualisasi perlawanan di Irlandia Utara kini menjadi saksi bisu sekaligus "galeri terbuka" untuk mengenang konflik berkepanjangan tersebut. Sikap terbuka & saling menghargai antar komunitas juga semakin meningkat.

Namun, konflik yg sudah berlangsung selama hampir 30 tahun tersebut tetap saja membawa konsekuensi negatif bagi wilayah setempat. Beberapa di antaranya adalah sikap sentimentil yg masih kerap muncul antara komunitas Katolik dengan Protestan, kasus-kasus pelanggaran HAM di Irlandia Utara selama the Troubles yg masih belum tertangani, korban jiwa & kerugian material akibat konflik, serta tekanan psikologis mendalam bagi masyarakat di Irlandia Utara yg berujung pada tingginya kasus perceraian, kecanduan alkohol, & bunuh diri dalam keluarga.
keroncong
keroncong
KAPTEN
KAPTEN

Male
Age : 70
Posts : 4535
Kepercayaan : Islam
Location : di rumah saya
Join date : 09.11.11
Reputation : 67

Kembali Ke Atas Go down

protestan dan katolik saling bunuh (konflik irlandia utara) Empty Re: protestan dan katolik saling bunuh (konflik irlandia utara)

Post by F-22 Tue Apr 16, 2013 10:26 am

Selain judulnya yg agak provokatif, terima-kasih buat TS yg telah menjelaskan kalo konflik di irlandia bukan konflik berlatar-belakang krn (perintah) agama. Tapi lebih ke masalah: sosial & politik dan mungkin juga ekonomi. Ndak ada saling ngebom gereja disono. Dan syukur alhamdulilah SEKARANG ini masalah disono hampir selesai. Sudah tidak ada kekerasan yg berarti lagi. Gerilyawan IRA sudah meletakkan senjata & lebih memilih perjuangan lewat politik. Oh .......... indahnya hidup di negara yg beradab, segala masalah bisa diselesaikan dg cara2 damai.

Bandingkan dg sunni vs syiah di negara2 surga islam spt pakistan, irak dll. Mereka saling meng-kapirkan satu sama laen. Saling ngebom mesjid kelompok lawannya. Saling meledakkan BOM BUNUH DIRI di pasar dst. Oh ........ sungguh NERAKA DUNIA .............

Ndak tau sampe kapan masalah sunni vs syiah ini bisa selesai. Mungkin sampe kiamat pun ndak akan selesai. Masing2 pihak ingin MELENYAPKAN kelompok lawannya. Sunni indonesia pun sering menggerebek kaum syiah disini. Mereka ingin melenyapkan syiah dr indonesia.

ketawa guling


Terakhir diubah oleh F-22 tanggal Tue Apr 16, 2013 12:38 pm, total 1 kali diubah
F-22
F-22
LETNAN SATU
LETNAN SATU

Male
Posts : 2414
Kepercayaan : Protestan
Location : Indonesia
Join date : 02.11.12
Reputation : 28

Kembali Ke Atas Go down

protestan dan katolik saling bunuh (konflik irlandia utara) Empty Re: protestan dan katolik saling bunuh (konflik irlandia utara)

Post by F-22 Tue Apr 16, 2013 10:40 am

Satu lagi hal yg memastikan konflik di irlandia bukanlah konflik agama adalah krn konflik tsb cuma berada di irlandia (lokal).

Bandingkan dg konflik sunni vs syiah yg terjadi secara GLOBAL di seluruh dunia termasuk di indonesia.


basi
F-22
F-22
LETNAN SATU
LETNAN SATU

Male
Posts : 2414
Kepercayaan : Protestan
Location : Indonesia
Join date : 02.11.12
Reputation : 28

Kembali Ke Atas Go down

protestan dan katolik saling bunuh (konflik irlandia utara) Empty Re: protestan dan katolik saling bunuh (konflik irlandia utara)

Post by keroncong Tue Apr 16, 2013 10:46 am

daftar kejahatan kemanusiaan protestan terhadap katolik

The names Protestant Action Force (PAF) and, less commonly, Protestant Action Group (PAG) were used by the Ulster Volunteer Force (UVF) to avoid taking blame for attacks during "The Troubles" in Northern Ireland.[1] The names were first used by the UVF in 1974, and have since been used to claim the killings of at least 41 civilians.[2]

The names were used to claim responsibility for the following attacks:

1970s

10 October 1974: Shooting dead a Catholic civilian in Newtownabbey, County Antrim.
11 October 1974: Shooting dead a Catholic civilian on Brougham Street, Belfast.
18 October 1974: Exploding a bomb outside a Catholic school in Belfast, injuring 12 people (including children).[3]
18 October 1974: Shooting two Catholic street-sweepers in Belfast.[3]
27 October 1974: Shooting dead a Catholic civilian near Portadown, County Armagh. His body was found in a farmyard off Mullantine Road.[4]
8 November 1974: Shooting dead a Catholic civilian on Byron Street, Belfast. This was claimed as retaliation for the Guildford pub bombings.[5]
9 November 1974: Shooting dead two Catholic civilians in Templepatrick, County Antrim.
12 November 1974: Shooting dead a Catholic civilian on Carolan Road, Belfast.
20 November 1974: A gun attack on Falls Bar at Aughnamullan, County Tyrone. A Catholic civilian was killed and another wounded. This was claimed as retaliation for the killing of Royal Ulster Constabulary (RUC) officer in Craigavon earlier that day.[6]
5 April 1975: Bombing McLaughlin's bar in Belfast. Two Catholic civilians were killed.
21 April 1975: Killing three Catholic civilians with a booby trap bomb near Dungannon, County Tyrone.
22 April 1975: Shooting dead a Catholic civilian in Aughnacloy, County Tyrone.
27 April 1975: Shooting dead three Catholic civilians in Bleary, County Down and wounding ten others.[7][8]
14 May 1975: An attempted bomb attack on the Catholic-owned Hill Tavern in Belfast. A 15 lb bomb was thrown into the pub but the security guard kicked it outside before it exploded. Seven were hurt by the blast.[9]
21 May 1975: Blowing up the Christian Brothers Past Pupils Union building on Antrim Road, Belfast.[10]
22 May 1975: Killing a Catholic civilian on Hightown Road, Newtownabbey. He was killed by a booby-trap bomb hidden in a flask at the building site where he was working.[10]
23 May 1975: Shooting dead two Catholic civilians in a flat in Mount Vernon, Belfast. The two brothers had been playing cards with Protestant friends. The gunmen told them to lie face-down and shot them in the back of the head.[11]
19 June 1975: Killing a Catholic civilian with a bomb on Great Patrick Street, Belfast.
20 June 1975: Shooting dead a Catholic civilian on Ballymena Street, Belfast.
22 June 1975: Shooting dead a Catholic civilian in Greenisland, County Antrim.
24 August 1975: Shooting dead two Catholic civilians near Newtownhamilton, County Armagh.

1980s

24 October 1982: Killing a Catholic civilian in Belfast. He was kidnapped and beaten-to-death in an alley off Brookmount Street.[12]
25 October 1982: Shooting dead a civilian Sinn Féin member in Armagh.
20 November 1982: Shooting dead a Catholic civilian in Dundonald, County Down. This was claimed as retaliation for the killing of Lenny Murphy, one of the "Shankill Butchers". It vowed to kill another three Catholics to avenge his death.[13]
23 April 1983: Exploding bomb in the Hole-in-the-Wall pub in Belfast, which was frequented by Catholics. There were no injuries.[14]
29 October 1983: Shooting dead a civilian Workers' Party member in Greencastle, Belfast.
8 November 1983: Shooting dead a Catholic civilian in Armagh. In 1986, four members of the British Army's Ulster Defence Regiment (UDR) – the "UDR Four" – were convicted of the murder.
5 December 1983: Shooting dead an Irish National Liberation Army volunteer in Newtownabbey, County Antrim.
31 October 1984: Shooting dead a Catholic civilian at his home on Mountainview Drive, Belfast.[15]
23 November 1984: Shooting dead a civilian Sinn Féin member in Newtownabbey, County Antrim.
10 July 1986: Shooting dead a Catholic civilian on Snugville Street, Belfast.
14 July 1986: Shooting dead a Catholic civilian in Ligoniel, Belfast.
19 July 1986: Shooting dead a Catholic civilian on Antrim Road, Belfast.
16 September 1986: Shooting dead a Catholic civilian in the grounds of Holy Cross Roman Catholic Church on Crumlin Road, Belfast. This was claimed as retaliation for the killing of UVF member John Bingham two days before.[16]
17 September 1986: Shooting dead a Catholic civilian in Smithfield, Belfast.
15 May 1988: A gun attack on Avenue Bar, Union Street, Belfast. Three Catholic civilians were killed.[17]
8 August 1988: Shooting dead two Catholic civilians in Belfast.
10 March 1989: Shooting dead a Catholic civilian security guard outside Orient Bar on Springfield Road, Belfast.

1990s

7 January 1990: Shooting dead a Catholic civilian taxi driver. He was found dead in his car at Aghacommon near Lurgan, County Armagh.
6 October 1990: Shooting dead a Catholic civilian at Oxford Island, County Armagh.
24 October 1990: Shooting dead a Catholic civilian taxi driver near Moy, County Tyrone. This was claimed as retaliation for the killing of Protestant taxidriver in Belfast.[18]
28 March 1991: Shooting dead three Catholic civilians in Craigavon, County Armagh. This was claimed as retaliation for the alleged shooting and wounding of a Protestant woman.[19]

It was first used by a loyalist organisation from the 1920s. The original PAG was formed by Protestant unionists in Dunmanway, County Cork, affiliated to the Anti-Sinn Féin League and the Grand Orange Lodge of Ireland. The IRA suspected this group of passing on intelligence to British forces during the War of Independence
keroncong
keroncong
KAPTEN
KAPTEN

Male
Age : 70
Posts : 4535
Kepercayaan : Islam
Location : di rumah saya
Join date : 09.11.11
Reputation : 67

Kembali Ke Atas Go down

protestan dan katolik saling bunuh (konflik irlandia utara) Empty Re: protestan dan katolik saling bunuh (konflik irlandia utara)

Post by F-22 Tue Apr 16, 2013 12:42 pm

Dasar muslim kehabisan berita. Berita basi puluhan tahun yg lalu masih diulang2 lagi.

Sekarang kristen & katholik irlandia sudah rangkul2an disono.


ketawa guling nyerah ketawa guling
F-22
F-22
LETNAN SATU
LETNAN SATU

Male
Posts : 2414
Kepercayaan : Protestan
Location : Indonesia
Join date : 02.11.12
Reputation : 28

Kembali Ke Atas Go down

protestan dan katolik saling bunuh (konflik irlandia utara) Empty Re: protestan dan katolik saling bunuh (konflik irlandia utara)

Post by Penyaran Thu Apr 18, 2013 8:28 pm

protestan dan katolik saling bunuh (konflik irlandia utara) 923947
BELFAST, Northern Ireland — Irish Catholic militants attacked riot police Thursday in a divided corner of Belfast as the
most polarizing day on Northern Ireland's calendar reached a typically ugly end — and yet managed, amid the smoke and chaos, to take a few tentative steps toward compromise.

Many hours of violence in the hardline Catholic Ardoyne district marked the fourth straight year that the area has descended into anarchy following the annual passage of Protestant marchers from the Orange Order brotherhood.

Massive Orange parades across Northern Ireland each July 12 — an official holiday that commemorates the Protestant side's victory in 17th-century religious warfare — often stoke conflict with Catholics, who despise the annual marches as a Protestant show of superiority.

But in recent years, as British authorities have restricted the Protestants' march routes, a drab stretch of road that passes a row of Ardoyne shops has become the focal point for province-wide animosity. There, the decades-old battle for supremacy between the British Protestant majority and Irish Catholic minority wages a yearly test of wills, with heavily armored police stuck in the middle.

A British government-appointed Parades Commission sought to defuse the Ardoyne conflict this year by ordering the Orangemen to march along Crumlin Road by 4 p.m. local time, three hours sooner than normal. Protestant leaders grudgingly accepted the deadline rather than mount a later standoff, and all sides agreed this gesture kept a bad situation from turning even worse.

The Parades Commission and police also permitted Ardoyne residents for the first time to stage their own march on the road a few hours later in a bid to balance competing rights. Protracted violence by masked Ardoyne youths followed that second gesture.

As the rioting headed toward midnight, police said nine officers had been wounded and two rioters arrested. They said rioters had hijacked and burned three cars and were tossing occasional Molotov cocktails at police lines. Officers responded by firing a half-dozen plastic bullets, blunt-nosed cylinders designed to knock down the target without penetrating the skin.

The sectarian showdown on Crumlin Road demonstrated how, despite a two-decade peace process and five years of a joint Catholic-Protestant government, Northern Ireland at grass-roots level still faces a long, uncertain journey to achieve reconciliation

http://www.deseretnews.com/article/765589472/Belfast-Catholics-riot-after-token-Orange-march.html
avatar
Penyaran
LETNAN SATU
LETNAN SATU

Male
Posts : 2559
Join date : 03.01.12
Reputation : 115

Kembali Ke Atas Go down

protestan dan katolik saling bunuh (konflik irlandia utara) Empty Sesama Kristen, Protestan dan Katolik Irlandia Utara Saling Bunuh

Post by Penyaran Thu Apr 18, 2013 8:30 pm

protestan dan katolik saling bunuh (konflik irlandia utara) Kristen-protestan-katolik-konfli
BELFAST IRLANDIA (voa-islam.com) – Sesama umat kristiani, Protestan dan Katolik berhadap-hadapan dalam perang agama di di Belfast Irlandia Utara.

Konflik sektarian sesama umat Kristen antara Protestan dan Katolik kembali pecah di Belfast Irlandia Utara. Konflik ini semakin meruncing terus-menerus tiap tahunnya akibat eksistensi kepentingan politik dan golongan yang berdiri di belakang perisai agama.

Dikutip Associated Press, Selasa (21/6) kepolisian Irlandia Utara menyatakan puluhan orang menggunakan topeng mengerubungi jalanan di Short Strand, yang merupakan daerah warga Katolik di Belfast. Menurut Wali Kota Belfast Niall O'Dongghaile, sekira 100 orang menyerang rumah dengan menggunakan cat dan bom molotov.

Konflik berdarah di Irlandia Utara sejak dahulu telah terjadi antara kaum Ulyster (didukung oleh Protestan) yang ingin bergabung dengan Inggris Raya melawan pihak IRA (didukung oleh Katolik) yang menginginkan kemerdekaan Irlandia Utara. Namun pada konflik saat ini terjadi karena parade tahunan 12 Juli, di mana para demonstran yang tergabung dalam Orange Order diserbu secara tiba-tiba.

Orange Order sendiri merupakan organisasi persaudaraan bagi penganut agama Kristen Protestan yang berbasis di Irlandia Utara dan Skotlandia. Nama Orange diambil dari nama William of Orange yang mengalahkan pasukan Katolik James II dalam Perang Boyne 1690.

Menyedihkan jika melihat kelakuan para masyarakat yang membawa bendera agama dan keyakinan untuk kepentingan politik dan golongan semata. Protestan dan Katolik saling bunuh dan berperang, padahal para penginjil dan misionaris di tempat lain sibuk mempropagandakan Kristen sebagai agama kasih. [silum/jwbn]

http://www.voa-islam.com/news/world-world/2011/06/22/15382/sesama-kristen-protestan-dan-katolik-irlandia-utara-saling-bunuh/
avatar
Penyaran
LETNAN SATU
LETNAN SATU

Male
Posts : 2559
Join date : 03.01.12
Reputation : 115

Kembali Ke Atas Go down

protestan dan katolik saling bunuh (konflik irlandia utara) Empty Muslim bunuh diri ngebom mesjid, Tokoh Ulama Sunni Suriah Tewas

Post by F-22 Thu Apr 18, 2013 9:44 pm

http://news.detik.com/read/2013/03/22/033545/2200676/1148/bom-bunuh-diri-meledak-di-masjid-suriah-tokoh-ulama-sunni-tewas?9911012

Bom Bunuh Diri Meledak di Masjid Suriah, Tokoh Ulama Sunni Tewas

Damaskus - Sebuah bom bunuh diri meledak di sebuah masjid di pusat kota Damaskus, Suriah. Ledakan itu menewaskan pimpinan Sunni pro pemerintah dan 14 orang lainnya.

"Pimpinan Mohammed Saeed Ramadan al-Bouti tewas oleh serangan bunuh diri teroris di sebuah masjid di Damaskus," demikian dilaporkan stasiun TV Suriah yang diberitakan oleh AFP, Jumat (22/3/2013).

"Bouti tewas saat memberikan ceramah kepada pelajar Islam di masjid Iman," tambah pemberitaan itu.

Pengamat HAM Suriah mengatakan sekitar 15 orang tewas dalam serangan tersebut, termasuk Bouti. Belasan orang lainnya mengalami luka. Kantor berita SANA menyebut 14 orang tewas dan 40 lainnya cedera.

Pelaku masuk ke dalam masjid dan seketika meledakkan dirinya. Bouti adalah pimpinan spritual Sunni yang pro pemerintah. Setiap sekali dalam seminggu, televisi menyiarkan salat Jumat yang dipimpin oleh Bouti.
F-22
F-22
LETNAN SATU
LETNAN SATU

Male
Posts : 2414
Kepercayaan : Protestan
Location : Indonesia
Join date : 02.11.12
Reputation : 28

Kembali Ke Atas Go down

protestan dan katolik saling bunuh (konflik irlandia utara) Empty Bum bum bum ............ muslim ngebom muslim di irak, 50 orang tewas

Post by F-22 Thu Apr 18, 2013 9:46 pm

http://www.republika.co.id/berita/internasional/global/12/03/21/m18dvd-alqaidah-klaim-bertanggung-jawab-atas-bom-di-irak

Bum bum bum ............ muslim ngebom muslim di irak, 50 orang tewas

REPUBLIKA.CO.ID, BAGHDAD -- Kelompok Alqaidah mengklaim bertanggung jawab atas serangkaian pemboman yang menewaskan 50 orang di Irak pada Selasa lalu. Pernyataan tersebut diposting dalam forum Honein jihad.

“Kami menyerang Irak secara bersamaan dan menargetkan pihak keamanan. Ini sebagai pesan pertemuan KTT Arab di Baghdad,” kata situs tersebut.

Serangan tersebut menghancurkan rencana kepala keamanan Irak dalam waktu beberapa jam. “Dalam beberapa jam, semua langkah keamanan pemerintah Syiah telah runtuh dan musuh terkejut,” kata situs tersebut pada Rabu (21/3). Sebelumnya, gelombang serangan senjata dan bom menewaskan 50 orang dan 255 orang lainnya luka-luka.

Serangan senjata dan bom tersebut mengguncang kota-kota kaya minyak di utara Kirkuk dan kota di selatan Karbala. Serangan paling mematikan terjadi di Karbala, dimana ledakan kembar di pinggir jalan di pintu masuk ke kota.

Ledakan juga terjadi di Baiji, Samarra, Tuz Khurmato, Daquq dan Dhuluiya, utara Baghdad, Hilla dan Latifiya di selatan. Polisi di kota timur laut Baquba mengatakan telah menjinakkan delapan bom.

Serangkaian serangan itu terjadi pada saat ulang tahun kesembilan invasi pimpinan AS ke Irak yang menggulingkan Saddam Hussein, dan terjadi hanya beberapa hari sebelum Baghdad menjadi tuan rumah pertemuan puncak KTT Liga Arab.

KTT Liga Arab dijadwalkan akan diadakan di Baghdad pada tanggal 27-29 Maret dan dihadiri 22 negara Arab. Untuk pertama kalinya Irak akan menjadi tuan rumah acara tersebut setelah lebih dari 20 tahun sejak Saddam menyerang Kuwait tahun 1990.
F-22
F-22
LETNAN SATU
LETNAN SATU

Male
Posts : 2414
Kepercayaan : Protestan
Location : Indonesia
Join date : 02.11.12
Reputation : 28

Kembali Ke Atas Go down

protestan dan katolik saling bunuh (konflik irlandia utara) Empty Bom Bunuh Diri di Irak Tewaskan 25 Orang

Post by F-22 Thu Apr 18, 2013 9:47 pm

http://www.republika.co.id/berita/internasional/timur-tengah/13/04/06/mku6ji-bom-bunuh-diri-di-irak-tewaskan-25-orang

Bom Bunuh Diri di Irak Tewaskan 25 Orang

protestan dan katolik saling bunuh (konflik irlandia utara) Ledakan-_120727153713-444

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Ledakan bom bunuh diri terencana saat kampanye terbuka untuk pemilihan tingkat provinsi di Irak wilayah tengah menewaskan 25 orang, Sabtu.

Serangan itu menandai kekerasan yang terus berlanjut dua pekan menjelang pemilihan tingkat provinsi pada 20 April 2013.

Kekerasan yang terus terjadi menimbulkan tanda tanya mengenai kredibilitas pemilihan di Irak yang pertama kali berlangsung sejak 2010, dan setelah 10 tahun invasi Amerika Serikat yang menyingkirkan Saddam Hussein . Pemilihan yang digadang untuk mewujudkan demokrasi stabil itu, malah meninggalkan banyak tindakan kekerasan.

Pendukung Muthanna Ahmed Abdulwahid, kandidat dari kelompok Suni untuk partai Azimun Ala Al-bina, mengadakan pertemuan di kota bergejolak Baquba, 60 kilometer (35 mil) wilayah utara Baghdad pada siang hari.. Saat pertemuan itu, seorang milisi melemparkan granat dan meledakkan bom bunuh diri, berdasarkan pernyataan seorang kolonel polisi dan petugas medis rumah sakit Baquba.

Sebanyak 25 orang tewas dan 60 lainnya mengalami luka-luka, kata sumber resmi pemrintah. Abudlwahid pun tampak menjadi korban luka akibat peristiwa itu.

Provinsi Diyala, dimana ibu kota Baquba terletak merupakan kawasan yang paling sering terjadi tindak kekerasan. Sebanyak 560 orang tewas pada 2012. Angka itu adalah yang tertinggi di Irak, menurut sumber LSM Irak Body Count yang bermarkas di Inggris.

Pemilihan ini merupakan yang pertama kali di Irak sejak pemilu parlemen Maret 2010 dan penarikan pasukan Amerika Serikat pada akhir 2011.
F-22
F-22
LETNAN SATU
LETNAN SATU

Male
Posts : 2414
Kepercayaan : Protestan
Location : Indonesia
Join date : 02.11.12
Reputation : 28

Kembali Ke Atas Go down

protestan dan katolik saling bunuh (konflik irlandia utara) Empty Re: protestan dan katolik saling bunuh (konflik irlandia utara)

Post by Sponsored content


Sponsored content


Kembali Ke Atas Go down

Topik sebelumnya Topik selanjutnya Kembali Ke Atas

- Similar topics

Permissions in this forum:
Anda tidak dapat menjawab topik