Kajian berita/kabar usia pernikahan Aisyah ra
FORUM LASKAR ISLAM :: PERBANDINGAN AGAMA :: FORUM LINTAS AGAMA :: Menjawab Fitnah, Tuduhan & Misunderstanding
Halaman 1 dari 1 • Share
Kajian berita/kabar usia pernikahan Aisyah ra
Assalamualaikum wr. Wb..
Tidak lupa untuk menaruh topik ini di forum ini, karena kafirin hobi menggunakan topik klaisik ini untuk menyerang atau hanya sekedar mencela rasulullah saw....
Dalam hal ini silahkan para kawan2 sekalian mengeluarkan pendapat/partisipasinya yg pernah didapat atau mendengar terkait usia pernikahan Nabi saw...
Sebagai permulaan...saya mulai dengan pendapat ulama dalam membuktikan kesalahan rumor yang bahkan sudah melekat di text2 yg diriwayatkan oleh para periwayat hadis....
Adalah Ulama Pakistan Habiburahman Khandhalwi yang menolak dengan Keras dan Tegas seruan diatas dengan mengatakan bahwa seruan tersebut tidak berdasar dan merupakan suatu kebohongan besar sekaligus pengkhianatan terhadap sejarah Islam.Beliau mengatakan, bahwa pernyataan tersebut merupakan konspirasi para pengkhianat Islam untuk mencemarkan kehormatan Nabi Saw.
Beliau mengemukakan beberapa banyak Hujjah(alasan) yang kuat untuk mendukung pendapatnya. Beliau berhujjah berdasar Al Quran, Hadits2 dan Tafsir atau perkataan sahabat, termasuk semua pendapat berdasarkan Fakta sejarah, sosiologi, psikologi, seksologi, dan statistik. Bahkan dengan tegas, beliau berhasil membuktikan bahwa cerita yang disebarkan para pengkhianat Islam adalah tidak berdasar dan rekayasa Belaka, dengan tujuan untuk menjatuhkan kepribadian Tinggi Nabi Saw, Aisyah RA, dan mereka yang terkemuka dalam Islam. Karena itu beliau dengan tegas membuktikan Bhawa :
Aisyah RA telah menikah pada Usia 16 Tahun (Bukan enam Tahun), dan Mulai tinggal bersama seuaminya ketika umurnya 19 tahun (Bukan Sembilan Tahun) setelah peristiwa Hijrah ke Madinah.
Penjelasan di atas, dan hujah hujah yang akan dibahas bisa dibuktikan dengan jelas dan tegas bahwa seseungguhnya Nabi Saw, Rasul terakhir, adalah manusia paling Agung di Alam semesta dan juga pembimbing serta guru terhebta dikalangan umat manusia, tidak menikahi gadis dibawah umur(yang berumur 6/9 Tahun).
Selain konspirasi yg merubah sejarah ini, ternyata harus ditambah adanya kesalahan dalam meriwayatkan hadis itu sendiri seperti yg sudah2 di bahas di wikipedia atau situs2 lainnya, bahwa adanya kealphaan dari Hisyam sebagai perawi hadis2 ini...
Manusia manusia munafik **bukan hisyam, melainkan yg ikut dalam mengubah text2 periwayatan***ini telah hidup bersama Rasulullah saw di Madinah. Allah telah membongkar tentang keadaan, niat dan kegiatan kegiatan orang munafik ini dalam Al Quran Surah Al Baqarah. Sejak saat itu mereka tidak menyianyiakan setiap kesempatan untuk menghalangi Islam dan orang orang Islam. Mereka terus mengganggu, dan mengukuhkan kedudukan mereka di abad kedua Islam. Mereka telah mencampur adukan fakta sejarah dan adat istiadat dengan pembohongan. Dengan berlalunya waktu, mereka berusaha terus untuk mencampur adukan fakta sejarah dan adat istiadat dengan pembohongan.
sementara itu, banyak ulama ahlu Sunnah yang gagal melihat peristiwa ini secara rasional dan menganggap apa yang terjadi terhadap keluarga nabi sebagai sesuatu yang khusus dan istimewa; tanpa menganalisa secara logis untuk membedakan mana yang benar dan mana yang palsu, bahkan banyak diantara mereka (yang terperangkap dengan dakwah golongan munafik dan kafir zindik) serta menerima cerita cerita palsu ini sebagai “kebenaran” dan seterusnya menyebarkan informasi tak berdasar ini dalam setiap ucapan dan penulisan mereka. Akibatnya banyak orang awam ahli sunnah, dengan tanpa sadar telah mengambil hal hal yang salah ini yang telah dibuat oleh para pembangkang, kekal hingga hari ini. Kendati demikian, juga ada Ulama Sunni dan orang awam sunniyang bisa membedakan antara yang benar dan yang palsu. Mereka dengan lantang menentang cerita cerita salah yang dibuat oleh golongan golongan pengkhianat ini pada setiap ceramah atau tulisan mereka. Meskipun mereka belum bisa sepenuhnya menghapus kebohongan yang beracun ini secara tuntas, namun demikian sedikit banyak, mereka telah berhasil memberikan panduan yang jelas untuk generasi yang akan datang, bahwa kisah kisah yang sebenarnya tentang pernikahan Aisyah RA atau Fatimah RA.
telah termaktub dalam sejarah bahwa pendeta Yahudi telah merubah ayat ayat suci Taurat dan Injil. Mereka telah mencoba untuk merubah Al Quran yang mulia tetapi gagal, sebab Al Quran mereupakan Ayat ayat Suci yang datang dari Allah yang Maha Kuasa dan Allah Swt sendiri yang menjaganya. Namun begitu, mereka telah berhasil menyebarkan cerita cerita dan pemikiran aneh dan salah tentang adat istiadat, budaya dan sejarah Islam. Mereka telah menyebabkan sebagian besar kalangan orang awam Islam terperosok dari jalan lurus seperti yang dikehendaki Allah swt, sebaliknya mengikuti ajaran kaum pengkhianat dalam kepercayaan dan perbuatannya tanpa mereka sadari.
Karena ini kita butuh tegas untuk hal ini mengenal siapa siapa sebenarnya orang munafik dan kaum pengkhianat ini – dan supaya kita tidak berprasangka buruk terhadap penulis penulis dulu dari kalangan ahli hadis dan tafsir, perawi atau penyususn, ulama ataupun ahli sejarah, ataupun penulis secara umumnya. Mereka adalah muslim yang baik dan telah meninggalkan warisan yang berharga. Mereka sudah meninggalkan kita khazanah ilmu dan peradaban yang sangat bernilai. Jadi sekarang tugas kita untuk memanfaatkannya sebaik mungkin.
Kita juga perlu mencari kaedah dan hukum untuk menilai hasil tulisan mereka guna membersihkan dari unsur unsur palsu dan bohong, juga cerita cerita Israiliyyat. Ini bukan masalah baru bagi kita (orang orang Islam) karena kita telah melakukannnya sejak awal dua abad pertama dalam menilai penulisan hadis. Kajian analisisi ini akan membantu kita membersihkan kotoran dari tubuh Islam yang bersih. Kita juga sebaiknya selalu ingat, bahwa berbagai perbedaan pendapat diantara kita hanyalah karena Allah. Karena tidak perlu egois untuk mencari menang sendiri.
Penjelasan Masalah
Sejak lama, diantara kita telah membaca dan mendengar bahwa Rasulullah saw menikahi Aisyah RA, anak perempuan Abu Bakar RA, pada saat umur Aisyah RA berumur enam tahun dan mereka mulai hidup bersama, ketika Aisyah RA berumur 9 tahun. Riwayat ini terdapat dalam kitab kitab hadis dan para ulama telah menjelaskan tanah Arab adalah tempat yang cuacanya sangat panas, oleh karena itu, oleh karena itu pada usia seperti itu anak anak perempuan disana lebih cepat besar(bongsor) dan baligh.
Berkaitan dengan riwayat tentang umur Aisyah RA pada waktu menikah dengan Rasulullah saw, kami tidak mengatakan kalau riwayat dari Hisyam bin Urwah di dalam Bukhari dan Muslim itu sebagai hadis maudhu(rakaan) dan kamipun tidak mengatakan bahwa perawi tersebut seorang pendusta. Sebaliknya kami mengiraHisyam telah melakukan kekhilafan atau kalpaan di dalam riwayat ini dengan menyebut “Sembilan Belas” sebagai “sembilan” dengan tidak sengaja. Dan ada beberapa Hujjah yang dapat mendukung pendapat ini.:
Hujjah Pertama : Bertentangan dengan Fitrah Manusia
Riwayat ini bertentangan dengan ftrah manusia dan pengalaman. Adalah mustahil hal ini dilakukan oleh Rasulullah saw dan hal ini sebenarnya tidak pernah terjadi. Jika peristiwa ini perah terjadi, maka musuh musuh Islam dan juga musuh musuh Nabi Saw pada waktu itu telah mengambil kesempatan untuk mempermainkan dan menghina Nabi Saw. Dan Jika tidak ada serangan terhada pribadi Rasulullah saw oleh musuh musuh Islam pada Masa itu, ini membuktikan bahwa peristiwa tersebut memang tidak pernah terjadi. Jika benar benar terjadi, bukankah ini mereupakan peluang emas musuh Islam untuk menyerang Islam dan Nabi saw.?Tidak ragu lagi bahwa riwayat ini tidak benar. Sumber utama Riwayat ini adalah Hisyam dan perawi perawi yang mengutipnya. Oleh karena itu keraguan hanya berkisar antara Hisyam.
Dalam kitab Rijal, isa kita temui contoh yang tidak terkira banyaknya. Ibnu al-Madini mengatakan tiga Riwayat Imama Malik adalah mungkar. Ahmad bin Hambal telah mengatakan Sufyan bin Unaiyah meriwayatkan lebih dari 30 Hadis mungkar. Ibnu Hazm telah mengatakan riwayat tentang mi’raj yang diriwayatkan Bukhari sebagai mungkar.
Ummul mukmminin Aisyah RA telah mengkritik beberapa riwayat yang diceritakan oleh para sahabat dan berkata “Saya tidak mengatakan mereka berdusta, tetapi sering kali telinga salah mendengar” Didalam Shahih Bukhari dan Shahih Muslim, terdapat beberapa riwayat seperti ini. Ini menunjukan bahwa terkadang suatu riwayat mungkin salah walaupun diriwayatkan oleh perawi paling tsiqh(jujur)sekalipun.
Keadaan ini terjadi karena kadang kadang seorang perawi itu tidak mendengar suatu percakapan dengan sepenuhnya. Kadang kadang pula perawi itu keliru dalam memahami maksud yang sebenarnya suatu ucapan. Ada kalanya dia lupa perkataan apa yang didengarnya. Ummul Mukminin Ra juga mengatakan seorang perawi mungkin keliru mendengar suatu percakapan. Contohnya perkataan sebenarnya yang diucapkan ialah sembilan belas’, tetapu perawi itu hanya mendengar perkataan “sembilan”. Bukankah sesekali khilaf itu manusiawi.?
Sedangkan para sahabat RA pun tidak terlepas dari berbuat khilaf, meskipun ia Umar Ra, Abu Hurairah RA, dan Ibnu Umar RA atau tabiin Urwah bin Azzubair dan anak laki lakinya Hisyam. Dengan mengatakan sahabatpun bisa melakukan kekhilafan atau kekeliruan, tak ada siapapun yang bisa mengatakan kalau Ummul Mukminin Aisyah RA sebagai seorang anti Hadis. Begitulah kiranya, bila kita mengatakan seorang perawi mungkin melakukan kekeliruan, kita tidak sedang menolak hadis tersebut, karena menolak hadis dan mengatakan kekeliruan adalah dual hal yang berbeda. Dengan kata lain, berdusta ialah suatu kesalahan tetapi melakukan kekelirian dan kekhilafan bukanlah suatu kesalahan.
Hujjah Kedua : Bertentanga dengan Akal Sehat
Suatu riwayat yang bertentangan dengan akal adalah palsu dan fiktif belaka. Ibnu Jauzi, salah satu nama besar dalam hal pengkritikan Hadis, ialah orang yang bertanggung jawab memperkenalkan prinsip ini. Riwayat yang dikeluarkan oleh Hisyam ini adalah bertolak belakang dengan akal, dan akal sehat tidak dapat menerimanya. Karenanya sangat aneh, apabila kita dapati tidak banyak cendekiawan yang senada dan menolak atau meragukan riwayat ini.
Hujjah Ketiga : Tidak ada contoh yang ditemui di negri arab atau di negri negri panas
Sampai hari ini tidak ditemui keterangan seperti ini – di Semenanjung Arab dan negara negara beriklim panas yang lain. Jika sekiranya ini menjadi perbuatan masyarakat Arab, niscaya kita akan dapati temukan beribu ribu contoh seperti ini dalam catatan sejarah. Sebaliknya, sekiranya peristiwa ini benar benar terjadi pada hari ini, ia hanya akan mendapat berita sensasi.
Ulama kita dan para pecinta Nabi SAW tidak menunjukan keberanian untk menyangkal riwayat ini dan sedihnya lagi, sebagian dari mereka tidak dapat menjadi contoh bagi umat, bila mereka sendiri menikahi anak perempuan mereka yang berumur sembilan tahun, atas nama sunnah dan berbangga karena menghidupkan sunnah! Ulama sepatutnya menunjukan contoh yang praktikal agar umat dapat mengikuti contoh tersebut.
Mungkin kita tidak percaya bahwa ulama kita pada masa lalu telah menolak penemuan saintifik yang bertentangan dengan pendapat mereka. Contoh klasik ialah, banyak dari mereka yang berpendapat matahari mengelilingi Bumi, namun ketika kajian saintifik mengatakan sebaliknya mereka tetap berpendirian dengan pendapat mereka. Dalam bahasa yang mudah mereka berkata “Saya tidak akan menerima dalam keadaan apapun”. Beginilah sikap mereka dalam hal ini, yaitu tentang umur Aisyah RA ketika menikah dengan Rasulullah saw.
Dengan hanya berkata “kami tidak menerima fakta sejarah” pernyataan seperti itu sama halnya tidak memberi makna apa apa bagi umat.
Berkenaan dengan sejarah, di satu pihak mereka menyebutkan, bahwa mereka tidak menerima sejarah, tetapi pada waktu yang sama mereka juga menerangkan cerita ‘Yazid yang jahat’ dari mimbar mimbar khutbah(walaupun hanya cerita sejarah yang direka). Bahkan cerita berkenaan Karbla telah diulas oleh ulama kita lebih hebat dari ahli sejarah. Padahal sebagaimana dipaparkan diatas sebenarnya hubungan Muawiyah dan keluarganya dengan Ali RA dan keuarganya tidak pernah terjadi apa apa, saling harmonis saling menolong dan membantu.
bersambung......
Tidak lupa untuk menaruh topik ini di forum ini, karena kafirin hobi menggunakan topik klaisik ini untuk menyerang atau hanya sekedar mencela rasulullah saw....
Dalam hal ini silahkan para kawan2 sekalian mengeluarkan pendapat/partisipasinya yg pernah didapat atau mendengar terkait usia pernikahan Nabi saw...
Sebagai permulaan...saya mulai dengan pendapat ulama dalam membuktikan kesalahan rumor yang bahkan sudah melekat di text2 yg diriwayatkan oleh para periwayat hadis....
Adalah Ulama Pakistan Habiburahman Khandhalwi yang menolak dengan Keras dan Tegas seruan diatas dengan mengatakan bahwa seruan tersebut tidak berdasar dan merupakan suatu kebohongan besar sekaligus pengkhianatan terhadap sejarah Islam.Beliau mengatakan, bahwa pernyataan tersebut merupakan konspirasi para pengkhianat Islam untuk mencemarkan kehormatan Nabi Saw.
Beliau mengemukakan beberapa banyak Hujjah(alasan) yang kuat untuk mendukung pendapatnya. Beliau berhujjah berdasar Al Quran, Hadits2 dan Tafsir atau perkataan sahabat, termasuk semua pendapat berdasarkan Fakta sejarah, sosiologi, psikologi, seksologi, dan statistik. Bahkan dengan tegas, beliau berhasil membuktikan bahwa cerita yang disebarkan para pengkhianat Islam adalah tidak berdasar dan rekayasa Belaka, dengan tujuan untuk menjatuhkan kepribadian Tinggi Nabi Saw, Aisyah RA, dan mereka yang terkemuka dalam Islam. Karena itu beliau dengan tegas membuktikan Bhawa :
Aisyah RA telah menikah pada Usia 16 Tahun (Bukan enam Tahun), dan Mulai tinggal bersama seuaminya ketika umurnya 19 tahun (Bukan Sembilan Tahun) setelah peristiwa Hijrah ke Madinah.
Penjelasan di atas, dan hujah hujah yang akan dibahas bisa dibuktikan dengan jelas dan tegas bahwa seseungguhnya Nabi Saw, Rasul terakhir, adalah manusia paling Agung di Alam semesta dan juga pembimbing serta guru terhebta dikalangan umat manusia, tidak menikahi gadis dibawah umur(yang berumur 6/9 Tahun).
Selain konspirasi yg merubah sejarah ini, ternyata harus ditambah adanya kesalahan dalam meriwayatkan hadis itu sendiri seperti yg sudah2 di bahas di wikipedia atau situs2 lainnya, bahwa adanya kealphaan dari Hisyam sebagai perawi hadis2 ini...
Manusia manusia munafik **bukan hisyam, melainkan yg ikut dalam mengubah text2 periwayatan***ini telah hidup bersama Rasulullah saw di Madinah. Allah telah membongkar tentang keadaan, niat dan kegiatan kegiatan orang munafik ini dalam Al Quran Surah Al Baqarah. Sejak saat itu mereka tidak menyianyiakan setiap kesempatan untuk menghalangi Islam dan orang orang Islam. Mereka terus mengganggu, dan mengukuhkan kedudukan mereka di abad kedua Islam. Mereka telah mencampur adukan fakta sejarah dan adat istiadat dengan pembohongan. Dengan berlalunya waktu, mereka berusaha terus untuk mencampur adukan fakta sejarah dan adat istiadat dengan pembohongan.
sementara itu, banyak ulama ahlu Sunnah yang gagal melihat peristiwa ini secara rasional dan menganggap apa yang terjadi terhadap keluarga nabi sebagai sesuatu yang khusus dan istimewa; tanpa menganalisa secara logis untuk membedakan mana yang benar dan mana yang palsu, bahkan banyak diantara mereka (yang terperangkap dengan dakwah golongan munafik dan kafir zindik) serta menerima cerita cerita palsu ini sebagai “kebenaran” dan seterusnya menyebarkan informasi tak berdasar ini dalam setiap ucapan dan penulisan mereka. Akibatnya banyak orang awam ahli sunnah, dengan tanpa sadar telah mengambil hal hal yang salah ini yang telah dibuat oleh para pembangkang, kekal hingga hari ini. Kendati demikian, juga ada Ulama Sunni dan orang awam sunniyang bisa membedakan antara yang benar dan yang palsu. Mereka dengan lantang menentang cerita cerita salah yang dibuat oleh golongan golongan pengkhianat ini pada setiap ceramah atau tulisan mereka. Meskipun mereka belum bisa sepenuhnya menghapus kebohongan yang beracun ini secara tuntas, namun demikian sedikit banyak, mereka telah berhasil memberikan panduan yang jelas untuk generasi yang akan datang, bahwa kisah kisah yang sebenarnya tentang pernikahan Aisyah RA atau Fatimah RA.
telah termaktub dalam sejarah bahwa pendeta Yahudi telah merubah ayat ayat suci Taurat dan Injil. Mereka telah mencoba untuk merubah Al Quran yang mulia tetapi gagal, sebab Al Quran mereupakan Ayat ayat Suci yang datang dari Allah yang Maha Kuasa dan Allah Swt sendiri yang menjaganya. Namun begitu, mereka telah berhasil menyebarkan cerita cerita dan pemikiran aneh dan salah tentang adat istiadat, budaya dan sejarah Islam. Mereka telah menyebabkan sebagian besar kalangan orang awam Islam terperosok dari jalan lurus seperti yang dikehendaki Allah swt, sebaliknya mengikuti ajaran kaum pengkhianat dalam kepercayaan dan perbuatannya tanpa mereka sadari.
Karena ini kita butuh tegas untuk hal ini mengenal siapa siapa sebenarnya orang munafik dan kaum pengkhianat ini – dan supaya kita tidak berprasangka buruk terhadap penulis penulis dulu dari kalangan ahli hadis dan tafsir, perawi atau penyususn, ulama ataupun ahli sejarah, ataupun penulis secara umumnya. Mereka adalah muslim yang baik dan telah meninggalkan warisan yang berharga. Mereka sudah meninggalkan kita khazanah ilmu dan peradaban yang sangat bernilai. Jadi sekarang tugas kita untuk memanfaatkannya sebaik mungkin.
Kita juga perlu mencari kaedah dan hukum untuk menilai hasil tulisan mereka guna membersihkan dari unsur unsur palsu dan bohong, juga cerita cerita Israiliyyat. Ini bukan masalah baru bagi kita (orang orang Islam) karena kita telah melakukannnya sejak awal dua abad pertama dalam menilai penulisan hadis. Kajian analisisi ini akan membantu kita membersihkan kotoran dari tubuh Islam yang bersih. Kita juga sebaiknya selalu ingat, bahwa berbagai perbedaan pendapat diantara kita hanyalah karena Allah. Karena tidak perlu egois untuk mencari menang sendiri.
Penjelasan Masalah
Sejak lama, diantara kita telah membaca dan mendengar bahwa Rasulullah saw menikahi Aisyah RA, anak perempuan Abu Bakar RA, pada saat umur Aisyah RA berumur enam tahun dan mereka mulai hidup bersama, ketika Aisyah RA berumur 9 tahun. Riwayat ini terdapat dalam kitab kitab hadis dan para ulama telah menjelaskan tanah Arab adalah tempat yang cuacanya sangat panas, oleh karena itu, oleh karena itu pada usia seperti itu anak anak perempuan disana lebih cepat besar(bongsor) dan baligh.
Berkaitan dengan riwayat tentang umur Aisyah RA pada waktu menikah dengan Rasulullah saw, kami tidak mengatakan kalau riwayat dari Hisyam bin Urwah di dalam Bukhari dan Muslim itu sebagai hadis maudhu(rakaan) dan kamipun tidak mengatakan bahwa perawi tersebut seorang pendusta. Sebaliknya kami mengiraHisyam telah melakukan kekhilafan atau kalpaan di dalam riwayat ini dengan menyebut “Sembilan Belas” sebagai “sembilan” dengan tidak sengaja. Dan ada beberapa Hujjah yang dapat mendukung pendapat ini.:
Hujjah Pertama : Bertentangan dengan Fitrah Manusia
Riwayat ini bertentangan dengan ftrah manusia dan pengalaman. Adalah mustahil hal ini dilakukan oleh Rasulullah saw dan hal ini sebenarnya tidak pernah terjadi. Jika peristiwa ini perah terjadi, maka musuh musuh Islam dan juga musuh musuh Nabi Saw pada waktu itu telah mengambil kesempatan untuk mempermainkan dan menghina Nabi Saw. Dan Jika tidak ada serangan terhada pribadi Rasulullah saw oleh musuh musuh Islam pada Masa itu, ini membuktikan bahwa peristiwa tersebut memang tidak pernah terjadi. Jika benar benar terjadi, bukankah ini mereupakan peluang emas musuh Islam untuk menyerang Islam dan Nabi saw.?Tidak ragu lagi bahwa riwayat ini tidak benar. Sumber utama Riwayat ini adalah Hisyam dan perawi perawi yang mengutipnya. Oleh karena itu keraguan hanya berkisar antara Hisyam.
Dalam kitab Rijal, isa kita temui contoh yang tidak terkira banyaknya. Ibnu al-Madini mengatakan tiga Riwayat Imama Malik adalah mungkar. Ahmad bin Hambal telah mengatakan Sufyan bin Unaiyah meriwayatkan lebih dari 30 Hadis mungkar. Ibnu Hazm telah mengatakan riwayat tentang mi’raj yang diriwayatkan Bukhari sebagai mungkar.
Ummul mukmminin Aisyah RA telah mengkritik beberapa riwayat yang diceritakan oleh para sahabat dan berkata “Saya tidak mengatakan mereka berdusta, tetapi sering kali telinga salah mendengar” Didalam Shahih Bukhari dan Shahih Muslim, terdapat beberapa riwayat seperti ini. Ini menunjukan bahwa terkadang suatu riwayat mungkin salah walaupun diriwayatkan oleh perawi paling tsiqh(jujur)sekalipun.
Keadaan ini terjadi karena kadang kadang seorang perawi itu tidak mendengar suatu percakapan dengan sepenuhnya. Kadang kadang pula perawi itu keliru dalam memahami maksud yang sebenarnya suatu ucapan. Ada kalanya dia lupa perkataan apa yang didengarnya. Ummul Mukminin Ra juga mengatakan seorang perawi mungkin keliru mendengar suatu percakapan. Contohnya perkataan sebenarnya yang diucapkan ialah sembilan belas’, tetapu perawi itu hanya mendengar perkataan “sembilan”. Bukankah sesekali khilaf itu manusiawi.?
Sedangkan para sahabat RA pun tidak terlepas dari berbuat khilaf, meskipun ia Umar Ra, Abu Hurairah RA, dan Ibnu Umar RA atau tabiin Urwah bin Azzubair dan anak laki lakinya Hisyam. Dengan mengatakan sahabatpun bisa melakukan kekhilafan atau kekeliruan, tak ada siapapun yang bisa mengatakan kalau Ummul Mukminin Aisyah RA sebagai seorang anti Hadis. Begitulah kiranya, bila kita mengatakan seorang perawi mungkin melakukan kekeliruan, kita tidak sedang menolak hadis tersebut, karena menolak hadis dan mengatakan kekeliruan adalah dual hal yang berbeda. Dengan kata lain, berdusta ialah suatu kesalahan tetapi melakukan kekelirian dan kekhilafan bukanlah suatu kesalahan.
Hujjah Kedua : Bertentanga dengan Akal Sehat
Suatu riwayat yang bertentangan dengan akal adalah palsu dan fiktif belaka. Ibnu Jauzi, salah satu nama besar dalam hal pengkritikan Hadis, ialah orang yang bertanggung jawab memperkenalkan prinsip ini. Riwayat yang dikeluarkan oleh Hisyam ini adalah bertolak belakang dengan akal, dan akal sehat tidak dapat menerimanya. Karenanya sangat aneh, apabila kita dapati tidak banyak cendekiawan yang senada dan menolak atau meragukan riwayat ini.
Hujjah Ketiga : Tidak ada contoh yang ditemui di negri arab atau di negri negri panas
Sampai hari ini tidak ditemui keterangan seperti ini – di Semenanjung Arab dan negara negara beriklim panas yang lain. Jika sekiranya ini menjadi perbuatan masyarakat Arab, niscaya kita akan dapati temukan beribu ribu contoh seperti ini dalam catatan sejarah. Sebaliknya, sekiranya peristiwa ini benar benar terjadi pada hari ini, ia hanya akan mendapat berita sensasi.
Ulama kita dan para pecinta Nabi SAW tidak menunjukan keberanian untk menyangkal riwayat ini dan sedihnya lagi, sebagian dari mereka tidak dapat menjadi contoh bagi umat, bila mereka sendiri menikahi anak perempuan mereka yang berumur sembilan tahun, atas nama sunnah dan berbangga karena menghidupkan sunnah! Ulama sepatutnya menunjukan contoh yang praktikal agar umat dapat mengikuti contoh tersebut.
Mungkin kita tidak percaya bahwa ulama kita pada masa lalu telah menolak penemuan saintifik yang bertentangan dengan pendapat mereka. Contoh klasik ialah, banyak dari mereka yang berpendapat matahari mengelilingi Bumi, namun ketika kajian saintifik mengatakan sebaliknya mereka tetap berpendirian dengan pendapat mereka. Dalam bahasa yang mudah mereka berkata “Saya tidak akan menerima dalam keadaan apapun”. Beginilah sikap mereka dalam hal ini, yaitu tentang umur Aisyah RA ketika menikah dengan Rasulullah saw.
Dengan hanya berkata “kami tidak menerima fakta sejarah” pernyataan seperti itu sama halnya tidak memberi makna apa apa bagi umat.
Berkenaan dengan sejarah, di satu pihak mereka menyebutkan, bahwa mereka tidak menerima sejarah, tetapi pada waktu yang sama mereka juga menerangkan cerita ‘Yazid yang jahat’ dari mimbar mimbar khutbah(walaupun hanya cerita sejarah yang direka). Bahkan cerita berkenaan Karbla telah diulas oleh ulama kita lebih hebat dari ahli sejarah. Padahal sebagaimana dipaparkan diatas sebenarnya hubungan Muawiyah dan keluarganya dengan Ali RA dan keuarganya tidak pernah terjadi apa apa, saling harmonis saling menolong dan membantu.
bersambung......
dhans- SERSAN MAYOR
-
Posts : 595
Location : Jakarta
Join date : 05.07.12
Reputation : 30
Re: Kajian berita/kabar usia pernikahan Aisyah ra
Hujjah Keempat : Riwayat ini bukan Hadist Rasulullah saw
Kalau kita mengkaji dengan terperinci hadis yang diriwayatkan oleh Hisyam. Untuk kajian ini, kita kumpulkan bukti bukti dari kitab Shahih Bukhari, Muslim, Abu Daud, Thirmidzi, Ibnu Majah, Darimi, dan Musnad Ahmad. Dan kalau telaah kitab-kitab tersebut, suatu kemusykilan telah timbul. Sebagian perawi mengatakan riwayat tersebut kata kata dari Aisyah RA, sedangkan sebagian lain mengatakan sebagai kata kata Urwah Ra. Yang pasti hadis ini bukan kata kata Nabi Muhammad saw sendiri. Urwah Ra sendiri adalah seorang Tabiin yaitu seorang anak sahabat (Zubair bin Awwam RA) dan juga anak dari kaka Aisyah RA sendiri(Asma binti Abu Bakar RA)
Jika riwayat tersebut adalah kata kata Urwah, ia tidak mempunyai pandangan apa apa dalam pandangan syariah. Jika terjadi perbedaan pendapat pada suatu riwayat itu ‘muttasil’(bersambung) ataupun ‘mauquf’ (terputus), ulama hadis pada umumnya akan mengatakan hadis tersebut ‘mauquf’. Berdasarkan prinsip ini, bisa disimpulkan bahwa riwayat ini adalah cerita sejarah dari Urwah(dan bukannya Hadis); dan tidak berdosa untuk menolak kata kata Urwah. Riwayat ini tidak akan dianggap cerita sejarah sehingga ulama menganggap sebaliknya (Riwayat ini muttasil(bersambung)).
Hujjah Ke Lima : Riwayat ini diriwayatkan oleh Hisyam setelah pikirannya “tidak stabil”
Urwah menceritakan riwayat ini kepada anaknya Hisyam. Pada pandangan kami, segala kekeliruan dalam riwayat ini berawal dari Hisyam. Adalah penting untuk diketahui bahwa hanya menjadi perawi dalam Shahih Bukhari dan Shahih Muslim tidak berarti perawi tersbut sempurna dan tidak melakukan suatu kesalahan. setelah dikaji akan dapati ada dua zaman dalam kehidupan Hisyam yaitu Zaman Madani (Waktu di madinah) dan zaman Iraqi(Waktu di Irak).
Zaman madaniyah sampai tahun 131H. Pada masa zaman Madani ini antara Murid Hisyam yang paling penting ialah Imam Malik. Imam malik telah meriwayatkan bebrapa hadis dari Hisyam dalam kitabnya ‘Muwatta’ tetapi ruwayat pernikahan ummul mukminin Aisyah RA dengan Rasulullah saw tidak ditemui dalam kitab Imam Malik tersebut. Imam Abu Hanifah RA juga muridnya pada masa tersebut, dan beliau juga tidak pernah meriwayatkan cerita ini.
Zaman kedua Hisyam berawal setelah tahun 131H. Adalah tidak ragu, bahwa Hisyam adalah seorang perawi tsiqah (bisa dipercaya)sampai tahun 131H, dan Hisyam merupakan sumber dasar bagi banyak hadis yang diriwayatkan oleh Aisyah Ra. Kemudian suatu yang peristiwa malang menimpa Hisyam. Pada tahun 131 H hisyam berhutang sebanyak seratus ribu dihram untuk melangsungkan pernikahan anak perempuannya, mengulurkan tangannya memohon pinjaman uang dari khalifah Mansur (khalifah Abbasiyah).
Pada awalnya khalifah menolak permohonannya, tetapi setelah didesak khalifah mansur akhirnya memberinya sepuluh ribu dihram. Kejadian ini merupakan “gangguan” pertama terhadap pikirannya, akibatnya beliau mulai menjadi “tidak stabil” dalam meriwayatkan hadis hadis. Dia memulai meriwayatkan hadis yang mengaku didengar ayahnya(Urwah), tetapi sebenarnya tidak pernah mendengar hadis tersebut. Hal ini dilakukannya dengan harapan mendapat pinjaman tambahan dari khalifah. Beliau kembali ke bagdad dan berhasil mendapat sedikit uang. Setelah membayar sebagian utangnya, sekali lagi beliau datang ke bagdad, kemudian menetap disana hingga meninggal dunia.. beliau meninggal di bagdad pada tahun 146 H. Semua kekliruan dalam riwayat-riwayatnya terjadi pada saat beliau berada di tanah irak. Ketika beliau tiba di irak, dimungkinkan ingatannya telah sedikit mengalami depresi. Wallahua’lam..
Ya’aqub bin Abi Shaibah mengatakan, bahwa sebelum pindah e irak tiada riwayat Hisyam yang ditolak, tetapi setelah beliau pergi ke irak beliau telah menceritakan banyak riwayat yang disandarkan pada ayahnya Urwah yang tidak disukai penduduk Madinah. Satu hal lagi, sewaktu di madinah Hisyam hanya menceritakan hadis yang didengar ayahnya. Tetapi sewaktu di irak, dia mulai menceritakan hadis yang didengar dari orang lain. Oleh karena itu, riwayat Hisyam yang dikutip oleh orang Irak tidak bisa dipercayai. (Tahzib-ul-Tahzib, jilid 11).
Semoga Allah merahamati Ibn Hajar, yang mendapat ilham dari Ya’aqub bin Abi Shaibah dengan mengatakan bahwa riwayat Hisyam yang diceritakan oleh orang Irak tidak bisa dipercayai. Diantara riwayat tersebut adalah riwayat Aisyah Rha hidup bersama suami (Nabi Saw) waktu berumur 9 tahun dan telah menikah ketika umurnya enam tahun. Juga cerita yang menceritakanRasulullah saw terkena Sihir. Cerita mengenai Aisyah yang bermain dengan anak patung juga telah diriwayatkan oleh orang Iraq dari Hisyam. Dalam bahasa sekarang, kondisi Hisyam seperti itu “dimanfaatkan dan Dipolitisir” untuk kepentingan pihak pihak tertentu.
Ya’ aqub bin Abi Shaibah dan Hafiz Ibn Hajar yang berani mengatakan : “riwayat riwayat yang dibawa oleh orang irak tidak bisa dipercayai”. Bahkan mereka tidak mengecualikan riwayat riwayat dalam shahih bukhari dan shahih Muslim dari prinsip ini. Oleh sebab itu, hendaklah kita sungguh sungguh mengenal secara pasti dan mencari hadis hadis yang telah diriwayatkan oleh orang irak dari Hisyam tersebut.
Hafidz az-Zahabi telah menulis tentang Hisyam : “terjadi perubahan pada ingatannya dikahir usianya, dan Abul hasan bin Al-Qattan menyebutkan bahwa beliau keliru dalam meriwayatkan hadis ketika diakhir usianya”. Hafidz Uqaili telah menulis dengan lebih jauh lagi: “Dia terlihat”pikun” ditahun tahun terkahir kehidupannya.”
Dalam mizan al-I’tidal, Hafiz az-Zahabi menulis bahwa ingatan Hisyam yang kuat diwaktu mudanya, tidak kekal di usia tuanya. Dan di Irak, dia tidak dapat meriwayatkan hadis dengan baik dan tepat. (Mizan al-I’idal, Jilid IV)
Imam malik salah seorang murid Hisyam, telah meriwayatkan beberapa riwayat Hisyam di dalam kitab Muwattanya pada saat beliau menganggap riwayat Hisyam adalah paling benar dalam semua hal. Namun demikian , beliau juga tidak setuju dengan kehidupan Hisyam pada saat beliau tiangal di Irak. Beliau menolak riwayat Hisyam yang diceritakan oleh orang orang Irak. Ibn Hajar mengatakan “penduduk Madinah menolak riwayat Hisyam yang diceritakan oleh orang orang Irak.”
Angka sembilah tahun ini telah menghantui pemikiran Hisyam sehingga dia mengakui menikah dengan Istrinya pada saat istrinya berumur sembilan Tahun. Az-zahabi telah menceritakan peristiwa ini sebagai berikut : “Fatimah binti Al Munzir adalah sebelas tahun lebih tua dari suaminya, hisyam. Seandainya dia datang ke rumah Hisyam untuk tinggal bersamanya saat berumut sembilan tahun, beliau perlu menunggu dua tahun sebelum ibu Hisyam melahirkannya dan sebelum kelahirannya, Hisyam tidak membenarkan orang lain melihat istrinya. Kami belum pernah menyaksikan perkara seaneh ini.”
Az-Zahabi kemudia menerangkan bahwa fatimah tinggal bersama suaminya ketika berumur 28-29 tahun. Dengan kata lain, Hisyam telah menggugurkan angka 20 dari angka 29 dengan cara yang sama, dalam hal ummul mukminin Rha angka 9 muncul setelah menggugurkan 10 dari angka 19 tahun. Menurut hafiz ibn Hajar, hisyam pernah mengaku bahwa istrinya tiga belas tahun lebih tua darinya. Kami sadar bahwa Iklim irak telah merusak pikiran banyak orang baik baik.
Hujjah Ke Enam : Hanya perawi Irak yang mengutip ini
Yang mengejutkan adalah bahwa hampir semua perawi tentang umur Aisyah adalah orang irak yang berasal dari Kuffah ataupun Basrah. Riwayat ini tidak pernah dikutip oleh perawi manapun dimadinah, Mekah, Syam, maupun mesir. Tiada perawi selain orang Irak yang meriwayatkan Kisah ini, Cerita ini juga dikeluarkan oleh Hisyam ketika beliau tinggal di Irak. Perawi perawi berikut telah menyalin kisah ini dari Hisyam : 1. Sufyan bin Said Al-Thawri Al Kufi; 2. Sufyan bin ‘Ainia Al Kufi; 3. Ali bin Masher Al Kufi; 4. Abu Muawiyah Al Farid Al Kufi; 5. Waki bin Bakar Al Kufi; 6. Yunus Bin Bakar Al-Kufi; 7. Abu Salmah Al-Kufi; 8. Hammad bin Zaid Al Kufi; 9. Abdah bin Sulaiman Al Kufi.
Semibilan orang tersebut berasal dari Kufah. Adapun perawi dari Basrah adalah : 1. Hammad bin Salamah Al Basri; 2. Jafar bin Sulaiman Al-Basri; 3. Hammad bin Said Basri; 4. Wahab bin Khalid Basri.
Itulah nama nama perawi yang telah meriwayatkan kisah ini dari Hisyam. Ketika beliau tiba di irak pada tahun 131H, beliau saat itu sudah berumur 71 tahun. Adalah tidak masuk akal, beliau tidak dapat mencari orang untuk meriwayatkan kisah ini hingga beliau berumur 71 tahun. Dalam hal ini, riwayat ini tidak terlepas dari dua keadaan, yaitu, semua orang Irak mengatakan Hisyam sebagai Sumbernya, ataupun iklim Irak telah mempengaruhi Hisyam yang menyebabkan dia tidak sadar akan dirinya, bahwa dia membawa istrinya Fatimah binti Al-Munzir untuk tinggal bersama ketika umur istrinya sembilan tahun, yaitu empat tahun sebelum kelahirannya sendiri. Setelah tiba di Irak, tingkat kebijakan dan kesabaran mentalnya telah merosot hingga ke tingkat seperti ini.
Umat Islam mengagumi Hisyam, dan nasihatnya sewaktu beliau masih tinggal di Madinah. Kita juga patut mengingatnya, seperti kata pepatah Parsi yang mashur, “sesuatu yang disimpan pasti ada gunanya suatu hari nanti”. Nasihat yang satu ini amat berguna. Katanya “Apabila seorang Irak meriwayatkan seribu Hadis, kamu patut mencampakan sembilan ratus sembilan puluh darinya ke tanah, dan harus menyatakan keraguan terhadap sepuluh yang masih tertinggal”
Jika kita mengikuti nasihat Hisyam ini, banyak masalah yang akan terjawab dengan sendirinya. Selain dari itu kita juga patut memberi perhatian kepada prinsip ulama Hadis yang dikutip Baihaqi dari Abdur-Rahman bin Al-Mahdi : :apabila kami meriwayatkan Hadis mengenai Halal dan Haram’ dan perintah dan Larangan’, kami menilai ketat sanad sanad dan mengkritik perawi perawinya, akan tetapi apabila kami meriwayatkan tentang fazdail(keutamaan), pahala dan azab, kemi mempermudahkan tentang sanad dan bersikap lembut tentang syarat syarat perawi.”(Fatahul-Ghait, ms 20)
Abdur Rahman bin al-Mahdi merupakan guru Imam Bukhari dan Imam Muslim beliau adalah salah seorang tokoh penting dalam ilmu Rijalul Hadits(Biografi Perawi). Bagi pihak ulama Hadis, beliau mengatakan muhadditsin menilai sanda dengan ketat bila menilai hadis berkenaan dengan halal dan haram dan juga tentang perintah dan larangan. Dan bagi hadis yang tidak menyangkut hal di atas ulama hadis bersikap mempermudah tentang pribadi perawi dan mengabaikan kekliruan dan kelemahan mereka.
Sebagai contoh , ulama hadis tidak melakukan kajian terperinci dan menyeluruh atas riwayat riwayat yang berhubungan dengan Fadhail(keutamaan). Sama halnya yang berkaitan dengan watak atau amalan seseorang. Balasan azab bagi sesuatu perbuatan maksiat, ataupun peristiwa dari sejarah. Mungkin inilah mengapa sebab mengapa ulama hadis tidak merasa perlu untuk membicarakan dengan teliti riwayat yang berkenaan dengan umur sebenarnya Aisyah(saat menikah dengan Rasulullah saw). Besar kemungkina, Imam Bukhari memegang prinsip yang sama yaitu tidak ketat dalam menilai riwayat seperti ini, yang pada akhirnya menjadi ‘fitnah’ kepada umat muslim.
Satu lagi prinsip hadis adalah jika ingatan seorang perawi menjadi lemah, maka riwayat yang disalin oleh para muridnya ketika iu sebenarnya ditolak. Hafidz Ibn Hajar berkata, bahwa imama Bukhari tidak mengambil satupun dari riwayat perawi seperti itu. Akan tetapi dengan kesalnyakami terpaksa mengatakan bahwa setelah datang ke Irak, iangatan Hisyam menjadi Lemah. Penduduk Irak yagn telah menyalin riwayat tersebut darinya, menyalin setelah ingatannya menjadi lemah. Imam bukhari sepetutnya tidak memasukan hadis dari Hisyam saat Hisyam tinggal di Irak.
masih bersambung..smoga belum cape membacanya sehingga jd ga jd memberikan komentarnya
Kalau kita mengkaji dengan terperinci hadis yang diriwayatkan oleh Hisyam. Untuk kajian ini, kita kumpulkan bukti bukti dari kitab Shahih Bukhari, Muslim, Abu Daud, Thirmidzi, Ibnu Majah, Darimi, dan Musnad Ahmad. Dan kalau telaah kitab-kitab tersebut, suatu kemusykilan telah timbul. Sebagian perawi mengatakan riwayat tersebut kata kata dari Aisyah RA, sedangkan sebagian lain mengatakan sebagai kata kata Urwah Ra. Yang pasti hadis ini bukan kata kata Nabi Muhammad saw sendiri. Urwah Ra sendiri adalah seorang Tabiin yaitu seorang anak sahabat (Zubair bin Awwam RA) dan juga anak dari kaka Aisyah RA sendiri(Asma binti Abu Bakar RA)
Jika riwayat tersebut adalah kata kata Urwah, ia tidak mempunyai pandangan apa apa dalam pandangan syariah. Jika terjadi perbedaan pendapat pada suatu riwayat itu ‘muttasil’(bersambung) ataupun ‘mauquf’ (terputus), ulama hadis pada umumnya akan mengatakan hadis tersebut ‘mauquf’. Berdasarkan prinsip ini, bisa disimpulkan bahwa riwayat ini adalah cerita sejarah dari Urwah(dan bukannya Hadis); dan tidak berdosa untuk menolak kata kata Urwah. Riwayat ini tidak akan dianggap cerita sejarah sehingga ulama menganggap sebaliknya (Riwayat ini muttasil(bersambung)).
Hujjah Ke Lima : Riwayat ini diriwayatkan oleh Hisyam setelah pikirannya “tidak stabil”
Urwah menceritakan riwayat ini kepada anaknya Hisyam. Pada pandangan kami, segala kekeliruan dalam riwayat ini berawal dari Hisyam. Adalah penting untuk diketahui bahwa hanya menjadi perawi dalam Shahih Bukhari dan Shahih Muslim tidak berarti perawi tersbut sempurna dan tidak melakukan suatu kesalahan. setelah dikaji akan dapati ada dua zaman dalam kehidupan Hisyam yaitu Zaman Madani (Waktu di madinah) dan zaman Iraqi(Waktu di Irak).
Zaman madaniyah sampai tahun 131H. Pada masa zaman Madani ini antara Murid Hisyam yang paling penting ialah Imam Malik. Imam malik telah meriwayatkan bebrapa hadis dari Hisyam dalam kitabnya ‘Muwatta’ tetapi ruwayat pernikahan ummul mukminin Aisyah RA dengan Rasulullah saw tidak ditemui dalam kitab Imam Malik tersebut. Imam Abu Hanifah RA juga muridnya pada masa tersebut, dan beliau juga tidak pernah meriwayatkan cerita ini.
Zaman kedua Hisyam berawal setelah tahun 131H. Adalah tidak ragu, bahwa Hisyam adalah seorang perawi tsiqah (bisa dipercaya)sampai tahun 131H, dan Hisyam merupakan sumber dasar bagi banyak hadis yang diriwayatkan oleh Aisyah Ra. Kemudian suatu yang peristiwa malang menimpa Hisyam. Pada tahun 131 H hisyam berhutang sebanyak seratus ribu dihram untuk melangsungkan pernikahan anak perempuannya, mengulurkan tangannya memohon pinjaman uang dari khalifah Mansur (khalifah Abbasiyah).
Pada awalnya khalifah menolak permohonannya, tetapi setelah didesak khalifah mansur akhirnya memberinya sepuluh ribu dihram. Kejadian ini merupakan “gangguan” pertama terhadap pikirannya, akibatnya beliau mulai menjadi “tidak stabil” dalam meriwayatkan hadis hadis. Dia memulai meriwayatkan hadis yang mengaku didengar ayahnya(Urwah), tetapi sebenarnya tidak pernah mendengar hadis tersebut. Hal ini dilakukannya dengan harapan mendapat pinjaman tambahan dari khalifah. Beliau kembali ke bagdad dan berhasil mendapat sedikit uang. Setelah membayar sebagian utangnya, sekali lagi beliau datang ke bagdad, kemudian menetap disana hingga meninggal dunia.. beliau meninggal di bagdad pada tahun 146 H. Semua kekliruan dalam riwayat-riwayatnya terjadi pada saat beliau berada di tanah irak. Ketika beliau tiba di irak, dimungkinkan ingatannya telah sedikit mengalami depresi. Wallahua’lam..
Ya’aqub bin Abi Shaibah mengatakan, bahwa sebelum pindah e irak tiada riwayat Hisyam yang ditolak, tetapi setelah beliau pergi ke irak beliau telah menceritakan banyak riwayat yang disandarkan pada ayahnya Urwah yang tidak disukai penduduk Madinah. Satu hal lagi, sewaktu di madinah Hisyam hanya menceritakan hadis yang didengar ayahnya. Tetapi sewaktu di irak, dia mulai menceritakan hadis yang didengar dari orang lain. Oleh karena itu, riwayat Hisyam yang dikutip oleh orang Irak tidak bisa dipercayai. (Tahzib-ul-Tahzib, jilid 11).
Semoga Allah merahamati Ibn Hajar, yang mendapat ilham dari Ya’aqub bin Abi Shaibah dengan mengatakan bahwa riwayat Hisyam yang diceritakan oleh orang Irak tidak bisa dipercayai. Diantara riwayat tersebut adalah riwayat Aisyah Rha hidup bersama suami (Nabi Saw) waktu berumur 9 tahun dan telah menikah ketika umurnya enam tahun. Juga cerita yang menceritakanRasulullah saw terkena Sihir. Cerita mengenai Aisyah yang bermain dengan anak patung juga telah diriwayatkan oleh orang Iraq dari Hisyam. Dalam bahasa sekarang, kondisi Hisyam seperti itu “dimanfaatkan dan Dipolitisir” untuk kepentingan pihak pihak tertentu.
Ya’ aqub bin Abi Shaibah dan Hafiz Ibn Hajar yang berani mengatakan : “riwayat riwayat yang dibawa oleh orang irak tidak bisa dipercayai”. Bahkan mereka tidak mengecualikan riwayat riwayat dalam shahih bukhari dan shahih Muslim dari prinsip ini. Oleh sebab itu, hendaklah kita sungguh sungguh mengenal secara pasti dan mencari hadis hadis yang telah diriwayatkan oleh orang irak dari Hisyam tersebut.
Hafidz az-Zahabi telah menulis tentang Hisyam : “terjadi perubahan pada ingatannya dikahir usianya, dan Abul hasan bin Al-Qattan menyebutkan bahwa beliau keliru dalam meriwayatkan hadis ketika diakhir usianya”. Hafidz Uqaili telah menulis dengan lebih jauh lagi: “Dia terlihat”pikun” ditahun tahun terkahir kehidupannya.”
Dalam mizan al-I’tidal, Hafiz az-Zahabi menulis bahwa ingatan Hisyam yang kuat diwaktu mudanya, tidak kekal di usia tuanya. Dan di Irak, dia tidak dapat meriwayatkan hadis dengan baik dan tepat. (Mizan al-I’idal, Jilid IV)
Imam malik salah seorang murid Hisyam, telah meriwayatkan beberapa riwayat Hisyam di dalam kitab Muwattanya pada saat beliau menganggap riwayat Hisyam adalah paling benar dalam semua hal. Namun demikian , beliau juga tidak setuju dengan kehidupan Hisyam pada saat beliau tiangal di Irak. Beliau menolak riwayat Hisyam yang diceritakan oleh orang orang Irak. Ibn Hajar mengatakan “penduduk Madinah menolak riwayat Hisyam yang diceritakan oleh orang orang Irak.”
Angka sembilah tahun ini telah menghantui pemikiran Hisyam sehingga dia mengakui menikah dengan Istrinya pada saat istrinya berumur sembilan Tahun. Az-zahabi telah menceritakan peristiwa ini sebagai berikut : “Fatimah binti Al Munzir adalah sebelas tahun lebih tua dari suaminya, hisyam. Seandainya dia datang ke rumah Hisyam untuk tinggal bersamanya saat berumut sembilan tahun, beliau perlu menunggu dua tahun sebelum ibu Hisyam melahirkannya dan sebelum kelahirannya, Hisyam tidak membenarkan orang lain melihat istrinya. Kami belum pernah menyaksikan perkara seaneh ini.”
Az-Zahabi kemudia menerangkan bahwa fatimah tinggal bersama suaminya ketika berumur 28-29 tahun. Dengan kata lain, Hisyam telah menggugurkan angka 20 dari angka 29 dengan cara yang sama, dalam hal ummul mukminin Rha angka 9 muncul setelah menggugurkan 10 dari angka 19 tahun. Menurut hafiz ibn Hajar, hisyam pernah mengaku bahwa istrinya tiga belas tahun lebih tua darinya. Kami sadar bahwa Iklim irak telah merusak pikiran banyak orang baik baik.
Hujjah Ke Enam : Hanya perawi Irak yang mengutip ini
Yang mengejutkan adalah bahwa hampir semua perawi tentang umur Aisyah adalah orang irak yang berasal dari Kuffah ataupun Basrah. Riwayat ini tidak pernah dikutip oleh perawi manapun dimadinah, Mekah, Syam, maupun mesir. Tiada perawi selain orang Irak yang meriwayatkan Kisah ini, Cerita ini juga dikeluarkan oleh Hisyam ketika beliau tinggal di Irak. Perawi perawi berikut telah menyalin kisah ini dari Hisyam : 1. Sufyan bin Said Al-Thawri Al Kufi; 2. Sufyan bin ‘Ainia Al Kufi; 3. Ali bin Masher Al Kufi; 4. Abu Muawiyah Al Farid Al Kufi; 5. Waki bin Bakar Al Kufi; 6. Yunus Bin Bakar Al-Kufi; 7. Abu Salmah Al-Kufi; 8. Hammad bin Zaid Al Kufi; 9. Abdah bin Sulaiman Al Kufi.
Semibilan orang tersebut berasal dari Kufah. Adapun perawi dari Basrah adalah : 1. Hammad bin Salamah Al Basri; 2. Jafar bin Sulaiman Al-Basri; 3. Hammad bin Said Basri; 4. Wahab bin Khalid Basri.
Itulah nama nama perawi yang telah meriwayatkan kisah ini dari Hisyam. Ketika beliau tiba di irak pada tahun 131H, beliau saat itu sudah berumur 71 tahun. Adalah tidak masuk akal, beliau tidak dapat mencari orang untuk meriwayatkan kisah ini hingga beliau berumur 71 tahun. Dalam hal ini, riwayat ini tidak terlepas dari dua keadaan, yaitu, semua orang Irak mengatakan Hisyam sebagai Sumbernya, ataupun iklim Irak telah mempengaruhi Hisyam yang menyebabkan dia tidak sadar akan dirinya, bahwa dia membawa istrinya Fatimah binti Al-Munzir untuk tinggal bersama ketika umur istrinya sembilan tahun, yaitu empat tahun sebelum kelahirannya sendiri. Setelah tiba di Irak, tingkat kebijakan dan kesabaran mentalnya telah merosot hingga ke tingkat seperti ini.
Umat Islam mengagumi Hisyam, dan nasihatnya sewaktu beliau masih tinggal di Madinah. Kita juga patut mengingatnya, seperti kata pepatah Parsi yang mashur, “sesuatu yang disimpan pasti ada gunanya suatu hari nanti”. Nasihat yang satu ini amat berguna. Katanya “Apabila seorang Irak meriwayatkan seribu Hadis, kamu patut mencampakan sembilan ratus sembilan puluh darinya ke tanah, dan harus menyatakan keraguan terhadap sepuluh yang masih tertinggal”
Jika kita mengikuti nasihat Hisyam ini, banyak masalah yang akan terjawab dengan sendirinya. Selain dari itu kita juga patut memberi perhatian kepada prinsip ulama Hadis yang dikutip Baihaqi dari Abdur-Rahman bin Al-Mahdi : :apabila kami meriwayatkan Hadis mengenai Halal dan Haram’ dan perintah dan Larangan’, kami menilai ketat sanad sanad dan mengkritik perawi perawinya, akan tetapi apabila kami meriwayatkan tentang fazdail(keutamaan), pahala dan azab, kemi mempermudahkan tentang sanad dan bersikap lembut tentang syarat syarat perawi.”(Fatahul-Ghait, ms 20)
Abdur Rahman bin al-Mahdi merupakan guru Imam Bukhari dan Imam Muslim beliau adalah salah seorang tokoh penting dalam ilmu Rijalul Hadits(Biografi Perawi). Bagi pihak ulama Hadis, beliau mengatakan muhadditsin menilai sanda dengan ketat bila menilai hadis berkenaan dengan halal dan haram dan juga tentang perintah dan larangan. Dan bagi hadis yang tidak menyangkut hal di atas ulama hadis bersikap mempermudah tentang pribadi perawi dan mengabaikan kekliruan dan kelemahan mereka.
Sebagai contoh , ulama hadis tidak melakukan kajian terperinci dan menyeluruh atas riwayat riwayat yang berhubungan dengan Fadhail(keutamaan). Sama halnya yang berkaitan dengan watak atau amalan seseorang. Balasan azab bagi sesuatu perbuatan maksiat, ataupun peristiwa dari sejarah. Mungkin inilah mengapa sebab mengapa ulama hadis tidak merasa perlu untuk membicarakan dengan teliti riwayat yang berkenaan dengan umur sebenarnya Aisyah(saat menikah dengan Rasulullah saw). Besar kemungkina, Imam Bukhari memegang prinsip yang sama yaitu tidak ketat dalam menilai riwayat seperti ini, yang pada akhirnya menjadi ‘fitnah’ kepada umat muslim.
Satu lagi prinsip hadis adalah jika ingatan seorang perawi menjadi lemah, maka riwayat yang disalin oleh para muridnya ketika iu sebenarnya ditolak. Hafidz Ibn Hajar berkata, bahwa imama Bukhari tidak mengambil satupun dari riwayat perawi seperti itu. Akan tetapi dengan kesalnyakami terpaksa mengatakan bahwa setelah datang ke Irak, iangatan Hisyam menjadi Lemah. Penduduk Irak yagn telah menyalin riwayat tersebut darinya, menyalin setelah ingatannya menjadi lemah. Imam bukhari sepetutnya tidak memasukan hadis dari Hisyam saat Hisyam tinggal di Irak.
masih bersambung..smoga belum cape membacanya sehingga jd ga jd memberikan komentarnya
dhans- SERSAN MAYOR
-
Posts : 595
Location : Jakarta
Join date : 05.07.12
Reputation : 30
Re: Kajian berita/kabar usia pernikahan Aisyah ra
Hujjah Ketujuh : Aisyah Rha Masih mengingat ayat Al Quran yang diturunkan pada tahun keempat kerasulan
Marilah kita bicarakan satu lagi hadis dari kitab Shahih Bukhari, dimana imam Bukhari telah memasukannya dalam ‘kitabul Tafsir’ sebagaimana berikut :
HR Bukhari 4498
Telah menceritakan kepada kami Ibrahim bin Musa Telah menceritakan kepada kami Hisyam bin Yusuf bahwa Ibnu Juraij mengabarkan kepada mereka seraya berkata; Telah mengabarkan kepadaku Yusuf bin Mahik dia berkata; Sungguh aku berada di samping Aisyah ketika dia berkata; Sesungguhnya telah diturunkan kepada Muhammad shallallahu 'alaihi wasallam ketika beliau di Makkah, dan pada waktu itu aku bersama seorang budak sedang bermain-main. Ayat itu berbunyi: Sebenarnya hari kiamat itulah hari yang dijanjikan kepada mereka dan kiamat itu lebih dahsyat dan lebih pahit.\" (Al Qamar: 45-46).
Surat Al Qamar ini telah diturunkan berkaitan dengan kejadian ‘shaqqul Qamar’(peristiwa Nabi Saw membelah Bulan). Para penafsir AL Quran telah menjelaskan bahwa surah ini diturunkan pada tahun ke empat kenabian, dan Ummul mukminin Aisyah Ra ketika itu adalah seorang anak anak yang selalu bermain ke hulu dan ke hilir. Dalam hal ini, riwayat ini bertentangan dengan riwayat Hisyam. Ini karena, dlaam riwayat Hisyam, Ummul mukminin Ra dilahirkan pada tahun ke 5 kenabian dan ini diterima oleh ulama kita. Kalau begitu ummul mukminin RA telah mempelajari ayat sebelum beliau dilahirkan, dan beliau juga telah biasa bermain ke hulu dan ke hilir di sekitar mekkah sebelum kelahirannya. Alangkah aneh bukan?oleh karena itu kita perlu memilih salah satu diantara dua kemungkinan yaitu :
1. Ruwayat Hisyam adalah benar dan riwayat Bukhari adalah salah, atau
2. Riwayat Bukhari adalah benar dan riwayat Hisyam adalah salah.
Ulama kita nampaknya telah menerima pilihan pertama, tetapi kalau kita lebih hati hati lagi pilihan kedua adalah yang lebih masuk logis. Riwayat ini membuktikan bahwa ummul Mukminin Ra sudah besar ketika tahun ke 4 kerasulan, dimana Beliau Aisyah RA selalu bermain dengan anak anak perempuan lainnya; dan beliau Rha mampu mengingat dan memahami bahwa ayat yang diturunkan adalah ayat dari Al Quran yang mulia. Sekiranya kita membuat perandai2an bahwa umurnya adalah 6 tahun pada tahun ke 4 kerasulan, berarti ummul mukmini Rha telah dilahirkan dua tahun sebelum wahyu pertam diturunkan(diangkat menjadi Nabi). Berdasarkan perkiraan ini, usianya ialah 17 tahun saat pertama kali tinggal dengan Nabi saw.
bersambung
Marilah kita bicarakan satu lagi hadis dari kitab Shahih Bukhari, dimana imam Bukhari telah memasukannya dalam ‘kitabul Tafsir’ sebagaimana berikut :
HR Bukhari 4498
Telah menceritakan kepada kami Ibrahim bin Musa Telah menceritakan kepada kami Hisyam bin Yusuf bahwa Ibnu Juraij mengabarkan kepada mereka seraya berkata; Telah mengabarkan kepadaku Yusuf bin Mahik dia berkata; Sungguh aku berada di samping Aisyah ketika dia berkata; Sesungguhnya telah diturunkan kepada Muhammad shallallahu 'alaihi wasallam ketika beliau di Makkah, dan pada waktu itu aku bersama seorang budak sedang bermain-main. Ayat itu berbunyi: Sebenarnya hari kiamat itulah hari yang dijanjikan kepada mereka dan kiamat itu lebih dahsyat dan lebih pahit.\" (Al Qamar: 45-46).
Surat Al Qamar ini telah diturunkan berkaitan dengan kejadian ‘shaqqul Qamar’(peristiwa Nabi Saw membelah Bulan). Para penafsir AL Quran telah menjelaskan bahwa surah ini diturunkan pada tahun ke empat kenabian, dan Ummul mukminin Aisyah Ra ketika itu adalah seorang anak anak yang selalu bermain ke hulu dan ke hilir. Dalam hal ini, riwayat ini bertentangan dengan riwayat Hisyam. Ini karena, dlaam riwayat Hisyam, Ummul mukminin Ra dilahirkan pada tahun ke 5 kenabian dan ini diterima oleh ulama kita. Kalau begitu ummul mukminin RA telah mempelajari ayat sebelum beliau dilahirkan, dan beliau juga telah biasa bermain ke hulu dan ke hilir di sekitar mekkah sebelum kelahirannya. Alangkah aneh bukan?oleh karena itu kita perlu memilih salah satu diantara dua kemungkinan yaitu :
1. Ruwayat Hisyam adalah benar dan riwayat Bukhari adalah salah, atau
2. Riwayat Bukhari adalah benar dan riwayat Hisyam adalah salah.
Ulama kita nampaknya telah menerima pilihan pertama, tetapi kalau kita lebih hati hati lagi pilihan kedua adalah yang lebih masuk logis. Riwayat ini membuktikan bahwa ummul Mukminin Ra sudah besar ketika tahun ke 4 kerasulan, dimana Beliau Aisyah RA selalu bermain dengan anak anak perempuan lainnya; dan beliau Rha mampu mengingat dan memahami bahwa ayat yang diturunkan adalah ayat dari Al Quran yang mulia. Sekiranya kita membuat perandai2an bahwa umurnya adalah 6 tahun pada tahun ke 4 kerasulan, berarti ummul mukmini Rha telah dilahirkan dua tahun sebelum wahyu pertam diturunkan(diangkat menjadi Nabi). Berdasarkan perkiraan ini, usianya ialah 17 tahun saat pertama kali tinggal dengan Nabi saw.
bersambung
dhans- SERSAN MAYOR
-
Posts : 595
Location : Jakarta
Join date : 05.07.12
Reputation : 30
Re: Kajian berita/kabar usia pernikahan Aisyah ra
Hujahh ke delapan : Aisyah Rha masih ingat dengan Jelas peristiwa Hijtah Abu Bakar RA ke Habsyi
Dalam shahih bukhari, ada satu riwayat yang telah dikutip oleh zuhri dari Urwah dari Ummul mukmini Rha. Riwayat ini tidak pernah disebut oleh orang Irak tetapi diriwayatkan oleh dua orang perawi mesir, seorang perawi syam dan dua orang perawi Madinah.
Bukhari 2134
Telah menceritakan kepada kami Yahya bin Bukair telah menceritakan kepada kami Al Laits dari 'Uqail berkata, Ibnu Syihab maka dia mengabarkan keada saya 'Urwah bin Az Zubair bahwa 'Aisyah radliallahu 'anha isteri Nabi shallallahu 'alaihi wasallam berkata;
\"Aku belum lagi baligh ketika bapakku sudah memeluk Islam\". Dan berkata, Abu Shalih telah menceritakan kepada saya 'Abdullah dari Yunus dari Az Zuhriy berkata, telah mengabarkan kepada saya 'Urwah bin Az Zubair bahwa 'Aisyah radliallahu 'anha berkata; \"Aku belum lagi baligh ketika bapakku sudah memeluk Islam dan tidak berlalu satu haripun melainkan Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam datang menemui kami di sepanjang hari baik pagi ataupun petang. Ketika Kaum Muslimin mendapat ujian, Abu Bakar keluar berhijrah menuju Habasyah (Ethiopia) hingga ketika sampai di Barkal Ghomad dia didatangi oleh Ibnu Ad-Daghinah seorang kepala suku seraya berkata; \"Kamu hendak kemana, wahai Abu Bakar?\" Maka Abu Bakar menjawab: \"Kaumku telah mengusirku maka aku ingin keliling dunia agar aku bisa beribadah kepada Tuhanku\". Ibnu Ad-Daghinah berkata: \"Seharusnya orang seperti anda tidak patut keluar dan tidap patut pula diusir karena anda termasuk orang yang bekerja untuk mereka yang tidak berpunya, menyambung silaturahim, menanggung orang-orang yang lemah, menjamu tamu dan selalu menolong di jalan kebenaran. Maka aku akan menjadi pelindung anda untuk itu kembalilah dan sembahlah Tuhanmudi negeri kelahiranmu.
Maka Ibnu Ad-Daghinah bersiap-siap dan kembali bersama Abu Bakar lalu berjalan di hadapan Kafir Quraisy seraya berkata, kepada mereka: \"Sesungguhnya orang sepeti Abu Bakar tidak patut keluar dan tidak patut pula diusir. Apakah kalian mengusir orang yang suka bekerja untuk mereka yang tidak berpunya, menyambung silaturahim, menanggung orang-orang yang lemah, menjamu tamu dan selalu menolong di jalan kebenaran?\" Akhirnya orang-orang Quraisy menerima perlindungan Ibnu Ad-Daghinah dan mereka memberikan keamanan kepada Abu Bakar lalu berkata, kepada Ibnu Ad-Daghinah: \"Perintahkanlah Abu Bakar agar beribadah menyembah Tuhannya di rumahnya saja dan shalat serta membaca Al Qur'an sesukanya dan dia jangan mengganggu kami dengan kegiatannya itu dan jangan mengeraskannya karena kami telah khawatir akan menimbulkan fitnah terhadap anak-anak dan isteri-isteri kami\". Maka Ibnu Ad-Daghinah menyampaikan hal ini kepada Abu Bakar. Maka Abu Bakar mulai beribadah di rumahnya dan tidak mengeraskan shalat bacaan Al Qur'an diluar rumahnya.
Kemudian AbuBakar membangun tempat shalat di halaman rumahnya sedikit melebar keluar dimana dia shalat disana dan membaca Al Qur'an. Lalu istrei-isteri dan anak-anak Kaum Musyrikin berkumpul disana dengan penuh keheranan dan menanti selesainya Abu Bakar beribadah. Dan sebagaimana diketahui Abu Bakar adalah seorang yang suka menangis yang tidak sanggup menahan air matanya ketika membaca Al Qur'an. Maka kemudian kagetlah para pembesar Quraisy dari kalangan Musyrikin yang akhirnya mereka memanggil Ibnu Ad-Daghinah ke hadapan mereka dan berkata, kepadanya: \"Sesungguhnya kami telah memberikan perlindungan kepada Abu Bakr agar dia mberibadah di rumahnya namun dia melanggar hal tersebut dengan membangun tempat shalat di halaman rumahnya serta mengeraskan shalat dan bacaan padahal kami khawatir hal itu akan dapat mempengaruhi isteri-isteri dan anak-anak kami dan ternyata benar-benar terjadi. Jika dia suka untuk tetap beribadah di rumahnya silakan namun jika dia menolak dan tetap menampakkan ibadahnya itu mintalah kepadanya agar dia mengembalikan perlindungan anda karena kami tidak suka bila kamu melanggar perjanjian dan kami tidak setuju bersepakat dengan Abu Bakar\". Berkata, 'Aisyah radliallahu 'anha: Maka Ibnu Ad-Daghinah menemui Abu Bakar dan berkata: \"Kamu telah mengetahui perjanjian yang kamu buat, maka apakah kamu tetap memeliharanya atau mengembalikan perlindunganku kepadaku karena aku tidak suka bila orang-orang Arab mendengar bahwa aku telah melanggar perjanjian hanya karena seseorang yang telah aku berjanji kepadanya\". Maka Abu Bakar berkata: \"Aku kembalikan jaminanmu kepadamu dan aku ridho hanya dengan perlindungan Allah dan RasulNya shallallahu 'alaihi wasallam. Kejadian ini adalah di Makkah. Maka Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: \"Sungguh aku telah ditampakkan negeri tempat hijrah kalian dan aku melihat negeri yang subur ditumbuhi dengan pepohonan kurma diantara dua bukit yang kokoh. Maka berhijrahlah orang yang berhijrah menuju Madinah ketika Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam menyebutkanhal itu. Dan kembali pula berdatangan ke Madinah sebagian dari mereka yang pernah hijrah ke Habasyah sementara Abu Bakar telah bersiap-siap pula untuk berhijrah. Maka Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam berkata, kepadanya: \"Janganlah kamu tergesa-gesa karena aku berharap aku akan diizinkan (untuk berhijrah) \". Abu Bakar berkata: \"Sungguh demi bapakku tanggungannya, apakah benar Tuan mengharapkan itu?\" Beliau bersabda: \"Ya benar\". Maka Abu Bakar berharap dalam dirinya bahwa dia benar-benar dapat mendampingi Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam dalam berhijrah. Maka dia memberi makan dua hewan tunggangan yang dimilikinya dengan dedaunan Samur selama empat bulan.......
Dalam hadis ini ummul mukminin Aisyah Rha menguraikan perhatiannya tentang kondisi awal kerasulan sampai peristiwa hijrah ke Habsy dalam dua ayat yaitu, “sejak saya mengerti dan paham keadaan sekeliling, saya dapati keluarga saya telah memeluk Islam”. Dan “saya melihat nabi Muhammad saw datang ke rumah kami pada setiap hari pada pagi dan petang”
Dibagian pertama hadis itu Ummul mukminin Rha telah menceritakan perhatiannya dalam dua ayat, yaitu “sejak saya mengerti dan paham keadaan sekeliling, saya telah melihat keadaan ini.” Dan bagian kedua yaitu setelah balighnya, ummul mukminin Rha telah menyatakan, sebagai zaman perselisihan. Yaitu zaman yang menyebabkan sahabat sahabat diawal islam berhijrah ke Habsy. Aisyah Rha selanjutnya telah menceritakan secara terperinci peristiwa Hijrah ayahnya, Abu bakar Rha ke Habsy.
Bagian ketiga dari hadis ini yang tidak dikutip ialah hijrah ke madinah. Ada dua riwayat tentang peristiwa hijrah ke madinah. Pertama Nabi saw keluar rumah Abu Bakar” dimana Aisyah Rha menyatakan dia diberitahu oleh Amir bin Fahirah (bekas hamba Abu Bakar Ra dan temannya semasa Hijrah). Kedua, peristiwa suraqah dimana beliau menyatakan diberitahu oleh suraqah kepadanya. Dengan kata lain, sejak ummul mukminin Rha mulai memasuki usia baligh, sudah mengerti bahwa Abu Bakar Ra dan Ummu Rukman Ra telah memeluk Islam. Dan Juga, sejak beliau paham keadaan sekelilinganya, beliau melihat Rasulullah saw senantiasa mengunjungi rumah mereka setiap pada waktu pagi dan petang.
Dalam Hadis ini Aisyah telah mengaku secara jelas, beliau paham keadaan sekelilingnya pada saat Nabi Saw diangkat menjadi rasul dan menyaksikan semua peristiwa yang terjadi pada masa tersebut. Namun Ulama kita telah mentakwilkan-oleh sebab riwayat Hisyam menyatakan-Aisyah Rha berusia sembilan Tahun sewaktu mulai hidup bersama Rasulullah saw, Ummul Mukminin Rha mungkin telah mendengar cerita cerita ini dari orang Lain.
Sekali lagi Ummul Mukmini berkata bahwa “ketika saya telah paham keadaan sekeliling, saya telah melihat perkara yang terjadi.” Ulama kita mengatakan bahwa beliau belum lagi dilahirkan! Ringkasnya, boleh dikatakan, ummul mukminin telah melihat peristiwa tersebut lima atau enam tahun sebelum kelahirannya. Kami menyerahkan kepada siapa saja untuk membuat keputusan siapakah yang benar.?!
Dengan kata lain, seorang kanak kanak yang sudah bisa mengingat siapa yang datang dan keluar dari rumahnya dan mulai paham adalah sesuai dengan penduduk mekah. Ini adalah tingkatan usia seorang kanak kanak dimana dimana ia mempunyai naluri ingin tahu dan berfikir kenapa dan bagaimana suatu perkara itu terjadi.
Kesimpulan dari perbincangan ini, kita hendaknya bisa menerima fakta, bahwa berdasarkan hadis ini, Ummul mukminin Rha saat itu sudah berumur sekurang kurangnya antara lima hingga enam tahun ketika pengangkatan Nabi saw sebagai Rasul. Dan dengan perkiraan itu, bahwa umur beliau saat saat menikah dengan Nabi Saw sekitar sembilan belas Tahun atau duapuluh Tahun. Dan sekaligus membuktikan bahwa ummul mukminin dan Fatimah Rha adalah sebaya. Dengan demiian, terpulang kepada kita untuk menerima riwayat Hisyam(dengan menolak dua hadis dalam kitab bukhari diatas)atau mengakui kekeliruan Hisyam.
bersambung..
Dalam shahih bukhari, ada satu riwayat yang telah dikutip oleh zuhri dari Urwah dari Ummul mukmini Rha. Riwayat ini tidak pernah disebut oleh orang Irak tetapi diriwayatkan oleh dua orang perawi mesir, seorang perawi syam dan dua orang perawi Madinah.
Bukhari 2134
Telah menceritakan kepada kami Yahya bin Bukair telah menceritakan kepada kami Al Laits dari 'Uqail berkata, Ibnu Syihab maka dia mengabarkan keada saya 'Urwah bin Az Zubair bahwa 'Aisyah radliallahu 'anha isteri Nabi shallallahu 'alaihi wasallam berkata;
\"Aku belum lagi baligh ketika bapakku sudah memeluk Islam\". Dan berkata, Abu Shalih telah menceritakan kepada saya 'Abdullah dari Yunus dari Az Zuhriy berkata, telah mengabarkan kepada saya 'Urwah bin Az Zubair bahwa 'Aisyah radliallahu 'anha berkata; \"Aku belum lagi baligh ketika bapakku sudah memeluk Islam dan tidak berlalu satu haripun melainkan Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam datang menemui kami di sepanjang hari baik pagi ataupun petang. Ketika Kaum Muslimin mendapat ujian, Abu Bakar keluar berhijrah menuju Habasyah (Ethiopia) hingga ketika sampai di Barkal Ghomad dia didatangi oleh Ibnu Ad-Daghinah seorang kepala suku seraya berkata; \"Kamu hendak kemana, wahai Abu Bakar?\" Maka Abu Bakar menjawab: \"Kaumku telah mengusirku maka aku ingin keliling dunia agar aku bisa beribadah kepada Tuhanku\". Ibnu Ad-Daghinah berkata: \"Seharusnya orang seperti anda tidak patut keluar dan tidap patut pula diusir karena anda termasuk orang yang bekerja untuk mereka yang tidak berpunya, menyambung silaturahim, menanggung orang-orang yang lemah, menjamu tamu dan selalu menolong di jalan kebenaran. Maka aku akan menjadi pelindung anda untuk itu kembalilah dan sembahlah Tuhanmudi negeri kelahiranmu.
Maka Ibnu Ad-Daghinah bersiap-siap dan kembali bersama Abu Bakar lalu berjalan di hadapan Kafir Quraisy seraya berkata, kepada mereka: \"Sesungguhnya orang sepeti Abu Bakar tidak patut keluar dan tidak patut pula diusir. Apakah kalian mengusir orang yang suka bekerja untuk mereka yang tidak berpunya, menyambung silaturahim, menanggung orang-orang yang lemah, menjamu tamu dan selalu menolong di jalan kebenaran?\" Akhirnya orang-orang Quraisy menerima perlindungan Ibnu Ad-Daghinah dan mereka memberikan keamanan kepada Abu Bakar lalu berkata, kepada Ibnu Ad-Daghinah: \"Perintahkanlah Abu Bakar agar beribadah menyembah Tuhannya di rumahnya saja dan shalat serta membaca Al Qur'an sesukanya dan dia jangan mengganggu kami dengan kegiatannya itu dan jangan mengeraskannya karena kami telah khawatir akan menimbulkan fitnah terhadap anak-anak dan isteri-isteri kami\". Maka Ibnu Ad-Daghinah menyampaikan hal ini kepada Abu Bakar. Maka Abu Bakar mulai beribadah di rumahnya dan tidak mengeraskan shalat bacaan Al Qur'an diluar rumahnya.
Kemudian AbuBakar membangun tempat shalat di halaman rumahnya sedikit melebar keluar dimana dia shalat disana dan membaca Al Qur'an. Lalu istrei-isteri dan anak-anak Kaum Musyrikin berkumpul disana dengan penuh keheranan dan menanti selesainya Abu Bakar beribadah. Dan sebagaimana diketahui Abu Bakar adalah seorang yang suka menangis yang tidak sanggup menahan air matanya ketika membaca Al Qur'an. Maka kemudian kagetlah para pembesar Quraisy dari kalangan Musyrikin yang akhirnya mereka memanggil Ibnu Ad-Daghinah ke hadapan mereka dan berkata, kepadanya: \"Sesungguhnya kami telah memberikan perlindungan kepada Abu Bakr agar dia mberibadah di rumahnya namun dia melanggar hal tersebut dengan membangun tempat shalat di halaman rumahnya serta mengeraskan shalat dan bacaan padahal kami khawatir hal itu akan dapat mempengaruhi isteri-isteri dan anak-anak kami dan ternyata benar-benar terjadi. Jika dia suka untuk tetap beribadah di rumahnya silakan namun jika dia menolak dan tetap menampakkan ibadahnya itu mintalah kepadanya agar dia mengembalikan perlindungan anda karena kami tidak suka bila kamu melanggar perjanjian dan kami tidak setuju bersepakat dengan Abu Bakar\". Berkata, 'Aisyah radliallahu 'anha: Maka Ibnu Ad-Daghinah menemui Abu Bakar dan berkata: \"Kamu telah mengetahui perjanjian yang kamu buat, maka apakah kamu tetap memeliharanya atau mengembalikan perlindunganku kepadaku karena aku tidak suka bila orang-orang Arab mendengar bahwa aku telah melanggar perjanjian hanya karena seseorang yang telah aku berjanji kepadanya\". Maka Abu Bakar berkata: \"Aku kembalikan jaminanmu kepadamu dan aku ridho hanya dengan perlindungan Allah dan RasulNya shallallahu 'alaihi wasallam. Kejadian ini adalah di Makkah. Maka Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: \"Sungguh aku telah ditampakkan negeri tempat hijrah kalian dan aku melihat negeri yang subur ditumbuhi dengan pepohonan kurma diantara dua bukit yang kokoh. Maka berhijrahlah orang yang berhijrah menuju Madinah ketika Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam menyebutkanhal itu. Dan kembali pula berdatangan ke Madinah sebagian dari mereka yang pernah hijrah ke Habasyah sementara Abu Bakar telah bersiap-siap pula untuk berhijrah. Maka Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam berkata, kepadanya: \"Janganlah kamu tergesa-gesa karena aku berharap aku akan diizinkan (untuk berhijrah) \". Abu Bakar berkata: \"Sungguh demi bapakku tanggungannya, apakah benar Tuan mengharapkan itu?\" Beliau bersabda: \"Ya benar\". Maka Abu Bakar berharap dalam dirinya bahwa dia benar-benar dapat mendampingi Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam dalam berhijrah. Maka dia memberi makan dua hewan tunggangan yang dimilikinya dengan dedaunan Samur selama empat bulan.......
Dalam hadis ini ummul mukminin Aisyah Rha menguraikan perhatiannya tentang kondisi awal kerasulan sampai peristiwa hijrah ke Habsy dalam dua ayat yaitu, “sejak saya mengerti dan paham keadaan sekeliling, saya dapati keluarga saya telah memeluk Islam”. Dan “saya melihat nabi Muhammad saw datang ke rumah kami pada setiap hari pada pagi dan petang”
Dibagian pertama hadis itu Ummul mukminin Rha telah menceritakan perhatiannya dalam dua ayat, yaitu “sejak saya mengerti dan paham keadaan sekeliling, saya telah melihat keadaan ini.” Dan bagian kedua yaitu setelah balighnya, ummul mukminin Rha telah menyatakan, sebagai zaman perselisihan. Yaitu zaman yang menyebabkan sahabat sahabat diawal islam berhijrah ke Habsy. Aisyah Rha selanjutnya telah menceritakan secara terperinci peristiwa Hijrah ayahnya, Abu bakar Rha ke Habsy.
Bagian ketiga dari hadis ini yang tidak dikutip ialah hijrah ke madinah. Ada dua riwayat tentang peristiwa hijrah ke madinah. Pertama Nabi saw keluar rumah Abu Bakar” dimana Aisyah Rha menyatakan dia diberitahu oleh Amir bin Fahirah (bekas hamba Abu Bakar Ra dan temannya semasa Hijrah). Kedua, peristiwa suraqah dimana beliau menyatakan diberitahu oleh suraqah kepadanya. Dengan kata lain, sejak ummul mukminin Rha mulai memasuki usia baligh, sudah mengerti bahwa Abu Bakar Ra dan Ummu Rukman Ra telah memeluk Islam. Dan Juga, sejak beliau paham keadaan sekelilinganya, beliau melihat Rasulullah saw senantiasa mengunjungi rumah mereka setiap pada waktu pagi dan petang.
Dalam Hadis ini Aisyah telah mengaku secara jelas, beliau paham keadaan sekelilingnya pada saat Nabi Saw diangkat menjadi rasul dan menyaksikan semua peristiwa yang terjadi pada masa tersebut. Namun Ulama kita telah mentakwilkan-oleh sebab riwayat Hisyam menyatakan-Aisyah Rha berusia sembilan Tahun sewaktu mulai hidup bersama Rasulullah saw, Ummul Mukminin Rha mungkin telah mendengar cerita cerita ini dari orang Lain.
Sekali lagi Ummul Mukmini berkata bahwa “ketika saya telah paham keadaan sekeliling, saya telah melihat perkara yang terjadi.” Ulama kita mengatakan bahwa beliau belum lagi dilahirkan! Ringkasnya, boleh dikatakan, ummul mukminin telah melihat peristiwa tersebut lima atau enam tahun sebelum kelahirannya. Kami menyerahkan kepada siapa saja untuk membuat keputusan siapakah yang benar.?!
Dengan kata lain, seorang kanak kanak yang sudah bisa mengingat siapa yang datang dan keluar dari rumahnya dan mulai paham adalah sesuai dengan penduduk mekah. Ini adalah tingkatan usia seorang kanak kanak dimana dimana ia mempunyai naluri ingin tahu dan berfikir kenapa dan bagaimana suatu perkara itu terjadi.
Kesimpulan dari perbincangan ini, kita hendaknya bisa menerima fakta, bahwa berdasarkan hadis ini, Ummul mukminin Rha saat itu sudah berumur sekurang kurangnya antara lima hingga enam tahun ketika pengangkatan Nabi saw sebagai Rasul. Dan dengan perkiraan itu, bahwa umur beliau saat saat menikah dengan Nabi Saw sekitar sembilan belas Tahun atau duapuluh Tahun. Dan sekaligus membuktikan bahwa ummul mukminin dan Fatimah Rha adalah sebaya. Dengan demiian, terpulang kepada kita untuk menerima riwayat Hisyam(dengan menolak dua hadis dalam kitab bukhari diatas)atau mengakui kekeliruan Hisyam.
bersambung..
dhans- SERSAN MAYOR
-
Posts : 595
Location : Jakarta
Join date : 05.07.12
Reputation : 30
Re: Kajian berita/kabar usia pernikahan Aisyah ra
Hujjah ke sembilan : Aisyah Rha membasuh Luka dan Ingus Usmaha Bin Zaid Rha.
Aisyah Rha menceritakan bahwa Usmah telah jatuh terpeleset dan terkena papan pintu dan luka mukanya...:
Musnad Ahmad 24677... Telah menceritakan kepada kami Hajjaj berkata; telah mengabarkan kepada kami Syarik dari Al Abbas bin Darih dari Albahi dari Aisyah bahwa Usamah bin Zaid terjatuh di depan pintu atau di ambang pintu dan keningnya terluka. Lalu Rasulullah shallallahu'alaihi wa sallam menuturkan kepadaku:
\"Hilangkan luka tersebut darinya atau hapuslah luka tersebut!\" ia berkata; \"Tapi saya merasa jijik.\" Ia berkata; \"Rasulullah shallallahu'alaihi wa sallam menghisap darah tersebut dan mengeluarkannya.\" Rasulullah shallallahu'alaihi wa sallam bersabda: \"Kalaulah Usamah seorang budak, sungguh aku akan memberinya pakaian dan menghiasinya hingga aku akan menafkahinya.\"
Tirmidzi 3754
Telah menceritakan kepada kami Al Husain bin Huraits telah menceritakan kepada kami Al Fadhl bin Musa dari Thalhah bin Yahya dari Aisyah binti Thalhah dari Aisyah Ummul Mukminin dia berkata; \"Nabi shallallahu 'alaihi wasallam hendak membuang ingus dari (hidung) Usamah, maka Aisyah berkata; \"Biarkan aku saja yang melakukannya.\" Beliau bersabda: \"Wahai Aisyah, cintailah dia, karena aku mencintainya.\" Abu Isa berkata; \"Hadits ini adalah hadits hasan gharib.\"
Musnad Ahmad 23931
Telah menceritakan kepada kami Waki' dari Syarik dari Al Abbas bin Dzarih dari Al Bahi dari Aisyah, bahwasanya Usamah terpeleset di depan pintu hingga ia berdarah, maka Nabi Shallallahu'alaihiwasallam menghisap darahnya seraya bersabda: \"Kalaulah Usamah seorang jariyah (anak perempuan) niscaya saya akan menghiasinya dan memakaikannya pakaian hingga saya memberinya nafakah.\"
Dari riwayat riwyat diatas akan kita dapati bahwa usmah bin Zaid Rha adalah seorang anak anak yang jauh lebih muda dari ummul mukminin Rha. Sebeb saat ia cedera, hidungnya beringus. Jadi ada dua kemungkinan, bisa jadi Ummul mukminin Rha mengangkat dan membersihkan dan bisa jadi Rasulullah saw yang melakukannya. Kemungkinan kedualah yang lebih kuat, sebab ummul mukminin Rha merasa jijik , sambil beliau meminta maaf dengan berkata “saya belum mempunyai anak, jadi saya tidak mempunyai pengalaman membasuh muka anak anak.”
Pertama perkataan ‘saya tidak mempunyai anak tiadak akan keluar dari mulut seorang anak anak perempuan berusia sembilan tahun atau sepuluh tahun. Perkataan ini hanya diucapkan oleh seorang wanita yang umurnya sesuai untuk mendapat anak.
Kedua, ini jelas menunjukan bahwa usamah adalah jauh lebih muda dari Aisyah. Jika Aisyah adalah sebaya atau lebih muda dari usamah, Rasulullah saw tidak akan meungkn menyuruh Aisyah Ra untuk membersihkan darah dan hidungnya(Usamah).
Para ulama mengatakan, dari riwayat Hisyam, Ummul mukminin berusia 18 Tahun ketika nabi saw wafat.’ Dengan demikian berapakah usia usama waktu wafat Rasulullah saw. Imam Zahabi telah menulis dalam bukunya ‘Siyar A’Lam al-Nubala’ bahwa Usamah berusia 18 tahun pada waktu itu. Sesuatu yang menarik untuk diperhatikan disini ialah seorang anak perempuan telah membersihkan hidung seorang anak laki laki sebaya dengannya. Waliuddin Al-Khatib, penulis Miskhat, menulis dalam bab Al-Ikmalfi Asma’al-Rijal,”ketika nabi saw wafat, Usmamah berumur 20 Tahun.”(Miskhat’)
Telah disepakati oleh ulama Ahli hadis dan ahli sejarah bahwa sebelum wafatnya, Rasulullah saw menyusun satu pasukan tentara untuk menyerang Romawi dan menaklukan Syiria untuk menebus kekalahan dalam perang Mu’tah. Usamah Ra adalah panglima angkatan tentara ini, dan sahabat besar seperti sayidina Umar Ra telah diperintahkan untuk berperang dibawah perintahnya. Pada saat itu beliau berumur duapuluh tahun, menurut Waliuddin Al-Khatib dan sembilan belas tahun menurut Hafidz Ibn Katsir.:
“Ketika Rasulullah saw wafat, Usamah berumur 19 tauhn.” (Al Bidayah-wanNihayah, Jilid 8, m/s 670. Setelah dibaiat, Abu Bakar Ra menyempurnakan tugasnya ini dengan mengantar tentara Usmah – dengan atas izin Allah swt telah kembali dengan kemenangan. Usamah telah dilahirkan pada tahun ke 3 kerasulan. Dan kejadian saat beliau cedera terjatuh dimuka pintu rumahnya, atau hidungnya beringus, atau Rasulullah saw membasuh mukanya ataupun Rasulullah saw menyuruh Ummul mukminin rha agar membasuh atau membersihkan mukanya dan sebagainya, adalah karena Usamah pada waktu itu ialah seoang anak kecil. Dan juga, permintaan agar Ummul mukminin Rha merawat Usmah adalah karena Ummul Mukmini Rha adalah lebih tua dari Usamah. Jika usia Usmah lebih muda dari Ummul mukminin Rha dan usianya Usamah sekitar 19-20Tahun diwaktu kewafatan Nabi saw, umur Ummul mukminin Rha setidak tidaknya lebih tua lima tahun dari Usamah, dengan demikian barulah perintah mengnai membersihkan darah dan hidung itu sesuai.
Aisyah Rha menceritakan bahwa Usmah telah jatuh terpeleset dan terkena papan pintu dan luka mukanya...:
Musnad Ahmad 24677... Telah menceritakan kepada kami Hajjaj berkata; telah mengabarkan kepada kami Syarik dari Al Abbas bin Darih dari Albahi dari Aisyah bahwa Usamah bin Zaid terjatuh di depan pintu atau di ambang pintu dan keningnya terluka. Lalu Rasulullah shallallahu'alaihi wa sallam menuturkan kepadaku:
\"Hilangkan luka tersebut darinya atau hapuslah luka tersebut!\" ia berkata; \"Tapi saya merasa jijik.\" Ia berkata; \"Rasulullah shallallahu'alaihi wa sallam menghisap darah tersebut dan mengeluarkannya.\" Rasulullah shallallahu'alaihi wa sallam bersabda: \"Kalaulah Usamah seorang budak, sungguh aku akan memberinya pakaian dan menghiasinya hingga aku akan menafkahinya.\"
Tirmidzi 3754
Telah menceritakan kepada kami Al Husain bin Huraits telah menceritakan kepada kami Al Fadhl bin Musa dari Thalhah bin Yahya dari Aisyah binti Thalhah dari Aisyah Ummul Mukminin dia berkata; \"Nabi shallallahu 'alaihi wasallam hendak membuang ingus dari (hidung) Usamah, maka Aisyah berkata; \"Biarkan aku saja yang melakukannya.\" Beliau bersabda: \"Wahai Aisyah, cintailah dia, karena aku mencintainya.\" Abu Isa berkata; \"Hadits ini adalah hadits hasan gharib.\"
Musnad Ahmad 23931
Telah menceritakan kepada kami Waki' dari Syarik dari Al Abbas bin Dzarih dari Al Bahi dari Aisyah, bahwasanya Usamah terpeleset di depan pintu hingga ia berdarah, maka Nabi Shallallahu'alaihiwasallam menghisap darahnya seraya bersabda: \"Kalaulah Usamah seorang jariyah (anak perempuan) niscaya saya akan menghiasinya dan memakaikannya pakaian hingga saya memberinya nafakah.\"
Dari riwayat riwyat diatas akan kita dapati bahwa usmah bin Zaid Rha adalah seorang anak anak yang jauh lebih muda dari ummul mukminin Rha. Sebeb saat ia cedera, hidungnya beringus. Jadi ada dua kemungkinan, bisa jadi Ummul mukminin Rha mengangkat dan membersihkan dan bisa jadi Rasulullah saw yang melakukannya. Kemungkinan kedualah yang lebih kuat, sebab ummul mukminin Rha merasa jijik , sambil beliau meminta maaf dengan berkata “saya belum mempunyai anak, jadi saya tidak mempunyai pengalaman membasuh muka anak anak.”
Pertama perkataan ‘saya tidak mempunyai anak tiadak akan keluar dari mulut seorang anak anak perempuan berusia sembilan tahun atau sepuluh tahun. Perkataan ini hanya diucapkan oleh seorang wanita yang umurnya sesuai untuk mendapat anak.
Kedua, ini jelas menunjukan bahwa usamah adalah jauh lebih muda dari Aisyah. Jika Aisyah adalah sebaya atau lebih muda dari usamah, Rasulullah saw tidak akan meungkn menyuruh Aisyah Ra untuk membersihkan darah dan hidungnya(Usamah).
Para ulama mengatakan, dari riwayat Hisyam, Ummul mukminin berusia 18 Tahun ketika nabi saw wafat.’ Dengan demikian berapakah usia usama waktu wafat Rasulullah saw. Imam Zahabi telah menulis dalam bukunya ‘Siyar A’Lam al-Nubala’ bahwa Usamah berusia 18 tahun pada waktu itu. Sesuatu yang menarik untuk diperhatikan disini ialah seorang anak perempuan telah membersihkan hidung seorang anak laki laki sebaya dengannya. Waliuddin Al-Khatib, penulis Miskhat, menulis dalam bab Al-Ikmalfi Asma’al-Rijal,”ketika nabi saw wafat, Usmamah berumur 20 Tahun.”(Miskhat’)
Telah disepakati oleh ulama Ahli hadis dan ahli sejarah bahwa sebelum wafatnya, Rasulullah saw menyusun satu pasukan tentara untuk menyerang Romawi dan menaklukan Syiria untuk menebus kekalahan dalam perang Mu’tah. Usamah Ra adalah panglima angkatan tentara ini, dan sahabat besar seperti sayidina Umar Ra telah diperintahkan untuk berperang dibawah perintahnya. Pada saat itu beliau berumur duapuluh tahun, menurut Waliuddin Al-Khatib dan sembilan belas tahun menurut Hafidz Ibn Katsir.:
“Ketika Rasulullah saw wafat, Usamah berumur 19 tauhn.” (Al Bidayah-wanNihayah, Jilid 8, m/s 670. Setelah dibaiat, Abu Bakar Ra menyempurnakan tugasnya ini dengan mengantar tentara Usmah – dengan atas izin Allah swt telah kembali dengan kemenangan. Usamah telah dilahirkan pada tahun ke 3 kerasulan. Dan kejadian saat beliau cedera terjatuh dimuka pintu rumahnya, atau hidungnya beringus, atau Rasulullah saw membasuh mukanya ataupun Rasulullah saw menyuruh Ummul mukminin rha agar membasuh atau membersihkan mukanya dan sebagainya, adalah karena Usamah pada waktu itu ialah seoang anak kecil. Dan juga, permintaan agar Ummul mukminin Rha merawat Usmah adalah karena Ummul Mukmini Rha adalah lebih tua dari Usamah. Jika usia Usmah lebih muda dari Ummul mukminin Rha dan usianya Usamah sekitar 19-20Tahun diwaktu kewafatan Nabi saw, umur Ummul mukminin Rha setidak tidaknya lebih tua lima tahun dari Usamah, dengan demikian barulah perintah mengnai membersihkan darah dan hidung itu sesuai.
dhans- SERSAN MAYOR
-
Posts : 595
Location : Jakarta
Join date : 05.07.12
Reputation : 30
Re: Kajian berita/kabar usia pernikahan Aisyah ra
Hujjah ke sepuluh : Ummul mukminin Rha turut serta dalam perang badar.
Muslim 3388
Telah menceritakan kepadaku Zuhair bin Harb telah menceritakan kepada kami Abdurrahman bin Mahdi dari Malik. (dalam jalur lain disebutkan) Telah menceritakan kepadaku Abu At Thahir sedangkan lafadznya dari dia, telah menceritakan kepadaku Abdullah bin Wahb dari Malik bin Anas dari Al Fudlail bin Abu Abdullah dari Abdullah bin Niyar Al Aslami dari 'Urwah bin Az Zubair dari 'Aisyah isteri Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, bahwa dia berkata,
\"Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam pergi ke Badar, tatkala beliau sampai di Harratul Wabarah, beliau ditemui oleh seorang laki-laki yang terkenal gagah berani. Maka para sahabat Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam merasa gembira ketika melihat kedatangannya. Laki-laki tersebut berkata kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam, \"Aku sengaja mengikuti anda karena hendak ikut berperang dipihak anda dan bersama-sama dengan anda.\" Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bertanya kepadanya: \"Apakah kamu sudah beriman kepada Allah dan Rasul-Nya?\" dia menjawab, \"Tidak.\"
Beliau bersabda: \"Jika demikian, kembalilah kamu pulang, sebab kami tidak membutuhkan pertolongan orang-orang Musyrik.\" 'Aisyah berkata, \"Maka pergilah orang itu, namun ketika kami dekat dengan sebatang pohon, orang itu datang kembali menemui Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam dan berkata seperti semula, sementara Nabi shallallahu 'alaihi wasallam juga bertanya seperti semula.
Selanjutnya beliau bersabda: \"Jika demikian, kembalilah kamu pulang, sebab kami tidak membutuhkan pertolongan orang-orang Musyrik.\" Dia berkata, \"Maka pergilah dia, kemudian ketika kami sampai di baida`, dia datang kembali, Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bertanya pula kepadanya seperti semula: \"Apakah anda sudah beriman kepada Allah dan Rasul-Nya?\" jawab orang itu, \"Ya aku beriman.\"
Maka Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda kepadanya: \"Mari, teruslah jalan.\"
Bagaimanapun pensyarah pensyarah hadis telah mentakwilkan bahwa perkataan “kami” yang digunakan “para sahabat” dan beliau (aisyah ra) sendiri sebenarnya tidak termasuk dalam ungkapan “kami” itu. Dan Ummul mukminin ra telah pergi ke baida untuk mengucapkan selamat jalan kepada Nabi Muhammad saw. Namun kita tidak dapat menerima takwilan ini. Dari hadis imam muslim ini, dapat ditarik kesimpulan bahwa Ummul Mukminin Aisyah ra telah turut serta dalam peperangan badar, dan Aisyah adalah satus-satunya wanita yang menyertai peperangan Badar. Ahli sejarah dan para penulis sirah Nabawiyah yang mengatakan Nabi saw mulai tinggal bersama Aisyah ra di bulan /syawal, tahun ke dua H, pendapatnya rasa-rasanya tidak berdasar. Yang tepat adalah Ummul mukminin ra telah hidup bersama baginda saw pda bulan syawal, tahun pertama setelah hijrah, dan hadis Muslim diatas adalah benar
Disamping membuktikan bahwa Ummul Mukmin Rha telah ikut perang badar dan hidup bersama nabi saw mulai bulan syawal ditahun pertama hijrah, hadis ini juga membuktikan bahwa aisyah ra telah hidup bersama rasulullah saw selama sepuluh tahun. Jd pernyataan ahli sejarah maupn riwayat hisyam yang mengatakan tempo 9 tahun adalah salah.
Ketika umar bin khatab ra memberikan sejumlah hadiah yang lebih pada mereka yang telah menyertai perang badar, berbanding dengan mereka yang tidak menyertai perang badar. Dan ketika hadiah untuk istri-istri rasulullah saw di bagikan, jumlah hadiah ummul Mukmin aisyah ra adalah yg tertinggi, yang menurut ahli sejarah disebabkan beliau istri paling disayangi oleh rasulullah saw.
Jadi imam muslim telah menyampaikan riwayat ini dengan sanad shahih tentunya sehingga tiada perawi yang perlu dipertikaikan. Beliau telah membuktikan Ummul mukminin aisyah ra telah turut serta dalam perang badar dan menjalani kehidupan sebagai istri kepada nabi saw pada satu tahun setelah hijriah, dan terus kekal sebagai istri nabi saw selama sepuluh tahun sampai beliau wafat. Maka tempo 9 tahun yg diriwayatkan Hisyam adalah tidak benar.
Dan denga riwayat ini juga telah membuktikan Ummul mukminin tidaklah bermain dengn anak patung/boneka tetapi bermain dengan pedang bahkan beliau telah dibesarkan di bawah bayang bayang pedang. Ini merupakan sifat awal beliau..bermain dengan anak patung adalah kebiasaan orang AJAMI (iran), bukannya permainan orang arab. Para perawi irak mau mengatakan Ummul Mukmin aisyah ra suka bermain dengan anak patung sebagaimana kegemaran wanita-wanita disana. Tapi bagaimana mungkin seorang anak perempuan yg menghabiskan waktunya bermain dengan anak patung dapat memehami maksud al quran dan al hadis..
Jadi pada gambaran diatas bagaimana mungkin beliau yg seorang anak anak pergi ke medan perang?ini karena tugas wanita memberi semangat kemiliteran. Dalam peperang badar bendera yang disediakan adalah dibuat dari kain tudung yang digunkan oleh wanita Islam untuk menutupi kepala dan badan. Ini merupakan bukti yg lebih menguatkan bahwa aisyah mulai hidup bersama Rasulullah pada tahun pertma hijrah dan belia(aisyah) menyertai peperangn badar. Ini karena tidak mungkin dan masuk akal untuk mengambil kain tudung anak anak perempuan yang belum menikah.
Begitu juga aga sulit dipercaya nabi saw membawa kain tudung seorang pengantin baru dan berangkat ke medan perang dan ia (aisyah) juga tidak mungkin pergi hingga ke baida semata mata untuk mengucapkan selamat jalan kepada nabi saw, dan telah meninggalkan kain tudungnya disana. Sebab ini bukannlah sebuah kisah cinta.
Muslim 3388
Telah menceritakan kepadaku Zuhair bin Harb telah menceritakan kepada kami Abdurrahman bin Mahdi dari Malik. (dalam jalur lain disebutkan) Telah menceritakan kepadaku Abu At Thahir sedangkan lafadznya dari dia, telah menceritakan kepadaku Abdullah bin Wahb dari Malik bin Anas dari Al Fudlail bin Abu Abdullah dari Abdullah bin Niyar Al Aslami dari 'Urwah bin Az Zubair dari 'Aisyah isteri Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, bahwa dia berkata,
\"Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam pergi ke Badar, tatkala beliau sampai di Harratul Wabarah, beliau ditemui oleh seorang laki-laki yang terkenal gagah berani. Maka para sahabat Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam merasa gembira ketika melihat kedatangannya. Laki-laki tersebut berkata kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam, \"Aku sengaja mengikuti anda karena hendak ikut berperang dipihak anda dan bersama-sama dengan anda.\" Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bertanya kepadanya: \"Apakah kamu sudah beriman kepada Allah dan Rasul-Nya?\" dia menjawab, \"Tidak.\"
Beliau bersabda: \"Jika demikian, kembalilah kamu pulang, sebab kami tidak membutuhkan pertolongan orang-orang Musyrik.\" 'Aisyah berkata, \"Maka pergilah orang itu, namun ketika kami dekat dengan sebatang pohon, orang itu datang kembali menemui Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam dan berkata seperti semula, sementara Nabi shallallahu 'alaihi wasallam juga bertanya seperti semula.
Selanjutnya beliau bersabda: \"Jika demikian, kembalilah kamu pulang, sebab kami tidak membutuhkan pertolongan orang-orang Musyrik.\" Dia berkata, \"Maka pergilah dia, kemudian ketika kami sampai di baida`, dia datang kembali, Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bertanya pula kepadanya seperti semula: \"Apakah anda sudah beriman kepada Allah dan Rasul-Nya?\" jawab orang itu, \"Ya aku beriman.\"
Maka Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda kepadanya: \"Mari, teruslah jalan.\"
Bagaimanapun pensyarah pensyarah hadis telah mentakwilkan bahwa perkataan “kami” yang digunakan “para sahabat” dan beliau (aisyah ra) sendiri sebenarnya tidak termasuk dalam ungkapan “kami” itu. Dan Ummul mukminin ra telah pergi ke baida untuk mengucapkan selamat jalan kepada Nabi Muhammad saw. Namun kita tidak dapat menerima takwilan ini. Dari hadis imam muslim ini, dapat ditarik kesimpulan bahwa Ummul Mukminin Aisyah ra telah turut serta dalam peperangan badar, dan Aisyah adalah satus-satunya wanita yang menyertai peperangan Badar. Ahli sejarah dan para penulis sirah Nabawiyah yang mengatakan Nabi saw mulai tinggal bersama Aisyah ra di bulan /syawal, tahun ke dua H, pendapatnya rasa-rasanya tidak berdasar. Yang tepat adalah Ummul mukminin ra telah hidup bersama baginda saw pda bulan syawal, tahun pertama setelah hijrah, dan hadis Muslim diatas adalah benar
Disamping membuktikan bahwa Ummul Mukmin Rha telah ikut perang badar dan hidup bersama nabi saw mulai bulan syawal ditahun pertama hijrah, hadis ini juga membuktikan bahwa aisyah ra telah hidup bersama rasulullah saw selama sepuluh tahun. Jd pernyataan ahli sejarah maupn riwayat hisyam yang mengatakan tempo 9 tahun adalah salah.
Ketika umar bin khatab ra memberikan sejumlah hadiah yang lebih pada mereka yang telah menyertai perang badar, berbanding dengan mereka yang tidak menyertai perang badar. Dan ketika hadiah untuk istri-istri rasulullah saw di bagikan, jumlah hadiah ummul Mukmin aisyah ra adalah yg tertinggi, yang menurut ahli sejarah disebabkan beliau istri paling disayangi oleh rasulullah saw.
Jadi imam muslim telah menyampaikan riwayat ini dengan sanad shahih tentunya sehingga tiada perawi yang perlu dipertikaikan. Beliau telah membuktikan Ummul mukminin aisyah ra telah turut serta dalam perang badar dan menjalani kehidupan sebagai istri kepada nabi saw pada satu tahun setelah hijriah, dan terus kekal sebagai istri nabi saw selama sepuluh tahun sampai beliau wafat. Maka tempo 9 tahun yg diriwayatkan Hisyam adalah tidak benar.
Dan denga riwayat ini juga telah membuktikan Ummul mukminin tidaklah bermain dengn anak patung/boneka tetapi bermain dengan pedang bahkan beliau telah dibesarkan di bawah bayang bayang pedang. Ini merupakan sifat awal beliau..bermain dengan anak patung adalah kebiasaan orang AJAMI (iran), bukannya permainan orang arab. Para perawi irak mau mengatakan Ummul Mukmin aisyah ra suka bermain dengan anak patung sebagaimana kegemaran wanita-wanita disana. Tapi bagaimana mungkin seorang anak perempuan yg menghabiskan waktunya bermain dengan anak patung dapat memehami maksud al quran dan al hadis..
Jadi pada gambaran diatas bagaimana mungkin beliau yg seorang anak anak pergi ke medan perang?ini karena tugas wanita memberi semangat kemiliteran. Dalam peperang badar bendera yang disediakan adalah dibuat dari kain tudung yang digunkan oleh wanita Islam untuk menutupi kepala dan badan. Ini merupakan bukti yg lebih menguatkan bahwa aisyah mulai hidup bersama Rasulullah pada tahun pertma hijrah dan belia(aisyah) menyertai peperangn badar. Ini karena tidak mungkin dan masuk akal untuk mengambil kain tudung anak anak perempuan yang belum menikah.
Begitu juga aga sulit dipercaya nabi saw membawa kain tudung seorang pengantin baru dan berangkat ke medan perang dan ia (aisyah) juga tidak mungkin pergi hingga ke baida semata mata untuk mengucapkan selamat jalan kepada nabi saw, dan telah meninggalkan kain tudungnya disana. Sebab ini bukannlah sebuah kisah cinta.
dhans- SERSAN MAYOR
-
Posts : 595
Location : Jakarta
Join date : 05.07.12
Reputation : 30
Re: Kajian berita/kabar usia pernikahan Aisyah ra
Hujjah ke sebelas : Aisyah ikut perang uhud, sedangkan anak laki2 berumur 14 th tidak dibenarkan ikut berperang
Perang uhud yang membuat Muhammad saw mengalami luka cukup parah.
Telah bercerita kepada kami Abu Ma'mar telah bercerita kepada kami 'Abdul Warits telah bercerita kepada kami 'Abdul 'Aziz dari Anas radliallahu 'anhu berkata; Ketika perangUhud orang-orang kabur dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam sedangkan Abu Thalhah tetap bertahan di dekat Nabi shallallahu 'alaihi wasallam untuk melindungi beliau dengan perisainya. Abu Thalhah adalah seorang yang ahli memanah yang apabila mengenai target langsung menembus kulit. Pada perang itu dia telah mematahkan dua atau tiga anak panah karena sangat kerasnya bidikannya. Ada seorang laki-laki lewat di hadapannya dengan membawa sarung anak panah dan berkata;
\"Berikan ini kepada Abu Thalhah\". Maka Nabi shallallahu 'alaihi wasallam mendongakkan kepala beliau melihat keberadaan musuh, maka Abu Thalhah berkata;
\"Wahai Nabi Allah, demi ayah ibuku sebagai tebusannya, janganlah baginda mendongakkan kepala sebab bisa jadi ada panah musuh yang mengenai baginda. Cukup aku saja sebagai taruhannya. Sungguh aku melihat 'Aisyah binti Abu Bakr dan Ummu Sulaim, keduanya mengangkat pakaiannya setinggi mata kakinya sehingga terlihat perhiasan yang ada pada betisnya. Keduanya membawa kendi-kendi air untuk memberi minum kepada mulut-mulut dari orang yang terluka. Sementara itu pedang musuh telah mengenai badan Abu Thalhah dua atau tiga kali....[hr bukhari 3527]
Inilah peperangan sewaktu hidup Rasulullah saw dimana kaum muslimin yg meninggal sebagai syuhada sebanyak 70 orang.
Rasulullah saw mengetahui akan bahaya yang dihadapinya. Itulah sebabnya mengapa Nabi saw tidak membanarkan anak lelaki 14 tahun untuk turut ambil bagian dalam perang ini. Dikalangan anak anak dibawah umur ini sebutlah seperti Samrah bin Jundub, Bara’ bin Azib, Anas bin Malik, Zaid bin tsabit dan Abdullah bin umar ra. Ibn umar ra tidak dibenarkan menyertai perang uhud karena beliau berumur 14 tahun ketika itu dan peperangan khandak yg pertama kali ia ikut serta didalamnya. Oleh karena itu batasan umur untuk menyertainya, angka ini sangat penting sehingga sebagian ahli fiqih dari riwayat ibn Umar ini telah menetapkan kematangan adalah sekurang2nya 15 th.
Tugas seorang wanita dimedan perang ini adalah bertanggung jawab untuk mengangkat, merawat mujahidin yg terluka, memberikan minum dan mengankat senjata apabila diperlukan yg tidak bisa dilakukan oleh seorang anak-anak perempuan . diantara wanita yg pernah ikut berperang lainnya adalah..: 1 Ummu Ammara Rha yg berhadapan dgn Ibn Qamayyah yg juga menyertain rasulullah saw dalam perang Yamamah menentang Musailamah al Kazzab sehingga menyebabkan tangannya tidak bisa digunakan; 2 Ummu sulaim rha yg selalu membekali dirinya dengan pisau untulk menghadang serangan musuh yg mendekat (tabawat Ibn Sa’ad jilid VIII). Jelas Bukan kemampuan seorang gadis 9 tahun untuk membawa belati dan mengikuti perang bersama Nabi Saw. Dan Aisyah sendiri dengan tugas yg lebih banyak lagi..
Hujjah ke dua belas : Aisyah lebih muda 10 tahun dari kakaknya Asma dan ketika peristiwa hijrah ‘Asma berumur 27 atau 28 tahun.
Ahli hadisdan ahli sejarah sepakat bahwa Ummul mukminin Aisyah RA adalah sepuluh tahun lebih muda dari kakaknya Asma RA dan Asma RA meninggal dunia sewaktu umur 100 tahun pada tahun 73 H. Ini menunjukan Asma RA sudah berusia 27 atau 28 tahun pada saat peristiwa Hijrah. Apabila beliau lebih tua sepuluh tahun dari ummul Mu’minin ra, maka menjadi 18 tahun ketika peristiwa Hijrah (28-10), dan jika aisyah RA mulai hidup bersama sama Rasulullah saw pada tahun 1H, maka umurnya ialah 19 tahun, dan seandainya mereka tinggal bersama pada tahun 2 H umurnya menjadi 20 tahun.
Wali al-Din bin al-Khatib menulis dalam bukunya Al-Ikmal fi Asma’ al-Rijal’ sebagaimana berikut : “Asma’ RA adalah ibu dari Abdullah bin Zubair. Beliau memeluk Islam di awal permukaan Islam di Mekah. Diriwayatkan, beliau merupakan orang ke delapan belas memeluk Islam. Beliau sepuluh tahun lebih tua dari adiknya, Aisyah. Dia meninggal dunia sepuluh hari setelah kematian anak lelakinya. Ada juga pendapat mengatakan behwa setelah 20hari Ibn Zubair diturunkan dari gantungan, beliau Asma RA genap umurnya 100 tahun, dan peristiwa ini terjadi di Mekah pada tahun 73H (Mishkat)
Hafiz Ibn Hajar menulis dalam ‘Taqrib-ul-Tahzib’ : “Asma Rha hidup selama 100 tahun dan meninggal dunia pada tahun 73 atau 74H.” (taqrib-ul-Tazhib). Hafids Ibn katsir menulis di dalam kitab sejarahnya yang terkenal, ‘Al-bidayah-wa al-Nihayah’ : “adik dari Asma ialah Aisyah ra, ayahnya ialah abu Bakar As-shiddiq RA, kakeknya ialah Abu Qahafah RA, anak lelakinya ialah Abdullah RA, dan suaminya ialah Zubair RA.
Asma Rha, bersama anaknya Abdullah dan suaminya, menyertai perang Yarmuk. Beliau lebih tua sepuluh tahun dari adiknya Aisyah Rha. Beliau menyaksikan pembunuhan anaknya, Abdullah bin Az-Zubair rha, yang menyedihkan beberapa hari sebelum kematiannya(pada tahun 73H). Setelah 5 hari kejadian ini berlangsung, menurut sebagian pendapat mengatakan ‘setelah sepuluh hari’ sementara pendapat yang lainnya mengatakan ‘setelah lebih dari 20 hari’ dan beberapa pendapat lain mengatakan ‘setelah 100 hari’ Asma Rha meninggal dunia. Suatu yang dimaklumi semua bahwa beliau berumur 100 tahun saat kematiannya. Tiada satupun giginya yang tanggal, bahkan tidak ada sedikitpun kekurangan ingatannya. (Al-Bidayah-wan-Nihayah, Jilid VIII)
Begitu juga az-Zahabi talah menulis didalam bukunya, ‘siyar –A’lam al-Nubala’. Beliau mengatakan : “Asma Rha binti abu bakar RA usianya kurang lebih sepuluh tahun lebih tua dari Aisyah Ra.” (siyar-A’lam Al-Nubala, jilid II).
Abdur Rahman bin Abi Zinad mengatakan bahwa Asma Rha usianya sepuluh tahun lebih tua dari Aisyah ra. Urwah juga mengatakan bahwa Asma wafat saat berumur 100 tahun. (siyar-A’lam Al-Nubala, jilid II)
Hafiz az-Zahabi, Hafiz Ibn Katsir dan Wali al-Din Al-khatib dikenal sebagai Ulama Hadis. Tokoh-tokoh ini juga dikenal ahli sejarah dan ulama hadis (muhadditsin) yang terkenal dalam ilmu rijal (biografi perawi). Mereka mengatkan Ummul Mukminin aisyah RA ialah sepuluh tahun tahun lebih muda dari Asma. Jadi berdasarkan fakta bahwa umur Asma adalah 100 tahn sewaktu meninggal dunia, maka akan didapati ummur Aisyah ialah 16 tahun ketika menikah dan 19tahun ketika memulai hidup bersama Rasulullah saw. Sekali lagi dibuktikan bahwa angka 10 telah digugurkan oleh Hisyam didalam riwayatnya, dan beliau telah melakukan kesalahan ketika menyebut angka 9. Seandainya riwayat Hisyam adalah benar umur Asma Rha menjadi kurang sebanyak sepuluh tahun.
bersambung...
Perang uhud yang membuat Muhammad saw mengalami luka cukup parah.
Telah bercerita kepada kami Abu Ma'mar telah bercerita kepada kami 'Abdul Warits telah bercerita kepada kami 'Abdul 'Aziz dari Anas radliallahu 'anhu berkata; Ketika perangUhud orang-orang kabur dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam sedangkan Abu Thalhah tetap bertahan di dekat Nabi shallallahu 'alaihi wasallam untuk melindungi beliau dengan perisainya. Abu Thalhah adalah seorang yang ahli memanah yang apabila mengenai target langsung menembus kulit. Pada perang itu dia telah mematahkan dua atau tiga anak panah karena sangat kerasnya bidikannya. Ada seorang laki-laki lewat di hadapannya dengan membawa sarung anak panah dan berkata;
\"Berikan ini kepada Abu Thalhah\". Maka Nabi shallallahu 'alaihi wasallam mendongakkan kepala beliau melihat keberadaan musuh, maka Abu Thalhah berkata;
\"Wahai Nabi Allah, demi ayah ibuku sebagai tebusannya, janganlah baginda mendongakkan kepala sebab bisa jadi ada panah musuh yang mengenai baginda. Cukup aku saja sebagai taruhannya. Sungguh aku melihat 'Aisyah binti Abu Bakr dan Ummu Sulaim, keduanya mengangkat pakaiannya setinggi mata kakinya sehingga terlihat perhiasan yang ada pada betisnya. Keduanya membawa kendi-kendi air untuk memberi minum kepada mulut-mulut dari orang yang terluka. Sementara itu pedang musuh telah mengenai badan Abu Thalhah dua atau tiga kali....[hr bukhari 3527]
Inilah peperangan sewaktu hidup Rasulullah saw dimana kaum muslimin yg meninggal sebagai syuhada sebanyak 70 orang.
Rasulullah saw mengetahui akan bahaya yang dihadapinya. Itulah sebabnya mengapa Nabi saw tidak membanarkan anak lelaki 14 tahun untuk turut ambil bagian dalam perang ini. Dikalangan anak anak dibawah umur ini sebutlah seperti Samrah bin Jundub, Bara’ bin Azib, Anas bin Malik, Zaid bin tsabit dan Abdullah bin umar ra. Ibn umar ra tidak dibenarkan menyertai perang uhud karena beliau berumur 14 tahun ketika itu dan peperangan khandak yg pertama kali ia ikut serta didalamnya. Oleh karena itu batasan umur untuk menyertainya, angka ini sangat penting sehingga sebagian ahli fiqih dari riwayat ibn Umar ini telah menetapkan kematangan adalah sekurang2nya 15 th.
Tugas seorang wanita dimedan perang ini adalah bertanggung jawab untuk mengangkat, merawat mujahidin yg terluka, memberikan minum dan mengankat senjata apabila diperlukan yg tidak bisa dilakukan oleh seorang anak-anak perempuan . diantara wanita yg pernah ikut berperang lainnya adalah..: 1 Ummu Ammara Rha yg berhadapan dgn Ibn Qamayyah yg juga menyertain rasulullah saw dalam perang Yamamah menentang Musailamah al Kazzab sehingga menyebabkan tangannya tidak bisa digunakan; 2 Ummu sulaim rha yg selalu membekali dirinya dengan pisau untulk menghadang serangan musuh yg mendekat (tabawat Ibn Sa’ad jilid VIII). Jelas Bukan kemampuan seorang gadis 9 tahun untuk membawa belati dan mengikuti perang bersama Nabi Saw. Dan Aisyah sendiri dengan tugas yg lebih banyak lagi..
Hujjah ke dua belas : Aisyah lebih muda 10 tahun dari kakaknya Asma dan ketika peristiwa hijrah ‘Asma berumur 27 atau 28 tahun.
Ahli hadisdan ahli sejarah sepakat bahwa Ummul mukminin Aisyah RA adalah sepuluh tahun lebih muda dari kakaknya Asma RA dan Asma RA meninggal dunia sewaktu umur 100 tahun pada tahun 73 H. Ini menunjukan Asma RA sudah berusia 27 atau 28 tahun pada saat peristiwa Hijrah. Apabila beliau lebih tua sepuluh tahun dari ummul Mu’minin ra, maka menjadi 18 tahun ketika peristiwa Hijrah (28-10), dan jika aisyah RA mulai hidup bersama sama Rasulullah saw pada tahun 1H, maka umurnya ialah 19 tahun, dan seandainya mereka tinggal bersama pada tahun 2 H umurnya menjadi 20 tahun.
Wali al-Din bin al-Khatib menulis dalam bukunya Al-Ikmal fi Asma’ al-Rijal’ sebagaimana berikut : “Asma’ RA adalah ibu dari Abdullah bin Zubair. Beliau memeluk Islam di awal permukaan Islam di Mekah. Diriwayatkan, beliau merupakan orang ke delapan belas memeluk Islam. Beliau sepuluh tahun lebih tua dari adiknya, Aisyah. Dia meninggal dunia sepuluh hari setelah kematian anak lelakinya. Ada juga pendapat mengatakan behwa setelah 20hari Ibn Zubair diturunkan dari gantungan, beliau Asma RA genap umurnya 100 tahun, dan peristiwa ini terjadi di Mekah pada tahun 73H (Mishkat)
Hafiz Ibn Hajar menulis dalam ‘Taqrib-ul-Tahzib’ : “Asma Rha hidup selama 100 tahun dan meninggal dunia pada tahun 73 atau 74H.” (taqrib-ul-Tazhib). Hafids Ibn katsir menulis di dalam kitab sejarahnya yang terkenal, ‘Al-bidayah-wa al-Nihayah’ : “adik dari Asma ialah Aisyah ra, ayahnya ialah abu Bakar As-shiddiq RA, kakeknya ialah Abu Qahafah RA, anak lelakinya ialah Abdullah RA, dan suaminya ialah Zubair RA.
Asma Rha, bersama anaknya Abdullah dan suaminya, menyertai perang Yarmuk. Beliau lebih tua sepuluh tahun dari adiknya Aisyah Rha. Beliau menyaksikan pembunuhan anaknya, Abdullah bin Az-Zubair rha, yang menyedihkan beberapa hari sebelum kematiannya(pada tahun 73H). Setelah 5 hari kejadian ini berlangsung, menurut sebagian pendapat mengatakan ‘setelah sepuluh hari’ sementara pendapat yang lainnya mengatakan ‘setelah lebih dari 20 hari’ dan beberapa pendapat lain mengatakan ‘setelah 100 hari’ Asma Rha meninggal dunia. Suatu yang dimaklumi semua bahwa beliau berumur 100 tahun saat kematiannya. Tiada satupun giginya yang tanggal, bahkan tidak ada sedikitpun kekurangan ingatannya. (Al-Bidayah-wan-Nihayah, Jilid VIII)
Begitu juga az-Zahabi talah menulis didalam bukunya, ‘siyar –A’lam al-Nubala’. Beliau mengatakan : “Asma Rha binti abu bakar RA usianya kurang lebih sepuluh tahun lebih tua dari Aisyah Ra.” (siyar-A’lam Al-Nubala, jilid II).
Abdur Rahman bin Abi Zinad mengatakan bahwa Asma Rha usianya sepuluh tahun lebih tua dari Aisyah ra. Urwah juga mengatakan bahwa Asma wafat saat berumur 100 tahun. (siyar-A’lam Al-Nubala, jilid II)
Hafiz az-Zahabi, Hafiz Ibn Katsir dan Wali al-Din Al-khatib dikenal sebagai Ulama Hadis. Tokoh-tokoh ini juga dikenal ahli sejarah dan ulama hadis (muhadditsin) yang terkenal dalam ilmu rijal (biografi perawi). Mereka mengatkan Ummul Mukminin aisyah RA ialah sepuluh tahun tahun lebih muda dari Asma. Jadi berdasarkan fakta bahwa umur Asma adalah 100 tahn sewaktu meninggal dunia, maka akan didapati ummur Aisyah ialah 16 tahun ketika menikah dan 19tahun ketika memulai hidup bersama Rasulullah saw. Sekali lagi dibuktikan bahwa angka 10 telah digugurkan oleh Hisyam didalam riwayatnya, dan beliau telah melakukan kesalahan ketika menyebut angka 9. Seandainya riwayat Hisyam adalah benar umur Asma Rha menjadi kurang sebanyak sepuluh tahun.
bersambung...
dhans- SERSAN MAYOR
-
Posts : 595
Location : Jakarta
Join date : 05.07.12
Reputation : 30
Re: Kajian berita/kabar usia pernikahan Aisyah ra
Hujjah ke dua belas : Aisyah lebih muda 10 tahun dari kakaknya Asma dan ketika peristiwa hijrah ‘Asma berumur 27 atau 28 tahun.
Ahli hadisdan ahli sejarah sepakat bahwa Ummul mukminin Aisyah RA adalah sepuluh tahun lebih muda dari kakaknya Asma RA dan Asma RA meninggal dunia sewaktu umur 100 tahun pada tahun 73 H. Ini menunjukan Asma RA sudah berusia 27 atau 28 tahun pada saat peristiwa Hijrah. Apabila beliau lebih tua sepuluh tahun dari ummul Mu’minin ra, maka menjadi 18 tahun ketika peristiwa Hijrah (28-10), dan jika aisyah RA mulai hidup bersama sama Rasulullah saw pada tahun 1H, maka umurnya ialah 19 tahun, dan seandainya mereka tinggal bersama pada tahun 2 H umurnya menjadi 20 tahun.
Wali al-Din bin al-Khatib menulis dalam bukunya Al-Ikmal fi Asma’ al-Rijal’ sebagaimana berikut : “Asma’ RA adalah ibu dari Abdullah bin Zubair. Beliau memeluk Islam di awal permukaan Islam di Mekah. Diriwayatkan, beliau merupakan orang ke delapan belas memeluk Islam. Beliau sepuluh tahun lebih tua dari adiknya, Aisyah. Dia meninggal dunia sepuluh hari setelah kematian anak lelakinya. Ada juga pendapat mengatakan behwa setelah 20hari Ibn Zubair diturunkan dari gantungan, beliau Asma RA genap umurnya 100 tahun, dan peristiwa ini terjadi di Mekah pada tahun 73H (Mishkat)
Hafiz Ibn Hajar menulis dalam ‘Taqrib-ul-Tahzib’ : “Asma Rha hidup selama 100 tahun dan meninggal dunia pada tahun 73 atau 74H.” (taqrib-ul-Tazhib). Hafids Ibn katsir menulis di dalam kitab sejarahnya yang terkenal, ‘Al-bidayah-wa al-Nihayah’ : “adik dari Asma ialah Aisyah ra, ayahnya ialah abu Bakar As-shiddiq RA, kakeknya ialah Abu Qahafah RA, anak lelakinya ialah Abdullah RA, dan suaminya ialah Zubair RA.
Asma Rha, bersama anaknya Abdullah dan suaminya, menyertai perang Yarmuk. Beliau lebih tua sepuluh tahun dari adiknya Aisyah Rha. Beliau menyaksikan pembunuhan anaknya, Abdullah bin Az-Zubair rha, yang menyedihkan beberapa hari sebelum kematiannya(pada tahun 73H). Setelah 5 hari kejadian ini berlangsung, menurut sebagian pendapat mengatakan ‘setelah sepuluh hari’ sementara pendapat yang lainnya mengatakan ‘setelah lebih dari 20 hari’ dan beberapa pendapat lain mengatakan ‘setelah 100 hari’ Asma Rha meninggal dunia. Suatu yang dimaklumi semua bahwa beliau berumur 100 tahun saat kematiannya. Tiada satupun giginya yang tanggal, bahkan tidak ada sedikitpun kekurangan ingatannya. (Al-Bidayah-wan-Nihayah, Jilid VIII)
Begitu juga az-Zahabi talah menulis didalam bukunya, ‘siyar –A’lam al-Nubala’. Beliau mengatakan : “Asma Rha binti abu bakar RA usianya kurang lebih sepuluh tahun lebih tua dari Aisyah Ra.” (siyar-A’lam Al-Nubala, jilid II).
Abdur Rahman bin Abi Zinad mengatakan bahwa Asma Rha usianya sepuluh tahun lebih tua dari Aisyah ra. Urwah juga mengatakan bahwa Asma wafat saat berumur 100 tahun. (siyar-A’lam Al-Nubala, jilid II)
Hafiz az-Zahabi, Hafiz Ibn Katsir dan Wali al-Din Al-khatib dikenal sebagai Ulama Hadis. Tokoh-tokoh ini juga dikenal ahli sejarah dan ulama hadis (muhadditsin) yang terkenal dalam ilmu rijal (biografi perawi). Mereka mengatkan Ummul Mukminin aisyah RA ialah sepuluh tahun tahun lebih muda dari Asma. Jadi berdasarkan fakta bahwa umur Asma adalah 100 tahn sewaktu meninggal dunia, maka akan didapati ummur Aisyah ialah 16 tahun ketika menikah dan 19tahun ketika memulai hidup bersama Rasulullah saw. Sekali lagi dibuktikan bahwa angka 10 telah digugurkan oleh Hisyam didalam riwayatnya, dan beliau telah melakukan kesalahan ketika menyebut angka 9. Seandainya riwayat Hisyam adalah benar umur Asma Rha menjadi kurang sebanyak sepuluh tahun.
...bersambung..
Ahli hadisdan ahli sejarah sepakat bahwa Ummul mukminin Aisyah RA adalah sepuluh tahun lebih muda dari kakaknya Asma RA dan Asma RA meninggal dunia sewaktu umur 100 tahun pada tahun 73 H. Ini menunjukan Asma RA sudah berusia 27 atau 28 tahun pada saat peristiwa Hijrah. Apabila beliau lebih tua sepuluh tahun dari ummul Mu’minin ra, maka menjadi 18 tahun ketika peristiwa Hijrah (28-10), dan jika aisyah RA mulai hidup bersama sama Rasulullah saw pada tahun 1H, maka umurnya ialah 19 tahun, dan seandainya mereka tinggal bersama pada tahun 2 H umurnya menjadi 20 tahun.
Wali al-Din bin al-Khatib menulis dalam bukunya Al-Ikmal fi Asma’ al-Rijal’ sebagaimana berikut : “Asma’ RA adalah ibu dari Abdullah bin Zubair. Beliau memeluk Islam di awal permukaan Islam di Mekah. Diriwayatkan, beliau merupakan orang ke delapan belas memeluk Islam. Beliau sepuluh tahun lebih tua dari adiknya, Aisyah. Dia meninggal dunia sepuluh hari setelah kematian anak lelakinya. Ada juga pendapat mengatakan behwa setelah 20hari Ibn Zubair diturunkan dari gantungan, beliau Asma RA genap umurnya 100 tahun, dan peristiwa ini terjadi di Mekah pada tahun 73H (Mishkat)
Hafiz Ibn Hajar menulis dalam ‘Taqrib-ul-Tahzib’ : “Asma Rha hidup selama 100 tahun dan meninggal dunia pada tahun 73 atau 74H.” (taqrib-ul-Tazhib). Hafids Ibn katsir menulis di dalam kitab sejarahnya yang terkenal, ‘Al-bidayah-wa al-Nihayah’ : “adik dari Asma ialah Aisyah ra, ayahnya ialah abu Bakar As-shiddiq RA, kakeknya ialah Abu Qahafah RA, anak lelakinya ialah Abdullah RA, dan suaminya ialah Zubair RA.
Asma Rha, bersama anaknya Abdullah dan suaminya, menyertai perang Yarmuk. Beliau lebih tua sepuluh tahun dari adiknya Aisyah Rha. Beliau menyaksikan pembunuhan anaknya, Abdullah bin Az-Zubair rha, yang menyedihkan beberapa hari sebelum kematiannya(pada tahun 73H). Setelah 5 hari kejadian ini berlangsung, menurut sebagian pendapat mengatakan ‘setelah sepuluh hari’ sementara pendapat yang lainnya mengatakan ‘setelah lebih dari 20 hari’ dan beberapa pendapat lain mengatakan ‘setelah 100 hari’ Asma Rha meninggal dunia. Suatu yang dimaklumi semua bahwa beliau berumur 100 tahun saat kematiannya. Tiada satupun giginya yang tanggal, bahkan tidak ada sedikitpun kekurangan ingatannya. (Al-Bidayah-wan-Nihayah, Jilid VIII)
Begitu juga az-Zahabi talah menulis didalam bukunya, ‘siyar –A’lam al-Nubala’. Beliau mengatakan : “Asma Rha binti abu bakar RA usianya kurang lebih sepuluh tahun lebih tua dari Aisyah Ra.” (siyar-A’lam Al-Nubala, jilid II).
Abdur Rahman bin Abi Zinad mengatakan bahwa Asma Rha usianya sepuluh tahun lebih tua dari Aisyah ra. Urwah juga mengatakan bahwa Asma wafat saat berumur 100 tahun. (siyar-A’lam Al-Nubala, jilid II)
Hafiz az-Zahabi, Hafiz Ibn Katsir dan Wali al-Din Al-khatib dikenal sebagai Ulama Hadis. Tokoh-tokoh ini juga dikenal ahli sejarah dan ulama hadis (muhadditsin) yang terkenal dalam ilmu rijal (biografi perawi). Mereka mengatkan Ummul Mukminin aisyah RA ialah sepuluh tahun tahun lebih muda dari Asma. Jadi berdasarkan fakta bahwa umur Asma adalah 100 tahn sewaktu meninggal dunia, maka akan didapati ummur Aisyah ialah 16 tahun ketika menikah dan 19tahun ketika memulai hidup bersama Rasulullah saw. Sekali lagi dibuktikan bahwa angka 10 telah digugurkan oleh Hisyam didalam riwayatnya, dan beliau telah melakukan kesalahan ketika menyebut angka 9. Seandainya riwayat Hisyam adalah benar umur Asma Rha menjadi kurang sebanyak sepuluh tahun.
...bersambung..
dhans- SERSAN MAYOR
-
Posts : 595
Location : Jakarta
Join date : 05.07.12
Reputation : 30
Re: Kajian berita/kabar usia pernikahan Aisyah ra
Hujjah ke 13 : Aisyah Rha lahir di Zaman Jahiliyah sebelum kerasulan
Ahli sejarah Muhammad bin Jareer al-Tabari, menceritakan tentang keluarga Saidina Abu Bakar r. Sebagai berikut :”Abu bakar ra telah menikah sebanyak dua kali zaman Jahiliyah. Pertama dengan Qatilah dan memperoleh anak bernama Abdullah dan Asma Rha dan kedua dengan Ummu Rumman Rha, yang darinya dikaruniai anak bernama Aisyah ra dan Abdur-Rahman ra telah dilahirkan.” Kemudian beliau menyebut :”empat orang anak ini telah dilahirkan oleh dua istri sebagaimana dinyatakan di atas. Semuanya telah dilahirkan pada zaman Jahiliyah.” (tarikh Tabari, jilid IV)
Ingat bahwa golongan Syi’ah mengatakan umur aisyah saat menikah dengan Rasulullah saw adalah 6 tahun. Sedangkan Al-Tabari sendiri adalah seorang Syiah tulen, beliau mengesahkan bahwa Ummul Mukmin ra dilahairkan pada zaman Jahiliyah. Hampir setiap Muslim tahu bahwa zaman sebelum kerasulan Nabi Muhammad saw disebut sebagai zaman Jahiliyah. Jika ummul Mukmin ra telah dilahirkan meskipun beberapa bulan sebelum kerasulan, usianya adalah 15 tahun pada waktu beliau mulai tinggal bersama Rasulullah saw. Dan juga, telah dibuktikan sebelum ini bahwa Ummul Mu’minin ‘rha telah dilahirkan sekurang kurangnya lima tahun sebelum kerasulan. Dengan demikian, Ummul mukminin rha telah hidup bersama rasulullah saw ketika berusia 19 tahun.
Bagaimanapun, mungkin juga usianya lebih tua dari sembilan belas tahun, tetapi adalh mustahil Beliau lebih muda dari itu. Seandainya kita berpegang bahwa perbedaan umur antara Aisyah Rha dan Asma Rha ialah sepuluh tahun, maka umur Asma ialah 14 tahun ketika Nabi SAW diangkat menjadi rasul. Dengan fakta ini Ummul Mu’min rha sudah pasti dilahirkan sebelum kerasulan. Dan juga berarti Aisyah dan Fatima rha adalah hampir sebaya. Perbedaan umur sebanyak sepuluh tahun antara keduanya merupakan sebuah rekaan saja.
Bersambung..
Ahli sejarah Muhammad bin Jareer al-Tabari, menceritakan tentang keluarga Saidina Abu Bakar r. Sebagai berikut :”Abu bakar ra telah menikah sebanyak dua kali zaman Jahiliyah. Pertama dengan Qatilah dan memperoleh anak bernama Abdullah dan Asma Rha dan kedua dengan Ummu Rumman Rha, yang darinya dikaruniai anak bernama Aisyah ra dan Abdur-Rahman ra telah dilahirkan.” Kemudian beliau menyebut :”empat orang anak ini telah dilahirkan oleh dua istri sebagaimana dinyatakan di atas. Semuanya telah dilahirkan pada zaman Jahiliyah.” (tarikh Tabari, jilid IV)
Ingat bahwa golongan Syi’ah mengatakan umur aisyah saat menikah dengan Rasulullah saw adalah 6 tahun. Sedangkan Al-Tabari sendiri adalah seorang Syiah tulen, beliau mengesahkan bahwa Ummul Mukmin ra dilahairkan pada zaman Jahiliyah. Hampir setiap Muslim tahu bahwa zaman sebelum kerasulan Nabi Muhammad saw disebut sebagai zaman Jahiliyah. Jika ummul Mukmin ra telah dilahirkan meskipun beberapa bulan sebelum kerasulan, usianya adalah 15 tahun pada waktu beliau mulai tinggal bersama Rasulullah saw. Dan juga, telah dibuktikan sebelum ini bahwa Ummul Mu’minin ‘rha telah dilahirkan sekurang kurangnya lima tahun sebelum kerasulan. Dengan demikian, Ummul mukminin rha telah hidup bersama rasulullah saw ketika berusia 19 tahun.
Bagaimanapun, mungkin juga usianya lebih tua dari sembilan belas tahun, tetapi adalh mustahil Beliau lebih muda dari itu. Seandainya kita berpegang bahwa perbedaan umur antara Aisyah Rha dan Asma Rha ialah sepuluh tahun, maka umur Asma ialah 14 tahun ketika Nabi SAW diangkat menjadi rasul. Dengan fakta ini Ummul Mu’min rha sudah pasti dilahirkan sebelum kerasulan. Dan juga berarti Aisyah dan Fatima rha adalah hampir sebaya. Perbedaan umur sebanyak sepuluh tahun antara keduanya merupakan sebuah rekaan saja.
Bersambung..
dhans- SERSAN MAYOR
-
Posts : 595
Location : Jakarta
Join date : 05.07.12
Reputation : 30
Re: Kajian berita/kabar usia pernikahan Aisyah ra
Hujjah ke Empat Belas : Aisyah rha orang terawal masuk Islam.
Ibnu Hisyam seorang ahli sejarah, telah menyebutkan nama nama mereka yg beriman dalam bukunya ‘AS-Sirat’ dibawah judul “As-sabiqun al-Awwalun” (orang orang yang terawal dan terkemuka). Berliau meletakan Ummul Mukminin Khadijah ra ditempat yang teratas, diikuti lelaki, wanita, dan anak anak. Beliau menulis “setelah khadijah rha, Utsman ibn affan, zubair bin al-awwam, abdur Rahmanbin Auf, Sa’ad bin Abi Waqas dan thalhah bin Ubaidullah (termasuk Zaid, Ali dan Abu Bakar. Ini adalah 8 orang yang telah masuk islam melalui seruan Abu bakar ra yang terlebih dahulu memeluk Islam. Selanjutnya abu Ubaidah bin Al-Jarah memeluk Islam diikuti oleh Abu Salamah bin Abdul Asad dan Arqam bin Abi Al-Arqam (yang mana rumahnya terletak diatas bukit safa digunakan oleh nabi Muhammad saw untuk menyebarkan Islam secara rahasia)
Setelah umat islam berjumlah 40 orang, mereka keluar untuk berdakwah secara terang terangan. Hasil dari upaya dakwah tersebut, diantara yang berhasil menerima Islam adalah, Utsman bin Maz’un beserta adiknya Qadamah dan Abdullah, Ubaidah bin al-harits, Said bin Zaid dan Istrinya Fatima(adik perempuan Umar bin Al-khatab), Asma binti Abu Bakar RA dan Aisyah binti Abu bakar ra, keduanya masih kecil, dan khatab bin Al-Arth. (ibn Hisyam jilid I)
Dari uraian Ibnu Hisyam, Asma dan Aisyah rha berada ditempat kesembilan dan keduapuluh. Aisyah rha telah memeluk Islam terlebih dahulu sebelum Umar Rha, yaitu pada tahun Nabi saw diangkat menjadi rasul. Kini, jika kita hendak menerima riwayat Hisyam, Ummul Mukminin rha telah memluk Islam empat tahun sebelum kelahirannya. Oh, betapa anehnya...?
Ibn Ishaq juga menguraikan, sahabat sahabat rha yang telah memeluk Islam pada awal permulaan. Dia menyebut nama sembilan sahabat yang telah memeluk Islam di peringkat permulaan. Ibn Ishaq berkata “kemudian Abu Ubaidah Ra telah memeluk Islam, selanjutnya Abu Salamah RA, dan Arqam bin Abi-Arqam, Utsman bin Maz’un, dan ubaidah bin Al-Harits, dan Said bin Zaid beserta istrinya Fatima (binti Al-khattab), dan Asma binti Abu bakar dan Aisyah binti Abu bakar RA memeluk Islam(beliau masih kecil saat itu).(sirah nabawiyah jilid I). Disini Ibn Ishaq telah meninggalkan nama dua kakak beradik dari Maz’un ra, yaitu Qadamah dan Abdullah, meletakan nama Asma dan Aisyah pada kedudukan yang ke 17 dan 18; seandainya dua nama tadi dimasukan, maka Ummul mukminin Rha jatuh ditempat yang ke 20.
Uraian yang sama telah dikeluarkan oleh Ibn Suhaili dalam kitabnya yang terkenal yaitu Kitab Al-Raudh al-A’yif. Keterangan diatas menjelaskan bahwa Ummul Mukminin rha adalah dari kalangan orang orang yang terawal beriman, dan beliau telah menyatakan keimanannya pada tahun pertama kerasulan. Meskipun beliau seorang gadis kecil, yang pasti, beliau sudah paham tentang makna Islam dan Iman. Kemungkinan besar beliau telah dilahirkan lima tahun sebelum kerasulan dan beliau berumur enam tahun ketika menerima Islam.
Penulis ‘Hayat Sayyid ul-Arab’ meletakan Waraqah bin Naufal sebagai orang yang pertama sekali memeluk Islam. Hal ini didukung oleh Hafidz Balqini dan Hafidz Iraqi. Ibn Mandah, Ibn Hajar, Tabari, al-Baghawi, Ibn Qan’iah dan Ibn al-Sakan juga telah menyatakan Waraqah adalah salah seorang diantara sahabat. Setelah Waraqah, kemudian khadijah Rha. Ia orang pertama yang beriman. Kemudian selanjutnya abu bakar dikalangan laki laki dewasa, Ali ra dikalangan anak anak, Zaid bin Harithah ra dikalangan hamba Sahaya. Kemudian Ummu Aiman, Ummu rumman istri Abu bakar, kemudian Ummu Khair ibu dari Abu bakar, setelah itu Asma ra anak perempuannya. Dan telah diakui di kalangan ahli sejarah bahwa aisyah dan asma telah memeluk Islam bersama sama. Dengan demikian, Ummul mukminin aisyah berada ditempat yang kesepuluh.
Ibn Sa’ad menceritakan bahwa wanita pertama yang memeluk Islam adalah Khadijah ra. Selanjutnya Ummul Fazal istri dari Abbas. Kemudian ialah Asma anak perempuan Abu bakar dan Aisyah. Ibn Abbas Ra meriwayatkan sebagaimana urutan ini. Akan tetapi amat disesali jika mereka yang terpengaruh dengan riwayat Hisyam, telah menulis sesuatu yang bertolak belakang dengan kenyataanyaitu Ummul Mu’minin rha belum dilahirkan pada masa itu.
Yang mengejutkan bahwa Shibili tidak memasukan langsung seorang keluarga Abu Bakar dalam uraian ‘orang pertama beriman’ dalam bukunya siratum nabi, jilid I. Beliau telah menggugurkan nama Umm Rumman, Ummul Khair, Asma dan Aisyah rha dari uraian ini. Beliau bukan saja melakukan kekeliruan dari segi sejarah, tetapi melakukan kesalahan besar bilatidak menyebut nama nama wanita kecuali khadijah. Bahkan beliau tidak menyebutkan nama nama Puteri puteri Rasulullah saw.
Hakim abdur Rauf Danarpuri telah menulis dalam bukunya ‘As’hah-ul-Sa’yer’ sebagai jawaban terhadap tulisan shabili dalam ‘Siratun Nabi’, dimana beliau memberikan Uraian panjang untuk mereka yang pertama beriman. Dalam uraian ini beliau telah meletakan nama Asma’pada kedudukan yang ke 16 dan Ummul Mu’minin Aisyah di tempat yang ke 17. Namun begitu, disebabkan oleh riwayat Hisyam yang mengganggu pikiranya, beliau menulis catatan berikut : “Riwayat Bukhari dan Muslim meyebut bahwa ketika Nabi saw menikahi beliau (Aisyah rha), umurnya enam tahun, dan ketika mereka mulai tinggal bersama, beliau berusia sembilan tahun. Ibn Sa’ad menulis bahwa rasulullah saw. Dan Istrinya Aisyah rha mulaih bersama dibulan Syawal pada tahun pertama Hijrah.”
Beliau (Aisyah rha) telah dilahirkan setelah empat atau lima tahun Kerasulan. Bagaimanapun, bisa dipahami kalau sebenarnya beliau adalah salah seorang diantara orang orang yang pertama beriman. Ini artinya beliau adalh seorang Muslim sejak awal dari kebangkitan Islam (abdur-Rauf Danarpuri, As’hah-Ul-Sa’yer)
Hakim Rauf telah menunjukan rasa tidak senangnya mengapa ummul Mu’minin rha diuraikan bersama orang orang pertama yang beriman, kerena beliau masih belum dilahirkan ketika itu. Ini karena sebagaimana telah dibuktikan melalui riwayat Imam Bukhari dan Muslim (dari Hisayam), bahwa beliau (Aisyah rha) dilahirkan setelah empat atau lima tahun kerasulan. Hakim Rauf mengatakan bahwa Ummul Mukminin rha adalah seorang Muslim semenjak dilahirkan.
Yang diherankan adalah kenapa Hakim Rauf tidak memasukan Zainab dan Ruqayyah rha, anak perempuan nabi saw dalam Uraian ini. Banyak orang telah keliru disebabkan riwayat Hisyam hingga hari ini sebagaimana yang telah dijelaskan di awal penjelasan ini. Riwayat Hisyam telah menutup pemikiran sehingga hadis dan riwayat lain tidak dipedulikan. Mereka tidak dapat menerima yang lain kecuali yang satu ini dan mata mereka masih tertutup hingga hari ini.
masih bersambung...
Ibnu Hisyam seorang ahli sejarah, telah menyebutkan nama nama mereka yg beriman dalam bukunya ‘AS-Sirat’ dibawah judul “As-sabiqun al-Awwalun” (orang orang yang terawal dan terkemuka). Berliau meletakan Ummul Mukminin Khadijah ra ditempat yang teratas, diikuti lelaki, wanita, dan anak anak. Beliau menulis “setelah khadijah rha, Utsman ibn affan, zubair bin al-awwam, abdur Rahmanbin Auf, Sa’ad bin Abi Waqas dan thalhah bin Ubaidullah (termasuk Zaid, Ali dan Abu Bakar. Ini adalah 8 orang yang telah masuk islam melalui seruan Abu bakar ra yang terlebih dahulu memeluk Islam. Selanjutnya abu Ubaidah bin Al-Jarah memeluk Islam diikuti oleh Abu Salamah bin Abdul Asad dan Arqam bin Abi Al-Arqam (yang mana rumahnya terletak diatas bukit safa digunakan oleh nabi Muhammad saw untuk menyebarkan Islam secara rahasia)
Setelah umat islam berjumlah 40 orang, mereka keluar untuk berdakwah secara terang terangan. Hasil dari upaya dakwah tersebut, diantara yang berhasil menerima Islam adalah, Utsman bin Maz’un beserta adiknya Qadamah dan Abdullah, Ubaidah bin al-harits, Said bin Zaid dan Istrinya Fatima(adik perempuan Umar bin Al-khatab), Asma binti Abu Bakar RA dan Aisyah binti Abu bakar ra, keduanya masih kecil, dan khatab bin Al-Arth. (ibn Hisyam jilid I)
Dari uraian Ibnu Hisyam, Asma dan Aisyah rha berada ditempat kesembilan dan keduapuluh. Aisyah rha telah memeluk Islam terlebih dahulu sebelum Umar Rha, yaitu pada tahun Nabi saw diangkat menjadi rasul. Kini, jika kita hendak menerima riwayat Hisyam, Ummul Mukminin rha telah memluk Islam empat tahun sebelum kelahirannya. Oh, betapa anehnya...?
Ibn Ishaq juga menguraikan, sahabat sahabat rha yang telah memeluk Islam pada awal permulaan. Dia menyebut nama sembilan sahabat yang telah memeluk Islam di peringkat permulaan. Ibn Ishaq berkata “kemudian Abu Ubaidah Ra telah memeluk Islam, selanjutnya Abu Salamah RA, dan Arqam bin Abi-Arqam, Utsman bin Maz’un, dan ubaidah bin Al-Harits, dan Said bin Zaid beserta istrinya Fatima (binti Al-khattab), dan Asma binti Abu bakar dan Aisyah binti Abu bakar RA memeluk Islam(beliau masih kecil saat itu).(sirah nabawiyah jilid I). Disini Ibn Ishaq telah meninggalkan nama dua kakak beradik dari Maz’un ra, yaitu Qadamah dan Abdullah, meletakan nama Asma dan Aisyah pada kedudukan yang ke 17 dan 18; seandainya dua nama tadi dimasukan, maka Ummul mukminin Rha jatuh ditempat yang ke 20.
Uraian yang sama telah dikeluarkan oleh Ibn Suhaili dalam kitabnya yang terkenal yaitu Kitab Al-Raudh al-A’yif. Keterangan diatas menjelaskan bahwa Ummul Mukminin rha adalah dari kalangan orang orang yang terawal beriman, dan beliau telah menyatakan keimanannya pada tahun pertama kerasulan. Meskipun beliau seorang gadis kecil, yang pasti, beliau sudah paham tentang makna Islam dan Iman. Kemungkinan besar beliau telah dilahirkan lima tahun sebelum kerasulan dan beliau berumur enam tahun ketika menerima Islam.
Penulis ‘Hayat Sayyid ul-Arab’ meletakan Waraqah bin Naufal sebagai orang yang pertama sekali memeluk Islam. Hal ini didukung oleh Hafidz Balqini dan Hafidz Iraqi. Ibn Mandah, Ibn Hajar, Tabari, al-Baghawi, Ibn Qan’iah dan Ibn al-Sakan juga telah menyatakan Waraqah adalah salah seorang diantara sahabat. Setelah Waraqah, kemudian khadijah Rha. Ia orang pertama yang beriman. Kemudian selanjutnya abu bakar dikalangan laki laki dewasa, Ali ra dikalangan anak anak, Zaid bin Harithah ra dikalangan hamba Sahaya. Kemudian Ummu Aiman, Ummu rumman istri Abu bakar, kemudian Ummu Khair ibu dari Abu bakar, setelah itu Asma ra anak perempuannya. Dan telah diakui di kalangan ahli sejarah bahwa aisyah dan asma telah memeluk Islam bersama sama. Dengan demikian, Ummul mukminin aisyah berada ditempat yang kesepuluh.
Ibn Sa’ad menceritakan bahwa wanita pertama yang memeluk Islam adalah Khadijah ra. Selanjutnya Ummul Fazal istri dari Abbas. Kemudian ialah Asma anak perempuan Abu bakar dan Aisyah. Ibn Abbas Ra meriwayatkan sebagaimana urutan ini. Akan tetapi amat disesali jika mereka yang terpengaruh dengan riwayat Hisyam, telah menulis sesuatu yang bertolak belakang dengan kenyataanyaitu Ummul Mu’minin rha belum dilahirkan pada masa itu.
Yang mengejutkan bahwa Shibili tidak memasukan langsung seorang keluarga Abu Bakar dalam uraian ‘orang pertama beriman’ dalam bukunya siratum nabi, jilid I. Beliau telah menggugurkan nama Umm Rumman, Ummul Khair, Asma dan Aisyah rha dari uraian ini. Beliau bukan saja melakukan kekeliruan dari segi sejarah, tetapi melakukan kesalahan besar bilatidak menyebut nama nama wanita kecuali khadijah. Bahkan beliau tidak menyebutkan nama nama Puteri puteri Rasulullah saw.
Hakim abdur Rauf Danarpuri telah menulis dalam bukunya ‘As’hah-ul-Sa’yer’ sebagai jawaban terhadap tulisan shabili dalam ‘Siratun Nabi’, dimana beliau memberikan Uraian panjang untuk mereka yang pertama beriman. Dalam uraian ini beliau telah meletakan nama Asma’pada kedudukan yang ke 16 dan Ummul Mu’minin Aisyah di tempat yang ke 17. Namun begitu, disebabkan oleh riwayat Hisyam yang mengganggu pikiranya, beliau menulis catatan berikut : “Riwayat Bukhari dan Muslim meyebut bahwa ketika Nabi saw menikahi beliau (Aisyah rha), umurnya enam tahun, dan ketika mereka mulai tinggal bersama, beliau berusia sembilan tahun. Ibn Sa’ad menulis bahwa rasulullah saw. Dan Istrinya Aisyah rha mulaih bersama dibulan Syawal pada tahun pertama Hijrah.”
Beliau (Aisyah rha) telah dilahirkan setelah empat atau lima tahun Kerasulan. Bagaimanapun, bisa dipahami kalau sebenarnya beliau adalah salah seorang diantara orang orang yang pertama beriman. Ini artinya beliau adalh seorang Muslim sejak awal dari kebangkitan Islam (abdur-Rauf Danarpuri, As’hah-Ul-Sa’yer)
Hakim Rauf telah menunjukan rasa tidak senangnya mengapa ummul Mu’minin rha diuraikan bersama orang orang pertama yang beriman, kerena beliau masih belum dilahirkan ketika itu. Ini karena sebagaimana telah dibuktikan melalui riwayat Imam Bukhari dan Muslim (dari Hisayam), bahwa beliau (Aisyah rha) dilahirkan setelah empat atau lima tahun kerasulan. Hakim Rauf mengatakan bahwa Ummul Mukminin rha adalah seorang Muslim semenjak dilahirkan.
Yang diherankan adalah kenapa Hakim Rauf tidak memasukan Zainab dan Ruqayyah rha, anak perempuan nabi saw dalam Uraian ini. Banyak orang telah keliru disebabkan riwayat Hisyam hingga hari ini sebagaimana yang telah dijelaskan di awal penjelasan ini. Riwayat Hisyam telah menutup pemikiran sehingga hadis dan riwayat lain tidak dipedulikan. Mereka tidak dapat menerima yang lain kecuali yang satu ini dan mata mereka masih tertutup hingga hari ini.
masih bersambung...
dhans- SERSAN MAYOR
-
Posts : 595
Location : Jakarta
Join date : 05.07.12
Reputation : 30
Re: Kajian berita/kabar usia pernikahan Aisyah ra
Seorang teman kristen suatu kali bertanya kepada saya, "Akankah anda menikahkan saudara perempuanmu yang berumur 7 tahun dengan seorang tua berumur 50 tahun?" Saya terdiam.
Dia melanjutkan, "Jika anda tidak akan melakukannya, bagaimana bisa anda menyetujui pernikahan gadis polos berumur 7 tahun, Aisyah, dengan Nabi anda?" Saya katakan padanya, "Saya tidak punya jawaban untuk pertanyaan anda pada saat ini." Teman saya tersenyum dan meninggalkan saya dengan guncangan dalam batin saya akan agama saya.
Kebanyakan muslim menjawab bahwa pernikahan seperti itu diterima masyarakat pada saat itu. Jika tidak, orang-orang akan merasa keberatan dengan pernikahan Nabi saw dengan Aisyah.
Bagaimanapun, penjelasan seperti ini akan mudah menipu bagi orang-orang yang naif dalam mempercayainya. Tetapi, saya tidak cukup puas dengan penjelasan seperti itu.
Nabi merupakan manusia tauladan, Semua tindakannya paling patut dicontoh sehingga kita, Muslim dapat meneladaninya. Bagaimaanpun, kebanyakan orang di Islamic Center of Toledo, termasuk saya, Tidak akan berpikir untuk menunangkan saudara perempuan kita yang berumur 7 tahun dengan seorang laki-laki berumur 50 tahun. Jika orang tua setuju dengan pernikahan seperti itu, kebanyakan orang, walaupun tidak semuanya, akan memandang rendah terhadap orang tua dan suami tua tersebut.
Tahun 1923, pencatat pernikahan di Mesir diberi intruksi untuk menolak pendaftaran dan menolak mengeluarkan surat nikah bagi calon suami berumur di bawah 18 tahun, dan calon isteri dibawah 16 tahun. Tahun 1931, Sidang dalam oraganisasi-oraganisi hukum dan syariah menetapkan untuk tidak merespon pernikahan bagi pasangan dengan umur diatas (Women in Muslim Family Law, John Esposito, 1982). Ini memperlihatkan bahwa walaupun di negara Mesir yang mayoritas Muslim pernikahan usia anak-anak adalah tidak dapat diterima.
Jadi, Saya percaya, tanpa bukti yang solidpun selain perhormatan saya terhadap Nabi, bahwa cerita pernikahan gadis brumur 7 tahun dengan Nabi berumur 50 tahun adalah mitos semata. Bagaimanapun perjalanan panjang saya dalam menyelelidiki kebenaran atas hal ini membuktikan intuisi saya benar adanya.
Nabi memang seorang yang gentleman. Dan dia tidak menikahi gadis polos berumur 7 atau 9 tahun. Umur Aisyah telah dicatat secara salah dalam literatur hadist. Lebih jauh, Saya pikir bahwa cerita yang menyebutkan hal ini sangatlah tidak bisa dipercaya.
Beberapa hadist (tradisi Nabi) yang menceritakan mengenai umur Aisyah pada saat pernikahannya dengan Nabi, hadist-hadist tersebut sangat bermasalah. Saya akan menyajikan beberapa bukti melawan khayalan yang diceritakan Hisham ibnu `Urwah dan untuk membersihkan nama Nabi dari sebutan seorang tua yang tidak bertanggung jawab yang menikahi gadis polos berumur 7 tahun.
Bukti #1: Pengujian Terhadap Sumber
Sebagian besar riwayat yang menceritakan hal ini yang tercetak di hadist yang semuanya diriwayatkan hanya oleh Hisham ibn `Urwah, yang mencatat atas otoritas dari bapaknya, yang mana seharusnya minimal 2 atau 3 orang harus mencatat hadist serupa juga. Adalah aneh bahwa tak ada seorangpun yang di Medinah, dimana Hisham ibn `Urwah tinggal, sampai usia 71 tahun baru menceritakan hal ini, disamping kenyataan adanya banyak murid-murid di Medinah termasuk yang kesohor Malik ibn Anas, tidak menceritakan hal ini.
Asal dari riwayat ini adalah dari orang-orang Iraq, di mana Hisham tinggal disana dan pindah dari Medinah ke Iraq pada usia tua.
Tehzibu'l-Tehzib, salah satu buku yang cukup terkenal yang berisi catatan para periwayat hadist, menurut Yaqub ibn Shaibah mencatat : " Hisham sangatbisa dipercaya, riwayatnya dapat diterima, kecuali apa-apa yang dia ceritakan setelah pindah ke Iraq " (Tehzi'bu'l-tehzi'b, Ibn Hajar Al-`asqala'ni, Dar Ihya al-turath al-Islami, 15th century. Vol 11, p.50).
Dalam pernyataan lebih lanjut bahwa Malik ibn Anas menolak riwayat Hisham yang dicatat dari orang-orang Iraq: " Saya pernah diberi tahu bahwa Malik menolak riwayat Hisham yang dicatat dari orang-orang Iraq" (Tehzi'b u'l-tehzi'b, IbnHajar Al- `asqala'ni, Dar Ihya al-turath al-Islami, Vol.11, p. 50).
Mizanu'l-ai`tidal, buku lain yang berisi uraian riwayat hidup pada periwayat hadist Nabi saw mencatat: "Ketika masa tua, ingatan Hisham mengalami kemunduran yang mencolok" (Mizanu'l-ai`tidal, Al-Zahbi, Al-Maktabatu'l-athriyyah, Sheikhupura, Pakistan, Vol. 4, p. 301).
KESIMPULAN:
berdasarkan referensi ini, Ingatan Hisham sangatlah buruk dan
riwayatnya setelah pindah ke Iraq sangat tidak bisa dipercaya, sehingga riwayatnya mengenai umur pernikahan Aisyah adalah tidak kredibel.
KRONOLOGI: Adalah vital untuk mencatat dan mengingat tanggal penting dalam sejarah Islam:
Pra-610 M: Jahiliyah (pra-Islamic era) sebelum turun wahyu
610 M: turun wahyu pertama Abu Bakr menerima Islam
613 M: Nabi Muhammad mulai mengajar ke Masyarakat
615 M: Hijrah ke Abyssinia.
616 M: Umar bin al Khattab menerima Islam.
620 M: dikatakan Nabi meminang Aisyah
622 M: Hijrah ke Yathrib, kemudian dinamai Medina
623/624 M: dikatakan Nabi saw berumah tangga dengan Aisyah
Bukti #2: Meminang
Menurut Tabari (juga menurut Hisham ibn `Urwah, Ibn Hunbal and Ibn Sad), Aisyah dipinang pada usia 7 tahun dan mulai berumah tangga pada usia 9 tahun.
Tetapi, di bagian lain, Al-Tabari mengatakan: "Semua anak Abu Bakr (4 orang) dilahirkan pada masa jahiliyahh dari 2 isterinya " (Tarikhu'l-umam wa'l-mamlu'k, Al-Tabari (died 922), Vol. 4,p. 50, Arabic, Dara'l-fikr, Beirut, 1979).
Jika Aisyah dipinang 620M (Aisyah umur 7 tahun) dan berumah tangga tahun 623/624 M (usia 9 tahun), ini mengindikasikan bahwa Aisyah dilahirkan pada 613 M. Sehingga berdasarkan tulisan Al- Tabari, Aisyah seharusnya dilahirkan pada 613M, Yaitu 3 tahun sesudah masa Jahiliyahh usai (610 M).
Tabari juga menyatakan bahwa Aisyah dilahirkan pada saat Jahiliyah. Jika Aisyah dilahirkan pada era Jahiliyah, seharusnya minimal Aisyah berumur 14 tahun ketika dinikah. Tetapi intinya Tabari mengalami kontradiksi dalam periwayatannya.
KESIMPULAN: Al-Tabari tak reliable mengenai umur Aisyah ketika menikah.
Bukti # 3: Umur Aisyah jika dihubungkan dengan umur Fatimah
Menurut Ibn Hajar, "Fatima dilahirkan ketika Ka`bah dibangun kembali, ketika Nabi saw berusia 35 tahun... Fatimah 5 tahun lebih tua dari Aisyah" (Al-isabah fi tamyizi'l-sahabah, Ibn Hajar al-Asqalani, Vol. 4, p. 377, Maktabatu'l-Riyadh al-haditha, al-Riyadh,1978).
Jika Statement Ibn Hajar adalah factual, berarti Aisyah dilahirkan ketika Nabi berusia 40 tahun. Jika Aisyah dinikahi Nabi pada saat usia Nabi 52 tahun, maka usia Aisyah ketika menikah adalah 12 tahun.
KESIMPULAN: Ibn Hajar, Tabari, Ibn Hisham, dan Ibn Humbal kontradiksi satu sama lain. Tetapi tampak nyata bahwa riwayat Aisyah menikah usia 7 tahun adalah mitos tak berdasar.
Bukti #4: Umur Aisyah dihitung dari umur Asma'
Menurut Abda'l-Rahman ibn abi zanna'd: "Asma lebih tua 10 tahun dibanding Aisyah (Siyar A`la'ma'l-nubala', Al-Zahabi, Vol. 2, p. 289, Arabic, Mu'assasatu'l-risalah, Beirut, 1992).
Menurut Ibn Kathir: "Asma lebih tua 10 tahun dari adiknya [Aisyah]"
(Al-Bidayah wa'l-nihayah, Ibn Kathir, Vol. 8, p. 371,Dar al-fikr al-`arabi, Al-jizah, 1933).
Menurut Ibn Kathir: "Asma melihat pembunuhan anaknya pada tahun 73 H, dan 5 hari kemudian Asma meninggal. Menurut iwayat lainya, dia meninggal 10 atau 20 hari kemudian, atau beberapa hari lebih dari 20 hari, atau 100 hari kemudian. Riwayat yang paling kuat adalah 100 hari kemudian. Pada waktu Asma Meninggal, dia berusia 100 tahun" (Al-Bidayah wa'l-nihayah, Ibn Kathir, Vol. 8, p. 372, Dar al-fikr al-`arabi, Al- jizah, 1933)
Menurut Ibn Hajar Al-Asqalani: "Asma hidup sampai 100 tahun dan meninggal pada 73 or 74 H." (Taqribu'l-tehzib, Ibn Hajar Al-Asqalani,p. 654, Arabic, Bab fi'l-nisa', al-harfu'l-alif, Lucknow).
Menurut sebagaian besar ahli sejarah, Asma, Saudara tertua dari Aisyah berselisih usia 10 tahun. Jika Asma wafat pada usia 100 tahun dia tahun 73 H, Asma seharusnya berusia 27 atau 28 tahun ketika hijrah 622M).
Jika Asma berusia 27 atau 28 tahun ketika hijrah (ketika Aisyah berumah tangga), Aisyah seharusnya berusia 17 atau 18 tahun. Jadi, Aisyah, berusia 17 atau 18 tahun ketika hijrah pada taun dimana Aisyah berumah tangga.
Berdasarkan Hajar, Ibn Katir, and Abda'l-Rahman ibn abi zanna'd, usia Aisyah ketika beliau berumah tangga dengan Rasulullah adalah 19 atau 20 tahun.
Dalam bukti # 3, Ibn Hajar memperkirakan usia Aisyah 12 tahun dan dalam bukti #4 Ibn Hajar mengkontradiksi dirinya sendiri dengan pernyataannya usia Aisyah 17 atau 18 tahun. Jadi mana usia yang benar ? 12 atau 18..?
KESIMPULAN: Ibn Hajar tidak valid dalam periwayatan usia Aisyah.
Bukti #5: Perang BADAR dan UHUD
Sebuah riwayat mengenai partisipasi Aisyah dalam perang Badr dijabarkan dalam hadist Muslim, (Kitabu'l-jihad wa'l-siyar, Bab karahiyati'l-isti`anah fi'l-ghazwi bikafir). Aisyah, ketika menceritakan salah satu moment penting dalam perjalanan selama perang Badar, mengatakan: "ketika kita mencapai Shajarah". Dari pernyataan ini tampak jelas, Aisyah merupakan anggota perjalanan menuju Badar.
Sebuah riwayat mengenai pastisipasi Aisyah dalam Uhud tercatat dalam Bukhari (Kitabu'l-jihad wa'l-siyar, Bab Ghazwi'l-nisa' wa qitalihinnama`a'lrijal): "Anas mencatat bahwa pada hari Uhud, Orang-orang tidak dapat berdiri dekat Rasulullah. [pada hari itu,] Saya melihat Aisyah dan Umm-i-Sulaim dari jauh, Mereka menyingsingkan sedikit pakaian-nya [untuk mencegah halangan gerak dalam perjalanan tsb]."
Lagi-lagi, hal ini menunjukkan bahwa Aisyah ikut berada dalam perang Uhud dan Badr.
Diriwayatkan oleh Bukhari (Kitabu'l-maghazi, Bab Ghazwati'l-khandaq wa hiya'l-ahza'b): "Ibn `Umar menyatakan bahwa Rasulullah tidak mengijinkan dirinya berpastisispasi dalam Uhud, pada ketika itu, Ibnu Umar berusia 14 tahun. Tetapi ketika perang Khandaq, ketika berusia 15 tahun, Nabi mengijinkan Ibnu Umar ikut dalam perang tsb."
Berdasarkan riwayat diatas, (a) anak-anak berusia dibawah 15 tahun akan dipulangkan dan tidak diperbolehkan ikut dalam perang, dan (b) Aisyahikut dalam perang badar dan Uhud
KESIMPULAN: Aisyah ikut dalam perang Badar dan Uhud jelas mengindikasikan bahwa beliau tidak berusia 9 tahun ketika itu, tetapi minimal berusia 15 tahun. Disamping itu, wanita-wanita yang ikut menemani para pria dalam perang sudah seharusnya berfungsi untuk membantu, bukan untuk menambah beban bagi mereka. Ini merupakan bukti lain dari kontradiksi usia pernikahan Aisyah.
BUKTI #6: Surat al-Qamar (Bulan)
Menurut beberapa riwayat, Aisyah dilahirkan pada tahun ke delapan sebelum hijriyah. Tetapi menurut sumber lain dalam Bukhari, Aisyah tercatat mengatakan hal ini: "Saya seorang gadis muda(jariyah dalam bahasa arab)" ketika Surah Al-Qamar diturunkan(Sahih Bukhari, Kitabu'l-tafsir, Bab Qaulihi Bal al-sa`atu Maw`iduhum wa'l-sa`atu adha' wa amarr).
Surat 54 dari Quran diturunkan pada tahun ke delapan sebelum hijriyah(The Bounteous Koran, M.M. Khatib, 1985), menunjukkan bahwa surat tsb diturunkan pada tahun 614 M. jika Aisyah memulai berumahtangga dengan Rasulullah pada usia 9 di tahun 623 M or 624 M, Aisyah masih bayi yang baru lahir (sibyah in Arabic) pada saat Surah Al-Qamar diturunkan. Menurut riwayat diatas, secara aktual tampak bahwa Aisyah adalah gadis muda, bukan bayi yang baru lahir
ketika pewahyuan Al-Qamar. Jariyah berarti gadis muda yang masih suka bermain (Lane's Arabic English Lexicon).
Jadi, Aisyah, telah menjadi jariyah bukan sibyah (bayi), jadi telah berusia 6-13 tahun pada saat turunnya surah Al-Qamar, dan oleh karena itu sudah pasti berusia 14-21 tahun ketika dinikah Nabi.
KESIMPULAN: Riwayat ini juga mengkontra riwayat pernikahan Aisyah yang berusia 9 tahun.
Bukti #7: Terminologi bahasa Arab
Menurut riwayat dari Ahmad ibn Hanbal, sesudah meninggalnya isteri pertama Rasulullah, Khadijah, Khaulah datang kepada Nabi dan menasehati Nabi untuk menikah lagi, Nabi bertanya kepadanya tentang pilihan yang ada di pikiran Khaulah. Khaulah berkata: "Anda dapat menikahi seorang gadis (bikr) atau seorang wanita yang pernah menikah (thayyib)". Ketika Nabi bertanya tentang identitas gadis tersebut (bikr), Khaulah menyebutkan nama Aisyah.
Bagi orang yang paham bahasa Arab akan segera melihat bahwa kata bikr dalam bahasa Arab tidak digunakan untuk gadis belia berusia 9 tahun.
Kata yang tepat untuk gadis belia yang masih suka bermain-main adalah, seperti dinyatakan dimuka, adalah jariyah. Bikr disisi lain, digunakan untuk seorang wanita yang belum menikah serta belum punya pertautan pengalaman dengan pernikahan, sebagaimana kita pahami dalam bahasa Inggris "virgin". Oleh karena itu, tampak jelas bahwa gadis belia 9 tahun bukanlah "wanita" (bikr) (Musnad Ahmad ibn Hanbal, Vol. 6, p. .210,Arabic, Dar Ihya al-turath
al-`arabi, Beirut).
Kesimpulan: Arti literal dari kata, bikr (gadis), dalam hadist diatas adalah "wanita dewasa yang belum punya pengalaman sexual dalam pernikahan." Oleh karena itu, Aisyah adalah seorang wanita dewasa pada waktu menikahnya.
Bukti #8. Text Qur'an
Seluruh muslim setuju bahwa Quran adalah buku petunjuk. Jadi, kita perlu mencari petunjuk dari Qur'an untuk membersihkan kabut kebingungan yang diciptakan oleh para periwayat pada periode klasik Islam mengenai usia Aisyah dan pernikahannya. Apakah Quran mengijinkan atau melarang pernikahan dari gadis belia berusia 7 tahun?
Tak ada ayat yang secara eksplisit mengijinkan pernikahan seperti itu. Ada sebuah ayat, yang bagaimanapun, yang menuntun muslim dalam mendidik dan memperlakukan anak yatim. Petunjuk Qur'an mengenai perlakuan anak Yatim juga valid diaplikasikan ada anak kita sendiri sendiri.
Ayat tersebut mengatakan : Dan janganlah kamu serahkan kepada orang-orang yang belum sempurna akalnya, harta (mereka yang ada dalam kekuasaanmu) yang dijadikan Allah sebagai pokok kehidupan. Berilah mereka belanja dan pakaian (dari hasil harta itu) dan ucapkanlah kepada mereka kata-kata yang baik. (Qs. 4:5) Dan
ujilah anak yatim itu sampai mereka cukup umur untuk kawin.
Kemudian jika menurut pendapatmu mereka telah cerdas (pandai memelihara harta), maka serahkanlah kepada mereka harta-hartanya. ?? (Qs. 4:6)
Dalam hal seorang anak yang ditingal orang tuanya, Seorang muslim
diperintahkan untuk (a) memberi makan mereka, (b) memberi pakaian, (c) mendidik mereka, dan (d) menguji mereka thd kedewasaan "sampai usia menikah" sebelum mempercayakan mereka dalam pengelolaan keuangan.
Disini, ayat Qur'an menyatakan tentang butuhnya bukti yang teliti terhadap tingkat kedewasaan intelektual dan fisik melalui hasil test yang objektif sebelum memasuki usia nikah dan untuk mempercayakan pengelolaan harta-harta kepada mereka.
Dalam ayat yang sangat jelas diatas, tidak ada seorangpun dari muslim yang bertanggungjawab akan melakukan pengalihan pengelolaan keuangan pada seorang gadis belia berusia 7 tahun. Jika kita tidak bisa mempercayai gadis belia berusia 7 tahun dalam pengelolaan keuangan, Gadis tersebut secara tidak memenuhi syarat secara intelektual maupun fisik untuk menikah. Ibn Hambal (Musnad Ahmad ibn Hambal, vol.6, p. 33 and 99) menyatakan bahwa Aisyah yang berusia 9 tahun lebih tertarik untuk bermain dengan mainannya daripada mengambil tugas sebagai isteri.
Oleh karena itu sangatlah sulit untuk mempercayai, bahwa Abu Bakar,seorang tokoh muslim, akan menunangkan anaknya yang masih belia berusia 7 taun dengan Nabi yang berusia 50 tahun.. Sama
sulitnya untuk membayangkan bahwa Nabi menikahi seorang gadis belia berusia 7 tahun.
Sebuah tugas penting lain dalam menjaga anak adalah mendidiknya. Marilah kita memunculkan sebuah pertanyaan,"berapa banyak di antara kita yang percaya bahwa kita dapat mendidik anak kita dengan hasil memuaskan sebelum mereka mencapai usia 7 atau 9 tahun?" Jawabannya adalah Nol besar.
Logika kita berkata, adalah tidak mungkin tugas mendidik anak kita dengan memuaskan sebelum mereka mencapai usia 7 tahun, lalu bagaimana mana mungkin kita percaya bahwa Aisyah telah dididik secara sempurna pada usia 7 tahun seperti diklaim sebagai usia pernikahannya?
Abu Bakr merupakan seorang yang jauh lebih bijaksana dari kita semua, Jadi dia akan merasa dalam hatinya bahwa Aisyah masih seorang anak-anak yang belum secara sempurna sebagaimana dinyatakan Qur'an. Abu Bakar tidak akan menikahkan Aisyah kepada seorangpun. Jika sebuah proposal pernikahan dari gadis belia dan belum terdidik secara memuaskan datang kepada Nabi, Beliau
akan menolak dengan tegas karena itu menentang hukum-hukum Quran.
KESIMPULAN: Pernikahan Aisyah pada usia 7 tahun akan menentang hukum kedewasaan yang dinyatakan Quran. Oleh karena itu, Cerita pernikahan Aisyah gadis belia berusia 7 tahun adalah mitos semata.
Bukti #9: Ijin dalam pernikahan
Seorang wanita harus ditanya dan diminta persetujuan agar pernikahan yang dia lakukan menjadi syah (Mishakat al Masabiah, translation by James Robson, Vol. I, p. 665). Secara Islami, persetujuan yang kredible dari seorang wanita merupakan syarat dasar bagi kesyahan sebuah pernikahan.
Dengan mengembangkan kondisi logis ini, persetujuan yang diberikan oleh gadis belum dewasa berusia 7 tahun tidak dapat diautorisasi sebagai validitas sebuah pernikahan.
Adalah tidak terbayangkan bahwa Abu Bakr, seorang laki-laki yang cerdas, akan berpikir dan mananggapi secara keras tentang persetujuan pernikahan gadis 7 tahun (anaknya sendiri) dengan seorang laki-laki berusia 50 tahun.
Serupa dengan ini, Nabi tidak mungkin menerima persetujuan dari seorang gadis yang menurut hadith dari Muslim, masih suka bermain-main dengan bonekanya ketika berumah tangga dengan Rasulullah.
KESIMPULAN: Rasulullah tidak menikahi gadis berusia 7 tahun karena akan tidak memenuhi syarat dasar sebuah pernikahan islami tentang klausa persetujuan dari pihak isteri. Oleh karena itu, hanya ada satu kemungkinan Nabi menikahi Aisyah seorang wanita yang dewasa secara intelektual maupun fisik.
Summary:
Tidak ada tradisi Arab untuk menikahkan anak perempuan atau laki-laki yang berusia 9 tahun, Demikian juga tidak ada pernikahan Rasulullah SAW dan Aisyah ketika berusia 9 tahun. Orang-orang arab tidak pernah keberatan dengan pernikahan seperti ini, karena ini tak pernah terjadi sebagaimana isi beberapa riwayat.
Jelas nyata, riwayat pernikahan Aisyah pada usia 9 tahun oleh Hisham ibn `Urwah tidak bisa dianggap sebagai kebenaran, dan kontradisksi dengan riwayat-riwayat lain. Lebih jauh, tidak ada alasan yang nyata untuk menerima riwayat Hisham ibn `Urwah sebagai kebenaran ketika para pakar lain, termasuk Malik ibn Anas, melihat riwayat Hisham ibn `Urwah selama di Iraq adalah tidak reliable.
Pernyataan dari Tabari, Bukhari dan Muslim menunjukkan mereka kontradiksi satu sama lain mengenai usia menikah bagi Aisyah. Lebih jauh, beberapa pakar periwayat mengalami internal kontradiksi dengan riwayat-riwayatnya sendiri. Jadi, riwayat usia Aisyah 9 tahun ketika menikah adalah tidak reliable karena adanya kontradiksi yang nyata pada catatan klasik dari pakar sejarah Islam.
Oleh karena itu, tidak ada alasan absolut untuk menerima dan mempercayai usia Aisyah 9 tahun ketika menikah sebagai sebuah kebenaran disebabkan cukup banyak latar belakang untuk menolak riwayat tsb dan lebih layak disebut sebagai mitos semata. Lebih jauh, Qur'an menolak pernikahan gadis dan lelaki yang belum dewasa sebagaimana tidak layak membebankan kepada mereka tanggung jawab-tanggung jawab.
Dia melanjutkan, "Jika anda tidak akan melakukannya, bagaimana bisa anda menyetujui pernikahan gadis polos berumur 7 tahun, Aisyah, dengan Nabi anda?" Saya katakan padanya, "Saya tidak punya jawaban untuk pertanyaan anda pada saat ini." Teman saya tersenyum dan meninggalkan saya dengan guncangan dalam batin saya akan agama saya.
Kebanyakan muslim menjawab bahwa pernikahan seperti itu diterima masyarakat pada saat itu. Jika tidak, orang-orang akan merasa keberatan dengan pernikahan Nabi saw dengan Aisyah.
Bagaimanapun, penjelasan seperti ini akan mudah menipu bagi orang-orang yang naif dalam mempercayainya. Tetapi, saya tidak cukup puas dengan penjelasan seperti itu.
Nabi merupakan manusia tauladan, Semua tindakannya paling patut dicontoh sehingga kita, Muslim dapat meneladaninya. Bagaimaanpun, kebanyakan orang di Islamic Center of Toledo, termasuk saya, Tidak akan berpikir untuk menunangkan saudara perempuan kita yang berumur 7 tahun dengan seorang laki-laki berumur 50 tahun. Jika orang tua setuju dengan pernikahan seperti itu, kebanyakan orang, walaupun tidak semuanya, akan memandang rendah terhadap orang tua dan suami tua tersebut.
Tahun 1923, pencatat pernikahan di Mesir diberi intruksi untuk menolak pendaftaran dan menolak mengeluarkan surat nikah bagi calon suami berumur di bawah 18 tahun, dan calon isteri dibawah 16 tahun. Tahun 1931, Sidang dalam oraganisasi-oraganisi hukum dan syariah menetapkan untuk tidak merespon pernikahan bagi pasangan dengan umur diatas (Women in Muslim Family Law, John Esposito, 1982). Ini memperlihatkan bahwa walaupun di negara Mesir yang mayoritas Muslim pernikahan usia anak-anak adalah tidak dapat diterima.
Jadi, Saya percaya, tanpa bukti yang solidpun selain perhormatan saya terhadap Nabi, bahwa cerita pernikahan gadis brumur 7 tahun dengan Nabi berumur 50 tahun adalah mitos semata. Bagaimanapun perjalanan panjang saya dalam menyelelidiki kebenaran atas hal ini membuktikan intuisi saya benar adanya.
Nabi memang seorang yang gentleman. Dan dia tidak menikahi gadis polos berumur 7 atau 9 tahun. Umur Aisyah telah dicatat secara salah dalam literatur hadist. Lebih jauh, Saya pikir bahwa cerita yang menyebutkan hal ini sangatlah tidak bisa dipercaya.
Beberapa hadist (tradisi Nabi) yang menceritakan mengenai umur Aisyah pada saat pernikahannya dengan Nabi, hadist-hadist tersebut sangat bermasalah. Saya akan menyajikan beberapa bukti melawan khayalan yang diceritakan Hisham ibnu `Urwah dan untuk membersihkan nama Nabi dari sebutan seorang tua yang tidak bertanggung jawab yang menikahi gadis polos berumur 7 tahun.
Bukti #1: Pengujian Terhadap Sumber
Sebagian besar riwayat yang menceritakan hal ini yang tercetak di hadist yang semuanya diriwayatkan hanya oleh Hisham ibn `Urwah, yang mencatat atas otoritas dari bapaknya, yang mana seharusnya minimal 2 atau 3 orang harus mencatat hadist serupa juga. Adalah aneh bahwa tak ada seorangpun yang di Medinah, dimana Hisham ibn `Urwah tinggal, sampai usia 71 tahun baru menceritakan hal ini, disamping kenyataan adanya banyak murid-murid di Medinah termasuk yang kesohor Malik ibn Anas, tidak menceritakan hal ini.
Asal dari riwayat ini adalah dari orang-orang Iraq, di mana Hisham tinggal disana dan pindah dari Medinah ke Iraq pada usia tua.
Tehzibu'l-Tehzib, salah satu buku yang cukup terkenal yang berisi catatan para periwayat hadist, menurut Yaqub ibn Shaibah mencatat : " Hisham sangatbisa dipercaya, riwayatnya dapat diterima, kecuali apa-apa yang dia ceritakan setelah pindah ke Iraq " (Tehzi'bu'l-tehzi'b, Ibn Hajar Al-`asqala'ni, Dar Ihya al-turath al-Islami, 15th century. Vol 11, p.50).
Dalam pernyataan lebih lanjut bahwa Malik ibn Anas menolak riwayat Hisham yang dicatat dari orang-orang Iraq: " Saya pernah diberi tahu bahwa Malik menolak riwayat Hisham yang dicatat dari orang-orang Iraq" (Tehzi'b u'l-tehzi'b, IbnHajar Al- `asqala'ni, Dar Ihya al-turath al-Islami, Vol.11, p. 50).
Mizanu'l-ai`tidal, buku lain yang berisi uraian riwayat hidup pada periwayat hadist Nabi saw mencatat: "Ketika masa tua, ingatan Hisham mengalami kemunduran yang mencolok" (Mizanu'l-ai`tidal, Al-Zahbi, Al-Maktabatu'l-athriyyah, Sheikhupura, Pakistan, Vol. 4, p. 301).
KESIMPULAN:
berdasarkan referensi ini, Ingatan Hisham sangatlah buruk dan
riwayatnya setelah pindah ke Iraq sangat tidak bisa dipercaya, sehingga riwayatnya mengenai umur pernikahan Aisyah adalah tidak kredibel.
KRONOLOGI: Adalah vital untuk mencatat dan mengingat tanggal penting dalam sejarah Islam:
Pra-610 M: Jahiliyah (pra-Islamic era) sebelum turun wahyu
610 M: turun wahyu pertama Abu Bakr menerima Islam
613 M: Nabi Muhammad mulai mengajar ke Masyarakat
615 M: Hijrah ke Abyssinia.
616 M: Umar bin al Khattab menerima Islam.
620 M: dikatakan Nabi meminang Aisyah
622 M: Hijrah ke Yathrib, kemudian dinamai Medina
623/624 M: dikatakan Nabi saw berumah tangga dengan Aisyah
Bukti #2: Meminang
Menurut Tabari (juga menurut Hisham ibn `Urwah, Ibn Hunbal and Ibn Sad), Aisyah dipinang pada usia 7 tahun dan mulai berumah tangga pada usia 9 tahun.
Tetapi, di bagian lain, Al-Tabari mengatakan: "Semua anak Abu Bakr (4 orang) dilahirkan pada masa jahiliyahh dari 2 isterinya " (Tarikhu'l-umam wa'l-mamlu'k, Al-Tabari (died 922), Vol. 4,p. 50, Arabic, Dara'l-fikr, Beirut, 1979).
Jika Aisyah dipinang 620M (Aisyah umur 7 tahun) dan berumah tangga tahun 623/624 M (usia 9 tahun), ini mengindikasikan bahwa Aisyah dilahirkan pada 613 M. Sehingga berdasarkan tulisan Al- Tabari, Aisyah seharusnya dilahirkan pada 613M, Yaitu 3 tahun sesudah masa Jahiliyahh usai (610 M).
Tabari juga menyatakan bahwa Aisyah dilahirkan pada saat Jahiliyah. Jika Aisyah dilahirkan pada era Jahiliyah, seharusnya minimal Aisyah berumur 14 tahun ketika dinikah. Tetapi intinya Tabari mengalami kontradiksi dalam periwayatannya.
KESIMPULAN: Al-Tabari tak reliable mengenai umur Aisyah ketika menikah.
Bukti # 3: Umur Aisyah jika dihubungkan dengan umur Fatimah
Menurut Ibn Hajar, "Fatima dilahirkan ketika Ka`bah dibangun kembali, ketika Nabi saw berusia 35 tahun... Fatimah 5 tahun lebih tua dari Aisyah" (Al-isabah fi tamyizi'l-sahabah, Ibn Hajar al-Asqalani, Vol. 4, p. 377, Maktabatu'l-Riyadh al-haditha, al-Riyadh,1978).
Jika Statement Ibn Hajar adalah factual, berarti Aisyah dilahirkan ketika Nabi berusia 40 tahun. Jika Aisyah dinikahi Nabi pada saat usia Nabi 52 tahun, maka usia Aisyah ketika menikah adalah 12 tahun.
KESIMPULAN: Ibn Hajar, Tabari, Ibn Hisham, dan Ibn Humbal kontradiksi satu sama lain. Tetapi tampak nyata bahwa riwayat Aisyah menikah usia 7 tahun adalah mitos tak berdasar.
Bukti #4: Umur Aisyah dihitung dari umur Asma'
Menurut Abda'l-Rahman ibn abi zanna'd: "Asma lebih tua 10 tahun dibanding Aisyah (Siyar A`la'ma'l-nubala', Al-Zahabi, Vol. 2, p. 289, Arabic, Mu'assasatu'l-risalah, Beirut, 1992).
Menurut Ibn Kathir: "Asma lebih tua 10 tahun dari adiknya [Aisyah]"
(Al-Bidayah wa'l-nihayah, Ibn Kathir, Vol. 8, p. 371,Dar al-fikr al-`arabi, Al-jizah, 1933).
Menurut Ibn Kathir: "Asma melihat pembunuhan anaknya pada tahun 73 H, dan 5 hari kemudian Asma meninggal. Menurut iwayat lainya, dia meninggal 10 atau 20 hari kemudian, atau beberapa hari lebih dari 20 hari, atau 100 hari kemudian. Riwayat yang paling kuat adalah 100 hari kemudian. Pada waktu Asma Meninggal, dia berusia 100 tahun" (Al-Bidayah wa'l-nihayah, Ibn Kathir, Vol. 8, p. 372, Dar al-fikr al-`arabi, Al- jizah, 1933)
Menurut Ibn Hajar Al-Asqalani: "Asma hidup sampai 100 tahun dan meninggal pada 73 or 74 H." (Taqribu'l-tehzib, Ibn Hajar Al-Asqalani,p. 654, Arabic, Bab fi'l-nisa', al-harfu'l-alif, Lucknow).
Menurut sebagaian besar ahli sejarah, Asma, Saudara tertua dari Aisyah berselisih usia 10 tahun. Jika Asma wafat pada usia 100 tahun dia tahun 73 H, Asma seharusnya berusia 27 atau 28 tahun ketika hijrah 622M).
Jika Asma berusia 27 atau 28 tahun ketika hijrah (ketika Aisyah berumah tangga), Aisyah seharusnya berusia 17 atau 18 tahun. Jadi, Aisyah, berusia 17 atau 18 tahun ketika hijrah pada taun dimana Aisyah berumah tangga.
Berdasarkan Hajar, Ibn Katir, and Abda'l-Rahman ibn abi zanna'd, usia Aisyah ketika beliau berumah tangga dengan Rasulullah adalah 19 atau 20 tahun.
Dalam bukti # 3, Ibn Hajar memperkirakan usia Aisyah 12 tahun dan dalam bukti #4 Ibn Hajar mengkontradiksi dirinya sendiri dengan pernyataannya usia Aisyah 17 atau 18 tahun. Jadi mana usia yang benar ? 12 atau 18..?
KESIMPULAN: Ibn Hajar tidak valid dalam periwayatan usia Aisyah.
Bukti #5: Perang BADAR dan UHUD
Sebuah riwayat mengenai partisipasi Aisyah dalam perang Badr dijabarkan dalam hadist Muslim, (Kitabu'l-jihad wa'l-siyar, Bab karahiyati'l-isti`anah fi'l-ghazwi bikafir). Aisyah, ketika menceritakan salah satu moment penting dalam perjalanan selama perang Badar, mengatakan: "ketika kita mencapai Shajarah". Dari pernyataan ini tampak jelas, Aisyah merupakan anggota perjalanan menuju Badar.
Sebuah riwayat mengenai pastisipasi Aisyah dalam Uhud tercatat dalam Bukhari (Kitabu'l-jihad wa'l-siyar, Bab Ghazwi'l-nisa' wa qitalihinnama`a'lrijal): "Anas mencatat bahwa pada hari Uhud, Orang-orang tidak dapat berdiri dekat Rasulullah. [pada hari itu,] Saya melihat Aisyah dan Umm-i-Sulaim dari jauh, Mereka menyingsingkan sedikit pakaian-nya [untuk mencegah halangan gerak dalam perjalanan tsb]."
Lagi-lagi, hal ini menunjukkan bahwa Aisyah ikut berada dalam perang Uhud dan Badr.
Diriwayatkan oleh Bukhari (Kitabu'l-maghazi, Bab Ghazwati'l-khandaq wa hiya'l-ahza'b): "Ibn `Umar menyatakan bahwa Rasulullah tidak mengijinkan dirinya berpastisispasi dalam Uhud, pada ketika itu, Ibnu Umar berusia 14 tahun. Tetapi ketika perang Khandaq, ketika berusia 15 tahun, Nabi mengijinkan Ibnu Umar ikut dalam perang tsb."
Berdasarkan riwayat diatas, (a) anak-anak berusia dibawah 15 tahun akan dipulangkan dan tidak diperbolehkan ikut dalam perang, dan (b) Aisyahikut dalam perang badar dan Uhud
KESIMPULAN: Aisyah ikut dalam perang Badar dan Uhud jelas mengindikasikan bahwa beliau tidak berusia 9 tahun ketika itu, tetapi minimal berusia 15 tahun. Disamping itu, wanita-wanita yang ikut menemani para pria dalam perang sudah seharusnya berfungsi untuk membantu, bukan untuk menambah beban bagi mereka. Ini merupakan bukti lain dari kontradiksi usia pernikahan Aisyah.
BUKTI #6: Surat al-Qamar (Bulan)
Menurut beberapa riwayat, Aisyah dilahirkan pada tahun ke delapan sebelum hijriyah. Tetapi menurut sumber lain dalam Bukhari, Aisyah tercatat mengatakan hal ini: "Saya seorang gadis muda(jariyah dalam bahasa arab)" ketika Surah Al-Qamar diturunkan(Sahih Bukhari, Kitabu'l-tafsir, Bab Qaulihi Bal al-sa`atu Maw`iduhum wa'l-sa`atu adha' wa amarr).
Surat 54 dari Quran diturunkan pada tahun ke delapan sebelum hijriyah(The Bounteous Koran, M.M. Khatib, 1985), menunjukkan bahwa surat tsb diturunkan pada tahun 614 M. jika Aisyah memulai berumahtangga dengan Rasulullah pada usia 9 di tahun 623 M or 624 M, Aisyah masih bayi yang baru lahir (sibyah in Arabic) pada saat Surah Al-Qamar diturunkan. Menurut riwayat diatas, secara aktual tampak bahwa Aisyah adalah gadis muda, bukan bayi yang baru lahir
ketika pewahyuan Al-Qamar. Jariyah berarti gadis muda yang masih suka bermain (Lane's Arabic English Lexicon).
Jadi, Aisyah, telah menjadi jariyah bukan sibyah (bayi), jadi telah berusia 6-13 tahun pada saat turunnya surah Al-Qamar, dan oleh karena itu sudah pasti berusia 14-21 tahun ketika dinikah Nabi.
KESIMPULAN: Riwayat ini juga mengkontra riwayat pernikahan Aisyah yang berusia 9 tahun.
Bukti #7: Terminologi bahasa Arab
Menurut riwayat dari Ahmad ibn Hanbal, sesudah meninggalnya isteri pertama Rasulullah, Khadijah, Khaulah datang kepada Nabi dan menasehati Nabi untuk menikah lagi, Nabi bertanya kepadanya tentang pilihan yang ada di pikiran Khaulah. Khaulah berkata: "Anda dapat menikahi seorang gadis (bikr) atau seorang wanita yang pernah menikah (thayyib)". Ketika Nabi bertanya tentang identitas gadis tersebut (bikr), Khaulah menyebutkan nama Aisyah.
Bagi orang yang paham bahasa Arab akan segera melihat bahwa kata bikr dalam bahasa Arab tidak digunakan untuk gadis belia berusia 9 tahun.
Kata yang tepat untuk gadis belia yang masih suka bermain-main adalah, seperti dinyatakan dimuka, adalah jariyah. Bikr disisi lain, digunakan untuk seorang wanita yang belum menikah serta belum punya pertautan pengalaman dengan pernikahan, sebagaimana kita pahami dalam bahasa Inggris "virgin". Oleh karena itu, tampak jelas bahwa gadis belia 9 tahun bukanlah "wanita" (bikr) (Musnad Ahmad ibn Hanbal, Vol. 6, p. .210,Arabic, Dar Ihya al-turath
al-`arabi, Beirut).
Kesimpulan: Arti literal dari kata, bikr (gadis), dalam hadist diatas adalah "wanita dewasa yang belum punya pengalaman sexual dalam pernikahan." Oleh karena itu, Aisyah adalah seorang wanita dewasa pada waktu menikahnya.
Bukti #8. Text Qur'an
Seluruh muslim setuju bahwa Quran adalah buku petunjuk. Jadi, kita perlu mencari petunjuk dari Qur'an untuk membersihkan kabut kebingungan yang diciptakan oleh para periwayat pada periode klasik Islam mengenai usia Aisyah dan pernikahannya. Apakah Quran mengijinkan atau melarang pernikahan dari gadis belia berusia 7 tahun?
Tak ada ayat yang secara eksplisit mengijinkan pernikahan seperti itu. Ada sebuah ayat, yang bagaimanapun, yang menuntun muslim dalam mendidik dan memperlakukan anak yatim. Petunjuk Qur'an mengenai perlakuan anak Yatim juga valid diaplikasikan ada anak kita sendiri sendiri.
Ayat tersebut mengatakan : Dan janganlah kamu serahkan kepada orang-orang yang belum sempurna akalnya, harta (mereka yang ada dalam kekuasaanmu) yang dijadikan Allah sebagai pokok kehidupan. Berilah mereka belanja dan pakaian (dari hasil harta itu) dan ucapkanlah kepada mereka kata-kata yang baik. (Qs. 4:5) Dan
ujilah anak yatim itu sampai mereka cukup umur untuk kawin.
Kemudian jika menurut pendapatmu mereka telah cerdas (pandai memelihara harta), maka serahkanlah kepada mereka harta-hartanya. ?? (Qs. 4:6)
Dalam hal seorang anak yang ditingal orang tuanya, Seorang muslim
diperintahkan untuk (a) memberi makan mereka, (b) memberi pakaian, (c) mendidik mereka, dan (d) menguji mereka thd kedewasaan "sampai usia menikah" sebelum mempercayakan mereka dalam pengelolaan keuangan.
Disini, ayat Qur'an menyatakan tentang butuhnya bukti yang teliti terhadap tingkat kedewasaan intelektual dan fisik melalui hasil test yang objektif sebelum memasuki usia nikah dan untuk mempercayakan pengelolaan harta-harta kepada mereka.
Dalam ayat yang sangat jelas diatas, tidak ada seorangpun dari muslim yang bertanggungjawab akan melakukan pengalihan pengelolaan keuangan pada seorang gadis belia berusia 7 tahun. Jika kita tidak bisa mempercayai gadis belia berusia 7 tahun dalam pengelolaan keuangan, Gadis tersebut secara tidak memenuhi syarat secara intelektual maupun fisik untuk menikah. Ibn Hambal (Musnad Ahmad ibn Hambal, vol.6, p. 33 and 99) menyatakan bahwa Aisyah yang berusia 9 tahun lebih tertarik untuk bermain dengan mainannya daripada mengambil tugas sebagai isteri.
Oleh karena itu sangatlah sulit untuk mempercayai, bahwa Abu Bakar,seorang tokoh muslim, akan menunangkan anaknya yang masih belia berusia 7 taun dengan Nabi yang berusia 50 tahun.. Sama
sulitnya untuk membayangkan bahwa Nabi menikahi seorang gadis belia berusia 7 tahun.
Sebuah tugas penting lain dalam menjaga anak adalah mendidiknya. Marilah kita memunculkan sebuah pertanyaan,"berapa banyak di antara kita yang percaya bahwa kita dapat mendidik anak kita dengan hasil memuaskan sebelum mereka mencapai usia 7 atau 9 tahun?" Jawabannya adalah Nol besar.
Logika kita berkata, adalah tidak mungkin tugas mendidik anak kita dengan memuaskan sebelum mereka mencapai usia 7 tahun, lalu bagaimana mana mungkin kita percaya bahwa Aisyah telah dididik secara sempurna pada usia 7 tahun seperti diklaim sebagai usia pernikahannya?
Abu Bakr merupakan seorang yang jauh lebih bijaksana dari kita semua, Jadi dia akan merasa dalam hatinya bahwa Aisyah masih seorang anak-anak yang belum secara sempurna sebagaimana dinyatakan Qur'an. Abu Bakar tidak akan menikahkan Aisyah kepada seorangpun. Jika sebuah proposal pernikahan dari gadis belia dan belum terdidik secara memuaskan datang kepada Nabi, Beliau
akan menolak dengan tegas karena itu menentang hukum-hukum Quran.
KESIMPULAN: Pernikahan Aisyah pada usia 7 tahun akan menentang hukum kedewasaan yang dinyatakan Quran. Oleh karena itu, Cerita pernikahan Aisyah gadis belia berusia 7 tahun adalah mitos semata.
Bukti #9: Ijin dalam pernikahan
Seorang wanita harus ditanya dan diminta persetujuan agar pernikahan yang dia lakukan menjadi syah (Mishakat al Masabiah, translation by James Robson, Vol. I, p. 665). Secara Islami, persetujuan yang kredible dari seorang wanita merupakan syarat dasar bagi kesyahan sebuah pernikahan.
Dengan mengembangkan kondisi logis ini, persetujuan yang diberikan oleh gadis belum dewasa berusia 7 tahun tidak dapat diautorisasi sebagai validitas sebuah pernikahan.
Adalah tidak terbayangkan bahwa Abu Bakr, seorang laki-laki yang cerdas, akan berpikir dan mananggapi secara keras tentang persetujuan pernikahan gadis 7 tahun (anaknya sendiri) dengan seorang laki-laki berusia 50 tahun.
Serupa dengan ini, Nabi tidak mungkin menerima persetujuan dari seorang gadis yang menurut hadith dari Muslim, masih suka bermain-main dengan bonekanya ketika berumah tangga dengan Rasulullah.
KESIMPULAN: Rasulullah tidak menikahi gadis berusia 7 tahun karena akan tidak memenuhi syarat dasar sebuah pernikahan islami tentang klausa persetujuan dari pihak isteri. Oleh karena itu, hanya ada satu kemungkinan Nabi menikahi Aisyah seorang wanita yang dewasa secara intelektual maupun fisik.
Summary:
Tidak ada tradisi Arab untuk menikahkan anak perempuan atau laki-laki yang berusia 9 tahun, Demikian juga tidak ada pernikahan Rasulullah SAW dan Aisyah ketika berusia 9 tahun. Orang-orang arab tidak pernah keberatan dengan pernikahan seperti ini, karena ini tak pernah terjadi sebagaimana isi beberapa riwayat.
Jelas nyata, riwayat pernikahan Aisyah pada usia 9 tahun oleh Hisham ibn `Urwah tidak bisa dianggap sebagai kebenaran, dan kontradisksi dengan riwayat-riwayat lain. Lebih jauh, tidak ada alasan yang nyata untuk menerima riwayat Hisham ibn `Urwah sebagai kebenaran ketika para pakar lain, termasuk Malik ibn Anas, melihat riwayat Hisham ibn `Urwah selama di Iraq adalah tidak reliable.
Pernyataan dari Tabari, Bukhari dan Muslim menunjukkan mereka kontradiksi satu sama lain mengenai usia menikah bagi Aisyah. Lebih jauh, beberapa pakar periwayat mengalami internal kontradiksi dengan riwayat-riwayatnya sendiri. Jadi, riwayat usia Aisyah 9 tahun ketika menikah adalah tidak reliable karena adanya kontradiksi yang nyata pada catatan klasik dari pakar sejarah Islam.
Oleh karena itu, tidak ada alasan absolut untuk menerima dan mempercayai usia Aisyah 9 tahun ketika menikah sebagai sebuah kebenaran disebabkan cukup banyak latar belakang untuk menolak riwayat tsb dan lebih layak disebut sebagai mitos semata. Lebih jauh, Qur'an menolak pernikahan gadis dan lelaki yang belum dewasa sebagaimana tidak layak membebankan kepada mereka tanggung jawab-tanggung jawab.
keroncong- KAPTEN
-
Age : 70
Posts : 4535
Kepercayaan : Islam
Location : di rumah saya
Join date : 09.11.11
Reputation : 67
Re: Kajian berita/kabar usia pernikahan Aisyah ra
hasil muter-muter menghasilkan umur aisah yang berbeda-beda
dan gak ada yang secara eksplisit menyebut angka/umur
maka pakai yang pasti-pasti saja dan yang eksplisit menyebut angka/umur
yaitu 6-7 tahun, apalagi yang menyebutnya adalah aisah sendiri
SEGOROWEDI- BRIGADIR JENDERAL
- Posts : 43894
Kepercayaan : Protestan
Join date : 12.11.11
Reputation : 124
Re: Kajian berita/kabar usia pernikahan Aisyah ra
SEGOROWEDI wrote:
hasil muter-muter menghasilkan umur aisah yang berbeda-beda
dan gak ada yang secara eksplisit menyebut angka/umur
maka pakai yang pasti-pasti saja dan yang eksplisit menyebut angka/umur
yaitu 6-7 tahun, apalagi yang menyebutnya adalah aisah sendiri
meskipun dari Aisyah belum tentu benar karena periwayatannya tidak sampai di situ tapi disampaikan lagi oleh urwah dan hisyam yg tidak mustahil terjadi kesalahan penyebutan angka oleh mereka berdua dan yg membuat sulit melihat kesalahan hadist tsb tidak adanya hadist yg lain yg meriwayatkan tentang usia aisyah karena hanya dari para perawi Iraq dan mereka berdua saja hadist tsb periwayatannya dan anehnya kenapa sahabat-sahabat yg tetap di madinah tidak ada yg meriwayatkan .
maka untuk melihat data yg sebenarnya ulama tsb melakukan penelitian dari hadist Bukhari-Muslim tentang peristiwa sejarah yg berkaitan dengan aisyah di situ dapat di ketahui/di perkiraan berapa sebenarnya usia aisyah saat menikah dengan nabi Muhammad saw.
dan bagi umat islam Hadist bukanlah dasar/patokan dalam menilai kebenaran tapi Al-Qur'an yg jadi dasar/patokannya maka dari sana kita bisa menilai benar tidaknya suatu hadist.
layung beureum- REGISTERED MEMBER
-
Posts : 9
Kepercayaan : Islam
Location : bandung
Join date : 19.12.12
Reputation : 3
Re: Kajian berita/kabar usia pernikahan Aisyah ra
layung beureum wrote:
meskipun dari Aisyah belum tentu benar karena periwayatannya tidak sampai di situ tapi disampaikan lagi oleh urwah dan hisyam yg tidak mustahil terjadi kesalahan penyebutan angka oleh mereka berdua dan yg membuat sulit melihat kesalahan hadist tsb tidak adanya hadist yg lain yg meriwayatkan tentang usia aisyah karena hanya dari para perawi Iraq dan mereka berdua saja hadist tsb periwayatannya dan anehnya kenapa sahabat-sahabat yg tetap di madinah tidak ada yg meriwayatkan .
maka untuk melihat data yg sebenarnya ulama tsb melakukan penelitian dari hadist Bukhari-Muslim tentang peristiwa sejarah yg berkaitan dengan aisyah di situ dapat di ketahui/di perkiraan berapa sebenarnya usia aisyah saat menikah dengan nabi Muhammad saw.
dan bagi umat islam Hadist bukanlah dasar/patokan dalam menilai kebenaran tapi Al-Qur'an yg jadi dasar/patokannya maka dari sana kita bisa menilai benar tidaknya suatu hadist.
kalau seperti itu logkanya, maka semua hadis belum tentu benar
karena hanya katanya si anu dari si anu dan seterusnya..
poinnya: di eksplisitas umur yang jelas-jelas disebut (bahkan yang menyebut aisa sendiri)
bukan di gothak-gathuk muter-muter yang menghasilkan angka berbeda-beda
sehingga tak lebih dari sekedar akrobat
apa quran menyebut umur aisa ketika dikawini muhammad?
SEGOROWEDI- BRIGADIR JENDERAL
- Posts : 43894
Kepercayaan : Protestan
Join date : 12.11.11
Reputation : 124
Re: Kajian berita/kabar usia pernikahan Aisyah ra
layung beureum wrote:SEGOROWEDI wrote:
hasil muter-muter menghasilkan umur aisah yang berbeda-beda
dan gak ada yang secara eksplisit menyebut angka/umur
maka pakai yang pasti-pasti saja dan yang eksplisit menyebut angka/umur
yaitu 6-7 tahun, apalagi yang menyebutnya adalah aisah sendiri
meskipun dari Aisyah belum tentu benar karena periwayatannya tidak sampai di situ tapi disampaikan lagi oleh urwah dan hisyam yg tidak mustahil terjadi kesalahan penyebutan angka oleh mereka berdua dan yg membuat sulit melihat kesalahan hadist tsb tidak adanya hadist yg lain yg meriwayatkan tentang usia aisyah karena hanya dari para perawi Iraq dan mereka berdua saja hadist tsb periwayatannya dan anehnya kenapa sahabat-sahabat yg tetap di madinah tidak ada yg meriwayatkan .
maka untuk melihat data yg sebenarnya ulama tsb melakukan penelitian dari hadist Bukhari-Muslim tentang peristiwa sejarah yg berkaitan dengan aisyah di situ dapat di ketahui/di perkiraan berapa sebenarnya usia aisyah saat menikah dengan nabi Muhammad saw.
dan bagi umat islam Hadist bukanlah dasar/patokan dalam menilai kebenaran tapi Al-Qur'an yg jadi dasar/patokannya maka dari sana kita bisa menilai benar tidaknya suatu hadist.
Neng, ente itu penganut SYIAH ya?? Cuma SYIAH yang menapikkan dan merendahkan AISYAH, ente secara tidak langsung menyatakan bahwa AISYAH seorang pembohong dengan pernyataan ente diatas.
BiasaSaja- SERSAN MAYOR
-
Posts : 660
Kepercayaan : Protestan
Location : warnet langganan
Join date : 08.12.12
Reputation : 11
Re: Kajian berita/kabar usia pernikahan Aisyah ra
Umur asiyah saat muhammad meninggal adalah 18 tahun:
“Padahal umur ‘Aisyah r.a ketika nabi Muhammad meninggal masih 18 tahun. Hal inimenunjukan betapa rajin dan giatnya beliau dalam menuntut ilmu, dan betapa cerdasnya dalam memahami ilmu agama yang sedemikian luas.”
SIla cek di :
http://abu-haifa.blogspot.com/2012/03/aisyah-radhiyallahu-anha.html
Ko' saling kontradiksi begitu hadis dan infonya ... ?
“Padahal umur ‘Aisyah r.a ketika nabi Muhammad meninggal masih 18 tahun. Hal inimenunjukan betapa rajin dan giatnya beliau dalam menuntut ilmu, dan betapa cerdasnya dalam memahami ilmu agama yang sedemikian luas.”
SIla cek di :
http://abu-haifa.blogspot.com/2012/03/aisyah-radhiyallahu-anha.html
Ko' saling kontradiksi begitu hadis dan infonya ... ?
sarosan- PRAJURIT
-
Posts : 11
Kepercayaan : Katolik
Location : Jambi
Join date : 06.01.13
Reputation : 0
Similar topics
» Kebenaran Pernikahan Nabi Muhammad dengan Aisyah R.A.
» Kajian moral dan hukum Islam dalam pernikahan
» Menolak Kisah Pernikahan Dini Aisyah ra, berdasarkan Shahih Bukhari dan Temuan Sejarawan
» Polemik Umur Aisyah Saat Menikah
» Sering Bilang Muslim Tak Percaya Berita, Tapi Nyatanya Non-Muslim Sendiri Gak Percaya Ama Berita
» Kajian moral dan hukum Islam dalam pernikahan
» Menolak Kisah Pernikahan Dini Aisyah ra, berdasarkan Shahih Bukhari dan Temuan Sejarawan
» Polemik Umur Aisyah Saat Menikah
» Sering Bilang Muslim Tak Percaya Berita, Tapi Nyatanya Non-Muslim Sendiri Gak Percaya Ama Berita
FORUM LASKAR ISLAM :: PERBANDINGAN AGAMA :: FORUM LINTAS AGAMA :: Menjawab Fitnah, Tuduhan & Misunderstanding
Halaman 1 dari 1
Permissions in this forum:
Anda tidak dapat menjawab topik