panduan mandi junub
Halaman 1 dari 1 • Share
panduan mandi junub
Mandi disyariatkan Alquran dan sunah. Allah berfirman, "Jika kalian junub, maka mandilah." (Al-Maidah: 6).
Allah juga berfirman, "(Jangan pula hampiri masjid) sedang kalian dalam keadaan junub, kecuali sekedar berlalu saja, hingga kalian mandi." (An-Nisa: 43).
Rasulullah saw. bersabda, "Jika kemaluan laki dan kemaluan wanita saling bersentuhan, maka wajiblah mandi." (HR Muslim).
Hal-Hal yang Mewajibkan Mandi
Jinabat atau yang berkaitan dengan hubungan suami istri, yaitu apabila dua alat kelamin saling bertemu, meskipun tanpa inzal (orgasme). Inzal adalah keluarnya mani (sperma) disertai dengan kenikmatan dari laki-laki maupun perempuan, baik dalam keadaan terjaga maupun sedang tidur. Allah berfirman, "Jika kalian junub, maka mandilah." (Al-Maidah: 6). Rasulullah saw. bersabda, "Jika dua alat kelamin telah bertemu, maka wajib mandi." (HR Muslim).
Berhentinya darah haid dan nifas. Berdasarkan dalil firman Allah, "Oleh sebab itu, hendaklah kalian menjauhkan diri dari wanita pada waktu haid, dan janganlah kalian mendekati mereka, sebelum mereka suci (mandi)." (Al-Baqarah: 222). Rasulullah saw. bersabda, "Tahanlah selama engkau menahan haidmu, kemudian mandilah." (HR Muslim).
Masuk Islam. Barang siapa dari orang-orang kafir masuk Islam, ia wajib mandi. Rasulullah saw. menyuruh Tsumamah al-Hanafi untuk mandi ketika masuk Islam.
Kematian. Ketika orang muslim mati, ia wajib dimandikan. Karena, Rasulullah saw. memerintahkan hal tersebut, yaitu saat kematian Zainab, seperti disebutkan dalam hadis sahih.
Hal-Hal yang Disunahkan untuk Mandi
Hari Jumat, berdasarkan sabda Rasulullah saw., "Mandi pada hari Jumat adalah wajib bagi orang yang telah mimpi (basah)." (Mutaffaq Alaih).
Ihram. Orang yang ihram, baik untuk haji maupun umrah, disunahkan mandi. Selain hal itu, adalah kebiasaan Rasulullah saw., beliau juga memerintahkannya.
Memasuki Mekah dan wukuf di Arafah, karena Rasulullah saw. mengerjakan hal tersebut.
Usai memandikan mayit. Barang siapa telah memandikan mayit, ia disunahkan mandi berdasarkan hadis yang telah disebutkan.
Hal-Hal yang Diwajibkan ketika Mandi
Niat, yaitu keinginan hati untuk menghilangkan hadas besar dengan mandi. Rasulullah saw. bersabda, "Sesungguhnya seluruh amal perbuatan itu tergantung pada niat. Dan bagi setiap orang apa yang ia niatkan." (Al-Bukhari).
Menyiramkan air ke seluruh tubuh dengan menggosok bagian-bagian yang bisa digosok, dan menyiramkan air ke bagian-bagian yang tidak bisa digosok, hingga seseorang merasa yakin bahwa air telah membasahi (mengenai) seluruh tubuhnya.
Menyela-nyela jari-jari dan rambut kepala dengan air, dan mencermati daerah-daerah yang tidak terkena air, seperti pusar dan yang lainnya.
Hal-Hal yang Disunahkan ketika Mandi
Membaca basmalah, karena hal ini disyariatkan dalam semua amal perbuatan.
Membersihkan kedua telapak tangan sebelum memasukkannya ke tempat air seperti yang telah dijelaskan.
Memulai dengan membersihkan kotoran terlebih dahulu.
Mendahulukan organ-organ wudu sebelum yang lainnya.
Berkumur, menghirup air dengan hidung, membersihkan telinga luar dan dalam.
Hal-Hal yang Dimakruhkan ketika Mandi
Berlebih-lebihan dalam menggunakan air. Rasulullah saw. mandi dengan air satu sha' (sekitar 3,5 liter).
Mandi di tempat yang najis, karena dikhawatirkan akan terkena najisnya.
Mandi dengan air sisa bersucinya wanita. Rasulullah saw. melarang mandi dengan air sisa bersucinya wanita, seperti yang telah disebutkan sebelumnya.
Mandi tanpa penutup, misalnya dengan tembok atau yang lainnya. Berdasarkan dalil-dalil berikut. Maimunah r.a. berkata, "Aku persiapkan air untuk Rasulullah saw. dan menutupi beliau, kemudian beliau mandi." (HR Bukhari). Jika sekiranya mandi tanpa menggunakan penutup tidak dimakruhkan, pasti Maimunah tidak menutupi Rasulullah saw. ketika sedang mandi. Rasulullah saw. bersabda, "Sesungguhnya Allah Azza wa Jalla bersifat malu, dan menutup (kesalahan hamba-Nya), menyukai sifat malu. Maka, jika salah seorang dari kalian mandi, hendaklah menggunakan penutup." (HR Abu Dawud).
Mandi dengan air yang tidak mengalir. Rasulullah saw. bersabda, "Janganlah seseorang di antara kalian mandi di air yang tidak mengalir, sedang dia junub." (HR Muslim).
Allah juga berfirman, "(Jangan pula hampiri masjid) sedang kalian dalam keadaan junub, kecuali sekedar berlalu saja, hingga kalian mandi." (An-Nisa: 43).
Rasulullah saw. bersabda, "Jika kemaluan laki dan kemaluan wanita saling bersentuhan, maka wajiblah mandi." (HR Muslim).
Hal-Hal yang Mewajibkan Mandi
Jinabat atau yang berkaitan dengan hubungan suami istri, yaitu apabila dua alat kelamin saling bertemu, meskipun tanpa inzal (orgasme). Inzal adalah keluarnya mani (sperma) disertai dengan kenikmatan dari laki-laki maupun perempuan, baik dalam keadaan terjaga maupun sedang tidur. Allah berfirman, "Jika kalian junub, maka mandilah." (Al-Maidah: 6). Rasulullah saw. bersabda, "Jika dua alat kelamin telah bertemu, maka wajib mandi." (HR Muslim).
Berhentinya darah haid dan nifas. Berdasarkan dalil firman Allah, "Oleh sebab itu, hendaklah kalian menjauhkan diri dari wanita pada waktu haid, dan janganlah kalian mendekati mereka, sebelum mereka suci (mandi)." (Al-Baqarah: 222). Rasulullah saw. bersabda, "Tahanlah selama engkau menahan haidmu, kemudian mandilah." (HR Muslim).
Masuk Islam. Barang siapa dari orang-orang kafir masuk Islam, ia wajib mandi. Rasulullah saw. menyuruh Tsumamah al-Hanafi untuk mandi ketika masuk Islam.
Kematian. Ketika orang muslim mati, ia wajib dimandikan. Karena, Rasulullah saw. memerintahkan hal tersebut, yaitu saat kematian Zainab, seperti disebutkan dalam hadis sahih.
Hal-Hal yang Disunahkan untuk Mandi
Hari Jumat, berdasarkan sabda Rasulullah saw., "Mandi pada hari Jumat adalah wajib bagi orang yang telah mimpi (basah)." (Mutaffaq Alaih).
Ihram. Orang yang ihram, baik untuk haji maupun umrah, disunahkan mandi. Selain hal itu, adalah kebiasaan Rasulullah saw., beliau juga memerintahkannya.
Memasuki Mekah dan wukuf di Arafah, karena Rasulullah saw. mengerjakan hal tersebut.
Usai memandikan mayit. Barang siapa telah memandikan mayit, ia disunahkan mandi berdasarkan hadis yang telah disebutkan.
Hal-Hal yang Diwajibkan ketika Mandi
Niat, yaitu keinginan hati untuk menghilangkan hadas besar dengan mandi. Rasulullah saw. bersabda, "Sesungguhnya seluruh amal perbuatan itu tergantung pada niat. Dan bagi setiap orang apa yang ia niatkan." (Al-Bukhari).
Menyiramkan air ke seluruh tubuh dengan menggosok bagian-bagian yang bisa digosok, dan menyiramkan air ke bagian-bagian yang tidak bisa digosok, hingga seseorang merasa yakin bahwa air telah membasahi (mengenai) seluruh tubuhnya.
Menyela-nyela jari-jari dan rambut kepala dengan air, dan mencermati daerah-daerah yang tidak terkena air, seperti pusar dan yang lainnya.
Hal-Hal yang Disunahkan ketika Mandi
Membaca basmalah, karena hal ini disyariatkan dalam semua amal perbuatan.
Membersihkan kedua telapak tangan sebelum memasukkannya ke tempat air seperti yang telah dijelaskan.
Memulai dengan membersihkan kotoran terlebih dahulu.
Mendahulukan organ-organ wudu sebelum yang lainnya.
Berkumur, menghirup air dengan hidung, membersihkan telinga luar dan dalam.
Hal-Hal yang Dimakruhkan ketika Mandi
Berlebih-lebihan dalam menggunakan air. Rasulullah saw. mandi dengan air satu sha' (sekitar 3,5 liter).
Mandi di tempat yang najis, karena dikhawatirkan akan terkena najisnya.
Mandi dengan air sisa bersucinya wanita. Rasulullah saw. melarang mandi dengan air sisa bersucinya wanita, seperti yang telah disebutkan sebelumnya.
Mandi tanpa penutup, misalnya dengan tembok atau yang lainnya. Berdasarkan dalil-dalil berikut. Maimunah r.a. berkata, "Aku persiapkan air untuk Rasulullah saw. dan menutupi beliau, kemudian beliau mandi." (HR Bukhari). Jika sekiranya mandi tanpa menggunakan penutup tidak dimakruhkan, pasti Maimunah tidak menutupi Rasulullah saw. ketika sedang mandi. Rasulullah saw. bersabda, "Sesungguhnya Allah Azza wa Jalla bersifat malu, dan menutup (kesalahan hamba-Nya), menyukai sifat malu. Maka, jika salah seorang dari kalian mandi, hendaklah menggunakan penutup." (HR Abu Dawud).
Mandi dengan air yang tidak mengalir. Rasulullah saw. bersabda, "Janganlah seseorang di antara kalian mandi di air yang tidak mengalir, sedang dia junub." (HR Muslim).
keroncong- KAPTEN
-
Age : 70
Posts : 4535
Kepercayaan : Islam
Location : di rumah saya
Join date : 09.11.11
Reputation : 67
Re: panduan mandi junub
Islam adalah agama yang sangat memudahkan pemeluknya dalam menjalankan syariatnya. Nyaris tidak pernah terjadi jalan buntu dalam masalah syariah. Selalu saja ada jalang keluar yang pada hakikatnya merupakan ciri khas syariat terakhir ini. Beban berat yang pernah ditimpakan kepada umat terdahulu, sudah diangkat oleh Allah SWT sehingga umat Muhammad SAW mendapatkan begitu banyak kemudahan.
Salah satunya adalah dalam masalah bersuci dan mandi janabah. Bila seseorang dalam keadaan sakit sehingga tidak mampu untuk mandi, maka tidak ada kewajiban atasnya untuk mencelakakan diri sendiri. Dan sebagai gantinya, cukuplah dilakukan tayammum saja, sebab tayammum itu bukan hanya berfungsi sebagai pengganti wudhu', namun juga termasuk sebagai penggantai mandi janabah.
Dalilnya adalah sabda Rasulullah SAW berikut ini:
Dari Jabir ra berkata: Kami dalam perjalanan, tiba-tiba salah seorang dari kami tertimpa batu dan pecah kepalanya. Namun (ketika tidur) dia mimpi basah. Lalu dia bertanya kepada temannya, "Apakah kalian membolehkan aku bertayammum?" Teman-temannya menjawab, "Kami tidak menemukan keringanan bagimu untuk bertayammum. Sebab kamu bisa mendapatkan air." Lalu mandilah orang itu dan kemudian mati (akibat mandi). Ketika kami sampai kepada Rasulullah SAW dan menceritakan hal itu, bersabdalah beliau, "Mereka telah membunuhnya, semoga Allah memerangi mereka. Mengapa tidak bertanya bila tidak tahu? Sesungguhnya obat kebodohan itu adalah bertanya. Cukuplah baginya untuk tayammum..." (HR Abu Daud 336, Ad-Daruquthuny 719).
Namun apabila tubuhnya masih mampu untuk mandi dengan air, kecuali hanya bagian yang terlukanya saja, boleh saja tetap mandi dengan meninggalkan bagian yang luka. Biasanya bagian luka itu ditutup dengan perban, yang di dalam istilah fiqih disebut dengan jabiirah.
Dan para ulama sepakat dibolehkan tidak mengguyur perban itu dengan air saat bersuci, baik yang berbentuk wudhu' maupun mandi janabah. Sebagai gantinya, para ulama mengatakan bahwa perban itu cukup diusap saja dengan tangan yang basah dengan air, tidak perlu diguyur atau pun dicelupkan.
Landasan hukumnya adalah apa yang kita terima dari hadits mulia berikut ini,
Dari Ali ra. berkata: Pergelangan tanganku terluka pada saat perang Uhud, maka bendera terlepas dari tanganku. Nabi SAW bersabda, "Letakkanlah bendera itu di tangan kirinya, karena Ali adalah pembawa benderaku di hari kiamat." Aku bertanya, "Apa yang harus aku lakukan dengan perban ini?" Beliau SAW menjawab, "Usapkan saja di atasnya."
Untuk dibolehkan membasuh perban yang menutupi luka, ada persyaratan yang harus dipenuhi sebelumnya. Antara lain:
1. Bila luka itu terkena air maka luka itu membahayakan. Atau dikhawatirkan akan berakibat buruk apabila perban itu dibuka.
2. Bila membasuh anggota tubuh yang sehat masih dimungkinkan dan tidak membahayakan anggota tubuh yang luka, maka caranya dengan berwudhu' biasa, lalu tepat pada bagian yang luka dan diperban, cukup diusap saja. Sedangkan bila anggota tubuh yang sehat dibasuh namun berpengaruh juga kepada yang luka, saat itu tidak perlu berwudhu' melainkan diganti saja dengan tayammum.
3. Al-Hanafiyah dan Al-Malikiyah mengatakan bahwa bila yang luka itu nyaris hampir semua badan, maka bukan dengan diusap melainkan dengan tayammum saja.
4. Dalam shahih yang masyhur, As-Syafi'iyah mensyaratkan bahwa untuk bolehnya mengusap di atas perban adalah bahwa orang yang terluka itu sebelumnya harus sudah berwudhu' terlebih dahulu. Sehingga hukumnya sama dengan mengusap pada sepatu (al-mashu 'alal khuffaini), di mana syaratnya adalah sebelum memakai sepatu harus sudah dalam kondisi berwudhu'.
Dan bila sebelumnya belum berwudhu, perban itu wajib dibuka dan dibasuh dengan air. Namun semua itu hanya bila luka itu tidak terlalu parah dan resikonya tidak terlalu besar. Namun bila resikonya besar dan lukanya berat, maka tetap sah bila diusap saja. Dan untuk itu yang bersangkutan harus mengqadha' shalatnya, lantaran syarat wudhu'nya tidak terpenuhi.
Namun dalam riwayat yang lain, datang pendapat yang berbeda dengan pendapat ini. Al-Imam An-Nawawi rahimahullah menyatakan bahwa pendapat di atas syadz. Beliau mengatakan tidak ada keharusan untuk berwudhu' dulu sebelum memakai perban.
Di dalam mazhab As-Syafi'i sendiri ada dua macam cara mengusap perban. Pertama, perban itu harus diusap seluruhnya. Kedua, perban itu cukup diusap pada bagian lukanya saja, tidak perlu sepanjang perban.
Salah satunya adalah dalam masalah bersuci dan mandi janabah. Bila seseorang dalam keadaan sakit sehingga tidak mampu untuk mandi, maka tidak ada kewajiban atasnya untuk mencelakakan diri sendiri. Dan sebagai gantinya, cukuplah dilakukan tayammum saja, sebab tayammum itu bukan hanya berfungsi sebagai pengganti wudhu', namun juga termasuk sebagai penggantai mandi janabah.
Dalilnya adalah sabda Rasulullah SAW berikut ini:
Dari Jabir ra berkata: Kami dalam perjalanan, tiba-tiba salah seorang dari kami tertimpa batu dan pecah kepalanya. Namun (ketika tidur) dia mimpi basah. Lalu dia bertanya kepada temannya, "Apakah kalian membolehkan aku bertayammum?" Teman-temannya menjawab, "Kami tidak menemukan keringanan bagimu untuk bertayammum. Sebab kamu bisa mendapatkan air." Lalu mandilah orang itu dan kemudian mati (akibat mandi). Ketika kami sampai kepada Rasulullah SAW dan menceritakan hal itu, bersabdalah beliau, "Mereka telah membunuhnya, semoga Allah memerangi mereka. Mengapa tidak bertanya bila tidak tahu? Sesungguhnya obat kebodohan itu adalah bertanya. Cukuplah baginya untuk tayammum..." (HR Abu Daud 336, Ad-Daruquthuny 719).
Namun apabila tubuhnya masih mampu untuk mandi dengan air, kecuali hanya bagian yang terlukanya saja, boleh saja tetap mandi dengan meninggalkan bagian yang luka. Biasanya bagian luka itu ditutup dengan perban, yang di dalam istilah fiqih disebut dengan jabiirah.
Dan para ulama sepakat dibolehkan tidak mengguyur perban itu dengan air saat bersuci, baik yang berbentuk wudhu' maupun mandi janabah. Sebagai gantinya, para ulama mengatakan bahwa perban itu cukup diusap saja dengan tangan yang basah dengan air, tidak perlu diguyur atau pun dicelupkan.
Landasan hukumnya adalah apa yang kita terima dari hadits mulia berikut ini,
Dari Ali ra. berkata: Pergelangan tanganku terluka pada saat perang Uhud, maka bendera terlepas dari tanganku. Nabi SAW bersabda, "Letakkanlah bendera itu di tangan kirinya, karena Ali adalah pembawa benderaku di hari kiamat." Aku bertanya, "Apa yang harus aku lakukan dengan perban ini?" Beliau SAW menjawab, "Usapkan saja di atasnya."
Untuk dibolehkan membasuh perban yang menutupi luka, ada persyaratan yang harus dipenuhi sebelumnya. Antara lain:
1. Bila luka itu terkena air maka luka itu membahayakan. Atau dikhawatirkan akan berakibat buruk apabila perban itu dibuka.
2. Bila membasuh anggota tubuh yang sehat masih dimungkinkan dan tidak membahayakan anggota tubuh yang luka, maka caranya dengan berwudhu' biasa, lalu tepat pada bagian yang luka dan diperban, cukup diusap saja. Sedangkan bila anggota tubuh yang sehat dibasuh namun berpengaruh juga kepada yang luka, saat itu tidak perlu berwudhu' melainkan diganti saja dengan tayammum.
3. Al-Hanafiyah dan Al-Malikiyah mengatakan bahwa bila yang luka itu nyaris hampir semua badan, maka bukan dengan diusap melainkan dengan tayammum saja.
4. Dalam shahih yang masyhur, As-Syafi'iyah mensyaratkan bahwa untuk bolehnya mengusap di atas perban adalah bahwa orang yang terluka itu sebelumnya harus sudah berwudhu' terlebih dahulu. Sehingga hukumnya sama dengan mengusap pada sepatu (al-mashu 'alal khuffaini), di mana syaratnya adalah sebelum memakai sepatu harus sudah dalam kondisi berwudhu'.
Dan bila sebelumnya belum berwudhu, perban itu wajib dibuka dan dibasuh dengan air. Namun semua itu hanya bila luka itu tidak terlalu parah dan resikonya tidak terlalu besar. Namun bila resikonya besar dan lukanya berat, maka tetap sah bila diusap saja. Dan untuk itu yang bersangkutan harus mengqadha' shalatnya, lantaran syarat wudhu'nya tidak terpenuhi.
Namun dalam riwayat yang lain, datang pendapat yang berbeda dengan pendapat ini. Al-Imam An-Nawawi rahimahullah menyatakan bahwa pendapat di atas syadz. Beliau mengatakan tidak ada keharusan untuk berwudhu' dulu sebelum memakai perban.
Di dalam mazhab As-Syafi'i sendiri ada dua macam cara mengusap perban. Pertama, perban itu harus diusap seluruhnya. Kedua, perban itu cukup diusap pada bagian lukanya saja, tidak perlu sepanjang perban.
keroncong- KAPTEN
-
Age : 70
Posts : 4535
Kepercayaan : Islam
Location : di rumah saya
Join date : 09.11.11
Reputation : 67
Re: panduan mandi junub
Secara ringkas, yang pertama dilakukan adalah kedua tangan dicuci, kemudian mandi kepala, kemudian terus dari bagian sebelah kanan, kemudian kiri, terakhir cuci kaki.
Adapun urutan-urutan tata cara mandi junub, adalah sebagai berikut:
Mencuci kedua tangan dengan tanah atau sabun lalu mencucinya sebelum dimasukkan ke wajan tempat air.
Menumpahkan air dari tangan kanan ke tangan kiri.
Mencuci kemaluan dan dubur.
Najis-najis dibersihkan.
Berwudhu sebagaimana untuk shalat, dan menurut jumhur disunnahkan untuk mengakhirkan mencuci kedua kaki.
Memasukan jari-jari tangan yang basah dengan air ke sela-sela rambut, sampai ia yakin bahwa kulit kepalanya telah menjadi basah.
Menyiram kepala dengan 3 kali siraman.
Membersihkan seluruh anggota badan.
Mencuci kaki.
Semua hal di atas disusun berdasarkan hadits shahih yang disepakati oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim.
Aisyah RA berkata, "Ketika mandi janabah, Nabi SAW memulainya dengan mencuci kedua tangannya, kemudian ia menumpahkan air dari tangan kanannya ke tangan kiri lalu ia mencuci kemaluannya kemudia berwudku seperti wudhu` orang shalat. Kemudian beliau mengambil air lalu memasukan jari-jari tangannya ke sela-sela rambutnya, dan apabila ia yakin semua kulit kepalanya telah basah beliau menyirami kepalnya 3 kali, kemudia beliau membersihkan seluruh tubhnya dengan air kemudia diakhir beliau mencuci kakinya. (HR Bukhari/248 dan Muslim/316)
Namun hadits ini bukan satu-satunya hadits yang menerangkan tentang sifat mandi janabah.
Rukun dan Sunnah Mandi Janabah
Lalu para ulama memilah mana yang merupakan pokok (rukun) dalam mandi janabah, sehingga tidak boleh ditinggalkan, mana yang merupakan sunnah sehingga bila ditinggalkan tidak merusak sah-nya mandi janabah itu.
A. Rukun
Untuk melakukan mandi janabah, maka ada 3 hal yang harus dikerjakan karena merupakan rukun/pokok:
1. Niat.
Sabda Nabi SAW: Semua perbuatan itu tergantung dari niatnya. (HR Bukhari dan Muslim)
2. Menghilangkan Najis Kalau Ada di Badan
Menghilangkan najis dari badan sesunguhnya merupakan syarat sahnya mandi janabah. Dengan demikian, bila seorang akan mandi janabah, disyaratkan sebelumnya untuk memastikan tidak ada lagi najis yang masih menempel di badannya.
Caranya bisa dengan mencucinya atau dengan mandi biasa dengan sabun atau pembersih lainnya. Adapun bila najisnya tergolong najis berat, maka wajib mensucikannya dulu dengan air tujuh kali dan salah satunya dengan tanah.
3. Meratakan Air Hingga ke Seluruh Badan
Seluruh badan harus rata mendapatkan air, baik kulit maupun rambut dan bulu. Baik akarnya atau pun yang terjuntai. Semua penghalang wajib dilepas dan dihapus, seperti cat, lem, pewarna kuku atau pewarna rambut bila bersifat menghalangi masuknya air.
Sedangkan pacar kuku (hinna') dan tato, tidak bersifat menghalangi sampainya air ke kulit, sehingga tetap sah mandinya, lepas dari masalah haramnya membuat tato.
B. Sunnah-sunnah yang Dianjurkan dalam Mandi Janabah:
Membaca basmalah.
Membasuh kedua tangan sebelum memasukkan ke dalam air
Berwudhu` sebelum mandi Aisyah RA berkata,`Ketika mandi janabah, Nabi SAW berwudku seperti wudhu` orang shalat. (HR Bukhari dan Muslim).
Menggosokkan tangan ke seluruh anggota tubuh. Hal ini untuk membersihkan seluruh anggota badan.
Mendahulukan anggota kanan dari anggota kiri seperti dalam berwudhu'
Adapun urutan-urutan tata cara mandi junub, adalah sebagai berikut:
Mencuci kedua tangan dengan tanah atau sabun lalu mencucinya sebelum dimasukkan ke wajan tempat air.
Menumpahkan air dari tangan kanan ke tangan kiri.
Mencuci kemaluan dan dubur.
Najis-najis dibersihkan.
Berwudhu sebagaimana untuk shalat, dan menurut jumhur disunnahkan untuk mengakhirkan mencuci kedua kaki.
Memasukan jari-jari tangan yang basah dengan air ke sela-sela rambut, sampai ia yakin bahwa kulit kepalanya telah menjadi basah.
Menyiram kepala dengan 3 kali siraman.
Membersihkan seluruh anggota badan.
Mencuci kaki.
Semua hal di atas disusun berdasarkan hadits shahih yang disepakati oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim.
Aisyah RA berkata, "Ketika mandi janabah, Nabi SAW memulainya dengan mencuci kedua tangannya, kemudian ia menumpahkan air dari tangan kanannya ke tangan kiri lalu ia mencuci kemaluannya kemudia berwudku seperti wudhu` orang shalat. Kemudian beliau mengambil air lalu memasukan jari-jari tangannya ke sela-sela rambutnya, dan apabila ia yakin semua kulit kepalanya telah basah beliau menyirami kepalnya 3 kali, kemudia beliau membersihkan seluruh tubhnya dengan air kemudia diakhir beliau mencuci kakinya. (HR Bukhari/248 dan Muslim/316)
Namun hadits ini bukan satu-satunya hadits yang menerangkan tentang sifat mandi janabah.
Rukun dan Sunnah Mandi Janabah
Lalu para ulama memilah mana yang merupakan pokok (rukun) dalam mandi janabah, sehingga tidak boleh ditinggalkan, mana yang merupakan sunnah sehingga bila ditinggalkan tidak merusak sah-nya mandi janabah itu.
A. Rukun
Untuk melakukan mandi janabah, maka ada 3 hal yang harus dikerjakan karena merupakan rukun/pokok:
1. Niat.
Sabda Nabi SAW: Semua perbuatan itu tergantung dari niatnya. (HR Bukhari dan Muslim)
2. Menghilangkan Najis Kalau Ada di Badan
Menghilangkan najis dari badan sesunguhnya merupakan syarat sahnya mandi janabah. Dengan demikian, bila seorang akan mandi janabah, disyaratkan sebelumnya untuk memastikan tidak ada lagi najis yang masih menempel di badannya.
Caranya bisa dengan mencucinya atau dengan mandi biasa dengan sabun atau pembersih lainnya. Adapun bila najisnya tergolong najis berat, maka wajib mensucikannya dulu dengan air tujuh kali dan salah satunya dengan tanah.
3. Meratakan Air Hingga ke Seluruh Badan
Seluruh badan harus rata mendapatkan air, baik kulit maupun rambut dan bulu. Baik akarnya atau pun yang terjuntai. Semua penghalang wajib dilepas dan dihapus, seperti cat, lem, pewarna kuku atau pewarna rambut bila bersifat menghalangi masuknya air.
Sedangkan pacar kuku (hinna') dan tato, tidak bersifat menghalangi sampainya air ke kulit, sehingga tetap sah mandinya, lepas dari masalah haramnya membuat tato.
B. Sunnah-sunnah yang Dianjurkan dalam Mandi Janabah:
Membaca basmalah.
Membasuh kedua tangan sebelum memasukkan ke dalam air
Berwudhu` sebelum mandi Aisyah RA berkata,`Ketika mandi janabah, Nabi SAW berwudku seperti wudhu` orang shalat. (HR Bukhari dan Muslim).
Menggosokkan tangan ke seluruh anggota tubuh. Hal ini untuk membersihkan seluruh anggota badan.
Mendahulukan anggota kanan dari anggota kiri seperti dalam berwudhu'
keroncong- KAPTEN
-
Age : 70
Posts : 4535
Kepercayaan : Islam
Location : di rumah saya
Join date : 09.11.11
Reputation : 67
Similar topics
» [info terkait panduan/petunjuk] Panduan Menanam CABE Besar & Keriting di Pekarangan
» mandi janabah
» tatacara mandi jinabah
» panduan berpakaian dan berhijab
» PERATURAN DAN PANDUAN UMUM
» mandi janabah
» tatacara mandi jinabah
» panduan berpakaian dan berhijab
» PERATURAN DAN PANDUAN UMUM
Halaman 1 dari 1
Permissions in this forum:
Anda tidak dapat menjawab topik