Tafsir Qs Muthafifin 1-6
Halaman 1 dari 1 • Share
Tafsir Qs Muthafifin 1-6
"Kecelakaan besarlah bagi orang-orang yang curang. (Yaitu) orang-orang yang apabila menerima takaran dari orang lain mereka minta dipenuhi. Dan apabila mereka menakar atau menimbang untuk orang lain, mereka mengurangi. Tidakkah orang-orang itu yakin, bahwa sesungguhnya mereka akan dibangkitkan, pada suatu hari yang agung. (Yaitu) hari ketika manusia berdiri menghadap Tuhan alam semesta?" (Al-Muthaffifiin: 1--6).
Timbangan dan takaran adalah jenis pengukuran barang yang paling umum dalam perdagangan dan jual beli. Bahkan, beberapa barang yang biasanya dimeter atau dihitung satuannya juga diperjual belikan dengan timbangan atau takaran, contohnya kain kiloan, telor kiloan, ayam kiloan dan lain sebagainya. Namun, dalam kenyataan tidak semua pedagang berlaku jujur dalam menimbang atau menakar atau ukuran yang lainnya. Mereka merasa telah mendapat keuntungan dengan mengurangi timbangan, takaran atau bilangan dan yang lainnya. Dalam hal ini yang dirugikan secara lahirnya adalah pembeli. Dan tak sedikit perselisihan yang terjadi gara-gara kurangnya timbangan dari semestinya. Kalau kita cermati di pasar-pasar tradisional maupun modern hal ini bisa terjadi. Namun potensi terjadinya jauh lebih besar di pasar tradisional. Bahkan, ada sebagian dari pedagang itu yang mempunyai dua jenis anak timbangan. Yang satu murni beratnya dan yang lain kurang dari berat semestinya. Namun, begitu mereka yang menjadi pembeli, mereka ingin diberi timbangan atau takaran yang benar-benar pas, bahkan tak segan mereka memintanya. Inilah salah satu bukti relevansi Alquran dengan segala zaman.
Kecurangan ini telah terjadi sejak umat terdahulu, seperti kaum Nabi Syu'aib 'alaihissalam yang dikisahkan dalam Alquran. Bukan hanya mereka, tetapi setiap generasi kehidupan anak Adam selalu ada orang-orang yang berbuat kecurangan seperti ini, sampai pada zaman kita yang kita sebut modern ini, bahkan mungkin pelakunya lebih banyak. Bayangan, keuntungan yang digambarkan oleh s*t*n dalam angan-angan pelakunya sangat menggoda dan menggiurkan.
Penyebab terjadinya kecurangan ini ada bermacam-macam. Di antaranya adalah sifat tamak akan kekayaan duniawi. Ketamakan akan menjerumuskan orang yang memilikinya untuk mendapatkan apa yang diingininya dengan segala cara tanpa pandang halal atau haramnya. Dan salah satu jalan haram itu adalah kecurangan dalam timbangan dan takaran.
Peyebab lainnya adalah lunturnya sifat jujur dalam diri pelakunya. Kejujuran seakan-akan hanya bisa didapatkan dalam cerita-cerita khayalan dalam film-film, sinetron, novel-novel, tetapi tidak dalam kehidupan nyata. Padahal, kebutuhan manusia akan kejujuran dalam kehidupan nyata adalah suatu hal yang tak terbantahkan. Jika kejujuran telah lenyap, maka kehancuran tatanan hidup manusia akan hancur secara perlahan maupun cepat.
Tentunya semua itu timbul dari lemahnya iman seseorang. Terutama imannya akan adanya hari kiamat yang merupakan hari perhitungan amal baik dan buruk seseorang. Hari yang merupakan saat ditegakkannya keadilan yang sesungguhnya oleh Allah Subhaanahu wa Ta'ala. Pada saat itu tidak ada satu pun yang tersembunyi dari-Nya. Kebaikan sekecil apa pun akan dibalas-Nya, begitu juga keburukan sekecil apa pu akan diberi-Nya ganjarannya. Tak seorang pun dapat menghindari hisab pada hari kiamat. Percaya tidak percaya ia pasti akan menghadapinya.
Pelaku kejahatan di dunia ini biasanya memang tidak takut akan hisab pada hari kiamat nanti. Mereka semakin asyik dalam dosa mereka seakan-akan tidak ada pertanggungjawaban perbuatan mereka nantinya. Mereka merasa bangga dapat menghindar dari hukum manusia yang lemah. Mereka merasa bahwa dengan terlepasnya mereka dari hukum manusia, mereka telah benar-benar bebas dari tanggung jawab terhadap perbuatan mereka. Celakalah orang yang beranggapan demikian.
Semoga Allah Ta'ala melindungi kita dari perbuatan dosa dan maksiat dan melindungi kita dari azab neraka yang sangat pedih. Wallahu al Musta'aan.
Timbangan dan takaran adalah jenis pengukuran barang yang paling umum dalam perdagangan dan jual beli. Bahkan, beberapa barang yang biasanya dimeter atau dihitung satuannya juga diperjual belikan dengan timbangan atau takaran, contohnya kain kiloan, telor kiloan, ayam kiloan dan lain sebagainya. Namun, dalam kenyataan tidak semua pedagang berlaku jujur dalam menimbang atau menakar atau ukuran yang lainnya. Mereka merasa telah mendapat keuntungan dengan mengurangi timbangan, takaran atau bilangan dan yang lainnya. Dalam hal ini yang dirugikan secara lahirnya adalah pembeli. Dan tak sedikit perselisihan yang terjadi gara-gara kurangnya timbangan dari semestinya. Kalau kita cermati di pasar-pasar tradisional maupun modern hal ini bisa terjadi. Namun potensi terjadinya jauh lebih besar di pasar tradisional. Bahkan, ada sebagian dari pedagang itu yang mempunyai dua jenis anak timbangan. Yang satu murni beratnya dan yang lain kurang dari berat semestinya. Namun, begitu mereka yang menjadi pembeli, mereka ingin diberi timbangan atau takaran yang benar-benar pas, bahkan tak segan mereka memintanya. Inilah salah satu bukti relevansi Alquran dengan segala zaman.
Kecurangan ini telah terjadi sejak umat terdahulu, seperti kaum Nabi Syu'aib 'alaihissalam yang dikisahkan dalam Alquran. Bukan hanya mereka, tetapi setiap generasi kehidupan anak Adam selalu ada orang-orang yang berbuat kecurangan seperti ini, sampai pada zaman kita yang kita sebut modern ini, bahkan mungkin pelakunya lebih banyak. Bayangan, keuntungan yang digambarkan oleh s*t*n dalam angan-angan pelakunya sangat menggoda dan menggiurkan.
Penyebab terjadinya kecurangan ini ada bermacam-macam. Di antaranya adalah sifat tamak akan kekayaan duniawi. Ketamakan akan menjerumuskan orang yang memilikinya untuk mendapatkan apa yang diingininya dengan segala cara tanpa pandang halal atau haramnya. Dan salah satu jalan haram itu adalah kecurangan dalam timbangan dan takaran.
Peyebab lainnya adalah lunturnya sifat jujur dalam diri pelakunya. Kejujuran seakan-akan hanya bisa didapatkan dalam cerita-cerita khayalan dalam film-film, sinetron, novel-novel, tetapi tidak dalam kehidupan nyata. Padahal, kebutuhan manusia akan kejujuran dalam kehidupan nyata adalah suatu hal yang tak terbantahkan. Jika kejujuran telah lenyap, maka kehancuran tatanan hidup manusia akan hancur secara perlahan maupun cepat.
Tentunya semua itu timbul dari lemahnya iman seseorang. Terutama imannya akan adanya hari kiamat yang merupakan hari perhitungan amal baik dan buruk seseorang. Hari yang merupakan saat ditegakkannya keadilan yang sesungguhnya oleh Allah Subhaanahu wa Ta'ala. Pada saat itu tidak ada satu pun yang tersembunyi dari-Nya. Kebaikan sekecil apa pun akan dibalas-Nya, begitu juga keburukan sekecil apa pu akan diberi-Nya ganjarannya. Tak seorang pun dapat menghindari hisab pada hari kiamat. Percaya tidak percaya ia pasti akan menghadapinya.
Pelaku kejahatan di dunia ini biasanya memang tidak takut akan hisab pada hari kiamat nanti. Mereka semakin asyik dalam dosa mereka seakan-akan tidak ada pertanggungjawaban perbuatan mereka nantinya. Mereka merasa bangga dapat menghindar dari hukum manusia yang lemah. Mereka merasa bahwa dengan terlepasnya mereka dari hukum manusia, mereka telah benar-benar bebas dari tanggung jawab terhadap perbuatan mereka. Celakalah orang yang beranggapan demikian.
Semoga Allah Ta'ala melindungi kita dari perbuatan dosa dan maksiat dan melindungi kita dari azab neraka yang sangat pedih. Wallahu al Musta'aan.
keroncong- KAPTEN
-
Age : 70
Posts : 4535
Kepercayaan : Islam
Location : di rumah saya
Join date : 09.11.11
Reputation : 67
Similar topics
» tafsir ibn katsir, tafsir yang terbaik
» Tafsir QS 3:31-32
» tafsir al an'am 158
» Tafsir QS nuh 10-12
» tafsir ar rum 41
» Tafsir QS 3:31-32
» tafsir al an'am 158
» Tafsir QS nuh 10-12
» tafsir ar rum 41
Halaman 1 dari 1
Permissions in this forum:
Anda tidak dapat menjawab topik