Islam itu FLEKSIBEL dalam ketegasan dan TEGAS dalam kefleksibelan
Halaman 1 dari 1 • Share
Islam itu FLEKSIBEL dalam ketegasan dan TEGAS dalam kefleksibelan
Banyak perintah2 dalam Islam, perintah Shalat lah, puasa lah, zakat lah, ini itu lah, banyak, termasuk perang, berkeluarga dst
Jangan lupa setiap perintah itu ada aturannya masing2, ada tata tertibnya, ada adabnya.
Cuma tidak perlu khawatir, tidak perlu risau jika tak sanggup melakukan sesuai aturan/tata tertib dalam kondisi khusus. Tak sanggup berdiri dalam Shalat, ya duduk, tak sanggup duduk, tidur. Demikian juga puasa, tak sanggup saat ini ganti lain waktu atau fidyah juga boleh. Zakat, tak sampai nisab, ya tidak wajib, dll dst.
Boleh dibilang FLEKSIBEL dalam ketegasan.
Namun begitu, tidak membuat artinya berubah menjadi "Boleh tidak Sholat, puasa tidak wajib, zakat boleh ditinggalkan" dst.
Tidak bisa begitu, sefleksibel fleksibelnya, tidak akan membuat perintah itu menjadi "bukan perintah"
maka itu lah sebetulnya Islam sangat TEGAS dalam kefleksibelan.
Nah, terkait perintah AlMaidah 51, maka kaidahnya mestinya ---- menurut fatwa saya ---- kaedahnya juga sama seperti itu.
"Tidak boleh memilih nonmuslim"...... tapi dalam kondisi tertentu "hanya jika" ya wes silahkan, istighfar aja diperbanyak.
Kondisi tertentu tersebut tidak mengubah makna ayat menjadi "Tidak dilarang memilih nonmuslim"
Wallahu 'alam
Jangan lupa setiap perintah itu ada aturannya masing2, ada tata tertibnya, ada adabnya.
Cuma tidak perlu khawatir, tidak perlu risau jika tak sanggup melakukan sesuai aturan/tata tertib dalam kondisi khusus. Tak sanggup berdiri dalam Shalat, ya duduk, tak sanggup duduk, tidur. Demikian juga puasa, tak sanggup saat ini ganti lain waktu atau fidyah juga boleh. Zakat, tak sampai nisab, ya tidak wajib, dll dst.
Boleh dibilang FLEKSIBEL dalam ketegasan.
Namun begitu, tidak membuat artinya berubah menjadi "Boleh tidak Sholat, puasa tidak wajib, zakat boleh ditinggalkan" dst.
Tidak bisa begitu, sefleksibel fleksibelnya, tidak akan membuat perintah itu menjadi "bukan perintah"
maka itu lah sebetulnya Islam sangat TEGAS dalam kefleksibelan.
Nah, terkait perintah AlMaidah 51, maka kaidahnya mestinya ---- menurut fatwa saya ---- kaedahnya juga sama seperti itu.
"Tidak boleh memilih nonmuslim"...... tapi dalam kondisi tertentu "hanya jika" ya wes silahkan, istighfar aja diperbanyak.
Kondisi tertentu tersebut tidak mengubah makna ayat menjadi "Tidak dilarang memilih nonmuslim"
Wallahu 'alam
isaku- KAPTEN
-
Posts : 3590
Kepercayaan : Islam
Location : Jakarta
Join date : 17.09.12
Reputation : 141
Re: Islam itu FLEKSIBEL dalam ketegasan dan TEGAS dalam kefleksibelan
dilarang memilih pemimpin non-muslim karena dia tidak menghendaki hukum Allah -> tidak berubah maksudnya kalau saya ganti : dilarang memilih pemimpin muslim karena dia tidak menghendaki hukum Allah -> karena intinya adalah : dilarang memilih orang yang tidak menghendaki hukum Allah!
perintah QS. 5:51 tidak pernah berbunyi dilarang memilih pemimpin non-muslim, melainkan berbunyi dilarang memilih orang yang tidak menghendaki hukum Allah, buktinya kata non-muslim bisa diganti dengan kata muslim atau kata apa saja, tanpa merubah pesannya!
perintah QS. 5:51 tidak pernah berbunyi dilarang memilih pemimpin non-muslim, melainkan berbunyi dilarang memilih orang yang tidak menghendaki hukum Allah, buktinya kata non-muslim bisa diganti dengan kata muslim atau kata apa saja, tanpa merubah pesannya!
frontline defender- MAYOR
- Posts : 6462
Kepercayaan : Islam
Join date : 17.11.11
Reputation : 137
Re: Islam itu FLEKSIBEL dalam ketegasan dan TEGAS dalam kefleksibelan
Terima kasih Pak FDfrontline defender wrote:dilarang memilih pemimpin non-muslim karena dia tidak menghendaki hukum Allah -> tidak berubah maksudnya kalau saya ganti : dilarang memilih pemimpin muslim karena dia tidak menghendaki hukum Allah -> karena intinya adalah : dilarang memilih orang yang tidak menghendaki hukum Allah!
perintah QS. 5:51 tidak pernah berbunyi dilarang memilih pemimpin non-muslim, melainkan berbunyi dilarang memilih orang yang tidak menghendaki hukum Allah, buktinya kata non-muslim bisa diganti dengan kata muslim atau kata apa saja, tanpa merubah pesannya!
Saya paling tidak bisa mendebat Pak FD, sekian tahun lalu di forum sebelumnya saya newbi kesulitan menjawab ini itu banyak penghinaan caci maki. Untuk mencari 1 jawaban saja, memilih kata2 untuk dituliskan tidak mudah, tapi Beliau datang2 cuma dengan 1 atau 2 ayat dan sudah menjawab dengan sempurna apa yang dihinakan dan dicacimaki para tukang fitnah. Luar biasa, bagaikan oase di tengah gurun tandus, saya banyak berguru dari Beliau ini.
Namun begitu karena isi kepala memang masing2, beda pendapat bisa terjadi
Hal terlarang diperbolehkan hanya jika darurat wrote:
Dalam Kondisi Darurat Hal Yang Terlarang Dibolehkan
https://muslim.or.id/19369-dalam-kondisi-darurat-hal-yang-terlarang-dibolehkan.html
Ada kaedah fikih yang berbunyi: Adh-Dharurat Tubihu Al-Mahzhurat, artinya "dalam kondisi darurat, hal-hal yang terlarang dibolehkan".
Sebagaimana kaidah fikih pada umumnya, kaidah ini pun berlandaskan beberapa ayat dari Alquran. Di antaranya:
Allah Ta’ala berfirman,
“Dan sesungguhnya Allah telah menjelaskan kepada kalian apa yang Dia haramkan, kecuali yang terpaksa kalian makan.”[1]
Allah Ta’ala juga berfirman,
“Siapa yang dalam kondisi terpaksa memakannya sedangkan ia tidak menginginkannya dan tidak pula melampaui batas, maka ia tidak berdosa. Sesungguhnya Allah Maha pengampun lagi Maha penyayang.”[2]
Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin rahimahullah ketika mengomentari kaidah ini, beliau mengutip dalil yang menjadi dasar kaidah ini atau dasar bolehnya melakukan hal yang terlarang dalam keadaan darurat, dengan firman Allah,
“Siapa yang terpaksa mengonsumsi makanan yang diharamkan karena lapar, bukan karena ingin berbuat dosa, maka sungguh Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”[3][4]
Makna Kaidah
Darurat secara bahasa bermakna keperluan yang sangat mendesak atau teramat dibutuhkan. Yang dimaksud darurat dalam kaidah ini adalah seseorang apabila tidak melakukan hal tersebut maka ia akan binasa atau hampir binasa. Contohnya, kebutuhan makan demi kelangsungan hidup di saat ia sangat kelaparan.
Syaikh Abdullah bin Abdurrahman Al-Bassam rahimahullah mendefinisikan makna darurat sebagai uzur yang menyebabkan bolehnya melakukan suatu perkara yang terlarang.[6]
Sedangkan mahzhurat adalah hal-hal yang dilarang atau diharamkan oleh syariat Islam. Mahzhurat mencakup segala hal terlarang yang berasal dari seseorang, baik berupa ucapan yang diharamkan semisal gibah, adu domba, dan sejenisnya, atau berupa amalan hati seperti dengki, hasad, dan semisalnya, atau juga berupa perbuatan lahir semacam mencuri, berzina, minum khamr, dan sebagainya.[7]
Kesimpulannya, hal-hal yang dilarang dalam syariat boleh dilakukan jika ada kebutuhan yang mendesak, yakni dalam kondisi darurat. Yaitu sebuah keadaan yang mana apabila ia tidak melakukan hal yang diharamkan tersebut, ia bisa mati atau yang semisalnya. Atau dengan kata lain, kondisi darurat atau kebutuhan yang sangat mendesak membuat seseorang boleh mengerjakan hal-hal yang dilarang oleh syariat.
Syarat Darurat[9]
Namun perlu diperhatikan, tidak setiap kondisi darurat itu memperbolehkan hal yang sejatinya telah diharamkan. Ada syarat dan ketentuan darurat yang dimaksud dalam kaidah ini. Di antara lain:
1. Darurat tersebut benar-benar terjadi atau diprediksi kuat akan terjadi, tidak semata-mata praduga atau asumsi belaka.
Contohnya, seorang musafir di tengah perjalanan merasa sedikit lapar karena belum makan siang. Padahal ia akan tiba di tempat tujuan sore nanti. Ia tidak boleh mencuri dengan alasan jika ia tidak makan siang, ia akan mati, karena alasan yang ia kemukakan hanya bersandar pada prasangka semata.
2. Tidak ada pilihan lain yang bisa menghilangkan mudarat tersebut.
Misalnya, seorang musafir kehabisan bekal di tengah padang pasir. Ia berada dalam kondisi lapar yang sangat memprihatinkan.Di tengah perjalanan, ia bertemu seorang pengembala bersama kambing kepunyaannya. Tak jauh dari tempatnya berada tergolek bangkai seekor sapi. Maka ia tak boleh memakan bangkai sapi tersebut karena ia bisa membeli kambing atau memintanya dari si pengembala.
3. Kondisi darurat tersebut benar-benar memaksa untuk melakukan hal tersebut karena dikhawatirkan kehilangan nyawa atau anggota badannya.
4. Keharaman yang ia lakukan tersebut tidaklah menzalimi orang lain.
Jika seseorang dalam keadaan darurat dan terpaksa dihadapkan dengan dua pilihan: memakan bangkai atau mencuri makanan, maka hendaknya ia memilih memakan bangkai. Hal itu dikarenakan mencuri termasuk perbuatan yang menzalimi orang lain. Kecuali jika ia tidak memiliki pilihan selain memakan harta orang lain tanpa izin, maka diperbolehkan dengan syarat ia harus tetap menggantinya.
5. Tidak melakukannya dengan melewati batas. Cukup sekadar yang ia perlukan untuk menghilangkan mudarat.
Seorang dokter ketika mengobati pasien perempuan yang mengalami sakit di tangannya, maka boleh baginya menyingkap aurat sebatas tangannya saja. Tidak boleh menyingkap aurat yang tidak dibutuhkan saat pengobatan seperti melepas jilbab, dan lain sebagainya.
Sama halnya dengan orang yang sangat kelaparan di tengah perjalanan. ia boleh memakan bangkai sekadar untuk menyambung hidupnya saja. Dengan kata lain tidak boleh mengonsumsinya hingga kenyang, melewati kadar untuk menghilangkan mudarat yang dialaminya.[8]
isaku- KAPTEN
-
Posts : 3590
Kepercayaan : Islam
Location : Jakarta
Join date : 17.09.12
Reputation : 141
Re: Islam itu FLEKSIBEL dalam ketegasan dan TEGAS dalam kefleksibelan
betul tidak ada larangan yang mutlak untuk memilih nonislam
njlajahweb- BANNED
-
Posts : 39612
Kepercayaan : Protestan
Location : banyuwangi
Join date : 30.04.13
Reputation : 119
Similar topics
» pajak dalam islam
» korupsi dalam islam
» estetika dalam islam
» wanita dalam islam
» skisme dalam islam
» korupsi dalam islam
» estetika dalam islam
» wanita dalam islam
» skisme dalam islam
Halaman 1 dari 1
Permissions in this forum:
Anda tidak dapat menjawab topik