hakekat penciptaan manusia
Halaman 1 dari 1 • Share
hakekat penciptaan manusia
"Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhanmu yang telah menciptakan kamu dari diri yang satu, dan darinya Allah menciptakan istrinya, dan dari keduanya Allah mengembangbiakkan laki-laki dan perempuan yang banyak...." (An-Nisaa': 1).
"Dzat yang membuat segala sesuatu yang Dia ciptakan sebaik-baiknya dan yang memulai penciptaan manusia dari tanah. Kemudian Dia menjadikan keturunannya dari saripati air yang hina (air mani). Kemudian Dia menyempurnakannya dan meniupkan ke dalam (tubuhnya) roh (ciptaan)-Nya, dan Dia menjadikan bagi kamu pendengaran, penglihatan dan hati; (tetapi) kamu sedikit sekali bersyukur." (As-Sajdah: 7-9).
Dalam dunia science, teori evolusi Charles Darwin sangat terkenal. Bahkan, walaupun hanya merupakan suatu kesimpulan yang tak terbukti sama sekali, banyak orang yang mempercayainya, karena ia berbaju science. Padahal, science sendiri yang dulunya dipercaya benar ternyata kemudian terbukti salah.
Salah satu dampak dari teori evolusi yang sesat itu adalah mengikis iman akan adanya Sang Pencipta. Dengan begitu secara tak disadari seseorang yang mempercayai teori evolusi akan dikikis imannya terhadap adanya Sang Pencipta.
Sebagai muslimin, kita harusnya mengembalikan hal ihwal penciptaan ini kepada Sang Pencipta itu sendiri, Allah Subhaanahu wa Ta'ala. Tentunya jika disuruh memilih harus percaya siapa, tentunya kita harus percaya kepada Allah. Inilah yang harus menjadi landasan berpikir dan keyakinan kaum muslimin dalam mengetahui asal muasal penciptaan manusia.
Dalam hal ini Allah telah mewahyukan kepada Nabi Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam dalam Alquran dalam beberapa surat dan ayat, di antaranya adalah ayat yang kita sebutkan di atas.
Ayat-ayat di atas menerangkan bahwa Allah menciptakan manusia pertama kali dari tanah dan menyempurnakan bentuknya. Kemudia dari satu manusia itu--yakni Adam 'Alaihissalam--Allah menciptakan istri bagi Adam, kemudian dari keduanyalah Allah mengembangbiakkan manusia. Bahkan, hal itu sangat jelas dan mudah dipahami oleh siapa pun yang mau sejenak menggunakan otaknya dengan baik.
Jadi, pertanyaan-pertanyaan yang timbul di kalangan kaum muslimin tentang teori Darwin ini dapat dijawab dengan ayat-ayat Alquran. Namun sayang, kebanyakan kaum muslimin kurang mengerti akan isi kitab sucinya. Mereka paling-paling hanya membaca Al-Fatihah serta surat-surat pendek di Juz 'Amma. Itu pun belum tentu dengan pemahaman yang benar akan kandungan ayat yang mereka baca.
Bahkan, sekarang telah timbul gerakan anti teori evolusi yang dipelopori Adnan Oktar dengan mengusung nama Harun Yahya. Dia adalah seorang muslim Turki. Gerakan ini mengguncang para penganut dan pencinta teori evolusi. Mereka bahkan mati kutu ketika dihadapkan pada kenyataan bahwa teori yang mereka sanjung selama ini ternyata omong kosong belaka dan penuh kepalsuan. Sekali lagi terbukti bahwa adalah suatu kebodohan jika seseorang menuhankan science. Science bukanlah pencipta, science hanya menguak rahasia-rahasia yang tersimpan di balik ciptaan Allah ini. Dengan science manusia dapat memanfaatkan segala yang diciptakan Allah untuk memenuhi kebutuhan dan kepentingannya. Seharusnya science juga mengantar manusia kepada iman terhadap Allah Sang Pencipta alam semesta, bukan malah sebaliknya. Wallahu al-musta'aan.
"Dzat yang membuat segala sesuatu yang Dia ciptakan sebaik-baiknya dan yang memulai penciptaan manusia dari tanah. Kemudian Dia menjadikan keturunannya dari saripati air yang hina (air mani). Kemudian Dia menyempurnakannya dan meniupkan ke dalam (tubuhnya) roh (ciptaan)-Nya, dan Dia menjadikan bagi kamu pendengaran, penglihatan dan hati; (tetapi) kamu sedikit sekali bersyukur." (As-Sajdah: 7-9).
Dalam dunia science, teori evolusi Charles Darwin sangat terkenal. Bahkan, walaupun hanya merupakan suatu kesimpulan yang tak terbukti sama sekali, banyak orang yang mempercayainya, karena ia berbaju science. Padahal, science sendiri yang dulunya dipercaya benar ternyata kemudian terbukti salah.
Salah satu dampak dari teori evolusi yang sesat itu adalah mengikis iman akan adanya Sang Pencipta. Dengan begitu secara tak disadari seseorang yang mempercayai teori evolusi akan dikikis imannya terhadap adanya Sang Pencipta.
Sebagai muslimin, kita harusnya mengembalikan hal ihwal penciptaan ini kepada Sang Pencipta itu sendiri, Allah Subhaanahu wa Ta'ala. Tentunya jika disuruh memilih harus percaya siapa, tentunya kita harus percaya kepada Allah. Inilah yang harus menjadi landasan berpikir dan keyakinan kaum muslimin dalam mengetahui asal muasal penciptaan manusia.
Dalam hal ini Allah telah mewahyukan kepada Nabi Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam dalam Alquran dalam beberapa surat dan ayat, di antaranya adalah ayat yang kita sebutkan di atas.
Ayat-ayat di atas menerangkan bahwa Allah menciptakan manusia pertama kali dari tanah dan menyempurnakan bentuknya. Kemudia dari satu manusia itu--yakni Adam 'Alaihissalam--Allah menciptakan istri bagi Adam, kemudian dari keduanyalah Allah mengembangbiakkan manusia. Bahkan, hal itu sangat jelas dan mudah dipahami oleh siapa pun yang mau sejenak menggunakan otaknya dengan baik.
Jadi, pertanyaan-pertanyaan yang timbul di kalangan kaum muslimin tentang teori Darwin ini dapat dijawab dengan ayat-ayat Alquran. Namun sayang, kebanyakan kaum muslimin kurang mengerti akan isi kitab sucinya. Mereka paling-paling hanya membaca Al-Fatihah serta surat-surat pendek di Juz 'Amma. Itu pun belum tentu dengan pemahaman yang benar akan kandungan ayat yang mereka baca.
Bahkan, sekarang telah timbul gerakan anti teori evolusi yang dipelopori Adnan Oktar dengan mengusung nama Harun Yahya. Dia adalah seorang muslim Turki. Gerakan ini mengguncang para penganut dan pencinta teori evolusi. Mereka bahkan mati kutu ketika dihadapkan pada kenyataan bahwa teori yang mereka sanjung selama ini ternyata omong kosong belaka dan penuh kepalsuan. Sekali lagi terbukti bahwa adalah suatu kebodohan jika seseorang menuhankan science. Science bukanlah pencipta, science hanya menguak rahasia-rahasia yang tersimpan di balik ciptaan Allah ini. Dengan science manusia dapat memanfaatkan segala yang diciptakan Allah untuk memenuhi kebutuhan dan kepentingannya. Seharusnya science juga mengantar manusia kepada iman terhadap Allah Sang Pencipta alam semesta, bukan malah sebaliknya. Wallahu al-musta'aan.
keroncong- KAPTEN
-
Age : 70
Posts : 4535
Kepercayaan : Islam
Location : di rumah saya
Join date : 09.11.11
Reputation : 67
Re: hakekat penciptaan manusia
Kehidupan di dunia pada dasarnya hanyalah senda gurau atau main-main saja. Orang akan semakin merugi bila tidak tahu untuk apa ia diciptakan Allah dan menjalani kehidupan di dunia ini.
Kalau kita melihat besarnya kekuasaan Allah, niscaya kita akan segera mengucapkan “Allahu Akbar”, “Subhanallah”. Allah menciptakan langit tanpa tiang serta semua bintang yang menghiasinya dan Allah turunkan darinya air hujan dan tumbuh dengannya segala jenis tumbuh-tumbuhan. Bumi terhampar sangat luas, segala jenis makhluk bertempat tinggal di atasnya, berbagai kenikmatan dikandungnya dan setiap orang dengan mudah bepergian ke mana yang dia inginkan.
Binatang ada dengan berbagai jenis, bentuk, dan warnanya. Tumbuh-tumbuhan dengan segala jenisnya dan buah-buahan dengan segala rasa dan warnanya. Laut yang sangat luas dan segala rizki yang ada di dalamnya semuanya mengingatkan kita kepada kebesaran Allah dan ke-Mahaagungan-Nya.
Kita meyakini bahwa Allah menciptakan semuanya itu memiliki tujuan dan tidak sia-sia. Maka dari itu mari kita berlaku jujur pada diri kita dan di hadapan Allah yaitu tentu bahwa kita juga diciptakan oleh Allah tidak sia-sia, dalam arti kita diciptakan memiliki tujuan tertentu yang mungkin berbeda dengan yang lain. Allah berfirman:
“Maka apakah kalian mengira, bahwa sesungguhnya Kami menciptakan kalian secara main-main dan bahwa kalian tidak akan dikembalikan kepada Kami?” (Al Mu’minun: 115)
“Apakah manusia mengira, bahwa ia akan dibiarkan begitu saja ( tanpa pertanggungjawaban)?” (Al Qiyamah: 36)
“Dan Kami tidak menciptakan langit dan bumi dan apa yang ada di antara keduanya tanpa hikmah”.(Shad: 27)
”Dan Kami tidak menciptakan langit dan bumi dan apa yang ada di antara keduanya dengan bermain-main.” (Ad Dukhan: 38)
Dari ayat-ayat di atas sungguh sangat jelas bahwa segala sesuatu yang ada di muka bumi ini dan yang ada di langit serta apa yang ada di antara keduanya tidak ada yang sia-sia. Lalu untuk siapakah semuanya itu?
Mari kita melihat keterangan Allah di dalam Al Qur’an:
“Dialah yang telah menjadikan bumi terhampar buat kalian dan langit sebagai atap dan Dia menurunkan air hujan dari langit, lalu Dia menghasilkan dengan hujan itu segala buah-buahan sebagai rizki untuk kalian, karena itu janganlah kalian mengadakan sekutu-sekutu bagi Allah padahal kalian mengetahuinya.” (Al Baqarah: 22)
”Dia Allah yang telah menjadikan segala apa yang di bumi untuk kalian.” (Al Baqarah: 29)
“Allah-lah yang menjadikan bumi bagi kalian tempat menetap dan langit sebagai atap, lalu membentuk kalian, membaguskan rupa kalian serta memberi kalian rizki dari sebagian yang baik-baik yang demikian itu adalah Allah Tuhanmu, Maha Agung Allah, Tuhan semesta alam.” (Al Mu’min: 64)
Ibnu Katsir dalam tafsir beliau (1/60) mengatakan: “Allah mengeluarkan bagi mereka (dengan air hujan tersebut) segala macam tumbuh-tumbuhan dan buah-buahan yang bisa kita saksikan sebagai rizki buat mereka dan binatang-binatang ternak mereka sebagaimana yang telah disebutkan di banyak tempat di dalam Al Qur’an.”
As-Sa’di mengatakan di dalam tafsir beliau hal. 30: ”Allah menciptakan segala apa yang ada di atas bumi buat kalian sebagai wujud kebaikan Allah bagi kalian dan rahmat-Nya agar kalian juga bisa mengambil manfaat darinya, bersenang-senang dan bisa menggali apa yang ada padanya. (Kemudian beliau mengatakan) dan Allah menciptakan semuanya agar manfaatnya kembali kepada kita.”
Sungguh sangat jelas bahwa semua apa yang ada di langit dan di bumi dipersiapkan untuk manusia seluruhnya. Maha Dermawan Allah terhadap hamba-Nya dan Maha Luas rahmat-Nya.
Dari keterangan di atas berarti manusia diciptakan oleh Allah dengan dipersiapkan baginya segala kenikmatan, tentu memiliki tujuan yang agung dan mulia. Lalu untuk apakah tujuan mereka diciptakan?
Tujuan Diciptakan Manusia
Manusia dengan segala nikmat yang diberikan Allah memiliki kedudukan yang tinggi di hadapan makhluk yang lain. Tentu hal ini menunjukkan bahwa mereka diciptakan untuk satu tujuan yang mulia, agung, dan besar. Tujuan inilah yang telah disebutkan oleh Allah di dalam Al Qur’an:
“Dan tidaklah Aku menciptakan jin dan manusia melainkan untuk menyembah-Ku.”(Adz Dzariat:56)
Abdurrahman As Sa’di dalam tafsir beliau mengatakan: “Inilah tujuan Allah menciptakan jin dan manusia dan Allah mengutus seluruh para rasul untuk menyeru menuju tujuan ini yaitu ibadah yang mencakup di dalamnya pengetahuan tentang Allah dan mencintai-Nya, bertaubat kepada-Nya, menghadap dengan segala yang dimilikinya kepada-Nya dan berpaling dari selain-Nya.”
Semua nikmat yang diberikan oleh Allah kepada manusia tidak lain hanya untuk membantu mereka dalam mewujudkan tugas dan tujuan yang mulia ini.
Asy Syaikh Muhammad bin Shalih Al ‘Utsaimin dalam kitab Al Qaulul Mufid (1/27) mengatakan: “Dengan hikmah inilah manusia diberikan akal dan diutus kepada mereka para rasul dan diturunkan kepada mereka kitab-kitab, dan jika tujuan diciptakannya manusia adalah seperti tujuan diciptakannya binatang, niscaya akan hilang hikmah diutusnya para rasul dan diturunkannya kitab-kitab karena yang demikian itu akan berakhir bagaikan pohon yang tumbuh lalu berkembang dan setelah itu mati.”
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah dalam kitab Majmu’ Fatawa (1/4) mengatakan: “Maka sesungguhnya Allah menciptakan manusia untuk menyembah-Nya sebagaimana firman Allah ‘Dan tidaklah Aku menciptakan jin dan manusia melainkan agar mereka menyembah-Ku.’ Ibadah kepada Allah hanya dilakukan dengan cara mentaati Allah dan Rasul-Nya dan tidak dikatakan ibadah kecuali apa yang menurut syariat Allah adalah sesuatu yang wajib atau sunnah.”
Makna Ibadah
Ibadah secara bahasa artinya menghinakan diri. Sedangkan menurut syariat, Ibnu Taimiyyah mengatakan: “Nama dari segala yang dicintai oleh Allah dan diridhai-Nya (yang terdiri) dari segala bentuk perbuatan dan ucapan baik yang nampak ataupun yang tidak nampak.” (Al ‘Ubudiyyah, 38)
Macam Ibadah
Dari definisi Ibnu Taimiyah di atas kita mendapatkan faidah bahwa ibadah itu ada dua bentuk yaitu ibadah yang nampak dan tidak nampak. Atau dengan istilah lain ibadah dzahiriyyah dan ibadah bathiniyyah; atau dengan istilah lain lagi ibadah badaniyyah dan ibadah qalbiyyah.
Ibadah badaniyyah atau dzahiriyyah adalah segala praktek ibadah yang dapat dilihat melalui gerakan anggota badan yang diridhai Allah dan yang dicintai-Nya seperti shalat, zakat, puasa, berhaji, berdzikir, berinfak, menyembelih, bernadzar, menolong orang yang membutuhkan dan sebagainya. Adapun ibadah bathiniyyah atau ibadah qalbiyyah adalah ibadah yang terkait dengan hati dan tidak nampak seperti takut, tawakkal, berharap, khusyu’, cinta, dan sebagainya.
Dari kedua jenis ibadah ini, yang paling banyak kaum muslimin terjebak padanya adalah yang berkaitan dengan ibadah bathiniyyah atau ibadah hati dikarenakan sedikit dari kaum muslimin yang mengetahuinya.
‘Ubudiyyah dan Tingkatannya
Telah berbicara para ulama tentang tingkatan ‘ubudiyah ini berdasarkan apa yang telah disebutkan oleh Allah di dalam Al Qur’an.
Pertama, ‘ubudiyyah yang bersifat umum.
Ubudiyyah ini bisa dilakukan oleh setiap makhluk Allah yang muslim atau yang kafir. Inilah yang diistilahkan dengan ketundukan terhadap takdir dan sunnatullah. Allah berfirman:
“Tidak ada seorangpun di langit dan di bumi, kecuali akan datang kepada Tuhan yang Maha Pemurah selaku seorang hamba.” (Maryam: 93).
Tentu di dalam ayat ini masuk juga orang-orang kafir.
Kedua, ‘ubudiyyah ketaatan yang bersifat umum.
Ini mencakup ketundukan setiap orang terhadap syariat Allah, sebagaimana firman Allah:
“Dan hamba-hamba Allah yang Maha Penyayang itu adalah orang-orang yang berjalan di muka bumi ini dengan rendah hati (tawadhu’).” (Al Furqan: 63)
Ketiga, ‘ubudiyyah yang khusus.
Ubudiyyah yang khusus ini adalah tingkatan para Nabi dan Rasul Allah. Sebagaimana firman Allah tentang Nabi Nuh:
“Sesungguhnya dia adalah hamba-Ku yang bersyukur.” (Al Isra’: 3).
Kemudian Allah berfirman tentang Rasulullah:
“Dan jika kalian ragu-ragu terhadap apa yang Kami turunkan kepada hamba Kami” (Al Baqarah: 23).
Dan Allah berfirman tentang seluruh para rasul:
“Dan ingatlah akan hamba-hamba Kami Ibrahim, Ishaq dan Ya’qub yang memiliki perbuatan-perbuatan yang besar dan ilmu-ilmu yang tinggi.” (Shad: 45).
Ini merupakan ‘ubudiyyahnya para rasul yang tidak ada seorangpun akan bisa mencapainya. (Al Qaulul Mufid, 1/36)
Syarat Diterimanya Ibadah
Tentu sebagai orang yang dikenai beban syariat tidak menginginkan jikalau ibadah, pengabdian, dan pengorbanan kita tidak bernilai di hadapan Allah. Telah sepakat para ulama Ahlus Sunnah bahwa sebuah ibadah akan diterima oleh Allah dengan dua syarat, yaitu “mengikhlaskan niat semata-mata untuk Allah” dan “mengikuti sunnah Rasulullah.”
Kedua syarat ini merupakan makna dari dua kalimat syahadat “Laa ilaaha illallah dan Muhammadur Rasulullah.” Kesepakatan Ahlus Sunnah dengan kedua syarat ini dilandasi Al Qur’an dan hadits, di antaranya adalah firman Allah:
“Dan tidaklah mereka diperintahkan melainkan agar mereka menyembah Allah dengan mengikhlaskan agama bagi-Nya.” (Al-Bayyinah: 5).
Rasulullah bersabda:
“Sesungguhnya amal itu sah dengan niat dan seseorang akan mendapatkan apa yang dia niatkan.” (HR. Al Bukhari dan Muslim)
Rasulullah bersabda:
“Barang siapa yang melakukan suatu amalan dan bukan dari perintahku maka amalannya tertolak.” (HR. Muslim)
Kalau kita melihat besarnya kekuasaan Allah, niscaya kita akan segera mengucapkan “Allahu Akbar”, “Subhanallah”. Allah menciptakan langit tanpa tiang serta semua bintang yang menghiasinya dan Allah turunkan darinya air hujan dan tumbuh dengannya segala jenis tumbuh-tumbuhan. Bumi terhampar sangat luas, segala jenis makhluk bertempat tinggal di atasnya, berbagai kenikmatan dikandungnya dan setiap orang dengan mudah bepergian ke mana yang dia inginkan.
Binatang ada dengan berbagai jenis, bentuk, dan warnanya. Tumbuh-tumbuhan dengan segala jenisnya dan buah-buahan dengan segala rasa dan warnanya. Laut yang sangat luas dan segala rizki yang ada di dalamnya semuanya mengingatkan kita kepada kebesaran Allah dan ke-Mahaagungan-Nya.
Kita meyakini bahwa Allah menciptakan semuanya itu memiliki tujuan dan tidak sia-sia. Maka dari itu mari kita berlaku jujur pada diri kita dan di hadapan Allah yaitu tentu bahwa kita juga diciptakan oleh Allah tidak sia-sia, dalam arti kita diciptakan memiliki tujuan tertentu yang mungkin berbeda dengan yang lain. Allah berfirman:
“Maka apakah kalian mengira, bahwa sesungguhnya Kami menciptakan kalian secara main-main dan bahwa kalian tidak akan dikembalikan kepada Kami?” (Al Mu’minun: 115)
“Apakah manusia mengira, bahwa ia akan dibiarkan begitu saja ( tanpa pertanggungjawaban)?” (Al Qiyamah: 36)
“Dan Kami tidak menciptakan langit dan bumi dan apa yang ada di antara keduanya tanpa hikmah”.(Shad: 27)
”Dan Kami tidak menciptakan langit dan bumi dan apa yang ada di antara keduanya dengan bermain-main.” (Ad Dukhan: 38)
Dari ayat-ayat di atas sungguh sangat jelas bahwa segala sesuatu yang ada di muka bumi ini dan yang ada di langit serta apa yang ada di antara keduanya tidak ada yang sia-sia. Lalu untuk siapakah semuanya itu?
Mari kita melihat keterangan Allah di dalam Al Qur’an:
“Dialah yang telah menjadikan bumi terhampar buat kalian dan langit sebagai atap dan Dia menurunkan air hujan dari langit, lalu Dia menghasilkan dengan hujan itu segala buah-buahan sebagai rizki untuk kalian, karena itu janganlah kalian mengadakan sekutu-sekutu bagi Allah padahal kalian mengetahuinya.” (Al Baqarah: 22)
”Dia Allah yang telah menjadikan segala apa yang di bumi untuk kalian.” (Al Baqarah: 29)
“Allah-lah yang menjadikan bumi bagi kalian tempat menetap dan langit sebagai atap, lalu membentuk kalian, membaguskan rupa kalian serta memberi kalian rizki dari sebagian yang baik-baik yang demikian itu adalah Allah Tuhanmu, Maha Agung Allah, Tuhan semesta alam.” (Al Mu’min: 64)
Ibnu Katsir dalam tafsir beliau (1/60) mengatakan: “Allah mengeluarkan bagi mereka (dengan air hujan tersebut) segala macam tumbuh-tumbuhan dan buah-buahan yang bisa kita saksikan sebagai rizki buat mereka dan binatang-binatang ternak mereka sebagaimana yang telah disebutkan di banyak tempat di dalam Al Qur’an.”
As-Sa’di mengatakan di dalam tafsir beliau hal. 30: ”Allah menciptakan segala apa yang ada di atas bumi buat kalian sebagai wujud kebaikan Allah bagi kalian dan rahmat-Nya agar kalian juga bisa mengambil manfaat darinya, bersenang-senang dan bisa menggali apa yang ada padanya. (Kemudian beliau mengatakan) dan Allah menciptakan semuanya agar manfaatnya kembali kepada kita.”
Sungguh sangat jelas bahwa semua apa yang ada di langit dan di bumi dipersiapkan untuk manusia seluruhnya. Maha Dermawan Allah terhadap hamba-Nya dan Maha Luas rahmat-Nya.
Dari keterangan di atas berarti manusia diciptakan oleh Allah dengan dipersiapkan baginya segala kenikmatan, tentu memiliki tujuan yang agung dan mulia. Lalu untuk apakah tujuan mereka diciptakan?
Tujuan Diciptakan Manusia
Manusia dengan segala nikmat yang diberikan Allah memiliki kedudukan yang tinggi di hadapan makhluk yang lain. Tentu hal ini menunjukkan bahwa mereka diciptakan untuk satu tujuan yang mulia, agung, dan besar. Tujuan inilah yang telah disebutkan oleh Allah di dalam Al Qur’an:
“Dan tidaklah Aku menciptakan jin dan manusia melainkan untuk menyembah-Ku.”(Adz Dzariat:56)
Abdurrahman As Sa’di dalam tafsir beliau mengatakan: “Inilah tujuan Allah menciptakan jin dan manusia dan Allah mengutus seluruh para rasul untuk menyeru menuju tujuan ini yaitu ibadah yang mencakup di dalamnya pengetahuan tentang Allah dan mencintai-Nya, bertaubat kepada-Nya, menghadap dengan segala yang dimilikinya kepada-Nya dan berpaling dari selain-Nya.”
Semua nikmat yang diberikan oleh Allah kepada manusia tidak lain hanya untuk membantu mereka dalam mewujudkan tugas dan tujuan yang mulia ini.
Asy Syaikh Muhammad bin Shalih Al ‘Utsaimin dalam kitab Al Qaulul Mufid (1/27) mengatakan: “Dengan hikmah inilah manusia diberikan akal dan diutus kepada mereka para rasul dan diturunkan kepada mereka kitab-kitab, dan jika tujuan diciptakannya manusia adalah seperti tujuan diciptakannya binatang, niscaya akan hilang hikmah diutusnya para rasul dan diturunkannya kitab-kitab karena yang demikian itu akan berakhir bagaikan pohon yang tumbuh lalu berkembang dan setelah itu mati.”
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah dalam kitab Majmu’ Fatawa (1/4) mengatakan: “Maka sesungguhnya Allah menciptakan manusia untuk menyembah-Nya sebagaimana firman Allah ‘Dan tidaklah Aku menciptakan jin dan manusia melainkan agar mereka menyembah-Ku.’ Ibadah kepada Allah hanya dilakukan dengan cara mentaati Allah dan Rasul-Nya dan tidak dikatakan ibadah kecuali apa yang menurut syariat Allah adalah sesuatu yang wajib atau sunnah.”
Makna Ibadah
Ibadah secara bahasa artinya menghinakan diri. Sedangkan menurut syariat, Ibnu Taimiyyah mengatakan: “Nama dari segala yang dicintai oleh Allah dan diridhai-Nya (yang terdiri) dari segala bentuk perbuatan dan ucapan baik yang nampak ataupun yang tidak nampak.” (Al ‘Ubudiyyah, 38)
Macam Ibadah
Dari definisi Ibnu Taimiyah di atas kita mendapatkan faidah bahwa ibadah itu ada dua bentuk yaitu ibadah yang nampak dan tidak nampak. Atau dengan istilah lain ibadah dzahiriyyah dan ibadah bathiniyyah; atau dengan istilah lain lagi ibadah badaniyyah dan ibadah qalbiyyah.
Ibadah badaniyyah atau dzahiriyyah adalah segala praktek ibadah yang dapat dilihat melalui gerakan anggota badan yang diridhai Allah dan yang dicintai-Nya seperti shalat, zakat, puasa, berhaji, berdzikir, berinfak, menyembelih, bernadzar, menolong orang yang membutuhkan dan sebagainya. Adapun ibadah bathiniyyah atau ibadah qalbiyyah adalah ibadah yang terkait dengan hati dan tidak nampak seperti takut, tawakkal, berharap, khusyu’, cinta, dan sebagainya.
Dari kedua jenis ibadah ini, yang paling banyak kaum muslimin terjebak padanya adalah yang berkaitan dengan ibadah bathiniyyah atau ibadah hati dikarenakan sedikit dari kaum muslimin yang mengetahuinya.
‘Ubudiyyah dan Tingkatannya
Telah berbicara para ulama tentang tingkatan ‘ubudiyah ini berdasarkan apa yang telah disebutkan oleh Allah di dalam Al Qur’an.
Pertama, ‘ubudiyyah yang bersifat umum.
Ubudiyyah ini bisa dilakukan oleh setiap makhluk Allah yang muslim atau yang kafir. Inilah yang diistilahkan dengan ketundukan terhadap takdir dan sunnatullah. Allah berfirman:
“Tidak ada seorangpun di langit dan di bumi, kecuali akan datang kepada Tuhan yang Maha Pemurah selaku seorang hamba.” (Maryam: 93).
Tentu di dalam ayat ini masuk juga orang-orang kafir.
Kedua, ‘ubudiyyah ketaatan yang bersifat umum.
Ini mencakup ketundukan setiap orang terhadap syariat Allah, sebagaimana firman Allah:
“Dan hamba-hamba Allah yang Maha Penyayang itu adalah orang-orang yang berjalan di muka bumi ini dengan rendah hati (tawadhu’).” (Al Furqan: 63)
Ketiga, ‘ubudiyyah yang khusus.
Ubudiyyah yang khusus ini adalah tingkatan para Nabi dan Rasul Allah. Sebagaimana firman Allah tentang Nabi Nuh:
“Sesungguhnya dia adalah hamba-Ku yang bersyukur.” (Al Isra’: 3).
Kemudian Allah berfirman tentang Rasulullah:
“Dan jika kalian ragu-ragu terhadap apa yang Kami turunkan kepada hamba Kami” (Al Baqarah: 23).
Dan Allah berfirman tentang seluruh para rasul:
“Dan ingatlah akan hamba-hamba Kami Ibrahim, Ishaq dan Ya’qub yang memiliki perbuatan-perbuatan yang besar dan ilmu-ilmu yang tinggi.” (Shad: 45).
Ini merupakan ‘ubudiyyahnya para rasul yang tidak ada seorangpun akan bisa mencapainya. (Al Qaulul Mufid, 1/36)
Syarat Diterimanya Ibadah
Tentu sebagai orang yang dikenai beban syariat tidak menginginkan jikalau ibadah, pengabdian, dan pengorbanan kita tidak bernilai di hadapan Allah. Telah sepakat para ulama Ahlus Sunnah bahwa sebuah ibadah akan diterima oleh Allah dengan dua syarat, yaitu “mengikhlaskan niat semata-mata untuk Allah” dan “mengikuti sunnah Rasulullah.”
Kedua syarat ini merupakan makna dari dua kalimat syahadat “Laa ilaaha illallah dan Muhammadur Rasulullah.” Kesepakatan Ahlus Sunnah dengan kedua syarat ini dilandasi Al Qur’an dan hadits, di antaranya adalah firman Allah:
“Dan tidaklah mereka diperintahkan melainkan agar mereka menyembah Allah dengan mengikhlaskan agama bagi-Nya.” (Al-Bayyinah: 5).
Rasulullah bersabda:
“Sesungguhnya amal itu sah dengan niat dan seseorang akan mendapatkan apa yang dia niatkan.” (HR. Al Bukhari dan Muslim)
Rasulullah bersabda:
“Barang siapa yang melakukan suatu amalan dan bukan dari perintahku maka amalannya tertolak.” (HR. Muslim)
keroncong- KAPTEN
-
Age : 70
Posts : 4535
Kepercayaan : Islam
Location : di rumah saya
Join date : 09.11.11
Reputation : 67
Re: hakekat penciptaan manusia
ichreza wrote:
"Dzat yang membuat segala sesuatu yang Dia ciptakan sebaik-baiknya dan yang memulai penciptaan manusia dari tanah. Kemudian Dia menjadikan keturunannya dari saripati air yang hina (air mani). Kemudian Dia menyempurnakannya dan meniupkan ke dalam (tubuhnya) roh (ciptaan)-Nya, dan Dia menjadikan bagi kamu pendengaran, penglihatan dan hati; (tetapi) kamu sedikit sekali bersyukur." (As-Sajdah: 7-9).
siapa manusia yang diciptakannya dari tanah itu?
SEGOROWEDI- BRIGADIR JENDERAL
- Posts : 43894
Kepercayaan : Protestan
Join date : 12.11.11
Reputation : 124
Re: hakekat penciptaan manusia
ichreza wrote:Kehidupan di dunia pada dasarnya hanyalah senda gurau atau main-main saja. Orang akan semakin merugi bila tidak tahu untuk apa ia diciptakan Allah dan menjalani kehidupan di dunia ini.
Kalau kita melihat besarnya kekuasaan Allah, niscaya kita akan segera mengucapkan “Allahu Akbar”, “Subhanallah”. Allah menciptakan langit tanpa tiang serta semua bintang yang menghiasinya dan Allah turunkan darinya air hujan dan tumbuh dengannya segala jenis tumbuh-tumbuhan. Bumi terhampar sangat luas, segala jenis makhluk bertempat tinggal di atasnya, berbagai kenikmatan dikandungnya dan setiap orang dengan mudah bepergian ke mana yang dia inginkan.
Binatang ada dengan berbagai jenis, bentuk, dan warnanya. Tumbuh-tumbuhan dengan segala jenisnya dan buah-buahan dengan segala rasa dan warnanya. Laut yang sangat luas dan segala rizki yang ada di dalamnya semuanya mengingatkan kita kepada kebesaran Allah dan ke-Mahaagungan-Nya.
Kita meyakini bahwa Allah menciptakan semuanya itu memiliki tujuan dan tidak sia-sia. Maka dari itu mari kita berlaku jujur pada diri kita dan di hadapan Allah yaitu tentu bahwa kita juga diciptakan oleh Allah tidak sia-sia, dalam arti kita diciptakan memiliki tujuan tertentu yang mungkin berbeda dengan yang lain. Allah berfirman:
“Maka apakah kalian mengira, bahwa sesungguhnya Kami menciptakan kalian secara main-main dan bahwa kalian tidak akan dikembalikan kepada Kami?” (Al Mu’minun: 115)
“Apakah manusia mengira, bahwa ia akan dibiarkan begitu saja ( tanpa pertanggungjawaban)?” (Al Qiyamah: 36)
“Dan Kami tidak menciptakan langit dan bumi dan apa yang ada di antara keduanya tanpa hikmah”.(Shad: 27)
”Dan Kami tidak menciptakan langit dan bumi dan apa yang ada di antara keduanya dengan bermain-main.” (Ad Dukhan: 38)
Dari ayat-ayat di atas sungguh sangat jelas bahwa segala sesuatu yang ada di muka bumi ini dan yang ada di langit serta apa yang ada di antara keduanya tidak ada yang sia-sia. Lalu untuk siapakah semuanya itu?
Mari kita melihat keterangan Allah di dalam Al Qur’an:
“Dialah yang telah menjadikan bumi terhampar buat kalian dan langit sebagai atap dan Dia menurunkan air hujan dari langit, lalu Dia menghasilkan dengan hujan itu segala buah-buahan sebagai rizki untuk kalian, karena itu janganlah kalian mengadakan sekutu-sekutu bagi Allah padahal kalian mengetahuinya.” (Al Baqarah: 22)
”Dia Allah yang telah menjadikan segala apa yang di bumi untuk kalian.” (Al Baqarah: 29)
“Allah-lah yang menjadikan bumi bagi kalian tempat menetap dan langit sebagai atap, lalu membentuk kalian, membaguskan rupa kalian serta memberi kalian rizki dari sebagian yang baik-baik yang demikian itu adalah Allah Tuhanmu, Maha Agung Allah, Tuhan semesta alam.” (Al Mu’min: 64)
Ibnu Katsir dalam tafsir beliau (1/60) mengatakan: “Allah mengeluarkan bagi mereka (dengan air hujan tersebut) segala macam tumbuh-tumbuhan dan buah-buahan yang bisa kita saksikan sebagai rizki buat mereka dan binatang-binatang ternak mereka sebagaimana yang telah disebutkan di banyak tempat di dalam Al Qur’an.”
As-Sa’di mengatakan di dalam tafsir beliau hal. 30: ”Allah menciptakan segala apa yang ada di atas bumi buat kalian sebagai wujud kebaikan Allah bagi kalian dan rahmat-Nya agar kalian juga bisa mengambil manfaat darinya, bersenang-senang dan bisa menggali apa yang ada padanya. (Kemudian beliau mengatakan) dan Allah menciptakan semuanya agar manfaatnya kembali kepada kita.”
Sungguh sangat jelas bahwa semua apa yang ada di langit dan di bumi dipersiapkan untuk manusia seluruhnya. Maha Dermawan Allah terhadap hamba-Nya dan Maha Luas rahmat-Nya.
Dari keterangan di atas berarti manusia diciptakan oleh Allah dengan dipersiapkan baginya segala kenikmatan, tentu memiliki tujuan yang agung dan mulia. Lalu untuk apakah tujuan mereka diciptakan?
Tujuan Diciptakan Manusia
Manusia dengan segala nikmat yang diberikan Allah memiliki kedudukan yang tinggi di hadapan makhluk yang lain. Tentu hal ini menunjukkan bahwa mereka diciptakan untuk satu tujuan yang mulia, agung, dan besar. Tujuan inilah yang telah disebutkan oleh Allah di dalam Al Qur’an:
“Dan tidaklah Aku menciptakan jin dan manusia melainkan untuk menyembah-Ku.”(Adz Dzariat:56)
Abdurrahman As Sa’di dalam tafsir beliau mengatakan: “Inilah tujuan Allah menciptakan jin dan manusia dan Allah mengutus seluruh para rasul untuk menyeru menuju tujuan ini yaitu ibadah yang mencakup di dalamnya pengetahuan tentang Allah dan mencintai-Nya, bertaubat kepada-Nya, menghadap dengan segala yang dimilikinya kepada-Nya dan berpaling dari selain-Nya.”
Semua nikmat yang diberikan oleh Allah kepada manusia tidak lain hanya untuk membantu mereka dalam mewujudkan tugas dan tujuan yang mulia ini.
Asy Syaikh Muhammad bin Shalih Al ‘Utsaimin dalam kitab Al Qaulul Mufid (1/27) mengatakan: “Dengan hikmah inilah manusia diberikan akal dan diutus kepada mereka para rasul dan diturunkan kepada mereka kitab-kitab, dan jika tujuan diciptakannya manusia adalah seperti tujuan diciptakannya binatang, niscaya akan hilang hikmah diutusnya para rasul dan diturunkannya kitab-kitab karena yang demikian itu akan berakhir bagaikan pohon yang tumbuh lalu berkembang dan setelah itu mati.”
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah dalam kitab Majmu’ Fatawa (1/4) mengatakan: “Maka sesungguhnya Allah menciptakan manusia untuk menyembah-Nya sebagaimana firman Allah ‘Dan tidaklah Aku menciptakan jin dan manusia melainkan agar mereka menyembah-Ku.’ Ibadah kepada Allah hanya dilakukan dengan cara mentaati Allah dan Rasul-Nya dan tidak dikatakan ibadah kecuali apa yang menurut syariat Allah adalah sesuatu yang wajib atau sunnah.”
Makna Ibadah
Ibadah secara bahasa artinya menghinakan diri. Sedangkan menurut syariat, Ibnu Taimiyyah mengatakan: “Nama dari segala yang dicintai oleh Allah dan diridhai-Nya (yang terdiri) dari segala bentuk perbuatan dan ucapan baik yang nampak ataupun yang tidak nampak.” (Al ‘Ubudiyyah, 38)
Macam Ibadah
Dari definisi Ibnu Taimiyah di atas kita mendapatkan faidah bahwa ibadah itu ada dua bentuk yaitu ibadah yang nampak dan tidak nampak. Atau dengan istilah lain ibadah dzahiriyyah dan ibadah bathiniyyah; atau dengan istilah lain lagi ibadah badaniyyah dan ibadah qalbiyyah.
Ibadah badaniyyah atau dzahiriyyah adalah segala praktek ibadah yang dapat dilihat melalui gerakan anggota badan yang diridhai Allah dan yang dicintai-Nya seperti shalat, zakat, puasa, berhaji, berdzikir, berinfak, menyembelih, bernadzar, menolong orang yang membutuhkan dan sebagainya. Adapun ibadah bathiniyyah atau ibadah qalbiyyah adalah ibadah yang terkait dengan hati dan tidak nampak seperti takut, tawakkal, berharap, khusyu’, cinta, dan sebagainya.
Dari kedua jenis ibadah ini, yang paling banyak kaum muslimin terjebak padanya adalah yang berkaitan dengan ibadah bathiniyyah atau ibadah hati dikarenakan sedikit dari kaum muslimin yang mengetahuinya.
‘Ubudiyyah dan Tingkatannya
Telah berbicara para ulama tentang tingkatan ‘ubudiyah ini berdasarkan apa yang telah disebutkan oleh Allah di dalam Al Qur’an.
Pertama, ‘ubudiyyah yang bersifat umum.
Ubudiyyah ini bisa dilakukan oleh setiap makhluk Allah yang muslim atau yang kafir. Inilah yang diistilahkan dengan ketundukan terhadap takdir dan sunnatullah. Allah berfirman:
“Tidak ada seorangpun di langit dan di bumi, kecuali akan datang kepada Tuhan yang Maha Pemurah selaku seorang hamba.” (Maryam: 93).
Tentu di dalam ayat ini masuk juga orang-orang kafir.
Kedua, ‘ubudiyyah ketaatan yang bersifat umum.
Ini mencakup ketundukan setiap orang terhadap syariat Allah, sebagaimana firman Allah:
“Dan hamba-hamba Allah yang Maha Penyayang itu adalah orang-orang yang berjalan di muka bumi ini dengan rendah hati (tawadhu’).” (Al Furqan: 63)
Ketiga, ‘ubudiyyah yang khusus.
Ubudiyyah yang khusus ini adalah tingkatan para Nabi dan Rasul Allah. Sebagaimana firman Allah tentang Nabi Nuh:
“Sesungguhnya dia adalah hamba-Ku yang bersyukur.” (Al Isra’: 3).
Kemudian Allah berfirman tentang Rasulullah:
“Dan jika kalian ragu-ragu terhadap apa yang Kami turunkan kepada hamba Kami” (Al Baqarah: 23).
Dan Allah berfirman tentang seluruh para rasul:
“Dan ingatlah akan hamba-hamba Kami Ibrahim, Ishaq dan Ya’qub yang memiliki perbuatan-perbuatan yang besar dan ilmu-ilmu yang tinggi.” (Shad: 45).
Ini merupakan ‘ubudiyyahnya para rasul yang tidak ada seorangpun akan bisa mencapainya. (Al Qaulul Mufid, 1/36)
Syarat Diterimanya Ibadah
Tentu sebagai orang yang dikenai beban syariat tidak menginginkan jikalau ibadah, pengabdian, dan pengorbanan kita tidak bernilai di hadapan Allah. Telah sepakat para ulama Ahlus Sunnah bahwa sebuah ibadah akan diterima oleh Allah dengan dua syarat, yaitu “mengikhlaskan niat semata-mata untuk Allah” dan “mengikuti sunnah Rasulullah.”
Kedua syarat ini merupakan makna dari dua kalimat syahadat “Laa ilaaha illallah dan Muhammadur Rasulullah.” Kesepakatan Ahlus Sunnah dengan kedua syarat ini dilandasi Al Qur’an dan hadits, di antaranya adalah firman Allah:
“Dan tidaklah mereka diperintahkan melainkan agar mereka menyembah Allah dengan mengikhlaskan agama bagi-Nya.” (Al-Bayyinah: 5).
Rasulullah bersabda:
“Sesungguhnya amal itu sah dengan niat dan seseorang akan mendapatkan apa yang dia niatkan.” (HR. Al Bukhari dan Muslim)
Rasulullah bersabda:
“Barang siapa yang melakukan suatu amalan dan bukan dari perintahku maka amalannya tertolak.” (HR. Muslim)
Tujuan inilah yang telah disebutkan oleh Allah di dalam Al Qur’an:
“Dan tidaklah Aku menciptakan jin dan manusia melainkan untuk menyembah-Ku.”(Adz Dzariat:56)
Im.17:7 So they shall no more sacrifice their sacrifices to goat demons, after whom they whore. This shall be a statute forever for them throughout their generations.
saya bertanya2 darimana Muhammad memiliki ide bahwa jin diciptakan Allah:
2Ch 11:15 and he appointed his own priests for the high places and for the goat idols and for the calves that he had made.
2Ch 11:15 And he ordained him priests for the high places,.... Of such who were not of the tribe of Levi, and family of Aaron; see 1Ki_12:31.
di sini dikatakan bahwa imam2 yang bukan dari bani Lewi membawa korban2 untuk berhala kambing dan lembu.
ini kisah tentang Rehabeam, anak laki2 Salomo yang mempersembahkan korban kepada iblis yang berbentuk kambing yang biasanya disembah oleh orang2 kafir, sehingga ia tidak menyembah Allah melainkan iblis, bahkan patung2 lembu yang dibuatnya ditempatkannya di Dan dan Bethel (1Raj.12:28).
Isa 13:21 But wild animals will lie down there, and their houses will be full of howling creatures; there ostriches will dwell, and there wild goats will dance.
makhluk2 monster berbulu yang bagian atasnya berbentuk setengah manusia bertanduk dan bagian bawahnya setengah kambing dan perkataan di sini ditujukan kepada makhluk yang berbulu yang biasanya berbentuk kambing atau kadang2 untuk iblis, karena iblis sering menampakkan diri seperti ini
Isa 34:14 And wild animals shall meet with hyenas; the wild goat shall cry to his fellow; indeed, there the night bird settles and finds for herself a resting place.
dan kambing liar/satyr (setengah manusia dan setengah kambing) akan berseru kepada temannya dan Targum menunjuk kepada iblis dan dengan ini mengacu kepada kejatuhan Babel dan Roma yang akan menjadi tempat bagi iblis dan bagi roh jahat
tolong uraikan tentang penciptaan jin ini menurut Quran, karena secara tersirat dalam Alkitab dijelaskan bahwa jin termasuk anak buah iblis/Lucifer.
barabasmurtad- SERSAN MAYOR
- Age : 80
Posts : 408
Kepercayaan : Protestan
Location : bandung
Join date : 26.11.11
Reputation : 5
Re: hakekat penciptaan manusia
Penciptaan Adam, sebagai Bapak seluruh manusia, sempat dipertanyakan oleh malaikat. Mengapa Allah menciptakan makhluk yang suka membuat kerusakan dan pertumpahan darah? Namun Allah memiliki hikmah tersendiri di balik penciptaan Adam tersebut.
Setiap saat, detik demi detik, tak ada satu pun perbuatan atau ucapan yang luput dari kehendak Allah dan kemampuan-Nya. Ini sesuai dengan hikmah Allah yang Maha Hikmah pada seluruh Qadha dan Qadhar-Nya. Dan Allah Maha Hikmah pada seluruh apa yang Ia syariatkan untuk hamba-hamba-Nya.
Sehingga ketika hikmah-Nya yang menyeluruh, ilmu-Nya yang mencakup segala sesuatu, dan rahmat-Nya yang sempurna menuntut penciptaan Adam ‘Alahi Shallatu Wa Sallam, ayah seluruh manusia, Allah kabarkan hal ini kepada malaikat melalui firman-Nya :
“Sesungguhnya Aku hendak menjadikan Khalifah di muka bumi.” (Al Baqarah: 30)
Hal ini dimaksudkan untuk menggantikan makhluk-makhluk sebelumnya yang hanya diketahui oleh Allah. Dan saat itu para Malaikat menjawab :
“Mengapa Engkau hendak menjadikan (Khalifah) di bumi yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah “.(Al Baqarah: 30)
Di satu sisi, ini merupakan bentuk penghormatan dan pengagungan para malaikat kepada Allah ketika menciptakan makhluk yang menyerupai akhlak makhluk-makhluk yang awal. Atau Allah khabarkan kepada Malaikat tentang penciptaan Adam 'alaihis salam dan apa yang akan dilakukan oleh anak keturunannya yang jahat. Allah katakan kepada mereka :
“Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak Engkau ketahui.” (Al Baqarah:30)
Dalam ayat ini, Allah sendiri yang memberitakan kesempurnaan ilmu-Nya. Yakni mencakup segala sesuatu termasuk kebaikan dan manfaat yang tidak terhitung dari penciptaan manusia. Dan kita wajib meyakini kekuasaan ilmu Allah dan hikmah-Nya. Allah tidak menciptakan sesuatu yang tiada gunanya dan tiada mengandung hikmah padanya.
Dalam ayat selanjutnya, Allah kemudian menerangkan kepada para malaikat tersebut secara terperinci mengapa Allah menciptakan Adam dengan tangan-Nya sendiri. Yaitu sebagai penghormatan kepadanya di atas seluruh makhluk.
Ayat ini menjadi salah satu bukti bahwa Allah memiliki kedua tangan yang hakiki seperti yang secara jelas disebut dalam kisah Nabi Adam 'alaihis salam itu.
“Terhadap apa yang Kuciptakan dengan kedua tangan-Ku”.
Namun tentu saja dzat Allah tidak seperti dzat-dzat makhluk. Begitu juga dengan sifat-sifat-Nya, tidak seperti sifat-sifat makhluk.
Dalam proses penciptaan Adam itu juga dijelaskan, Allah menggenggam seluruh bumi dalam satu genggaman yang lunak dan yang keras, serta yang baik dan buruk. Ini dimaksudkan agar keturunannya sesuai dengan tabiat-tabiat ini.
Maka jadilah dia pada awalnya sebagai tanah. Lalu Allah lemparkan air sehingga menjadi lumpur. Ketika masa tetapnya air pada lumpur itu memanjang, berubahlah tanah liat tersebut menjadi lumpur hitam yang juga ikut berubah baunya. Lalu Allah keringkan setelah dibentuk menjadi semacam tembikar (tanah liat kering) yang memiliki bunyi.
Dalam proses ini, dia adalah sebuah jasad tanpa roh. Sehingga ketika penciptaan jasmaninya telah sempurna, Allah meniupkan roh kepada jasad itu. Berubahlah jasad itu dari benda mati menjadi sesuatu yang hidup, yang memiliki tulang, daging, urat, otot, dan roh.
Itulah hakekat manusia, Allah menyiapkannya untuk segala ilmu dan kebaikan, lalu Allah sempurnakan nikmat padanya sehingga mengajarinya nama segala sesuatu. Allah bermaksud memperlihatkan malaikat akan kesempurnaan makhluk ini sehingga Allah perlihatkan benda-benda dan berkata kepada mereka:
"Sebutkanlah nama benda-benda itu jika kamu memang orang-orang yang benar”. (Al Baqarah: 31)
Maka malaikat-malaikat tersebut tidak mampu menyebut nama benda-benda itu. Padahal terkandung dalam ucapan para malaikat sebelumnya bahwa tidak diciptakannya Adam 'alaihis sallam adalah lebih baik. Ini sesuai dengan yang nampak pada mereka saat itu. Mereka berkata :
“Maha Suci Engkau tidak ada yang kami ketahui selain dari apa yang Engkau ajarkan kepada kami. Sesungguhnya Engkaulah yang Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana”. (Al Baqarah: 32).
Allah berfirman :
“Ya Adam, khabarkanlah kepada mereka nama benda-benda itu”. Maka setelah diberitahukannya kepada mereka nama-nama benda itu, Allah berfirman: “Bukankah sudah kukatakan kepadamu bahwa sesungguhnya aku mengetahui rahasia langit dan bumi dan mengetahui apa yang kamu lahirkan dan kamu sembunyikan?” (Al Baqarah: 33).
Para malaikat kemudian menyaksikan kesempurnaan makhluk ini serta ilmunya yang tidak mereka sangka.
Faedah Yang Bisa Dipetik:
1. Di dalamnya terdapat keutamaan ilmu. Bahwasanya para malaikat tidak mengetahui dengan jelas keutamaan Adam dan ilmu yang dimilikinya. Dengan itu, para malaikat mengetahui kesempurnaan Adam sehingga ia berhak untuk dihormati.
2. Bahwasannya orang yang diberi karunia oleh Allah dengan ilmu hendaknya mengakui nikmat Allah kepadanya. Dan menyatakan seperti para malaikat dan Rasul: Maha Suci Engkau, kami tidak memiliki ilmu selain apa yang Engkau ajarkan. Kita juga harus berhati-hati untuk berbicara dengan sesuatu yang tidak diketahui. Karena sesungguhnya ilmu adalah karunia Allah yang terbesar. Dan cara mensyukuri nikmat tersebut di antaranya dengan mengakui ilmu yang dimiliki dari Allah dan banyak memuji-Nya atas pemberian ilmu tersebut. Mengajarkannya kepada manusia, serta berhenti pada sebatas apa yang dia ketahui dan diam pada apa yang tidak diketahui.
Dengan ini, para malaikat mengakui kesempurnaan hikmah Allah dengan rinci dan menyaksikan langsung sehingga mereka mengagungkan Nabi Adam dengan benar-benar. Allah menginginkan para malaikat ini menampakkan penghormatan tersebut baik secara lahir maupun batin. Maka Allah berfirman :
“Sujudlah kalian kepada Adam”.
Sebagai bentuk penghormatan kepada Nabi Adam, sebagai bentuk ketaatan dan ibadah para malaikat kepada Rabbnya. Dan dengan rasa cinta dan merendah (kepada-Nya), mereka semuanya bersujud dengan segera.
Setiap saat, detik demi detik, tak ada satu pun perbuatan atau ucapan yang luput dari kehendak Allah dan kemampuan-Nya. Ini sesuai dengan hikmah Allah yang Maha Hikmah pada seluruh Qadha dan Qadhar-Nya. Dan Allah Maha Hikmah pada seluruh apa yang Ia syariatkan untuk hamba-hamba-Nya.
Sehingga ketika hikmah-Nya yang menyeluruh, ilmu-Nya yang mencakup segala sesuatu, dan rahmat-Nya yang sempurna menuntut penciptaan Adam ‘Alahi Shallatu Wa Sallam, ayah seluruh manusia, Allah kabarkan hal ini kepada malaikat melalui firman-Nya :
“Sesungguhnya Aku hendak menjadikan Khalifah di muka bumi.” (Al Baqarah: 30)
Hal ini dimaksudkan untuk menggantikan makhluk-makhluk sebelumnya yang hanya diketahui oleh Allah. Dan saat itu para Malaikat menjawab :
“Mengapa Engkau hendak menjadikan (Khalifah) di bumi yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah “.(Al Baqarah: 30)
Di satu sisi, ini merupakan bentuk penghormatan dan pengagungan para malaikat kepada Allah ketika menciptakan makhluk yang menyerupai akhlak makhluk-makhluk yang awal. Atau Allah khabarkan kepada Malaikat tentang penciptaan Adam 'alaihis salam dan apa yang akan dilakukan oleh anak keturunannya yang jahat. Allah katakan kepada mereka :
“Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak Engkau ketahui.” (Al Baqarah:30)
Dalam ayat ini, Allah sendiri yang memberitakan kesempurnaan ilmu-Nya. Yakni mencakup segala sesuatu termasuk kebaikan dan manfaat yang tidak terhitung dari penciptaan manusia. Dan kita wajib meyakini kekuasaan ilmu Allah dan hikmah-Nya. Allah tidak menciptakan sesuatu yang tiada gunanya dan tiada mengandung hikmah padanya.
Dalam ayat selanjutnya, Allah kemudian menerangkan kepada para malaikat tersebut secara terperinci mengapa Allah menciptakan Adam dengan tangan-Nya sendiri. Yaitu sebagai penghormatan kepadanya di atas seluruh makhluk.
Ayat ini menjadi salah satu bukti bahwa Allah memiliki kedua tangan yang hakiki seperti yang secara jelas disebut dalam kisah Nabi Adam 'alaihis salam itu.
“Terhadap apa yang Kuciptakan dengan kedua tangan-Ku”.
Namun tentu saja dzat Allah tidak seperti dzat-dzat makhluk. Begitu juga dengan sifat-sifat-Nya, tidak seperti sifat-sifat makhluk.
Dalam proses penciptaan Adam itu juga dijelaskan, Allah menggenggam seluruh bumi dalam satu genggaman yang lunak dan yang keras, serta yang baik dan buruk. Ini dimaksudkan agar keturunannya sesuai dengan tabiat-tabiat ini.
Maka jadilah dia pada awalnya sebagai tanah. Lalu Allah lemparkan air sehingga menjadi lumpur. Ketika masa tetapnya air pada lumpur itu memanjang, berubahlah tanah liat tersebut menjadi lumpur hitam yang juga ikut berubah baunya. Lalu Allah keringkan setelah dibentuk menjadi semacam tembikar (tanah liat kering) yang memiliki bunyi.
Dalam proses ini, dia adalah sebuah jasad tanpa roh. Sehingga ketika penciptaan jasmaninya telah sempurna, Allah meniupkan roh kepada jasad itu. Berubahlah jasad itu dari benda mati menjadi sesuatu yang hidup, yang memiliki tulang, daging, urat, otot, dan roh.
Itulah hakekat manusia, Allah menyiapkannya untuk segala ilmu dan kebaikan, lalu Allah sempurnakan nikmat padanya sehingga mengajarinya nama segala sesuatu. Allah bermaksud memperlihatkan malaikat akan kesempurnaan makhluk ini sehingga Allah perlihatkan benda-benda dan berkata kepada mereka:
"Sebutkanlah nama benda-benda itu jika kamu memang orang-orang yang benar”. (Al Baqarah: 31)
Maka malaikat-malaikat tersebut tidak mampu menyebut nama benda-benda itu. Padahal terkandung dalam ucapan para malaikat sebelumnya bahwa tidak diciptakannya Adam 'alaihis sallam adalah lebih baik. Ini sesuai dengan yang nampak pada mereka saat itu. Mereka berkata :
“Maha Suci Engkau tidak ada yang kami ketahui selain dari apa yang Engkau ajarkan kepada kami. Sesungguhnya Engkaulah yang Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana”. (Al Baqarah: 32).
Allah berfirman :
“Ya Adam, khabarkanlah kepada mereka nama benda-benda itu”. Maka setelah diberitahukannya kepada mereka nama-nama benda itu, Allah berfirman: “Bukankah sudah kukatakan kepadamu bahwa sesungguhnya aku mengetahui rahasia langit dan bumi dan mengetahui apa yang kamu lahirkan dan kamu sembunyikan?” (Al Baqarah: 33).
Para malaikat kemudian menyaksikan kesempurnaan makhluk ini serta ilmunya yang tidak mereka sangka.
Faedah Yang Bisa Dipetik:
1. Di dalamnya terdapat keutamaan ilmu. Bahwasanya para malaikat tidak mengetahui dengan jelas keutamaan Adam dan ilmu yang dimilikinya. Dengan itu, para malaikat mengetahui kesempurnaan Adam sehingga ia berhak untuk dihormati.
2. Bahwasannya orang yang diberi karunia oleh Allah dengan ilmu hendaknya mengakui nikmat Allah kepadanya. Dan menyatakan seperti para malaikat dan Rasul: Maha Suci Engkau, kami tidak memiliki ilmu selain apa yang Engkau ajarkan. Kita juga harus berhati-hati untuk berbicara dengan sesuatu yang tidak diketahui. Karena sesungguhnya ilmu adalah karunia Allah yang terbesar. Dan cara mensyukuri nikmat tersebut di antaranya dengan mengakui ilmu yang dimiliki dari Allah dan banyak memuji-Nya atas pemberian ilmu tersebut. Mengajarkannya kepada manusia, serta berhenti pada sebatas apa yang dia ketahui dan diam pada apa yang tidak diketahui.
Dengan ini, para malaikat mengakui kesempurnaan hikmah Allah dengan rinci dan menyaksikan langsung sehingga mereka mengagungkan Nabi Adam dengan benar-benar. Allah menginginkan para malaikat ini menampakkan penghormatan tersebut baik secara lahir maupun batin. Maka Allah berfirman :
“Sujudlah kalian kepada Adam”.
Sebagai bentuk penghormatan kepada Nabi Adam, sebagai bentuk ketaatan dan ibadah para malaikat kepada Rabbnya. Dan dengan rasa cinta dan merendah (kepada-Nya), mereka semuanya bersujud dengan segera.
keroncong- KAPTEN
-
Age : 70
Posts : 4535
Kepercayaan : Islam
Location : di rumah saya
Join date : 09.11.11
Reputation : 67
Similar topics
» hakekat manusia
» hakekat jin
» hakekat tasawuf
» hakekat haji mabrur dan ganjarannya
» syariat, tarekat, hakekat, makrifat
» hakekat jin
» hakekat tasawuf
» hakekat haji mabrur dan ganjarannya
» syariat, tarekat, hakekat, makrifat
Halaman 1 dari 1
Permissions in this forum:
Anda tidak dapat menjawab topik