Diskriminasi Hindu melalui Pembedaan Kasta
Halaman 2 dari 2 • Share
Halaman 2 dari 2 • 1, 2
Diskriminasi Hindu melalui Pembedaan Kasta
First topic message reminder :
Di daratan subur sungai Gangga pada mulanya tinggal penduduk asli berkulit hitam. Sekitar seribu tahun SM, orang Aria menyeberangi sungai Gangga dan menaklukkan bangsa India asli, akibatnya kebudayaan India kuno juga ikut hancur. Perbedaan derajat timbul karena orang Aria membedakan diri dengan penduduk asli berdasarkan warna kulit.
Mereka membagi masyarakat menjadi 4 kasta.Yang tertinggi adalah kasta Brahmana yang meliputi golongan pendeta. Kasta kedua adalah kasta Satria yaitu mereka yang termasuk kaum bangsawan dan prajurit, Kasta ketiga disebut kasta Waisya yaitu rakyat jelata, sedang yang keempat adalah kasta Sudra, golongan budak. Kaum Sudra adalah kaum yang tak boleh disentuh sehingga segala benda yang disentuh oleh kaum sudra dianggap najis.
Akibat pengaruh perbedaan derajat di India terhadap masyarakat India tersebut, masyarakat harus hidup berdasarkan segala peraturan kasta masing-masing dan tidak boleh mengadakan perkawinan antar kasta. Kasta yang tinggi beranggapan bila bergaul dengan kaum dari kasta yang lebih rendah akan ternodai. Sementara kaum dari kasta rendah percaya akan adanya reinkarnasi, mereka beranggapan kehidupan sebagai budak pada masa kini adalah untuk menebus dosa pada kehidupan sebelumnya, sehingga mereka rela menerima nasib untuk memperoleh kasta yang lebih tinggi pada kehidupan mendatang. Hingga hari ini perbedaan kasta merupakan kekuatan dasar yang menghambat jalannya sosialisasi.
Di daratan subur sungai Gangga pada mulanya tinggal penduduk asli berkulit hitam. Sekitar seribu tahun SM, orang Aria menyeberangi sungai Gangga dan menaklukkan bangsa India asli, akibatnya kebudayaan India kuno juga ikut hancur. Perbedaan derajat timbul karena orang Aria membedakan diri dengan penduduk asli berdasarkan warna kulit.
Mereka membagi masyarakat menjadi 4 kasta.Yang tertinggi adalah kasta Brahmana yang meliputi golongan pendeta. Kasta kedua adalah kasta Satria yaitu mereka yang termasuk kaum bangsawan dan prajurit, Kasta ketiga disebut kasta Waisya yaitu rakyat jelata, sedang yang keempat adalah kasta Sudra, golongan budak. Kaum Sudra adalah kaum yang tak boleh disentuh sehingga segala benda yang disentuh oleh kaum sudra dianggap najis.
Akibat pengaruh perbedaan derajat di India terhadap masyarakat India tersebut, masyarakat harus hidup berdasarkan segala peraturan kasta masing-masing dan tidak boleh mengadakan perkawinan antar kasta. Kasta yang tinggi beranggapan bila bergaul dengan kaum dari kasta yang lebih rendah akan ternodai. Sementara kaum dari kasta rendah percaya akan adanya reinkarnasi, mereka beranggapan kehidupan sebagai budak pada masa kini adalah untuk menebus dosa pada kehidupan sebelumnya, sehingga mereka rela menerima nasib untuk memperoleh kasta yang lebih tinggi pada kehidupan mendatang. Hingga hari ini perbedaan kasta merupakan kekuatan dasar yang menghambat jalannya sosialisasi.
Penyaran- LETNAN SATU
-
Posts : 2559
Join date : 03.01.12
Reputation : 115
Re: Diskriminasi Hindu melalui Pembedaan Kasta
coba loe baca lagi semua tulisan gue, ada tuh yang mau gue ajarin sama loe
BiasaSaja- SERSAN MAYOR
-
Posts : 660
Kepercayaan : Protestan
Location : warnet langganan
Join date : 08.12.12
Reputation : 11
Re: Diskriminasi Hindu melalui Pembedaan Kasta
tulisan kagak ada ilmunya ngapain dibaca.
Penyaran- LETNAN SATU
-
Posts : 2559
Join date : 03.01.12
Reputation : 115
Re: Diskriminasi Hindu melalui Pembedaan Kasta
Penyaran wrote:tulisan kagak ada ilmunya ngapain dibaca.
pantas ae kagak tau ilmu apa yang pengen gue berikan sama loe
BiasaSaja- SERSAN MAYOR
-
Posts : 660
Kepercayaan : Protestan
Location : warnet langganan
Join date : 08.12.12
Reputation : 11
Re: Diskriminasi Hindu melalui Pembedaan Kasta
ya iyalah, wong emang tulisan lo kagak ada ilmunya kok.
Penyaran- LETNAN SATU
-
Posts : 2559
Join date : 03.01.12
Reputation : 115
Re: Diskriminasi Hindu melalui Pembedaan Kasta
baca lagi deh
BiasaSaja- SERSAN MAYOR
-
Posts : 660
Kepercayaan : Protestan
Location : warnet langganan
Join date : 08.12.12
Reputation : 11
Re: Diskriminasi Hindu melalui Pembedaan Kasta
apalah arti membaca lagi tulisan kagak ada ilmunya.
Penyaran- LETNAN SATU
-
Posts : 2559
Join date : 03.01.12
Reputation : 115
Re: Diskriminasi Hindu melalui Pembedaan Kasta
baca lagi dari pertama tulisan gue deh, sudah gue tulsi kok tuh ilmu apa yang mau gue kasih sama loe
Kalau ga bisa baca juga ya gue untuk komen ente selanjutnya
Kalau ga bisa baca juga ya gue untuk komen ente selanjutnya
BiasaSaja- SERSAN MAYOR
-
Posts : 660
Kepercayaan : Protestan
Location : warnet langganan
Join date : 08.12.12
Reputation : 11
Re: Diskriminasi Hindu melalui Pembedaan Kasta
udah dijawab tapi malah nentuin jawabannya apa
kek raja aja nih orang
kek raja aja nih orang
Penyaran- LETNAN SATU
-
Posts : 2559
Join date : 03.01.12
Reputation : 115
Re: Diskriminasi Hindu melalui Pembedaan Kasta
Penyaran wrote:udah dijawab tapi malah nentuin jawabannya apa
kek raja aja nih orang
BiasaSaja- SERSAN MAYOR
-
Posts : 660
Kepercayaan : Protestan
Location : warnet langganan
Join date : 08.12.12
Reputation : 11
Re: Diskriminasi Hindu melalui Pembedaan Kasta
BiasaSaja wrote:Penyaran wrote:udah dijawab tapi malah nentuin jawabannya apa
kek raja aja nih orang
Penyaran- LETNAN SATU
-
Posts : 2559
Join date : 03.01.12
Reputation : 115
Re: Diskriminasi Hindu melalui Pembedaan Kasta
Sistem kasta Bali
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
[size=11]
[ltr]Sistem kasta Bali adalah suatu sistem organisasi sosial yang mirip dengan sistem kasta India. Kemiripan ini bisa terjadi karena kedua sistem ini berasal dari akar yang sama, yaitu kekeliruan dalam penerapan sistem Warna yang bersumber dari Veda. Akan tetapi, sistem kasta India jauh lebih rumit daripada Bali, dan hanya ada empat kasta dalam sistem kasta Bali.
Empat kasta Bali antara lain:
[/ltr][/size]
2Catatan kaki
[size][ltr]
Di dalam masyarakat Hindu dikenal adanya sistem warna,yaitu suatu sistem pengelompokan masyarakat berdasarkan profesi yang ditekuni, bakat dan keahlian yang dikuasai. Pada perkembangannya, sistem warna dari agama Hindu ini sering diselewengkan oleh penguasa penguasa feodal dan pengikut pengikutnya untuk melanggengkan pengaruh politisnya dimasyarakat. Sistem warna yang merupakan pengelompokan orang berdasarkan tugas dan kewajiban yang dijalankan di dalam kehidupan bermasyarakat berubah menjadi tingkatan-tingkatan yang membedakan derajat seseorang berdasarkan keturunan. Ide dasar dari sistem ini, yaitu pengelompokan masyarakat berdasarkan profesi dan keahlian, sering atau bahkan terabaikan sama sekali. Tingkatan-tingkatan kelas inilah yang kemudian disebut dengan kasta.
Berbeda dengan sistem Warna yang bersumber dari ajaran Veda, sistem kasta yang sering tersamarkan dengan keberadaan sistem warna ini, adalah sebuah kata yang berasal dari bahasa portugis yang berarti tembok pemisah. Penerapan politik devide et impera pada masa pendudukan Hindia Belanda membuat sistem kasta dalam masyarakat Hindu Bali menjadi semakin kuat dan bahkan menggeser pengertian sistem warna yang asli.
Terdapat empat kasta dalam masyarakat Bali yang diambil dari sistem warna, yaitu Brahmana, Ksatria, Waisya, dan Sudra. Dari keempat kasta tersebut yang tertinggi menurut sistem kasta adalah Brahmana, karena dalam buku ke-10 Rig-Veda yang memuat tentang sistem warna tertulis: “golongan Brahmana keluar dari mulut Dewa Brahmana, golongan Ksatria dari tanganya, Waisya dari paha atau perutnya, Sudra keluar dari telapak kakinya”. Karena inilah sistem kasta yang mengadopsi sistem warna, kemudian menganggap golongan Brahmana sebagai yang tertinggi.
Berbeda dengan keyakinan dasar agama Hindu yang memandang semua warna dalam masyarakat sama sama memiliki nilai penting masing masing,sama halnya seperti seluruh bagian tubuh dalam kehidupan: semua adalah sama penting,sama sama berguna serta saling menunjang satu sama lainnya,sehingga tidak ada bagian tubuh yang lebih rendah nilainya dari bagian yang lainnya, atau sebaliknya;lebih mulia dari yang lainnya.Ini jelas sangat berbeda dengan apa yang kemudian diimplementasikan oleh sistem kasta,yang beranggapan sebagai: brahmana yang tertinggi karena kepala adalah bagian tubuh teratas, dan sudra adalah kaki, maka paling rendah derajatnya.
Arti kiasan yang mengatakan bahwa golongan Brahmana keluar dari mulut Dewa Brahma adalah bahwa golongan Brahmana adalah guru rakyat, karena mulut merupakan saluran buah pikiran. Oleh karena itu, golongan Brahmana merupakan kasta tertinggi yang suaranya harus didengar dan ditaati. Golongan ini terdiri atas para pendeta dan pemimpin agama. Tugasnya menjalankan upacara-upacara keagamaan.
Golongan Ksatria yang dikatakan keluar dari tangan Brahma berarti, berarti bahwa golongan Ksatria menjadi golongan pemerintah, karena tangan diperlukan untuk memanggul senjata pada saat peperangan menahan serangan musuh. Golongan Ksatria terdiri dari raja, bangwasan, dan prajurit. Tugasnya menjalankan pemerintahan.
Kasta Waisya keluar dari perut atau paha Dewa Brahma. Paha berfungsi membawa tubuh dari suatu tempat ke tempat lain. Oleh karena itu, Kasta Waisya terdiri daripada pedagang yang membawa dagangan ke berbagai tempat. Dengan kata lain kasta Waisya bertugas menjalankan roda perekonomian.
Kasta Sudra keluar dari telapak kaki Dewa Brahma. Kaki adalah bagian tubuh yang paling di bawah, maka kasta Sudra menjadi kasta yang paling rendah kedudukannya dan harus melayani kasta-kasta yang ada di atasnya.
Walaupun disadari sebagai budaya salah kaprah, dan kekeliruan dalam penafsiran sitem Varna yang bersumber dari ajaran veda, tetapi banyak pula yang berusaha untuk tetap melestarikan sistem ini.Dengan alasan melestarikan adat budaya dan agama, mereka mengungkapkan banyak alasan alasan sebagai pembenar. Seperti yang diungkapkan dalam buku Tata Nama Orang Bali halaman 91 "... Oleh karena itu, warisilah sistem tata nama yang sudah ada ini sebagai warisan budaya tradisi lisan yang meng-ajeg-kan bali,karena soal nama dan tata gelarnya tidak akan mungkin dihapus di jagat bali ini walaupun semua itu dianggap berasal dari cast pemberian penjajah belanda.Wajarlah belanda sebagai penguasa ingin mengatur wilayah yang dijajah dan dijarahnya..." lebih jauh penulis kemudian menambahkan "...Bagi kita di Bali, karena sistem tata nama ini merupakan warisan yang turun temurun berdasar konsep kebudayaan Hindu maka penerapannya hingga kini sudah menjadi merasuk di setiap insan orang Bali.Sistem tata nama dengan tata gelar berdasarkan caturwangsa ini tidak mungkin diubah total dengan caturwarna..."
[/ltr][/size][list="margin-top: 0.3em; margin-right: 0px; margin-left: 3.2em; padding-right: 0px; padding-left: 0px; list-style-image: none;"]
[*]Wong Majapahit: para keturunan Kerajaan Majapahit.
[*]Bali Aga: orang Bali asli yang sudah berada di Bali sebelum ekspansi Kerajaan Majapahit. Umumnya, masyarakat Bali asli ini tidak membaur dan terdesak hingga ke daerah terpencil (pegunungan) dan memiliki konotasi sebagai masyarakat terbelakang. Oleh sebab itu, sebutan "Bali Aga" tidak disukai oleh mereka. Logat masyarakat ini juga berbeda dari masyarakat Bali yang lain, yaitu mereka tetap melafal huruf "a" di akhir kata sebagai huruf "a", bukan menjadi huruf "ê". Contoh dari penduduk Bali Aga adalah masyarakat daerah Danau Batur.
[*]Pasèk : siapa pasek ini, masih sering menjadi tanda tanya dan perdebatan, pada jaman dalem semara kepakisan mereka digolongkan kedalam kelompok "pangeran" bersama keturunan pradana Sri Aji Bali, yaitu prati sentana Dalem Tarukan. Hal ini terlihat jelas pada salah satu gelar mereka yaitu, I Gusti Agung Pasek Pangeran Tohjiwa. Disaat itu mereka mendapat anugrah istimewa yaitu, luput dari hukuman mati/tidak boleh dihukum mati , hartanya tidak boleh dirampas, wanitanya tidak boleh dipermainkan dan pengampunan serta keringanan hukuman atas kesalahan kesalahannya dll. Kemudian beberapa generasi berikutnya Raja Buleleng konon menyebut asal usul Pasek sebagai keturunan pra menak ing bali , dalam nasihatnya kepada cucu beliau di Tojan.adapun cerita tersebut adalah sebagai beikut : Sesampai di Tojan, I Gusti Ngurah Panji berkata kepada cucunya, I Gusti Ngurah Jelantik: ,,Singgih, gusti ngurah, ki bendeça puniki prēsiddha mūla pra menak ing Bali" artinya : demikialah,gusti ngurah, ki bendesa ini aslinya memang berasal dari pra menak di bali" . Namun belakangan dimasyarakat modern berkembang pula definisi pasek dari sekelompok orang yang berusaha menyingkap sejarah jati diri Pasek dengan cara mengotak atik suku kata pasek, mereka berpendapat bahwa pasek , berasal dari paek, atau parekan. atau hamba sahaya. Pa kepanjangan dari parekan , sek kepanjangan dari seken, yaitu bahasa bali yang berarti golongan hamba sahaya sejati.
[/list]
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
[size=11]
[ltr]Sistem kasta Bali adalah suatu sistem organisasi sosial yang mirip dengan sistem kasta India. Kemiripan ini bisa terjadi karena kedua sistem ini berasal dari akar yang sama, yaitu kekeliruan dalam penerapan sistem Warna yang bersumber dari Veda. Akan tetapi, sistem kasta India jauh lebih rumit daripada Bali, dan hanya ada empat kasta dalam sistem kasta Bali.
Empat kasta Bali antara lain:
[/ltr][/size]
- Sudra - petani, berjumlah sekitar 90 persen dari populasi Bali.[1]
- Wesias (Waisya) - kasta pedagang dan pegawai pemerintahan
- Satria (Kshatriya) - kasta prajurit, juga mencakup bangsawan dan raja
- Brahmana - pendeta
[ltr]
Daftar isi
[/ltr][size][ltr]
Berbagai jenis sistem kasta di Bali[sunting | sunting sumber]
Caturwangśa[sunting | sunting sumber]
Pembagian kasta yang mengikuti sistem kasta di India, yaitu Brahmāna, Kşatriya, Waisya, dan Sudra. Selain itu, Bali juga mengenal istilah jaba atau "luar", yaitu orang-orang yang berada di luar keempat kasta tersebut.[2]Di dalam masyarakat Hindu dikenal adanya sistem warna,yaitu suatu sistem pengelompokan masyarakat berdasarkan profesi yang ditekuni, bakat dan keahlian yang dikuasai. Pada perkembangannya, sistem warna dari agama Hindu ini sering diselewengkan oleh penguasa penguasa feodal dan pengikut pengikutnya untuk melanggengkan pengaruh politisnya dimasyarakat. Sistem warna yang merupakan pengelompokan orang berdasarkan tugas dan kewajiban yang dijalankan di dalam kehidupan bermasyarakat berubah menjadi tingkatan-tingkatan yang membedakan derajat seseorang berdasarkan keturunan. Ide dasar dari sistem ini, yaitu pengelompokan masyarakat berdasarkan profesi dan keahlian, sering atau bahkan terabaikan sama sekali. Tingkatan-tingkatan kelas inilah yang kemudian disebut dengan kasta.
Berbeda dengan sistem Warna yang bersumber dari ajaran Veda, sistem kasta yang sering tersamarkan dengan keberadaan sistem warna ini, adalah sebuah kata yang berasal dari bahasa portugis yang berarti tembok pemisah. Penerapan politik devide et impera pada masa pendudukan Hindia Belanda membuat sistem kasta dalam masyarakat Hindu Bali menjadi semakin kuat dan bahkan menggeser pengertian sistem warna yang asli.
Terdapat empat kasta dalam masyarakat Bali yang diambil dari sistem warna, yaitu Brahmana, Ksatria, Waisya, dan Sudra. Dari keempat kasta tersebut yang tertinggi menurut sistem kasta adalah Brahmana, karena dalam buku ke-10 Rig-Veda yang memuat tentang sistem warna tertulis: “golongan Brahmana keluar dari mulut Dewa Brahmana, golongan Ksatria dari tanganya, Waisya dari paha atau perutnya, Sudra keluar dari telapak kakinya”. Karena inilah sistem kasta yang mengadopsi sistem warna, kemudian menganggap golongan Brahmana sebagai yang tertinggi.
Berbeda dengan keyakinan dasar agama Hindu yang memandang semua warna dalam masyarakat sama sama memiliki nilai penting masing masing,sama halnya seperti seluruh bagian tubuh dalam kehidupan: semua adalah sama penting,sama sama berguna serta saling menunjang satu sama lainnya,sehingga tidak ada bagian tubuh yang lebih rendah nilainya dari bagian yang lainnya, atau sebaliknya;lebih mulia dari yang lainnya.Ini jelas sangat berbeda dengan apa yang kemudian diimplementasikan oleh sistem kasta,yang beranggapan sebagai: brahmana yang tertinggi karena kepala adalah bagian tubuh teratas, dan sudra adalah kaki, maka paling rendah derajatnya.
Arti kiasan yang mengatakan bahwa golongan Brahmana keluar dari mulut Dewa Brahma adalah bahwa golongan Brahmana adalah guru rakyat, karena mulut merupakan saluran buah pikiran. Oleh karena itu, golongan Brahmana merupakan kasta tertinggi yang suaranya harus didengar dan ditaati. Golongan ini terdiri atas para pendeta dan pemimpin agama. Tugasnya menjalankan upacara-upacara keagamaan.
Golongan Ksatria yang dikatakan keluar dari tangan Brahma berarti, berarti bahwa golongan Ksatria menjadi golongan pemerintah, karena tangan diperlukan untuk memanggul senjata pada saat peperangan menahan serangan musuh. Golongan Ksatria terdiri dari raja, bangwasan, dan prajurit. Tugasnya menjalankan pemerintahan.
Kasta Waisya keluar dari perut atau paha Dewa Brahma. Paha berfungsi membawa tubuh dari suatu tempat ke tempat lain. Oleh karena itu, Kasta Waisya terdiri daripada pedagang yang membawa dagangan ke berbagai tempat. Dengan kata lain kasta Waisya bertugas menjalankan roda perekonomian.
Kasta Sudra keluar dari telapak kaki Dewa Brahma. Kaki adalah bagian tubuh yang paling di bawah, maka kasta Sudra menjadi kasta yang paling rendah kedudukannya dan harus melayani kasta-kasta yang ada di atasnya.
Triwangśa[sunting | sunting sumber]
Pembagian kasta dengan hanya mengambil tiga kasta teratas dari sistem Caturwangśa. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, triwangsa (tri·wang·sa) tergolong dalam kata benda yang memiliki arti "tiga kasta (Brahmana, Kesatria, Waisya)".[3]Berdasarkan triwangsa, semua gelar diperoleh secara askriptif atau turun-menurun dan ditentukan berdasarkan garis keturunan.[4] Pola triwangsa masyarakat Bali memengaruhi kehidupan kerajaan Mataram, Lombok. Pengaruh terutama terlihat pada pemakaian gelar ( gelar raja-raja, Anak Agung,cokorda,gusti dan lain lain.)Pola hubungan sosial, pelaksanaan upacara, ritual kerajaan.[4]Walaupun disadari sebagai budaya salah kaprah, dan kekeliruan dalam penafsiran sitem Varna yang bersumber dari ajaran veda, tetapi banyak pula yang berusaha untuk tetap melestarikan sistem ini.Dengan alasan melestarikan adat budaya dan agama, mereka mengungkapkan banyak alasan alasan sebagai pembenar. Seperti yang diungkapkan dalam buku Tata Nama Orang Bali halaman 91 "... Oleh karena itu, warisilah sistem tata nama yang sudah ada ini sebagai warisan budaya tradisi lisan yang meng-ajeg-kan bali,karena soal nama dan tata gelarnya tidak akan mungkin dihapus di jagat bali ini walaupun semua itu dianggap berasal dari cast pemberian penjajah belanda.Wajarlah belanda sebagai penguasa ingin mengatur wilayah yang dijajah dan dijarahnya..." lebih jauh penulis kemudian menambahkan "...Bagi kita di Bali, karena sistem tata nama ini merupakan warisan yang turun temurun berdasar konsep kebudayaan Hindu maka penerapannya hingga kini sudah menjadi merasuk di setiap insan orang Bali.Sistem tata nama dengan tata gelar berdasarkan caturwangsa ini tidak mungkin diubah total dengan caturwarna..."
Pembagian berdasarkan golongan[sunting | sunting sumber]
Pembagian berdasarkan golongan adalah:[2][/ltr][/size][list="margin-top: 0.3em; margin-right: 0px; margin-left: 3.2em; padding-right: 0px; padding-left: 0px; list-style-image: none;"]
[*]Wong Majapahit: para keturunan Kerajaan Majapahit.
[*]Bali Aga: orang Bali asli yang sudah berada di Bali sebelum ekspansi Kerajaan Majapahit. Umumnya, masyarakat Bali asli ini tidak membaur dan terdesak hingga ke daerah terpencil (pegunungan) dan memiliki konotasi sebagai masyarakat terbelakang. Oleh sebab itu, sebutan "Bali Aga" tidak disukai oleh mereka. Logat masyarakat ini juga berbeda dari masyarakat Bali yang lain, yaitu mereka tetap melafal huruf "a" di akhir kata sebagai huruf "a", bukan menjadi huruf "ê". Contoh dari penduduk Bali Aga adalah masyarakat daerah Danau Batur.
[*]Pasèk : siapa pasek ini, masih sering menjadi tanda tanya dan perdebatan, pada jaman dalem semara kepakisan mereka digolongkan kedalam kelompok "pangeran" bersama keturunan pradana Sri Aji Bali, yaitu prati sentana Dalem Tarukan. Hal ini terlihat jelas pada salah satu gelar mereka yaitu, I Gusti Agung Pasek Pangeran Tohjiwa. Disaat itu mereka mendapat anugrah istimewa yaitu, luput dari hukuman mati/tidak boleh dihukum mati , hartanya tidak boleh dirampas, wanitanya tidak boleh dipermainkan dan pengampunan serta keringanan hukuman atas kesalahan kesalahannya dll. Kemudian beberapa generasi berikutnya Raja Buleleng konon menyebut asal usul Pasek sebagai keturunan pra menak ing bali , dalam nasihatnya kepada cucu beliau di Tojan.adapun cerita tersebut adalah sebagai beikut : Sesampai di Tojan, I Gusti Ngurah Panji berkata kepada cucunya, I Gusti Ngurah Jelantik: ,,Singgih, gusti ngurah, ki bendeça puniki prēsiddha mūla pra menak ing Bali" artinya : demikialah,gusti ngurah, ki bendesa ini aslinya memang berasal dari pra menak di bali" . Namun belakangan dimasyarakat modern berkembang pula definisi pasek dari sekelompok orang yang berusaha menyingkap sejarah jati diri Pasek dengan cara mengotak atik suku kata pasek, mereka berpendapat bahwa pasek , berasal dari paek, atau parekan. atau hamba sahaya. Pa kepanjangan dari parekan , sek kepanjangan dari seken, yaitu bahasa bali yang berarti golongan hamba sahaya sejati.
[/list]
njlajahweb- BANNED
-
Posts : 39612
Kepercayaan : Protestan
Location : banyuwangi
Join date : 30.04.13
Reputation : 119
njlajahweb- BANNED
-
Posts : 39612
Kepercayaan : Protestan
Location : banyuwangi
Join date : 30.04.13
Reputation : 119
Halaman 2 dari 2 • 1, 2
Similar topics
» lagu hindu untuk yang umat hindu
» Kasta, Kista dan Kusta dalam Gereja
» Diskriminasi Tuhan Islam
» Diskriminasi Wanita dalam Injil
» Potret diskriminasi kaum minoritas di Pakistan
» Kasta, Kista dan Kusta dalam Gereja
» Diskriminasi Tuhan Islam
» Diskriminasi Wanita dalam Injil
» Potret diskriminasi kaum minoritas di Pakistan
Halaman 2 dari 2
Permissions in this forum:
Anda tidak dapat menjawab topik