tafsir & asbabun nuzul QS 4:58
Halaman 1 dari 1 • Share
tafsir & asbabun nuzul QS 4:58
Qur'an Surah An-Nisaa': 58
"Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Melihat."
ASBABUN-NUZUL
Setelah kota Makkah jatuh ke tangan kaum muslimin dengan peristiwa Fathul Makkah, Rasulullah memanggil Utsman bin Thalhah untuk meminta kunci Ka'bah. Sewaktu Utsman bin Thalhah datang menghadap Rasulullah, Abbas berdiri seraya berkata, "Wahai Rasulullah, demi Allah, serahkan kunci Ka'bah itu kepadaku, biar aku rangkap dengan jabatanku selama ini sebagai pamong urusan pengairan (siqayah)."
Mendengar kata-kata ini Utsman menarik kembali tangannya, tidak menyerahkan kunci tersebut kepada Rasulullah saw. Rasulullah kemudian bersabda, "Wahai Utsman bin Thalhah, berianlah kunci itu kepadaku!"
"Ini dia, amanat dari Allah," kata Utsman akhirnya. Selanjutnya Rasulullah berdiri untuk membuka pintu Ka'bah, yang kemudian terus keluar melakukan thawaf di Baitullah. Sehubungan dengan itu turunlah malaikat Jibril dengan membawa perintah dari Allah swt agar kunci tersebut dikembalikan kepada Utsman bin Thalhah. Rasulullah segera melaksanakan perintah tersebut setelah malaikat Jibril membacakan ayat di atas sebagai penguat.
CAKUPAN AMANAT
Amanat mempunyai arti yang amat luas. Akan tetapi secara umum amanat adalah segala hak yang harus dipertanggungjawabkan kepada seseorang, baik itu hak-hak milik Allah (Haqqullah) maupun hak hamba (Haqqul Adami), baik berupa pekerjaan, perkataan, titipan, atau kepercayaan.
Amanat itu bisa berupa harta, kehormatan, atau berupa apa saja, yang harus dipelihara, dipenuhi, dan dilaksanakan. Menyembunyikan rahasia itu amanat. Menyampaikan nasehat dengan ikhlas itu amanat, melaksakan suatu tugas yang merupakan kewajiban itu juga amanat. Semua amanat itu akan dimintai pertanggungjawaban.
Menunaikan amanat merupakan sifat-sifat orang beriman, sebaliknya mengkhianatinya sama halnya dengan menanggalkan iman. Allah berfirman:
"Dan orang-orang yang memelihara amanat-amanat (yang dipikulnya) dan janjinya." (QS. Al-Ma'arij: 32)
Adapun orang yang tidak amanah dikatagorikan Rasul sebagai orang yang tidak memiliki iman. Rasulullah bersabda:
"Tidak sempurna iman seseorang yang tidak dapat dipercaya. Dan tidak sempurna agama seseorang yang tidak menunaikan janji." (HR. Ahmad)
Amanat merupakan sifat wajib bagi para nabi, selain shiddiq, tabligh, dan fathanah. Bahkan jauh sebelum menjadi nabi sifat amanat ini harus sudah mewujud menjadi suatu kepribadian yang tak terpisahkan darinya. Itulah sebabnya Rasulullah dikenal di kalangan kaumnya sebagai al-Amin, yang bisa dipercaya.
Sifat amanat itu pula yang melekat pada diri Musa sebelum diangkat menjadi rasul. Gelar al-Amin-nya Nabi Musa ini diabadikan Allah dalam firman-Nya:
"Salah seorang dari wanita itu berkata, 'Ya bapakku, ambillah ia sebagai orang yang bekerja (pada kita), karena sesungguhnya orang paling baik yang kamu ambil sebagai pekerja adalah yang kuat lagi terpercaya.'" (QS. Al-Qashash: 26)
KELUARGA ADALAH AMANAT
Bagi seorang suami, istri adalah amanat Allah yang kelak akan dimintai pertanggungjawabannya. Amanat berupa istri ini harus dipelihara dengan cara membimbingnya agar menjadi wanita shalihah, yang taat kepada Allah, Rasul-Nya, dan juga taat kepada suami, serta ikut bertanggung jawab atas segala urusan rumah tangga.
Adalah tanggung jawab suami untuk menjaga keamanan dan memenuhi segala kebutuhan fisik istri. Seorang suami bertanggung jawab memberi tempat tinggal yang aman dan nyaman bagi istrinya. Bertanggung jawab pula atas sandang dan pangannya. Amanat ini tidak boleh disia-siakan.
Termasuk amanat dalam keluarga adalah merahasiakan hubungan suami istri. Dalam Islam hubungan suami istri itu adalah sesuatu yang suci, bersih, tapi harus dilakukan secara tertutup dan tak seorangpun yang boleh mengetahuinya. Hubungan itu merupakan rahasia berdua saja. Menyembunyikan rahasia ini adalah amanat yang harus dipegang teguh oleh keduanya. Jangan sampai ada salah satu yang membocorkannya. Menyampaikan kepada orang lain berarti pengkhianatan.
Rasulullah bersabda, "Sesungguhnya amanat yang paling besar di sisi Allah pada hari kiamat adalah (menjaga dari) menyebarkan rahasia istri, misalnya seorang laki-laki bersetubuh dengan istrinya, kemudian ia membicarakan kepada orang lain tentang rahasia istrinya." (HR. Muslim)
Selain istri, anak juga merupakan amanat. Mereka harus diberi pendidikan yang baik, tempat tinggal yang layak, serta sandang dan pangan yang cukup. Orang tua bertanggung jawab atas pendidikan akhlaq dan agamanya. Allah mengingatkan, "Jagalah dirimu dan keluargamu dari siksa api neraka."
JABATAN JUGA AMANAT
Suatu kali Abu Dzar bertanya kepada Rasulullah, kenapa ia tidak menunjuknya untuk mengemban suatu jabatan. Rasulullah kemudian menjawab, "Hai Abu Dzar, kamu seorang yang lemah, sedang jabatan itu merupakan amanat, yang pada hari qiyamat hanya akan menjadi penyesalah dan kehinaan, kecuali bagi yang dapat menunaikan hak kewajibannya dan memenuhi tanggung jawabnya." (HR. Muslim)
Jabatan itu merupakan amanat yang sangat berat. Itulah sebabnya suatu jabatan harus dipilihkan orang yang sanggup memikulnya. Orang seperti Abu Dzar dianggap Nabi kurang pas untuk memegang suatu jabatan. Ia dianggap lemah, karenanya Nabi tidak memberinya jabatan apapun. Padahal Abu Dzar adalah sahabat yang sangat dekat dengan Nabi. Bahkan ia termasuk deretan sahabat utama.
Ternyata Nabi sangat selektif dalam memilih seseorang untuk memikul suatu jabatan. Beliau tidak sembarang pilih. Seorang lelaki datang menemui Rasul, kemudian ia bertanya tentang kapan terjadinya kiamat. Rasululah menjawab, "Apabila hilang amanat, tunggulah kiamat itu." Orang tersebut bertanya lagi bagaimana hilangnya itu. Rasulullah menjawab, "Yaitu apabila suatu urusan diserahkan kepada orang yang bukan ahlinya, maka tunggulah kiamatnya (kerusakannya)." (HR. Bukhari)
Pucuk pimpinan harus benar-benar tahu orang-orang yang bakal diserahi amanat memegang suatu jabatan. Adalah merupakan suatu pengkhianatan jika seseorang dipilih hanya karena subyektivitas pemimpin, baik karena kedekatan hubungannya atau karena kekerabatan. Tidak ada sistem nepotisme dalam Islam. Rasulullah dengan sangat tegas memberi batasan,
"Barangsiapa mengangkat seseorang untuk suatu jabatan karena kekeluargaan, padahal ada pada mereka orang yang lebih disukai Allah dari padanya, maka sesungguhnya ia telah berlaku khianat kepada Allah dan Rasul-Nya dan kepada kaum mukminin." (HR. Al-Hakim)
Bila kita mendapat amanat memegang suatu jabatan yang mengharuskan kita memilih orang-orang tertentu untuk mengisi suatu jabatan tertentu, maka kewajiban kita adalah memilih yang paling sesuai dengan bidang tugas tersebut. Pemilihan ini harus benar-benar obyektif, berdasar ukuran-ukuran yang telah distandarkan. Baik penguji maupun penentu kebijakan tidak boleh terpengaruh oleh perasaan suka atau tidak suka. Apalagi sampai terpengaruh oleh sogokan. Yang terakhir ini benar-benar dilaknat Tuhan. Rasulullah bersabda,
"Barangsiapa menguasai sesuatu dari urusan kaum muslimin, lalu ia memberi kekuasaan kepada seseorang atas mereka karena cintanya, maka laknat Allah menimpa atasnya. Allah tidak menerima daripadanya pergantian dan tidak pula tebusan, sehingga ia dimasukkan ke dalam neraka jahannam." (HR. Al-Hakim)
Bila seseorang sudah memegang suatu jabatan, maka hak dan kewajibannya menjadi sangat jelas. Seorang pejabat yang menerima sesuatu melebihi haknya, maka orang tersebut bisa dikatagorikan sebagi korupsi. Dalam bentuk apapun, dalam jumlah yang sekecil apapun tambahan pendapatan itu merupakan suatu tindak korupsi. Islam sangat tegas dalam hal ini.
Sebagaimana yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim bahwa Rasulullah pernah mengangkat Ibnu Lutaibah sebagai amil zakat. Setelah dia merampungkan tugasnya ia menghadap beliau seraya berkata, "Wahai Rasulullah, inilah yang untuk engkau, dan yang ini dihadiahkan orang kepadaku." Rasulullah berkata, "Apakah bila kamu duduk saja di rumah bapak dan ibumu, lalu apakah ada orang yang memberikan hadiah untukmu atau tidak?" Pada sore harinya setelah shalat beliau berdiri dan berkata,
"Amma ba'du, mengapa seorang amil yang aku tugaskan datang kepadaku berkata, 'Inilah hasil pekerjaanku dan ini dihadiahkan kepadaku.' Apakah bila ia duduk di rumah ayah dan ibunya dia akan diberi hadiah atau tidak? Demi Dzat yang menguasai diri Muhammad, tidak ada seseorang di antara kamu menyembunyikan sesuatu, kecuali ia akan datang membawa barang tadi pada hari kiamat dengan memikulnya di pundaknya. Jika barang itu berupa unta, maka unta itu mengeluarkan suaranya. Bila barang itu berupa sapi, maka dia datang membawa sapi itu dengan mengeluarkan suaranya. Jika barang itu berupa kambing, maka dia datang dengan membawa kambing itu dengan suaranya."
Seorang pejabat, pegawai, atau karyawan mempunyai hak untuk memperoleh gaji, upah atau imbalan sesuai dengan kesepakatan sebelumnya. Pendapatan di luar itu merupakan sesuatu yang haram dikonsumsi. Perolehan tersebut termasuk barang korupsi. Rasulullah menegaskan dalam sabdanya:
"Barangsiapa yang kami angkat menjadi karyawan untuk mengerjakan sesuatu, dan kami beri upah menurut semestinya, maka apa yang ia ambil lebih dari upah yang semestinya, itu termasuk korupsi." (HR. Abu Dawud)
Selain keluarga dan jabatan, amanat itu masih banyak sekali. Semuanya harus diselesaian dengan sebaik-baiknya. Seorang yang diamanahi rahasia, maka ia hars menyimpannya rapat- rapat. Bila terjadi kebocoran, maka amanat itu telah hilang, diganti khianat. Jika khianat sudah menjadi tradisi dan kebiasaan sehari-hari, maka tunggulah saat kehancurannya. Kiamat shughra bakal terjadi
"Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Melihat."
ASBABUN-NUZUL
Setelah kota Makkah jatuh ke tangan kaum muslimin dengan peristiwa Fathul Makkah, Rasulullah memanggil Utsman bin Thalhah untuk meminta kunci Ka'bah. Sewaktu Utsman bin Thalhah datang menghadap Rasulullah, Abbas berdiri seraya berkata, "Wahai Rasulullah, demi Allah, serahkan kunci Ka'bah itu kepadaku, biar aku rangkap dengan jabatanku selama ini sebagai pamong urusan pengairan (siqayah)."
Mendengar kata-kata ini Utsman menarik kembali tangannya, tidak menyerahkan kunci tersebut kepada Rasulullah saw. Rasulullah kemudian bersabda, "Wahai Utsman bin Thalhah, berianlah kunci itu kepadaku!"
"Ini dia, amanat dari Allah," kata Utsman akhirnya. Selanjutnya Rasulullah berdiri untuk membuka pintu Ka'bah, yang kemudian terus keluar melakukan thawaf di Baitullah. Sehubungan dengan itu turunlah malaikat Jibril dengan membawa perintah dari Allah swt agar kunci tersebut dikembalikan kepada Utsman bin Thalhah. Rasulullah segera melaksanakan perintah tersebut setelah malaikat Jibril membacakan ayat di atas sebagai penguat.
CAKUPAN AMANAT
Amanat mempunyai arti yang amat luas. Akan tetapi secara umum amanat adalah segala hak yang harus dipertanggungjawabkan kepada seseorang, baik itu hak-hak milik Allah (Haqqullah) maupun hak hamba (Haqqul Adami), baik berupa pekerjaan, perkataan, titipan, atau kepercayaan.
Amanat itu bisa berupa harta, kehormatan, atau berupa apa saja, yang harus dipelihara, dipenuhi, dan dilaksanakan. Menyembunyikan rahasia itu amanat. Menyampaikan nasehat dengan ikhlas itu amanat, melaksakan suatu tugas yang merupakan kewajiban itu juga amanat. Semua amanat itu akan dimintai pertanggungjawaban.
Menunaikan amanat merupakan sifat-sifat orang beriman, sebaliknya mengkhianatinya sama halnya dengan menanggalkan iman. Allah berfirman:
"Dan orang-orang yang memelihara amanat-amanat (yang dipikulnya) dan janjinya." (QS. Al-Ma'arij: 32)
Adapun orang yang tidak amanah dikatagorikan Rasul sebagai orang yang tidak memiliki iman. Rasulullah bersabda:
"Tidak sempurna iman seseorang yang tidak dapat dipercaya. Dan tidak sempurna agama seseorang yang tidak menunaikan janji." (HR. Ahmad)
Amanat merupakan sifat wajib bagi para nabi, selain shiddiq, tabligh, dan fathanah. Bahkan jauh sebelum menjadi nabi sifat amanat ini harus sudah mewujud menjadi suatu kepribadian yang tak terpisahkan darinya. Itulah sebabnya Rasulullah dikenal di kalangan kaumnya sebagai al-Amin, yang bisa dipercaya.
Sifat amanat itu pula yang melekat pada diri Musa sebelum diangkat menjadi rasul. Gelar al-Amin-nya Nabi Musa ini diabadikan Allah dalam firman-Nya:
"Salah seorang dari wanita itu berkata, 'Ya bapakku, ambillah ia sebagai orang yang bekerja (pada kita), karena sesungguhnya orang paling baik yang kamu ambil sebagai pekerja adalah yang kuat lagi terpercaya.'" (QS. Al-Qashash: 26)
KELUARGA ADALAH AMANAT
Bagi seorang suami, istri adalah amanat Allah yang kelak akan dimintai pertanggungjawabannya. Amanat berupa istri ini harus dipelihara dengan cara membimbingnya agar menjadi wanita shalihah, yang taat kepada Allah, Rasul-Nya, dan juga taat kepada suami, serta ikut bertanggung jawab atas segala urusan rumah tangga.
Adalah tanggung jawab suami untuk menjaga keamanan dan memenuhi segala kebutuhan fisik istri. Seorang suami bertanggung jawab memberi tempat tinggal yang aman dan nyaman bagi istrinya. Bertanggung jawab pula atas sandang dan pangannya. Amanat ini tidak boleh disia-siakan.
Termasuk amanat dalam keluarga adalah merahasiakan hubungan suami istri. Dalam Islam hubungan suami istri itu adalah sesuatu yang suci, bersih, tapi harus dilakukan secara tertutup dan tak seorangpun yang boleh mengetahuinya. Hubungan itu merupakan rahasia berdua saja. Menyembunyikan rahasia ini adalah amanat yang harus dipegang teguh oleh keduanya. Jangan sampai ada salah satu yang membocorkannya. Menyampaikan kepada orang lain berarti pengkhianatan.
Rasulullah bersabda, "Sesungguhnya amanat yang paling besar di sisi Allah pada hari kiamat adalah (menjaga dari) menyebarkan rahasia istri, misalnya seorang laki-laki bersetubuh dengan istrinya, kemudian ia membicarakan kepada orang lain tentang rahasia istrinya." (HR. Muslim)
Selain istri, anak juga merupakan amanat. Mereka harus diberi pendidikan yang baik, tempat tinggal yang layak, serta sandang dan pangan yang cukup. Orang tua bertanggung jawab atas pendidikan akhlaq dan agamanya. Allah mengingatkan, "Jagalah dirimu dan keluargamu dari siksa api neraka."
JABATAN JUGA AMANAT
Suatu kali Abu Dzar bertanya kepada Rasulullah, kenapa ia tidak menunjuknya untuk mengemban suatu jabatan. Rasulullah kemudian menjawab, "Hai Abu Dzar, kamu seorang yang lemah, sedang jabatan itu merupakan amanat, yang pada hari qiyamat hanya akan menjadi penyesalah dan kehinaan, kecuali bagi yang dapat menunaikan hak kewajibannya dan memenuhi tanggung jawabnya." (HR. Muslim)
Jabatan itu merupakan amanat yang sangat berat. Itulah sebabnya suatu jabatan harus dipilihkan orang yang sanggup memikulnya. Orang seperti Abu Dzar dianggap Nabi kurang pas untuk memegang suatu jabatan. Ia dianggap lemah, karenanya Nabi tidak memberinya jabatan apapun. Padahal Abu Dzar adalah sahabat yang sangat dekat dengan Nabi. Bahkan ia termasuk deretan sahabat utama.
Ternyata Nabi sangat selektif dalam memilih seseorang untuk memikul suatu jabatan. Beliau tidak sembarang pilih. Seorang lelaki datang menemui Rasul, kemudian ia bertanya tentang kapan terjadinya kiamat. Rasululah menjawab, "Apabila hilang amanat, tunggulah kiamat itu." Orang tersebut bertanya lagi bagaimana hilangnya itu. Rasulullah menjawab, "Yaitu apabila suatu urusan diserahkan kepada orang yang bukan ahlinya, maka tunggulah kiamatnya (kerusakannya)." (HR. Bukhari)
Pucuk pimpinan harus benar-benar tahu orang-orang yang bakal diserahi amanat memegang suatu jabatan. Adalah merupakan suatu pengkhianatan jika seseorang dipilih hanya karena subyektivitas pemimpin, baik karena kedekatan hubungannya atau karena kekerabatan. Tidak ada sistem nepotisme dalam Islam. Rasulullah dengan sangat tegas memberi batasan,
"Barangsiapa mengangkat seseorang untuk suatu jabatan karena kekeluargaan, padahal ada pada mereka orang yang lebih disukai Allah dari padanya, maka sesungguhnya ia telah berlaku khianat kepada Allah dan Rasul-Nya dan kepada kaum mukminin." (HR. Al-Hakim)
Bila kita mendapat amanat memegang suatu jabatan yang mengharuskan kita memilih orang-orang tertentu untuk mengisi suatu jabatan tertentu, maka kewajiban kita adalah memilih yang paling sesuai dengan bidang tugas tersebut. Pemilihan ini harus benar-benar obyektif, berdasar ukuran-ukuran yang telah distandarkan. Baik penguji maupun penentu kebijakan tidak boleh terpengaruh oleh perasaan suka atau tidak suka. Apalagi sampai terpengaruh oleh sogokan. Yang terakhir ini benar-benar dilaknat Tuhan. Rasulullah bersabda,
"Barangsiapa menguasai sesuatu dari urusan kaum muslimin, lalu ia memberi kekuasaan kepada seseorang atas mereka karena cintanya, maka laknat Allah menimpa atasnya. Allah tidak menerima daripadanya pergantian dan tidak pula tebusan, sehingga ia dimasukkan ke dalam neraka jahannam." (HR. Al-Hakim)
Bila seseorang sudah memegang suatu jabatan, maka hak dan kewajibannya menjadi sangat jelas. Seorang pejabat yang menerima sesuatu melebihi haknya, maka orang tersebut bisa dikatagorikan sebagi korupsi. Dalam bentuk apapun, dalam jumlah yang sekecil apapun tambahan pendapatan itu merupakan suatu tindak korupsi. Islam sangat tegas dalam hal ini.
Sebagaimana yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim bahwa Rasulullah pernah mengangkat Ibnu Lutaibah sebagai amil zakat. Setelah dia merampungkan tugasnya ia menghadap beliau seraya berkata, "Wahai Rasulullah, inilah yang untuk engkau, dan yang ini dihadiahkan orang kepadaku." Rasulullah berkata, "Apakah bila kamu duduk saja di rumah bapak dan ibumu, lalu apakah ada orang yang memberikan hadiah untukmu atau tidak?" Pada sore harinya setelah shalat beliau berdiri dan berkata,
"Amma ba'du, mengapa seorang amil yang aku tugaskan datang kepadaku berkata, 'Inilah hasil pekerjaanku dan ini dihadiahkan kepadaku.' Apakah bila ia duduk di rumah ayah dan ibunya dia akan diberi hadiah atau tidak? Demi Dzat yang menguasai diri Muhammad, tidak ada seseorang di antara kamu menyembunyikan sesuatu, kecuali ia akan datang membawa barang tadi pada hari kiamat dengan memikulnya di pundaknya. Jika barang itu berupa unta, maka unta itu mengeluarkan suaranya. Bila barang itu berupa sapi, maka dia datang membawa sapi itu dengan mengeluarkan suaranya. Jika barang itu berupa kambing, maka dia datang dengan membawa kambing itu dengan suaranya."
Seorang pejabat, pegawai, atau karyawan mempunyai hak untuk memperoleh gaji, upah atau imbalan sesuai dengan kesepakatan sebelumnya. Pendapatan di luar itu merupakan sesuatu yang haram dikonsumsi. Perolehan tersebut termasuk barang korupsi. Rasulullah menegaskan dalam sabdanya:
"Barangsiapa yang kami angkat menjadi karyawan untuk mengerjakan sesuatu, dan kami beri upah menurut semestinya, maka apa yang ia ambil lebih dari upah yang semestinya, itu termasuk korupsi." (HR. Abu Dawud)
Selain keluarga dan jabatan, amanat itu masih banyak sekali. Semuanya harus diselesaian dengan sebaik-baiknya. Seorang yang diamanahi rahasia, maka ia hars menyimpannya rapat- rapat. Bila terjadi kebocoran, maka amanat itu telah hilang, diganti khianat. Jika khianat sudah menjadi tradisi dan kebiasaan sehari-hari, maka tunggulah saat kehancurannya. Kiamat shughra bakal terjadi
keroncong- KAPTEN
-
Age : 70
Posts : 4535
Kepercayaan : Islam
Location : di rumah saya
Join date : 09.11.11
Reputation : 67
Similar topics
» Tafsir QS nuh 10-12
» tafsir ibn katsir, tafsir yang terbaik
» Azbabun Nuzul Al-Maidah 51
» Tafsir QS 3:31-32
» tafsir al an'am 158
» tafsir ibn katsir, tafsir yang terbaik
» Azbabun Nuzul Al-Maidah 51
» Tafsir QS 3:31-32
» tafsir al an'am 158
Halaman 1 dari 1
Permissions in this forum:
Anda tidak dapat menjawab topik