tawakal sarana mendapatkan kebaikan
Halaman 1 dari 1 • Share
tawakal sarana mendapatkan kebaikan
Tawakal adalah salah satu sarana terkuat di antara sarana-sarana yang bisa mendatangkan kebaikan serta menghindari kerusakan, berlawanan dengan pendapat yang mengatakan: bahwa tawakal hanyalah sekedar ibadah yang mendatangkan pahala bagi seorang hamba yang melakukannya, seperti orang yang melempar jumrah (ketika haji), juga berlawanan dengan orang yang berpendapat tawakal berarti men-tiada-kan prinsip sebab musabab dalam penciptaan serta urusan, sebagaimana pendapat yang dilontarkan oleh golongan "Mutakallimin" seperti Al-Asy-ari dan lainnya, dan juga seperti pendapat yang dilontarkan oleh para ahli Fiqh dan golongan shufi, (Risalah Fi Tahqiqi At-Tawakkul karya Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah hal. 87), hal ini akan diterangkan dalam bahasan mengenai prinsip sebab-musabab, Insya Allah.
Ibnul Qayyim berkata : Tawakal adalah sebab yang paling utama yang bisa mempertahankan seorang hamba ketika ia tak memiliki kekuatan dari serangan makhluk Allah lainnya yang menindas serta memusuhinya, tawakal adalah sarana yang paling ampuh untuk menghadapi keadaan seperti itu, karena ia telah menjadikan Allah pelindungnya atau yang memberinya kecukupan, maka barang siapa yang menjadikan Allah pelindungnya serta yang memberinya kecukupan maka musuhnya itu tak akan bisa mendatangkan bahaya padanya. (Bada'i Al-Fawa'id 2/268)
Bukti yang paling baik adalah kejadian nyata, telah diriwayatkan oleh Al-Bukhari yang disanadkan kepada Ibnu Abbas : Hasbunallahu wa nima Al-Wakiil, yang artinya : (Cukuplah Allah menjadi penolong kami dan Allah adalah sebaik-baik pelindung), ungkapan ini diucapkan oleh Nabi Ibrahim saat tubuhnya dilemparkan ke tengah-tengah Api yang membara, juga diungkapkan oleh Nabi Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam ketika dikatakan kepadanya : Sesungguhnya orang-orang musyrik telah berencana untuk membunuh mu, maka waspadalah engkau terhadap mereka. (Diriwayatkan oleh Al-Bukhari dalam bab Tafsir 4563 (Fathul Bari 8/77))
Ibnu Abbas berkata : Kata-kata terakhir yang diucapkan oleh Nabi Ibrahim ketika ia dilemparkan ke tengah bara api adalah : "Cukuplah Allah menjadi penolong kami dan Allah sebaik-baik pelindung". (Hadits Riwayat Al-Bukhari bab Tafsir 4564 8/77)
Dan diriwayatkan oleh Al-Baihaqi yang disanadkan kepada Bastar bin Al-Harits, ia berkata : Ketika Nabi Ibrahim digotong untuk dilemparkan ke dalam api, Jibril memperlihatkan diri padanya dan berkata : Wahai Ibrahim, apakah kamu perlu bantuan ?, Ibrahim menjawab : Jika kepada engkau, maka saya tidak perlu bantuan, (Diriwayatkan oleh Ibni Jarir dalam Tafsirnya 17/45, Al-Baghwi dalam tafsirnya 4/243), ini adalah bagian dari kesempurnaan tawakal yang hanya kepada Allah semata tanpa lainnya.
Akan tetapi apa yang terjadi setelah itu ?!, Allah berfirman : "Kami berfirman : 'Hai api menjadi dinginlah, dan menjadi keselamatanlah bagi Ibrahim', mereka hendak berbuat makar terhadap Ibrahim, maka Kami menjadikan mereka orang-orang yang paling merugi". (Al-Anbiya : 69-70)
Dan befirman pula Allah tentang Nabi Muhammad dan para sahabatnya : "Maka mereka kembali dengan nikmat dan karunia (yang besar) dari Allah, mereka tidak mendapat bencana apa-apa, mereka mengikuti keridhaan Allah. Dan Allah mempunyai karunia yang besar". (Ali Imran : 174). Ibnu Katsir berkata : Setelah mereka bertawakal kepada Allah maka Allah melindungi mereka dari bahaya yang mengancam mereka, dan Allah mencegah dari mereka bencana yang telah direncanakan oleh orang-orang kafir, lalu mereka kembali ke negeri mereka sesuai dengan firman-Nya, Dengan ni'mat dan karunia (yang besar dari Allah, mereka tidak dapat bencana apa-apa) dari sesuatu yang tersembunyi dalam hati musuh-musuh mereka dan (mereka mengikuti keridla'an Allah) dan Allah mempunyai karunia yang besar. (Tafsir Qur'anul Adzhim 2/148)
Dan firman Allah tentang orang-orang beriman: "Hai orang-orang yang beriman, ingatlah kamu akan nikmat Allah (yang diberikan-Nya) kepadamu, di waktu suatu kaum bermaksud hendak menggerakkan tangannya kepadamu (untuk berbuat jahat), maka Allah menahan tangan mereka dari kamu, Dan bertakwalah kepada Allah, dan hanya kepada Allah sajalah orang-orang mukmin itu harus bertawakkal". (Al-Maidah : 11)
Kandungan dari ayat ini adalah bahwa sikap tawakal kepada Allah yang ada dalam hati orang-orang yang beriman adalah salah satu sebab Allah menahan tangan orang-orang kafir yang hendak mencelakakan orang-orang yang beriman, Allah menggagalkan apa yang diingini oleh orang-orang kafir terhadap orang-orang beriman.
Berita yang menerangkan tentang sebab turunnya ayat ini ada tiga berita, semuanya membuktikan bahwa hanya Allahlah yang menjadi pelindung bagi Nabi-Nya dan Allah pula yang menjaganya dari kejahatan manusia, ketiga berita itu adalah:
Hadits yang diriwayatkan oleh Bukhari dan lainnya dari Jabir bahwa Nabi Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam terpisah dari para sahabatnya lalu bernaung di bawah pohon (Disebutkan bahwa pohon itu adalah pohon yang berduri, An-Nihayah 3/255) beliau menggantungkan pedangnya di atas pohon itu, kemudian datang seorang Arab Badui (Diriwayatkan bahwa nama orang itu adalah Ghurata bin Al-Harits, lihat Shahihul Bukhari dalam kitab Al-Maghazy 4136 V/491 dan lihat pula Tafsir Ibnu Katsir 3/59) kepada Rasulullah dan mengambil pedang milik beliau, lalu orang itu berdiri di hadapan Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam, sambil bertanya: Siapakah yang dapat mencegahmu dari aku .?. Beliau menjawab: Allah !, orang Arab Badui itu bertanya dua atau tiga kali: Siapa yang dapat mencegahmu dari aku ?, dan Nabi menjawab: Allah, Jabir berkata: Kemudian orang Arab itu menyarungi pedangnya, lalu Nabi memanggil para sahabatnya, dan mengabarkan kepada mereka tentang kejadian Arab Badui itu, sementara Arab Badui itu duduk di sisi Rasulullah dengan tidak memberi hukuman kepada orang itu. (Diriwayatkan oleh Imam Ahmad dalam Musnadnya 3/311, Bukhari bab Jihad 2910 6/113, diriwayatkan oleh Ath-Thabari dalam Tafsirnya 6/146)
Berita yang diriwayatkan oleh Ibnu Jarir Ath-Thabari dan lainnya dari Ibnu Abbas -tentang ayat ini ia menyebut ayat 11 dari surat Al-Ma'idah- dan ia berkata : Sesungguhnya orang-orang dari kaum Yahudi membuat makanan untuk membunuh Rasulullah dan para sahabatnya, kemudian Allah mewahyukan kepada utusan-Nya itu tentang rencana mereka, maka Rasulullah dan para sahabatnya tidak makan makanan itu. (Diriwayatkan oleh Ath-Thabari dalam tafsirnya 6/46 dan Ibnu Abu Hatim sebagaimana disebutkan dalam Tafsir Ibnu Katsir 3/59)
Dikisahkan bahwa orang-orang dari Kaum Yahudi bersepakat untuk membunuh Nabi dengan cara mengundang Nabi dalam suatu urusan, ketika Nabi datang kepada mereka, mereka membuat siasat untuk melempar beliau dengan sebuah batu besar pada saat Rasulullah bernegosiasi dengan orang-orang Yahudi, lalu Allah memberitahukan rencana mereka ini kepada Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam, kemudian Rasulullah kembali ke Madinah dengan para sahabatnya. (Diriwayatkan oleh Ath-Thabari dalam Tafsirnya 6/144) maka pada saat itulah Allah menurunkan ayat yang berbunyi: "Hai orang-orang yang beriman, ingatlah kamu akan nikmat Allah (yang diberikan-Nya) kepadamu". (Al-Maidah : 11)
Dari berita-berita yang menyebabkan turunnya ayat di atas, serta kejadian-kejadian lain yang nyata membuktikan bahwa Allah akan selalu menjaga dan melindungi Nabi utusan-Nya, hal ini tidak lain adalah karena kesempurnaan beliau dalam bertawakal kepada Allah Azza wa Jalla. Berita dan kejadian seperti ini banyak sekali dan cukup bagi kami dengan apa yang telah kami sebutkan.
Disalin dari buku At-Tawakkul 'Alallah wa 'Alaqatuhu bil Asbab oleh Dr Abdullah bin Umar Ad-Dumaiji dengan edisi Indonesia Rahasia Tawakal & Sebab Akibat hal. 89 - 92 Bab Buah Tawakal, terbitan Pustaka Azzam, Penerjemah Drs. Kamaluddin Sa'diatulharamaini dan Farizal Tirmidzi.
Ibnul Qayyim berkata : Tawakal adalah sebab yang paling utama yang bisa mempertahankan seorang hamba ketika ia tak memiliki kekuatan dari serangan makhluk Allah lainnya yang menindas serta memusuhinya, tawakal adalah sarana yang paling ampuh untuk menghadapi keadaan seperti itu, karena ia telah menjadikan Allah pelindungnya atau yang memberinya kecukupan, maka barang siapa yang menjadikan Allah pelindungnya serta yang memberinya kecukupan maka musuhnya itu tak akan bisa mendatangkan bahaya padanya. (Bada'i Al-Fawa'id 2/268)
Bukti yang paling baik adalah kejadian nyata, telah diriwayatkan oleh Al-Bukhari yang disanadkan kepada Ibnu Abbas : Hasbunallahu wa nima Al-Wakiil, yang artinya : (Cukuplah Allah menjadi penolong kami dan Allah adalah sebaik-baik pelindung), ungkapan ini diucapkan oleh Nabi Ibrahim saat tubuhnya dilemparkan ke tengah-tengah Api yang membara, juga diungkapkan oleh Nabi Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam ketika dikatakan kepadanya : Sesungguhnya orang-orang musyrik telah berencana untuk membunuh mu, maka waspadalah engkau terhadap mereka. (Diriwayatkan oleh Al-Bukhari dalam bab Tafsir 4563 (Fathul Bari 8/77))
Ibnu Abbas berkata : Kata-kata terakhir yang diucapkan oleh Nabi Ibrahim ketika ia dilemparkan ke tengah bara api adalah : "Cukuplah Allah menjadi penolong kami dan Allah sebaik-baik pelindung". (Hadits Riwayat Al-Bukhari bab Tafsir 4564 8/77)
Dan diriwayatkan oleh Al-Baihaqi yang disanadkan kepada Bastar bin Al-Harits, ia berkata : Ketika Nabi Ibrahim digotong untuk dilemparkan ke dalam api, Jibril memperlihatkan diri padanya dan berkata : Wahai Ibrahim, apakah kamu perlu bantuan ?, Ibrahim menjawab : Jika kepada engkau, maka saya tidak perlu bantuan, (Diriwayatkan oleh Ibni Jarir dalam Tafsirnya 17/45, Al-Baghwi dalam tafsirnya 4/243), ini adalah bagian dari kesempurnaan tawakal yang hanya kepada Allah semata tanpa lainnya.
Akan tetapi apa yang terjadi setelah itu ?!, Allah berfirman : "Kami berfirman : 'Hai api menjadi dinginlah, dan menjadi keselamatanlah bagi Ibrahim', mereka hendak berbuat makar terhadap Ibrahim, maka Kami menjadikan mereka orang-orang yang paling merugi". (Al-Anbiya : 69-70)
Dan befirman pula Allah tentang Nabi Muhammad dan para sahabatnya : "Maka mereka kembali dengan nikmat dan karunia (yang besar) dari Allah, mereka tidak mendapat bencana apa-apa, mereka mengikuti keridhaan Allah. Dan Allah mempunyai karunia yang besar". (Ali Imran : 174). Ibnu Katsir berkata : Setelah mereka bertawakal kepada Allah maka Allah melindungi mereka dari bahaya yang mengancam mereka, dan Allah mencegah dari mereka bencana yang telah direncanakan oleh orang-orang kafir, lalu mereka kembali ke negeri mereka sesuai dengan firman-Nya, Dengan ni'mat dan karunia (yang besar dari Allah, mereka tidak dapat bencana apa-apa) dari sesuatu yang tersembunyi dalam hati musuh-musuh mereka dan (mereka mengikuti keridla'an Allah) dan Allah mempunyai karunia yang besar. (Tafsir Qur'anul Adzhim 2/148)
Dan firman Allah tentang orang-orang beriman: "Hai orang-orang yang beriman, ingatlah kamu akan nikmat Allah (yang diberikan-Nya) kepadamu, di waktu suatu kaum bermaksud hendak menggerakkan tangannya kepadamu (untuk berbuat jahat), maka Allah menahan tangan mereka dari kamu, Dan bertakwalah kepada Allah, dan hanya kepada Allah sajalah orang-orang mukmin itu harus bertawakkal". (Al-Maidah : 11)
Kandungan dari ayat ini adalah bahwa sikap tawakal kepada Allah yang ada dalam hati orang-orang yang beriman adalah salah satu sebab Allah menahan tangan orang-orang kafir yang hendak mencelakakan orang-orang yang beriman, Allah menggagalkan apa yang diingini oleh orang-orang kafir terhadap orang-orang beriman.
Berita yang menerangkan tentang sebab turunnya ayat ini ada tiga berita, semuanya membuktikan bahwa hanya Allahlah yang menjadi pelindung bagi Nabi-Nya dan Allah pula yang menjaganya dari kejahatan manusia, ketiga berita itu adalah:
Hadits yang diriwayatkan oleh Bukhari dan lainnya dari Jabir bahwa Nabi Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam terpisah dari para sahabatnya lalu bernaung di bawah pohon (Disebutkan bahwa pohon itu adalah pohon yang berduri, An-Nihayah 3/255) beliau menggantungkan pedangnya di atas pohon itu, kemudian datang seorang Arab Badui (Diriwayatkan bahwa nama orang itu adalah Ghurata bin Al-Harits, lihat Shahihul Bukhari dalam kitab Al-Maghazy 4136 V/491 dan lihat pula Tafsir Ibnu Katsir 3/59) kepada Rasulullah dan mengambil pedang milik beliau, lalu orang itu berdiri di hadapan Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam, sambil bertanya: Siapakah yang dapat mencegahmu dari aku .?. Beliau menjawab: Allah !, orang Arab Badui itu bertanya dua atau tiga kali: Siapa yang dapat mencegahmu dari aku ?, dan Nabi menjawab: Allah, Jabir berkata: Kemudian orang Arab itu menyarungi pedangnya, lalu Nabi memanggil para sahabatnya, dan mengabarkan kepada mereka tentang kejadian Arab Badui itu, sementara Arab Badui itu duduk di sisi Rasulullah dengan tidak memberi hukuman kepada orang itu. (Diriwayatkan oleh Imam Ahmad dalam Musnadnya 3/311, Bukhari bab Jihad 2910 6/113, diriwayatkan oleh Ath-Thabari dalam Tafsirnya 6/146)
Berita yang diriwayatkan oleh Ibnu Jarir Ath-Thabari dan lainnya dari Ibnu Abbas -tentang ayat ini ia menyebut ayat 11 dari surat Al-Ma'idah- dan ia berkata : Sesungguhnya orang-orang dari kaum Yahudi membuat makanan untuk membunuh Rasulullah dan para sahabatnya, kemudian Allah mewahyukan kepada utusan-Nya itu tentang rencana mereka, maka Rasulullah dan para sahabatnya tidak makan makanan itu. (Diriwayatkan oleh Ath-Thabari dalam tafsirnya 6/46 dan Ibnu Abu Hatim sebagaimana disebutkan dalam Tafsir Ibnu Katsir 3/59)
Dikisahkan bahwa orang-orang dari Kaum Yahudi bersepakat untuk membunuh Nabi dengan cara mengundang Nabi dalam suatu urusan, ketika Nabi datang kepada mereka, mereka membuat siasat untuk melempar beliau dengan sebuah batu besar pada saat Rasulullah bernegosiasi dengan orang-orang Yahudi, lalu Allah memberitahukan rencana mereka ini kepada Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam, kemudian Rasulullah kembali ke Madinah dengan para sahabatnya. (Diriwayatkan oleh Ath-Thabari dalam Tafsirnya 6/144) maka pada saat itulah Allah menurunkan ayat yang berbunyi: "Hai orang-orang yang beriman, ingatlah kamu akan nikmat Allah (yang diberikan-Nya) kepadamu". (Al-Maidah : 11)
Dari berita-berita yang menyebabkan turunnya ayat di atas, serta kejadian-kejadian lain yang nyata membuktikan bahwa Allah akan selalu menjaga dan melindungi Nabi utusan-Nya, hal ini tidak lain adalah karena kesempurnaan beliau dalam bertawakal kepada Allah Azza wa Jalla. Berita dan kejadian seperti ini banyak sekali dan cukup bagi kami dengan apa yang telah kami sebutkan.
Disalin dari buku At-Tawakkul 'Alallah wa 'Alaqatuhu bil Asbab oleh Dr Abdullah bin Umar Ad-Dumaiji dengan edisi Indonesia Rahasia Tawakal & Sebab Akibat hal. 89 - 92 Bab Buah Tawakal, terbitan Pustaka Azzam, Penerjemah Drs. Kamaluddin Sa'diatulharamaini dan Farizal Tirmidzi.
keroncong- KAPTEN
-
Age : 70
Posts : 4535
Kepercayaan : Islam
Location : di rumah saya
Join date : 09.11.11
Reputation : 67
Re: tawakal sarana mendapatkan kebaikan
"Barangsiapa yang bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan jalan keluar baginya. Dan memberinya rezeki dari arah yang tiada disangka-sangkanya." (Ath-Thalaq: 2 -- 3).
Termasuk di antara sebab diturunkannya rezeki adalah bertawakal kepada Allah dan hanya kepada-Nya tempat bergantung.
Yang Dimaksud Bertawakkal kepada Allah
Para ulama ?semoga Allah membalas mereka dengan sebaik-baik balasan? telah menjelaskan makna tawakal. Di antaranya adalah Imam al-Ghazali, beliau berkata, "Tawakkal adalah penyandaran hati hanya kepada wakil (yang di-tawakali) semata."
Al-Allamah al-Manawi berkata, "Tawakal adalah menampakkan kelemahan serta penyandaran (diri) kepada yang di tawakali."
Menjelaskan makna tawakkal kepada Allah dengan sebenar-benar tawakkal, al-Mulla Ali al-Qori berkata, "Hendaknya kalian ketahui secara yakin bahwa tidak ada yang berbuat dalam alam wujud ini kecuali Allah, dan bahwa setiap yang ada, baik makhluk maupun rezeki, pemberian atau pelarangan, bahaya atau manfaat, kemiskinan atau kekayaan, sakit atau sehat, hidup atau mati, dan segala hal yang disebut sebagai sesuatu yang maujud (ada) semuanya itu adalah dari Allah."
Dalil Syar'i bahwa Bertawakkal kepada Allah Termasuk Kunci Rizki
Imam Ahmad, at-Tirmidzi, Ibnu Majah, Ibnu al-Mubarak, Ibnu Hibban, al-Hakim, al-Qhudha'i dan al-Baghawi meriwayatkan dari Umar bin Khaththab bahwa Rasulullah bersabda, "Sungguh, seandainya kalian bertawakal kepada Allah sebenar-benar tawakal, niscaya kalian akan diberi rezeki sebagaimana rezeki burung-burung. Mereka berangkat pagi-pagi dalam keadaan lapar, dan pulang sore hari dalam keadaan kenyang."
Dalam hadis yang mulia ini, Rasulullah yang berbicara dengan wahyu menjelaskan orang yang bertawakal kepada Allah dengan sebenar-benar tawakkal, niscaya dia akan diberi rezeki oleh Allah sebagaimana burung-burung diberi-Nya rizki. Betapa tidak demikian, karena dia telah bertawakal kepada Dzat Yang Maha Hidup, yang tidak pernah mati. Karena itu, barangsiapa bertawakal kepada-Nya, niscaya Allah akan mencukupinya.
"Dan barangsiapa bertawakal kepada Allah, niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya. Sesungguhnya Allah melaksanakan urusan (yang dikehendaki)-Nya. Sesungguhnya Allah telah mengadakan ketentuan bagi tiap-tiap sesuatu." (Ath-Thalaq: 3).
Menafsirkan ayat tersebut, ar-Rabi' bin Khutsaim mengatakan, "(Mencukupkan) diri setiap yang membuat sempit manusia."
Apakah Tawakkal itu Berarti Meninggalkan Usaha?
Sebagian orang mukmin ada yang berkata, "Jika orang yang bertawakal kepada Allah itu akan diberi rezeki, mengapa kita harus lelah, berusaha, dan mencari penghidupan. Bukankah kita cukup duduk-duduk dan bermalasan-malasan, lalu rezeki kita datang dari langit?"
Perkataan ini sungguh menunjukkan kebodohan orang yang mengucapkan tentang hakikat tawakkal. Nabi kita yang mulia telah menyerupakan orang yang bertawakal dan diberi rezeki itu dengan burung yang pergi di pagi hari dan pulang pada sore hari, padahal burung itu tidak memiliki sandaran apa pun, baik perdagangan, pertanian, pabrik, atau pekerjaan tertentu. Ia keluar berbekal tawakal kepada Allah Yang Maha Esa dan yang kepadanya tempat bergantung. Para ulama ?semoga Allah membalas mereka dengan sebaik-baik kebaikan? telah memperingatkan masalah ini. Di antaranya adalah Imam Ahmad, beliau berkata, "Dalam hadis tersebut tidak ada isyarat yang membolehkan untuk meninggalkan usaha, sebaliknya justru di dalamnya ada isyarat yang menunjukkan perlunya mencari rizki. Jadi maksud hadits tersebut, bahwa seandainya mereka bertawakal kepada Allah dalam kepergian, kedatangan, dan usaha mereka, dan mereka mengetahui kebaikan (rezeki) itu di tangan-Nya, tentu mereka tidak akan pulang, kecuali dalam keadaan mendapatkan harta dengan selamat, sebagaimana burung-burung tersebut."
Imam Ahmad pernah ditanya tentang seorang laki-laki yang hanya duduk di rumah atau masjid seraya berkata, "Aku tidak mau bekerja sedikit pun, sampai rezekiku datang sendiri." Maka beliau berkata, Ia adalah laki-laki yang tidak mengenal ilmu. Sungguh Nabi bersabda, "Sesungguhnya Allah telah menjadikan rizkiku melalui panahku."
Dan beliau bersabda, "Sekiranya kalian bertawakal kepada Allah dengan sebenar-benar tawakal, niscaya Allah memberimu rezeki sebagaimana yang diberikan-Nya kepada burung-burung berangkat pagi-pagi dalam keadaan lapar dan pulang sore hari dalam keadaan kenyang."
Dalam hadis tersebut dikatakan bahwa burung-burung itu berangkat pagi-pagi dan pulang sore hari dalam rangka mencari rezeki. Selanjutnya, Imam Ahmad berkata, "Para Sahabat berdagang dan bekerja dengan pohon kurmanya. Dan mereka itulah teladan kita."
Syekh Abu Hamid berkata, "Barangkali ada yang mengira bahwa makna tawakal adalah meninggalkan pekerjaan secara fisik, meninggalkan perencanaan dengan akal, serta menjatuhkan diri di atas tanah seperti sobekan kain yang dilemparkan, atau seperti daging di atas landasan tempat memotong daging. Ini adalah sangkaan orang-orang bodoh. Semua itu adalah haram menurut hukum syariat. Sedangkan syariat memuji orang yang bertawakkal. Lalu, bagaimana mungkin sesuatu derajat ketinggian dalam agama dapat diperoleh dengan hal-hal yang dilarang oleh agama pula?"
Hakikat yang sesungguhnya dalam hal ini dapat kita katakan, "Sesungguhnya pengaruh bertawakal itu tampak dalam gerak dan usaha hamba ketika bekerja untuk mencapai tujuan-tujuannya."
Imam Abul Qosim al-Qusyairi berkata, "Ketahuilah, sesungguhnya tawakkal itu letaknya di dalam hati. Adapun gerak secara lahiriah hal itu tidak bertentangan dengan tawakal yang ada di dalam hati, setelah seorang hamba meyakini bahwa rezeki itu datangnya dari Allah. Jika terdapat kesulitan, maka hal itu adalah karena takdir-Nya, dan jika terdapat kemudahan maka hal itu karena kemudahan dari-Nya."
Di antara yang menunjukkan bahwa tawakal kepada Allah tidaklah berarti meninggalkan usaha adalah apa yang diriwayatkan oleh Imam Ibnu Hibban dan Imam al-Hakim dari Ja'far bin Amr bin Umayah dari ayahnya, ia berkata, "Seseorang berkata kepada Nabi, Aku lepaskan untaku dan (lalu) aku bertawakal?' Nabi bersabda: 'Ikatlah kemudian bertawakallah'."
Dalam riwayat al-Qudha'i disebutkan, "Amr bin Umayah berkata, 'Aku bertanya,'Wahai Rasulullah, apakah aku ikat dahulu (tunggangan)ku lalu aku bertawakal kepada Allah, atau aku lepaskan begitu saja lalu aku bertawakal?' Beliau menjawab, 'Ikatlah kendaran (unta)mu lalu bertawakallah'."
Kesimpulan dari pembahasan ini adalah bahwa tawakal tidaklah berarti meninggalkan usaha. Setiap muslim harus berikhtiar secara lahir dengan bersungguh-sungguh mendapatkan penghidupan, akan tetapi ia tidak boleh menyandarkan diri pada kerja keras dan usahanya, tetapi ia harus meyakini bahwa rezeki itu hanyalah dari Dia semata dengan segala pengaturan-Nya.
Sumber: Diadaptasi dari Kunci-Kunci Rizki Menurut Al-Qur'an dan As-Sunnah, Dr.Fadhl Ilahi
(Dengan Perubahan Kebahasaan Seperlunya)
Al-Islam - Pusat Informasi dan Komunikasi Islam Indonesia
Termasuk di antara sebab diturunkannya rezeki adalah bertawakal kepada Allah dan hanya kepada-Nya tempat bergantung.
Yang Dimaksud Bertawakkal kepada Allah
Para ulama ?semoga Allah membalas mereka dengan sebaik-baik balasan? telah menjelaskan makna tawakal. Di antaranya adalah Imam al-Ghazali, beliau berkata, "Tawakkal adalah penyandaran hati hanya kepada wakil (yang di-tawakali) semata."
Al-Allamah al-Manawi berkata, "Tawakal adalah menampakkan kelemahan serta penyandaran (diri) kepada yang di tawakali."
Menjelaskan makna tawakkal kepada Allah dengan sebenar-benar tawakkal, al-Mulla Ali al-Qori berkata, "Hendaknya kalian ketahui secara yakin bahwa tidak ada yang berbuat dalam alam wujud ini kecuali Allah, dan bahwa setiap yang ada, baik makhluk maupun rezeki, pemberian atau pelarangan, bahaya atau manfaat, kemiskinan atau kekayaan, sakit atau sehat, hidup atau mati, dan segala hal yang disebut sebagai sesuatu yang maujud (ada) semuanya itu adalah dari Allah."
Dalil Syar'i bahwa Bertawakkal kepada Allah Termasuk Kunci Rizki
Imam Ahmad, at-Tirmidzi, Ibnu Majah, Ibnu al-Mubarak, Ibnu Hibban, al-Hakim, al-Qhudha'i dan al-Baghawi meriwayatkan dari Umar bin Khaththab bahwa Rasulullah bersabda, "Sungguh, seandainya kalian bertawakal kepada Allah sebenar-benar tawakal, niscaya kalian akan diberi rezeki sebagaimana rezeki burung-burung. Mereka berangkat pagi-pagi dalam keadaan lapar, dan pulang sore hari dalam keadaan kenyang."
Dalam hadis yang mulia ini, Rasulullah yang berbicara dengan wahyu menjelaskan orang yang bertawakal kepada Allah dengan sebenar-benar tawakkal, niscaya dia akan diberi rezeki oleh Allah sebagaimana burung-burung diberi-Nya rizki. Betapa tidak demikian, karena dia telah bertawakal kepada Dzat Yang Maha Hidup, yang tidak pernah mati. Karena itu, barangsiapa bertawakal kepada-Nya, niscaya Allah akan mencukupinya.
"Dan barangsiapa bertawakal kepada Allah, niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya. Sesungguhnya Allah melaksanakan urusan (yang dikehendaki)-Nya. Sesungguhnya Allah telah mengadakan ketentuan bagi tiap-tiap sesuatu." (Ath-Thalaq: 3).
Menafsirkan ayat tersebut, ar-Rabi' bin Khutsaim mengatakan, "(Mencukupkan) diri setiap yang membuat sempit manusia."
Apakah Tawakkal itu Berarti Meninggalkan Usaha?
Sebagian orang mukmin ada yang berkata, "Jika orang yang bertawakal kepada Allah itu akan diberi rezeki, mengapa kita harus lelah, berusaha, dan mencari penghidupan. Bukankah kita cukup duduk-duduk dan bermalasan-malasan, lalu rezeki kita datang dari langit?"
Perkataan ini sungguh menunjukkan kebodohan orang yang mengucapkan tentang hakikat tawakkal. Nabi kita yang mulia telah menyerupakan orang yang bertawakal dan diberi rezeki itu dengan burung yang pergi di pagi hari dan pulang pada sore hari, padahal burung itu tidak memiliki sandaran apa pun, baik perdagangan, pertanian, pabrik, atau pekerjaan tertentu. Ia keluar berbekal tawakal kepada Allah Yang Maha Esa dan yang kepadanya tempat bergantung. Para ulama ?semoga Allah membalas mereka dengan sebaik-baik kebaikan? telah memperingatkan masalah ini. Di antaranya adalah Imam Ahmad, beliau berkata, "Dalam hadis tersebut tidak ada isyarat yang membolehkan untuk meninggalkan usaha, sebaliknya justru di dalamnya ada isyarat yang menunjukkan perlunya mencari rizki. Jadi maksud hadits tersebut, bahwa seandainya mereka bertawakal kepada Allah dalam kepergian, kedatangan, dan usaha mereka, dan mereka mengetahui kebaikan (rezeki) itu di tangan-Nya, tentu mereka tidak akan pulang, kecuali dalam keadaan mendapatkan harta dengan selamat, sebagaimana burung-burung tersebut."
Imam Ahmad pernah ditanya tentang seorang laki-laki yang hanya duduk di rumah atau masjid seraya berkata, "Aku tidak mau bekerja sedikit pun, sampai rezekiku datang sendiri." Maka beliau berkata, Ia adalah laki-laki yang tidak mengenal ilmu. Sungguh Nabi bersabda, "Sesungguhnya Allah telah menjadikan rizkiku melalui panahku."
Dan beliau bersabda, "Sekiranya kalian bertawakal kepada Allah dengan sebenar-benar tawakal, niscaya Allah memberimu rezeki sebagaimana yang diberikan-Nya kepada burung-burung berangkat pagi-pagi dalam keadaan lapar dan pulang sore hari dalam keadaan kenyang."
Dalam hadis tersebut dikatakan bahwa burung-burung itu berangkat pagi-pagi dan pulang sore hari dalam rangka mencari rezeki. Selanjutnya, Imam Ahmad berkata, "Para Sahabat berdagang dan bekerja dengan pohon kurmanya. Dan mereka itulah teladan kita."
Syekh Abu Hamid berkata, "Barangkali ada yang mengira bahwa makna tawakal adalah meninggalkan pekerjaan secara fisik, meninggalkan perencanaan dengan akal, serta menjatuhkan diri di atas tanah seperti sobekan kain yang dilemparkan, atau seperti daging di atas landasan tempat memotong daging. Ini adalah sangkaan orang-orang bodoh. Semua itu adalah haram menurut hukum syariat. Sedangkan syariat memuji orang yang bertawakkal. Lalu, bagaimana mungkin sesuatu derajat ketinggian dalam agama dapat diperoleh dengan hal-hal yang dilarang oleh agama pula?"
Hakikat yang sesungguhnya dalam hal ini dapat kita katakan, "Sesungguhnya pengaruh bertawakal itu tampak dalam gerak dan usaha hamba ketika bekerja untuk mencapai tujuan-tujuannya."
Imam Abul Qosim al-Qusyairi berkata, "Ketahuilah, sesungguhnya tawakkal itu letaknya di dalam hati. Adapun gerak secara lahiriah hal itu tidak bertentangan dengan tawakal yang ada di dalam hati, setelah seorang hamba meyakini bahwa rezeki itu datangnya dari Allah. Jika terdapat kesulitan, maka hal itu adalah karena takdir-Nya, dan jika terdapat kemudahan maka hal itu karena kemudahan dari-Nya."
Di antara yang menunjukkan bahwa tawakal kepada Allah tidaklah berarti meninggalkan usaha adalah apa yang diriwayatkan oleh Imam Ibnu Hibban dan Imam al-Hakim dari Ja'far bin Amr bin Umayah dari ayahnya, ia berkata, "Seseorang berkata kepada Nabi, Aku lepaskan untaku dan (lalu) aku bertawakal?' Nabi bersabda: 'Ikatlah kemudian bertawakallah'."
Dalam riwayat al-Qudha'i disebutkan, "Amr bin Umayah berkata, 'Aku bertanya,'Wahai Rasulullah, apakah aku ikat dahulu (tunggangan)ku lalu aku bertawakal kepada Allah, atau aku lepaskan begitu saja lalu aku bertawakal?' Beliau menjawab, 'Ikatlah kendaran (unta)mu lalu bertawakallah'."
Kesimpulan dari pembahasan ini adalah bahwa tawakal tidaklah berarti meninggalkan usaha. Setiap muslim harus berikhtiar secara lahir dengan bersungguh-sungguh mendapatkan penghidupan, akan tetapi ia tidak boleh menyandarkan diri pada kerja keras dan usahanya, tetapi ia harus meyakini bahwa rezeki itu hanyalah dari Dia semata dengan segala pengaturan-Nya.
Sumber: Diadaptasi dari Kunci-Kunci Rizki Menurut Al-Qur'an dan As-Sunnah, Dr.Fadhl Ilahi
(Dengan Perubahan Kebahasaan Seperlunya)
Al-Islam - Pusat Informasi dan Komunikasi Islam Indonesia
keroncong- KAPTEN
-
Age : 70
Posts : 4535
Kepercayaan : Islam
Location : di rumah saya
Join date : 09.11.11
Reputation : 67
Re: tawakal sarana mendapatkan kebaikan
"Dan barangsiapa yang bertawakkal kepada Allah, niscaya Dia akan mencukupkan (keperluannya). Sesungguhnya Allah melaksanakan urusan (yang dikehendaki)nya. Sesungguhnya Allah telah mengadakan ketentuan bagi tiap-tiap sesuatu" (QS At -Talaq, 65:3)
Pentingnya Sikap Tawakkal
Diantara ciri-ciri kokohnya keimanan seseorang kepada Allah swt, adalah sikap pasrahnya yang kuat kepada keputusan Allah swt, dalam segala urusan hidupnya, baik dikala senang ataupun diwaktu susah. Ia yakin bahkan Allah swt Maha Pengatur, Maha Kuasa dan Maha Bijaksana dalam melakukan dan menentukan apa saja, termasuk dalam hal memberikan rizki kepada seseorang ataupun mencabutnya, memberikan kemenangan kepada sesuatu golongan atau menimpakan kekalahan kepadanya, mengangkat seseorang untuk menduduki sesuatu jabatan atau mencopotnya dan menjatuhkannya.
Sikap seorang muslim yang pasrah terhadap keputusan dan ketentuan Allah swt, seperti ini, adalah merupakan sikap tawakkal.
Tawakkal merupakan bekal hidup seseorang yang beriman yang bisa menjadikan dirinya tabah dalam menghadapi apapun bentuk cobaan atau musibah yang menimpanya. Dengan sikap tawakkal, seorang mukmin akan merasa tenang dalam hidupnya. Bila ia mendapatkan kebaikan, ia sadar bahwa Allah-lah yang memberinya, untuk itu ia bersyukur. Bila ditimpa kesulitan atau mengalami musibah, ia sadar bahwa itu datang dari Allah sebagai batu ujian , dan ia yakin bahwa dibalik kesulitan dan musibah itu pasti ada hikmah dan kemaslahatan yang dikehendaki oleh-Nya. Untuk itu ia akan bersabar dan bertawakal (QS. At-Taubah 9:51)
Seorang mukmin dalam situasi apapun dan bagaimanpun kritisnya, ia akan tetap percaya akan kemahkuasaan Allah swt. Ia akan memohon pertolongan-Nya, maka dirinya akan tentram, jiwanya tenang, sikapnya tabah. Segala sepak terjangnya hanya bersandar kepada Allah swt. Sebab tanpa pertolongan Allah swt tindakan apapun yang dilakukan, sistem apapun yang dijalankan, strategi apapun yang diterapkan, tak akan banyak artinya, meskipun dikemas dengan rapi dan teratur. Untuk itulah Allah swt senantiasa memperingatkan orang beriman untuk jangan terpukau dengan kekayaan, kepintaran, kecerdasan, kekuasaan karena semua itu tidak akan banyak berpengaruh, bila tidak ada pertolongan atau bantuan dari Allah swt (QS. At Taubah, 9:25-26)
Bukan Sikap Menyerah Tanpa Usaha
Tawakkal itu bukan sikap menyerah atau pasrah, atau bersikap masa bodoh atau berpangku tangan tanpa berusaha dan bekerja dengan keras. Tawakkal adalah usaha maksimal seorang mukmin sambil yakin akan adanya pertolongan Allah swt (QS Al-Ankabut, 29:58-59). Tertinggalnya posisi umat Islam dewasa ini, bila dibandingkan dengan umat lainnya, baik dalam percaturan perpolitikan secara makro dan berskala international, ataupun disektor perekonomian dan dibidang disiplin ilmu dan teknologi, tak lain karena kekeliruan sebagian kaum muslimin dalam menyikapi dan memahami arti tawakkal. Mereka menganggap bahwa tawakkal ialah sikap masa bodoh dan pasrah sepenuhnya kepada Allah swt, tanpa adanya usaha maksimal, tanpa berjuang, tanpa bekerja keras. Mereka menyalah artikan konteks hadist Nabi saw yang berbunyi :
"Jika kamu bertawakkal kepada Allah dengan sepenuh tawakkal, maka Dia pasti akan memberimu rizki, sebagaimana Dia memberi rizki kepada seekor burung, ia pergi meninggalkan sarangnya dalam keadaan kosong (lapar), dan pulang kembali kesarangnya dalam keadaan penuh temboloknya (kenyang)" (HR Turmuzi dan Ibnu Majjah).
Padahal arti dan maksud dari hadist tersebut, bahwa pergi dan pulangnya burung itu, jelas dalam rangka usaha dan kerja mencari rizki. Jika burung itu hanya duduk dan diam saja disarangnya, tanpa beranjak pergi dan terbang mencari rizki, tentu makanan itu tak akan mungkin datang dengan sendirinya kesarangnya.
Tawakkal Pijakan Para Nabi Dalam Berjuang
Sikap tawakkal adalah pegangan dan pijakan para Nabi dalam berjuang menegakan keadilan dan memperjuangkan kebenaran, demi melaksanakan ajaran Allah swt. Kalimat yang selalu dikumandangkan dalam setiap menghadapi tantangan atau ancaman dari lawan atau musuh yang menteror atau mengintimidasinya ialah : "Bagaimana mungkin kami tidak bertawakkal kepada Allah padahal Dia telah menunjukan jalan kepada kami, dan kami akan sungguh-sungguh bersabar terhadap gangguan - ganguan yang kamu lakukan kepada kami. Dan hanya kepada Allah saja orang-orang yang bertawakkal itu berserah diri" (QS. Ibrahim, 14:12).
Oleh karena itu, maka mempersenjatai diri untuk menghadapi setiap ancaman dan tantangan yang datang dari musuh, merupakan sikap tawakkal (QS Al-Anfal, 8:60)
Tetap terus melakukan shalat dalam situasi perang, dengan cara - cara dan aturan tertentu yang telah digariskan, agar tidak diserang pihak musuh, merupakan sikap tawakkal (QS, An- Nisa, 102) Sikap tertap waspada, tidak lalai serta siap siaga dalam menghadapi setiap kemungkinan adanya berita buruk, teror atau intimidasi dari pihak -pihak yang menghendaki desintegrasi dan berkehendak untuk memecah belah umat Islam merupakan sikap tawakkal (QS An-Nisa, 4:71).
Bahkan sikap preventif dari bahaya wabah suatu penyakit yang berbahaya dan menular, dengan cara mengggalakan gerakan menjaga kebersihan dan kesehatan lingkungan merupakan sikap tawakal. Rasulullah saw, telah bersabda : "Bila kamu mendengar ada suatu wabah penyakit berbahaya di suatu daerah, padahal kamu sedang berada didaerah itu maka kamu jangan keluar kedaerah lain." (HR Bukhari).
Sabda Nabi ini merupakan tonggak sejarah kesehatan yang telah dicanangkan oleh Islam sejak lima belas abad yang lalu sebelum bangsa - bangsa lain mencanangkannya. Ini suatu bukti jelas betapa Islam demikian peduli terhadap kesehatan para pemeluknya dan terhadap lingkungaannya, secara keseluruhan.
Pengaruh Sikap Tawakkal
Betapa sikap tawakkal ini dapat menanamkan pengaruh dan efek yang positif, baik dalam pribadi maupun pihak lain, pernah diceritakan oleh Prof Dr Yusuf Qardhawi dalam kitab Ats-Tsaqafah al-Arabiyah Al-Islamiyah Bainal Ashalah wal-Mu'asarah, dimana diuraikan bahwa ketika beliau menghadiri suatu persidangan yang diselenggarakan oleh orang-orang muslim Italy, beliau berjumpa dengan seorang Italy yang telah memeluk Islam dan menceritakan sebab-musabab masuk Islam. Ia berkata : Saya pernah berjumpa seorang muslim Marocco yang sedang berjualan barang-barang kelontong dengan gerobak dorong dimusim salju. Ia pergi hilir mudik dengan menjajakan dagangannya tanpa menghiraukan udara yang dingin menusuk tulang. Orang Italy bertanya kepadanya : Apa yang mendorong anda untuk berjualan dalam cuaca yang sangat dingin ini ? si pedagang menjawab : Untuk mencari rizki Allah. Ia bertanya lagi : "Apakah rizki dari berjualan ini mencukupi", jawabnya "Alhamdulillah, segala puji bagi Allah dari hasil berjualan ini, sebagian saya pergunakan untuk biaya hidup di Italy ini, dan sebagian saya kirimkan kepada keluarga dan ayah bunda di Marocco". Ia bertanya " Apakah anda bertanggung jawab terhadap kehidupan mereka ?" Si pedagang menjawab : "Keridhaan Allah berada diatas keridhaan mereka (orangtua) dan memelihara silaturrahmi akan memberikan keberkatan dalam hidup ". Orang italy berkata : "Ini berarti anda ridha dan suka dengan kehidupan yang sedang anda jalani". Ia menjawab : "Ya saya ridha dan menerima dan saya senantiasa terus bertawakkal kepada Allah swt, semoga Dia selalu melimpahkan nik'mat karunia-Nya kepada saya". Orang Italy bertanya lagi : "Siapa yang mengajarimu semua ini" ?, "Agamaku, Islam yang telah mengajariku terhadap semua ini" jawabnya lugas. Orang Italy bertanya pula : "Bagaimana caranya bila saya ingin mempelajari agama yang anda anut itu ?", si pedagang menjawab : "Saya ini orang awam, tidak berpendidikan tinggi, jika anda ingin mempelajari tentang Islam, kiranya anda bisa bertanya kepada pengurus mesjid disebelah sana, dan bila anda mau, saya bisa mengantarkannya kesana untuk menemui pengurus mesjid itu". Maka mereka berdua pergi ke Mesjid tersebut. Selang beberapa waktu kemudian, orang Italy itu masuk Islam dan selanjutnya giat mempelajari ajaran -ajaran Islam dengan tekun, hingga akhirnya ia menjadi aktivis dakwah yang potensial menyiarkan agama Islam dinegrinya Italy.
Wallahu a'lam bish-shawab.
Diambil dari :
Buletin Dakwah No 50. thn XXV, oleh H. Abdullah Faqih S. Penerbit - Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia, Perwakilan Jakarta Raya, edisi Jum'at ke - 2, Desember 1998 M.
Pentingnya Sikap Tawakkal
Diantara ciri-ciri kokohnya keimanan seseorang kepada Allah swt, adalah sikap pasrahnya yang kuat kepada keputusan Allah swt, dalam segala urusan hidupnya, baik dikala senang ataupun diwaktu susah. Ia yakin bahkan Allah swt Maha Pengatur, Maha Kuasa dan Maha Bijaksana dalam melakukan dan menentukan apa saja, termasuk dalam hal memberikan rizki kepada seseorang ataupun mencabutnya, memberikan kemenangan kepada sesuatu golongan atau menimpakan kekalahan kepadanya, mengangkat seseorang untuk menduduki sesuatu jabatan atau mencopotnya dan menjatuhkannya.
Sikap seorang muslim yang pasrah terhadap keputusan dan ketentuan Allah swt, seperti ini, adalah merupakan sikap tawakkal.
Tawakkal merupakan bekal hidup seseorang yang beriman yang bisa menjadikan dirinya tabah dalam menghadapi apapun bentuk cobaan atau musibah yang menimpanya. Dengan sikap tawakkal, seorang mukmin akan merasa tenang dalam hidupnya. Bila ia mendapatkan kebaikan, ia sadar bahwa Allah-lah yang memberinya, untuk itu ia bersyukur. Bila ditimpa kesulitan atau mengalami musibah, ia sadar bahwa itu datang dari Allah sebagai batu ujian , dan ia yakin bahwa dibalik kesulitan dan musibah itu pasti ada hikmah dan kemaslahatan yang dikehendaki oleh-Nya. Untuk itu ia akan bersabar dan bertawakal (QS. At-Taubah 9:51)
Seorang mukmin dalam situasi apapun dan bagaimanpun kritisnya, ia akan tetap percaya akan kemahkuasaan Allah swt. Ia akan memohon pertolongan-Nya, maka dirinya akan tentram, jiwanya tenang, sikapnya tabah. Segala sepak terjangnya hanya bersandar kepada Allah swt. Sebab tanpa pertolongan Allah swt tindakan apapun yang dilakukan, sistem apapun yang dijalankan, strategi apapun yang diterapkan, tak akan banyak artinya, meskipun dikemas dengan rapi dan teratur. Untuk itulah Allah swt senantiasa memperingatkan orang beriman untuk jangan terpukau dengan kekayaan, kepintaran, kecerdasan, kekuasaan karena semua itu tidak akan banyak berpengaruh, bila tidak ada pertolongan atau bantuan dari Allah swt (QS. At Taubah, 9:25-26)
Bukan Sikap Menyerah Tanpa Usaha
Tawakkal itu bukan sikap menyerah atau pasrah, atau bersikap masa bodoh atau berpangku tangan tanpa berusaha dan bekerja dengan keras. Tawakkal adalah usaha maksimal seorang mukmin sambil yakin akan adanya pertolongan Allah swt (QS Al-Ankabut, 29:58-59). Tertinggalnya posisi umat Islam dewasa ini, bila dibandingkan dengan umat lainnya, baik dalam percaturan perpolitikan secara makro dan berskala international, ataupun disektor perekonomian dan dibidang disiplin ilmu dan teknologi, tak lain karena kekeliruan sebagian kaum muslimin dalam menyikapi dan memahami arti tawakkal. Mereka menganggap bahwa tawakkal ialah sikap masa bodoh dan pasrah sepenuhnya kepada Allah swt, tanpa adanya usaha maksimal, tanpa berjuang, tanpa bekerja keras. Mereka menyalah artikan konteks hadist Nabi saw yang berbunyi :
"Jika kamu bertawakkal kepada Allah dengan sepenuh tawakkal, maka Dia pasti akan memberimu rizki, sebagaimana Dia memberi rizki kepada seekor burung, ia pergi meninggalkan sarangnya dalam keadaan kosong (lapar), dan pulang kembali kesarangnya dalam keadaan penuh temboloknya (kenyang)" (HR Turmuzi dan Ibnu Majjah).
Padahal arti dan maksud dari hadist tersebut, bahwa pergi dan pulangnya burung itu, jelas dalam rangka usaha dan kerja mencari rizki. Jika burung itu hanya duduk dan diam saja disarangnya, tanpa beranjak pergi dan terbang mencari rizki, tentu makanan itu tak akan mungkin datang dengan sendirinya kesarangnya.
Tawakkal Pijakan Para Nabi Dalam Berjuang
Sikap tawakkal adalah pegangan dan pijakan para Nabi dalam berjuang menegakan keadilan dan memperjuangkan kebenaran, demi melaksanakan ajaran Allah swt. Kalimat yang selalu dikumandangkan dalam setiap menghadapi tantangan atau ancaman dari lawan atau musuh yang menteror atau mengintimidasinya ialah : "Bagaimana mungkin kami tidak bertawakkal kepada Allah padahal Dia telah menunjukan jalan kepada kami, dan kami akan sungguh-sungguh bersabar terhadap gangguan - ganguan yang kamu lakukan kepada kami. Dan hanya kepada Allah saja orang-orang yang bertawakkal itu berserah diri" (QS. Ibrahim, 14:12).
Oleh karena itu, maka mempersenjatai diri untuk menghadapi setiap ancaman dan tantangan yang datang dari musuh, merupakan sikap tawakkal (QS Al-Anfal, 8:60)
Tetap terus melakukan shalat dalam situasi perang, dengan cara - cara dan aturan tertentu yang telah digariskan, agar tidak diserang pihak musuh, merupakan sikap tawakkal (QS, An- Nisa, 102) Sikap tertap waspada, tidak lalai serta siap siaga dalam menghadapi setiap kemungkinan adanya berita buruk, teror atau intimidasi dari pihak -pihak yang menghendaki desintegrasi dan berkehendak untuk memecah belah umat Islam merupakan sikap tawakkal (QS An-Nisa, 4:71).
Bahkan sikap preventif dari bahaya wabah suatu penyakit yang berbahaya dan menular, dengan cara mengggalakan gerakan menjaga kebersihan dan kesehatan lingkungan merupakan sikap tawakal. Rasulullah saw, telah bersabda : "Bila kamu mendengar ada suatu wabah penyakit berbahaya di suatu daerah, padahal kamu sedang berada didaerah itu maka kamu jangan keluar kedaerah lain." (HR Bukhari).
Sabda Nabi ini merupakan tonggak sejarah kesehatan yang telah dicanangkan oleh Islam sejak lima belas abad yang lalu sebelum bangsa - bangsa lain mencanangkannya. Ini suatu bukti jelas betapa Islam demikian peduli terhadap kesehatan para pemeluknya dan terhadap lingkungaannya, secara keseluruhan.
Pengaruh Sikap Tawakkal
Betapa sikap tawakkal ini dapat menanamkan pengaruh dan efek yang positif, baik dalam pribadi maupun pihak lain, pernah diceritakan oleh Prof Dr Yusuf Qardhawi dalam kitab Ats-Tsaqafah al-Arabiyah Al-Islamiyah Bainal Ashalah wal-Mu'asarah, dimana diuraikan bahwa ketika beliau menghadiri suatu persidangan yang diselenggarakan oleh orang-orang muslim Italy, beliau berjumpa dengan seorang Italy yang telah memeluk Islam dan menceritakan sebab-musabab masuk Islam. Ia berkata : Saya pernah berjumpa seorang muslim Marocco yang sedang berjualan barang-barang kelontong dengan gerobak dorong dimusim salju. Ia pergi hilir mudik dengan menjajakan dagangannya tanpa menghiraukan udara yang dingin menusuk tulang. Orang Italy bertanya kepadanya : Apa yang mendorong anda untuk berjualan dalam cuaca yang sangat dingin ini ? si pedagang menjawab : Untuk mencari rizki Allah. Ia bertanya lagi : "Apakah rizki dari berjualan ini mencukupi", jawabnya "Alhamdulillah, segala puji bagi Allah dari hasil berjualan ini, sebagian saya pergunakan untuk biaya hidup di Italy ini, dan sebagian saya kirimkan kepada keluarga dan ayah bunda di Marocco". Ia bertanya " Apakah anda bertanggung jawab terhadap kehidupan mereka ?" Si pedagang menjawab : "Keridhaan Allah berada diatas keridhaan mereka (orangtua) dan memelihara silaturrahmi akan memberikan keberkatan dalam hidup ". Orang italy berkata : "Ini berarti anda ridha dan suka dengan kehidupan yang sedang anda jalani". Ia menjawab : "Ya saya ridha dan menerima dan saya senantiasa terus bertawakkal kepada Allah swt, semoga Dia selalu melimpahkan nik'mat karunia-Nya kepada saya". Orang Italy bertanya lagi : "Siapa yang mengajarimu semua ini" ?, "Agamaku, Islam yang telah mengajariku terhadap semua ini" jawabnya lugas. Orang Italy bertanya pula : "Bagaimana caranya bila saya ingin mempelajari agama yang anda anut itu ?", si pedagang menjawab : "Saya ini orang awam, tidak berpendidikan tinggi, jika anda ingin mempelajari tentang Islam, kiranya anda bisa bertanya kepada pengurus mesjid disebelah sana, dan bila anda mau, saya bisa mengantarkannya kesana untuk menemui pengurus mesjid itu". Maka mereka berdua pergi ke Mesjid tersebut. Selang beberapa waktu kemudian, orang Italy itu masuk Islam dan selanjutnya giat mempelajari ajaran -ajaran Islam dengan tekun, hingga akhirnya ia menjadi aktivis dakwah yang potensial menyiarkan agama Islam dinegrinya Italy.
Wallahu a'lam bish-shawab.
Diambil dari :
Buletin Dakwah No 50. thn XXV, oleh H. Abdullah Faqih S. Penerbit - Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia, Perwakilan Jakarta Raya, edisi Jum'at ke - 2, Desember 1998 M.
keroncong- KAPTEN
-
Age : 70
Posts : 4535
Kepercayaan : Islam
Location : di rumah saya
Join date : 09.11.11
Reputation : 67
Similar topics
» tawakal dan sabar
» Dangdut Koplo dan musik pop sebagai sarana dakwah gereja
» mendapatkan keajaiban
» tanda kebaikan
» kebaikan vs kejahatan
» Dangdut Koplo dan musik pop sebagai sarana dakwah gereja
» mendapatkan keajaiban
» tanda kebaikan
» kebaikan vs kejahatan
Halaman 1 dari 1
Permissions in this forum:
Anda tidak dapat menjawab topik