mahdi syiah vs mahdi ahmadiyah
Halaman 1 dari 1 • Share
mahdi syiah vs mahdi ahmadiyah
Pemakaian istilah al-Mahdi yang dimaksud dalam kajian ini,
bermula dari sekte Syi'ah Kaisaniyyah yang banyak
terpengaruh dan menyerap pikiran Ibn Saba'.1 Kata al-Mahdi
adalah ism maf'ul dari [kata-kata Arab] seperti: [kata-kata
Arab].
Kata ini bisa berarti, Allah telah memberitahukan,
menunjukkan atau menjelaskan jalan kepadanya. Dengan
demikian, orang yang telah mendapat petunjuk itu disebut
al-Mahdi. Dalam hubungan ini ada pula yang berpendapat bahwa
sigat kata al-Mahdi itu adalah maf'ul (dalam bentuk mabni
lil-majhul dari [kata-kata Arab] dan kata al-Mahdi berarti
orang yang diberi petunjuk Allah. Hanya saja kata tersebut,
dalam bentuknya seperti itu, bermakna fa'il, yakni orang
yang terpilih untuk memberi petunjuk kepada manusia. Memang
sigat [kata-kata Arab] tidak terdapat dalam al-Quran, yang
ada adalah sigat al-fa'il, sebagaimana dalam firman Allah:
Dan sesungguhnya Allah adalah Pemberi petunjuk bagi
orang-orang beriman ke jalan yang lurus. (S. al-Hajj: 54)
Juga dalam firman-Nya:
... Dan cukuplah Tuhanmu menjadi Pemberi petunjuk dan
Penolong. (S. al-Furqan: 31).
Ayat-ayat tersebut tidak ada hubungannya sama sekali dengan
masalah al-Mahdi al-Muntazar. Akan tetapi, sementara ummat
Islam, ayat-ayat di atas dijadikan sebagai dasar tema
pembahasan tentang al-Mahdi yang mereka tunggu-tunggu serta
menghubungkannya dengan hadis-hadis Mahdiyyah.2
Dalam hubungan ini, Ahmad Amin menjelaskan, bahwa dalam
al-Quran hanya ada kata [kata-kata Arab] dan kata [kata-kata
Arab] sedangkan kata yang terdapat dalam sebagian
kitab-kitab hadis adalah untuk menyipati pribadi 'Ali ibn
Abi Talib. Seperti sabda Nabi yang dikutip dari kitab
Usdul-Gabah:
" ... Dan jika kalian mengangkat 'Ali sebagai pemimpin,
namun aku melihat kalian tidak melakukan itu, kalian akan
mendapatinya sebagai seorang pemberi petunjuk yang membawa
kalian ke jalan yang lurus."
Kemudian pengertian bahasa agama ini berubah menjadi
pengertian baru yaitu akan munculnya seorang imam yang
ditunggu-tunggu, yang akan memenuhi bumi ini penuh dengan
keadilan sebagaimana bumi telah dipenuhi oleh kecurangan.
Selanjutnya ia berpendapat bahwa kelompok yang pertama-tama
menggunakan pengertian yang terakhir ini adalah Syi'ah
Kaisaniyyah.3 Selanjutnya perlu ditambahkan disini bahwa
kata al-Mahdi secara harfiah berarti orang yang telah diberi
petunjuk atau the guided one. Karena semua petunjuk itu
berasal dari Tuhan, maka arti kata tersebut menjadi "seorang
yang telah diberi petunjuk Tuhan" atau the divinely-guided
one, dengan cara yang menakjubkan dan sangat pribadi. Dengan
demikian, orang yang disebut Mahdi atau al-Mahdi,
benar-benar telah mendapat bimbingan Allah. Di masa lalu,
nama ini pun dipakai oleh pribadi-pribadi tertentu, dan
dimasa-masa selanjutnya nama Mahdi dipakai orang secara
eskatologis.4 Adapun menurut istilah, al-Mahdi adalah tokoh
laki-laki dari keturunan Ahlul-Bait yang akan muncul di
akhir zaman. Dia akan menegakkan agama dan keadilan dan
diikuti oleh ummat Muslim, akan membantu 'Isa al-Masih yang
turun ke dunia untuk membunuh dajjal, dan akan menjadi imam
sewaktu salat bersama-sama Nabi Isa a.s. Demikianlah
pengertian al-Mahdi yang dikenal secara umum di kalangan
ummat Islam.
Akan tetapi pengertian al-Mahdi menurut paham Syi'ah ialah
seorang imam (Syi'ah) yang ditunggu-tunggu. Ia akan datang
memenuhi bumi dengan keadilan karena bumi ini telah dipenuhi
oleh kecurangan. Ini berbeda dengan paham Ahmadiyah. Menurut
aliran ini al-Mahdi ialah seorang (Mirza Ghulam Ahmad) yang
merupakan penjelmaan atau pengejawantahan dari al-Mahdi dan
al-Masih a.s., dan diangkat oleh Tuhan sebagai mujaddid atau
pembaharu di abad XIV H. Ini menurut paham Ahmadiyah Lahore.
Sedangkan menurut paham Ahmadiyah Qadian, Mirza Ghulam Ahmad
disamping sebagai al-Mahdi juga adalah nabi.
Uraian diatas menunjukkan bahwa kepercayaan kaum Ahmadiyah
terhadap al-Mahdi ini bermula dari pengakuan Mirza Ghulam
Ahmad itu sendiri, sesudah ia menyelidiki sebuah makam yang
ditemukannya di Srinagar, Punjab, India. Menurut
penyelidikan mereka, makam tersebut adalah makam Yus Asaf
yang diyakini sebagai Isa al-Masih, sesudah pengembaraannya
yang panjang dari Palestina ke Kashmir, India. Dan sesudah
penemuan makam tersebut, barulah dicari hadis-hadis
Mahdiyyah yang relevan sebagai dasar keyakinan aliran ini.
Paham kemahdian Ahmadiyah diatas, berbeda dengan paham
kemahdian Syi'ah yang timbul dari 'Aqidah ar-Raj'ah dan
masalah al-Gaibah. Oleh karena kaum Syi'ah tidak mau
mengakui kematian imam-imam mereka, dan karena pengaruh
ajaran ibn Saba', maka berkembanglah pemikiran di kalangan
mereka tentang imam yang bersembunyi (gaib). Dalam kaitan
ini, Ahmad Amin menjelaskan bahwasanya masalah ar-Raj'ah itu
bermula dari ucapan Ibn Saba', yang menyatakan bahwa
Muhammad SAW akan kembali lagi ke dunia, adalah
mengherankan, orang yang percaya akan kembalinya Isa a.s.,
tetapi ia mendustakan kembalinya Muhammad.5
Dalam salah satu pernyataannya yang lain, ia tidak mengakui
kematian 'Ali, bahwa yang terbunuh itu bukan 'Ali tetapi,
setan yang menjelma sebagai 'Ali, dia naik ke langit
sebagaimana Isa ibn Maryam. Imam yang bersembunyi tersebut
akan muncul lagi ke dunia untuk menegakkan keadilan. Dengan
demikian, akhirnya, muncul pula pemikiran tentang al-Mahdi,
dan kemudian dibuatlah hadis-hadis Mahdiyyah.
Adapun arti kata Syi'ah, ialah sahabat, penolong, pengikut,
atau berarti golongan. Seperti firman Allah:
... Dan benar-benar Ibrahim adalah termasuk golongannya...
(S. as-Saffat: 83).
Secara istilahi, al-Mahdi Lidinillah Ahmad menjelaskan:
Syi'ah adalah golongan yang membantu 'Ali dalam menumpas
pemberontakan yang dimotori oleh Talhah, Zubair,
bersama-sama A'isyah, serta pemberontakan Mu'awiyah dan kaum
Khawarij. Para pendukung 'Ali tersebut, sebagian besar
mengakui kekhilafahan Abu Bakr, 'Umar, dan 'Usman sampai
terjadinya penyimpangan yang menimbulkan huru-hara. Sebagian
lagi, mereka yang mengakui 'Usman sebagai pemimpin mereka.
Dan golongan yang paling sedikit jumlahnya ialah mereka yang
mengunggulkan 'Ali sebagai khalifah sesudah Rasul wafat,
daripada tokoh sahabat lainnya.6
Istilah Syi'ah sebagai yang dikembangkan oleh al-Mahdi
Lidinillah di atas, mencakup seluruh corak ke-Syi'ah-an pada
umumnya, dan tampaknya istilah tersebut lebih cocok untuk
golongan Syi'ah Zaidiyyah saja. Dalam hubungan ini, istilah
Syi 'ah sebagai yang dikemukakan oleh Dr. Ahmad Amin dalam
Duhal-Islam III, tampak lebih luas. Syi'ah menurut
pendapatnya adalah golongan yang berkeyakinan bahwa 'Ali dan
keturunannya adalah orang yang paling berhak menjabat
khalifah daripada Abu Bakr, 'Umar, dan 'Usman. Dan
bahwasanya Nabi telah menjanjikan kekhilafahan sesudahnya
kepada 'Ali, dan setiap imam menjanjikan kekhilafahan
tersebut kepada penerusnya.
Selanjutnya tentang arti kata 'Ahmadiyah' berasal dari kata
'Ahmad.' Kata ini berbentuk ism'alam yang searti dengan kata
'mahmud,' artinya orang yang terpuji. Namun menurut Mirza
Ghulam Ahmad, bahwa kata 'Muhammad' artinya, berkaitan
dengan sifat jalal atau kebesaran, karena itu, Rasulullah
dalam menghadapi musuh-musuhnya dengan cara berperang.
Sedang kata 'Ahmad' lebih berkonotasi dengan sifat jamal
atau keindahan. Maksudnya bahwa Nabi saw. itu menyebarkan
kedamaian dan keharmonisan di dunia (tidak menempuh jalan
kekerasan), sifat ini menurut pendapatnya, lebih
dimanifestasikan sewaktu Nabi tinggal di Madinah.7
Apabila kata "Ahmad" ditambah dengan "ya" nisbah, maka
jadilah kata [kata-kata Arab]. Kata inilah yang oleh Mirza
dijadikan sebagai nama aliran yang didirikannya di akhir
abad ke-19. Aliran baru ini mengajarkan bahwa Mirza Ghulam
Ahmad adalah al-Mahdi, al-Masih, Mujaddid, dan sebagai Nabi.
Nama Ahmadiyah dipakai secara resmi sebagai nama aliran
tersebut, sejak 4 November 1900, sewaktu pendirinya
membayangkan bahwa pengikutnya akan menjadi sekte baru dalam
Islam. Nama 'Ahmadiyah' sebenarnya diambil dari salah satu
nama Rasulullah, bukan diambil dari nama pendiri aliran
tersebut.
bermula dari sekte Syi'ah Kaisaniyyah yang banyak
terpengaruh dan menyerap pikiran Ibn Saba'.1 Kata al-Mahdi
adalah ism maf'ul dari [kata-kata Arab] seperti: [kata-kata
Arab].
Kata ini bisa berarti, Allah telah memberitahukan,
menunjukkan atau menjelaskan jalan kepadanya. Dengan
demikian, orang yang telah mendapat petunjuk itu disebut
al-Mahdi. Dalam hubungan ini ada pula yang berpendapat bahwa
sigat kata al-Mahdi itu adalah maf'ul (dalam bentuk mabni
lil-majhul dari [kata-kata Arab] dan kata al-Mahdi berarti
orang yang diberi petunjuk Allah. Hanya saja kata tersebut,
dalam bentuknya seperti itu, bermakna fa'il, yakni orang
yang terpilih untuk memberi petunjuk kepada manusia. Memang
sigat [kata-kata Arab] tidak terdapat dalam al-Quran, yang
ada adalah sigat al-fa'il, sebagaimana dalam firman Allah:
Dan sesungguhnya Allah adalah Pemberi petunjuk bagi
orang-orang beriman ke jalan yang lurus. (S. al-Hajj: 54)
Juga dalam firman-Nya:
... Dan cukuplah Tuhanmu menjadi Pemberi petunjuk dan
Penolong. (S. al-Furqan: 31).
Ayat-ayat tersebut tidak ada hubungannya sama sekali dengan
masalah al-Mahdi al-Muntazar. Akan tetapi, sementara ummat
Islam, ayat-ayat di atas dijadikan sebagai dasar tema
pembahasan tentang al-Mahdi yang mereka tunggu-tunggu serta
menghubungkannya dengan hadis-hadis Mahdiyyah.2
Dalam hubungan ini, Ahmad Amin menjelaskan, bahwa dalam
al-Quran hanya ada kata [kata-kata Arab] dan kata [kata-kata
Arab] sedangkan kata yang terdapat dalam sebagian
kitab-kitab hadis adalah untuk menyipati pribadi 'Ali ibn
Abi Talib. Seperti sabda Nabi yang dikutip dari kitab
Usdul-Gabah:
" ... Dan jika kalian mengangkat 'Ali sebagai pemimpin,
namun aku melihat kalian tidak melakukan itu, kalian akan
mendapatinya sebagai seorang pemberi petunjuk yang membawa
kalian ke jalan yang lurus."
Kemudian pengertian bahasa agama ini berubah menjadi
pengertian baru yaitu akan munculnya seorang imam yang
ditunggu-tunggu, yang akan memenuhi bumi ini penuh dengan
keadilan sebagaimana bumi telah dipenuhi oleh kecurangan.
Selanjutnya ia berpendapat bahwa kelompok yang pertama-tama
menggunakan pengertian yang terakhir ini adalah Syi'ah
Kaisaniyyah.3 Selanjutnya perlu ditambahkan disini bahwa
kata al-Mahdi secara harfiah berarti orang yang telah diberi
petunjuk atau the guided one. Karena semua petunjuk itu
berasal dari Tuhan, maka arti kata tersebut menjadi "seorang
yang telah diberi petunjuk Tuhan" atau the divinely-guided
one, dengan cara yang menakjubkan dan sangat pribadi. Dengan
demikian, orang yang disebut Mahdi atau al-Mahdi,
benar-benar telah mendapat bimbingan Allah. Di masa lalu,
nama ini pun dipakai oleh pribadi-pribadi tertentu, dan
dimasa-masa selanjutnya nama Mahdi dipakai orang secara
eskatologis.4 Adapun menurut istilah, al-Mahdi adalah tokoh
laki-laki dari keturunan Ahlul-Bait yang akan muncul di
akhir zaman. Dia akan menegakkan agama dan keadilan dan
diikuti oleh ummat Muslim, akan membantu 'Isa al-Masih yang
turun ke dunia untuk membunuh dajjal, dan akan menjadi imam
sewaktu salat bersama-sama Nabi Isa a.s. Demikianlah
pengertian al-Mahdi yang dikenal secara umum di kalangan
ummat Islam.
Akan tetapi pengertian al-Mahdi menurut paham Syi'ah ialah
seorang imam (Syi'ah) yang ditunggu-tunggu. Ia akan datang
memenuhi bumi dengan keadilan karena bumi ini telah dipenuhi
oleh kecurangan. Ini berbeda dengan paham Ahmadiyah. Menurut
aliran ini al-Mahdi ialah seorang (Mirza Ghulam Ahmad) yang
merupakan penjelmaan atau pengejawantahan dari al-Mahdi dan
al-Masih a.s., dan diangkat oleh Tuhan sebagai mujaddid atau
pembaharu di abad XIV H. Ini menurut paham Ahmadiyah Lahore.
Sedangkan menurut paham Ahmadiyah Qadian, Mirza Ghulam Ahmad
disamping sebagai al-Mahdi juga adalah nabi.
Uraian diatas menunjukkan bahwa kepercayaan kaum Ahmadiyah
terhadap al-Mahdi ini bermula dari pengakuan Mirza Ghulam
Ahmad itu sendiri, sesudah ia menyelidiki sebuah makam yang
ditemukannya di Srinagar, Punjab, India. Menurut
penyelidikan mereka, makam tersebut adalah makam Yus Asaf
yang diyakini sebagai Isa al-Masih, sesudah pengembaraannya
yang panjang dari Palestina ke Kashmir, India. Dan sesudah
penemuan makam tersebut, barulah dicari hadis-hadis
Mahdiyyah yang relevan sebagai dasar keyakinan aliran ini.
Paham kemahdian Ahmadiyah diatas, berbeda dengan paham
kemahdian Syi'ah yang timbul dari 'Aqidah ar-Raj'ah dan
masalah al-Gaibah. Oleh karena kaum Syi'ah tidak mau
mengakui kematian imam-imam mereka, dan karena pengaruh
ajaran ibn Saba', maka berkembanglah pemikiran di kalangan
mereka tentang imam yang bersembunyi (gaib). Dalam kaitan
ini, Ahmad Amin menjelaskan bahwasanya masalah ar-Raj'ah itu
bermula dari ucapan Ibn Saba', yang menyatakan bahwa
Muhammad SAW akan kembali lagi ke dunia, adalah
mengherankan, orang yang percaya akan kembalinya Isa a.s.,
tetapi ia mendustakan kembalinya Muhammad.5
Dalam salah satu pernyataannya yang lain, ia tidak mengakui
kematian 'Ali, bahwa yang terbunuh itu bukan 'Ali tetapi,
setan yang menjelma sebagai 'Ali, dia naik ke langit
sebagaimana Isa ibn Maryam. Imam yang bersembunyi tersebut
akan muncul lagi ke dunia untuk menegakkan keadilan. Dengan
demikian, akhirnya, muncul pula pemikiran tentang al-Mahdi,
dan kemudian dibuatlah hadis-hadis Mahdiyyah.
Adapun arti kata Syi'ah, ialah sahabat, penolong, pengikut,
atau berarti golongan. Seperti firman Allah:
... Dan benar-benar Ibrahim adalah termasuk golongannya...
(S. as-Saffat: 83).
Secara istilahi, al-Mahdi Lidinillah Ahmad menjelaskan:
Syi'ah adalah golongan yang membantu 'Ali dalam menumpas
pemberontakan yang dimotori oleh Talhah, Zubair,
bersama-sama A'isyah, serta pemberontakan Mu'awiyah dan kaum
Khawarij. Para pendukung 'Ali tersebut, sebagian besar
mengakui kekhilafahan Abu Bakr, 'Umar, dan 'Usman sampai
terjadinya penyimpangan yang menimbulkan huru-hara. Sebagian
lagi, mereka yang mengakui 'Usman sebagai pemimpin mereka.
Dan golongan yang paling sedikit jumlahnya ialah mereka yang
mengunggulkan 'Ali sebagai khalifah sesudah Rasul wafat,
daripada tokoh sahabat lainnya.6
Istilah Syi'ah sebagai yang dikembangkan oleh al-Mahdi
Lidinillah di atas, mencakup seluruh corak ke-Syi'ah-an pada
umumnya, dan tampaknya istilah tersebut lebih cocok untuk
golongan Syi'ah Zaidiyyah saja. Dalam hubungan ini, istilah
Syi 'ah sebagai yang dikemukakan oleh Dr. Ahmad Amin dalam
Duhal-Islam III, tampak lebih luas. Syi'ah menurut
pendapatnya adalah golongan yang berkeyakinan bahwa 'Ali dan
keturunannya adalah orang yang paling berhak menjabat
khalifah daripada Abu Bakr, 'Umar, dan 'Usman. Dan
bahwasanya Nabi telah menjanjikan kekhilafahan sesudahnya
kepada 'Ali, dan setiap imam menjanjikan kekhilafahan
tersebut kepada penerusnya.
Selanjutnya tentang arti kata 'Ahmadiyah' berasal dari kata
'Ahmad.' Kata ini berbentuk ism'alam yang searti dengan kata
'mahmud,' artinya orang yang terpuji. Namun menurut Mirza
Ghulam Ahmad, bahwa kata 'Muhammad' artinya, berkaitan
dengan sifat jalal atau kebesaran, karena itu, Rasulullah
dalam menghadapi musuh-musuhnya dengan cara berperang.
Sedang kata 'Ahmad' lebih berkonotasi dengan sifat jamal
atau keindahan. Maksudnya bahwa Nabi saw. itu menyebarkan
kedamaian dan keharmonisan di dunia (tidak menempuh jalan
kekerasan), sifat ini menurut pendapatnya, lebih
dimanifestasikan sewaktu Nabi tinggal di Madinah.7
Apabila kata "Ahmad" ditambah dengan "ya" nisbah, maka
jadilah kata [kata-kata Arab]. Kata inilah yang oleh Mirza
dijadikan sebagai nama aliran yang didirikannya di akhir
abad ke-19. Aliran baru ini mengajarkan bahwa Mirza Ghulam
Ahmad adalah al-Mahdi, al-Masih, Mujaddid, dan sebagai Nabi.
Nama Ahmadiyah dipakai secara resmi sebagai nama aliran
tersebut, sejak 4 November 1900, sewaktu pendirinya
membayangkan bahwa pengikutnya akan menjadi sekte baru dalam
Islam. Nama 'Ahmadiyah' sebenarnya diambil dari salah satu
nama Rasulullah, bukan diambil dari nama pendiri aliran
tersebut.
keroncong- KAPTEN
-
Age : 70
Posts : 4535
Kepercayaan : Islam
Location : di rumah saya
Join date : 09.11.11
Reputation : 67
Re: mahdi syiah vs mahdi ahmadiyah
@ Keroncong
Berdasarkan hadits-hadits yang mutawatir, Al Mahdi itu identik dengan Khalifatullah (HR Sunan Ibnmu Majah), Isa ibnu Maryam (HR Musnad Ahmad bin Hambal) yang diutus Allah (Rasul Allah) dari antara Umat Islam yang taat dan setia kedapa Allah dan Nabi Muhammad saw (An-Nisa 4:70). Dengan demikian, maka Al Mahdi itu adalah seorang Nabi yang diutus Allah (Rasul Allah) yang tidak membawa syariat baru, melainkan hanya menjalankan syariat Islam dengan ketaatan yang sempurna kepada Allah dan Rasul-Nya saw.
Berdasarkan hadits-hadits yang mutawatir, Al Mahdi itu identik dengan Khalifatullah (HR Sunan Ibnmu Majah), Isa ibnu Maryam (HR Musnad Ahmad bin Hambal) yang diutus Allah (Rasul Allah) dari antara Umat Islam yang taat dan setia kedapa Allah dan Nabi Muhammad saw (An-Nisa 4:70). Dengan demikian, maka Al Mahdi itu adalah seorang Nabi yang diutus Allah (Rasul Allah) yang tidak membawa syariat baru, melainkan hanya menjalankan syariat Islam dengan ketaatan yang sempurna kepada Allah dan Rasul-Nya saw.
Kedunghalang- LETNAN KOLONEL
-
Posts : 9081
Kepercayaan : Islam
Location : Bogor
Join date : 12.03.12
Reputation : 0
Similar topics
» paham kewahyuan mahdi Syiah dan ahmadiyah
» beda mahdi sunni dengan mahdi syiah
» mengenai Al Mahdi
» paham mahdi dalam perspektif rasional ahmadiyah
» Qur'an made in Ahmadiyah
» beda mahdi sunni dengan mahdi syiah
» mengenai Al Mahdi
» paham mahdi dalam perspektif rasional ahmadiyah
» Qur'an made in Ahmadiyah
Halaman 1 dari 1
Permissions in this forum:
Anda tidak dapat menjawab topik