FORUM LASKAR ISLAM
welcome
Saat ini anda mengakses forum Laskar Islam sebagai tamu dimana anda tidak mempunyai akses penuh turut berdiskusi yang hanya diperuntukkan bagi member LI. Silahkan REGISTER dan langsung LOG IN untuk dapat mengakses forum ini sepenuhnya sebagai member.

cahaya yang nampak Follow_me
@laskarislamcom

Terima Kasih
Salam Admin LI


Join the forum, it's quick and easy

FORUM LASKAR ISLAM
welcome
Saat ini anda mengakses forum Laskar Islam sebagai tamu dimana anda tidak mempunyai akses penuh turut berdiskusi yang hanya diperuntukkan bagi member LI. Silahkan REGISTER dan langsung LOG IN untuk dapat mengakses forum ini sepenuhnya sebagai member.

cahaya yang nampak Follow_me
@laskarislamcom

Terima Kasih
Salam Admin LI
FORUM LASKAR ISLAM
Would you like to react to this message? Create an account in a few clicks or log in to continue.

cahaya yang nampak

Topik sebelumnya Topik selanjutnya Go down

cahaya yang nampak Empty cahaya yang nampak

Post by keroncong Tue May 08, 2012 5:58 am

Dr. Paul Carus menulis dalam ‘The Dharma’ :

“Buddhisme dengan benar disebut sebagai agama pencerahan, karena rencana dasar keimanannya dibimbing oleh kebijaksanaan, dilukiskan oleh cahaya yang bersinar di jalan kita, menjadikan kita bisa meyakini dan meneguhkan langkah-langkah kita. Pendengar kata, segera setelah mencocokkan, biasanya diriwayatkan lalu berikutnya mengucapkan pengakuan ”.
“Bagus sekali, wahai Tuan! ini bagus sekali!”
“Ketika seseorang membangkitkan apa yang telah dibuang ke bawah atau mengungkapkan apa yang tersembunyi, atau memberi-tahu dia jalan kepada dia yang tersesat, atau memegang lampu dalam kegelapan sehingga mereka yang punya mata bisa melihat obyek, bahkan demikianlah ajaran ini telah dibuat jelas oleh Tuan dalam peragaan yang bersegi banyak. Dan aku, bahkan aku, mencari perlindungan kepada Tuan, ajarannya dan tatanannya. Mudah-mudahan Tuan menerima, sebagai murid biasa, dari hari ini hingga sepanjang hidup saya, aku yang telah mencari pelindungan (kepadanya)”.

Karena Buddha berarti cahaya dan tanda awal dari Buddhisme adalah lampu yang berarti petunjuk, maka kita dapati pada prasasti dan patung kuno terukir lampu yang menyala. Demikianlah di cadas Qandhara ada sebuah patung dimana seorang guru ditunjukkan sedang memegang lampu dan seorang murid dengan tangan berlipat penuh penghormatan, melihat kepadanya. Ini mengungkapkan kenyataan bahwa para pengikut Buddhisme telah mengukir tanda-bukti dari Dia yang Dijanjikan yang kedatangannya digambarkan di tabut batu, yang bertindak sebagai lampu petunjuk demi keturunannya, sesuai dengan ajaran Buddha.

Jelas bahwa cahaya yang dipancarkan Buddha di dunia sekarang tiada lagi dalam agama Buddha, karena kita telah membuktikannya di bawah judul ‘Kitab-kitab suci agama Buddha’. Bagi kaum Buddhis yang menyembah cahaya, apa yang harus dipertimbangkan adalah, apakah dunia ini memerlukan Cahaya lain setelah satu yang telah menampakkan dirinya dalam pribadi Buddha. Bila tidak, lalu mengapa umat sebelum Buddha memerlukannya. Dunia memerlukan cahaya setelah Buddha pada saat lenyapnya cahaya (ajaran)nya, tepat seperti yang terjadi sebelumnya. Dalam patung-patung yang kita rujuk di atas, guru memegang lampu bukanlah Buddha sendiri melainkan suatu potret bayangan dari seseorang yang lain. Murid dengan tangan terlipat yang melihat kepada gurunya dengan penuh penghormatan sesungguhnya adalah wakil dari agama Buddha.

Tidakkah perasaan yang timbul di hati pengabdi Buddha pada saat lampu yang bersinar itu diukir pada patung patung itu meminta para penganut Buddha untuk mencari tahu dari lampu yang bersinar ini siapakah yang meminjamkan kepadanya setelah Buddha sendiri memperoleh cahayanya? Dalam kitab mereka sebagaimana juga yang diukir di bebatuan di sana ada cahaya dari mana mereka bisa mengenal cahaya yang datang atau lampu yang bercahaya. Dengan mengingat nubuatan ini dalam pandangan, maka Quran Suci berkata:

“Wahai manusia, sesungguhnya telah datang kepada kamu tanda bukti dari Tuhan kamu, dan telah Kami turunkan kepada kamu cahaya yang terang” (Q.S. 4:175).



Untuk penjelasan lebih lanjut dari lampu petunjuk ini dikatakan:



“Allah adalah cahaya langit dan bumi. Perumpamaan cahaya-Nya bagaikan tiang yang di atasnya terdapat satu lampu, lampu berada dalam kaca, kaca itu seakan-akan bintang gemerlapan, yang dinyalakan dari pohon zaitun yang diberkahi, bukan kepunyaan Timur dan bukan kepunyaan Barat, minyak itu menerangi walaupun tak tersentuh api, cahaya di atas cahaya. Allah memimpin orang yang Ia kehendaki kepada cahaya-Nya. Dan Allah mengemukakan banyak perumpamaan kepada manusia, Dan Allah itu Yang Maha-tahu akan segala sesuatu” (Q.S. 24:35).

Ayat ini merujuk kepada cahaya tersebut, lampu petunjuk yang pada suatu saat menyinari benua India dan sinarnya mencapai Cina dan Jepang serta dinamakan Cahaya Asia.

Namun pada masa yang lain ini akan terbit di atas batas Timur dan Barat serta menyinari bagaikan pilar cahaya tertinggi untuk seluruh dunia. Ini akan dicerahkan dengan minyak wahyu yang disucikan, yang tidak tersentuh oleh api dunia; cahaya itu jauh lebih benderang dan dinampakkan dari luasnya populasi Muslim dari Sri Lanka, Indonesia, Burma, Thailand dan Cina. Mereka mengenal cahaya ini berdasarkan cahaya yang diberikan oleh Buddha. Dan cahaya di atas cahaya ini yalah Muhammad s.a.w. Perumpamaan tentang Buddha ini dengan cantiknya telah digelar oleh Isa Almasih dalam perumpamaan “Sepuluh Gadis” dan dia juga meramalkan bahwa nubuatan ini akan digenapi setelah dia; vide perumpamaan sepuluh gadis:

“Pada waktu itu hal Kerajaan Sorga seumpama sepuluh gadis, yang mengambil pelitanya dan pergi menyongsong mempelai laki-laki. Lima di antaranya bodoh dan lima bijaksana. Gadis-gadis yang bodoh itu membawa pelitanya, tetapi tidak membawa minyak, sedangkan gadis-gadis yang bijaksana itu membawa pelitanya dan juga minyak dalam buli-buli mereka. Tetapi karena mempelai itu lama tidak datang-datang juga, mengantuklah mereka semua lalu tertidur. Waktu tengah malam terdengarlah suara orang berseru: Mempelai datang! Songsonglah dia! Gadis-gadis itupun bangun semuanya lalu membereskan pelita mereka. Gadis-gadis yang bodoh berkata kepada gadis-gadis yang bijaksana: Berikanlah kami sedikit dari minyakmu itu; Tidak, nanti tidak cukup untuk kami dan untuk kamu. Lebih baik kamu pergi kepada penjual minyak dan beli di situ”. (Matius 25: 1-9).

“Akan tetapi, waktu mereka sedang pergi untuk membelinya, datanglah mempelai itu dan mereka yang telah siap-sedia masuk bersama-sama dengan dia ke ruang perjamuan kawin, lalu pintu ditutup. Kemudian datang juga gadis-gadis yang lain itu dan berkata: Tuan, tuan, bukakanlah kami pintu! Tetapi ia menjawab: Aku berkata kepadamu, sesungguhnya, aku tidak mengenal kamu. Karena itu, berjaga-jagalah, sebab kamu tidak tahu akan hari maupun akan saatnya Anak manusia akan datang” (Matius 24: 10-13).

Kata-kata “Anak Manusia” dalam perumpamaan ini oleh gadis-gadis yang bijaksana diartikan sebagai orang-orang yang mengenal pengantin yang berhubungan dengan Nabi Yang Dijanjikan (Muhammad) dan beriman kepadanya. Secara kiasan lampu mewakili wahyu Ilahi, dalam cahaya mana seorang manusia menelusuri. Daud dalam Mazmurnya berkata:

“FirmanMu itu pelita bagi kakiku dan terang bagi jalanku: (Mazmur 119:105). Samuel berkata: “Karena Engkaulah pelitaku, ya Tuhan, dan Tuhan menyinari kegelapanku”(II Samuel 22:29). Dan Tuhan berkata kepada Daud: “Aku akan menyediakan sebuah pelita bagi orang yang Kuurapi” (Mazmur 132:17). Yang agaknya seirama dengan ini adalah kata-kata Buddha: “Seperti lampu yang menyala di kegelapan tanpa pamrih untuk dirinya sendiri, diri yang bersinar demikianlah menyala lampu Tathagata tanpa bayangan perasaan pribadi”. Maka al-Quran berkata: “Meskipun api dunia tidak menyentuhnya” dan lagi dikatakan dalam Quran Suci



“Mereka (para nabi itu) adalah orang yang telah diberi petunjuk oleh Allah, maka ikutilah petunjuk mereka. Katakanlah: Untuk ini, aku tak minta ganjaran kepada kamu. Sesungguhnya itu tiada lain hanya Juru-ingat bagi sekalian bangsa” (Q.S.6:91).

Sesungguhnya, nabi itu di sini dinyatakan bahwa dia sekarang adalah sebagai wakil dari semua nabi yang telah berlalu sebelumnya. Penafsiran dari perumpamaan dalam Alkitab itu jadinya berjalan sebagai berikut: pengantin telah dikawinkan dengan segenap bangsa-bangsa di dunia, tetpi lima dari mereka ini akibat daya cahaya ‘dalam’ mereka, maka bisa mengenalinya dan memasuki rumah perdamaian bersamanya.

Tetapi bagi mereka yang jahil, cahaya ‘dalam’ mereka padam pada saat kedatangan sang pengantin; mereka tetap berada di luar. Bahkan hingga hari ini mereka tidak dapat bergabung dengan sang pengantin, meski mereka telah disediakan obor dan lampu yang masih tetap ada berupa kitab mereka, tetapi pandangan ‘dalam’ mereka telah hilang. Mata mereka kehilangan pandangan; inilah sebabnya mereka tidak dapat menangkap cahaya yang nampak.

Dalam Kitab-kitab suci kata-kata lampu dan obor digunakan secara kiasan baik berupa cahaya spiritual (wahyu) maupun penglihatan ‘dalam’ dari hati nurani. Di antara Bani Israil menyalakan lampu atau lilin dalam Kanisah adalah populer. Tentang hal ini Alkitab berkata:

“Haruslah kauperintahkan kepada orang Israel, supaya mereka membawa kepadamu minyak zaitun tumbuk yang murni untuk lampu, supaya orang dapat memasang lampu agar tetap menyala. Di dalam Kemah Pertemuan di depan tabir yang menutupi tabut hukum, haruslah Harun dan anak-anak-nya mengaturnya dari petang sampai pagi di hadapan Tuhan. Itulah suatu ketetapan yang berlaku untuk selama-lamanya bagi orang Israel turun-temurun” (Keluaran 27: 20-21, Lewi 24:2-4 ).

Catat, kata-kata Alkitab yang kita kutip di atas, ‘minyak zaitun tumbuk yang murni untuk lampu’ dan bandingkanlah dengan kata-kata Quran Suci. Ini adalah lampu yang dinyalakan dari pohon zaitun yang diberkahi, tidak di Timur ataupun Barat, suatu hukum bagi segala bangsa di dunia dan ini memberikan secara terus-menerus untuk selamanya dan selama-lamanya, nubuatan mana terdapat dalam lampu simbolis dari Buddha dan lampu minyak zaitun dari Bani Israil.

Ini mendorong orang untuk membayangkan mengapa Tuhan menekankan penyalaan lampu di tempat­tempat ibadah? Ini dengan begitu ketatnya diikuti sehingga dalam gereja Katolik Roma lampu-lampu dinyalakan siang dan malam terus menerus. Tetapi bisa ditanyakan apa maksud sebenarnya dalam menyalakan lampu minyak zaitun. Di mana saja orang berdiam, dia menyalakan lampu. Ini suatu fakta nyata, suatu hal yang sangat cerdas. Meskipun tidak ada perintah bagi Bani Israel untuk berdoa di waktu malam, namun tetap ada fatwa untuk menyalakan lampu pada waktu malam. Dan sesungguhnya, hal ini dinyatakan dalam Alkitab tentang dinyalakannya lampu dari Buddha mengandung arti yang sama juga dengan pastur Katolik yang mengunjungi gerejanya pada waktu malam dalam mendambakan Dia yang Dijanjikan (Nabi Muhammad, utusan Tuhan). Quran Suci merujuk hal itu:

“Demi langit yang datang pada waktu malam!
Dan apakah yang membuat engkau tahu apakah yang datang pada waktu malam itu?
(Yaitu) bintang yang mempunyai sinar tembus”.(Q.S. 86: 1-3).

Alasannya yalah bahwa Nabi Suci muncul ketika kegelapan total menyebar ke seluruh bumi, sebagaimana Yesus berkata: “Sebab itu, hendaklah kamu juga siap sedia, karena Anak Manusia datang pada saat yang tidak kamu duga” (Matius 24:44).



Dan lagi dikatakan dalam al-Quran:



“Allah Yang Maha-pemurah! Demi Kitab yang terang! Sesungguhnya Kami menurunkan itu pada malam yang diberkahi” (Q.S. 44:1-3).



Dan lagi:

“Wahai Nabi! Sesungguhnya Kami mengutus engkau sebagai Saksi, dan pengemban kabar baik, dan sebagai juru ingat. Dan sebagai orang yang mengajak kepada Allah dengan izin-Nya, dan sebagai matahari yang menerangi (lampu yang dijanjikan oleh para Nabi)” (Q.S. 33:45-46).


keroncong
keroncong
KAPTEN
KAPTEN

Male
Age : 70
Posts : 4535
Kepercayaan : Islam
Location : di rumah saya
Join date : 09.11.11
Reputation : 67

Kembali Ke Atas Go down

Topik sebelumnya Topik selanjutnya Kembali Ke Atas

- Similar topics

Permissions in this forum:
Anda tidak dapat menjawab topik